DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA
MODEL PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS DENGAN
APROKSIMASI POTENSIAL MORSE ORDE LIMA
IZZATU YAZIDAH
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Izzatu Yazidah. Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model Peyrard-
Bishop-Dauxois dengan Aproksimasi Potensial Morse Orde Lima. Dibimbing
oleh : Dr. Husin Alatas, S. Si, M. Si.
Abstrak
DNA model PBD (perpanjangan dari model Peyrard-Bishop) merupakan model
DNA yang menggambarkan denaturasi (replikasi) DNA. Tulisan ini menjelaskan makna fisis dari solusi numerik DNA model PBD dengan aproksimasi potensial morse hingga
orde lima dalam efek gangguan pada dinamika gelombang soliton DNA. Dengan
menggunakan metode finite-difference yang dibantu metode interpolasi Lagrange diperoleh solusi numerik dinamika soliton DNA model PBD yang diberikan gangguan
pada solusi stabilnya. Pengaruh gangguan dengan mengalikan nilai (1+ɛ) pada solusi
stabilnya dapat terlihat pada peristiwa undulasi (dimana terjadi penyempitan soliton dan kenaikan amplitudo), sedangkan gangguan beda fase (θ=0,π/2 dan π) tidak memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi selanjutnya.
Kata kunci: DNA model PBD, metode finite-difference, interpolasi Lagrange, potensial morse, soliton.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dinamika dan
Interaksi Soliton DNA Model Peyrard-Bishop-Dauxois dengan Aproksimasi
Potensial Morse Orde Lima adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah
bimbingan Dr. Husin Alatas. S.Si, M.Si, dan belum pernah digunakan sebagai
karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012
Izzatu Yazidah
Judul : Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model Peyrard-Bishop-Dauxois
dengan Aproksimasi Potensial Morse Orde Lima
Nama : Izzatu Yazidah
NRP : G74070035
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Husin Alatas, S.Si, M.Si
NIP : 19710604 199802 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si
NIP : 19710604 199802 1 001
Disetujui tanggal :
DINAMIKA DAN INTERAKSI SOLITON DNA MODEL
PEYRARD-BISHOP-DAUXOIS DENGAN APROKSIMASI
POTENSIAL MORSE ORDE LIMA
Oleh:
IZZATU YAZIDAH
NRP. G74070035
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
tugas akhir dengan judul ”Dinamika dan Interaksi Soliton DNA Model
Peyrard-Bishop-Dauxois dengan Aproksimasi Potensial Morse Orde Lima”.
Shalawat serta salam tidak lupa dipanjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW
beserta para pengikutnya hingga akhir masa kelak.
Laporan penelitian tugas akhir yang dilakukan oleh penulis ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penulisan laporan tugas akhir ini, yaitu kepada dosen pembimbing,
dosen penguji, editor, keluarga besar di rumah serta teman-teman yang tidak dapat
dituliskan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan bagi
penulis. Semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi semuanya.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian serta laporan
tugas akhir yang dilakukan:
1. Bapak Dr. Husin Alatas - selaku dosen pembimbing akademik serta
pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan bimbingan,
masukan, dan semangat kepada penulis.
2. Bapak Dr. Irmansyah dan Ibu Mersi Kurniati, M.Si – selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dan semangat kepada penulis.
3. Bapak M.N Indro, M.Sc – selaku editor yang telah memberikan masukan
mengenai tatacara penulisan laporan tugas akhir serta memberikan
semangat kepada penulis.
4. Bapak Dr. Laksmana Tri Handoko dan tim GFTK LIPI FISIKA yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar mengenai
komputasi di GFTK, LIPI Puspiptek Serpong, Tangerang.
5. Keluarga besar H. Ahmad Suhaily – Papa, (Alm.) Mama, Cindy, Rully,
Ahsan dan Ela - yang telah memberi dorongan kepada penulis baik secara
materi maupun spiritual.
6. Laskar SA Palembang dan Big Families H. Syawal.
7. Direktur, Kasubdit serta staff di Direktorat Panas Bumi, Ditjen EBTKE,
Kementrian ESDM RI atas bantuan selama ini .
8. Switenia Wana Putri dan Dede Hermanudin – selaku rekan satu team dan
seperjuangan dalam melakukan penelitian DNA PBD ini. Terima kasih
banyak atas bantuan dan kebersamaan kita selama ini ^^.
9. Dita Rahayu B. – Teman, Sahabat, Saudara penulis selama berada di IPB,
Bogor. Terima kasih banyak atas sukaduka, kebersamaan, keceriaan dan
bantuan selama ini ^^~.
10. Teman-teman penghuni Lab Fisika Teori dan Komputasi, Ka Fabian, Ka
Teguh, Ka Mardhani, Ka Andre, Ka Chandra K, Firman, Maman, Hema.
11. Teman-teman Fisika 44 Dede Y, Hilal, Leli, Balgies, Neneng, Ayul, Wita,
Mbah, dll serta teman-teman dari Dept. Fisika IPB Bambang, Bagus, Epa,
Anggi, Nisa, Mbak Ais, Mbak Wenny, Mas Ian, Bu Grace, Pak Firman,
Mang Jun serta lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
12. Teman-teman kosan RZ, GMSK, 348Nation, Pioner WI, Doetha serta adik
kelas di IPB angkatan 46,47 dan 48 yang tidak dapat dituliskan satu
persatu.
13. Teman-teman admin dan member di komunitas Korea: KPOPDRAMALv,
SungJoonID, SunghyunLv, dan ANJELL Indo, serta Wedding Channel –
Mediaworks Indonesia.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bekasi pada 08 April 1989, anak ketiga dari
tiga bersaudara pasangan H. Ahmad Suhaily dan Hj.Lulu
Lutfiah, Dsy. (Alm). Pendidikan penulis dimulai pada tahun
1994 di TK Parkit Darma Wanita Tambun, tahun 1995 di
SD Negeri Mekarsari 01 Tambun, tahun 2001 di SLTP
Negeri 2 Tambun Selatan, tahun 2004 di SMA Negeri 1
Tambun Selatan dan tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI.
Selama di IPB, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
Bekasi - KEMSI sebagai anggota pada tahun 2007-2008 dan Bendahara 2 pada
tahun 2008-2009, Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) sebagai Ketua Divisi
Infokom pada tahun 2009 serta ikut aktif dalam berbagai kepanitian besar di
kampus sebagai divisi acara, pdd, humas dan konsumsi. Selain itu penulis juga
mengajar sebagai asisten praktikum Fisika Dasar untuk mahasiswa TPB pada
tahun 2008-2011 serta asisten praktikum Eksperimen Fisika 2 pada tahun 2011.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...…………………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… vi
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1
1.3 Perumusan Masalah ................................................................... 1
1.4 Hipotesis .................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2
2.1 Replikasi DNA ………………………………………....…… 2
2.2 Model DNA PBD ……………………………………....…… 2
BAB 3 METODE PENELITIAN .............................................................. 6
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 6
3.2 Peralatan ................................................................................... 6
3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 6
3.3.1 Studi Pustaka ................................................................... 6
3.3.2 Penguasaan Software dan Persamaan Matematis ............. 6
3.3.3 Pembuatan dan Pengujian Program ................................. 6
3.3.3.1 Aplikasi Metode Finite Difference Dalam
Program ………………………………………. 6
3.3.3.2 Aplikasi Interpolasi Lagrange Dalam Program.. 8
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 9
4.1 Simulasi Perambatan Soliton pada Kondisi Stabil .................... 9
4.2 Simulasi Perambatan Soliton Akibat Gangguan pada Amplitudo 10
4.3 Simulasi Interaksi Dua Soliton .................................................. 11
BAB 5 SIMPULAN .................................................................................. 13
SARAN ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 14
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 16
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tiga cara teoritis replikasi DNA …............................................... 2
Gambar 2. Representasi grafis model pegas sederhana untuk rantai DNA .... 3
Gambar 3. Perkiraan untuk turunan dari f (x) di P dengan menggunakan
Forward, Backward, dan Central Difference …………………... 6
Gambar 4. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD
hingga orde lima stabil …………………………………………. 9
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi ……………………... 9
(b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik
berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik
biru menunjukkan grafik pada saat Takhir ………………………. 9
Gambar 5. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD
hingga orde lima Perturbasi I …………………………...……… 10
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi ……………………... 10
(b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik
berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, grafik biru
menunjukkan grafik pada saat Takhir, dan grafik hijau
menunjukkan saat terjadinya undulasi …………………………. 10
Gambar 6. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD
hingga orde lima Perturbasi II ………………………...………... 11
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi …………………….. 10
(b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik
berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik
biru menunjukkan grafik pada saat Takhir ……………………….. 11
Gambar 7. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD
hingga orde lima Perturbasi III plot hubungan yn (pm) terhadap
nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik
pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat
Takhir …………………………………...................................... 12
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = 0 ……….. 12
(b) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = 𝜋
2 ……..... 12
(c) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π ……..... 12
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Program Simulasi Perambatan Soliton pada Kondisi Stabil …. 17
Lampiran B. Program Simulasi Perambatan Soliton Akibat Gangguan pada
Amplitudo …………………………………………………… 20
Lampiran C. Program Simulasi Interaksi Dua Soliton …………….……..... 23
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam deoksiribonukleat atau yang
lebih dikenal DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), adalah sejenis asam nukleat yang
tergolong biomolekul utama penyusun
berat kering setiap organisme. Struktur heliks ganda DNA mengalami dinamika
yang sangat kompleks seperti transkripsi,
translasi dan mutasi. Dinamika DNA
sendiri telah dipelajari dengan hirarki-hirarki yang berbeda dari model struktural
batang elastik yang sederhana sampai ke
nonlinier kisi heliks diskrit1-4
. Dinamika nonlinier telah berhasil digunakan untuk
menjelaskan denaturasi DNA5. Masih
banyak spekulasi pada kemungkinan peran nonlinier (Kinks atau soliton) dalam
masalah interaksi protein-DNA, regulasi
transkripsi, interaksi jarak jauh dari
protein-protein, dan konfirmasi gelombang yang diproduksi oleh
karsinogen.1
Model nonlinear juga mendukung eksitasi koheren yang muncul dalam
banyak bidang ilmu pengetahuan dirintis
sejak penemuan oleh Fermi, Pasta dan
Ulam6. Penemuan Fermi, Pasta dan Ulam
tersebut mendorong banyak ilmuwan
menggunakan model nonlinier dalam
studi sistem yang kompleks7, diantaranya
model nonlinear yang mulai masuk ke
dalam fisika DNA. Englander et al.8 pada
tahun 1980, memodelkan dinamika DNA dengan persamaan sinus-Gordon. Sejak
saat itu, banyak pekerjaan yang
dikhususkan untuk eksitasi nonlinier
dalam DNA, baik dari sudut pandang mekanika dinamik dan statistik. Di antara
bagian kerja tersebut, terutama model
yang sukses yakni model dinamika DNA yang diajukan pertama kali oleh Peyrard-
Bishop (PB)5,9
, dan dikembangkan oleh
Dauxois10-14
dengan potensial morse
berperan menggambarkan ikatan hidrogen antar nukleotida dalam strand
(rantai) yang berbeda. Model Peyrard-
Bishop-Dauxois selanjutnya disebut
sebagai model PBD yang akan menjadi
fokus dalam penelitian ini.
Dinamika DNA model PBD dapat
didekati dengan gelombang soliton,
karena soliton merupakan solusi persamaan diferensial nonlinear, yang
memiliki energi total berhingga,
terlokalisasi dalam ruang, bersifat stabil,
dan tidak menyebar. Profil sebaran rapat energinya menyerupai gundukan yang
terpusat dalam rentang ruang berhingga.
Setiap gelombang soliton dicirikan oleh sifat tidak berubahnya topologi yang
menunjukkan sifat kestabilannya.15
1.2 Tujuan Penelitian
Di dalam penelitian ini akan dicari
bagaimanakah solusi numerik menggunakan metode beda higga (finite-
difference). Kemudian melakukan
simulasi terhadap berbagai macam efek gangguan dan menjelaskan arti fisis dari
hasil yang diperoleh.
1.3 Perumusan Masalah
Sampai saat ini, penelitian yang
dilaporkan di berbagai literatur masih terbatas pada model DNA PBD semi-
diskrit. Pada model ini di asumsikan
bahwa untai DNA merupakan sistem
kontinu. Padahal kenyataannya DNA merupakan sistem diskrit. Dinamika DNA
untuk model semi-diskrit sendiri telah
dikaji secara analitik hingga orde ke lima. Dan pada penelitian ini, akan ditinjau
pemecahan bagaimana solusi numerik
dan simulasi yang dihasilkan pada
persamaan soliton DNA model PBD orde ke lima saat diberi gangguan?.
1.4 Hipotesis
Solusi numerik persamaan soliton
DNA model PBD yang diberi gangguan akan memberikan hasil yang berbeda
dengan solusi eksak tanpa diberi
gangguan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Replikasi DNA
DNA atau asam deoksiribonukleat
merupakan polimer yang terdiri atas
tiga komponen utama, yaitu gugus
fosfat, gula deoksiribosa, dan basa
nitrogen19
. Salah satu fungsi pokok DNA
adalah menyimpan informasi genetik dan
dengan tepat dapat meneruskan informasi
tersebut dari tetua kepada keturunannya,
dari generasi ke generasi. Fungsi ini
merupakan fungsi genotipik, yang
dilaksanakan melalui replikasi.
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA
yang pernah diusulkan, yaitu
semikonservatif, konservatif, dan
dispersif (lihat Gambar 1). Pada replikasi
semikonservatif tangga berpilin
mengalami pembukaan terlebih dahulu
sehingga kedua untai polinukleotida akan
saling terpisah, namun masing-masing
untai ini tetap dipertahankan dan akan
bertindak sebagai cetakan (template) bagi
pembentukan untai polinukleotida baru.
Pada replikasi konservatif seluruh tangga
berpilin DNA awal tetap dipertahankan
dan akan mengarahkan pembentukan
tangga berpilin baru. Pada replikasi
dispersif kedua untai polinukleotida
mengalami fragmentasi di sejumlah
tempat. Fragmen-fragmen polinukleotida
yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi
fragmen nukleotida baru sehingga
fragmen lama dan baru akan dijumpai
berselang-seling di dalam tangga berpilin
yang baru.
Di antara ketiga cara replikasi DNA
yang diusulkan tersebut, hanya cara
semikonservatif yang dapat dibuktikan
kebenarannya melalui percobaan yang
dikenal dengan nama sentrifugasi
seimbang dalam tingkat kerapatan atau
equilibrium density-gradient
centrifugation. Percobaan ini dilaporkan
hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S.
Meselson dan F.W. Stahl.19
Gambar 1. Tiga cara teoritis replikasi
DNA.19
2.2 Solusi Model DNA PBD
Model yang digunakan untuk
mendeskripsikan dinamika molekul DNA
pada penelitian ini adalah model Peyrard-
Bishop-Dauxois. Bentuk B-DNA dalam
model Watson-Crick merupakan helix
ganda, yang terdiri atas dua alur yang
digabungkan melalui ikatan hidrogen
(alur s1 dan s2) seperti terlihat pada
Gambar 2. Salah satu alur dapat
diasumsikan sebagai sebuah massa umum
m untuk semua nukleotida yang memiliki
nilai sama untuk konstanta kopling k
untuk interaksi longitudinalnya5,14
.
Struktur helicoidal dari rantai DNA
menunjukkan bahwa nukleotida dari alur
yang berbeda menjadi cukup dekat
sehingga alur-alur tersebut dapat
berinteraksi. Ini berarti bahwa suatu
nukleotida n disalah satu alur berinteraksi
dengan kedua nukleotida (n+h) dan (n-h)
pada alur lainnya.
2 2
Gambar 2. Representasi grafis model pegas sederhana untuk rantai DNA.10
Nukleotida mengalami gerak
transversal un dan vn dari posisi
kesetimbangan di sepanjang arah ikatan hidrogen. Energi nukleotida tersebut
direpresentasikan melalui Hamiltonian
untuk rantai DNA 10, 11,13
𝐻 = 𝑚
2 𝑢 2 + 𝑣 2 +
𝑘
2 𝑢𝑛 − 𝑢𝑛−1
2 +
𝑣𝑛−𝑣𝑛−12+𝐾2𝑢𝑛−𝑣𝑛+2+𝑢𝑛−𝑣𝑛−2+𝐷[𝑒^ −𝑎(𝑢_𝑛−𝑣_𝑛 ) −1]2
………….…...….. (1)
Dimana k adalah konstanta harmonik helicoid untuk untai yang sama; K adalah
konstanta harmonik helicoid untuk untai
yang berbeda; H adalah Hamiltonian potensial morse yang mendekati potensial
ikatan hidrogen; D adalah kedalaman
potensial morse; dan a adalah jarak antar
nukleotida pada rantai yang berbeda.
Dari Persamaan (1) akan lebih mudah
untuk menggambarkan gerakan dua
alurnya dengan membuat transformasi ke koordinat pusat massa yang mewakili
gerak ke dalam dan gerakan keluar untuk
gerakan transversal, yaitu
𝑥𝑛 = 𝑢𝑛 +𝑣𝑛
2 , 𝑦𝑛 =
𝑢𝑛−𝑣𝑛
2 ………... (2)
Dengan menyubstitusi Persamaan (2) ke
Persamaan (1) maka akan diperoleh
persamaan dinamis yang menggambarkan
gelombang linear dan gelombang nonlinier.
𝑚𝑥 𝑛 = 𝑘 𝑥𝑛+1 + 𝑥𝑛−1 − 2𝑥𝑛 +𝐾 𝑥𝑛+ + 𝑥𝑛− − 2𝑥𝑛 …..... (3)
dan
𝑚𝑦 = 𝑘 𝑦𝑛+1 + 𝑦𝑛−1−2𝑦𝑛 −𝐾 𝑦𝑛++ 𝑦𝑛− + 2𝑦𝑛 +
2 2𝑎𝐷[𝑒^(−𝑎 2 𝑦_𝑛 ) −
1] 𝑒^(−𝑎 2 𝑦_𝑛 ) ..…………. (4)
Seperti dijelaskan dalam beberapa artikel
10,11,13,16-18 dapat diterapkan
transformasi
𝑦𝑛 = 휀1/2Φ𝑛 atau Φ𝑛 =𝑦𝑛
휀1/2 …..... (5)
Dimana faktor skala 0 < ɛ << 1
membolehkan kita untuk mengembangkan
potensial Morse menjadi ekspansi Taylor orde lima dengan menyesuaian pada
Hamiltonian sehingga didapatkan
persamaan gerak untuk Φ𝑛
Φ 𝑛 =𝑘
𝑚 Φ𝑛+1 + Φ𝑛−1−2Φ𝑛 −
𝐾
𝑚 Φ𝑛+ + Φ𝑛− + 2Φ𝑛 −
𝜔𝑔2 Φ𝑛+∝ 휀1/2Φ𝑛
2 + 𝛽εΦ𝑛3 +
γ휀3/2Φ𝑛4 ……………..….....….
(6) dimana 𝜔𝑔
2 =4𝑎2𝐷
𝑚, 𝛼 = −
3𝑎
2, 𝛽 =
7𝑎2
3 dan
𝛾 = −5𝑎3
2 2 ...………………... (7)
Kita asumsikan pemecahan Persamaan (7)
menggunakan pendekatan semi-diskrit
sehingga solusi Φ𝑛 diberikan sebagai
berikut:
3
Φ𝑛 = 𝐹1 휀𝑛𝑙, 휀𝑡 𝑒𝑖𝜃𝑛 + 𝑐. 𝑐 +
휀1/2 𝐹0 휀𝑛𝑙, 휀𝑡 +𝐹2휀𝑛𝑙,휀𝑡𝑒𝑖2𝜃𝑛+𝑐.𝑐+𝑂휀 ..(8)
dimana 𝜃 ≡ 𝜃𝑛 = 𝑛𝑞𝑙 − 𝜔𝑡 ……….... (9)
dengan parameter l, ω dan q=2π/λ dimana
l merupakan jarak antara dua nukleotida
tetangga pada rantai yang sama, q adalah
bilangan gelombang soliton DNA, ω adalah frekuensi optik dari getaran
pendekatan linear dan c.c adalah istilah
conjugate-compleks dari fungsi F1 dan F2.
Untuk kasus semi-diskrit kita
mengambil batas 𝑛𝑙 → 𝑧 untuk fungsi 𝐹𝑖
sehingga secara umum menghasilkan
pendekatan :
𝐹𝑖 휀 𝑛 ± 𝑙, ɛ𝑡 → 𝐹𝑖 𝑍, 𝑇 ± 휀𝑙 𝐹𝑍 𝑍, 𝑇 +1
2휀22𝑙2 𝐹𝑍𝑍 𝑍, 𝑇 ...(10)
Dimana variabel kontinu z dan t telah
disubtitusi 𝑧 = 𝑍/휀, dan 𝑡 = 𝑇/휀. Subtitusi Persamaan (8) kedalam
Persamaan (6) dan dengan mengumpulkan
exp(i0) didapatkan bentuk hubungan dari
ɛ1/2:
𝐹0 = 𝜇 𝐹1 2…………......…... (11)
dengan 𝜇 = −2𝛼 1 +4𝐾
𝑚𝜔𝑔2
−1
........….. (12)
Selanjutnya dari hubungan harmonik
exp(2i𝜃𝑛) kita dapat mengeluarkan
ɛ0sehingga mengikuti relasi untuk 𝐹2 :
𝐹2 = 𝛿 𝐹12 …………...…..…... (13)
dengan
𝛿 =𝑚𝜔 𝑔
2𝛼
2 𝑘 cos 2𝑞𝑙 −1 −𝐾 cos 2𝑞𝑙 +1 +𝑚(4𝜔2−𝜔𝑔2)
(14)
Berdasarkan hubungan Persamaan (11)
dan (13) kita dapat mengikuti kondisi
konsisten yang berasal dari ɛ3/2 dengan
aturan exp(i𝜃𝑛 ):
α(μ² + 2δ²) + 6β(μ + δ) + 6γ = 0 ….... (15)
Akhirnya dari hubungan harmonik
exp(i𝜃𝑛) kita akan memperoleh
persamaan :
휀2 𝜕2𝐹1
𝜕𝑇2 − 2𝑖ɛ𝜔𝜕𝐹1
𝜕𝑇− 𝜔²𝐹1 =
𝑘
𝑚[2𝐹1(cos𝑞𝑙 − 1) + 2𝑖ɛ𝑙𝐹1𝑍 sin𝑞𝑙 + ɛ2𝑙2 𝐹1𝑍𝑍 cos𝑞𝑙] −
𝐾
𝑚[2𝐹1(cos𝑞𝑙 − 1) + 2𝑖ɛ𝑙𝐹1𝑍 sin𝑞𝑙 +
ɛ2𝑙22 𝐹1𝑍𝑍 cos𝑞𝑙] − 𝜔𝑔2{𝐹1 + ɛ[2𝛼 𝜇 + 𝛿 + 3𝛽]|𝐹1|²𝐹1 +
ɛ² 3𝛽 𝜇2 + 2𝜇𝛿 + 2𝛿2 + 4𝛾 3𝜇 +4𝛿 |𝐹1|4𝐹1} ………………………………………........ (16)
kemudian diperoleh hubungan dispersi sebagai berikut:
𝜔2 =2𝑘
𝑚 1 − cos 𝑞𝑙 +
2𝐾
𝑚 cos 𝑞𝑙 +
1+𝜔𝑔2 ………………….…... (17)
kemudian kita menerapkan transformasi
koordinat baru 𝑆 = 𝑍 − 𝑉𝑔𝑇, 𝜏 =
휀𝑇 dengan Vg merupakan kecepatan group
dari nukleotida sehingga Persamaan (16) menjadi :
𝑉𝑔 − 𝑙
𝑚𝜔(𝑘 sin𝑞𝑙 − 𝐾 sin 𝑞𝑙)
𝜕𝐹1
𝜕𝑆=
𝑖𝜔𝑔
2
2𝜔[2𝛼 𝜇 + 𝛿 + 3𝛽]|𝐹1|²𝐹1 ….….. (18)
untuk orde ɛ, sedangkan untuk orde ɛ² :
1
2𝜔 𝑉𝑔² −
𝑙2
𝑚(𝑘 cos 𝑞𝑙 − 𝐾2 cos 𝑞𝑙)
𝜕2𝐹1
𝜕𝑆2 − 𝑖𝜕𝐹1
𝜕𝑇= −
𝜔𝑔2
2𝜔[3𝛽 𝜇2 + 2𝜇𝛿 + 2𝛿2 +
4𝛾 3𝜇 + 4𝛿 ]|𝐹1|4𝐹1 ……..… (19)
Dari hubungan dispersi yang
diberikan oleh Persamaan (17) kita dapat
menemukan hubungan kecepatan grup dari nukleotida dengan menetapkan
𝑉𝑔 = 𝑑𝜔/𝑑𝑞 sehingga diberikan :
𝑉𝑔 =𝑙
𝜔𝑚 𝑘 sin 𝑞𝑙 − 𝐾 sin𝑞𝑙 ....... (20)
dengan mudah dapat dilihat kecepatan
grup pada Persamaan (20) menghilangkan
4
sisi kanan dari Persamaan (18) sehingga
dari Persamaan (15) akan didapatkan:
2α(μ+ δ) + 3β = 0 …………....... (21)
dengan pemecahan secara simultan untuk
kondisi Persamaan (15) dan (20) untuk μ
dan δ :
𝜇 = −𝛽± 10𝛽²−8𝛼𝛾
2𝛼 ………....... (22a)
𝛿 = −2𝛽± 10𝛽²−8𝛼𝛾
2𝛼 ………...... (22b)
dimana α, β, dan γ telah diberikan pada
Persamaan (7) sehingga untuk Persamaan (22) mudah dibuktikan selalu real pada
10𝛽² − 8𝛼𝛾 =220𝑎2
9> 0.
Dari penjumlahan Persamaan (22)
dengan Persamaan (12) dan (14) dapat
ditentukan nilai konstanta pegas k dan K
dengan memasukan nilai parameter m, a, D, q, l dan h melalui hubungan berikut :
𝐾 = −1
4𝑚𝜔𝑔
2 (1 +2𝛼
𝜇) ……...... (23)
𝑘 =𝑚𝜔𝑔
2 𝛼
𝛿−3 +4𝐾[𝑐𝑜𝑠2𝑞𝑙−2(cos 𝑞𝑙+1)]
4(cos 𝑞𝑙−1)² ... (24)
sebagai ilustrasi, kita menganggap nilai parameter sebagai berikut
16 :
l = 3.4 x 10−10 m, m = 5.1 x 10−25 kg, h = 5,
a = 0.9 x 1010 𝑚−1, D = 9.6 x 10−21J …. (25)
Akhirnya jelas bahwa Persamaan (19) tidak ada apa-apa tetapi persamaan NLS
Kuintik dapat dituliskan dengan sederhana
menjadi :
𝑖𝜕𝐹1
𝜕𝜏+ 𝑃
𝜕²𝐹1
𝜕𝑆²+ 𝑅 𝐹1
4𝐹1 = 0 …...… (26)
dengan koefisien dispersi dan koefisien nonlinear :
𝑃 =1
2𝜔 𝑙2
𝑚 𝑘 cos 𝑞𝑙 − 𝐾 2cos 𝑞𝑙 −
𝑉𝑔2 …………………..…….… (27)
𝑅 = −𝜔𝑔
2
2𝜔 3𝛽 𝜇2 + 2𝜇𝛿 + 2𝛿2 +
4𝛾3𝜇+4𝛿 ………..……...... (28)
Agar Persamaan (26) dapat diselesaikan
maka diberikan persamaan anzats
(tebakan) dari persamaan NLS kuintik
𝐹1 𝑆, 𝜏 = 𝑓 𝑆 − 𝑢𝑒𝜏 exp[𝑖𝜎 𝑆 − 𝑢𝑐𝜏 ] (29)
dengan F1 merupakan fungsi dari S dan 𝜏,
Sedangkan ζ merupakan frekuensi
gelombang soliton DNA berperan sebagai
varibel bebas dan 𝑓 𝑆 − 𝑢𝑒𝜏 merupakan
fungsi real.
Masukan Persamaan (29) kedalam Persamaan (26) maka akan didapatkan
bagian imajiner dengan hubungan:
𝜎 =𝑢𝑒
2𝑃 ………………....... (30)
Sementara hasil bagian real mengikuti
persamaan diferensial biasa :
𝑓′′ − 𝐴𝑓 + 𝐵𝑓5 = 0 ………...... (31)
dimana:
𝐴 = 𝑢𝑒 ²−2𝑢𝑐𝑢𝑒
4𝑃² , 𝐵 =
𝑅
𝑃 ……….... (32)
Dengan memindahkan koordinat (S-𝑢𝑒𝜏)
dan mengalikan Persamaan (31) dengan 𝑓′ sebagai integral pertama maka akan
didapatkan solusi sederhana:
𝑓 𝑆 − 𝑢𝑒𝜏 = (3𝐴
𝐵)1/4 sech1/2[2 𝐴 𝑆 −
𝑢𝑒𝜏] ....................... (33)
Terakhir dengan menggabungkan
Persamaan (8), (29), (30), (32) dan (33)
serta mengembalikan Z ɛnl dapat
dituliskan hubungan persamaan kuintik NLS DNA model PBD semi diskrit
sebagai berikut:
𝑦𝑛 𝑡 = 2휀1/2Ʌ sech1/2 2ɛ 𝐴 𝑛𝑙 − 𝑉𝑒𝑡 cos 𝛩𝑛𝑙 − 𝛺𝑡 + Ʌɛ1/2 sech1/2 2ɛ 𝐴 𝑛𝑙 −
𝑉𝑒𝑡 𝜇
2+ 𝛿 cos 2 𝛩𝑛𝑙 − 𝛺𝑡 + 𝑂(ɛ) …………………………………….. (34)
5
dengan :
Ʌ = 3(𝑢𝑒
2− 𝑢𝑒𝑢𝑐)
4𝑃𝑅
1/4
.................. (35)
𝑉𝑒 = 𝑉𝑔 + ɛ𝑢𝑒 ........................ (36)
𝛩 = 𝑞 + ɛ𝑢𝑒
2𝑃 .............................. (37)
𝛺 = 𝜔 +ɛ𝑢𝑒
2𝑃(𝑉𝑔+휀𝑢𝑐)............. (38)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2011 sampai bulan Februari
2012.
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah alat
tulis, PC, laptop, software Matlab versi 2008b, software Microsoft Office 2007
dan beberapa sumber literatur dari jurnal-
jurnal ilmiah, buku dan internet.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk
memahami dan mempelajari konsep dasar dari persamaan soliton DNA model
PBD.
3.3.2 Penguasaan Software dan
Persamaan Matematis
Penguasaan software Matlab 2008b
dilakukan agar lebih memahami dasar-
dasar pemrograman Matlab. Persamaan matematis sendiri dilakukan untuk
mempermudah saat pembuatan algoritma
program simulasi soliton DNA model PDB.
3.3.3 Pembuatan dan Pengujian
Program
Pembuatan dan pengujian program dengan bahasa pemrograman Matlab
diperlukan untuk mendapatkan solusi
numerik DNA model PBD. Pemecahan solusi numerik sendiri didapatkan
melalui simulasi terhadap berbagai
macam efek gangguan yang diberikan sehingga akan menggambarkan
karakteristik DNA model PBD.
Sintaks program simulasi dibuat
dengan bantuan software Matlab 2008b dan menggunakan metode numerik:
finite-difference dan interpolasi
Lagrange.
3.3.3.1 Aplikasi Metode Finite
Difference Dalam Program
Teknik-teknik pada Finite Difference
didasarkan pada pendekatan mengganti persamaan Differensial dengan
persamaan Finite Difference. Pendekatan
Finite Difference ini dalam bentuk
aljabar dan solusinya terkait dengan titik kisi. Skema dari Finite Difference :
Persamaan Differensial
memperkirakan turunan numerik persamaan Finite Difference.
Diberikan sebuah fungsi f(x) yang
ditunjukkan pada Gambar 3. Kita dapat
memperkirakan turunan, kemiringan atau garis singgung P dengan melihat
kemiringan busur PB, PA atau AB.
Dengan melihat kemiringan busur dapat diperoleh persamaan untuk masing-
masing Forward-Difference, Backward-
Difference, atau Central-Difference.
Gambar 3. Perkiraan untuk turunan dari fungsi f(x) di P dengan
menggunakan Forward,
Backward, dan Central
Difference. 20
6
Pendekatan yang digunakan untuk
memperoleh persamaan Finite Difference adalah deret Taylor :
𝑓 𝑥0 + ∆𝑥 = 𝑓 𝑥0 + ∆𝑥 𝑓′ 𝑥0 +1
2! ∆𝑥 2𝑓′′ 𝑥0 +
1
3! ∆𝑥 3𝑓′′′ 𝑥0 +
𝑂(∆𝑥)4……….……(39)
dan
𝑓 𝑥0 − ∆𝑥 = 𝑓 𝑥0 − ∆𝑥 𝑓′ 𝑥0 +1
2! ∆𝑥 2𝑓′′ 𝑥0 −
1
3! ∆𝑥 3𝑓′′′ 𝑥0 +
𝑂(∆𝑥)4…………….(40)
dimana 𝑂(∆𝑥)4 merupakan error yang
disebabkan oleh deret yang dipotong. Dengan mengurangi Persamaan (39) dan
(40), kita akan memperoleh :
𝑓 𝑥0 + ∆𝑥 − 𝑓 𝑥0 − ∆𝑥 =
2∆𝑥 𝑓′ 𝑥0 ...…. (41)
yang dapat dituliskan kembali menjadi
berikut yang merupakan persamaan
Central-Difference :
𝑓′ 𝑥0 =𝑓 𝑥0+∆𝑥 −𝑓 𝑥0−∆𝑥
2∆𝑥 ……… (42)
Persamaan Forward-Difference dan
Backward-Difference dapat diperoleh
dengan mengatur Persamaan (39) dan (40) sehingga :
Untuk persamaan Forward-Difference
𝑓′ 𝑥0 =𝑓 𝑥0+∆𝑥 −𝑓 𝑥0
∆𝑥 …………. (43)
dan untuk persamaan Backward-Difference
𝑓′ 𝑥0 =𝑓 𝑥0 −𝑓 𝑥0−∆𝑥
∆𝑥 …………. (44)
Kita dapat menemukan pemotongan
kesalahan untuk kedua persamaan dalam
bentuk ∆𝑥. Setelah menambahkan
Persamaan (43) dan (44) maka
didapatkan
𝑓 𝑥0 + ∆𝑥 + 𝑓 𝑥0 − ∆𝑥 = 2𝑓 𝑥0 + ∆𝑥 2𝑓′′ 𝑥0 ………... (45)
Kemudian akan diperoleh :
𝑓′′ 𝑥0 =𝑓 𝑥0+∆𝑥 − 2𝑓 𝑥0 + 𝑓 𝑥0−∆𝑥
∆𝑥 2 …. (46)
Orde yang lebih tinggi untuk pendekatan
Finite Difference dapat diperoleh dengan mengambil banyak batas dalam ekspansi
deret Taylor20
. Metode ini digunakan
untuk membantu dalam menentukan
solusi numerik dari persamaan NLS (26) sebelumnya, yang dapat dituliskan
kembali
𝑖𝜕𝐹1
𝜕𝜏+ 𝑃
𝜕²𝐹1
𝜕𝑆²+ 𝑅 𝐹1
4𝐹1 = 0 .. (26)
persamaan tersebut dapat diselesaikan
dengan melakukan pendekatan numerik beda hingga untuk masing-masing
turunan parsial, sehingga akan diperoleh
persamaan
𝑖𝐹 𝑥𝑖 ,𝑡𝑖+1 − 𝐹 𝑥𝑖 ,𝑡𝑖+1
∆𝑡+ 𝑃
𝐹 𝑥𝑖+1 ,𝑡𝑖 −2 𝐹 𝑥𝑖 ,𝑡𝑖 +𝐹 𝑥𝑖−1 ,𝑡𝑖
∆𝑥²+ 𝑅 𝐹1
4𝐹1 = 0 ......................... (47)
Kemudian akan diperoleh persamaan selanjutnya yang akan diubah ke dalam bahasa pemrograman MATLAB.
𝐹 𝑥𝑖 , 𝑡𝑖+1 = 2𝑖∆𝑡
∆𝑥2 𝑃 𝑓 𝑥𝑖+1 , 𝑡𝑖 − 2 𝑓 𝑥𝑖 , 𝑡𝑖 + 𝑓 𝑥𝑖−1, 𝑡𝑖 + 𝑅 𝐹1 4𝐹1𝐹 𝑥𝑖 , 𝑡𝑖+1 (48)
.
7
3.3.3.2 Aplikasi Interpolasi
Lagrange Dalam Program
Interpolasi Lagrange diterapkan
untuk mendapatkan fungsi polinomial P(x) berderajat tertentu yang melewati
sejumlah titik data. Misalnya, kita ingin
mendapatkan fungsi polinomial berderajat satu yang melewati dua buah
titik yaitu (x0, y0) dan (x1, y1). Langkah
pertama yang kita lakukan adalah
mendefinisikan fungsi berikut
𝐿0 𝑥 =𝑥−𝑥1
𝑥0−𝑥1 ............... (49a)
dan
𝐿1 𝑥 =𝑥−𝑥0
𝑥1−𝑥0 …………… (49b)
kemudian definisikan fungsi polinomial sebagai berikut:
𝑃 𝑥 = 𝐿0 𝑥 𝑦0 + 𝐿1(𝑥)𝑦1 … (50)
Substitusi Persamaan (49a) dan (49b) ke
Persamaan (50), maka akan didapat:
𝑃 𝑥 = 𝑥−𝑥1
𝑥0−𝑥1𝑦0 +
𝑥−𝑥𝑜
𝑥1−𝑥0𝑦1 …. (51)
dan ketika 𝑥 = 𝑥0
𝑃 𝑥0 =𝑥0−𝑥1
𝑥0−𝑥1𝑦0 +
𝑥0−𝑥𝑜
𝑥1−𝑥0𝑦1 = 𝑦0 (52a)
dan pada saat 𝑥 = 𝑥1
𝑃 𝑥1 =𝑥1−𝑥1
𝑥0−𝑥1𝑦0 +
𝑥1−𝑥𝑜
𝑥1−𝑥0𝑦1 = 𝑦1 (52b)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Persamaan (51)
benar-benar melewati titik (𝑥𝑜 , 𝑦𝑜) dan
(𝑥1, 𝑦1).21
Persamaan (50) dinamakan
interpolasi Lagrange derajat 1. Nama interpolasi ini diambil dari nama
penemunya, yaitu Joseph Louis Lagrange
yang berkebangsaan Perancis. Bentuk umum interpolasi Lagrange derajat ≤ n
untuk (n+1) titik berbeda adalah:
𝑃 𝑥 = 𝑎𝑖𝑛𝑖=0 𝐿𝑖 𝑥 = 𝑎0𝐿0 𝑥 +
𝑎1𝐿1 𝑥 + ⋯ +𝑎𝑛𝐿𝑛 ..... (53)
𝑎𝑖 = 𝑦𝑖 , 𝑖 = 0, 1, 2, … , 𝑛
dan
𝐿𝑖 𝑥 = 𝑥−𝑥𝑗
𝑥𝑖−𝑥𝑗=𝑛
𝑗=0𝑗≠𝑖
𝑥−𝑥0 𝑥−𝑥1 … 𝑥−𝑥𝑖−1 𝑥−𝑥𝑖+1 … 𝑥−𝑥𝑛
(𝑥𝑖−𝑥) 𝑥𝑖−𝑥𝑖 … 𝑥𝑖−𝑥𝑖−1 𝑥𝑖−𝑥𝑖+1 …(𝑥𝑖−𝑥𝑛 ) (54)
Mudah dibuktikan bahwa:
𝐿𝑖 𝑥𝑗 = 1 , 𝑖 = 𝑗0 , 𝑖 ≠ 𝑗
dan polinom interpolasi P(x) melalui setiap titik data.
22
Jika terdapat N data yang terdiri dari
titik-titik 𝑥0 , 𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, dan seterusnya,
dan jarak antara titik satu dengan lainnya adalah h, maka Persamaan (53) dapat
ditulis untuk tiga titik terdekat
(𝑥0, 𝑥1 , 𝑥2, 𝑥3):
𝑃 𝑥 = 𝑥 − 𝑥1 (𝑥 − 𝑥2)
𝑥0 − 𝑥1 (𝑥0 − 𝑥2)𝑦0 +
𝑥 − 𝑥0 (𝑥 − 𝑥2)
𝑥1 − 𝑥0 (𝑥1 − 𝑥2)𝑦1 +
𝑥 − 𝑥0 (𝑥 − 𝑥1)
𝑥2 − 𝑥0 (𝑥2 − 𝑥1)𝑦2
= −2 (−3)
− (−2)𝑦0 +
− (−3)
(−)𝑦1 +
− (−2)
2 ()𝑦2
= 3𝑦0 − 3𝑦1 + 𝑦2 ...................................................................................... (55)
Persamaan-persamaan matematis yang telah diubah kedalam bentuk
persamaan finite-difference dan
interpolasi Lagrange diubah kedalam
bahasa pemrograman MATLAB
[Lampiran A-C]. Program simulasi soliton DNA model PBD ini akan
ditampilkan dalam bentuk grafik tiga
N h h h h h
x x0 x1 x2 x3 N
8
8
dimensi yang merupakan hasil solusi
numerik soliton DNA model PBD ini.
Solusi numerik yang diperoleh kemudian dianalisa dengan melihat
tingkat kestabilan serta karakteristik dari
dinamika DNA model PDB yang telah
diberi gangguan serta mengetahui bahwa program yang telah dibuat sudah benar.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simulasi Perambatan Soliton
pada Kondisi Stabil
Hasil-hasil analisis numerik dari
DNA model PBD dengan karakteristik
solusi hingga orde-5 akan dibahas pada bagian ini. Parameter numerik yang
digunakan adalah parameter yang sudah
ada di literatur sehingga akan
difokuskan pada hasil numerik pada tiga
keadaan yakni keadaan stabil (tanpa gangguan), dengan gangguan serta
interaksi dua buah solusi soliton.
Dengan menggunakan metode finite-
difference dan interpolasi Lagrange sebagai syarat batas terkait maka akan
diperoleh solusi numeriknya dalam
bentuk grafik tiga dimensi dan dua dimensi.
Keadaan pertama yakni pada stabil
(tanpa gangguan) dapat terlihat pada
Gambar 4 bahwa pada keadaan ini karakteristik stabil sejak waktu awal
(T=1) hingga waktu akhirnya. Dari
gambar terlihat bahwa solusi yang diperoleh untuk keadaan stabil (tanpa
gangguan) yakni bentuk dari profil
soliton dengan amplitudo yang cukup stabil.
Gambar 4. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde
lima stabil.
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah
menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik
pada saat Takhir.
9
(a)
(b)
yn
(pm
)
nl (pm)
nl (pm)
T (s)
yn (
pm
)
4.2 Simulasi Perambatan Soliton
Akibat Gangguan pada Amplitudo
Keadaan kedua yakni karakteristik
solusi hingga orde-5 yang diberi
gangguan. Gangguan yang diberikan yakni terhadap amplitudonya dengan
mengalikan persamaan stabil 𝐹1 𝑆, 𝜏
dengan suatu nilai 1 + 휀 . Untuk
keadaan ini nilai ɛ yang digunakan
adalah 0.5. Penjelasan mengenai
perubahan yang terjadi saat keadaan stabil dengan keadaan saat diberikan
gangguan dapat dilihat pada Gambar 5
dan 6 sebagai berikut ini:
Gambar 5. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde
lima Perturbasi I.
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna
merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, grafik biru menunjukkan
grafik pada saat Takhir.
(a)
(a)
10
(b)
nl (pm)
T (s)
nl (pm)
yn
(pm
)
nl (pm)
T (s)
yn
(pm
)
yn
(pm
)
Gambar 6. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde lima Perturbasi II
(a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi
(b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan
grafik pada saat Takhir
Dari kedua gambar diatas terlihat perbedaan antara solusi stabil (tanpa
gangguan) dengan solusi yang diberi
gangguan. Pada soliton DNA yang diberi gangguan terbentuk undulasi. Pada
saat undulasi terjadi penyempitan yang
diiringi dengan kenaikan amplitudonya.
Gambar 5 dan 6 menunjukkan bahwa amplitudo untuk solusi gangguan lebih
tinggi dibandingan dengan solusi stabil
sehingga menunjukkan bahwa gangguan yang diberikan pada anzatz
mempengaruhi amplitudo dari soliton.
Perubahan profil pada soliton itu sendiri juga terjadi, hal ini terlihat dengan
perubahan amplitudo yang terjadi serta
soliton yang mengalami dispersi lebih
besar dari keadaan stabilnya. Hal ini dapat berarti gangguan yang diberikan
juga mempengaruhi hubungan dispersi
pada persamaan Hamiltoniannya.
Pada kasus ini terdapat dua keadaan
yakni solusi perturbasi I dengan nilai 1 + 휀 yang dikalikan hanya pada satu parameter sedangkan pada solusi
perturbasi II terdapat dua parameter yang
dikalikan dengan 1 + 휀 . Dari Gambar 5
dan 6 dapat terlihat bahwa undulasi pada solusi II tampak lebih lebar daripada
solusi I namun nilai amplitudo undulasi
pada solusi II lebih kecil dari solusi I. Undulasi pada keadaan solusi perturbasi
ini mengakibatkan pengurangan jumlah nukleotida dalam proses denaturasi.
Dalam hal ini, nukleotida pada solusi II
berkurang lebih sedikit jika dibandingan dengan jumlah nukleotida pada solusi I.
Hasil numerik yang dapat dijelaskan
dari solusi perturbasi I dan II yakni
terjadi peristiwa undulasi pada keduanya. Peristiwa undulasi terjadi ketika soliton
mengalami penyempitan karena efek
nonlinier mengalami ketidakstabilan yang lebih dominan daripada efek
dispersinya. Pada peristiwa ini terjadi
pengurangan jumlah eksitasi nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi
dimana nukleotida yang awalnya
meregang menjadi terhalangi akibat efek
nonlinier ini.
4.3 Simulasi Interaksi Dua Buah
Soliton
Bagian ini membahas mengenai
simulasi dari interaksi dua buah soliton
dimana persamaan yang digunakan adalah
𝐹1 𝑆, 𝜏 = (3𝐴
𝐵)1/4 sech1/2 2 𝐴 𝑆 −
𝑢𝑒𝜏 exp[𝑖𝜃] ………... (56)
(b)
11
yn (
pm
)
nl (pm)
Dengan membuat variasi pada nilai beda
fase (θ) yakni degan nilai θ = 0, θ = 𝜋
2,
dan θ = π) didapatkan hasil simulasinya
yang ditunjukkan pada Gambar 7 berikut
Gambar 7. Karakteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde
lima Perturbasi III plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik
berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru
menunjukkan grafik pada saat Takhir (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = 0
(b) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π/2
(c) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π
12
(a)
(b)
(c)
yn (
pm
)
nl (pm)
yn
(pm
)
nl (pm)
yn
(pm
)
nl (pm)
Untuk kondisi x = 0.0005 pm dan θ
= 0, artinya, jarak antara soliton satu dengan yang lain adalah 0.0005 pm
dengan beda fase 0. Pada gangguan ini
tampak pada gambar 7, kedua soliton yang awalnya terpisah dengan jarak
0.0005 menjalar dengan bentuk dan
kecepatan yang sama, kemudian kedua
soliton semakin mendekat namun masih dalam kondisi yang sama (tetap stabil).
Untuk kondisi interaksi dua soliton
pada θ = 𝜋
2 dan θ = π terlihat bahwa hasil
yang diperoleh sama seperti pasa kondisi θ = 0 yakni pada awalnya terbentuk dua
buah soliton yang terpisah dengan jarak
0.0005 pm dengan amplitudo dan kecepatan yang sama namun sampai
akhir kondisi ini tetap sama dan tidak ada
perubahan yang signifikan. Hal ini
berarti beda fase tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap
kondisi selanjutnya. Terlihat pula bahwa
soliton mengalami undulasi, kenaikan dan penurunan amplitudo, serta dispersi
yang semakin meningkat.
BAB 5
SIMPULAN
Pada penelitian sebelumnya15
, telah diperoleh solusi analitik untuk
persamaan NLS kubik DNA model PBD.
Model PBD merupakan model yang menggambarkan denaturasi DNA.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari
solusi numerik persamaan NLS kubik
DNA model PBD dengan menggunakan metode finite-difference dengan
interpolasi Lagrange. Hasil yang
diperoleh dari solusi numerik yang dilakukan adalah bagaimana profil dari
dinamika DNA saat terjadi proses
denaturasi dimana DNA mengalami
dinamika yang cukup stabil dari proses awal hingga akhirnya. Keadaan DNA
model PBD yang ditinjau pada penelitian
ini yakni keadaan stabil (tanpa gangguan), diberi gangguan serta
interaksi dua buah solusi soliton. Dengan
menggunakan metode finite-difference
dan interpolasi Lagrange sebagai syarat batas terkait maka akan diperoleh solusi
numeriknya dalam bentuk grafik tiga
dimensi dan dua dimensi.
Pada keadaan stabil (tanpa
gangguan) terlihat bentuk dari profil
soliton dengan amplitudo yang cukup
stabil serta gambaran umum proses replikasi (denaturasi) DNA yang
bergerak dominan ke arah un. Keadaan
kedua yakni karakteristik solusi hingga orde lima yang diberi gangguan.
Gangguan yang diberikan yakni terhadap
amplitudonya dengan mengalikan
persamaan stabil 𝐹1 𝑆, 𝜏 dengan suatu
nilai 1 + 휀 . Kondisi ini menunjukkan
bahwa amplitudo untuk solusi gangguan
lebih tinggi dibandingan dengan solusi stabil sehingga menunjukkan bahwa
gangguan yang diberikan pada anzatz
mempengaruhi amplitudo dari soliton.
Perubahan profil pada soliton itu sendiri juga terjadi, yakni pada perubahan
amplitudo serta dispersi lebih besar dari
keadaan stabilnya. Saat diberi gangguan terlihat pula di gambar bahwa terdapat
undulasi. Peristiwa undulasi terjadi
ketika soliton mengalami penyempitan karena efek nonlinier mengalami
ketidakstabilan yang lebih dominan
daripada efek dispersinya. Pada peristiwa
ini terjadi pengurangan jumlah eksitasi nukleotida yang terlibat dalam proses
denaturasi dimana nukleotida yang
awalnya meregang menjadi terhalangi akibat efek nonlinier ini.
Pada interaksi dua soliton dengan
jarak x telah ditinjau kasus tiga kondisi fase awal yaitu dengan membuat variasi
pada beda fase diantara kedua soliton,
yaitu pada saat θ = 0, 𝜋
2 , dan π. Interaksi
dua soliton pada jarak x dapat diartikan sebagai proses denaturasinya, dimana
nukleotida terlokalisasi dalam dua ruang.
Untuk kondisi x = 0.0005 pm dan θ = 0,
artinya, jarak antara soliton satu dengan yang lain adalah 0.0005 pm dengan beda
fase 0. Pada gangguan ini terlihat bahwa
kedua soliton yang awalnya terpisah dengan jarak 0.0005 menjalar dengan
13
bentuk dan kecepatan yang sama,
kemudian kedua soliton semakin mendekat namun masih dalam kondisi
yang sama (tetap stabil). Begitupula
untuk kondisi interaksi dua soliton pada
θ = 𝜋
2 dan θ = π yakni pada awalnya
terbentuk dua buah soliton yang terpisah
dengan jarak 0.0005 pm dengan
amplitudo dan kecepatan yang sama namun sampai akhir kondisi ini tetap
sama dan tidak ada perubahan yang
signifikan. Hal ini berarti beda fase tidak
memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi selanjutnya.
Terlihat pula bahwa soliton mengalami
undulasi, kenaikan dan penurunan amplitudo, serta dispersi yang semakin
meningkat.
SARAN
Untuk pengembangan selanjutnya,
ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Metode numerik yang digunakan sebaiknya yang mempunyai tingkat
akurasi yang tinggi dan mengekpansi
potensial morse hingga orde yang lebih
tinggi agar perhitungan solusi dapat lebih cepat dan hasilnya akurat (mendekati
keadaan sebenarnya). Selain itu
penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengamati DNA model lainnya
atau dapat pula meninjau untuk gerak
longitudinal atau gerak torsional untuk DNA model PBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yakushevich, L.V. (1998).
Nonlinear Physics of DNA. Wiley
Series in Nonlinear Science, John Wiley, Chichester.
2. Christiansen, P. L., Lomdahl, P.S. &
Muto, V. (1990). On a Toda lattice
model with a transversal degree of freedom. Nonlinearity 4, 477-501.
3. Muto, V., Scott A.C., Christiansen
P.L. (1989). Microwave and thermal
generation of solitons in DNA. J. de
Phys. 50 (C3), 217-222.
4. Ichikawa, Y. H., Konno K, Wadati
M. (1981). Nonlinear transverse
oscillation of elastic beams under tension. J. Phys. Soc. 50, 1799.
5. Peyrard, M. and Bishop, A.R.
(1989). Statistical mechanics of a
nonlinear model for DNA denaturation. Phys. Rev. Lett. 62,
2755-2758.
6. E. Fermi, J. R. Pasta and S. Ulam, Los Alamos Report LA-UR-1940
(1955); reprinted in Collected Papers
of Enrico Fermi, edited by E. Segr¶e,
University of Chicago, Chicago (1965).
7. A. C. Scott. (1999). Nonlinear
Science. Oxford University, Oxford.
8. Englander, S.W., Kalenbach, N.R.,
Heeger, A.J., Krumhansl, J.A. and
Litwin, S. (1980). Nature of the open state in long polynucleotide double
helices: possibility of soliton
excitations. Proc. Natl. Acad. Sci.
USA 77, 7222-7226.
9. T. Dauxois, M. Peyrard, and A. R.
Bishop. (1993). Entropy-driven
DNA denaturation. Phys. Rev. E 47, R44.
10. Dauxois, T. (1991). Dynamics of
breathers modes in a nonlinear “helocoidal” model of DNA. Phys.
Lett. A-159, 390-395.
11. Dauxois, T. and Peyrard, M. (1991).
Dynamics of Breather Modes in a Nonlinear Helicoidal Model of
DNA. Lecture Notes in Physics 393,
Dijon, p.79.
12. Zdravković, S. and Satarić, M.V.
(2001). „Impact of viscosity on DNA
dynamics‟, Phys. Scripta 64, 612-
615.
13. Satarić, M.V. and Tuszyński, J.A.
(2002). Impact of regulatory proteins
on the nonlinear dynamics of DNA. The American Physics Society. 65, 1-
10.
15
14
14. Zdravković, S., Tuszyński, J.A. and
Satarić, M.V. (2004). Peyrard-Bishop-Dauxois model of DNA
dynamics and impact of viscosity. J.
Comput. Theor. Nanosci.1, 171-179.
15. Hermanudin, D. (2011). Efek osilasi
anharmonik pada soliton Deoxyribo
Nucleic Acid Peyrard-Bishop-
Dauxois [Skripsi]. Bogor: Departemen Fisika-FMIPA, IPB.
16. Alatas, Husin dan Hermanudin,
Dede. (2011). Quintic DNA-Breather in Peyrard-Bishop-Dauxois Model
with Fifth Order Approximation
Morse Potential [Jurnal]. Bogor:
Departemen Fisika-FMIPA, IPB.
17. Remoissenet, M. (1986). Low-
amplitude breather and envelope
solitons in quasi-one dimentional physical models. Phys. Rev. B-33,
2386-2392.
18. Zdravković, S. and Satarić, M.V.
(2001). Impact of viscosity on DNA dynamics. Phys. Scripta 64, 612-615.
19. Anonim. BAB IV. REPLIKASI DNA.
Edublogs. Februari 2010. Web. 28 Februari 2011.
<http://biomol.edublogs.org/files/201
0/02/BAB-IV-REPLIKASI-
DNA.pdf>.
20. A. Thom an C. J. Apelt. (1961).
Field Computations in Engineering
and Physics. London: D. Van Nostrand.
21. Supriyanto. (2007). Komputasi untuk
Sains dan Teknik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
22. Munir, R. (2006). Metode numerik.
Bandung: Informatika.
15
LAMPIRAN
17
Lampiran A
Program Simulasi Perambatan Soliton pada Kondisi Stabil
clear all clc
% ## DEFINISI NILAI PARAMETER ## %Parameter Awal M = 10000; N = 200; dx = 0.001; dt = 2.5000e-005; r = dt/dx^2; t0 = -N/2*dt; x0 = -N/2*dx;
%Parameter Masukan k=5.370; K=1.146; l=3.4e-13; m=5.1e-23; h=5; a=0.9e-9 D = 9.6e-21; Ue=10^5; Uc=0; e1=0.0001; lamda=10*l; q=(2*pi)/lamda; ql=0.85*pi; tau=0; phi=0.001; psi=0.002; epsilon=0.5;
% ## DEFINISI NILAI KOEFISIEN ## Wg = 2*a*sqrt(D/m); alfa =(-3*a)/sqrt(2); beta = (7*(a^2))/3; gamma =(-5*(a^3))/(2*sqrt(2));
% ## DEFINISI HUBUNGAN DISPERSI ## W = sqrt((Wg^2) + (2/m)*(k*(1-cos(q*l)) + (K*(cos(q*l*h)+1))));
% ## DEFINISI HUB. F1 dgn F0 dan F2 miu = -2*alfa/(1+(4*K)/(m*Wg.^2)); delta = (m*(Wg.^2) * alfa)/((m*((4*W^2)-(Wg^2))) +
(2*((k*(cos(2*q*l)-1)/m) - (K*(cos(2*h*q*l)+1)))));
% ## DEFINISI KECEPATAN GRUP Vg =(l/(m*W))*((k*sin(q*l)) - (K*h*sin(q*l*h)));
18
% ## DEFINISI KOEF. DISPERSI (P) DAN KOEF.NON LINIER (R) P = (1/(2*W))*((l^2/m)*((k*cos(q*l))- (K*(h^2)*(cos(q*l*h))))-
Vg^2); R = (-
Wg^2/(2*W))*((3*beta*(miu^2+(2*miu*delta)+(2*(delta^2))))+(4*gamma
*((3*miu)+(4*delta)))); sigma=10^10;
A=sigma/P; B=R; Ag=((3*(Ue^2-(Ue*Uc)))/(4*P*R))^0.25; Ve=Vg+(e1*Ue); Q=q*((e1*Ue)/(2*P)); ohm=W+(((e1*Ue)/(2*P))*(Vg+(e1*Uc))); O=0;
% ## RUNNING PROGRAM ## F=zeros(N,M); yn=zeros(N,M);
for i=1:N x(i,1)=x0+(i-1)*dx; F(i,1)=((3/P)^0.25*psi)*((sech(2*x(i,1)/phi))^0.5); end
for j=1:M for i=3:N-1 if i==3 F(i-1,j)=3*F(i,j)-3*F(i+1,j)+F(i+3,j); end if i==N-1 F(i+1,j)=3*F(i,j)-3*F(i-1,j)+F(i-3,j); end
if j==1 F(i,j+1)=1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-1,j)))+
(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j); else F(i,j+1)=2*1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-
1,j)))+(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j-1); end
t(j)=(j-1)*dt; yn(i,j)=
(2*(e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma)))*((cos((sigma*tau)+theta(i
,j)))+
(((e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma))))*((miu/2)+(delta*cos(2*((s
igma*tau)+theta(i,j)))))))); end j end
surf(t,x,abs(yn(:,1:M))) view(0,90); colorbar shading interp
19
xlabel ('T (s)'); ylabel ('nl (pm)'); zlabel ('yn (pm)');
figure plot(x,abs(yn(:,1)));
figure plot(x,abs(yn(:,M)));
20
Lampiran B
Program Simulasi Perambatan Soliton Akibat Gangguan pada Amplitudo
clear all clc
% ## DEFINISI NILAI PARAMETER ## %Parameter Awal M = 10000; N = 200; dx = 0.001; dt = 2.5000e-005; r = dt/dx^2; t0 = -N/2*dt; x0 = -N/2*dx;
%Parameter Masukan k=5.370; K=1.146; l=3.4e-13; m=5.1e-23; h=5; a=0.9e-9 D = 9.6e-21; Ue=10^5; Uc=0; e1=0.0001; lamda=10*l; q=(2*pi)/lamda; ql=0.85*pi; tau=0; phi=0.1; psi=0.2; epsilon=0.25;
% ## DEFINISI NILAI KOEFISIEN ## Wg = 2*a*sqrt(D/m); alfa =(-3*a)/sqrt(2); beta = (7*(a^2))/3; gamma =(-5*(a^3))/(2*sqrt(2));
% ## DEFINISI HUBUNGAN DISPERSI ## W = sqrt((Wg^2) + (2/m)*(k*(1-cos(q*l)) + (K*(cos(q*l*h)+1))));
% ## DEFINISI HUB. F1 dgn F0 dan F2 miu = -2*alfa/(1+(4*K)/(m*Wg.^2)); delta = (m*(Wg.^2) * alfa)/((m*((4*W^2)-(Wg^2))) +
(2*((k*(cos(2*q*l)-1)/m) - (K*(cos(2*h*q*l)+1)))));
% ## DEFINISI KECEPATAN GRUP Vg =(l/(m*W))*((k*sin(q*l)) - (K*h*sin(q*l*h)));
21
% ## DEFINISI KOEF. DISPERSI (P) DAN KOEF.NON LINIER (R) P = (1/(2*W))*((l^2/m)*((k*cos(q*l))- (K*(h^2)*(cos(q*l*h))))-
Vg^2); R = (-
Wg^2/(2*W))*((3*beta*(miu^2+(2*miu*delta)+(2*(delta^2))))+(4*gamma
*((3*miu)+(4*delta)))); sigma=10^10;
A=sigma/P; B=R; Ag=((3*(Ue^2-(Ue*Uc)))/(4*P*R))^0.25; Ve=Vg+(e1*Ue); Q=q*((e1*Ue)/(2*P)); ohm=W+(((e1*Ue)/(2*P))*(Vg+(e1*Uc))); O=0;
% ## RUNNING PROGRAM ## F=zeros(N,M); yn=zeros(N,M);
for i=1:N x(i,1)=x0+(i-1)*dx; % Solusi Perturbasi I
F(i,1)=(((3/P)^0.25)*psi)*((sech(2*x(i,1)/phi))^0.025)*
(1+epsilon); % Solusi Perturbasi II %F(i,1)=(((3/P)^0.25)*psi)*((sech(2*(1+epsilon)*x(i,1)/phi))^0
.025)*(1+epsilon); end
for j=1:M for i=3:N-1 if i==3 F(i-1,j)=3*F(i,j)-3*F(i+1,j)+F(i+3,j); end if i==N-1 F(i+1,j)=3*F(i,j)-3*F(i-1,j)+F(i-3,j); end
if j==1 F(i,j+1)=1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-1,j)))+
(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j); else F(i,j+1)=2*1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-
1,j)))+(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j-1); end
t(j)=(j-1)*dt; yn(i,j)=
(2*(e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma)))*((cos((sigma*tau)+theta(i
,j)))+
(((e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma))))*((miu/2)+(delta*cos(2*((s
igma*tau)+theta(i,j)))))))); end j end
22
surf(t,x,abs(yn(:,1:M))) view(0,90); colorbar shading interp xlabel ('T (s)'); ylabel ('nl (pm)'); zlabel ('yn (pm)');
figure plot(x,abs(yn(:,1)));
figure plot(x,abs(yn(:,M)));
23
Lampiran C
Program Simulasi Interaksi Dua Soliton
clear all clc
% ## DEFINISI NILAI PARAMETER ## %Parameter Awal M = 10000; N = 200; dx = 0.001; dt = 2.5000e-005; r = dt/dx^2; t0 = -N/2*dt; x0 = -N/2*dx;
%Parameter Masukan k=5.370; K=1.146; l=3.4e-13; m=5.1e-23; h=5; a=0.9e-9 D = 9.6e-21; Ue=10^5; Uc=0; e1=0.0001; lamda=10*l; q=(2*pi)/lamda; ql=0.85*pi; tau=0; phi=0.000015; psi=0.000025; epsilon=1;
% ## DEFINISI NILAI KOEFISIEN ## Wg = 2*a*sqrt(D/m); alfa =(-3*a)/sqrt(2); beta = (7*(a^2))/3; gamma =(-5*(a^3))/(2*sqrt(2));
% ## DEFINISI HUBUNGAN DISPERSI ## W = sqrt((Wg^2) + (2/m)*(k*(1-cos(q*l)) + (K*(cos(q*l*h)+1))));
% ## DEFINISI HUB. F1 dgn F0 dan F2 miu = -2*alfa/(1+(4*K)/(m*Wg.^2)); delta = (m*(Wg.^2) * alfa)/((m*((4*W^2)-(Wg^2))) +
(2*((k*(cos(2*q*l)-1)/m) - (K*(cos(2*h*q*l)+1)))));
% ## DEFINISI KECEPATAN GRUP Vg =(l/(m*W))*((k*sin(q*l)) - (K*h*sin(q*l*h)));
24
% ## DEFINISI KOEF. DISPERSI (P) DAN KOEF.NON LINIER (R) P = (1/(2*W))*((l^2/m)*((k*cos(q*l))- (K*(h^2)*(cos(q*l*h))))-
Vg^2); R = (-
Wg^2/(2*W))*((3*beta*(miu^2+(2*miu*delta)+(2*(delta^2))))+(4*gamma
*((3*miu)+(4*delta)))); sigma=10^10;
A=sigma/P; B=R; Ag=((3*(Ue^2-(Ue*Uc)))/(4*P*R))^0.25; Ve=Vg+(e1*Ue); Q=q*((e1*Ue)/(2*P)); ohm=W+(((e1*Ue)/(2*P))*(Vg+(e1*Uc))); O=0;
% ## RUNNING PROGRAM ## F=zeros(N,M); yn=zeros(N,M);
for i=1:N x(i,1)=x0+(i-1)*dx;
% Interaksi 2 soliton dengan θ=0 F(i,1)=(((3/P)^0.25)*psi)*((sech((x(i,1)+0.055)/phi))+
(sech((x(i,1)-0.015)/phi))*(exp(1i*(0))));
% Interaksi 2 soliton dengan θ=π %F(i,1)=(((3/P)^0.25)*psi)*((sech((x(i,1)+0.055)/phi))+
(sech((x(i,1)-0.015)/phi))*(exp(1i*(pi)))); % Interaksi 2 soliton dengan θ=π/2
%F(i,1)=(((3/P)^0.25)*psi)*((sech((x(i,1)+0.055)/phi))+
(sech((x(i,1)-0.015)/phi))*(exp(1i*(pi/2)))); end
for j=1:M for i=3:N-1 if i==3 F(i-1,j)=3*F(i,j)-3*F(i+1,j)+F(i+3,j); end if i==N-1 F(i+1,j)=3*F(i,j)-3*F(i-1,j)+F(i-3,j); end
if j==1 F(i,j+1)=1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-1,j)))+
(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j); else F(i,j+1)=2*1i*((r*phi^2*(F(i+1,j)-2*(F(i,j))+F(i-
1,j)))+(psi^6*dt*((conj(F(i,j))^2)*(F(i,j)^3))))+F(i,j-1); end
t(j)=(j-1)*dt; yn(i,j)=
(2*(e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma)))*((cos((sigma*tau)+theta(i
,j)))+
(((e1^0.5)*(psi*F(i,j)/(sqrt(R/sigma))))*((miu/2)+(delta*cos(2*((s
igma*tau)+theta(i,j)))))))); end j
25
end
surf(t,x,abs(yn(:,1:M))) view(0,90); colorbar shading interp xlabel ('T (s)'); ylabel ('nl (pm)'); zlabel ('yn (pm)');
figure plot(x,abs(yn(:,1)));
figure plot(x,abs(yn(:,M)));