4
BAB II
STUDY LITERATUR
2.1. Tinjauan Pustaka
Fendra Satria dari Universitas Andalas, Padang (2014) dalam “Rancang
Bangun Alat Bending Sengkang pada Kolom Skala Laboratorium” telah merancang
sebuah mesin penekuk begel di mana pada perancangan alat ini difokuskan pada
beberapa elemen kritis pada sistem seperti perancangan poros tumpuan.
Selanjutnya dilakukan pembuatan alat berdasarkan hasil rancangan yang telah
dibuat. Dari hasil pengujian waktu pengerjaan sengkang menggunakan alat yang
dikembangkan diperoleh waktu rata-rata pembuatan lima sengkang sebesar 28
detik, sedangkan jika menggunakan cara konvensional/manual diperoleh waktu
rata-rata sebesar 31,48 detik.
Gambar 2.1. Mesin Penekuk Manual Begel
Ahmad Setiawan dari Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang (2014)
dalam “Rancang Bangun Alat Bantu Penekuk Begel Cincin Segiempat Untuk
5
Konstruksi Beton”. Pembuatan alat bantu penekuk begel cincin segiempat ini untuk
konstruksi beton yang akan digunakan untuk mempermudah para pekerja bangunan
dalam menekuk begel. Alat ini memiliki 2 roller yang berfungsi untuk
membengkokan begel dimana roller tersebut di gerakan oleh poros handle, yang
mendapatkan tekanan dari tangan. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit
mesin bending begel diameter 8 mm ini adalah Rp. 5.556.736,-. Mesin ini dapat
menekuk begel dalam satu kali tekuk dengan lama pengerjaannya 45 detik untuk
menekuk 3 begel dengan hasil 232 begel dalam satu jam produksi.
.
Gambar 2.2. Mesin Penekuk Begel tenaga Motor
Sedangkan desain yang akan di rancang oleh penulis mempunyai beberapa
kelebihan dari desain perancangan yang sebelumnya antara lain:
- Keseimbangan kerangka dan kaki roda yang lebih baik.
- Kapasitas yang dihasilkan lebih besar.
6
- Lebih mudah dalam pengoperasian.
- Perawatan cukup mudah.
2.2. Proses Bending
Bending merupakan pengerjaan dengan cara memberi tekanan pada bagian
tertentu sehingga terjadi deformasi plastis pada bagian yang diberi tekanan.
Sedangkan proses bending merupakan proses penekukan atau pembengkokan
menggunakan alat bending manual maupun menggunakan mesin bending.
Bending adalah salah satu proses pembentukan yang biasa dilakukan untuk
membuat barang kebutuhan sehari-hari seperti pembuatan komponen mobil,
pesawat, atau peralatan rumah tangga. Proses bending dilakukan dengan menekuk
benda kerja hingga mengalami perubahan bentuk yang menimbulkan peregangan
logam pada sekitar daerah garis lurus (dalam hal ini sumbu netral).
Gambar 2.3. Proses bending
(Sumber: Fundamental of Modern Manufacturing, Second Edition)[2]
Selama panjang busur pada bagian tengah L dari material tidak berubah selama
proses bending, maka L𝜃 = r𝜃, dimana 𝜃 adalah sudut bending dalam radian. Pada
7
posisi y, maka panjang busur bending menjadi L = (r+y) 𝜃 sehingga rumus
regangan teknik dapat dituliskan:
εx = in (1 + 𝑦
𝑟 ) ≈
𝑦
𝑟′
Di mana:
y = Jarak elemen yang mengalami peregangan (mm)
r´ = Jari-jari kelengkungan (mm)
Adapun macam-macam dari proses pembendingan yaitu:
- Bending Ram
Biasanya digunakan untuk membuat lengkungan besar untuk logam yang
mudah bengkok. Dalam metode ini, plat atau pipa ditekan pada 2 poin
eksternal dan ram mendorong pada besi pada poros tengah untuk
menekuknya. Cara ini cenderung membentuk menjadi bentuk oval baik di
bagian dalam dan luar lengkungan.
- Bending Rotary Draw
Digunakan untuk membengkokan besi sebagai pegangan tangan, yang lebih
keras. Bending rotary draw imbang menggunakan 2 cetakan: cetakan
bending stasioner dan cetakan bending dengan diameter tetap untuk
membentuk lengkungan. Cara ini digunakan apabila plat atau pipa yang
akan dibending perlu memiliki hasil akhir yang baik dengan diameter
konstan di seluruh panjang.
- Bending Mandrel
8
Selain cetakan yang digunakan dalam rotary bending, yakni dengan cara
menggunakan support fleksibel yang ikut bengkok dengan logam untuk
memastikan interior logam tidak cacat.
- Bending Induksi Panas
Proses ini mengunakan panas dari kumparan listrik untuk memanaskan area
yang akan dibengkokan, dan kemudian logam dibengkokan dengan cetakan
mirip dengan yang digunakan rotary draw. Logam segera didinginkan
dengan air setelah pembengkokan. Cara ini menghasilkan lengkungan yang
lebih kuat daripada rotary draw.
- Bending Roll
Digunakan ketika diperlukan lengkungan yang besar pada logam. Banyak
digunakan untuk pekerjaan konstruksi. Bending roll menggunakan 3 roller
yang disusun membentuk segi tiga pada satu poros untuk mendorong dan
membengkokan logam.
- Bending Panas
Sistem ini banyak digunakan dalam proses perbaikan, yaitu dengan cara
logam dipanaskan didaerah penekukan sehingga menjadi lebih lunak
Adapun proses bending yang bekerja pada rancang bangun alat ini, yakni
mengadopsi teknik atau proses bending dengan cara rotary atau putaran
yang terdapat pada mesin bending pipa. Kemudian jenis jenis mesin bending
yang akan digunakan pada saat rancang bangun ini akan di jelaskan pada
point berikutnya.
9
2.3. Mesin Bending Begel
Sebagai alat bantu dalam proses pembendingan diperlukan sebuah sistem
yang bekerja sehingga dapat diterapkan dengan baik adapun jenis jenis mesin
bending yakni dibagi menjadi 3 sebagian yaitu:
a. Mesin Bending Begel Manual
Mesin ini menggunakan tenaga manusia yang dibantu dengan bandul
pemberat sehingga tidak menggunakan daya listrik sedikitpun, murni
menggunakan tenaga manusia. Kelebihan mesin ini adalah murah dan
hemat biaya opersionalnya sedangkan kelemahannya hanya cocok untuk
logam dengan diameter kecil.
b. Mesin Bending Begel Hidrolik
Mesin ini menggunakan sistem hidrolik sebagai sumber tenaga penekuknya.
Mesin ini membutuhkan tenaga listrik yang lebih efisien untuk
menggerakan pompa hidroliknya, Fluida yang digunakan berupa oli
hidrolik yang secara berkala harus diganti. Kelebihan mesin ini adalah
mampu menekuk logam yang berdiameter lebih besar dan akurasinya
terkontrol. Sedangkan kekuranganya adalah kerjanya relatif lamban
walaupun konsumsi listrik lebih efisien dibandingkan tipe mekanikal.
c. Mesin Bending Begel Mekanikal
Mesin ini menggunakan tenaga motor listrik yang dibantu dengan gear box
yang berfungsi sebagai pengumpul tenaga. Kelebihan dari mesin ini adalah
berkecepatan tinggi dan tenaganya besar. Kekurangannya yaitu listrik yang
10
digunakan lebih besar dan suaranya berisik serta tingkat kepresisianya
rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembendingan begel diantara lain:
1. Diameter Begel
Proses bending akan mengakibatkan penarikan pada sisi luar dan
pengkerutan pada sisi dalam diameter kelengkungan. Ketebalan plat/logam
akan berpengaruh pada radius bending yang dibentuk dan kemampuan
material untuk dapat mengalami peregangan tanpa terjadi distorsi.
Jari-jari minimum dalam bending yaitu kemampuan material untuk
menerima beban pembengkokan dengan jari-jari terkecil tanpa
mengakibatkan retak. Hal ini biasa dinyatakan dalam fungsi ketebalan plat
tersebut seperti 2T, 3T atau 4T.
Regangan sebenarnya saat patah pada pengujian tarik:
εf = In (𝐴𝑜
𝐴𝑓) = In (
100
100−𝑟)
Dimana:
r = “percent reduction of area” pada saat pengujian tarik.
εo = In (1 + 1
(2 𝑅
𝑇)+ 1
) = In (𝑅+𝑇
𝑅+ (𝑇
2))
Kedua persamaan diatas dapat disederhanakan sehingga didapatkan:
Minimum 𝑅
𝑇 =
50
𝑟 -1
2. Spring Back
Perubahan plastis yang diikuti dengan balikan pegas secara elastis dalam
proses bending dinamakan Springback.
11
Ks = 𝛼𝑓
𝛼𝑖 =
( 2𝑅𝑓
𝑇 )+ 1
( 2𝑅𝑖 𝑇
)+ 1
Di mana:
Ks = Faktor Spring back
αi = Sudut awal bending
αf = Sudut akhir setelah bending
Ri = Jari-jari awal
Rf = Jari-jari akhir setelah bending
Besarnya springback yang terjadi banyak dipengaruhi oleh faktor
yang tergantung pada besarnya perbandingan R/T dari dimensi material.
Ketika Ks = 1, maka hal ini menunjukkan tidak adanya springback dan Ks=
0 menandakan terjadinya springback secara sempurna.
𝑅𝑖
𝑅𝑓 = 4 (
𝑅𝑖 𝑌
𝐸 𝑇)
3
- 3 (𝑅𝑖 𝑌
𝐸 𝑇) + 1
Dimana:
E = Modulus elastisitas bahan
Y = Tegangan yield dari material pada offset 0,2%
Ri = Jari-jari awal bending
Rf = Jari-jari akhir bending
T = Tebal benda
12
Gambar 2.4. Springback
(Sumber: Manufacturing Processes for Engineering Materials. Thirt
Edition)
3. Panjang Material yang Mengalami Bending (Bend Allowance)
BA = 2π 𝐴
360 (R + Kba t )
Dimana:
BA = Bend Allowence (mm)
A = Sudut bending (o)
R = Jari-jari bending (mm)
t = Tebal material, mm
Kba = Konstanta untuk memperkirakan adanya peregangan
Jika R < 2t, maka Kba = 0,33
Jika R = 2t, maka Kba = 0,50
4. Metode Bending
Prosedur atau metode yang tepat dalam proses pembendingan yang
dilakukan sangat berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan.
13
5. Ukuran Material
Material dengan ukuran besar apabila dilengkungkan dengan radius yang
kecil akan mudah mengalami distorsi dibandingkan material dengan ukuran
kecil dan radius bending yang besar.
6. Peralatan Pendukung
Peralatan yang digunakan meliputi cetakan, clamp dan mandrel
7. Pelumasan
Pelumasan diperlukan untuk mengurangi efek gesekan dan meningkatkan
efisiensi proses pembentukan.
2.4. Klasifikasi Begel
Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang
lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan
baku billet dengan cara hot rolling. Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton
sirip.
14
Gambar 2.5. Baja Tulangan Beton Sirip SNI 07-2052-2002
Baja tulangan beton polos (BJTP) adalah baja tulangan beton berpenampang
lingkaran dengan permukaan rata tidak bersirip dan baja tulangan beton sirip yang
permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan
untuk rneningkatkan daya lekat dan menahan gerakan membujur dari batang secara
relatif terhadap beton.
Gambar 2.6 Baja tulangan beton polos
Besi tulangan baja polos yang sering digunakan untuk membuat begel pada kolom
beton rumah sederhana yaitu merek KS yang diproduksi oleh PT. Krakatau Steel
15
Tbk. Besi beton KS telah mengikuti peraturan perencanaan beton bertulang untuk
bangunan rumah dan gedung.
2.4.1. Ukuran Diameter Tulangan Baja
Ukuran diameter baja tulangan beton polos tercantum dalam tabel 2.1 dan
baja tulangan beton sirip tercantum dalam tabel 2.2 yang disesuaikan dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Tabel 2.1 Diameter Baja Tulangan Beton Polos SNI 07-2050-2002
Tabel 2.2 Diameter Baja Tulangan Beton Sirip SNI 07-2050-2002
16
2.4.2. Sifat Mekanis
Baja tulangan struktur pada umumnya dikelompokkan berdasarkan
tegangan leleh karakteristik dan kandungan karbonnya:
Tabel 2.3 Sifat Mekanik Baja Tulangan Beton SNI 07-2050-2002
2.4.3 Tulangan Geser (Begel)
Dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberikan perkuatan
penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan
bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik, istilah ini
sering disebut tulangan geser atau disebut begel dalam istilah lapanagan. Di dalam
beton terdapat sloof, kolom dan ring kolom pada penulangan yang terdiri dari begel-
begel yang tersusun membentuk beton. Sifat-sifat beton sangat baik apabila hanya
menerima gaya tekan seperti pada cincin kolom. Tulangan pada konstruksi beton
sangat diperlukan untuk menahan gaya tarik yang terjadi sehingga dibutuhkan
beberapa sloof begel untuk menahan/membentuk beton kolom.
17
Gambar 2.7. Model Sloof Begel
Begel adalah unsur yang tak dapat disepelekan, maka perencanaan tulangan
geser ini harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi ketentukan
teknis dan kuat dan mampu untuk memikul beban geser. Begel dibuat dari baja
tulangan beton yang dibentuk sesuai ukuran kolom yang diinginkan. Biasanya para
pekerja bangunan/konstruksi menggunakan baja tulangan beton berdiameter 4, 5, 6
mm untuk pembangunan rumah 1 lantai.
Ukuran begel yang sering digunakan untuk pembuatan kolom beton rumah
1 lantai terdiri dari 9 x 12 cm, 9 x 15 cm, 15 x 15 cm dan 15 x 20 cm.
18
2.4.4. SNI Beton untuk Kolom
SK SNI T-15-1991-03 memberikan definisi, kolom sebagai suatu
komponen struktur banguan yang menyangga beban aksial tekan vertikal dengan
bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Secara garis besar ada tiga jenis kolom beton bertulang, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.8.
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral (Gambar 2.8.a). Kolom ini
merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok
memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang
kearah lateral.
2. Kolom menggunakan spiral (Gambar 2.8.b). Bentuknya sama dengan
kolom jenis pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok
memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan di sekeliling kolom
membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
3. Struktur kolom komposit seperti tampak pada (Gambar 2.8.b). Merupakan
komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan baja
profil atau pipa dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok
memanjang[1].
19
Gambar 2.8. Jenis-jenis kolom beton bertulang[1]
2.5. Perhitungan Pada Proses Bending Begel
2.5.1. Gaya Bending
Besarnya gaya bending yang diperlukan untuk melakukan proses
pembentukan material pada umumnya bisa diperkirakan dengan
mengasumsikan bahwa proses bending terjadi pada batang rektanguler
(rectangular beam). Dalam hal ini gaya bending merupakan fungsi dari
“Strength of material”, panjang batang, tebal batang serta jarak terbukanya
die (die opening) sehingga gaya tersebut dapat didekati denan rumus:
Pmax = k (𝑈𝑇𝑆) 𝐿 .𝑇2
𝑊
Dimana:
Pmax = Gaya maksimum yang diperlukan (Kg)
UTS = Ultimate tensile strength dari material (Kg/mm)
L = Lebar benda kerja (mm)
T = Tebal benda kerja (mm)
20
k = Konstanta,
untuk V-die bending, k = 1,2-1,33
untuk U dan Wiping bending, k = 2 dan 0,25
W = Die opening (Jarak terbuka antara die dan punch) (mm)
Rumus dasar teori bending:
σ = 𝑀𝑟 .𝑦
𝐼𝑐
Dimana:
Mr = Momen bending (Kg.mm)
σ = Tegangan bending (Kg/mm)
Ic = Momen Inersia luasan dari benda
y = Jarak tepi benda terhadap sumbu netral(mm)
2.5.2 Tegangan Regangan
Pada material yang diperjualbelikan dipasaran kekuatan dari
material tersebut sering diberikan dalam bentuk hasil pengujian berupa
tegangan tarik atau kekerasan, dimana besar tegangan tarik ini selalu
berhubungan dengan angka kekerasan dari suatu material.
Besar tegangan tarik juga berhubungan dengan besar tegangan-
tegangan yang lainnya misalnya tegangan lengkung, tegangan geser dan
tegangan puntir. Hasil dari tegangan tarik dari berbagai bahan (material)
diperoleh dari hasil percobaan yaitu dengan menarik material tersebut
sampai putus.
21
Gambar 2.9. Diagram Tegangan Regangan
Untuk menentukan besar regangan adalah:
ε = Δl / Lo
Dimana:
ε = Besar regangan (%)
Δl = Pertambahan panjang (mm)
Lo = Panjang mula-mula (mm)
Sedangkan untuk menentukan besar tegangan tarik pada begel:
σ = 𝐹
𝐴 (N/mm2)
Di mana:
F = Beban (N)
σ = Tegangan Tarik begel (N/mm2)
A = Luas penampang (mm2
22
Untuk penggunaan yang praktis, tegangan dibolehkan 0,03 % dari regangan
yang tetap, diambil dari batas limitnya (dari diagram percobaan)
2.5.3 Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan
terhadap regangan.
E = σ / ε
Di mana:
E = Modulus Elatisitas (N/mm2)
σ = Tegangan Tarik begel (N/mm2)
ε = Besar regangan (%)
2.5.4 Perhitungan Bentangan Begel
Panjang bentangan begel di tentukan dengan rumusan :
Lt = L1 + A1 + L2 + A2 + L3 + A3 + L4 + A4 + L5 + A5
Di mana:
Lt = Panjang total
L1 – L5 = Panjang bentangan
A1-A5 = Diameter begel
Panjang busur A = (R + X) 2.𝜋 .𝑎
360
Di mana:
R< 2t X = 0,33 . t
R = (2 - 4) t X = 0,4 . t
R > 4 . t X = 0,5 . t
23
2.5.5 Pelengkungan
Pelengkungan adalah proses perubahan bentuk-bentuk yang harus
menjadi bengkok. Proses ini merupakan proses yang digunakan untuk
merubah lembaran pelat menjadi bentuk lengkung sesuai yang diinginkan
(Jhon A. Schey,2000).
I = 2p (Rb + 0.5h) 90
360
dimana:
I = Nilai panjang lengkungan (mm)
Rb = Jari-jari pelengkungan (mm)
h = Tebal / diameter benda (mm)
2.6. Komponen Utama Mesin Penekuk Begel
2.6.1. Poros
Poros merupakan batang logam yang memiliki penampang berupa silinder
yang digunakan untuk meneruskan putaran atau daya, serta sebagai sarana
pendukung. Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap
mesin untuk meneruskan putaran. Bagian-bagian mesin yang sudah dirakit tidak
dapat dipisahkan dari poros. Peranan utama poros adalah untuk transmisikan
daya dan putaran (Sularso, 2004:1).
Poros ini harus mampu menahan getaran yang timbul dan gaya yang
timbul akibat putaran yang tinggi. Dengan demikian tenaga yang terjadi
diusahakan sekecil mungkin sesuai dengan konstruksi mesin.
Berdasarkan pembebanannya, poros digolongkan menjadi tiga, yaitu:
24
a. Poros transmisi
Poros ini mendapat beban puntir dan lentur dari daya yang ditransmisikan
melalui komponen mesin yang lain, seperti sabuk, kopling, roda gigi, dan
lain-lain.
b. Spindel
Spindel adalah poros transmisi yang relatif pendek, karena beban utamanya
adalah puntiran, sehingga deformasinya harus kecil.
c. Gandar
Poros ini dipasang di antara roda-roda kereta barang yang hanya mendapat
beban lentur saja, tetapi jika digerakkan oleh penggerak mula akan
mengalami beban puntir juga.
Poros pada umumya meneruskan daya, baik melalui sabuk, rantai maupun
roda gigi. Daya yang direncanakan (Pd) dalam perhitungan adalah hasil kali
daya nominal out put dari motor penggerak (P) dikalikan dengan faktor
koreksi (fc):
Pd = fc . P (kW) (Sularso & Suga, 1997:244)
Jika momen puntir (momen rencana) adalah T (kg.mm), maka:
Pd = (Sularso dan Suga, 1997:244)
maka:
102
60
2
1000
nT
25
T = 9,74 x 105 (Sularso dan Suga, 1997:244)
Apabila momen rencana tersebut dibebankan pada suatu diameter poros
ds(mm) maka tegangan geser () yang terjadi adalah:
= = (Sularso dan Suga, 1997:7)
Tegangan geser maksimum (maks) yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan
geser yang diijinkan ( ). Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:
= (Sularso dan Suga, 1997:18)
Besarnya Km untuk beban dengan tumbukan ringan adalah 1,5 – 2,0 (Sularso
dan Suga, 1997:17), sedangkan besarnya Kt adalah 1,0 – 1,5 C.
dihitung berdasar batas kelelahan puntir yang besarnya 45% dari kekuatan
tarik. Besar harga Sf1 adalah 6,0 dan besarnya harga Sf2 adalah 1,3 -3,0.
= (Sularso dan Suga, 1997:8)
Perhitungan diameter poros dengan beban puntir:
ds = (Sularso dan Suga, 1997:8)
Poros dengan beban puntir dan lentur:
n
Pd
16
3ds
T
2
1,5
ds
T
a
maks 22
3).().(
1,5TKtMKm
ds
a
a 21.SfSf
B
3/11,5
xKtxCbxT
a
26
ds (Sularso dan Suga, 1997:18)
Dimana:
ds = Diameter poros (mm)
= Tegangan geser ijin bahan poros (kg/mm2)
Km = Faktor koreksi momen lentur (1,5 – 2,0)
M = Momen lentur yang bekerja pada poros (kg.mm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5)
T = Momen puntir (kg.mm)
Besarnya defleksi puntiran dihitung berdasarkan rumus:
θ = 584 𝑇 . 𝑙
𝐺 .𝑑𝑠4 (Sularso dan Suga, 1997:18)
di mana:
θ : Defleksi puntiran (o)
T : Momen puntiran (Kg.mm)
l : Panjang poros (mm)
G: Modulus geser (Kg/mm2)
Selain itu juga harus ditetukan kekuatan tarik (σt) dari bahan pasak, sehingga
tegangan geser ijin (a ) dapat dihitung dengan :
2)..(1,5
TKtMKma
a
27
a =𝜎𝐵
𝑆𝑓1 . 𝑆𝑓2 (Sularso, 1997: 8)
dimana:
a = Tegangan Geser yang Diijinkan(Kg/mm2)
σB = Kekuatan bending (Kg/mm2)
Sf1 = Faktor Keamanan Yang diambil harga 6
Sf2 = Faktor Keamanan Yang Diambil Harga Sebesar 1 – 1,5 bila beban
dikenakan perlahan-lahan.
28
Gambar 2.10. Diagram Alir Perencanaan Poros Beban Lentur & Puntir
29
2.6.2. Piston Pneumatik
Sebagai hukum-hukum dasar udara bertekanan, terdapat hukum Pascal dan
hukum Boyle yang dijabarkan, sebagai berikut:
1. Hukum Pascal
Tentang perpindahan tekanan statis, terdapat hukum pascal yang secara
eksperimen dibuktikan oleh B. Pascal. Hukum ini menyatakan bahwa
tekanan yang diberikan ke suatu bagian dari suatu fluida dalam sebuah
ruangan akan bekerja tegak lurus pada smua bagian dalam ruangan itu.
Gambar 2.11. Ilustrasi hukum pascal
Sumber: Nunung, 2003
Apabila permukaan A1 ditekan dengan gaya sebesar F1 maka tekanan yang
terjadi dapat dijelaskan pada persamaan:
dengan;
P = Tekanan (N/mm2)
F = Gaya (N)
A = Luasan (mm2)
30
2. Hukum Boyle
Hukum Boyle-Mariotte menyatakan “pada temperatur konstan, volume
(V)gas berbanding terbalik dengan tekannya (P), pada saat sebuah piston
silinder didorong volume gas berkurang karena tekanan gas naik” maka
tekanan yang terjadi dapat dijelaskan pada persamaan:
P1 . V1 = P2 . V2 = konstan
dengan;
P = Tekanan (N/mm2)
V = Volume (m3)
Gambar 2.12. Ilustrasi Hukum Boyle-Mariot
Sumber: Nunung, 2003
2.6.2.1. Keuntungan Dan Kerugian Pada Pneumatik
Pneumatik memiliki banyak sekali keuntungan, tetapi juga terdapat segi-
segi yang merugikan atau keterbatasan dalam penggunaannya.
Keuntungan penggunaan pneumatik, yaitu:
1. Fluida kerja yang digunakan (udara) mudah diperoleh.
2. Bersih dan kering.
3. Tidak peka terhadap suhu.
4. Aman terhadap kebakaran dan suhu.
31
5. Pengawasan lebih mudah.
6. Fluida kerja cepat.
7. Rasional (menguntungkan).
Kerugian pneumatik, yaitu:
1. Gaya tekan terbatas atau relative kecil.
2. Pelumasan udara mampat.
3. Kelembaban udara.
4. Ketidak teraturan gerakan pada kecepatan yang relative kecil (kurang dari
0,25 cm/detik).
Hal-hal yang merugikan dari alat pneumatik ini dapat dianggap sebagai
pembatas-pembatas tertentu. Hal-hal yang merugikan di atas dapat dikurangi
dengan jalan sebagai berikut sebagai berikut:
1. Pengamanan yang cocok dari komponen-komponen alat pneumatik.
2. Pemilihan sistem pneumatik yang diinginkan.
3. Kombinasi yang sesuai tujuannya dari berbagai sistem pergerakan dan
pengendalian (elektrik, hidrolik dan pneumatik).
2.6.2.2. Elemen Kerja Pneumatik
Sistem pneumatik pada dasarnya terdiri atas rangkaian beberapa kelompok
elemen. Berikut ini adalah beberapa elemen kerja pneumatik, yaitu:
1. Tabung gerak tunggal.
Pada silinder gerak tunggal, udara bertekanan diberikan hanya pada satu
sisisaja. Silinder jenis ini dapat menghasilkan kerja hanya dalam satu arah.
Oleh karena itu udara diperlukan hanya untuk satu arah gerakan. Pegas juga
32
terpasang tetap sebagai gaya luar menggerakkan torak dalam arah
berlawanan. Gaya pegas ditetapkan sehingga piston dapat dikembalikan
dalam posisi netral dalam kecepatan yang cukup tinggi. Silinder dapat
disebut juga sebagai aktuator yaitu suatu benda yang dikendalikan oleh
suatu prosesor, seperti pada gambar 2.13.
Gambar 2.13. Tabung gerak tunggal
Sumber: Festo didactic, 2002
2. Tabung gerak ganda.
Gaya dorong yang ditimbulkan oleh udara bertekanan, menggerakkan torak
pada silinder gerak ganda dalam dua arah. Gaya dorong besarnya tertentu
digunakan pada dua arah yaitu gerakan maju dan mundur. Silinder gerak
ganda digunakan apabila torak diperlukan melakukan kerja pada dua arah.
Oleh karena ini memungkinkan adanya pemakaian yang lebih fleksibel jika
dibandingkan dengan tabung gerak tunggal. Silinder dapat disebut juga
sebagai aktuator yaitu suatu benda yang dikendalikan oleh suatu prosesor,
seperti pada gambar 2.14.
33
Gambar 2.14. Tabung gerak ganda
Sumber: Festo didactic, 2002
3. Katup
Katup dibagi dalam beberapa bagian berdasarkan fungsinya yang berkaitan
dengan jenis sinyal, cara aktifnya, dan konstruksinya. Fungsi utama dari
katup adalah untuk merubah, membangkitkan, atau membatalkan sinyal
untuk tujuan penyensoran, pemrosesan, pengendalian dan untuk menyuplai
udara bertekanan ke silinder (aktuator).
Gambar 2.15. Katup 3/2 pilot udara tunggal, pegas kembali
Sumber: Festo didactic, 2002
4. Sensor
Sensor adalah bagian dari peralatan pneumatik yang digunakan untuk
mendeteksi suatu keadaan pada suatu sistem kerja pneumatik. Biasanya
sensor dapat berupa kontrol sinar infra merah (Infra red) atau berupa kontrol
tombol.
34
Gambar 2.16. Sensor magnet
Sumber: Festo didactic, 2002
5. Service unit.
Service unit atau air filter adalah alat penyaring udara, yang gunanya untuk
memisahkan partikel-partikel air, minyak, dan debu dari udara. Udara selalu
mengandung sejumlah uap air, dimana kadar uap ini sangat dipengaruhi
oleh suhudan tekanan. Menurunnya suhu, uap air akan mengembun dan
membentuk tetesan-tetesan air dan akan menguap.
Gambar 2.17. Service unit
Sumber: Festo didactic, 2002
6. Kompresor.
Kompresor adalah penyalur udara bertekanan, biasanya kompresor
beroperasi mengisi tangki udara bila diperlukan dan tangki berfungsi
sebagai cadangan udara untuk jangka waktu tertentu. Memperhatikan
35
adanya kerugian tekanan pada sistem distribusi maka kompresor harus
menyalurkan udara bertekanan 6,5 bar sampai dengan 7 bar, sehingga pada
sistem kendali tekanan tetap tercapai sebesar 5 bar sampai dengan 6 bar.
Gambar 2.18. Sistem pengadaan udara bertekanan (kompresor)
Sumber: Festo didactic, 2002
2.6.2.3. Perhitungan System Pneumatik
1. Menghitung Gaya Dorong Silinder
Untuk menghitung diameter piston pneumatik dilakukan berdasarkan gaya
pemotongan yang diperlukan oleh pneumatik yang dapat ditentukan dengan
rumusan:
F = m . g (Sutarno, 2013:29)
Di mana:
m = Beban yang diperlukan untuk pengupasan (Kg)
g = Kecepatan gravitasi
= 9,8 m/s2
36
2. Menghitung Diameter Piston Pneumatik
Untuk menghitung berapa besar diameter silinder pneumatik yang
digunakan menggunakan rumusan:
d2 = (𝐹+𝑅)
(𝑝 𝑥 7,86). (Festo Didactic, Pneumatics:5)
Dimana:
F= Gaya ( N)
R= Gesekan ~ + 5% .
p = Tekanan kerja, untuk pneumatik rata-rata (bar)
3. Menghitung Diameter Silinder
Diameter silinder ditentukan berdasarkan gaya tarikan silinder dengan
menggunakan persamaan:
Fp= 𝜋
4(𝐷2 − 𝑑2) . 𝑃 . 𝜇1
D2 = 4 . 𝐹𝑝 .
𝜋 . 𝑃 . 𝜇1 + d2 (Festo Didactic, Pneumatics:5)
dengan;
Fp= Gaya dorong silinder (N)
D = Diameter tabung silinder (m)
d = diameter piston (m)
P = Tekanan udara (N/m2)
μ2= Koefisien tekanan beban Tarik
37
4. Menghitung Gaya Efektif Piston Maju
Gaya efektif piston (Fa) saat maju dapat dihitung dengan rumus:
Fa = A x P (Festo Didactic, Pneumatics: 8)
Dimana:
A = luas permukaan silinder pneumatik (m2)
P = Tekanan Kerja untuk pneumatik rata-rata
= 600000 N/m2
5. Menghitung Gaya Efektif Piston Mundur
Gaya efektif piston (Fb)saat mundur :
Fb= A x P (Festo Didactic, Pneumatics: 8)
Dimana:
A = (π /4) x ( D2 - d2 )m2
6. Menghitung Compression Ratio (Cr):
Perbandingan kompresi dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Cr =(1.031 + p)
1.031 (Teks Book Festo :184)
= (1.031 + 6)
1.031
Di mana:
p = Tekanan kerja (bar)
38
7. Menghitung Volume udara saat piston maju (V1):
Konsumsi udara kompresi pada waktu silinder bergerak maju dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
V1 = Cr x( π /4)x d2 x h ( Festo Didactic, Pneumatics:10)
Di mana:
Cr = Compression ratio
d = Diameter piston (m)
h = Panjang langkah piston (m)
8. Menghitung Volume Udara Saat Piston Mundur (V2):
Konsumsi udara kompresi pada waktu silinder bergerak mundur dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
V2 = Cr x(π /4) x(D2-d 2) x h (Festo Didactic, Pneumatics:10)
Di mana:
D = Diameter silinder pneumatik (m)
9. Menghitung Volume Udara Total (V):
Konsumsi udara total (V) dapat dihitung dengan menjumlahkan konsumsi
udara pada saat piston maju dan pada saat piston mundur:
V= V1 + V2 (m3)
10. Menghitung Debit Udara Pada Saat Piston Langkah Maju (Q1):
Konsumsi udara yang diperlukan tiap menit untuk langkah maju (Q1)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q1= (π /4). d2. h . n . Cr (Festo Didactic, Pneumatics:10)
39
11. Menghitung Debit Udara Pada Saat Piston Langkah Mundur (Q2):
Konsumsi udara yang diperlukan tiap menit untuk langkah mundur (Q2)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q2= (π /4) . (D2 -d2) . h . n .Cr (Festo Didactic, Pneumatics:10)
Di mana:
ds = Diameter silinder (m)
dp = Diameter piston (m)
h = Panjang langkah silinder (m)
n = Banyaknya langkah setiap menit
12. Menghitung Debit Udara Total Silinder (Q):
Debit udara total (Q) dapat dihitung dengan menjumlahkan debit udara
pada saat piston maju dan pada saat piston mundur:
Q = Q1 + Q2 (m3/menit)
13. Menghitung Kecepatan Torak (v):
Suatu silinder pneumatik memiliki torak dengan luas dan memiliki luas
penampang stang torak, maka kecepatan torak saat maju akan lebih kecil
dibandingkan dengan saat torak bergerak mundur.
Vmaju = 𝑄
𝐴 =
𝑄𝜋
4 .𝑑2
Vmundur= 𝑄
𝐴𝑛=
𝑄𝜋
4 [ 𝐷2−𝑑2]
(Festo Didactic, Pneumatics:12)
40
Dimana:
V = kecepatantorak (m/s)
Q = debit aliranudara (ltr/min)
A = luasPenampangTorak (m2)
An= A-Ak (m2)
14. Menghitung Waktu Langkah Turun:
Waktu langkah turun (t1) :
t1 = (A x h)
Q (Festo Didactic, Pneumatics:13)
dimana:
A = luasan silinder pneumatik (mm2)
h = panjang langkah (mm)
Q= debit udara (l/menit)
15. Menghitung Waktu Langkah Naik (t2):
Waktu langkah naik (t2):
t2 =(𝐴1−𝐴2) x h
𝑄
= (
𝜋
4[𝐷2−𝑑2] .h)
Q (Festo Didactic, Pneumatics:13)
dimana:
A = luasan silinder pneumatik (mm2)
h = panjang langkah (mm)
Q= debit udara (l/menit)
41
2.7. Diagram Kontrol Pneumatik Sederhana
2.7.1. Katup Dua Tekanan / Katup Fungsi “DAN “(Two Pressure Valves)
Elemen-elemen pada 3 saluran penghubung yang mempunyai sifat satu arah
dapat dipasang sebagai elemen penghubung sesuai arah aliran udara. Dua katup
yang ditandai sebagai elemen penghubung mempunyai karakteristik logika yang
ditentukan melalui dua sinyal masukan dan satu keluaran. Salah satu katup yang
membutuhkan dua sinyal masukan untuk menghasilkan sinyal keluaran adalah
katup dua tekanan (Two Pressure Valves) atau katup fungsi “DAN”.
A B
Gambar 2.19.a. Katup Fungsi “DAN” dengan input pada Y
Gambar 2.19.b. Katup Fungsi “DAN” dengan input pada X dan Y
(Sudaryono, 2000)
Udara bertekanan hanya mengalir jika ke dua lubang masukan diberi sinyal. Satu
sinyal masukan memblokir aliran. Jika sinyal diberikan ke dua sisi masukan (X dan
42
Y), sinyal akan lewat ke luar. Jika sinyal masukan berbeda tekanannya, maka sinyal
dengan tekanan yang lebih besar memblokir katup dan sinyal dengan tekanan yang
lebih kecil yang mengalir ke luar sebagai sinyal keluaran. Katup dua tekanan pada
umumnya digunakan untuk kontrol pengunci, kontrol pengaman, fungsi cek dan
fungsi logika.
Gambar 2.20. Rangkaian katup fungsi “DAN”
(Sudaryono, 2000)
2.7.2. Katup Ganti / Katup Fungsi “ATAU” (Shuttle Valve)
Katup ini mempunyai dua masukan dan satu keluaran. Jika udara dialirkan
melalui lubang pertama (Y), maka kedudukan seal katup menutup lubang masukan
yang lain sehingga sinyal dilewatkan ke lubang keluaran (A). Ketika arah aliran
udara dibalik (dari A ke Y), silinder atau katup terhubung ke pembuangan.
Kedudukan seal tetap pada posisi sebelumnya karena kondisi tekanan.
43
A B
Gambar 2.21.a. Katup Fungsi “ATAU” dengan input pada Y
Gambar 2.21.b. Katup Fungsi “ATAU” dengan input pada X
(Sudaryono, 2000)
Katup ini disebut juga komponen fungsi “ATAU”. Jika silinder atau katup
kontrol dioperasikan dari dua tempat atau lebih, katup ganti bisa digunakan.
Pada contoh berikut menunjukkan sebuah silinder yang diaktifkan dengan
menggunakan sebuah katup yang dioperasikan dengan tangan dan lainnya dipasang
pada posisi yang berjauhan.
44
Gambar 2.22. Rangkaian katup fungsi “ATAU”
(Sudaryono, 2000)
2.7.3. Katup Buangan-Cepat (Quick Exhaust Valve)
Katup buangan-cepat digunakan untuk meningkatkan kecepatan silinder.
Prinsip kerja silinder dapat maju atau mundur sampai mencapai kecepatan
maksimum dengan jalan memotong jalan pembuangan udara ke atmosfir. Dengan
menggunakan katup buangan cepat, udara pembuangan dari silinder keluar lewat
lubang besar katup tersebut.
45
Gambar 2.23. Katup buangan cepat, udara mengalir ke silinder
Gambar 2.24. Katup buangan-cepat, udara pembuangan dari silinder
(Sudaryono, 2000)
Katup buangan cepat mempunyai sambungan udara masuk P, keluaran A dan
lubang pembuangan R. Aliran udara masuk lewat P dan keluar bebas melaui
terbukanya komponen katup cek. Lubang R terblokir oleh piringan.
Jika udara disuplai dari lubang A, piringan akan menutup lubang P dan udara
keluar ke atmosfir lewat lubang R. Peningkatan kecepatan tersebut dibandingkan
dengan pembuangan udara lewat katup kontrol akhir. Cara tersebut mudah
46
dilaksanakan dengan jalan memasang katup buangan-cepat langsung pada silinder
atau sedekat mungkin dengan silinder.
Gambar 2.25. Rangkaian dengan katup buangan-cepat
(Sudaryono, 2000)