Download - Geologi Regional Kota Semarang
GEOLOGI REGIONAL KOTA SEMARANG
2.1 Keadaan Umum Wilayah Semarang
Secara geografis, wilayah Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah terletak pada koordinat
110º16’20’’ - 110 º 30’29’’ Bujur Timur dan 6 º 55’34’’ - 7º 07’04’’ Lintang Selatan dengan luas
daerah sekitar 391,2 Km2. Wilayah Kotamadya Semarang sebagaimana daerah lainnya di
Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim kemarau dan musim hujan yang silih berganti
sepanjang tahun. Besar rata-rata jumlah curah hujan tahunan wilayah Semarang utara adalah
2000 - 2500 mm/tahun dan Semarang bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan
curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar antara 58 - 338
mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April dengan curah
hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei sampai
bulan September dengan curah hujan antara 58 - 131 mm/bulan. Temperatur udara berkisar
antara 240 C sampai dengan 330 C dengan kelembaban udara rata – rata bervariasi antara 62%
sampai dengan 84%. Sedangkan kecepatan angin rata – rata adalah 5,9 Km/jam. Batas batas
Kota Semarang meliputi :
v Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai ± 13,6 km
v Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang
v Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak
v Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal
Secara administrasi, Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Letak kota
Semarang hampir berada di tengah – tengah bentangan panjang kepulauan Indonesia dari arah
Barat ke Timur.
2.2 Topografi Daerah Semarang
Kota Semarang memiliki ketinggian beragam, yaitu antara 0,75 – 348 m di atas permukaan laut,
dengan topografi terdiri atas daerah pantai/pesisir, dataran dan perbukitan dengan kemiringan
lahan berkisar antara 0% – 45%.
2.3 Morfologi Daerah Semarang
Morfologi daerah Semarang berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan lerengnya dapat
dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:
a. Dataran rendah
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya
merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai
dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara antara
0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 - 275 m dpl. Luas penyebaran
sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Semarang. Dataran rendah membentang sejajar
garis pantai Laut Jawa, dengan lebar 2,5 km – 10 km, dengan 10 m di atas permukaan air laut.
Daerah iniketinggian tempat membentuk kawasan luapan banjir pada sisi sungai dengan
aluvial hidromorf yang berupa kerikil, pasir, lanau dan lempung.Pertemuan dengan garis pantai,
endapan aluvial membentuk delta berupa pasir, lanau dan lempung. Akibat gelombang dan
pasang surut air laut, maka endapan tersebut menyebar ke arah Timur Laut dan Barat Daya, dan
membuat garis pantai semakin maju.
b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah
sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5 -
10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2.
(17,36%) dari seluruh daerah Semarang.
c. Daerah Dataran Tinggi
Merupakan bagian Satuan Wilayah Sungai Kali Garang yang berhulu di Kaki Gunung
Ungaran. Anak sungai berpola meranting, dan masih terus mengikis tegak lurus kebawah kearah
hulu dengan kuat, membentuk daerah yang mempunyai derajat erosi yang tinggi dan luas.
d. Daerah antara,
Terletak diantara Daerah rendah dan Daerah Tinggi. Morfologi daerah antara ini,
umumnya berupa daerah perbukitan dengan kelerengan yang sedang hingga terjal.
Ø Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai
bentuk permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan ketinggian
wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah
Semarang.
Ø Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang
agak terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 - 445 m
dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Semarang.
Ø Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang
terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 - 325 m dpl.
Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Semarang.
Ø Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang
sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara 45 - 165
m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2(0,58%) dari seluruh daerah Semarang.
Ø Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang
curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Semarang.
2.4 Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di wilayah Kotamadya Semarang terdiri dari wilayah terbangun (Build Up
Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan dan jasa, kawasan industri,
transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri dari tambak, pertanian, dan kawasan
perkebunan serta konservasi.
2.5 Susunan Stratigrafi
Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Semarang (RE. Thaden,
dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :
1. Aluvium
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai litologinya
terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau
lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3
m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.
2. Batuan Gunung api Gajah Mungkur
Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus,
holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit, bersifat keras dan kompak.
Setempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).
3. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)
BatuanGunungapi Kaligesik berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus,
komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
4. Formasi Jongkong
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi
Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm,
menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan
keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan struktur
vesikuler (berongga).
5. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir
tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik,
felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna
kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt, batuapung,
berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi
volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari
andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut - membundar tanggung, agak keras.
6. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar,
setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir
tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt,
batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut - menyudut tanggung,
porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh.
Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus - kasar,
porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan,
halus - sedang, porositas sedang, agak keras.
7. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-
abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen karbonat,
porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam
keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir tufaan
kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa
dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
8. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan
batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batu
lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis
konglomerat terdapat dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping
umumnya berlapis, kristallin dan pasiran, mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.
2.6 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar
normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat - timur sebagian agak
cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara, sedangkan
sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan
Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
Geseran-geseran intensif sering terlihat pada batuan napal dan batu lempung, yang terlihat jelas
pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur sesar ini merupakan salah
satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur “lemah”, sehingga daerahnya mudah tererosi dan
terjadi gerakan tanah.
2.7 Gerakan Tanah
Dari hasil analisis kemantapan lereng diketahui bahwa tanah pelapukan batu lempung
mempunyai sudut lereng kritis paling kecil yaitu 14,85%. pelapukan napal sudut lereng kritisnya
adalah 19,5% , Pelapukan batu pasir tufaan mempunyai sudut lereng kritis 20,8% dan pelapukan
breksi sudut lereng kritisnya 23,5%. Berdasarkan analisis di atas maka daerah Kotamadya
Semarang dapat dibagi menjadi empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona Kerentanan
Gerakan Tanah sangat Rendah, Rendah, Menengah dan Tinggi.
1. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah.
Pada zona ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama
maupun gerakan tanah baru, terkecuali pada daerah tidak luas di sekitar tebing sungai.
Merupakan daerah datar sampai landai dengan kemiringan lereng alam kurang dari 15 % dan
lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat
mengembang. Lereng umumnya dibentuk oleh endapan aluvium (Qa), batu pasir tufaan (QTd),
breksi volkanik (Qpkg), dan lava andesit (Qhg). Daerah yang termasuk zona kerentanan gerakan
tanah sangat rendah sebagian besar meliputi bagian utara Kodya Semarang, mulai dari
Mangkang, kota semarang, Gayamsari, Pedurungan, Plamongan, Gendang, Kedungwinong,
Pengkol, Kaligetas, Banyumanik, Tembalang, Kondri dan Pesantren, dengan luas sekitar 222,8
Km2 (57,15%) dari seluruh daerah Semarang.
2. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terjadi gerakan tanah.
Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng
dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi
kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan
lereng mulai dari landai (5 - 5%) sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat
fisik dan keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya dibentuk
oleh tanah pelapukan yang cukup tipis dan vegetasi penutup baik cukup tipis dan vegetasi
penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. Lereng pada umumnya dibentuk oleh
breksi volkanik (Qpkg), batu pasir tufaan (QTd), breksi andesit (Qpj) dan lava (Qhg). Daerah
yang termasuk zona ini antara lain Jludang, Salamkerep, Wonosari, Ngaliyan, Karangjangkang,
Candisari, Ketileng, Dadapan, G. Gajahmungkur, Mangunsari, Prebalan, Ngrambe, dan Mijen
dengan luas penyebaran 77,00 km2 (19,88%) dari luas daerah Semarang.
3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah.
Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah
sungai, gawir tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif
kembali akibat curah hujan yang tinggi. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5 - 15%)
sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan
tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi penutup
kurang. Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk), perselingan batu lempung dan
napal (Tmkl), batu pasir tufaan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk).
Penyebaran zona ini meliputi daerah sekitar Tambakaji, Bringin, Duwet, Kedungbatu, G.
Makandowo, Banteng, Sambiroto, G. Tugel, Deli, Damplak, Kemalon, Sadeng, Kalialang,
Ngemplak dan Srindingan dengan luas sekitar 64,8 Km2 (16,76%) dari seluruh daerah
Semarang.
4. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada
zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru
masih aktif bergerak akibat curah hujan tinggi dan erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng
mulai landai (5 - 15%) sampai curam (>70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan
batuan dan tanah. Vegetasi penutup lereng umumnya sangat kurang. Lereng pada umumnya
dibentuk oleh batuan napal (Tmkl), perselingan batu lempung dan napal (Tmk), batu pasir tufaan
(QTd) dan breksi volkanik (Qpkg). Daerah yang termasuk zona ini antara lain: Pucung,
Jokoprono, Talunkacang, Mambankerep, G. Krincing, Kuwasen, G. Bubak, Banaran, Asinan,
Tebing Kali Garang dan Kali Kripik bagian tengah dan selatan, Tegalklampis, G. Gombel,
Metaseh, Salakan dan Sidoro dengan luas penyebaran sekitar 23,6 km2(6,21%) dari seluruh
daerah Semarang.
STUDI DAMPAK GERAKAN TANAH DAERAH GOMBEL LAMA DAN TINJOMOYO
ABSTRAK
Armandho, dkk. 2008. Studi Dampak Gerakan Tanah Daerah Gombel Lama dan Tinjomoyo.
Makalah. Program Studi teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Di Semarang sering terjadi longsoran pada jaringan jalan, jaringan pengairan dan jaringan
permukiman. Longsoran tersebut sering mengakibatkan kematian maupun kerusakan tempat
tinggal, untuk itu diperlukan penanganan khusus dalam menghadapi bencana tanah longsor ini.
Daerah di Semarang yang sering mengalami longsoran adalah daerah Gombel lama dan
Tinjomoyo. Longsoran didaerah tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain kondisi
geologi, morfologi, litologi, iklim dan aktivitas manusia. Tercatat tahun 2002 dan 2006 terjadi
longsoran besar didaerah tersebut dan menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar.
Kondisi geologi pada daerah tersebut terletak didaerah yang memiliki kelerengan yang curam
sehingga bidang gelinciran dari tanah tersebut semakin besar. Litologi daerah tersebut terdiri dari
batulempung, batulanau dan breksi vulkanik, dimana posisi breksi vulkanik terletak diatas
batulempung sehingga membebani lempung dan akibatnya lempung akan lebih mudah untuk
tergelincir. Aktivitas manusia yang membebani daerah rawan longsor tersebut dengan
membangun rumah bahkan hotel membuat daerah tersebut semakin berbahaya.
Untuk meminimalisir terjadinya longsoran pada daerah tersebut dapat dilakukan dengan metode-
metode geologi teknik, khususnya dalam merekayasa kondisi lahan tersebut, misalnya dengan
mengendalikan air permukaan, ataupun dengan memperkuat daya ikat tanah.
Kata kunci : gerakan tanah, dampak, mitigasi, penyebab
Gerakan Tanah di Daerah gombel lama dan Tinjomoyo
Berdasarkan hasil pengamatan kami menemukan beberapa bukti bahwa pada daerah pengamatan
sering terjadi gerakan tanah, berikut adalah bukti-buktinya :
STA 1 berlokasi di Bendan Dhuwur, dekat UNIKA. Lokasi ini dibagi menjadi dua lokasi
pengamatan yaitu lokasi pengamatan 1 (LP 1), dan lokasi pengamatan 2 (LP 2). Proses denudasi
yang terjadi disini adalah degradasi yang didorong oleh transport, yaitu proses perpindahan
bahan rombakan terlarut dan tidak terlarut karena erosi dan gerakan tanah. Pada daerah
pengamatan proses yang dominant adalah adanya gerakan tanah. Gerakan tanah ini terjadi karena
adanya perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar atau miring dari kedudukan
semula. Hal ini terjadi karena ada gangguan kesetimbangan pada saat itu. Berikut adalah hasil
analisa dari data pengamatan saat di lokasi :
a. LP 1
Daerah ini sering mengalami amblesan, walaupun sering diperbaiki (diaspal kembali)
namun akan kembali lagi rusak. Amblesan ini terjadi karena adanya gerakan ke arah
bawah yang relatif tegak lurus, yang menyangkut material permukaan tanah atau batuan
tanpa gerakan ke arah mendatar dan tidak ada sisi yang bebas. Dapat disebabkan karena
terlampau berat beban dan daya dukung tanah kecil. Juga bisa karena pemompaan air
tanah jauh melampaui batas, sehingga pori-pori yang tadinya terisi oleh air tanah akan
mampat.
Garis kuning putus-putus tersebut sengja ditandai oleh petugas karena daerah tersebut
sering ambles. Kemudian di sisi kanan jalan terdapat creep berupa tiang miring. Creep ini
merupakan aliran massa (tanah) batuan yang ekstrim lambat, tidak dapat dilhat, hanya
akibatnya akan tampak seperti tiang listrik, pohon bengkok. Pada LP 1 hanya ditemukan
adanya tiang miring.
b. LP 2
daerah ini dekat dengan LP 1 pada STA1. Kenampakan yang dapat kita lihat adalah
adanya jalan yang patah. Jalan di LP 2 ini sering mengalami patah atau putus yang amat
parah, sehingga bisa menyebabkan kecelakaan apabila dilewati oleh sepeda motor.
Patahan ini terjadi karena nendatan (slump) yaitu adanya pergerakan massa tanah atau
massa batuan yang gerakannya terputus-putus atau tersendat-sendat dari massa tanah atau
batuan ke arah bawah dalam jarak yang relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan
kecepatan ekstrim lambat.
Litologi pada STA 1 ini adalah breksi, lempung, dan lanau. Tata guna lahannya untuk
warung, toko-toko, sarana transpotasi darat, perkebunan (biasanya pisang), dan
pemukiman.
Dari hasil penelitian tersebut dilakukan analisis data yang telah didapat dilapangan, yaitu
daerah pengamatan merupakan daerah yang memiliki pergerakan tanah yang cukup
dominan, ini ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti pergerakan tanah. Creep dapat
dibuktikan dari adanya tiang listrik yang miring, hal ini semakin diperkuat oleh kondisi
jalan raya disekitar tiang listrik tersebut bergelombang, hal ini menunjukkan adanya
rayapan tanah pada daerah tersebut.
Lokasi rawan longsor cukup banyak dijumpai pada daerah tersebut, hal ini dapat dilihat
dari hasil tumpukan material lepas sedimen yang terakumulasi dibawah lereng, hal ini
menunjukkan bahwa material lepas tersebut merupakan produk dari longsoran itu sendiri.
Dari pengamatan kondisi geologi pada daerah tersebut didapatkan hasil yaitu terdapatnya
gejala adanya sesar, hal ini semakin diperkuat oleh data sekunder yang kami peroleh.
Sesar tersebut diasumsikan berarah barat-timur dan menerus kearah tenggara. Dengan
adanya struktur sesar pada daerah tersebut, bisa dipastikan bahwa daerah itu memang
sangat rawan longor. Zona sesar merupakan zona yang lemah, dimana batuan pada
bidang sesar tersebut memiliki daya ikat yang lemah, sehingga ikatan antar partikel
batuan akan sangat mudah untuk terlepas dan ketika ikatan itu terlepas maka sejumlah
material sedimen yang terlepas tadi akan tergelincir kebawah dan mengakibatkan
terjadinya longsoran.
Dari pengamatan geomorfologi daerah penelitian didapati hasil yaitu terjadinya proses
denudasi yang cukup dominan, hal ini dilihat dari adanya pelapukan batuan, longsoran,
dan rayapan. Tata guna lahan di daerah penelitian banyak digunakan sebagai permukiman
penduduk, lapangan golf, bahkan terdapat pula hotel yang didirikan diatas bukit yang
rawan longsor. Vegetasi pada daerah tersebut sudah banyak dipangkas untuk kebutuhan
permukiman penduduk, sehingga akar tanaman yang berfungsi untuk mengikat partikel
tanah dan mengontrol kandungan air dalam tanah tidak bisa menjaga tanah agar tetap
kuat. Tanah memiliki daya dukung dimana tanah akan tetap bisa bertahan dan tidak
mengalami longsoran, tetapi ketika tanah tersebut berada pada kelerengan yang cukup
curam, kondisi litologi batuan yang tidak terlalu kuat maka daya dukung tanah tersebut
akan berkurang. Inilah yang terjadi pada daerah gombel lama dan tinjomoyo, dimana
daya dukung tanah yang tidak terlalu stabil dibebani oleh bangunan-bangunan penduduk,
sehingga tanah tidak kuat menahan beban dan runtuhlah tanah tersebut sebagai longsoran.
Dari pengamatan litologi didapati hasil yaitu batuan penyusun daerah tersebut didominasi
oleh batulempung dan breksi vulkanik. Kontak antara batuan yang berbeda dansitas
tersebut mengakibatkan terjadinya longsoran jenis gelinciran (slide) ataupun jenis
robohan.(falls). Penyebaran longosran pada daerah gombel lama sejajar arah kontak
antara dua batuan tersebut, yaitu umumnya berarah baratdaya. Berdassarkan analisis
mineral lempung tersebut, didapati hasiil yaitu batulempung mengandung mineral kaolin,
kuarsa dan montmorilonit, dimana mineral-mineral tersebut merupakan minral yang
mudah mengembang (swelling). Mekanisme terjadinya longsoran dapat diasumsikan
sebagai berikut, yaitu terjadinya penjenuhan air tanah pada breksi vulkanik, hal ini
disebabkan oleh sifat batulempung yang immpermeable tidak dapat dilalui oleh air tanah,
sehingga air tanah terakumulasi pada breksi vulkanik. Breksi vulkanik yang telah jenuh
dengan air akan bertambah beratnya sehingga pembebanan terhadap batulempungpun
bertambah. Kemiringan lereng yang curam mempercepat terjadinya runtuhan breksi
vulkanik ataupun longsoran batulempung.
Dari pengamatan dilapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim pasti akan mempunyai
pengaruh yang cukup besar dalam hal terjadinya longsoran, dimana pada musim penghujan
dipastikan kandungan air tanah akan bertambah dan hal tersebut dapat mempercepat terjadinya
longsoran. Aktivitas manusia seperti mendirikan bangunan diatas daerah rawan longsor juga
merupakan percepatan dari terjadinya longsoran tersebut.
Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Dari sekian banyak penyebab terjadinya longsoran di daerah Gombel lama dan Tinjomoyo, maka
dapat dilakukan analisa dalam hal mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Mitigasi bencana
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Relokasi Penduduk
Salah satu penyebab terjadinya longsoran adalahadanya pembebanan tanah yang
berlebihan yang diakibatkan oleh banyaknya rumah penduduk yang dibangun diatas
daerah rawan longsor, sehingga untuk mengatasi hal tersebut pemerintah harus bertindak
serius untuk merelokasi penduduk yang ada pada daerah tersebut. Merelokasi penduduk
bukan perkara mudah, dari hasil wawancara dengan penduduk setempat, mereka
mengaku bahwa mereka tidak ingin pindah karena tidak ada biaya. Agar kedua belah
pihak tidak merasa saling dirugikan maka sudah selayaknyalah pemerintah memberikan
ganti rugi yang layak untuk penduduk setempat.
Memperkuat Struktur Tanah Untuk melakukan hal tersebut ilmu geologi rekayasa sangat
dibutuhkan dalam kaitannya dengan merekayasa semaksimal mungkin untuk bisa
menjadikan struktur tanah yang lepas tadi menjadi erat kembali. Penguatan struktur tanah
dapat dilakukan dengan membangun konstruksi penahan longsor yang terdiri dari
timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelatpelat baja strip dan panel untuk
menahan material berbutir. Konstruksi ini umumnya ditempatkan pada bagian ujung kaki
lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah bidang gelincir.
Mengendalikan Air Permukaan
Air permukaan mempercepat terjadinya erosi permukaan sehingga batuan mudah longsor.
Ilmu geologi rekayasa juga dibutuhkan disini, dimana denga kemampuan geologi kita
dapat melakukan penyemenan pada pori-pori tanah yang porous sehingga tanah tidak
tidak mudah dimasuki air. Penanaman tumbuhan juga bisa dilakukan untuk menyerap air
permukaan yang berlebihan. Lekukan yang terdapat di sepanjang lereng juga harus
dipotong atau diisi dengan semen agar tidak terjadi genagan air disana.
Letak geografi Kota Semarang merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai
Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang
dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan
dan Barat menuju Kabupaten Kendal.
Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5′ –
7º, 10′ Lintang Selatan dan 110º,0’ – 1100,35′ Bujur Timur dengan luas wilayah mencapai
37.366.838 Ha atau 373,7 Km2.
A. GEOMORFOLOGI
Menurut Nugroho dan Dwiyanto (1998), secara geomorfologi kota Semarang dn
sekitarnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan, antara lain :
1. Satuan Dataran Pantai
Satuan ini menyebar secara lateral mulai bagian timur sampai barat sepanjang pantai
dengan lebar 500m hingga 1000m. Sebagian besar digunakan sebagai areal budidaya
tambak, tanaman bakau dan jika tidak difungsikan areal ini akan berubah menjadi rawa
yang dipengaruhi oleh pasang surut. Elevasi satuan ini berkisar 0,5m – 1,5m dengan
kelerengan kurang dari 3 %.
2. Satuan Dataran Aluvial
Satuan ini memiliki penyebaran dari timur trimulya, Bangetayu, Pedurungan tengah
kemudian ke arah barat tengah kota di Mluyu Barat, Widoharjo, Karangturi, dan
Wonodri. Di bagian barat melempar dari panggung , Tambakharjo, Tugurejo, dan
Mangkang. Satuan ini memiliki elevasi 1,00m – 4,00m dengan kelerengan 3 – 4 %.
3. Satuan Dataran Limpasan Banjir
Satuan ini menyisip pada dataran pantai dan dataran aluvial yaitu sepanjang aliran sungai
di wilayah Semarang timur, Semarang utara, dan sebagian wilayah Semarang barat. Di
bagian tenggara dijumpai di sekitar kali pengkol.
4. Satuan Perbukitan Lereng Curam
Satuan ini disebut sebagai Satuan Perbukitan Vulkanik Karanganyar Gunung- karang
Kumpul dengan kelerengan 3 – 10 % dan elevasi 25- 150m di atas permukaan laut.
5. Satuan Perbukitan Bergelombang
Satuan lereng sedang ini melempar di sekitar Gunung Pasepan, Gunung Bubak, dan
Tinjomoyo dengan kelerengan 15 – 30 % serta elevasi 150 – 300m
6. Satuan Dataran Tinggi
Satuan ini disebut juga Plato dengan penyebaran di wilayah Banyumanik, Gunungpati,
dan Mijen. Kelerengan dri 15 % dengan elevasi 150 – 300m.
B. STRATIGRAFI
Stratigrafi daerah Ungaran dapat dikelompokkan menjadi beberapa formasi yang secara
umum termasuk kelompok batuan vulkanik dan batuan sedimen. Formasi yang ada yaitu :
1. Formasi Kerek ( Tmk)
Litologi batu lempung berwarna abu-abu muda – tua, gampingan sebagian bersisipan
dengan batu lanau, batupasir mengandung fosil moluska dan koloni koral. Tersingkap di
Banyumanik, sebelh timur Ungaran, Lembah terdiri dari perselingan batu lempung napal,
batu pasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping Kali Kripik, Kali Kreo,
dan Kali Garang serta di sekitar Jabungan.
2. Formasi Kerek ( Tmk)
Formasi ini Formasi Klibeng (Tmpk), Formasi ini terletak secra tidak selaras diatas
Formasi Kerek dengan litologi terdiri dari Napal pejal di bagian atas dan setempat
mengandung karbon, napal sisipan batu pasir tufan dan batugamping. Tersingkap di
sekitar lembah kali kreo, kali kripik dan kali garang serta di Tembalang, Meteseh,
Ruwosari, lembah kali pengkol bade.
3. Formasi Kligetas (Qpkg)
Formasi ini terdiri dari breksi vulkanik antara lain lava, tuvan dan batulempung.
Umumnya telah mengalami pelapukan cukup intensif menghasilkan material tanah
berwarna coklat kemerahan, tersingkap di Tembalang, Banyumanik, Grobogan,
Wonorejo. Daerah aliran sungai Prigsari.
4. Formasi Damar (Qtd)
Formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Kalibeng dan terdiri dari mineral
feldspar dan mineral mafic, sebagian tufa, sebagian gampingan.Singkapan dijumpai di
Kedung Mundu, Karanganyar, dan Ngadirejo.
5. Endapan Aluvium (Qa)
Terdiri dari kerikil, pasir kerakal dan lanau dengan tebal 1 – 3 m yang merupakan
endapan sungai. Tersingkap di Lembah Kali Pengkol dan sekitarnya.
C. STRUKTUR GEOLOGI
Wilayah Ungaran dan sekitarnya merupakan daerah yang cukup komplek struktur
geologinya, terutama didominasi oleh sesar turun. Sesar geser dijumpai berarah timur laut
– barat daya yang melalui Gunung Genting hingga Rowosari. Sedangkan dua sesar turun
melengkung dijumpai relatif pararel melalui badarejo melewati Gunung Turun hingga
sebelah utara Karang Manggis di satu sisi dan sesar Kramas, Gombel hingga Jatibarang
di sisi yang lain. Sesar turun yang relatif kecil dijumpai di Kaligarang, Srondol dan
Gadjah.