GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH, SAFETY
& ENVIRONMENT) INTERNAL CONTROL PADA PROYEK X PT. Z
TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH:
ANISA AJENG NASTITI
NIM 1111101000104
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2016
Anisa Ajeng Nastiti
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2016
Anisa Ajeng Nastiti, NIM: 1111101000104
Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE (Health, Safety, and
Environment) Internal Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
xv + 149 halaman, 12 tabel, 18 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Perseroan Terbatas (PT) Z merupakan salah satu perusahaan yang
menerapkan SMK3 dan bergerak di bidang industri EPC. Sedangkan, proyek X
merupakan salah satu jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Berdasarkan
laporan HSE Internal Control yang dilakukan oleh PT. Z pada tahun 2014, proyek
X memiliki nilai audit di bawah standar yang ditetapkan. Proyek X memiliki nilai
yang rendah pada 5 elemen SMK3 yang ditetapkan perusahaan, yaitu pada elemen
1: kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:
komunikasi; dan elemen 9: tanggap darurat.
Penelitian ini dilakukan dari Desember 2015 sampai Mei 2016 dengan
pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer
yang didapat dengan wawancara dan data sekunder yang didapat dari dokumen-
dokumen perusahaan. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
triangulasi sumber dan metode. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
diagram tulang ikan (fishbone) yang terdiri dari unsur manajemen (manusia,
anggaran dana, material dan metode) untuk mencari tahu penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab rendahnya nilai HSE
Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014 yang disebabkan karena unsur
manusia terdapat pada elemen 1, 2, 8 dan 9. Unsur lain yang menyebabkan
rendahnya nilai tersebut adalah unsur material pada elemen 8 dan 9. Serta yang
disebabkan karena unsur metode terdapat pada elemen 1, 2, 4 dan 9.
Pihak home office perlu meningkatkan pengawasan terhadap proyek-
proyek yang sedang dikerjakannya. Jika memungkinkan, pengawasan dapat
dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek sebelum periode
pelaksanaan audit internal dimulai.
Daftar bacaan : 105 (1987-2016)
Kata kunci : SMK3, Audit Internal K3
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH
HEALTH AND SAFETY OCCUPATIONAL
Undergraduate Thesis, June 2016
Anisa Ajeng Nastiti, NIM: 1111101000104
A Descriptive of The Cause of The Low Score of HSE (Health, Safety, and
Environment) Internal Control in X Project of Z company, 2014
xv + 149 pages, 12 tables, 18 pictures, 5 attachments
ABSTRACT
Z company is one of the companies that engaged in the field of EPC‟s
industrial and applied HSE management systems in its work. Meanwhile, X
project is one of the types of projects undertaken by Z company. Based on HSE
Internal Control‟s report conducted by Z company in 2014, X project has the low
score of audits under the standards set forth. There are 5 elements of HSE
management systems that are low-rated in its fulfillment specified by Z company,
which is 1st element: Policy and Leadership; 2
nd element: Compliance to HSE
Legal and Other Requirements; 4th
element: Subcontractor Management; 8th
element: Communication; and 9th
element: Emergency Response.
This research was conducted in December 2015 until May 2016 with a
qualitative approach. Source of data in this research consists of primary data was
obtained with interviews and secondary data was obtained from company‟s
documents. Methods and sources triangulation were used in this research.
Fishbone diagram was used to analyze the cause of the low-rated fulfillment of 5
elements based of human, money, material and method factor.
The result showed, the cause of the low score of HSE Internal Control in X
project of Z company in 2014 were caused by human factor are on the 1st, 2
nd, 4
th
and 9th
element. Meanwhile, were caused by material factor are on the 8th
and 9th
element. And then, were caused by method factor are on the 1st, 2
nd, 4
th and 9
th
element.
The advice that can be given Is, if possible, home office was suggested to
enhancing their supervision by conducting a sudden inspection to site project
before the schedule of internal audit was started.
Reading list : 105 (1987-2016)
Keywords : HSE Management System, HSE Internal Audit
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH, SAFETY
& ENVIRONMENT) INTERNAL CONTROL PADA PROYEK X PT. Z
TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Juni 2016
Disusun Oleh:
Anisa Ajeng Nastiti
NIM. 1111101000104
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Iting Shofwati ST, MKKK
Dr. M. Farid Hamzens, M. Si
NIP. 19760808 200604 2 001 NIP. 19630621 199403 1 001
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/ 2016 M
v
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANISA AJENG NASTITI
NIM. 1111101000104
Jakarta, Juni 2016
Penguji I,
Riastuti Kusuma Wardani, M.KM
NIP. 19800516 200901 2 005
Penguji II,
Minsarnawati, SKM, M.Kes
NIP. 19750215 200901 2 003
Penguji III,
Ir. Rulyenzy Rasyid, M.KKK
vi
PERSONAL DATA
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
PENGALAMAN ORGANISASI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Anisa Ajeng Nastiti Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Desember 1993
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Aselih RT. 011/001 No. 58
Kel. Cipedak, Kec. Jagakarsa
Jakarta Selatan 12630 Kewarganegaraan : Indonesia
Tinggi/ Berat : 154 cm/ 43 kg
Telepon : 081284940154
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
TAHUN SEKOLAH/UNIVERSITAS
2011- sekarang Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011 SMA Negeri 97 Jakarta (IPA)
2005 – 2008 SMP Negeri 166 Jakarta
2003 – 2005 SDN Cipedak 06 Pagi
2000 – 2003 SDN Pondok Labu 09 Pagi
1999 – 2000 SD Tawakal
TAHUN JABATAN
2015 Panitia Logistik HSE Commitment Meeting I 2015 PT.
Rekayasa Industri
2014 - Sekretaris Umum Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Wakil Ketua Saman FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Koor. Divisi Acara Seminar Profesi
K3:”Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana
Perlintasan Kereta Api Demi Stabilisasi
Transportasi Nasional”
vii
PELATIHAN/WORKSHOP
- Anggota Divisi PHD Workshop TDGT (Tanggap
Darurat Gedung Tinggi) bekerjasama dengan KSR
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kebangsaan (OPAK) Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 – 2014 Anggota Divisi Sains Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 - Divisi Acara OSH Field Trip UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
- Divisi PHD pelatihan School of Rescue FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
- Panitia OPAK Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Anggota Departemen Informasi & Komunikasi
BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2012 Panitia OPAK Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TAHUN PELATIHAN/WORKSHOP
2015 Training Basic Lifting & Rigging
2014 - Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No.
50 Tahun 2012
- Workshop “Risk Assessment in The Workplace”
- Workshop “Management of Fire Safety”
- Workshop “Investigasi & Pencegahan Kecelakaan
Kerja”
- Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja”
2013 - Basic Fire Fighting, FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Pelatihan School of Rescue FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2011 Excellent Achievement in Computer
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena
berkat nikmat serta izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control pada
Proyek X PT. Z Tahun 2014” ini.
Penulis menyadari bahwa telah banyak dukungan dari banyak pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. Keluarga, terutama Ibu Endah, Bapak Gafoer, Mas Panji dan Damar atas
doa serta dukungan yang tak pernah putus sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM. M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat beserta para Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST., M.KKK selaku dosen pembimbing 1 dan
Bapak Dr. Farid Hamzens, M. Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis.
5. Ibu Meilani Mochamad Anwar, SKM, M. Epid atas bantuan arahannya
dalam penulisan skripsi ini.
6. Mbak Ngesti dan teman-teman Divisi HRD PT. Z yang telah membantu
perizinan penulis dalam penyusunan skripsi.
7. Senior Manager HSE PT. Z yang sangat kooperatif dan membantu
mengarahkan penulis, serta seluruh divisi HSE PT. Z yang telah
membantu dalam pengumpulan data.
ix
8. Sahabat-sahabat penulis, Puput, Efri, Dwi, Lidya, Aqma atas bantuan
moral, semangat serta dukungannya selama ini.
9. Kawan Sholihah atas bantuan tenaga, semangat dan doanya kepada
penulis.
10. Anak Bawang dan Pig Fams atas doa dan dukungannya kepada penulis.
11. Teman-teman K3 dan Kesehatan Masyarakat UIN 2011 yang saling
menguatkan satu sama lain.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka semua.
Aamiin Ya Rabbal‟alamin. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan
dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis
harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Akhir kata, penulis
sampaikan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jakarta, Juni 2016
Anisa Ajeng Nastiti
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................ i
ABSTRAK......................................................................................................................... ii
ABSTRACT ....................................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 6
1. Tujuan Umum ....................................................................................................... 6
2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 6
1. Manfaat Bagi PT. Z ............................................................................................... 7
2. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................ 7
F. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 8
A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ............................... 8
B. Audit SMK3 ............................................................................................................ 20
C. Diagram Tulang Ikan (Fishbone) ............................................................................ 23
D. Unsur-unsur Manajemen ......................................................................................... 24
E. Kerangka Teori ........................................................................................................ 27
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH............................................... 29
A. Kerangka Pikir ........................................................................................................ 29
xi
B. Definisi Istilah ......................................................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................. 37
A. Jenis Penelitian ........................................................................................................ 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................... 37
C. Informan Penelitian ................................................................................................. 37
D. Instrumen Penelitian................................................................................................ 38
E. Sumber Data ............................................................................................................ 38
F. Pengumpulan Data ................................................................................................... 39
G. Validasi Data ........................................................................................................... 40
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 41
I. Penyajian Data .......................................................................................................... 42
BAB V HASIL ................................................................................................................ 43
A. Gambaran Umum PT. Z .......................................................................................... 43
B. Gambaran Umum Proyek X .................................................................................... 45
C. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun 2014 ..... 46
1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan ..... 57
2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan ............................................................................................... 77
3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor ........... 90
4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi .................................. 96
5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat ........................ 105
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 116
A. Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 116
B. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun 2014 .. 116
1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan ... 117
2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan ............................................................................................. 124
3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor ......... 128
4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi ................................ 131
5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat ........................ 134
BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 139
A. Simpulan ............................................................................................................... 139
B. Saran ..................................................................................................................... 141
xii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 143
LAMPIRAN .................................................................................................................. 150
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. 151
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Prinsip dan Elemen SMK3 Nasional .................................................... 12
Tabel 2.2 Elemen SMK3 PT. Z yang Disesuaikan dengan Prinsip SMK3 ........... 13
Tabel 3.1 Definisi Istilah ....................................................................................... 31
Tabel 4.1 Matriks Triangulasi Sumber ................................................................. 40
Tabel 4.2 Matriks Triangulasi Metode .................................................................. 41
Tabel 5.1 Nilai Skor HSE Internal Control per Elemen ....................................... 47
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ........... 48
Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan .......................... 57
Tabel 5.4 Jumlah Pekerja pada Proyek X selama Tahun 2014 ............................. 58
Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-
Undangan .............................................................................................................. 78
Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi ....................................................... 96
Tabel 5.7 Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control pada Proyek X PT. Z
Tahun 2014 ......................................................................................................... 113
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Penerapan Prinsip SMK3 ......................................................... 9
Gambar 2.2 Diagram Tulang Ikan (Fishbone) ...................................................... 24
Gambar 2.3 Kerangka Teori.................................................................................. 28
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 30
Gambar 5.1 Struktur Organisasi HSE di Home Office ......................................... 45
Gambar 5.2 Struktur Organisasi HSE di Proyek X ............................................... 60
Gambar 5.3 Komitmen Top Manajemen PT. Z .................................................... 63
Gambar 5.4 Kebijakan SMK3LL PT. Z ................................................................ 73
Gambar 5.5 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ............................................... 77
Gambar 5.6 Tidak Ada Bukti Pelaksanaan Induction ........................................... 88
Gambar 5.7 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 .... 90
Gambar 5.8 Subkontraktor Tidak Terdata pada Laporan Bulanan Proyek X ....... 95
Gambar 5.9 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen
Subkontraktor pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ................................................. 96
Gambar 5.10 Data Keluhan Terhadap Gangguan Lingkungan di Sekitar Area
Proyek ................................................................................................................. 101
Gambar 5.11 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan pada Elemen 8: Komunikasi
pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ...................................................................... 105
Gambar 5.12 Belum Dilakukannya Emergency Drill di Proyek X .................... 107
Gambar 5.13 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat
pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ...................................................................... 112
Gambar 5.14 Akar Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Secara
Keseluruhan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ................................................. 115
xv
DAFTAR ISTILAH
CSMS : Contractor Safety Management System
EPC : Engineering, Procurement and Construction
HSE : Health, Safety and Environment
HO : Home Office
IK : Informan Kunci
IP1 : Informan Pendukung 1
IP2 : Informan Pendukung 2
IU1 : Informan Utama 1
IU2 : Informan Utama 2
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3LL : Keselamatan, Kesehatan Kerja Lindung Lingkungan
PAK : Penyakit Akibat Kerja
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
P3K : Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di
dunia, melebihi Amerika Serikat dan Filipina (Saputro, 2015). Hal itu
ditunjukkan oleh 40 persen potensi panas bumi di dunia yang dimiliki oleh
Indonesia berasal dari 265 lokasi panas bumi dengan total potensi energi
mencapai 28.100 MWe (Suhartono, 2012). Pemanfaatan gas bumi yang dimiliki
Indonesia ini lebih banyak digunakan oleh sektor industri untuk keperluan bahan
bakar dalam berproduksi yang mana pada tahun 2000, sekitar 99% dari total
konsumsi gas bumi dalam negeri dimanfaatkan untuk sektor industri (Hidayat,
2005).
Data pendapatan ekonomi negara yang berasal dari pemanfaatan energi
panas bumi nasional periode Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang berasal
dari gas alam diketahui sebesar 18 trilyun rupiah (Kemenkeu, 2015). Selain itu,
dalam periode tersebut, Negara juga mendapatkan 381 miliar rupiah yang berasal
dari pertambangan panas bumi, dengan rincian 366 miliar rupiah dari hasil
pertambangan panas bumi, 15 miliar rupiah dari iuran tetap pertambangan panas
bumi, dan sebesar 29,8 juta rupiah dari iuran produksi/ royalti pertambangan
panas bumi (Kemenkeu, 2015).
Menurut UU nomor 27 tahun 2003 tentang panas bumi, di dalam kegiatan
pemanfaatan panas bumi, terdapat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi (Republik
Indonesia, 2003). Pada saat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, di dalamnya
2
terdapat kegiatan pengeboran uji dan pengeboran sumur yang memiliki risiko
tinggi. Jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan metode pengendalian yang
tepat, maka akan timbul dua buah kondisi yang dapat menimbulkan bencana
besar, yaitu timbulnya blowout dan tersebarnya gas H2S (NIOSH, 1983). Kejadian
blowout sering terjadi pada industri migas sebagai dampak langsung dari kegiatan
pemboran, yaitu peristiwa keluarnya fluida dari dalam bumi ke permukaan yang
tidak terkendali (Akbar, 2007).
Data yang didapatkan dari “US Gulf of Mexico Outer Continental Shelf”,
Norwegia dan perairan United Kingdom, menunjukkan bahwa sejak tahun 1955
sampai dengan Mei 2015, terdapat 611 kejadian blowout yang terjadi di lepas
pantai (Sintef, 2013). Sedangkan di Indonesia, dalam 35 tahun terakhir setidaknya
telah terjadi blowout sebanyak 17 kali, yang menunjukkan bahwa hampir setiap 2
sampai 3 tahun terjadi kecelakaan blowout pada saat pengeboran sumur, jika
dibandingkan dengan kegiatan pemboran 300-350 sumur setiap tahun, maka
hampir setiap 1000 pemboran sumur terjadi 1 kali kecelakaan blowout (Akbar,
2007). Selain itu, diketahui pula bahwa pada tahun 2013, salah satu sumur
minyak milik PT Pertamina EP di Talang Jimar, mengalami blowout sebanyak 2
kali dalam 3 bulan (Pertamina, 2013).
Salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan ialah dengan
melakukan audit internal keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Selain untuk
meminimalisir risiko kecelakaan, audit internal K3 bertujuan untuk mengevaluasi
sistem manajemen K3 apakah telah sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan (Sedarmayanti, 2007). Audit internal K3 juga diatur oleh Pemerintah
yang tertuang dalam Permenakertrans Nomor 18 tahun 2008. Pelaksanaan audit
3
internal K3 dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka pembuktian penerapan
SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3 (Pitoyo, 2010). Audit internal K3
dibutuhkan guna mengetahui keefektifan penerapan SMK3, serta untuk membuat
perbaikan (Nugraheni, 2011).
Audit internal dibutuhkan dalam perusahaan untuk memberikan informasi
tentang hasil audit kepada pihak manajemen untuk dijadikan bahan perbaikan di
masa mendatang (OHSAS 18001, 2007). Aspek yang dinilai dalam audit K3 ialah
pemenuhan kriteria yang ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang
telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 perusahaan (PP
50/2012).
Perseroan Terbatas (PT) Z merupakan salah satu perusahaan yang
menerapkan SMK3 dan bergerak di bidang industri Engineering, Procurement
dan Construction (EPC). PT. Z melakukan audit internal K3 melalui kegiatan
Health Safety & Environment Internal Control (HSE Internal Control). Terdapat
lima jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Salah satunya ialah onshore oil and
gas yang merupakan jenis proyek pertambangan minyak dan gas bumi yang
dikerjakan di daratan. Proyek onshore oil and gas memiliki risiko yang tinggi.
Beberapa bahaya yang terdapat di proyek onshore oil and gas ialah terkubur,
terpapar gas beracun, kekurangan oksigen, kejatuhan beban (falling loads), terjadi
ledakan bahkan kebakaran (American Petroleum Institute, 2001).
Berdasarkan hasil dari monthly accident summary report proyek onshore
oil and gas PT. Z tahun 2014, didapatkan bahwa dari periode Juni sampai
Desember terdapat 44.066 total kejadian unsafe act dan unsafe condition, 5
kejadian first aid case, 25 kejadian nearmiss dan 6 damage property. Proyek X
4
termasuk kedalam kategori onshore oil and gas. Proyek X merupakan salah satu
jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Proyek X memiliki risiko kecelakaan
yang telah disebutkan sebelumnya. Proyek X berlokasi di area gunung Salak,
yang berpusat di tiga kecamatan dari dua kabupaten yang berbeda, yaitu
Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan Kabupaten Sukabumi serta
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.
Berdasarkan laporan HSE Internal Control yang dilakukan oleh PT. Z
pada tahun 2014, proyek X memiliki nilai audit di bawah standar yang ditetapkan,
yaitu 69,86% (dari nilai minimal 82%). Standar nilai minimal 82% merupakan
standar nilai minimal audit internal K3 yang tercantum dalam kebijakan
perusahaan nomor 8000-PL-01 (PT. Z, 2014c). Proyek X memiliki nilai yang
rendah pada 5 elemen SMK3 yang ditetapkan perusahaan, yaitu pada elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:
komunikasi; dan elemen 9: tanggap darurat. Berdasarkan hal tersebut, maka
peneliti bermaksud ingin meneliti tentang “Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai
HSE (Health, Safety, & Environment) Internal Control pada Proyek X PT. Z
Tahun 2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa proyek X merupakan salah
satu proyek onshore oil and gas yang dikerjakan oleh PT. Z pada tahun 2014.
Proyek onshore oil and gas adalah jenis proyek pertambangan minyak dan gas
bumi yang dikerjakan di daratan dan berisiko tinggi terhadap terjadinya
kecelakaan. Contohnya seperti terjadinya blowout, terpapar gas beracun,
5
kekurangan oksigen, kejatuhan beban (falling loads), terjadi ledakan bahkan
kebakaran. Pada tahun 2014, nilai audit internal proyek X memiliki nilai dibawah
standar yang ditetapkan perusahaan. Beberapa elemen yang memiliki nilai rendah
ialah elemen kebijakan dan kepemimpinan; elemen kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; elemen manajemen subkontraktor; elemen komunikasi; dan
elemen tanggap darurat.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran umum PT. Z dan proyek X?
b. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 1: kebijakan
dan kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X
PT. Z tahun 2014?
c. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 2: kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE Internal
Control di proyek X PT. Z tahun 2014?
d. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen
subkontraktor berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z
tahun 2014?
e. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 8: komunikasi
berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014?
f. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 9: tanggap
darurat berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun
2014?
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hasil yang ingin diperoleh dari penelitian ini.
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai HSE (health, safety &
environment) Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum PT. Z dan proyek X.
b. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan
kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT.
Z tahun 2014.
c. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE
Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.
d. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan manajemen subkontraktor
berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.
e. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi
berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.
f. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat
berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Manfaat Bagi PT. Z
a. Memperoleh informasi mengenai penyebab rendahnya nilai HSE
Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.
b. Sebagai masukan bagi manajemen untuk perbaikan program HSE
Internal Control PT. Z tahun 2016.
2. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Sebagai referensi jika ada yang ingin melanjutkan penelitian dengan
topik yang sama.
b. Memberikan informasi tambahan untuk pembelajaran yang berkaitan
dengan audit internal K3.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyebab rendahnya
nilai HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Maret 2016. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara telaah dokumen dan wawancara
menggunakan pedoman wawancara, handphone, dan perekam suara sebagai
instrumen penelitian. Informan dalam penelitian ini terdiri dari (a) Informan
utama: auditor yang melakukan kegiatan HSE Internal Control di proyek X dan
manajemen site (b) Informan pendukung, yaitu senior HSE manager PT. Z dan
HSE officer yang bertugas sebagai admin HSE di home office, dan (c) Informan
kunci, yaitu auditor SMK3 eksternal perusahaan. Validasi data dalam penelitian
ini dilakukan dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan yang digunakan sebagai upaya pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (PP No.50 tahun 2012). Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya (berdasarkan
karakteristik proses atau bahan produksi) yang dapat mengakibatkan kecelakaan, wajib
menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ramli
(2009) menyebutkan bahwa SMK3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara
sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses
perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan.
SMK3 merupakan proses peninjauan efektivitas dari keseluruhan manajemen
(Hughes & Ferrett, 2011). Siklus penerapan prinsip SMK3 bersifat continuous
improvement atau peningkatan berkelanjutan, sebagaimana yang digambarkan oleh
Gambar 2.1 berikut ini:
9
Gambar 2.1
Siklus Penerapan Prinsip SMK3
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan
SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Penetapan kebijakan K3
Kebijakan K3 berisi mengenai tujuan, sasaran, komitmen dan tanggung
jawab dari perusahaan (Hughes & Freett, 2011). Penetapan kebijakan K3
harus disahkan oleh kepala perusahaan, kemudian dijelaskan dan
disebarluaskan kepada seluruh penghuni perusahaan. Bukan hanya itu,
kebijakan K3 perlu ditinjau ulang untuk menjamin kesesuaiannya dengan
peraturan perundang-undangan. Kebijakan K3 yang baik akan
menyempurnakan kebijakan lain, contohnya seperti kebijakan mengenai
kualitas, lingkungan, dan sumber daya manusia (Hughes & Freett, 2011).
Penetapan Kebijakan
K3
Perencanaan K3
Pelaksanaan Rencana K3
Pemantauan dan Evaluasi
Peninjauan & Peningkatan
Kinerja SMK3 Peningkatan
Berkelanjutan
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3
10
2. Perencanaan K3
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana K3 perusahaan,
diantaranya: tujuan dan sasaran, skala prioritas berdasarkan tingkat risiko
pekerjaan, upaya pengendalian bahaya, penetapan sumber daya, jangka
waktu pelaksanaan, indikator pencapaian, dan sistem pertanggung jawaban.
Di dalam tahap perencanaan, prosedur emergency (kedaruratan) harus
dikembangkan dan relevan dengan persyaratan legal K3 dan standar
lainnya yang sejalan dengan industri serupa (Hughes & Freett, 2011).
3. Pelaksanaan K3
Perusahaan atau tempat kerja harus menyediakan SDM dan sarana
prasarana yang memadai sebagai upaya pelaksanaan rencana K3. Hughes &
Freett (2011) menjelaskan bahwa tahap pelaksanaan ini dapat berjalan baik
apabila terdapat komunikasi yang baik di setiap level manajemen, mulai
dari pekerja, manajemen dan stakeholder (regulator, kontraktor, client,
serikat buruh).
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
Kegiatan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 perusahaan meliputi
pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan kegiatan audit internal SMK3.
Hughes & Freett (2011) menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis pemantauan
dan evaluasi kinerja K3, yaitu:
a) Aktif
Yang termasuk jenis pemantauan aktif ialah pertemuan rutin K3,
review rutin dari hasil penilaian risiko (risk assessment), inspeksi
11
lapangan & audit,. Proses audit bertujuan untuk memeriksa
keefektifan dari proses manajemen secara keseluruhan.
b) Reaktif
Yang termasuk jenis pemantauan reaktif ialah laporan dari kasus
kecelakaan kerja, cidera dan penyakit akibat kerja (PAK).
c) Gabungan
Merupakan gabungan dari pemantauan aktif & reaktif.
Hasil dari tahap pemantauan dan evaluasi kinerja K3 ini berupa saran
perbaikan atau tindakan pencegahan yang harus terimplementasi dan perlu
dimonitor secara berkala.
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 yang dilakukan untuk
pencapaian tujuan SMK3 perusahaan bertujuan untuk menjamin kesesuaian
dan keefektifan yang berkesinambungan. Hughes & Freett (2011)
menjelaskan bahwa peninjauan dilakukan oleh tim manajemen. Mereka
meninjau kembali keefektifan dari saran perbaikan yang telah diterapkan
serta menilai keefektifannya. Selain itu, mereka meninjau kembali baik
terhadap target yang tercapai maupun target-target yang tidak tercapai
untuk diidentifikasi kelemahannya agar dapat ditingkatkan kembali di masa
mendatang.
Dalam menerapkan prinsip-prinsip SMK3 tersebut, terbagi lagi ke dalam 12
elemen SMK3 seperti yang tercantum di dalam tabel 2.1 berikut ini:
12
Tabel 2.1
Prinsip dan Elemen SMK3 Nasional
No. Prinsip Elemen
1. Penetapan kebijakan K3 1. Pembangunan dan Pemeliharaan
Komitmen
2. Perencanaan K3
2. Strategi pendokumentasian
3. Peninjauan ulang perancangan
(design) dan kontrak
3. Pelaksanaan K3 4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan
SMK3
7. Pengelolaan material dan
perpindahannya
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja
K3
8. Standar pemantauan
9. Pengumpulan dan penggunaan
data
10. Audit SMK3
5. Peninjauan dan peningkatan
kinerja SMK3
11. Pelaporan dan perbaikan
kekurangan
12. Pengembangan keterampilan dan
kemampuan
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3
Penetapan 12 elemen SMK3 dapat berbeda antara satu perusahaan dan perusahaan
lainnya disesuaikan dengan kebijakan perusahaan masing-masing namun tetap
mengacu ke dalam 5 prinsip SMK3. Berdasarkan kebijakan PT.Z yang diatur dalam
dokumen nomor 8000-PL-01, terdapat 13 elemen SMK3 perusahaan yang digunakan
sebagai acuan dalam mengerjakan pekerjaan seperti yang tercantum pada tabel 2.2
berikut ini:
13
Tabel 2.2
Elemen SMK3 PT. Z yang Disesuaikan dengan Prinsip SMK3 Nasional
No. Prinsip Elemen
1. Penetapan kebijakan K3 1. Kebijakan dan kepemimpinan
K3LL
2. Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
2. Perencanaan K3
4. Manajemen subkontraktor
5. HSE dalam desain, konstruksi
dan komisioning
3. Pelaksanaan K3 6. Manajemen perubahan
9. Tanggap darurat
11. Dokumentasi
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja
K3
7. Inspeksi
8. Komunikasi
12. Evaluasi
5. Peninjauan dan peningkatan
kinerja SMK3
3. Pelatihan
10. Penyelidikan kecelakaan
13. Reward and Punishment
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 dan Dokumen PT. Z
nomor 8000-PL-01 tentang implementasi SMK3LL (PT. Z, 2014c)
Berikut ini adalah penjabaran dari 13 elemen SMK3 perusahaan, disesuaikan
dengan PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3:
1. Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan
Elemen kebijakan dan kepemimpinan termasuk ke dalam prinsip „Penetapan
kebijakan K3‟. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3,
di dalam suatu perusahaan harus terdapat kebijakan K3 secara tertulis dan
ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus yang menyatakan tujuan dan sasaran
K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3. Kebijakan disusun oleh pengusaha
atau pengurus, dan perusahaan harus mengkomunikasikan kebijakan yang telah
dibuat tersebut kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan
pemasok dengan tata cara yang tepat (PP 50, 2012). Masalah kepemimpinan
merupakan faktor yang menentukan keberhasilan program K3 di perusahaan.
14
Kepemimpinan tidak hanya berasal dari manajemen puncak (top management),
namun juga sampai ke tingkat supervisor sesuai dengan peran dan tanggung jawab
masing-masing. Dengan adanya komitmen dari pimpinan, maka partisipasi pekerja
dari seluruh lapisan organisasi dapat digerakkan. Komitmen dari pimpinan dapat
diuraikan dengan ciri sebagai berikut (Hadipoetro, 2014):
a. Mengintegrasikan dan memprioritaskan aspek K3 pada setiap pelaksanaan
kegiatan operasi
b. Tindakan pimpinan yang memperlihatkan kepedulian pada aspek K3
c. Tekad dan sikap pimpinan yang disampaikan melalui pengarahan, pertemuan
formal maupun informal
d. Menempatkan posisi organisasi K3 pada tingkat yang dapat menentukan
keputusan perusahaan
e. Memberikan dukungan anggaran yang memadai
2. Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Elemen kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan termasuk ke dalam
prinsip „Penetapan kebijakan K3‟. Elemen ini mengatur mengenai kepatuhan dalam
menaati peraturan K3LL atau regulasi baik yang berasal dari pemerintah (lokal/
nasional) ataupun standar internasional. Seorang HSE Officer harus senantiasa
mengetahui perkembangan regulasi terkini, apakah ada perubahan baik penambahan
maupun pengurangan pasal atau materi, serta terjadi pergantian terhadap regulasi
yang lama karena SMK3 perusahaan harus bersifat dinamis, yaitu dapat
menyesuaikan dengan peraturan terkini. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3, yang menjelaskan bahwa kebijakan
K3 harus ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut
15
masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan
perundang-undangan (PP 50, 2012).
3. Elemen 3: Pelatihan
Elemen pelatihan termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan peningkatan kinerja
SMK3‟. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Mathis, 2002). Selanjutnya,
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan
meliputi: mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (need assessment); menetapkan
tujuan dan sasaran pelatihan; menetapkan kriteria keberhasilan dan alat ukurnya;
menetapkan metode pelatihan; mengadakan percobaan & revisi; dan
mengimplementasikan serta mengevaluasinya. Hal itu sejalan dengan Peraturan
Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 yang menjelaskan bahwa jenis
pelatihan K3 yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan program
pelatihan ditinjau secara teratur agar tetap relevan dan efektif (PP 50, 2012).
4. Elemen 4: Manajemen Subkontraktor
Elemen manajemen subkontraktor termasuk ke dalam prinsip „Perencanaan K3‟.
Subkontraktor adalah siapa saja yang menyediakan suatu produk, baik produk yang
berbentuk barang/ jasa kepada para kontraktor ataupun pemasok (Sugian, 2006).
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 menjelaskan
bahwa apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan yang tunduk
pada standar dan perundangan K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin
bahwa pelayanan memenuhi persyaratan. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50
tahun 2012 tentang SMK3 menjelaskan pula bahwa catatan tinjauan kontrak perlu
16
dipelihara, didokumentasikan dan ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok
dapat memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan (PP 50, 2012).
5. Elemen 5: HSE dalam Desain, Konstruksi dan Komisioning
Elemen HSE dalam desain, konstruksi dan komisioning termasuk ke dalam prinsip
„Perencanaan K3‟ yang mengatur mengenai bagaimana persiapan dari sisi aspek K3
pada saat sebelum, ketika, dan setelah melakukan pekerjaan yang meliputi analisis
risiko (risk assessment), pengkajian lingkungan, izin kerja, job safety/ hazard
analysis, lock out tag out, site clinic & kesehatan kerja, serta penanganan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah
No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3, yang menjelaskan bahwa pengusaha atau pihak
perusahaan harus menyusun rencana K3 serta upaya pengendalian bahaya
berdasarkan identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. (PP 50,
2012).
6. Elemen 6: Manajemen Perubahan
Elemen manajemen perubahan termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟.
Elemen ini mengatur mengenai pemeliharaan dokumentasi mengenai perubahan-
perubahan yeng terjadi, meliputi perubahan struktur organisasi, prosedur, sistem
pelaporan dan pergantian shift. Setiap perubahan-perubahan yang terjadi perlu
dicatat dan dipelihara oleh petugas yang kompeten dan berwenang (PP 50, 2012).
7. Elemen 7: Inspeksi
Elemen inspeksi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja K3‟.
Inspeksi K3 (safety inspection) adalah suatu pemeriksaan secara umum terhadap unit
operasi yang dilaksanakan oleh pekerja unit operasi fasilitas secara rutin dan
terjadwal (Hadipoetro, 2014). Hal tersebut sejalan dengan apa yang tercantum di
17
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang SMK3 yang
menyatakan bahwa pemeriksaan/ inspeksi terhadap tempat kerja dilaksanakan secara
teratur dan dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang (PP 50,
2012). Menurut buku panduan dalam Pelatihan enam hari untuk Leadhand dan
Foreman yang dilaksanakan oleh PT. Freeport Indonesia mengatakan bahwa
Inspeksi K3 bertujuan untuk meniadakan kecelakaan dengan jalan mengamati
penyebab kecelakaan sedini mungkin dan sesegera mungkin untuk melakukan
pembetulan sebelum kecelakaan terjadi.
8. Elemen 8: Komunikasi
Elemen komunikasi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja
K3‟. Komunikasi adalah proses dimana sumber mentransmisikan pesan kepada
penerima melalui beragam saluran (Threnholm dan Jensen, 1996 dalam Wiryanto,
2004). Komunikasi juga diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada
bentuk verbal saja, namun juga dalam bentuk non verbal untuk mengubah tingkah
laku orang lain (Suprapto, 2009). Dalam bidang K3, kegiatan komunikasi meliputi
penyampaian segala informasi yang berkaitan dengan aspek K3 kepada seluruh
pekerja yang ada di perusahaan. Segala informasi yang dibutuhkan mengenai
kegiatan K3 perlu disebarluaskan secara sistematis kepada seluruh tenaga kerja,
tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok (PP 50, 2012).
9. Elemen 9: Tanggap Darurat
Elemen tanggap darurat termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟. Tanggap
darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban,
18
harta benda, evakuasi dan pengungsian (Sofyan, 2007). Dalam peraturan pemerintah
tentang sistem manajemen K3, perusahaan harus memiliki kesiapan dalam
menghadapi serta menangani keadaan darurat. Mulai dari kegiatan identifikasi
keadaan darurat, prosedur penanganan keadaan darurat, penyediaan alat dan sarana
keadaan darurat/ P3K, penyediaan sistem tanda bahaya, serta petugas P3K terlatih
yang ditunjuk oleh perusahaan (PP 50, 2012).
10. Elemen 10: Penyelidikan Kecelakaan
Elemen penyelidikan kecelakaan termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan
peningkatan kinerja SMK3‟. Pada elemen ini, menjelaskan mengenai bahwa tujuan
utama dari penyelidikan kecelakaan adalah mempelajari sebab-sebab utama
terjadinya suatu kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah dan tidak
terulang lagi di kemudian hari. Perusahaan harus mencari tahu jenis kecelakaan atau
insiden yang terjadi, kemudian dihubungkan dengan risiko kerugian yang telah
diakibatkannya. Biasanya besarnya kerugian dihitung dari hari kerja yang hilang,
jumlah biaya perbaikan dan penggantian aset perusahaan yang rusak (Hadipoetro,
2014). Tempat kerja atau perusahaan wajib mempunyai prosedur pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu, pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau ahli K3 yang ditunjuk
sesuai peraturan perundangan atau pihak lain yang berkompeten dalam bidang
tersebut (PP 50, 2012).
11. Elemen 11: Dokumentasi
Elemen dokumentasi termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟. Dokumentasi
adalah serangkaian kegiatan pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan
informasi yang berkenaan dengan pembuatan dokumen, baik dalam bentuk teks dan
19
non-teks (Departemen Pendidikan Nasional, 2000). Dalam bidang K3, kegiatan
pendokumentasian meliputi identifikasi, pengumpulan, pengarsipan, pemeliharaan,
penyimpanan dan penggantian catatan K3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2012 tentang SMK3, perusahaan diwajibkan untuk memiliki prosedur yang
mengatur mengenai kegiatan pendokumentasian tersebut (PP 50, 2012).
12. Elemen 12: Evaluasi
Elemen evaluasi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja K3‟.
Evaluasi adalah usaha selektif yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk
menilai kegiatan yang telah dilakukan dalam mencapai hasil yang diinginkan
(Mertens, 2015). Dalam peraturan pemerintah tentang sistem manajemen K3, salah
satu bentuk evaluasi ialah dengan melakukan pemeriksaan SMK3 (audit), baik
internal maupun eksternal. Audit internal bersifat intern, dilaksanakan oleh para ahli
dari perusahaan sendiri, dilaksanakan dengan cara mengevaluasi kinerja sistem
pengelolaan K3 dan mengaudit penaatan peraturan K3 serta fasilitas teknis.
Sedangkan audit eksternal adalah audit yang dilaksanakan oleh para ahli dari
perusahaan konsultan K3 yang berasal dari luar perusahaan yang telah mendapat
tugas dari badan auditting baik dari pemerintah maupun swasta (Hadipoetro, 2014).
13. Elemen 13: Reward & Punishment
Elemen reward & punishment termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan
peningkatan kinerja SMK3‟. Timbulnya reward diikuti oleh respon meningkatnya
kemungkinan respon yang sama akan muncul kembali dengan stimulus yang sama
(Grey, 1987). Sehingga reward juga diartikan sebagai peningkatan frekuansi respon
(Strickland dkk, 1974). Sementara timbulnya punishment diikuti oleh respon
menurunnya kemungkinan terjadinya respon yang sama terjadi kembali dengan
20
stimulus yang sama (Grey, 1987). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan
bahwa reward yang diberikan pada tahap ini ditujukan untuk mendorong pekerja
untuk memberikan pekerjaan terbaiknya kepada perusahaan. Sedangkan punishment
yang diberikan ditujukan untuk mengurangi kesalahan yang dilakukan oleh pekerja
selama proses bekerja berlangsung.
B. Audit SMK3
Audit SMK3 merupakan penilaian terhadap penerapan SMK3 yang dilakukan oleh
lembaga audit independen. Berikut penjelasan singkat mengenai audit SMK3:
1. Definisi Audit SMK3
Audit merupakan proses sistematis, inpenden dan terdokumentasi untuk
mendapatkan bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan
apakah kriteria audit telah dipenuhi (ISO 9000, 2005). Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan
independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur
suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan
SMK3 di perusahaan.
2. Tujuan Audit SMK3
Tujuan dari audit SMK3 adalah untuk mengukur keefektifan penerapan K3
di tempat kerja, pemenuhan persyaratan perundangan K3, kemudian untuk
menentukan tindakan perbaikan sistem, pemenuhan persyaratan pihak eksternal
(klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga mendapatkan pengakuan dalam rangka
kegiatan sertifikasi (Harwanto, 2012). Hal tersebut sejalan dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 18 tahun 2008, yang menjelaskan
21
bahwa kegiatan audit SMK3 dilakukan untuk mengukur kinerja penerapan SMK3
di perusahaan.
3. Macam Audit SMK3
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 tahun 2008, audit
terbagi menjadi 2, yaitu (Kemenakertrans, 2008):
a. Audit Internal
Merupakan audit SMK3 yang dilakukan oleh perusahaan sendiri dalam
rangka pembuktian penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3
dan atau pemenuhan standar nasional atau internasional atau tujuan-tujuan
lainnya. Audit internal sebaiknya dilakukan setiap bulan atau tiga bulan
sekali (Pitoyo, 2010).
b. Audit Eksternal
Merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk
mengukur penerapan SMK3 di tempat kerja dan/ atau perusahaan, yang
hasilnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian tingkat
pencapaian penerapan SMK3. Audit eksternal dapat dilakukan satu tahun
sekali (Pitoyo, 2010).
4. Audit Internal SMK3
Berikut penjelasan singkat mengenai Audit Internal SMK3:
a. Definisi Audit Internal SMK3
Pengertian audit internal atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan (Tugiman, 2006).
Organisasi harus membuat dan memelihara program dan prosedur untuk
22
pelaksanaan audit SMK3 secara berkala agar dapat menentukan apakah SMK3
sesuai dengan pengaturan yang direncanakan untuk manajemen K3 dan telah
diterapkan dan dipelihara secara baik. Serta untuk memberikan informasi
tentang hasil audit kepada pihak manajemen (OHSAS 18001, 2007). Audit
internal K3 merupakan audit yang dilakukan sendiri oleh perusahaan dalam
rangka pembuktian penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3
serta pemenuhan standar nasional atau internasional atau tujuan-tujuan lainnya
(Pitoyo, 2010).
b. Tujuan Audit Internal SMK3
Berdasarkan PP Nomor 50 tahun 2012, audit internal SMK3 dilaksanakan
untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan
efektifitas kegiatan tersebut. Menurut Ramli (2009), tujuan internal audit
antara lain:
1. Memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah
memenuhi prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan persyaratan
dan standar yang berlaku.
2. Untuk mengetahui apakah SMK3 telah berjalan sebagaimana mestinya di
seluruh jajaran sesuai dengan lingkup pekerjaannya.
3. Memastikan apakah SMK3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab
semua isu K3 yang ada di dalam organisasi.
c. Tahapan Audit Internal SMK3
Secara umum Soehatman Ramli (2009) dalam bukunya menjelaskan secara
umum tahapan dalam kegiatan audit, yaitu:
23
1. Penetapan
Termasuk di dalamnya ialah menetapkan lokasi yang akan di audit, ruang
lingkup, jadwal serta pemberitahuan kepada pengawas yang akan diaudit
sehingga mereka dapat melakukan persiapan seperlunya.
2. Memeriksa perlengkapan audit yang diperlukan seperti komputer, printer,
alat tulis.
3. Presentasi pembukaan
Yakni melakukan pertmuan dengan pihak yang akan diaudit untuk
memperkenalkan tim audit, serta maksud dan tujuan audit. Dalam
kesempatan ini, pihak yang akan diaudit dapat menjelaskan kondisi
tempat serta fasilitasnya, serta hasil audit yang pernah dilakukan
sebelumnya.
4. Koordinasi tim audit
Anggota tim audit melakukan koordinasi internal dengan seluruh anggota
tim audit, rencana wawancara dan pihak-pihak atau pekerja yang akan
diwawancarai.
C. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Disebut diagram fishbone karena diagram ini bentuknya menyerupai kerangka
tulang ikan yang bagian-bagiannya meliputi kepala, sirip dan duri (Asmoko, 2013).
Pembuatan diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan (Kuswadi dan Mutiara, 2004).
Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah
permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian
kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip
24
dan durinya. Hal pertama yang dilakukan ketika membuat diagram tulang ikan ialah
menggolongkan permasalahan menjadi beberapa golongan besar. Kemudian penjabaran
selanjutnya yang lebih terperinci dapat dibuat dengan mengajukan pertanyaan
“mengapa” secara terus-menerus. Garis besar faktor-faktor penyebab yang dimaksud
terbagi atas (Kuswadi dan Mutiara, 2004):
1. Manusia (Man)
2. Bahan (Material)
3. Alat (Machine)
4. Cara (Method)
Gambar 2.2
Diagram tulang ikan (Fishbone)
D. Unsur-unsur Manajemen
Menurut Mooney James D dalam Herujito (2001), unsur-unsur manajemen terdiri
dari manusia, fasilitas dan metode. Mooney James D memasukkan unsur uang, material
dan mesin ke dalam istilah fasilitas.
Masalah
Manusia
(Man)
Bahan
(Material)
Cara
(Method)
Alat
(Machine)
25
1. Manusia
Manusia adalah orang-orang (SDM) yang terlibat, melakukan aktivitas dan yang
menggerakkan orang lain lagi dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Naja, 2004). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun
2012 SDM dapat berupa tenaga kerja, pekerja/ buruh dan pengusaha. Berikut
penjelasannya (PP 50, 2012):
a. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat
b. Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain, sedangkan
c. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan perusahaan milik sendiri
2. Fasilitas
Dalam fasilitas terdiri dari uang, material, dan mesin.
a. Uang
Anggaran dana adalah modal organisasi perusahaan dalam menjalankan
aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat (Naja, 2004).
b. Material
Material adalah bahan atau informasi manajemen yang setiap saat tersedia, baik
dari feedback maupun sebagai akibat dari aktivitas organisasi perusahaan yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi perusahaan yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi perusahaan tersebut
guna menjalankan roda organisasi secara berkesinambungan (Naja, 2004).
26
c. Mesin
Mesin adalah peralatan dalam arti luas yang ada dipergunakan baik oleh
organisasi perusahaan maupun oleh orang-orang yang ada di dalam perusahaan
tersebut untuk memperlancar atau memudahkan upaya pencapaian tujuan (Naja,
2004).
3. Metode
Metode adalah cara kerja atau sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk setiap unit
atau subsistem dalam organisasi perusahaan agar terjadi stabilitas dan keteraturan
dalam menjalankan aktivitas di setiap elemen pendukung berfungsinya manajemen
dalam menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Naja, 2004).
27
E. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan literatur, diketahui bahwa penerapan SMK3 adalah wajib di
setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih, dan
atau mengandung potensi bahaya (berdasarkan karakteristik proses atau bahan produksi).
Penerapan SMK3 di suatu perusahaan berperan sebagai upaya pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (PP 50, 2012).
SMK3 merupakan proses peninjauan efektivitas dari keseluruhan proses
manajemen. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2012, penerapan SMK3
meliputi 5 aspek, yaitu: (a) Penetapan kebijakan K3, (b) Perencanaan K3, (c) Pelaksanaan
K3, (d) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan (e) Peninjauan dan peningkatan kinerja
SMK3. Adapun penerapan dari kelima aspek SMK3 diperinci ke dalam elemen-elemen
sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan yang menerapkannya. Menurut
kebijakan PT.Z yang diatur dalam dokumen nomor 8000-PL-01, elemen-elemen SMK3
PT. Z terdiri dari 13 elemen, yaitu: Elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan; Elemen 2:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; Elemen 3: pelatihan; Elemen 4:
manajemen subkontraktor; Elemen 5: HSE dalam desain, konstruksi dan komisioning;
Elemen 6: manajemen perubahan; Elemen 7: inspeksi; Elemen 8: komunikasi; Elemen 9:
tanggap darurat; Elemen 10: penyelidikan kecelakaan; Elemen 11: dokumentasi; Elemen
12: evaluasi; dan Elemen 13: reward & punishment. Penyebab rendahnya nilai HSE
Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 dianalisis dengan diagram tulang ikan, yang
kemudian akan dicari unsur-unsusr penyebabnya menggunakan unsur manajemen yang
terdiri dari manusia, uang, material, metode dan mesin. Sehingga kerangka teori dalam
penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
28
Sumber: Scarvada (2004), Naja (2004), dan PT.Z (2014c)
Gambar 2.3
Kerangka Teori
Rendahnya nilai
HSE Internal
Control pada
Proyek X PT. Z
Tahun 2014
1:Kebijakan dan
kepemimpinan
2: Kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan 3: Pelatihan 4: Manajemen
subkontraktor
5: HSE dalam desain,
konsturksi dan komisioning 6: Manajemen
perubahan
7: Inspeksi 8: Komunikasi 9: Tanggap
darurat
10: Penyelidikan
kecelakaan
11:Dokumentasi 12: Evaluasi 13: Reward &
punishment
Manusia
Dana
Metode
Mesin
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material
Dana
Metode
Mesin
Material Material
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
29
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai HSE Internal
Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014. Hal tersebut didasari oleh hasil laporan
kegiatan audit internal K3 (HSE Internal Control) yang dilakukan oleh PT. Z pada tanggal
10-11 April 2014. Dari hasil laporan tersebut didapatkan bahwa nilai HSE Internal
Control pada proyek X masih dibawah standar minimal yang ditetapkan (69,86%).
Terdapat 5 elemen SMK3 yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah, yaitu elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan; elemen4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi; dan elemen 9:
tanggap darurat. Kelima elemen yang pemenuhannya rendah tersebut akan dianalisis
menggunakan diagram tulang ikan (fishbone) dengan unsur manajemen yang terdiri dari:
manusia, anggaran dana, material dan metode. Adapun kerangka berpikir dari penelitian
ini digambarkan sebagai berikut:
30
Rendahnya Nilai
HSE (Health, Safety
& Environment)
Internal Control pada
Proyek X PT. Z
Tahun 2014
Rendahnya Pemenuhan
Elemen 2: Kepatuhan
Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Rendahnya Pemenuhan
Elemen 1: Kebijakan
dan Kepemimpinan
Rendahnya Pemenuhan
Elemen 9: Tanggap
Darurat
Rendahnya Pemenuhan
Elemen 8: Komunikasi
Rendahnya Pemenuhan
Elemen 4: Manajemen
Subkontraktor
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
Material
Metode
Manusia Anggaran
Dana
Manusia Anggaran
Dana
Metode Material
Manusia Manusia Manusia
Anggaran
Dana Anggaran
Dana Anggaran
Dana
Metode Metode Metode
Material Material Material
31
B. Definisi Istilah
Berikut adalah definisi istilah dari penelitian ini:
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
1. Kebijakan dan
kepemimpinan
Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan
elemen kebijakan dan kepemimpinan, yang terdiri dari
sosialisasi kebijakan K3, pelaksanaan rencana K3LL,
penyusunan struktur organisasi P2K3, penyusunan
target K3LL, cara menyeleksi subkontraktor,
penyusunan job description oleh manajemen site, dan
penunjukkan perwakilan manajemen untuk
melaksanakan dan mengontrol SMK3LL di proyek X
yang dianalisis menggunakan unsur manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana, material dan metode
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
Informasi yang menjadi
penyebab rendahnya
pemenuhan elemen kebijakan
dan kepemimpinan pada
proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan unsur
manajemen
a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan
kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari
kemampuan manajemen site dalam melaksanakan
pemenuhan elemen kebijakan dan kepemimpinan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan
kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran
dana dalam melaksanakan pemenuhan elemen
kebijakan dan kepemimpinan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
32
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan
kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari ketersediaan
inventaris kantor yang digunakan dalam melaksanakan
pemenuhan elemen kebijakan dan kepemimpinan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan pelaksanaan elemen
kebijakan dan kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun
2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari
kesesuaian metode pelaksanaan sosialisasi kebijakan K3
di area proyek X dengan peraturan PT. Z
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
2. Kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang-
undangan
Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan
elemen kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan. Yaitu tanggung jawab terhadap persyaratan dan
ketentuan baik yang diwajibkan pemerintah maupun
pemilik proyek, yang dianalisis menggunakan unsur
manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material dan
metode
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
Informasi yang menjadi
penyebab rendahnya
pemenuhan elemen
kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan pada
proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan unsur
manajemen
33
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X
PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau
dari kemampuan manajemen site dalam melaksanakan
pemenuhan elemen kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X
PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau
dari anggaran dana dalam melaksanakan pemeliharaan,
pendokumentasian, gap analysis, dan pengkomunikasian
terhadap peraturan perundangan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X
PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau
dari inventaris kantor yang digunakan dalam
melaksanakan pemeliharaan, pendokumentasian, gap
analysis, dan pengkomunikasian terhadap peraturan
perundangan
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X
PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau
dari kesesuaian cara pemeliharaan, pendokumentasian,
gap analysis, dan pengkomunikasian peraturan
perundangan kepada seluruh pihak terkait dengan
peraturan PT. Z
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
34
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
3. Manajemen
subkontraktor
Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan
elemen manajemen subkontraktor yang terdiri dari
penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor pada
proyek X PT. Z Tahun 2014 yang dianalisis menggunakan
unsur manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material
dan metode
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
Informasi yang menjadi
penyebab rendahnya
pemenuhan elemen
manajemen subkontraktor
yang bekerja pada proyek X
PT. Z Tahun 2014
berdasarkan unsur
manajemen
a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen
subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun
2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari
kemampuan manajemen site dalam melaksanakan
pemenuhan elemen manajemen subkontraktor
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen
subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun
2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran
dana dalam melaksanakan pemenuhan elemen manajemen
subkontraktor
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen
subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun
2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari
inventaris kantor yang digunakan dalam melaksanakan
pemenuhan elemen manajemen subkontraktor
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen
subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun
2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari cara me-
manage subkontraktor
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
35
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
4.
Komunikasi Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan
elemen komunikasi yang terdiri dari sosialisasi informasi
K3, pemasangan bendera K3, pemasangan papan statistik
kecelakaan, dan pendokumentasian daftar keluhan
terhadap gangguan lingkungan di sekitar area proyek X
PT. Z Tahun 2014 yang dianalisis menggunakan unsur
manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material dan
metode
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
Informasi yang menjadi
penyebab rendahnya
pemenuhan elemen
komunikasi pada proyek X
PT. Z Tahun 2014
berdasarkan unsur
manajemen
a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kemampuan
manajemen site pada proyek X PT. Z Tahun 2014 dalam
melaksanakan pemenuhan elemen komunikasi
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran dana
pada proyek X PT. Z Tahun 2014 dalam melaksanakan
pemenuhan elemen komunikasi
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari inventaris
kantor yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan
elemen komunikasi pada proyek X PT. Z Tahun 2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari metode
pelaksanaannya pada proyek X PT. Z Tahun 2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
36
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil
5.
Tanggap darurat Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan
elemen tanggap darurat yang terdiri dari pelaksanaan
emergency drill di proyek X PT. Z Tahun 2014 yang
dianalisis menggunakan unsur manajemen yaitu pekerja,
anggaran dana, material dan metode
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
Informasi yang menjadi
penyebab rendahnya
pemenuhan pemenuhan
elemen tanggap darurat pada
proyek X PT. Z Tahun 2014
berdasarkan unsur
manajemen
a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kemampuan
manajemen site pada proyek X PT. Z Tahun 2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran dana
pada proyek X PT. Z Tahun 2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kelengkapan
perlengkapan tanggap darurat pada proyek X PT. Z Tahun
2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat
berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari metode
pelaksanaan tanggap darurat pada proyek X PT. Z Tahun
2014
Telaah
dokumen,
wawancara
Pedoman
wawancara,
perekam
suara
37
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan data
dari sumber informan mengenai gambaran penyebab rendahnya nilai HSE
(Health, Safety, & Environment) Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Home Office PT. Z, Jakarta Selatan. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016.
C. Informan Penelitian
Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Purposive sampling teknik penentuan sampel dengan
kriteria tertentu. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 3, yaitu informan
utama, informan kunci, dan informan pendukung (Sugiyono, 2009):
1. Informan Utama, yaitu mereka yang mengetahui informasi dan terlibat
langsung dalam objek yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, informan
utama ialah orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan HSE
Internal Control di proyek X, yaitu auditor yang melakukan kegiatan HSE
Internal Control di proyek X dan manajemen site proyek X.
2. Informan pendukung, yaitu orang yang dapat memberikan informasi
terkait dengan objek penelitian dan secara struktural terlibat dengan objek
38
penelitian. Informan pendukung dalam penelitian ini adalah senior
manager HSE dan HSE officer yang bertugas sebagai admin HSE di home
office.
3. Informan Kunci, yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai topik penelitian namun tidak terkait secara langsung
dengan objek penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah
auditor SMK3 eksternal perusahaan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Ketika mengumpulkan
data, peneliti menggunakan pedoman wawancara, alat tulis, perekam suara dan
handphone.
E. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
informan. Data-data tersebut diperoleh dengan cara wawancara semi
terstruktur. Wawancara semi terstruktur diawali dengan daftar pertanyaan
yang telah dimiliki oleh pewawancara. Namun, tidak menutup
kemungkinan bahwa pewawancara akan menanyakan pertanyaan yang
tidak terdapat dalam daftar pertanyaan secara bebas, untuk mendapatkan
informasi terkait permasalahan penelitian (Kriyantono, 2006).
39
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia. Data sekunder
diperoleh dari sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan
penelitian. Data sekunder didapat dalam bentuk dokumen-dokumen
perusahaan, seperti:
1. Kebijakan K3 perusahaan
2. Prosedur HSE Evaluation System
3. HSE Monthly Report proyek X tahun 2014
4. Dokumen HSE Internal Control pada proyek X tahun 2014
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Telaah Dokumen
Telaah dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memeriksa dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan. Pada
penelitian ini peneliti akan menggunakan kebijakan K3 perusahaan,
prosedur HSE Evaluation System , jadwal kegiatan HSE Internal Control
tahun 2014 dan dokumen HSE Internal Control pada proyek X tahun
2014.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan -
pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang
berhubungan serta memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan
40
dengan penelitian. Peneliti melakukan wawancara kepada seluruh
informan yang telah ditentukan sebelumnya.
G. Validasi Data
Validasi data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan
triangulasi, diantaranya:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross check antara data
dan fakta dari sumber lainnya yang terkait topik penelitian untuk menggali
topik yang sama. Triangulasi sumber yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Matriks Triangulasi Sumber
Variabel Informan Penelitian
IU1 IU2 IP1 IP2 IK
Kebijakan dan Kepemimpinan
Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-
Undangan
Manajemen Subkontraktor
Komunikasi
Tanggap Darurat
Keterangan: = Ya, - = Tidak
IU1 = Auditor yang melakukan kegiatan HSE Internal Control di proyek
X
IU2 = Manajemen Site
IP1 = Senior Manager HSE
IP2 = Admin HSE
41
IK = Auditor SMK3 eksternal perusahaan
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode
pengumpulan data yang berbeda untuk mencocokkan kesamaan data.
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dan telaah
dokumen pelaksanaan kegiatan HSE internal control di proyek X tahun
2014. Triangulasi metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Matriks Triangulasi Metode
Variabel Triangulasi Metode
Wawancara Telaah
Dokumen
Kebijakan dan Kepemimpinan
Kepatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-Undangan
Manajemen Subkontraktor
Komunikasi
Tanggap Darurat
Keterangan: = Ya, - = Tidak
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data penelitian ini secara umum dilakukan dengan
beberapa langkah berikut:
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh hasil dari wawancara dan telaah
dokumen.
2. Hasil rekaman wawancara dicatat kembali dalam bentuk transkrip, kemudian
dibaca kembali beberapa kali.
3. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip, selanjutnya dikategorisasi
dalam bentuk matriks.
42
4. Data yang ada dalam matriks dianalisis dan interpretasi secara kualitatif serta
dibandingkan dengan teori yang ada.
Analisis data yang digunakan adalah content analysis atau kajian isi, yaitu
suatu teknik mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
wawancara, catatan lapangan hasil telaah dokumen dan bahan – bahan lain.
Sehingga dapat lebih mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain (Sugiyono, 2008). Analisis data ini dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
1. Menyusun hasil telaah dokumen
2. Mencari tahu elemen mana yang rendah dalam pemenuhannya
3. Mendapatkan beberapa elemen yang rendah dalam pemenuhannya
4. Membuat verbatim hasil wawancara
5. Mengkategorikan hasil wawancara ke dalam matriks wawancara
6. Menarik kesimpulan dari matriks wawancara
7. Menganalisa kesimpulan dari matriks wawancara dan membandingkan
dengan teori yang ada
I. Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi. Penyajian data akan
didukung dengan hasil telaah dokumen dan teori yang ada.
43
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum PT. Z
PT. Z didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 12
Agustus 1981. PT. Z merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
Engineering, Procurement dan Construction (EPC), yakni Engineering
(merancang suatu pabrik), Procurement (mendatangkan material untuk
mendukung pembangunan suatu pabrik), dan Construction (memasang
material hingga menjadi suatu pabrik). Sebagai perusahaan EPC, PT. Z
selanjutnya disebut perusahaan yang memiliki visi untuk menjadi Perusahaan
Industrial, Engineering and Construction kelas dunia dengan kemampuan
tinggi dalam persaingan global. PT. Z memiliki komitmen sebagai berikut:
a. Menempatkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan pada prioritas utama.
b. Melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap kinerja K3LL dengan
dasar peraturan yang berlaku, Peraturan Pemerintah, SMK3, standar
OHSAS 18001:2007 dan ISO 14001:2004 yang disesuaikan dengan
kondisi dan skala risiko yang teridentifikasi di perusahaan.
c. Mencegah cidera dan penyakit akibat kerja sehubungan dengan bahaya
yang ada di tempat kerja.
d. Mencegah pencemaran lingkungan dan dampak terhadap lingkungan
pada aktivitas/ operasi.
44
e. Memenuhi peraturan perundangan dan persyaratan lain yang berlaku
sehubungan dengan bahaya yang ada di perusahaan.
f. Menyediakan kerangka kerja untuk menyusun dan meninjau ulang
sasaran K3LL.
g. Melaksanakan dokumentasi, implementasi dan perawatan terhadap
sistem manajemen K3LL.
h. Memberikan kemudahan kepada pada karyawan, vendor dan
subkontraktor dalam menyampaikan informasi berkenan dengan semua
aspek K3LL yang dilaksanakan.
i. Meninjau ulang sistem manajemen K3LL secara periodik guna
memastikan semuanya tetap sesuai dengan kondisi perusahaan.
1. Visi dan Misi PT. Z
Adapun visi dari PT. Z adalah sebagai berikut:
Menjadi perusahaan kelas dunia di bidang rancang bangun dan
perekayasaan industri yang terintegrasi serta investasi yang kompetitif.
Sedangkan misi dari PT. Z adalah sebagai berikut:
a. Memberikan jasa rancang bangun dan perekayasaan yang lengkap dan
kompetitif, baik di dalam maupun luar negeri, dengan mengutamakan
keunggulan mutu dan inovasi teknologi.
b. Meningkatkan kompetensi dan mengembangkan organisasi yang
responsif dan tangkas.
c. Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.
d. Meningkatkan nilai perusahaan jangka panjang melalui investasi.
45
e. Memberikan nilai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham,
karyawan dan masyarakat dengan mempertimbangkan pertumbuhan
perusahaan.
2. Struktur Organisasi PT. Z
Struktur organisasi HSE di home office dipimpin oleh Senior Manager
Corporate HSE yang berada langsung di bawah Senior Vice President
Operation (Gambar 5.1). Senior Manager Corporate HSE membawahi
HSE Officer dan Project HSE Manager.
Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No. 8000-PL-01 (PT. Z,
2014c)
Gambar 5.1 Struktur Organisasi HSE di Home Office
B. Gambaran Umum Proyek X
Proyek X merupakan proyek yang dimiliki dan dioperasikan oleh salah
satu produsen energi panas bumi terbesar di dunia. Proyek X merupakan salah
satu proyek yang di-maintenance oleh PT. Z sebagai kontraktornya. Proyek X
adalah salah satu proyek pemanfaatan energi yang dihasilkan dari panas yang
berasal dari dalam perut bumi (geothermal). Energi geothermal merupakan
46
energi yang mampu menghasilkan listrik yang andal tanpa efek rumah kaca.
Operasi geothermal dari proyek X dapat menyediakan suplai uap ke 6 unit
pembangkit listrik dengan total kapasitas operasi mencapai 377 megawatt
(PT.ABC, 2012).
Lokasi proyek X terletak pada ketinggian antara 1000-1400 mdpl, berada
diantara dua Kabupaten, yaitu desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan,
Kabupaten Sukabumi dan Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi kegiatan berbatasan dengan kompleks
pegunungan Desa Ciasmara (Utara), perkebunan teh Cianten (Barat), PT.
Perkebunan Teh 2 Tang Jayanegara (Selatan) dan kompleks pegunungan Salak
(Timur). Lapangan uap panas bumi dan 3 buah PLTP Proyek X ini berada di
dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Salak. Sesuai dengan Perjanjian
Pinjam Pakai dari Departemen Kehutananan dan Kompensasi Atas Kawasan
Hutan antara Perum Perhutani dan Pertamina–UGI No. 06/044.3/III/1996
selama 20 tahun. Luas lahan yang dimanfaatkan saat ini adalah seluas 174 Ha
dari 273,66 Ha yang telah mendapat izin (Andryan, 2008).
C. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun
2014
Proyek X merupakan salah satu proyek milik PT. ABC yang di dalam
penelitian ini, PT. ABC disebut sebagai perusahaan pemberi kerja. Selaku
perusahaan pemberi kerja, tentunya terdapat persyaratan yang harus dipenuhi
oleh PT. Z dalam melakukan pekerjaan di proyek X. Selain harus melakukan
pemenuhan persyaratan yang dimiliki oleh pemberi kerja, PT. Z juga harus
melakukan pemenuhan terhadap SMK3 yang dijalankan oleh PT. Z sendiri.
47
Untuk mengontrol apakah SMK3 di lapangan telah dijalankan sebagaimana
mestinya, PT. Z melakukan audit internal K3. Audit internal K3 yang
dilakukan oleh PT. Z disebut dengan HSE Internal Control. Berdasarkan hasil
telaah dokumen terhadap laporan HSE Internal Control proyek X pada April
2014, diketahui terdapat lima elemen memiliki nilai pemenuhan yang rendah
dibawah standar yang ditetapkan perusahaan, yakni dibawah 82% (PT. Z,
2014c). Elemen yang rendah terdapat pada elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi; dan elemen 9:
tanggap darurat (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Nilai Skor HSE Internal Control Per Elemen
Elemen Skor
Maksimal
Skor yang
Didapat
Presentase
(%)
Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan
160 106 66,25
Elemen 2: Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
80 48 60,00
Elemen 3: Pelatihan 110 100 90,90
Elemen 4: Manajemen Subkontraktor 100 81 81,00
Elemen 5: HSE dalam Desain,
Konstruksi dan Komisioning
400 387 96,75
Elemen 6: Manajemen Perubahan 30 30 100
Elemen 7: Pelatihan 120 107 89,16
Elemen 8: Komunikasi 209 168 80,38
Elemen 9: Tanggap Darurat 150 120 80,00
Elemen 10: Penyelidikan Kecelakaan 50 45 90,00
Elemen 11: Dokumentasi 80 69 86,25
Elemen 12: Evaluasi 60 53 88,33
Elemen 13: Reward & Punishment 10 10 100
Total 1559 1324 Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)
Rincian dari setiap temuan HSE Internal Control per elemen tersebut
terdapat dalam Tabel 5.2 berikut:
48
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014
Elemen 1
Kebijakan dan Kepemimpinan
1.1 Kebijakan dan Kepemimpinan Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Sosialisasi kebijakan SMK3LL di area kerja X
2. Rencana pelaksanaan K3LL di site selama proyek berlangsung X
3. Bukti proposal anggaran dana pelaksanaan program K3LL
4. Struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site X
5. Sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL sesuai UU No. 1 tahun 1970 pasal 9 X
6. Objective/ target K3LL untuk pencapaian K3LL di proyek dalam mendukung kebijakan K3LL perusahaan X
7. Penunjukkan sekretaris P2K3 yang sudah mendapat training AK3 umum serta memiliki sertifikat AK3 umum
8. Bukti pelaksanaan rapat K3LL di site secara berkala (mingguan, bulanan)
9. Evaluasi untuk memiliki subkontraktor dengan mempertimbangkan aspek K3LL X
10. Keikutsertaan top manajemen site dalam rapat-rapat K3LL di site
11. Keikutsertaan top manajemen site dalam program HSE patrol K3LL di site
12. Bukti top manajemen site telah memberikan perhatian dalam tindak lanjut terhadap temuan pada setiap hasil observasi
departemen K3LL di site
13. Deskripsi kerja/ job description untuk setiap personil/ karyawan X
14. Penunjukkan perwakilan manajemen khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk melaksanakan dan mengontrol
SMK3LL di site
X
Elemen 2
Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
2.1 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Persyaratan hukum/ peraturan K3LL yang sudah jelas bagi menejemen proyek X
2. Terdapat sistem update terhadap semua peraturan, regulasi baik dari pemerintah atau standar internasional yang
dilakukan reguler setiap 6 bulan sekali
X
3. Terdapat petunjuk kerja selamat yang dibuat untuk menjadi pedoman aturan kerja X
49
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
2.1 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Sudah
Ada
Belum
Ada
4. Penyimpanan dan pemeliharaan yang baik terhadap standar lokal, internasional dan standar hukum lainnya
5. Gap analysis terhadap pemenuhan peraturan pemerintah dan standar yang ada X
6. Salinan kontrak kerja dengan pemilik proyek
7. Sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain kepada seluruh pihak terkait X
Elemen 3
Pelatihan
3.1 Pelatihan Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Pembuatan matriks dan rencana training kepada pekerja sesuai dengan posisi dan risiko pekerjaan
2. Basic HSE training dan first aid training pada tim proyek
3. Pelatihan pada matriks training telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan K3LL tentang pelatihan (training)
4. Pelaksanaan in-house training oleh PT. Z untuk karyawan yang ada di site
5. Sertifikat keikutsertaan safety training dan dokumen kualifikasi lainnya
6. Terdapat pelatihan kerja aman (safe working practices) dan pelatihan penggunaaan APD yang formal bagi karyawan
yang memimpin pekerjaan (welding/cutting, lifting/rigging, working at height, dan pekerjaan berisiko tinggi)
7. Keikutsertaan top manajemen site dalam pelatihan HSE
8. Rekap hasil tes pekerja setelah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan
9. Terdapat prosedur pelatihan yang memperhitungkan perbedaan tingkat tanggung jawab dan kemampuan masing-masing
pekerja
Elemen 4
Manajemen Subkontraktor
4.1 Manajemen Subkontraktor Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor X
2. Evaluasi untuk HSE Planning/ program subkontraktor yang harus sejalan dengan standar/ spesifikasi PT. Z
50
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
4.1 Manajemen Subkontraktor Sudah
Ada
Belum
Ada
3. Pelaksanaan HSE meeting mingguan
4. Pelaksanaan safety patrol di site yang dilakukan secara mingguan
5. Tindak lanjut dari hasil temuan safety patrol
6. Review dan persetujuan safety officer & safetyman di subkontraktor oleh PT. Z sebelum dikirim ke site
7. Subkontraktor mengikuti semua program K3LL yang diadakan oleh PT. Z
8. Subkontraktor memiliki budget tersendiri dalam mengelola K3LL
Elemen 5
HSE dalam Desain, Konstruksi dan Komisioning
5.1 Risk Assessment Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Risk assessment terhadap daftar risiko bahaya terhadap peralatan, manusia dan lingkungan
2. Risk assessment dilakukan terhadap semua aktivitas proyek
3. Risk assessment dilakukan oleh orang yang kompeten
5.2 Lingkungan Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Terdapat program untuk melakukan pengukuran lingkungan secara berkala
2. Pemisahan antara sampah dengan limbah B3
3. Terdapat jadwal untuk membuang sampah secara teratur
4. Penyimpanan dan pembuangan limbah B3 telah memenuhi syarat peraturan pemerintah
5. Terdapat tempat untuk pembuangan sampah akhir
6. Terdapat program pemantauan lingkungan yang telah mempertimbangkan AMDAL berdasarkan hasil risk assessment
7. Sosialisasi terhadap promosi lingkungan dan target-target pencapaiannya kepada semua pihak dalam proyek
8. Telah dilakukan tindak lanjut terhadap hasil-hasil pemantauan lingkungan yang tidak memenuhi standar baku mutu
sesuai peraturan perundangan lingkungan yang berlaku
51
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
5.3 Izin Kerja Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Izin kerja terhadap normal/hot/confined space/operation telah dilaksanakan di proyek
2. Pelaksanaan izin kerja dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam pekerjaannya
3. Pelaksanaan izin kerja dilakukan review secara berkala
4. Terdapat autorisasi approval dalam pelaksanaan izin kerja
5. Izin kerja diletakkan di tempat kerja dan diketahui oleh pekerja
5.4 Job Safety Analysis/ Job Hazard Analysis (JSA/ JHA) Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Pelaksanaan JSA dan risk assessment dilakukandengan mempertimbangkan aspek K3LL
2. JSA dilakukan oleh construction supervisor (orang yang kompeten dalam pekerjaannya)
3. Terdapat autorisasi approval dalam pelaksanaan JSA
4. JSA diletakkan di tempat kerja dan diketahui oleh pekerja
5. JSA telah dikomunikasikan dan dilaksanakan oleh tenaga kerja yang terlibat
5.5 Site Clinic & Kesehatan Kerja Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Terdapat persediaan obat-obatan untuk keperluan keadaan darurat yang memadai dan kotak P3K terpelihara dengan baik
2. Semua karyawan dilindungi oleh asuransi (misal: Jamsostek) dan terdapat dokumennya di lapangan
3. Terdapat sebuah sistem informasi yang ditempatkan untuk isu alkohol dan obat-obatan
4. Terdapat program biomonitoring dan kontrol tempat kerja dengan mengukur kebisingan, debu, iklim kerja, dll
5. Terdapat sistem dokumentasi dan monitoring untuk pengenalan risiko material / bahan yang digunakan di site
6. Dilakukan pemeriksaan air minum di lapangan secara reguler
7. Dilakukan pemeriksaan dan verifikasi hasil medical check up (MCU) terhadap karyawan PT. Z dan karyawan subkon
8. Dilakukan pencegahan terhadap wabah yang ada di sekitar area proyek (misal: DBD, malaria, typus, dll)
5.6 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Penanganan limbah B3 dilakukan oleh petugas/ lembaga yang berkompeten dan berwenang
2. Material Safety Data Sheet (MSDS) disyaratkan pada saat proses pembelian bahan B3
52
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
5.6 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sudah
Ada
Belum
Ada
3. MSDS tersedia di tempat kerja
4. Label untuk material berbahaya ada di wadah yang sesuai
5. Rencana tanggap darurat sudah terdapat dalam penanganan dan penyimpanan bahan kimia dan bahan-bahan B3, serta
tempat penyimpanan bahan/ limbah B3 sesuai dengan Kepmen LH nomor 3 tahun 2008
6. Tersedia alat tanggap darurat terhadap tumpahan (misal: serbuk gergaji, absorber dan sejenisnya)
7. Bahan-bahan yang mungkin bisa bereaksi (incompatible) telah dipisahkan
8. Terdapat grounding yang memadai terhadap semua alat listrik dan pembangkit listrik yang dioperasikan di sekitar
penyimpanan bahan kimia
9. Tidak terdapat bahan-bahan kimia tertentu di tempat yang tidak diperbolehkan untuk menyimpan bahan B3
Elemen 6
Manajemen Perubahan
6.1 Manajemen Perubahan Sudah
Ada
Belum
Ada
1. Terdapat program sistem biomonitoring manajemen perubahan aspek K3LL (perubahan struktur organisasi, prosedur,
sistem pelaporan, pergantian, pergantian shift, dan sebagainya)
2. Sosialisasi dan pendokumentasian manajemen perubahan
3. Terdapat sistem identifikasi dan pengendalian yang diperlukan terhadap bahaya dan risiko sehubungan dengan adanya
perubahan
Elemen 7
Inspeksi
7.1 Peralatan Sudah
Ada
Belum Ada
1. Terdapat prosedur untuk melakukan inspeksi terhadap peralatan yang digunakan di site
2. Inspeksi dilakukan sebelum peralatan dikirim ke site
3. Terdapat program inspeksi yang dilakukan secara berkala dan terjadwal
4. Terdapat penanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan inspeksi
53
5. Peralatan berat (crane, forklift, dll) dan operatornya sudah mempunyai sertifikat yang berlaku
6. Inspeksi dilakukan berdasarkan check list yang telah disusun
7. Semua peralatan yang diinspeksi sudah dipasang label/ stiker/ tag/ dengan benar
8. Pemberlakuan sistem color coding
9. Terdapat program inspeksi terhadap peralatan penanggulangan spill atau tumpahan B3
10. Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran dan pemantauan telah dikalibrasi
Elemen 7
Inspeksi
7.1 Peralatan Sudah
Ada
Belum Ada
1. Kalibrasi dilakukan secara berkala
7.2 Sarana dan Prasarana Sudah
Ada
Belum Ada
1. Tersedia toilet yang memadai
Elemen 8
Komunikasi
8.1 Pelaporan, Pencatatan, Analisa dan Tindak Lanjut Sudah
Ada
Belum Ada
1. HSE monthly report dilaporkan ke klien dan kantor pusat secara rutin
2. HSE Non Conformity Report (NCR) ditindaklanjuti
3. Seluruh kegiatan di site dicatat dan disimpan
4. Kejadian unsafe act dan unsafe condition telah dicatat dan dilaporkan di dalam monthly report
5. Kejadian unsafe act dan unsafe condition yang tercatat sudah ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan baik
6. Terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL yang dikomunikasikan ke pihak yang berkepentingan
8.2 Program Promosi dan Komunikasi K3 Sudah
Ada
Belum Ada
1. Safety orientation program/ safety induction dilakukan untuk semua tenaga kerja dan tamu
2. Manajemen mensosialisasikan isu tentang K3 kepada karyawan melalui poster, signage, dll
54
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
8.2 Program Promosi dan Komunikasi K3 Sudah
Ada
Belum Ada
3. Safety meeting dengan HSE owner/ klien dilakukan secara periodik
4. Safety meeting didata dan didokumentasikan dengan baik
5. Topik safety meeting disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan saat itu
6. Manajemen site aktif mendemonstrasikan safety program
7. Pemasangan bendera K3 di sebelah kiri tiang bendera merah putih X
8. Terdapat spanduk HSE di tempat kerja
9. Terdapat kegiatan konsultasi dan komunikasi dengan subkontraktor atau pihak terkait apabila terjadi perubahan-
perubahan yang berdampak pada K3
8.3 Papan Statistik Kecelakaan Sudah
Ada
Belum Ada
1. Papan statistik kecelakaan dipasang di lokasi yang dapat dibaca untuk semua orang X
2. Status statistik kecelakaan pada papan statistik selalu direvisi secara periodik sesuai dengan laporan harian HSE X
3. Terdapat orang khusus untuk merevisi status di papan statistik kecelakaan X
8.4 Keluhan (Complaint) Sudah
Ada
Belum Ada
1. Didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan disekitar area proyek X
2. Keluhan yang dilaporkan ditindaklanjuti dan diverifikasi
Elemen 9
Tanggap Darurat
9.1 Tanggap Darurat Sudah
Ada
Belum Ada
1. Terdapat prosedur keadaan darurat dan disosialisasikan ke karyawan
2. Dibentuknya struktur organisasi keadaan darurat
3. Petugas P3K yang tergabung di dalam Emergency Response Plan (ERP) telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundangan
4. Pernah dilakukan simulasi ERP X
55
Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)
9.1 Tanggap Darurat Sudah
Ada
Belum Ada
5. Terdapat muster point
6. Karyawan mengetahui letak muster point
7. Terdapat diagram alir untuk emergency response/ accident terhadap kecelakaan orang, properti dan lingkungan
8. Diagram alir untuk emergency response/ accident sudah dikomunikasikan dan dimengerti oleh semua personil di
lokasi
9. List yang berisi risiko keadaan darurat (emergency) pada emergency plan sudah dilakukan review dan disesuaikan
dengan kondisi ter-update di area kerja
10. Hasil inspeksi tercatat dan catatan disimpan dengan baik
11. Peralatan tanggap darurat untuk kecelakaan terhadap lingkungan sudah disiapkan
Elemen 10
Penyelidikan Kecelakaan
10.1 Penyelidikan Kecelakaan Sudah
Ada
Belum Ada
1. Terdapat prosedur untuk penyelidikan kejadian yang memuat kronologis & penyebab kejadian, tindakan perbaikan/
rekomendasi, format laporan dan pengesahannya
2. Setiap kejadian kecelakaan yang major atau minor seperti kematian, first aid, kebakaran, pencemaran, kerusakan
aset, near miss, dan lain-lain dilakukan investigasi/ penyelidikan
3. Akar permasalahan (root cause) yang didapat dari hasil investigasi telah menyentuh akar permasalahan aktual yang
menyebabkan terjadinya incident/ accident
4. Tindakan rekomendasi yang diambil sudah mencakup penyelesaian akar masalah dari insiden yang terjadi
berdasarkan hasil investigasi
5. Hasil investigasi incident/ accident dan rekomendasinya sudah dikomunikasikan dan dimengerti oleh semua personil
di lokasi
56
Elemen 11
Dokumentasi
11.1 Dokumentasi Sudah
Ada
Belum Ada
1. Setiap langkah dalam implementasi SMK3LL didokumentasikan sebagai data pendukung SMK3LL
2. Dokumentasi dilakukan dalam bentuk hard copy atau soft copy (elektronik)
3. Setiap dokumen mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran dan tanggal modifikasi
4. Semua dokumen K3LL dipelihara dengan baik
5. Kecukupan isi dokumen telah disetujui sebelum diterbitkan
6. Dokumen-dokumen yang direvisi update, tertib, mudah dibaca dan disimpan rapi dalam jangka waktu tertentu
7. Seluruh dokumen terdokumentasi dengan baik dan diberi label
Elemen 12
Evaluasi
12.1 Evaluasi Sudah
Ada
Belum Ada
1. Pelaksanaan dan hasil audit dikomunikasikan/ disosialisasikan
2. Terdapat tindak lanjut dan pemantauan rekomendasi dari temuan audit
3. Tindakan perbaikan dan pencegahan dilakukan terhadap hasil temuan dari audit
4. Dilakukan pengkajian terhadap efektivitas dari tindakan perbaikan & pencegahan yang telah dilaksanakan
5. Hasil audit disampaikan kepada top manajemen site
Elemen 13
Reward & Punishment
13.1 Reward & Punishment Sudah
Ada
Belum Ada
1. Terdapat program penghargaan terhadap pelaporan unsafe act dan unsafe condition serta pematuhan terhadap
peraturan K3LL
Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)
Keterangan: () : Sudah Ada
( - ) : Belum Ada
57
Hasil ini merupakan gambaran penyebab rendahnya nilai HSE Internal
Control pada proyek X tahun 2014. Informasi diperoleh berdasarkan telaaah
dokumen dan wawancara dengan empat informan. Dalam melakukan telaah
dokumen, peneliti melakukan telaah dokumen terhadap beberapa dokumen di
tempat penelitian. Sedangkan, dalam melakukan wawancara, sebagian dilakukan
di tempat penelitian dan sebagian dilakukan via telepon karena tidak
memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan wawancara langsung ke site.
Mengenai anggaran dana hanya dapat dilakukan dengan metode wawancara.
Berikut ini adalah penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X
PT. Z tahun 2014.
1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di
proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat delapan temuan
yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan. Temuan-temuan tersebut tercantum pada Tabel 5.3 sebagai
berikut:
Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan
Elemen 1
Kebijakan dan Kepemimpinan
1. Belum adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area
kerja dan/ atau bukti sosialisasi dalam lembar induksi
2. Belum adanya rencana pelaksanaan K3LL yang telah disetujui
3. Belum diajukannya struktur organisasi P2K3 atau Safety
Committee Organization di site
4. Belum adanya sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL
5. Belum ditentukannya objective/ target K3LL
6. Belum berjalannya evaluasi dalam pemilihan subkontraktor
58
7. Belum disusunnya job description untuk setiap personel
karyawan
8. Belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk
melaksanakan SMK3LL di site Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada
pemenuhan elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan:
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,
meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari jumlah pekerja pada
proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Hal
ini diketahui berdasarkan telaah dokumen, jumlah pekerja di proyek X
telah tersedia, seperti yang terdapat pada Tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Jumlah Pekerja pada Proyek X selama Tahun 2014
No. Bulan Jumlah Pekerja
(Orang)
1. Januari 0
2. Februari 458
3. Maret 311
4. April 313
5. Mei 301
6. Juni 495
7. Juli 420
8. Agustus 287
9. September 579
10. Oktober 473
11. November 545
12. Desember 530
Sumber: HSE Monthly Report Proyek X PT. Z Tahun 2014 (PT. Z, 2014d)
59
Tidak adanya pekerja pada bulan Januari (0 orang) disebabkan
karena belum dimulainya proyek X pada bulan tersebut. Kemudian
terjadi peningkatan dan pengurangan jumlah pekerja dari bulan
Februaari hingga Desember. Hal itu disebabkan karena lingkup
pekerjaan di proyek X berbeda setiap bulannya, sehingga jumlah
pekerja juga disesuaikan dengan lingkup pekerjaan yang sedang
dikerjakan ketika itu.
Berdasarkan kutipan wawancara kepada informan utama 1 (IU1),
jumlah pekerja yang ada di proyek X terdapat kurang lebih sebanyak
300 orang. Berikut kutipan wawancaranya:
“Banyak. Ya sekitar 300 orang.” –(IU1)
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari informan utama 2
(IU2) yang mengatakan bahwa jumlah pekerja yang ada di lapangan
telah tersedia. Begitu pula dengan jumlah pekerja yang mengerjakan
proyek X dan jumlah pekerja yang bertugas sebagai petugas K3.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Yang di lapangan cukup.” –(IU2)
“Yang untuk mengerjakan project cukup.” –(IU2)
“HSE juga cukup.” –(IU2)
Berdasarkan telaah dokumen, struktur organisasi HSE di proyek X
sebagai berikut (Gambar 5.2):
60
Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-
PL-01 (PT. Z, 2014c)
Gambar 5.2 Struktur Organisasi HSE di Proyek X
Penanggung jawab tertinggi pelaksanaan K3 di site adalah Project
HSE Manager. Berdasarkan peraturan PT. Z yang tercantum dalam
HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No.
8000-PL-01, tugas utama dari seorang project HSE manager ialah
memastikan terlaksananya sistem K3LL perusahaan di proyeknya,
termasuk diantaranya pelaksanaan semua policy, procedure, dan HSE
work instruction yang telah dibuat oleh corporate.
Jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen
site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan pada proyek X PT. Z tahun 2014, masih terdapat
kelemahan. Informan utama 1 mengatakan, pengetahuan tentang K3
yang dimiliki oleh manajemen site masih kurang. Berikut kutipan
wawancaranya:
61
“Iyaa..pengetahuan tentang K3, untuk membangun suatu sistem
K3 masih banyak yang kurang.” –(IU1)
Sementara itu, menurut informan kunci (IK), salah satu kriteria
manajemen site yang baik ialah minimal ia mengerti tentang sistem,
dalam hal ini mangenai SMK3, dan memiliki safety leadership yang
baik. Berikut kutipan wawancaranya:
“Kalo itu kan udah ada di..sebenernya sih udah harusnya..ini ya,
standarnya perusahaan udah punya gitu ya, kalo saya sih,
minimal dia mengerti sistem, sistem manajemen K3. Itu standar
minimal ya, gitu. Dia tahu, mengerti, kemudian bagaimana cara
implementasinya, kemudian dari sisi leadershipnya (safety
leadership) dia bisa memberikan contoh kepada karyawan gitu,
bahwa dia sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap
safety ya dia harus menunjukkan itu, gitu.”-(IK)
Kurangnya pengetahuan tentang K3 yang dimiliki oleh manajemen
site ketika itu terbukti dengan ditemukannya lima temuan pada elemen
1 yang disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site untuk
melakukan pemenuhan tersebut. Lima temuan itu adalah: belum
adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area kerja dan/atau
bukti sosialisasi dalam lembar induksi; belum diajukannya struktur
organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
atau Safety Committee Organization di site; tidak adanya sosialisasi
kebijakan perusahaan tentang K3LL; belum ditentukannya objective/
target K3LL; dan belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk
melaksanakan SMK3LL di site.
Temuan di elemen 1 berupa belum adanya bukti pemasangan
kebijakan SMK3LL di area kerja disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur manusia, yaitu belum di print dan dipajangnya
62
kebijakan K3 tersebut di area kerja. Berikut kutipan wawancara
dengan IU1:
“Ooh..dia belum ngeprint, kemudian belum majang” – (IU1)
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari IU2 yang mengatakan
bahwa dirinya belum membingkai dan menempelnya di area kerja.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan IU2:
“Jadi, pada waktu itu ada, cuma kan waktu itu kan...tidak
ditempel, dibingkai.., kan gitu. Jadi posisi kebijakan itu harusnya
ditempel dan dipasang bingkai, ya waktu itu posisinya ada di
dalam folder, gitu”- (IU2)
Informan utama 1 menambahkan bahwa dengan adanya temuan
seperti itu menandakan bahwa manajemen site kurang memiliki
komitmen dalam melaksanakan SMK3LL di lapangan. Berikut
kutipan wawancara dengan IU1:
“Yaa...kalo di sistem ISO itu kan kalo ada temuan kaya gitu
artinya kan menunjukkan kalo kita tuh sebagai level manajemen
itu tidak komit. Manajemen site tidak komit. Buktinya apa? Ada
komitmen dari top manajemen dia tidak tampilkan, gitu”- (IU1)
Berdasarkan telaah dokumen, komitmen dari top
manajemen yang dimaksud oleh IU1 tercantum dalam HSE
Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No.
8000-PL-01 sebagai berikut (Gambar 5.3):
63
Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-
PL-01 (PT. Z, 2014c)
Gambar 5.3 Komitmen Top Manajemen PT. Z
Menurut IK, cara sosialisasi kebijakan K3 yang baik di site dapat
dilakukan pada saat weekly meeting/ toolbox meeting atau ditempel di
papan pengumuman. Berikut kutipan wawancara dengan IK:
“Sosialisasi pada saat weekly meeting, bisa, atau pada saat
meeting berkala, atau toolbox meeting boleh, kemudian bisa via
email juga bisa, atau ditempel di papan pengumuman bisa.
Apapun lah jenis komunikasi.”-(IK)
Temuan di elemen 1 berupa belum diajukannya struktur organisasi
P2K3 atau Safety Committee Organization ke Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) setempat disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur
manusia, yaitu manajemen site ketika itu tidak mengetahui prosedur
pengajuan hal tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan IU1:
64
“Iya..jadi di proyek itu belum diajukan ke Disnaker setempat
karna ngga tahu prosedurnya”- (IU1)
Informan utama 1 juga menyayangkan mengapa pembentukan
struktur organisasi P2K3 dan pengajuannya tidak dilakukan di awal
ketika project itu baru berjalan. Sementara menurut IU2, manajemen
site ketika itu sudah menunjuk tim sebagai Safety Committee namun
belum berjalan normal, sehingga hal tersebut belum diajukan ke
Disnaker setempat. Berikut kutipan wawancaranya:
“Iya..kesalahan dari manajemen, kesalahan dari orang safety
nya juga”- (IU1)
“Pada saat 2014 itu kita memang baru menunjuk tim-tim untuk
sebagai Safety Committee itu hanya untuk belum dapat
kepercayaan gitu. Jadi baru setelah dilakukan audit internal, kita
baru membuat itu. Jadi kalau, organisasi itu waktu itu memang
belum berjalan normal di project nya”- (IU2)
Berdasarkan wawancara dengan IK, pembentukan struktur
organisasi P2K3/ Safety Committee di site adalah wajib di suatu
perusahaan dan merupakan bentuk pematuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Eh..kalo kita liat peraturan Permenaker nomor 487 ya, kan itu
jelas bahwa setiap perusahaan wajib membentuk P2K3. Nah
perusahaan itu yang seperti apa? Yang pertama adalah yang
memiliki karyawan 100 orang atau lebih, yang kedua, kalau
karyawannya kurang dari 100 orang, tapi dia memiliki risiko
tinggi terjadi kebakaran, ledakan, dan sebagainya itu wajib
membentuk P2K3. Artinya ya kalo kita mau comply SMK3 ya kita
comply juga segala peraturan-peraturan pemerintah, dan kalau
peraturannya memang sesuai sama kita gitu. Kalau misalnya
karyawan kita kurang dari 100 orang tapi risiko kita tinggi yaa
itu wajib, yaa harus disegerakan, gitu. Comply terhadap
peraturan yang dari peraturan perundang-undangan,gitu”- (IK)
65
Temuan di elemen 1 berupa tidak terdapatnya bukti sosialisasi
kebijakan perusahaan tentang K3LL disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur manusia. Manajemen site mengakui bahwa
ketika itu ia belum memahami bahwa kebijakan tersebut harus
didokumentasikan. Pendokumentasian yang dimaksud adalah
melakukan penyimpanan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar
atau suara dalam setiap langkah prosedur yang dilaksanakan oleh
pekerja. Sosialisasi kebijakan tersebut perlu didokumentasikan, salah
satunya dengan menempel kebijakan perusahaan di area kerja. Berikut
kutipan wawancaranya:
“Tidak, gini, jadi ada beberapa hal yang memang kita belum
sempet begitu pahami ya, yaitu bagian dari temuan project ya,
diakui aja, memang kita belum prepare untuk memasang itu,
gitu lho. Hanya dokumen-dokumen itu sudah ada tapi
disosialisasi melalui induction, gitu”-(IU2)
Safety induction adalah sebuah latihan tentang keselamatan dan
kesehatan kerja yang diberikan kepada pekerja, kontraktor ataupun
para tamu yang baru pertama kali datang di lokasi perusahaan. Tujuan
dari safety induction ini adalah untuk mengkomunikasikan bahaya-
bahaya keselamatan dan kesehatan kerja umum yang terdapat selama
pekerjaan/ kunjungan sehingga mereka bisa melakukan tindakan
pengendalian terhadap bahaya tersebut.
Informan kunci (IK) menyatakan bahwa sosialisasi kebijakan dapat
saja dilakukan dengan melalui induction, namun hendaknya tidak lupa
untuk menyertakan bukti-bukti pelaksanannya misalnya daftar hadir
atau materi yang disampaikan. Berikut kutipan wawancaranya:
66
“Ketika safety induction itu sebaiknya didokumentasikan
misalnya lewat daftarhadirnya,materi apa yang disampaikan”-
(IK)
Temuan di elemen 1 berupa belum ditentukannya objective/ target
K3LL yang disetujui oleh top manajemen disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur manusia. Menurut IU1, manajemen site belum
menentukan objective/ target K3LL karena mereka tidak mengetahui
target-target yang ditetapkan PT. Z. Berikut kutipan wawancaranya:
“Iya karna dia ngga tahu target-targetnya PT. Z”- (IU1)
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IU2 yang mengatakan
bahwa manajemen site tidak mengetahui target-target yang ditetapkan
dari home office. Menurutnya, hal itu terjadi karena pihak home office
tidak mensosialisasikan target-target K3LL ke site. Berikut kutipan
wawancaranya dengan IU2:
“Kalau bicara masalah target K3 yang diluncurkan dari home
office itu memang ngga ada karna memang yang harus
mengkomunikasikan kan HO, harusnya. Jadi posisinya gini, pada
saat itu, HO tidak mensosialisasikan hal-hal yang memang harus
dilakukan HSE site. Jadi, kita mengadopsi apa yang ada di
client.”- (IU2)
Sementara, informan pendukung (IP2) menjelaskan bahwa alasan
pihak home office ketika itu tidak mensosialisasikan target K3 ke site
dikarenakan manajemen site proyek X ketika itu bukanlah orang yang
ditunjuk dari PT. Z, melainkan orang yang ditunjuk sendiri oleh
PT.ABC. Sehingga pihak home office pun enggan memberikan
dokumen-dokumen perusahannya ke site. Berikut kutipannya:
“Ya cuman kan ngga semua data corporate itu dikirim kesana
kan. Awalnya mereka minta dokumennya corporate:
67
prosedurnya, policy-nya. Cuman ngga boleh-lah dari PT. Z
orang dia kan bukan orang PT. Z”- (IP2)
Kemudian pernyataan tersebut diperkuat oleh informan pendukung
1 (IP1) yang menyatakan bahwa manajemen site ketika itu memang
bukanlah orang yang berasal dari PT. Z sehingga banyak informasi
mengenai PT. Z yang tidak diketahui dan dimiliki oleh manajemen
site ketika itu. Berikut kutipan wawancara kepada IP1:
“Orangnya adalah orang-orang yang bukan orang dari PT. Z
asli yang mendapatkan pembekalan yang tepat sebelum ke
lapangan.”- (IP1)
Temuan di elemen 1 berupa belum adanya perwakilan manajemen
khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk melaksanakan
dan mengontrol SMK3LL di site disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur manusia yaitu perbedaan pemahaman
mengenai arti dari perwakilan manajemen khusus itu sendiri. Menurut
IU2, perwakilan manajemen khusus itu sudah ada yaitu dengan
ditunjuknya IU2 sebagai HSE Manager di proyek X ketika itu.
Menurutnya, komunikasi antara home office dan site ketika itu kurang
baik, sehingga terjadi perbedaan pemahaman mengenai arti dari
perwakilan manajemen khusus itu sendiri, seperti yang ada dalam
kutipan berikut:
“Nah..jadi gini, mas FR itu kan dari HO, kalo dia menyebut
bahwa tidak ada yang memang ditugaskan khusus, artinya itu
kewenangannya siapa? HO. Nah, maksud nya adalah pada
saat itu memang koordinasi dari site dan HO itu dibangun
lebih baik, ya seperti itu posisinya, bukan berarti tidak ada
orang yang memang mengawasi khusus. Jadi gini, adamya
didelegasikan saya kesini adalah untuk melakukan hal
tersebut, kan sebenarnya gitu”- (IU2)
68
Menurut IP2, masuknya IU2 sebagai HSE Manager lah yang
menyebabkan koordinasi antara home office dan site kurang baik.
Pada saat itu, home office tidak mengetahui proses penunjukkan IU2
sebagai HSE Manager proyek X, sehingga komunikasi diantara
keduanya tidak berjalan dengan baik. Berikut kutipannya:
“HO ngga tahu bahwa tiba-tiba sudah ada manager. Harusnya
manager itu atau Chief itu dari HO, dan yang menentukan adalah
Pak JKS sebagai senior HSE manager PT. Z”- (IP2)
Dari lima temuan yang terdapat pada elemen 1, informan
pendukung 1 menyayangkan mengapa hal tersebut bisa terjadi di
proyek X. Informan pendukung 1 beranggapan semestinya temuan-
temuan itu tidak terjadi di proyek X karena temuan-temuan yang ada
merupakan hal yang standar. Informan pendukung 1 juga
menyayangkan kompetensi manajemen site ketika itu yang
menurutnya kurang berpengalaman. Berikut kutipannya:
“Kalau ini memang agak berbeda projectnya, jadi HSE Manager
nya juga bukan saya yang nunjuk. Kalo itu dari sini, itu ngga akan
terjadi.. kenapa? karena itu pengetahuan standar.”- (IP1)
“Kalo yang sudah pengalaman biasanya sudah pengalaman di
lapangan. Artinya mereka sudah tahu bahwa itu harus dilakukan.
Nah ini keliatannya orang baru. Bukan keliatannya, memang orang
baru”- (IP1)
Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa proses penunjukkan IU2
sebagai HSE manager proyek X bukan merupakan rekomendasi dari
home office, melainkan seseorang yang direkrut langsung oleh PT.
ABC. Berikut kutipannya:
69
“Rekrut sendiri...ya biasalah dari client nitip gitu kan masuk situ. Ya
jadinya kaya gitu”- (IP1)
Pernyataan tersebut didukung oleh IP2 yang mengatakan bahwa
IU2 sebagai HSE manager proyek X merupakan “orang titipan” dari
PT. ABC, sehingga aturan-aturan yang diterapkan di site ketika ia
menjabat sebagai HSE manager bukanlah aturan yang berasal dari PT.
Z, melainkan aturan-aturan dari PT. ABC. Berikut kutipannya:
“Ya..dia punya orang PT.ABC, katanya titipannya orang PT.ABC”-
(IP2)
Kejadian “orang titipan” dari PT. ABC tersebut ditanggapi oleh
informan kunci bahwa hal tersebut telah menyalahi aturan yang telah
ditetapkan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Dia berarti udah menyalahi aturan ini ya..aturan rekrutmen
pegawai ya berarti” -(IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.
Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan pekerja
atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan
elemen 1 di proyek X masih terdapat kelemahan berupa kurangnya
pengetahuan manajemen site di bidang K3, manajemen site belum
memahami prosedur dan peraturan PT. Z, kurangnya pengalaman
manajemen site dan hubungan komunikasi yang kurang baik antara
home office dan site.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam
menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Berdasarkan
70
wawancara, diketahui bahwa dana yang ada di proyek X telah tersedia
untuk melaksanakan kegiatan di site. Berikut kutipan wawancara
kepada IU1 dan IU2 ketika ditanyakan mengenai kecukupan anggaran
dana yang ada di site sebagai berikut:
“Anggaran dana mah ada..”- (IU1)
“Ngga ngga, ngga kurang”- (IU2)
Pernyataan informan utama di atas sejalan dengan hasil wawancara
dengan IP1, yang mengatakan bahwa anggaran dana di site telah
tersedia. Berikut kutipan wawancaranya:
“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran dari PT. Z
harus ada, anggaran dari PT.ABC nya sendiri harus ada. Kenapa?
Karna mereka juga punya safety program kan. Dan mereka
biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk ke dalam
anggaran proyek”- (IP1)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
anggaran dana di site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1 telah
tersedia.
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau
material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur
material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek
X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan diketahui tidak memiliki kelemahan.
Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang
ada di proyek X telah tersedia untuk melaksanakan kegiatan di site
71
dan dalam melakukan pemenuhan elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan. Hal ini diketahui berdasarkan kutipan wawancara
kepada IU2 dan IP1 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan
perlengkapan seperti inventaris kantor dan material penunjang
lainnya yang ada di site sebagai berikut:
“Sudah, sudah ada”- (IU2)
“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)
Menurut IK, inventaris kantor atau material penunjang lainnya
yang harus tersedia di site untuk membantu implementasi SMK3 di
site ialah komputer, printer, dan sebagainya. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Ooh..yaa..komputer, printer, foto copy, scanner, terus peralatan
tulis, semuanya”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1 tidak terdapat kelemahan
dan telah tersedia.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam
menjalankan elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di site, apakah
sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari
unsur metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam
melakukan sosialisasi kebijakan K3 pada proyek X PT. Z tahun 2014
72
diketahui memiliki kelemahan. Keseluruhan temuan pada elemen 1
disebabkan karena terdapat kelemahan pada metode pelaksanaannya.
Temuan di elemen 1 berupa belum adanya bukti pemasangan
kebijakan SMK3LL di area kerja disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur metode, yaitu tidak ditempel dan dibingkainya
kebijakan SMK3LL di area kerja sebagai salah satu bentuk sosialisasi.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan IU2:
“Jadi, pada waktu itu ada, cuma kan waktu itu kan...tidak ditempel,
dibingkai.., kan gitu. Jadi posisi kebijakan itu harusnya ditempel dan
dipasang bingkai, ya waktu itu posisinya ada di dalam folder, gitu”-
(IU2)
Berdasarkan telaah dokumen, kebijakan SMK3LL PT. Z
tertera dalam HSE Management System Implementation Policy
Rev: F PT. Z No. 8000-PL-01 seperti pada Gambar 5.4 berikut:
73
Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-
PL-01 (PT. Z, 2014c) Gambar 5.4 Kebijakan SMK3LL PT. Z
Berdasarkan wawancara dengan IK, cara sosialisasi kebijakan K3
yang baik di site salah satunya dapat dilakukan dengan menempelnya
di papan pengumuman sehingga terlihat oleh orang-orang yang lewat
di depannya. Berikut kutipan wawancaranya:
“Sosialisasi kebijakan K3 dapat ditempel di papan pengumuman”-
(IK)
Temuan di elemen 1 berupa belum terdapat rencana pelaksanaan
K3LL yang telah disetujui di proyek X disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur metode, yaitu penyusunan rencana pelaksanaan
K3LL yang dilakukan oleh manajemen site lebih mengacu kepada
74
peraturan client, bukan kepada peraturan home office PT. Z. Informan
utama 1 menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi temuan (finding)
karena rencana pelaksanaan K3LL yang disusun oleh manajemen site
proyek X ketika itu bukanlah rencana K3LL yang berasal home office
(HO), melainkan rencana K3LL yang diminta oleh client. Menurut
IU1, manajemen site proyek X ketika itu hanya mengikuti yang
diperintahkan oleh client saja. Berikut kutipan wawancaranya:
“Rencana pelaksanaan K3LL belum disusun..iyaa..jadi dia cuma
berdasarkan rutinitas. Dia ngga punya program sendiri”- (IU1)
“Tergantung client aja. Ibaratnya kata client „eh bikin atap‟, bikin..
„eh bikin pintu‟, bikin.. gitu loh”- (IU1)
Temuan di elemen 1 berupa tidak adanya bukti sosialisasi
kebijakan perusahaan tentang K3LL disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur metode, yaitu tidak ada pendokumentasian
ketika induction dilakukan. Menurut IU2, pihaknya ketika itu telah
melakukan sosialisasi kebijakan kepada karyawan di site melalui
induction. Berikut kutipan wawancaranya:
“Karna kebijakan itu kita sosialisasikan lewat induction, seperti
itu”- (IU2)
Walaupun manajemen site telah melakukan sosialisasi kebijakan
melalui induction, namun ia tidak mendokumentasikan hal tersebut,
sehingga tidak terdapat bukti pelaksanaannya dan menjadi sebuah
temuan (finding). Padahal, sosialisasi kebijakan tersebut perlu
didokumentasikan, salah satunya dengan menempel kebijakan
perusahaan di area kerja atau dengan memotret ketika induction
sedang berlangsung.
75
Temuan di elemen 1 berupa belum ditentukannya objective/ target
K3LL yang disetujui oleh top manajemen disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur metode, yaitu target K3 yang ditentukan ketika
itu mengadopsi dari target yang ditetapkan oleh client, bukan target
yang ditentukan oleh PT. Z. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi posisinya gini, pada saat itu, HO tidak mensosialisasikan
hal-hal yang memang harus dilakukan HSE site. Jadi, kita
mengadopsi apa yang ada di client.”- (IU2)
Temuan di elemen 1 berupa belum disusunnya job description
yang disetujui oleh home office dan disosialisasikan kepada seluruh
strata personil disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur
metode, yaitu dalam penyusunan job description tersebut, manajemen
site ketika itu mengacu kepada peraturan PT. ABC, bukan kepada
peraturan PT. Z. Menurut IU2, job desc itu sudah ada di HSE Plan
yang mengacu ke PT.ABC. Berikut kutipannya:
“Nah itu..job desc itu sebenernya sudah ditunjukkan, di dalam
HES Plan itu ada job desc setiap karyawan. Artinya jabatan ini
tugasnya ini, jabatan ini tugasnya ini. Itu udah di mention di
dalam HES Plan, gitu.”- (IU2)
Temuan di elemen 1 berupa belum adanya perwakilan
manajemen khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk
melaksanakan dan mengontrol SMK3LL di site disebabkan
karena adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu site ketika
itu mengacu kepada peraturan PT.ABC seperti yang dikatakan
IU1 sebagai berikut:
“Ooh..dia bilangnya, kita nginduknya ke PT.ABC”- (IU1)
76
Sama seperti hasil sebelumnya, diketahui berdasarkan wawancara
kepada IU1 bahwa manajemen site ketika itu tidak melaksanakan
peraturan PT. Z karena mereka merasa tidak harus menjalankan
peraturan PT. Z. Berikut kutipan wawancaranya:
“Iya..karna mereka merasa bahwa..yang mereka jalankan itu
harus induknya ke PT.ABC, gitu. Artinya, yang mimpin safety nya
itu PT.ABC, bukan kita (PT. Z) langsung operation”- (IU1)
Menanggapi kesalahan acuan peraturan yang dilakukan manajemen
site pada beberapa implementasi SMK3LL PT. Z, IK menyatakan
bahwa hal tersebut telah menyalahi aturan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Harusnya sih ngga terjadi ya, karna kan itu ya..pemilihan sumber
daya, gitu. Apalagi itu udah menyalahi aturan, gitu. Aturannya
ngga sesuai gitu aturannya bilang gimana, yang dilakukannya
seperti apa, gitu. Itu udah menyalahi aturan, gitu”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 1 di proyek X masih terdapat
kelemahan berupa tidak mencetak/ menempel dan membingkai
kebijakan K3 di sekitar area kerja, tidak mendokumentasikan ketika
kegiatan induction berlangsung, serta lebih mengacu kepada aturan
client bukan kepada aturan PT. Z.
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan
diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.5.
77
Gambar 5.5 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di
proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat lima temuan yang
menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan. Temuan-temuan tersebut tercantum pada
tabel 5.5 sebagai berikut:
Metode
Kesalahan penyusunan
rencana pelaksanaan K3LL
Belum terdapat kebijakan K3 di area kerja
Belum terdapat pendokumentasian
pekerjaan
Kesalahan acuan peraturan
Penyebab
Rendahnya
Elemen 1:
Kebijakan dan
Kepemimpinan
Kurangnya
komunikasi/ koordinasi antara
HO & site
Cara perekrutan manajemen site
yang tidak
sesuai prosedur
Komitmen kurang
terhadap PT. Z
Tidak memahami SMK3LL PT. Z
Tidak dapat melaksanakan
SMK3LL PT. Z
Manusia
78
Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-
Undangan
Elemen 2
Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum/
peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek 2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar
internasional 3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman
aturan kerja di proyek 4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik 5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan
dan persyaratan lain Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada
pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,
meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia
mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014
diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen
1, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja yang ada
di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika ditinjau dari
unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, masih terdapat kelemahan. Temuan pada
elemen 2 berupa belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau
79
standar internasional disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site
dalam membuatnya ketika itu. Berikut kutipannya:
“Iyaa karna mereka belum buat”- (IU1)
“Ya karna mereka ngga tau”- (IU1)
Hal itu sejalan dengan hasil wawancara kepada IU2 yang
menyatakan bahwa ketika itu ia tidak tahu cara membuat sistem
update yang seharusnya karena pihaknya baru mendapat informasi
mengenai sistem update tersebut dari home office sekitar tahun 2015.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Sistem update sebenernya kita kemaren harusnya sudah
dikomunikasikan dari HO. Jadi pendokumentasian itu dilakukan
kita sendiri, dan itu memang kita baru dapat sekitar tahun 2015”-
(IU2)
Sementara itu, berdasarkan wawancara kepada IP2 diketahui
bahwa alasan PT. Z belum mensosialisasikan sistem
pendokumentasiannya karena home office PT. Z tidak mengetahui
penunjukkan IU2 sebagai HSE manager di proyek X. Pihak home
office baru mengetahui hal tersebut lima bulan setelah proyek X
berjalan. Menurut IP2, hal tersebut terjadi karena pihak site tidak
mengkomunikasikan progress proyek X kepada home office. Sehingga
terjadi kurangnya koordinasi diantara keduanya. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh IP2 sebagai berikut:
“Sudah sekitar 5 bulan berjalan”- (IP2)
“Ngga mau nginformasi lah project itu menang, pokoknya mereka
beranggapan project itu bisa di handle gitu tanpa bantuan dari
corporate”- (IP2)
80
Menanggapi kurangnya koordinasi yang terjadi diantara HO dan
site, IK berpendapat bahwa kurangnya koordinasi dapat disebabkan
karena penunjukkan PIC (person in charge) yang kurang jelas,
sehingga terjadi pelemparan tanggung jawab antara HO dan site.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Mungkin penunjukkan PIC nya yang ngga jelas kali? Jadi kan
harusnya siapa yang melakukan update harus jelas, mendingan di
set aja di prosedur yang melakukan update adalah pihak HO, jelas
berarti HO yang melakukan update. Atau, yang melakukan update
adalah HSE di site, berarti HSE di site melakukan update. Nah
gitu, jadi, karna belum ada pelemparan tanggung jawab yang
jelas, mereka jadi saling lempar”- (IK)
Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa temuan pada elemen 2
berupa belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai
pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena ketidaktahuan
manajemen site ketika itu dalam membuatnya. Berikut kutipannya:
“Belum dibuat. Karna ngga tahu..”- (IU1)
HSE Handbook merupakan pedoman aturan kerja yang dibuat oleh
Chief HSE untuk digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan
aktivitas di proyek. Sejalan dengan itu, IP1 mengungkapkan bahwa
HSE Handbook belum dibuat karena manajemen site tidak tahu
mengenai aturan PT. Z dan tidak merasa sebagai bagian PT. Z.
Berikut kutipannya:
“Itulah masalah utamanya, jadi sudah tidak tahu aturannya disini
seperti apa, trus mereka juga merasa tidak merasa sebagai
orang PT. Z”- (IP1)
81
Menurut IK, ketersediaan HSE Handbook menjadi urgent dan
harus disegerakan jika di dalam peraturan PT. Z menyebutkan hal
demikian. Berikut kutipan wawancaranya:
“Oh..kalo memang ada di standarnya harus ada HSE Handbook,
yaudah berarti urgent lah, gitu. He eh..harus disegerakan kalo
memang itu dibilang setiap site (harus ada) HSE Handbook,
berarti kalo emang udah dibilang gitu yaudah itu harus
disegerakan gitu kan karna itu udah peraturan, gitu”- (IK)
Sama dengan pernyataan diatas, temuan pada elemen 2 berupa
belum dilakukannya gap analysis secara periodik disebabkan karena
ketidaktahuan manajemen site mengenai peraturan PT. Z. Kemudian,
temuan pada elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi terhadap
peraturan perundangan dan persyaratan lain di proyek X disebabkan
karena kurangnya kompetensi manajemen site dalam bidang K3.
Diketahui berdasarkan wawancara, bahwa manajemen site ketika itu
adalah orang yang ditunjuk langsung oleh PT.ABC sehingga ia tidak
mengetahui prosedur dan peraturan yang ada di PT. Z. Berikut kutipan
wawancara kepada IP2:
“Menurut informasi yang beredar, bahwa Pak EN adalah
manager yang ditunjuk sama PT.ABC, menurut infonya”- (IP2)
Pernyataan dari IP2 didukung oleh IP1 yang menyatakan kalau
kompetensi IU2 sebagai HSE manager dianggap masih kurang.
Menurut IK, penempatan IU2 sebagai manager dianggap kurang pas
jika dilihat menurut kompetensinya. Berikut kutipan wawancara
kepada IP1:
82
“Kalo untuk jadi HSE manager ya kurang. Jelas kurang. Itu
yang ditaro disana jadi manager itu kalo disini ya..paling jadi
SI (Superintendent)”- (IP1)
Penunjukkan IU2 oleh PT.ABC sebagai manajemen site (manager
proyek X) dianggap tidak bisa menyamakan prosedur dan peraturan
yang PT. Z terapkan karena kurangnya kompetensi di bidang K3,
sehingga senior HSE manager PT.Z kemudian mengganti posisi HSE
manager proyek X. Berikut kutipan wawancara kepada IP2:
“Pak EN itu awalnya sebagai manager, yang ditunjuk dari
PT.ABC langsung cuman karna kurang perform kemudian juga
tidak bisa menyamakan prosedur,baik prosedur ataupun PPWI
yang PT.Z punya. Makanya Pak JKS langsung mengambil
keputusan, diutuslah Pak FR sebagai HSE Project Manager
proyek X”- (IP2)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.
Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan
manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek
X masih terdapat kelemahan berupa ketidaktahuan manajemen site
dalam membuat sistem update, dan HSE Handbook, kurangnya
kompetensi manajemen site dalam bidang K3, serta kurangnya
koordinasi antara home office dan site.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam
menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau
dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
83
perundang-undangan pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak
memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa dana
yang ada di proyek X telah telah tersedia. Berikut kutipan wawancara
kepada IU1 dan IU2 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan
anggaran dana yang ada di site sebagai berikut:
“Anggaran dana mah ada..”- (IU1)
“Ngga ngga, ngga kurang”- (IU2)
Pernyataan informan utama di atas sejalan dengan hasil wawancara
dengan IP1, yang mengatakan bahwa anggaran dana di site telah
tersedia. Berikut kutipan wawancaranya:
“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran dari PT. Z
harus ada, anggaran dari PT.ABC nya sendiri harus ada.
Kenapa? Karna mereka juga punya safety program kan. Dan
mereka biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk
ke dalam anggaran proyek”- (IP1)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
anggaran dana di site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2
tidak terdapat kelemahan dan telah tersedia.
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau
material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur
material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek
X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diketahui tidak
84
memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa
peralatan (material) yang ada di proyek X telah telah tersedia untuk
melaksanakan kegiatan di site dan dalam melakukan pemenuhan
elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini
diketahui berdasarkan kutipan wawancara kepada IU2 dan IP1 ketika
ditanyakan mengenai ketersediaan perlengkapan seperti inventaris
kantor dan material penunjang lainnya yang ada di site sebagai
berikut:
“Sudah, sudah ada”- (IU2)
“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 tidak terdapat kelemahan
dan telah tersedia.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam
menjalankan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan di site, apakah sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau
tidak. Jika ditinjau dari unsur metode pelaksanaan manajemen site
dalam melakukan pemenuhan elemen 2 pada proyek X PT. Z tahun
2014 diketahui memiliki kelemahan. Keseluruhan temuan pada
elemen 2 disebabkan karena terdapat kelemahan pada metode
pelaksanaannya. Temuan di elemen 2 belum adanya sistem update
85
peraturan, regulasi atau standar internasional disebabkan karena
adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu manajemen site proyek X
membuat sistem update menggunakan caranya sendiri. Berikut
kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi ya kita membuat dokumen sendiri, penomoran sendiri yang
terpisah dari PT. Z, gitu”- (IU2)
Temuan di elemen 2 berupa belum adanya HSE Handbook yang
digunakan sebagai pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena
adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu yaitu pedoman aturan
kerja yang digunakan ketika itu ialah pedoman aturan kerja yang
mengacu kepada perusahaan client (PT.ABC). Hal tersebut menjadi
temuan karena HSE Handbook yang diminta oleh auditor ketika itu
ialah HSE Handbook yang berdasarkan PT. Z. Berikut kutipan
wawancara kepada IU2:
“HSE Handbook...itu gini, karna memang untuk memproses 1
Handbook itu kan dibutuhkan proses yang menyesuaikan dengan
project yang berlaku, jadi waktu itu ditawarkan ada juga petunjuk
kerja itu yang dibuat oleh client. Jadi kita menginduk ke PT.ABC
waktu itu dan yang diminta adalah dari Handbook nya PT. Z”-
(IU2)
Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya gap analysis
secara periodik disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur
metode, yaitu peraturan yang diikuti oleh manajemen site ketika itu
ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client (PT.ABC)
bukan mengacu kepada peraturan PT. Z. Manajemen site tidak
melakukan gap analysis karena menurutnya di dalam peraturan PT.
86
ABC tidak diharuskan untuk membuat hal demikian. Berikut kutipan
wawancara kepada IU2:
“Iya, jadi, karna memang gini, ada sistem PT.Z, ada sistem
PT.ABC, pada saat mengkomunikasikan hal tersebut memang gap
analylsis kita tidak sentuh waktu itu karna kita tidak ada
keharusan melakukan opsi terhadap gap analysis, untuk di
client ya, gitu”- (IU2)
Pentingnya melakukan gap analysis, menurut IK ialah untuk
mengetahui peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika
sedang mengerjakan suatu proyek. Berikut kutipan wawancaranya:
“O..iya dong. Harus itu. Sebelum kita buat list/ daftar peraturan-
peraturan yang wajib kita patuhi, kita harus gap analysis dulu.
Kita harus cari tahu dulu. Ini kira-kira peraturan terkait sama
perusahaan kita apa aja, gitu. Untuk mengetahui nanti apa saja
peraturan-peraturan yang perlu kita patuhi, kalo gap analysis
itu”- (IK)
Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi
terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain disebabkan
karena adanya kelemahan pada unsur metode. Diketahui bahwa
berdasarkan wawancara kepada IU2, manajemen site ketika itu telah
melakukan sosialisasi peraturan melalui induction. Dalam induction
tersebut, dirinya mengungkapkan bahwa banyak materi-materi yang
disampaikan ketika itu, seperti larangan untuk membawa senjata tajam
ke area proyek, larangan untuk merusak lingkungan dan penyampaian
target-target K3. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Sosialisasi terhadap perundangan, jadi ada beberapa
perundangan yang memang masuk ke dalam ininya project, yang
paling dekat bersinggungan dengan karyawan itu dimasukkan ke
dalam materi induction. Nah, jadi dalam materi induction itu
orang ngga boleh bawa senjata tajam, merusak lingkungan, itu
aspek environment, termasuk dalam target-target nya bahwa zero
87
accident, oil spill, nah itu termasuk peraturan perundangan tahun
1970 itu sudah masuk ke dalam materi induction”- (IU2)
Sosialisasi peraturan yang dilakukan oleh manajemen site ketika
itu hanya dilakukan melalui induction, dan tidak dilakukan dengan
cara-cara yang lain seperti menempel peraturan di sekitar area kerja
misalnya. Alasan manajemen site hanya melakukan sosialisasi melalui
induction karena menurutnya, hal tersebut merupakan cara sosialisasi
paling efektif. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi sosialisasi paling efektif adalah dari induction mbak, gitu”-
(IU2)
Sementara itu, menurut IU1, walaupun manajemen site telah
melakukan sosialisasi melalui induction, hal tersebut menjadi sebuah
temuan karena ketika dilakukan audit tahun 2014 tidak terdapat bukti
sosialisasi peraturan ketika melaksanakan induction. Bukti yang
dimaksud contohnya dapat berupa daftar hadir, foto dokumentasi,
ataupun materi yang disampaikan ketika induction berlangsung. Hal
itu sejalan dengan pernyataan IU2 yang mengatakan bahwa tidak
adanya bukti sosialisasi tersebut dikarenakan pihaknya belum
mencetak materi sosialisasi tersebut. Berikut kutipan wawancara
kepada IU2:
“Itu belum di print waktu itu”- (IU2)
Sependapat dengan IU1, IK juga manyatakan bahwa sosialisasi
peraturan yang baik di site dapat dilakukan melalui induction namun
dengan disertai bukti, serta dengan menempel peraturan di area-area
strategis. Berikut kutipan wawancaranya:
88
“Yaa bisa induction tapi harus ada buktinya, terus kemudian
kalo saya sih lebih ke ini yaa..PP 50 tahun 2012 nya ditempel di
area strategis, atau mading misalnya gitu. Itu mungkin kalo ada
orang yang iseng-iseng baca, gitu”- (IK)
Berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa manajemen site
memang belum mendokumentasikan ketika kegiatan induction
berlangsung. Hal itu terlihat dari laporan bulanan proyek X pada bulan
April 2014. Dalam laporan bulanan tersebut, tabel implementasi
sistem manajemen K3 pada baris „comply with regulation and
standart implementation‟ terlihat masih kosong (Gambar 5.6). Hal itu
menunjukkan bahwa pada saat kegiatan induction berlangsung,
manajemen site tidak mencatatnya ke dalam laporan bulanan proyek
X.
Sumber: Doc.No.004/HES/IV/2014 Rev. D Monthly Report Proyek X April 2014
(PT. Z, 2014d)
Gambar 5.6 Tidak Ada Bukti Pelaksanaan Induction
Informan utama 2 menambahkan, walaupun manajemen site
proyek X ketika itu telah melakukan sosialisasi, namun hal-hal yang
disosialisasikan hanyalah peraturan milik PT.ABC saja. Ketika
ditanyakan lebih lanjut mengapa mereka melakukan hal demikian?
89
Karena manajemen site ketika itu mengacu ke PT.ABC. Kelemahan
yang terdapat pada unsur metode yaitu sosialisasi yang dilakukan
ketika induction hanya peraturan yang berasal dari PT.ABC saja.
Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“Jadi yang mereka jalanin cuma sosialisasi peraturan PT.ABC”
- (IU1)
“Ya..dibilangnya gitu..ya mereka ngikutin PT.ABC”- (IU1)
Hal itu sejalan dengan pernyataan dari IP2 yang mengatakan
bahwa manajemen site ketika itu adalah orang yang ditunjuk langsung
oleh PT.ABC sehingga menjadi wajar bila peraturan yang dijadikan
pedoman ketika itu ialah peraturan milik PT.ABC.
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X masih terdapat
kelemahan berupa manajemen site proyek X membuat sistem update
menggunakan caranya sendiri, bukan berdasarkan peraturan PT. Z,
pedoman aturan kerja yang digunakan ketika itu mengacu kepada
perusahaan client (PT. ABC), peraturan yang diikuti oleh manajemen
site ketika itu ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client
(PT. ABC), kemudian sosialisasi peraturan hanya dilakukan melalui
induction saja dan tidak ada bukti pelaksanaannya, serta materi-materi
yang disosialisasikan ketika itu hanyalah peraturan PT. ABC saja,
bukan peraturan PT. Z.
90
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 2: kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014 yang
dianalisis menggunakan diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan
Terhadap Peraturan Perundang-Undangan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di
proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat satu temuan yang
menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 4: manajemen
subkontraktor. Yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety
Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Berikut ini adalah
penjelasan masing-masing unsur manajemen pada pemenuhan elemen 4:
manajemen subkontraktor.
Penyebab Rendahnya
Elemen 2: kepatuhan
terhadap peraturan
perundang-undangan
Metode
Pihak site tidak mendapat
sosialisasi tentang sistem
pendokumentasian PT. Z
Lemahnya komunikasi/
koordinasi antara HO
& site
Kurangnya kompetensi
manajemen site
Tidak dapat melaksanakan
pemenuhan pada elemen 2
Manusia
Kesalahan
acuan peraturan
91
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,
meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia
mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014
diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen 1
dan 2, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja yang
ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia dan tidak menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen
subkontraktor. Begitupula jika ditinjau dari unsur manusia mengenai
kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen
4: manajemen subkontraktor, juga tidak terdapat kelemahan.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam
menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau
dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 4: manajemen subkontraktor pada
proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak menjadi penyebab
rendahnya pemenuhan pada elemen 4. Sama seperti hasil pada elemen
1 dan 2 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa anggaran dana yang
ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia.
92
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau
material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur
material mengenai ketersediaan inventaris kantor tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen subkontraktor.
Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang
ada di proyek X telah telah memadai untuk melaksanakan kegiatan di
site dan dalam melakukan pemenuhan elemen 4: manajemen
subkontraktor. Hal ini diketahui berdasarkan kutipan wawancara
kepada IU2 dan IP1 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan
perlengkapan seperti inventaris kantor dan material penunjang lainnya
yang ada di site sebagai berikut:
“Sudah, sudah ada”- (IU2)
“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 4 tidak terdapat kelemahan
dan telah tersedia.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam
menjalankan elemen 4: maanjemen subkontraktor di site, apakah
sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari
93
unsur metode pelaksanaan manajemen site dalam melakukan
pemenuhan elemen 4 pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui
memiliki kelemahan. Temuan di elemen 4 berupa belum berjalannya
penilaian Contractor Safety Management System (CSMS) dalam
pemilihan subkontraktor disebabkan karena adanya kelemahan pada
unsur metode, yaitu manajemen site proyek X melakukan pengadaan
subkontraktor langsung di site. Padahal, jika mengacu kepada
peraturan Corporate Policy PT. Z nomor 8000-PL-01, subkontraktor
yang akan mengikuti tender harus sudah lulus program CSMS.
Melalui CSMS, subkontraktor harus memenuhi persyaratan K3LL PT.
Z yang tertuang dalam dokumen HSE Minimum Requirements.
Dokumen HSE Minimum Requirements adalah dokumen yang
mencakup seluruh persyaratan HSE yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan proyek-proyek yang ada di PT. Z.
Berdasarkan wawancara kepada IP2, memang di proyek X tersebut
terdapat masalah dalam hal CSMS. Berikut adalah kutipannya:
“Ya ada masalah, masalah CSMS, masalah prosedur..”- (IP2)
“Iya. Pemilihan subkontraktor, ribet pokoknya semuanya itu.”-
(IP2)
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IP1 yang mengatakan
bahwa masalah pengadaan subkontraktor terjadi karena manajemen
site ketika itu langsung melakukan pengadaan di site. Berikut
kutipannya:
“Kalo subkon disini memang kan harusnya pengadaannya,
semua proses pengadaan di PT.Z harus dimulai dari pendaftaran
subkon di PT.Z, di HO sini (home office). Nah untuk yang ini
94
keliatannya ada yang salah. Mereka langsung melakukan
pengadaan di lapangan. Akibatnya tidak terkontrol. Jadi..kenapa
kemudian CSMS nya lewat? Karna emang subkonnya subkon
yang tidak terkontrol”- (IP1)
Menurut IU1 dan IU2, manajemen site ketika itu menjalankan
CSMS dengan nama yang berbeda yang mengacu kepada peraturan
PT. ABC. Kelemahan terdapat pada unsur metode yaitu manajemen
site melakukan pengadaan subkontraktor di lapangan tidak
berdasarkan peraturan PT. Z melainkan mengacu kepada peraturan
PT. ABC. Sehingga ketika dilakukan audit pada tahun 2014, hal
tersebut menjadi temuan karena subkontraktor yang bekerja di proyek
X tidak terdata di home office PT. Z. Berikut kutipannya:
“CSMS itu nama modulnya PT. Z. Client menyeleksi
subkontraktor, PT. Z menyeleksi subkontraktor, namanya (tahap)
Pre-Kualifikasi subkontraktor. Itu disebut dengan CSMS.
Sedangkan PT. ABC untuk melakukan Pre-Kualifikasi
subkontraktor dengan menggunakan CSHEM.”- (IU1)
“PT. ABC sendiri punya penilaian terhadap kontraktor yang
dibawahnya itu yang namanya CSHEM”- (IU2)
Berdasarkan telaah dokumen, subkontraktor yang bekerja di
proyek X tidak terdata dalam laporan bulanan proyek X. Hal itu
terbukti dengan kosongnya tabel „Hubungan PT. Z dengan
Subkontraktor‟ seperti berikut (Gambar 5.8):
95
Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d) Gambar 5.8 Subkontraktor Tidak Terdata Pada Laporan Bulanan
Proyek X
Menurut IK, cara me-manage subkontraktor yang baik ialah
dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan oleh perusahaan
yang bersangkutan. Yaitu dengan mengikuti aturan yang sudah
ditetapkan, ikuti alur dan prosesnya. Berikut kutipan wawancaranya:
“Ya itu ikutin aja prosedurnya, kaya CSMS kan..mulai
dari..kualifikasi, terus seleksi, gitu”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam me-manage
subkontraktor pada pemenuhan elemen 4 di proyek X masih terdapat
kelemahan yaitu manajemen site proyek X langsung melakukan
pengadaan subkontraktor di site dan manajemen site ketika itu
menjalankan CSMS dengan nama yang berbeda, mengacu kepada
peraturan PT.ABC.
96
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 4: manajemen
subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan
diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen
Subkontraktor pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di
proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat empat temuan
yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 8: komunikasi.
Temuan-temuan tersebut tercantum pada Tabel 5.6 sebagai berikut:
Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi
Elemen 8
Komunikasi
1. Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL
2. Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek
3. Belum terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area
proyek
4. Belum didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar area proyek Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)
Penyebab Rendahnya
Elemen 4:
Manajemen
Subkontraktor
Metode
Subkontraktor tidak
terdata di home office
Pengadaan
langsung di site
Kesalahan
acuan peraturan
97
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada
pemenuhan elemen 8: komunikasi.
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,
meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia
mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014
diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen
1, 2 dan 4, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja
yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika
ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8: komunikasi, masih
terdapat kelemahan. Temuan pada elemen 8 berupa belum terdapat
prosedur mengenai informasi SMK3LL di area kerja disebabkan
karena ketidaktahuan manajemen site untuk membuatnya. Menurut
IU1, prosedur tersebut belum ada karena manajemen site ketika itu
tidak tahu dan tidak mau tahu untuk membuat prosedur tersebut.
Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“Alesan mereka..karna mereka tidak tahu dan tidak mau tahu”
-(IU1)
Menurut IU1, manajemen site tahu jika mereka harus mengikuti
peraturan PT.Z, tetapi mereka tidak mau mengikuti. Karena,
berdasarkan kontrak dengan PT.ABC, manajemen site ketika itu ialah
orang yang ditunjuk oleh PT. ABC sehingga mengganggap bahwa
98
peraturan yang dijalankan adalah peraturan dari PT.ABC, bukan PT.Z.
Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“Tahu. Ngga mau. Mereka kan kontraknya bukan by PT.Z, (tapi)
by PT.ABC”- (IU1)
“Mereka beranggapan „Saya jalanin apa yang PT.ABC suruh
aja‟”- (IU1)
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IP2 yang mengatakan
bahwa manajemen site proyek X ketika itu merupakan orang-orang
yang ditunjuk oleh PT.ABC. Serta didukung oleh pernyataan IP1 yang
mengatakan bahwa masalah ini merupakan kelemahan dari unsur
manusia, bukan kesalahan dari sistem. Kelemahan terdapat pada unsur
manusia yaitu kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen
site yang ditunjuk oleh PT.ABC. Berikut kutipannya:
“Kontrak sama manager nya juga orang lokal, bukan dari
corporate. Jadi, kontrak sama manager, kemudian manager HSE
itu semuanya orang lokal. Ya pokoknya mereka itu bilangnya
sudah terbiasa dengan project itu. Itu titipan dari PT.ABC,
bilangnya gitu. Cuma ternyata pak RN itu ngga bisa memenuhi
dokumen corporate gitu. Sebagai Chief manager”- (IP2)
“Nah jadi ini masalah orang sebenernya, bukan masalah sistem”-
(IP1)
Kemudian temuan pada elemen 8 berupa belum terpasangnya
bendera K3 di sekitar area proyek disebabkan karena adanya
kelemahan pada unsur manusia. Diketahui bahwa berdasarkan
wawancara kepada IU1, bendera yang seharusnya terpasang di proyek
X ketika itu belum dipesan oleh manajemen site. Berikut kutipan
wawancara kepada IU1:
“Ya..belum dipesen”- (IU1)
99
Menurut IU1, belum terpasangnya bendera K3 di proyek X
dikarenakan ketidaktahuan manajemen site untuk memasangnya.
Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“Ngga, ngga, ngga tau. Karna mereka tidak tau itu harus
dipasang...”- (IU1)
Hal itu sejalan dengan pernyataan IP1. Ia mengatakan bahwa
ketidaktahuan manajemen site ketika itu untuk memasang bendera K3
di sekitar area proyek X disebabkan karena ketidakdisiplinan
manajemen site untuk mengikuti peraturan PT. Z. Berikut kutipan
wawancara kepada IP1:
“Memang dari orangnya. Dia tidak terbiasa dengan sistem
kedisiplinannya”- (IP1)
Pemasangan bendera K3 di site berperan sebagai bentuk
kepatuhan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri karyawan
akan pentingnya K3 serta menunjukkan komitmen terhadap K3. Hal
itu disampaikan oleh IK sebagai berikut:
“Pertama, pematuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
yang kedua, karyawan atau tenaga kerja akan lebih..mereka akan
ngerasa „ooh perusahaan saya udah aware nih terhadap K3‟.
Peningkatan kesadaran diri terhadap K3 nya akan tumbuh.
Kemudian membuktikan bahwa kita komit terhadap peraturan
perundang-undangan atau persyaratan K3 atau undang-undang
terhadap K3”- (IK) Seperti yang telah dijelaskan di hasil sebelumnya bahwa
manajemen site ketika itu bukanlah orang yang ditunjuk oleh PT. Z,
melainkan orang yang ditunjuk oleh PT.ABC, sehingga manajemen
site ketika itu kurang bisa melaksanakan pemenuhan SMK3LL dengan
baik di lapangan, seperti yang dikatakan oleh IP1 berikut ini:
100
“CM nya dari lokal, semuanya dari lokal. Akibatnya dia membawa
kebiasaan-kebiasaan dia yang lama. Kira-kira seperti itu”- (IP1)
Pernyataan IP1 didukung oleh pernyataan dari IP2 yang
mengatakan bahwa penunjukkan manajemen site oleh PT.ABC tidak
diketahui oleh home office PT.Z karena tidak ada pemberitahuan
sebelumnya dari PT.ABC. Alasannya karena proyek X merupakan
proyek dengan skala kecil dan hanya bersifat pemeliharaan
(maintenance) saja. Manajemen site proyek X ketika itu baru melapor
ke home office PT. Z ketika terdapat masalah dalam hal prosedur, dan
lain sebagainya. Berikut kutipan wawancara kepada IP2 dan IP1:
“Ooh..oke..jadi gini, pada saat P-Q project X, itu tiba-tiba project
itu sudah award aja, sudah menang saja tanpa memberikan
informasi ke rekayasa (HO)”- (IP2)
“Mereka bekerja di area existing dan mereka kemudian bekerja di
proyek-proyek kecil yang sifatnya maintenance”- (IP1)
“Alesannya bahwa project itu adalah project sambungan, project
lanjutan istilahnya. Kemudian tiba-tiba ada masalah,baru melapor
ke Corporate (HO)”- (IP2)
Kemudian temuan pada elemen 8 berupa belum
didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan
sekitar area proyek. Berdasarkan wawancara kepada IU1,
pendokumentasian terhadap daftar keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar proyek X belum dibuat karena ketidaktahuan
manajemen site untuk membuat hal tersebut. Berikut kutipannya:
“Disana mereka ngga bikin, dan mereka tidak tahu..”- (IU1)
Sementara itu, menurut IU2, manajemen site ketika itu tidak
membuat pendokumentasian daftar keluhan terhadap gangguan
101
lingkungan sekitar area proyek karena memang tidak ada keluhan dari
masyarakat. Berikut kutipannya:
“Jadi proyek kita ada di lingkungan yang memang
restricted, dan kegiatannya sendiri tidak mengekspos kepada
lingkungan luar. Jadi memang tidak ada keluhan yang
muncul dari masyarakat”- (IU2)
Berdasarkan telaah dokumen dari laporan bulanan proyek X pada
periode April 2014, diketahui bahwa tidak didokumentasikannya
keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar seperti yang ada pada
Gambar 5.10 berikut:
Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d)
Gambar 5.10 Data Keluhan Terhadap Gangguan Lingkungan di
Sekitar Area Proyek
Pentingnya melakukan pendokumentasian terhadap daftar keluhan
mengenai gangguan lingkungan sekitar proyek bertujuan untuk
bertujuan untuk melakukan improve (perbaikan). Hal itu disampaikan
oleh IK sebagai berikut:
“Bisa kita melakukan improve (perbaikan). Kalau memang
ada gangguan, berarti kan ada keluhan, ya kita lakukan
perbaikan lah. Keluhannya apa nih misalnya, bunyi mesinnya
102
bising sampai merugikan masyarakat yaa harus kita lakukan
perbaikan gitu. Gimana caranya ngga bising, tidak merugikan
masyarakat gitu. Atau, debunya misalnya melampaui batas,
yaudah harus kita lakukan perbaikan”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.
Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan
manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8 di proyek
X masih terdapat kelemahan berupa ketidaktahuan manajemen site
untuk membuat prosedur mengenai informasi SMK3LL, kurangnya
kompetensi yang dimiliki oleh manajemen site yang ditunjuk oleh PT.
ABC, serta ketidaksiplinan manajemen site untuk mengikuti peraturan
PT. Z.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam
menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau
dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 8: komunikasi pada proyek X PT. Z
tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil
pada elemen 1, 2 dan 4 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa
anggaran dana yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia
dan tidak menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan elemen 8:
komunikasi.
103
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau
material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur
material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek
X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8:
komunikasi diketahui tidak memiliki kelemahan. Berdasarkan
wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang ada di proyek
X telah tersedia untuk melaksanakan kegiatan di site dan dalam
melakukan pemenuhan elemen 8: komunikasi. Hal ini diketahui
berdasarkan kutipan wawancara kepada IU2 dan IP1 ketika
ditanyakan mengenai ketersediaan perlengkapan seperti inventaris
kantor yang ada di site sebagai berikut:
“Sudah, sudah ada”- (IU2)
“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)
Namun jika ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan
material penunjang lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen
8: komunikasi diketahui memiliki kelemahan. Berdasarkan
wawancara, diketahui bahwa belum terpasangnya bendera K3 di
sekitar area proyek disebabkan karena belum adanya bendera K3 dan
tiang bendera di proyek X. Informan utama 2 mengatakan bahwa
belum terpasangnya bendera K3 di proyek X dikarenakan belum
adanya tiang bendera di area proyek X. Berikut kutipannya:
“Bukan memang karna tiangnya juga belum dipasang karna
infrastruktur itu apa datengnya, pesenannya nggak sekaligus
104
dateng. Jadi kan memang masang bendera memerlukan tiang dan
lain-lain, gitu”- (IU2)
Begitupula dengan temuan pada elemen 8 berupa belum
terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area proyek
disebabkan karena belum adanya papan statistik di area proyek X.
Belum tersedianya papan statistik kecelakaan di proyek X dikarenakan
infrastruktur kantor di site yang belum siap. Berikut kutipan
wawancara kepada IU2:
“Belum. Iya belum karna memang kita secara ini, kantor juga
belum.., kita memang mempersiapkan infrastruktur kan bertahap
untuk kantor, gitu. Jadi kita mengorder, orderan itu belum
dikerjakan. Karna idealnya pada saat itu kantor langsung ada
bulletin board, langsung ada bendera, tapi waktu itu bertahap
penyelesaiannya, gitu”- (IU2)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8 tidak terdapat kelemahan
dan telah tersedia. Namun, jika ditinjau dari unsur material mengenai
ketersediaan material penunjang lainnya dalam melaksanakan
pemenuhan elemen 8: komunikasi diketahui memiliki kelemahan
yaitu infrastruktur kantor di site yang belum siap.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam
menjalankan elemen 8: komunikasi di site, apakah sesuai dengan
peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari unsur metode
pelaksanaan manajemen site dalam melakukan pemenuhan elemen 8
pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan.
105
Karena keempat temuan yang terdapat di elemen 8 memang belum
dilakukan ketika itu, maka peneliti beranggapan tidak ada kelemahan
dalam metode pelaksanaannya.
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 8: komunikasi di
proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan diagram tulang
ikan terdapat pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi
pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di
proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat satu temuan yang
menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat. Yaitu
belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek. Berikut ini
Penyebab
Rendahnya Elemen
8: Komunikasi
Manusia
Manajemen site tidak dapat
melaksanakan SMK3LL
PT. Z dengan baik
Manajemen site tidak
disiplin dalam mengikuti
peraturan PT. Z
Kontrak kerja
dibawah PT. ABC
Material
Tidak adanya bendera K3
& papan statistik
kecelakaan
Infrastruktur kantor
di site belum siap
106
adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada pemenuhan elemen
9: tanggap darurat.
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,
meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia
mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014
diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen
1, 2, 4 dan 8 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja
yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika
ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan pekerja atau
kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen
9: tanggap darurat, masih terdapat kelemahan. Berdasarkan telaah
dokumen dari laporan bulanan proyek X pada periode April 2014,
diketahui bahwa emergency drill belum pernah dilakukan di proyek X.
Hal itu terlihat dari kosongnya tabel implementasi sistem manajemen
K3 pada baris „emergency response plan‟ seperti yang ada pada
Gambar 5.12 berikut:
107
Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d) Gambar 5.12 Belum Dilakukannya Emergency Drill di Proyek X
Temuan pada elemen 9 berupa belum pernah dilakukannya
emergency drill disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site
untuk melakukan emergency drill sendiri di area proyek. Berikut
kutipannya:
“Jadi, menurut mereka, alasannya mereka ya waktu itu,
mereka akan melakukan emergency drill bersama-sama
dengan PT.ABC, jadi mereka ngga melakukan itu. PT.ABC-
lah yang mengkomando mereka melakukan itu. Karna
menurut mereka, emergency commander nya adalah,
PT.ABC.”- (IP1)
Menurut IP1, mereka mengetahui tetapi tidak mau melakukan
emergency drill sendiri karena mereka merasa bagian dari PT.ABC.
Berikut kutipan wawancara kepada IP1:
“Mereka pasti tau itu, cuman yaa itu tadi. Karna emang
mereka merasa bagian dari PT.ABC. Gitu aja sih. Menurut
saya”- (IP1)
Menurut IK, pentingnya melakukan emergency drill di site adalah
sebagai bentuk kepatuhan, bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran diri akan K3 serta meningkatkan
108
keterampilan karyawan jika menghadapi keadaan darurat. Hal itu
disampaikan oleh IK dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
“Pertama, itu sebagai pematuhan peraturan perundang-
undangan, karna di undang-undang dikatakan bahwa minimal
pelatihan evakuasi itu dilakukan satu kali di dalam setahun.
Yang kedua, kita bisa memberikan kesadaran kepada karyawan
dan pengetahuan, memberikan keterampilan bagaimana
caranya menyikapi atau menangani jika terjadi kondisi darurat
di site. Sehingga mereka akan lebih aware gitu, apa yang harus
mereka lakukan pada saat terjadi keadaan darurat”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z
tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Namun, jika ditinjau
dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat, masih terdapat
kelemahan, yaitu ketidaktahuan manajemen site untuk melakukan
emergency drill sendiri di area proyek dan karena manajemen site
ketika itu merasa bahwa mereka merupakan bagian dari PT. ABC.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam
menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau
dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat pada proyek X
PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti
hasil pada elemen 1, 2, 4 dan 8 diketahui berdasarkan wawancara,
bahwa anggaran dana yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah
109
tersedia dan tidak menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan
elemen 9: tanggap darurat.
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau
material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur
material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek
X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9:
tanggap darurat diketahui tidak memiliki kelemahan. Namun jika
ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan material penunjang
lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat
diketahui memiliki kelemahan. Yaitu ketidaktersediaan perlengkapan
emergency di area proyek X. Menurut IU1, perlengkapan emergency
di area proyek X tidak memadai. Hal itu disebabkan karena mereka
menginduk ke PT.ABC dalam hal perlengkapan emergency.
“Ngga ada, ngga ada. Ambulans aja kaga ada”- (IU1)
“Karna ngikut PT.ABC”- (IU1)
Menurut IK, perlengkapan emergency drill yang minimal harus
tersedia di site mencakup P3K, APAR, Hydrant, dan sebagainya.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Perlengkapan emergency drill? Perlengkapan safety udah
jelas, P3K, APAR, Hydrant, segalam macem, kemudian fire
alarm, sistemnya harus ada, harus jelas, gitu sih pokoknya
peralatan safety nya harus ada, minimal”- (IK)
110
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9 tidak terdapat kelemahan.
Namun, jika ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan
material penunjang lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9
diketahui memiliki kelemahan, yaitu ketidaktersediaan perlengkapan
emergency di area proyek X. Hal tersebut dikarenakan manajemen site
bergantung ke PT. ABC dalam hal perlengkapan emergency.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam
menjalankan elemen 9: tanggap darurat di site, apakah sesuai dengan
peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari unsur metode
pelaksanaan manajemen site dalam melakukan pemenuhan elemen 9
pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui memiliki kelemahan.
Berdasarkan wawancara kepada IU1, temuan di elemen 9 berupa
belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek
disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu
manajemen site ketika itu mengikuti jadwal pelaksanaan emergency
drill PT.ABC. Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“Ya karna.. taunya mereka ngikutin schedule PT. ABC”-(IU1)
Sejalan dengan pernyataan tersebut, hal yang sama juga dikatakan
oleh IU2, ia mengakui bahwa manajemen site ketika itu memang lebih
mengacu kepada peraturan client (PT. ABC). Berdasarkan peraturan
111
PT. ABC, diketahui bahwa emergency drill baru akan dilaksanakan
pada Oktober 2014. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi emergency drill yang diminta sama client, terus terang
waktu itu kan kita mengacunya ke client, client itu kontrak kita
satu kali dalam satu tahun. Jadi emergency waktu itu kita
rencanakan di bulan Oktober. Jadi emergency drill ditentukan
di bulan Oktober waktu itu”- (IU2)
Menurut IK, pelaksanaan emergency drill yang baik ialah dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Cara pelaksanaan emergency drill yang baik yaa ikuti
prosedur yang ada, buat..ada timnya, kemudian skenarionya
jelas mau apa, kemudian pelaksanaannya gimana, pokoknya
sesuai sama prosedurnya”- (IK)
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur
metode pelaksanaan yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan
elemen 9 terdapat kelemahan, yaitu manajemen site bergantung dan
mengacu kepada jadwal pelaksanaan emergency milik client (PT.
ABC).
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 9: tanggap darurat
di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan diagram tulang
ikan terdapat pada Gambar 5.13.
112
Gambar 5.13 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9:
Tanggap Darurat pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
Berdasarkan pemaparan hasil diatas, diketahui bahwa pemenuhan HSE
Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014 belum memenuhi
persyaratan ketiga belas elemen SMK3LL PT. Z seperti yang tercantum pada
Corporate Policy (8000-PL-01) sehingga mengakibatkan rendahnya nilai
HSE Internal Control pada proyek tersebut. Berdasarkan laporan hasil HSE
Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014, diketahui terdapat lima
elemen yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah. Yaitu elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:
komunikasi dan elemen 9: tanggap darurat.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa unsur dana telah tersedia
dan tidak menjadi penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada
proyek X PT. Z tahun 2014. Rendahnya nilai HSE Internal Control pada
Penyebab
Rendahnya Elemen
9: Tanggap Darurat
Manusia
Metode Material
Kontrak kerja
dibawah PT. ABC
Merasa sebagai
bagian PT. ABC
Tidak melakukan
emergency drill
Perlengkapan emergency
drill di proyek X tidak
memadai
Menginduk ke PT.
ABC
Kesalahan acuan
peraturan
Belum adanya
emergency drill
113
proyek X PT. Z tahun 2014 secara keseluruhan disebabkan oleh unsur
manusia, dan unsur metode. Selain unsur manusia dan metode, unsur material
juga merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai pemenuhan pada elemen
8: komunikasi dan elemen 9: tanggap darurat. Seperti yang terdapat pada
Tabel 5.7 berikut:
Tabel 5.7 Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Pada
Proyek X PT.Z tahun 2014
Keterangan:
Gambar 5.8 pada halaman selanjutnya merupakan gambar akar penyebab
rendahnya nilai HSE Internal Control secara keseluruhan pada proyek X PT.
Z tahun 2014. Berdasarkan penelitian, diketahui penyebab dari unsur manusia
yaitu: manajemen site tidak dapat melaksanakan SMK3LL PT. Z dengan baik
yang disebabkan karena kurangnya komunikasi/ koordinasi antara home
office dan site, cara perekrutan manajemen site yang tidak sesuai prosedur
dan komitmen manajemen site yang kurang terhadap PT. Z; manajemen site
tidak dapat melakukan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik disebabkan
karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian
PT. Z dan kurangnya kompetensi manajemen site; manajemen site tidak
No. Elemen Manusia Anggaran
Dana
Material Metode
1. 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan - -
2. 2: Kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan - -
3. 4: Manajamen Subkontraktor - - -
4. 8: Komunikasi - -
5. 9: Tanggap darurat -
() : Penyebab
( - ) : Bukan Penyebab
114
disiplin dalam mengikuti peraturan PT. Z disebabkan karena kontrak kerja
dibawah PT. ABC.
Penyebab dari unsur material yaitu: tidak adanya bendera K3 dan papan
statistik kecelakaan disebabkan karena infrastruktur kantor di site belum siap;
perlengkapan emergency drill yang tidak memadai disebabkan karena
manajemen site menginduk ke PT. ABC. Penyebab dari unsur metode yaitu:
manajemen site belum menyusun rencana pelaksanaan K3LL, tidak
mencetak/ menempel kebijakan K3 di sekitar area kerja, tidak melakukan
pendokumentasian pekerjaan, melakukan pengadaan subkontraktor langsung
di site dan tidak dilakukannya emergency drill disebabkan karena kesalahan
acuan peraturan.
115
Gambar 5.14 Akar Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Secara Keseluruhan Pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
Penyebab
Rendahnya Nilai
HSE Internal
Control pada
Proyek X PT. Z
Tahun 2014
Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2:
Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan
Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen
1: Kebijakan dan Kepemimpinan
Penyebab Rendahnya Pemenuhan
Elemen 4: Manajemen Subkontraktor
Penyebab Rendahnya Pemenuhan
Elemen 8: Komunikasi Penyebab Rendahnya Pemenuhan
Elemen 9: Tanggap Darurat
Kesalahan acuan
peraturan
Metode
Kesalahan penyusunan rencana pelaksanaan K3LL
Belum terdapat keb.K3 di area
kerja
Belum terdapat pendokumentasi-
an pekerjaan
Manusia
Tidak dapat
melaksanakan SMK3LL
Komitmen kurang terhadap PT. Z
Cara rekrutmen
tak sesuai
Komu-
nikasi
kurang
Metode
Kesalahan
acuan
peraturan
Manusia
Tidak dapat
melaksanakan SMK3LL
Pihak site tdk mendapat
sosialisasi tentang sistem
pendokumentasian PT. Z
Kurangnya
Komunikasi
Kompetensi
manajemen
site kurang
Metode Subkontraktor tidak
terdata di HO
Pengadaan subkon
langsung di site
Kesalahan acuan
peraturan
Manusia
Tidak dapat melaksanakan SMK3LL
Tidak disiplin mengikuti
peraturan PT. Z
Kontrak kerja
dibawah PT. ABC
Material
Tidak ada bendera
K3 & papan statistik
Infrastruktur kantor
di site belum siap Metode
Belum adanya
emergency drill
Kesalahan acuan
peraturan
Manusia Tidak melakukan
emergency drill
Merasa sebagai bagian
dari PT. ABC
Kontrak kerja
dibawah PT. ABC
Material
Perlengkapan
emergency drill
tidak memadai
Kesalahan acuan
peraturan
116
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan peneliti saat mencari tahu penyebab rendahnya nilai HSE
Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ialah, kemampuan mengingat
informan yang terkadang lupa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saat
melakukan wawancara. Serta tidak dapat melihat dokumen rincian anggaran dana
proyek X PT.Z, sehingga hanya dapat dilakukan dengan metode wawancara.
B. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun
2014
Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) di proyek harus
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan SMK3 perusahaan dan peraturan nasional.
Namun berdasarkan hasil laporan HSE Internal Control PT.Z tahun 2014,
diketahui bahwa proyek X memiliki nilai pemenuhan dibawah standar yang
ditetapkan perusahaan. Terdapat lima elemen dari total keseluruhan tiga belas
elemen SMK3 perusahaan yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah. Elemen-
elemen yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah ialah elemen 1: kebijakan
dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi dan
elemen 9: tanggap darurat. Berikut adalah pembahasan mengenai penyebab
rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ditinjau
dari unsur manajemen (manusia, anggaran dana, material dan metode):
117
1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan
Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa
terdapat delapan temuan yang ada pada elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan seperti yang ada pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan
Elemen 1
Kebijakan dan Kepemimpinan
1. Belum adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area
kerja dan/ atau bukti sosialisasi dalam lembar induksi
2. Belum adanya rencana pelaksanaan K3LL yang telah disetujui
3. Belum diajukannya struktur organisasi P2K3 atau Safety
Committee Organization di site
4. Belum adanya sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL
5. Belum ditentukannya objective/ target K3LL
6. Belum berjalannya evaluasi dalam pemilihan subkontraktor
7. Belum disusunnya job description untuk setiap personel
karyawan
8. Belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk
melaksanakan SMK3LL di site Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan, bahwa unsur uang
dan material tidak terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan metode
diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur
manusia yaitu cara perekrutan manajemen site yang tidak sesuai prosedur,
yang disebabkan karena kurangnya koordinasi antara home office dan site.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu kesalahan
acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kelemahan-
kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan HSE
118
Internal Control pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di proyek X
PT. Z tahun 2014.
Salah satu unsur manajemen ialah uang (money) yang dalam penelitian ini
disebut dengan anggaran dana. Anggaran dana adalah modal organisasi
perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat
(Naja, 2004). Anggaran merupakan salah satu bentuk perencanaan yang harus
ditentukan sejak awal. Anggaran menunjukkan perencanaan penggunaan dana
untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Manajer proyek
harus mempunyai kemampuan untuk menjaga agar perkembangan proyek
berada pada batas-batas anggaran yang telah ditetapkan (Herjanto, 2007).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X
telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.
Unsur manajemen lainnya adalah material, yang dimaksud dengan
material dalam penelitian ini ialah ketersediaan inventaris kantor yang
digunakan dalam melaksanakan pemenuhan elemen kebijakan dan
kepemimpinan. Pentingnya unsur material akan berpengaruh pada kegiatan
manajerial maupun keefektifan kegiatan operasional yang berlangsung di
dalamnya (Moekijat, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan
wawancara diketahui bahwa inventaris kantor di proyek X telah tersedia dan
memadai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peralatan kantor berarti
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan.
Adapun peralatan kantor yang dimaksud contohnya berupa mesin fotocopy,
komputer dan scanner.
119
Sejalan dengan itu, hal yang sama juga disampaikan oleh informan kunci
yang mengatakan bahwa unsur material yang minimal harus ada di site ialah
komputer, printer, scanner, mesin foto copy, dan peralatan tulis. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada manajemen site proyek
X, unsur material yang disebutkan tadi telah tersedia dan memadai. Oleh
karena itu, unsur material tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan
pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan telaah dokumen, diketahui
bahwa terdapat temuan berupa belum disusunnya job description untuk setiap
personel karyawan. Sementara itu, berdasarkan telaah dokumen PT. Z nomor
8000-PL-01 tentang HSE Management System Implementation Policy Rev. F
tertera mengenai struktur organisasi HSE di proyek beserta job description
nya masing-masing. Struktur organisasi HSE di proyek terdiri dari Chief
HSE, HSE Administrator dan HSE Superintendent. Berikut adalah contoh
beberapa job description dari ketiganya:
a. Chief HSE
1. Memastikan semua aktivitas K3LL di lapangan berjalan dengan baik
2. Memastikan implementasi prosedur dan dokumen lainnya yang
berhubungan dengan K3LL di site project berjalan dengan baik
3. Menjadi sekretaris P2K3 di proyek
4. Membuat statistik terhadpa semua kecelakaan/ kejadian di tempat
kerja
5. Menerapkan sistem yang sudah dibentuk serta bertanggung jawab
terhadpa inplementasi sistem tersebut di lapangan
120
b. HSE Administrator
1. Membantu chief HSE
2. Mengkoordinasikan semua kegiatan K3LL pada proyek yang
dikerjakan
3. Menyiapkan dan merawat prosedur dan dokumen K3LL lainnya
4. Mengidentifikasi peraturan perundangan
5. Mengumpulkan, menganalisis dan merawat data statistik kecelakaan
dan inside di area kerja
c. HSE Superintendent
1. Membantu chief HSE untuk memastikan bahwa semua kegiatan K3LL
di proyek dikerjakan
2. Membantu Chief HSE menegakkan prosedur dan dokumen K3LL
lainnya
3. Membantu Chief HSE untuk mengidentifikasi peraturan dan
perundangan yang berlaku
4. Membantu Chief HSE menjadi sekretaris P2K3
5. Membantu Chief HSE untuk membuat laporan statistik kecelakaan di
tempat kerja
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui
terdapat kelemahan pada unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang
digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kesalahan acuan peraturan dapat
mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan,
rencana dan prosedur perusahaan atau ketidaksesuaian dengan berbagai
hukum dan peraturan yang relevan (Tugiman, 2006).
121
Kesalahan acuan peraturan yang terjadi di proyek X berkaitan dengan
kelemahan pada unsur manusia. Kesalahan acuan peraturan disebabkan
karena manajemen site ketika itu bukanlah orang yang berasal dari PT. Z
melainkan orang rekomendasi dari PT. ABC selaku perusahaan pemberi
kerja. Hal itu terjadi karena cara perekrutan manajemen site ketika itu tidak
sesuai prosedur yang dimiliki oleh PT. Z. Perekrutan pegawai yang tidak
sesuai prosedur dapat mengakibatkan suatu masalah yang akan timbul
dikemudian hari, contohnya seperti menurunnya produktifitas perusahaan
karena pegawai tersebut akan merasa resah, turunnya semangat kerja,
produktifitas kerja menurun, kurangnnya tanggung jawab, kekeliruan dalam
melaksanakan pekerjaan yang akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan
perusahaan (Nugroho, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, cara rekrutmen
yang tidak sesuai prosedur disebabkan karena kurangnya komunikasi atau
koordinasi antara home office dan site. Menurut Edwin Emery, komunikasi
adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang kepada orang
lain. Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain (Suprapto, 2009). Terdapat dua bentuk dasar
komunikasi yang lazim digunakan (Purwanto, 2006):
1. Komunikasi Verbal
Contoh komunikasi verbal ialah membuat dan mengirim surat kontrak
kerja kepada pihak lain; membuat dan mengirim surat teguran;
membuat dan mengirim surat pemberitahuan ke media massa; membuat
dan mengirim surat pengumuman ke media massa.
122
2. Komunikasi Nonverbal
Contoh komunikasi nonverbal ialah menggertakan gigi untuk
menunjukkan kemarahan; mengerutkan dahi nutuk menunjukkan
sedang berpikir keras; dan berpangku tangan untuk menunjukkan
seseorang sedang melamun.
Sedangkan, koordinasi menurut Dr. Awaluddin Djamin M.P.A dalam
Susilo (2014) adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit
dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga dapat saling mengisi,
membantu dan melengkapi satu sama lain. Pada setiap organisasi atau
perusahaan, setiap bagian atau unit kerja harus bekerja secara terkoordinasi
agar dapat menghasilkan hasil yang diharapkan (Fathurrohman, 2012).
Komunikasi dan koordinasi dalam suatu organisasi atau perusahaan
menjadi penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena komunikasi
merupakan perekat organisasi, dan koordinasi adalah asal muasal dari kerja
sama tim serta terbentuknya sinergi (Dwidjowijoto, 2006). Adapun akibat
yang ditimbulkan dari kurangnya komunikasi dan koordinasi dapat
menimbulkan terjadinya hubungan kerja yang kurang baik, dan apabila
dibiarkan dapat dampak yang kurang baik terhadap etos kerja dan pada
akhirnya akan membawa dampak negatif untuk merealisasikan program kerja
(Sukoco, 2013). Komunikasi dan koordinasi yang baik dapat membantu
perusahaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Dengan adanya
komunikasi dua arah, maka dapat menimbulkan suasana keterbukan antara
pimpinan dengan bawahan yang akhirnya dapat memberikan pengaruh
terhadap produktivitas kerja pegawai (Sukoco, 2013).
123
Untuk menanggulangi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan di proyek X, maka perlu dilakukan peningkatan
komunikasi atau koordinasi antara home office dan site. Peningkatan
komunikasi atau koordinasi dapat dilakukan dengan cara menginformasikan
segala perubahan yang terjadi dengan segera baik di home office dan site
melalui sistem informasi manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).
Sistem informasi manajemen adalah sebuah sistem yang terpadu untuk
menyajikan informasi yang mendukung fungsi operasi, manajemen dan
pengambilan keputusan dalam organisasi (Marimin, 2006). Sistem informasi
manajemen adalah sebuah sistem yang sudah terkomputerisasi, yang
membuat informasi berguna untuk pemakainya dengan keperluan yang sama.
Keluaran informasi nantinya digunakan oleh para karyawan saat membuat
keputusan dalam memecahkan masalah (Gaol, 2008).
Selain dengan melakukan peningkatan komunikasi antara home office dan
site, pihak home office dapat memberikan sanksi jika memungkinkan.
Menurut Geller (2001) sanksi atau hukuman adalah konsekuensi yang
diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang
tidak diharapkan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan, maka perlu dilakukan peningkatan komunikasi verbal dan
koordinasi antara home office dan site. Peningkatan komunikasi verbal
dilakukan dengan menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan
124
segera, baik di home office dan site melalui sistem informasi manajemen
(email/ dropbox/ website perusahaan).
2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa
terdapat lima temuan yang ada pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan seperti yang ada pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-
Undangan
Elemen 2
Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum/
peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek 2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar
internasional 3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman
aturan kerja di proyek 4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik 5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan
dan persyaratan lain Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, bahwa unsur uang dan material tidak terdapat kelemahan. Namun
unsur manusia dan metode diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan
yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak dapat
melaksanakan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik yang disebabkan
karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen site, dan pihak
site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian PT. Z yang
disebabkan karena kurangnya komunikasi atau koordinasi antara home office
125
dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode disebabkan
karena kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site.
Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan
HSE Internal Control pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.
Menurut Suparmoko (2007) uang merupakan alat yang penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Diketahui, berdasarkan penelitian yang dilakukan
dengan wawancara, dalam melaksanakan pemenuhan terhadap elemen 2:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dana yang
dikeluarkan oleh PT. Z telah cukup dan memadai. Oleh karena itu, anggaran
dana tidak menjadi penyebab dalam rendahnya pemenuhan pada elemen 2:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun
2014.
Sedangkan, jika ditinjau dari unsur material yang dimaksud dalam
penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor contohnya seperti
komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui
bahwa terdapat kelemahan dari unsur metode pada pemenuhan elemen 2:
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun
2014. Kelemahan pada unsur metode itu ialah kesalahan acuan peraturan
126
yang digunakan oleh manajemen site dalam melaksanakan SMK3LL di site.
Menurut Tugiman (2006), akibat dari kesalahan acuan peraturan dalam
melakukan pekerjaan dapat mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan
berbagai kebijaksanaan, rencana dan prosedur perusahaan atau
ketidaksesuaian dengan berbagai hukum dan peraturan yang
relevan (Tugiman, 2006).
Kesalahan acuan peraturan di proyek X ketika itu disebabkan karena pihak
site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian yang
dimiliki oleh PT. Z. Sosialisasi merupakan upaya penyegaran kembali
pengetahuan K3 sehingga diharapkan nantinya dapat menciptakan lingkungan
kerja yang aman, nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya
kecelakaan kerja (Rabilzani, 2013). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50
tahun 2012 tentang SMK3 menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan
dan persyaratan lain harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja.
Pentingnya sosialisasi K3 adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
motivasi K3 karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho
(2008), terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan sosialisasi K3
terhadap pengetahuan, sikap dan motivasi K3 karyawan.
Selain karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem
pendokumentasian PT. Z, berdasarkan penelitian diketahui pula bahwa
kurangnya kompetensi manajemen site juga merupakan penyebab manajemen
site tidak dapat melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X dengan baik.
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang mencakup
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku (Pratama dkk, 2005).
127
Kompetensi ini penting dimiliki oleh pekerja dalam suatu perusahaan untuk
mencapai keberhasilan dalam mengatasi tantangan-tantangan yang ada di
sekitar lingkungan perusahaan, mampu menyusun tujuan-tujuam dalam
bekerja dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (Widyarini,
2009).
Penempatan pegawai sesuai kompetensi sangat penting di perusahaan agar
mereka dapat memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan.
Karena dengan kompetensi yang dimilikinya, ia dapat mencapai tujuan
perusahaan dan meningkatkan produktifitas perusahaan (Hutapea, 2008).
Kurangnya kompetensi pegawai dalam perusahaan akan mangakibatkan
pegawai akan memandang rendah kecakapan dirinya sendiri sehingga tidak
mampu bekerja dengan maksimal dalam mengatasi tantangan dan tidak akan
mampu mencapai tujuan dari perusahaan (Widyarini, 2009).
Kompetensi pegawai dapat ditingkatkan dengan melakukan pelatihan
sesuai dengan jabatannya. Pelatihan merupakan salah satu bentuk
pengembangan terhadap sumber daya manusia di dalam perusahaan (Hamid,
2014). Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan
sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan
intelektual dan kepribadian manusia (Tangkilisan, 2005). Berdasarkan
dokumen PT. Z Nomor 8000-PL-01 Rev. D, kebutuhan pelatihan sesuai
dengan jabatan karyawan terdapat dalam matriks training perusahaan.
Pelatihan spesifik yang dikhususkan untuk manajemen site, salah satunya
adalah pelatihan mengenai AK3U dan SMK3.
128
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, maka perlu dilakukan sosialisasi terhadap
sistem pendokumentasian PT. Z ke pihak site. Selain itu, untuk meningkatkan
kompetensi pegawai, maka perlu dilakukan pelatihan di tingkat manajemen
site sesuai dengan jabatan masing-masing.
3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor
Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa
terdapat satu temuan yang ada pada elemen 4: manajemen subkontraktor.
Temuan tersebut yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety
Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4:
manajemen subkontraktor, bahwa unsur manusia, uang dan material tidak
terdapat kelemahan. Namun metode diketahui masih terdapat kelemahan.
Kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu pengadaan subkontraktor
langsung dilakukan di site. Kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya
nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 4: manajemen
subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.
Uang adalah persediaan asset yang dapat dengan segera digunakan untuk
melakukan transaksi (Mankiw, 2007). Uang merupakan alat yang penting
untuk mencapai tujuan organisasi (Suparmoko, 2007). Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan
tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen
subkontraktor.
129
Material merupakan bahan setengah jadi dan bahan jadi. Untuk mencapai
hasil yang lebih baik, penggunaan material sebagai salah satu sarana
manajemen harus benar-benar tepat (Suparmoko, 2007). Material yang
dimaksud dalam penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor
contohnya seperti komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah
memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4:
manajemen subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, terdapat
kelemahan pada unsur metode yaitu belum berjalannya penilaian Contractor
Safety Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Temuan ini
berkaitan dengan pelaksana metodenya. Manajemen site ketika itu langsung
melakukan pengadaan subkontraktor di site. Hal tersebut mengakibatkan
subkontraktor tidak terdata di home office PT. Z dan menjadi tidak terkontrol.
Temuan pada elemen 4 ini tidak sesuai dengan kebijakan K3 PT. Z nomor
8000-PL-01 HSE Management System Implementation Policy revisi F.
Didalam kebijakan K3 PT. Z menyatakan bahwa “project manager, project
procurement manager dan construction manager wajib memastikan bahwa
semua calon subkontraktor PT. Z yang akan mengikuti tender sudah lulus
program CSMS”.
Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan suatu sistem
manajemen utnuk mengelola K3 kontraktor yang bekerja di lingkungan
perusahaan. Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan
sistem komprehensif dalam pengelolaan kontraktor sejak tahap perencanaan
130
sampai pelaksanaan pekerjaan (Ramli, 2009). Penerapan CSMS bila tidak
berjalan dengan baik dapat menimbulkan rendahnya kesadaran akan
pentingnya penerapan K3 di lingkungan kerja. Efek jangka panjang yang
timbul adalah dapat terjadi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
pencemaran lingkungan dan kerugian-kerugian besar lainnya seperti
kerusakan alat, menurunnya produksi dan citra perusahaan, serta adanya
perbaikan sistem manajemen (Falenshina, 2012). Penilaian CSMS berkaitan
dengan penilaian Key Performance Indicator (KPI) HSE. Subkontraktor yang
telah lulus CSMS dan terdata di home office, serta aktif bekerja di proyek
harus diaudit setidaknya satu bulan sekali untuk mengukur kinerja HSE
subkontraktor tersebut, hasil audit nantinya berupa nilai Key Performance
Indicator (KPI) HSE (PT. Z, 2014).
Mengacu kepada kebijakan K3 PT. Z nomor 8000-PL-01 HSE
Management System Implementation Policy revisi F, KPI merupakan suatu
nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja subkontraktor yang bekerja di
proyek PT. Z. Kepatuhan terhadap program CSMS dan pelaksanaan KPI akan
menjadi salah satu item penilaian pembagian insentif reward safety (PT.Z,
2014). Key performance indicator (KPI) bertujuan untuk memastikan
subkontraktor mengimplementasikan sistem K3 dalam operasionalnya
(Soemohadiwidjojo, 2015).
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen
subkontraktor, maka home office PT. Z perlu meningkatkan lagi pengawasan
terhadap para subkontraktor yang akan atau sedang bekerja di proyek PT. Z.
131
Pengawasan dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek
sebelum periode pelaksanaan audit internal untuk memastikan bahwa para
subkontraktor telah lulus penilaian CSMS.
4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi
Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa
terdapat empat temuan yang ada pada elemen 8: komunikasi seperti yang
terdapat pada Tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi
Elemen 8
Komunikasi
1. Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL
2. Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek
3. Belum terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area
proyek
4. Belum didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar area proyek Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 8: komunikasi, bahwa unsur uang dan metode tidak
terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan material diketahui masih
terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu
manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 8 dengan
baik yang disebabkan karena manajemen site tidak disiplin dalam mengikuti
peraturan PT. Z. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur material
disebabkan karena tidak adanya bendera K3 dan papan statistik kecelakaan di
site yang disebabkan karena infrastruktur kantor di site ketika itu belum siap.
Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan
132
HSE Internal Control pada elemen 8: komunikasi di proyek X PT. Z tahun
2014.
Salah satu sumber daya dalam perusahaan ialah dana. Dalam menyusun
perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, termasuk
dana (Republik Indonesia, 2012). Uang merupakan faktor penting dalam
penerapan K3 di perusahaan. Terbatasnya dana (Sudjana, 2006 dalam
Pratasis, 2011) dan minimnya alokasi dana untuk pelaksanaan K3 dapat
menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3 di perusahaan (Adawiah,
2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui
bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi.
Metode merupakan suatu cara dalam melakukan sesuatu, terutama yang
berkenaan dengan rencana tertentu (Machali, 2009). Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa unsur metode tidak menjadi penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 8: komunikasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, terdapat
kelemahan pada unsur material yaitu tidak adanya bendera K3 dan papan
statistik kecelakaan di site. Keberadaan bendera K3 di site menjadi penting
karena berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
nomor KEP. 1135/MEN/1987 Tentang Bendera K3, bendera K3 berperan
sebagai identitas K3 perusahaan. Sedangkan, pentingnya papan statistik
kecelakaan ialah untuk menilai kinerja program K3. Adanya papan statistik
kecelakaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi naik turunnya tren dari
133
suatu kejadian kecelakaan kerja, serta untuk mengetahui peningkatan atau
berbagai hal yang dapat memperburuk kinerja K3 (Fachruddin, 2015).
Belum adanya bendera K3 dan papan statistik kecelakaan di site
disebabkan karena infrastruktur kantor di site belum siap. Infrastruktur
merupakan bagian-bagian berupa sarana dan prasarana yang tidak terpisahkan
satu sama lain (Grigg, 1988 dalam Mubarokah, 2015). Ketersediaan infra-
sruktur akan berpengaruh kepada keberhasilan perusahaan. Maka dari itu,
harus dilakukan perencanaan yang matang sebelum berangkat ke site,
termasuk membuat desain yang akan digunakan sebagai kantor disana
nantinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara, penyebab
rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi pada proyek X berkaitan
dengan unsur manusia. Karena, manajemen site ketika itu tidak disiplin dalam
mengikuti peraturan PT. Z. Ketidakdisiplinan manajemen site disebabkan
karena kontrak kerja manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC selaku
perusahaan pemberi kerja.
Ketidakdisiplinan disebabkan karena rendahnya kesadaran pekerja dalam
mematuhi peraturan keselamatan kerja, tidak melaksanakan prosedur kerja,
sehingga dapat menimbulkan kerugian. Apabila kedisiplinan tidak terlaksana
dengan baik, maka dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan kerja dan
masalah kesehatan. Ketidakdisiplinan juga berpengaruh terhadap penurunan
absensi pekerja (Anggraeni, 2014).
134
Oleh karena itu, kedisiplinan karyawan perlu ditingkatkan. Kedisiplinan
karyawan dapat ditingkatkan oleh beberapa hal, antara lain (Sari, 2014):
(1) penetapan aturan yang jelas; (2) penerapan konsekuensi terhadap
kedisiplinan dan ketidakdisiplinan yang jelas; (3) menjadikan aspek
kedisiplinan sebagai bagian dari penilaian kinerja; dan (4) mengidentifikasi
penyebab ketidakdisiplinan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi, maka
manajemen site diharapkan segera melengkapi infrastruktur di site (berupa
bendera dan papan statistik kecelakaan). Karena dua hal tersebut berperan
sebagai bentuk pematuhan terhadap peraturan perundangan dan bertujuan
untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap K3. Selain itu, untuk
meningkatkan kedisiplinan karyawan yaitu dengan menetapkan aturan yang
jelas termasuk memperjelas kontrak kerja manajemen site; menerapkan
konsekuensi yang jelas; menjadikan aspek kedisiplinan sebagai bagian dari
penilaian kinerja; dan mengidentifikasi penyebab ketidakdisiplinan.
5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat
Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa
terdapat satu temuan yang ada pada elemen 9: tanggap darurat. Temuan
tersebut yaitu belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat, bahwa unsur uang tidak terdapat
kelemahan. Namun unsur manusia, material dan metode diketahui masih
terdapat kelemahan.
135
Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak
melakukan emergency drill di area proyek karena manajemen site merasa
sebagai bagian dari PT. ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja
manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC. Kelemahan yang terdapat pada
unsur material yaitu perlengkapan emergency drill di proyek X tidak
memadai yang disebabkan karena manajemen site ketika itu menginduk ke
PT. ABC. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu
kesalahan acuan peraturan yang digunakan sehingga emergency drill tidak
dilakukan di area proyek X. Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan
rendahnya nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 9: tanggap
darurat di proyek X PT. Z tahun 2014.
Uang merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan
dalam proses manajemen (Thomas 2001). Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat. Perusahaan
harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan K3 secara menyeluruh,
salah satunya untuk pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat
evakuasi (Republik Indonesia, 2012).
Material merupakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan.
Konsep material ini meliputi perencanaan dan pengendalian bahan-bahan
yang digunakan dalam kegiatan (Sandiwala, 2007). Material yang dimaksud
pada elemen 9: tanggap darurat ini meliputi perlengkapan emergency drill
yang ada di proyek X. Pelaksanaan emergency drill merupakan bentuk
implementasi program peningkatan kesadaran (awareness) (Sahab, 1997).
136
Tujuan dari pelaksanaan emergency drill adalah agar tim tanggap darurat dan
semua karyawan memahami dan terlatih dalam menghadapi keadaan darurat.
Serta untuk memastikan semua sarana atau peralatan darurat selalu dalam
keadaan siap pakai dan berfungsi dengan baik (Kemenkes, 2010).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa unsur material yang ada di proyek
X terdapat kelemahan dan menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 9: tanggap darurat. Kelemahan pada unsur material ialah,
perlengkapan emergency drill yang tidak memadai. Perlengkapan emergency
drill merupakan salah satu hal wajib dalam mendukung kegiatan
pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat (emergency).
Tidak adanya perlengkapan emergency drill pada proyek X PT. Z
berkaitan dengan unsur metode. Yaitu kesalahan acuan peraturan yang
digunakan oleh manajemen site. Manajemen site ketika itu lebih mengacu
kepada peraturan PT. ABC, sehingga alasan mereka tidak melaksanakan
emergency drill di proyek X ialah karena mereka mengikuti jadwal
emergency drill milik PT. ABC. Kesalahan acuan peraturan dapat
mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan,
rencana dan prosedur perusahaan atau ketidaksesuaian dengan berbagai
hukum dan peraturan yang relevan (Tugiman, 2006).
Belum dilakukannya emergency drill di proyek X berkaitan pula dengan
unsur manusia. Yaitu karena manajemen site merasa sebagai bagian dari PT.
ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja manajemen site ketika itu
dibawah PT. ABC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan
wawancara, diketahui bahwa manajemen site ketika itu bukanlah orang yang
137
ditunjuk langsung dari home office. Akan tetapi, manajemen site ketika itu
ialah orang rekomendasi dari PT. ABC, sehingga ia tidak merasa
berkewajiban untuk menjalankan peraturan dari PT. Z.
Masuknya manajemen site proyek X tersebut terjadi karena cara
rekrutmen yang tidak sesuai dengan prosedur. Rekrutmen merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, guna memperoleh
calon-calon pegawai yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu
jabatan tertentu, yang dibutuhkan oleh suatu organisasi (Sirait, 2006).
Kendala yang dapat ditemukan pada saat rekrutmen dapat bersumber dari
organisasi yang bersangkutan sendiri, kebiasaan pencari tenaga kerja, dan
faktor-faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan sekitar organisasi
(Setiani, 2013). Dibutuhkan cara rekrutmen pegawai yang baik untuk
meminimalisir kendala-kendala tersebut. Menurut Sinurat (2008), terdapat
sistem dan prosedur rekrutmen atau seleksi yang banyak dianut perusahaan-
perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri, yakni sebagai berikut
(Gambar 6.1):
138
Sumber: Sinurat, Sahala. P. 2008. Langkah Tepat Melakukan Rekrutmen dan Seleksi.
Jakarta: Erlangga
Gambar 6.1 Alur rekrutmen atau seleksi yang banyak dianut perusahaan-
perusahaan di Indonesia
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat, maka
manajemen site diharapkan agar agar ke depannya dapat melaksanakan
emergency drill secara independen (tidak bergantung kepada PT. ABC)
dengan membuat skenario dan prosedur emergency drill sendiri. Kemudian
manajemen site diharapkan agar segera melengkapi perlengkapan emergency
drill di site; serta untuk pihak home office agar lebih meningkatkan lagi
pengawasan terhadap proses rekrutmen manajemen site agar sesuai prosedur
yang telah ditetapkan perusahaan.
Permintaan Pengguna
Pemasangan Iklan
Seleksi Administrasi
Tes
Wawancara Pengecekan Kesehatan
Pengecekan Referensi
Penawaran
Menjadi Karyawan
139
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. PT. Z merupakan perusahaan yang bergerak di bidang engineering,
procurement dan construction (EPC), yakni engineering (merancang suatu
pabrik), procurement (mendatangkan material untuk mendukung
pembangunan suatu pabrik), dan construction (memasang material hingga
menjadi suatu pabrik). Kemudian, proyek X merupakan salah satu proyek
yang di-maintenance oleh PT. Z sebagai kontraktornya. Proyek X adalah
salah satu proyek pemanfaatan energi yang dihasilkan dari panas yang
berasal dari dalam perut bumi (geothermal).
2. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan
kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z
tahun 2014 terdapat pada unsur manusia dan metode. Kelemahan yang
terdapat pada unsur manusia yaitu cara perekrutan manajemen site yang
tidak sesuai prosedur, yang disebabkan karena kurangnya komunikasi
antara home office dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada
unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh
manajemen site ketika itu.
3. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE Internal Control di
proyek X PT. Z tahun 2014 terdapat pada unsur manusia dan metode.
140
Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak
dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik yang
disebabkan karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen
site, dan pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem
pendokumentasian PT. Z yang disebabkan karena kurangnya komunikasi
atau koordinasi antara home office dan site. Sedangkan kelemahan yang
terdapat pada unsur metode disebabkan karena kesalahan acuan peraturan
yang digunakan oleh manajemen site.
4. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen
subkontraktor berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z
tahun 2014 terdapat pada unsur metode. Yaitu pengadaan subkontraktor
langsung dilakukan di site.
5. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi berdasarkan
hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014 terdapat pada
unsur manusia dan material. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia
yaitu manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 8
dengan baik yang disebabkan karena manajemen site tidak disiplin dalam
mengikuti peraturan PT. Z. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada
unsur material disebabkan karena tidak adanya bendera K3 dan papan
statistik kecelakaan di site yang disebabkan karena infrastruktur kantor di
site ketika itu belum siap.
6. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat
berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014
terdapat pada unsur manusia, material dan metode. Kelemahan yang
141
terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak melakukan
emergency drill di area proyek karena manajemen site merasa sebagai
bagian dari PT. ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja
manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC. Kelemahan yang terdapat
pada unsur material yaitu perlengkapan emergency drill di proyek X tidak
memadai yang disebabkan karena manajemen site ketika itu menginduk ke
PT. ABC. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu
kesalahan acuan peraturan yang digunakan sehingga emergency drill tidak
dilakukan di area proyek X.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:
a. Berdasarkan penyebab pada unsur manusia:
1. Perlu dilakukan peningkatan komunikasi verbal dan koordinasi antara
home office dengan site. Peningkatan komunikasi verbal dilakukan
dengan menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan
segera, baik di home office dan site melalui sistem informasi
manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).
2. Pihak home office dapat memberikan sanksi yang tegas kepada
manajemen site untuk setiap temuan-temuan yang ada. Sanksi yang
diberikan dapat berupa penundaan gaji, surat peringatan hingga
pemecatan karyawan.
3. Untuk meningkatkan kompetensi pegawai mengenai SMK3, maka perlu
dilakukan pelatihan mengenai SMK3, khususnya SMK3 PT. Z di
tingkat manajemen site.
142
4. Pihak home office harus menetapkan aturan yang jelas termasuk
memperjelas kontrak kerja manajemen site, serta menerapkan
konsekuensi yang jelas jika manajemen site tidak menjalankan
SMK3LL PT. Z di proyek.
b. Berdasarkan penyebab pada unsur material:
1. Manajemen site diharapkan segera melengkapi infrastruktur di site
(berupa bendera dan papan statistik kecelakaan).
2. Manajemen site diharapkan agar segera melengkapi perlengkapan
emergency drill di site.
c. Berdasarkan penyebab pada unsur metode:
1. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap sistem pendokumentasian PT. Z ke
pihak site. Sosialisasi dapat dilakukan melalui email/ dropbox
perusahaan.
2. Manajemen site diharapkan agar ke depannya dapat melaksanakan
emergency drill secara independen (tidak bergantung kepada PT. ABC)
dengan membuat skenario dan prosedur emergency drill sendiri.
d. Pihak home office perlu meningkatkan pengawasan terhadap proyek-
proyek yang sedang dikerjakannya. Jika memungkinkan, pengawasan
dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek sebelum
periode pelaksanaan audit internal dimulai.
e. Pihak home office disarankan untuk meningkatkan pengawasan terhadap
proses rekrutmen manajemen site agar sesuai prosedur yang telah
ditetapkan perusahaan.
143
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, R.; Mardiyono, M. 2010. Work Protection for Female Labors (A Study on the
Implementation of the Policy of Job Safety and Health at the PT. Sarikaya Sega
Utama in Banjarbaru, South Kalimantan). Tesis. Malang: Universitas Brawijaya
Akbar, Ali. A. 2007. Konspirasi Di Balik Lumpur Lapindo Dari Aktor Hingga Strategi
Kotor. Yogyakarta: Penerbit Galangpress
Almani, H.; Wahyu, A.; Rahim, M. R. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi
Karyawan Unit Produksi Tonasa IV terhadap Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerjadi PT. Semen Tonasa Tahun 2013.
Repository.unhas.ac.id
American Petroleum Institute (API). 2001. Recommended Practice for Occupational
Safety for Onshore Oil and Gas Production Operations
Andryan, Tresna. 2008. Persepsi Karyawan Operasional Divisi Facilities Engineering
Terhadap Evaluasi Pelaksanaan Behavior Based Safety (BBS) Pada PT.ABC
Geothermal Indonesia (GPO-I) di Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia
Anggraeni, O. S. 2014. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Disiplin
Kerja Terhadap Produktivitas Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pura
Barutama Unit Paper Mill Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro
Anthony, N.; Govindarajan, V. 2005. Management Control System, Edisi kesebelas.
Jakarta: Salemba Empat
Arifin, Noor. 2010. Analisis Budaya Organisasional Terhadap Komitmen Kerja
Karyawan dalam Peningkatan Kinerja Organisasional Karyawan pada Koperasi
BMT di Kecamatan Jepara. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 8 No. 2. 173-192
Asmoko, Hindri. 2013. Teknik Ilustrasi Masalah-Fishbone Diagrams. Magelang: Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan
PT.ABC. 2012. Operasi Geothermal dan Tenaga Listrik: Menyediakan Energi
Terbarukan yang Bersih dengan Harga Terjangkau. Diakses dari
http://www.PT.ABCindonesia.com/business/geothermal.aspx pada tanggal 26
Januari 2016
Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Teknis Fotografi Benda Cagar
Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi-Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius,
anggota IKAPI
Dwidjowijoto, R. N. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang: Model-
Model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Endih, Asep. 2011. KPI Based Quality Management ISO 9001:2000. Jurnal Ilmiah
Faktor Exacta. Vol. 4. No. 2. 172-173
144
Fachruddin, F. 2015. Statistik Kecelakaan Kerja (Work Accident Statistics). Diakses dari
http://jurnal-k3lh.web.id/2015/01/09/statistik-kecelakaan-kerja-work-accident-
statistics/ pada tanggal 25 Mei 2016
Falenshina, N. 2012. Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS)
Terhadap Kontraktor Project TA Unit CD III PT. Pertamina RU III Palembang.
Depok: Universitas Indonesia
Fathurrohman, M. 2012. Hubungan Kemampuan, Koordinasi, Dan Responsifitas
Terhadap Efektivitas Kerja Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di
Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Propublik Jurnal Magister Ilmu
Administrasi Universitas Jendral Soedirman. Vol. 1. Nomor 1
Freeport Indonesia. 1995. Pelatihan Enam Hari untuk Leadhand dan Foreman. Tembaga
pura: PT. Freeport Indonesia
Gaol, J. L. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta:
Grasindo
Geller, E.S. 2001. The Psychology Of Safety Handbook. New York, Washington D.C:
Lewis Publisher
Grey, Jeffrey A. 1987.The Psychology of Fear and Stress. Melbourne: The Press
Syndivate of the University of Cambridge
Griffin, R. W.; Ebert, R. J. 2007. BISNIS, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga
Hadipoetro, S; Kadir, A. 2014. Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja. Jakarta:
Yayasan Patra Tarbiyyah Nusantara
Hamid, Sanusi. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan. Yogyakarta:
Deepublish
Handoko, T. Hani. 1993. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta:
BPFE-UGM
Hariandja, MTE. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT. Grasindo,
anggota IKAPI
Haruman, T.; Rahayu, S. 2005. Penyusunan Anggaran Perusahaan; Edisi Kedua.
Bandung: FBM Universitas Widyatama
Harwanto, Irwan. 2012. Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Masinis dan Asisten Masinis, dengan
Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Sebagai Intervenning Variabel (Studi
pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang). Semarang:
Universitas Dian Nuswantoro
Hidayat, A. S. 2005. Konsumsi BBM dan Peluang Pengembangan Energi Alternatif.
INOVASI. Vol. 5. XVII. 11-17
Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi: Edisi Ketiga. Jakarta: Grasindo
Herujito, Yayat. M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo
145
Hutapea, P; Thoha, N. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan
untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
ISO 9001:2005. 2005. International Standards Organization (ISO) 9001:2000 Quality
Management Systems
Kani, B. R.; Mandagi, R. J. M.; Rantung, J. P.; Malingkas, G. Y. 2013. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT.
Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statistik. Vol. 1 No. 6. 430-433
Kemenkes, 2010. Pedoman Kesiapsiagaan Tanggap Darurat di Gedung Perkantoran.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kemenkeu. Realisasi PNBP Sumber Daya Alam per Akun Pendapatan Berdasarkan
Realisasi per 30 Juni 2015. Diakses dari http://www.kemenkeu.go.id/Page2/pnbp-
sda-akun-pendapatan-berdasarkan-realisasi-30-juni-2015 pada tanggal 26 Januari
2015
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Perdana Media
Grup. Jakarta
Kuswadi; Mutiara, E. 2004. DELTA: Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistik untuk
Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Machali, R. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah: Panduan Lengkap Bagi Anda yang
Ingin Menjadi Penerjemah Professional. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka
Mangkunegara, Anwar. P. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama
Mankiw, N; Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Marif, Amelia. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja
Pembuatan Pipa dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC 3) di Proyek Banyu Urip
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah
Marimin; Tnjung, H; Prabowo, H. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Grasindo
Mathis, R. L; Jackson, J. H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat
Meiyanto, S; Santhoso, F. H. 1999. Nilai Kerja dan Komitmen Organisasi: Sebuah Studi
dalam Konteks Pekerja Indonesai. JURNAL PSIKOLOGI. No. 1. 29-40
Menaker RI. 1987. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor KEP.1135/MEN/1987
tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Mertens, Donna M. 2015. Research and Evaluation in Education and Psychology.
California: SAGE Publication Inc
Moekijat. 2007. Tata Laksana Kantor Manajemen Perkantoran. Bandung: CV Mandar
Maju
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
146
Mubarokah, N. L. 2015. Analisis Pemekaran Desa Terhadap Percepatan Pembangunan
Infrastruktur (Studi pada Desa Ringinputih Kecamatan Sampung Kabupaten
Ponorogo). Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Diakses dari jurnal
online dari http://eprints.umpo.ac.id/1381/7/ARTIKEL.pdf pada tanggal 25 Mei
2016
Muhyi, H. E; Muttaqin, Z; Nirmalasari, H. 2016. HR Plan & Strategy. Jakarta: Raih Asa
Sukses
Muljadi. 2006. Pokok-pokok dan Ikhtisar Manajemen Stratejik Perencanaan dan
Manajemen Kinerja. Jakarta: Pustaka Publisher
Naja, Hasanuddin. R. D. 2004. Manajemen Fit and Proper Test. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama
Nastiti, Anisa. A. 2015. Gambaran Kesesuaian Formulir Penilaian Dokumen CSMS
Ditinjau Berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2012 Sebagai Bagian dari Pelaksanaan
Tahap Pra-Kualifikasi CSMS di PT. Rekayasa Industri Jakarta Tahun 2015. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Nugraheni, Estryastuti. 2011. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan
Standar WISE Safety Danone di PT. Sari Husada Unit I Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Sebelas Maret
Nugroho, A. 2008. Pengaruh Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadpa
Pengetahuan, Sikap dan Motivasi K3 Karyawan Bagian Produksi PT. Mataram
Tunggal Garment Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Nugroho, M. A. 2012. Pengaruh Rekrutmen Dan Seleksi Terhadap Kinerja Karyawan
Karyawan Pada PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin Makassar. Padang: Universitas Hasanuddin
OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Assessment Series, OH&S Safety
Management System Requirements
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 18 Tahun
2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Pertamina. 2013. Drama Penyelamatan Talangjimar. BALANCE. Vol. 002 Tahun I Juni
2013. PT. Pertamina EP
Pitoyo, Whimbo. 2010. Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Transmedia
Pustaka
Pratama, dkk. 2005. Silabus Pendidikan Religiositas untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Yogyakarta: Kanisius
Pratasis, P. 2011. Strategi Peningkatan Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Perusahaan Jasa Konstruksi di Propinsi Sulawesi Utara. TEKNO-SIPIL. Vol.
09 No.56. 34-38
PT. Z. 2014a. Corporate Procedure HSE Evaluation System Rev. C No. 8020-GP-02-03.
Jakarta: PT. Z
147
PT. Z. 2014b. HSE Internal Control Project X. No. 102/8020-ME/04/14. Jakarta: PT. Z
PT. Z. 2014c. HSE Management System Implementation Policy Rev. F No. 8000-PL-01.
Jakarta: PT. Z
PT. Z. 2014d. Monthly Report Proyek X April 2014 No.004/HES/IV/2014 Rev. D. Jakarta: PT. Z
Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis/ Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga
Rabilzani, S. 2013. Strategi Humas dalam Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) bagi Karyawan Area Generator Turbin Gas Unit III PT. Menamas Mitra
Energi di Desa Tanjung Batu Kecamatan Tenggarong Seberang. eJurnal Ilmu
Komunikasi. Vol.1 No.1 315-323
Rahrnat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2008 tentang Penyelenggara
Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Kemenakertrans
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Jakarta: Sekretariat
Negara
Sandiwala, C. M. 2007. Material and Financial Management Chapter 1. New Delhi:
New Age International Pvt Ltd Publishers
Saputro, Wahyudi. 2015. Harmonisasi Pengaturan Pemanfaatan Energi Panas Bumi dan
Perlindungan Hutan Konservasi. Malang: Universitas Brawijaya
Sari, D. K. 2014. Budaya Kerja dan Disiplin: Ketegasan Pemimpin dalam Perusahaan
Mempengaruhi Kedisiplinan Karyawan. Diperbarui: 17 Juni 2015 21:33:55. Diakses
darihttp://www.kompasiana.com/devikartikasr/budaya-kerja-dan-disiplin-ketegasan-
pemimpin-dalam-perusahaan-mempengaruhi-kedisiplinan-
karyawan_54f430147455139f2b6c88b6 pada tanggal 25 Mei 2016
Scarvada et. Al. 2004. Second World Conference on POM and 15th Annual POM
Conference: A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature.
Miami: Florida International University
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan
Manajemen Pegwai Negeri Sipil. Bandung: Refika Aditama
Setiani, Baiq. 2013. Kajian Sumber Daya Manusia dalam Proses Rekrutmen Tenaga
Kerja di Perusahaan. Jurnal Ilmiah WIDYA. Vol.1 No.1. 38-44
148
Simanjuntak, Y. E.; Simanjuntak, Y. E.; Lubis, A. M. 2012. Gambaran Pengetahuan,
Sikap, dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari
Porsea Tahun 2012. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan. Vol. 1 No. 2
Sintef. Sintef Offshore Blowout Database. Diakses dari
https://www.sintef.no/en/projects/sintef-offshore-blowout-database/ pada tanggal 26
Januari 2016
Sinurat, Sahala. P. 2008. Langkah Tepat Melakukan Rekrutmen dan Seleksi. Jakarta:
Erlangga
Sirait, J. T. 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi. Jakarta: Grasindo
Soetjipto, Budi. W. 2007. Kisah Sukses Para Kampiun SDM. Jakarta: Salemba Empat
Sofyan, Dhani Armanto. 2007. Bersahabat dengan Bencana. Jakarta: Grasindo
Somad, Ismet. 2013. Teknik Efektif dalam Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan.
Jakarta: Dian Rakyat
Strickland, Lloyd H., Aboud, Frances E., Gergen, Kenneth J. 1974. Social Psychology in
Transition. New York: Plenum Press
Sudjana, D. 2004. Manajemen Program Pendidikan Nonformal dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production
Sugian, Syahu. 2006. Kamus Manajemen (Mutu). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suhartono, Nur. 2012. Pola Sistem Panas dan Jenis Geothermal dalam Estimasi Cadangan
Daerah Kamojang. Jurnal Ilmiah MTG. Vol. 5. No. 2.
Sukoco, Guntur. 2013. Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Etos Kerja (Survey
Pada Organisasi “Saka Bahari” Kwartir Cabang Kota Yogyakarta Masa Jabatan
2011-2013 dalam Merealisasikan Program Kerja). Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga
Suparmoko, M. 2007. Ekonomi SMA Kelas XII. Jakarta: Yudhistira
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta:
MedPress
Susilo, Budi. 2014. Apa dan Mengapa Harus Koordinasi? (Bagian 1). Pusdiklat PSDM
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementeran Keuangan. Diakses dari
pada http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/168-artikel-
pengembangan-sdm/19963-apa-dan-mengapa-harus-koordinasi-bagian-1 23
Mei 2016
Syukri, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Bina
Sumber Daya Manusia
149
Tangkilisan, Hessel. N. S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Grasindo, anggota
IKAPI
Thomas, H.; Greco, JR. 2001. Money Understanding and Creating Alternatives to Legal
Tender. United States: Chelsea Green Publishing Company
Tugiman, Hiro. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Bandung: PT. Eresco
OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Assessment Series, OH&S Safety
Management System Requirements
Widyarini, M. M. N. 2009. Seri Psikologi Populer: Kunci Pengembangan Diri. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo
Wijono, D. 1997. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Surabaya:
UNAIR
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo
150
LAMPIRAN
151
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Telaah Dokumen......................................................................... 152
Lampiran 2. Matriks Wawancara Terhadap Informan Utama ...................................... 153
Lampiran 3. Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 1 ........................... 174
Lampiran 4. Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 2 ........................... 180
Lampiran 5. Matriks Wawancara Terhadap Informan Kunci....................................... 182
152
Lampiran 1
Lembar Telaah Dokumen
Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE (Health, Safety & Environment) Internal
Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
No. Nomor Dokumen Judul Dokumen Catatan
1. 8000-PL-01 HSE Management System
Implementation Policy Rev.
F
- Strutur organisasi home office
PT. Z
- Struktur organisasi di site
- Komitmen top manajemen PT. Z
- Kebijakan SMK3LL PT. Z
2.
004/HES/IV/2014
HSE Monthly Report
Proyek X PT. Z
- Jumlah pekerja di proyek X
- Implementation HSE
Management System
- Data hubungan PT. Z dengan
subkontraktor
- Data kinerja lingkungan proyek x
PT. Z
3. 004/HES/IV/2014 Implementation HSE
Management System
Project X Rev. D
- 13 elemen SMK3LL PT. Z
4. 102/8020-ME/04/14 Memo Hasil HSE Internal
Control Proyek X
Laporan hasil HSE Internal Control
Proyek X ada di lampiran pada memo
tersebut
153
Lampiran 2
Matriks Wawancara Terhadap Informan Utama
A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN
1.1 Belum terdapat kebijakan SMK3LL di area kerja
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.
Mengapa kebijakan K3LL ketika itu belum atau tidak ditampilkan di area
kerja?
“Yaa...kalo di sistem ISO itu
kan kalo ada temuan kaya gitu kan artinya kita kan
menunjukkan kalo kita tuh
sebagai level manajemen itu
tidak komit. Manajemen site tidak komit. Buktinya apa? Ada
komitmen dari top manajemen
dia tidak tampilkan, gitu”
“Jadi, pada waktu itu ada,
cuma kan waktu itu kan...tidak ditempel, di-
bingkai.., kan gitu. Jadi
posisi kebijakan itu harusnya
ditempel dan dipasang bingkai, ya waktu itu
posisinya ada di dalam
folder, gitu”
Kebijakan K3LL menjadi
temuan karena manajemen site tidak mencetak dan
menempelnya di area kerja. Hal
tersebut menunjukkan bahwa
manajemen site tidak komit terhadap kebijakan K3LL PT.Z
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam menampilkan kebijakan SMK3LL di area kerja? Apakah menjadi penyebab
dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?
“Ngga ngaruh lah” “Yang untuk mengerjakan project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari tidak adanya
kebijakan SMK3LL di area
kerja
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?
“Ngga lah. Itu kan bentuk komitmen aja”
“Ngga ngga, ngga kurang. Kan gini, proses
pembentukan yang disini
kemaren, seharusnya budget
daripada project itu muncul sebelum ekseskusi proyek.
Tapi, organisasi yang
dimunculkan barengan sama
project berjalan. Sehingga, anggaran itu muncul setelah
proyeknya jalan, gitu.
Idealnya kan membentuk
organisasi dulu baru, trus
Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari tidak adanya
kebijakan SMK3LL di area
kerja
154
masuk ke proyek kan gitu?” 4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?
“Ngga, bukan karena itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area
kerja
5. Bagaimana dengan cara sosialisasi kebijakan SMK3LL ketika itu? Apakah
menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?
*Karena sosialisasi kebijakan
SMK3LL belum ada, jadi
pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
*Karena sosialisasi kebijakan
SMK3LL belum ada, jadi
pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
-
1.2 Rencana pelaksanaan K3LL belum disusun
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.
Mengapa rencana pelaksanaan K3LL ketika itu belum disusun? “He eh..belum disusun tuh
dalam arti dia tidak menguasai sistem manajemen K3.Karna
memang kemampuan si
manager nya disana itu untuk
membangun sistem sendiri itu nggak ada. Dia cuma maunya
ngikutin client”
“Nah..jadi, rencana K3LL itu
sebenarnya ada dalam rencana yang di project.
Waktu itu finding-nya kan
sempet dijawab untuk
rencana K3LL itu dimasukkan ke dalam project. Jadi kita
gini, ada general-nya project,
ada project per item project.
Jadi kita (PT.Z) mengerjakannya di proyek X
itu mengerjakan beberapa
project. Jadi rencana K3LL
itu dimasukkan ke dalam HSE Plan yang spesifik dalam
project, gitu. Yang ditemukan
itu yang general kan. Yang
general itu..waktu itu sedang disusun di Jakarta, kan gitu.
Nah itu..itu isinya”
Rencana pelaksanaan K3LL
proyek X belum disusun karena manajemen site salah
memahami bahwa pembuatan
rencana pelaksanaan K3LL itu
semestinya dibuat secara umum (general) bukan per item proyek
155
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
penyusunan rencana pelaksanaan K3LL? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?
“Ngga” “Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
disusunnya rencana
pelaksanaan K3LL di area kerja
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum disusunnya rencana
pelaksanaan K3LL di area kerja
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?
“Ngga lah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab dari belum
disusunnya rencana pelaksanaan K3LL di area kerja
5. Bagaimana dengan metode penyusunan rencana pelaksanaan K3LL di site? *Karena rencana pelaksanaan K3LL belum ada, jadi
pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
*Karena rencana pelaksanaan K3LL belum
ada, jadi pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
-
1.3 Belum mengajukan struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site
ketika itu belum diajukan?
“Iya..jadi di proyek itu belum
diajukan ke Disnaker setempat
karna ngga tahu prosedurnya”
“Jadi proses daripada
organisasi K3 waktu itu
pembentukannya kan harus ada subkontraktor yang aktif,
nah, pada saat muncul
subkontraktor itu beberapa
kali terdapat pergantian. Pada saat mau dibentuk, mau
diresmikan, itu ada
pergantian subkontraktor.
Sehingga kita mengubah organisasinya. Pada saat
perizinannya harus diajukan
Struktur organisasi P2K3 belum
diajukan karena kondisi di
proyek X belum stabil, sehingga pengajuan struktur organisasi
belum diajukan ke Disnaker
setempat
156
ke Disnaker kan, jadi itu kita
belum melakukan” 2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
pengajuan hal tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization di site?
“Iya...kesalahan dari
manajemen, kesalahan dari orang safety nya juga”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
diajukannya P2K3 atau Safety
Committee Organization di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization
di site?
“Ngga itu mah” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety
Committee Organization di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee
Organization di site?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab dari belum
diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization di site
5. Bagaimana dengan cara pengajuan yang dilakukan? “Belum ada dulu tuh mereka” “Karna pergantian subkon, dan yang kedua, pada saat
2014 itu kita memang baru
menunjuk tim-tim untuk
sebagai Safety Committee itu hanya untuk belum dapat
kepercayaan gitu. Jadi baru
setelah dilakukan audit
internal, kita baru membuat itu. Jadi kalau, organisasi itu
waktu itu memang belum
berjalan normal di project
nya”
-
1.4 Manajemen site belum mensosialisasikan kebijakan perusahaan tentang K3LL
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum mensosialisasikan kebijakan
perusahaan tentang K3LL?
“Iya itu karna ngga tau
mereka”
“Ada..ada kebijakan nya jadi
company policy nya PT.Z, itu
Kebijakan perusahaan tentang
K3LL menjadi temuan di
157
disampaikan kepada kawan-
kawan pada saat induction, gitu”
“Ya justru itu ketika temuan
kemarin masalahnya tidak ditempel saat itu, sosialisasi
dalam induction sudah, gitu”
proyek X karena manajemen
site ketika itu melakukan sosialisasi kebijakan melalui
induction (via verbal) saja
namun tidak
mendokumentasikannya baik dalam bentuk gambar, daftar
hadir atau materi yang
disampaikan ketika induction
berlangsung
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?
Apakah menjadi penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?
“Kalo dari jumlah pekerja sih
ngga ya, tapi emang dari manager nya yang ngga tahu”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
disosialisasikannya kebijakan
perusahaan tentang K3LL di
site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
disosialisasikannya kebijakan
perusahaan tentang K3LL di
site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi penyebab dari belum
disosialisasikannya kebijakan
perusahaan tentang K3LL di
site
5. Bagaimana dengan cara sosialisasi yang dilakukan? *Karena sosialisasi kebijakan
perusahaan tentang K3LL menurut IU1 belum dilakukan,
jadi pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
“karna kebijakan itu kita
sosialisasikan lewat induction, seperti itu”
-
158
1.5 Manajemen site belum menentukan target K3LL
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum menentukan target K3LL? “Targetnya ngga dimasukin
sebenernya targetnya, jadi ngga
tau kalo misalnya target”
“Iya..klarifikasi saja karna memang pada saat itu kita
juga menyampaikan bahwa
target K3 site itu sudah ada,
kalau bicara masalah target K3 yang diluncurkan dari
Home Office itu memang
ngga ada karna memang
yang harus meng-komunikasikan kan HO,
harusnya. Jadi posisinya gini,
pada saat itu, HO tidak
mensosialisasikan hal-hal yang memang harus
dilakukan HSE site. Jadi, kita
mengadopsi apa yang ada di
client. Dan target K3LL itu yang zero accident, fatality
terus apa yang..leading
indicator, lagging indicator
itu harus berapa berapa..itu sudah dimasukkan”
Manajemen site belum menentukan target K3LL
disebabkan karena tidak tahu
mengenai target-target K3 yang
dimiliki oleh PT. Z. Hal itu terjadi karena pihak HO tidak
mengkomunikasikan target-
target tersebut ke site, sehingga
manajemen site mengadopsi target-target yang dimiliki oleh
client (PT. ABC)
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site? Apakah menjadi penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?
“Iya karna manajemen site nya ngga tau target-targetnya
PT.Z”
“Yang untuk mengerjakan project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum
ditentukannya target K3LL di
site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?
“Ngga tau kalo itu” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
ditentukannya target K3LL di
site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
159
penyebab dari belum
ditentukannya target K3LL di site
5. Bagaimana dengan cara penentuan target K3LL yang dilakukan? *Karena target K3LL belum ditentukan menurut IU1, jadi
pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
“Yaa..otomatis karna memang belum bisa
mengadopsi apa yang
ditargetkan dari HO, pada
saat itu..”
-
1.6 Belum melakukan evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa evaluasi dalam pemilihan subkontraktor ketika itu belum dilakukan? “Alesannya pura-pura ngga
tahu”
“Jadi pemilihan subkon, itu
yang melakukan HO, sehingga yang datang ke site
itu adalah yang sudah
langsung disuruh kerja di
site”
Terjadi pelemparan tanggung
jawab antara HO dan site
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?
Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor?
“Ya..pura-pura ngga tahu.
Ngga tahu harus bayar pajak”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum dilakukannya
evaluasi terhadap pemilihan
subkontraktor di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan
subkontraktor?
“Ngga sih kayanya” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap
pemilihan subkontraktor di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan
subkontraktor?
“Ngga itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab dari belum
dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor di site
5. Bagaimana dengan cara pemilihan subkontraktor ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan
subkontraktor?
“Dia milih subkon nya ngga pake CSMS (peraturan PT.Z),
jadi ya ngga dievaluasi”
“Jadi itu sebenarnya menjadi temuannya HO, bukan site
karna itu menjadi
Terjadi pelemparan tanggung jawab antara HO dan site
160
tanggungjawab nya HO. Jadi
gini, site hanya menerima subkon yang sudah siap kerja
itu hasil dari saringannya
HO. Ketika dia dikirim kesini
itu belum ada CSMS nya, maka yang menjadi
tanggungjawab siapa coba?
Ya HO. Artinya, temuan itu
adalah dari HO, kenapa bisa mengirimkan subkontraktor
yang belum di CSMS,
misalnya kan gitu. Jadi itu
menjadi kewenangannya HO mbak. Jadi ada pemisahan
tanggungjawab disana ya”
1.7 Manajemen site belum menyusun job description untuk setiap karyawan
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa job description untuk setiap karyawan ketika itu belum disusun? “Ngga tahu dia” “Nah itu..job desc itu
sebenernya sudah di-
tunjukkan, di dalam HES Plan itu ada job desc setiap
karyawan. Artinya jabatan ini
tugasnya ini, jabatan ini
tugasnya ini. Itu udah di mention di dalam HES Plan,
gitu.
Menurut manajemen site, job
desc itu sudah disusun di dalam
HSE plan proyek X, namun menurut auditor, hal itu menjadi
temuan karena HSE plan yang
dibuat oleh manajemen site
ketika itu mengadopsi HSE plan dari PT. ABC
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?
Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap
karyawan?
“Mereka ngga tahu dalam
bikinnya”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum disusunnya job
description untuk setiap karyawan di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap karyawan?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum
161
disusunnya job description
untuk setiap karyawan di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap karyawan?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya job
description untuk setiap
karyawan di site
5. Bagaimana dengan cara penyusunan job description ketika itu? *Karena job description belum
disusun menurut IU1, jadi
pertanyaan ini tidak ditanyakan*
“He eh, jadi..dari 2014
sampe sekarang di HES Plan
itu ada di halaman-halaman depannya itu ada struktur
organisasi kemudian disitu di
dalamnya menerangkan tugas
dan tanggungjawab dari yang terdapat di struktur tersebut.
Dan itu harusnya bukan
sebagai anomali finding itu,
gitu”
Job description sudah disusun
di dlam HSE Plan namun
mengacu kepada peraturan PT. ABC
1.8 Belum terdapat perwakilan manajemen khusus untuk melaksanakan K3LL di site
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum menunjuk perwakilan khusus untuk
melaksanakan SMK3LL di site? “Ooh..dia bilangnya, kita nginduknya ke PT.ABC”
Nah..jadi gini, mas *** itu kan dari HO, kalo dia
menyebut bahwa tidak ada
yang memang ditugaskan
khusus, artinya itu kewenangannya siapa? HO.
Nah, maksud nya adalah
pada saat itu memang
koordinasi dari site dan HO itu dibangun lebih baik, ya
seperti itu posisinya, bukan
berarti tidak ada orang yang
memang mengawasi khusus. Jadi gini, adamya
didelegasikan saya kesini
162
adalah untuk melakukan hal
tersebut, kan sebenarnya gitu”
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site? Apakah menjadi penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus
untuk melaksanakan K3LL di site?
“Ngga tahu, karna ngga tahu”
“Kalo diliat dari jumlah
pekerja disana cukup. Mereka
ngga ngelaksanain karna mereka merasa bahwa..yang
mereka jalankan itu harus
induknya ke ***, gitu”
“Yang untuk mengerjakan project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi
penyebab belum adanya
penunjukkan manajemen
khusus untuk melaksanakan K3LL di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus untuk
melaksanakan K3LL di site?
“Ngga itu mah” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen
khusus untuk melaksanakan
K3LL di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus untuk
melaksanakan K3LL di site?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum adanya penunjukkan manajemen
khusus untuk melaksanakan
K3LL di site
5. Bagaimana dengan cara penunjukkan manajemen khusus ketika itu? “Alasan mereka...iya nanti
akan dibuat katanya”
“Kalo bilang itu ada orang
yang khusus dari manajemen,
untuk mengurusi SMK3LL kan gitu, dengan posisi saya
disini, itu sebagai pengawas.
Pelaksana yang mengawasi
berjalannya SMK3 atau tidak, sebenarnya kan seperti itu”
Penunjukkan PIC mengenai
manajemen khusus tidak jelas
163
B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
2.1 Belum disusunnya list peraturan K3LL yang jelas
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa list peraturan K3LL ketika itu belum disusun? “Yaa..karna itu membuktikan
kalo mereka itu tidak tahu”
“Sebenarnya di HES Plan
yang pertama kita mengacu
kepada aturan, itu kan ada di
HES Plan semua”
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
menyusun list peraturan K3LL tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?
“Ngga tahu harus..pokoknya
peraturannya udah ada, yaudah jalanin aja. Apa yang PT.ABC
jalanin ya jalanin gitu. Boro-
boro mau tahu peraturan PT.Z,
peraturan pemerintah ngga mau tahu. Kalo kata PT.ABC
nungging ya nungging, gitu.”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya list
peraturan K3LL di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum
disusunnya list peraturan K3LL di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum disusunnya list
peraturan K3LL di site
5. Bagaimana dengan metode pelaksanannya? Apakah menjadi penyebab dari
belum disusunnya list peraturan K3LL?
“Alesannya..yaa..karna belum
dibuat”
“Ada, ada di HSE Plan.
Masalah aturan misalnya
penggunaan alat pelindung diri, peraturan masalah
lingkungan, itu ada di
Kepmen sekian, itu kita
mengacu kepada hal tersebut itu ada, ada list nya”
List peraturan K3LL ada di
HSE Plan tetapi mengacu kepad
aperaturan PT. ABC
164
2.2 Belum disusunnya sistem update peraturan
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.
Mengapa sistem update peraturan ketika itu belum disusun? “Iya karna mereka belum buat” “Sistem update sebenernya kita kemaren harusnya sudah
dikomunikasikan dari HO,
jadi sistem apa yang berlaku
di PT. Z, itu saya sampaikan di awal bahwa kita ngga
mendapatkan komunikasi
yang cukup pada saat
permulaan project. Jadi pendokumentasian itu
dilakukan kita sendiri, dan itu
memang kita baru dapat
sekitar tahun 2015”
Sistem update belum disusun dan menjadi temuan karena
manajemen site tidak tahu
mengenai sistem update yang
dimiliki PT. Z sehingga ia melakukan update peraturan
dengan cara mereka sendiri..
Pada waktu itu hubungan antara
HO dan site kurang baik sehingga pihak site tidak
mendapat sosialisasi mengenai
sistem update peraturan PT. Z
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
penyusunan sistem update tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?
“Ya karna mereka ngga tahu” “Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya
sistem update di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum disusunnya sistem update di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum disusunnya
sistem update di site
5. Bagaimana dengan metode penyusunan sistem update tersebut? Apakah
menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?
“Sistem update juga mereka
buat dengan cara mereka
sendiri waktu itu, ngga berdasarkan prosedur PT.Z”
“Jadi ya kita membuat
dokumen sendiri, penomoran
sendiri yang terpisah dari PT.Z. Jadi ada beberapa
dokumen seperti *** project,
itu penomorannya itu tidak
menginduk kemana-mana jadi menginduk ke nomor
Sistem update peraturan tidak
disusun berdasarkan prosedur
PT. Z sehingga menjadi sebuah temuan
165
project yang berlaku disini,
gitu”
2.3 Belum terdapat HSE Handbook
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa HSE Handbook ketika itu belum disusun? “Iya..karna waktu itu belum
dibuat juga”
“HSE Handbook...itu gini,
karna memang untuk memproses satu buah
Handbook itu kan dibutuhkan
proses yang menyesuaikan
dengan project yang berlaku, jadi waktu itu ditawarkan
ada juga petunjuk kerja itu
yang dibuat oleh client. Jadi
kita menginduk ke PT.ABC waktu itu dan yang diminta
adalah dari Handbook nya
PT.Z”
Manajemen site ketika itu telah
membuat HSE Handbook proyek X, namun dalam
pembuatannya mengacu kepada
peraturan PT. ABC sehingga
hal tersebut menjadi sebuah temuan
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
pembuatan HSE Handbook tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum
terdapatnya HSE Handbook tersebut?
“Karna ngga tahu..”
“Itu yang mestinya nyusun chief nya, tapi dia ngga tahu”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum terdapatnya HSE Handbook di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?
“Ngga ngaruh” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
terdapatnya HSE Handbook di
site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum terdapatnya HSE Handbook di site
5. Bagaimana dengan metode penyusunan HSE Handbook tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?
“Kalo HSE Handbook juga sama kaya sebelumnya, mereka
buat sendiri”
“Jadi kita menginduk ke PT.ABC”
Terdapat kesalahan acuan peraturan dalam pembuatan
HSE Handbook, yaitu mengacu
166
kepada peraturan PT. ABC
2.4 Belum dilakukannya gap analysis secara periodik
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa gap analysis ketika itu belum disusun? “Ya..sama”
(Maksudnya sama seperti
pertanyaan sebelumnya, yaitu karna ngga tahu)
“Iya, jadi, karna memang
gini, ada sistem PT.Z, ada
sistem PT.ABC, pada saat mengkomunikasikan hal
tersebut memang gap
analylsis kita tidak sentuh
waktu itu karna kita tidak ada keharusan melakukan opsi
terhadap gap analysis, untuk
di client ya, gitu”
Manajemen site tidak
melaksanakan gap analysis
karena pada waktu itu manajemen site mengadopsi
peraturan dari PT. ABC,
dimana tidak ada keharusan
untuk melakukan hal tersebut
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan gap analysis tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum
dilakukannya gap analysis tersebut?
“Karna mereka ngga tahu” “Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum dilakukannya gap analysis di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum dilakukannya gap analysis tersebut?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum
dilakukannya gap analysis di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya gap analysis tersebut?
“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum dilakukannya
gap analysis di site
5. Bagaimana dengan metode pelaksanaan gap analysis tersebut? *Karena gap analysis belum
dilaksanakan menurut IU1, jadi
pertanyaan ini tidak ditanyakan*
“Jadi kita meng-adopt apa
yang sudah ada di PT.ABC
waktu itu”
Terdapat kesalahan acuan
peraturan dalam pembuatan gap
analysis, yaitu mengacu kepada peraturan PT. ABC
167
2.5 Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa sosialisasi terhadap peraturan perundangan ketika itu belum
dilakukan?
“Jadi yang mereka jalanin waktu itu cuma sosialisasi
peraturan PT.ABC”
“Sosialisasi terhadap perundagan, jadi ada
beberapa perundangan yang
memang masuk ke dalam
ininya project, yang paling dekat bersinggungan dengan
karyawan itu dimasukkan ke
dalam materi induction”
Manajemen site ketika itu melakukan sosialisasi peraturan
hanya dengan melalui
induction, namun menjadi
sebuah temuan karena tidak ada bukti pelaksanannya, seperti
materi induction, daftar hadir
atau foto ketika induction itu
berlangsung
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan sosialisasi tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan tersebut?
“Karna mereka ngga tahu
kalau harus sosialisasi peraturan PT.Z”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum dilakukannya
sosialisasi terhadap peraturan
perundangan di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan
tersebut?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi
terhadap peraturan perundangan
di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan
perundangan tersebut?
“Ada itu mah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan
perundangan di site
5. Bagaimana dengan metode pelaksanaan sosialisasi peraturan perundangan
yang dilakukan? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya
sosialisasi terhadap peraturan perundangan tersebut?
“Ya dibilangnya gitu..ya
mereka ngikutin PT.ABC”
“Jadi sosialisasi paling
efektif adalah dari induction
mbak, gitu”
Manajemen site hanya
melakukan sosialisasi peraturan
melalui induction dan tidak
mendokumentasikannya
168
C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR
4.1 Belum berjalannya penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor ketika itu belum
berjalan?
“Iya, mereka ngga ada CSMS,
tapi CSHEM (Contractor Safety
Health and Environmental
Management), sama aja sama CSMS, kalau mereka namanya
CSHEM”
“karna PT.ABC sendiri punya
penilaian terhadap kontraktor
yang dibawahnya itu yang
namanya CSHEM”
Manajemen site proyek X
ketika itu melakukan CSMS
dengan nama yang berbeda
karena mengadopsi pada peraturan PT. ABC
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
melakukan penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor tersebut? Apakah
menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?
“Namanya itu adalah Pre-
Kualiifikasi, nah kalo PT.Z
punya namanya CSMS, kalo
PT.ABC namanya CSHEM. Namanya Pre-Kualifikasi
subkontraktor. CSMS itu nama
modulnya PT.Z. Client
menyeleksi subkontraktor, PT.Z menyeleksi subkontraktor,
namanya Pre-Kualifikasi
subkontraktor. Itu disebut
dengan CSMS. Sedangkan PT.ABC untuk melakukan Pre-
Kualifikasi subkontraktor
dengan menggunakan CSHEM.
Namanya aja beda.”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum berjalannya
penilaian CSMS di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
berjalannya penilaian CSMS di
site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?
“Ngga mba” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum berjalannya penilaian CSMS di site
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam menyeleksi subkontraktor “Ya..tinggal ditunjuk, disuruh Jadi pada saat itu kita tidak Manajemen site langsung
169
lokal? Apakah menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS
tersebut?
berangkat, suruh kerja” melakukan, gitu. Jadi apa
yang kita lakukan waktu itu meng-adopt apa yang
memang client minta, gitu”
menunjuk subkontraktor di site
D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI
8.1 Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa ketika itu belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL? “Alasan mereka...karna mereka
tidak tahu dan tidak mau tahu”
“Ada clue yang lain nggak?”
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
menyusun prosedur yang memuat informasi SMK3LL tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi
SMK3LL tersebut?
“Mereka tahu, tapi mereka
ngga mau ngikutin PT.Z. Mereka beranggapan „saya
jalanin apa yang PT.ABC suruh
aja. Mereka kan kontraknya
bukan by PT.Z, tapi by PT.ABC”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum terdapatnya
prosedur mengenai informasi
SMK3LL di site
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi SMK3LL
tersebut?
“Ngga itu sih” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum
terdapatnya prosedur mengenai
informasi SMK3LL di site
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi SMK3LL tersebut?
“Ngga lah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi penyebab belum terdapatnya
prosedur mengenai informasi
SMK3LL di site
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam menyusun prosedur yang
memuat informasi SMK3LL tersebut?
*Karena prosedur mengenai
informasi SMK3LL belum
dibuat menurut IU1, jadi pertanyaan ini tidak
ditanyakan*
“Karna memang SMK3LL itu
masuk ke dalam HES Plan”
-
170
8.2 Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa bendera K3 ketika itu belum terpasang di sekitar area proyek? “Ya..belum dipesen” “Belum. Iya belum karna
memang kita secara ini,
kantor juga belum.., kita
memang mempersiapkan
infrastruktur kan bertahap untuk kantor, gitu. Jadi kita
mengorder, orderan itu
belum dikerjakan. Karna
idealnya pada saat itu kantor langsung ada bulletin board,
langsung ada bendera, tapi
waktu itu bertahap
penyelesaiannya, gitu”
Tidak terdapatnya bendera K3 pada saat itu dikarenakan
infrastruktur kantor di site
belum siap dan bendera belum
dipesan oleh manajemen site
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
menyiapkan bendera K3 tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?
“Ngga, ngga, ngga tahu. Karna
mereka ngga tahu itu harus dipasang”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi penyebab belum terpasangnya
bendera K3 di sekitar area
proyek
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?
“Ngga itu mah. Karna mereka
ngga tahu aja makanya belum
dipesen”
“Nggak ada, nggak ada.
Karna memang pada saat itu
langsung kita pasang, sampe sekarang juga masih ada,
gitu”
Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di
sekitar area proyek
4. Bagaimana dengan ketersediaan bendera K3 di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?
“Ya..belum dipesen” “Bukan memang karna
tiangnya juga belum
dipasang karna infrastruktur
itu apa datengnya, pesenannya nggak sekaligus
dateng. Jadi kan memang
masang bendera memerlukan
tiang dan lain-lain, gitu”
Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum terpasangnya
bendera K3 di sekitar area
proyek
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam memasang bendera K3 di
sekitar area proyek?
*Bendera belum dipasang* *Bendera belum dipasang* -
171
8.3 Belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa papan statistik ketika itu belum terpasang di sekitar area proyek? “Dipikir ngga perlu, ngga
perlu” “Iya, iyaa, sama, satu paket itu. Jadi sekarang sudah
terpenuhi semua, memang
prosesnya memang butuh
waktu pada saat itu”
Tidak terdapatnya papan statistik pada saat itu
dikarenakan infrastruktur kantor
di site belum siap dan papan
statistik belum dipesan oleh manajemen site
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam menyiapkan papan statistik tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum
terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek tersebut?
“Iya..karna pengetahuan tentang K3 mereka yang masih
kurang untuk membangun suatu
sistem, suatu sistem K3”
“Kalo dari jumlah pekerja
lebih..lebih. Banyak pekerja
disana.”
“Yang untuk mengerjakan project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi
penyebab belum terpasangnya
papan statistik di sekitar area
proyek
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek
tersebut?
“Anggaran dana mah ada..” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di
sekitar area proyek
4. Bagaimana dengan ketersediaan papan statistik di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek
tersebut?
“Iya..belum beli” “karna infrastruktur itu apa
datengnya, pesenannya nggak
sekaligus dateng”
Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum terpasangnya
papan statistik di sekitar area proyek
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam memasang papan statistik di sekitar area proyek?
*Belum memasang papan statistik*
*Belum memasang papan statistik*
-
172
8.4 Daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar belum didokumentasikan
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar ketika itu
belum didokumentasikan? “Kan ada tuh di monthly report, tapi mereka ngga bikin”
“Jadi proyek kita ada di lingkungan yang memang
restricted, dan kegiatannya
sendiri tidak mengekspos
kepada lingkungan luar. Jadi memang tidak ada keluhan
yang muncul dari
masyarakat”
Gangguan terhadap lingkungan ketika itu belum
didokumentasikan karena
manajemen site menganggap
bahwa area proyek X berada di area yang dilindungi dan tidak
ada keluhan yang muncul dari
masyarakat sekitar
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
mendokumentasikan daftar keluhan tersebut? Apakah menjadi penyebab dari
belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar tersebut?
“Disana mereka ngga bikin,
dan mereka tidak tahu”
“Iya..mereka tuh cuma ngikutin
PT.ABC”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum terdokumentasinya daftar
keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar tersebut?
“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi
penyebab dari belum terdokumentasinya daftar
keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap
gangguan lingkungan sekitar tersebut?
“Ngga lah itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum terdokumentasinya daftar
keluhan terhadap gangguan
lingkungan sekitar
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam mendokumentasikan daftar
keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar?
“Mereka ngga buat” “Karna tidak ada keluhan
yang muncul tadi, jadi ya kita
ngga bikin pada waktu itu”
Daftar keluhan terhadap
gangguan lingkungan sekitar
tidak didokumentasikan karena manajemen site menganggap
tidak ada keluhan yang muncul
dari masyarakat sekitar
173
E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT : 9.1 Emergency drill belum pernah dilakukan
No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa emergency drill ketika itu belum pernah dilakukan di proyek X? “Iya..nanti akan dilakukan gitu
di bulan Agustus (sesuai jadwal
PT.ABC)”
“Jadi emergency drill yang diminta sama client, terus
terang waktu itu kan kita
mengacunya ke client, client
itu kontrak kita satu kali dalam satu tahun. Jadi
emergency waktu itu kita
rencanakan di bulan
Oktober. Jadi emergency drill ditentukan di bulan
Oktober waktu itu”
Emergency drill ketika itu belum pernah dilakukan di
proyek X karena manajemen
site mengikuti jadwal
pelaksanaan emergency drill PT. ABC
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
mengadakan emergency drill? Apakah menjadi penyebab dari belum
dilakukannya emergency drill di proyek X tersebut?
“Karna mereka mgga
tahu..belum siap. Ya
karna..taunya merea ngikutin
schedule PT.ABC”
“Yang untuk mengerjakan
project cukup”
“Cukup” (untuk HSE)
Jumlah pekerja di site telah
cukup dan tidak menjadi
penyebab belum dilakukannya
emergency drill di proyek X
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari belum dilakukannya emergency drill di proyek X tersebut?
“Kalo dari anggaran dana
mereka mah bisa, bisa, bisa untuk mgelaksananin duluan”
“Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X
telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum
dilakukannya emergency drill di
proyek X
4. Bagaimana dengan ketersediaan perlengkapan emergency drill yang ada di
site? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya emergency drill di
proyek X tersebut?
“Ngga ada, ngga ada.
Ambulans aja ngga ada”
“Memadai”
“Ada”
Inventaris kantor telah tersedia
di proyek X dan tidak menjadi
penyebab belum dilakukannya emergency drill di proyek X
5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam melakukan emergency drill
di proyek X?
“Karna ngikut PT.ABC” “terus terang waktu itu kan
kita mengacunya ke client”
Cara manajemen site dalam
melakukan emergency drill
ketika itu ialah dengan
berbarengan dengan jadwal pelaksanaan emergency drill
PT. ABC
174
Lampiran 3
Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 1
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tindak lanjut dari Home Office setelah mengetahui hasil audit
internal proyek X dibawah standar minimal yang ditetapkan?
“Kalau di kita jelas ya, kalo dibawah 82 itu HSE
Manager nya dapat warning slip. Jadi kalau tidak bisa
menyelesaikan itu.., menaikkan sampai minimum 82,
dia..dalam waktu 3 bulan akan mendapat warning slip kedua, masih belum beres juga, di bulan ke-6 dia akan
dipecat”
Pihak home office sudah tegas dalam
menyikapi proyek yang nilai HSE
Internal Control nya di bawah standar
yang ditetapkan perusahaan. Sanksi yang diberikan berupa pemberian surat
peringatan sampai pemecatan kepada
manajemen site
2. Berapa lama mereka menyelesaikan semuanya? “Kalau tidak salah, karna memang agak ribet
ya..waktu itu laporannya kalau ngga salah 6 bulan
berikutnya”
Dalam menyelesaikan temuan yang ada
pada hasil HSE Internal Control,
manajemen site proyek menyelesaikannya
dalam jangka waktu 6 bulan
3. Kan itu sampai 6 bulan berikutnya, nah itu bagaimana menurut Bapak? “Kalau Internal Control itu kan ada yang namanya NCR. Jadi NCR nya di close, di close, di close, itu
sudah cukup untuk bukti awal. Jadi di Internal Control
berikutnya hanya untuk verifikasi. Kalau NCR nya
tidak ada yang ditanggapi ya..,akan keluar warning slip kedua”
Manajemen site proyek X kooperatif dalam menyelesaikan temuan dengan
menanggapi NCR yang ada
3. Bagaimana proses penentuan nilai standar minimal HSE Internal Control (82)?
“Ngga ada, ngga ada peraturan mengacu darimana-mana karna memang kalau kita liat dari PP 50, PT.Z
itu kan sudah masuk. Tapi kalau kita liat dari
peraturan OHSAS & ISO 14001 juga sama. Artinya, 82
itu darimana? 82 itu kita tetapkan dari historical data. Data-data sebelumnya dimana kita sudah mencapai
berapa. Kita tentukan sendiri aja gimana. Yang cukup
menantang tapi masih bisa dicapai. Kan kalau 80
langsung ke 100 kan berlebihan lah”
Penentuan standar minimal HSE Internal Control merupakan kebijakan perusahaan
yang ditetapkan sendiri dan poin-poin
pemenuhannya diadopsi dari peraturan
nasional dan internasional
4. Bagaimana proses penentuan daftar periksa HSE Internal Control? “Kalau itu kita turunkan dari 13 elemen, diturunkan
dari situ kemudian digabungkan darimana-mana sih, termasuk juga ISO, OHSAS, termasuk juga PP 50”
Daftar periksa HSE Internal Control
disusun berdasarkan 13 elemen SMK3LL PT. Z dan digabung dengan peraturan
nasional serta internasional
5. Bagaimana menurut bapak mengenai penunjukkan HSE Manager proyek X
tersebut?
“Nah itu dia saya juga bingung. Mereka tiba-tiba
nunjuk orang, trus sudah masuk ke dalam kontrak.
Pihak home office juga tidak mengetahui
asal-usul perekrutan manajemen site
175
Mereka rekrut sendiri,titipan dari client gitu. proyek X ketika itu
6. Apakah dari home office sendiri tidak ada hak untuk mengganti posisi
tersebut?
“Ya ada. Kalau saya mau ganti ya ganti. Cuma
masalahnya pada saat seperti itu banyak sekali yang
harus dipertimbangkan. Jadi kalau umpamanya diganti, pertama, gaji orang kan harus dibayar sampai
habis. Terus yang berikutnya adalah hubungan baik
dengan client. Karna memang, ini kesalahan awal.
Kalau menurut saya jelas, ganti di awal”
Banyak hal yang harus dipertimbangkan
jika harus mengganti manajemen site
ketika itu, sehingga niatan untuk memecat dan mengganti orang yang menduduki
jabatan tersebut tidak dilakukan
A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 1:
kebijakan dan kepemimpinan di proyek X pada tahun 2014?
“Kalau ini memang agak berbeda projectnya, jadi HSE
Manager nya juga bukan saya yang nunjuk. Kalo itu dari sini, itu ngga akan terjadi.. kenapa/ karena itu
pengetahuan standar. Makanya kan disini, di HSE ini
sebelum ke site, mereka dapet 17 modul training yang
paling cepet sekitar 3 bulan paling lambat 9 bulan. Karna..mereka pasti sudah tahu itu harusnya. Kalo
yang sudah pengalaman, mereka sudah tahu bahwa itu
harus dilakukan. Nah ini kelihatannya orang baru.
Bukan kelihatannya, „memang orang baru‟”.
Manajemen site ketika itu dianggap
kurang berpengalaman dan tidak memiliki pengetahuan standar mengenai
SMK3. Untuk dapat memimpin K3 di
sebuah proyek yang ada di PT. Z,
umumnya para calon manajer HSE harus mengikuti 17 modul training yang
dilakukan selama kurang lebih 3 sampai 9
bulan sebagai bekal bagi mereka untuk
melaksanakan pemenuhan SKM3LL di lapangan
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di
proyek X pada tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya
pemenuhan di elemen 1 tersebut?
“Memang dari orangnya. Dia tidak terbiasa dengan sistem kedisiplinannya”
Penyebab rendahnya pemenuhan di elemen 1 disebabkan karena
ketidakdisiplinan manajemen site dalam
melaksanakan SMK3LL di proyek X
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut?
“Ngga ada itu” Anggaran dana telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan
pada elemen 1
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut?
“Ngga masalah. Bukan karena itu” Inventaris kantor telah memadai dan
tersedia di site sehingga tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 1
5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 1 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari
“Ya..karna mereka rekrut sendiri. Jadinya ya kaya
gitu”
Karena manajemen site berasal dari
perekrutan yang dilakukan oleh PT. ABC,
176
rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut? sehingga dalam melaksanakan
pemenuhan pada elemen 1, manajemen site mengacu kepada peraturan PT. ABC
B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X pada tahun
2014?
“Ya sama jawabannya” Sama seperti hasil pada elemen sebelumnya, manajemen site ketika itu
dianggap kurang berpengalaman dan
tidak memiliki pengetahuan standar
mengenai SMK3
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site
dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X pada tahun 2014? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?
“Iya. Ya emang itu masalah orang kok” Penyebab dari rendahnya pemenuhan
pada elemen 2 bersumber dari kelemahan pada unsur manusia, yaitu kurangnya
kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan di elemen 2
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?
“Hmm...ngga ada masalah kalo PT.Z sendiri. Kamu
kan pernah juga waktu magang terus lihat ke proyek A.
Di proyek A kamu lihat ada kesulitan dana ngga mereka untuk site nya? Ngga kan?”
Anggaran dana telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan
pada elemen 2
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?
“Ngga ada masalah itu” Inventaris kantor telah memadai dan tersedia di site sehingga tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 2
5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari
rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?
“Nah jadi ini masalah orang sebenernya, bukan
masalah sistem”
Dalam cara pelaksanaan tidak terdapat
kelemahan. Penyebab rendahnya
pemenuhan di elemen 2 disebabkan karena unsur manusia
177
C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 4:
manajemen subkontraktor di proyek X pada tahun 2014?
“Nah untuk yang ini kelihatannya ada yang salah.
Mereka langsung melakukan pengadaan di lapangan.
Akibatnya tidak terkontrol. Jadi..kenapa kemudian
CSMS nya lewat? Karna memang subkon yang tidak terkontrol”
Manajemen site langsung melakukan
pengadaan subkontraktor di site tanpa
melalui penilaian CSMS di home office
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 4: manajemen subkontraktor di proyek X
pada tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di
elemen 4 tersebut?
“Ee..jawabannya akan sama terus. Jadi ini, untuk tim PT.Z yang diturunkan asli dari PT.Z itu hanya 1 orang.
PM nya saja. Sedangkan yang lain-lainnya itu dari
lokal”
Sebagian besar karyawan (manajemen site) proyek X tidak berasal dari
rekomendasi home office, melainkan
berasal dari sekitar perusahaan
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?
“Sama seperti jawaban sebelumnya” Anggaran dana telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan
pada elemen 4
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?
“Ngga ada masalah kalau itu mah” Inventaris kantor telah memadai dan
tersedia di site sehingga tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 4
5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 4 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari
rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?
“Semuanya dari lokal. Akibatnya dia membawa
kebiasaan-kebiasaan dia yang lama. Kira-kira seperti
itu”
Dalam melaksanakan pemenuhan elemen
4, manajemen site dianggap kurang
disiplin dalam menaati peraturan PT. Z
D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 8:
komunikasi di proyek X pada tahun 2014?
“Jadi..itu..gimana ya..tadi juga hampir sama semua
jawabannya”
Sama seperti jawaban pada elemen
sebelumnya, penyebab rendahnya
pemenuhan pada elemen 8 juga
disebabkan oleh kelemahan pada unsur
manusia
2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan di elemen 8: komunikasi di proyek X pada tahun
2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?
“Jadi, masalahnya hampir sama semua. Pertama,
orangnya adalah orang-orang yang bukan orang dari
PT.Z asli yang mendapatkan pembekalan yang tepat sebelum ke lapangan. Yang kedua adalah jadi disitu
Penyebab dari rendahnya pemenuhan
pada elemen 8 disebabkan karena unsur
manusia, yaitu kurangnya kompetensi yang dimiliki olehmanajemen site karena
178
masalah kompetensi. Terus yang berikutnya adalah
orang ini mereka bekerja dia areanya PT.ABC. Aturan-aturan yang mereka ikuti adalah aturan PT.ABC.
Bukan aturan PT.Z akibatnya mereka tidak merasa
berkewajiban untuk mengikuti aturan-aturan yang
sudah kita bikin. Itulah masalah utamanya, jadi sudah tidak tahuaturannya disini seperti apa, trus mereka
juga tidak merasa sebagai orang PT.Z”
tidak mendapat pembekalan sebelum ke
lapangan dan kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site
ketika itu
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?
“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran
dari PT. Z harus ada, anggaran dari PT.ABC nya
sendiri harus ada. Kenapa? Karna mereka juga punya
safety program kan. Dan mereka biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk ke dalam naggaran
proyek”
Anggaran dana telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan
pada elemen 8
4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah
menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?
“Ngga lah kalau saya rasa itu ngga ada masalah” Inventaris kantor telah memadai dan
tersedia di site sehingga tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 8
5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 8 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?
“Ya itu tadi..karna mereka tidak merasa sebagai orang
PT.Z, jadi mereka merasa tidak berkewajiban untuk mengikuti aturan kita”
Dalam melakukan pemenuhan pada
elemen 8, manajemen site
E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT
No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.
Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat di proyek X pada tahun 2014?
“Ya. Jadi emergency drill nya ngga dilakukan. Alasannya mereka waktu itu mereka akan melakukan
emergency drill bersama-sama dengan PT.ABC, jadi
ngga dilakukan”
Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9 disebabkan karena tidak
dilakukannya emergency drill.
Emergency drill baru akan dilaksanakan
di proyek X bersama-sama dengan jadwal
pelaksanaan emergency drill PT. ABC 2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat di proyek X pada
tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen
9 tersebut?
“Kalo untuk jadi HSE Manager ya kurang. Jelas kurang. Itu yang ditugaskan disana jadi manager itu
kalau disini ya..paling jadi SI (Superintendent)”
Jika ditinjau dari kemampuan manajemen site, kompetensi yang dimiliki oleh
seorang HSE Manager di proyek X masih
dianggap tidak memenuhi kualifikasi
sebagai seorang manajer
179
3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi
penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 9 tersebut?
“Ngga ada masalah saya kira” Anggaran dana telah memadai dan tidak
menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9
4. Bagaimana dengan ketersediaan perlengkapan emergency drill yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 9
tersebut?
“Karna mereka merasa PT.ABC yang mengkomando mereka untuk melakukan emergency drill, jadi mereka
ngga mempersiapkan itu. Mereka ngikut ke PT.ABC
semua”
Inventaris kantor telah memadai dan tersedia di site sehingga tidak menjadi
penyebab rendahnya pemenuhan pada
elemen 9
5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 9 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari
rendahnya pemenuhan di elemen 9 tersebut?
“Jadi mereka ngga melakukan itu, PT.ABC lah yang
mengkomando mereka melakukan itu. Karna,
emergency commander nya menurut mereka adalah PT.ABC”
Dalam melaksanakan pemenuhan elemen
9, manajemen site mengacu dan lebih
menaati peraturan PT. ABC
180
Lampiran 4
Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 2
No. Pertanyaan IP2 Hasil 1. Bisa Bapak ceritakan mengenai kronologi kejadian ini? “Jadi, pada saat Pre-Kualifikasi proyek x, itu tiba-tiba
proyek itu sudah award aja, sudah menang saja tanpa
memberikan informasi ke HO. Alesannya bahwa proyek
itu adalah proyek sambungan, proyek lanjutan istilahnya. Kemudian tiba-tiba ada masalah, baru
melapor ke HO, seperti masalah CSMS, masalah
prosedur. Menurut informasi yang beredar, bahwa Pak
ESN adalah manajer yang ditunjuk sama PT. ABC, menurut infonya. HO baru mengetahui itu setelah 5
bulan berjalan”
Pihak HO baru mengetahui kalau proyek
X tiba-tiba sudah berjalan. Alasannya
karena proyek X dianggap sebagai proyek
lanjutan (proyek dengan skala kecil). Setelah 5 bulan berjalan, pihak HO baru
mengetahui penunjukkan pak ESN
sebagai manager proyek X
1.
Bisa Bapak ceritakan mengenai asal-usul Pak ESN ini? “Pak ESN itu awalnya sebagai manager, yang ditunjuk
dari PT.ABC langsung, cuman karna kurang perform
kemudian juga tidak bisa menyamakan prosedur, baik
prosedur ataupun PPWI yang PT.Z punya. Makanya Pak JKS langsung mengambil keputusan, diutuslah pak
FR sebagai HSE Project Manager Proyek X. Jadi pada
saat P-Q proyek X, itu tiba-tiba proyek itu sudah award
aja, sudah menang saja tanpa memberikan informasi ke PT.Z (Home Office). Dia itu katanya titipannya
orang PT.ABC. Ternyata ngga bisa apa-apa. Tidak
bisa mengikuti dari policy sama prosedur PT.Z”
Pak ESN merupakan manajemen site
proyek X yang ditunjuk dari PT. ABC.
Karena manajemen site ketika itu tidak
dapat mengikuti peraturan PT. Z, pihak HO mengambil tindakan untuk mengganti
jabatan HSE Manager proyek X dengan
orang rekomendasi dari HO
2. Bisa Bapak ceritakan background Pak ESN? “Ngga tahu backgroundnya apa kita ngga ngerti orang
tiba-tiba dia menang kemudian tiba-tiba dia ditunjuk,
kemudian dia ngasih tahu kalau dia punya AK3U. Pernah datang ke corporate juga, pengen tahu Pak
JKS, dikenalin, dikasih tahu sama Pak JKS ini,
kemudian ada incident tidak dilaporkan ke corporate,
itu yang bikin masalah awalnya. Ada incident, tidak dilaporkan ke corporate, PT.ABC sebagai
itu..marah..‟kok kenapa ngga di report, gitu. Kenapa
ngga ada investigasi, ngga ada apa segala macem”
Pihak HO tidak mengetahui background
dari orang yang dianggap sebagai
rekomendasi dari PT. ABC
181
3. Mengapa Home Office pada waktu itu tidak mengetahui ketika Pak ESN
menjabat sebagai HSE Manager di site?
“HO ngga tahu bahwa tiba-tiba sudah ada manager.
Harusnya manager itu atau Chief itu dari HO, dan yang menentukan adalah Pak JKS sebagai Senior HSE
Manager PT.Z”
Penunjukkan HSE Manager seharusnya
berasal dari HO dan ditentukan oleh Senior HSE Manager Corporate Pihak
HO seperti „kecolongan‟ atas peristiwa
masuknya Pak ESN sebagai HSE
Manager proyek X.
4. Bagaimana proses penunjukkan CM dan HSE Manager yang benar (sesuai
peraturan PT.Z)?
“Penunjukkan CM itu dari corporate, dari
Construction, ditunjuk Construction, dibawah SVP Operation. Kemudian, manager itu juga dari
corporate, untuk manager HSE, supaya bisa
menyamakan prosedur, policy, semuanya lah, apa aja
sih yang perlu dilaporkan, gitu”
Penunjukkan Construction Manager
semestinya ditunjuk oleh divisi Construction, sedangkan HSE Manager
semestinya ditunjuk oleh Senior HSE
Manager. Penunjukkan CM dan HSE
Manager proyek harus dilakukan atas rekomendasi PT. Z dengan tujuan agar
mereka dapat memahami kebijakan,
prosedur PT. Z untuk dijalankan di site
182
Lampiran 5
Matriks Wawancara Terhadap Informan Kunci
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara menentukan standar minimal skor audit internal
yang baik?
“Kalo dia based on PP 50 Tahun 2012, ya berarti
ikutin kriterianya. Kalo misalnya dia.., kan
kalo..anggaplah mereka dapet bendera emas, perak
gitu ya, tapi kita ngga usah bendera, anggaplah skornya baik, sedang, kurang baik. Nah misalnya, skor
yang paling rendah dibilang kurang baik, misalnya
gitu. Kemudian, skor yang sedang, levelnya perak
dibilangnya sedang, gitu. Trus yang emas, baik..gitu. Gitu aja, karna kan mereka standarnya udah jelas gitu,
based on PP 50 tahun 2012, gitu”
Cara menentukan standar minimal skor
audit internal yang baik ialah dengan
mengikuti aturan yang dijadikan sebagai
acuan seperti PP 50/2012 atau OHSAS misalnya
2. Menurut Ibu, bagaimana cara penentuan daftar periksa audit internal yang
baik?
“Kalo ada standarnya ya ikutin standarnya aja,
berdasarkan kriteria apa, gitu. Itu udah enak banget
kalo PP 50 tahun 2012 mah ikutin aja standar yang
ada di PP 50 2012 checklistnya, udah gampang kan”
Penentuan daftar periksa audit internal
yang baik adalah dengan mengikuti
standar yang digunakan sebagai acuan
seperti PP 50/2012 atau OHSAS misalnya
3. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai penunjukkan manajemen site yang terjadi
di proyek X?
“Kalo saya sih sebenernya..sekarang gini..kalo
misalnya orang yang di hire itu bagus, baik, ya ngga masalah yang penting dia perform, gitu kalo saya ya”
“Iya..ya mungkin.. itu udah menyalahi aturan lah ya,
gitu, aturan perusahaan. Cuman kalo dia perform, bagus, kenapa tidak? gitu...kalo saya ya”
Hal tersebut telah menyalahi aturan,
namun tidak masalah sepanjang kompetensi yang dimiliki dan hasil kerja
yang dilakukan orang tersebut kompeten
dan bagus
4. Menurut Ibu, bagaimana kriteria manajemen site yang baik? “Kalo itu kan udah ada di..sebenernya sih udah harusnya..ini ya, standarnya perusahaan udah punya
gitu ya, kalo saya sih, minimal dia mengerti sistem,
sistem manajemen K3. Itu standar minimal ya, gitu.
Dia tahu, mengerti, kemudian bagaimana cara implementasinya, kemudian dari sisi leadershipnya
(safety leadership) dia bisa memberikan contoh kepada
karyawan gitu, bahwa dia sebagai orang yang
bertanggungjawab terhadap safety ya dia harus menunjukkan itu, gitu.”
Kriteria manajemen site yang baik minimal mengerti mengenai sistem
(SMK3) dan memiliki safety leadership
yang baik
183
5. Menurut Ibu, pengetahuan K3 apa saja yang minimal harus dimiliki oleh HSE
manager di site?
“Ya..minimal sistem dia paham lah. Soalnya kalo ngga
ngerti sistem, udah ribet urusannya”
HSE Manager di site minimal harus
mengerti sistem
6. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai kejadian “orang titipan” ini? Apakah hal
ini dapat/ sering terjadi di site?
“Dia berarti udah menyalahi aturan ini ya..aturan
rekrutmen pegawai ya berarti. Tapi kita liat dulu, dia punya prosedur rekrutmen ngga, gitu.”
Kejadian tersebut telah menyalahi aturan
dan prosedur rekrutmen PT. Z
7. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai kejadian “kesalahan acuan peraturan” ini? Apakah hal ini dapat/ sering terjadi di site?
“Harusnya sih ngga terjadi ya, karna kan itu ya..pemilihan sumber daya, gitu. Apalagi itu udah
menyalahi aturan, gitu. Aturannya ngga sesuai gitu
aturannya bilang gimana, yang dilakukannya seperti
apa, gitu. Itu udah menyalahi aturan, gitu”
“Hmm..tapi biasanya sih kalo SMK3 sih sama aja sih.
Beda-beda sih sebenernya ya. Mau pake standar
apapun ngga ngaruh sebenernya, sebenernya yaa, gitu. Makanya ngga terlalu berdampak...ngga terlalu
berpengaruh besar kalo kesalahan pemilihan standar
atau implementasi standar kalo menurut saya sih, gitu.
Tinggal implementasinya, jangan-jangan kalo dikasih standar apapun kalo implementasinya bolong ya
percuma, gitu”
Hal tersebut sudah menyalahi aturan PT. Z, namun seharusnya SMK3 nya bisa
sama walaupun beda aturan, yang
berbeda adalah pada implementasinya.
Jika orang yang mengimplementasikan SMK3 tersebut tidak familiar dengan
yang namanya SMK3, maka akan
berdampak pada hasil audit
8. Menurut Ibu, bagaimana cara perekrutan/ pemilihan manajemen site yang
baik?
“Rekrutmen manajemen site yang baik. Yaa ikutin
prosedur aja mulai dari tes tulis ya, kemudian psikotes,
wawancara, kemudian tes kesehatan, dia fit ngga, gitu”
Perekrutan yang baik ialah dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
perusahaan
9. Menurut Ibu, inventaris kantor & material penunjang apakah yang minimal
harus tersedia di site?
“Ooh..yaa..komputer, printer, foto copy, scanner, terus
peralatan tulis, semuanya”
Minimal di site harus ada komputer,
printer, dan sebagainya
A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara sosialisasi kebijakan K3 yang baik di site? “Sosialisasi pada saat weekly meeting, bisa, atau pada
saat meeting berkala, atau toolbox meeting boleh,
kemudian bisa via email juga bisa, atau ditempel di papan pengumuman bisa. Apapun lah jenis
komunikasi”
Sosialisasi kebijakan K3 dapat dilakuakn
pada saat weekly meeting/ toolbox
meeting atau ditempel di papan pengumuman
2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari pembentukan struktur
organisasi P2K3/ Safety Committee di site? “Eh..kalo kita liat peraturan Permenaker nomor 487
ya, kan itu jelas bahwa setiap perusahaan wajib
Berdasarkan peraturan nasional,
pembentukan P2K3 adalah wajib bagi
184
membentuk P2K3. Nah perusahaan itu yang seperti
apa? Yang pertama adalah yang memiliki karyawan 100 orang atau lebih, yang kedua, kalau karyawannya
kurang dari 100 orang, tapi dia memiliki risiko tinggi
terjadi kebakaran, ledakan, dan sebagainya itu wajib
membentuk P2K3. Artinya ya kalo kita mau comply SMK3 ya kita comply juga segala peraturan-peraturan
pemerintah, dan kalau peraturannya memang sesuai
sama kita gitu. Kalau misalnya karyawan kita kurang
dari 100 orang tapi risiko kita tinggi yaa itu wajib, yaa harus disegerakan, gitu. Comply terhadap peraturan
yang dari peraturan perundang-undangan, gitu”
perusahaan dengan karyawan berjumlah
100 orang atau lebih serta perusahaan dengan risiko tinggi
B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai “kurangnya koordinasi yang terjadi di
proyek X antara HO & site tersebut?
“Mungkin penunjukkan PIC nya yang ngga jelas kali?
Jadi kan harusnya siapa yang melakukan update harus
jelas, mendingan di set aja di prosedur yang melakukan
update adalah pihak HO, jelas berarti HO yang melakukan update. Atau, yang melakukan update
adalah HSE di site, berarti HSE di site melakukan
update. Nah gitu, jadi, karna belum ada pelemparan
tanggung jawab yang jelas, mereka jadi saling lempar”
Kurangnya koordinasi dapat disebabkan
karena penunjukkan PIC nya yang kurang
jelas, sehingga terjadi pelemparan
tanggung jawab antara HO dan site
2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya mengenai ketersediaan HSE
Handbook di site?
“Oh..kalo memang ada di standarnya harus ada HSE
Handbook, yaudah berarti urgent lah, gitu. He eh..harus disegerakan kalo memang itu dibilang setiap
site HSE Handbook, berarti kalo emang udah dibilang
gitu yaudah itu harus disegerakan gitu kan karna itu
udah peraturan, gitu”
HSE Handbook menjadi urgent dan harus
disegerakan jika di dalam peraturan PT. Z menyebutkan hal demikian
3. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya melakukan gap analysis di site? “O..iya dong. Harus itu. Sebelum kita buat list/ daftar
peraturan-peraturan yang wajib kita patuhi, kita harus gap analysis dulu. Kita harus cari tahu dulu. Ini kira-
kira peraturan terkait sama perusahaan kita apa aja,
gitu. Untuk mengetahui nanti apa saja peraturan-
peraturan yang perlu kita patuhi, kalo gap analysis itu”
Gap analysis penting untuk mengetahui
peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika sedang mengerjakan
proyek nantinya
185
4. Menurut Ibu, bagaimana cara sosialisasi peraturan yang baik di site? “Yaa bisa induction tapi harus ada buktinya, terus
kemudian kalo saya sih lebih ke ini yaa..PP 50 tahun 2012 nya ditempel di area strategis, atau mading
misalnya gitu. Itu mungkin kalo ada orang yang iseng-
iseng baca, gitu”
Sosialisasi peraturan dapat dilakukan
melalui induction dengan disertai bukti serta dengan menempel peraturan di area-
area strategis
C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara me-manage subkontraktor yang baik? “Ya itu ikutin aja prosedurnya, kaya CSMS kan..mulai
dari..kualifikasi, terus seleksi, gitu”
Cara me-manage subkontraktor dengan
mengikuti prosedur yang sudah
ditentukan, ikuti aturan, alur dan prosesnya
D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari pemasangan bendera K3 di
site?
“Pertama, pematuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, yang kedua, karyawan atau tenaga kerja
akan lebih..mereka kan ngerasa „ooh perusahaan saya
udah aware nih terhadap K3‟. Peningkatan kesadaran diri terhadap K3 nya akan tumbuh. Kemudian
membuktikan bahwa kita komit terhadap peraturan
perundang-undangan atau persyaratan K3 atau
undang-undang terhadap K3”
Pemasangan bendera K3 ialah sebagai
bentuk kepatuhan, meningkatkan
kesadaran diri akan K3 serta
menunjukkan komitmen terhadap K3
2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari ketersediaan papan statistik
kecelakaan di site?
“Statistik sih untuk ini ya..menilai performance kita,
gitu. Bahwa itu akan terlihat, kalau memang ada kecelakaan ya di update, gitu. Untuk melihat kinerja,
seberapa jauh kinerja yang sudah kita lakukan
terhadap K3”
Ketersediaan papan statistik di site
sebagai penunjuk performa/ kinerja karyawan terhadap K3
3. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya melakukan pendokumentasian
terhadap daftar keluhan mengenai gangguan lingkungan sekitar proyek?
“Bisa kita melakukan improve (perbaikan). Kalau
memang ada gangguan, berarti kan ada keluhan, ya
kita lakukan perbaikan lah. Keluhannya apa nih misalnya, bunyi mesinnya bising sampai merugikan
masyarakat yaa harus kita lakukan perbaikan gitu.
Gimana caranya ngga bising, tidak merugikan
Pendokumentasian terhadap daftar
keluhan mengenai gangguan lingkungan
sekitar proyek bertujuan unutk melakukan improve (perbaikan)
186
masyarakat gitu. Atau, debunya misalnya melampaui
batas, yaudah harus kita lakukan perbaikan”
E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT
No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana urgensi dari pelaksanaan emergency drill di site? “Pertama, itu sebagai pematuhan peraturan
perundang-undangan, karna di undang-undang dikatakan bahwa minimal pelatihan evakuasi itu
dilakukan satu kali di dalam setahun. Yang kedua, kita
bisa memberikan kesadaran kepada karyawan dan
pengetahuan, memberikan keterampilan bagaimana caranya menyikapi atau menangani jika terjadi kondisi
darurat di site. Sehingga mereka akan lebih aware
gitu, apa yang harus mereka lakukan pada saat terjadi
keadaan darurat”
Pelaksanaan emergency dril di site ialah
sebagai bentuk kepatuhan, meningkatkan kesadaran diri akan K3, meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan pada
keadaan darurat
2. Menurut Ibu, bagaimana cara pelaksanaan emergency drill yang baik di site? “Cara pelaksanaan emergency drill yang baik yaa ikuti
prosedur yang ada, buat..ada timnya, kemudian skenarionya jelas mau apa, kemudian pelaksanaannya
gimana, pokoknya sesuai sama prosedurnya”
Pelaksanaan emergency dril yang baik
ialah dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
3. Menurut Ibu, perlengkapan emergency drill apa saja yang minimal harus
tersedia di site?
“Perlengkapan emergency drill? Perlengkapan safety
udah jelas, P3K, APAR, Hydrant, segalam macem,
kemudian fire alarm, sistemnya harus ada, harus jelas,
gitu sih pokoknya peralatan safety nya harus ada, minimal”
Perlengkapan emergency dril mencakup
P3K, APAR, Hydrant, dan sebagainya