Download - BAB II.docx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Rahang
Tubuh manusia terdiri dari beberapa tulang yang berfungsi menopang agar bisa
berdiri tegak, duduk, berlari dan beraktifitas. Salah satunya adalah tulang rahang yang
merupakan satu dari dua struktur yang membentuk, atau berada di dekat jalan masuk ke
mulut. Fungsi utama rahang adalah untuk pemasukan makanan, pintu masuk ke mulut, dan
atau pemrosesan awal makanan (mengunyah). Istilah rahang juga secara umum digunakan
untuk keseluruhan struktur yang membentuk rongga mulut dan berfungsi membuka dan
menutup mulut. Rahang terbagi menjadi dua, yaitu Rahang atas (Os Maxilla) dan Rahang
bawah (Os Mandibulla).
Jika keadaan tulang tidak dalam keadaan baik, maka segala aktivitas manusia akan
terganggu. Begitu pula apabila pada tulang rahang tersebut terjadi suatu kelainan, seperti
kelainan bentuk, pertumbuhan tulang, morfologi, ataupun ukuran. Maka rahang tersebut
dapat dikatakan sebagai abnormalitas rahang. Dimana bentuk dari rahang terseut sama sekali
berbeda dengan bentuk normalnya. Kelainan pada daerah rahang ini dapat mengganggu
estetik dari wajah, oklusi gigi geligi, sakit pada saat pengunyahan, gangguan pada saat
berbicara, serta berpengaruh terhapat fungsi tubuh yang lain seperti sendi
temporomandibular.
Contoh kelainan pada rahang yang biasanya dapat terjadi yaitu, fraktur,
kondrosarkoma, sinusitis, monostotik fibrous displasia. Fraktur didefinisikan sebagai
deformitas linear atau terjadinya diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau karena proses patologis. Mandibula merupakan
tulang yang kuat, tetapi pada beberapa tempat dijumpai adanya bagian yang lemah. Daerah
korpus mandibula terutama terdiri dari tulang kortikal yang padat dengan sedikit substansi
spongiosa sebagai tempat lewatnya pembuluh darah dan pembuluh limfe. Daerah yang tipis
pada mandibula adalah angulus dan sub condylus sehingga bagian ini termasuk bagian yang
lemah dari mandibula. Selain itu titik lemah juga didapatkan pada foramen mentale, angulus
mandibula tempat gigi molar III terutama yang erupsinya sedikit, kolum kondilus mandibula
terutama bila trauma dari depan langsung mengenai dagu maka gayanya akan diteruskan
kearah belakang.
Kelainan lain yaitu kondrosarkoma. Kondrosarkoma adalah tumor yang terdiri dari
sel-sel kartilago (tulang rawan) yang ganas. Kebanyakan kondrosarkoma tumbuh lambat atau
merupakan tumor derajat rendah yang dapat disembuhkan dengan pembedahan. Tetapi,
beberapa diantaranya adalah tumor derajat tinggi yang cenderung menyebar. Kondrosarkoma
harus diangkat seluruhnya melalui pembedahan karena tidak bereaksi terhadap kemoterapi
maupun terapi penyinaran. Amputasi tungkai atau lengan jarang dilakukan. Jika tumor
diangkat seluruhnya, 75% penderita akan mampu bertahan hidup.
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus
paranasal. Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di wajah.
Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan
dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus etmoid).
Monoostotik fibrous displasia merupakan bentuk penyakit fibrous displasia
yanghanya melibatkan satu bagian tunggal tulang. Ini dimulai pada masa anak-anak tetapi
secaratipikal mengalami pertambahan osifikasi dan tertahan pada masa dewasa. Lebih dari 80
%dari kasus yang ada merupakan kasus monoostotik fibrous displasia.Monoostotik fibrous
displasia biasanya dideteksi pada pasien dewasa muda ataudidiagnosa sejak usia 20-30 tahun
dan tetap ada perubahan sepanjang hidup. Lesi ini tidak dapat berkembang selama masa
pubertas dan dapat lebih buruk selama masa kehamilan.Monoostotik fibrous displasia secara
umum menunjukkan distribusi yang sama padakedua jenis kelamin laki-laki atau perampuan.
Sialolitiasis atau peradangan akibat adanya batu saliva merupakan
keadaan patologis yang umumnya sering terjadi pada orang dewasa, tetapi dilaporkan
juga terjadi pada anak-anak.Pada beberapa kasus yang dilaporkan ditemukan
prevalensi terjadinya lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan Sialolitiasis merupakan pembatuan yang terjadi akibat pengendapan dari
bahan-bahan organic dan anorganik antara lain deposisi garam-garam kalsium disekitar nidus
organik yang terdiri dari alterasi musin-musin saliva bersama dengan adanya deskuamasi sel-
sel epitel, dekomposisi protein yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri dan mikroorganisme
(infeksi akut).
2.1 Etiologi
Kelainan pada rahang ini, umumnya disebabkan oleh adanya faktor herediter
(keturunan), trauma, penyakit patologis, kelaian genetik atau kromosom dll. Kelainan bawaan
(kongenital) adalah kelainan pada struktur, fungsi, maupun metabolisme tubuh yang
ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satu penyebabnya yaitu pemakaian obat-
obatan tertentu yang diminum oleh ibu hamil.
Pada faktor trauma biasanya mengakibatkan fraktur, atau bisa juga karena proses
patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas,
kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis
dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas
rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara
menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat adanya proses
patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti waktu bicara, makan atau
mengunyah.
Untuk faktor penyakit patologis contohnya adalah kondrosarkoma. Dimana
berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan bagian epifisis
tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun predileksi
terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula
mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang
mengenai tangan dan biasanya merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari sindrom
enkondromatosis multipel. berdasarkan penelitian yang terus berkembang didapatkan bahwa
kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti enkondroma atau
osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma.
Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain
bentuk kanker primer. Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah
terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya
memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan
kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah
yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses
osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke
ketebalan semula.
Sinusitis merupakan contoh dari faktor infeksi. Sinusitis merupakan suatu proses
peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat Infeksi virus sinusitis
akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya
pilek). Pada infeksi akibat bakteri, di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri
yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase
dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya
tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi
infeksi sinus akut. Dan adapun infeksi jamur yang bisa menyebabkan sinusitis akut.
Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan
sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi
terhadap jamur.
Monoostotik fibrous displasia biasanya dideteksi pada pasien dewasa muda atau
didiagnosa sejak usia 20-30 tahun dan tetap ada perubahan sepanjang hidup. Lesi ini tidak
dapat berkembang selama masa pubertas dan dapat lebih buruk selama masa kehamilan.
Monoostotik fibrous displasia secara umum menunjukkan distribusi yang sama pada kedua
jenis kelamin laki-laki atau perampuan. Monostotik fibrous displasia meskipun tidak begitu
parah dibandingkan poliostotik fibrous displasia namun lebih besar mendapatkan perhatian
dokter gigi karena kasus monostotik fibrous displasia sering dijumpai.
Monoostotik fibrous displasia sering terjadi pada maksila dibandingkan dengan mandibuloa.
Lesi pada maksila dapat meluas melibatkan sinus maksilaris, tulang zygomatik, tulang
sphenoid dan dasar orbita. Pembengkakan yang tidak stabil, membesar dalam waktu yang
lama, menimbulkan pembengkakan unilateral yang mengakibatkan bentuk wajah yang
asimetris. Jika pembengkakan berada di maksila maka terdapat pertambahan penonjolan pipi
dan perluasan lempeng kortikal.
Sialolitis yang merupakan kelainan pada rahang berupa batu (pengendapan saliva).
Salah satu penyakit sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya batu adalah penyakitgout,
dengan batu yang terbentuk mengandung asam urat. Kebanyakan, batu pada kelenjar
salivamengandung kalsium fosfat, sediki t mengandung magnesium, amonium
dan karbonat. Batu k e l e n j a r s a l i v a j u g a d a p a t b e r u p a m a t r i k s
o r g a n i k , y a n g m e n g a n d u n g c a m p u r a n a n t a r a karbohidrat dan asam
amino. Duktus pada kelenjar submandibula lebih mudah mengalami pembentukan batukarena
saliva yang terbentuk lebih bersifat alkali, memiliki konsentrasi kalsium dan fosfat
yangtinggi, serta kandungan sekret yang mukoid. Disamping itu, duktus kelenjar
submandibula ukurannya lebih panjang, dan aliran sekretnya tidak tergantung gravitasi.Batu
pada kelenjar submandiula biasanya terjadi di dalam duktus, sedangkan batu pada
kelenjar parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim.
Gejala yang dirasakan pasienadalah terdapat bengkak yang hilang timbul
disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat.
2.2 gejala klinis
Gejala klinis dari kelainan tulang rahang ini, biasanya dapat terlihat secara superficial.
Dimana tampak bentuk yang abnormal dari wajah, yang mungkin disebabkan oleh
marformasi rahang atas dan rahang bawah ataupun dikarenakan akibat pengaruh kelainan
atau penyakit lain (pada pasien fraktur). Sehingga dapat dikatakan penderita yang mengalami
kelainan rahang memiliki karakterisitik wajah yang tidak normal. Kelainan rahang ini juga
dapat menyebabkan psikologi seseorang terganggu. Orang yang memiliki kelainan pada
rahang (berakibat pada wajah) maka sikapnya berbeda dengan orang disekitarnya. Mental
orang tersebut juga akan berbeda dengan orang normal lainnya. Rasa kurang percaya diri
( minder ), malu, dilecehkan dan emosi akan dialami orang yang mengalami kelainan tulang.
Minder adalah suatu perasaan yang dialami seseorang ketika dia merasa dirinya rendah,
bodoh , tidak mampu dan malu kepada orang di sekitarnya. Malu adalah perubahan sikap
manusia karena dirinya merasa takut dan khawatir terhadap suatu perbuatan yang membuat
dirinya dicela oleh orang.
Sedangkan kondrosarkoma yang merupakan salah satu kelainan rahang mempunyai pendapat
menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, yaitu kondrosarkoma lebih sering ditemukan pada pria
daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan, tidak ada perbedaan insidens.
Sinusitis yang merupakan suatu kelainan rahang yang menyatakan adanya peradangan pada
selput lendir, gejalanya berupa nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala,
sakit kepala di dahi, nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.
Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan,
berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat. Nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher, tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang
mungkin semakin memburuk pada malam hari, hidung meler atau hidung tersumbat, hidung
bengkak dan merah, mengeluarkan lendir.
Pada beberapa kasus monoostotik fibrous , dimana pertumbuhannya lebih cepat dan
luas mungkin terjadi pembengkakan yang jelas dari pipi dan exopthalmus. Pada rahang
terdapat beberapa gigi yang tidak teratur letaknya, tipping atau berpindah akibat maloklusa
dan gangguan pola erupsi, meskipun mobiliti dari gigi yang erupsi bukan merupakan tanda
fibrous displasia. Pada pemerikasaan tidak terlihat perubahan pada mukosa, warna normal,
tetap melekat erat pada tulang tanpa kerusakan pada periosteum. Pada beberapa kasus
permukaan tulang licin tapi pada kasus lain dijumpai permukaan yang nodular dan ekspansi.
Selain itu terlihat pembesaran tulang yang dapat berkembang selama bertahun-tahun, tetapi
ada kecenderungan untuk berhenti setelah pertumbuhan tulang selesai. Pasien dapat memiliki
noda ” cafe-au-lait ” pigmentasi kutaneus dengan batas bergerigi. Perubahan ekstraskeletal
disertai hiperpigmentasi kulit dan ini tidak bisa terjadi pada monoostotik fibrous displasia.
Sialolitis memiliki rasa sakit yang hebat pada saat makan, memikirkan makanan,
menelan dan disertai adanya pembengkakan kelenjar ludah dan sangat peka jika dipalpasi dan
mereda setelah makan. Gejala klinis yang khas adalah rasa sakit yang h e b a t p a d a
s a a t m a k a n , m e m i k i r k a n m a k a n a n , m e n e l a n d a n d i s e r t a i a d a n y a
p e m b e n g k a k a n kelenjar ludah dan sangat peka jika dipalpasi.