1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah mendasar usaha kecil yang paling menonjol menyangkut
menyediakan pembiayaan atau modal usaha. Kebutuhan modal sangat terasa pada
saat seseorang ingin memulai usaha baru. Pada usaha yang sudah berjalan, modal
tetap menjadi kendala lanjutan untuk berkembang. Masalah yang menghadang
usaha kecil menyangkut kemampuan akses pembiayaan, akses pasar dan
pemasaran, tata kelola manajemen usaha kecil serta akses informasi. Kesulitan
usaha kecil mengakses sumber-sumber modal karena keterbatasan informasi dan
kemampuan menembus sumber modal tersebut (Chotim dan Thamrin, 1997).
Lembaga keuangan bank adalah sumber modal terbesar yang dapat
dimanfaatkan oleh pelaku usaha kecil. Namun untuk bermitra dengan bank, usaha
kecil dituntut menyajikan proposal usaha yang feasible atau layak usaha dan
menguntungkan. Disamping itu lembaga keuangan bank mensyaratkan usaha kecil
harus bankable atau dapat memenuhi ketentuan bank. Inilah persoalannya, akibat
bank berlaku prudent atau hati-hati, maka makin mempersulit usaha kecil untuk
mengakses sumber modal. Usaha kecil yang sulit mengakses bank akan mencari
jalan pintas. Kemana lagi kalau bukan kepada para pelempar uang alias rentenir
tetapi usaha kecil harus rela dengan biaya uang yang mencekik. Ada anggapan
keliru. Seolah olah, usaha kecil tidak mempermasalahkan biaya bunga yang tinggi
dari rentenir. Adalah anggapan yang sangat keliru, mereka terpaksa memakai
uang rentenir karena terpaksa akibat sulit mengakses modal dari bank.
Usaha kecil yang berhasil menembus kendala akses modal, pasar dan
informasi. Kendala usaha yang lebih lanjut, seperti pengembangan produk,
2
pengembangan pasar, melakukan ekspor, hingga mempertahakan kualitas produk
dan kuantitas produksi. Pada situasi ini, usaha kecil dituntut meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan melakukan inovasi produk melalui pemanfaatan
teknologi tepat guna.
Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar
berdasarkan statistik UKM tahun 2008-2009 adalah sektor (1) pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) perdagangan, perhotelan dan restoran,
(3) industri pengolahan, (4) transportasi dan komunikasi, dan (5) bidang jasa.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil adalah
sektor (1) pertambangan, (2) bangunan, dan (3) jasa keuangan. Secara kuantitas,
UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha
di Indonesia usaha skala kecil dan menengah, namun secara jumlah omset dan
aset, apabila keseluruhan omset dan asset UKM di Indonesia digabungkan, belum
tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM berada di sebagian besar
sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau dicermati lebih jauh,
pengembangan sektor swasta, khususnya UKM, perlu untuk dilakukan mengingat
sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan
tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan
APBN dan APBD melalui perpajakan. Sebagai salah satu alternatif untuk
mengurangi atau mempersempit terjadinya kesenjangan sosial dan masalah-
masalah tersebut, maka dilakukan pengembangan kemitraan usaha antara
pengusaha besar yang kuat dengan pengusaha kecil. Kemitraan ini diharapkan
dapat memacu dan memicu pertumbuhan ekonomi sekaligus mendorong
3
pemerataan kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat, dan
pertumbuhan regional wilayah (Hafsah, 1999).
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu manfaat bersama ataupun keuntungan bersama tertentu
untuk meraih sesuatu sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi
sesuai kesepakatan yang muncul. Kemitraan yang ingin diwujudkan dengan misi
utamanya adalah membantu memecahkan masalah ketimpangan dalam
kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, ketimpangan antar wilayah,
ketimpangan kota dan desa. Kemitraan yang dibangun atas landasan saling
membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan fungsi dan
tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki oleh
masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. (Hafsah, 1999).
UKM dan koperasi yang merupakan bagian terbesar sekaligus pilar utama
dari perekonomian nasional harus diberikan peluang dan peran yang lebih besar
agar menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Permasalahan mendasar yang
ada pada usaha kecil dan koperasi adalah kurangnya kemampuan manajemen dan
profesionalisme serta terbatasnya akses terhadap permodalan teknologi terutama
jaringan pemasaran. Selanjutnya diuraiakan oleh Hafsah (1999), untuk mengatasi
hal ini program kemitraan diharapkan dapat secara cepat bersimbiosis mutualistik
sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil dapat teratasi serta
mengurangi masalah pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan adanya suatu badan yang berfungsi sebagai pembantu
dan bersifat sebagai pembina. Badan usaha tersebut berasal dari perusahaan-
perusahaan yang telah maju dan berkembang pesat serta dapat melakukan
4
tanggung jawab sosialnya, dalam hal ini perusahaan tersebut adalah BUMN dan
salah satu tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan
bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Sejalan dangan upaya pemerintah untuk membantu masyarakat dalam hal
permodalan usaha kecil dapat diupayakan dari fasilitas kredit program yang
disediakan pemerintah. Menurut Karim dan Mustofa (2003), kredit program
dalam rangka mengembangkan usaha kecil, menengah dan koperasi yang
mendapatkan dukungan dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia yang disalurkan
melalui Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat antara lain adalah: Kredit
Usaha Tani, Kredit Modal Kerja, Kredit Usaha Kecil dan Mikro melalui BPR dan
Bank Umum. Sedangkan kredit untuk pengembangan usaha kecil, menengah dan
koperasi yang mendapat dukungan dana BUMN adalah Kredit Modal Kerja
UKM dan Menengah dan Kredit Penerapan Teknologi Produk Unggulan Daerah.
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, tentang
BUMN dan disempurnakan dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-
05/MBU/2007, yang menyatakan maksud dan tujuan BUMN tidak hanya
mengejar keuntungan, melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Atas
bentuk dan tanggung-jawab Pemerintah melalui BUMN tersebut dibentuklah
suatu program yaitu Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Pengertian PKBL terdapat 2 makna didalamnya yaitu Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan. PKBL merupakan Program Pembinaan UKM dan Koperasi
dilingkungan BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jumlah
penyisihan laba untuk pendanaan program sebesar 2% dari laba bersih untuk
5
Program Kemitraan dan 1% untuk program Bina Lingkungan. Dalam keputusan
tersebut juga ditekankan bahwa PKBL merupakan “tugas sosial” karena tugas
tersebut bukan merupakan bisnis inti BUMN, dibuat sebuah pembukuan khusus
yang terpisah dengan laporan keuangan BUMN yang melaksanakannya.
Dari jumlah BUMN penyalur PKBL sebanyak kurang lebih 142
perusahaan, dimana sampai dengan tahun 2009, BUMN telah menyalurkan dana
PKBL sebesar Rp. 9,693 triliun dengan jumlah mitra binaan sebanyak 653 ribu
unit dan mitra binaan dari tahun kenaikan mengalami kenaikan. Realisasi
penyaluran dana PKBL dari tahun 2007 – 2009 disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Realisasi Penyaluran Dana PKBL BUMN Tahun 2007 – 2009 No. Uraian 2007 2008 2009 1. Pinjaman 584,36 1.194,23 1.312,58 2. Hibah 72,73 105,66 197,10 3. Bina Lingkungan 369,84 417,94 462,02 Total 1.026,93 1.717,83 1.971,70
Sumber : www.pkbl.go.id (*dalam milyar)
Dari Tabel 1, terdapat 5 BUMN penyalur PKBL terbesar adalah PT.
Pertamina (Persero), PT. Bank BRI (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero)
Tbk, PT. Jasa Raharja (Persero), dan PT. Telkom (persero) Tbk. Total penyaluran
dari kelima BUMN tersebut telah mencapai Rp. 2,76 triliun dari total penyaluran
nasional sebesar Rp. 9,693 triliun atau sekitar 28,47%. Realisasi penyaluran dana
PKBL selama 2004 – 2009 diserap oleh sektor perdagangan sebesar 38%, sektor
industri 22%, peternakan dan perikanan 10%, perkebunan dan pertanian sebesar
9%, sektor jasa 19%, dan sektor lainnya sebesar 2%. Bila melihat data tersebut
bahwa sektor perkebunan dan pertanian posisi urut terkecil setelah sektor lainnya.
Dana PKBL yang dikeluarkan BUMN marak bergulir, menyokong
kegiatan UKM, termasuk usaha-usaha pertanian, peternakan dan perikanan
6
terdapat di dalamnya. Banyak pihak menilai sumber dana ini cukup efektif, dan
secara nyata memberikan jalan keluar atas kebuntuan akses UKM dalam
mendapatkan pinjaman ke perbankan. Seolah menjadi angin segar di tengah
congkaknya perbankan yang oleh undang-undang disamaratakan sebagai bank
umum, sehingga harus menerapkan sejumlah persyaratan komersil yang tak akrab
dengan dunia usaha pertanian. Tak heran bila PKBL kemudian banyak diangkat.
Tetapi PKBL bukanlah pembiayaan usaha dalam arti sesungguhnya. Ia tak bisa
selamanya dijadikan tempat bergantung pengembangan agribisnis. Karena pada
dasarnya sumber dana ini tak ubahnya sumbangan atau hibah, yang identik
dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Meskipun, sebagian pihak
penyantun mengelolanya sedemikian rupa sehingga berwujud kredit lunak, tidak
lagi hibah ansih, sehingga penerima dana harus mengembalikan dana tersebut
dalam jangka waktu tertentu dan bunga. Tujuannya agar dana itu berkelanjutan,
tak hilang begitu saja.
Kementerian BUMN menargetkan penyaluran dana PKBL hingga Rp. 2,6
triliun untuk tahun 2010 – 2011. Pada 2009, dana PKBL yang disalurkan
mencapai Rp. l,97 triliun. Hingga tahun 2010 sebanyak 650 ribu mitra binaan,
naik dari 370 ribu tahun 2009. Pelaksanaan PKBL terkait dana yang diberikan
kepada mitra binaan dan bina lingkungan dengan realisasi tahun 2010 mencapai
Rp. 1,97 triliun, dana PKBL ini diharapkan mampu mengangkat dan mendorong
usaha kecil menegah menjadi lebih tangguh. Pada tanggal 9 Agustus 2010, telah
ditandatangani 4 perjanjian sinergis perihal penyaluran dana PKBL dari berbagai
BUMN dengan jumlah target penyaluran sebesar Rp. 385 milyar untuk 2010 dan
2011, (Media Indonesia, 10 Agustus 2010), dapat diuraikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Rekapitulasi Penyaluran Dana PKBL oleh BUMN Untuk Alokasi Tahun 2010 – 2011
No. Badan Usaha Milik Negara Jumlah (Rp.*) 1 PT. Sarinah (Persero) sebagai penyalur,
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, PT. Bio Farma (Persero), PT. PANN (Persero), PT. ASEI (Persero), PT. JIEP (Persero), Perum Peruri
13.000
2 PT. PN X (Persero) sebagai penyalur, PT. Pertamina (Persero), PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), PT. Antam (Persero) Tbk, PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, PT. BTN (Persero) Tbk, PT. Jasa Raharja (Persero), PT. Pelindo II (Persero), PT. Taspen (Persero), PT. ASEI (Persero), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
347.000
3 PT. PN VII (Persero), PT. Bukit Asam (Persero) Tbk 15.000 4 PT. PN XI (Persero), PT. Semen Baturaja (Persero) 10.000
Keterangan : *) dalam juta Sumber : Data Olahan dari Media Indonesia, 10 Agustus 2010
Data dari www.bumn.go.id dalam Winardi (2006) mengatakan bahwa
pelaksanaan program kemitraan BUMN tersebut terlihat belum efektif dilihat dari
tingkat pengembalian pinjamannya, padahal alokasi dana yang dianggarkan cukup
besar. Alokasi dana PKBL seluruh BUMN pada tahun 2005 mencapai Rp. 1,064
trilyun. Tahun 2004, akumulasi dana PKBL 142 tercatat Rp. 3,613 triliun. Dari
jumlah itu yang berstatus dalam pengembalian mencapai Rp. 2 triliun lebih,
dengan piutang pengembalian yang macet dan dihapusbukukan (write off)
mencapai sekitar 35%, dalam uraian Tabel 3.
Tabel 3. Realisasi Penyaluran Dana Program Kemitraan 142 BUMN per 31 Desember 2003
No. Uraian Satuan Jumlah (Tahun)
Ket. 2003 s/d 2003
1. Bagian laba yang diterima Rp./ juta 367,956 2.489,150 2. Pinjaman yang disalurkan Unit 38.244 357.575 3. Pinjaman yang disalurkan Rp./ juta 575,298 3.465,140 4. Hibah Rp./ juta 56,274 402,456 5. Piutang Rp./ juta - 1.759,716 6. Piutang macet & masalah*) Rp./ juta - 370,299 35,18%
Keterangan : *) Dari 142 BUMN, hanya 85 BUMN yang merinci piutangnya kedalam piutang macet dan bermasalah Sumber : Kantor Menteri Negara BUMN, 2005
8
Selanjutnya dalam penelitian Winardi (2006) dengan judul “Evaluasi
Efektivitas dan Strategi Penyaluran Dana Program Kemitraan BUMN Dengan
Usaha Kecil di Perum Perhutani” diperoleh hasil penelitian sampai dengan tahun
2004 tingkat kemacetan pinjaman mitra binaan pada Program Kemitraan BUMN
masih cukup tinggi yaitu diatas 30% dan jauh bila dibandingkan dengan tingkat
Non Performance Loan (NPL) perbankan nasional yang berada pada kisaran 8,3%
sampi 9,3%. Tingkat kemacetan pinjaman pada Program Kemitraan BUMN di
Perum Perhutani mencapai 44,62% dan masih lebih tinggi dari tingkat nasional
seluruh BUMN yang mencapai 35,18%. Namun untuk KPH Bogor tingkat
kemacetan pinjamannya masih di bawah rata-rata seluruh BUMN, yaitu 32,37%.
Tingginya tingkat piutang macet dan bermasalah ini akan berpengaruh terhadap
alokasi penyaluran pinjaman Program Kemitraan berikutnya, karena selain dari
penyisihan sebagian laba BUMN setelah pajak sebesar 2% dan 1%, salah satu
sumber dana Program Kemitraan ini berasal dari pengembalian pinjaman mitra
binaan sebagai dana bergulir. Kondisi kolektibilitas pinjaman mitra binaan khsus
wilyah provinsi Sumatera Selatan dalam penelitian Saniyanto (2009), dengan
judul “Manajemen Kredit Pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT.
Pertamina (Persero) di Palembang” diperoleh data bahwa pinjaman macet PKBL
PT. Pertamina (Persero) Regional II Palembang sampai dengan tahun 2004,
realisasi Rp. 5,986 milyar pinjaman macet Rp. 1,684 milyar atau 60,89%.
Dari jumlah 141 BUMN yang aktif menyalurkan PKBL terdapat
diantaranya grup BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT. PN I (Persero) – PT.
PN XIV (Persero) dan PT. RNI (Persero). Berdasarkan data dari www.lpp.ac.id
bahwa realisasi pelaksanaan PKBL PT. PN III (Persero) yang berlokasi diwilayah
9
provinsi Sumatera Utara, bergerak diusaha perkebunan kelapa sawit dan karet,
dalam pelaksanaan PKBL tahun 2009 dalam Tabel 4.
Tabel 4. Realisasi PKBL Tahun 2009 PT. PN III (Persero) No. U r a i a n Jumlah (Rp.*)
A Program Kemitraan 1. Pinjaman Disalurkan 14.815 2. Anggaran (setelah RUPS) 12.250
B Bina Lingkungan 1. Bantuan Bencana Alam 71.550 2. Bantuan Pendidikan atau Pelatihan 5.422 3. Bantuan Peningkatan Kesehatan 35.730 4. Bantuan Pengembangan Prasarana dan Sarana Umum 2.733 5. Bantuan Sarana Ibadah 9.973
Jumlah Realisasi Bina Lingkungan 18.236 Keterrangan :*) dalam juta Sumber: www. lpp.ac.id
Pada Tabel 4, PT. PN III (Persero) tahun 2009 telah menyalurkan program
kemitraan Rp. 14,815 milyar kepada 499 mitra binaan dan penyaluran bina
lingkungan Rp. 18,236 milyar meliputi bantuan kepada bencana alam, pendidikan
atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan sarana
umum dan saranah ibadah.
PT. RNI (Persero) sebagai perusahaan induk (holding company) memiliki
luasan paling kecil perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet melalui anak
perusahaannya. PT. RNI (Persero) adalah hasil nasionilasi oleh Pemerintah RI
pada tahun 1961 dari perusahaan konglomerat pertama di Asia Tenggara yaitu
NV. Handel Maatschapij Gwan atau (lebih dikenal Oei Tiong Ham Concern) pada
tahun 1964 diganti namanya menjadi PT. Rajawali Indonesia, dengan usaha
utamanya adalah agro industri, farmasi dan alat kesehatan dan pengadaan, yang
memiliki 15 anak perusahaan dan 3 cucu perusahaan. Realisasi PKBL PT. RNI
(Persero) tahun 2008 - 2009 dapat sampaikan pada Tabel 5.
10
Tabel 5. Realisasi PKBL Tahun 2009 PT. RNI (Persero) No. U r a i a n Thn 2008 (Rp.) Thn 2009 (Rp.) 1. Jumlah Dana Tersedia 5,460,190,027 5,232,184,329 2. Penggunaan Dana 5,165,993,320 5,198,492,218
Sisa dana Tersedia 294,196,707 33,692,111 3. Pendapatan a. Bunga Pinjaman 334,548,486 384,373,738 b. Bunga Deposito/ Jasa Giro 10,546,459 10,810,165 c. Pendapatan Lainnya 2,548,415 4,056,954
Jumlah Pendapatan 347,643,360 399,240,857 4. Biaya Operasional a. Beban Survey 17,427,774 8,840,096 b. Beban Monitoring 30,892,259 39,014,168 c. Beban Penagihan 7,559,665 7,904,905 d. Beban Administrasi dan lainnya 58,283,659 45,591,706 e. Jumlah Biaya Operasional 114,163,357 101,350,875
5. Pengadaan Aktiva Tetap 3,989,000 9,340,000 6. Surplus/ Defisit 229,491,003 288,549,982 7. Saldo Akhir 523,687,710 322,242,093
Sumber; www. lpp.ac.id
Anak perusahaan PT. RNI (Persero) yang bergerak dalam bidang dalam
perkebunan kelapa sawit dan karet yaitu PT. Perkebunan Mitra Ogan (selanjutnya
disingkat PTP Mitra Ogan) berkantor pusat di Palembang dan lokasi kebun di
Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Rambang Lubai Kabupaten
Muara Enim, Sumatera Selatan. Kepemilikan saham PTP Mitra Ogan ini yaitu PT.
RNI (Persero) sebanyak 73,58% dan PT. PN III (Persero) sebanyak 26,42%, yang
dibentuk pada 19 Desember 1988 dan bukan hasil nasionalisasi perusahaan sama
seperti pada BUMN perkebunan lainnya atau pada induk perusahaannya.
1.2. Perumusan Masalah
Pentingnya peranan UKM di Indonesia dalam pembangunan nasional
dengan permasalahan yang utama adalah permodalan, sementara dipihak lain
terdapat alternatif sumber pendanaan murah melalui BUMN yang belum
11
tersalurkan dengan efektif, maka peluang yang ada perlu disinergikan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari uraian tersebut diatas, perlu dirumuskan mengenai permasalahan
yang terkait dengan pelaksanaan PKBL PTP Mitra Ogan dengan karakteristik
wilayah kerja atau lokasi kebun di 3 kabupaten, diantaranya;
1. Bagaimana efektivitas implementasi penyaluran dana dan kolektibilitas serta
pelaksanaan program Bina Lingkungan PKBL PTP Mitra Ogan, sesuai
dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-100/MBU/2002?.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran pengembalian
pinjaman oleh mitra binaan, dan alternatif penyelesaian penyebab
ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh mitra binaan pada program
kemitraan PTP Mitra Ogan?
3. Bagaimana formulasi strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas pemanfaatan dana Program Kemitraan PTP Mitra Ogan?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui efektivitas implementasi penyaluran dana dan kolektibilitas
Program Kemitraan dan program Bina Lingkungan PTP Mitra Ogan.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
ketidaklancaran pengembalian pinjaman, dan menganalisis serta menentukan
alternatif penyelesaian penyebab ketidaklancaran pengembalian pinjaman oleh
mitra binaan Program Kemitraan PTP Mitra Ogan.
12
3. Untuk merumuskan alternatif strategi penyaluran dana yang terbaik, serta
untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana Program Kemitraan PTP
Mitra Ogan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PKBL PTP Mitra Ogan,
sebagai bahan pertimbangan dan kebijakan dalam rangka menentukan dan
memilih cara implementasi PKBL yang lebih efektif.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi sektor usaha
mikro, kecil dan menengah dalam memperoleh permodalan melalui PKBL.
3. Bagi penulis sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan
wawasan khususnya implementasi dan strategi penyaluran dana PKBL yang
lebih efektif sebagai alternatif permodalan oleh sektor UKM dan Koperasi.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis dan menentukan tingkat
efektivitas implementasi penyaluran dana dan kolektibilitas pinjaman dana oleh
mitra binaan serta pelaksanaan program Bina Lingkungan, serta mencari alternatif
strategi dari pelaksanaan penyaluran dana untuk meningkatkankan efektivitas
pemanfaatan dana PKBL PTP Mitra Ogan.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB