Download - Hemoroid referat
BAB 1
PENDAHULUAN
Hemorrhoid adalah pelebaran atau inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus
yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Selain itu
pleksus tersebut juga dapat mengalami perdarahan.1 Hemorrhoid dibagi dalam dua jenis yaitu
hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid interna merupakan pelebaran
cabang-cabang vena rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Sedangkan
hemorrhoid eksterna merupakan pelebaran cabang-cabang vena rectalis inferior saat vena ini
berjalan ke lateral dari pinggir anus dan hemorrhoid ini dilapisi oleh kulit. Di Amerika
Serikat, tercatat lima ratus ribu orang menderita hemorrhoid setiap tahunnya. Bahkan 75%
penduduk dunia pernah mengalami hemorrhoid.2 Tingginya prevalensi hemorrhoid
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya, kurangnya konsumsi makanan berserat,
konstipasi, usia, kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor,
kurangnya intake cairan, kehamilan, dan kurangnya aktifitas seperti berolahraga.3 Terjadinya
hemorrhoid dapat dicegah salah satunya dengan melakukan aktifitas fisik ringan seperti
berolahraga, karena dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan otot.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI
Bagian utama usus besar yang paling akhir disebut rektum dan membentang dari
kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci akhir dari rectum disebut
sebagai kanalis ani dan kanalis ini dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus.
Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis
dibagi menjadi dua, yaitu bagian kiri dan bagian kanan berdasarkan suplai darah yang
terimanya. Belahan sebelah kanan di perdarahi oleh Arteria mesenterika superior yaitu
sekum, kolon ascenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum. Arteria mesenterika inferior
memperdarahi belahan sebelah kiri yaitu 1/3 distal kolon transversum, kolon ascenden, kolon
sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Rektum mempunyai suplai darah tambahan yang
berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang merupakan cabang dari arteria iliaka
interna dan arteri abdominalis.4
Gambar 1. Anatomi Rektum dan Anus
2
II.2 FISIOLOGI
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior yaitu bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Pada vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior terdapat anastomosis sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan
hemorrhoid.4,5 Terdapat dua jenis peristaltik propulsif:
1. Kontraksi lamban dan tidak teratur, yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak
kearah depan sehingga menyumbat beberapa haustra
2. Peristaltik massa, yaitu kontraksi yang melibatkan segmen kolon.
Gerak peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik pada
saat setelah makan, terutama setelah makan pertama kali pada hari tersebut. Lewatnya feses
kedalam rectum menyebabkan terjadinya distensi dinding rectum dan merangsang refleks
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter interna maupun eksterna, dimana sfingter
interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh
sistem saraf volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada medulla spinalis segmen sacral S2
dan S4. Serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splanchnicus panggul dan
menyebabkan kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang
teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi dan menyebabkan sudut dan annulus
anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik
keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang
meningkat akibat kontraksi volunter otot dada dengan glottis yang tertutup, dan kontraksi otot
abdomen secara terus menerus. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot sfingter
eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap relaks, dan keinginan defekasi
hilang.
Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi
peristaltic masa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum menjadi relaks dan keinginan defekasi
hilang. Air tetap akan terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras dan
menyebabkan sulit untuk defekasi. Bila massa feses yang keras terkumpul disatu tempat dan
tidak dapat dikeluarkan, maka disebut impaksi feses. Tekanan feses yang berlebih
3
menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini
merupakan salah satu penyebab terjadinya hemorrhoid.4,6
II.3 HEMORRHOID
II.3.1 Definisi
Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang berfungsi
untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Pleksus tersebut dapat melebar, inflamasi
hingga perdarahan karena adanya suatu faktor. Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan vena pada pleksus tersebut dan sering terjadi pada usia 50 tahun keatas.1,3
II.3.2 Epidemiologi
Prevalensi hemorrhoid di Indonesia tergolong cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta
pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien yang di
kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun 2008, dari 1575 kasus pada instalasi
rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi
tersebut.
II.3.3 Faktor Resiko
Faktor resiko hemorrhoid yaitu7:
Primer
o Keturunan. Yaitu dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis
o Anatomi dan fisiologi. Vena pada daerah anorektal tidak mempunyai katup
dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan fasia
sekitarnya.
o Kelemahan dari tonus spinchter ani
Sekunder
o Pekerjaan. Pada orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat beban berat, mempunyai predisposisi untuk timbulnya
hemorrhoid
o Umur. Pada usia lanjut timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot
sphincter juga menjadi tipis dan atonis.
4
o Endokrin, misal pada wanita yang sedang hamil maka aka nada dilatasi vena
ekstremitas dan anus karena sekresi hormon relaksin yang dapat melemahkan
dinding vena bagian anus.
o Mekanis. Segala keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tinggi
dalam perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostat.
o Pola defekasi. Misalnya kebiasaan mengejan saat defekasi, sering diare, sering
konstipasi.
o Pola makan. Diet tinggi serat, seperti buah dan sayur, menghindari makanan
pedas, dan cukup minum air putih akan menurunkan angka kejadian
hemorrhoid.
o Peningkatan tekanan intraabdominal.
o Kehamilan.
o Obstruksi vena.
II.3.4 Klasifikasi
Hemorrhoid diklasifikasikan menjadi 3 yaitu hemorrhoid interna, hemorrhoid
eksterna, dan gabungan. Kedua pleksus hemorrhoid inernus maupun eksternus slaing
berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran balik vena, bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus.
1. Hemorrhoid Interna
Yaitu pelebaran dari pleksus hemorrhoidalis interna, yang terdiri dari vena
hemorrhoidalis superior dan media, dimana pleksus ini berada di atas garis mukokutan (linea
dentate) atau 2/3 canalis ani bagian atas yang ditutupi oleh mukosa. Selanjutnya pleksus ini
mengalirkan darah ke vena porta. Karena tidak mempunyai inervasi somatik, maka pada
umumnya penyakit ini tidak disertai nyeri. Hemorrhoid interna terdapat pada tiga posisi
primer, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam 7), kiri lateral (jam 3), oleh Miles
disebut Three Primary Haemorrhoidal Areas.3,7
5
Gambar 2. Tiga Area Primer Hemorrhoid
Secara klinis, hemorrhoid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu3,7:
a. Derajat I
Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca defekasi, tanpa disertai nyeri,dan
tidak terdapat prolaps. Pada anuskopi terlihat permulaan benjolan hemorrhoid
menonjol ke dalam lumen.
b. Derajat II
Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan pasca defekasi. Terjadi prolaps
hemorrhoid yang dapat masuk dengan sendirinya (reposisi spontan).
c. Derajat III
Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat masuk spontan dan harus dibantu dengan
didorong masuk dengan satu jari (reposisi manual)
d. Derajat IV
Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat didorong masuk (meskipun sudah di
reposisikan namun akan keluar kembali).
Gambar 3. Derajat Hemorrhoid Interna6
2. Hemorrhoid Eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis eksterna (vena
hemorrhoidalis inferior) yang terdapat pada distal garis mukokutan (linea dentate) di dalam
jaringan di bawah epitel anus. Pleksus ini mengalirkan darah dari daerah perineum dan
lipatan paha ke peredaran darah sistemik melalui vena iliaka. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus yang sebenarnya merupakan hematom yang
disebut hemorrhoid thrombosis eksternal akut. Sering terasa nyeri dan gatal karena ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemorrhoid eksternal mempunyai 3 bentuk, yaitu:
a. Bentuk biasa, tapi letak di distal mucocutaneal junction.
b. Bentuk benjolan hemorrhoid dengan thrombosis akut.
c. Bentuk skin tags.
Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya thrombosis yang biasanya disertai
infeksi atau abses perianal. Sedangkan pada penderita bentuk skin tags tidak mempunyai
keluhan kecuali jika ada ulcerasi dan infeksi.
3. Hemorrhoid Gabungan interna dan eksterna
Berasal dari pelebaran pleksus hemorrhoidalis interna dan eksterna. Gabungan ini
biasanya terletak di atas dan di bawah linea dentate. Hemorrhoid ini sering ditemukan saat
colok dubur.
Gambar 4. Hemorrhoid interna dan eksterna
7
II.3.5 Patofisiologi
Hemorrhoid dapat terjadi akibat peregangan berulang saat buang air besar, dan
konstipasi (sulit buang air besar/sembelit) juga dapat membuat peregangan menjadi
bertambah buruk.8 Hemorrhoid berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet
tinggi serat dan defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko terjadinya
hemorrhoid. Penelitian terbaru mengungkapkan keterlibatan bantalan anus (anal cushion)
merupakan dasar terjadinya hemorrhoid. Anal cushion merupakan jaringan lunak yang kaya
akan pembuluh darah. Agar dapat stabil, bantalan ini di sokong oleh ligamentum Treitz dan
lapisan muskularis submukosa. Terjadinya bendungan dan hipertrofi pada bantalan ini
merupakan mekanisme dasar terjadinya hemorrhoid.
Ada beberapa proses pembendungan yang terjadi pada bantalan anus. Pertama,
adanya kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua,
bantalan anus yang terlalu mobile. Dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus
yang ketat. Akibatnya vena intramuscular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses
pembendungan tersebut dapat diperparah apabila seseorang mengejan atau adanya feses yang
keras melalui dinding rectum. Selain itu, gangguan rotasi bantalan anus juga menjadi dasar
terjadinya keluhan hemorrhoid. Dalam keadaan normal, bantalan anus menempel secara
longgar pada lapisan otot sirkuler. Ketika defekasi, sfingter interna akan relaksasi. Lalu,
bantalan anus berotasi kea rah luar (eversi) membentuk bibir anorektum. Faktor usia,
konstipasi, dan mengejan yang lama akan menyebabkan gangguan eversi pada bantalan
tersebut.8,9
II.3.6 Gejala Klinis
Gejala klinis hemorrhoid dibagi berdasarkan jenis hemorrhoid, yaitu:
a. Hemorrhoid Interna
Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul, dan pruritus.
Trombosis atau prolaps akut yang disertai edema ataupun ulserasi akan menimbulkan rasa
nyeri.
Gejala yang muncul pada hemorrhoid interna dapat berupa:
1. Perdarahan
Merupakan gejala yang sering muncul, dan biasanya merupakan awal dari
penyakit ini. Perdarahan dapt berupa darah segar dan biasanya tampak setelah
8
defekasi. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat karena vascular
cushion prolaps dan mengalami kongesti oleh sfingter ani.
2. Prolaps
Dapat dilihat adanya penonjolan yang keluar pada anus dan dapat masuk kembali
secara spontan ataupun harus dimasukkan dengan bantuan tangan.
3. Nyeri dan rasa tidak nyaman
Biasanya timbul karena komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses, dll)
hemorrhoid interna biasanya sedikit yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat
juga terjadi karena terjepitnya tonjolan hemorrhoid oleh sfingter ani (strangulasi).
4. Keluarnya sekret
Sekret yang menjadi lembab akan rawan terjadinya infeksi dan dapat mengganggu
kenyamanan penderita.
b. Hemorrhoid Eksterna
Pada fase akut, hemorrhoid eksterna dapat menimbulkan nyeri, biasanya karena
adanya oedem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul karena trombosis dari vena
hemmorhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah
timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus, dan timbul
perdarahan. Beberapa minggu selnajutnya area yang mengalami trombus tadi dapat
mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang disebut skin tag. Akibatknya
timbul rasa mengganjal, gatal, dan iritasi.
II.3.7 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dibuat dalam posisi lithotomi, miring (sim’s position),
atau menungging (knee chest position).
1. Inspeksi
Pasien disuruh untuk mengejan sehingga dapat terlihat adanya prolaps hemorrhoid
interna dan derajat hemorrhoid dapat dinilai. Dapat dilihat jika ada darah yang menetes
karena perdarahan. Dapat dilihat juga adanya kelainan seperti fisura ani, ataupun
hemorrhoid eksterna.10
2. Rectal Toucher
Dengan menggunakan sarung tangan steril dan dilumasi pelicin, jari pemeriksa
dimasukkan kedalam lubang anus pasien dan meminta pasien untuk mengejan. Pada
pemeriksaan rectal toucher untuk hemorrhoid interna tidak dapat diraba karena tekanan
9
vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini diperlukan
untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Evaluasi tonus kanalis anal saat
istirahat, dan kontraksi otot ischiorektalis serta sfingter dapat dirasakan.10
II.3.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Anoscopy
Pada pemeriksaan ini pasien diposisikan lithotomi. Anoskopi lalu dimasukkan ke
dalam anus sedalam mungkin, penyumbat di angkat dan pasien diminta untuk bernafas
panjang. Dengan cara ini kita dapat melihat hemorrhoid interna grade I dan II dimana
tidak atau belum terlihat penonjolan hemorrhoid. Pada pemeriksaan ini juga dapat dilihat
posisi pangkal hemorrhoidnya, warna selaput lendir yang merah meradang atau
perdarahan, jumlah benjolan, letak dan besarnya benjolan. Benjolan hemorrhoid akan
menonjol pada ujung anoskopi. Bila perlu, pasien dapat diminta untuk mengejan.
Hemorrhoid interna dapat terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol ke dalam
lumen.1
b. Sigmoidoscopy
Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang dan keganasan, misalnya karsinoma kolon, karsinoma rektum, dan
lainnya.1
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui tanda anemia pada pasien
hemorrhoid dengan perdarahan berat atau kronik.10
II.3.9 Penatalaksanaan
1. Non-Medikamentosa
Berupa perubahan pola makan, perbaikan cara atau pola defekasi. Perbaikan pola
defekasi ini disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri dari konsumsi
makanan berserat, dan perubahan cara ketika defekasi dengan cara posisi jongkok
(squatting). Dengan posisi jongkok ini, tidak dibutuhkan tenaga untuk mengejan. Pasien
juga tidak dianjurkan untuk banyak duduk.
2. Medikamentosa
Bertujuan memperbaiki defekasi dengan menggunakan obat untuk melunakkan feses
sehingga tenaga saat mengejan tidak terlalu besar ketika defekasi. Pengobatan
10
medikamentosa juga digunakan untuk menghilangkan keluhan dan gejala pada anus.
Tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu suppositoria untuk hemorrhoid interna dan salep
untuk hemorrhoid eksterna.
3. Terapi Minimal Invasive
Dilakukan apabila pengobatan medikamentosa dan non-medikamentosa tidak
berhasil. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a. Skleroterapi
Yaitu dengan menyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya phenol 5%
dalam minyak nabati. Lokasi penyuntikan adalah pada submukosa hemorrhoid. Efek
injeksinya adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemorrhoid.
Hal ini dapat mencegah atau mengurangi prolaps jaringan hemorrhoid. Teknik ini
murah dan mudah dilakukan, namun tingkat kegagalannya tinggi.1,11
b. Rubber Band Ligation
Ligasi jaringan hemorrhoid dengan menggunakan rubber band dengan tujuan agar
prolaps menjadi nekrosis dan putus tanpa rasa sakit karena iskemia yang terjadi dalam
beberapa hari. Komplikasi yang mungkin timbul adalah rasa nyeri karena terkenanya
garis mukokutan dan perdarahan saat hemorrhoid mengalami nekrosis.1
c. Cryotherapy
Terapi hemorrhoid ini menggunakan suhu yang sangat rendah untuk
mendestruksikan mukosa. Dianjurkan untuk hemorrhoid grade I-IV. Prosedur ini
tidak lagi digunakan karena destruksi mukosa yang sukar ditentukan luasnya.1
d. Infra Red Coagulation (IRC)
Digunakan untuk hemorrhoid yang tidak prolaps (Grade I). Caranya dengan
memusatkan sinar infra merah ke jaringan hemorrhoid dan diubah menjadi panas.
Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemorrhoid.
Teknik ini singkat dan komplikasi minimal.11
4. Tindakan Operatif
Hemorroidektomi
Prinsipnya adalah dengan eksisi pada jaringan yang berlebih. Eksisi sehemat
muingkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia yaitu bedah
11
konvensional (dengan menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (dengan alat
pemotong berupa sinar laser), dan bedah stapler (menggunakan alat dengan
prinsip kerja stapler).1
II.3.10 Komplikasi
Komplikasi pada hemorrhoid antara lain:1,7
Perdarahan. Akibat laserasi plexus vena hemorrhoidalis oleh feses yang keras.
Infeksi. Apabila hemorrhoid yang keluar tidak dapat masuk kembali akan mudah
terjadi infeksi dan menyebabkan sepsis. Infeksi yang berat dapat mengakibatkan
sepsis perianal hingga kematian.
Trombosis. Banyak terjadi pada hemorrhoid eksterna atau interna yang mengalami
prolaps dan akan irreponible sehingga tidak dapat dipulihkan karena kongesti dan
mengakibatkan oedem dan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan nekrosis
mukosa dan kulit yang menutupinya.
Emboli septik. Terjadi melalui sistem portal dan dapat menyebabkan abses hepar.
II.3.11 Prognosis
Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi pasien hemorrhoid yang
simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah
baik. Kekambuhan hemorrhoid tergantung pada keberhasilan pasien dalam mengubah
kebiasaan defekasi, memperbanyak asupan serat. Perubahan perilaku ini dapat mengurangi
dan mencegah terjadinya hemorrhoid.
12
BAB III
KESIMPULAN
Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang berfungsi
untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemorrhoid dibagi dalam dua jenis yaitu
hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Prevalensi hemorrhoid di Indonesia tergolong
cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi
sebanyak 20% dari pasien yang di kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun
2008, dari 1575 kasus pada instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai
16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.
Hemorrhoid dapat terjadi akibat peregangan berulang saat buang air besar, dan
konstipasi (sulit buang air besar/sembelit) juga dapat membuat peregangan menjadi
bertambah buruk.8 Hemorrhoid berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet
tinggi serat dan defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko terjadinya
hemorrhoid. Gejala pada hemorrhoid interna adalah perdarahan, prolaps, nyeru dan rasa tidak
nyaman, keluarnya sekret. Sedangkan pada hemorrhoid eksterna dapat menimbulkan nyeri,
perdarahan, rasa mengganjal, gatal, dan iritasi.
Tatalaksana hemorrhoid dapat dengan non-medikamentosa seperti mengubah perilaku
defekasi, konsumsi makanan tinggi serat, dan hindari duduk lama. Medikamentosa dengan
obat-obat pelunak feses. Dan dapat dengan terapi minimal invasive serta tindakan operatif
(hemorrhoidektomi). Komplikasi pada hemorrhoid antara lain perdarahan, infeksi,
thrombosis, dan emboli septik.
Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi pasien hemorrhoid yang
simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah
baik. Dan kekambuhan hemorrhoid tergantung dari keerhasilan pasien dalam mengubah
perilaku defekasi dan mengkonsumsi makanan tinggi serat.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. In: Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p. 788-792.
2. National Digestive Disease Information Clearinghouse. Hemorrhoids. 2010. Available at: http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids. [cited on September 12, 2015].
3. Simadibrata M. Hemoroid. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 397-9
4. Osman N. Indonesian Hemorrhoid Increase Blamed On Western Toilets. Jakarta Globe. 2011. Available at: http://www.jakartaglobe.com/health/indonesian-hemorrhoid-increase-blamed-on-western-toilets/365518. [cited on September 12, 2015].
5. Irawati D. Hubungan Antara Posisi Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga Berat dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik Bedah Rumah Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.
6. Struber, JC. Considering Physical Inactivity in Relation to Obesity. The Internet Journal of Allied Health Sciences and Practices. 2004.
7. Lindseth G. Gangguan Usus Besar. In: Price S, Wilson L, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;2006. p. 456-468.
8. Silvia AP, Lorraine MW. Hemoroid. In: Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit, Patofisiologi Vol.1. 6th ed. Jakarta: EGC. p.467
9. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Hemoroid. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p.672-5
10. American Gastroenterological Association Medical Position Statement: Diagnose and Treatment of Hemorrhoid. Gastroenterology. May 2004; 126(5). p.1461-2
11. Abcaria H. Shackelfords Surgery of The Alimentary Tract. 6th ed. USA; 2007.
14