Download - Fase Awal Jepang Pasca Perang
JEPANG DAN KEBANGKITANNYA
Jepang, Negara kepulauan di ujung barat Samudera pasifik merupakan salah
satu Negara maju di bidang perekonomian. Negara tersebut mempunyai produk
domestik bruto terbesar nomor dua setelah Amerika Serikat dan menempati urutan
tiga besar dalam keseimbangan kemampuan berbelanja. Kondisi perekonomian
Jepang saat ini merupakan hasil dari perjuangan yang keras. Hingga kini Jepang
dikenal sebagai salah satu penggerak perekonomian dunia. Jepang mempunyai latar
belakang perkembangan ekonomi yang menarik untuk di pelajari. Hal tersebut
dikarenakan Jepang merupakan salah satu model bagi perkembangan perekonomian
di Asia. Cerminan ini tampak pada kebangkitanyang Jepang pernah mengalami
keterpurukan kondisi ekonomi setelah kekalahannya saat perang dunia II. Kekalahan
tersebut tentunya sangat berpengaruh pada keadaan perekonomian di Jepang.
Perang Dunia II merupakan konflik yang paling mematikan dalam sejarah
dunia. Perang terebut melibatkan sebagian besar Negara – Negara di dunia. Pihak
yang telibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi, industri, dan kemampuan ilmiah
untuk memenuhi kebutuhan militer selama perang. Peristiwa ini dimulai saat Jerman
menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939. Hingga akhirnya menewaskan
lebih dari tujuh puluh juta orang dengan mayoritas warga sipil. ‘Kegilaan’ militer
tersebut berakhir saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat pada tanggal
14 Agustus 1945 pada. Pihak Jepang menandatangani dokumen Japanese Instrument
of Surrender di atas kapal USS Missouri pada tanggal 2 September 1945. Peristiwa
tesebut menjadi penanda resmi akhir dari kejamnya kegiataan militer di dunia.
Kekalahan pihak Jepang tentunya memberikan dampak yang sangat buruk.
Banyaknya sumber daya yang telah digerakkan oleh Jepang ternyata tidak berbalik
secara efisien dan efektif. Selama masa perang, kota – kota penting bagi jepang
seperti Tokyo, Osaka, Nagoya, kobe, dan Yokohama diserang oleh pasukan sekutu.
Penyerangan tersebut menghancurkan fasilitas penting untuk transportasi di Jepang
dan juga hancurnya pemukiman penduduk, gedung – gedung, dan pabrik. Akibat
pabrik yang telah hancur maka kegiatan produksi menjadi terhenti. Hal tersebut
membuat banyak orang kehilangan pekerjaan sehingga menambah jumlah
pengangguran. Hubungan perdagangan dengan Negara asing dan daerah koloni
Jepang juga menjadi terputusKeadaan ekonomi pada masa setelah perang menjadi
semakin buruk dengan bertambahnya jumlah pengangguran dalam skala besar,
masalah krisis energy, penurunan jumlah produksi, persediaan pangan yang tidak
mencukupi, inflasi yang parah hingga munculnya pasar gelap. Masalah – masalah
ekonomi tersebut membuat keadaan dan situasi di dalam negeri menjadi bertambah
kacau dan sulit dikendalikan oleh pemerintah jepang.
Untuk menyelesaikan masalah perekonomian tersebut, pemerintah Jepang
diinstruksikan oleh pemerintah pendudukan (SCAP) untuk menjalankan kebijakan
demokratisasi ekonomi (Keizai no Minshuka). Kebijakan demokratisasi ekonomi
merupakan salah satu instruksi kebijakan Reformasi Lima Besar yang disampaikan
oleh SCAP. Dalam pelaksanaan ada tiga aspek utama demokratiasi ekonomi yaitu
reformasi tanah pertanian, pemecahan zaibatsu, dan reformasi tenaga kerja .
Kebijakan yang pertama adalah reformasi tanah pertanian. Pemerintahan
pendudukan Sekutu menginstruksikan pemerintah Jepang untuk melakukan reformasi
bidang pertanian. Reformasi tersebut dikenal dengan reformasi tanah pertanian
(Nōchi Kaikaku/Land Reform) yang dilaksanakan pada tahun 1947. Reformasi tanah
pertanian merupakan tindakan yang diambil oleh Kebijakan ekonomi pemerintah
pendudukan untuk mengubah status kepemilikan tanah pertanian, dilakukan dengan
cara pembebasan biaya sewa. Pemerintah membeli tanah dari tuan tanah dan semua
tanah sewa lebih dari satu hektar, kemudian menjualnya kepada petani penyewa
dengan harga nominal. Hal ini menyebabkan lahan penyewaan menurun dari 46 %
menjadi 10 % dan jumlah petani Independen meningkat. Selain itu reformasi tanah
pertanian tersebut berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat. Distribusi
pendapatan dari sektor pertanian di dalam masyarakat menjadi lebih merata dan para
petani penggarap mempunyai kesempatan untuk memiliki lahan pertanian sendiri.
Kebijakan yang kedua adalah Pemecahan Zaibatsu (Zaibatsu
Kaitai/Dissolution of Zaibatsu) . SCAP menganggap bahwa zaibatsu merupakan
sumber penting bagi kekuatan militer Jepang, dan menghambat perkembangan
demokrasi ekonomi. Tujuan pembubaran zaibatsu adalah untuk menghentikan
dukungan pihak zaibatsu kepada militer Jepang. Industri Jepang sebelumnya berada
di bawah penguasaan beberapa gabungan zaibatsu yang mendapat hak dan perlakuan
khusus dari pemerintah Jepang. Tujuan penguasaan industri tersebut untuk
mempertahankan dan melanjutkan hubungan semifeodal antara tenaga kerja dan
sistem manajemen. Hal tersebut dilakukan dengan cara menekan para pekerja dengan
upah yang rendah, mencegah perkembangan serikat pekerja, menghalangi kebebasan
suatu perusahaan yang berpotensi, dan menghalangi kebangkitan kelas menegah di
Jepang. Zaibatsu merupakan pusat aktivitas industri dan ekonomi di Jepang yang
mempunyai pengaruh besar dalam pemerintahan Jepang sebelum perang. Empat
besar zaibatsu yaitu Mitsui, Sumitomo, Mitsubishi dan Yasuda mempunyai kendali
langsung atas lebih dari 30% industri pertambangan, industri kimia, industri besi baja,
dan hampir 50% mengendalikan industri mesin kapal dan industry pembuatan kapal
dan mempunyai 60% kepemilikan saham dalam bursa perdagangan saham. Hal
tersebut membuat zaibatsu mempunyai kekuatan dan pengaruh untuk mengendalikan
perekonomian Jepang. Tujuan dibubarkannya zibatsu adalah untuk mencegah
konsentrasi dari kekuatan ekonomi. Untuk menghilangkan konsentrasi kekuasaan
ekonomi, zaibatsu dibubarkan dan perusahaan bersama dilarang. Hukum
Perdagangan yang adil dan Hukum penghapusan kekuatan ekonomi yang berlebihan
diberlakukan pada tahun 1947.
Kebijakan yang ketiga adalah Reformasi Tenaga Kerja (Rōdō Kaikaku/Labor
Reform). Ada beberapa hal yang menjadi masalah bagi tenaga kerja di Jepang pada
masa perang. Masalah tersebut seperti gaji yang rendah, kesejahteraan pekerja,
diskriminasi wanita dalam pekerjaan. Hal tersebut membuat pemerintah pendudukan
(SCAP) perlu mengambil langkah reformasi demokrasi ekonomi perbaikan
kesejahteraan para tenaga kerja. SCAP menginstruksikan pemerintah Jepang untuk
membuat landasan hukum tentang hubungan para pekerja dengan industri serta
perusahaan dengan merancang undang-undang yang menjamin hakhak dasar bagi
para pekerja. Selain itu SCAP juga, mendukung gerakan serikat para pekerja yang
demokratis untuk memperjuangkan hak pekerja. Dalam pelaksanaannya ada 3 buah
undang undang yang ditetapkan untuk mengatur masalah-masalah para pekerja di
Jepang, yaitu pengesahan gerakan buruh, Pembentukan serikat buruh, berlakunya UU
Serikat Buruh (1945) dan Labour Relations Adjustment Law, and Labour Standards
Law (1947),
Pada tahun 1947 muncul Aturan fair rules. Aturan ini diberlakukan dalam
rangka untuk mengamankan persaingan pasar dan transparansi. Hukum atau Undang-
Undang "Antipakat" (antitrust) atau hukum/undang-undang persaingan, merupakan
peraturan melawan kebiasaan dagang yang merendahkan persaingan atau dianggap
tidak adil. Hukum yang paling penting adalah UU Anti-trust dan hukum bursa efek.
Pengevaluasian kembali atas kebijakan ekonomi pemerintah pendudukan
dimulai pada tahun 1948. Pihak Amerika Serikat menerima laporan tentang kondisi
perekonomian di Jepang yang disampaikan oleh Supreme Command of Allied Power
(SCAP). Pada saat itu, terdapat beberapa masalah yang belum terselesaikan di dalam
perekonomian Jepang. Di antaranya adalah masalah produksi yang mengalami
stagnasi, pengangguran dalam skala besar, dan inflasi yang terus meningkat seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Kebijakan demokratisasi ekonomi yang telah
dijalankan belum menyelesaikan masalah dalam perekonomian Jepang. Oleh karena
karena itu rekontruksi ekonomi dan reindustrialisasi dilakukan untuk membangun
kembali perekonomian Jepang. Untuk cepat merekonstruksi perekonomian meskipun
kekurangan komoditas dan dana investasi, pemerintah pada tahun 1947 menerapkan
strategi untuk memusatkan sumber daya di sektor-sektor prioritas industri seperti
baja, listrik pertambangan batubara,, galangan kapal, laut dan kereta api transportasi,
dan pupuk kimia.
Terjadinya Perang Korea membuat pemerintah pendudukan mengubah
kembali arah dan tujuan kebijakan ekonomi bagi Jepang. Dengan adanya perubahan
kebijakan tersebut membuat jepang mampu melakukan Reindustrialisasi. Perang
tersebut membawa pengaruh besar dalam situasi perekonomian Jepang. Perang Korea
menyebabkan perubahan penting pada tujuan kebijakan SCAP yang sebelumnya
masih berfokus pada demiliterisasi. Sebelumnya pada tahun 1947 arah kebijakan
ekonomi yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat telah berubah karena
terjadinya Perang Dingin dengan menginstruksikan kebijakan untuk mempercepat
pemulihan perekonomian Jepang, tetapi pada saat itu tujuan kebijakan ekonominya
masih berfokus pada demiliterisasi. Alasan perubahan tersebut adalah pemerintah
Amerika Serikat ingin menjadikan Jepang sebagai pangkalan logistic bagi pasukan
militernya dalam rangka menghadapi Perang Korea. Hal itu membuat kebijakan
ekonomi yang diinstruksikan pemerintah pendudukan mengalami perubahan dari
demiliterisasi menjadi penghidupan kembali industry yang berkaitan dengan militer.
Dengan perubahan kebijakan tersebut, perekonomian Jepang mendapat keuntungan
dalam meningkatkan produksi industri yang berkaitan dengan militer. Perubahan
tujuan kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mendukung
kekuatan militernya di Asia dalam menghadapi Perang Korea. Sejak terjadinya
Perang Korea, industri di Jepang mendapat program permintaan khusus
(tokuju/special procurement) dari pemerintah Amerika Serikat. Tokuju merupakan
permintaan khusus untuk menyediakan perbekalan bagi pihak militer. Program
tersebut dijalankan untuk memenuhi keperluan militer Amerika Serikat dalam rangka
menghadapi Perang Korea. Dengan adanya tokuju, produksi peralatan dan
persenjataan perang yang sebelumnya dilarang oleh SCAP pada saat itu
diperbolehkan kembali. SCAP mengizinkan kembali produksi peralatan perang,
kapal, dan pesawat tempur pada tahun 1952. Dengan kebijakan tersebut memberikan
kesempatan kepada industri yang berkaitan dengan militer untuk membangun
kembali produksinya. Tokuju juga berpengaruh pada peningkatan permintaan barang
dan jasa sehingga perekonomian Jepang mengalami boom yang membuat banyak
industri dan perusahaan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Jadi Perang
Korea memberi kontribusi yang sangat besar bagi pemulihan ekonomi Jepang. Selain
itu dengan adanya tokuju, kerjasama ekonomi antara Amerika Serikat dan Jepang
menjadi meningkat. Hal tersebut berdampak pada peningkatan produksi dan ekspor.
Tahun 1950, setelah zaibatsu dibubarkan. Kelompok pengusaha berusaha
membangun kembali zaibatsu yang bertranformasi dengan nama keiretsu. Posisi
jepang yang saat itu merupakan pemasok kebutuhan militer untuk Amerika Serikat
memberikan keuntungan bagi keiretsu untuk menggalang kekuatan. Kireitsu adalah
sebuah grup bisnis yang lahir sekitar tahun 1950-an, yang dimulai dengan berdirinya
Mitshubishi Keiretsu (1951), Sumimoto Keiretsu (1952) dan Mitsui Keiretsu.
Keiretsu merupakan penggabungan kegiatan bisnis dari puluhan bahkan ratusan
perusahaan yang terpusat pada sebuah bank. Keiretsu bergerak pada 3 jenis usaha
yaitu bank, tranding company dan manufaktur. Usaha tersebut menjadikan keiretsu
sebagai kelompok bisnis terbesar dan yang paling menentukan di Jepang. Namun
keiretsu menjadi sorotan tajam bagi negara barat karena dianggap melakukan praktek
– praktek dagang dengan proteksi serta monopoli. Keiretsu juga menjadi objek
bahasan terpenting didalam hubungan dagang antara Amerika Serikat dengan Jepang.
Setelah penandatangan Perjanjian Damai San Fransisco (Nihonkoku tono
Heiwa Jōyaku/Peace Treaty of San Fransisco) pada 8 September 1951 oleh 47 negara
dan Pakta Keamanan Jepang dan Amerika (Nichibei Anzen Hoshō Jōyaku/Japanese
American Security Pact) pada Mei 1952 maka masa pendudukan Sekutu di Jepang
berakhir. Perjanjian Damai San Fransisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952,
dan sejak saat itu Jepang secara resmi mendapatkan kembali kedaulatannya sebagai
negara. Dengan mendapatkan kembali kedaulatannya maka Jepang dapat membangun
kembali negaranya sendiri. Selain tu di dalam Pakta Keamanan Jepang dan Amerika,
dinyatakan bahwa militer Amerika Serikat tetap berada di Jepang. Hal tersebut
memungkinkan Jepang menghemat anggarannya dalam bidang militer, dan dapat
dialihkan untuk pemulihan perekonomian. Sejak mendapatkan kembali
kedaulatannya, pemerintah Jepang melakukan beberapa revisi terhadap kebijakan
ekonomi yang telah dijalankan selama masa pendudukan Sekutu. Jadi, setelah masa
pendudukan berakhir, Jepang dapat menentukan sendiri kebijakan ekonominya.
Selama periode pertumbuhan yang cepat, masyarakat jepang mengalami
berbagai perubahan dari tahun 1955 hingga 1970. Infrastruktur ekonomi secara aktif
mulai dikembangkan dengan pembukaan kereta cepat Tokaido antara Tokyo dan
Osaka pada tahun 1964, dan jalan raya super antara Komaki (dekat Nagoya) dan
Nishinomiya (dekat Kobe) pada tahun 1965. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang
cepat ini juga diikuti dengan peningkatan dari penjualan mobil dan konstruksi jalan
raya. Di sisi lain hal ini menimbulkan masalah sendiri bagi Jepang, seperti
keterlambatan dalam pengembangan infrastruktur, tidak adanya pemerataan
penduduk antara di kota dan di pedesaan akibat urbanisasi, dan degradasi lingkungan.
Di akhir tahun 1960, pemerintah membuat kebijakan dengan memberikan asuransi
sosial dan sistem pensiun nasional pada semua orang termasuk wiraswasta dan
pengangguran.
Pelayanan kesehatan dan kondisi kesehatan masyarakat Jepang mulai
membaik seiring dengan mengkatnya pendapatan masyarakat Jepang, sehingga angka
harapan hidup menjadi semakin panjang. Angka harapan hidup orang Jepang
sebelumnya 60 tahun untuk laki-laki dan 63 tahun untuk perempuan, pada tahun 1950
hingga 1975 meningkat menjadi 71 tahun untuk laki-laki dan 77 tahun untuk
perempuan. Sektor pendidikan juga mengalami kemajuan dengan semakin
dipermudahnya akses untuk masuk ke universitas/perguruan tinggi. Kesenjangan
pendapatan juga semakin menyempit pada tahun 1955-1965.
Efek yang timbul akibat cepatnya pertumbuhan di Jepang adalah over-
populasi di daerah metropolitan dan depopulasi di daerah pedesaan sehingga timbul
kemacetan lalu lintas, kondisi perumahan yang buruk, kurangnya insfrastruktur di
perkotaan, dan polusi akibat strategi pembangunan yang menekankan pada
pertumbuhan industri. Depopulasi daerah pedesaan menyebabkan Jepang harus
mengimpor pangan karena petani pindah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan dan
kehidupan akibat pergeseran struktur dari pertanian menjadi manufaktur.. Masalah ini
mulai teratasi ketika pertumbuhan ekonomi melambat, sehingga jumlah penduduk
yang pindak ke kota Tokyo mulai konsisten. Polusi menimbulkan pencemaran pada
lingkungan di berbagai daerah, sehingga menimbulka penyakit seperti asma.
Pertumbuhan ekonomi riil dari tahun 1960-an hingga 1980-an sering disebut
"keajaiban ekonomi Jepang", yakni rata-rata 10% pada tahun 1960-an, 5% pada tahun
1970-an, dan 4% pada tahun 1980-an.Dekade 1980-an merupakan masa keemasan
ekspor otomotif dan barang elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi
surplus neraca perdagangan yang mengakibatkan konflik perdagangan. Pada tahun
1960 industri jepang telah mampu bersaing dalam pasar Internasional dalam bidang
perkapalan, radio, baja, semen dan beberapa produk lain yang kemudian merupakan
tenaga pendorong bagi ekspor jepang. Pada awal tahun 1970-an Jepang telah menjadi
salah satu negara industry paling maju di dunia.
Dekade 1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang
elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan
yang mengakibatkan konflik perdagangan. Setelah ditandatanganinya Perjanjian
Plaza 1985, dolar AS mengalami depresiasi terhadap yen. Pada Februari 1987, tingkat
diskonto resmi diturunkan hingga 2,5% agar produk manufaktur Jepang bisa kembali
kompetitif setelah terjadi kemerosotan volume ekspor akibat menguatnya yen.
Akibatnya, terjadi surplus likuiditas dan penciptaan uang dalam jumlah besar.
Spekulasi menyebabkan harga saham dan realestat terus meningkat, dan berakibat
pada penggelembungan harga aset. Harga tanah terutama menjadi sangat tinggi akibat
adanya "mitos tanah" bahwa harga tanah tidak akan jatuh. Ekonomi gelembung
Jepang jatuh pada awal tahun 1990-an akibat kebijakan uang ketat yang dikeluarkan
Bank of Japan pada 1989, dan kenaikan tingkat diskonto resmi menjadi 6%. Pada
1990, pemerintah mengeluarkan sistem baru pajak penguasaan tanah dan bank
diminta untuk membatasi pendanaan aset properti. Indeks rata-rata Nikkei dan harga
tanah jatuh pada Desember 1989 dan musim gugur 1990. Pertumbuhan ekonomi
mengalami stagnasi pada 1990-an, dengan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi riil
hanya 1,7% sebagai akibat penanaman modal yang tidak efisien dan
penggelembungan harga aset pada 1980-an. Institusi keuangan menanggung kredit
bermasalah karena telah mengeluarkan pinjaman uang dengan jaminan tanah atau
saham.
Dekade 1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang
elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan
yang mengakibatkan konflik perdagangan. Setelah ditandatanganinya Perjanjian
Plaza 1985, dolar AS mengalami depresiasi terhadap yen.
Pada Februari 1987, tingkat diskonto resmi diturunkan hingga 2,5% agar
produk manufaktur Jepang bisa kembali kompetitifsetelah terjadi kemerosotan
volume ekspor akibat menguatnya yen. Akibatnya, terjadi surplus likuiditas dan
penciptaan uang dalam jumlah besar. Spekulasi menyebabkan harga saham dan
realestat terus meningkat, dan berakibat pada penggelembungan harga aset. Harga
tanah terutama menjadi sangat tinggi akibat adanya "mitos tanah" bahwa harga tanah
tidak akan jatuh. Ekonomi gelembung Jepang jatuh pada awal tahun 1990-an akibat
kebijakan uang ketat yang dikeluarkan Bank of Japan pada 1989, dan kenaikan
tingkat diskonto resmi menjadi 6%.
Pada 1990, pemerintah mengeluarkan sistem baru pajak penguasaan tanah dan
bank diminta untuk membatasi pendanaan aset properti. Indeks rata-rata Nikkei dan
harga tanah jatuh pada Desember 1989 dan musim gugur 1990. Pertumbuhan
ekonomi mengalami stagnasi pada 1990-an, dengan angka rata-rata pertumbuhan
ekonomi riil hanya 1,7% sebagai akibat penanaman modal yang tidak efisien dan
penggelembungan harga aset pada 1980-an. Institusi keuangan menanggung kredit
bermasalah karena telah mengeluarkan pinjaman uang dengan jaminan tanah atau
saham. Usaha pemerintah mengembalikan pertumbuhan ekonomi hanya sedikit yang
berhasil dan selanjutnya terhambat oleh kelesuan ekonomi global pada tahun 2000.
Jepang adalah perekonomian terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika
Serikat, dengan PDB nominal sekitar AS$4,5 triliun. dan perekonomian terbesar ke-3
di dunia setelah AS dan Republik Rakyat Cina dalam keseimbangan kemampuan
berbelanja. Industri utama Jepang adalah sektor perbankan, asuransi, realestat, bisnis
eceran, transportasi, telekomunikasi, dan konstruksi. Jepang memiliki industri
berteknologi tinggi di bidang otomotif, elektronik, mesin, perkakas, baja dan logam
non-besi, perkapalan, industri kimia, tekstil, dan pengolahan makanan. Sebesar tiga
perempat dari produk domestik bruto Jepang berasal dari sektor jasa. listrik Minato
Mirai 21 di Yokohama. Ekonomi Jepang sangat mengandalkan sektor jasa.
Dalam Indeks Kemudahan Berbisnis, Jepang menempati peringkat ke-12, dan
termasuk salah satu negara maju dengan birokrasi paling sederhana. Kapitalisme
model Jepang memiliki sejumlah ciri khas. Keiretsu adalah grup usaha yang
beranggotakan perusahaan yang saling memiliki kerja sama bisnis dan kepemilikan
saham. Negosiasi upah (shuntō) berikut perbaikan kondisi kerja antara manajemen
dan serikat buruh dilakukan setiap awal musim semi. Budaya bisnis Jepang mengenal
konsep-konsep lokal, seperti Sistem Nenkō, nemawashi, salaryman, dan office lady.
Perusahaan di Jepang mengenal kenaikan pangkat berdasarkan senioritas dan jaminan
pekerjaan seumur hidup.
Kejatuhan ekonomi gelembung yang diikuti kebangkrutan besar-besaran dan
pemutusan hubungan kerja menyebabkan jaminan pekerjaan seumur hidup mulai
ditinggalkan. Perusahaan Jepang dikenal dengan metode manajemen seperti The
Toyota Way. Aktifisme pemegang saham sangat jarang. Dalam Indeks Kebebasan
Ekonomi, Jepang menempati urutan ke-5 negara paling laissez-faire di antara 41
negara Asia Pasifik.
Total ekspor Jepang pada tahun 2005 adalah 4.210 dolar AS per kapita. Pasar
ekspor terbesar Jepang tahun 2006 adalah Amerika Serikat 22,8%, Uni Eropa 14,5%,
Cina 14,3%, Korea Selatan 7,8%, Taiwan 6,8%, dan Hong Kong 5,6%. Produk
ekspor unggulan Jepang adalah alat transportasi, kendaraan bermotor, elektronik,
mesin-mesin listrik, dan bahan kimia. Negara sumber impor terbesar bagi Jepang
pada tahun 2006 adalah Cina 20,5%, AS 12,0%, Uni Eropa 10,3%, Arab Saudi 6,4%,
Uni Emirat Arab 5,5%, Australia 4,8%, Korea Selatan 4,7%, dan Indonesia 4,2%.
Impor utama Jepang adalah mesin-mesin dan perkakas, minyak bumi, bahan
makanan, tekstil, dan bahan mentah untuk industri.
Industri utama Jepang yang paling dikenal dunia adalah otomotifnya (baik
motor ataupun mobil), tetapi lebih dari itu Jepang juga negara penghasil kapal,
elektronik, ponsel, mesin, robot (android), baja (metal), komputer, tekstil, sutera, bio-
industri, semikonduktor, farmasi, kertas, petrokimia, makanan, teknologi ruang
angkasa, alumunium dan lainnya. Hampir semua industri di Jepang laku di ekspor.
Mau bukti? lihat saja, di jalan-jalan Indonesia, India, Malaysia dan Filipina banyak
dijumpai mobil buatan Honda, Suzuki, Toyota, Hino, Isuzu, Mitsubishi dan Mazda.
Alat-alat rumah tangga didominasi alat buatan Jepang seperti Sharp, Mito, Mitoshiba,
Toshiba, Canon dll. Peripheral, panel plasma, semikonduktor dan komputer merek
Canon, Hitachi, Fujitsu dan Toshiba juga diminati dunia.Sampai sekarang, Jepang
adalah negara industri paling sukses sepanjang sejarah
Jepang adalah negara pengimpor hasil laut terbesar di dunia (senilai AS$ 14
miliar). Perikanan, perikanan Jepang sangat maju dengan dukungan alat-alat
penangkapan ikan yang modern, armada yang besar dan bermodal serta area
penangkapan yang sangat luas. Tak heran Jepang pernah menjadi produsen ikan
nomor 1 dunia sejak 1968 sampai 1996. Pada 1996, produksi ikan di Jepang terus
merosot dan akhirnya berada diposisi ke-enam sampai sekarang. Tetapi, armada
perikanan tetap merupakan yang terbaik didunia. Hasil perikanan/tangkapan nelayan
Jepang pada umunya yaitu : tuna, cakalang, sarden, makerel, cod, haring, paus, anjing
laut, salem, kepiting, gurita, cumi, belut laut, udang, salmon, kerang tiram, saury dan
jenis-jenis lain.
Pertanian di Jepang tergolong maju dan menerapkan intensifikasi pertanian,
sehingga walaupun luas wilayah Jepang yang dijadikan lahan pertanian kurang dari
15 % Jepang dapat berswasembada memenuhi kebutuhan domestiknya. Pertanian di
Jepang kebanyakan menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, pupuk
hijau/kompos, mesin panen dan mesin-mesin pembajak yang modern. 2011 lalu,
Jepang berhasil berswasembada atas komoditas beras, kedelai, kacang tanah, rumput
laut, teh, tomat, sayuran, kubis, pir, jeruk, aprikot, lobak, jagung, kentang, ketan,
gandum, bunga dan wasabi. Meskipun swasembada, untuk membuat Sanbei, Jepang
masih mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand. Pertanian adalah sektor industri
andalan hingga beberapa tahun seusai Perang Dunia II. Menurut sensus tahun 1950,
sekitar 50% angkatan kerja berada di bidang pertanian. Sepanjang "masa keajaiban
ekonomi Jepang", angkatan kerja di bidang pertanian terus menyusut hingga sekitar
4,1% pada tahun 2008. Pada Februari 2007 terdapat 1.813.000 keluarga petani
komersial, namun di antaranya hanya kurang dari 21,2% atau 387.000 keluarga petani
pengusaha. Sebagian besar angkatan kerja pertanian sudah berusia lanjut, sementara
angkatan kerja usia muda hanya sedikit yang bekerja di bidang pertanian.
Selain itu, Jepang juga menguasai global melalui industri anime (animasi) dan
produk perfilman mereka. Anime (animasi) Jepang menyerbu dan laris manis
dipasaran dunia seperti : Doraemon, Ninja Hatori, Naruto, One Piece dll. Dari
industri animasi-nya (anime), Jepang membukukan keutungan bersih total sekitar
2.983,03 milliar Yen.
Jepang adalah perekonomian terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika
Serikat, Jepang bersama Jerman dan Korea Selatan adalah 3 negara yang pernah
mencatatkan diri sebagai negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat
sepanjang sejarah dunia dan perekonomian terbesar ke-3 di dunia setelah AS
dan Republik Rakyat Cina dalam keseimbangan kemampuan berbelanja. Bangsa
Jepang dapat berkembang dengan cepat karena semangat untuk bangkit yang luar
biasa dan didukung oleh budaya Bangsa Jepang yang tidak mudah menyerah serta
mau belajar dari pengalaman. Ditambah strategi rekonstruksi pasca konflik yang
tepat. Jepang tidak butuh waktu lama untuk segera bangkit dan menguasai keadaan.
Hanya dalam kurun waktu 30 tahun, jepang segera menjadi salah satu jantung
perekonomian dunia dengan berbagai kebijakan kebijakan yang diterapkan.
Jepang habis gelap terbitlah terang. Sartini dan saring arianto. Jurnal sosio e-kons vol
II No. 1 edisi februari – april 2010.