Download - Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti
PAPPER BIOTEKNOLOGI
FERMENTASI KOPI
OLEH
AWARI SUSANTI
BP: 1320422015
PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG,2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Selain sebagai
sumber penghasilan rakyat, kopi menjadi komoditas andalan ekspor dan sumber
pendapatan devisa negara. Meski demikian, komoditas kopi sering mengalami fluktuasi
harga sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara permintaan dan persediaan komoditas
kopi di pasar dunia. Sebagai produsen, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi
yang menduduki peringkat 3 (tiga) dunia, setelah Brazil dan Vietnam.
Ada tiga jenis kelompok kopi yang dikenal, yaitu kopi arabika, kopi robusta, dan
kopi liberika. Kelompok kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan
secara komersial adalah kopi arabika dan robusta. Jenis kopi arabika memiliki kualitas
dengan cita rasa tinggi dan kadar kafein lebih rendah dibandingkan jenis kopi yang lain.
Oleh karena itu, jenis kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di konsumsi
(Rahardjo, 2012).
Tanaman kopi dikenal dengan nama Perpugenus coffea termasuk dalam famili
Rubiaceae, berasal dari benua Afrika. Saat ini terdapat sekitar 4.500 varietas kopi yang
dapat dibagi ke dalam kelompok empat besar yaitu Coffea canephora, Coffea Arabica,
Coffea excelsa dan Coffea liberika. Kopi diolah dengan beberapa cara pengolahan dengan
cara spesifik dan menyegarkan karena adanya kandungan zat kafein.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu kopi Indonesia adalah dengan
memperhatikan cara pengolahannya. Pengolahan kopi berdasarkan penggunaan air dibagi
dalam tiga cara, yaitu cara basah, semi basah dan kering. Cara kering yang dikenal dengan
pengeringan lambat pada suhu rendah, yaitu sekitar 40-50oC, pengolahan semi basah
dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam wadah yang bagian dasarnya memiliki lubang
sebagai tempat pengeluaran air dan pengolahan basah dilakukan dengan cara merendam
kopi di dalam air. Berdasarkan SNI 01-2907-1992 disimpulkan bahwa kopi dengan cara
2
pengolahan basah dan lama fermentasi 24-36 jam memiliki aroma yang baik dengan nilai
skor 7-8.(Anonim,2013).
B. Tujuan
Adapun tujuan utama dari makalah ini yaitu untuk mengetahui proses fermentasi pada biji kopi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kopi
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Konsumsi kopi
dunia terbanyak merupakan kopi jenis arabika. Tanaman kopi termasuk dalam famili
Rubiaceae dan terdiri dari banyak jenis antara Coffea Arabica, Coffea robusta dan
Coffea liberica. Tanaman kopi arabika tumbuh baik di daerah dataran tinggi diatas 1700
meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu yang berkisar antara 10-16oC.
Tanaman kopi robusta menghendaki daerah dataran cukup rendah dengan ketinggian
sekitar 1000 meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu sekitar 20oC. Tanaman
kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk dapat tumbuh subur, kopi diperlukan
curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kerimg
sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan waktu pemetikan buah
(Rahardjo, 2012)
Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik (Anonim,
2010). Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis.
Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Kopi arabika
menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan telah dibudidayakan di berbagai negara.
Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika ini yaitu panjang cabang primernya rata-rata mencapai
123 cm, sedangkan ruas cabangnya pendek – pendek. Batangnya berkayu, keras, dan
tegak serta berwarna putih keabu-abuan.
Menurut Anggara (2011), keunggulan dari kopi arabika antara lain bijinya
berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa yang baik. Kopi arabika juga
memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap penyakit karat daun. Oleh karena itu, sejak
muncul kopi robusta yang tahan terhadap penyakit karat daun, dominasi kopi arabika
mulai tergantikan. Beberapa ciri khas dari kopi arabika adalah beraroma wangi yang
menyerupai aroma perpaduan bunga dan buahnya. Kopi arabika juga mempunyai cita
4
rasa asam yang tidak terdapat pada kopi robusta. Saat diserap di mulut, rasa kopi arabika
jauh lebih halus (mild) dibandingkan dengan kopi robusta.
B. Karakteristik Kopi
Menurut Panggabean (2011), buah kopi terdiri atas empat bagian, yaitu : lapisan kulit luar
buah (eksokarp), lapisan daging buah (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endokarp) dan biji
(masih dibungkus lagi dengan kulit ari). Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis.
Buah yang masih muda bewarna hijau tua kemudian berangsur-angsur berubah menjadi
hijau kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah jika sudah matang. Dalam
keadaan yang sudah matang, daging buah berlendir yang rasanya agak manis. Keadaan
kulit bagian dalam (endokarp) cukup keras dan biasa disebut kulit tanduk. Kulit ari
merupakan kulit halus yang menyelimuti masih-masing biji kopi. Bagian dalam yang
terakhir dari buah kopi adalah biji kopi (coffee bean) atau kopi beras.
Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat
tumbuh dan cara pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting tedapat didalam kopi
adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf, caffeol memberikan flavor
dan aroma yang baik. Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung
putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang
itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul
air, dapat larut dalam air mendidih. Pada pelarut organik pengkristalan terjadi tanpa
ikatan molekul air. Kafein mencair pada suhu 235-237°C dan akan menyublim pada suhu
1760oC di ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang
sangat pahit dan mengembang di dalam air. Kafein adalah suatu alkaloid turunan dari
methyl xanthyne 1,3,7 trimethyl xanthyne. Kafein adalah basa yang lemah dan dapat
memisah dengan penguapan, serta mudah diuraikan oleh larutan alkali yang panas
(Ridwansyah, 2003).
5
C. Fermentasi
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan bahan
pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut, misalnya aroma
alkohol dan asam pada tape. Cara pengawetan pangan dengan proses fermentasi adalah
memperbanyak jumlah mikroba dan membiakkan metabolisme dalam makanan. Awalnya,
fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Namun, banyak proses yang
disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula tapi menghasilkan CO2
(Winarno, 2004).
Klasifikasi karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi
disakarida, pati ataupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi
komponen sederhana, yaitu monosakarida baru setelah itu bisa difermentasi. Sukrosa pada
bahan mula-mula dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase,
kemudian oleh aktivitas beberapa enzim, glukosa dan fruktosa ini akan diubah menjadi
alkohol. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol adalah sebagai berikut :
Pada proses fermentasi akan diperoleh hasil ikatan seperti gliserol, asam laktat,
asam asetat asetaldehida, dan 2,3 butilen glikol. Protein pada substrat akan diubah oleh
enzim lipase menjadi asam lemak, dan asam lemak ini akan bereaksi dengan alkohol
menjadi ester, dimana ester inilah yang menjadi aroma dan flavor (Said, 1987).
6
Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis asam lemak
dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Penentuan kuantitatif asam organik
pada produk fermentasi adalah penting untuk mempelajari kontribusi bagi aroma sebagian
besar produk fermentasi, alasan gizi, dan sebagai indikator aktivitas bakteri (Bevilacqua &
Califano, 1989). Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai acidulants (bahan
pengasam) yang dapat menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada
produk fermentasi akan terhambat (Winarno, 1997).
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas
mikroorganisme, maka produk fermentasi dapat dikelompokan sebagai proses fermentasi
yang mengubah karbohidrat menjadi asam-asam organik dan alkohol serta karbondioksida
sebagai komponen utama. Proses fermentasi dikatakan bersifat homofermetatif jika hanya
menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil utamanya dan heterofermentatif jika
menghasilkan campuran berbagai senyawa atau komponen utama. Lintasan metabolisme
Embedden-Meyerhoff-Parnas merupakan lintasan yang umum terjadi pada proses
fermentasi. Asam laktat merupakan bagian dari produk fermentasi piruvat (Dawes dan
Large, 1982).
Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi, keasaman kopi akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses
fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang, akan terus terjadi perubahan komposisi
kimia biji kopi, yaitu asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat
yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan
Sumartona, 2002). Jumlah inokulum mikroba yang tinggi akan menyebabkan semakin
banyak mikroba yang bekerja dan membentuk komponen-komponen asam organik
misalnya asam asetat selama proses fermentasi sehingga aroma kopi semakin meningkat
(Clarke dan Macrae, 1985).
Proses fermentasi yang terjadi dalam rumen akan mengubah komponen-komponen
pakan yang kompleks menjadi produk-produk yang lebih sederhana dan berguna bagi
ternak. Pakan utama ternak 10 ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti jerami
7
padi, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat kasar adalah
berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Church dan Pond,
1988). Produk akhir dari aktivitas mikroba dalam mendegradasi substrat dinding sel
tanaman adalah berupa asam lemak terbang atau VFA (Volatile Fatty Acid). Komponen
VFA yang utama adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan sejumlah kecil
asam valerat. Beberapa manfaat asam butirat, antara lain: (1) dapat mencegah kanker usus,
(2) dapat menekan stres, dan (3) dapat mencegah radang usus (Putri, 2008).
Asam oksalat (COOH)2 merupakan senyawa asam organik (dikarboksilat) yang
paling sederhana dan ditemukan pada hampir seluruh jenis organisme termasuk tumbuhan
(hijauan tropis), hewan, bakteri dan kapang (Hodgkinson, 1977). Makanan yang umumnya
banyak mengandung asam oksalat adalah kopi, coklat, strawberi, kacang, dan bayam. Sisa
metabolisme tumbuhan yang salah satunya berupa asam oksalat ini tidak bisa dikeluarkan
oleh tumbuhan itu sendiri, sehingga biasanya disimpan di dalam vakuolanya. Selain itu,
asam oksalat dapat dihasilkan dari metabolisme anaerob mikrooorganisme, yaitu pada saat
ketersediaan oksigen tidak ada pada lingkungan. Jenis asam oksalat merupakan senyawa
asam lemah yang dalam keadaan tertentu mampu memicu reaksi reduksi oksidasi (redoks).
Biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme,
terutama sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa,
bakteri dan jamur. Asam oksalat dihasilkan dari fermentasi glukosa, dimana
mikroorganisme ini nantinya memanfaatkan asam oksalat sebagai salah satu sumber
karbon untuk kehidupannya (Iriani, 2004).
8
BAB III
PEMBAHAN
A. Proses Pengolahan Kopi
Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya dan
pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar air lebih 13% akan
mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji kopi dimana nantinya
produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek (Setyohadi, 2007). Pengolahan buah kopi
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Pengolahan secara
basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan
mutu yang lebih baik (Najiyati dan Danarti, 1997).
a. Pengolahan Basah
Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya banyak
menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik dan
prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara tradisional
dan modern (Setyohadi, 2007). Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan
yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji
kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah
serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam
biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke dan Macrae,
1985).
Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan
rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai nampak lebih
menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya. Pengolahan
basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa
khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan lapisan lendir
yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak
citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).
9
b. Pengolahan Kering
Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis robusta, karena tanpa fermentasi sudah
dapat diperoleh mutu yang baik. Untuk kopi jenis arabika sebaiknya dilakukan cara
basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering hanya digunakan untuk
mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk
(Setyohadi, 2007).
Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering
adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan
tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dalam
buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah
proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote, 1963).
Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Sortasi
Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi yang hampa dan
terserang bubuk. Caranya kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah
alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak ini dilengkapi dengan
saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah itu bak diisi air dengan cara
membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk.
Setelah diaduk gelendong yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang
sehat dan berisi akan tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997).
2. Pulping (Pengupasan kulit buah)
Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat menentukan
mutu fisik dan cita rasa seduhan akhir. Kualitas pengupasan (pulping) sangat menentukan
proses pencucian lapisan lendir, proses pengeringan dan hulling. Untuk kapasitas besar
pengupasan dilakukan dengan alat yang digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk
kapasitas kecil dapat dilakukan dengan alat yang digerakkan manual atau listrik (Haryanto,
2008).
10
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga diperoleh
biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir. Mesin yang
digunakan untuk melepaskan kulit buah Vis pulper mesin ini hanya digunakan untuk
melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian dapat digunakan mesin
Ruang Pulper. Perbedaan kedua alat pulping, mesin Vis pulper biji kopi masih memerlukan
perlakuan fermentasi, sedang mesin ruang pulper tidak dilakukan fermentasi (Setyohadi,
2007).
3. Fermentasi
Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,
khamir, dan jamur, yeast (ragi), yakni kapang Saccaromyces cerevisiae, Brettanomyces
bruxellensis, Candida stellata, Schizosaccharomyces pombe, Torulaspora delbrueckii, dan
Zygosaccharomyces bailii. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman
susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi
senyawa nitrogen organik (Hidayat, et al., 2006).
Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang masih
menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dan cara
kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di dalam air selama 36-40
jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk, sedangkan fermentasi kering dilakukan
dengan cara menumpuk kopi di tempat yang teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti,
1997).
Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi keasaman kopi akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses
fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi
kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam
karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk
(Sulistyowati dan Sumartona, 2002).
Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-
unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan
11
lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa
merusak citarasa dari kopi (Siswoputranto, 1992).
Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis bakteri gram
negatif, Leuconostoc mesentroides, genus Acetobacter dan Jumlah inokulum mikroba yang
tinggi akan menyebabkan semakin banyak mikroba yang bekerja dan membentuk
komponen-komponen asam organik misalnya asam asetat selama proses fermentasi
sehingga aroma kopi semakin meningkat (Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985).
Adapun perubahan yang terjadi selama proses Fermentasi yaitu:
1. Pemecahan komponen mucilage
Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu
suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material
inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya
pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam
buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam
buah kopi.
2. Pemecahan gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan
meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan
adanya rasa manis. Gula adalah senyawa yang larut dalam air, oleh karena itu dengan
adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya banyak
kehilangan konsentrasinya.
Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah.
Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di
dalam getah beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah
asam laktat dan asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain
yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat.
12
3. Perubahan warna kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga
jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu atau
abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna
kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui
pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis (Ahliansyah, 2008).
4. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran-kotoran
lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah keluar dari mesin ruang
pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak yang memanjang yang airnya
terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya
diberi lubang sebagai pengatur keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak
yang lebih sederhana ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk
melepaskan sisa lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).
5. Pengeringan
Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55% dengan jalan
pengeringan kandungan air itu dapat diuapkan sehingga kadar air yang terdapat pada kopi
hanya 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan dilanjutkan perlakuan pemecahan kulit
tanduk (AAK, 1988).
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi
HS yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif
aman untuk dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan
tropis. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya.
a. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi.
Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan cara penjemuran
13
penuh (full sun drying). Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik
jika syarat-syarat berikut dapat dipenuhi, yaitu :
1) Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara
maksimal.
2) Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
3) Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur harus optimal.
4) Pembalikan yang cukup.
5) Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.
6) Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah. (Pusat Penelitian
Kopi Kakao Indonesia, 2007)
b. Pengeringan mekanis
Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan cara
pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis maupun mutu
hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak dapat
dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu
penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian
dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses
pengeringan dapat lebih dijamin (siang dan malam) sehingga buah atau biji kopi dapat
langsung dikeringkan dari kadar air awal 60 – 65 % sampai kadar air 12 % dalam waktu
yang lebih terkontrol (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi
mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak memungkinkan
untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus
menerus (siang dan malam), maka kadar air 12% dapat dicapai selama 48 – 54 jam.
Pengeringan biji kopi Robusta seringkali diawali dengan suhu udara pengering yang relatif
tinggi, yaitu sampai 90-100oC dengan waktu pemanasan yang singkat. Tujuan dari proses
ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji. Jika pengeringan suhu tinggi ini
terlalu lama, maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan (Pusat
Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
14
6. Roasting (Penyangraian)
Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi
dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai diawali
dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang
tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan
reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan
selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di
atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah
banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan
perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu
sangrai yang umum adalah sebagai berikut:
a. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)
b. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)
c. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak
hitam) (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar
air biji kopi dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses
penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang
sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang
diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar (Pusat Penelitian Kopi
Kakao Indonesia, 2007).
Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam
bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi sangrai
diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted). Untuk bak
pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi
saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji kopi sangrai lebih bersih (Pusat Penelitian
Kopi Kakao Indonesia, 2007).
15
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan
dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana.
Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa
oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan
atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan
dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain
pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang
dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous merupakan drum
horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara
panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran
silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas
atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat
menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Belitz dan Grosch, 1987).
7. Penggilingan
Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah mengalami proses
penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran
butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi.
Secara umum semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena
sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika disedu
(Najiyati dan Danarti, 1997).
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi
rasa dan aroma yang lebih optimal. Rendemen hasil pengolahan (penyangraian dan
penghalusan) adalah perbandingan antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat
biji kopi beras yang diproses. Rendemen makin turun pada derajad sangrai yang makin
gelap. Rendemen tertinggi, yaitu 81 %, diperoleh pada derajad sangrai ringan, dan terendah
yaitu 76 %, dengan derajad sangrai gelap. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat biji
kopi selama penyangraian. Makin tinggi kadar air biji dan makin lama waktu penyangraian
menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil Sedangkan susut berat selama proses
16
penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk yang sangat halus terbang ke
lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin penghalusnya (Pusat Penelitian
Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Pengemasan Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi
bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi
penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk,
dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa
senyawa kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek (stale), sedang
oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi (Pusat Penelitian
Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
a. Daya transmisi rendah terhadap uap air
b. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen
c. Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau
d. Sifat permeable terhadap gas CO2
e. Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya
f. Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan
g. Mudah diperoleh (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007)
Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan
kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan (Pusat
Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dengan fermentasi, kualitas biji kopi akan menjadi lebih baik. Selama ini dikenal dua
cara fermentasi: basah dan kering. Fermentasi basah menghasilkan kualitas biji kopi
lebih baik, tetapi biayanya cukup tinggi.
2. Proses fermentasi basah dimulai dengan penggilingan untuk memecah kulit buah
(pulping). Buah kopi yang dipetik, setelah disortasi (dipilih yang hijau, kuning, oranye,
merah, dan merah kehitaman), harus segera dipulping. Hasilnya berupa buah kopi yang
sudah pecah, dan kulit buahnya terkelupas.
3. Hasil fermentasi basah akan semakin sempurna bila dilakukan perendaman 36-40 jam
dan setiap 1,5 jam airnya di ganti. Biji kopi yang sudah terfermentasi dijemur sampai
kering.
4. Fermentasi kering juga dimulai dari pulping. Hasil pulping kemudian ditumpuk
(dionggokkan), hingga membentuk gunungan (kerucut). Gunungan hasil pulping itu
ditutup karung atau plastik, lalu dibiarkan selama semalam. Paginya, biji kopi yang
telah terfermentasi itu dijemur sampai kering. Proses sederhana ini, sudah mampu
meningkatkan kualitas biji kopi, meskipun tidak sebaik biji kopi hasil fermentasi basah
5. Proses fermentasi kering, bisa diperbaiki dengan penggunaan yeast (ragi), yakni
kapang Saccaromyces cerevisiae, Brettanomyces bruxellensis, Candida stellata,
Schizosaccharomyces pombe, Torulaspora delbrueckii, dan Zygosaccharomyces bailii.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Anies, Marini, dan Sri. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan : Budi Daya dan Pemasaran. Yogyakarta : Penerbit Cahaya Atma Pustaka
AAK. 1978. Bercocok Tanam Kopi, Yogyakarta : Kanisius.
Bevilacqua, AE. dan Califano, AN. 1989. Determination of Organic Acid in Dairy Product by High Performance Liquid Chromatography. J. Food Sci. 56 (4), 1076-1077.
Clarke, RJ. dan Macrae, R. 1987. Coffe chemestry (Volume 1). Elsevier Applied Science, New York.
Hodgkinson A. 1977. Oxalic Acid in Biology and Medicine. Academic Press, London.
Iriani, N. 2004. Perubahan Kandungan Oksalat Selama Proses Silase Rumput Setaria. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian, Bogor.
Putri. 2008. Fakta Tengtang Kopi : Efek Baik dan Buruk untuk Tubuh.. www.ebsfm.com/artikel.php?rubikID=3&artID=248. [17 Juli 2012]
Rahardjo, P. 2012. KOPI ; Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurnal. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
Sulisyowati dan Sumartona. 2002. Metode Uji Cita Rasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi 19-21 Februari 2002. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Universitas Sumatra Utara. 2012. Capture I ,II di Akses Pada Tanggal 6 Mei.Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
19