Transcript
  • ANALISIS IDENTIFIKASI DEGRADASI LINGKUNGAN

    Studi Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change)

    Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi

    Final Assignment Paper of Environmental Health and Degradation

    Graduate School of Environment Science

    Magister Program of Environmental Management

    Written by:

    SYAMPADZI NURROH NIM: 13/354980/PMU/7908

    Lecture:

    Dr. Slamet Suprayogi, M.S.

    GRADUATE OF SCHOOL

    GADJAH MADA UNIVERSITY

    Y O G Y A K A R T A

    2 0 1 4

  • 1 | P a g e

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 1

    DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... 2

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... 2

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 3

    1.2. Tujuan ............................................................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Siklus Hidrologi.................................................................................................. 6 2.2. Klasifikasi Penggunaan Lahan .......................................................................... 8 2.3. Dampak Landuse Change ............................................................................... 10 2.3.1. Catchment Area (daerah tangkapan air) ............................................... 10 2.3.2. Lahan Pertanian .................................................................................... 12 2.4. Laju Sedimentasi ............................................................................................. 15

    BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Profil Degradasi Lingkungan ........................................................................... 16

    3.1.1. Perubahan Keseimbangan Neraca Air (Water Balance) ....................... 16

    3.1.2. Peningkatan Laju Aliran Permukaan (Surface Runoff) .......................... 18

    3.1.3. Peningkatan Laju Sedimentasi .............................................................. 22

    3.2. Identifikasi Landuse Change ........................................................................... 24

    3.2. Analisis Degradasi Lingkungan ....................................................................... 26

    3.2. Analsisi Upaya Penanggulangan Degradasi Lingkungan ................................ 29

    BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 31

    4.2. Saran ............................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 32

  • 2 | P a g e

    DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Keseimbangan neraca air di dunia dan distribusi aliran permukaan ................... 7

    Tabel 2.2. Distribusi keseimbangan neraca air di dunia (44.800 km3) serta kemampuan (rechargeable) sumberdaya air dalam m3/kapita/tahun....................................... 7

    Tabel 2.3. Klasifikasi penggunaan lahan ............................................................................ 8

    Tabel 2.4. Klasifikasi penggunaan lahan RTRW Puncak Kabupaten Bogor ........................ 9

    Tabel 2.5. Simulasi kehilangan tanah (ultisol) dengan intensitas hujan 120 menit ............ 14

    Tabel 3.1. Neraca air di Sub-DAS Cimanuk Hulu .............................................................. 16

    Tabel 3.2. Penutupan lahan di Sub-Das Cimanuk Hulu ..................................................... 16

    Tabel 3.3. Neraca air di berbagai DAS hulu di pulau Jawa ................................................ 17

    Tabel 3.4. Penggunaan lahan tahun 2010 di Puncak, Kabupaten Bogor .......................... 17

    Tabel 3.5. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 Kabupaten Bogor, Puncak .................................................................................................. 19

    Tabel 3.6. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991 ..................... 20

    Tabel 3.7. Analisis dampak Landuse Change terhadap neraca air dan sedimentasi ..............

    Tabel 3.8. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991 ..................... 26

    Tabel 3.9. Analisis upaya penanggulangan degradasi lingkungan .................................... 29

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer. ................................ 4

    Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi. ........ 5

    Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi .................................................................................. 6

    Gambar 2.2. Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse) .............................................. 11

    Gambar 2.3. Klasifikasi Pola (pattern) aliran sungai di Ekosistem daerah aliran sungai ...... 12

    Gambar 2.4. Pengaruh soil cover dalam pertanian terhadap erosi tanah dan sedimentasi 14

    Gambar 2.5. Pengaruh residu cover terhadap laju infiltrasi ................................................ 16

    Gambar 2.6. Proses sedimentasi yang membawa material di badan sungai ..................... 17

    Gambar 3.1. Data analisis hidrograf proses direct runoff .........................................................

    Gambar 3.2. Konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju aliran permukaan ................................................................ 18

    Gambar 3.3. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu ............................ 19

    Gambar 3.4. Rekapitulasi distribusi sedimentasi pada jenis tutupan lahan ........................ 22

    Gambar 3.5. Ilustrasi proses perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun ............. 24

    Gambar 3.6. Rekapitulasi data perubahan penggunaan lahan .......................................... 25

    Gambar 3.7. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu ............................ 26

  • 3 | P a g e

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan

    sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan

    yang mencakup pada sistem ekologi dan ekosistem lokasi tersebut. Dalam

    pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat

    merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan

    dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup tertuang dalam Undang-

    Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan hidup. Dinamika dalam pengelolaan lingkungan

    mengalami perkembangan secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga UU

    Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan

    pembaharuan menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini diperlukan untuk

    lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak

    setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian

    dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Kepastian hukum menjadi

    portal dalam pengelolaan lingkungan untuk proses kegiatan pencegahan

    (preventif) dan sanksi administratif dalam pencemaran dan Perusakan lingkungan

    hidup (Hardjasoemantri 1999).

    Salah satu fenomena degradasi lingkungan hidup dari aktivitas manusia

    adalah perubahan penggunaan lahan yang telah ditetapkan suatu kawasan oleh

    pemerintah yang disebabkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perubahan

    penggunana lahan (Landuse Change) berdampak terhadap siklus hidrologi baik

    secara regional (mikro) maupun dalam skala nasional. Komponen hidrologi yang

    terdiri dari presipitasi, infiltrasi, perlokasi, surface flow, subsurface flow, dan

    storage water (cadangan airtanah). Komponen tersebut dapat direkapitulasi

    dengan estimasi pengukuran jumlah total air yang turun dalam suatu kawasan

    tertentu yang disebut dengan Water Balance.

  • 4 | P a g e

    Perubahan penggunaan lahan di daerah resapan air sangat berdampak

    terhadap Water Balance pada daerah tersebut. Daerah resapan air dibatasi oleh

    ekosistem aliran sungai, daerah tersebut berfungsi menangkap, menyimpan dan

    mengalirkan air melalui badan sungai menuju ke single outlet yaitu laut.

    Sehingga dengan menurunnya fungsi daerah resapan akibat dari landuse Change

    (kawasan hutan dikonversi menjadi pemukiman, pertanian, industri) menyebabkan

    pengaruh terhadap siklus hidrologi hal ini berkaitan dengan neraca air daerah

    tersebut, dengan menurunnya laju infiltrasi ke dalam tanah (kawasan hutan) maka

    akan meningkat surface flow (pemukiman, pertanian, industri) yang menyebabkan

    peningkatan laju aliran permukaan (runoff). Fenomena runoff menyebabkan aliran

    sungai meningkat berakibat terhadap daya tampung badan sungai tersebut, hal ini

    yang menyebabkan terjadinya fenomena banjir di daerah hilir. Berikut ini

    disajikan pada Gambar 1.1. mengenai aliran permukaan (runoff) akibat

    penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable

    layer.

    Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer (Sumber : Syampadzi 2014)

    Fenomena runoff menyebabkan peningkatan laju sedimentasi yang

    disebabkan penurunan landcover (hutan) menjadi pemukiman, hal ini berkaitan

    dengan fenomena longsor dan erosi tanah. Berikut ini disajikan pada Gambar 1.1.

    mengenai aliran permukaan (runoff) yang menyebabkan peningkatan laju

  • 5 | P a g e

    sedimentasi akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah

    menjadi impermeable layer dan pertanian penurunan (land cover).

    Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi (Sumber : Syampadzi 2010)

    Studi kasus Pengaruh perubahan tutupan lahan (landuse Change)

    terhadap Siklus Hidrologi-Neraca air (Water Balance) dan Laju

    Sedimentasi ini dalam analisis identifikasi degradasi lingkungan merupakan

    contoh kasus dimana permasalahan yang disebabkan oleh perubahan penggunaan

    lahan (landuse change) yang berdampak terhadap peningkatan laju aliran

    permukaan (runoff) dan peningkatan laju sedimentasi.

    1.2. Tujuan

    Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan , maka dirumuskan

    bahwa studi kasus Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan: Studi Kasus

    Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus

    Hidrologi Neraca Air (Water Balance) dan Laju Sedimentasi sebagai

    pendekatan untuk mempelajari proses degradasi lingkungan. Berkaitan dengan hal

    tersebut, maka tujuan kajian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis proses-

    proses permasalahan dalam degradasi lingkungan akibat dari perubahan

    penggunaan lahan terhadap neraca air (water balance) dalam siklus hidrologi.

  • 6 | P a g e

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Siklus Hidrologi

    Proses utama siklus hidrologi yaitu evapotranpirasi dan presipitasi.

    Presipitasi yang jatuh ke lahan dapat dievaporasi kembali (secara langsung dari

    permukaan tanah atau secara tidak langsung melalui tanaman dengan proses

    evapotranspirasi), infiltrasi ke dalam tanah menjadi storage water (cadangan air

    tanah), atau menjadi aliran permukaan (surface flow). Aliran permukaan dapat

    terjadi pada sungai atau saluran air yang terbentuk alami. Air yang masuk ke

    dalam tanah (perkolasi) bisa juga mengalir dan biasanya kembali pada waktunya

    ke lautan. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.1. mengenai siklus hidrologi.

    Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Sumber: (USDA 1997)

    Siklus hidrologi merupakan proses alami yang terjadi berulang-ulang

    terjadi di atmosfer dan pedosfer. Berdasarkan data dari UNESCO (United Nations

  • 7 | P a g e

    Educational, Scientific and Cultural Organization) mengenai keseimbangan

    neraca air di dunia. Salah satu perbedaan secara signifikan antara lautan dan

    daratan yang saling keterkaitan dalam siklus hidrologi. Evaporasi terbesar terjadi

    di lautan (oceans) dan kembali sebagai presipitasi ke lautan sebesar 9% (44.800

    km3 dari 502.800 km3). Evaporasi yang terjadi di lautan dalam bentuk kelembaban

    udara (air humidity), baik di daratan (continental evaporator) kembali ke lautan

    melalui (surface flow; subsurface; run-off) (exorheic areas) dan juga badan air di

    daratan yang tidak mengalir ke lautan (endorheic areas). Berikut ini Tabel 2.1.

    dan Tabel 2.2. mengenai keseimbangan neraca air di dunia.

    Tabel 2.1 Keseimbangan neraca air di dunia dan distribusi aliran permukaan

    menuju lautan (outlet).

    Komponen Satuan

    Laut Air Permukaan Badan air Total

    Water Balance Oceans Exorheic Area Endorheic Area

    Evapotranpiransi mm/hari 1.393 548 300

    Km3 502.800 65200 9000 577000

    Presipitasi mm/hari 1269 924 300

    Km3 458000 110000 9000 577000

    Debit Aliran mm/hari - 124 0

    Km3 - 44800 0

    44800

    Debit aliran (%)

    Samudera Atlantik 46,9%

    Samudera Pasifik 29,9%

    Samudera Artatika 11,4%

    Samudera India 11,2%

    Sumber: UNESCO 1999

    Tabel 2.2 Distribusi keseimbangan neraca air di dunia (44.800 km3) serta

    kemampuan (rechargeable) sumberdaya air dalam m3/kapita/tahun.

    Benua Discharge (%) Rechargeable (m3/kapita/tahun)

    Asia 31,5 3.920

    Eropa 6,70 4.200

    Afrika 9,80 5.720 Amerika Utara 18,4 17.400

    Amerika Selatan 28,0 38.200

    Australia dan Ocenia 5,60 83.700

    Sumber: UNESCO 1999

  • 8 | P a g e

    2.2. Klasifikasi Penggunaan Lahan

    Landuse (penggunaan lahan) merupakan bentuk-bentuk rekayasa yang

    dilakukan oleh manusia dalam bentanglahan dalam pengelolaan lingkungan. Pada

    hakekatnya untuk mendapatkan kesejahteraan dalam mengelola sumberdaya alam

    yang dimiliki sesuai kemampuan daya tampung dan daya dukung lingkungan

    tersebut. Berikut ini Tabel 2.3. mengenai klasifikasi penggunaan lahan

    dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial.

    Tabel 2.3. Klasifikasi penggunaan lahan

    No

    Kelas

    Possible Landcover

    Water (w) Soil (s) Vegetation (v)

    1 Water

    2 Water body

    3 Pond

    4 Lake

    5 Resevoir

    6 Fish pond

    7 Fresh water

    8 Brackish water

    9 Coastal formations bays & estuaries

    10 Stream (drainage network)

    11 Irrigation and drainage canals

    12 Vegetated area

    13 Cultivated area

    14 Permenently cultivated area

    15 Sawah Irrigated

    16 Tidal rice

    17 Fields crops

    18 Upland cropsrainfed

    19 Estates

    20 Tree crops

    21 Forest garden

    22 Non cultivated area

    23 Forest (closed forest)

    24 Climatic forest

    25 Tropical rain forest

    26 Dry deciduous forest

    27 Bamboo

    28 Inland swamp forest

    29 Tidal forest

    30 Riparian forest

    31 Shrub

    32 Grass

    33 Forest plantation

    34 Non vegetated, non cultivated area

    35 Barren land (eroded area)

    36 Settlement and built-up area

    37 Town

    38 Village

    Sumber: Malingreau, Bakosurtanal (1982)

  • 9 | P a g e

    Salah satu contoh peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang

    Wilayah (RTRW), hal terkait mengenai Landuse (penggunaan lahan) yang

    menjadi konsentrasi pengembangan daerah berdasarkan potensi dan sumberdaya

    alam. Berikut ini Tabel 2.4. mengenai klasifikasi penggunaan lahan RTRW

    Kabupaten Bogor.

    Tabel 2.4. Klasifikasi penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor

    No Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan

    1 Lahan Pertanian Pertanian lahan basah, perkebunan, tegalan, ladang, Pertanian lahan kering, 2 Hutan Kawasan hutan sebagai fungsinya hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi dan cagar alam Hutan rakyat 3 Lahan kosong Semak belukar, padang rumput, lahan kritis 4 Tubuh air Sungai, danau, situ, empang dan mata air 5 Lahan terbangun PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian jarang) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian sedang) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian padat)

    Sumber: WWF (2006) dan Peraturan Daerah (RTRW) Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008

    Pemanfaatan lahan berpengaruh terhadap degradasi lingkungan apabila

    tidak dikelola secara lestari baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Sehingga

    diperlukan mitigasi dan perencanaan yang tepat guna dalam pengembangannya.

    Salah satu fenomena degradasi lingkungan akibat landuse Change adalah

    peningkatan laju aliran permukaan (runoff) dan proses sedimentasi. Laju aliran

    permukaan meningkat akibat meningkatnya lahan terbangun sedangkan

    sedimentasi terjadi akibat peningkatan runoff diiringi oleh daerah budidaya

    pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan air.

    Fenomena landuse change dalam skala besar dapat menyebabkan bencana

    alam seperti banjir di daerah hilir, ekosistem daerah sungai bagian hilir.

    Peningkatan laju aliran permukaan mengakibatkan debit aliran sungai menjadi

    lebih besar hal ini yang menyebabkan banjir terjadi, badan sungai tidak mampu

    menampung debit aliran, hal ini terkait dengan daya tampung dan daya dukung

    ekosistem daerah aliran sungai.

  • 10 | P a g e

    2.3. Dampak Landuse Change

    2.3.1 Catchment Area (daerah tangkapan air)

    Bagian hulu dari ekosistem aliran sungai merupakan daerah tangkapan air.

    Daerah tangkapan air merupakan daerah yang memiliki karakteristik dalam

    pengelolaan air dari daerah hulu ke hilir, sehingga daerah ini berada pada seluruh

    wilayah yang meiliki aliran-aliran sungai yang mengalir baik dari hulu maupun

    hilir hingga mencapai satu single outlet (laut).

    Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan

    yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang

    menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke

    sungai utama (Sunarti 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak 2002).

    Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment

    area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas

    sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai

    pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 1995). Daerah tangkapan air Menurut Lee

    (1998), daerah tangkapan air meliputi semua titik yang terletak di atas elevasi

    (ketinggian tempat) stasiun penakar dan di dalam batas topografi atau igir

    (topographic divide) yang memisahkan daerah-daerah tangkapan beragam cukup

    besar dengan komposisi dan struktur lapisan batuan di bawahnya. Bagian hulu

    dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi

    suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima aliran tersebut (Soewarno

    1991).

    Catchment area yang mempunyai fungsi-fungsi tersebut akan mengalami

    degradasi ketika terjadi perubahan terhadap tutupan lahan, catchment area

    memiliki tutupan lahan vegetasi rapat dan baik. Tumbuh secara alami sesuai

    bentanglahan dan intervensi manusia masih sedikit, akan tetapi ketika intervensi

    manusia (perubahan penggunaan lahan) maka akan menurunkan kualitas daerah

    tangkapan tersebut (peningkatan laju aliran permukaan). Berikut ini disajikan

    pada Gambar 2.2. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan

    terhadap volume direct runoff.

  • 11 | P a g e

    Gambar 2.2. Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse) Sumber: Viessman, et al (1996), Malcom (1999) dalam NCDENR

    Manual (2009)

    Berdasarkan pada data penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

    perubahan penggunaan lahan akibat peningkatan pemukiman (aspal, beton,

    rumah, atap rumah) memiliki koefiesin (>0,85). Hal ini tekat persentase air hujan

    (rainfall) yang turun pada suatu kawasan tertentu dialirkan sebesar > 85% menjadi

    aliran limpasan permukaan (runoff). Sedangkan hutan (wooded area) hanya

    sebesar (0,15) yaitu mengalirkan air hujan menjadi aliran permukaan sebesar 15%

    dari total curah hujan yang turun pada kawasan tersebut.

    Perubahan penggunaan lahan (catchment area) menjadi lahan terbangun

    menjadi fenomena degradasi lingkungan dari tahun ke tahun, akibat kebutuhan

    lahan sebagai pemukiman yang diiringi oleh peningkatan penduduk yang semakin

    meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang menyebabkan proses degradasi

    lingkungan semakin menurun, fenomena banjir di daerah hilir menjadi fenomena

    tahunan pada musim hujan seperti di DKI Jakarta akibat catchment area DAS

    Ciliwung menurun kualitasnya.

    Selain perubahan penggunaan lahan, faktor geomorfologi sungai

    mempengaruhi peningkatan laju degradasi lingkungan khusunya fenomena banjir

    dimana debit aliran yang masuk ke sungai melebihi daya tampung dan daya

    dukungnya. Sungai memiliki pola tertentu berbeda dengan satu sama lainnya

    tergantung dari proses geomorfologi pada bentanglahannya. Shibano et al (1996)

    menyatakan bahwa Tropical rainfall (curah hujan di daerah tropis) debit aliran

  • 12 | P a g e

    sungai melupa akibat durasi yang singkat dan terkosentrasi pada daerah yang kecil

    di daerah tangkapan air berbeda intensitas curah hujannya.

    Berdasarkan Gambar 2.3. mengenai pola bentuk sungai yang

    mempengaruhi debit aliran sungai saat terjadi presipitasi, hal ini berkaitan dengan

    laju aliran permukaan air (runoff) yang masuk ke badan sungai, DAS Ciliwung

    memiliki pola sungai dendritik, hal ini menyebabkan peningkatan degradasi

    lingkungan terkait percepatan aliran sungai menuju hilir akibat pola aliran sungai.

    Berikut ini disajikan pada gambar dibawah ini mengenai bentuk morfologi sungai

    yang mempengaruhi peningkatan degradasi lingkungan, perbedaan pola aliran

    yang mempengaruhi percepatan aliran sungai menuju ekosistem daerah aliran

    sungai di daerah hilir.

    Gambar 2.3. Klasifikasi Pola (pattern) aliran sungai di Ekosistem daerah aliran sungai. Sumber: Shukla 2011.

  • 13 | P a g e

    2.3.2 Lahan Pertanian

    Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dapat

    menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan dan laju sedimentasi. Hal ini

    disebabkan oleh proses erosi yang terjadi akibat proses pengolahan tanah yang

    tidak memenuhi kaidah konservasi. Arianti et al (2012) menyatakan bahwa pada

    Sub-DAS Banyuturang dengan penggunaan lahan kebun menghasilkan laju

    sedimen sebesar 1.094 mg/liter dan laju erosi 1,308 ton/hari sedangkan pada Sub-

    DAS Malang dengan penggunaan lahan tegalan sebesar 402 mg/liter dan 0,718

    ton/hari. Kosentrasi sedimen melayang (Cs) berdasarkan standar skala kualitas

    Keputusan Menteri KLH No. 2/1988 menyatakan bahwa > 500 mg/liter berskala

    sangat jelek. Berdasarkan data tersebut wilayah daerah resapan tersebut telah

    mengalami degradasi lingkungan.

    Berdasarkan data penelitian bahwa erosi tanah (Soil erosion) yang

    disebabkan oleh angin dan air merupakan penyebab degradasi utama di dunia,

    mempengaruhi hampir 1,6 juta ha (Fu, 1989; Dregne, 1990, 1992; Bridges dan

    Oldeman, 1999) seperti grafik data pada gambar dibawah ini. Berikut ini disajikan

    pada Gambar 2.4. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan

    terhadap laju sedimen dan erosi (soil loss). Hubungan antara kehilangan lapisan

    tanah dengan tutupan berbanding lurus, semakin tutupan lahan menurun semakin

    tinggi tingkat kehilangan lapisan tanah.

    Gambar 2.4. Pengaruh soil cover dalam pertanian terhadap erosi tanah dan sedimentasi.

    Sumber: Duiker 2011

  • 14 | P a g e

    Berdasarkan data penelitian di kawasan budidaya pertanian dengan jenis

    tanah ultisol di USA pada perlakuan menggunakan guludan dan tutupan tanaman.

    Berikut ini disajikan pada Tabel 2.5. di bawah ini.

    Tabel 2.5. Simulasi kehilangan tanah (ultisol) dengan intensitas hujan 120 menit

    Sumber: Duiker 2011

    Pimentel et al (1995) menyatakan bahwa sisa dari residu tanaman (residue

    cover) dapat menurunkan laju sedimen sebesar 30% setelah dibandingkan tanpa

    penggunaan tersebut. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.5. mengenai estimasi

    infiltrasi terhadap pengolahan tanah dengan menggunakan residu tanaman pada

    guludan tanah, minimum guludan, dan tradisional guludan. Hal ini memberikan

    gambaran bahwa pengolahan tanah yang mengikuti kedah konservasi tanah lebih

    baik terhadap penurunan laju sedimentasi dan erosi.

    Gambar 2.5. Pengaruh residu cover terhadap laju infiltrasi . Sumber: Duiker 2011

  • 15 | P a g e

    2.4. Laju Sedimentasi

    Overbeek (1979) dalam Ilyas (2002) menyatakan bahwa secara umum ada

    tipe gerakan dari sedimentasi antara lain angkutan dasar (bed load), angkutan

    suspensi (suspended load) dan angkutan keras (wash load). Dalam pengertiannya

    muatan dasar adalah partikel yang terangkut dengan cara bergeser, bergelinding

    atau berlompat-lompat, serta selalu dekat atau hampir mengendap ke dasar sungai.

    Sedangkan angkutan dasar terdiri dari partikel kasar seperti kikil atau pasir yang

    bergerak teratur atau acak dan selalu menyentuh dasar sungai dan angkutan

    suspensi bergerak melayang tanpa menyentuh dasar sungai, atau setidak-tidaknya

    mempunyai lintasan yang panjang sebelum menyentuh dasar sungai. Ketiga tipe

    gerakan tersebut ditentukan oleh kondisi dari dasar gerakan aliran sungai. Berikut

    ini Gambar 2.6. mengenai proses sedimentasi yang membawa material di aliran

    sungai.

    Gambar 2.6. Proses sedimentasi yang membawa material di sungai. Sumber: McCuen 1998.

    Pada lahan pertanian Sukrisiyonubowo et al (2004) menyatakan bahwa pada

    saat pelumpuran terasi perubahan struktur tanah yang drastis dan signifikan, yaitu

    bongkahan tanah menjadi struktur lumpuh (puddle structure) akibat benturan

    langsung saat pencangkulan dan pelumpuran, struktur lumpur dan tekstur halus

    (clay) yang terdispersi ini lebih mudah terbawa air dari pada dalam bentuk agregat

    tanah. Sedimen yang terangkut di lahan sawah umumnya terjadi pada saat

    pelumpuran dan volumenya lebih banyak dibandingkan pada saat aktivitas lainnya

    dalam budidaya pertanian (sawah).

  • 16 | P a g e

    BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Profil Degradasi Lingkungan

    3.1.1. Perubahan Keseimbangan Neraca Air (Water Balance)

    Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (Land-use and land-cover

    change), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut

    merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan

    secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan

    terhadap perubahan keseimbangan siklus hidrologi berupa neraca air di suatu

    kawasan resapan air. Nurroh (2010) menyatakan bahwa neraca air merupakan

    fungsi curah hujan dari hasil penjumlahan evapotranspirasi, debit aliran dan

    perubahan kadar air tanah. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.1. mengenai neraca

    air hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk Hulu

    Tabel 3.1. Neraca air di Sub-DAS Cimanuk Hulu

    Bulan Tahun Curah Hujan (mm)

    Debit Aliran (mm)

    Evapotranspirasi (mm)

    Perubahan Kadar Air Tanah (mm)

    P Q Etp GS

    Desember 2009 240,90 50,328 89,488 101,08 Januari 2010 352,44 118,482 126,152 107,81 Februari 2010 672,98 235,239 108,928 328,81 Maret 2010 365,20 149,625 125,84 89,74 April 2010 214,28 67,165 54,392 92,72

    Total 1845,8 622,208 504,8 720,161

    Sumber: Nurroh 2010

    Hasil optimasi Tank Model jumlah curah hujan sebesar 1845 mm/tahun,

    debit aliran 622,21 mm/tahun (33,90), evapotranspirasi 504,8 mm/tahun (27,30%)

    dan kadar air tanah sebesar 720,161 mm (38,80%). Besarnya inflow berupa curah

    hujan (presipitasi) dan outflow berupa evapotranspirasi, total aliran, dan

    perubahan kadar air tanah (storage) tersebut dapat mempresentasikan

    keseimbangan air di Sub-DAS Cimanuk Hulu terjadi surplus air sebesar 720,161

    mm/tahun yang tersimpan dalam air tanah. Debit aliran mempresentasikan laju

    direct runoff (aliran limpasan permukaan) di wilayah tersebut, hal ini berkaitan

    bahwa 33,90% input presipitasi menjadi debit aliran sungai (runoff) dengan

  • 17 | P a g e

    tutupan lahan hutan sebesar 59,20% dan persentase permukiman sebesar 2,7%.

    Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan dan penggunaan lahan mempengaruhi

    neraca air. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.2. mengenai data tutupan lahan di

    Sub-DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Majalengka.

    Tabel 3.2. Penutupan lahan di Sub-Das Cimanuk Hulu

    No Tutupan lahan Luas (ha) Persentase Luas (%)

    1 Hutan 250,5 59,20 2 Pemukiman 11,40 2,70 3 Sawah Tadah Hujan 75,80 17,90

    4 Tegalan/ladang sayur 85,70 20,20

    Total Luas 423,40 100,00

    Sumber: BPDAS Cimanuk-Citanduy (2009)

    Sedangkan kasus di DAS Ciliwung hulu debit aliran (runoff) mencapai

    72,31% defisit water storage dengan luas permukiman (4225,987 ha) sebesar

    35,26%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan dan penggunaan lahan

    mempengaruhi neraca air, secara signifikan mempengaruhi siklus hidrologi di

    daerah tersebut. Berikut ini Tabel 3.3. mengenai neraca air di DAS di pulau Jawa,

    khususnya DAS Ciliwung Hulu dan pada Tabel 3.4. mengenai data tutupan lahan

    eksisting tahun 2010 (DAS Ciliwung Hulu).

    Tabel 3.3. Neraca air di berbagai DAS hulu di pulau Jawa

    Tabel 3.4. Penggunaan lahan tahun 2010 di Puncak, Kabupaten Bogor.

    No

    Kategori

    Penggunaan lahan 2010 Persentase Perubahan menjadi lahan Terbangun

    Ha ha

    1 Permukiman 4225,987 2300,187 2 Lahan Pertanian 5634,062 1685,94 3 Tegalan 2122,762 1439,29

    Total 11.982,81

    Sumber: Rachmawati (2013)

  • 18 | P a g e

    3.1.2. Peningkatan laju aliran permukaan (runoff)

    Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (Land-use and land-cover

    change), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut

    merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan

    secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan

    terhadap peningkatan direct runoff (aliran limpasan permukaan). Berikut ini

    Gambar 3.1. mengenai proses terjadinya aliran limpasan permukaan dari data

    pengukuran yang dilakukan oleh Mockus (1964).

    Gambar 3.1. Data analisis hidrograf proses direct runoff . sumber: Mockus 1964

    Secara alami direct runoff akan terjadi di ekosistem daerah aliran sungai,

    berdasarkan pada gambar diatas bahwa perubahan awal (rising limb) menuju

    Peak sebesar 116 m3/s peningkatan volume aliran semakin meningkat dari base

    flow menjadi rising limb dan kembali ke posisi awal yaitu base flow (aliran

    dasar). Kondisi hidrologi suatu daerah demikian secara umum dapat dijelaskan

    melalui siklus hidrologi antara lain debit aliran permukaan yang masuk ke badan

    sungai. Hal ini untuk mempresentasikan parameter kuantitas air, oleh karena itu,

    memberikan gambaran umum tentang kondisi hidrologi daerah tertentu dengan

    melihat hasil-hasil penelitian terdahulu, mulai dari yang bersifat eksploratif

    sampai penelitian detil.

    Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah aliran

    sungai (DAS) Ciliwung Hulu dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam

    inflitrasi (9,13%), Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%) dan

  • 19 | P a g e

    lain-lain di luar siklus sebesar (6,47%) (Warnoyo 2008). Berdasarkan data

    tersebut input dari presipitasi terdistribusi terbesar adalah limpasan, hal ini sesuai

    dengan penelitian Rachmawati (2013) menyatakan bahwa penggunaan lahan di

    wilayah penelitian dibagi berdasarkan metode analisis daya dukung bioekologi

    yang dikeluarkan oleh Global Footprint Network (GFN) dan World Wildlife Fund

    (WWF), yaitu lahan terbangun, lahan pertanian, Adang rumput/peternakan/ladang,

    perairan, hutan dan hutan produksi berubah dalam kurun waktu 5 tahun akibat dari

    peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan di kabupaten Bogor

    terutama di sektor pariwisata sehingga lahan permukiman bertambah sebesar

    2300,187 ha dan berkurangnya lahan pertanian seluas 1685,94 dan penggunaan

    tegalan sebesar 1439,29 ha. Berikut ini Tabel 3.5. mengenai hasil data penelitian

    penggunaan eksisting Kabupaten Bogor, Puncak (DAS Ciliwung Hulu).

    Tabel 3.5. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010

    Kabupaten Bogor, Puncak.

    No

    Kategori

    Penggunaan Lahan 2005

    Penggunaan lahan 2010

    Persentase Perubahan menjadi lahan Terbangun

    Ha Ha ha

    1 Permukiman 1925,8 4225,987 2300,187 2 Lahan Pertanian 7320 5634,062 1685,94 3 Tegalan 3562,05 2122,762 1439,29

    Total 12.807,85 11.982,81

    Sumber: Rachmawati (2013)

    Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aliran limpasan

    meningkat dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam inflitrasi (9,13%),

    Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%). Aliran limpasan

    meningkat sampai (72,31%) akibat dari perubahan penggunaan lahan pertanian

    dan hutan menjadi penggunaan lahan terbangun. Sehingga terasi secara signifikan

    Degradasi lingkungan terkait komponen biotik yaitu hidrologi. Berikut ini

    Gambar 3.2. mengenai prinsip konsep dampak perubahan tutupan lahan dan

    pengelolaan dalam perhitungan laju aliran permukaan.

  • 20 | P a g e

    Gambar 3.2. Konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju

    aliran permukaan. Sumber: Mockus (1964)

    Berikut ini Tabel 3.6. mengenai hasil penelitian tentang analisis tutupan

    lahan terhadap runoff ratio.

    Tabel 3.6. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991

    No

    Kategori

    Penggunaan Lahan 1984 Penggunaan lahan 1991

    Ha Persen Ha Persen

    1 Permukiman 1.481 3,9% 3,481 9,1% 2 Sawah 15.834 41,2% 10.158 26,5% 3 Tegalan/ladang 3.238 8,4% 7.228 18,8% 4 Perkebunan Teh 11.114 28,9 11.002 28,7% 5 Hutan 6.620 17,5 6.580 17%

    Total 38.401 100% 38.401 100%

    Runoff Ratio 39,2 41,2

    Sumber: Harto dan Kondoh (2010)

    Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai perubahan penggunaan

    lahan menggunakan Citra Landsat 1984 dan 1991. Trendline terhadap penggunaan

    lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada

    tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan

    runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan

    bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan

    laju aliran permukaan. Berikut ini Tabel 3.7. mengenai debit aliran sungai DAS

    Ciliwung hulu dalam selang waktu 10 tahun terakhir.

  • 21 | P a g e

    Tabel 3.7. Rekapitulasi data debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu.

    Besarnya debit (m3/det)

    No Tahun Qmaks Qmin KRS

    Q andalan waktu Kejadian

    (Qmaks/Qmin) Q maks

    1 1999 610,5 1,7 357,0 19,0

    2 2000 525,5 1,7 307,3 11,7

    3 2001 411,7 3,5 119,0 22,1

    4 2002 525,5 6,8 77,9 22,8

    5 2004 21,1 1,2 17,2 26,7 19/02/2004

    6 2005 26,1 1,4 18,9 29,2 18/01/2005

    7 2006 44,7 3,1 14,3 38,7 09/02/2006

    8 2007 132,8 0,6 217,7 42,1 03/02/2007

    9 2008 52,8 4,6 11,6 75,0 18-19/03/2008

    10 2009 451,5 7,3 61,9 78,5 13/01/2009

    Rata-rata 280,2 3,2 120,3 36,6

    Sumber: Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2010)

    Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi hidrologi di

    daerah kajian telah mengalami degradasi lingkungan secara kuantitas air dengan

    peningkatan aliran permukaan (runoff), trendline terus meningkat pada tahun

    2008-2009 sampai sekarang. Berikut ini Gambar 3.3. mengenai analisis hidrograf

    debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu.

    Gambar 3.3. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu.

    Sumber: BP Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2010)

  • 22 | P a g e

    3.1.3. Peningkatan laju sedimentasi

    Secara alami sedimentasi terjadi akibat dari energi kinetik dari presipitasi

    yang turun dan terjadi tumbukan ke permukaan tanah. Proses tumbukan air hujan

    dan tanah mengakibatkan proses erosi tanah, sebagian tanah terbawa oleh air

    hujan melalui aliran limpasan permukaan. Pada saat meningkatnya aliran

    limpasan permukaan proses sedimentasi terjadinya membawa material yang

    diangkut oleh laju aliran permukaan tanah. Berikut ini Gambar 3.4. mengenai

    proses sedimentasi secara alami yang terjadi lahan hutan, padang rumput dan

    padang pasir.

    Gambar 3.4. Rekapitulasi distribusi sedimentasi pada jenis tutupan lahan. Sumber: Duiker 2011

    Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses sedimentasi

    akan berkurang jika tutupan lahan berupa hutan walaupun dengan jumlah

    presipitasi yang lebih besar dibanding tutupan lahan lainnya, hal ini disebabkan

    proses terjadinya erosi tanah akibat energi kinetik dari presipitasi yang terjadi

    tumbukan antara air hujan dan tanah akan berkurang akibat kanopi yang dimiliki

    ekosistem hutan.

    Arsyad (1989) menyatakan bahwa Daerah aliran sungai khususnya di

    pulau Jawa mengalami erosi yang tinggi, dapat diperkirakan 1,9 juta ha lahan

    telah menjadi kritis, dimana laju erosi rata-rata sekitar 20-60 ton/ha/tahun atau

  • 23 | P a g e

    setebal rata-rata 0,8-1 mm tahun, sedangkan pembentukan tanah dari batuan

    dengan tebal 1 cm memerlukan waktu selama 100 tahun pada kondisi iklim

    dengan curah hujan (2000-5000 mm/tahun) termasuk kondisi iklim Indonesia

    (Sunarminto 2013). Hal ini membuktikan bahwa terjadi degradasi lingkungan

    dengan penurunan ketebalan tanah di atas ambang yang diperbolehkan.

    Pada lahan pertanian, Tarigan dan Sinukaban (2001) menyatakan bahwa

    total sedimen yang keluar selama aktivitas pengolahan tanah dua kali lebih banyak

    daripada sedimen yang kelar selama penyiapan penanaman dan enam kali lebih

    banyak daripada sedimen yang keluar selama aktivitas penanaman maupun

    penyiangan. Ariyanti et al (2012) menyatakan bawa kadar lumpur yang terdapat

    di saluran air irigasi, sangat dipengaruhi atau lebih tergantung pada aktivitas yang

    terjadi di kawasan atas (upstream).

    Sedimentasi berdampak pada degradasi lingkungan terkait kualitas air di

    badan sungai atau air. hal ini mempengaruhi komponen biotik yaitu biota air,

    selain itu berdampak terhadap pendangkalan badan air seperti danau dan waduk.

    Sedimentasi membawa material seperti suspended load dan bed material load.

    Ilyas (2002) menyatakan bahwa tingkat erosi memberikan dampak

    terhadap tingkat laju sedimentasi di sungai dan waduk. Laju sedimentasi yang

    tinggi memberikan dampak berkurangnya kapasitas waduk, sehingga umur pakai

    waduk secara ekonomis akan lebih pendek dari desain awalnya. Berdasarkan hasil

    data penelitian bahwa tingkat erosi yang terjadi di DAS Citarum hulu-Saguling

    dengan sistem model spasial sebesar 22 ton/ha/tahun. Dengan tingkat erosi

    tersebut mengurangi kapasitas waduk sebesar 21% dimana 881 juta m3 menjadi

    688,1 juta m3 air dalam waduk tersebut.

    Sedimentasi mengakibat peningkatan kadar COD dan BOD serta

    kekeruhan air di badan sungai. Hal tersebut Sedimentasi berdampak pada

    degradasi lingkungan terkait kualitas air di badan sungai atau air. hal ini

    mempengaruhi komponen biotik yaitu biota air,

  • 24 | P a g e

    3.2. Identifikasi Landuse Change

    Lambin et al (2001) menyatakan bahwa pola perubahan penggunaan lahan

    dan tutupan lahan (Patterns of land use, land-cover change) dan manajemen lahan

    (land management) merupakan hasil interaksi dari ekonomi, lingkungan, sosial

    ,politik dan teknolog (economic, environmental, social, political and

    technological) yang memaksa baik dalam skala lokal maupun global yang

    mengubah pola tutupan lahan yang secara signifikan dalam bentuk kebijakan

    pemerintah (policies as of significant importance in driving land-use changes).

    Dampak perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi

    salah satunya adalah banjir (peningkatan laju aliran permukaan). Hal ini berkaitan

    dengan floodplain limit akan meningkat mengikuti perubahan tutuapan lahan.

    Berikut ini Gambar 3.5. mengenai peningkatan floodplain limit akibat perubahan

    tutupan lahan dan penggunaan lahan.

    Gambar 3.5. Ilustrasi proses perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun.

    Sumber: USDA (1997)

    Kebijakan pemerintah menjadi kunci dalam perubahan pola tutupan lahan

    dan penggunaan lahan. Seperti kejadian banjir di wilayah DKI terus berulang

    walaupun banyak program yang sudah dilakukan dengan curahan dana dan usaha

    yang besar. Berikut ini Gambar 3.6. data hasil penelitin tentang perubahan

    penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu di 2 kecamatan.

  • 25 | P a g e

    Gambar 3.6. Rekapitulasi data perubahan penggunaan lahan RTRW Puncak Kabupaten Bogor. Sumber: Rachmawati (2013)

    Berdasarkan data tersebut, Di Kecamatan Cisarua kawasan hutan berubah

    menjadi lahan terbangun seluas 57,85 ha, lahan pertanian berubah menjadi lahan

    tebangun seluas 447,03 ha. Sedangkan di Kecamatan Ciawi, kawasan Hutan

    berubah menjadi lahan pertanian seluas 557,96 ha dan lahan hutan menjadi lahan

    tebangun seluas 1,44 ha. Jika ditotalkan menjadi lahan terbangun seluas 506,05

    ha. Perubahan tersebut sangat signifikan yang akhirnya berdampak pada aspek

    hidrologi daerah setempat dengan meningkatnya laju aliran permukaan.

    Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan tersebut dampak dari kebijakan

    pemerintah yang tidak tegas dan kurangnya penegakan hukum. Karena RTRW

    Kabupaten Bogor telah dibuat 10 tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan

    daya dukung dan daya tampung lingkungan.

  • 26 | P a g e

    3.3. Analisis Degradasi Lingkungan

    Permasalahan degradasi lingkungan mengenai siklus hidrologi terkait

    neraca air (water balance) dan laju sedimentasi yang saling terkait satu sama lain,

    Pengelolaan lingkungan terkait fakor abiotik, biotik dan kultural (manusia dan

    peradabannya), karam adanya hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling

    kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan tersebut

    yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya

    (Verstappen 1983). Mengenai identifikasi dampak perubahan terhadap siklus

    hidrologi neraca air dengan peningkatan laju aliran permukaan serta laju

    sedimentasi akibat landuse Change. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.8.

    mengenai berbagai penelitian yang menganalisis degradasi lingkungan terkait

    perubahan tutupan lahan (landuse change).

    Tabel 3.8. Analisis dampak Landuse Change terhadap neraca air dan sedimentasi

    No Penelitian Referensi Keterangan

    1 The Effect of Landuse Changes on The Water baance in The Ciliwung-Cisadane Catchment, West Java Indonesia (Harto dan Kondoh 1998)

    Proceedings: International Symposium on Hydrology Water Resources and Environment Development and Management in Southeast Asia and The Pacipic.

    Prosiding diselenggarkan di Korea pada November 10-13, 1998

    Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Base on observation data, there was increased in runoff ratio of Ciliwung River and Cisadane River about 5% and 4% respectively. It indicates that there are some natural or artificial changes of land use that disturb the rivers flows and other water cycle components such as evapotranspiration. Satellite remote sensing data of 1984 and 199 1 are used to reveal the land use changes. As results, there recognized large amount of change from paddy to cropland allocation and new settlement areas have been developed on paddy and cropland area respectively. Analisis: Berdasarkan hasil penelitian bahwa perubahan tutupan menjadi lahan pertanian dan permukiman rasio runoff meningkat sebesar 5%. Trendline terhadap penggunaan lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan laju aliran permukaan.

    2 Dampak Pengelolaan Lahan Pertanian terhadap Hasil Sedimen Di DAS Galeh, Kabupaten Semarang (Arianti et al 2012)

    Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol.19 No.3 Hal: 238-246

    Penelitian dalam penggunaan lahan pertanian

    Review: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pengolahan lahan sawah memiliki debit aliran dan debit sedimen yang lebih tinggi dibanding pengelolaan lahan kebun dan lahan tegalan. Sedimen yang dihasilkan pada pengelolaan lahan sawah sebesar 14,593 ton/hari

  • 27 | P a g e

    sedangkan pengelolaan lahan kebun sebesar 1,308 ton/hari dan tegalan sebesar 0,718 ton/hari. Analisis Besarnya sedimen yang dibawa oleh aliran air ke badan sungai akibat peningkatan Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse). Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju sedimentasi.

    3 Effects of landuse change on surface runoff and sediment yield at different watershed scales on the Loess Plateau (Xiaoming et al, 2010)

    International Journal of Sediment Research 25 (2010): pp 283-293

    Penelitian mengenai perubahan tutupan lahan dengan perbedaan luas DAS di China

    Review:

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Erosion and sediment yield from large and small watersheds exhibit different laws. Variations in surface runoff and sediment yield because of landuse change in four watersheds of different scales from 1 km2 to 73 km2 were analyzed. Due to reforestation and farmland terracing, surface runoff and sediment yield reduced by 20100% and 10100% respectively. Reductions in surface runoff were differed significantly under different precipitation regimes. For the large watershed (73 km2) landuse change had similar effects on surface runoff regardless of changing of precipitation. For the small watershed (1 km2) landuse change had fewer effects on surface runoff under high precipitation. The relative changes of sediment yield in The four watersheds under reforestation and farmland terracing decreased as precipitation increased from 350 mm to 650 mm, then increased as precipitation increased from 650 mm to 870 mm. Where initial forest coverage rate was below 45%. Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan revegetasi dapat menurunkan 20% aliran permukaan (surface runoff) dan sedimentasi sebesar 10%. Perbedaan luas tangkapan air (DAS) mempengaruhi input presipitasi sehingga aliran permukaan dan sedimentasi akan berbeda.

    4 Effects of landuse change on the hydrologic regime of the Mae Chaem river basin, NW Thailand. (Thanapakawin et al 2006)

    Journal of Hydrology 334: pp 215 230

    Lokasi penelitian di Thailand.

    Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran dilapangan One of the most important concerns regarding forest-to crop landuse change relates to water availability during the dry season. If we compare the simulated unregulated flows for future scenarios with respect to the referenced Vegetation 2000, cropland expansion elevated the dry-season flow by about 4%, and slightly elevated the annual and wet-season flow. The opposite trend was true when croplands were converted to forests as with higher runoff ratio is 0,22 from 0,19 Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan perubahan tutupan lahan berupa hutan menjadi lahan pertanian meningkatkan rasio runoff sebesar 0,3%, hal ini berkaitan dengan peningkatan aliran permukaan (surface runoff) dengan debit aliran maksimum berada di 53,1 m3/detik yang sebelumnya hutan sebesar 50 m3/detik.

  • 28 | P a g e

    5 Impacts of land use change and climate variability on hydrology in an agricultural catchment on the Loess Plateau of China. (Li et al 2009)

    Journal of Hydrology 377 (2009) 3542

    Lokasi penelitian di dataran tinggi China

    Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Land use and climate are two main factors directly influencing catchment hydrology, and separation of their effects is of great importance for land use planning and water resources management. we assessed the impacts of land use change and climate variability on surface hydrology (runoff, soil water and evapotranspiration) in an agricultural catchment. Results indicated that The effect of environmental change on surface hydrology. During 19812000, about 4.5% of the catchment area was changed mainly from shrubland and sparse woodland to medium and high grassland.. The integrated effects of the land use change decreased runoff, soil water contents and evapotranspiration. land use change decreased runoff by 9.6% respectively, and decreased soil water contents by 18.8%. Land use change increase evapotranspiration by 8.0%. Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan berubahnya lahan hutan menjadi lahan grassland (padang rumput) seluas 4,5% dari luas total. Hal ini berdampak pada peningkatan laju aliran permukaan sebesar 9,6% dengan menurunkan cadangan air tanah sebar 18,8% dengan meningkatnya evapotranspirasi sebesar 8% akibat perubahan iklim mikro dari hutan ke padang rumput.

    5 Modeling the impact of land use changes on runoff and sediment yield in the Le Sueur watershed, Minnesota using GeoWEPP. (Maalim et al 2013)

    Soil Science-Hydrology-Catena 107 (2013): pp 3545

    Lokasi penelitian di Negara Bagian Minnesota, USA

    Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sediment delivery from the Le Sueur River watershed is a major concern in the turbidity-impaired Minnesota River. this study implemented a process-based watershed hydrology and upland erosion model, Water Erosion Prediction Project (WEPP), to simulate hydrology and sediment dynamics in several land-use/land-cover scenarios. to estimate runoff fluxes, soil loss rates, and sediment delivery ratio (SDR) for three environmental scenarios: the runoff depth, soil loss rate and SDR (19792008 ) were

    1. current land-use/ land-cover with agricultural lands under fall mulch till management (scenario 1), is 86 mm, 2.6 T/ha and 0.84

    2. current land-use/land-cover with agricultural lands under no till management (scenario 2), is 73.8 mm, 0.5 T/ha, and 0.9

    3. pre-settlement land-use/land-cover (skenario 3). Is 70.9 mm, 0.2 T/ha, and 0.73

    Analisis: Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa selama data 30 tahun perubahan tutupan lahan pada skenario satu (lahan pertanian, hutan, permukiman dan padang rumput) peningkatan laju sedimentasi (2,6 ton/ha) dimana hutan 0,53 ton/ha ; padang rumput (0,09 ton/ha); permukiman (3,43 ton/ha). Akan tetapi runoff koefisien lebih besar dibanding hutan, lahan pertanian sebesar (0,099), hutan (0,117), permukiman (0,247) dan padang rumput (0,090). Hal ini dapat diperkirakan bahwa teknologi konservasi di bidang pertanian cukup baik untuk penerapan resapan air untuk mencegah aliran air permukaan.

    Sumber: telaah pustaka

  • 29 | P a g e

    3.4. Analisis Upaya Penanggulangan Degradasi Lingkungan

    Berbagai penelitian mengenai penanggulangan degradasi lingkugnan

    terkait keseimbangan neraca air (surface runoff) dan laju sedimentasi. Berikut ini

    disajikan pada Tabel 3.9. mengenai hasil penelitian terdahulu.

    Tabel 3.9. Analisis upaya penanggulangan degradasi lingkungan

    No Penelitian Referensi Keterangan

    1 Teknologi Konservasi untuk penanganan kawasan resapan air dalam suatu daerah aliran sungai (Wibowo 2003)

    Jurnal Teknologi Lingkungan (P3TL-BBPPT) 4 (1): hal 8-13

    Penerapan teknologi

    Review: Pendekatan teknis maupun regulasi dapat dilakukan, beberapa pendekatan teknis alternatif teknologi konservasi untuk meningkatkan imbuhan/resapan air ke dalam tanah, antara lain: 1. Melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi baik secara vegetatif seperti, reboisasi,

    hutan kemasyarakatan, strip cropping System, tumpang sari, secara mekanis seperti terasering, saluran/parit jebakan, bangunan bendung penahan

    2. Melakukan imbuhan buatan dengan cara sistem imbas, injeksi, ditch dan forrow serta spreading recharge

    3. Jembatan sistem peresapan air hujan seperti sumur resapan atau parit resapan.. Analisis: Permasalahan dalam perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi (neraca air dan laju sedimentasi). Berubahnya neraca air, dimana seharusnya input presipitasi menjadi air tanah berubah menjadi aliran air permukaan yang langsung di bawah oleh aliran sungai ke outlet (laut). Hal ini yang menyebabkan siklus hidrologi menjadi berubah, neraca air di suatu daerah akan berubah terkait cadangan air tanah. Sehingga upaya yang perlu dilakukan saat ini dilahan permukiman adalah membuat peresapan air hujan dengan membuat sumur resapan serta di lahan pertanian dengan melakukan sistem strip cropping sistem untuk pencegahan erosi dan laju sedimentasi.

    2 Managing runoff, water quality and erosion in peatland forestry by Peak runoff control (Martilla et al 2010)

    Jurnal Ecological Engineering 36 (2010): pp 900911

    Penelitian dilakukan di Finlandia dengan daerah studi peatland Forest (hutan gambut)

    Review: Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil data penelitian menujukan Retention of stormwater can in theory reduce peak flows, sediment transport. This Study presents results of peak runoff control (PRC) as a water protection method to decrease sediment loads from drained peatland forestry in boreal conditions. Peak runoff rate and peak concentrations were reduced. The PRC method reduced suspended solids (SS) load (86%) by reducing flow velocities and improving settling conditions in the ditch network. Reductions in velocity resulted in smaller particle size distributions in transported SS. No effect on groundwater elevation was observed and drainage conditions for forestry were maintained. The results clearly show Thar the PRC method can be used efficiently in peatland forestry as a water protection method to improve water quality.

  • 30 | P a g e

    Analisis: Berikut ini skema pembuatan The Peak runoff Control (PCR)

    Sumber: Martilla et al 2010. Pengembangan teknologi ini berasal dari metode konvensional dalam mengontrol kualitas air berupa sedimentation ponds (kolam bak sedimen) yang sering digunakan oleh masyarakat umum. Dengan berbagai penelitian The Peak runoff Control dapat lebih efektif untuk mengurangi suspended solids (SS) sebesar 86%. dan tidak mempengaruhi kualitas air tanah disekitarnya (No effect on groundwater elevation was observed and drainage conditions for forestry were maintained). Dengan demikian hasil penelitian ini dapat diaplikasi sebagai upaya penangggulangan dampak erosi dan laju sedimentasi di badan sungai dengan peningkatan SS di badan air sungai. The results clearly show Thar the PRC method can be used efficiently in peatland forestry as a water protection method to improve water quality

    Sumber: Telaah Pustaka

  • 31 | P a g e

    BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan, Studi

    Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus

    Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi, maka dapat disimpulkan bahwa:

    (1) Perubahan tutupan lahan berdampak pada siklus hidrologi (neraca air

    dengan defisitnya kandungan airtanah yang disebabkan peningkatan aliran

    air permukaan (surface runoff);

    (2) Perubahan tutupan lahan berdampak pada laju sedimentasi dengan

    berkurangnya tutupan lahan vegetasi menjadi lahan permukiman dan

    lahan pertanian tanpa memperhatikan kaedah konservasi air dan tanah;

    (3) Berbagai metode dan teknologi dapat diupayakan untuk menanggulangi

    degradasi lingkungan akibat perubahan tutupan lahan

    (4) Peran aktif pemerintah dan penegakan hukum menjadi kunci ketiaksesuai

    peruntukan tata ruang, perubahan tutupan lahan merupakan produk

    kebijakan. Sehingga kebijakan menjadi permasalahan utama dari

    degradasi lingkungan.

    4.2. Saran

    Berdasarkan hasil Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan, Studi

    Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus

    Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi, maka saran penulis ialah;

    (1) Percepatan penanggulangan degradasi lingkungan akibat perubahan

    tutupan lahan dengan Berbagai metode dan teknologi untuk menciptakan

    kualitas lingkungan yang baik, karena mendapatkan kualitas hidup yang

    baik adalah hak setiap warga negara Indonesia yang di amnahkan di

    Undang-Undang Dasar.;

    (2) Kerjasama antar sektor menjadi hal penting saat ini untuk memberikan

    solusi dalam degradasi lingkungan.

  • 32 | P a g e

    DAFTAR PUSTAKA

    Arianti, F.O,. Suratman,. Martoso, E. Suprayogi, S. 2012. Dampak pengelolaan

    lahan pertanian terhadap hasil sedimen di daerah aliran sungai Galeh

    Kabupaten Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan (2012): Vol. 19

    No.3 hal. 238-246.

    [BPDAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-

    Ciliwung. 2007. Laporan karakteristik DAS Ciliwung, Buku I (Naskah). Bogor:

    BPDAS Citarum-Ciliwung, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

    Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan

    Duiker, SW. 2011. Effect of land use and soil Management on soil properties and

    processes. In Soil Hydrology, land use and Agriculture (ed M. Shukla).

    London: CAB International

    Georgouilias, B.. 2007. Stromwater Management and calculations. Chapter

    Revised. London: NCDENR. http://acd.n-BMPMan-ch03-SWCals-SPu.pdf

    [20 Mei 2014]

    Hardjasoemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh. Yogyakarta:

    Gadjah Mada University Press.

    Harto, AB., Kondoh, A. 1998. The Effect of Land Use Changes on the Water

    Balance in the Ciliwung-Cisadane Catchment, West Java, Indonesia. In

    Proceedings: International Symposium On Hydrology Water Resources And

    Environment Development and Management In Southeast Asia And The

    Pacific. Korea: Yeungnam University.

    Ilyas, MA. 2002. Sedimentasi dan dampaknya pada DPS Citarum Hulu. Jurnal

    Teknologi Lingkungan: Vol.3 No.2 Hal: 159-164.

    Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa

    Buatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Lambin, E.F., Turner, B.L., Geist, H., Agbola, S., Angelsen, A., Bruce, J.W.,

    Coomes, O.T., Dirzo, R., Fischer, G., Folke, C., George, P.S., Homewood,

    K., Imbernon, J., Leemans, R., Li, X.-B., Moran, E.F., Mortimore, M.,

    Ramakrishnan, P.S., Richards, J.F., Sknes, H., Steffen, W., Stone, G.D.,

    Svedin, U., Veldkamp, T.A., Vogel, C. and Xu, J.-C. (2001) The causes of

    land-use and land-cover change: moving beyond the myths. Global

    Environmental Change 11, 261269.

    Li, Z., Liu, WZ.,b, Zhang XC., Zheng, FL. 2009. Impacts of land use change and

    climate variability on hydrology in an agricultural catchment on the Loess

    Plateau of China. International Journal of Hydrology 377 (2009) 3542. http:/www.elsiver.com/locate/ScienceDirect. [11 Mei 2014]

    Martilla, H., and Klove, B. 2010. Managing runoff, water quality and erosion in

    peatland forestry by Peak runoff control Jurnal Ecological Engineering 36

    (2010): pp 90091. .http:/www.elsiver.com/locate. [11 Mei 2014]

  • 33 | P a g e

    Nurroh, S., 2010. Aplikasi Tank Model Dan Perhitungan Neraca Air Di Model

    Das Mikro (MDM) Cisampora Sub-Das Cimanuk Hulu Kabupaten

    Majalengka. Bogor: Skripsi Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,

    Maalim, FK., Melesse, AM., Belmont, P., Gran, KB. 2013. Modeling the impact

    of land use changes on runoff and sediment yield in the Le Sueur watershed,

    Minnesota using GeoWEPP. Journal of Soil Science-Hydrology- Catena

    107 (2013): pp 3545. http:/www.elsiver.com/locate/ScienceDirect. [11 Mei 2014]

    Malingreau, J.P. 1982. Remote Sensing for Agricultural Land Use/Crop

    Production Studies. Biotrop Workshop on Remote Sensing for Vegetation

    Studies. Bogor

    McCuen, RH. 1998. Hydrologic analysis And Design (2nd Edition). New Jersey:

    Prentice Hall

    Pemerintah Republik Indonesia. 2012. UUPPLH Nomor 32 Tahun 2012. Jakarta:

    Republik Indonesia. http;//academiaedu.com/syampadzinurroh.

    Rachmawati, T. 2013. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Daya Dukug

    Bioekologi Kawasan Puncak Terhadap RTRW Kabupaten Bogor. Tesis:

    Sekolah Pascasarjana Magister Pengelolaan Lingkungan, Universitas

    Gadjah Mada

    Tang, X., Zhu, B., and Katou, H. 2012. A review of rapid transport of pesticides

    from sloping farmland to surface waters: Processes and mitigation

    strategies. Journal of Environmental Sciences 2012, 24 (3): 351361. .http:/www.elsiver.com/locate. [11 Mei 2014]

    Turner, B.L., Skole, D., Sanderson, S., Fischer, G., Fresco, L. and Leemans, R.

    (1995) Land-Use and Land-Cover Change: Science/Research Plan. IGBP

    Report No. 35/HDP Report N. 7, IGBP (International Geosphere-Biosphere

    Programme) Secretariat, Stockholm, Sweden

    United States Environmental Protection Agency. 1998. Estimation of infiltration

    rate in the vadose zone: application of selected mathematical models volume

    II. USA: National Risk Management Research Laboratory

    Verstappen, CF. 1937. Outline Of The Geomorphlogy of Indonesia a Case Study

    on Tropical Geomorphology of a Tectogene Region. Netherlands: ITC

    Wibowo, M. 2003. Teknologi Konservasi untuk penanganan kawasan resapan air

    dalam suatu daerah aliran sungai. Jurnal Teknologi Lingkungan (P3TL-

    BBPPT) 4 (1): hal 8-13.

    Waryono, T. 2004. Aplikasi teknologi sumur resapan ramah lingkungan dalam

    kancah revitalisasi air tanah. Lokakarya Regional Revitaslliasai Air Tanah

    melalui peresapan Buatan. Jakarta: Departemen Kimpraswil

    Xiaoming, Z., Wenhong, C., Qingchao,. G., and Sihong, W. 2010. Effects of

    landuse change on surface runoff and sediment yield at different watershed

    scales on the Loess Plateau. International Journal of Sediment Research 25

    (2010): pp 283-293. http:/www.elsiver.com/locate/ScienceDirect. [11 Mei

    2014]


Top Related