Download - fraktur Tibia docx
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 35 TAHUN DENGAN PATAH
TUNGKAI KANAN
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
di RSUD Tugurejo Semarang
Pembimbing:
dr. Suhardiyono, Sp.BO-FCIS
Disusun Oleh :
Herizko Silvano Kusuma
H2A008024
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Ny. Kuswanto
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Alamat : Tegalsari 1/3 Semarang
No. CM : 41.13.87
Ruang : Bangsal Anggrek 3.1
Tanggal Masuk : 23Maret 2013
B. PRIMARY SURVEY
Airway : Adekuat Sumbatan jalan napas (-), secret pada mulut (-)
Breathing : Napas spontan, respirasi 20 x/menit
Circulation : Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 76 kali/menit
Deformity : bengkak (+) kemerahan (-) di Tungkai kanan , VL (+)
Exposure : tampak kesakitan, Compos Mentis, GCS E4V5M6
C. SECONDARY SURVEY
Keluhan Utama : patah tungkai kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 23/3/2013 sekitar pk 05.00 pasien mengalami kecelakaan
tunggal saat mengendarai sepeda motor. Pasien pingsan sejenak, kemudian
pasien sadar dan berusaha berdiri. Pada saat pasien berdiri pasien merasakan
“krek” seperti tulang patah pada tungkai kanannya. Pasien kemudian dilarikan ke
RS St. Elizabeth , dan kemudian dirujuk di RSUD Tugurejo. Pasien tidak
mengalami pusing, mual dan muntah hanya terdapat luka pada tungkai atas nya
2
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit yang sama : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat sakit diabetes melitus : Disangkal
- Riwayat sakit jantung/paru : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat tumor/kanker : Disangkal
- Riwayat trauma : pernah jatuh pada saat SD dan kaki kiri
dislokasi, tidak di operasi hanya di pijat dan kemudian kaki kiri menjadi
lebih pendek daripada kaki kanan
- Riwayat operasi : Disangkal
- Riwayat Kelainan darah : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat diabetes melitus : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat tumor/kanker : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat Kelainan darah : Disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah pekerja pabrik besi.. Pasien memiliki 1 orang anak yang
sudah bekerja. Saat ini, pasien berobat dengan biaya dari JAMKESMAS.
Riwayat Pribadi
Riwayat merokok dan alkohol disangkal
3
II. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
1. Keadaan Umum
Baik
Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
2. Status Gizi
BB: 44 kg
TB: 155 cm
BMI= 18,31 /m2
Kesan : Normoweight
3. Tanda Vital
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 76x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5° C (peraxiller)
4. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi(-), kulit kering (-), kulit
hiperemis (-), vesikel (-)
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, moon face (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-),sclera ikterik (-/-),mata cekung (-/-), perdarahan
subkonjungtiva(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+) normal, arcus
senilis (-/-), katarak (-/-)
8. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-)
4
9. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik
10. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-),stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi berdarah (-), lidah
kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (+) di bagian tepi
11. Leher
Simetris, deviasi trachea (-), KGB membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-).
12. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), spider nevi
(-),sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-), rambut ketiak
rontok (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas jantung
kiri bawah : ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistra
kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
pinggang : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)
Pulmo
Depan
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi :simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi :sonor seluruh lapang paru
5
Auskultasi:Suara dasar vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), ronki basah kasar(-/-),
ronki basah halus (-/-)
Belakang:
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi :simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi :sonor seluruh lapang paru
Auskultasi:Suara dasar vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), ronki basah kasar(-/-),
ronki basah halus (-/-)
13. Punggung
Kifosis(-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
14. Abdomen
Inspeksi : cembung, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), caput medusa (-)
Auskultasi : peristaltik(+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat
15. Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Kelenjar getah bening
Tidak membesar
6
17. Ekstremitas
Keterangan Superior Inferior
Akral dingin
Edema
Reflek fisiologik
Reflek patologik
Capilary refill
Kekuatan
Tonus
(-/-)
(-/+)
(+/+)
(-/-)
< 2 “
55sulit dinilai /555
N/N
(-/-)
(-/-)
(+/+)
(-/-)
< 2 “
55sulit dinilai /555
N/N
18. Integumen
Ikterus (-), palor (-), UKK (-)
7
STATUS LOKALIS
a) Lokasi : Regio Cruris Dextra
b) Look
Warna sama dengan kulit sekitar
Edema : (+) sampai punggung kaki kanan
c) Feel
Nyeritekan : (+)
Akral Hangat : (+)
Perabaan suhu : sama dengan daerah sekitar
Capilarry refill time : (+) < 2”
Pulsasi distal : (+)
Fungsi sensibilitas : (+) Baik
Panjang anatomis : 90cm/ 80 cm
Panjang klinis :100cm/ 90 cm
d) Move
Nyerigerak : (+) pasif dan aktif
ROM : tidak dapat dilakukan
8
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Hematologi
Tanggal 23 Maret 2013
Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal
Lekosit
Eritrosit
Hb
Ht
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Diff count
Eosinofil Absolute
Basofil Absolute
Netrofil Absolute
Limfosit Absolute
Monosit Absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
8,79
4.35
14,18
44,16
95,20
29,80
35,10
386
13.16
0.07
0.01
7,68
1,74
0.26
2
0.10
58,9
17,80
2,90
10^3/ ul
10^6/ uL
g/ dL
%
fL
Pg
g/dL
10^3/ ul
%
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
10^3/ ul
%
%
%
%
%
4.5 – 13
3.8 – 5.2
12.8 – 16.8
35 – 47
80 – 100
26 – 34
32 – 36
154 – 442
11.5 – 14.5
0.045 – 0.44
0 – 0.2
1.8 - 8
0.9 – 5.2
0.16 – 1
2 – 4
0 – 1
50 – 70
25 – 50
1 – 6
9
KIMIA KLINIK (Serum) Hasil Satuan Nilai normal
Glukosa sewaktu
Ureum
Creatinin
Kalium
Natrium
Total protein
Albumin
Globulin
80
16,0
0,84
4
140
0,5
4,6
3,0
mg/dl
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
g/dl
g/dl
g/dl
<125
10.0 – 50.0
0 – 1.0
3.1 – 5.1
135 – 145
0,1 – 0,60
2,2 – 5,2
2,9 – 3,0
CT + BT Hasil Satuan Nilai normal
Waktu pembekuan
Waktu perdarahan
2’00”
1’00”
Menit
Menit
2 – 4
1 – 3
10
B. Pemeriksaan Radiologi
X-Foto Cruris Dextra AP Lateral Tanggal 23 Maret 2013
FOTO RONTGEN CRURIS DEXTRA AP DAN LATERAL :
Tampak discontiunitas os tibia 1/3 distal-tengah
Aposisi dan alignmen baik
Struktur tulag lain normal
KESAN : fraktur os tibia dextra 1/3 distal-tengah
IV. DIAGNOSA
11
Fraktur os tibia dextra 1/3 distal -tengah
V. PLANNING
Ip. Dx : Foto Rontgen cruris dextra AP Lateral
Lab Darah lengkap
Ip.Tx : Medikamentosa :
Infus RL 16 tpm
Antibiotik (Inj. Ceftriaxone 2 x 1g)
Analgetik (Inj. Ketorolac 2x 30 mg)
Operatif :
ORIF
Ip.Mx : Keadaan umum, pulsasi distal
Ip.Ex : Konsul dokter bedah orthopedic untuk penanganan lebih lanjut.
Menjelaskan pada keluarga penderita bahwa diperlukan tindakan
operasi untuk penanganan lebih lanjut.
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia
12
Fraktur Tibia
FRAKTUR TIBIA
I. PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,
kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang
terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat
menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
II. INSIDEN
Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang
terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan
fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur
ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.
III. ETIOLOGI
Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat yang
tertentu.
13
Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan.
IV. ANATOMI
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah
berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caputfibulae, di bawah
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung
bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan
medialis (kadang-kadang disebutplateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan
condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis.
Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior
dan posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis
yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis
terdapat insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan mempunyai tiga
margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya
terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan
antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat
ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai
malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk membrane interossea.
Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea oblique, yang disebut linea musculi
solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan
sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk
membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan
talus. Pada facies lateral ujung bawahtibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk
bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada tibia.
14
Gambar 2. Anatomi cruris.
I. PATOFISIOLOGI
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada
daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan dengan sel-
sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi chondroblast dan
osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi
kalsium.Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi fraktur.Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan
dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula
dan osteoblast yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan
tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan
lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk
15
tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan
bagian yang rusak dan tulang sementara.6
II. DIAGNOSIS
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian
pergelangan kaki.
1. Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis serta
fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil
dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah
medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia
apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang
lebih besar,jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih
besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan
osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau
meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama
robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.7
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker.
I : Fraktur split kondiler lateral
II : Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
16
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur tidak
bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila depresi
melebihi 4 mm.
Gambar 4. Klasifikasi Schatzker.
Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta
hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien tidak dapat
menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada proksimal tibia dan
gerakan flesi dan ekstensi yang terbatas.Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera
itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, ligamen sindroma
kompartmen lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi
saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-
tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka.
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia. Aspirasi
dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk pemeriksaan yang
akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut
yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress varus atau valgus pada mana-mana
titik dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen crusiatum
anterior perlu dinilai melalui tes Lachman.
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut. Robekan
ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler lateral.
Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan meniscus
medial.Ligamen crusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur
17
kondiler tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan
kepada sindroma kompartmen akut akibat perdarahan dan edema.
2. Fraktur Diafisis Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah
tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
Gambar 8. Fraktur diafisis tibia.
(dikutip dari kepustakaan 10)
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang
menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam
menjalankan penatalaksanaannya.
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan
pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masing–masing
grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.
B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.
18
C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo sebagai
berikut:
Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.
Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.
Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan
mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi,
contohnya: luka tembak.
Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap
vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa muncul di
awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan perhatian pada
ekstremitas yang mengalami cidera.Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor,
paralysis, paresthesia, pulselessness.
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan
radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik
atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau
fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental. Foto yang digunakan
adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak diperlukan.
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
19
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasi
dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu
(union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya
sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo
patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau
terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif,
fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif adalah sama ada
pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mata
atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,
delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartmen
anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal komunis dan gangguan pergerakan
sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi
pada otot-otot tungkai bawah.
3. Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus
duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan
ligamen.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.
1. Trauma abduksi
20
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur
avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi
talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya pergeseran
dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan atau manipulasi
yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991),
dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi
berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.
(dikutip dari kepustakaan 14)
21
Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):
• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis
dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai fraktur
atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada sindesmosis. Jenis
tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain fraktur
juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.
Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau deformitas.
Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau
pada ligamen.
III. PROGNOSIS
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki
yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke perfoma semula,namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon
tubuh terhadap pengobatan.
22
IV. KESIMPULAN
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pada
fraktur tibia, dapat terjadi fraktur pada bagian kondiler, diafisis dan pergelangan kaki. Fraktur
pada tibia termasuk luka kompleks, sehingga tentunya penanganannya juga tidak
sederhana.Sebagai dokter umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan
jika terjadi fraktur. Selain itu, pemeriksaan radiologis juga penting. Penatalaksanaan dari
fraktur tergantung dari kondisi frakturnya, bisa dengan operatif maupun non operatif.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon. L. et al. Tumour in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures 9 th Edition. New York : 2010. p. 203-4
2. Wheeless. Giant Cell Tumour of Bone in Wheeless’ Textbook of Orthopaedics. Data Trace Internet Pulishing. 1996
24