IDENTIFIKASI POTENSIAL DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD KOTA TANGERANG
Delina Hasan, Yardi Saibi, Zuha Yuliana
Oral Presetasi Tgl 18-21 April 2018
PIT IAI
Di Pekanbaru (Riau)
Masalah Terkait Obat atau Drug Related Problems (DRPs)
menjadi masalah utama dalam pelayanan kefarmasian di
dunia (Adumsili, dan Adepu.,2014)
Identifikasi DRPs, dan evaluasinya menjadi salah satu
tugas farmasis di rumah sakit. Farmasis di rumah sakit
dituntut untuk bekerja secara profesional, dengan etos
kerja yang tinggi untuk bisa bertanggung jawab terhadap
keberhasilan terapi (Q.S Al-Bayyinah, 98:7, dan HR.
Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334.)
“Drug Related Problems (DRPs) merupakan
kejadian dalam terapi obat yang secara aktual
ataupun potensial mempengaruhi
kesembuhan (PCNE V7.0, 2016)”
Penelitian Sebelumnya
Dengan PCNE V5.01,
90,5% DRPs terjadi pada
200 pasien rawat inap DM
tipe 2 disertai hipertensi, di
salah satu rumah sakit
Malaysia. Polifarmasi
menyebabkan peningkatan
DRPs hingga 75%.
Huri, dan Wee (2013)
Dengan PCNE V6.2,
insiden tertinggi DRPs
pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di salah satu
Rumah Sakit Pakistan
adalah terjadinya interaksi
obat (60,60%).
Ali, et.al (2013)
Dengan PCNE V5.01,
penggunaan obat yang
tidak efektif menjadi
insiden tertinggi (20,3%)
dalam DRPs pasien
diabetes melitus tipe 2 di
salah satu Rumah Sakit
Nigeria.
Ogbonna, et.al (2014)
422 juta orang di dunia menderita diabetes
melitus pada tahun 2014. Angka ini
meningkat 8,5%
WHO, 2016
Riskesdas, 2013
DM tipe 2 memiliki prevalensinya yang tinggi, terutama di kota
urban, seperti Tangerang. Selain itu, DM tipe 2 memiliki angka
harapan hidup yang rendah, dengan resiko kematian yang
tinggi.
Prevalensi diabetes yang terdiagnosa dokter, tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%), sementara daerah Indonesia dengan prevelensi terendah yaitu daerah
Lampung (0,7%). Prevalensi diabetes di provinisi Banten yaitu 1,3% dengan
diagnosa, dan 1,6% dengan diagnosa dan gejala.
Kasus DM Tipe 2
Menurut WHO
• 422 juta orang di dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2014. Angka ini meningkat 8,5%
Di Indonesia Prevalensi diabetes yang terdiagnosa dokter, tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), sementara daerah Indonesia dengan prevelensi terendah yaitu daerah Lampung (0,7%). Prevalensi diabetes di provinisi Banten yaitu 1,3% dengan diagnosa, dan 1,6% dengan diagnosa dan gejala.
Rumusan Masalah
Penyakit DM merupakan penyakit metabolisme dengan jumlah penderita di
Indonesia 9,1 juta pasien di tahun 2014 (PERKENI, 2015), dan DM tipe 2 memiliki
90% jumlah pasien dari seluruh populasi DM (Dipiro, et.al. 2015).
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi farmakologi DM
tipe 2 akan menimbulkan DRPs akibat polifarmasi
Jumlah Pasien JKN Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang
dalam 1 tahun kebelakang ≥100 pasien.
Belum adanya penelitian terkait DRPs pada pasien JKN DM Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang
Tujuan Umum Mengetahui identifikasi terjadinya DRPs pada pasien
JKN diabetes melitus tipe 2, yang di rawat inap di
RSUD Kota Tangerang selama periode Januari 2016
hingga Juni 2016.
Tujuan Khusus
Tujuan
1. Untuk mengetahui DRPs yang ditinjau dari efektivitas obat pada pasien rawat inap di
rumah sakit;
2. Untuk mengetahui DRPs yang ditinjau dari ketepatan pemilihan antidiabetes pada
pasien rawat inap di rumah sakit;
3. Untuk mengetahui DRPs yang ditinjau dari ketepatan dosis antidiabetes pada pasien
rawat inap di rumah sakit; dan
4. Untuk mengetahui DRPs yang ditinjau dari efek samping antidiabetes pada pasien
rawat inap di rumah sakit.
MANFAAT PENELITIAN
1.
• Secara Teoritis, dapat memberikan manfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi, khususnya dalam mengidentifikasi DRPs pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang
2
• Secara Metodologi, metode dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi DRPs pada pasien diabetes melitus tipe 2 atau penyakit lainnya.
3
• Secara aplikatif, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan ataupun informasi kepada tenaga kesehatan yang bertanggungjawab di RSUD Kota Tangerang dalam penggunaan obat pada penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.
Kerangka Konsep
Karakteristik Pasien
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Penyakit Penyerta
4. Jumlah Penggunaan Obat
Obat DM
Obat Lain
Rekam Medik Pasien DM Tipe 2
Rawat Inap Peserta JKN Periode
Januari 2016-Juni 2016
Drug Related Problems
1. Efektivitas Terapi
2. Reaksi Obat yang tidak diinginkan
Penyebab
1. Pemilihan Obat
2. Pemilihan Dosis
Memenuhi Kriteria
Inklusi dan Eksklusi
Definisi Operasional
Nama Variabel Def.Operasional Skala
Ukur Kategori
Karakteristik
Pasien
1. Jenis Kelamin
2. Usia
Kondisi fisik pasien yang
menentukan perbedaan
fungsi biologis dan identitas
pasien.
Satuan waktu yang mengukur
keberadaan pasien dalam
keadaan hidup. Usia pasien
diklasifikasikan berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar
Kementerian Kesehatan RI
tahun 2013.
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
55-64 tahun
65-74 tahun
≥75 tahun
Nomina
l
Nomina
l
0: Laki-laki
1: Perempuan
0: 15-24 tahun
1: 25-34 tahun
2: 35-44 tahun
3: 45-54 tahun
4: 55-64 tahun
5: 65-74 tahun
6: ≥75 tahun
Definisi Operasional
Nama Variabel Def.Operasional Skala
Ukur Kategori
3. Penyakit
Penyerta
4. Jumlah
Penggunaan Obat
2. Profil
Penggunaan Obat
DM
3. Drug Related
Problems (DRP)
Penyakit yang diderita pasien
selain DM Tipe 2
Banyaknya obat yang
digunakan pasien selama
menjalani rawat inap di rumah
sakit
Jenis penggunaan obat
antidiabetes yang dapat
mengendalikan glukosa
darah.
Masalah yang timbul karena
penggunaan obat, selama
pasien diabetes melitus tipe 2
menjalani rawat inap di rumah
sakit. Berupa:
Nomin
al
Nomin
al
Nomin
al
Nomin
al
0: Tidak Terdapat
Penyakit Penyerta
1: Terdapat
Penyakit Penyerta
0: 1-4
1: ≥5
0: tunggal
1: kombinasi
0: Tidak terjadi
DRPs
1: Terjadi DRPs
Definisi Operasional Nama
Variab
el Def.Operasional
Skala
Ukur
Kategor
i
1. Efektivitas Terapi
Antidiabetes dikatakan efektif jika dapat
mengendalikan kadar glukosa darah sewaktu (GDS)
pasien selama pasien menjalani rawat inap, hingga
kadar GDS <180 mg/dl(terkendali) saat keluar rumah
sakit.
2. Obat tidak memberikan efek atau kegagalan terapi.
Antidiabetes dikatakan tidak memberikan efek jika
selama penggunaan oleh pasien rawat inap, tidak
dapat mengendalikan kadar GDS pasien sehingga
kadar GDS tidak terkendali.
3. Terapi obat tidak dibutuhkan.
Terjadi DRPs jika ditemukan adanya penggunaan obat
dalam catatan rekam medis, namun tidak ditemukan
adanya diagnosa, gejala, hasil labolatorium, ataupun
keterangan lain pada rekam medis, yang
mengindikasikan adanya suatu penyakit, tapi diberikan
obat .
4. Indikasi tidak diterapi (butuh obat)
Terjadi DRPs jika ditemukan adanya indikasi pada
rekam medis, yang mengharuskan pemberian
tambahan obat, namun obat tersebut tidak diberikan.
5. Terjadi reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
Jika terjadi efek samping yang dikeluhkan pasien,
akibat penggunaan antidiabetes, atau berdasarkan
hasil pengukuran data pendukung.
Nomin
al
0: Tidak
terjadi
DRPs
(Tepat)
1: Terjadi
DRPs
(Tidak
Tepat)
Definisi Operasional Nama
Variab
el Def.Operasional
Skala
Ukur
Kategor
i
Selain kategori masalah DRPs, dilakukan pula analisa
pada kategori penyebab DRPs, berupa
1. Obat tidak sesuai formularium atau guideline.
Dikatakan terjadi DRPs jika obat antidiabetes yang
digunakan tidak sesuai dengan formularium nasional,
dan tidak sesuai dengan guideline menurut PERKENI,
2015.
2. Obat dengan kontraindikasi.
Dikatakan terjadi DRPs jika pasien memiliki
kontraindikasi dengan antidiabetes yang digunakan
selama rawat inap.
3. Obat tanpa indikasi.
Dikatakan terjadi DRPs jika ditemukan penggunaan
obat antidiabetes dan obat lain yang tidak memiliki
indikasi dalam catatan rekam medisnya.
4. Kombinasi obat yang tidak sesuai.
Dikatakan terjadi DRPs jika terdapat penggunaan obat
antidiabetes yang memiliki interaksi dengan obat
antidiabetes lain.
5. Duplikasi obat yang tidak sesuai.
Dikatakan terjadi DRPs jika terdapat penggunaan
kombinasi antidiabetes yang tidak sesuai sehingga
tidak dapat mengendalikan kadar GDS, dan atau
menimbulkan ROTD.
Definisi Operasional Nama
Variab
el Def.Operasional
Skala
Ukur
Kategor
i
6. Ada indikasi tetapi obat tidak diberikan.
Dikatakan terjadi DRPs jika ditemukan indikasi yang
mengharuskan diberikannya obat, namun obat tidak
diberikan.
7. Terlalu banyak obat dalam peresepan.
Terjadi DRPs jika ditemukan penggunaan antidiabete
≥3 dalam sekali pemakaian.
8. Tidak diberikan pencegahan atau sinergisasi obat.
Dikatakan terjadi DRPs jika tidak diberikannya
antidiabetes kombinasi untuk mengendalikan kadar
glukosa basal dan prandial.
9. Pemilihan Dosis.
Dosis dikatakan terlalu rendah atau terlalu tinggi jika
tidak sesuai dengan guideline menurut PERKENI, baik
oral ataupun penggunaan insulin selama rawat inap.
Kebutuhan Insulin Harian Total (IHT) adalah 0,5-1
UI/KgBB/Hari, dan untuk pasien lanjut usia serta
pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal IHT
adalah 0,3 UI/KgBB/Hari. Kemudian penggunaan
insulin basal disesuaikan 40% dari kebutuhan IHT, dan
insulin prandial disesuaikan 20% dari kebutuhan IHT.
Sementara untuk pasien dengan nilai ClCr 10-50
ml/menit, maka dosis diadjust 75%
METODOLOGI
• Desain Penelitian, Cross Sectional
• Pengumpulan Data, secara Retrospektif dari rekam medik pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Tangerang
• Data yang dikumpulkan
- Tanggal masuk Rumah Sakit, Nama, Jenis Kelamin, Usia, Keluhan, penyakit penyerta, kadar gula darah awal dan sewaktu, Obat yang digunakan (bentuk sediaan, regimen, dosis, frekuensi, dan durasi)
• Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggunakan SPSS. Yaitu Univariat dan Bivariat
• Populasi DM tipe 2 di RSUD KotaTangerang 199 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 117 pasien DM tipe 2.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
• Data rekam medis yang tidak lengkap dan tidak jelas, berupa tidak tercantumnya data nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, dan usia), tanggal perawatan,
• data penggunaan obat,
• data kadar gula darah sewaktu
Kriteria Eksklusi
• Data rekam medis yang tidak lengkap dan tidak jelas,
• Wanita Hamil
• Pasien DM tipe 2 yang hilang kesadarannya
• Pasien pulang paksa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasien N=117 Persentase (%)
Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 45 38,5
Perempuan 72 61,5
Berdasarkan Usia Pasien
15-24 tahun 0 0
25-34 tahun 0 0
35-44 tahun 13 11,1
45-54 tahun 37 31,6
55-64 tahun 51 43,6
65-74 tahun 10 8,5
≥75 tahun 6 5,1
Berdasarkan Penyakit Penyerta
Tidak Ada Penyakit Penyerta 11 9,4
Ada Penyakit Penyerta 106 90,6
Jumlah Penggunaan Obat
1-4 obat 0 0
≥5 obat 117 100
Tabel 5.1 Karakteristik Pasien JKN rawat inap Diabetes Melitus Tipe 2 di
RSUD Kota Tangerang Periode Januari 2016-Juni 2016
Tabel 5.2 Penyakit Penyerta yang diderita pasien JKN rawat inap Diabetes Melitus
tipe 2 periode Januari 2016-Juni 2016 di RSUD Kota Tangerang
Jenis Penyakit Penyerta n=297 Persentase (%)
Hipertensi 28 14,4
Ulkus DM 25 12,9
Dispepsia 19 9,8
Gastritis 18 9,3
Pneumonia 18 9,3
Anemia 11 5,7
CKD 10 5,2
Dislipidemia 10 5,2
Lainnya <10 <5
Tabel 5.3 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes pada pasien JKN rawat inap Diabetes
Melitus tipe 2 periode Januari 2016-Juni 2016 di RSUD Kota Tangerang
Tabel 5.4 Terapi Tunggal Antidiabetes pada pasien JKN rawat inap Diabetes Melitus tipe 2
periode Januari 2016-Juni 2016 di RSUD Kota Tangerang
Jenis Terapi N=117 Persentase (%)
Tunggal 25 21,4
Kombinasi 92 78,6
Terapi Tunggal n=29 Persentase (%)
Metformin 9 31,0
Novorapid 5 17,2
Novomix 5 17,2
Humolog Mix 5 17,2
Levemir 3 10,3
Lantus 1 3,4
Actrapid 1 3,4
Tabel 5.5 Terapi Kombinasi Antidiabetes pada pasien JKN rawat inap Diabetes Melitus
tipe 2 periode Januari 2016-Juni 2016 di RSUD Kota Tangerang
Jenis Terapi n=90 Persentase (%)
Novorapid+Levemir 67 74,4
Novorapid+Lantus 9 10,0
Metformin+Novorapid+Levemir 5 5,6
Metformin+Glimepirid 3 3,3
Akarbosa+Novorapid+Levemir 2 2,2
Novomix+Lantus 1 1,1
Metformin+Novorapid+Lantus 1 1,1
Akarbosa+Glikuidon 1 1,1
Metformin+Glibenklamid 1 1,1
• Kombinasi insulin detemir dengan insulin novorapid didasarkan oleh
profil kerjanya yang meniru pola sekresi insulin normal tubuh
(Hamaty, 2011). Selain Levemir, insulin glargin (Lantus) juga dipilih
sebagai insulin basal. Penggunaan kombinasi insulin glargin dengan
insulin aspart dipilih karena dapat menghasilkan kontrol glikemia
yang lebih baik, mengurangi fluktuasi glukosa darah yang meningkat,
mengurangi kejadian hipoglikemia, dan peningkatan berat badan
menjadi lebih rendah.
• Insulin Novorapid banyak digunakan karena memiliki kerja yang cepat
(rapid acting), serta unggul dalam penyuntikannya. Insulin kerja cepat
dapat mengendalikan kadar glukosa postprandial yang lebih cepat
(ACCP, 2013).
Terapi Kombinasi Insulin
Tabel 5.6 Drug Related Problems (DRPs) pada pasien JKN rawat inap Diabetes melitus Tipe 2 di RSUD
Kota Tangerang Periode Januari 2016-Juni 2016.
Tabel 5.7 Masalah DRPs pada pasien JKN rawat inap Diabetes melitus Tipe 2 di RSUD Kota
Tangerang Periode Januari 2016-Juni 2016.
Keterangan Pasien dalam Penelitian Jumlah
Pasien yang dijadikan Sampel 117
Pasien Tanpa DRPs 103
Pasien dengan DRPs 14
Pasien dengan Potensial DRPs 16
Kode Masalah* n=13 Persentase (%)
P1
P1.1
P1.3
P1.4
Efektivitas Terapi
Obat tidak memberikan efek atau
kegagalan terapi
Terapi obat tidak dibutuhkan
Indikasi tidak diterapi (butuh obat)
9
2
3
4
7,6
1,7
2,5
3,4
P2
P2.1
Kejadian yang tidak diharapkan
Terjadi reaksi yang tidak diinginkan
(ROTD)
4
4
3,4
3,4
Tabel 5.8 Penyebab Terjadinya DRPs pada Pasien JKN Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD
Kota Tangerang Periode Januari 2016-Juni 2016
Kode Penyebab* n=30 Persentase (%)
C1
C1.1
C1.2
C1.3
C1.4
C1.5
C1.6
C1.7
C1.8
Pemilihan Obat
Obat tidak sesuai formularium/guideline
Obat dengan kontraindikasi
Obat tanpa indikasi
Kombinasi obat yang tidak sesuai
Duplikasi obat yang tidak sesuai
Ada indikasi tetapi obat tidak diberikan
Terlalu banyak obat dalam peresepan
Tidak diberikan pencegahan atau sinergisasi obat
19
10
0
0
0
0
4
0
3
14,1
8,3
0
0
0
0
3,3
0
2,5
C3
C3.1
C3.2
Pemilihan Dosis
Dosis terlalu rendah
Dosis terlalu tinggi
11
10
1
9,1
8,3
0,8
Tabel 5.12 Hubungan Antara karakteristik dengan Kejadian DRPs pada Pasien JKN
Rawat Inap Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang
Periode Januari 2016-Juni 2016
Karakteristik Pasien
Pemilihan Obat
Nilai P
Pemilihan Dosis
Nilai P Tepat Tidak
Tepat Tepat
Tidak
Tepat
N N N N
Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 37 8 0,13b 39 6 0,33a
Perempuan 67 5 67 5
Berdasarkan Usia Pasien
35-44 tahun 9 4 0,17c 13 0 0,53c
45-54 tahun 33 4 34 3
55-64 tahun 47 4 46 5
65-74 tahun 9 1 8 2
≥75 tahun 6 0 5 1
Berdasarkan Penyakit Penyerta
Tidak Ada Penyakit Penyerta 11 0 0,60a 9 2 0,27a
Ada Penyakit Penyerta 93 13 97 9
Keterangan: aFisher’s Exact Test, bContinuity Correction, cPearson Chi Square. N menyatakan jumlah pasien.
Tabel 5.10 Hubungan Antara Jenis Terapi Diabetes dengan Kejadian DRPs pada Pasien JKN Rawat
Inap Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang Periode Januari 2016-
Juni 2016
Tabel 5.11 Hubungan Antara kejadian DRPs dengan Pengendalian GDS pada Pasien JKN Rawat Inap
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Tangerang Periode Januari 2016-Juni
2016
Jenis Terapi
Pemilihan Obat
Nilai P
Pemilihan Dosis
Nilai P Tepat Tidak
Tepat Tepat
Tidak
Tepat
N N N N
Tunggal 19 6 0,03a
23 2 1a
Kombinasi 85 7 83 9 Keterangan: aFisher’s Exact Test. N menyatakan jumlah pasien.
Kejadian DRPs
Pengendalian GDS
Nilai P Terkendali Tidak Terkendali
N N
Pemilihan Obat
Tepat 84 20 0,01a
Tidak Tepat 6 7
Pemilihan Dosis
Tepat 85 21 0,01a
Tidak Tepat 5 6 Keterangan: aFisher’s Exact Test. N menyatakan jumlah pasien.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi sebesar 37,6%, - meliputi obat tanpa indikasi (33,3%), - terjadi efek yang tidak diharapkan (4,8%). - Interaksi sinergis (27,9%), - indikasi tanpa obat (26,2%), - dosis terlalu rendah (24,6%), ketidaktepatan pemilihan
obat (19,7%), - kombinasi obat yang tidak sesuai (1,6%). - Kejadian DRPs tersebut ber pengaruh terhadap
pengendalian glukosa darah sewaktu (P=0,103). Namun pengaruhnya tidak signifikan
- Penyakit penyerta berpengaruh terhadap pengendalian glucose darah namun tidak signifikan
KESIMPULAN
Pada analisa DRPs dengan menggunakan kategori PCNE V7.0 2016, terjadi 9 masalah efektivitas terapi, 19 masalah pemilihan obat, 11 masalah dosis antidiabetes, dan 4 permasalahan reaksi obat yang tidak diinginkan.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi,
- meliputi obat tanpa indikasi,
- terjadi efek yang tidak diharapkan.
- Interaksi sinergis,
- indikasi tanpa obat,
- dosis terlalu rendah,
- ketidaktepatan pemilihan obat,
- kombinasi obat yang tidak sesuai.
- Kejadian DRPs tersebut ber pengaruh terhadap pengendalian glukosa darah sewaktu, namun pengaruhnya tidak signifikan
- Penyakit penyerta berpengaruh terhadap pengendalian glucose darah namun tidak signifikan
Terima Kasih