-
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI
RUANG BERSALIN RSU DEWI SARTIKA SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Jurusan Kebidanan Diploma IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
ANGRIANI P00312013002
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
J U R U S A N K E B I D A N A N PRODI DIV KEBIDANAN
2017
-
ii
-
iii
-
iv
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PENULIS
1. Nama : Angriani
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 24 September 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki
6. Alamat : Kel. Hopa-hopa, Kec. Wawotobi, Kab.
Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2007
2. SMA Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2010
3. SMA Negeri 1 Wawotobi, Tamat Tahun 2013
4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan D-IV Kebidanan Masuk
tahun 2013 Sampai Sekarang.
-
v
ABSTRAK HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI DENGAN RUPTUR
PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA
TAHUN 2016
Angriani1, Arsulfa2, Wa Ode Asma Isra2
Latar Belakang : Bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Metode Penelitian : jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Jumlah populasi sebanyak 730 orang dan sampel 88 orang yang diambil dengan menggunakan teknik Sistematik Random Sampling. Hasil Penelitian : Dari penelitian yang penulis lakukan didapatkan hasil bahwa dari 44 ibu bersalin normal dengan ruptur perineum, sebanyak 7 bayi dengan berat badan lahir bayi berisiko (> 4000 gram), dan hasil Uji Chi-Square didapatkan bahwa nilai, X2Hit = 3,86 > X
2Tabel = 2,706 maka Ha
diterima dan H0 ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1. Kesimpulan : Ada hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara. Kata kunci : Berat Badan Lahir Bayi, ruptur perineum. Daftar pustaka : 23 literatur.
1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Dosen Pembimbing Poltekkes Kemenkes Kendari.
-
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis
panjatkan kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada
Persalinan Normal Di Ruang Bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016” .
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis sadari amat banyaknya
aral yang melintang, namun berkat Allah SWT yang senantiasa
memberikan petunjuk serta keyakinan pada kemampuan diri sendiri,
sehingga segala hambatan yang penulis hadapi dapat teratasi. Terima
kasih yang tidak ternilai serta sembah sujud penulis ucapkan kepada
Orang tua penulis, Ayahanda Hasim Karim, SE dan Ibunda Nur Hawa
Muh.Nur atas segala do’a dan kasih sayang yang tidak henti-hentinya
tercurahkan demi keberhasilan penulis serta semua pengorbanan materil
yang telah dilimpahkan, tanpa Ridho keduanya penulis tidak ada apa-
apanya.
Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada kedua pembimbing Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku pembimbing
I dan Ibu Wa Ode Asma Isra, S.Si.T, M.Kes selaku pembimbing II yang
penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
-
vii
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari;
2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Kendari;
3. Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku Ketua Prodi D-IV Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Kendari;
4. Ibu Melania Asi, S.Si.T, M.Kes, Feryani, S.Si.T, M.Kes, Andi
Malahayati N, S.Si.T, M.Kes selaku dewan penguji dalam skripsi ini.
5. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara
yang telah member izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian
selama ini.
6. Kepada saudara saya Lirandani dan Asmiranda Ramadhani yang telah
memberikan semangat.
7. Kepada kekasih tercinta Pratu Pahrum Tutu yang selalu memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis.
8. Kepada sepupuku Nikmatun Fatima Nur yang telah membantu penulis.
9. Kepada Teman-temanku yang katanya gengs Ismawati Dunggio,
Novitasari, Rey Yulia Pratiwi, Riska Arista, Theana Putri Sakinah, Wa
Ode Dian Ekawati dan Yelzy juniastuti.
10. Kepada semua rekan-rekan seperjuanganku D-IV Kebidanan yang
tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan,
-
viii
motivasi, dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan selama 4
tahun ini dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti
selanjutnya di Poltekkes Kemenkes Kendari serta kiranya Tuhan selalu
memberi Rahmat kepada Kita semua. Amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………..……... i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… iv
ABSTRAK ………………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………….. 3
C. Tujuan Penelitian ……………………………………. 3
D. Manfaat Penelitian …………………………………… 4
E. Keaslian Penelitian ………………………………….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………. 6
A. Telaah Pustaka ………………………………………. 6
B. Landasan Teori ………………………………………. 23
C. Kerangka Teori ………………………………………. 25
D. Kerangka konsep ……………………………………. 26
E. Hipotesis Penelitian …………………………………. 26
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………… 27
A. Jenis dan Rancangan penelitian …………………… 27
B. Waktu dan Tempat Penelitian .…………………….. 28
C. Populasi dan sampel ………………………………… 28
D. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………... 31
E. Definisi Operasional ……………………….………… 31
-
x
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………………… 32
G. Instrument Penelitian ……………………………….. 32
H. Alur Penelitian …………………...…………………… 32
I. Analisa Data ………………………………………….. 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….. 36
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………….. 36
B. Hasil Penelitian ………………………………………. 40
C. Pembahasan …………………………………………. 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 49
A. Kesimpulan …………………………………………… 49
B. Saran ………………………………………………….. 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel kontingensi 2 × 2 Odds Ratio pada Penelitian
Case Control Study …………………………………… 34
Tabel 2 Distribusi SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun
2016……………………………………………………... 39
Tabel 3 Distribusi frekuensi kejadian ruptur perineum pada
ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016 ……..……………………….… 40 Tabel 4 Distribusi frekuensi pembagian kelompok kasus dan
kelompok kontrol ibu bersalin normal di RSU Dewi
Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ………….... 41 Tabel 5 Distribusi frekuensi berat badan lahir bayi pada ibu
bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016 …..………………………….... 41 Tabel 6 Hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur
perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara ……………... 42
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori ………………………………………... 25
Gambar 2 Variabel Penelitian ………………………………….… 26
Gambar 3 Rancangan Penelitian …………………………….….. 27
Gambar 4 Alur Penelitian ……………………………………….... 32
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Master Tabel Hasil Penelitian
Lampiran 2 Hasil Perhitungan uji Chi-Square
Lampiran 3 Surat Keterangan Pengambilan Data Awal
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan
setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Persalinan dengan
ruptur perineum apabila tidak ditangani secara efektif menyebabkan
perdarahan dan infeksi menjadi lebih berat (Wiknjosastro, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2013
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia 210 per 100.000 kelahiran hidup,
AKI di negara berkembang 230 per 100.000 kelahiran hidup dan AKI
di negara maju 16 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Asia Timur 33
per 100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 190 per 100.000 kelahiran
hidup, Asia Tenggara 140 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia
Barat 74 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000
kelahiran hidup (SDKI, 2012). Angka kematian ibu tahun 2015 di
Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 131 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab utama kematian ibu di Sulawesi Tenggara, yaitu perdarahan
(33,84%), lain-lain (27,69%), eklampsia (23,07%), infeksi (12,30%) dan
partus lama (3,07%) (Profil Dinkes Provinsi Sultra, 2016).
-
2
Berdasarkan data WHO pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus
ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka diperkirakan akan meningkat
mencapai 6,3 juta pada tahun 2050 jika tidak mendapat perhatian dan
penanganan yang lebih. Di Asia ruptur perineum juga merupakan
masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian
ruptur perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum di Indonesia 52% dikarenakan persalinan
dengan bayi berat lahir cukup atau lebih (WHO, 2010).
Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu
persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi
persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, berat badan bayi baru
lahir dan keadaan perineum (Wiknjosastro,2008).Resiko komplikasi
yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi adalah
perdarahan, fistula, hematoma, dan infeksi (Manuaba, 2008).
Bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih
dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu
kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan
gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan
syarafnya. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit
melewati panggul dan menyebabkan terjadinya rupture perineum pada
ibu bersalin (Wiknjosastro, 2008).
Di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika data tahun 2014 angka
kejadian ruptur perineum pada 313 persalinan normal terdapat 192
-
3
kasus (61,34%) , mengalami penurunan pada tahun 2015 dari 276
persalinan normal terjadi 157 kasus (56,88%), dan mengalami
peningkatan pada tahun 2016 dari 730 persalinan normal terjadi 467
kasus (63,97%).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Berat
Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di
Ruang Bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016”.
B. Rumusan Masalah
Uraian pada latar belakang diatas memberikan dasar pada
penulis dalam merumuskan suatu masalah yaitu : “Apakah ada
hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada
persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016 ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur
perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi
Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan jumlah kejadian ruptur perineum di ruang
bersalin RSU Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
-
4
b. Mendeskripsikan jumlah berat badan lahir bayi di ruang bersalin
RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
c. Mengetahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur
perineum pada persalinan normal di ruang bersalin RSU Dewi
Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
Sebagai bahan masukan untuk menambah informasi bagi
pelayanan kebidanan dalam rangka meningkatkan pelayanan
kebidanan di Rumah Sakit.
2. Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan
dan status kesehatan masyarakat pada umumnya dan ibu hamil
pada khususnya.
3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan
DIV kebidanan khususnya mengaplikasikan ilmu metodologi
penelitian secara langsung di lapangan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian sekarang yaitu
dilakukan oleh Elis Fitriani yang berjudul hubungan antara berat badan
bayi baru lahir pada persalinan fisiologis dengan kejadian ruptur
-
5
perineum studi di BPS Ny.Yuliana, Amd.Keb Banjarayar Kecamatan
Lamongan Kabupaten Lamongan 2015. Metode penelitian ini
menggunakan analitik observasional pendekatan cross sectional,
teknik pengambilan sampel secara Simple Random Sampling, analisis
data korelasional.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu metode penelitian
menggunakan analitik observasional pendekatan Case Control, teknik
pengambilan sampel secara Sistematik Random Sampling analisis
data secara univariabel dan bivariabel, tempat di ruang bersalin RSU
Dewi Sartika, Sulawesi Tenggara dan tahun penelitian, Tahun 2016.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan Tentang Ruptur Perineum
a. Pengertian Ruptur Perineum
Ruptur adalah robeknya atau koyaknya jaringan secara
paksa. Perineum merupakan suatu region dan struktur di
sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul dan berada di
bawah diafragma pelvis, di sebelah anterior dibatasi oleh simfisis
pubis, di sebelah anterolateral oleh ramus ischiopubicus dan tuber
ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os coccygeus
(Wiknjosastro, 2011).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat
bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat
atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka
yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang
luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Robekan jalan lahir biasanya
akibat tindakan medis (Episiotomi) dan robekan yang terjadi
secara spontan (Wiknjosastro, 2008).
-
7
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang terjadi juga pada persalinan berikutnya.
(Wiknjosastro, 2011).
b. Klasifikasi Ruptur Perineum
1) Ruptur perineum spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-
sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau
disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur.
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena dilakukan
pengguntingan atau perobekan pada perineum. Episiotomi
adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar
saluran keluar vagina (Harhap, 2012).
Tingkat robekan perineum :
a) Tingkat I : Bila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang
robek
b) Tingkat II : Bila dinding belakang vagina dan otot-otot dasar
panggul robek
c) Tingkat III : Bila mukosa sfingter ani eksternus ikut terputus
d) Tingkat IV : Bila dinding depan rectum ikut robek. Robekan
perineum tingkat IV disebut pula robekan
perineum total (Wiknjosastro, 2011).
-
8
c. Tanda dan Gejala Ruptur Perineum
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus
baik dan tidak didapatkan adanya retensio plasenta maupun
adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan
lahir (Nugroho, 2012).
d. Tanda-tanda yang mengancam terjadinya ruptur perineum
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum
antara lain :
1) Kulit perineum mulai melebar dan tegang
2) Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap
3) Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi
robekan pada mukosa vagina
4) Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek diantara
fourchette dan sfingter ani (Harhap,2012).
e. Bahaya Dan Komplikasi Ruptur Perineum
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum
tidak segera diatasi, yaitu ;
1) Perdarahan
Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat
khususnya pada ruptur perineum tingkat II dan tingkat III atau
jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai
klitoris. Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta lahir
lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
-
9
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
(Manuaba, 2008).
2) Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya
karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing
atau rektum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan
segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung
kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan
panggul, sehingga terjadi iskemia (Marthius, 2006).
3) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada
persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta
tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada
perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Kesalahan yang
menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinakan
banyak darah yang hilang dalam waktu yang singkat, adanya
pembengkakan biru yyang tegang pada salah satu sisi introitus
di daerah ruptur perineum (Wiknjosastro, 2011).
4) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan disekitar
alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan
merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh sehingga
menimbulkan infeksi. Dengan ketetntuan meningkatnya suhu
-
10
tubuh melebihi 38ºC tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap
wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan dan
dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari
laserasi, robekan atau luka episiotomi (Manuaba, 2008).
f. Penanganan Ruptur Perineum
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menangani ruptur
perineum adalah :
1) Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak
lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari
retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap
2) Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan.
Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal kea rah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis
demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b) Ruptur perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi
perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang
catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c) Ruptur perineum tingkat II : Untuk laserasi derajat I atau II
jika ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus
-
11
diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan.
Pertama otot dijahit dengan catgut secara terputus-putus
atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d) Ruptur perineum tingkat III : Penjahitan yang pertama pada
dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal
dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik
sehingga bertemu kembali.
e) Ruptur perineum tingkat IV : Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah karena robekan diklem dengan klem pean
lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik
sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis
demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I
(Harhap, 2012).
2. Tinjauan Tentang Faktor yang menyebabkan ruptur perineum
a. Faktor Ibu
1) Paritas
Jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin
hidup di luar rahim (Lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan
jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas
dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya. Pada
-
12
primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan
perineum dan hamper selalu terjadi dan tidak jarang berulang
pada persalinan berikutnya. Paritas mempunyai pengaruh
terhadap kejadian ruptur perineum (Wiknjosastro, 2008).
2) Cara Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk
meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson
telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar
pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin
mengejan.ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih
efektif pada posisi tertentu. Pertolongan persalinan yang
semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan
robekan jalan lahir dank arena itu dihindarkan untuk memimpin
persalinan saat pembukaan serviks belum lengkap
(Wiknjosastro, 2008).
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin
persalinan untuk mencegah terjadinya ruptur perineum,
diantaranya :
a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan keinginan
alamiahnya selama kontraksi
b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat
meneran
-
13
c) Mungkin ibu akan lebih mudah meneran jika ibu berbaring
miring atau setengah duduk, menarik lutut kearah ibu, dan
menempelkan kedada
d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat
meneran
e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu
kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko
distosia bahu dan ruptur uteri
f) Pencegahan ruptur perineum saat bayi dilahirkan terutama
saat kelahiran kepala dan bahu.
3) Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran
anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak
kelahiran kurangd ari dua tahun tergolong resiko tinggi karena
dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran
2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu
dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin
pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat
tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna
dan robekan perineum dapat terjadi (Harhap, 2012).
-
14
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Lahir Bayi
a) Pengertian
Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang
ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Bayi baru lahir adalah
bayi lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu dengan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Janin yang berbobot 4000 gram atau lebih berada diatas
persentil ke 90 dari derajat janin untuk kehamilan cukup bulan
dianggap berukuran terlalu besar. Umumnya semakin besar
janin, semakin lama persalinan semakin meningkatkan resiko
terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat
menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi
yang besar sehingga pada proses kelahiran bayi dengan
berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur
perinuem. dan semakin tinggi insiden tindakan cunam tengah
serta insiden distosia bahu sehingga dapat meningkatkan
angka mortalitas dan morbiditas akibat cedera kelahiran
(Saifuddin, 2012).
b) Penggolongan berat badan
(1) Bayi besar berat badan > 4000 gram
(2) Berat bayi normal berat badan 2500 gram – 4000 gram
(3) Berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR dikelompokkan :
-
15
(a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan lahir 1500 – 2400 gram,
(b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi
dengan berat badan lahir < 1500 gram,
(c) Berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) yaitu bayi
dengan berat badan lahir < 1000 gram (Wiknjosastro,
2008).
c) Bayi besar (Makrosomia)
Berat bayi lahir adalah berat badan yang ditimbang
dari 24 jam waktu kelahiran. Semakin besar bayi yang
dilahirkan dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum. Normalnya berat badan bayi sekitar 2500-4000
gram, sedangkan bayi besar (Giant baby) memiliki bobot
lebih dari 4000 gram. Diagnosis menentukan besarnya janin
secara klinis memang sulit kadang-kadang baru diketahui
adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan
pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang
kuat tentang disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu
dilakukan (Harhap, 2012).
Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat
badan kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi
karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada
-
16
postmaturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit
dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomy medialateral
yang cukup luas (Harhap, 2012).
2) Presentasi
Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang
janin dengan sumbu memanjang panggul ibu. Presentasi
digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah
rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan
dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong,
presentasi dahi (Mochtar, 2005). Macam-macam presentasi
dapat dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi,
presentasi bokong.
a) Presentasi muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin
memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada
waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika
sebesar 9,5 cm. bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedangkan pada presentasi dahi bagian
terendahnya antara glabella dan bregma. Penundaan terjadi
di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju
-
17
semuanya akan berjalan lancer. Ibu harus bekerja labih
keras, labih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak
laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan
lebih lama dan rotasi yang sukar akan menyebabkan
traumatic pada ibu maupun anaknya (Oxorn, 2010).
b) Presentasi dahi
Hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang
ekstensinya sempurna. Proses lewatnya dahi melalui panggul
lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu
dibanding dengan presentasi lain. Robekan perineum tidak
dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai fornices
vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus
melewati PBP (Pintu Bawah Panggul) (Oxorn, 2010).
c) Presentasi bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Kesulitan pada
persalinan bokong adalah terdapat peningkatan risiko
maternal. Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan
meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra
uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah
tipis, atau persalinan setelah coming head lewat serviks yang
belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri,
-
18
laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan manipulasi
tersebu dapat pula menyebabkan robekan perineum yang
lebih dalam (Cunningham, 2005).
3) Hidrocephalus
Hidrocephalus adalah pengumpulan liquor
cerebrospinalis dalam ventrikel otak. Jumlah cairan yang
berkumpul biasanya bervariasi antara 500-1500 ml, kendatipun
jumlah yang lebih banyak lagi pernah dilaporkan. Diagnosis
yang dibuat melalui pemeriksaan abdominal, vaginal, ultrasonic
dan radiologi. Kalau kepala janin besar sekali, abnormalitas
tersebut dapat diketahui dengan palpasi. Bahaya hydrocephalus
bagi ibu adalah ruptur uteri selama persalinan macet karena
disproporsi segmen bawah uterus mengalami distensi dan
menipis sehingga terjadi ruptur secara spontan. Kemudian
adanya disproporsi antara jalan lahir tersebut mengakibatkan
ruptur pada jalan lahir, perineum maupun vagina (Oxorn, 2010).
4) Distosia Bahu
Distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara
lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik.
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang
(klavikula dan humerus), cedera pleksus brachialis, dan hipoksia
yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Jika
keadaan ini berlangsung terlalu lama maka bayi akan menderita
-
19
kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi. Ia mungkin
akan meninggal pada waktu dicoba untuk dilahirkan atau pada
periode neonatal. Lahirnya kepala, dengan atau tanpa forcep,
mungkin akan mudah sekali tetapi pada umumnya aka nada
sedikit kesulitan dalam menyelesaikan ekstensi kepala.
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu adalah ruptur pada ibu
adalah ruptur perineum dan vagina yang luas (Oxorn, 2010).
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum ekstraksi
Vakum ekstraksi adalah suatu tindakan bantuan
persalinan, janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum yang
dipasang dikepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang diperlukan
untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama
daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat
dipakai untuk melahirkan bayi dengan gawat janin (fetal
distress). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah
robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur
perineum (Oxorn, 2010).
2) Ekstraksi cunam/forsep
Ekstraksi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan,
janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang dikepala janin
(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi karena
-
20
tindakan ekstraksi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio,
vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan postpartum,
pecahnya varises vagina (Oxorn, 2010).
3) Embriotomi
Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan
dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah
struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk member
peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh
bayi tersebut. Persalinan macet dengan anak mati merupakan
indikasi dari embriotomi. Komplikasi yang terjadi antara lain
perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas
bila perforator meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada
kepala janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok tidak
dipasang pada muka janin, serta cedera saluran kemih, atonia
uteri dan infeksi (Oxorn, 2010).
4) Persalinan presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang
berlangsung sengat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam,
dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim
yang terlalu kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang
dijumpai, tidak ada rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak
menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat
(Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk
-
21
menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol,
kepala janin terjadi defleksi yang terlalu cepat. Keadaan ini akan
memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 2005).
Menurut buku Acuan Persalinan Normal (2008) laserasi
spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (Harhap, 2012).
d. Faktor Penolong Persalinan
Faktor penolong persalinan adalah seseorang yang mampu
dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan
persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya
ruptur perineum, Pimpinan persalinan yang salah disebabkan oleh
petugas pada saat bayi lahir tidak melakukan penahanan perineum
dengan baik, sehingga pada saat bayi lahir terjadi ruptur perineum
akibat depleksi yang terlalu cepat atau sanggah susur yang salah
(JNPK-KR, 2008).
Partus tak maju adalah salah satu penyebab terjadinya
rupture perineum yang disebabkan oleh teknik menahan perineum
yang salah akibat perenggangan perineum yang terlalu lama ada
saat bayi lahir (Wiknjosastro, 2011).
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong juga menjadi
salah satu penyebab terjadinya partus tak maju, sering kali
-
22
penyebab partus tak maju ini adalah berhubungan dengan
pengawasan pada pelaksanaan pertolongan persalinan yang tidak
adekuat yang disebabkan ketidak tahuan, ketidak sabaran atau
bisa juga karena keterlambatan merujuk (Wiknjosastro, 2008).
Pimpinan persalinan yang salah disebabkan oleh partus
lama yang ditandai dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan
sudah berlangsung lebih dari 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi
yang disebabkan multikomplek tergantung pada pengawasan pada
saat kehamilan dan persalinan (Wiknjosastro, 2008).
3. Tinjauan Tentang Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan
Ruptur Perineum
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau
tindakan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum
antara lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran;
Faktor janin : berat badan lahir, presentasi, hydrocephalus, distosia
bahu; Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi cunam/forsep,
embriotomi, persalinan presipitatus; dan faktor penolong persalinan.
Berat badan lahir bayi adalah berat badan yang ditimbang dari
24 jam waktu kelahiran. Umumnya semakin besar janin, semakin
lama persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan
-
23
kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar sehingga pada
proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar
sering terjadi ruptur perineum.
Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat badan
kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran
persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau
kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak dapat memasuki
pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit
dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomy medialateral yang cukup
luas.
B. Landasan Teori
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau
tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Persalinan sering
kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi biasanya
ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya,
untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan
perineum. Robekan jalan lahir biasanya akibat tindakan medis
-
24
(Episiotomi) dan robekan yang terjadi secara spontan (Wiknjosastro,
2008).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum antara
lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran; Faktor
janin : berat badan lahir bayi, presentasi, hydrocephalus, distosia bahu;
Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi cunam/forsep, embriotomi,
persalinan presipitatus; dan faktor penolong persalinan (Oxorn, 2010).
Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang ditimbang
24 jam pertama kelahiran. Bayi baru lahir adalah bayi lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram. Umumnya semakin besar janin, semakin lama
persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum dan
semakin tinggi insiden tindakan cunam tengah serta insiden distosia
bahu sehingga dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas
akibat cedera kelahiran (Saifuddin, 2012).
-
25
C. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi Oxorn (2010), Saifuddin (2012),
Wiknjosastro (2008).
Faktor Ibu :
1. Paritas
2. Cara Meneran
3. Jarak Kelahiran
Faktor Janin :
1. Berat Badan Lahir Bayi
2. Presentasi
3. Hydrocephalus
4. Distosia Bahu
Faktor Persalinan :
1. Vakum Ekstraksi
2. Ekstraksi Cunam/Forsep
3. Embriotomi
4. Persalinan Persipitatus
Faktor Penolong Persalinan
Ruptur Perineum
-
26
D. Kerangka Konsep
Gambar 2. Variabel Penelitian
Keterangan :
Variabel independen = Berat Badan Lahir Bayi
Variabel dependen = Ruptur Perineum
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis alternatif (Ha) :
Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada ibu
bersalin
Berat Badan Lahir Bayi Ruptur Perineum
-
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional
dengan rancangan penelitian Case Control yang digunakan untuk
mengetahui penyebab penyakit dengan menginvestigasi hubungan
antara faktor risiko (risk factor) dengan kejadian penyakit (occurance of
disease).
Rancangan Penelitian Case Control
Berat badan lahir Bayi > 4000 gram
Ruptur Perineum (+) Berat badan lahir Bayi ≤ 4000 gram Berat badan lahir Bayi > 4000 gram
Ruptur Perineum (-) Berat badan lahir Bayi ≤ 4000 gram
Gambar 3. Rancangan Penelitian
Ibu Bersalin Normal
-
28
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Bersalin Rumah
Sakit Umum Dewi Sartika Sulawesi Tenggara.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 20 April – 28 April
2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin
normal yang dirawat di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara tahun 2016 yang berjumlah 730 ibu.
2. Sampel
Rumus pengambilan jumlah sampel yang akan digunakan
yaitu :
n = 𝑁
1+𝑁 (𝑑2)
Keterangan :
n : Besarnya sampel
N : Populasi
d : Tingkat kepercayaan yang di inginkan (0,1%)
Penyelesaian :
n = 730
1+730 (0,12)
-
29
n = 730
1+730 (0,01)
n = 730
1+7,3
n = 730
8,3
n = 87,95
n = 88
Jadi jumlah sampel yang akan digunakan pada penelitian ini di
ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016
sebanyak 88 ibu, yaitu terdiri dari 44 ibu yang mengalami ruptur
perineum dan 44 ibu yang tidak mengalami ruptur perineum.
Perbandingan sampel dan kasus kontrol adalah 1:1 (44:44), dimana :
a. Kelompok kasus
Ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum yang
tercatat dalam buku register di ruang bersalin RSU Dewi Sartika
tahun 2016 sebanyak 44 ibu, teknik pengambilan sampel dengan
cara Sistematik Random Sampling.
Penentuan kelompok kasus dengan cara menentukan
angka kelipatan (K) dengan rumus :
Kasus = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 =
467
44 = 10,61 = 11
Hasil perhitungan didapatkan angka 11, sehingga
pengambilan kelompok kasus dengan kelipatan 11, sampai jumlah
sampel berjumlah 44 ibu untuk kasus.
-
30
b. Kelompok Kontrol
Ibu bersalin normal yang tidak mengalami ruptur perineum
yang tercatat dalam buku register di ruang bersalin RSU Dewi
Sartika tahun 2016 sebanyak 44 ibu, teknik pengambilan sampel
dengan cara Sistematik Random Sampling.
Penentuan kelompok kontrol dengan cara menentukan
angka kelipatan (K) dengan rumus :
Kontrol = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 =
263
44 = 5,97 = 6
Hasil perhitungan didapatkan angka 6, sehingga
pengambilan kelompok kasus dengan kelipatan 6, sampai jumlah
sampel berjumlah 44 ibu untuk kontrol.
3. Kriteria subjek penelitian
Pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi agar sampel tidak menyimpang dari populasi.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Ibu yang melahirkan normal
2) Ibu yang mengalami ruptur perineum dan tidak mengalami
ruptur perineum
-
31
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak
dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah :
1) Ibu dengan section caesarea
c. Kriteria drop out
1) Ibu yang meninggal dunia
D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (dependen) yaitu ruptur perineum
2. Variabel bebas (independen) yaitu berat badan lahir bayi
E. Definisi Operasional
1. Ruptur perineum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
perlukaan atau robekan yang terjadi pada saat ibu bersalin baik
secara spontan maupun episiotomi yang tercatat pada medical
record.
Kriteria objektif :
a. Ya : Jika terdapat perlukaan atau robekan pada perineum
b. Tidak : Jika tidak terdapat perlukaan atau robekan pada
perineum
2. Berat badan lahir bayi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
berat badan bayi ketika lahir yang tercatat pada medical record.
Kriteria objektif :
a. Berat badan lahir bayi berisiko : > 4000 gram
-
32
b. Berat badan lahir bayi tidak berisiko : ≤ 4000 gram
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data adalah data sekunder. Data diperoleh dari buku
register ibu bersalin di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun
2016.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah data
terolah dari buku register ibu bersalin di ruang kebidanan RSU Dewi
Sartika selama 1 tahun.
H. Alur Penelitian
Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4. Alur penelitian
Populasi Semua ibu yang bersalin normal di RSU Dewi Sartika 730
Sampel Ruptur perineum dan tidak ruptur perineum 88 Ibu
Pengumpulan data
Analisa data
Pembahasan Kesimpulan
Kesimpulan
-
33
I. Analisis Data
Setelah seluruh data yang diperoleh telah akurat maka diadakan
proses analisis dengan menggunakan 2 cara :
1. Analisis univariabel
Menganalisis data-data tentang berat badan lahir bayi dan
kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin. Analisis ini digunakan
secara deskriptif dengan menggunakan perhitungan statistik secara
sederhana berupa presentasi dengan rumus :
P = 𝑓
𝑁 × 100%
Keterangan :
P : Presentasi yang dicari
f : Frekuensi
N : Jumlah responden
2. Analisis bivariabel
Menganalisis data mengenai hubungan tentang berat badan
lahir bayi dengan ruptur perineum, analisis yang dilakukan dengan
menggunakan uji chi square (𝑥2), dan uji odds ratio (OR).
a. Rumus uji chi square
Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel menggunakan
rumus uji chi square
𝑥2 hit = (𝑂−𝐸)2
𝐸
Keterangan :
𝑥2 : Chi square
-
34
O : Frekuensi observasi
E : Frekuensi harapan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesis adalah
sebagai berikut :
1) Apabila 𝑥2 dihitung ≥ dari 𝑥2 tabel H0 ditolak atau H𝑎 diterima
artinya ada pengaruh antara variabel independen dengan
variabel dependen.
2) Apabila 𝑥2 dihitung < dari 𝑥2 tabel H0 diterima atau H𝑎 ditolak
artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen dengan
variabel dependen.
b. Rumus Odds Ratio (OR)
Dengan menggunakan formulasi table 2 × 2
Tabel 1. uji statistik Odds Ratio.
Berat badan lahir
bayi
Ruptur Perineum Jumlah
+ -
+ a b a + b
- c d c + d
Jumlah a + c b + d a + b + c + d
Selanjutnya perhitungan Odds Ratio diperoleh dengan rumus :
OR = 𝑎𝑑
𝑏𝑐
Keterangan :
-
35
a : Jumlah kasus dengan risiko positif
b : Jumlah kontrol dengan risiko positif
c : Jumlah kasus dengan risiko negatif
d : Jumlah kontrol dengan risiko negatif
Estiminasi koefisien interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% interpretasi :
a. Jika OR < 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus
b. Jika OR = 1, tidak ada hubungan faktor risiko dengan kasus
c. Jika OR > 1, merupakan faktor proteksi/terjadinya kasus
-
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere
Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena
berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan
mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi
jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Perumahan penduduk
b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean
c. Sebelah timur : Perumahan penduduk
d. Sebelah barat : Perumahan penduduk
2. Lingkungan fisik
RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624
m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari
selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai
dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik
bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya
masyarakat kota kendari.
-
37
3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan
upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
4. Sarana dan Prasaran
Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah
sebagai berikut :
1) IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,
Kelas 3 dengan fasilitasnya
2) Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset
sebagai cadangan
3) Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur
bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.
4) Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan
fasilitas Internet (Wi Fi)
5) Alat Pemadam kebakaran
6) Pembuangan limbah
7) Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan
juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat
-
38
pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh
mobil pengangkut sampah.
8) Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi
dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.
9) Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika
Kendari adalah sebagai berikut :
a) Pelayanan medis: Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat
Jalan: Poliklinik Obsgyn, Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit
Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik Bedah, Poliklinik Anak,
Poliklinik THT, Poliklinik Radiologi, Poliklinik Jantung, Poliklinik
Gigi Anak
b) Instalasi Rawat Inap: Dewasa/Anak/Umum, Persalinan
c) Kamar Operasi: Operasi Obsgyn, Bedah umum
d) HCU
e) Pelayanan penunjang medis: Instalasi Farmasi, Radiologi,
Laboratorium, Instalasi Gizi, Ambulance
f) Pelayanan Non Medis: Sterilisasi, Laundry
6. Fasilitas Tempat Tidur
Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari
adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam
beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut :
-
39
7. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari
berjumlah 160 terdiri dari ( 17 : Part Time, 143 : Full Time) dengan
spesifikasi pendidikan sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016 Sumber : Data Sekunder 2016
No .
Jenis Tenaga
Status Ketenagaan
Jenis Kelamin
Tetap Tidak Tetap L P
1. 2 3 4 5 6
I II III IV
Tenaga Medis 1. Dokter Spesialis Obgyn 2. Dokter Spesialis Bedah 3. Dokter Spesialis Interna 4. Dokter Spesialis Anastesi 5. Dokter Spesialis PK 6. Dokter Spesialis Anak 7. Dokter Spesialis Radiologi 8. Dokter Spesialis THT 9. Dokter Spesialis Mata
10. Dokter Spesialis Jantung 11. Dokter Gigi Anak 12. Dokter Umum
Paramedis 1. S1 Keperawatan/Nurse 2. D IV Kebidanan 2. D III Bidan 3. D III Keperawatan Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Master Kesehatan 2. SKM 3. Apoteker 4. D III Farmasi 5. S 1 Gizi 6. D III Analis Kesehatan Non Medis 1. DII/Keuangan 2. Diploma Komputer 3. SLTA/SMA/SMU
1 - - - - - - - - - - - 26 5 43 56
- 1 1 1 1 3 1 1 11
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 - 2 - - - 1 2 1 - - - - -
2 1 1 1 - - 1 - 1 1 - 3 10 - - 11 - 1 1 - - 1 - - 2
- - - - 1 1 - 1 - - 1 - 16 7 43 45 - 1 1 2 1 2 1 1 9
Jumlah 67 19 24 60
-
40
B. Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSU Dewi Sartika pada
tanggal 20 April – 28 April 2017 terdapat 88 sampel dalam penelitian
ini. Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian dilakukan
pengelolahan sesuai tujuan penelitian, selanjutnya dibahas dalam
bentuk table disertai penjelasan sebagai berikut :
1. Analisis univariabel
Analisis univariabel bertujuan untuk menganalisis variabel
bebas dan variabel terikat. Penelitian ini dilakukan pada 88 sampel
ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun
2016.
Table 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu bersalin normal Di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016
Ibu bersalin normal Jumlah (N) Peresentasi (%)
Ruptur Perineum
Tidak Ruptur Perineum
467
263
63,97
36,03
Total 730 100
Sumber : Data Sekunder 2016
Dari table diatas menunjukkan bahwa dari jumlah total 730
ibu bersalin normal terdapat 467 ibu yang mengalami ruptur
perineum (63,97%) dan 263 jumlah ibu yang tidak mengalami
ruptur perineum (36,03%).
-
41
Table 3. Distribusi Frekuensi Pembagian Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol Ibu Bersalin Normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016
Ruptur Perineum Jumlah (n) Presentasi (%)
Ruptur
Tidak Ruptur
44
44
50
50
Total 88 100
Sumber : Data Sekunder 2016
Dari table diatas menunjukkan bahwa penelitian ini
menggunakan 88 sampel ibu bersalin normal yang terdiri dari 44
(50%) ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum, dan
44 (50%) ibu bersalin yang tidak mengalami ruptur.
Table 4. Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi Pada Ibu Bersalin Normal di RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara tahun 2016
BBL Jumlah (n) Presentasi (%)
> 4000 gram
≤ 4000 gram
7
81
7,95%
92,05%
Total 88 100%
Sumber : Data Sekunder 2016
Dari table diatas menunjukkan bahwa dari 88 sampel ibu
bersalin terdapat 7 (7,95%) ibu melahirkan bayi dengan berat
berisiko dan 81 (92,05%) ibu melahirkan bayi dengan berat tidak
berisiko.
-
42
2. Analisis bivariabel
Table 5. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dengan Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016
Berat
Badan
Lahir Bayi
Ruptur Perineum Jumlah
Total X2Hit X2
Tabel OR Ruptur
Tidak
Ruptur
n % n % n %
> 4000 gram
6 13,64 1 2,27 7 7,95
3,86 2,706 6,78 ≤ 4000
gram 38 86,36 43 97,73 81 92,05
Total 44 100% 44 100 88 100
Sumber : Data sekunder 2016
Dari table diatas menunjukkan bahwa analisa data mengenai
berat badan lahir bayi dan kejadian ruptur perineum pada ibu
bersalin normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara,
adapun kriteria berat badan lahir bayi berisiko yang menyebabkan
ruptur perineum sebanyak 6 (13,64%) ibu bersalin normal dan tidak
rupture perineum sebanyak 1 (2,27%) ibu bersalin normal.
Sedangkan berat badan lahir bayi tidak berisiko namun
menyebabkan ruptur perineum sebanyak 38 (86,36%) ibu bersalin
normal, tidak berisiko dan tidak ruptur perineum 43 (97,73%) ibu
bersalin normal.
Hasil perhitungan statistik menggunakan uji chi square
diperoleh hasil, X2Hit = 3,86 > X2Tabel = 2,706 maka Ha diterima dan
H0 ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1 . Ini berarti ada
hubungan yang signifikan antara berat badan lahir bayi dengan
-
43
ruptur perineum di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016.
Berdasarkan uji statistik Odd Ratio (OR) didapatkan hasil
bahwa nilai OR = 6,78. Bahwa keseluruhan sampel ibu bersalin
normal dengan berat badan lahir bayi berisiko yang menyebabkan
ruptur perineum pada kelompok kasus sebanyak (13,64%),
sedangkan kelompok kontrol (86,36), dan menemukan bahwa ibu
bersalin normal dengan berat badan lahir bayi berisiko memiliki
risiko 6,78 kali lebih besar untuk mengalami ruptur perineum
dibanding ibu bersalin normal dengan berat badan lahir bayi tidak
berisiko.
C. Pembahasan
Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai hasil penelitian
yang terkait dengan Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ruptur
Perineum pada Persalinan Normal di Ruang Bersalin RSU Dewi
Sartika Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
1. Ruptur Perineum
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa dari jumlah ibu bersalin
normal yang tercatat pada medical record di RSU Dewi Sartika
Tahun 2016 sebanyak 730 ibu. Dan ibu yang mengalami ruptur
perineum sebanyak 467 (63,97%) ibu, sedangkan ibu yang tidak
mengalami ruptur perineum 263 (36,03%) ibu.
-
44
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat
bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat
atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka
yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang
luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Robekan jalan lahir biasanya
akibat tindakan medis (Episiotomi) dan robekan yang terjadi
secara spontan.
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa penelitian ini
menggunakan 88 sampel ibu bersalin normal, yang terdiri dari 44
(50%) ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum, dan
44 (50%) ibu bersalin normal yang tidak mengalami ruptur
perineum.
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir.
Kebanyakan ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum
yaitu pada saat melahirkan anak pertama (primipara). Penyebab
lain yang memicu terjadinya ruptur perineum mencakup : partus
presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong ( sebab
paling sering ), ibu tidak mampu berhenti mengejan, partus
diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
-
45
berlebihan, oedema dan kerapuhan pada perineum, varikoritas
vulva yang melemahkan jaringan perineum, perluasan episiotomi.
2. Berat Badan Lahir Bayi
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 88 sampel ibu
bersalin normal terdapat 7 (7,95%) ibu yang melahirkan bayi
dengan berat berisiko dan 81 (92,05%) ibu yang melahirkan bayi
dengan berat tidak berisiko.
Faktor dari janin yang dapat menyebabkan ruptur perineum
perineum antara lain berat badan lahir bayi, posisi kepala yang
abnormal misalnya presentasi muka, distosia bahu, dan anomaly
konginetal seperti hidrochepalus. Janin yang berbobot lebih dari
4000 gram untuk kehamilan cukup bulan dianggap berukuran
terlalu besar .
3. Hubungan berat badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada
persalinan normal
Dari table 5 dapat menunjukkan bahwa analisa data
mengenai berat badan lahir bayi dan kejadian ruptur perineum
pada ibu bersalin normal di RSU Dewi Sartika Provinsi Sulawesi
Tenggara. Adapun kriteria berat badan lahir bayi berisiko yang
menyebabkan ruptur sebanyak 6 (13,64%) ibu bersalin normal, dan
tidak ruptur perineum sebanyak 1 (2,27%) ibu bersalin normal.
Sedangkan berat badan lahir bayi tidak berisiko namun
menyebabkan ruptur perineum sebanyak 38 (86,36%) ibu bersalin
-
46
normal, tidak berisiko dan tidak ruptur perineum 43 (97,73%) ibu
bersalin normal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari 44 kejadian
ruptur perineum terdapat 6 (13,64%) kasus disebabkan oleh berat
badan lahir bayi berisiko (> 4000 gram), dan 38 (86,36%) kasus
disebabkan oleh berat badan lahir bayi tidak berisiko (≤ 4000
gram).
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil Uji Chi
Square, X2Hit = 3,86 > X2Tabel = 2,706 maka Ha diterima dan H0
ditolak dengan taraf hubungan signifikan α = 0,1. Ini berarti ada
hubungan yang signifikan antara berat badan lahir bayi dengan
ruptur perineum di ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi
Tenggara Tahun 2016.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathus
Shofiyani (2013) bahwa Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
hasil yaitu nilai hitung (0,839) dan nilai tabel (0,450) maka Ha
diterima yang artinya ada hubungan berat badan bayi baru lahir
dengan ruptur perineum spontan pada penatalaksanaan kala II
persalinan normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Elis Fitriani (2015) bahwa Uji
koefisien kontingensi koefsien kontingensi didapatkan Ch=0,487
Ct = 0.024 lalu dibandingkan dengan nilai p
-
47
bayi baru lahir pada persalinan fisiologis dengan kejadian rupture
perineum
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau
tindakan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum
antara lain : Faktor ibu : paritas, cara meneran, dan jarak kelahiran;
Faktor janin : berat badan lahir bayi, presentasi, hydrocephalus,
distosia bahu; Faktor persalinan : vakum ekstrasi, ekstrasi
cunam/forsep, embriotomi, persalinan presipitatus; dan faktor
penolong persalinan.
Berat badan lahir bayi adalah berat badan yang ditimbang
dari 24 jam waktu kelahiran. Umumnya semakin besar janin,
semakin lama persalinan semakin meningkatkan resiko terjadinya
ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan
regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar
sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi
lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.
Semakin besar bayi yang dilahirkan dapat meningkatkan
resiko terjadinya ruptur perineum. Normalnya berat badan bayi
sekitar 2500-4000 gram, sedangkan bayi besar (Giant baby)
memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Diagnosis menentukan
besarnya janin secara klinis memang sulit kadang-kadang baru
diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan
-
48
persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan
yang kuat tentang disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu
dilakukan.
Prognosis pada panggul normal, janin dengan berat badan
kurang dari 4000 gram pada umumnya tidak menimbulkan
kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang
besar atau kepala yang lebih keras (pada postmaturitas) tidak
dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar
sulit melalui rongga panggul. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila kepala sudah lahir sedangkan
bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan episiotomi medialateral
yang cukup luas.
-
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan mengenai hubungan berat
badan lahir bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di
ruang bersalin RSU Dewi Sartika Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Yang dilaksanakan pada tanggal 20 April – 28 April 2017, didapat
kesimpulan bahwa :
1. Jumlah ibu bersalin normal yang mengalami ruptur perineum yaitu
sebanyak 44 (50%) orang dan tidak mengalami ruptur perineum
sebanyak 44 (50%) orang .
2. Jumlah berat badan lahir bayi (> 4000 gram) sebanyak 7 (7,95%)
orang, dan berat badan lahir bayi (≤ 4000 gram) sebanyak 81
(92,05%) orang.
3. Ada hubungan antara berat badan lahir bayi dengan ruptur
perineum pada persalinan normal.
B. Saran
1. Bagi rumah sakit setempat agar pelayanan kesehatan pada ibu
bersalin agar lebih ditingkatkan.
2. Bagi ibu yang mengalami ruptur perineum yang luas pada
persalinan sebelumnya dan akan merencanakan kehamilan
selanjutnya sebaiknya menkonsultasikan pada petugas kesehatan.
-
50
3. Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini meningkatkan
pengetahuan dan wawasan peneliti tentang ruptur perineum yang
disebabkan berat badan lahir bayi.
4. Bagi tenaga kesehatan, diharapkan mampu melakukan deteksi
dini dan pemantauan tumbuh kembang janin selama kehamilan
dengan menghitung tafsiran berat janin serta memberikan KIE
kepada ibu hamil mengenai kaitan berat badan bayi baru lahir
dengan laserasi jalan lahir.
-
LAMPIRAN
-
DOKUMENTASI