perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN
JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
PERFORMANCE EVALUATION AND MAINTENANCE PATTERN OF JENDERAL SUDIRMAN STREET
SALATIGA
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Teknik
Disusun oleh:
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
Disusun oleh :
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Tim Pembimbing:
Jabatan
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001
........................ .................
Pembimbing II
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001
........................ .................
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN
JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
Disusun oleh :
NURCHALIF ARIEF WIBOWO S940809108
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada hari Kamis, tanggal 27 Januari 2011 21 Januari 2011
Dewan Penguji:
Jabatan
Nama Tanda Tangan
Ketua S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 196905011995121001
........................
Sekretaris Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001
........................
Penguji I Dr. Eng. Syafi’i, M.T. NIP. 196706021997021001
........................
Penguji II
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D. NIP. 196612041995121001
........................
Mengetahui:
Direktur Program Ketua Program Studi Pascasarjana Magister Teknik Sipil
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 195708201985031004 NIP. 194804221985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a : NURCHALIF ARIEF WIBOWO
NIM : S940809108
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
EVALUASI KINERJA DAN POLA PEMELIHARAAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN SALATIGA
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis
tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari gelar tersebut.
Surakarta, Januari 2011
Yang membuat pernyataan
Nurchalif Arief Wibowo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul “Evaluasi Kinerja dan Pola Pemeliharaan Jalan Jenderal Sudirman
Salatiga”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek), Badan Pembinaan
Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis;
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta;
3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D., Sekretaris Program Studi Magister Teknik
Sipil dan Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan tesis;
5. Dr. Eng. Syafi’i, M.T., Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan tesis;
6. Seluruh Dosen Pengampu mata kuliah pada Program Studi Magister Teknik
Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil ;
7. Walikota Salatiga, Sekretaris Daerah Kota Salatiga, Kepala Badan Kepegawaian
Daerah Kota Salatiga dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Salatiga yang
telah memberikan ijin belajar.
8. Istriku Lenny Hapsari, bagi dunia kamu adalah seseorang tapi ingatlah bagi
seseorang kamu adalah dunianya. Engkau bukan hanya sekedar indah, engkau tak
akan terganti;
9. Putri kecilku, Syifa Nuraina Ramadhina;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
10. Ibunda Nur Hatimah Hartadi, untuk doa yang selalu teriring sepanjang malam
untuk anakmu;
11. Bapak/Ibu Mertua, Bp. Mulyono M. Arief dan Ibunda Pariyem, atas kepercayaan
mengizinkan putri tercintanya menjadi pendamping hidupku;
12. Saudara-saudariku tercinta, Novi, Ricky dan Encha serta keluarga besar atas doa
dan semangat;
13. Sahabat-sahabat seperjuangan dan sependeritaan, Karyasiswa MTRPBS
Angkatan 2009;
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini namun
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah dan mendapat ridha dari
Allah SWT. Amin.
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Jalan Jenderal Sudirman sebagai jalan Arteri Primer di Kota Salatiga menghubungkan dua kota besar yaitu Semarang dan Surakarta. Kepadatan lalu-lintas yang tinggi, penataan parkir dan pedagang kaki lima yang menggunakan badan jalan mengakibatkan kemacetan dan kesemrawutan jalan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kota Salatiga menerapkan sistem jalan searah. Penerapan ini menimbulkan akibat, diantaranya yaitu perubahan lalu-lintas baik pada ruas jalan maupun persimpangan jalan Jenderal Sudirman. Dampak lain yang terjadi adalah bertambahnya kerusakan jalan dikarenakan adanya pembongkaran median jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja jalan dan simpang jalan Jenderal Sudirman setelah diterapkan jalan satu arah, evaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan, serta penentuan pola pemeliharaan jalan berdasarkan kondisi kerusakan yang ada.
Data diperoleh melalui pengambilan data primer (survei volume lalu lintas, survei kerusakan, dan pengambilan benda uji), serta pengumpulan data sekunder (CBR tanah dasar, data iklim, pertumbuhan lalu lintas). Kinerja jalan dan simpang dievaluasi menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997). Evaluasi kondisi jalan dengan metode Pavement Condition Indeks (PCI). Kekuatan struktur perkerasan dievaluasi melalui pengujian Marshall dan menggunakan Metode Analisis Komponen SKBI 1987. Pola Pemeliharaan dievaluasi menggunakan Manual Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Propinsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah dengan nilai derajat kejenuhan 0,89 tidak memenuhi syarat derajat kejenuhan MKJI 1997 yaitu kurang dari 0,75 dan masuk pada tingkat pelayanan E dimana sering terjadi kemacetan. Setelah adanya penerapan jalan searah kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan turun menjadi 0,49 dan masuk pada tingkat pelayanan C dimana arus lalu lintas masih stabil. Hal ini dikarenakan dengan penerapan jalan searah, arus lalu lintas yang ada menjadi turun. Kinerja simpang Golkar dengan nilai derajat kejenuhan 0,513 masih memenuhi persyaratan MKJI 1997 yaitu kurang dari 0,85. Kondisi perkerasan ruas jalan didapatkan nilai rata-rata PCI sebesar 49,89 dengan kondisi jalan buruk (poor), sehingga perlu perbaikan kondisi permukaan. Kekuatan struktur perkerasan jalan tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalulintas sedang sehingga diperlukan penanganan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan. Untuk tetap memberikan kenyamanan pemakai jalan diperlukan perbaikan dengan menggunakan P2 (laburan aspal setempat) sebesar 36,05 m2, P4 (pengisian retakan) sebesar 1,52 m2, P5 (penambalan lubang) sebesar 41,75 m2, P6 (perataan) sebesar 428,31 m2. Sedangkan untuk desain perkerasan jalan dengan umur rencana 5 tahun diperlukan tebal overlay sebesar 5 cm dengan menggunakan laston. Kata kunci: kinerja, perkerasan, pemeliharaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
General Sudirman Street as a Primary Arterial street in the city of Salatiga linking two major cities of Semarang and Surakarta. The high traffic density, the arrangement of parking and sidewalk vendors (vendors) using the street side resulting in traffic jams. To overcome this, the Government introduced one way street system. The application of it generates changes of traffic both on General Sudirman street and its intersections. Another impact is an increasing damage to roads due to the demolition of the road median. This study aims to evaluate the performance of road and intersections after application of one-way street, evaluating pavement conditions and strength, and determination of the pattern of road maintenance based on condition of existing damage.
Data obtained through primary data collection (traffic volume survey, damage survey, and taking the marshall test), as well as secondary data collection (CBR subgrade, climate data, traffic growth). The performance of roads and intersections were evaluated using the Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM 1997). Evaluate the condition of road pavement using the Pavement Condition Indek method (PCI). Strength of pavement structure was evaluated by testing the Marshall and using Component Analysis Method SKBI 1987.
The results showed that the performance of Sudirman street two-way road system does not qualify with the degree of saturation 0.89 and level of service E where traffic jams is frequent. After the implementation of one way road system, the General Sudirman road performance is qualify with the degree of saturation values decreased to 0.49 and level of service C where traffic flow is still stable. This is because the implementation of one way road system caused the flow of existing traffic downs. Golkar intersection performance with the degree of saturation 0.513 still meet the requirements based on MKJI 1997 which is less than 0.85. Road pavement condition obtained an average value of 49.89 with PCI bad road conditions (poor), so that road surface conditions need improvement. Strength of a pavement structure are not eligible to serve traffic stability so an overlay to add strength to the structure of the road is needed. For the convenience of road users, repairments using the P2 (laburan local asphalt) of 36,05 m2, P4 (filling cracks) of 1,52 m2, P5 (Patching a hole) equal to 41,75 m2, P6 (flattening) of 428,31 m2 are needed. As for the design of a pavement with a design life of 5 years required a 5 cm thick laston overlay
Keywords: performance, pavement, maintenance.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul “Evaluasi Kinerja dan Pola Pemeliharaan Jalan Jenderal Sudirman
Salatiga”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Magister
Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tesis ini membahas mengenai evaluasi kinerja jalan dan kondisi serta
kekuatan perkerasan jalan beserta pola penanganan pemeliharaan kerusakan jalan
Jenderal Sudirman Salatiga setelah penerapan jalan searah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi
penyempurnaan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat menjadi bagian dari khazanah ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi pembaca. Wassalam.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xix
DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 2
1.5. Batasan Masalah ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 4
2.2. Kinerja Jalan Perkotaan ........................................................... 7
2.2.1. Jalan Perkotaan ........................................................................ 7
2.2.2. Perilaku Lalu-lintas ................................................................. 7
2.3. Kinerja Persimpangan ............................................................. 15
2.3.1. Arus Lalu-lintas ....................................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.3.2. Model Dasar ............................................................................ 15
2.3.3. Arus Jenuh Dasar ..................................................................... 15
2.3.4. Penentuan waktu sinyal ........................................................... 16
2.3.5. Kapasitas dan derajat kejenuhan ............................................. 17
2.4. Kerusakan Perkerasan lentur ................................................... 17
2.4.1. Jenis-jenis kerusakan ............................................................... 17
2.4.2. Penyebab kerusakan ................................................................ 21
2.5. Pavement Condition Indek (PCI) ............................................ 21
2.5.1. Nilai pengurang ( Deduct Value, DV ) .................................... 22
2.5.2. Nilai Kerapatan (density) ......................................................... 23
2.5.3. Nilai - pengurangan Total (Total Deduct Value, TDV ) .......... 23
2.5.4. Nilai - pengurangan terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV )
.................................................................................................. 24
2.5.5. Nilai PCI .................................................................................. 24
2.5.6. Rating ...................................................................................... 25
2.5.7. Tingkat Kerusakan (Severity Level) ......................................... 25
2.5.8. Evaluasi Kekuatan Perkerasan……………………………….. 30
2.6. Penentuan Jenis Penanganan Kerusakan ................................. 31
2.6.1. Metode Perbaikan Standar ....................................................... 31
2.6.2. Pelapisan Tambahan (Overlay) ............................................... 33
2.7. Pengujian Kekuatan Perkerasan .............................................. 41
2.7.1. Marshall Test ........................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ..................................................................... 43
3.2. Data-data ................................................................................. 44
3.2.1. Data dan Sumber Data ............................................................. 44
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 44
3.3. Pengujian Laboratorium .......................................................... 45
3.3.1. Alat Pengujian ......................................................................... 45
3.3.2. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan ................................. 45
3.4. Desain Survei………………………………………………… 47
3.5. Teknik Analisa Data…………………………………………... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3.6. Tahap Penelitian ...................................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penyajian Data ......................................................................... 49
4.1.1. Data Geometrik Jalan dan Persimpangan ................................ 49
4.1.2. Skema Jalan searah .................................................................. 51
4.1.3. Struktur Perkerasan Jalan ........................................................ 52
4.1.4. Data Lalu lintas ....................................................................... 52
4.1.5. Data Kecepatan Terukur .......................................................... 55
4.1.6. Data Hambatan Samping ......................................................... 56
4.1.7. Data Jumlah Penduduk ............................................................ 56
4.1.8. Data Tingkat Pertumbuhan Kendaraan ................................... 56
4.1.9. Data Volume Lalu-lintas ......................................................... 57
4.1.10. Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade .................... 57
4.1.11. Data Iklim ................................................................................ 57
4.1.12. Data Survei Kondisi Perkerasan Jalan ..................................... 58
4.2. Analisis Data ........................................................................... 61
4.2.1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Salatiga ........ 61
4.2.2. Analisis Kinerja Simpang DPD Golkar Jalan Jenderal
Sudirman Salatiga .................................................................... 64
4.2.3. Analisis Kondisi Perkerasan Jalan .......................................... 66
4.2.4. Analisis Kekuatan Perkerasan Jalan ......................................... 74
4.2.5. Pemeliharaan Kerusakan Jalan ................................................ 76
4.3. Pembahasan ............................................................................. 82
4.3.1. Pembahasan Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman ............... 82
4.3.2. Pembahasan Kinerja Simpang Golkar ..................................... 85
4.3.3. Pembahasan Kondisi Perkerasan Jalan .................................... 85
4.3.4. Pembahasan Kekuatan Perkerasan Jalan ................................. 87
4.3.5. Pembahasan Pemeliharaan Jalan……………………………... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 89
5.2. Saran ........................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kapasitas Dasar ......................................................................... 8
Tabel 2.2. Faktor Penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas .................... 9
Tabel 2.3. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah ...................... 9
Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Hambatan Samping (FCSF) ........ 9
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kapasitas ukuran kota (FCCS) ...................... 10
Tabel 2.6. Ekivalen Mobil Penumpang jalan perkotaan ............................... 10
Tabel 2.7. Tingkat Pelayanan Jalan berdasarkan Derajat Kejenuhan ........... 14
Tabel 2.8. Tingkat Pelayanan Jalan berdasarkan Kecepatan rata-rata .......... 14
Tabel 2.9. Nilai Ekivalensi Kendaraan Penumpang ...................................... 15
Tabel 2.10. Nilai PCI ...................................................................................... 25
Tabel 2.11. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off) .......... 25
Tabel 2.12. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and
raveling) ....................................................................................... 26
Tabel 2.13. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan retak kulit buaya (alligator cracking) ......................... 26
Tabel 2.14. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan retak memanjang dan melintang (longitudinal &
transverse cracking) ..................................................................... 27
Tabel 2.15. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan ambles (deppression) ................................................... 27
Tabel 2.16. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and
utility cut patching) ...................................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 2.17. Daftar Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan
pilihan perbaikan retak pinggir (edge cracking) .......................... 28
Tabel 2.18. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan retak blok (block cracking) .......................................... 28
Tabel 2.19. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan pengembangan (swell) ................................................. 29
Tabel 2.20. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan alur (rutting) ................................................................ 29
Tabel 2.21. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan
sungkur (shoving) ........................................................................... 29
Tabel 2.22. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan
perbaikan lubang (pothole) .......................................................... 30
Tabel 2.23. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan .................................. 34
Tabel 2.24. Koefisien distribusi kendaraan (C) ............................................... 34
Tabel 2.25. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan .............................. 35
Tabel 2.26. Faktor Regional (FR) .................................................................. 37
Tabel 2.27. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt) ....................... 38
Tabel 2.28. Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo) ........................ 38
Tabel 2.29. Nilai kondisi perkerasan jalan ...................................................... 39
Tabel 2.30. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ........................... 40
Tabel 2.31. Koefisien kekuatan relatif (a) ....................................................... 41
Tabel 2.32. Persyaratan Campuran Lapis Beton .............................................. 42
Tabel 2.33. Persyaratan Campuran Lapis Beton .............................................. 42
Tabel 3.1. Desain survei ................................................................................ 42
Tabel 4.1. Volume Jam Puncak Jalan Jenderal Sudirman Searah ................. 54
Tabel 4.2. Data Lalu lintas Harian Rata-rata tahunan jalan Jenderal
Sudirman dua arah......................................................................... 55
Tabel 4.3. Data Volume jam puncak simpang DPD Golkar kondisi searah . 55
Tabel 4.4. Tingkat Pertumbuhan Kendaraan ................................................. 56
Tabel 4.5. Data LHR jalan Jenderal Sudirman kondisi searah ...................... 57
Tabel 4.6. Data Curah Hujan ......................................................................... 58
Tabel 4.7. Perhitungan Derajat Kejenuhan ................................................... 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Tabel 4.8. Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas one way street
jalan Jenderal Sudirman ............................................................... 63
Tabel 4.9. Perhitungan Arus Jenuh Dasar ..................................................... 65
Tabel 4.10. Perhitungan Nilai Arus Jenuh ...................................................... 65
Tabel 4.11. Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase ...................................... 66
Tabel 4.12. Perhitungan Waktu Hijau ............................................................. 66
Tabel 4.13. Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan ............................ 66
Tabel 4.14. Kondisi dan Hasil Pengukuran ..................................................... 67
Tabel 4.15. Perhitungan PCI ........................................................................... 70
Tabel 4.16. Hasil Formulir Perhitungan PCI untuk unit sampel ..................... 72
Tabel 4.17. Nilai PCI Tiap Segmen dan PCI Rata-rata jalan Jenderal
Sudirman ...................................................................................... 73
Tabel 4.18. Data hasil Marshall test ............................................................... 75
Tabel 4.19. Perilaku lalu lintas ........................................................................ 84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tipe-tipe retakan pada perkerasan lentur .................................... 18
Gambar 2.2. Tipe kerusakan retak blok (block crack) ...................................... 18
Gambar 2.3. Tipe kerusakan retak kulit buaya (alligator crack) ...................... 19
Gambar 2.4. Kurva nilai pengurangan (deduct value) untuk retak kulit buaya
pada jalan dengan perkerasan beton aspal ................................... 23
Gambar 2.5. Koreksi kurva untuk jalan dengan perkerasan dengan
permukaan aspal dan tempat parkir .............................................. 24
Gambar 2.6. Alat uji Marshall .......................................................................... 42
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian .................................................................. 43
Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian ................................................................... 48
Gambar 4.1. Potongan Melintang Jalan Jenderal Sudirman Dua arah (Segmen
Langensuko) ................................................................................. 49
Gambar 4.2. Potongan Melintang Jalan Jenderal Sudirman Dua arah (Depan
Hotel Wahid) ................................................................................ 50
Gambar 4.3. Potongan melintang Jalan Jenderal Sudirman Searah .................. 50
Gambar 4.4. Denah simpang DPD Golkar ........................................................ 51
Gambar 4.5. Skema Jalan Searah ...................................................................... 51
Gambar 4.6. Penampang Melintang Jalan ........................................................ 52
Gambar 4.7. Detail lapisan Perkerasan Jalan .................................................... 52
Gambar 4.8. Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah ................... 53
Gambar 4.9. Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman searah ...................... 53
Gambar 4.10. Pembagian area penelitian dalam unit-unit sampel ...................... 58
Gambar 4.11. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 1 dan 2 ..................................... 59
Gambar 4.12. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 3 dan 4 ..................................... 59
Gambar 4.13. Kondisi Perkerasan Unit Sampel 5 dan sampel 6 ........................ 60
Gambar 4.14. Kondisi perkerasan unit sampel 7 dan sampel 8 ........................... 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 4.15. Kondisi perkerasan unit sampel 9 ……………........................... 60
Gambar 4.16. Grafik deduct value untuk Patching ............................................ 71
Gambar 4.17. Corrected Deduct Value ............................................................... 72
Gambar 4.18. Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan ................................ 74
Gambar 4.19. Benda uji sebelum dan sesudah pengujian ................................... 75
Gambar 4.20. Kerusakan Tambalan (Patching) .................................................. 86
Gambar 4.21. Kerusakan Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking) ................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Survei LHR Tahun 2010 dan Formulir Perhitungan Lalu
lintas Jalan Jenderal Sudirman .................................................... LA-1
Lampiran B Tabel – tabel Analisis LOS Jalan Perkotaan (MKJI 1997) ..... LB-1
Lampiran C Data lalu lintas dan Volume Jam Puncak Persimpangan ....... LC-1
Lampiran D Tabel – tabel Analisis LOS Simpang bersinyal (MKJI 1997) LD-1
Lmapiran E Tabel Perhitungan Kondisi Perkerasan Lentur (Perhitungan
PCI) ........................................................................................... LE-1
Lampiran F Grafik Deduct Value & Corrected Deduct Value Perkerasan
Lentur ........................................................................................ LF-1
Lampiran G Perhitungan Kekuatan Perkerasan Lentur dengan Metode
Analisis Komponen SKBI 1987 dan Nomogram Perhitungan
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ................................................ LG-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR NOTASI
a Koefisisen kekuatan relatif bahan perkerasan
AC Asphalt Concrete
Ad luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan
As Luas total unit segmen
C Koefisien distribusi kendaraan
C Kapasitas
c Waktu Siklus
C Koefisien distribusi kendaraan
CBR Califonia Bearing Ratio (%)
CDV Corrected Deduct Value
Co Kapasitas dasar
cua Waktu siklus sebelum penyesuaian
D Tebal lapisan perkerasan (cm)
DDT Daya Dukung Tanah
DS Degree of Saturation
DS Nilai rasio arus total dan kapasitas (derajat kejenuhan)
DV Deduct value
E Angka ekivalen beban sumbu kendaraan
EMP Ekivalensi kendaraan penumpang
FCCS Faktor Penyesuaian terhadap ukuran kota
FCS Faktor penyesuaian ukuran kota (untuk simpang)
FCSF Faktor Penyesuaian hambatan samping
FCSP Faktor Penyesuaian akibat pemisahan arah
FCW Faktor Penyesuaian lebar jalan
FFVCS Faktor penyesuaian akibat ukuran kota
FFVSF Faktor penyesuaian akibat hambatan samping
FG Faktor penyesuaian kelandaian (untuk simpang)
FLT Faktor penyesuaian belok kiri (untuk simpang)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
FP Faktor Penyesuaian
FP Faktor penyesuaian parkir (untuk simpang)
FR Faktor Regional
FR Arus dibagi dengan arus jenuh
FRcrit Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu
sinyal
FRT Faktor penyesuaian belok kanan (untuk simpang)
FSF Faktor penyesuaian hambatan samping (untuk simpang)
FV Kecepatan arus bebas sesungguhnya (km/jam)
FVo Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
FVW Penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas
G Waktu hijau
GDOT Georgia Department of Transportation
gi Tampilan waktu hijau pada fase I
HCM Highway Capacity Manual
HDV Highest Deduct Value
HV Kendaraan berat
i Pertumbuhan lalu lintas (%)
IFR Rasio arus simpang
IP Indeks Permukaan pada akhir umur rencana
IPo Indeks Permukaan pada awal umur rencana
ITP Indeks Tebal Perkerasan
ITS Indirect Tensile Strength
L Panjang segmen
Ld Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan
LEA Lintas Ekivalen Akhir
LEP Lintas Ekivalen Permulaan
LER Lintas Ekivalen Rencana
LET Lintas Ekivalen Tengah
LET Lintas Ekivalen Akhir
LHR Lalu lintas Harian Rata-rata
LHRT Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
LOS Level of Service
LTI Jumlah waktu hilang per siklus
LV Kendaraan ringan
MC Sepeda motor
MKJI Manual Kapasitas Jalan Indonesia
PACES Pavement Condition Evaluation System
PCI Pavement Condition Indeks
PI Plastisitas Indeks
Q Arus total
Q Arus lalu-lintas
S Arus jenuh
So Arus jenuh dasar
TDV Total Deduct Value
TT Waktu tempuh
UM Kendaraan tidak bermotor
UR Umur Rencana (tahun)
V Kecepatan perjalanan
Vo Kecepatan arus bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan Jenderal Sudirman sebagai jalan Arteri Primer di Kota Salatiga
merupakan jalur alternatif yang menghubungkan dua kota besar yaitu Semarang dan
Surakarta. Selain dilalui oleh pergerakan lalu lintas regional, jalan ini juga melayani
pergerakan lalu lintas skala lokal yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan di Kota
Salatiga.
Jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan utama yang ramai dan padat lalu-
lintasnya. Kawasan tersebut dikenal sebagai pusat bisnis dan perniagaan di Kota
Salatiga. Di kawasan ini terdapat dua pusat perbelanjaan terbesar di Kota Salatiga,
yakni Mal Ramayana Tamansari dan Toko Serba Ada (Toserba) Ada Baru.
Bertempat pula disana Komplek Ruko Tamansari serta dua pasar tradisional terbesar,
yakni Pasaraya I dan Pasaraya II. Selain itu tiga hotel besar Kota Salatiga yakni
Hotel Grand Wahid, Le Beringin dan Laras Asri juga berada di ruas jalan tersebut.
Kepadatan lalu-lintas yang tinggi, penataan parkir yang menggunakan badan
jalan, dan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di bahu jalan mengakibatkan
kemacetan dan kesemrawutan jalan Jenderal Sudirman. Untuk mengatasi hal
tersebut, Pemerintah Kota Salatiga menerapkan sistem jalan searah/one way traffic
sekaligus melakukan penataan-penataan baik parkir, jalur lambat dan juga
perambuan. Dengan penerapan sistem ini diharapkan adanya penurunan tiga hal,
yakni volume kendaraan, waktu tempuh, dan efisiensi bahan bakar sehingga jalan
bisa memberikan tingkat pelayanan sesuai kapasitasnya.
Pemberlakuan sistem jalan searah ini menimbulkan beberapa akibat,
diantaranya yaitu adanya perubahan lalu-lintas baik pada ruas jalan maupun
persimpangan jalan Jenderal Sudirman yang menghubungkan antara jalan searah
dengan jalan dua arah. Selain adanya perubahan lalu lintas, dampak lain yang terjadi
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
adalah bertambahnya kerusakan perkerasan jalan. Kerusakan ini dikarenakan adanya
pembongkaran pada median jalan. Pembongkaran median jalan beserta instalasi baik
listrik maupun air didalamnya menyebabkan jalan rusak sehingga mengganggu
kenyamanan pengguna jalan. Evaluasi kondisi permukaan jalan dan kekuatan
perkerasan diperlukan untuk menentukan penanganan jalan yang paling tepat sesuai
dengan kondisi jalan serta kerusakan jalan yang ada.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kinerja jalan dan simpang Jenderal Sudirman setelah penerapan
jalan searah?
2. Bagaimanakah kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Jenderal Sudirman
setelah penerapan jalan searah?
3. Bagaimanakah usulan penanganan kerusakan/pola rehabilitasi pada jalan
Jenderal Sudirman?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kinerja jalan dan simpang Jenderal Sudirman setelah penerapan
jalan searah.
2. Mengetahui kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Jenderal Sudirman setelah
penerapan jalan searah.
3. Menetapkan usulan penanganan kerusakan/sistem rehabilitasi yang efisien
pada jalan Jenderal Sudirman.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui seberapa jauh kebijakan penerapan jalan searah dapat mengurangi
kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas jalan Jenderal Sudirman Salatiga.
2. Mengetahui kondisi dan kekuatan perkerasan sebagai acuan perlu tidaknya
perbaikan jalan.
3. Mengetahui pola pemeliharaan untuk penanganan kerusakan pada jalan
Jenderal Sudirman Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Ruas jalan yang ditinjau adalah jalan Jenderal Sudirman penggal jalan
bundaran Ramayana sampai jalan Ahmad Yani;
2. Evaluasi kinerja jalan yang ditinjau adalah meliputi derajat kejenuhan, dan
Tingkat pelayanan jalan atau Level Of Service (LOS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pemeliharaan ruas jalan Solo – Gemolong didapatkan jenis
kerusakan adalah amblas, retak buaya, keriting, retak memanjang, rusak tengah,
rusak tepi, pengelupasan, jembul dan lubang. Jenis kerusakan yang paling banyak
adalah kerusakan amblas sebesar 1459,93 m2 dan jenis kerusakan yang paling sedikit
adalah kerusakan jembul dan sungkur sebesar 77 m2 (Wardoyo, 2004). Penelitian
disini dilakukan untuk mengetahui kondisi fungsional perkerasan jalan saja tanpa
adanya evaluasi kekuatan perkerasan ataupun evaluasi kinerja jalan.
Penelitian mengenai kapasitas ruas jalan Sragen – Palur didapatkan volume jam
puncak terjadi pada hari senin tanggal 31 januari 2005 jam 08.00-09.00 dengan
jumlah volume lalu lintas 2674,5 smp/jam dan kapasitas 2821 smp/jam. Tingkat
pelayanan ruas jalan Sragen – Palur dengan derajat kejenuhan sebesar 0,948 dan
kecepatan 32,8 km/jam termasuk tingkat pelayanan E yang merupakan arus tidak
stabil (Suprapto, 2005). Penelitian disini dilakukan untuk mengetahui kinerja jalan
saja tanpa adanya evaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan tersebut.
Penelitian mengenai kerusakan dan umur layan jalan Brigjend. Katamso
Surakarta didapatkan hasil yaitu uji kadar aspal kondisi eksisting 3,32 % lebih rendah
dibandingkan kadar aspal perencanann yaitu 6,7 %. Hasil uji Marshall kondisi
eksisting 974,3 kg lebih rendah dibandingkan rencana 1498,5 kg. Hasil uji Indirect
Tensile Strength (ITS) eksisting didapat 484,976 KPa sedang kondisi perencanaan
didapat 521, 284 KPa. Hasil prediksi umur layan pada wearing coarse kondisi
eksisting 5,82E+0,8 MSa sedangkan kondisi perencanaan 6,46E+08 MSa. Dari
analisis tersebut didapatkan bahwa kondisi perkerasan saat ini lebih rendah daripada
kondisi perencanaan, maka ruas jalan perlu segera dilakukan perbaikan untuk
mencegah kerusakan lebih besar (Suwarno, 2009). Dalam Penelitian ini dilakukan
untuk mengevaluasi kondisi dan kekuatan perkerasan jalan Brigjend. Katamso, tanpa
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dilakukan evaluasi terhadap kinerja jalan yang meliputi kapasitas jalan, tingkat
pelayanan jalan yang ada.
Penelitian mengenai kinerja dan sistem rehabilitasi jalan Sukoharjo-Pondok
didapatkan hasil penelitian menunjukkan derajat kejenuhan (DS) jalan sebelum dan
sesudah rehabilitasi sama, nilai rata-rata Pavement Condition Indeks (PCI) jalan
sebelum rehabilitasi sebesar 23,40 sedangkan sesudah rehabilitasi sebesar 100,
sehingga kondisi jalan sebelum rehabilitasi sangat buruk (very poor) dan
memerlukan penanganan kerusakan jalan dengan perbaikan standard. Pada kondisi
jalan yang ada didapatkan Indeks Tebal Perkerasan ada (ITPada) sebesar 3,59
sedangkan Indeks Tebal Perkerasan perlu (ITPperlu) 5 tahun sebesar 4,85, maka jalan
diperlukan overlay setebal 5,00 cm dengan menggunakan lapis beton (laston)
(Dharma, 2009). Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi baik kinerja jalan maupun
kondisi dan kekuatan perkerasan jalan. Untuk mengetahui kekuatan struktur
perkerasan jalan dalam hal ini tidak dilakukan melalui uji laboratorium, tetapi hanya
menggunakan korelasi dengan indeks perkerasan kondisi jalan saja. Disamping itu
dalam evaluasi kinerja jalan, penelitian ini hanya melakukan analisa mengenai
tingkat pelayanan jalan yang ada tanpa adanya kajian mengenai waktu tempuh,
kecepatan tempuh sebelum dan setelah dilakukan rehabilitasi.
Penelitian mengenai penilaian kondisi perkerasan jalan Ring Road selatan
Yogyakarta dengan menggunakan metode Pavement Condition Indeks (PCI)
menunjukkan bahwa jenis kerusakan yang terjadi diantaranya adalah retak buaya,
retak blok, retak memanjang dan melintang, tambalan, pengelupasan, dan ambles.
Prioritas pemeliharaan diberikan pada perkerasan unit sampel 23 B dengan nilai PCI
yang terkecil yaitu 22 atau jalan sangat buruk (Suswandhi, 2008).
Penelitian mengenai kesesuaian Higway Capacity Methode dalam hal
memperkirakan kemampuan pengemudi terhadap persepsi besaran Level of Service
(LOS) atau Tingkat Pelayanan Jalan. Penentuan Tingkat pelayanan jalan (LOS)
menurut Higway Capacity Methode belum didasarkan pada penelitian tentang
persepsi pengemudi sehingga dalam penelitian ini diharapkan persepsi pengemudi
menjadi suatu indikator dalam penentuan Tingkat Pelayanan Jalan (LOS) (Jovanis et
al, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Penelitian mengenai indikator yang berpengaruh dalam tingkat pelayanan jalan
simpang bersinyal pada jalan arteri primer diantaranya adalah rata-rata tundaan
kendaraan, selain itu faktor yang berpengaruh adalah kecepatan rata-rata kendaraan.
Penelitian ini menggunakan simulasi untuk memperkirakan tundaan yang terjadi
kemudian diidentifikasi untuk mencari penyelesaian. Dalam penelitian ini
dikembangkan sebuah model yang mewakili tundaan pada jalan arteri primer. Model
ini akan memberikan prediksi yang bagus tentang tundaan yang akan terjadi di
lapangan (Fambro, 2010)
Pavement condition evaluation system (PACES) merupakan suatu sistem untuk
mencatat tingkatan dan tipe kerusakan permukaan pada perkerasan beraspal. Sistem
ini dikembangkan oleh Georgia Department of Transportation (GDOT) lebih dari 15
tahun yang lalu. Sistem ini hanya dipergunakan untuk kondisi struktur permukaan
perkerasan dan tidak termasuk skid resistance dan rideability. (Kim et al, 2006).
Penentuan tebal lapis tambah perkerasan (overlay) Asphalt Concrete (AC)
berdasarkan beberapa parameter. Parameter ini digunakan secara empiris merupakan
suatu kesepakatan para ahli jalan. Pendapat ahli ini digunakan dalam hal jaminan
kualitas konstruksi. Selain pendapat ahli, material penyusun dari AC sendiri juga
berpengaruh dalam peningkatan performa jalan. Perlu adanya pengembangan suatu
metode untuk menghilangkan perbedaan antara job mix yang dihasilkan dengan
performa dan peningkatan umur jalan. Model yang diterapkan yaitu integrasi antara
AASHTO’S Mechanistic Empirical Pavement dan Simple Performance Test (NCHRP
9 – 19). Dari perpaduan ini didapatkan suatu model dinamakan NCHRP 9 – 22 yang
mengkombinasikan antara metode empiris dan metode mekanis dalam hal penentuan
tebal perkerasan jalan AC (El-Basyouny, 2010).
Pendekatan optimum untuk desain rencana pelapisan tambah (overlay) pada
perkerasan lentur dikembangkan untuk mengantisipasi buruknya performa
perkerasan maupun umur jalan. Pendekatan optimum ini diaplikasikan untuk desain
menggunakan metode AASHTO. Untuk mendapatkan performa jalan dan umur jalan
yang lebih baik pada overlay desain sebaiknya menggunakan indeks perkerasan yang
lebih tinggi (Abazza, et al 2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2.2. Kinerja Jalan Perkotaan
2.2.1. Jalan Perkotaan
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan
merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan
menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan,
apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat pusat
perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan
dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan yang
permanen dan menerus.
Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.
1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD).
2. Jalan empat lajur dua arah.
a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD).
b. Terbagi (dengan median) (4/2 D).
3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D).
4. Jalan satu arah (1-3/1).
2.2.1.1. Ruas
Ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),
median, dan pemisah luar.
2.2.1.2. Segmen Jalan
Segmen jalan didefinisikan sebagai panjang jalan di antara dan tidak
dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama, dan
mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan (MKJI 1997).
2.2.2. Perilaku Lalu lintas
Perilaku lalu lintas menyatakan ukuran kuantitas yang menerangkan kondisi
yang dinilai oleh pembina jalan. Perilaku lalu lintas pada ruas jalan meliputi
kapasitas, derajat kejenuhan, waktu tempuh, dan kecepatan tempuh rata-rata (MKJI
1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2.2.2.1 Kapasitas Jalan
Menurut Oglesby dan Hicks (1993), kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu
sistem jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang
cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam
periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum.
Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat arus lalu
lintas maksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan pada kondisi
tertentu (MKJI, 1997).
Besarnya kapasitas untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh kapasitas dasar,
faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor penyesuaian akibat
pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dan faktor
ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.1 :
C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam) (2.1)
dengan :
C : kapasitas (smp/jam), Co : kapasitas dasar (smp/jam), FCw : faktor penyesuaian lebar jalan, FCSP : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah, FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping, FCCS : faktor penyesuaian terhadap ukuran kota.
Besaran nilai Co, FCw, FCSP, FCSF, FCCS seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 sampai
dengan Tabel 2.5.
Tabel 2.1. Kapasitas dasar (Anonim, 1997)
Type jalan/type alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam)
Catatan
Empat lajur terbagi Datar Bukit
Gunung
1.900 1.850 1.800
Per lajur
Empat lajur tak terbagi Datar Bukit
Gunung
1.700 1.650 1.600
Per lajur
Dua lajur terbagi Datar Bukit
Gunung
3.100 3.000 2.900
Total kedua arah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Tabel 2.2. Faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu-lintas FCW (Anonim, 1997)
Tabel 2.3. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah FCSP (Anonim, 1997)
Pemisahan arah SP 5-5 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
Empat lajur 4/2 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Hambatan Samping (FCSF) (Anonim,1997)
Tipe jalan Kelas
Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif Ws
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2 D
VL L M H
VH
0.96 0.94 0.92 0.88 0.84
0.98 0.97 0.95 0.92 0.88
1.01 1.00 0.98 0.95 0.92
1.03 1.02 1.00 0.98 0.96
4/2 UD
VL L M H
VH
0.96 0.94 0.92 0.87 0.80
0.99 0.97 0.95 0.91 0.86
1.01 1.00 0.98 0.94 0.90
1.03 1.02 1.00 0.98 0.95
2/2 UD atau Jalan searah
VL L M H
VH
0.94 0.92 0.89 0.82 0.73
0.96 0.94 0.92 0.86 0.79
0.99 0.97 0.95 0.90 0.85
1.01 1.00 0.98 0.95 0.91
Type jalan Lebar efektif jalur (Wc) (m) FCw Empat lajur terbagi Per lajur Enam lajur terbagi 3,0 0,91
3,25 0,96 3,5 1,00 3,75 1,03
Empat jalur tak terbagi Per lajur 3,0 0,91 3,25 0,96 3,5 1,00 3,75 1,03
Dua jalur tak terbagi Total kedua arah
5 0,69 6 0.91 7 1,00 8 1,08 9 1,15 10 1,21 11 1,27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas ukuran kota (FCCS) (Anonim, 1997)
Ukuran kota (jumlah penduduk) Faktor Penyesuaian kapasitas untuk ukuran
kota (FCCS) < 0.1
0.1 – 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 3.0
> 3.0
0.86 0.90 0.94 1.00 1.04
Untuk pengaruh dari sifat lalu lintas terhadap kapasitas, diperhitungkan dengan
membandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang, yang disebut
ekivalensi mobil penumpang seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 :
Tabel 2.6. Ekivalen mobil penumpang jalan perkotaan (Anonim, 1997)
Tipe jalan : Jalan tak terbagi
Arus lalu lintas Total 2 arah (kend/jam)
EMP
HV
MC
Lebar lajur lalu lintas Wc (m)
≤ 6 > 6
Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)
0 – 1800 ≥ 1800
1.3 1.2
0.5 0.35
0.40 0.25
Empat lajur tak terbagi (4/2 UD)
0 – 3700 ≥ 3700
1.3 1.2
0.40 0.25
dengan :
LV : Kendaraan ringan, HV : Kendaraan berat, MC : Sepeda motor.
2.2.2.2. Derajat Kejenuhan
Menurut MKJI 1997, derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas
terhadap kapasitas pada bagian jalan tertentu, digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan untuk
ruas jalan adalah 0,75. Angka tersebut menunjukkan apakah segmen jalan yang
diteliti memenuhi kriteria kelayakan dengan angka derajat kejenuhan dibawah 0,75
atau sebaliknya.
Derajat kejenuhan digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat
kinerja jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Jika derajat kejenuhan diperoleh tinggi,
maka dampak lalu lintas yang terjadi masuk dalam kategori dampak negatif (MKJI,
1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Menurut MKJI 1997 derajat kejenuhan dapat dihitung berdasarkan Persamaan
2.2 yang merupakan perbandingan arus total dan kapasitas.
CQ
DS = (2.2)
dengan :
DS = nilai rasio arus total dan kapasitas (derajat kejenuhan), Q = arus total, C = kapasitas.
2.2.2.3. Kecepatan dan waktu tempuh
Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung
dalam jarak persatuan waktu(km/jam) (F.D Hobbs, 1995).
MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen
jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas
dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui
segmen jalan tersebut.
Sedangkan waktu tempuh (TT) adalah waktu rata-rata yang dipergunakan
kendaraan untuk menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk
tundaan, waktu henti, waktu tempuh rata-rata kendaraan didapat dari
membandingkan panjang segmen jalan L (km).
1. Kecepatan arus bebas
Kecepatan tersebut adalah kecepatan teoritis pada kerapatan 0, yang artinya
kecepatan kendaraan tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain, sehingga memungkinkan
pengendara untuk meneruskan perjalanan yang nyaman dalam kondisi geometri,
lingkungan dan pengaturan lalu lintas pada segmen yang sepi.
Menurut MKJI penentuan kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya
berdasarkan Persamaan 2.3:
FV = (FV0 + FVW) X FFVSF X FFVCS (2.3)
dengan :
FV : kecepatan arus bebas sesungguhnya (km/jam), FV0 : kecepatan arus bebas dasar (km/jam), FVW : penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas, FFVSF : faktor penyesuaian akibat hambatan samping, FFVCS : faktor penyesuaian akibat ukuran kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua
arah lalu lintas. Untuk jalan tak terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-
masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah
yang terpisah.
2. Kecepatan Perjalanan
Kecepatan perjalanan didapat secara grafis berdasarkan nilai kecepatan arus
bebas dan nilai derajat kejenuhan, atau dengan Persamaan 2.4 :
V = V0 x 0,5 x (1 + (1 – DS)0.5 (2.4)
dengan :
V : kecepatan perjalanan (km/jam), Vo : kecepatan arus bebas (km/jam), DS : derajat kejenuhan.
2.2.2.4. Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan (LOS) ruas jalan dapat digolongkan pada tingkat tertentu
yaitu antara A sampai F yang mencerminkan kondisinya pada kebutuhan atau
volume pelayanan tertentu. Tingkat A berarti kondisi yang hampir ideal, tingkat E
adalah kondisi lalu lintas sesuai kapasitasnya dan tingkat F adalah pada kondisi arus
terpaksa (forced flow).
Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi, jika arus lalu
lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti bertambah sehingga
kecepatan menurun. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan biasa
disebut kapasitas ruas jalan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan
mulai terjadi. (Tamin OZ, 2002)
Tingkat pelayanan jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung lalu
lintas pada keadaan tertentu. (Anonim, 2006)
Tingkat pelayanan jalan perkotaan dapat ditentukan dengan skala interval yang
terdiri dari 6 tingkatan yaitu, tingkat pelayanan A, B, C, D, E dan F, sebagai berikut :
(Anonim, 1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
1. Tingkat Pelayanan A
Keadaan arus lalu-lintas yang bebas (free flow), volume rendah, dan kecepatan
tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki sesuai batas
kecepatan dan kondisi fisik jalan. Kecepatan perjalanan rata-rata 90 % dari
kecepatan arus bebas.
2. Tingkat Pelayanan B
Keadaan arus lalu lintas stabil, kecepatan perjalanan mulai dipengaruhi oleh
keadaan lalu lintas, pengemudi masih mendapat kebebasan yang cukup dalam
memilih kecepatan. Kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 70 % dari kecepatan
arus bebas.
3. Tingkat Pelayanan C
Keadaan arus lalu lintas stabil, kecepatan dan gerakan lebih ditentukan oleh
volume yang tinggi sehingga pemilihan kecepatan sudah terbatas dalam batas-
batas kecepatan jalan yang masih cukup memuaskan. Besaran ini digunakan
untuk ketentuan perencanaan jalan-jalan dalam kota. Kecepatan perjalanan
rata-rata 50% dari kecepatan arus bebas.
4. Tingkat Pelayanan D
Menunjukkan keadaan yang mendekati tidak stabil, dimana kecepatan yang
dikehendaki secara terbatas masih dapat dipertahankan meskipun sangat
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam keadaan perjalanan yang dapat
menurunkan kecepatan yang cukup besar, sehingga menyebabkan kebebasan
bergerak dan kenyamanan rendah. Kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 40%
dari kecepatan arus bebas.
5. Tingkat Pelayanan E
Merupakan arus lalu lintas yang tidak stabil dan tidak dapat ditentukan hanya
dari kecepatan perjalanan saja, sering terjadi kemacetan (berhenti) untuk
beberapa saat. Volume hampir atau sama dengan kapasitas jalan. Kecepatan
perjalanan rata-rata sebesar 33% dari kecepatan arus bebas.
6. Tingkat Pelayanan F
Menunjukkan arus jalan perkotaan dengan kecepatan sangat rendah, volume
sangat tinggi, terjadi antrian yang panjang dan terjadi tundaan. Kecepatan rata-
rata sebesar < 30% dari kecepatan arus bebas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Menurut MKJI 1997, tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan dari derajat
kejenuhan sesuai dengan yang ditampilkan pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Tingkat pelayanan jalan berdasarkan derajat kejenuhan (Anonim, 1997)
Tingkat
Pelayanan
(LOS)
Karakteristik – karakteristik
Batas
Lingkup
(Q/C)
A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan
0,00 - 0,20
B Arus stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu-lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan.
0,20 – 0,40
C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan.
0,45 – 0,74
D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan Q/C masih dapat ditolerir.
0,75 – 0,84
E Volume lalu lintas mendekati / berada pada kapasitas arus tidak stabil, kecepatan terkadang berhenti
0,85 – 1,00
F Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas. Antrian panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar
>1,00
Menurut Highway Capacity Manual tahun 2000 tingkat pelayanan jalan dapat
ditentukan berdasarkan kecepatan rata-rata perjalanan seperti ditunjukkan pada Tabel
2.8.
Tabel 2.8. Tingkat pelayanan jalan berdasarkan kecepatan rata-rata (Trasnportation Research Board, 2000)
Kelas Jalan Perkotaan I II III IV
Jangkauan Kecepatan Arus Bebas
70-90 Km/jam
55-70 Km/jam
50-55 Km/jam
40-50 Km/jam
Kecepatan Arus Bebas 80 km/jam 65 km/jam 55 km/jam 45 km/jam Tingkat Pelayanan
(LOS) Kecepatan perjalanan rata-rata (km/jam)
A > 72 > 56 > 50 > 41 B 56 – 72 46 - 59 39 – 50 32 – 41 C 40 – 56 33 - 46 28 – 39 23 -32 D 32 – 40 26 - 33 22 – 28 18 – 23 E 26 – 32 21 - 26 17 – 22 14 – 18 F ≤ 26 ≤ 21 ≤ 17 ≤ 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2.3. Kinerja Persimpangan
2.3.1. Arus lalu lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri, lurus dan belok kanan)
dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam
dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing
pendekat terlindung dan terlawan. Nilai ekivalensi kendaraan penumpang dapat
dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Nilai ekivalensi kendaraan penumpang (Anonim, 1997)
Jenis Kendaraan Nilai emp untuk tiap pendekat
Terlindung (P) Terlawan (O)
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4
2.3.2 Model Dasar
Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dinyatakan dengan
Persamaan 2.5.
C= S x cg
(2.5)
dengan:
C = kapasitas (smp/jam), S = arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau), g = waktu hijau (det), c = waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang
lengkap (yaitu antara dua awal hijau hijau yang berurutan pada fase yang sama).
2.3.3 Arus Jenuh dasar
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar SO ditentukan sebagai fungsi dari
lebar efektif pedekat (We). Arus jenuh dasar dinyatakan berdasar Persamaan 2.6.
SO= 600 × We (2.6)
dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
SO = arus jenuh dasar, We = lebar efektif (m).
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat diengaruhi oleh
kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati “ aturan hak jalan” dari
sebelah kiri, yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu lintas
lurus yang berlawanan. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi,
umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah. Nilai-nilai smp yang
berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan diatas.
Arus jenuh dasar SO ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat
(We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat
yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linier. Kemudian
dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan ukuran kota,
hambatan samping, kelandaian dan parkir.
2.3.4 Penentuan waktu sinyal
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan
waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (g) pada masing-masing fase (i) sesuai
dengan Persamaan 2.7.
c = (1.5×LTI + FRcritå-15
) (2.7)
dengan :
c = waktu siklus sinyal (detik), LTI = jumlah waktu hilang per siklus (detik), FR = arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S), FRcrit = nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu sinyal, ∑FRcrit = rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan
terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang
akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai ∑FRcrit mendekati
atau lebih dari 1, maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan
menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negative.
gi = ( c- LTI)× FRcrit
FRcritå
) (2.8)
dengan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
gi = tampilan waktu hijau pada fase I (detik).
Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih dekat terhadap
kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu
panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan
rumus di atas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang
tersebut.
2.3.4 Kapasitas dan derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) diperoleh dari Rasio antara arus dan kapasitas seperti
ditunjukkan pada Persamaan 2.9.
DS = CQ
= SxgQxc
(2.9)
2.4. Kerusakan Perkerasan lentur
2.4.1. Jenis-jenis Kerusakan
Kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan meliputi kerusakan struktural
yaitu kerusakan yang menyebabkan perkerasan tidak mampu menahan beban yang
bekerja diatasnya dan kerusakan fungsional dimana kerusakan masih mampu
menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan
keamanan seperti yang diinginkan.
Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan lentur dapat dikelompokkan
atas lima modus kejadian, yaitu retak (cracking), perubahan bentuk (deformation),
cacat permukaan (surface defect), cacat tepi perkerasan (edge defect), serta lubang
(pothole).
2.4.1.1. Retak (cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan atau pecahnya permukaan perkerasan
sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk kelapisan di
bawahnya. Retak merupakan salah satu faktor membuat luas atau parah suatu
kerusakan. Sesuai polanya kerusakan retak dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Gambar 2.1 Tipe-tipe retakan pada perkerasan lentur
a. Retak bercabang atau berliku (meandering cracks), retak ini berbentuk tidak
beraturan dan berkelok-kelok dan umumnya terdiri dari satu celah.
b. Retak melintang (transverse cracks), retak ini terjadi melintang diperkerasan
jalan dapat terjadi berjajar umumnya terdiri dari beberapa celah.
c. Retak memanjang (longitudinal cracks), retak ini berbentuk memanjang terdiri
dari beberapa celah yang sejajar.
d. Retak diagonal (diagonal cracks), retak ini berbentuk diagonal diperkerasan.
e. Retak blok (block cracks), berbentuk blok diperkerasan jalan ukuran pada
umumnya 200 mm x 200 mm, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tipe kerusakan retak blok (block crack)
f. Retak kulit buaya (alligator cracks), biasa disebut retak kandang ayam atau
poligon dan lebar celah retak > 3 mm saling berangkai membentuk kotak-kotak
kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat kandang ayam ukuran diagonal
pada umumnya < 150 mm – 200 mm, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 2.3 Tipe kerusakan retak kulit buaya (alligator crack) 2.4.1.2. Perubahan Bentuk ( Deformation )
Kerusakan ini menyebabkan perubahan bentuk permukaan perkerasan dari
bentuk aslinya. Perubahan ini dapat terjadi akibat beban lalu lintas, pengaruh
lingkungan dan lemahnya tanah dasar. Dalam beberapa kasus karena kurangnya
pengawasan dalam pelaksanaan sehingga pemadatan lapis fondasi kurang memadai.
Kerusakan ini sangat berpengaruh langsung kepada kualitas berkendaraan pada
perkerasan tersebut. Kerusakan deformasi dapat dibedakan atas :
a. Alur (rutting), bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan
as jalan dan berbentuk alur
b. Keriting (corrugation), bentuk kerusakan ini terjadi gelombang pada
permukaan atau alur yang terjadi arahnya melintang jalan, sering disebut juga
plastic movement. Sering terjadi pada waktu berhentinya kendaraan atau
waktu mengerem.
c. Ambles (deppression), bentuk kerusakan ini turunnya permukaan lapisan
perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu. Kedalaman kerusakan ini pada
umumnya lebih dari 2 cm yang mengakibatkan terjadinya penampungan air.
d. Sungkur (shoving), kerusakan ini akan membentuk jembulan pada lapisan
aspal. Kerusakan biasa terjadi pada waktu berhenti pada kelandaian yang
curam dan tikungan tajam.
e. Mengembang (swell) bentuk kerusakan ini disebabkan tanah dasar yang naik
akibat tanah dasar yang mengembang sehingga menyebabkan retakan
permukaan aspal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
f. Benjol dan turun (bump and sags) bentuk kerusakan ini adalah gerakan atau
perpindahan keatas dari permukaan perkerasan aspal, dan penurunan yang
berupa gerakan kebawah dari permukaan perkerasan
2.4.1.3. Cacat Permukaan (Surface Defect)
Kerusakan ini biasa disebut disintregation, yang mana pecahnya lapisan
permukaan menjadi fragmen-fragmen kecil yang kalau dibiarkan akan menjadi
kahancuran total pada seluruh perkerasan yang mengakibatkan pembiayaan yang
sangat besar. Kerusakan yang terjadi dapat berupa lubang atau cacat pada tekstur
permukaan.
a. Delaminasi (delamination), sering juga disebut seal break kerusakan ini
terjadi pada perkerasan yang telah dilapis ulang (overlay). Lapisan yang baru
terkelupas dari lapisan yang lama.
b. Pelepasan Butir (ravelling), kerusakan ini terlepasnya sebagian butiran-
butiran agregat pada permukaan perkerasan secara luas. Biasanya terlepas
material halus dan kemudian disusul material yang kasar yang akan
mengakibatkan penampungan air.
c. Pengelupasan Butir (stripping), hampir serupa dengan ravelling
perbedaannya hanya pada butir-butir material saja, terjadi pada lintasan roda
dan perkerasan lapis ulang (overlay).
d. Pengausan (polished aggregate), kerusakan pada butiran-butiran agregat
terlihat tidak dilapisi aspal yang mengakibatkan nampak mengkilat
dipermukaan perkerasan.
e. Kegemukan (bleeding), kerusakan ini akibat terjadinya konsentrasi aspal
disuatu tempat pada permukaan jalan. Sering terjadi pada waktu terik
matahari atau waktu lalu lintas berat yang meninggalkan jejak ban kendaraan.
2.4.1.4. Cacat tepi perkerasan (Edge Defect)
Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan
bahu jalan tanah atau tepi hahu jalan beraspal. Penyebaran kerusakan ini dapat terjadi
setempat atau sepanjang tepi perkerasan perlintasan roda kenderaan dapat dibedakan
atas :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a. Gompal (edge break), kerusakan terjadi adalah tergerusnya tepi perkerasan
sehingga tepi tersebut tidak beraturan.
b. Penurunan tepi (edge drop), kerusakan ini terjadi akibat beda ketinggian
antara permukaan perkerasan denga bahu tanah sekitarnya.
2.4.1.5. Lubang (potholes)
Kerusakan seperti mangkok yang menampung air dipermukaan perkerasan
jalan. Biasanya terjadi dekat retakan yang tergenang air. Kalau dibiarkan maka
kerusakan akan lebih besar karena butiran yang ada dipinggir lubang mudah lepas.
2.4.2. Penyebab Kerusakan
Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
2.4.2.1. Faktor Lalu Lintas
Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh Lalu lintas. Faktor
lalu lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban
kendaraan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.
2.4.2.2. Faktor Non Lalu Lintas
Faktor non lalu lintas yang memberikan pengaruh dalam kerusakan jalan
adalah bahan perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).
2.5. Pavement Condition Indek (PCI)
Survei kondisi permukaan bertujuan untuk mencatat secara sistematis
karakteristik spesifik kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan. Data yang
didapat dari survei ini akan digunakan untuk menentukan jenis dan prioritas
penanganan perkerasan dan identifikasi keperluan pemeliharaan jalan. Terdapat
beberapa sistem penilaian kondisi perkerasan, salah satunya adalah dengan
menggunakan metode Pavement Condition Indeks (PCI) yang memberikan cara yang
lebih detail dalam pencatatan tipe serta tingkat keparahan kerusakan.
Menurut Shahin PCI adalah kualitas dari suatu lapisan permukaan perkerasan
yang mengacu pada tingkat kerusakan tersebut. PCI adalah sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very
good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal
(failed).
PCI didasarkan pada survei secara visual dengan mengidentifikasi tipe
kerusakan, tingkat keparahan kerusakan dan lokasi serta ukurannya. Informasi
kerusakan yang diperoleh akan memberikan gambaran penyebab kerusakan.
Menurut PCI, jenis dan tingkat kerusakan perkerasan untuk jalan raya ada 19
kerusakan yaitu: Alligator cracking, bleeding, block cracking, bums and sags,
corrugation, depression, edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off,
longitudinal and transverse cracking, patching and utility cut patching, polished
aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell,
weathering and ravelling.
Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low severity
level (L), medium severity level (M), dan high severity level (H). Perhitungan metode
PCI didasarkan pada nilai pengurang DV (deduct Value), yang nilainya antara 0
sampai 100. Nilai 0 mengindikasikan bahwa kerusakan tidak mempunyai pengaruh
buruk pada kinerja perkerasan, sebaliknya nilai 100 menunjukan kerusakan serius
pada perkerasan.
2.5.1 Nilai pengurang ( Deduct Value, DV )
Nilai-pengurang adalah suatu nilai-pengurang untuk setiap jenis kerusakan
yang diperoleh dari suatu kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan
(severity level). Deduct value dapat dibedakan dengan tingkat kerusakan dari setiap
jenis kerusakan.
Untuk menentukan nilai-pengurang DV (Deduct Value) setiap unit sampel
yaitu dengan memasukkan persentase densitas pada grafik masing – masing jenis
kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat keparahan
kerusakan (low, medium, high), selanjutnya ditarik garis horizontal dan akan didapat
DV. Contoh grafik yang digunakan dapat dilihat pada kurva, seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.4 yaitu kurva nilai pengurang untuk tipe kerusakan retak kulit buaya
(alligator cracking) pada perkerasan aspal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 2.4 Kurva nilai pengurangan (deduct value) untuk retak kulit buaya pada jalan dengan perkerasan beton aspal (Shahin, 1994)
2.5.2. Kerapatan (density)
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan
terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur untuk dijadikan sampel.
Kerapatan kerusakan dapat dinyatakan dengan rumus 2.10 dan 2.11.
Density = AsAd
x100% (2.10)
atau
Density = AsLd
x100% (2.11)
dengan :
Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2), Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m), As = luas total unit segmen (m2).
2.5.3. Nilai pengurangan Total (Total Deduct Value, TDV )
Nilai pengurangan total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurangan
(deduct value) pada masing-masing unit sampel, atau nilai total dari individual
deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu
unit sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 2.5 Koreksi kurva untuk jalan dengan perkerasan dengan permukaan aspal dan tempat parkir (Shahin, 1994)
2.5.4. Nilai - pengurangan terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV )
Nilai yang diperoleh dari kurva hubungan antara nilai pengurangan total
(TDV) dan nilai pengurangan (DV) dengan memilih kurva yang sesuai. Jika nilai
CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurangan tertinggi (Highest deduct
value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individual yang
tertinggi.
2.5.5. Nilai PCI
Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.12.
PCI (s) = 100 – CDV (2.12)
dengan PCI (s) = PCI untuk setiap unit sampel atau unit penelitian, dan CDV adalah
CDV untuk setiap unit sampel.
Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah
berdasarkan Persamaan 2.13.
PCI =N
sPCI )(S (2.13)
dengan :
PCI = nilai PCI perkerasan keseluruhan, PCI (s) = nilai PCI untuk tiap unit sampel, N = jumlah unit sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2.5.6. Rating
Rating adalah Index kondisi tingkat keparahan dari perkerasan, yang
diperoleh setelah nilai pavement condition index (PCI) diketahui. Pembagian nilai
kondisi perkerasan yang disarankan Shahin (1994) dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Nilai PCI (Shahin, 1994 )
Nilai PCI Kondisi 0 – 10
11 – 25 26 – 40 41 – 55 56 – 70 71 – 85 86 – 100
Gagal ( failed ) Sangat buruk ( very poor )
Buruk ( poor ) Sedang ( fair ) Baik ( good )
Sangat baik (very good ) Sempurna ( excellent)
2.5.7. Tingkat Kerusakan (severity level)
Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap kerusakan yang ada.
Tingkat kerusakan yang digunakan dalam melakukan perhitungan PCI menurut
Shahin ada 3 (tiga) tingkatan yaitu, low severity level, medium severity level dan high
severity level. Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI, identifikasi dan
pemilihan perbaikannya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off), ditunjukkan dalam Tabel
2.11.
Tabel 2.11 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan jalur / bahu jalan turun (line shoulder drop-off) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan 1-2 in. (25-51 mm)
Perataan kembali dan bahu diurug agar elevasi sama
dengan tinggi jalan. M Beda elevasi > 2-4 in. (51-102 mm)
H Beda elevasi > 4 in. (102 mm)
2. Pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan pelapukan dan butiran lepas, ditunjukkan dalam Tabel 2.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Tabel 2.12. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pelapukan dan butiran lepas (weathering and raveling) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Agregat atau bahan pengikat mulai lepas dibeberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli genangan oli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam.
Belum perlu diperbaiki; penutup permukaan; perawatan permukaan.
M Agregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam.
Penutup permukaan; perawatan permukaan; lapis tambahan.
H Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter lubang < 4 in.(10 mm) dan kedalaman ½ in. (13 mm) Luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaan lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi loggar.
Penutup permukaan; lapis tambahan; recycle; rekonstruksi.
3. Retak kulit buaya (alligator cracking)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak kulit buaya, ditunjukkan dalam Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak kulit buaya (alligator cracking) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Halus retak rambut / halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal.
Belum perlu diperbaiki, penutup permukaan, lapisan tambahan.
M Retak kulit buaya ringan terus berkembang kedalam pola atau jaringan retakan diikuti gompal ringan.
Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi.
H Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas.
Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4. Retak memanjang dan melintang (longitudinal & transverse cracking)
kerusakan retak memanjang dan melintang, ditunjukkan dalam Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak memanjang dan melintang (longitudinal & transverse cracking) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in. (10mm),
atau 2. Retak terisi sembarang lebar (pengisi
kondisi bagus).
Belum perlu diperbaiki; pengisi retakan (seal cracks) > 1/8 in.
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar 3/8 in (10-76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarangan lebar
sampai 3 in. (76 mm) dikeliling retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar dikelilingi retak agak acak.
Penutupan retakan.
H Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak.
Penutupan retakan; penambalan kedalaman parsial.
5. Ambles (deppression)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan ambles, ditunjukkan dalam Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan ambles (deppression) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Kedalaman maksimum ambles ½-1in (13-25 mm)
Belum perlu diperbaiki
M Kedalaman maksimum ambles 1-2 in (25-51 mm)
Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
H Kedalaman ambles > 2 in (51 mm) Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
6. Tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan tambalan dan tambalan utilitas, ditunjukkan dalam Tabel 2.16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 2.16. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kenderaan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
Belum perlu diperbaiki
M Tambalan sedikit rusak dan / atau kenyamanan kenderaan agak terganggu.
Belum perlu diperbaiki; tambalan dibongkar.
H Tambalan sangat rusak dan / atau kenyamanan kenderaan sangat terganggu.
Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
7. Retak pinggir (edge cracking)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak pinggir, ditunjukkan dalam Tabel 2.17.
Tabel 2.17. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak pinggir (edge cracking) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas.
Belum perlu diperbaiki; penutupan retak untuk retakan > 1/8 in. (3 mm)
M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas.
Penutup retak; penambalan parsial.
H Banyak pecahan atau butiran lepas disepanjang tepi perkerasan.
Penambalan parsial.
8. Retak blok (block cracking)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan retak blok, ditunjukkan dalam Tabel 2.18.
Tabel 2.18. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan retak blok (block cracking) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah.
Penutupan retak(seal cracks) bila retak melebihi 3 mm (1/8”); penutup permukaan.
M Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sedang.
Penutup retak (seal cracks) mengembalikan permukaan; dikasarkan dengan pemanas dan lapis tambahan.
H Blok didefenisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi.
Penutup retak (seal cracks) mengembalikan permukaan;.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
9 Pengembangan (swell)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan pengembangan, ditunjukkan dalam Tabel 2.19.
Tabel 2.19. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan pengembangan (swell) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kenderaan. Kerusakan inisulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan keatas terjadi bila ada pengembangan.
Belum perlu diperbaiki
M Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kenderaan.
Belum perlu diperbaiki; rekonstruksi.
H Pengembangan menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kenderaan.
Rekonstruksi.
10. Alur (rutting)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan alur, ditunjukkan dalam Tabel 2.20.
Tabel 2.20. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan alur (rutting) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Kedalaman alur rata-rata 6-13mm Belum perlu diperbaiki
M Kedalaman alur rata-rata 13-25,5 mm Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman
H Kedalaman alur rata-rata 25,4 mm Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman
11. Sungkur (shoving)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan sungkur, ditunjukkan dalam Tabel 2.21.
Tabel 2.21. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan sungkur (shoving) (Shahin, 1994)
Tingkat kerusakan
Identifikasi kerusakan Pilihan untuk perbaikan
L Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
Belum perlu diperbaiki; mill
M Sungkur menyebabkan kedalaman maksimum ambles 1-2 in (25-51) mm
Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
H Kedalaman ambles > 2 in (51 mm) Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
12. Lubang (pothole)
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan pemilihan perbaikan
kerusakan lubang, ditunjukkan dalam Tabel 2.22.
Tabel 2.22. Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi dan pilihan perbaikan lubang (pothole) (Shahin, 1994)
Kedalaman Maksimum
Diameter rata-rata lubang
4-8in. (102-203 mm)
8-18in. (203-457 mm)
18-30in. (457-762 mm)
½-1 in. (12,7-25,4 mm)
L L M
>1-2 in. (25,4-50,8 mm)
L M H
>2 in. (>50,8 mm)
M M H
L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial/ di seluruh kedalaman M : Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman H : Penambalan di seluruh kedalaman
2.5.8. Evaluasi Kekuatan Perkerasan
Penentuan kekuatan struktur perkerasan jalan yang umumnya dilakukan di
Indonesia dilakukan dengan dua jenis kegiatan, yaitu destructive test dan non
destructive test.
2.5.8.1. Pengujian dengan merusak perkerasan (Destructive Test)
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengukuran langsung
untuk tebal dan penaksiran koefisien kekuatan untuk masing-masing lapisan
perkerasan. Kemudian pada tanah dasar dilakukan pengujian CBR untuk mengetahui
daya dukung tanah dasar. Untuk dapat melakukan pengukuran langsung, maka pada
perkerasan tersebut dilakukan penggalian lubang uji (test pits) atau pembuatan inti
uji (core drill). Kemudian setelah selesai dilakukan pengukuran langsung maka
perkerasan yang dirusak tersebut harus diperbaiki kembali dengan seksama.
2.5.8.2. Pengujian tanpa perusakan perkerasan (Non destructive Test)
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan mengukur lendutan pada permukaan
perkerasan dan menganalisa bentuk dan besaran dari cekungan lendutan untuk
menguji kekuatan dari struktur perkerasan. Pengujian yang dilakukan ini tidak
merusak perkerasan dan dapat dilakukan dengan relatif cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2.6. Penentuan Jenis Penanganan Kerusakan Jalan
2.6.1. Metode Perbaikan Standar
Jenis-jenis metode penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur adalah :
(Anonim, 1995)
2.6.1.1. Metode perbaikan P1 (Penebaran pasir)
1). Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
2). Langkah penanganannya :
a). Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan
b). Membersihkan bagian yang akan diperbaiki dengan air compressor
c). Menebarkan pasir kasar diatas permukaan yang rusak
d). Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan yang optimal
2.6.1.2. Metode perbaikan P2 (pelaburan aspal setempat)
1). Jenis kerusakan yang ditangani :
a). Kerusakan tepi bahu jalan beraspal,
b). Retak buaya < 2mm,
c). Retak garis lebar <2mm,
d). Terkelupas.
2). Langkah penanganannya :
a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan
b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering
c). Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut
back 1 liter/m2.
d). Menebarkan pasir kasar atau tagregat halus 5 mm hingga rata.
e). Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan
yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%)
2.6.1.3. Metode perbaikan P3 (Pelapisan retakan)
1). Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan <2mm
2). Langkah penanganannya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan
b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering
c). Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m2 di daerah yang akan diperbaiki)
d). Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah
diberi tanda
e). Lakukan pemadatan ringan (1 – 2) ton sampai diperoleh permukaan yang
rata dan kepadatan optimum (kepadatan 95 %)
2.6.1.4. Metode perbaikan P4 (Pengisian retak)
1). Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan >2mm
2). Langkah penanganannya :
a). Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lapangan
b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering
c). Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 l/m2 menggunakan aspal
sprayer atau dengan tenaga manusia,
d). Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah diberi aspal (tebal 10
mm) dan
e). Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.
2.6.1.5. Metode perbaikan P5 (Penambalan lubang-lubang)
1). Jenis kerusakan yang ditangani :
a). Lubang kedalaman > 50 mm,
b). Keriting kedalaman > 30 mm,
c). Alur kedalaman > 30 mm,
d). Ambles kedalaman > 50 mm,
e). Jembul kedalaman > 50 mm,
f). Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan
g). Retak buaya lebar > 2mm.
2). Langkah penanganannya :
a). Gali material sampai mencapai lapisan di bawahnya,
b). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c). Semprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0,5 liter/m2
d). Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh
permukaan yang rata,
e). Memadatkan minimal 5 lintasan dengan baby roller.
2.6.1.6. Metode perbaikan P6 (Perataan)
1). Jenis kerusakan yang ditangani :
a). Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mm,
b). Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm,
c). Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm,
d). Lokasi penurunan dengan kedalaman < 50 mm,
e). Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm.
2). Langkah penanganannya :
a). Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia,
b). Laburkan tack coat 0,5 liter/m2
c). Taburkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh
permukaan yang rata,
d). Memadatkan minimal 5 lintasan dengan baby roller.
2.6.2. Pelapisan tambahan (overlay)
Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral, 1987. Konstruksi yang telah habis masa
pelayanannya, telah mencapai indeks permukaan akhir, perlu diberi lapis tambah
untuk dapat mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan,
tingkat kekedapan air, dan tingkat kecepatan air mengalir.
Parameter yang berpengaruh dalam merencanakan pelapisan tambahan
(overlay) adalah lalu lintas, daya dukung tanah dasar dan nilai CBR, faktor regional,
indeks permukaan, indeks tebal perkerasan, dan nilai kondisi perkerasan jalan lama.
Berikut ini dijelaskan parameter yang berpengaruh dalam merencanakan pelapisan
tambahan (overlay) (Anonim, 1987).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2.6.2.1. Jumlah lajur dan koefisien distribusi kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya
yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur,
maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan (Anonim,1987)
Lebar Perkerasan (L) Jumlah lajur (n)
L < 5,50 m 1 lajur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 lajur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 lajur
11,25 m ≤ L <15,00 m 4 lajur
15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 lajur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 lajur
Koefisien Distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada lajur rencana ditentukan menurut Tabel 2.24.
Tabel 2.24. Koefisien distribusi kendaraan (C) (Anonim, 1987)
Jumlah Jalur
Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,45
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,40
2.6.2.2. Angka Ekivalen Kendaraan
Angka ekivalen dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
satu lintasan beban standar sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18.000 lb). Angka
ekivalen masing-masing golongan beban sumbu setiap kendaraan ditentukan
menurut Persamaan 2.14 dan 2.15 dan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.25.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
a. Angka Ekivalen Sumbu Tunggal:
4
8160)(÷øö
çèæ=
kgtunggalsumbubebanE tunggalsumbu (2.14)
b. Angka Ekivalen Sumbu Ganda:
4
8160)(
.086,0 ÷øö
çèæ=
kggandasumbubebanE gandasumbu (2.15)
Tabel 2.25. – Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan (Anonim,1987)
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1.000 2.205 0,0002 -
2.000 4.409 0,0036 0,0003
3.000 6.614 0,0183 0,0016
4.000 8.818 0,0577 0,0050
5.000 11.023 0,1410 0,0121
6.000 13.228 0,2923 0,0251
7.000 15.432 0,5415 0,0466
8.000 17.637 0,9238 0,0794
8.160 18.000 1,0000 0,0860
9.000 19.841 1,4798 0,1273
10.000 22.046 2,2555 0,1940
11.000 24.251 3,3022 0,2840
12.000 26.455 4,6770 0,4022
13.000 28.660 6,4419 0,5540
14.000 30.864 8,6647 0,7452
15.000 33.069 11,4184 0,9820
16.000 35.276 14,7815 1,2712
2.6.2.3. Lalu lintas harian rata-rata dan lintas ekivalen
1). Lalu lintas harian rata-rata (LHR)
Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur
rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing
arah pada jalan dengan median.
2.). Lintas ekivalen
a). Lintas Ekivalen Permukaan (LEP)
Lintas ekuivalen permukaan adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi
pada permulaan umur rencana.
å=
=n
jjjj xECxLHRLEP
1
(2.16)
dengan : LEP = lintas ekuivalen permulaan, J – n = jenis kendaraan, C = koefisien distribusi kendaraan, E = angka ekivalen, LHR = Lalu lintas harian rata-rata,
b). Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Lintas ekuivalen akhir adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari sumbu
tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi pada akhir
umur rencana.
jjUR
j
n
j
xExCiLHRLEA )1.(1
+=å=
(2.17)
dengan : LEA = lintas ekivalen akhir umur rencana, I = perkembangan lalu-lintas, UR = umur rencana,
c). Lintas Ekivalen Tengah (LET)
Lintas ekuivalen pertengahan adalah jumlah ekuivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18000lb) pada lajur rencana yang diduga terjadi
pada pertengahan umur rencana.
2LEALEP
LET+
= (2.18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
d). Lintas Ekivalen Rencana (LER):
Lintas Ekuivalen rencana adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal
sebesar 8,16 ton (18000lb) pada jalur rencana.
FPxLETLER = (2.19)
dengan, 10UR
FP = (2.20)
2.6.2.4. Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR
Daya dukung tanah ditetapkan grafik korelasi, yang dimaksud dengan harga
CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium.
2.6.2.5. Faktor Regional
Faktor regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan
dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah
dasar, dan perkerasan. Untuk penentuan faktor regional dapat dilihat pada Tabel 2.26
Tabel 2.26. Faktor Regional (FR) (Anonim,1987)
Kelandaian I
(< 6%) Kelandaian II (6% - 10%)
Kelandaian III (> 10%)
% Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% Iklim I
< 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
Iklim II ≥900 mm/th
1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
2.6.2.6. Indeks Permukaan
Indeks permukaan (IP) menyatakan nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Beberapa nilai indeks permukaan sebagimana berikut:
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0 : Menyatakan tingkat pelayanan rendha bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER). Nilai indeks rencana dapat dlihat pada Tabel 2.27.
Tabel 2.27. Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) (Anonim,1987)
LER *) Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1.000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1.000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo), perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada
awal umur rencana. Nilai indeks permukaan pada awal umur rencana dapat dilihat
berdasarkan Tabel 2.28
Tabel 2.28. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) (Anonim, 1987)
Jenis Lapisan Permukaan IPo Roughness *)
(mm/km)
LASTON ≥ 4 ≤ 1.000
3,90 – 3,50 > 1.000
LASBUTAG 3,90 – 3,50 ≤ 2.000
3,40 – 3,00 > 2.000
HRA 3,90 – 3,50 ≤ 2.000
3,40 – 3,00 > 2.000
BURDA 3,90 – 3,50 < 2.000
BURTU 3,40 – 3,0 < 2.000
LAPEN 3,40 – 3,00 ≤ 3.000
2,90 – 2,50 > 3.000
LATASBUM 2,90 – 2,50 -
BURAS 2,90 – 2,50 -
LATASIR 2,90 – 2,50 -
Jalan Tanah ≤ 2,40 -
Jalan Kerikil ≤ 2,40 -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2.6.2.7 Kondisi Struktur Perkerasan jalan
Survei mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk
mengetahui tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan yang
dimaksud meliputi :
1). Lapis permukaan (D1)
2). Lapis pondasi atas (D2)
3). Lapis pondasi bawah (D3)
Berdasarkan keadaan perkerasan dilapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai
dengan Tabel 2.29.
Tabel 2.29. Nilai kondisi perkerasan jalan (Anonim,1987)
1. Lapis Permukaan
Umunya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90% - 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil
70% - 90%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan
50% - 70%
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan
30% - 50%
2. Lapis Pondasi Atas
a. Pondasi aspal beton atau Penetrasi macadam
Umunya tidak retak 90% - 100%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70% - 90%
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50% - 70%
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan 30% - 50%
b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur
Indeks Plastisitas ≤ 10 70% - 100%
c. Pondasi macadam atau Batu pecah
Indeks Plastisitas ≤ 6 80% - 100%
3. Lapis Pondasi Bawah
Indeks Plastisitas ≤ 6 90% - 100%
Indeks Plastisitas > 6 70% - 90%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dapat dilihat pada Tabel 2.30.
Tabel 2.30. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan (Anonim, 1987)
ITP Tebal
minimum (cm)
Bahan
1. Lapis Permukaan
< 3,00 5,0 Lapis pelindung: (BURAS/BURTU/BURDA)
3,00 – 6,70 5,0 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON
6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, LASBUTAG, LASTON
7,50 – 9,99 7,5 LASBUTAG, LASTON
≥ 10,00 10 LASTON
2. Lapis Pondasi Atas
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur
3,00 – 7,49 20 *) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur
7,50 – 9,99 10 LASTON Atas
20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam
10 – 12,14
15 LASTON Atas
20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas
≥ 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar. 3. Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2.6.2.8 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan dinyatakan dengan Persamaan 2.21.
332211 ... DaDaDaITP ++= (2.21)
dengan:
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif (a) bahan perkerasan, D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 2.31. Koefisien kekuatan relatif (a) (Anonim, 1987)
Koefisien Kekuatan Relatif
Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg)
Kt (kg/cm)
CBR (%)
0,40 - - 744 - -
LASTON 0,35 - - 590 - - 0,32 - - 454 - - 0,30 - - 340 - - 0,35 - - 744 - -
LASBUTAG 0,31 - - 590 - - 0,28 - - 454 - - 0,26 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - HRA 0,26 - - 340 - - Aspal Macadam 0,25 - - - - - LAPEN (mekanis) 0,20 - - - - - LAPEN (manual)
- 0,28 - 590 - - LASTON Atas - 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - - - 0,23 - - - - LAPEN (mekanis) - 0,19 - - - - LAPEN (manual) - 0,15 - - 22 -
Stabilisasi dengan semen - 0,13 - - 18 - - 0,15 - - 22 -
Stabilisasi dengan kapur - 0,13 - - 18 - - 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C) - - 0,13 - - 70 SIRTU/PITRUN (kelas
A) - - 0,12 - - 50 SIRTU/PITRUN (kelas
B) - - 0,11 - - 30 SIRTU/PITRUN (kelas
C) - - 0,10 - - 20 Tanah/lempung
kepasiran
2.7. Pengujian Kekuatan Perkerasan
2.7.1. Marshall Test
Pemeriksaan campuran aspal dengan alat Marshall dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal.
Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan
campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan
plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Persyaratan Campuran Lapis Aspal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Beton (Laston) dapat dilihat pada Tabel 2.32. dan Tabel 2.33. Sedangkan Alat uji
Marshall ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Tabel 2.32. Persyaratan campuran lapis beton (Anonim, 1989)
Sifat
Camp
LL Berat >500 W18/hari
LL Sedang 50 - 500 W18/hari
LL Ringan < 50 W18/hari
Min Mak Min Mak Min Mak Stabilitas
(kg) 550 - 450 - 350 -
Flow 2,0 4,0 2,0 4,5 2,0 5,0 Stabilitas Kelelahan
200 350 200 350 200 350
Tabel 2.33. Persyaratan campuran lapis beton (Anonim, 2009)
Gambar 2.6. Alat uji Marshall
Sifat-sifat Campuran
Laston WC BC Base
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 Maks - - -
Kelelehan (mm) Min. 2 Maks - - -
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 200
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ruas jalan Jenderal
Sudirman Kota Salatiga segmen Bundaran Ramayana sampai Jalan Ahmad Yani
dengan panjang jalan 900 m dan lebar perkerasan 16,5 sampai 20 m. Lokasi ini
dipilih karena adanya penerapan jalan searah pada segmen jalan ini oleh Pemerintah
Kota Salatiga.
Pemilihan lokasi di segmen jalan ini didasari oleh keinginan penulis untuk
memberikan sumbangsih kepada Pemerintah Kota Salatiga mengenai kinerja jalan
Jenderal Sudirman setelah penerapan jalan searah dan pola pemeliharaan atau teknik
rehabilitasi kerusakan pada ruas jalan tersebut sebagai dampak adanya penerapan
jalan searah. Peta Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3.2. Data-data
3.2.1. Data dan Sumber data
3.2.1.1.Data Primer
Data primer ini adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan survei di
lapangan, adapun data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Dimensi Jalan dan struktur perkerasan jalan;
2. Jenis kerusakan, luas, dan tingkat keparahan kerusakan jalan;
3. Kecepatan kendaraan;
4. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) jalan;
5. Volume jam puncak jalan maupun simpang.
3.2.1.2 Data Sekunder
Data sekunder ini merupakan data yang diperoleh dari instansi yang terkait,
dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan Kota Salatiga.
Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Peta ruas jalan;
2. Data struktur perkerasan yang ada;
3. Data CBR lapangan;
4. Data curah hujan;
5. Data jumlah penduduk;
6. Data geometrik jalan;
7. Data LHR jalan dua arah.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :
1. Dimensi jalan dan struktur perkerasan jalan
Data primer berupa dimensi jalan didapatkan dengan cara survei dilapangan
menggunakan peralatan besar (rollmeter) sepanjang 50 m dan meteran kecil
sepanjang 5 m. Peralatan ini digunakan untuk mengukur panjang jalan, lebar
jalan, dan lebar bahu jalan. Sedangkan untuk data struktur perkerasan jalan
diketahui dengan core drill dari DPU Kota Salatiga dengan diameter bor
selebar 10 cm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Jenis kerusakan dan luas kerusakan jalan
Jenis kerusakan dan dimensi kerusakan jalan diperoleh dengan walkround
survei menggunakan peralatan meteran kecil sepanjang 5 m, kertas, alat tulis,
formulir survei, dan juga kamera sebagai alat dokumentasi.
3. Kecepatan kendaraan
Data kecepatan arus bebas dan kecepatan rata-rata didapatkan dengan
menggunakan stopwatch.
4. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR)
Data LHR didapatkan dengan jalan melakukan survei selama 4 hari pada hari
senin, rabu, jumat, dan hari minggu oleh 3 orang surveyor dari jam 06.00 pagi
hingga jam 05.00 pagi berikutnya. Adapun peralatan yang digunakan adalah
hand counter untuk mencatat jumlah kendaraan yang lewat baik itu sepeda
motor, kendaraan ringan, maupun kendaraan berat.
5. Volume Jam Puncak
Volume jam puncak diperoleh dengan survei pada jam puncak pagi, siang serta
sore dengan waktu pencatatan 2 jam untuk setiap jam puncak.
3.3 Pengujian Laboratorium
3.3.1. Alat pengujian
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain ;
1. Satu set alat uji coring untuk mengambil 3 buah benda uji dari perkerasan jalan
Jenderal Sudirman Salatiga.
2. Alat uji Marshall (di laboratorium Jalan Raya Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta)
Peralatan yang dipakai untuk pengujian Marshall yaitu :
1.Water bath
2.Termometer
3.Jangka sorong
4.Alat uji Marshall, yang terdiri dari :
a. Kepala penekan (breaking head)
b. Cincin penguji (proving ring)
c. Alat pengukur alir (flow)
5.Keranjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
6.Timbangan
7.Bak berisi air
8.Curing waterbath
3.3.2. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan
3.3.2.1.Jumlah Benda Uji
Untuk mendapatkan hasil penelitian dibutuhkan benda uji hasil core drill
perkerasan jalan Jenderal Sudirman sebanyak 3 buah.
3.3.2.2. Prosedur Pengujian benda uji
1). Pengujian Marshall
Benda uji hasil core drill, dilakukan pengujian dengan alat uji Marshall dengan
langkah sebagai berikut :
a. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel.
b. Benda uji diberi tanda pengenal.
c. Tiap benda uji diukur tingginya 4 kali pada tempat yang berbeda
kemudian dirata-rata dengan ketelitian 0,1 mm.
d. Benda uji ditimbang dalam keadaan kering.
e. Benda uji direndam dalam waterbath selama 30 menit dengan suhu
perendaman 60 ºC.
f. Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya diolesi dengan
oli agar benda uji mudah terlepas.
g. Setelah benda uji dikeluarkan dari waterbath, segera diletakkan pada alat
uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flowmeter) dan
arloji pembebanan/stabilitas.
h. Pembebanan dilakukan sampai kondisi maksimum, yaitu pada saat arloji
pembebanan berhenti dan berbalik arah, saat itu pula flowmeter dibaca.
i. Benda uji dikeluarkan dari alat uji Marshall dan pengujian benda uji
berikutnya mengikuti prosedur diatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3.4. Desain Survei
Secara umum desain survei penelitian ini adalah seperti pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Desain survei
Bahasan Metode
Data yang diperlukan Cara
memperoleh data
Primer Sekunder 1. Kinerja Jalan
dan Simpang - Derajat
kejenuhan - Tingkat
pelayanan jalan (LOS)
MKJI 1997 - Volume jam puncak jalan dan persimpangan
- Data geometri jalan dan persimpangan
- Hambatan samping - Jumlah penduduk - Persentase lalu lintas
Survei volume jam puncak, Pengukuran geometri jalan, data Dishub, DPU Kota salatiga
2. Kondisi Perkerasan jalan
PCI (Pavement Condition Indeks)
- Lokasi kerusakan
- Jenis kerusakan jalan
- Luas kerusakan jalan
- Tingkat keparahan kerusakan
Survei kerusakan jalan.
3. Kekuatan Perkerasan
Marshall Test dan Petunjuk Perencanaan Tebal perkerasan lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa komponen 1987
- Core drill Perkerasan jalan
- Pengujian Marshall
- Data struktur jalan - Data perkembangan
lalu-lintas - Data CBR - Data curah hujan - Persentase
kendaraan berat - Kelandaian
Coring, data DPU , Salatiga dalam angka
4. Teknik Rehabilitasi dan penanganan
Manual Pemeliharaan Rutin jalan Nasional dan jalan provinsi
- Type kerusakan jalan
- Lebar retak - Kedalaman
retak
Survei kerusakan jalan
3.5. Teknik Analisa Data
Data dari pengamatan visual di lapangan maupun pengujian di laboratorium,
kemudian diformulasikan ke dalam kriteria-kriteria sesuai yang tercantum dalam
kajian teori untuk menentukan kinerja jalan dan simpang, tingkat kerusakan jalan dan
metode pemeliharaanya, setelah itu hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk
Tabel-tabel dan angka sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
3.6 Tahap Penelitian
Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian
Mulai
Kinerja Jalan dan Simpang (MKJI 1997) Menentukan : 1. Nilai kap jalan dan
simpang 2. Derajat kejenuhan
jalan dan simpang 3. Tingkat Pelayanan
jalan dan simpang
Kondisi kerusakan (PCI ) 1. Peta kerusakan jalan 2. Densitas kerusakan 3. Deduct Value (DV) 4. Total Deduct Value
(TDV) 5. Corrected Deduct
Value (CDV) 6. PCI = 100 – CDV 7. PCI rata-rata 8. Kondisi perkerasan
Teknik Rehabilitasi 1. Tipe Kerusakan 2. Tingkat kerusakan 3. Luas kerusakan 4. Metode perbaikan Standar
Kesimpulan
Selesai
Output : 1. Nilai Kinerja jalan dan Simpang 2. Nilai PCI jalan dan
kekuatan perkerasan 3. Pemeliharaan jalan 4.
Analisis
Kekuatan perkerasan : 1. Pengambilan
benda uji coring 2. Uji Marshall 3. Hitung ITPada 4. Hitung ITPperlu 5. Tebal overlay/
pelapisan ulang
Pengumpulan Data Primer:
· Data Dimensi jalan · Data Core Drill · Data LHR dan vol jam
puncak
Pengumpulan Data Sekunder:
· Struktur perkerasan · LHR lama · CBR, Iklim, Kelandaian
dan pertumbuhan lalu lintas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penyajian Data
4.1.1. Data Geometrik Jalan dan Persimpangan
Jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan arteri primer di wilayah kota
Salatiga. Ruas jalan Jenderal Sudirman yang dijadikan obyek penelitian adalah
segmen Bundaran Ramayana – Jalan Ahmad Yani yang telah dijadikan jalan searah.
Lebar perkerasan jalan tersebut adalah 16.5 m sampai 20 m dengan panjang jalan
900 m. Pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 diberikan data mengenai kondisi
geometrik jalan saat ini.
Persimpangan yang ditinjau adalah simpang tiga DPD Golkar yang
menghubungkan antara jalan searah dan jalan dua arah pada jalan Jenderal Sudirman.
Pendekat pada persimpangan ini terdiri dari pendekat arah utara yaitu jalan Jenderal
Sudirman dari arah Semarang, pendekat selatan jalan Jenderal Sudirman dari arah
Solo, serta pendekat arah barat jalan Ahmad Yani Salatiga. Pada Gambar 4.4
diberikan data mengenai kondisi geometrik persimpangan Golkar saat ini.
0 100 200 300
1250150750
jalan jend. sudirman bagian timur(arah semarang - solo)teras
arcade pasar raya
100 750 200
Median
pedestrianbarat jalan
jalan jend. sudirman bagian barat (arah solo - semarang)
Gambar 4.1. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman dua arah (Segmen Langensuko)
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
160750100900200parkir mobil
parareljalan jend. sudirman bagian timur
(arah semarang - solo)
Median pedestrianbarat jalan
jalan jend. sudirman bagian barat(arah solo - semarang)Arcade
Gambar 4.2. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman dua arah (depan Hotel Wahid)
+ 20,40 (top floor)
+ 10,40 (lantai 3)
+ 15,40 (lantai 4)
jalan jend. sudirman (arah semarang - solo)
2°
jalurlambat
Medianparkirtimur
park i rbarat
arcadebarat
parkirroda 2
Median
+ 5,40 (lantai 2)
100 300 700 300 100 250 300
1300
380150
teras
Gambar 4.3. Potongan melintang jalan Jenderal Sudirman searah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Jl.Ahmad Yani
Jl.Jenderal Soedirman (arah SMG)U
B
Jl.Jenderal Soedirman (arah SOLO)S Gambar 4.4. Denah simpang Golkar
4.1.2. Skema Jalan Searah
Penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman mulai diberlakukan oleh
Pemerintah Kota Salatiga tanggal 15 Februari 2010 pada Segmen jalan Langensuko
hingga simpang jalan Sukowati. Semua arus lalu lintas dari arah Semarang (utara)
saja yang boleh melintas, sedangkan dari arah Solo (selatan) jika belok kiri harus
melewati jalan Ahmad Yani atau jalan Sukowati. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat
skema penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman.
P1P2
T
R TS W
W
R TSTS
A.YANIDUA ARAH
SUKOWATISATU ARAH
TM. PAHLAWAN1 ARAH
JL.TEMBUSPEDESTRIAN+KIOS
SENJOYODUA ARAH
KALINYAMAT
KALIPENGGUNG1 ARAHPROGO
1 ARAHI
KEMUNING1 ARAH
BUNGUR1ARAH
PEMOTONGAN1 ARAH
LANGENSUKO1 ARAH1 SISI
JL.JEN.SUDIRMANJALUR LAMBAT 2 ARAH
RAMAYANA TS.SHOPING RMH.DNS W.KOTA
TMNPRK
JALUR LAMBAT 2 ARAH
LAMPU PERSIMPANGAN
DR. SEMARANGDR. SOLO
Gambar 4.5. Skema jalan searah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4.1.3. Struktur Perkerasan Jalan
Tipe perkerasan adalah perkerasan lentur dengan lapis permukaan Laston.
Struktur perkerasan jalan Jenderal Sudirman hasil Test Pit terdiri atas 4 lapisan yaitu:
1. Lapis permukaan Laston (AC-BC) dengan ketebalan 7 cm ;
2. Lapis pondasi (base course) ATB dengan ketebalan 10 cm;
3. Lapis pondasi bawah (sub base course) telford dengan ketebalan
20 cm;
4. Lapis subgrade.
Gambar 4.6. Penampang melintang jalan
Gambar 4.7. Detail lapisan perkerasan jalan
4.1.4. Data Lalu Lintas
4.1.4.1. Kondisi dan Komposisi Lalu lintas
Tipe jalan Jenderal Sudirman dua arah yaitu empat lajur terbagi oleh median
jalan dengan lebar lajur 3 m sampai 4,5 m. Pemisahan arah lalu lintas 60 – 40 yaitu
arus dari arah kota Semarang lebih besar dari arah kota Solo. Parkir menggunakan
badan jalan yaitu pada lajur kiri dan kanan jalan, sehingga lajur efektif yang
Laston tebal 7 cm
LPA ATB tebal 10 cm
LPB Telford tebal 20 cm
Tanah Dasar (Subgrade)
Laston LPA ATB LPB Telford
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
digunakan untuk menampung lalu lintas hanya tersisa 2 lajur dengan lebar tiap lajur
adalah 3 m.
Penerapan jalan searah dilakukan dengan menghilangkan median jalan dan
lajur kanan kiri jalan tetap digunakan sebagai parkir. Parkir yang semula bersudut
30° dan 45° berubah menjadi parkir paralel atau sejajar dengan sumbu jalan. Untuk
menunjang pemberlakuan jalan searah dilakukan pengaturan lalu lintas antara lain
yaitu kecepatan maksimum yang diperbolehkan 40 km/jam, adanya pembatasan
akses angkutan umum dan kendaraan berat serta adanya jalur lambat. Kondisi lalu
lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah dan searah dapat dilihat pada Gambar 4.8
dan Gambar 4.9.
Gambar 4.8 Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman dua arah
Gambar 4.9 Kondisi lalu lintas jalan Jenderal Sudirman searah
Komposisi lalu lintas yang melewati ruas jalan dan persimpangan Jenderal
Sudirman adalah sebagai berikut :
a. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor beroda empat dengan dua
gandar berjarak 2,0 – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, pick up)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan dua gandar berjarak
lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat (bus, truk 2 as, truk 3 as)
c. Sepeda motor (MC), yaitu kendaraan beroda dua.
d. Kendaraan tidak bermotor (UM) diantaranya sepeda, becak, dan kereta kuda.
4.1.4.2.Data Volume Jam Puncak
Data volume jam puncak ruas jalan Jenderal Sudirman 2 (dua) arah
didapatkan dengan mengalikan data Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
dengan k (faktor LHRT) sebesar 9 %. Data LHRT diperoleh dari Instansi Dinas
Perhubungan Kota Salatiga. Sedangkan data volume jam puncak jalan Jenderal
Sudirman searah diperoleh dari hasil survei di lapangan diambil 2 (dua) jam setiap
jam puncak pagi, siang, dan sore hari dari tiap hari pengamatan. Data volume jam
puncak jalan Jenderal Sudirman searah dan dua arah dalam smp/jam ditunjukkan
dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Volume jam puncak jalan Jenderal Sudirman searah
Periode Waktu
ST (Lurus) Arus Total
MC LV HV UM kend/ja
m smp/ja
m SM MPU
PU TK BK TB BB KTB
Pagi
06.30-07.30 1607 307 10 14 3 0 0 47 1988 1138 06.45-07.45 1564 338 13 22 4 0 0 51 1992 1159 07.00-08.00 1562 340 14 22 2 0 0 57 1997 1159 07.15-08.15 1523 359 16 17 1 0 0 57 1973 1155
07.30-08.30 1470 371 20 11 3 0 0 56 1931 1140
Siang
11.00-12.00 1495 452 13 7 0 0 0 57 2024 1220 11.15-12.15 1496 451 11 6 0 0 0 70 2034 1216 11.30-12.30 1481 472 13 6 0 0 0 73 2045 1232 11.45-12.45 1438 443 15 5 0 0 0 88 1989 1182
12.00-13.00 1416 445 16 7 0 0 0 90 1974 1176
Sore
16.00-17.00 1740 384 6 9 7 0 3 37 2186 1280 16.15-17.15 1826 380 4 12 7 0 4 32 2265 1321 16.30-17.30 1814 380 3 10 5 0 4 36 2252 1310 16.45-17.45 1742 426 4 7 4 0 4 52 2239 1317 17.00-18.00 1676 436 5 5 7 0 1 69 2199 1292
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tabel 4.2. Data lalu lintas harian rata-rata tahunan jalan Jenderal Sudirman dua arah
Tipe 1 2 3 4 Arus Arus Jam
Puncak
(LHRT x k)
Tahun
Sepeda motor Kend ringan Kend berat non motor Total
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
kend/ jam
smp/ jam
2003 13520 3380 8510 8510 1591 1909 933 746 24554 14546 1309
2009 20500 5125 15889 15889 2450 2950 1400 1120 40239 25074 2257
4.1.4.3. Data Volume Jam Puncak Simpang DPD Golkar
Data volume jam puncak simpang DPD Golkar pada jalan Jenderal Sudirman
searah didapatkan dari hasil survei di lapangan diambil 2 (dua) jam setiap jam
puncak pagi, siang, sore. Volume jam puncak simpang ditunjukkan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data volume jam puncak simpang DPD Golkar kondisi searah
Pendekat Arah
Sepeda Motor Kend ringan Kend berat Kend bermotor
Kend Smp Kend Smp Kend Smp Kend Smp
/jam /jam /jam /jam /jam /jam /jam /jam
Utara ST 1431 286,2 435 435 8 10 1874 731,6
RT 449 89,8 137 137 5 7 591 233,3
Selatan LT 50 10 43 43 - - 93 53
ST 414 82.8 200 200 - - 614 282.8
Barat LT 114 22.8 19 19 - - 133 41.8
RT 293 58.6 95 95 - - 388 153.6
4.1.5. Data Kecepatan Terukur
Kecepatan rata-rata kendaraan selain berdasarkan hasil perhitungan
mengunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) juga dapat diukur
secara langsung dengan mengunakan stopwatch pada kendaraan ringan. Berdasarkan
hasil pengukuran di lapangan menggunakan stopwatch, didapatkan nilai kecepatan
rata-rata kendaraan ringan pada jalan Jenderal Sudirman searah yang terukur adalah
sebesar 33 km/jam dengan kecepatan arus bebasnya sebesar 37 km/jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
4.1.6. Data Hambatan Samping
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan adalah;
1. Pejalan kaki;
2. Angkutan umum dan kendaran lain berhenti;
3. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan;
4. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda).
Menurut MKJI 1997 tingkat hambatan samping telah dikelompokan dalam lima
kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian
hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap kondisi jalan Jenderal Sudirman Salatiga, diperoleh bahwa
kelas hambatan samping ruas jalan ini adalah pada tingkat sangat tinggi dimana
diruas ini merupakan daerah komersial, serta terdapat aktivitas pasar di sisi jalan.
4.1.7. Data Jumlah Penduduk
Data jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 diperoleh dari Badan Pusat
Statistik sebesar 171.067 jiwa.
4.1.8. Data Tingkat Pertumbuhan Kendaraan
Tingkat pertumbuhan kendaraan digunakan sebagai alat prediksi volume lalu
lintas dalam mengevaluasi kinerja jalan dan kemampuan struktur jalan dalam
mendukung beban lalu lintas selama umur layanan. Data pertumbuhan kendaraan di
kota Salatiga ditunjukkan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Tingkat pertumbuhan kendaraan
No Kendaraan
Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Jumlah kendaraan 4687 5222 5400 5702 6716
2 Tingkat Pertumbuhan 11,41 % 3,29 % 5,59 % 17,78 %
3 Rata-rata 9,5 %
Oleh karena jalan Jenderal Sudirman merupakan jalan Arteri primer yang
menghubungkan 2 kota besar pertumbuhan lalu-lintas juga dihitung dengan
menggunakan data kenaikan LHR dari tahun 2003 ke tahun 2010 dengan
menggunakan Persamaan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pn =PO (1 + i )n (3.1)
40239 = 24554 (1 + i)n
n = 9 % (digunakan i= 9,5 %)
4.1.9. Data Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan.
Pada umumnya volume yang dipakai dalam penentuan tebal perkerasan jalan adalah
Lalu lintas harian rata-rata (LHR dengan satuan kendaraan/hari). Data LHR jalan
Jenderal Sudirman searah didapatkan dari hasil survei di lapangan diambil 4 (empat)
hari selama 24 jam dari tiap hari pengamatan. Pengamatan volume lalu lintas
dilakukan pada hari jumat, minggu, senin serta hari rabu tanggal 8, 10, 11, dan 13
Oktober 2010. Data LHR jalan searah dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Data LHR jalan Jenderal Sudirman kondisi searah
Tipe 1 2 3 4 5
Jenis Sepeda Kendaraan Bus Bus Truk Motor Ringan Kecil Besar 2 sumbu
(kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) (kend/jam) Total 16601 8715 11 0 38
4.1.10. Data California Bearing Ratio (CBR) Subgrade
Sifat tanah dasar akan mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu
jalan keseluruhan. Sifat tanah dasar ini dinyatakan dengan nilai daya dukung tanah.
Banyak metode untuk menentukan daya dukung tanah, untuk metode analisa
komponen digunakan nilai DDT yang ditentukan dengan grafik korelasi terhadap
nilai CBR. Data CBR lapangan yang digunakan didapatkan dari kontrak pekerjaan
pemeliharaan jalan Jenderal Sudirman Salatiga sebesar 6 %.
4.1.11. Data Iklim
Salah satu penyebab kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan adalah faktor
iklim. Indonesia merupakan negara beriklim tropis dimana suhu udara dan curah
hujan yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan.
Data curah hujan digunakan dalam penentuan faktor regional sebagai salah satu
parameter perhitungan tebal perkerasan lentur jalan. Pada Tabel 4.6 diberikan data
curah hujan tahunan Kota Salatiga tahun 2005 dan tahun 2006.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 4.6. Data curah hujan
No. Stasiun Curah Hujan (mm)
2005 2006
1 Suruh, Senjoyo 1259 1412
2 Bawen 1728 1402
3 Candi dukuh, Banyu Biru 2217 1845
4 Mangunsari, Salatiga 2334 1753
4.1.12. Data Survei Kondisi Perkerasan Jalan
4.1.12.1. Data Unit Sampel
Pengamatan kerusakan di lapangan dilakukan secara visual dengan
mengambil tiap unit sampel seluas 700 m2 (panjang 50 meter x lebar 7 meter = 700
m2). Keseluruhan unit sampel yang diteliti sebanyak 9 unit sampel. Pembagian area
penelitian jalan Jenderal Sudirman ke dalam unit – unit sampel dapat dilihat pada
Gambar 4.10 :
Gambar 4.10. Pembagian area penelitian dalam unit-unit sampel
4.1.12.2. Kerusakan permukaan jalan
Dari hasil survei dapat diketahui jenis kerusakan jalan seperti terlihat pada
lampiran 1 dan lampiran 2. Adapun kerusakan tiap-tiap unit sampel jalan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Unit Sampel 1 pada stationing m 0 + 000 – 0 + 100 m tidak terdapat kerusakan
pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen
ini.
2. Unit Sampel 2 pada stationing m 0 + 100 – m 0 + 200 tidak terdapat kerusakan
pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen
100 m
900 m
100 m 100 m 100 m
7 m Unit Sampel 1 Unit Sampel 2 Unit Sampel 3 Unit Sampel 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
ini. Untuk kondisi perkerasan unit sampel 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar
4.11.
Gambar 4.11. Kondisi perkerasan unit sampel 1 dan 2
3. Unit Sampel 3 pada stationing m 0 + 200 – m 0 + 300 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, retak melintang, reveling (pelapukan dan butiran
lepas), patching (tambalan).
4. Unit Sampel 4 pada stationing m 0 + 300 – m 0 + 400 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, retak memanjang, retak melintang, reveling, patching,
pothole (lubang). Kondisi perkerasan unit sampel 3 dan 4 dapat dilihat pada
Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Kondisi perkerasan unit sampel 3 dan 4
5. Unit Sampel 5 pada stationing m 0 + 400 – m 0 + 500 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, retak melintang, ambles, reveling, patching, pothole,
alur.
6. Unit Sampel 6 pada stationing m 0 + 500 – m 0 + 600 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, reveling, patching, pothole. Kondisi perkerasan unit
sampel 5 dan 6 dapat dilihat pada Gambar 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 4.13. Kondisi perkerasan unit sampel 5 dan sampel 6
7. Unit Sampel 7 pada stationing m 0 + 600 – m 0 + 700 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, retak memanjang, reveling, patching, ambles, pothole.
8. Unit Sampel 8 pada stationing m 0 + 700 – m 0 + 800 jenis kerusakan yang
terjadi adalah retak buaya, retak melintang, alur, reveling, patching. Kondisi unit
sampel 7 dan 8 dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Kondisi perkerasan unit sampel 7 dan sampel 8
9. Unit Sampel 9 pada stationing m 0 + 800 – m 0 + 900 tidak terdapat kerusakan
pada permukaan jalan, dikarenakan telah dilakukan pelapisan ulang pada segmen
ini. Kondisi perkerasan unit sampel 9 dapat dilihat pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15. Kondisi perkerasan unit sampel 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
4.2. Analisis Data
4.2.1. Analisis Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Salatiga
4.2.1.1. Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Dua arah
Jalan Jenderal Sudirman dua arah terdiri dari 4 (empat) lajur dengan 2 (dua)
arah terbagi oleh median. Lebar lajur 3 meter dan 4,5 m dari arah kota Semarang,
sedangkan lebar lajur dari arah kota Solo 3 meter dan 4 meter. Analisis kinerja jalan
dengan menggunakan formulir penyelesaian dari MKJI 1997 adalah sebagai berikut
ini :
1. Arus Total (Q)
Nilai arus lalu lintas (Q) menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang
(smp). Semua nilai arus lalu lintas dikonversikan menjadi satuan mobil
penumpang dengan dikalikan ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk tiap
kendaraan. Berdasarkan Tabel 4.2 nilai arus total pada ruas jalan Jenderal
Sudirman dua arah tahun 2003 sebesar 1309 smp/jam dan pada tahun 2009
sebesar 2257 smp/jam.
2. Kecepatan Arus Bebas (Fv)
Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dihitung berdasarkan
Persamaan 2.4.
FVo = Kecepatan arus bebas Dasar dari Lampiran Tabel B-1 MKJI 1997
untuk kendaraan ringan (LV) dan tipe jalan empat lajur terbagi
diperoleh 57 km/jam
FVw = Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari lampiran Tabel B-2
MKJI 1997 untuk tipe jalan empat lajur terbagi dan lebar lajur 3 m
diperoleh - 4 km/jam
FFVSF = Penyesuaian kondisi hambatan samping dari lampiran Tabel B-3
MKJI 1997 untuk jalan dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas
hambatan sangat tinggi diperoleh 0,96.
FFVCS = Penyesuaian ukuran kota dari lampiran Tabel B-4 MKJI 1997
dengan jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067
jiwa atau berkisar antara 0.1 – 0.5 juta jiwa diperoleh 0,93
FV = (57-4) x 0,96 x 0,93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
= 47,32 km/jam
3. Kapasitas (C)
Perhitungan Kapasitas jalan menurut MKJI 1997 dihitung dengan mengacu
pada Persamaan 2.3.
Co = Kapasitas dasar dari Tabel 2.1 untuk dua lajur diperoleh 3300
FCw = Penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 2.2 untuk lebar
lajur 3 m dan tipe jalan empat lajur terbagi diperoleh 0,92
FCSP = Penyesuaian akibat pemisahan arah dari Tabel 2.3 untuk jalan empat
lajur dengan pemisahan arah 60/40 diperoleh 0,97
FCSF = Penyesuaian Akibat Hambatan samping dari Tabel 2.4 untuk jalan
searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat
tinggi diperoleh 0,96
FCCS = Penyesuaian berdasarkan Ukuran kota dari Tabel 2.5 dengan jumlah
penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067 jiwa atau
berkisar antara 0.1 – 0.5 juta jiwa diperoleh 0,90
C = 3300 x 0,92 x 0,97 x 0,96 x 0,90
= 2544 smp/jam
4. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan dihitung dengan mengacu pada Persamaan 2.2.
Perhitungan derajat kejenuhan ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Perhitungan derajat kejenuhan
Tahun Survei Q (smp/jam) C(smp/jam) DS
2003 1309 2544
0,51 (aman)
2009 2257 0,89 (tidak aman)
5. Kecepatan
Kecepatan dalam analisis ini dilakukan berdasarkan 2 tinjauan yaitu
kecepatan arus bebas sesungguhnya dan kecepatan sesungguhnya. Kecepatan
sesungguhnya didapat dengan menggunakan grafik hubungan antara derajat
kejenuhan (DS) dan kecepatan arus bebas (FV) diperoleh sebesar 49 km/jam dan
32 km/jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
6. Tingkat Pelayanan Jalan
Menurut MKJI 1997 penentuan tingkat pelayanan jalan berdasarkan pada
derajat kejenuhan ruas jalan tersebut. Nilai derajat kejenuhan ruas jalan Jenderal
Sudirman pada tahun 2003 sebesar 0,51 dan tahun 2009 sebesar 0,89. Dengan
mengacu pada Tabel 2.2 tingkat pelayanan ruas jalan Jenderal Sudirman dua
arah tahun 2009 berada pada level E.
4.2.1.2. Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman Searah
Dengan penerapan jalan searah pada jalan Jenderal Sudirman lebar tiap lajur
berubah menjadi 3,5 meter dengan kiri dan kanan jalan sebagai parkir paralel mobil.
Analisis kinerja jalan dengan menggunakan formulir penyelesaian dari MKJI 1997
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Perhitungan kecepatan arus bebas dan kapasitas one way street jalan Jenderal Sudirman
No Faktor Penyesuaian Formula Nilai
1 Kecepatan arus bebas Dasar (Tabel B-1 MKJI 1997) untuk kendaraan ringan (LV) dan tipe jalan Dua lajur searah FVo 57
Akibat lebar jalur lalu lintas (Tabel B-2 MKJI 1997) Untuk tipe jalan searah dan lebar lajur 3.5 m
FVw 0
Akibat Hambatan samping (Tabel B-3 MKJI 1997) Untuk jalan searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi
FCsf 0,91
Ukuran Kota (Tabel B-4 MKJI 1997) Dengan jumlah penduduk kota Salatiga tahun 2010 sebesar 171.067 jiwa atau berkisar antara 0,1 – 0,5 juta jiwa
FFVcs 0,93
Kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya Fv 48,24
2 Kapasitas dasar (Tabel C-1 MKJI 1997) Untuk tipe jalan searah
Co 3300
Akibat lebar jalur lalu lintas (Tabel C-2 MKJI 1997) Untuk lebar lajur 3,5 mdan tipe jalan searah
FCw 1,00
Akibat pemisahan arah (Tabel C-3 MKJI 1997) FCsp 1,00
Akibat Hambatan samping (Tabel C-4 MKJI 1997) Untuk jalan searah dengan bahu, lebar lebih dari 2 m, kelas hambatan sangat tinggi
FCsf 0,91
Ukuran kota (Tabel C-5 MKJI 1997) FCcs 0,90
Kapasitas sesungguhnya C 2702,7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Dari hasil penelitian volume seperti pada Tabel 4.1 dan hasil penelitian kapasitas
ruas Jalan Jenderal Sudirman searah dapat dihitung nilai rasio derajat kejenuhan.
Sesuai hasil pengolahan data lalu lintas pada ruas Jalan Jenderal Sudirman searah
volume puncak tertinggi terjadi pada jam puncak 16.15 – 17.15 sebesar 1321
smp/jam dapat dilihat pada Tabel 4.1 sedangkan kapasitas jalan sebesar 2702,7
smp/jam, sehingga didapatkan nilai rasio derajat kejenuhan atau Degree of
Saturation ( DS ) jalan Jenderal Sudirman searah sebesar = 1321/2702,7 = 0,49,
kecepatan arus bebas sebesar 48,24 km/jam, dan dari gambar D-2:1 MKJI 1997
didapatkan kecepatan rata-rata sebesar 44 km/jam.
Tingkat Pelayanan jalan Jenderal Sudirman searah berdasarkan MKJI 1997
berada pada level C dengan derajat kejenuhan sebesar 0,49.
4.2.1.3. Kinerja jalan Jenderal Sudirman searah tahun 2011 – 2015
Satuan mobil penumpang arus lalu lintas total pada jam puncak tahun 2010
sebesar 1321 smp/jam, dan cenderung meningkat sampai 2079 smp/jam. Arus lalu
lintas yang meningkat tersebut akan menyebabkan kapasitas jalan akan semakin
menurun dan kepadatan jalan semakin meningkat, yang akan menimbulkan pengaruh
pada nilai derajat kejenuhan segmen jalan menjadi semakin tinggi. Kapasitas jalan
tahun 2010 sebesar 2702,7, dan diasumsikan tidak mengalami perubahan sampai
pada tahun 2015 dikarenakan tidak adanya perubahan akibat pengaruh hambatan
samping, jumlah lajur jalan dan jumlah penduduk yang ada. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pada ruas jalan Jenderal Sudirman searah mencapai derajat
kejenuhan 0,49 pada tahun 2010, dan cenderung meningkat sampai 0,77 pada tahun
2011. Berdasarkan MKJI 1997 dengan derajat kejenuhan mencapai 0,77 telah
melampaui nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan yaitu 0,75.
4.2.2. Analisis Kinerja Simpang DPD Golkar Jalan Jenderal Sudirman Salatiga
4.2.2.1. Arus jenuh dasar (So)
Arus jenuh dasar merupakan awal hitungan untuk mendapatkan nilai
kapasitas pada setiap lengan.
SO = 600 x Wefektif (smp/jam)
Misalnya lengan utara (arah Semarang) We = 3,5 m
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
SO = 600 x 3,5 = 2100 m
Selanjutnya besarnya arus jenuh setiap pendekat pada persimpangan disajikan pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Perhitungan arus jenuh dasar
Kode Pendekatan
Tipe Pendekat
Lebar Efektif (m)
(m)
Arus Jenuh dasar (SO)
(smp/jam) Utara
P (Terlindung)
3,5 2100
Selatan P
(Terlindung) 7 4200
Barat P
(Terlindung) 4 2400
4.2.2.2.Faktor Koreksi
Untuk memperoleh nilai arus jenuh dasar yang disesuaikan, maka nilai arus
jenuh dasar dikalikan terlebih dahulu dengan faktor koreksi terhadap ukuran kota
(FCS), hambatan samping (FSF), kelandaian (FG), parkir (FP), koreksi belok kanan
(FRT) maupun koreksi belok kiri (FLT). Untuk mendapatkan nilai faktor koreksi
tersebut dapat dilihat pada Lampiran D MKJI 1997 tabel C-4. Rekapitulasi
perhitungan untuk arus jenuh pada tiap – tiap pendekat seperti terlihat pada Tabel
4.10.
Tabel 4.10. Perhitungan nilai arus jenuh
Utara Selatan Barat
SO(smp/jam) 2100 4200 2400
FCS 0,83 0,83 0,83
FSF 0,98 0,96 0,95
FG 1,00 1,00 1,00
FP 1,00 1,00 1,00
FRT 1,04 1,00 1,20
FLT 1,00 0,94 0,91
S(smp/jam) 1776 3146 2074
4.2.2.3 Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada Tabel 4.9 dapat diperoleh nilai Rasio Arus (FR)
dan nilai Rasio Fase, maka dapat diperoleh Rasio Arus Simpang (IFR) seperti terlihat
Dalam Tabel 4.11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 4.11. Perhitungan rasio arus dan rasio fase
Kode Pendekat
Q (smp/jam)
S (smp/jam)
FR = Q/S PR = FR/IFR
Utara 233 1776 0,131 0,395
Selatan 336 3146 0,107 0,321
Barat 195 2074 0,094 0,284
IFR=∑ Frcrit 0,332
4.2.2.4.Waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) dan waktu hijau (g)
Dari rumus (2.7) waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) dan waktu hijau (g)
diperoleh seperti dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Perhitungan waktu hijau
Pendekat LTI C gi
Utara
12,6 detik 36 detik
9 detik
Selatan 7 detik
Barat 7 detik
∑g 23 detik
4.2.2.5.Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Hitungan kapasitas tiap lengan tergantung pada rasio waktu hijau dan arus
jenuh yang disesuaikan. Rumus yang digunakan adalah rumus (2.9) dan (2.10). Hasil
Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan
Kode Pendekat
Arus Lalu Lintas (Q)
Kapasitas (C)
Derajat Kejenuhan
(DS) Utara 233 smp/jam 495 smp /jam 0,513
Selatan 336 smp/jam 632 smp/jam 0,513
Barat 195 smp/jam 368 smp/jam 0,513
4.2.3. Analisis Kondisi Perkerasan Jalan
4.2.3.1. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh luas kerusakan, kedalaman
ataupun lebar retak yang dipergunakan untuk menentukan kelas kerusakan jalan.
Tahap akhir dari analisis nilai kondisi perkerasan adalah menentukan nilai Pavement
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Condition Index (PCI), yang selanjutnya digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan kerusakan. Adapun urutan langkah demi langkah penggunaan metode
PCI tersebut adalah sebagai berikut :
1. Membuat catatan mengenai lokasi kerusakan, jenis dan tingkat keparahan
kerusakan. Hasil pengukuran kondisi kerusakan jalan dapat dilihat pada Tabel
4.14.
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran
STA. Posisi Kelas Keru
sa kan
Ukuran
Ket M KI KA
P M
L M
D Mm
A m2
Lr mm
0+236 H 64 0,80 - 51,20 Tambalan
0+240 V M 0,5 0,4 50 0,2 Lubang
0+240 V L 3,0 0,05 15 0,15 Lubang
0+242 V M 2,0 0,2 20 0,4 2 Retak memanjang
0+242 V M 1,0 0,5 20 0,5 3 Retak buaya
0+250 V H 0,4 0,4 60 0,16 Lubang
0+250 V H 6,0 0,4 20 2,4 2 Retak Buaya
0+256 V V M 4,5 0,2 10 0,9 2 Retak Melintang
0+260 V M 0,7 0,3 10 0,21 1 Retak Melintang
0+261 V M 0,4 0,4 10 0,16 1 Retak Melintang
0+264 V M 0,8 0,2 15 0,16 1 Retak Melintang
0+270 V M 1,0 0,2 10 0,2 Revelling
0+275 V H 6,0 0,5 20 3,0 3 Retak Buaya
0+277 V H 2,0 0,4 20 0,8 3 Retak Buaya
0+280 V H 10 0,5 20 5,0 2 Retak Buaya
0+285 V H 4,0 0,6 20 2,4 2 Retak Buaya
0+290 V H 5,0 0,4 20 2,0 2 Retak Buaya
0+294 V M 4,0 0,3 10 1,2 Revelling
0+301 H 100 0,8 80 Tambalan
0+305 V M 5,0 0,4 10 2,0 Revelling
0+307 V M 0,4 0,3 15 0,12 2 Retak Melintang
0+309 V M 2,0 0,4 15 0,8 1 Retak Memanjang
0+320 V H 4,0 0,5 20 2,0 2 Retak Buaya
0+323 V M 5,3 0,2 20 1,06 Revelling 0+326 V H 8,2 0,5 15 4,1 3 Retak Buaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran (lanjutan)
Sta Posisi Kelas kerusa
kan
Ukuran
Ket m
Ki Ka P L D A Lr
m M mm m2 Mm
0+330 V M 0,3 0,2 40 0,6 Lubang
0+345 V M 4,2 0,3 20 1,26 Revelling
0+348 V M 0,2 0,2 50 0,4 Lubang
0+352 V H 4,1 0.3 20 1,23 3 Retak Buaya
0+370 V M 0,6 0,2 20 0,12 1 Retak Melintang
0+372 V M 5,3 0,3 20 1,59 1 Retak Memanjang
0+394 V H 6,2 0,4 20 2,48 2 Retak Buaya
0+401 H 100 0,8 80 Tambalan
0+401 V M 0,3 0,3 30 0,9 Lubang
0+401 V H 6,0 0,4 30 2,4 3 Retak buaya
0+401 V M 12 0,2 20 2,4 Alur
0+405 V M 6,0 0,4 10 2,4 Revelling
0+410 V M 0,5 0,2 10 0,1 2 Retak Melintang
0+416 V M 0,3 0,3 10 0,9 2 Retak Melintang
0+420 V M 4,6 0,2 10 0,92 Revelling
0+440 V M 14 0,8 30 11,2 Ambles
0+475 V M 8,5 0,4 20 3,4 Alur
0+500 H 85 0,8 68 Tambalan
0+502 V M 4,5 0,4 15 1,8 3 Retak Buaya
0+505 V M 6,0 0,4 10 2,4 Revelling
0+525 V L 0,7 0,4 20 0,28 Lubang
0+531 V M 4,2 0,3 30 1,26 3 Retak Buaya
0+545 V L 0,4 0,25 15 0,1 Lubang
0+551 V M 4,0 0,35 20 1,4 3 Retak Buaya
0+551 V M 6,2 0,4 10 2,48 Revelling
0+567 V M 0,3 0,3 20 0,9 Lubang
0+571 V L 0,2 0,15 10 0,03 Lubang
0+587 V M 8,1 0,2 10 1,62 Revelling
0+591 V M 4,1 0,2 10 0,82 Revelling
0+600 H 100 0,8 80 Tambalan 0+621 V M 4,5 0,5 30 2,25 3 Retak Buaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 4.14 Kondisi dan hasil pengukuran (lanjutan)
Sta Posisi Kelas kerusa
kan
Ukuran
Ket m Ki Ka P L D A Lr
m M mm m2 mm
0+631 V M 4,9 0,5 20 2,45 2 Retak Buaya
0+650 V M 6,5 0,4 20 2,6 Revelling
0+667 V M 12,5 1,1 45 13,75 Ambles
0+667 V M 8,0 0,5 20 4,0 1 Retak memanjang
0+675 V M 0,4 0,3 50 0,12 Lubang
0+676 V M 4,0 0,4 20 1,6 1 Retak Buaya
0+680 V M 4,5 0,5 20 2,25 1 Retak Buaya
0+690 V M 4,5 0,4 20 1,8 Revelling
0+700 V L 15 0,6 20 9,0 Ambles
0+700 H 30 0,8 24 Tambalan
0+710 V M 12 0,2 10 2,4 Alur
0+710 V M 8,0 0,4 10 3,2 Revelling
0+720 V M 0,6 0,5 20 0,3 1 Retak Melintang
0+724 V H 0,5 0,4 60 0,2 Lubang
0+730 V M 5,0 0,5 20 2,5 2 Retak Buaya
2. Memasukkan nilai luasan kerusakan ke dalam tabel PCI. (Tabel 4.5) atau seperti
pada Lampiran 5. Misalnya untuk luas kerusakan tambalan : 64 m x 0,8 m =
51,20 m2 (dengan kondisi kerusakan medium)
3. Menentukan kerapatan (density) kerusakan.
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan
terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur. Rumus lengkapnya
adalah sebagai berikut :
Density (%) = Luas Kerusakan/Luas Perkerasan x 100%.
Misal luas total tambalan = 51,20 m2
Luas perkerasan = 7 m x 100 m = 700 m2
Density = (51,20/700) x 100% = 7,31 %
Hasil selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 4.15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 4.15. Perhitungan PCI
4. Mencari deduct value (DV)
Deduct value (DV) adalah suatu nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan
yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan
(severity level). Kurva tersebut berupa grafik jenis-jenis kerusakan dari A-1
sampai A-19. Adapun cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukkan
presentase densitas pada grafik masing-masing jenis kerusakan kemudian
menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high),
selanjutnya ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Contoh grafik yang
digunakan untuk mencari nilai DV dapat dilihat pada Gambar 4.16. berikut ini :
Patching dengan densitas = 7,31 %
Deduct value = 45 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 4.16. Grafik deduct value untuk patching
5. Menjumlahkan total deduct value
Total deduct value atau nilai pengurang total diperoleh pada suatu Unit Sampel
dengan menambahkan seluruh nilai pengurang individual.
6. Mencari corrected deduct value
Corrected deduct value (CDV) diperoleh dengan jalan memasukkan nilai TDV
ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertical pada nilai TDV sampai
memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah
masukan dengan DV > 2 grafik CDV.
Misal : TDV = 54
q = 1
didapatkan CDV = 54
seperti terlihat pada Gambar 4.17. berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 4.17. Corrected deduct value 7. Menghitung nilai kondisi perkerasan
Nilai PCI atau nilai kondisi perkerasan dihitung dengan mengurangkan nilai 100
dengan CDV maksimum. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut :
PCI = 100 – CDV
PCI = nilai kondisi perkerasan
CDV = Corrected Deduct Value
Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukkan kondisi perkerasan pada
segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik atau bahkan buruk sekali dengan
menggunakan parameter PCI. Untuk formulir perhitungan PCI dapat dilihat pada
Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Formulir perhitungan PCI untuk unit sampel
Hitungan PCI untuk Jalan dengan Permukaan Diperkeras No. Deduct Value (DV) TDV q CDV
1 45 42 28 15 6 1 0 137 5 72
2 45 42 28 15 2 1 0 133 4 75
3 45 42 28 2 2 1 0 120 3 74
4 45 42 2 2 2 1 0 94 2 66
5 45 2 2 2 2 1 0 54 1 54
M = 6.051 > 6
PCI = 100 - CDV = 100 - 75 = 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
8. Prioritas penanganan kerusakan
Nilai kondisi perkerasan tiap Unit Sampel yang diperoleh kemudian
dipergunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan, yaitu dengan
memprioritaskan penanganan kerusakan pada perkerasan yang mempunyai nilai
kondisi perkerasan yang terkecil lebih dahulu. Untuk mengetahui nilai kondisi
perkerasan keseluruhan (pada ruas jalan yang ditinjau) adalah dengan menjumlah
semua nilai kondisi perkerasan pada tiap-tiap segmen dan membaginya dengan
total jumlah segmen. Rumus yang dipakai sebagai berikut :
Rata-rata PCI untuk ruas jalan = PCI Tiap Segmen/Jumlah Segmen
Hasil akhir dari analisis PCI untuk tiap jenis Unit Sampel dan nilai PCI rata-rata
(nilai kondisi perkerasan) keseluruhan pada ruas Jalan Jenderal Sudirman dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Nilai PCI Tiap Segmen dan PCI Rata-rata jalan Jenderal Sudirman
No. Unit Sampel (Km) Luas segmen (m2) PCI 1 2 3 4 5 6 7 8 9
m 0 + 000 – m 0 + 100 m 0 + 100 – m 0 + 200 m 0 + 200 – m 0 + 300 m 0 + 300 – m 0 + 400 m 0 + 400 – m 0 + 500 m 0 + 500 – m 0 + 600 m 0 + 600 – m 0 + 700 m 0 + 700 – m 0 + 800 m 0 + 800 – m 0 + 900
700 700 700 700 700 700 700 700 700
100 100 25 12 16 20 28 48
100
Jumlah 449 Rata-rata PCI = Total Nilai PCI / Jumlah Segmen 49,89
Rata-rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter seperti
terlihat pada Gambar 4.18. sehingga didapatkan tingkat kerusakan jalan. Nilai rata-
rata PCI sebesar 49,89 setelah dimasukkan ke parameter didapat kondisi jalan jelek (
poor), sehingga jalan perlu penanganan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 4.18. Indeks dan kondisi Lapis Permukaan Jalan
4.2.4. Analisis Kekuatan Perkerasan Jalan
Analisis kekuatan Perkerasan Jalan Jenderal Sudirman dilakukan dengan cara
mengambil benda uji hasil core drill perkerasan jalan, kemudian diikuti dengan
pengujian kekuatan lapisan perkerasan dengan Marshall test.
Pengujian Marshall bertujuan untuk menentukan ketahanan (stability)
terhadap kelelehan plastis (flow) yang dialami suatu campuran beraspal.
Susunan lapisan perkerasan jalan akan diteliti apakah memenuhi syarat untuk
menahan beban yang terjadi atau tidak. Lapisan perkerasan yang ditinjau hanya pada
lapisan permukaan perkerasan jalan yang berupa Laston setebal 7 cm. Pengujian
dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kekuatan perkerasan tersebut.
Pengambilan benda uji dari lokasi penelitian dilakukan dengan cara core drill
kemudian di uji dengan Marshall Test untuk mendapatkan nilai stabilitas. Setelah
didapatkan nilai stabilitas kemudian dikorelasikan untuk mendapatkan koefisien
kekuatan relative. Gambar benda uji sebelum dan sesudah pengujian Marshall dapat
dilihat pada Gambar 4.19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 4.19. Benda uji sebelum dan sesudah pengujian
Pengujian benda uji pertama mendapatkan nilai stabilitas sebagai berikut :
Pembacaan stabilitas = 40 lb
Nilai stabilitas setelah kalibrasi = stabilitas * faktor kalibrasi * konversi
= 40 * 30,272 * 0,4536
= 549, 255
Koreksi tebal = 0,83
Nilai stabilitas terkoreksi = 549,255*0,83 = 455,9 kg
Tabel 4.18. Data hasil Marshall test
Benda uji Stabilitas Rata tebal Stabilitas Kalibrasi
Koreksi tebal Stabilitas Terkoreksi
(Lb) (cm) (kg) (kg)
1 40 7,1 549,3 0,83 455,9
2 40 7,0 549,3 0,84 461,4
3 10 7,1 137,3 0,83 113,9
Rata-rata 412 343,7
Nilai stabilitas rata-rata dari ketiga benda uji didapatkan sebesar 343,7 kg. Stabilitas
adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani.
Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan
berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Jumlah LHR yang diperoleh dari hasil survei pada jalan Jenderal Sudirman
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Kendaraan ringan 2 ton = 8715
Bus 8 ton = 11
Truk 2 as 13 ton = 38
LHR (kendaraan/hari/jalur) = 8764
Perhitungan Faktor Ekivalen Beban Gandar Standar Kumulatif
Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) = (10KN/53 KN)4 + 0,0002 = 0,0015
Bus 8 ton (3 + 5) = (30KN/53KN)4 + 0,134 = 0,237
Truk 2 as 13 ton (5 + 8) = (50KN/53KN)4 + 0,903 = 1,695
Penentuan Beban Gandar standar untuk lajur rencana perhari
W18 perhari = 8715 x 0,0015 + 11 x 0,237 + 38 x 1,695
= 80,09
Mengacu pada Tabel 2.31. dengan beban gandar standar perhari sebesar 80,09 maka
Jalan Jenderal Sudirman termasuk dalam pelayanan lalu lintas sedang yaitu diantara
50 – 500. Oleh karena itu berdasarkan SNI Nomor 03-1787-1989 tentang “Tata Cara
Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya” campuran Laston untuk kondisi
lalu lintas sedang harus memenuhi syarat stabilitas minimal 450 kg sedangkan
menurut Spesifikasi umum Kebinamargaan tahun 2009 syarat stabilitas minimal
campuran Laston sudah meningkat menjadi 800 kg. Dengan stabilitas rata-rata
sebesar 343,7 kg maka perkerasan jalan Jenderal Sudirman sudah tidak memenuhi
syarat stabilitas untuk melayani lalu lintas sedang sehingga diperlukan penanganan
jalan berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan.
4.2.5 Pemeliharaan Kerusakan Jalan
4.2.5.1. Pemeliharaan Rutin
Untuk menentukan jenis penanganan kerusakan jalan di ruas Jalan Jenderal
Sudirman, maka harus diadakan pemilihan terhadap jenis dan luas kerusakan yang
terjadi. Penanganan kerusakan permukaan jalan pada lapis lentur menggunakan
metode perbaikan standar Bina Marga 1995. Metode ini digunakan untuk
pemeliharaan terhadap kerusakan fungsional jalan sehingga bertujuan untuk
mengembalikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan.
Manual Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Provinsi 1995
mengklasifikasikan metode perbaikan standar untuk pemeliharaan kerusakan
fungsional untuk jalan menjadi 6 macam, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
1. Penebaran Pasir (P1)
Penebaran pasir ini digunakan untuk menangani jenis kerusakan asphalt
bleeding. Metode perbaikan penebaran pasir tidak diperlukan karena pada
ruas jalan yang ditinjau tidak terdapat kerusakan dengan tipe tersebut.
2. Pengaspalan (P2)
Jenis-jenis kerusakan yang diperbaiki dengan laburan aspal setempat adalah
kerusakan retak buaya, retak kotak, retak memenjang dan melintang dengan
lebar < 2 mm, dan tergerus (revelling) dengan total kerusakan yang harus
diperbaiki dengan metode pengaspalan ini adalah seluas 36,05 m2.
3. Penutupan retakan (P3)
Penutupan retakan ini digunakan untuk memperbaiki kerusakan retak satu
arah letak refleksi dengan lebar retakan < 2 mm. Metode perbaikan melapisi
retakan tidak diperlukan karena pada ruas jalan yang ditinjau tidak terdapat
kerusakan dengan tipe tersebut.
4. Mengisi Retakan (P4)
Kerusakan yang diperbaiki dengan metode mengisi retakan ini adalah
kerusakan retak memanjang dan melintang dengan lebar retak > 2 mm. Total
kerusakan yang harus diperbaiki dengan metode mengisi retakan adalah
seluas 1,52 m2.
5. Penambalan lubang (P5)
Kerusakan yang diperbaiki dengan metode ini adalah retak kotak, retak buaya
dengan lebar retak > 2 mm dan penurunan/ambles, dan lubang dengan
kedalaman > 50 mm dengan luas kerusakan sebesar 41,75 m2.
6. Perataan (P6)
Kerusakan yang perlu diperbaiki dengan perataan adalah penurunan/ambles ,
lubang dengan kedalaman 10-50 mm, alur kedalaman < 30 mm, tambalan
dengan luas 428,31 m2.
4.2.5.2 Pemeliharaan Berkala
Kerusakan struktural jalan yaitu kerusakan yang menyebabkan perkerasan
tidak mampu menahan beban yang bekerja diatasnya. Untuk mengetahui apakah
perlu dilakukan pemeliharaan terhadap kerusakan struktural dilakukan evaluasi
kekuatan perkerasan jalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Dengan diketahui tebal dan kondisi serta kekuatan masing-masing lapisan
perkerasan dapat diperoleh Indeks Tebal Perkerasan jalan eksisting (ITPad). Melalui
perhitungan beban lalu lintas rencana yang melalui jalan tersebut dapat diperoleh
Indeks Tebal Perkerasan jalan yang diperlukan untuk perencanaan (ITPperlu). Dengan
parameter (ITPad) dan (ITPperlu) kekuatan perkerasan jalan dievaluasi dengan
menggunakan Metode Analisa Komponen SKBI 1987 Bina Marga apakah tebal
perkerasan yang ada masih dapat melayani beban kendaraan selama umur rencana
yang ditentukan.
1. Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan jalan (ITPada)
Nilai Indeks Tebal Perkerasan jalan (ITPada) menggambarkan kekuatan
lapisan perkerasan berdasarkan jenis dan ketebalan lapisan struktur perkerasan.
Langkah-langkah perhitungan nilai ITPada adalah:
1. Kekuatan eksisting jalan
Koefisien kekuatan relatif dari jenis lapisan perkerasan berdasarkan Tabel 2.31
adalah:
Laston a1 = 0,30
ATB a2 = 0,24
Telford a3 = 0,13
2. Tebal lapisan perkerasan
Tebal lapisan perkerasan sesuai hasil test pit adalah:
Laston D1 = 7 cm
ATB D2 = 10 cm
Telford D3 = 20 cm
3. Kondisi perkerasan jalan lama (berdasarkan hasil survei)
Nilai kondisi lapis pondasi ditentukan berdasarkan hasil survei kerusakan pada
permukaan, sedangkan untuk lapis pondasi bawah melalui pendekatan nilai
Plastisitas Indeks (PI), sehingga berdasarkan kriteria pada Tabel 2.29 diperoleh:
Laston (Retak banyak) P1 = 40 %
ATB (Retak banyak) P2 = 40 %
Telford (Plastisitas Indeks > 6) P3 = 70 %
4. Nilai Indeks Tebal Perkerasan yang ada (ITPada)
Nilai ITPada dihitung dengan menggunakan rumus:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
ITPada = P1.a1.D1 + P2.a2.D2 + P3.a3.D3
Sehingga diperoleh:
Laston = 40 % x 0,30 x 7 = 0,84
ATB = 40 % x 0,24 x 10 = 0,96
Telford = 70 % x 0,13 x 20 = 1,82
ITPada = 3,62
2. Perhitungan Indeks Tebal Perkerasan yang diperlukan
Nilai Indeks Tebal Perkerasan yang diperlukan (ITPperlu) menggambarkan
kebutuhan struktur perkerasan dalam melayani beban kendaraan selama umur
rencana yang ditentukan. Langkah-langkah perhitungan ITPperlu adalah:
1. Beban lalu lintas primer (LHR)
Jenis kendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut terdiri dari:
a. Sepeda motor ;
b. Kendaraan ringan, seperti kendaraan pribadi (sedan, jeep, mini bus) dan
kendaraan barang (mini bus, pick up);
c. Kendaraan berat diantaranya bus kecil dan besar, serta truk 2 as.
Jenis kendaraan yang diperhitungkan dalam Metode Analisa Komponen adalah
minimal jenis kendaraan ringan 2 ton, jumlah LHR yang diperoleh dari hasil
survei pada jalan Jenderal Sudirman adalah sebagai berikut:
Kendaraan ringan 2 ton = 8715
Bus kecil = 11
Truk 2 as 13 ton = 38
LHR (kendaraan/hari/jalur) = 8764
2. Pertumbuhan lalu lintas (m)
Angka pertumbuhan lalu lintas diperlukan untuk menghitung prediksi arus lalu
lintas selama periode tertentu berdasarkan jumlah kendaraan. Nilai pertumbuhan
lalu-lintas (m) diperoleh dari angka pertumbuhan kendaraan yang ada di Kota
Salatiga berdasarkan data yang ada diperoleh :
Pertumbuhan lalu lintas (m) = 9.5 % per tahun
3. Menghitung Angka Ekivalen (E)
Perhitungan angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan adalah:
Kendaraan ringan 2 ton = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Bus 8 ton = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
Truk 2 as 13 ton = 0,1410 + 0,9238 = 1,0648
4. Menghitung Lintas Ekivaken Permulaan (LEP)
LEP = LHRj x Cj x Ej
Kendaraan ringan 2 ton = 8715 x 0,6 x 0,0004 = 2,09
Bus 8 ton = 11 x 0,7 x 0,1593 = 1,23
Truk 2 as 13 ton = 38 x 0,7 x 1,0648 = 28,32
LEP = 31,64
5. Menghitung Lintas Ekivaken Akhir (LEA)
LEA = LHRj (1 + m)UR x Cj x Ej
Umur rencana (UR) perkerasan jalan yang diperhitungkan adalah 5 tahun.
Dengan asumsi apakah perkerasan jalan yang ada masih mampu melayani lalu
lintas pada tahun 2015.
(1 + m)UR = 1,574 tahun
sehingga:
Kendaraan ringan 2 ton = 8715 x 1,574 x 0,6 x 0,0004 = 3,293
Bus 8 ton = 11 x 1,574 x 0,7 x 0,3106 = 1,931
Truk 2 as 13 ton = 38 x 1,574 x 0,7 x 0,1593 = 44,588
LEA = 49,812
6. Menghitung Lintas Ekivaken Tengah (LET)
LET = 0,5 x (LEP + LEA)
LET5 = 0,5 x (31,64+ 49,812)
LET5 = 40,727
7. Menghitung Lintas Ekivaken Rencana (LER)
LER = LET x FP
LER5 = LET x UR/10
LER5 = 40,727 x 0,5
LER5 = 20,363
8. Daya dukung Tanah Dasar (DDT)
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditentukan berdasarkan nilai CBR tanah dasar
(subgrade).
Dari Grafik Korelasi CBR dengan DDT diperoleh:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
DDT = 5
9. Faktor Regional (FR)
Faktor Regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya
perbedaan kondisi jalan dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test
disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Penentuan FR menggunakan Tabel 2.26.
sehingga diperoleh:
Kelandaian = 2,00 %
% kend. berat = 0,5 % (< 30 %)
Curah hujan = 2334 mm/thn
FR = 1,5
10. Indeks Permukaan (IP)
a. Indeks Permukaan Awal (IPo)
Berdasarkan Tabel 2.28 untuk permukaan Laston diperoleh nilai IPo sebesar:
IPo = 3,9 – 3,5
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Penentuan IP pada akhir umur rencana perlu mempertimbangkan faktor-
faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah ekivalen rencana (LER) seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.27.
Status jalan = arteri primer (nomor ruas 015 14 K)
LER = 3,3
IPt = 1,5 – 2,0
11. Indeks Tebal Perkerasan akhir umur rencana (ITPperlu)
Nilai ITPperlu ditentukan berdasarkan:
DDT = 5
LER1 = 3,3
FR = 1,5
IPo = 3,9 – 3,5
IPt = 1,5 – 2,0
Dari nomogram 4 (Lampiran grafik untuk mencari ITP) diperoleh:
ITP5 = 5,2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
3. Perhitungan Selisih ITPperlu dan ITPada ((∆ITP)
Perhitungan dilakukan untuk mengetahui apakah perkerasan jalan yang ada
masih mampu menahan beban lalu lintas berdasarkan proyeksi nilai LHR sesuai
umur rencana. Jika nilai ∆ITP bernilai positif maka diperlukan pemeliharaan jalan
dengan lapis tambah perkerasan (overlay). Sebaliknya jika nilai ∆ITP bernilai negatif
tidak diperlukan lapis tambah, hanya dilakukan pemeliharaan rutin jalan saja.
∆ITP = ITPperlu – ITPada
∆ITP = 5,2 – 3,62
∆ITP = 1,58
Nilai ∆ITP ruas jalan Jenderal Sudirman didapatkan 1,58. Dengan demikian untuk
melayani lalu lintas dengan umur rencana 5 tahun diperlukan penanganan kerusakan
jalan berupa pelapisan ulang/overlay.
4. Perhitungan tebal overlay
Perkerasan untuk overlay yang digunakan adalah Laston (AC) dikarenakan
untuk dapat melayani lalu lintas yang tinggi.
∆d1 (overlay) = ∆ITP/a1
∆d1 (UR = 5 th) = 1,58/0,4 = 3,95
∆d1 (UR = 5 th) ≈ 5,00 cm
Dari perhitungan diatas diperoleh tebal overlay setebal 5,00 cm untuk umur rencana
5 tahun dengan menggunakan Laston.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pembahasan Kinerja Ruas Jalan Jenderal Sudirman 4.3.1.1 Arus Lalu lintas Total (Q)
Arus atau volume lalu lintas pada suatu jalan raya diukur berdasarkan jumlah
kendaraan yang melewati segmen tertentu selama selang waktu tertentu. Satuan
mobil penumpang arus lalu lintas total jalan Jenderal Sudirman dua arah pada jam
puncak tahun 2003 sebesar 1309 smp/jam, dan meningkat sampai 2257 smp/jam
pada tahun 2009. Setelah dilakukan perubahan menjadi jalan searah pada tahun 2010,
arus lalu lintas total pada jam puncak turun menjadi 1321 smp/jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
4.3.1.2. Kapasitas
Kapasitas merupakan arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan
pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu. Untuk kondisi dua arah jalan yang
merupakan jalan terbagi, kapasitas dihitung per arah sedangkan untuk kondisi jalan
searah kapasitas jalan dihitung total searah.
Perhitungan Kapasitas total untuk dua arah tahun 2003 dan tahun 2009 adalah
sama sebesar 2544 smp/jam. Hal ini terjadi dikarenakan parameter-parameter jalan
yang digunakan untuk mengukur kapasitas baik jumlah jalur dan lajur jalan, serta
faktor penyesuaian akibat ukuran kota tidak mengalami perubahan nilai. Setelah
menjadi jalan searah kapasitas total menjadi 2703 smp/jam. Hal ini dikarenakan
adanya pertambahan lebar lajur yang semula 3 m menjadi 3,5 m dan faktor
penyesuaian hambatan samping yang berbeda.
4.3.1.3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) merupakan nilai
perbandingan antara besarnya arus atau volume lalu lintas pada suatu jalan dengan
kapasitas jalan tersebut. Hasil analisis menggunakan metode MKJI 1997
menunjukkan bahwa pada ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah pada tahun 2003
mencapai derajat kejenuhan 0,51 dan meningkat menjadi 0,89 pada tahun 2009
sehingga tidak memenuhi nilai derajat kejenuhan yang dipersyaratkan yaitu sebesar
0,75. Setelah diterapkan jalan searah pada awal tahun 2010, derajat kejenuhan ruas
jalan Jenderal Sudirman turun menjadi 0,49. Hal ini bisa terjadi dikarenakan dengan
nilai volume arus lalu lintas yang turun dan nilai kapasitas jalan kondisi searah yang
lebih besar sehingga nilai derajat kejenuhan menjadi turun. Dengan derajat
kejenuhan 0,49 ruas jalan memenuhi nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan.
Dari hasil analisis untuk proyeksi lalu lintas 5 tahun mendatang derajat
kejenuhan didapatkan sebesar 0,77 sehingga sudah tidak memenuhi standar
kelayakan lagi. Dalam usaha untuk mengurangi derajat kejenuhan jalan Jenderal
Sudirman searah tahun 2015 dibutuhkan perbaikan kinerja jalan, agar penerapan
jalan searah memenuhi tujuan yang diinginkan. Perbaikan yang bisa dilakukan antara
lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
1. (Parkir satu sisi dihilangkan)
Sebagai alternatif perbaikan lalu lintas yaitu dengan penambahan 1 lajur
pada sisi kanan jalan akan menambah kapasitas jalan. Hal ini masih
memungkinkan dikarenakan parkir mobil masih dapat ditempatkan pada sisi
kiri jalan. Dengan penambahan satu lajur akan didapatkan nilai kapasitas
semakin besar sehingga mengurangi derajat kejenuhan yang terjadi pada
tahun 2015 menjadi sebesar 0,51. Dengan derajat kejenuhan sebesar 0,51 ruas
jalan memenuhi nilai derajat kejenuhan yang telah ditetapkan. Perbandingan
perilaku lalu lintas yang terjadi ditunjukkan pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19. Perilaku lalu lintas
Tahun Kondisi Awal Skenario 1
Q C DS Q C DS
2015 2079 2702,7 0,77 2079 4054 0,51
4.3.1.4. Tingkat Pelayanan
Berdasarkan MKJI 1997 ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah berada pada
level E dengan derajat kejenuhan pada tahun 2009 sebesar 0.89. Tingkat pelayanan E
menunjukkan bahwa arus lalu lintas berada pada kapasitas arus tidak stabil dan
kecepatan terkadang berhenti. Penerapan jalan searah pada jalan tersebut menjadikan
tingkat pelayanan jalan menjadi lebih baik dikarenakan adanya penurunan nilai
derajat kejenuhan menjadi 0.49. Dengan nilai derajat kejenuhan 0,49 tingkat
pelayanan jalan berada pada level C dimana arus lalu lintas jalan stabil, pemilihan
kecepatan terbatas dalam batas-batas kecepatan jalan yang masih memuaskan.
Kecepatan perjalanan rata-rata pada jalan Jenderal Sudirman searah hasil
analisis MKJI 1997 sebesar 44 km/jam sedangkan kecepatan perjalanan hasil
pengukuran dengan menggunakan stopwatch didapat 33 km/jam. Berdasarkan
Highway Capacity Manual tahun 2000 pengukuran tingkat pelayanan jalan dapat
ditentukan berdasarkan kecepatan rata-rata perjalanan. Menurut hasil analisis
menunjukkan bahwa tingkat pelayanan jalan Jenderal Sudirman searah memiliki
tingkat pelayanan yang kurang baik sebagai jalan arteri primer yaitu C untuk
kecepatan perjalanan rata-rata 44 km/jam, dan D untuk kecepatan perjalanan rata-rata
sebesar 33 km/jam. Sedangkan menurut PP No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kecepatan minimum untuk jalan Arteri primer adalah 60 km/jam. Kendati tidak
berpengaruh langsung terhadap kinerja jalan, kerusakan jalan membuat arus lalu
lintas menjadi lambat. Hal ini berdampak kepada kepadatan kendaraan. Selain itu
kurang baiknya tingkat pelayanan jalan ini juga disebabkan oleh permasalahan lalu-
lintas yang berupa tingginya hambatan samping, serta terbatasnya kapasitas jalan.
4.3.2. Pembahasan Kinerja Simpang Golkar
Berdasarkan hasil perhitungan data dapat diketahui bahwa kapasitas simpang
Golkar yang menghubungkan antara jalan searah dan jalan dua arah pada Jalan
Jenderal Sudirman salatiga setelah penerapan jalan searah masih mampu melayani
transportasi lalu lintas yang melewati simpang, karena pada masing-masing pendekat
nilai Derajat kejenuhan < 0,85 sesuai yang dipersyaratkan oleh Manual Kapasitas
Jalan Indonesia(MKJI) tahun 1997. Hal ini berarti bahwa kapasitas simpang masih
jauh dari titik jenuh dengan dibuktikan melalui hasil perhitungan pada Tabel 4.13
dimana derajat kejenuhan masing-masing pendekat sebesar 0,513. Melihat hasil
perhitungan data diketahui bahwa simpang Golkar pada jalan Jenderal Sudirman
kondisi searah masih aman.
4.3.3. Pembahasan Kondisi Perkerasan Jalan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Nilai PCI rata-rata jalan Jenderal Sudirman setelah penerapan lalu lintas searah
adalah 49,89 berarti jalan dalam kondisi jelek (poor).
2. Luas kerusakan total pada jalan Jenderal Sudirman adalah 505,57 m2 dan
didominasi oleh jenis kerusakan yang sama yaitu tambalan (patching) sebesar
75,79 %. Sedangkan kerusakan lainnya yang cukup signifikan adalah kerusakan
alligator cracking sebesar 8,9 %.
3. Luas kerusakan paling banyak terjadi pada unit segmen 7 yang terletak di sta 0 –
+ 600 – 0 + 700 dengan luas kerusakan 110,82 m2 sedangkan pada unit segmen
1, 2 dan 9 tidak ditemukan kerusakan pada permukaan jalan dikarenakan telah
dilakukan pelapisan ulang (overlay) pada unit segmen tersebut.
4. Agar supaya kerusakan yang telah terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih
parah, maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan pada unit-unit sampel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
penelitian yang mengalami kerusakan sehingga tidak menimbulkan kerusakan
yang lebih tinggi. Penanganan kerusakan dilakukan berdasarkan prioritas tingkat
kerusakan.
5. Prioritas penanganan pertama dilakukan pada unit sampel penelitian dengan
nilai PCI terkecil, yaitu nomor 4 dengan nilai PCI sebesar 12 (very poor).
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya kerusakan jalan yang dapat
dikemukakan berdasarkan hasil analisis kerusakan di lapangan pada ruas jalan
Jenderal Sudirman adalah ;
1. Tambalan (patching) pada ruas jalan Jenderal Sudirman adalah sebagai akibat
adanya pembongkaran pada median jalan. Kerusakan tambalan disebabkan
karena pemasangan material bawah buruk, dan juga kurangnya pemadatan baik
pada material urugan pondasi maupun pada tambalan material aspal sehingga
tambalan menjadi rusak dan menimbulkan disintegrasi, retak, terkelupas bahkan
mengakibatkan lubang– lubang besar pada jalan. Kerusakan tambalan (patching)
dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20. Kerusakan tambalan (patching)
2. Repetisi atau pengulangan beban lalu lintas di ruas jalan Jenderal Sudirman
yang merupakan jalan arteri primer dan umur jalan yang sudah cukup lama,
yaitu lebih dari 10 tahun, hal ini menyebabkan perkerasan mengalami kelelahan
(fatigue) sehingga menimbulkan banyak kerusakan retak kulit buaya (alligator
crack). Kerusakan retak kulit buaya pada jalan Jenderal Sudirman dapat dilihat
pada Gambar 4.21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar 4.21. Kerusakan retak kulit buaya (alligator cracking)
4.3.4. Pembahasan Kekuatan Perkerasan Jalan
Berdasarkan hasil pengujian Marshall perkerasan jalan Jenderal Sudirman
sudah tidak memenuhi syarat stabilitas untuk melayani lalu lintas sedang. Hal ini
dibuktikan dengan stabilitas rata-rata ketiga benda uji didapatkan sebesar 343,7 kg
tidak memenuhi syarat stabilitas minimal untuk melayani lalu lintas sedang yaitu
sebesar 450 kg menurut SNI Nomor 03-1787-1989 dan 800 kg mengacu pada
Spesifikasi umum Kebinamargaan tahun 2009. Sehingga untuk mempertahankan
tingkat kemantapan jalan Jenderal Sudirman diperlukan penanganan jalan berupa
pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan.
4.3.5. Pembahasan Pemeliharaan Jalan
Berdasarkan hasil analisis dengan metode Analisa Komponen SKBI 1987
pada ruas jalan Jenderal Sudirman didapatkan bahwa selain diperlukan suatu
pemeliharaan terhadap kerusakan fungsional kondisi struktur perkerasan jalan, untuk
menanggung proyeksi beban lalu lintas dengan umur rencana 5 tahun membutuhkan
pemeliharaan dengan pelapisan ulang (overlay). Hal itu ditunjukkan oleh nilai ITP
yang diperlukan (ITPperlu) lebih besar dari nilai ITP eksisting (ITPada).
Hasil perhitungan kondisi perkerasan yang ada membutuhkan overlay dengan
Laston (AC) setebal 5 cm. Hal ini sesuai dengan Standar Perencanaan Tebal
Perkerasan lentur Jalan Raya dengan metode analisa komponen 1987 yaitu tebal
minimum lapis perkerasan Laston adalah sekitar 5 cm.
Pemeliharaan jalan Jenderal Sudirman unit sampel penelitian 1, 2, dan 9 telah
dilakukan overlay dengan menggunakan tebal Laston sebesar 4 cm. Akan tetapi hasil
yang ada kurang baik dikarenakan tebal Laston yang tergelar hanya berkisar 3 – 3,6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
cm. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut tebal Laston untuk overlay jalan
digunakan tebal 5 cm.
Selain itu penentuan tebal Laston 5 cm juga didasarkan pada material Laston
yang terdiri dari agregat utama sebesar 2-3 cm, kemudian diisi oleh agregat 1 – 2 cm
dan ditambah filler sehingga akan terjadi ikatan (interlocking) antara agregat utama
dan pengisi. Sehingga sebaiknya diambil tebal Laston minimal 5 cm. Dengan
pemeliharaan jalan yang sesuai diharapkan akan dapat mempertahankan tingkat
kemantapan jalan Jenderal Sudirman sampai akhir umur rencana atau sampai jangka
waktu pencapaian repetisi beban yang telah direncanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan di ruas jalan Jenderal Sudirman setelah
penerapan jalan searah pada Sta 0 + 000 – 0 + 900 yaitu dari Bundaran Ramayana
sampai jalan Ahmad Yani Kota Salatiga dan setelah dilakukan pembahasan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman dua arah menggunakan
metode MKJI 1997 tidak memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan
0,89 dan masuk pada tingkat pelayanan E. Setelah adanya penerapan jalan
searah kinerja ruas jalan Jenderal Sudirman memenuhi syarat dengan nilai
derajat kejenuhan turun menjadi 0,49 dan masuk pada tingkat pelayanan C.
Hal ini dikarenakan dengan penerapan jalan searah arus lalu lintas yang ada
menjadi turun. Hasil analisis kinerja simpang Golkar yang menghubungkan
antara jalan searah dan dua arah pada ruas jalan Jenderal Sudirman masih
memenuhi syarat dengan nilai derajat kejenuhan 0,513 sesuai yang
disyaratkan yaitu kurang dari 0,85.
2. Kondisi perkerasan ruas jalan Jenderal Sudirman searah didapatkan nilai rata-
rata Pavement Condition Indeks (PCI) sebesar 49,89 dengan kondisi jalan
buruk (poor), sehingga jalan perlu perbaikan kondisi permukaan. Kekuatan
struktur perkerasan jalan hasil uji Marshall tidak memenuhi syarat stabilitas
untuk melayani lalu lintas sedang sehingga diperlukan penanganan jalan
berupa pelapisan ulang (overlay) untuk menambah kekuatan struktur jalan.
3. Untuk tetap memberikan kenyamanan pemakai jalan diperlukan pemeliharaan
terhadap kerusakan jalan dengan menggunakan P2 (laburan aspal setempat)
sebesar 36,05 m2 , P4 (pengisian retakan) sebesar 1,52 m2, P5 (penambalan
89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
lubang) sebesar 41,75 m2, P6 (perataan) sebesar 428,31 m2 . Sedangkan untuk
desain perkerasan jalan dengan umur rencana 5 tahun diperlukan
pemeliharaan dengan pelapisan ulang (overlay) setebal 5 cm dengan
menggunakan laston.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang ada maka dapat
disampaikan beberapa saran guna penanganan Jalan Jenderal Sudirman searah antara
lain :
1. Diperlukan pemantauan dan pengamatan kerusakan jalan secara rutin
terutama setelah adanya program pemeliharaan berdasarkan metode yang
disarankan sehingga apabila ada kerusakan dikemudian hari tidak bertambah
luas.
2. Perlu pembaharuan pada Manual Pemeliharaan rutin untuk Jalan Nasional
dan Jalan Propinsi yaitu adanya penyesuaian pada metode pemeliharaan
standar untuk perbaikan kerusakan-kerusakan jalan dan dengan memasukkan
penilaian kondisi permukaan jalan berdasar penilaian PCI dalam program
pemeliharaan jalan.