SMAN 12 BANDUNG
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Nama : Fikri Fauzian
Kelas : X MIA 2
DASAR HUKUM HAK ASASI MANUSIA
DASAR HUKUM HAM1. Instrumen HAM di Indonesia
a. Pembukaan dan batang tubuh UUD 19451) Pembukaan UUD 1945
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a) Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian
abadi dan keadilan sosial……”
2) Batang Tubuh UUD 1945
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34
dapat dikelompokkan menjadi :
a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum dalam Bab X
A Pasal 28 A sampai dengan 28 J, sebagaimana tercantum berikut ini :
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya. **)
Pasal 28 B
2
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.**)
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28 C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **)
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**)
Pasal 28 D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja “)
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28 E
1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran. memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggakannya, serta berhak kembali.**)
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.**)
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
3
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.**)
Pasal 28 G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan untuk berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi. **)
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang
rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara politik
dari negara lain. **)
Pasal 28 H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapalkan lingkungan hid up yang baik dan sehal serfa berhak memperoleh
pefayanan kesehatan **)
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.**)
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. **)
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.**)
Pasal 28 I
1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. **)
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
4
bersifat diskriminatif **)
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.**)
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.**)
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
Pasal 28 J
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.**)
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis. **)
b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak AsasiManusia
Instrumen ini ditetapkan pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan MPR
tersebut disebutkan antara lain :
1) Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.
2) Menugaskan kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi (mengesahkan)
berbagai instrumen hak asasi manusia internasional selama tidak bertentangan
dengan Pancasila dan DUD 1945
3) Membina kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara
untuk menghormati, menegakkan hak dan menyebarluaskan hak asasi manusia
melalui gerakan kemasyarakatan.
5
4) Melaksanakan penyuluhan, pengkajian, pemantauan dan penelitian serta
menyediakan media tentang hak asasi manusia yang ditetapkan dengan undang-
undang
5) Menyusun naskah hak asasi manusia dengan sistematis dengan susunan:
a. Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia dan,
b. Piagam hak asasi manusia
6) Isi beserta uraian naskah hak asasi manusia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari ketetapan ini.
7) Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu langgal 13
November 1998
c. Piagam hak asasi manusia di Indonesia dalam
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
1) Pembukaan
Bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan sebagai
pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan
kepada-Nya. Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta
kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan
kemanusiaan, serta menjaga keharmonisan dalam kehidupan.
Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh
siapapun. Selanjulnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang
timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
Bahwa didorong oleh jiwa dan semangat proklamasi kemerdekan Republik
Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan
kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal,
6
dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, telah mengeluarkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Right). Oleh
karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggungjawab
untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut.
Bahwa perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman
suatu bangsa terhadap citra, harkat dan martabat diri manusia itu sendiri.
Bangsa Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari
Tuhannya, sesama manusia dan lingkungannya.
Bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui dan menjamin
serta menghormati hak asasi manusia orang lain juga sebagai kewajiban. Oleh
karena itu, hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia terpadu dan melekat
pada diri manusia sebagai pnbadi, anggota keluarga, anggota masyarakat,
anggota suatu bangsa dan warga negara, serta anggota masyarakat bangsa-
bangsa.
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat
Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka bangsa Indonesia
menyatakan piagam hak asasi manusia.
2) Piagam Hak Asasi Manusia
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
7
bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia Undang-Undang ini disahkan
pada tanggal 23 September 1999.
Isi pokok HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11
bab dan penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)
8
2. Instrumen Hukum HAM Internasional
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi,
melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal
ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah
internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan
serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama …”
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-
instrumen hukum yang mengatur tentang HAM sebagai berikut:
a. Instrumen Hukum yang Mengikat
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan langkah besar yang
diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat
dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh
negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. DUHAM merupakan
kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber
utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang
terdapat dalam Piagam PBB, misalnya (yang terkait dengan penegakan hukum) Pasal 3,
5, 9, 10 dan 11. Pasal-pasal tersebut secara berturut-turut menetapkan hak untuk
hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri; pelarangan penyiksaan-perlakuan-
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia;
pelarangan penangkapan sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga tak
bersalah sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut. Secara
keseluruhan, DUHAM merupakan pedoman bagi penegak hukum dalam melakukan
pekerjaannya.
9
- Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant
on Civil and Political Rights)
Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional sejak Maret
1976. Konvenan ini mengatur mengenai:
- Hak hidup;
- Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi
atau direndahkan martabat;
- Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
- Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi
kewajiban kontraktual;
- Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan; dan
- Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan
hukum pidana.
Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Indonesia turut
mengaksesinya1[1] atau pengesahannya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005,
sehingga mengikat pemerintah beserta aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini diawasi
oleh Komite Hak Asasi Manusia.
- Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005
mengesahkannya. Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini
adalah2[2]:
- Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat.
1
2
10
- Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan
sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-
diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.
- Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu
yang saling terkait satu sama lain.
Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini dalam
pelaksanaannya juga diawasi oleh suatu Komite (Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya).
- Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime
of Genocide)
Kovensi ini mulai berlaku pada Januari 1951. Indonesia melalui UU No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM menetapkan genosida sebagai salah satu pelanggaran HAM
berat. Konvensi ini menetapkan Genosida sebagai kejahatan internasional dan
menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah dan menghapuskan
kejahatan genosida.
· Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,
Tidak Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia (Kovensi Menentang Penyiksaan)
mulai berlaku sejak Januari 1987. Indonesia mesahkan Konvensi ini melalui UU No. 5
tahun 1998. Kovensi ini mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam
Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk
mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum, atau langkah-langkah
efektif lainnya guna: 1) mencegah tindak penyiksaan, pengusiran, pengembalian
(refouler), atau pengekstradisian seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang
cukup kuat untuk menduga bahwa orang tersebut akan berada dalam keadaan bahaya
(karena menjadi sasaran penyiksaan), 2) menjamin agar setiap orang yang menyatakan
bahwa dirinya telah disiksa dalam suatu wilayah kewenangan hukum mempunyai hak
untuk mengadu, memastikan agar kasusnya diperiksa dengan segera oleh pihak-pihak
11
yang berwenang secara tidak memihak, 3) menjamin bahwa orang yang mengadu dan
saksi-saksinya dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat
dari pengaduan atau kesaksian yang mereka berikan, 4) menjamin korban memperoleh
ganti rugi serta (hak untuk mendapatkan) kompensasi yang adil dan layak. Konvensi ini
dalam pelaksanaannya diawasi oleh Komite Menentang Penyiksaan (CAT), yang
dibentuk berdasarkan aturan yang terdapat didalamnya.
- Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia melalui UU No.
29 tahun 1999. Terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, Konvensi ini juga menjamin hak
setiap orang untuk diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan ras, warna
kulit, asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini juga membentuk Komite Penghapusan
Diskriminasi Rasial, yang mengawasi pelaksanaannya.
- Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women)
Kovensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia melalui
UU No. 7 tahun 1984. Sejak pemberlakuannya, konvensi ini telah menjadi instrumen
internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi ini mensyaratkan agar negara
melakukan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda untuk menjalankan suatu
kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan serta memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan HAM dan kebebasan dasar
berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya,
Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW).
- Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
12
Konvensi Hak Anak mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh Indonesia
melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan
menjamin hak bagi setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul
kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain. Negara juga
harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan bahwa anak
dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status,
kegiatan, pendapat yang disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang
sah, atau anggota keluarganya. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC)
untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.
- Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of
Refugees)
Konvesi ini mulai berlaku sejak April 1954. Indonesia belum mesahkan Konvensi ini
walaupun menghadapi banyak masalah pengungsi. Pengungsi dibedakan dengan istilah
“internaly displaced person” atau pengungsi yang berpindah daerah dalam satu negara.
Pengungsi dalam konvensi ini didefinisikan sebagai mereka yang meninggalkan
negaranya karena takut disiksa atas alasan ras, agama, kebangsaan, opini politik atau
keanggotaan pada kelompok tertentu, tidak bisa atau tidak mau pulang karena
ketakutan. Kovensi Pengungsi menentukan empat prinsip HAM dalam menangani
pengungsi, yaitu: persamaan hak, tidak adanya pengasingan terhadap hak-hak mereka,
universalitas dari hak-hak mereka, serta hak untuk mencari dan mendapatkan suaka
dari penghukuman.
b. Instrumen Hukum yang Tidak Mengikat
- Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law
Enforcement Officials)
Majelis Umum PBB pada tahun 1979 mengeluarkan resolusi 34/169 tentang Pedoman
Pelaksanaan Bagi Penegak Hukum. Pedoman ini memberikan arahan bagi penegak
hukum dalam menjalankan tugasnya.
13
Terdapat delapan pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab penegak hukum
yaitu, perlindungan HAM, penggunaan kekerasan, penanganan terhadap informasi
rahasia, pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi dan merendahkan martabat manusia, perlindungan kesehatan tahanan,
pemberantasan korupsi, serta penghargaan terhadap hukum dan undang-undang.
- Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api
(Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials)
Prinsip-prinsip ini diadopsi oleh PBB pada tahun 1990, menekankan bahwa
penggunaan kekerasan dan senjata api hanya dapat dilakukan jika diperlukan serta
sesuai dengan tugas pokok maupun fungsi yang diatur oleh peraturan perundangan.
- Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All
Persons from Enforced Disappearance)
Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1992. Di dalamnya
terdapat 21 (dua puluh satu) pasal yang mengatur mengenai pencegahan tindakan
penahanan tanpa tujuan yang jelas atau sebagai tindakan kejahatan terhadap
kemanusiaan. Deklarasi ini mensyaratkan adanya langkah-langkah legislatif,
administrasi, hukum, maupun langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah dan
menghapuskan tindakan penghilangan paksa.
- Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on
the Elimination of Violence against Women)
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1967 telah mengadopsi Deklarasi mengenai
Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan
kewajiban wanita berdasarkan persamaan hak dengan pria, serta menyatakan agar
diambil langkah-langkah seperlunya untuk menjamin pelaksanaannya. Deklarasi ini
menjadi dasar dalam penyusunan rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
14
- Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights Defender)
Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1998. Deklarasi Pembela
HAM memberikan perlindungan bagi para pembela HAM dalam melakukan kegiatan
mereka. Deklarasi ini tidak membentuk hak-hak baru tetapi lebih pada memberikan
panduan bagi para pembela HAM terkait dengan pekerjaan mereka. Digarisbawahi
tugas-tugas negara dalam pemenuhan HAM, serta tanggung jawab yang harus dilakukan
oleh para pembela HAM, disamping juga menjelaskan hubungan antara HAM dan
hukum nasional suatu negara. Ditegaskan agar para pembela HAM melakukan
aktivitasnya dengan cara-cara damai.
- Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang
dan Sumir (Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal,
Arbitrary and Summary Executions )
Prinsip-prinsip tentang Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Hukuman Mati
yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang dan Sumir merupakan prinsip-prinsip yang
direkomendasikan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada bulan Mei 2003. Prinsip-
prinsip ini memberikan panduan bagi penegak hukum dalam mengadili para pelaku
tindak pidana. Prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya pengawasan (termasuk
kejelasan dalam rantai komando) terhadap lembaga-lembaga penegak hukum. Prinsip-
prinsip ini juga mejelaskan secara rinci mengenai jaminan terhadap pemenuhan hak
untuk hidup.
4. Pengawasan terhadap Pemenuhan HAM
Pengawasan HAM dibagi dua, yaitu pengawasan di tingkat nasional dan tingkat
internasional. Di tingkat nasional, pengawasan dilakukan antara lain oleh:
· Lembaga pemerintah termasuk Polisi;
· Komisi Nasional HAM, Komnas Perempuan dan Komnas Anak;
· Lembaga Swadaya Masyarakat;
· Pengadilan;
· Dewan Perwakilan Rakyat;
15
· Media Masa;
· Organisasi Profesi seperti IDI dan Peradi;
· Organisasi Keagamaan;
· Pusat Kajian di Universitas.
Adapun pengawasan di tingkat internasional atau PBB didasarkan pada perjanjian
internasional mengenai HAM:
Perjanjian Hak Asasi Manusia (Instrumen) Badan Pengawas
Pelaksanaan Perjanjian
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (International Covenant on
Economic, Social dan Cultural Rights)
Komite Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (Committee on
Economic Social and Cultural
Rights)
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights)
Komite Hak Asasi Manusia
(Human Rights Committee)
Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Bentuk Diskriminasi Ras
Komite Penghapusan
Diskriminasi Ras (Committee
on Elimination Racial
Discrimination)
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention
on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women)
Komite Penghapusan
Diskriminasi terhadap
Perempuan (Committee on
Eliminations Discrimination
Against Women)
Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan
atau Penghukuman Lain yang Kenjam, Tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia
(Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
Komite Menentang
Penyiksaan (Committee on
Against Torture)
16
Konvensi Hak Anak ( Convention on the Rights of
the Child)
Komite Hak Anak (Committee
on Rights of the Child)
Setiap perjanjian internasional HAM mempunyai sistem pengawasan yang
berbeda-beda. Walaupun sistem pengawasan dari setiap konvensi mengenai HAM
berbeda-beda tetapi satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Pengawasan ini
berfungsi untuk mengiventarisasi secara periodik dan sistematik terhadap kemajuan
yang telah dicapai oleh negara-negara terkait dengan pelaksanaan kewajiban yang
terdapat di dalam konvensi. Pengawasan ditujukan agar terjadi dialog antara komite
HAM terkait dengan negara-negara peserta yang bertujuan untuk membantu
transformasi konvensi HAM internasional kedalam perundang-undangan nasional serta
membantu pelaksanaan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara. Dialog ini
dilakukan secara terbuka antara Komite dan wakil dari negara.
17
3. Dasar Hukum HAM Perlindungan Anak
Anak sangat perlu dilindungi dari berbagai bentuk kejahatan yang dapat
mempengaruhi perkembangan fisik, mental, serta rohaninya. Oleh karena itu,
diperlukan adanya peraturan yang dapat melindungi anak dari berbagai bentuk
kejahatan.
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 ayat (2) bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada anak yang dalam
situasi darurat adalah perlindungan khusus sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai berikut:
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat,
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi , anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) anak korban penculikan, penjualan
dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental,anak yang
menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Perlindungan yang diberikan kepada anak terdapat pada Pasal 65
sebagai berikut :Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta
18
dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.
19