50
BAB V
PENUTUP
5.1. Pembahasan
Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu untuk
menentukan apakah komunikasi positif berpengaruh terhadap
job performance pada organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas di UKWMS. Partisipan penelitian ini adalah anggota
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS.
Partisipan ini terbagi dalam delapan organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas yaitu BPMU, LPMU, UKM I, UKM II,
UKM III, UKM IV, UKM V, dan UKM VI. Lokasi penelitian
dilaksanakan di kampus UKWMS Dinoyo, tepatnya di Jalan
Dinoyo No. 42 – 44, Surabaya.
Setelah dilakukan pengambilan data pada 174 anggota
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS,
dilakukan uji asumsi sebelum melakukan uji regresi. Uji asumsi
yang digunakan adalah uji normalitas dan uji linieritas. Setelah
melakukan uji linieritas, didapati nilai sig sebesar 0,034.
Artinya, variabel komunikasi positif dan job performance
memiliki pola hubungan yang baik dan lulus uji linieritas.
Namun, didapati bahwa data pada variabel job performance
tidak memenuhi uji asumsi normalitas. Hal tersebut ditunjukkan
dari uji statistik dengan software SPSS ver.23.0 for Windows
dengan nilai sig pada Kolmogorov-Smirnof sebesar 0,001.
Pallant (2007) menyatakan bahwa jika nilai signifikan dibawah
0,05 maka data pada sebuah variabel tidak memenuhi uji
norrmalitas. Namun, lebih lanjut Pallant (2007) menjelaskan
bahwa data yang jumlahnya besar wajar bila mengalami
distribusi yang tidak normal. Hal ini menjadi dasar bagi
penelitian ini untuk melanjutkan penggunaan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesa terbukti,
yaitu ada pengaruh positif komunikasi positif terhadap job
performance pada organisasi kemahasiswaan tingkat universitas
di UKWMS. Hal ini dapat dilihat melalui nilai signifikan yang
menunjukkan angka 0,043. Dengan demikian, komunikasi
positif berpengaruh signifikan terhadap job performance pada
organisasi kemahasiswaan di UKWMS. Ini berarti, komunikasi
51
positif mampu menjadi prediktor bagi job performance pada
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Femi (2014) yang menyatakan bahwa
komunikasi memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan
dalam sebuah organisasi. Komunikasi yang efektif dapat
membangun motivasi karyawan untuk bekerja dengan lebih
baik. Selain itu, komunikasi juga membentuk tujuan yang jelas
dalam sebuah pekerjaan. Hal ini membuat kompetensi
karyawan meningkat sehingga mereka tanggung jawabnya
dapat diselesaikan secara tepat. Jika dilihat pada organisasi
kemahasiswaan, maka hal tersebut nampak dari hasil
wawancara awal yang menunjukkan bahwa ada
ketidakpahaman tugas dari seorang panitia. Hal tersebut
didukung oleh kepasifan anggota organisasi kemahasiswaan
dalam bertanya maupun memberikan pendapat. Kepasifan
anggota ini membuat tujuan dari sebuah pekerjaan, yaitu tugas-
tugas kepanitiaan menjadi tidak terbentuk dengan seharusnya.
Pemaparan diatas diperkuat kembali oleh penelitian
yang dilakukan oleh Nwata, Umoh, dan Amah (2016)
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan komunikasi
terhadap performa karyawan. Komunikasi yang optimal akan
meningkatkan performa anggota organisasi, termasuk organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS. Artinya,
hipotesa pada penelitian ini dapat didukung dan sejalan oleh
penelitian-penelitian sebelumnya.
Nilai koefisien regresi (R) pada penelitian ada adalah
sebesar 0,153. Artinya, arah pengaruh yang terbentuk adalah
positif. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat komunikasi
positif, maka akan semakin tinggi pula tingkat job performance
pada organiasasi kemahasiswaan tingkat universitas di
UKWMS. Nilai koefisien ini juga tergambar ada persamaan
garis linier yang terbentuk yaitu Y = 23,419 (X) + 0,069. Dari
persamaan berikut, dapat terlihat bahwa pertambahan nilai X
akan berdampak pada naiknya nilai Y. Hal ini didukung nilai
signifikansi pada penelitian ini yaitu 0,043 yang menunjukkan
bahwa persamaan garis tersebut layak dipakai dalam penelitian
ini.
52
Dari nilai R tersebut, didapati juga nilai sumbangan
efektif (R2) sebesar 0,023. Bila dikonversikan ke nilai
persentase, maka sumbangan efektif yang diberikan sebesar
2,3%. Dengan demikian, komunikasi positif mampu
menjelaskan job performance pada organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas di UKWMS sebesar 2,3%. Nilai ini cukup
kecil karena menyisakan 97,7% faktor lain yang mempengaruhi
job performance pada organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas di UKWMS. Hal yang menyebabkan kecilnya
pengaruh komunikasi positif adalah kebutuhan akan pengaruh
komunikasi pada organisasi kemahasiswaan masih kecil. Tanpa
komunikasi positif yang tinggi, anggota organisasi
kemahasiswaan masih dapat melaksanakan program kerjanya.
Hal ini terjadi karena kepengurusan di organisasi
kemahasiswaan hanya berlangsung setahun, sehingga untuk
membangun relasi dengan anggota masih terlalu singkat.
Kinerja anggota organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas di UKWMS hanya muncul saat ada acara sehingga
para anggotanya tidak sering bertemu dengan anggota lainnya.
Apalagi, dengan anggota yang berasal dari berbagai macam
fakultas, tentu akan menyulitkan para anggota untuk berkumpul
diluar kegiatan organisasi. Selain itu, sifat kepanitiaan dalam
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas hanya dilihat
pogram per program, bukan secara keseluruhan. Jika satu
program telah selesai, maka program selanjutnya akan diketuai
dan dilaksanakan oleh panitia yang berbeda. Hal ini membuat
komunikasi positif semakin sulit dibangun di dalam organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS.
Angka koefisien regresi bila dikurangkan dengan 100%
akan menghasilkan sisa 97,7%. Artinya 97,7% faktor job
performance dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang
belum diteliti oleh peneliti. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Pawirosumarto, Sarjana, dan Muchtar (2016), faktor lain
yang dapat berpangaruh pada performa karyawan adalah tipe
kepemimpinan, motivasi, dan tingkat kedisiplinan karyawan.
Tipe kepemimpinan dalam organisasi kemahasiswaan mampu
mendongkrak kinerja para anggotanya. Anggota organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas yang terdiri dari berbagai
macam fakultas memerlukan tipe pemimpin yang tepat agar
53
bisa mengelola keberagaman yang ada dalam organisasi.
Motivasi berarti tujuan anggota organisasi kemahasiswaan
adalah untuk menyukseskan program kerja organisasinya
masing-masing. Hal ini tentu akan meningkatkan kinerja
mereka. Tingkat kedisiplinan juga akan berpengaruh pada
kinerja. Para anggota organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas memiliki sistemnya sendiri-sendiri dalam mengelola
kegiatan organisasinya. Salah satunya adalah tertib dalam hal
administrasi (misalnya pengumpulan proposal dan laporan
pertanggungjawaban). Organisasi mahasiswa harus disiplin
dalam hal administrasi agar tidak mendapatkan sanksi dari
pihak universitas.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Iqbal, Ijaz, Latif,
dan Mushtag (2015) juga menyatakan beberapa faktor lain yang
mempengaruhi kinerja karyawan selai komunikasi. Faktor-
faktor tersebut adalah pelatihan (trainings). Anggota organisasi
kemahasiswaan tingkat yang mendapat pelatihan akan
berdampak lebih positif terhadap kinerja mereka. Setiap
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS pasti
memiliki kegiatan kaderisasi untuk pelatihan anggotanya.
Faktor berikutnya adalah lamanya waktu bekerja (Long-working
hours). Semakin lama waktu anggota organisasi kemahasiswaan
bekerja, maka akan berdampak negatif terhadap kinerjanya.
Anggota organisasi kemahasiswaan akan merasa lelah jika
tugas yang diberikan terlalu banyak dan memakan waktu yang
cukup lama untuk mengerjakannya. Misalnya pembuatan
properti-proeprti perlengkapan yang cukup rumit untuk sebuah
pentas drama. Faktor berikutnya adalah stres. Tekanan di
organisasi juga berdampak negatif terhadap kinerja anggota
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS.
Tekanan ini dapat berupa teguran dari atasan yang terlalu keras
dan tugas yang overload. Tekanan ini dapat muncul karena
koordinasi anggota yang cukup sulit karena berasal dari
berbagai fakultas, namun mereka tetap harus mengerjakan tugas
dengan seoptimal mungkin. Faktor terakhir adalah
pernghargaan secara finansial (financial reward). Semakin
tinggi penghargaan finansial yang diberikan, maka akan
semakin positif dampaknya ke anggota organisasi
kemahasiswaan. Penghargaan finansial dalam organisasi
54
kemahasiswaan dirupakan dalam bentuk poin kemahasiswaan.
Kinerja anggota organisasi kemahasiswaan tingkat universitas
di UKWMS akan dihargai dalam bentuk poin dimana besar
poin yang didapat bergantung pada seberapa besar tugas dan
tanggung jawab yang dijalankan oleh anggota organisasi
kemahasiswaan. Poin kemahasiswaan seorang ketua pelaksana
akan berbeda dengan sie acara. Hal ini tentu membuat para
anggota akan bekerja dengan maksimal demi mendapat poin
kemahasiswaan yang besar.
Job performance anggota organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas di UKWMS cenderung menyebar pada
tingkat sedang (50%) dan rendah (21,8%). Ini berarti sebagian
besar anggota organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di
UKWMS memiliki job performance yang cenderung rendah.
Hal ini sesuai dengan kondisi sebenarnya dimana organisasi
kemahasiswaan mengalami berbagai macam permasalaan dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Salah satunya adalah
saat kepanitaan dalam sebuah acara hanya duduk diam saja dan
tidak mengerjakan tugas apa-apa.
Penjelasan diatas mengindikasikan tidak terpenuhinya
aspek task-oriented behavior pada konsep job performance
menurut Murphy (1994 dalam Jex, 2002). Berdasar pada hasil
wawancara, para anggota ormawa juga meninggalkan tugas dan
tanggung jawabnya, kemudian membebankan tugas tersebut
pada rekan kerjanya. Hal ini jelas tidak sesuai dengan aspek
interpersonally-oriented behavior, dimana individu seharusnya
mengeluarkan perilaku yang menjaga relasi dengan rekan
kerjanya. Namun, pada kenyatannya, anggota organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas malah membuat rekan
kerjanya merasa kesulitan.
Menurut Jex (2002), job performance yang rendah
dapat disebabkan oleh fundamental attribution error.
Maksudnya adalah, orang selalu menilai perilaku orang lain
berdasarkan cara pandang personalnya daripada melihat situasi
dengan objektif. Hal ini selaras dengan organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS. Saat terjadi
masalah, para anggota ormawa lebih menilai melalui pandangan
pribadi daripada melihat masalah itu sendiri. Contohnya, ketika
ada keterlambatan LPJ, anggota organisasi kemahasiswaan
55
lebih memberatkan pada pertikaian yang mereka alami daripada
segera menyelesaikan LPJ tersebut. Hal ini didukung oleh
pendapat dari Johnson & Johnson (2014) bahwa atribusi adalah
interpretasi personal tentang sebuah kejadian tanpa melihat
penyebab utama dari kejadian itu sendiri.
Komunikasi positif anggota organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas di UKWMS cenderung menyebar pada
tingkat sedang (35,6%) dan rendah (28,7%). Hal ini berarti
lebih dari separuh anggota organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas di UKWMS memiliki komunikasi positif yang
cenderung rendah. Hasil ini sesuai dengan kondisi saat
dilakukan pengambilan data. Ada ORMAWA yang kesulitan
mengatur jadwal untuk bertemu dengan anggotanya hingga
akhirnya mengisi kuisioner secara online. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa terjadi lemahnya komunikasi di dalam
organisasi kemahasiswaan tersebut. Kondisi ini sesuai dengan
pendapat dari Johnson & Johnson (2014) yang menyatakan
bahwa lemahnya koordinasi merupakan ciri lemahnya
komunikasi pada sebuah kelompok. Artinya, komunikasi di
ORMAWA di UKWMS masih perlu ditingkatkan kembali.
Hasil lainnya menunjukkan tidak adanya perbedaan
tingkat komunikasi ditinjau dari jenis kelamin anggota
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS. Baik
laki-laki maupun perempuan cenderung memiliki komunikasi
positif di tingkat sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lasut, Lengkong, dan Ogi (2017) bahwa jenis
kelamin tidak memliki pengaruh terhadap komunikasi
karyawan.
Job performance ditinjau dari jenis kelamin juga tidak
memberikan perbedaan secara signifikan. Baik laki-laki
maupun perempuan cenderung menyebar pada tingkat sedang
ke rendah. Ini berarti, perbedaan jenis kelamin tidak berdampak
apapun pada job performance. Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Ufuophu-Biri dan Iwu (2014) yang juga
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kinerja pada karyawan.
Jika dilihat melalui usia, pada rentang usia 18 – 23
tahun, komunikasi positif cenderung menyebar pada tingkat
sedang. Meskipun hanya pada usia 19 tahun dan 23 tahun
56
menyebar pada tingkat tinggi namun dengan persentase
dibawah 10% saja. Ini artinya tidak ada perbedaan signifikan
antara usia dengan kinerja (job performance). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lasut, Lengkong, dan
Ogi (2017) bahwa usia tidak memiliki pengaruh terhadap
komunikasi
Pada job performance, rentang usia 18 – 23 tahun tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Seluruh rentang usia
cenderung menyebar pada tingkat sedang. Ini berarti usia
seseorang tidak berdampak pada kinerja yang ia berikan.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian oleh Joseph (2014)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan
kinerja karyawan.
Jika ditelusuri lebih dalam, maka organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS lemah dalam
aspek respectfullness, inclusiveness, dan supportiveness
menurut aspek komunikasi positif (Browning, Morris, dan Kee,
dalam Cameron dan Spreitzer, 2012). Dinamika organisasi di
ORMAWA tingkat universitas memang memberikan tantangan
tersendiri bagi anggotanya. Beberapa hambatan seperti letak
demografis dan asal fakultas tentu juga mempengaruhi
komunikasi positif yang terjadi dalam internal organisasi
kemahasiswaan tingkat universitas di UKWMS.
Aspek respectfullness tidak muncul karena pada
ORMAWA, masih ditemui anggota yang merasa sakit hati
dengan rekan kerjanya. Rasa sakit hati ini memberi dampak
yaitu antar anggota tidak dapat bekerjasama dengan baik dan
muncul rasa curiga. Akibatnya, koordinasi antar anggota dalam
organisasi menjadi lemah. Salah satu contohnya adalah saat
rapat, tidak semua anggota mengerti keputusan yang diambil.
Dampaknya, saat pelaksanaan kegiatan, masih banyak hal yang
belum dipersiapkan. Cameron dan Spreitzer (2012) menyatakan
bahwa antar anggota harus saling menghormati kepentingan
satu sama lain agar terjalin komunikasi yang positif.
Aspek inclusiveness juga kurang nampak karena di
dalam organisasi kemahasiswaan, mereka belum dapat
menyatukan pendapat mereka sebagai satu suara. Hal ini terlihat
saat mereka rapat, tidak semua anggota ikut terlibat dalam
memberikan masukan/pendapat. Masukan/pendapat hanya
57
diberikan oleh orang-orang tertentu saja, sehingga tidak semua
paham akan pembahasan yang sedang berlangsung. Akibatnya,
segala keputusan yang diambil tidak dapat dipahami oleh
seluruh anggota organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Cameron dan Spreitzer (2012) yang menyatakan bahwa
organisasi harus dapat berbicara sebagai satu suara yang utuh.
Jika organisasi tidak dapat bebricara sebagai suatu kesuatuan,
maka akan terjadi kesalahpahaman karena komunikasi yang
terbentuk tidak positif.
Aspek supportiveness lemah ditunjukkan dari tidak
adanya usaha dari anggota untuk mengatasi masalah yang ada.
Hal ini nampak dari hasil wawancara yaitu ketika ada anggota
yang kebingungan atas hasil keputusan rapat, tidak ada anggota
lain yang berusaha untuk menjelaskan keputusan tersebut.
Selain itu, ketika ada anggota yang bertengkar, tidak ada usaha
yang signifikan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Menurut Cameron dan Spreitzer (2012), usaha untuk
memberikan dukungan baik secara material maupun secara
psikologis mampu meningkatkan komunikasi dalam organisasi.
Namun hal tersebut tidak terjadi dalam ORMAWA UKWMS.
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti sadar bahwa
masih terdapat kelemahan-kelamahan. Kelemahan-kelemahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Di dalam proses pembuatannya, alat ukut hanya
dikonsultasikan pada satu orang professional
judgement saja. Seharusnya, konsultasi dilakukan
pada tiga orang professional judgement. Ini berarti
secara prosedural, penelitian ini tidak mengikut
prosedur yang seharusnya.
b. Instruksi dalam kuisioner dinilai kurang jelas oleh
peneliti sehingga partisipan yang mengisi secara
online kemungkinan tidak mengerti betul apa
maksud dari kuisioner penelitian ini. Hal ini dapat
berdampak pada objektifitas jawaban yang
diberikan oleh partisipan.
58
5.2. Kesimpulan
Berikut adalah beberapa kesimpulan yang dapat ditarik
dari penelitian ini :
a. Terdapat pengaruh berarah positif yang signifikan
antara komunikasi positif terhadap job
performance pada organisasi kemahasiswaan
tingkat universitas di UKWMS.
b. Nilai sumbangan efektif komunikasi positif
terhadap job performance sebesar 2,3%. Artinya,
sebanyak 97,7% faktor job performance dijelaskan
oleh faktor-faktor lainnya.
c. Tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan
komunikasi positif maupun job performance pada
anggota organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas di UKWMS.
d. Tidak ada pengaruh antara usia dengan komunikasi
positif maupun job performance pada anggota
organisasi kemahasiswaan tingkat universitas di
UKWMS.
5.3. Saran
Berdasar pada penelitian yang telah dilakukan, berikut
beberapa saran yang dapat diberikan :
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat
mengkonsultasikan aitem alat ukur pada tiga
orang professional judgement agar nilai
validitas dari aitem skala dapat lebih baik.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat
membuat instruksi kuisioner yang lebih
mudah dipahami oleh partisipan. Hal ini akan
membantu partisipan untuk menjawab
kuisoner dengan lebih objektif dan akurat.
b. Bagi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
1. Pihak universitas dapat bekerjasama dengan
para dosen pendamping dtiap organisasi
kemahasiswaan dan kepala bagian
kemahasiswaan untuk membuat program
peningkatan komunikasi dalam organisasi
59
kemahasiswaan. Program tersebut dapat
berupa seminar maupun pelatihan yang dapat
meingkatkan kemampuan komunikasi positif
internal organisasi kemahasiswaan, khususnya
tingkat universitas.
c. Bagi Organisasi Kemahasiswaan Tingkat
Universitas UKWMS
1. Bagi para ketua dan anggota yang telah
memiliki komunikasi positif yang baik
diharapkan tetap mempertahankan hal
tersebut. Misalnya, antar anggota dapat
menghagai pendapat dari anggota lain, tidak
berkata kasar jika ada permasalahan, dan terus
membantu sesama anggota agar program kerja
dapat terlaksana dengan baik. Dengan
menjaga komunikasi positif tetap baik, maka
performa anggota juga akan terjaga dengan
baik.
2. Berdasar hasil penelitian ini, para ketua dan
anggota organisasi kemahasiswaan dapat
meningkatkan komunikasi positif dalam
internal organisasi. Peningkatan ini dapat
diwujudkan berupa program kerja atau sistem
yang diberlakukan dalam organisasi.
Misalnya, organisasi kemahasiswaan tingkat
universitas dapat membuat kegiatan gathering
bersama untuk saling mengenal dan
memahami anggota satu sama lain.
Komunikasi juga dapat ditingkatkan melalui
keterbukaan bila ada masalah dan ada usaha
untuk menyelsaikan masalah tersebut. Dengan
meningkatkan komunikasi positif, maka
performa dari anggota organisasi akan
meningkat pula.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, D. O. (2016). Pengaruh komunikasi terhadap
kinerja karyawan dengan dimediasi oleh kepuasan kerja.
Jurnal Bisnis dan Manajemen, 3(1), 16-29. Diakses pada
tanggal 6 Maret 2017 dari
jurnal.unmer.ac.id/index.php/jbm/article/download/70/11
Ardianto. (2016). Pengaruh komunikasi positif dalam keluarga
dan komunikasi interpersonal guru terhadap perilaku
asertif siswa. Journal of Islamic Education Policy, 1(2),
82-98. Diakses pada tanggal 29 April 2018 dari
https://www.researchgate.net/profile/Ardianto_Tola2/pub
lication/316789765_Pengaruh_Komunikasi_Positif_dala
m_Keluarga_dan_Komunikasi_Interpersonal_Guru_terha
dap_Perilaku_Asertif_Siswa/links/5911d179a6fdcc963e6
de2ea/Pengaruh-Komunikasi-Positif-dalam-Keluarga-
dan-Komunikasi-Interpersonal-Guru-terhadap-Perilaku-
Asertif-Siswa.pdf
Azwar, S. (2015). Dasar-Dasar psikometri. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Borman, W. C., Ilgen, D. R., & Klimoski, R. J. (2003).
Handbook of psychology volume 12 : Industrial and
organizational psychology. New Jersey: John Wiley &
Sons.
Cameron, K. S. (2008). Positive leadership : Strategies for
extraordinary performance. California: Berrett-Koehler
Publishers, Inc.
Cameron, K. S., & Spreitzer, G. M. (2012). The oxford hanbook
of positive organizational scholarship. New York:
Oxford University Press.
Femi, F. (2014). The impact of communication on worker’s
performance in selected organisations in lagos state,
nigeria. IOSR Journal Of Humanities And Social Science,
19(8), 75-82.
61
Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS third edition
(and sex and drugs and rock ‘n’ roll). London : SAGE
Publication.
Iqbal, A., Ijaz, M., Latif, F., Mushtaq, H. Factors affecting the
employee’s performance : A case study of banking sector
in pakistan. Journal of Business and Social Sciences,
4(8), 309-3018.
Jex, S. M. (2002). Organizational psychology : A scientist-
practitioner approach. New York: John Wiley & Sons.
Johnson, D., Johnson, F. (2014). Joining togheter group theory
and group skills eleveth edition. Harlow : Pearson.
Joseph. R. D. Age diversity and its impact on employee
performance in singapore. International Journal of
Research & Development in Technology and
Management Science, 21(5), 79-98.
Joski, V. C., Putri, Y. R., & Supratman, L. P. (2015). Pengaruh
komunikasi organisasi terhadap kinerja guru di sma
regina pacis bogor. e-Proceeding of Management, 2(2),
2330-2336. Diakses pada tanggal 7 Maret 2018 dari
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:
_oD8l6751ycJ:https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/
pustaka/files/102135/jurnal_eproc/pengaruh-komunikasi-
organisasi-terhadap-kinerja-guru-di-sma-regina-pacis-
bogor.pdf+&cd=60&hl=en&ct=clnk&gl=id
Kosasih, D. E., Sarwoprasodjo, S., & Susanto, D. (2014).
Komunikasi organisasi dalam pengembangan kinerja
pengurus gapoktan pada program penguatan lembaga
distribusi pangan masyarakat. Jurnal Komunikasi
Pembangunan, 12(2), 92-102. Diakses pada tanggal 20
Februari 2017 dari
journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/download/8
665/pdf
62
Kreitner, Robert., & Kinicki, Angelo. (1995). Organizational
behavior : Third edition. Boston: IRWIN.
Lasut, E. E., Lengkong, V. P. K, Ogi, I. W. J. (2017). Analisis
perbedaan kinerja pegawai berdasarkan gender, usia, dan
masa kerja (Studi pada dinas pendidikan sitaro). Junral
EMBA, 5(2), 2771-2780.
Miasari, A. (2012). Hubungan antara komunikasi positif dalam
keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP negeri 2
depok yogyakarta. Empathy, 1, 32-46. Diakses pada
tanggal 29 April 2018 dari
jogjapress.com/index.php/EMPATHY/article/download/1
411/795
Muda, I., Rafiki, A., & Harahap, M. R. (2014). Factors
influencing employees’ performance : A study on the
islamic banks in Indonesia. Journal of Business and
Social Sciences, 5(2), 73-80 . Diakses pada tanggal 2
Februari 2017 dari
http://ijbssnet.com/journals/Vol_5_No_2_February_2014
/9.pdf
Nwata, U. P., Umoh, G. I., Amah, E. (2016) Internal
organization communication and employee’s
performance in selected banks in port harcourt.
International Journal of Novel Research in Humanity and
Social Sciences, 3(3), 86-95.
Pallant, Julie. (2007). SPSS survival manual : A step by step
guide to data analysis using SPSS for windows third
edition. New York: McGraw Hill.
Pawirosumarto, S., Sarjana, P. K., Muchtar, M. (2017). Factors
affecting employee performance of PT. Kiyokuni
Indonesia. International Journal of Law and
Management, 50(4), 1-14.
Priyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif. Sidoarj:
Zifatama Publishing.
63
Riggio, R. E. (2013). Introduction to industrial/organizational
psychology. New Jersey: Pearson.
Schemerhorn Jr, J. R., Hunt, J. G., & Osborn, R. N. (2012)
Organizational behavior : Seventh edition. New York:
Wiley & Sons, Inc.
Schultz, D. P. & Schultz, S. E. (2010). Psychology and work
today : Introduction to industrial and organizational
psychology (10th ed.). Upper Saddie River, N. J. :
Prentice Hall.
Sonnentag, S. (2002) Psychological management of individual
performance. New York: Wiley & Sons, Inc.
Spector, P. (2012). Industrial and organizational psychology :
Research and practice. Singapore: John Wiley & Sons
Singapore Pte. Ltd.
Tracy, S. J. (2014). Book review : Positive communication in
health and wellness. The Journal of Positive Psychology.
9(3). 279-280. Diakses pada tanggal 28 April 2018 dari
https://www.researchgate.net/publication/306356267_Pos
itive_communication_in_health_and_wellness_Review_o
f_the_book_Positive_communication_in_health_and_wel
lness_by_M_J_Pitts_T_J_Socha
Ufuophu-Biri, E., Iwu, C. G. Job motivation, job performance,
and gender relation in the broadcast sector in nigeria.
Mediteranean Journal of Social Sciences, 5(16). 1919-
198.
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. (2015). Buku
panduan pekan pengenalan kampus dan strategi belajar
di perguruan tinggi 2015-2016. Naskah tidak
dipublikasikan, Universitas Katolik Widya Mandala,
Surabaya.
Vosloban, R. I. (2012). The influence of the employee’s
performance on the company’s growth – a managerial
64
perspective. Procedia Economics and Finance, 3, 660-
665. Diakses pada tanggal 3 Februari 2017 dari
https://ac.els-cdn.com/S2212567112002110/1-s2.0-
S2212567112002110-main.pdf?_tid=781473a8-08ec-
11e8-8c4d-
00000aab0f01&acdnat=1517667415_9ad9fc01ec6ae0f59
1f9dbc2fd373c1a
Wagner III, J. A., Hollenbeck, J. R. (2010). Organizational
behavior : Securing competitive advantage. New York:
Routledge.