Download - Indepth report menyoal hak warga di rancangan undang undang (ruu) konvergensi telematika 0
Indepth Report
Menyoal Hak Warga di Rancangan Undang Undang
(RUU) Konvergensi Telematika
Yayasan SatuDunia, Jakarta
”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.” (Pasal 28F UUD 1945)
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika atau sering disebut sebagai
telematika sudah sangat pesat. Dari hari ke hari perkembangan telematika menuju ke arah
konvergen atau menyatu. Kini misalnya, kita dapat mendengarkan radio melalui internet.
Bahkan sebentar lagi akan muncul televisi yang berbasiskan internet protokol atau sering
disebut IPTV.
Perkembangan telematika yang begitu pesat itu mendorong pemerintah untuk memunculkan
peraturan baru. Salah satu aturan yang sekarang sedang dibahas pemerintah adalah Rancangan
Undang Undang (RUU) Konvergensi Telematika. Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), seperti tertuang dalam suratnya kepada
SatuDunia, mengungkapkan bahwa saat ini RUU itu masih dalam pembahasan interdep dengan
Kementerian Hukum dan HAM.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana hak-hak warga negara diatur dan atau dihormati,
dilindungi dan dipenuhi dalam RUU Konvergensi Telematika itu? Karena kita sebagai warga
negara memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Hak kita itu dilindungi
dalam UUD 1945.
Kita Sekedar Konsumen di RUU Konvergensi Telematika
Dalam penjelasan RUU ini, pemerintah mengakui bahwa ada tekanan atau dorongan yang
semakin besar di forum internasional dan regional untuk mewujudkan perubahan paradigma
telematika dari vital dan strategis serta menguasai hajat hidup orang banyak menjadi sekedar
komoditas. Karena telah menjadi komoditas maka, logikanya apa yang terkait dengan persoalan
telematika diserahkan ke mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas ini tidak ada
yang namanya warga negara. Yang ada hanyalah produsen dan konsumen.
Apakah tekanan dari forum-forum internasional dan regional tersebut dipenuhi atau
diakomodasi dalam RUU Konvergensi Telematika?
Bila kita melihat draft RUU Konvergensi Telematika, ternyata persoalan hak warga negara tidak
menjadi pertimbangan dalam RUU Konvergensi Telematika itu. Hak warga untuk bisa
mengakses telematika dan dengan itu dapat berkomunikasi tidak muncul dalam pertimbangan
RUU ini. Justru persoalan globalisasi masuk dalam pertimbangan penyusunan RUU Konvergensi
Telematika.
Ketika menulusuri batang tubuh dari RUU Konvergensi Telematika ini, kita pun tidak akan
menemukan satu pasal yang mengatur hak warga negara. Yang diatur hanyalah hak konsumen.
Hak warga negara dengan hak konsumen tentu dua hal yang berbeda. Hak konsumen muncul
ketika kita telah mejadi pembeli atau pelanggan produk telematika. Sementara hak warga
negara tidak terkait dengan produsen telematika.
Hak warga negara dalam konteks telematika salah satunya adalah hak warga negara di suatu
kawasan agar kawasan mereka terlintasi infrastruktur telematika. Dengan adanya infratruktur
telematika itu hak warga untuk mengakses informasi dan berkomunikasi dapat terpenuhi.
Dalam RUU Konvergensi Telematika ini meskipun dinyatakan bahwa pelaksanaan layanan dasar
telematika di daerah terpencil (Kewajiban Pelayanan Universal) menjadi tanggung jawab
pemerintah, namun tidak disebutkan hak warga negara bila tanggung jawab pemerintah itu
lalai atau gagal dilaksanakan. Artinya, dalam praktiknya, hal yang menjadi tanggung jawab
pemerintah itu berpotensi untuk dilanggar.
Hak Warga di Tengah Rejim Perizinan dan Komersialisasi Telematika
Dikikisnya hak warga negara juga tercermin dalam pembagian penyelenggara telematika.
Dalam RUU ini penyelenggara telematika dibagi dua. Komersial dan Non-komersial. Pelebelan
komersial dan non-komersial ini sesungguhnya mencerminkan bahwa mainstream atau arus
utama dari RUU ini adalah komersial.
Pembagian penyelenggara komersial dan non-komersial di RUU Konvergensi telematika ini
selain bermasalah dari sisi labeling, juga menyisakan pertanyaan terkait dengan posisi
penyelenggara telematika dari komunitas masyarakat dan/atau Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Menurut RUU ini penyelenggara komesial meliputi penyelenggara fasilitas jaringan
telematika, layanan jaringan dan aplikasi telematika, termasuk aplikasi penyebaran konten dan
informasi. Nah, apakah komunitas masyarakat dan atau LSM yang mengelola portal berita atau
informasi, seperti www.korbanlumpur.info dan www.suarakomunitas.net, masuk sebagai
penyelenggara komersial?
Hal itu semakin nampak dari politik perijinan dan komersialisasi telematika yang diterapkan
dalam RUU Konvergensi Telematika. Di RUU ini setiap penyelenggara telematika harus
mendapatkan ijin dari menteri dan membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) telematika.
Bagi korporasi tentu persoalan ijin dan membayar BHP telematika ini tidak menjadi persoalan.
Namun, bagaimana dengan komunitas masyarakat dan LSM?
Pengelolaan Frekuensi Radio yang Kabur
Spektrum frekuensi radio adalah sumberdaya alam yang terbatas. Namun hal itu, meskipun
muncul dalam penjelasan RUU Konvergensi Telematika, tidak muncul dalam pertimbangan dari
penyusunan RUU ini. Akibatnya, pengaturan mengenai hak guna frekwensi radio yang
merupakan SDA terbatas itu menjadi kabur.
Jangka waktu dari hak penggunaan frekuensi radio misalnya tidak jelas diatur dalam RUU ini.
Ketidakjelasan juga nampak dari hak penggunaan frekwensi radio oleh komunitas masyarakat.
Apakah jika komunitas masyarakat yang menggunakan frekuensi radio juga harus mendapatkan
perlakuan yang sama dengan sebuah perusahaan. Ataukah komunitas masyarakat tidak
diperbolehkan menggunakan spektrum frekuensi radio? Jika demikian bagaimana dengan Open
BTS ( Base Transceiver Station) yang diinisiasi oleh kelompok masyarakat? Apakah Open BTS
akan dinyatakan sesuatu yang illegal?
Badan Regulasi yang Hanya Berpihak Pada Industri?
Dalam RUU Konvergensi Telematika, dalam pasal 39 disebutkan bahwa menteri dapat
melimpahkan fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian kepada Badan Regulasi guna
menumbuhkembangkan industri telematika. Dari sini terlihat bahwa pelimpahan tersebut
hanya memiliki satu tujuan menumbuhkembangkan industri telematika. Perosalan pemenuhan
dan perlindungan hak warga terhadap telematika tidak menjadi tujuan dari dalam pelimpahan
fungsi kementrian kepada Badan Regulasi.
Dalam Pasal itu disebutkan bahwa ada wakil dari masyarakat dalam Badan Regulasi. Namun
tidak jelas siapa yang dimaksud masyarakat dalam hal ini. Apakah masyarakat disini adalah
masyarakat yang tidak terkait langsung ataupun tidak langsung dengan industri telematika? Jika
pengertian dari masyarakat ini tidak jelas maka pihak yang terkait atau bahkan ‘mewakili’
industri telematika akan masuk dalam Badan Regulasi ini. Dan jika itu terjadi maka akan ada
konflik kepentingan di internal badan regulasi itu sendiri.
Kaji Ulang RUU Konvergensi Telematika
Terkait dengan beberapa persoalan di atas, seharusnya pemerintah mengkaji ulang seluruh
draft dari RUU Konvergensi Telematika. Pengkajian ulang RUU Konvergensi Telematika harus
melibatkan masyarakat secara lebih luas dan tentu saja menjadikan hak-hak warga atas
telematika sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan RUU.