Download - Bab1-Bab3 Mpk Fix
Pengaruh Komunikasi Interpersonal antara Orang Tua dengan Anak terhadap
Motivasi Belajar Anak
(Survei terhadap Siswa SD Pahoa Kelas 1)
Dibuat Oleh:
Stephanie Octavia - 13140110178
Irene Meichaella – 13140110361
Virginia Melati Puspita - 13140110059
Donny Fernando - 13140110019
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Multimedia Nusantara
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan antara orang tua dengan anak memberikan dampak yang cukup
besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apabila orang tua sibuk
bekerja, jarang berada di rumah, atau bahkan jarang berkomunikasi dengan anak,
hal tersebut akan berpengaruh pada prestasi anak di sekolah. Keluarga merupakan
lingkungan utama dalam membentuk kepribadian anak. Orang tua sangat berperan
dalam menentukan pola sikap dan pola perilaku anak di masa mendatang.
Lingkungan keluarga juga mempengaruhi keberhasilan belajar seorang anak.
Dengan seiring berkembangnya zaman, banyak orang tua yang kurang
dalam memberi perhatian dan semangat belajar kepada anak-anaknya. Mereka
menyerahkan pendidikan anak-anaknya sepenuhnya kepada lembaga pendidikan
formal, yaitu sekolah. Hal tersebut yang menyebabkan anak-anak kurang memiliki
motivasi dalam belajar.
Hal penting yang dibutuhkan dalam diri seseorang dalam meraih dan
menggapai cita-cita adalah motivasi. Orang tua sangat berperan penting dalam
mendorong munculnya motivasi dalam diri anak. Tindakan yang dapat dilakukan
untuk mendorong munculnya motivasi dalam diri anak adalah berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi yang baik, perhatian yang diberikan kepada anak,
mendengarkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak-anak, dan menjalin
kedekatan dengan anak-anaknya akan berpengaruh terhadap motivasi belajar
anak.
Keterlibatan orang tua dalam menumbuhkan motivasi belajar wajib
dilakukan, baik berupa perhatian, bimbingan kepada anak maupun dengan
melakukan komunikasi interpersonal dengan anak. Apabila orang tua mampu
mendidik anak dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian
terhadap anak, mengetahui kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak dan
mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-anaknya akan berpengaruh
besar terhadap motivasi belajar anak.
Kehadiran orang tua yang dapat memotivasi belajar seorang anak
merupakan hal yang penting, terutama bagi anak-anak yang masih duduk di
bangku Sekolah Dasar. Orang tua dapat memberikan saran, pendapat, nasihat
kepada anak-anak saat mereka sedang menghadapi masalah, khususnya masalah
dalam belajar.
Orang tua berperan penting dalam keluarga, yaitu menjalin komunikasi
interpersonal yang efektif dan harmonis. Bentuk komunikasi antarpribadi terjalin
dalam sebuah keluarga yang melibatkan komunikasi antara orang tua dan anak.
Seorang anak membutuhkan peran orang lain dalam perkembangannya dan orang
tua lah yang sangat berperan besar dalam membentuk kepribadian anak. Sebagai
orang tua, mereka harus melakukan sesuatu untuk mengembangkan diri anak-anak
mereka ke arah yang positif.
Komunikasi antarpribadi atau interpersonal communication adalah
komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau
lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Komunikasi
interpersonal juga merupakan penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003 : 30 ).
Di dalam komunikasi interpersonal terdapat keunikan karena selalu dimulai dari
proses hubungan yang bersifat psikologis dan proses psikologis selalu berdampak
kepada keterpengaruhan. Komunikasi interpersonal juga merupakan jenis
komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku
manusia berhubung perilakunya yang dialogis.
Sebuah komunikasi interpersonal akan berjalan dengan baik jika antar
personal yang terlibat di dalam proses komunikasi ini dapat saling terbuka satu
sama lain, karena jika satu dengan yang lainnya saling menutup diri, maka
komunikasi ini tidak akan berjalan dengan baik. Begitu juga proses komunikasi
interpersonal antara orang tua dengan anak, jika orang tua tidak terbuka maka
anak tidak akan merasa nyaman dengan komunikasi yang dilakukan, dan begitu
juga sebaliknya.
Membangkitkan motivasi belajar anak untuk mendapatkan prestasi belajar
yang lebih baik merupakan tanggung jawab dari orang tua. Seorang anak
membutuhkan lingkungan yang dapat mendukung untuk belajar dan menyukai
apa yang mereka pelajari. Dalam hal ini, orang tua sangat berperan dalam
menciptakan suasana di mana anak akan merasa senang belajar.
Anak-anak yang masih berada di bangku pendidikan pasti memiliki
motivasi untuk belajar, karena usia anak-anak adalah usia di mana mereka masih
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tetapi tidak dipungkiri bahwa motivasi
belajar anak dapat berkurang ketika anak tersebut dalam kondisi yang jenuh dan
situasi yang tidak mendukung. Beberapa hal yang menyebabkan motivasi belajar
anak menurun adalah ancaman-ancaman orang tua yang mengharuskan anak-
anaknya mendapatkan nilai yang sesuai dengan harapan mereka.
Berdasarkan situs www.kidnesia.com memotivasi anak untuk belajar
berbeda-beda menurut usianya. Di jenjang SD, usia ini dikelompokkan dalam dua
kategori, yaitu kelas rendah (kelas 1-3 SD) dan kelas atas (kelas 4-6 SD). Menurut
Karmila Wardhana, S.Psi ., memiliki ciri khas yang berbeda.
KELAS 1-3 SD anak-anak di kelas bawah masih menapaki masa transisi
dari taman kanak-kanak yang aktivitas belajarnya dilakukan sambil bermain ke
jenjang sekolah dasar yang formal. Maksudnya, mereka dituntut untuk banyak
berada dalam dalam kelas dan duduk tenang memperhatikan penjelasan guru serta
mengerjakan tugas-tugas.
Tuntutan tersebut tentu saja menyulitkan karena sebenarnya murid-murid
kelas rendah masih dalam usia bermain. Sayangnya, banyak orang tua, bahkan
guru, melupakan ciri khas usia ini. “Anak kelas 1-2 belum bisa diharapkan duduk
lama karena rentang perhatiannya maksimal sekitar 15 menit. Jadi mereka bukan
nakal kalau enggak bisa diam di kelas.”
Berkaitan dengan masa transisi ini pula, seperti dituturkan Mila, orang tua
mesti peka dengan kemungkinan munculnya school phobia pada anak. Pahamilah
bahwa perubahan-perubahan dari TK ke SD sering membuat murid kelas rendah
“ketakutan”.
Agar anak dapat melalui masa transisinya dengan mulus, orang tua dapat
membantu dengan memberikan motivasi belajar yang pas menurut ciri khas anak
usia kelas 1-3 SD atau kurang lebih 6-8 tahun.
Motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga
anak itu mau melakukan sesuatu. Selain itu motivasi juga merupakan proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Komunikasi antarpribadi antara orang tua dengan anak yang tidak
intensif dan tidak efektif sangat mungkin terjadi di dalam dunia nyata dan hal ini
dapat berdampak buruk terhadap motivasi belajar anak.
Peneliti mengambil responden di SD Pahoa karena sekolah ini merupakan
sekolah yang cukup terkenal dan favorit di wilayah Gading Serpong, dan
mayoritas anak-anak SD Pahoa diasuh oleh suster. Orang tua siswa SD Pahoa
juga kurang memiliki waktu untuk memperhatikan tumbuh kembang belajar anak
di sekolah. Selain itu, SD Pahoa juga menerapkan kurikulum yang
mengedepankan kemampuan trilingual (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan
Bahasa Mandarin) dan dimana yang menjadi fokus utamanya adalah penerapan
Bahasa Mandarin dan tentu dengan kurikulum yang seperti disebutkan tadi siswa
SD Pahoa perlu dibimbing dan diberikan motivasi belajar oleh orang tua dengan
baik dan tepat.
Kelas 1 SD merupakan masa transisi, dimana yang tadinya anak-anak
pergi ke sekolah untuk belajar sambil bermain, tetapi pada saat SD anak-anak
mulai mendapatkan materi pembelajaran yang cukup sulit. Oleh karena itu
dibutuhkan motivasi belajar agar siswa SD kelas 1 dapat beradaptasi dalam
mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
Dimulai dari ruang lingkup yang kecil, peneliti ingin secara tidak langsung
mengajak orang tua yang ada untuk semakin menyadari bahwa komunikasi
interpersonal antara orang tua dengan anak perlu dilakukan, terutama untuk
motivasi belajar anak.
1.2 Rumusan Masalah:
Adakah pengaruh komunikasi interpersonal antara orangtua dengan anak terhadap
motivasi belajar siswa kelas 1 SD Pahoa?
Seberapa kuat pengaruh komunikasi interpersonal orangtua dengan anak terhadap
motivasi belajar siswa kelas 1 SD Pahoa?
1.3 Tujuan Penelitian:
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh komunikasi interpersonal terhadap motivasi
belajar siswa kelas 1 SD Pahoa.
1.3.2 Seberapa kuat pengaruh komunikasi interpersonal orangtua terhadap
motivasi belajar siswa kelas 1 SD Pahoa.
1.4 Kegunaan Penelitian:
1.4.1 Kegunaan Penelitian Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis dalam
pengembangan ilmu komunikasi khususnya tentang komunikasi interpersonal
dalam keluarga dan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya
yang akan meneliti mengenai Komunikasi interpersonal dan motivasi belajar.
1.4.2 Kegunaan Penelitian Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi keluarga,
khususnya orangtua supaya mereka dapat berkomunikasi interpersonal dengan
baik agar anak memiliki motivasi belajar yang tinggi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pembatasan terhadap penelitian menjadi yang penting karena peneliti
memiliki keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya. Untuk itu, agar pembaca
tidak salah mengartikan luasnya cakupan penelitian ini, maka peneliti membuat
ruang lingkup penelitian.
Dalam Penelitian ini akan difokuskan pada komunikasi interpersonal
orangtua dengan siswa SD Pahoa kelas 1
BAB II
KERANGKA PENELITIAN
2.1 Penelitian Terdahulu
N
o
Peneliti Judul Permasalahan Teori Metode
Penelitian
Hasil
1
.
Wahyu
niati,
Ninik
(2012)
Pengaruh
komunikasi
interpersona
l orang tua
Bagaimana pengaruh
komunikasi
interpersonal orangtua
terhadap motivasi minat
Teori
Motivasi
Kebutuh
an, teori
Menggunakan
metode
pendekatan
kuantitatif
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif
dan pengaruh yang
terhadap
motivasi
belajar anak
di kampung
Gorongan
Yogyakarta
belajar anak. Atribusi
dan teori
Komunik
asi
Interpers
onal
dengan teknik
analisis
Product
Moment dan
analisis regresi
linear
sederhana.
signifikan antara
komunikasi interpersonal
yang dilakukan orangtua
dan anak sebesar 30,2%
terhadap motivasi minat
belajar anak, sedangkan
faktor lain sebesar 69,8%
yang berpengaruh di luar
penelitian ini.
2
.
A.M.S.
Nurhid
ayah
Peran
Komunikasi
Interpersona
l Wali Kelas
terhadap
Motivasi
Belajar
Siswa kelas
VI di Mi
Darul Huda
Ngaglik
Sleman
Apakah terdapat
hubungan antara
komunikasi
interpersonal wali
kelas dengan motivasi
siswa kelas VI?
Mendeskripsikan peran
komunikasi
interpersonal wali kelas
terhadap motivasi
belajar siswa kelas VI
dan mendeskripsikan
factor pendukung dan
penghambat
komunikasi
interpersonal wali kelas
VI di MI Darul Huda
Ngaglik Sleman
Teori
yang
digunaka
n adalah
teori
komunik
asi
interpers
onal
Menggunakan
metode
pendekatan
kuantitatif
deskriptif
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
komunikasi interpersonal
wali kelas berperan
terhadap motivasi belajar
siswa, di mana
komunikasi interpersonal
wali kelas yang
menerapkan keterbukaan,
empati, dukungan,
perasaan positif, dan
kesetaraan mampu
meningkatkan kebutuhan
, dorongan, dan tujuan
siswa kelas VI untuk
belajar
3
.
Febry
Freida
Tri
Iriani
(2013)
Pengaruh
komunikasi
interpersona
l orang tua
dan anak
Seberapa besar
pengaruh komunikasi
interpersonal orang tua
dan anak dimensi
openness dan
Teori
yang
digunaka
n adalah
teori
Metode
kuantitatif
dengan
menggunakan
analisis regresi
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap
komunikasi interpersonal
terhadap
motivasi
belajar
siswa SMP
Full Day
School di
Surabaya
supportiveness terhadap
motivasi belajar siswa
SMP Full Day School
di Surabaya
komunik
asi
interpers
onal dan
motivasi
linier berganda antara orang tua dengan
anak dimensi Openness
berpengaruh terhadap
motivasi belajar siswa
Full Day School di
Surabaya dengan
kebenaran yang
diperoleh sebesar 0,036
dan lebih kecil dari 0,05
dan dimensi
supportiveness dengan
hasil sebesar 0,032 dan
lebih kecil dari 0,05.
4
.
Herdian
syah
Pratam
a
(2011)
Pola
hubungan
komunikasi
interpersona
l antara
orangtua
dengan
anak
terhadap
motivasi
berprestasi
anak (studi
pada SDN
01 Pagi
Cipulir
Kebayoran
Lama
Jakarta
Apakah ada hubungan
antara komunikasi
interpersonal antara
orang tua dengan anak
terhadap peningkatan
motivasi berprestasi
SDN 01 Pagi Cipulir
Kebayoran Lama
Jakarta).
Teori
yang
digunaka
n adalah
komunik
asi,
komunik
asi
interpers
onal, dan
motivasi.
Penelitian ini
menggunakan
metode
kuantitatif -
deskripsi
korelasional
Hasil penelitian ini
adalah terdapat hubungan
yang signifikan antara
komunikasi interpersonal
orang tua dengan anak
terhadap motivasi
berprestasi anak sebesar
0,347 dengan nilai
signifikansi 0,0025 ( P<
0,005)
5 Maria Pengaruh Seberapa kuat pengaruh Penelitia Penelitian ini Hasil penelitian yang
. Anjas
Ayunin
gtyas
(2014)
komunikasi
interpersona
l antara
guru dengan
murid
terhadap
motivasi
belajar
murid
(Survei
terhadap
SMA Pahoa
Gading
Serpong
kelas XI
Tahun
Ajaran
2014/2015)
komunikasi
interpersonal guru
dengan murid terhadap
motivasi belajar murid
SMA Pahoa Gading
Serpong kelas XI tahun
ajaran 2014/2015
n ini
menggun
akan
teori
komunik
asi
interpers
onal,
teori
motivasi,
dan teori
self
disclosur
e
menggunakan
metode
kuantitatif-
eksplanatif
diperoleh adalah terdapat
pengaruh antara
komunikasi guru dengan
murid sebesar 25,2%
terhadap peningkatan
motivasi belajar murid
SMA Pahoa Gading
Serpong Kelas XI Tahun
Ajaran 2014/2015,
sedangkan sisanya 74,8%
ditentukan oleh faktor
lain.
2.2 Teori dan Konsep
2.2.1 Komunikasi Internasional
2.2.1.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi interpersonal dapat juga dikatakan sebagai komunikasi antar
pribadi, komunikasi ini mendukung seseorang dalam memiliki sebuah hubungan
yang khusus dengan orang lain, seperti hubungan dengan keluarga, pacar, sahabat,
dsb.
Menurut Mulyana (2002:73), komunikasi interpersonal adalah komunikasi
antara dua orang atau lebih secara tatap muka yang akan memungkinkan reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non-verbal.
Sedangkan Effendy menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi antara dua orang, dimana akan terjadi kontak langsung
berupa percakapan yang memiliki medium, bisa melalui tatap muka maupun
perantara seperti telepon. Komunikasi ini bersifat dua arah dan menimbulkan
adanya timbal balik. Selain itu, Effendy juga mengatakan bahwa komunikasi
interpersonal ini merupakan komunikasi yang efektif untuk mengubah perilaku
orang lain jika komunikan memaknai hal yang sama dengan komunikator.
2.2.1.2 EFEKTIFITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Keefektifan dalam komunikasi interpersonal dapat ditentukan dengan
bagaimana komunikator menyampaikan pesan dengan komunikan, apakah
komunikator mampu untuk membuat komunikan memaknai informasi yang sama
dengan komunikator. Untuk membuat komunikasi interpersonal ini menjadi
efektif, komunikator dapat berlatih terlebih dahulu untuk memodifikasikan dirinya
atau mengungkapkan hal-hal yang diinginkan sehingga komunikator dan
komunikan dapat memiliki makna yang sama.
Menurut Joseph A.Devito, efektifitas komunikasi interpersonal dimulai
dengan lima kualitas umum, yaitu:
1. Keterbukaan (Openness)
Sikap terbuka ini mengacu kepada tiga aspek dalam komunikasi
interpersonal yaitu:
a. Komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikan.
Adanya kesdediaan untuk membuka diri dan memberikan informasi
tentang diri sendiri yang dianggap memang patut untuk diungkapkan.
b. Komunikator juga diminta memiliki reaksi yang jujur, kritis, dan cepat
tanggap sehingga komunikasi yang dilakukan tidak menjemukan.
c. Komunikator harus memiliki sikap tanggung jawab terhadap perasaan dan
pikiran yang telah dikatakan.
2. Empati (Empathy)
Sikap empati merupakan sikap dimana seseorang dapat merasakan
bagaimana posisi menjadi orang lain. Orang yang memiliki sikap empati dapat
memahami motivasi atau pengalaman orang lain. Sikap ini akan mendorong
keefektifan komunikasi interpersonal karena jika komunikator dapat memahami
apa yang dirasakan oleh komunikan dan sebaliknya maka hubungan antara
keduanya akan semakin erat dan bermakna.
3. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah dimana terdapatnya sikap
saling mendukung didalamnya. Sikap mendukung ini dapat diperlihatkan dengan
bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategis, dan provisional
bukan sangat yakin. Sikap mendukung dapat membantu komunikasi interpersonal
berjalan dengan lancar. Dengan memberikan dukungan secara fisik dan
emosional,dari sikap maupun cara menyampaikan pendapat serta keinginan untuk
mengubah sikap apabila keadaan mewajibkannya.
4. Sikap Positif (Positiveness)
Dalam mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
ini dibutuhkan paling sedikit dua cara, yaitu:
a. Bersikap positif, komunikasi interpersonal dapat berjalan dengan efektif
jika di dalamnya terdapat komunikator yang memiliki sikap positif
terhadap diri sendiri.
b. Perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting
untuk interaksi yang efektif.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi dapat dikatakan banyak sekali terjadi tidak
kesetaraan. Akan ada yang lebih pintar, lebih cantik atau tampan, lebih menarik,
atau lebih atletis, dsb. Komunikasi interpersonal akan menjadi efektif jika
situasinya terdapat kesetaraan, yang berarti kedua belah pihak harus sama-sama
memiliki pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak tersebut
memiliki nilai/berharga.
2.2.1.3 TUJUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Menurut Muhammad, mengatakan bahwa tujuan komunikasi interpersonal
dipaparkan menjadi enam tujuan, yaitu:
1. Menemukan Diri Sendiri
Salah satu tujuan dalam melakukan komunikasi interpersonal adalah
menemukan diri sendiri karena jika seseorang melakukan komunikasi
interpersonal maka secara tidak langsung ia akan mengenali dirinya sendiri
dan orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan seseorang memiliki
kesempatan untuk mengungkapkan apa yang ia suka atau mengungkapkan
tentang kepribadiannya.
2. Menemukan Dunia Luar
Dengan berkomunikasi interpersonal, seseorang dapat lebih memahami
tentang dunia luar, tentang dirinya, dan orang lain. Banyaknya informasi
dari dunia luar seperti dari media massa, pada akhirnya akan didiskusikan
dan dipelajari dalam komunikasi interpersonal.
3. Membentuk dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti
Dalam melakukan komunikasi interpersonal, seseorang akan mampu
membentuk dan menjaga suatu hubungan yang khusus karena di dalam
komunikasi interpersonal terdapat pengungkapan diri yang akan membuat
sebuah hubungan lebih terbuka dan efektif.
4. Berubah Sikap dan Tingkah Laku
Dengan melakukan komunikasi interpersonal, seseorang mampu
mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain sesuai dengan yang
diinginkan. Adanya kesamaan dalam memaknai akan membuat
komunikasi interpersonal menjadi efektif.
5. Untuk Bermain dan Kesenangan
Bermain mencakup semua aktifitas yang berhubungan dengan kesenangan,
dan dalam komunikasi interpersonal bertujuan untuk menciptakan
kesenangan tersebut dengan berbagi cerita atau bermain bersama-sama.
6. Untuk Membantu
Komunikasi interpersonal dapat digunakan dalam membantu interaksi
interpersonal sehari-hari, contoh seseorang dapat menyelamatkan
temannya yang sedang patah hati, dsb. ( Muhammad, 2004 :165-168 )
2.2.2 MOTIVASI
2.2.2.1 PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya dorongan atau
dayak penggerak. Motivasi diartikan sebagai salah satu penggerak dari dalam diri
seseorang baik secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu. Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan
seseorang ke tujuan tertentu. Motivasi menjadi dorongan bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi adalah seseorang yang
telah mempunyai kekuatan dalam mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan.
2.2.2.3 Fungsi Motivasi
Motivasi berfungsi sebagai penggerak seseorang dalam menimbulkan
keinginan serta kemauan daam mencapai tujuannya. Bagi orang tua, tujuan dari
motivasi adalah dapat menggerakan atau memacu anak agar timbul keinginan dan
kemauan untuk meningkatkan prestasi belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan
sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua. Suatu tindakan motivasi dapat
berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh pihak yang diberi motivasi (anak)
sesuai dengan kebutuhan orang yang di motivasi, misalnya seorang anak di puji
oleh orang tua dikarenakan mendapat nilai bagus dalam mengerjakan ujian
sekolah.
Menurut Sadirman, motivasi memiliki empat fungsi. yaitu:
1. Mendorong timbulnya suatu perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul
perbuatan, misalnya: motivasi untuk membanggakan orang tuanya
membuat anak termotivasi untuk mendapatkan prestasi.
2. Motivasi sebagai pengarah, artinya motivasi mengarahkan perbuatan
kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. Misalnya dengan keinginan
untuk mendapatkan prestasi tinggi, maka ia harus belajar dengan giat.
3. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
4. Pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang dapat berusaha
melakukan sesuatu dikarenakan adanya motivasi. Besar kecilnya motivasi
belajar anak menentukan cepat lambatnya anak menuju prestasi yang
diinginkan sesuai dengan motivasi awal. Apabila anak memiliki motivasi
dan belajar dengan tekun, maka anak tersebut akan memiliki prestasi yang
baik.
2.2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.
1. Faktor motivasi intrinsik merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar yang berasal dari diri siswa itu sendiri, mencakup:
1. Minat
Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dalam aspek ini
adalah minat belajar. Minat belajar yang tinggi akan memudahkan anak
untuk belajar lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi sebagai daya
penggerak awal yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan
tertentu. Minat erat kaitannya dengan kepentingan. Suatu hal yang
dianggap penting atau menarik akan memunculkan minat yang tinggi.
2. Cita-cita
Timbulnya cita-cita mempengaruhi minat seseorang dalam kajian yang
lebih spesifik. Dalam aspek ini, apabila seseorang memiliki kemauan yang
besar dan didukung oleh cita-cita yang sesuai maka akan muncul semangat
dan dorongan yang besar untuk meraih apa yang diinginkannya. Misalnya
anak ingin menjadi seorang musisi, oleh karena itu minat belajar musik
akan lebih besar daripada minat belajar lainnya.
3. Kondisi Siswa
Motivasi belajar adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa untuk
menyediakan segala kondisi-kondisi untuk belajar sehingga ia memiliki
keinginan untuk belajar. Kondisi fisik dan pikiran yang sehat akan
menumbuhkan motivasi belajar seorang siswa, begitu juga sebaliknya.
2. Faktor Ekstrinsik merupakan faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar dari luar individu, atau ekstrinsik, yaitu:
1. Kecemasan terhadap hukuman
Motivasi ini muncul apabila anak takut terhadap hukuman yang
menyertai pembelajaran Hukuman yang diberikan orang tua apabila
anak tidak dapat mencapai prestasi seperti yang dikehendaki mereka.
Hal tersebut akan mendorong munculnya minat belajar anak agar hal
tersebut tidak terulang kembali.
2. Penghargaan dan Pujian
Hal ini berbanding terbalik dengan faktor kecemasan terhadap hukuman.
Minat belajar akan muncul apabila anak mendapat pujian dan penghargaan
yang diberikan oleh orang tua. Penghargaan dan pujian menjadi pemicu
untuk menanamkan motivasi bagi anak agar hal tersebut dapat terulang
dan terjadi lagi.
Penghargaan dan pujian dapat menimbulkan beberapa efek, yaitu:
Penghargaan dan pujian dapat menimbulkan proses belajar,
penghargaan dan pujian secara spesifik dapat mengalihkan dan
mengganggu proses belajar.
Penghargaan dan pujian memiliki efek negatif terhadap
keinginan individu untuk mencoba tugas yang menantang.
Penghargaan dan pujian dapat mempertahankan perilaku
tertentu hanya dalam waktu jangka pendek.
3. Peran orang tua
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah
lingkungan keluarga. Hal tersebut disebabkan karena adanya kesempatan
dan waktu bagi anak untuk bertemu dan berinteraksi dengan keluarga.
Namun, saat ini banyak orang tua yang sepenuhnya menyerahkan
pendidikan anak-anaknya kepada lembaga pendidikan formal, yaitu
sekolah. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat mempengaruhi
motivasi belajar anak.
2.2.3 Family Communication Pattern Theory
2.2.3.1 Asumsi Teori Pola Komunikasi Keluarga
Terdapat dua asumsi dasar dalam teori ini, yang pertama bahwa fungsi
dasar dari family communication yaitu menciptakan realitas sosial, asumsi yang ke
dua menekankan bahwa realitas bersama tercipta melalui dua perilaku komunikasi
yaitu conversation orientation dan conformity orientation (Littlejohn dan Foss
2009:384). Conversation orientation mengacu pada proses komunikasi yang
terjadi antara orang tua dan anak dengan tujuan menemukan kembali makna
melalui simbol atau objek dari lingkungan sekitar. Conformity orientation dapat
ditandai dengan terbatasnya komunikasi antara orang tua dengan anak, dimana
orang tua yang berperan mendefinisikan realitas sosial bagi keluarga. Orang tua
lebih menekankan pola asuh otoriter dan memberikan perhatian yang lebih sedikit
terhadap pikiran dan perasaan anak-anak.
2.2.3.2 Orientasi Pola Komunikasi Keluarga
Berdasarkan Family Communication Pattern Theory (FCPT) yang
dikembangkan oleh McLeod dan Chaffee (1972) Fitzpatrick dan Ritchie (1994),
terdapat dua pola komunikasi, yaitu conversation orientation dan conformity
orientation. (Koerner dan Fitzpatrick, 2002:20).
a. Conversation orientation
Merupakan pola dimana anggota keluarga dapat terlibat dalam interaksi
atau topik pembicaraan yang luas. Dalam dimensi ini, anggota keluarga
bebas dan terbuka untuk saling berinteraksi tanpa adanya batasan waktu
atau topik yang dibicarakan. Mereka saling berbagi tentang pendapat, ide,
pengalaman, perasaan satu sama lain. Segala keputusan merupakan
keputusan bersama, bukan hasil dominasi satu pihak saja.
b. Conformity orientation
Pada pola ini, pendapat, sikap, dan keyakinan bersifat sama.
Keluargadengan pola ini fokus pada keharmonisan, minimnya konflik,
serta saling ketergantungan antara anggota keluarga. Komunikasi ini
menggambarkan kebutuhan kepada orang tua, biasanya anak mengikuti
apa yang diyakini oleh orang tua mereka. Anak umumnya menjadi
tergantung pada apa yang dilakukan oleh orang tua mereka (Koerner dan
Fitzpatrick, 2001:21). Pola komunikasi ini banyak dipegang oleh keluarga
tradisional, yakni keluarga yang memegang hierarki, nila-nilai adat
(Lestari, 2012:53-54).
2.2.3.3 Tipe Keluarga
Berdasarkan dua orientasi yang ada, terdapat empat tipe keluarga yang
telah dikelompokkan, yaitu:
1. Consensual
Tipe jika keluarga tersebut tinggi di conversation dan conformity
orientation. Komunikasi yang terjadi pada tipe ini bersifat terbuka
dalam eksplorasi ide, perasaan, dan pengalaman setiap anggota
keluarga tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga. Dalam nilai
masyarakat Indonesia, dikenal dengan musyawarah mufakat (Anna,
2012).
2. Pluralistic
Tipe jika keluarga tersebut tinggi di conversation tetapi rendah di
conformity. Dalam tipe ini, komunikasi keluarga masih bersifat terbuka
dalam membahas ide-ide, menghormati anggota lain, dan saling
mendukung. Fokus komunikasi keluarga ini adalah pendapat yang
mandiri dan kemampuan komunikasi anak.
3. Protective
Tipe jika keluarga tersebut rendah di conversation tetapi tinggi di
conformity. Pada tipe ini keluarga memegang teguh kepatuhan dan
nilai-nilai keluarga, keyakinan terhadap kebebasan perubahan ide dan
perkembangan kemampuan komunikasi sedikit diterapkan. Anak-anak
memiliki pendapat tetapi mudah dibujuk karena tidak belajar membela
dan mempertahankan pendapat sendiri. Akhirnya, anak-anak patuh
terhadap apa kata orang tua mereka.
4. Laissez-faire
Tipe ini jika keluarga tersebut rendah di conversation dan conformity.
Anak tidak diarahkan untuk mandiri dan terbuka dalam menyampaikan
ide, bahkan cenderung tidak membina keharmonisan hubungan dalam
bentuk interaksi dengan orang tua (Anna, 2012). Anggota keluarga
pada tipe ini jarang melibatkan diri dalam percakapan atau diskusi
keluarga.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang belum sempurna, sehingga perlu
disempurnakan dengan pembuktian yang dilakukan dengan menguji hipotesis
melalui data di lapangan. Melalui hipotesis, penelitian menjadi lebih jelas arahnya
dan membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik
sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data (Bungin, 2005:75).
Tiga jenis hipotesis yang mudah dipahami dan digunakan dalam berbagai
jenis penelitian, yaitu Hipotesis Nol (Ho),Hipotesis Alternatif (Ha), dan Hipotesis
Kerja (Hk). Hipotesis Nol (Ho) memiliki statement yang menyatakan tidak ada
hubungan antara variable X dan variable Y yang diteliti atau variable independen
(X) tidak mempengaruhi variable dependen (Y). Sedangkan, hipotesis alternatif
(Ha) lawan dari (Ho), di mana hipotesis ini menyatakan ada hubungan, yang
artinya signifikansi hubungan antara variable independen (X) dan variable
dependen (Y) (Bungin, 2005: 79-80).
Hipotesis teoritis dalam penelitian ini adalah:
(Ho) : Tidak ada pengaruh komunikasi interpersonal antara orang tua dengan anak
terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Dasardi SD Pahoa Gading Serpong.
(Ha): Ada pengaruh komunikasi interpersonal antara orang tua dengan anak
terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Dasar SD Pahoa Gading Serpong.
2.4 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini diawali dengan ketertarikan peneliti untuk meneliti pengaruh
komunikasi interpersonal antara orangtua dengan anak terhadap motivasi belajar
siswa Sekolah Dasar.Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dan teori digunakan peneliti untuk menemukan masalah penelitian,
menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, metodologi, dan analisis data.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif .
Pendekatan kuantitatif merupakan riset yang menjelaskan suatu masalah yang
hasilnya dapat digeneralisasikan. Penelitian ini sistematis terhadap bagian-bagian
fenomena, dan hubungannya, serta berbasis pada angka. Dalam penelitian ini,
peneliti harus bersifat objektif, peneliti tidak diperbolehkan untuk
mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang bersifat subjektif (Kriyantono,
2009:56) Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur pengaruh komunikasi
interpersonal antara orang tua dengan anak terhadap motivasi belajar anak, dengan
membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, oleh karena itu
penelitian ini bersifat eksplanatif. Penelitian Eksplanatif adalah penelitian yang
mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep yang akan diteliti. Peneliti
membutuhkan definisi konsep, kerangka konseptual, dan kerangka teori. Selain
itu penulis akan melakukan kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal
(hipotesis) antara variable satu dengan variable lainnya. (Kriyantono, 2009:68)
3.2 Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara pandang seorang ilmuwan tentang sisi strategis
yang paling menentukan nilai sebuah disiplin ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma digunakan untuk menemukan masalah penelitian, hipotesis, konsep-
konsep, metodologi, dan menemukan alat-alat untuk menganalisis data (Bungin,
2005:25) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivisme.
Paradigma positivisme yaitu semua objek penelitian harus dapat direduksi
menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fenomena yang
ada, bebas nilai, dan sangat menentang sikap subjektif (Bungin, 2005:32).
Pandangan positivism mengklaim bahwa ilmu adalah ilmu pengetahuan yang
nyata dan positivistik, sehingga ilmu yang tidak positivistik bukan termasuk ilmu
(sains) (Bungin,2005:32).
3.3 Metode Penelitian
Metode pengumpulan data merupakan hal yang penting bagi sebuah
penelitian, karena metode merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitiannya. Pengumpulan data
dalam penelitian bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan,
kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya. Oleh karena itu metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan
penyebaran kuesioner.
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada responden untuk
diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Survei merupakan metode
pengumpulan data yang efisien jika peneliti mengetahui dengan pasti variabel
yang akan diukur dan mengetahui apa yang bisa diharapkan dari responden
(Widoyoko,2012:33).
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah merupakan keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2002:
108). Menurut Nawawi (2006: 4) populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri
dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-
peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Selain itu populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 117). Populasi dirumuskan sebagai
semua anggota sekelompok orang kejadian atau obyek yang telah dirumuskan
secara jelas, atau kelompok lebih besar yang menjadi sasaran generalisasi
(Furchan, 2011: 193).
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua siswa Sekolah Dasar Pahoa,
Gading Serpong kelas 1 SD, yang berjumlah 200 respondens.
3.4.2 Sampel
Sugiyono (2008;118) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut
Kriyantono (2009: 151) sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau
fenomena yang akan diamati.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan probability sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi
setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2007:
120) dan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling.
Simple random sampling merupakan teknik yang paling sederhana, di
mana pengambilan anggota sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi. Teknik ini disebut juga acak, tidak pandang
bulu,objektif, seluruh elemen populasi memiliki kesempatan untuk menjadi
sampel penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua siswa Sekolah Dasar (SD)
Pahoa, Tangerang Selatan kelas 1 SD sebanyak 50 respondens. Penelitian ini
menggunakan rumus perhitungan Slovin karena ukuran sampel dari populasi yang
sudah diketahui jumlahnya (Kriyantoro, 2009:162)
3.5 Operasionalisasi Variabel
Terdapat dua variabel yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu
Komunikasi Interpersonal dan Motivasi Belajar. Variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di
tarik kkesimpulannya (Sugiyono, 2010: 38). Menurut Sudjarwo dan Basrowi
(2009: 169) variabel adalah konsep yang dapat diukur dan mempunyai variasi
nilai.
a. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal merupakan variabel pertama dan
merupakan variabel X. Menurut Mulyana (2002:73), komunikasi
interpersonal adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap
muka yang akan memungkinkan reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal maupun non-verbal. Komunikasi interpersonal dapat diukur
dengan indikator sebagai berikut:
1. Keterbukaan (Openness)
Sikap terbuka, kesediaan membuka diri antara satu sama lain.
2. Empati (Empathy)
Sikap empati merupakan sikap dimana seseorang dapat
merasakan bagaimana posisi menjadi orang lain, memahami
motivasi atau pengalaman orang lain.
3. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Sikap saling mendukung antara satu orang dengan yang
lainnya.
4. Sikap Positif (Positiveness)
Sikap positive terhadap diri sendiri dan juga memiliki perasaan
positive dalam segala situasi komunikasi.
5. Kesetaraan (Equality)
Terdapat kesetaraan di segala situasi, dalam artian kedua belah
pihak harus sama-sama memiliki pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua belah pihak tersebut memiliki nilai/berharga.
b. Motivasi Belajar
Terdapat 2 faktor yang memengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu:
1. Faktor Motivasi Intrinsik
a. Minat
Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dalam
aspek ini adalah minat belajar. Minat belajar yang tinggi akan
memudahkan anak untuk belajar lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi
sebagai daya penggerak awal untuk melakukan sesuatu hal dengan
spesifik. Minat erat kaitannya dengan kepentingan. Suatu hal yang
dianggap penting atau menarik akan memunculkan minat yang tinggi.
b. Cita-cita
Timbulnya cita-cita memengaruhi minat seseorang. Dalam aspek
ini, cita-cita anak berpengaruh besar terhadap minat belajar. Misalnya anak
ingin menjadi seorang musisi, oleh karena itu minat belajar musik akan
lebih besar daripada minat belajar lainnya.
2. Faktor Motivasi Ekstrinsik
a. Kecemasan terhadap hukuman
Motivasi belajar dapat muncul apabila anak takut terhadap
konsekuensi yang muncul apabila hal kebalikannya terjadi. Konsep
motivasi ini muncul apabila anak takut terhadap ancaman orang tua
ketika anak tidak dapat mencapai prestasi seperti yang dikehendaki
orang tua. Minat belajar akan muncul agar hal tersebut tidak terulang
kembali.
b. Penghargaan dan Pujian
Hal ini berbanding terbalik dengan faktor kecemasan terhadap
hukuman. Minat belajar akan muncul apabila anak mendapat pujian dan
penghargaan yang diberikan oleh orang tua. Pujian dan Penghargaan
menjadi pemicu untuk menanamkan motivasi bagi anak agar hal tersebut
dapat terulang dan terjadi lagi.
c. Peran orang tua
Keberhasilan belajar seorang siswa dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga karena anak memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk
berinteraksi dengan keluarga. Di zaman modernisasi, mayoritas orang tua
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada lembaga formal
(sekolah). Padahal seharusnya orang tua memberikan perhatian dan
semangat belajar yang lebih sehingga dapat mendorong motivasi belajar
anak.
d. Peran pengajar
Peran pengajar mempengaruhi motivasi dalam diri peserta didiknya
agar semakin aktif dalam belajar. Kreatifitas dan aktivitas pengajar harus
mampu menginspirasi para siswa agar lebih terpacu motivasinya untuk
belajar, berkarya, dan berkreasi.
e. Kondisi lingkungan
Lingkungan yang sehat akan mempengaruhi motivasi belajar
siswa. Lingkungan yang aman dan nyaman dapat mendorong munculnya
motivasi untuk belajar, sebaliknya apabila lingkungan yang kurang
menyenangkan seperti keributan, kekacauan, akan mengurangi keinginan
untuk belajar.
Tabel Operasionalisasi Konsep
No Variabel (X) Dimensi Indikator
Komunikasi
Interpersonal
antara Orang tua
Keterbukaan Kesediaan untuk membuka diri dengan
anak tentang belajar.
Memberi dan menerima pendapat
tentang belajar.
Empati Memahami apa yang dirasakan anak
dalam belajar.
1 dan Anak Memahami tingkah laku anak dalam
belajar.
Mengetahui dan memahami apa yang
diinginkan oleh anak dalam belajar.
Sikap
Mendukung
Memberikan dukungan secara material
kepada anak dalam belajar.
Memberikan dukungan secara
emosional kepada anak dalam belajar.
Sikap Positif Mendukung anak ketika mengalami
kegagalan dalam belajar.
Memberikan teladan kepada anak dalam
belajar.
Kesetaraan Menghargai pendapat anak dalam
belajar.
Variabel (Y)
2 Motivasi Belajar
Motivasi
Intrinsik
Memiliki minat yang tinggi untuk
belajar.
Keinginan untuk mencapai motivasi
belajar yang tinggi.
Motivasi
Ekstrinsik
Adanya hukuman untuk meningkatkan
motivasi belajar.
Adanya ancaman untuk memotivasi
belajar anak.
Pemberian penghargaan kepada anak
dalam belajar.
Pemberian pujian kepada anak dalam
belajar.
Orang tua memberikan perhatian
kepada anak dalam belajar.
Orang tua memberikan bimbingan
kepada anak dalam belajar.
Orang tua memperhatikan kesulitan
yang dialami anak.
Lingkungan sekitar mempengaruhi
belajar anak.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Kuesioner atau angket merupakan daftar pertanyaan tentang topik tertentu
yang diberikan kepada subjek, baik secara individu maupun kelompok untuk
memperoleh suatu informasi.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang
bersifat tertutup, peneliti sudah menyediakan jawabannya sehingga responden
tinggal memilih jawaban yang diinginkan. Peneliti menggunakan skala Likert 5
pada setiap jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner tersebut.
Skala Likert
Penilaian Bobot (+) Bobot (-)
Sangat Setuju 5 5
Setuju 4 4
Ragu-Ragu 3 3
Tidak Setuju 2 2
Sangat Tidak Setuju 1 1
Sumber: Sugiyono, 2004
3.6.1 Data Primer
Sesuai dengan namanya primer yang berarti utama/pertama, maka data
primer merupakan data yang utama yang diambil dari responden. Dalam
penelitian, cara pengambilan data primer ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kuisioner atau dapat dikatakan menyerbarkan sebuah daftar
pertanyaan yang terstruktur yang diberikan kepada responden. Metode
pengumpulan data primer secara aktif beberapa di antaranya meliputi pemberian
kuisioner secara langsung dengan responden (Sarwono, 2006:10). Dengan melihat
fakta yang ada bahwa saat ini siswa SD sudah mampu berpikir dan merespons
cukup cepat keadaan sekelilingnya yang terjadi maka peneliti yakin teknik
pengumpulan data berupa kuisioner ini mampu diterapkan dengan baik dalam
penelitian in.
3.6.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data kedua atau dapat disebut sebagai data
tambahan untuk mendukung data pertama. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam data sekunder ini bisa melalui mengumpulkan data-data
pendukung (referensi buku, kepustakaan) yang terkait dengan penelitian ini.
Peneliti juga menggunakan sumber dari artikel-artikel resmi pada internet sebagai
data pendukung dalam penelitian ini.
3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.6.3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian hubungan antara orang tua dengan anak dilaksanakan di Sekolah Dasar
(SD) Pahoa, Tangerang Selatan kelas 1 SD. Penentuan lokasi ini diharapkan
memberi kemudahan khususnya menyangkut penelitian lingkungan yang
berhubungan dengan murid kelas 1 SD dan orang tua murid.
3.6.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2015, pukul 11.00, di
mana anak SD Pahoa berpulang sekolah dan orang tua menjemput anak.
3.7 Teknik Pengukuran Data
Hasil data yang telah ada, melalui penyebaran kuesioner, akan diolah
menggunakan sebuah software yang umumnya digunakan sebagai teknik
pengolahan data pada penelitian kuantitatif, yaitu Statistical Program for Social
Science (SPSS). Penulis akan menggunakan SPSS 20.0 for windows.
3.7.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk dapat mengetahui
tingkat kevalidan dari teknik pengumpulan data yang digunakan (kuesioner).
Menurut Arikunto (2003: 160), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahan suatu instrument. Suatu instrument yang
dianggap valid atau sah maka dikatakan memiliki validitas yang tinggi, sedangkan
instrument yang kurang valid dianggap memiliki validitas rendah. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas konstruk dan validitas isi.
3.7.1.1 Validitas Konstruk
Validitas konstruk ini merupakan konstruksi atau bagian dari konsep
bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya atau singkatnya validitas
konstruk merupakan kerangka dari sebuah konsep yang akan diukur.
Komunikasi Interpersonal :
1. Definisi Komunikasi Interpersonal
2. Pengaruh komunikasi interpersonal.
3. Keefektifan komunikasi interpersonal.
4. Tujuan komunikasi interpersonal.
si
Internal : rajin belajar, mengikuti les,
komunikasi dengan orang tua.
Motivasi Belajar Mahasiswa :
Eksternal : lingkungan sekolah,
pergaulan,
3.7.1.2. Uji Validitas Isi
Validitas isi merupakan representasi dan relevansi dari sekumpulan item
yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep. Validitas ini mengacu kepada
ketepatan pengukuran yang didasarkan pada isi (content) instrument untuk
memastikan bahwa skala yang digunakan sudah memenuhi ketepatan atau
kesesuaian item. Singkatnya, validitas isi merupakan fungsi seberapa baik dimensi
dan elemen sebuah konsep yang telah digambarkan (Sekaran, 2006:43). Validitas
isi dilakukan untuk dapat memastikan apakah isi kuisioner sesuai dan relevan
dengan tujuan meneliti. Perkiraan validitas isi dari tes diperoleh dengan
menyeluruh dan sistematis dalam memeriksa item tes untuk menentukan sejauh
mana mereka mencerminkan dan tidak mencerminkan domain konten. (Kowsalya,
Venkat Lakshmi, dan Suresh, 2012:701)
3.7.2. Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur dapat dikatakan reliable jika alat itu dapat menunjukkan
hasil yang sama ketika mengukur gejala pada waktu yang berlainan. Uji
reliabilitas dapat dilakukan dengan cara tes ulang, yaitu dengan menggunakan
instrument penelitian terhadap subjek yang sama, namun pada waktu yang
berlainan. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memiliki fasilitas untuk
mengukur reliabilitas dengan uji statistic Croanbach’s Alpha, dengan ketentuan
bahwa setiap pertanyaan mempunya reliabilitas, jika :
1. Nilai Croanbach’s Alpha positif dan tidak negatif.
2. Nilai Croanbach’s Alpha hasil perhitungan sama atau lebih besar dari 0,8.
Tabel Pengukuran Tingkat Reliabilitas
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00-0,20 Kurang Reliabel
0,21-0,40 Agak Reliabel
0,41-0,60 Cukup Reliabel
Pertanyaan Kuesioner