4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu 2.1.
Penelitian terdahulu disini berfungsi untuk menujang jalanya penelitian,
sebagai bahan rujukan, atau dapat digunakan sebagai bahan pembanding,
adapun penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini
adalah :
“Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit a.
Ekstrapolasi dengan Rantai Markov”, penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Devi Ismijayanti sebagai tugas akhir pada prodi
Teknik Spil strata I, Universitas Muhammadiyah Malang, dalam
penelitian ini peneliti meneliti terkait keterkaitan antara debit dan
konsentrasi sedimen menggunakan regresi, yang nantinya data ini
akan digenerasikan menjadi deretan basis data sintetik menggunakan
model Rantai Markov, guna memprediksi konsentrasi sedimen, dan
volume sedimen yang mengendap di waduk Selorejo, hingga umur
rencana waduk.
“Kajian Panjang Data Historis yang Representatif pada Model b.
Stokastik”, penelitian ini dilakukan oleh Setiarso Gunawan, sebagai
Tesis untuk program magister teknik sipil Universitas Diponegoro,
Semaang, pada tahun 2005. Pada tesis ini peneliti berusaha
membandingkan berbagai model stokastik guna pembangkitan data
5
sintetik, adapun beberapa model yang di bandingkan adalah model
Rantai Markov, Model Thomas –Fiering dan Model Box – Jenkins
(ARIMA).
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) 2.2.
Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan
penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawa dari
bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat ke tempat yang lebih redah dan
akhirnya bermuara ke laut (Soewarno, 1991)1.
Bila ditinjau dari segi hidrologi, sungai memiliki fungsi utama
menampung curah hujan dan mengalirkan sampai ke laut. Daerah di mana
sungai sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan, yang mana
biasa disebut dengan daerah pengaliran sungai (DPS). Dengan demikian DPS
dapat diartikan sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan menjadi
aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai2. Garis batas
DPS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi
aliran permukaan ke masing – masing DPS. Setiap DPS besar merupakan suatu
kesatuan dari DPS sedang/sub DPS dan sub DPS adalah gabungan dari sub DPS
kecil – kecil.
Waduk 2.3.
Waduk merupakan suatu bangunan air yang berfungsi untuk menampung
air yang digunakan pada saat debit rendah. Dari segi kegunaannya waduk ada
1 Soewarno, Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai, Bandung : Nova,
1991, hlm. 20.
2 Ibid.
6
dua yaitu, waduk eka guna misalnya waduk yang khusus digunakan untuk
irigasi, pembangkit listrik, pengendalian banjir, dan waduk serba guna (multi
purpose) misalnya waduk yang berguna menyeluruh dalam satu waduk itu
(Sudjarwadi,1989).
Berdasarkan aspek permasalahannya waduk dapat dilihat dari aspek
perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan. Aspek perencanaan dilihat dari
segi kelayakan teknis faktor-faktor yang utama mendukung adalah kelayakan
hidrologis dan kelayakan sedimentasi, kelayakan ekonomi maupun kelayakan
sosial. Aspek operasi dilihat dari segi pengoperasian waduk secara reguler
dengan sistem tradisional atau komputer. Aspek dari pemeliharaan dilihat dari
perawatan waduk terhadap laju sedimentasi yaitu dengan melakukan
penggelontoran dan pengeringan waduk tiap tahun atau waktu tertentu
(Sudjarwadi, 1989)3.
Sedimentasi 2.4.
2.4.1. Umum
Sedimentasi merupakan proses yang panjang dan tidak terjadi seketika,
sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi sedimen (angkutan),
pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu
sendiri. Proses ini berjalan sangat kompeks, dimulai dari jatuhnya air hujan yang
menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi.
Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran sungai,
3 Devi Ismijayanti, Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit
Ekstrapolasi dengan Rantai Markov, Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Malang, 2014,
hlm. 5.
7
sebagian akan tertinggal di atas tanah, dan sebagian lainya akan terbawa ke
sungai dan terlarut bersama aliran menjadi angkutan sedimen, sedimen yang
terlarut ini sebagian akan tertinggal di badan sungai, dan sebagian lainya akan
bermuara di waduk yang menjadikan tampungan mati waduk akan berkurang.
Sedimen memiliki berbagai macam bentuk, dan ukuran bergantung dari
tanah daerah tangkapan hujan sedimen bersasal (DPS). Bentuk, ukuran dan berat
partikel tanah tersebut akan menentukan jumlah besarnya angkutan sedimen.
Kemampuan tanah untuk terkikis tidak hanya bergantung pada ukuran partikel –
partikelnya saja, namun hal ini bergantung pula sifat fisik bahan organik dan
anorganik yang terikat bersama partikel – partikel tersebut. Apabila partikel
tanah tersebut terkikis dari permukaan bumi atau dari dasar dan tebing sungai
maka endapan yang di hasilkan akan bergerak atau berpindah secara kontinyu
menurut arah aliran yang membawanya menjadi angkutan sedimen4.
Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan
sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dan material tersebut dapat terangkut
kembali apabila kecepatan aliran sungai cukup tinggi. Besarnya volume
angkutan sedimen terutama tergantung dari perubahan kecepatan aliran, karena
perubahan musim penghujan dan kemarau, serta perubahan kecepatan yang
dipengaruhi aktivitas manusia. Sebagai akibat dari perubahan volume angkutan
sedimen akan terjadi penggerusan di beberapa tempat serta terjadi pengendapan
di tempat – tempat lain pada dasar sungai, dengan demikian maka bentuk
4 Soewarno, Op.cit. hlm. 644.
8
daripada sungai akan senantiasa berubah5.
2.4.2. Klasifikasi Sedimen
Sedimen dapat diklasifikasikan menjadi tiga yakni, muatan dasar (bed
load), muatan cuci (wash load), dan muatan layang (suspended load)6. Adapun
penjelasanya sebagai berikut7 :
a. Muatan cuci (wash load) yaitu partikel yang sangat halus bergerak
melayang di bagian atas dan tidak mengendap di dasar sungai.
b. Muatan layang (suspended load) yaitu partikel yang mengendap di
pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama
aliran.
c. Muatan dasar (bed load) yaitu partikel yang bergerak pada dasar
sungai dengan cara berguling, meluncur, dan meloncat.
2.4.3. Pengukuran Sedimen
Pengukuran muatan sedimen atau sedimen melayang dilakukan dengan
cara pengambilan sampel air melalui alat sediment sampler U.S.DH 48 yang
terbuat dari bahan semacam aluminium yang dilengkapi rongga untuk
menempatkan botol sampel seperti gambar di bawah ini.
5 Ibid.
6 Ibid, hlm. 645.
7 Priyantoro Dwi, Teknik Pengangkutan Sedimen, Malang : Himpunan Mahasiswa Pengairan
Fakultas Teknik Universitas Bawijaya, 1987, hlm. 3.
9
Gambar 2.1. Alat ukur sedimen U.S.DH 48
Gambar 2.1 Contoh alat ukur sedimen yang biasa dimanfaatkan
dilapangan: a) alat ukur sedimen standar (depth-integrating sediment sampler
USDH-48) dan b) modifikasi alat standar (lebih sederhana) dengan prinsip
pengukuran sama dengan alat ukur sedimen standar.
Gambar tersebut menunjukkan dua cara pengukuran muatan sedimen yang
mempunyai mekanisme kerja pada prinsipnya sama, yaitu teknik depth-
integrating suspended sediment sampler. Bedanya, alat pertama telah dibakukan
(USDH-48 sediment sampler) dan alat satunya lagi merupakan modifikasi dari
alat yang pertama dan dibuat lebih sederhana. Pada kedua alat tersebut pada
intinya terdiri atas botol penampung air yang akan ditentukan konsentrasi
sedimennya, galah penyangga untuk menahan agar botol penampung air atau
sediment sampler dapat tetap ditempatnya. Alat tersebut juga dilengkapi dengan
dua lubang, lubang pertama untuk tempat masuknya sampel air dan lubang
lainnya adalah untuk buangan udara dalam botol. Pada bagian ekor terdapat alat
seperti sirip yang berfungsi mengarahkan lubang penampung air agar selalu
mengarah ke arah datangnya aliran air. Alat tersebut biasanya dilengkapi dengan
lubang penampung sampel air yang berbeda ukurannya sehingga diperoleh
10
muatan sedimen dengan berbagai ukuran.
Pada cara pengukuran muatan sedimen dengan teknik depth intgrating,
alat ukur sedimen diikatkan pada tongkat penduga, kemudian dimasukkan ke
dalam aliran sungai dengan gerakan kebawah dan ditarik kembali keatas dengan
kecepatan gerak yang sama. Kecepatan gerak tergantung pada kecepatan aliran
sungai. Semakin deras aliran air semakin cepat gerakan yang harus dilakukan.
Pengukuran muatan sedimen dilakukan bersamaan dengan pengukuran
debit aliran dan dengan prosedur yang sama pula, yaitu dengan cara membagi
penampang melintang sungai menjadi beberapa sub-penampang. Hasil
pengukuran sampel sedimen kemudian di analisis di laboratorium.
Dilaboratorium, sampel air tersebut disaring dengan menggunakan kertas
saring dengan ukuran yang sesuai dengan tingkat akurasi data yang diinginkan.
Selanjutnya sampel air yang telah disaring tersebut dikeringanginkan dengan
menggunakan oven. Sedimen kering angin kemudian ditimbang dan dinyatakan
dalam bentuk presentase dari berat total gabungan air dan sedimen. Dengan
asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang
melintang sungai, maka debit sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian
sebagai berikut.
Qs = 0,0864 x C x Q …….................................................................….(2-1)
dimana
Qs : debit sedimen (ton/hari)
C : konsentrasi sedimen
Q : debit sungai (m3/dt)
11
Pengukuran sedimen merayap menggunakan alat pengumpul sedimen
yang dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe Pit, tipe keranjangm dan tipe
alat ukur sedimen yang memanfaatkan beda tekanan yang dikembangkan oleh
Helley-Smith. Idealnya alat pengumpul sedimen merayap mampu menangkap
sedimen dengan ukuran yang berbeda dengan tingkat efisiensi yang sama.
Alat pengumpul sedimen merayap tipe pit atau lubang adalah alat
penangkap sedimen merayap yang dibuat dengan cara menggali dasar sungai
atau aliran air yang akan diukur besarnya tranpor sedimennya sehingga berbagai
bentuk sedimen merayap akan terperangkap apabila melalui pit. Dalam
bentuknya yang sederhana pit tersebut dibuat dalam bentuk lubang segi empat
dimana permukaan lubang diusahakan sejajar dengan permukaan dasar sungai
sehingga memungkinkan sedimen masuk ke dalam pit. Selama periode waktu
tertentu, sedimen yang terperangkap di dalam lubang tersebut diambil untuk
ditimbang beratnya.
Alat pengumpul sedimen tipe keranjang dibuat dengan menggunakan
jaring dari bahan plastik atau bahan lainnya yang tahan air dengan ukuran
lubang sedemikian rupa sehingga dapat meloloskan sedimen melayang dan
menahan sedimen merayap. Alat pengumpul tipe ini kurang efektif ketika isi
keranjang hampir penuh , maka periode waktu pengambilan sampel sedimen dan
cara pengambilan/penempatan kembali keranjang pengumpul sedimen menjadi
penting.
Tipe alat pengumpul sedimen yang ketiga disebut alat pengumpul sedimen
beda tekanan (air) Helley-Smith karena alat tersebut diciptakan oleh Helley dan
12
Smith dan cara bekerjanya memanfaatkan beda tekanan pada lubang keluaran.
Alat pengumpul sedimen ini dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh beda
tekanan (penurunan tekanan secara tiba-tiba) pada bagian belakang alat
pengumpul sedimen yang berupa kantung (tempat keluarnya sedimen yang tidak
terperangkap). Dengan adanya beda/penurunan tekanan (air) inilah yang akan
menyebabkan terjadinya pemisahan antara sedimen melayang (tidak
terperangkap dan lolos dari kantung pengumpul sedimen) dan sedimen merayap
(terperangkap dalam kantung).
Pengambilan sampel sedimen dengan menggunakan alat tipe ini dilakukan
pada tiga hingga sepuluh titik-titik pengamatan per penampang melintang
sungai. Sampel sedimen dikumpulkan dengan cara menurunkan alat pengumpul
sedimen ke dasar sungai untuk lama waktu pengambilan tertentu untuk
kemudian diulangi lagi. Lama waktu pengambilan sampel sedimen ditentukan
oleh kecepatan debit aliran dan ukuran kantung penampung sedimen.(Asdak,
2001)8.
2.4.4. Transpor Sedimen
Begitu sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah proses
transport sedimen. Kecepatan aliran sedimen merupakan fungsi dari kecepatan
aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti
tanah liat dan debu dapat diangkut aliran dalam bentuk terlarut (wash load).
Sedangkan partikel yang lebih besar, antara lain pasir cenderung bergerak
8 Chai Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Alian Sungai, Bandung : Gajah Mada
University Press, 2001, hlm. 392.
13
dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar dari pasir, misal kerikil
(gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed
load). Seperti pada gambar di bawah ini9.
Gambar 2.2 Transpor Sedimen
Besarnya ukuran partikel sedimen yang terangkut aliran air ditentukan
oleh interaksi beberapa faktor, seperti ukuran sedimen yang masuk ke badan
sungai/saluran air, karakteristik sungai/aliran, debit dan karakteristik fisik
partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit
ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok
tanam di daerah tangkapan air (DPS) yang merupakan tempat asal datangnya
sedimen. Sedangkan karakteristik sungai yang penting, terutama bentuk
morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai, dan kemiringan sungai.
Interaksi dari masing – masing faktor tersebut di atas akan menentukan jumlah
dan tipe sedimen serta kecepatan transport sedimen.
2.4.5. Efisiensi Tangkapan Sedimen
Efisiensi tangkapan sedimen (trap efficiency) dari waduk didefinisikan
9 Ibid, hlm. 397.
14
sebagai perbandingan antara besarnya sedimen yang mengendap di dalam
waduk dengan aliran sedimen yang masuk ke dalam waduk. Efisiensi tangkapan
sedimen sangat dipengaruhi oleh kecepatan jatuh partikel sedimen, kapasitas
dan bentuk waduk serta besarnya aliran yang masuk ke dalam waduk.
Metode yang biasa digunakan untuk mengestimasi efisiensi tangkapan
sedimen suatu waduk adalah metode yang diusulkan oleh Brune. Metode Brune
didasarkan pada data pengukuran sejumlah waduk yang ada di banyak Negara.
Dari data lapangan ini di dapatkan suatu kurva untuk menentukan besarnya
sedimen yang mengendap di dalam waduk, yaitu dengan menggunakan data
masukan berupa perbandingan antara kapasitas waduk dengan aliran air rata –
rata yang masuk ke waduk tiap tahunya. Secara teoritis, efisiensi tangkapan
sedimen dari suatu waduk, dari tahun ke tahun akan berkungan secara kontinyu
dengan berkurangnya kapasitas waduk karena bertambahnya endapan
sedimen10
. Berikut grafik efisiensi tangkapan sedimen (trap efficiency) oleh
Brune :
Gambar 2.3 Grafik Trap Efficiency Burne
10 Dyah Ayu Wulandari, Evaluasi Penggunaan Lengkung Laju Debit – Sedimen (Sediment –
Discharge rating curve) untuk Memprediksi Sedimen Layang, Tesis, Universitas Diponegoro
Semarang, hlm. 13.
15
Regresi 2.5.
2.5.1. Umum
Regresi adalah suatu analisis yang membahas hubungan dua variable atau
lebih (Soewarno, 1995)11
, adapun definisi lain dari regresi adalah persamaan
matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai – nilai suatu perubahan
tak bebas dari nilai – nilai satu lebih perubahan bebas (Sir Francis Galton, 1822
– 1911)12
.
Apabila dalam analisis regresi telah dapat ditentukan model persamaan
matematik yang cocok, persoalan berikutnya adalah menentukan seberapa
kuatkah hubungan antara variable – variable tersebut. Atau dengan kata lain
ditentukan derajat hubungan atau derajat asosiasi antara variabel hidrologi yang
digunakan dalam analisis regresi. Suatu analisis yang membahas derajat asosiasi
dalam analisis regresi disebut dengan analisis korelasi (correlation analysis).
Derajat hubungan tersebut umumnya dinyatakan secara kuatitatif sebagai
koefisiesn korelasi (correlation coefficient). Nilai koefisien korelasi yang tinggi
bukan berarti menunjukan kesamaan fenomena hidrologi (hidrological
simialirity) akan tetapi lebih cenderung menunjukan kesamaan waktu kejadian
atau keserempakan kejadian fenomena hidrologi (simultaneity of hidrological
events)13
. Dalam analisis hidrologi hubungan antara penomena berdasarkan nilai
11 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung :
Nova, 1995, hlm. 132.
12 Ronald E. Walpole. Pengantar Stastika Edisi ke 3, Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama,
1995, hlm.340. 13
Soewarno, Op.cit. hlm. 132.
16
koefisien korelasi dapat dinyatakan sebagai berikut14
:
R = 1 : Hubungan positif sempurna.
0,6 < R < 1 : Hubungan langsung positif baik.
0 < R < 0,6 : Hubungan langsung positif lemah.
R = 0 : Tidak terdapat hubungan linier.
-0,6 < R < 0 : Hubungan langung negatif lemah
-1,0 < R < 0,6 : Hubungan langsung negatif baik.
R = -1,0 : Hubungan negatif sempurna
2.5.2. Regresi Berpangkat
Bentuk umum model persamaan regresi berpangkat adalah15
:
Y = b Xa .................................................................................................(2-2)
Persamaan (2-2) dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan
linier fungsi logaritma akan menjadi :
log Y = log b Xa.....................................................................................(2-3)
log Y = log b + a log X .........................................................................(2-4)
dimana : Yi> 0 dan Xi> 0
Selanjutnya dapat ditrasformasikan kedalam persamaan linier sederhana :
P = Aq + B .............................................................................................(2-5)
dengan:
P = log Y A = a
B = log b Q = log X
14 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,
1995, hlm. 136. 15
Ibid, hlm. 173.
17
Persamaan (2-4) merupakan hubungan log – log antara log Y dengan log
X, bentuknya berupa garis lurus dengan kemiringan (a) dan memotong sumbu
log Y pada log b. Sedangkan persamaan (2.5) dapat dinyatakan sebagai :
(
) ( ).........................................................................(2-6)
Nilai P, merupakan deviasi standar dari residu nilai P.
[∑ ( )
]
..................................................................................(2-7)
Dan
[∑ ( )
]
..................................................................................(2-8)
Nilai R, adalah koefisien korelasi :
∑ ( )( )
[{∑ ( )
}{∑ ( )
}]
..............................................................(2-9)
Besarnya kesalahan standart dari perkiraan nilai P adalah :
SEP = P [1-R2]1/2
.................................................................................(2-10)
Uji Homogenitas 2.6.
2.6.1. Umum
Untuk mendapatkan suatu model yang representatif, diperlukan uji
statistik, karena batasan kepercayaan (confidance limit) merupakan selang
kepercayaan yang nantinya ditetapkan untuk ramalan – ramalan masa depan dan
berdasarkan pada teori statistik, distribusi peluang, perluasan variasi data dan
horizon waktu peramalan16
.
16Setiarso Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif pada Model Stokastik,
Tesis Program Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 26.
18
2.6.2. Uji T-Student
Uji – T merupakan uji statistic untuk menguji hipotesa yang koefisienya
berbeda nyata dari nol. Uji – T dihitung sebagai perbandingan antara suatu
koefisien dengan residu standar koefisien tertentu17
. Uji tersebut memiliki
persamaan seperti di bawah ini18
:
a. Menentukan hipotesis sebagai berikut :
H0 : S1 = S2 (tidak terdapat perbedaan nyata)
H1 : S1 ≠ S2 (terdapat perbedaan nyata)
b. Menghitung statistik pengujian berdistribusi student –t sebagai
berikut :
|
| ............................................................................(2-11)
|
|
.......................................................................(2-12)
c. Menghitung derajat kebebasan sebagai berikut :
DK = n1 + n2 – 2 ………………….....................................(2-13)
Dimana :
DK = derajat kebebasan
T = statistic pengujian nilai tengah
= nilai tengah data aliran historis
= nilai tengah data sintetik
∂ = simpangan baku
17 Ibid.
18 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,
1995, hlm. 18.
19
n1 = panjang data aliran historis
n2 = panjang data aliran sintetik
S1 = simpangan baku data aliran historis
S2 = simpangan baku data aliran sintesis
d. Menentukan daerah kritis dan titik dua sisi, yaitu – tcr(k;α) dan tcr
(kjα) dengan derajat kebebasan DK dan tingkat kepercayaan α,
diperoleh dari tabel distribusi –tc (tabel M.1 pada lampiran).
H0 : μ1 = μ2 ditrima apabila –tcr<t<tcr
2.6.3. Uji F
Adalah cara menguji signifikasi beberapa item dengan menghitung rasio
dua kuadrat rata – rata (ragam). Dengan melihat tabel F, derajat kesignifikansian
dari nilai F – hitung dapat ditentukan19
.
Uji kesamaan varian antara data aliran historis dengan data sintetik hasil
simulasi model stokatik sebagai berikut20
(Soewarno, 1995) :
Menentukan hipotesis sebagai berikut : a.
H0 : S1 = S2 (tidak terdapat perbedaan nyata)
H1 : S1 ≠ S2 (terdapat perbedaan nyata)
Menghitung statistik pengujian berdistribusi F, sebagi berikut : b.
( )
( ) ……………….....................................................(2-14)
Menghitung derajat kebebasan (DK) sebagai berikut : c.
DK1 = n1-1 …………….................................................................(2-15)
19 Setiarso Gunawan, Op.cit.hlm. 26.
20 Ibid, hlm. 42.
20
DK2 = n2-1 …………….................................................................(2-16)
Di mana,
F = statistik pengujian varian
S12 = varian data aliran historis
S22 = varian data aliran sintetik
n1 = panjang data aliran historis
n2 = panjang data aliran sintetik
DK1 = derajat kebebasan aliran historis
DK2 = derajat kebebasan aliran sintetik
Menentukan luas daerah distribusi F, yaitu Fer (DK1;DK2;α) dengan d.
kebebasan aliran historis DK1 dan data sintetik DK2 serta dengan
tingkat kepercayaan α, diperoleh dari tabel distribusi F (pada Lampiran
Tabel M.2 dan M.3 ).
H0 : μ1 = μ2 ditrima apabila F<Fcr. e.
Model Stokastik 2.7.
2.7.1. Umum
Stokastik adalah suatu hal tentang ketidakpastian. Fenomena hidrologi
merupakan daur stokastik. Peputaran bumi mengelilingi matahari merupakan
faktor utama terjadinya daur, sedangkan gerak atmosfir yang tidak beraturan
menyebabkan keacakan proses hidrologi21
. Salah satu masalah yang sering
dihadapi oleh peneliti di bidang hidrologi, termasuk di Indonesia, adalah
kekurangan data.
21Ibid, hlm. 10.
21
Dengan keadaan data yang terbatas, maka diperlukan cara untuk
memperoleh rekaman data yang lebih banyak jumlahnya. Dengan cara
membangkitkan (generating tecniques), maka akan diperoleh debit berkala
buatan(artificially generating time series). Ada pula yang menyebut hal ini
dengan data sintetik (synthetic data-generating).
Maksud dari mendapat deret berkala buatan adalah untuk memperpanjang
rekaman data sehingga mempunyai beberapa alternatif dalam hal analisis teknis
ataupun ekonomis dari suatu proyek sumber daya air. Pada dasarnya deret
berkala buatan dapat dikatakan sampel dari suatu populasi. Dalam hal ini data
historis runtut waktu hasil pengamatan lapangan dianggap sebagai pupulasi.
Suatu deret berkala dapat memiliki berbagai unsur, diantaranya yakni
trend, periodik dan stokastik. Komponen trend dan periodik mempunyai sifat
pasti (deterministic), oleh karena tidak bergantung waktu. Komponen stokastik
(stochastic) mempunyai sifat stasioner dan tergantung waktu. Mempunyai sifat
stasioner berarti sifat statistik dari sampel berarti sifat statistic dari sampel tidak
berbeda dengan sifat populasinya. Unsur stokastik dapat memiliki unsur acak
dan korelasi/dapat pula tidak. Mengandung unsur korelasi berarti tiap nilai
dalam deret berkala dipengaruhi oleh nilai yang terjadi sebelumnya22
.
2.7.2. Model Rantai Markov
Metode stokastik paling sederhana dan paling banyak di gunakan untuk
membangkitkan data hidrologi adalah model autoregresif atau lebih di kenal
22 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,
1995, hlm. 109.
22
dengan rantai Markov menurut bana ahli matematika A.A. Markov (1856-
1922)23
.
Model Markov hanya dapat digunakan bila tidak ada presistensi (Clarke,
1973 dan Raudivi, 1979), nilai yang dicari dinyatakan sebagai fungsi dari nilai
sebelumnya dan suatu nilai acak24
.
Adapun model tersebut sebagai berikut
(yt-μ) = β1(yt-1-μ) + β2(yt-2-μ) + … + βk(yt-k-μ) + εt …….....................(2-17)
Dimana :
μ = rata – rata dari populasi, yang diperlukan sama dengan
rata – rata per sampel
β = parameter yang didapat dari koefisien korelasi antara satu
variabel dan variabel sebelumnya
εt = bilangan acak dengan rata – rata nol dan deviasi standart
tertentu
untuk menggunakan model ini terlebih dahulu harus diketahui beberapa
parameter, diantaranya25
:
a. Komponen acak
Suatu himpunan aliran historis atau sintetik dari suatu sungai adalah
merupakan urutan angka-angka atau nilai nilai yang dihasilkan dari proses acak
(random process) dalam urutan interval waktu secara bergantian, urutan tersebut
dinamakan deret waktu (time series).
23 Setiarsono Gunawan, Op.cit, hlm. 19.
24 Ibid, hlm. 19
25 C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik Edisi ke 2, Jakarta :Erlangga, 1995, hlm. 290.
23
Tabel 2-1.26
Tabel bilangan acak dengan distribusi normal
dengan nilai rata – rata = 0 dan deviasi
standar ≈ 1,0
1 2 3 4 5
1 -1,21 -0,2 0,55 -0,42 1,66
2 -0,77 -3,02 1,34 -2,03 -1,69
3 0,51 -0,62 0,08 -0,76 1,89
4 0,19 -0,88 -1,24 0,82 0,22
5 -1,66 1,17 -0,58 -0,23 0,6
6 1,75 -1,49 -0,46 0,78 0,3
7 0,41 -0,32 -0,72 -0,48 3,05
8 0,7 0,41 2,2 -1,08 0,75
9 2,21 0,53 0,53 0,06 -0,96
10 1,24 -1,27 1,42 -3,35 0,19
11 -0,4 -0,38 -1,22 -1,48 -0,27
12 -0,27 0,7 -0,08 0,45 0,18
13 0,17 -1,7 -0,63 0,16 0,81
14 -0,08 -0,13 0,37 -0,23 0,24
15 1,77 -0,29 0,36 0,25 -1,07
16 0,26 0,35 -0,31 -0,54 0,08
17 -1,1 0,1 -1,02 -0,51 -1,82
18 1,08 0,32 -0,88 0,85 1,92
19 0,25 -0,22 0,23 1,11 -1,52
20 -1,14 1,27 -0,93 -2,01 1,16
21 -1,25 1,05 1,57 0,11 -0,13
22 -0,02 0,54 -0,66 -0,54 1,03
23 0,42 -0,04 0,07 0,34 1,61
24 0,65 0,4 1,26 -0,03 -0,85
25 0,75 0,88 0,45 0,13 1,34
26 -0,12 0,21 -1,03 0,06 -0,63
27 -0,23 1,29 -0,97 -0,76 0,25
28 -0,29 0,43 0,03 0,68 -0,42
29 2,11 -0,25 0,21 -1,67 1,66
30 -0,5 0,17 1,23 0,34 -0,99
b. Nilai tengah
Aliran-aliran yang digenerasi diharapkan mempunyai nilai tengah seperti
26 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,
1995, hlm. 129
24
aliran yang diamati. Jika data historisnya sebanyak n aliran tahunan, maka nilai
tengahnya adalah :
∑ ...................................................................................... (2-18)
c. Standar deviasi
Karakteristik paling penting lain dari data historic adalah keragaman
(variance) atau penyebaran (spread) data, yang diukur dengan keragaman
(variance) dan standar deviasinya. Standar deviasi merupakan akar kuadrat dari
keragaman.
Keragaman didefinisikan sebagai nilai yang diduga (expected value) dari
kuadrat beda nilai yang ditarik secara acak dari populasi dengan nilai tengah
populasi tersebut.
Persamaan umum standar deviasi adalah sebagai berikut :
( )
...................................................................................(2-19)
Dimana :
nilai tengah data
jumlah data
d. Koefisien Korelasi
Statistik sampel aliran historic berikutnya yang dapat digambarkan dalam
model adalah koefisien korelasi serial lag satu. Dengan nilai sampel terbatas x1,
x2,x3,……xn dapat membentuk perkiraan persamaan koefisien korelasi sebagai
berikut27
: (Soemarto, 1987)
27Ibid, hlm. 290.
25
∑
(∑ )(∑
)
[∑
(∑ )]
[∑
(∑ )]
...................…...…(2-20)
2.7.3. Model Thomas-Fiering
Thomas dan Fiering mengembangkan model untuk membangkitkan data
aliran sungai, secara implisit model ini mengijinkan adanya ketidakstasionairan
data aliran sungai (Clarke, 1977). Dengan cara ini data sebanyak n tahun dibagi
sebanyanyak 12 bagian. Data dari setiap bulanya diregresikan terhadap bulan
sebelumnya, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linier. Variasi musiman
ditunjukan oleh penggunaan hubungan regresi bulanan. Model ini menganggap
adanya presistnsi bulanan lag satu. Prsistensi ini disebabkan oleh efek
penyimpanan air sebagai lengas tanah dan air tanah. Terdapat pula pola cuaca
musiman (Raudkivi, 1979)28
.
Secara umum persamaan ditulis sebagai berikut29
:
( ) ( ) ⁄ ..........................(2-21)
Dimana :
qi+1,j = aliran hasil pembangitan untuk bulan j dan tahun ke (i+1)
qi,j-1 = aliran pada tahun ke i, pada bulan sebelumnya (j-1)
rj = korelasi antara aliran bulanan sebelumnya (j-1) dan bulan j
bj = koefisien regresi antara aliran bulan j dan j-1
ti = bilangan random normal
Sdj = standar deviasi bulan j
28 Setiarsono Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif Pada Model
Stokastik, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 20 29
Dr. Eng. Donny harisuseno, St.,MT, Kuliah Matematika Rekayasa : Teknik Peramalan
(Model Thomas-Fiering), Handout Perkuliahan program S3, Universitas Brawijaya, 2015, hlm. 1
26
Kemudian adapun prosedur perhitungan dari model Thomas-Fiering
adalah sebagai berikut :
a. Mentransformasi bilangan acak uniform menjadi bilangan acak standar
normal dengan metode Box & Muller, sebagai berikut.
√ ( ) ( ) ..................................................(2-22)
Atau
√ ( ) ( ) ...............................................(2-23)
Dimana :
Nilai = 1800
Ni dan Ni+1 = Sepasang bilangan acak standar normal yang berurutan
Ui dan Ui+1 = Sepasang bilangan acak uniform kisaran 0-1
b. Menghitung rerata debit setiap periodenya :
∑ ....................................................................(2-24)
c. Menghitung deviasi standar setiap periodenya:
|∑ ( )
|
d. Menghitung koefisien korelasi (rj), antar periode j dan waktu (j-1), dengan
persamaan, :
∑( ) ( )
√∑( ) √∑( ) ....................................................................(2-25)
e. Menghitung koefisien regresi (bj). Dengan persamaan :
∑( )(( )
∑( ) ..............................................................................(2-26)
f. Perpanjangan data sintetik
27
Indikator Kinerja Model 2.8.
2.8.1. Umum
Indikator kerja model yang dimaksud di sini merupakan proses validasi
ataupun pengujian sebuah model dengan membuat peramalan. Data sampel
seringkali dibedakan menjadi dua segmen, satu digunakan untuk menaksir
parameter model dan lainya digunakan sebagai acuan sampel untuk menguji
ramalan yang dibuat oleh model.
Untuk mendapatkan suatu model yang representatif diperlukan model yang
dapat diukur ketepatan dengan data historisnya. Ketepatan (accuracy) adalah
suatu kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi kerja suatu model30
.
2.8.2. Root Mean Square Error (RMSE)
Pengukuran tingkat kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan
indikator Root Mean Square Error (RSME). Root Mean Square Error
direpresentasikan sebagai rata-rata kuadrat simpangan (selisih) antara nilai
keluaran (prediksi) terhadap nilai target. Nilai RMSE semakin kecil
menunjukkan bahwa rata-rata nilai prediksi yang dihasilkan sangat dekat dengan
nilai yang sebenarnya. (Sulianto, 2006)31
RMSE =√∑ ( )
..................................................................(2-27)
dimana:
30 Setiarsono Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif Pada Model
Stokastik, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 25. 31
Devi Ismijayanti, Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit
Ekstrapolasi dengan Rantai Markov, Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Malang, 2014,
hlm. 22.
28
i = periode titik data testing
n = jumlah titik data testing
X1 = data testing periode ke t
Xi = data hasil ekstrapolasi periode ke t
2.8.3. Mean Absolute Error (MAE)
MAE merupakan hasil nilai absolut dari selisih antara nilai output model
dengan data sebenarnya. Rumus MAE adalah sebagai berikut32
:
MAE = ∑| |
................................................................................(2-28)
dimana:
n = jumlah titik data testing
X1 = data testing periode ke t
Xi = data hasil ekstrapolasi periode ke t
32 Ibid. hlm 23.