Download - Jawaban Dkp3 Ariana
1. Bagaimana regulasi sekresi dan sintesis insulin ? (bang siul, ariana,
deby)
Insulin disekresikan oleh sel beta pancreas sebagai sebagai respon
terhadap kenaikan glukosa darah. Sel beta pancreas ini memiliki
pengangkut glukosa yaitu (GLUT-2). Glukosa yang masuk kedalam tubuh
akan terfosforilisasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Kemudian
glukosa-6-fosfat akan dioksidasi memebentuk ATP, yang menghambat
kanal kalium yang peka ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan
mendepolarisasi membran sel sehingga akan membuka kanal natrium
bergerbang voltase. Perubahan ini menimbulkan aliran masuk kalsium
yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan
membran sel dan sekresi insulin kedalam cairan ekstrasel melalui
eksositosis.
Adapun faktor yang memengaruhi sekresi insulin adalah sbb:
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi sekresi insulin:
1) Efek umpan maju hormon GI dan efek Parasimpatis
- Sebagai respon terhadap pencernaan makanan, akan diproduksi
hormon inkretin oleh sel ileum dan jejunum yang berupa glucagon-
like peptide 1 (GLP-1) dan gastric inhibitory peptide (GIP) dan
menstimulasi sekresi insulin dengan memasuki sirkulasi dan menuju
sel beta pankreas. Hormon GI lainnya seperti CCK dan gastrin juga
meningkatkan sekresi insulin.
- Selama makan juga akan meningkatkan aktivitas parasimpatis pada
saluran GI dan pankreas dan menstimulasi sel beta untuk mensekresi
insulin.
2) Peningkatan glukosa plasma
Jika kadar glukosa plasma melebihi 100 mg/dL, maka glukosayang
diserap dari usus halus akan mencapai sel beta pankreas dan
menstimulasi sekresi insulin. Adanya sekresi insulin akan menurunkan
kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah. Selain itu sekresi
insulin juga akan meningkatkan sintesis protein dan penyimpanan
bahan bakar.
3) Peningkatan asam amino plasma
Peningkatan asam amino yang terjadi saat mengkonsumsi makanan
tinggi protein, secara langsung akan merangsang sel β untuk
meningkatkan sekresi insulin
4) Aktivitas simpatis
Sekresi insulin akan dihambat oleh saraf simpatis. Saat stress,
masukan simpatis ke endokrin pankreas meningkat, dibantu juga
dengan pelepasan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang
menghambat sekresi insulin dan metabolisme ke glukoneogenesis.
Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed. 6. (Alih Bahasa: dr.Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC.
Silverthorn DU. Fisiologi manusia. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2014
2. Bagaimana patokan gula darah sewaktu dan gula darah puasa
normal? (rina, ariana, zainul)
Pada keadaan normal, kadar glukosa darah puasa adalah < 100 mg/dL,
dan 2 jam setelah beban < 140 mg/dL. Sedangkan untuk diabetes, kadar
glukosa puasa adalah ≥ 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≥ 200 mg/dL.
Maka, prediabetes terletak diantara kedua keadaan tersebut yakni puasa
100 – 125 mg/dL ( IFG ) dan 2 jam setelah beban 140 – 199 mg/dL.
American diabetes association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care 2006
a. Klasifikasi (rina, ariana, akbar)
a. DM tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)
Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM
tipe 1 disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan
diabetes rentan-ketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset
DM tipe 1 biasanya terjadi sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu
demikian karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat
mengalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin mengalami defisiensi
(jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali). Dengan
demikian, tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan
melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien
biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik.
Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya
sangat progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi
ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya
memiliki berat badan yang rendah. Hasil tes deteksi antibodi islet hanya
bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140 mg/dL.
b. DM tipe 2, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)
DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (atau onset-dewasa)
dan diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM sebenarnya tidak tepat
karena 25% diabetes, pada kenyataannya, harus diobati dengan insulin;
bedanya mereka tidak memerlukan insulin sepanjang usia). DM tipe 2
merupakan penyakit familier yang mewakili kurang-lebih 85% kasus
DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat tinggi (35% orang
dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional
menjadi modern.
DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau
lebih tua, dan cenderung tidak berkembang kearah ketosis. Kebanyakan
penderita memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula,
penyandang DM jenis ini dikelompokkan menjadi dua : (1) kelompok
obes dan (2) kelompok non-obes. Kemungkinan untuk menderita DM
tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan bertambah sebanyak 20% di
atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun atau di atas 40
tahun.
Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang
bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta
progresivitas gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi
pada kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul,
kecuali pada kasus yang disertai stress atau infeksi. Kadar insulin
menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin bekerja tidak
efektif.
Pengendaliannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada
kontraindikasi) olahraga, atau dengan pemberian obat hipoglisemik.
c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas
yang merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis
kistik; (b) sindrom hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau
menghambat kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma, dan
sindrom Cushing; (c) obat-obat yang menggangu sekresi insulin atau
menghambat kerja insulin (estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi
tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin; dan
(e) sindrom genetik.
d. Diabetes Mellitus kehamilan (DMK)
Diabetes mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi
glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa
memandang derajat intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala
ini lenyap atau menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya
muncul pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Kategori ini
mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak
diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah mengidap DM,
kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini.
American diabetes association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care 2006
Arisman, 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar
Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia . Jakarta:
EGC
3. Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2
a. Epidemiologi (ariana, kak muti, akbar)
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes
untuk bayi yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8%
untuk pria dan 38,5% untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5%
sampai 10% pasien dengan diabetes dan prevalensinya pada orang yang
berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1 dalam 400. DM tipe 1
tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis kelamin secara
klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95% dari
semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara
kelompok ras dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino
8,2%, dan Amerika Asli 14,9%).
Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI)
tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam
jumlah penderita diabetes mellitus di dunia.
Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia
mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar
mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara
teratur. Menurut beberapa penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes
di Indonesia berkisar 1,5% sampai 2,3%, kecuali di Manado yang
cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 %.
PERSI, 2008. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar
Memicu Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi PERSI.
Cramer, J., Manyon, A., 2007. Diabetes Melitus. Dalam: Paulman,
P., Paulman, A., Harrison, J., ed. Taylor Manual Diagnosis Klinik
Dalam 10 Menit. Jakarta: Binarupa Aksara
b. Tatalaksana (uje, rina, ariana)
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes
melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral
(OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat
segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga
dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan
ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi
yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi
dan evaluasi (PERKENI, 2006).
b. Terapi Gizi Medis
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi
• Protein : 10 – 20% total asupan energi
• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan
ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan
25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan
kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan
untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya
kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes
yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik
maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya
mendekati ideal.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi
DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi
menjadi 4 golongan, antara lain :
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan
glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,
tiazolidindion
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
PB. PERKENI. Konsensus pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 2006.PB Perkeni. Jakarta. 2006
Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
4. Mengapa Ny.A mudah lapar ? (ariana, zainul, kak muti)
5. Mengapa Ny.A banyak makan ? (uje, zainul, ariana)