Penyiapan Dokumen Transaksi ProyekKerjasama Pemerintah Swasta PelabuhanBaubau, Sulawesi Tenggara
TAHUN ANGGARAN 2015
Laporan Kajian Prastudi Kelayakan
(Final Business Case)
TAHUN ANGGARAN 2015
Laporan Kajian Prastudi Kelayakan
(Draft Final Business Case)
Penyiapan Dokumen Transaksi ProyekKerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Bab 1 | 1
Bab 1 PendahuluanPenyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam rangka memulai langkah implementasi pengembangan pelabuhan Baubau di Pulau
Buton, Sulawesi Tenggara yang akan dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha (KPBU), Pemerintah telah melaksanakan Kajian Awal Prastudi
Kelayakan (Outline Business Case) pada Tahun 2013 dengan nama Studi Kerjasama
Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara. Agar dapat segera
dilaksanakan tender investasi secara KPBU, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
No. 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, maka tahapan selanjutnya adalah perlu adanya
Dokumen Tahap Transaksi, berupa Kajian Akhir Prastudi Kelayakan (Final Business
Case), Dokumen Lelang Investasi (Dokumen Prakualifikasi, Dokumen Pelelangan Umum,
dan Rancangan Perjanjian Kerjasama).
Dikarenakan terdapat perubahan peraturan perundangan mengenai pelaksanaan
kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dimana
Permen PPN No. 3 Tahun 2012 dinyatakan tidak berlaku dan digantikan dengan Permen
PPN No. 4 Tahun 2015, maka hasil Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk
Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara yang telah dilaksanakan, perlu dilakukan Review
untuk memeriksa kelengkapan persyaratan analisis sesuai dengan peraturan yang baru.
Untuk selanjutnya, dalam pemenuhan lingkup kegiatan maupun keluaran, selain
mengacu kepada Kerangka Acuan Kerja, juga mengacu pada pada Permen PPN No. 4
Tahun 2015 Pasal 42 mengenai Ketentuan Peralihan yang menyatakan bahwa untuk
proyek yang telah melaksanakan Kajian Awal Prastudi Kelayakan, maka Kajian Akhir
Prastudi Kelayakan harus merujuk kepada peraturan ini.
Dalam konsep pembangunan Pemerintah Kota Baubau, pelabuhan ini dibangun untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan demi mendukung program jangka panjang
menjadikan Kota Baubau Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Karena itu kebutuhan dan fasilitas yang terkait dengan pembangunan pelabuhan akan
dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan. Rencana pengembangan Pelabuhan
Bab 1 | 2
Baubau meliputi reklamasi, pembangunan penahan dan pengikat talud, penambahan
trestel dermaga, pengembangan ruang kawasan, dan pembangunan terminal
penumpang.
Selain itu, pembangunan gudang transit, penambahan lapangan penumpukan peti
kemas, perluasan areal parkir dan pos jaga, penambahan pagar pengaman, penambahan
jalan akses dan pengaman, serta pembangunan jembatan penghubung. Pelabuhan
Baubau berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kemenhub
dengan status Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Sesuai dengan hasil screening pada Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk
Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara, ditetapkan dua proyek pembangunan dari
sembilan proyek yang diidentifikasi dapat dilaksanakan di Pelabuhan Baubau, yaitu
Pembangunan Terminal Penumpang dan Terminal Petikemas. Selanjutnya dalam kajian
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan Baubau,
Sulawesi Tenggara ini hanya akan dibahas mengenai dua jenis proyek di atas.
1.2 MAKSUD & TUJUAN
Maksud dari pekerjaan ini adalah melanjutkan penyusunan dokumen Kajian Awal
Prastudi Kelayakan (Outline Business Case) Pengembangan Pelabuhan Baubau yang telah
dilakukan sebelumnya, agar Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) siap untuk
masuk dalam tahap Transaksi untuk melaksanakan pelelangan Proyek ini.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mereview dokumen kajian awal prastudi kelayakan
(OBC) dan menyusun dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan (Final Business Case),
Dokumen Lelang Investasi (Dokumen Prakualifikasi, Dokumen Pelelangan Umum, dan
Rancangan Perjanjian Kerjsama) Pelabuhan Baubau sehingga memenuhi ketentuan
proyek KPS.
1.3 KELUARAN
Keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya 2 Jenis Dokumen Transaksi untuk
mendukung Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan Baubau, Sulawesi
Tenggara yang terdiri dari:
1. Dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan atau Final Business Case Rencana
Pengembangan Pelabuhan Baubau.
Bab 1 | 3
2. Dokumen Lelang Investasi meliputi:
a. Dokumen Prakualifikasi;
b. Dokumen Draft Pelelangan Umum
c. Dokumen Rancangan Perjanjian Kerjasama.
1.4 RUANG LINGKUP
Berdasarkan KAK dan juga hasil rapat kick-off meeting, ruang lingkup kegiatan ini terdiri
dari beberapa hal sebagai berikut:
A. Review Kajian Prastudi Kelayakan (Outline Business Case), sekurang-kurangnya
terdiri dari:
1. Kajian hukum dan kelembagaan
Kajian hukum dan kelembagaan terdiri atas:
a. Analisis peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan tujuan
untuk:
1) memastikan bahwa KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan aspek-aspek:
a) pendirian Badan Usaha;
b) penanaman modal;
c) persaingan usaha;
d) lingkungan;
e) keselamatan kerja;
f) pengadaan tanah;
g) pembiayaan KPBU, termasuk mekanisme pembiayaan dan pendapatan;
h) perizinan KPBU;
i) perpajakan; dan
j) peraturan-peraturan terkait lainnya.
2) menentukan risiko hukum dan strategi mitigasinya;
3) mengkaji kemungkinan penyempurnaan peraturan perundang-undangan,
atau penerbitan peraturan perundang-undangan yang baru;
4) menentukan jenis-jenis perizinan/persetujuan yang diperlukan; dan
5) menyiapkan rencana dan jadwal untuk memenuhi persyaratan peraturan
dan hukum berdasarkan kajian pada angka 4.
b. Analisis kelembagaan, yang dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1) memastikan kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi
Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK
Bab 1 | 4
dalam melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi
infrastuktur;
2) melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping)
dengan menentukan peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang
berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;
3) menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan
kegiatan penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan, dan penyelesaian
kajian akhir Prastudi Kelayakan, serta menentukan sistem pelaporan Tim
KPBU kepada PJPK;
4) menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan
5) menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.
2. Kajian teknis, terdiri atas:
a. Analisis teknis, yang bertujuan untuk:
1) menetapkan standar kinerja teknis operasional yang diperlukan;
2) mempertimbangkan berbagai alternatif tapak, besaran proyek, kualitas,
teknologi dan waktu pelaksanaan;
3) menetapkan kapasitas keluaran dan standar operasional yang
dibutuhkan, serta menyiapkan rancangan awal yang layak secara teknis;
4) mengidentifikasi dan menilai Barang Milik Negara dan/atau Daerah yang
dibutuhkan dan menyiapkan daftar Barang Milik Negara dan/atau Daerah
yang akan digunakan untuk pelaksanaan KPBU;
5) mengidentifikasi ketersediaan pasokan sumber daya untuk
keberlangsungan KPBU, apabila diperlukan;
6) mengidentifikasi persyaratan dan ketersediaan input sekurang-kurangnya
meliputi sumber daya manusia, bahan baku, pelayanan jasa, akses
menuju tapak;
7) menentukan perkiraan biaya KPBU dan asumsi perhitungan biaya KPBU;
8) memperkirakan dan menentukan pendapatan (revenue), biaya modal,
biaya operasional dan biaya pemeliharaan dengan berbagai pilihan;
9) menyiapkan rencana pembiayaan yang sesuai denga jadwal konstruksi,
perkiraan biaya operasional, perkiraan biaya pemeliharaan, dan estimasi
biaya siklus kesinambungan KPBU; dan
10) mengidentifikasi standar pelayanan minimum.
b. Penyiapan tapak termasuk jalur, apabila diperlukan, yang dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1) kesesuaian tapak dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
Bab 1 | 5
2) kesesuaian tapak dengan kebutuhan operasional dan bahan baku;
3) ketersediaan pelayanan jasa dan bahan baku;
4) kondisi tapak yang diusulkan dan kesesuaian dengan kebutuhan KPBU;
5) konfirmasi kepemilikan tanah dan hambatan-hambatan yang timbul;
6) perkiraan biaya pengadaan tanah dengan berbagai pilihan; dan
7) rencana dan jadwal pelaksanaan program pengadaan tanah dan
pemukiman kembali.
c. Rancang bangun awal, yang memuat rancangan teknis dasar KPBU termasuk
lingkup KPBU yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari
masing-masing sektor;
d. Spesifikasi keluaran, yang meliputi:
1) Standar pelayanan minimum yang meliputi kuantitas, kualitas dan
ketersediaan (availibility);
2) Jadwal indikatif untuk pekerjaan konstruksi dan penyediaan peralatan;
3) Kepatuhan atas masalah lingkungan, sosial dan keselamatan;
4) Persyaratan pengalihan aset sesuai perjanjian KPBU; dan
5) Pengaturan pemantauan pada setiap tahapan:
a) konstruksi;
b) operasi komersial; dan
c) berakhirnya perjanjian KPBU.
3. Kajian ekonomi dan komersial, mencakup substansi sebagai berikut:
a. analisis permintaan (demand), yang bertujuan untuk memahami kondisi
pengguna layanan. Analisis permintaan ini dilakukan dengan paling kurang
memuat:
1) Survei kebutuhan nyata (real demand survey) untuk mendapatkan
gambaran yang akurat seperti mengenai perkiraan kebutuhan,
ketertarikan, kemauan dan kemampuan pengguna untuk membayar,
kinerja pembayaran, serta tingkat pelayanan yang diharapkan; dan
2) Penentuan sumber dan tingkat pertumbuhan permintaan dengan berbagai
skenario (uji elastisitas permintaan).
b. Analisis pasar (market), yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
ketertarikan industri dan kompetisi. Analisis pasar ini dilakukan dengan
paling kurang memuat:
1) Penyampaian rencana KPBU kepada publik dalam rangka penjajakan
minat calon investor terhadap KPBU;
Bab 1 | 6
2) Pengumpulan tanggapan dan penilaian calon investor terhadap kelayakan,
risiko serta kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan
Pemerintah untuk KPBU;
3) Pengumpulan tanggapan dan penilaian lembaga keuangan nasional dan
internasional dan/atau institusi lainnya mengenai potensi pemberian dan
indikasi besaran pinjaman yang bisa dialokasikan dalam KPBU;
4) Pemilihan strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan
persaingan yang sehat dalam proses pengadaan KPBU; dan
5) Penilaian mengenai struktur pasar untuk menentukan tingkat kompetisi
pada sektor yang bersangkutan.
c. Analisis struktur pendapatan KPBU, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber pendapatan yang optimal bagi KPBU dengan
mempertimbangkan hasil analisis permintaan, kemampuan pembiayaan
Kementerian/Lembaga/Daerah yang bersangkutan, serta tingkat kelayakan
KPBU selama masa KPBU. Analisis struktur pendapatan KPBU ini paling kurang
memuat:
1) Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama
masa kerjasama;
2) Identifikasi pembayaran/tarif awal, mekanisme penyesuaian, indeks
acuan untuk membuat penyesuaian atas parameter yang digunakan
selama jangka waktu perjanjian KPBU;
3) Identifikasi dampak terhadap pendapatan dalam hal:
a) Terjadi kenaikan biaya KPBU (cost over run);
b) Pembangunan KPBU selesai lebih awal; dan
c) Pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan,
sehingga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan
pembagian keuntungan (clawback mechanism);
d) Terjadinya pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam
hal pemenuhan kewajiban.
d. Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS), yang bertujuan untuk memastikan
manfaat sosial dan ekonomi serta keberlanjutan KPBU yang berkaitan dengan
efektivitas, ketepatan waktu, penggunaan dana, dan sumber daya publik
selama masa KPBU, selain itu ABMS juga dimaksudkan untuk memberikan
batasan maksimal besarnya Dukungan Pemerintah, sehingga manfaat bersih
KPBU lebih besar dari Dukungan Pemerintah yang diberikan. ABMS ini
dilakukan dengan memuat paling kurang:
Bab 1 | 7
1) Perbandingan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU;
2) Biaya yang dimaksud dalam angka 1 didasarkan pada harga konstan, yang
meliputi:
a) biaya penyiapan KPBU;
b) biaya modal;
c) biaya operasional;
d) biaya pemeliharaan; dan
e) biaya-biaya lain akibat dari adanya proyek.
3) Penilaian/pengukuran manfaat proyek bagi masyarakat dan negara
dengan mempertimbangkan paling kurang:
a) Penghematan oleh masyarakat; dan
b) penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang diperoleh.
4) Penentuan biaya ekonomi yang dilakukan dengan mengubah harga
finansial menjadi harga ekonomi (shadow price) untuk setiap masukan
dan keluaran berdasarkan faktor konversi ekonomi yang sesuai;
5) Penentuan manfaat ekonomi dilakukan dengan mengkonversikan manfaat
tersebut menjadi kuantitatif;
6) Parameter penilaian kelayakan ekonomi dilakukan melalui pendekatan
EIRR dan ENPV dengan menggunakan tingkat diskonto ekonomi atau sosial
(economic atau social discount rate); dan
7) Analisis sensitivitas untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan
KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek.
e. Analisis keuangan, dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Analisis keuangan bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial KPBU
dengan menggunakan asumsi yang didasarkan pada:
a) Informasi ekonomi makro (nilai tukar, inflasi, dan suku bunga) yang
dikeluarkan oleh otoritas lembaga resmi seperti Bank Indonesia dan
BPS;
b) Analisis biaya modal yang terdiri dari biaya proyek, asumsi bunga dan
eskalasi biaya dari KPBU;
c) Biaya operasional dan pemeliharaan;
d) Biaya penyusutan dan nilai buku pada akhir masa konsesi;
e) Perhitungan biaya-biaya lain terkait KPBU termasuk biaya pemukiman
kembali, pemeliharaan lingkungan, perijinan, dan biaya tidak
langsung (management overhead cost);
Bab 1 | 8
f) Biaya mitigasi risiko; dan
g) Perhitungan pendapatan yang didasarkan pada hasil analisis
kebutuhan dan analisis struktur pendapatan.
2) Analisis keuangan dilakukan dengan cara:
a) Menetapkan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan dalam
KPBU, sesuai dengan rasio yang umum digunakan di Indonesia;
b) Menentukan tingkat biaya modal rata-rata tertimbang/WACC sesuai
dengan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan, tingkat suku
bunga pinjaman, serta biaya ekuitas;
c) Menentukan tingkat imbal hasil keuangan/FIRR pada KPBU;
d) Menentukan rasio cakupan pembayaran hutang (Debt Service Coverage
Ratio - DSCR) dengan menghitung besarnya kas yang tersedia untuk
membayar kewajiban (pokok pinjaman dan bunga) yang akan jatuh
tempo pada tahun berjalan;
e) Menentukan besaran imbal hasil ekuitas (Return On Equity - ROE);
f) Menentukan besaran FNPV dan metode pengembalian investasi
(payback period);
g) Menyajikan proyeksi arus kas KPBU;
h) Menyajikan proyeksi arus kas dan laporan laba rugi Badan Usaha
Pelaksana;
i) Menyajikan sensitivitas KPBU dalam berbagai pilihan analisis keuangan
dalam nilai rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya
disetarakan dengan rupiah;
j) Menentukan bentuk dan nilai Dukungan Pemerintah; dan
k) Menentukan besaran premi Jaminan Pemerintah.
4. Kajian lingkungan dan sosial, meliputi:
a. kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib AMDAL, yang dilakukan
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Melakukan penapisan yang bertujuan untuk:
a) menetapkan potensi dampak penting yang akan timbul dari KPBU;
b) menetapkan klasifikasi KPBU dalam memperkirakan dampak yang akan
ditimbulkan terhadap lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c) menentukan peningkatan kapasitas dan program pelatihan untuk
melaksanakan program perlindungan lingkungan, jika diperlukan;
Bab 1 | 9
d) memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk perizinan yang berkaitan
dengan kepentingan lingkungan hidup; dan
e) menyiapkan rencana dan jadwal untuk melaksanakan program
kepatuhan lingkungan dan melakukan pencatatan untuk persetujuan
lingkungan.
2) Penyeleksian digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun
kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KAANDAL).
3) Prosedur dalam melakukan kajian dampak lingkungan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan
hidup.
4) PJPK bertanggung jawab untuk menyusun dokumen AMDAL bagi KPBU
yang terdiri dari dokumen KA-ANDAL, ANDAL, Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup sebagai dasar
penilaian dan izin lingkungan dari Menteri/Kepala Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
b. Kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib memiliki UKL-UPL, dilakukan
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) mengisi ringkasan informasi awal yang meliputi:
a) identitas pemrakarsa, yaitu PJPK atau Badan Usaha Calon Pemrakarsa;
b) rencana usaha dan/atau kegiatan;
c) dampak lingkungan yang akan terjadi; dan
d) program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
2) ringkasan informasi awal sebagaimana dimaksud pada angka 1), diajukan
kepada:
a) Bupati/Walikota, untuk KPBU yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota dan di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga)
dari wilayah laut kewenangan provinsi;
b) Gubernur, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) propinsi; di lintas kabupaten/kota;
dan/atau di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil dari garis
pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan;
c) Menteri, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
propinsi; di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang
dalam sengketa dengan negara lain; di wilayah laut lebih dari 12 (dua
belas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas; dan/atau di
lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.
Bab 1 | 10
3) Setelah memeriksa dan menyatakan tidak ada kekurangan dari data yang
diisikan, Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota mengeluarkan rekomendasi
yang selanjutnya diajukan kepada pejabat yang berwenang sebagai dasar
penerbitan izin untuk melakukan usaha atau kegiatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
c. analisis sosial, diperlukan untuk:
1) menentukan dampak sosial KPBU terhadap masyarakat dan menyusun
rencana mitigasinya;
2) menentukan lembaga yang bertanggung jawab untuk pembebasan tanah
dan pemukiman kembali;
3) menentukan pihak-pihak yang akan terkena dampak oleh proyek dan
kompensasi yang akan diberikan, bila diperlukan;
4) memperkirakan kapasitas lembaga untuk membayar kompensasi dan
melaksanakan rencana pemukiman kembali, bila diperlukan; dan
5) menentukan rencana pelatihan dalam rangka melaksanakan program
perlindungan sosial untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang
terkena dampak.
d. rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
1) menyiapkan dokumen perencanaan pengadaan tanah terlebih dahulu;
2) PJPK bertanggung jawab untuk menyiapkan dokumen perencanaan
pengadaan tanah yang merupakan persyaratan untuk memperoleh
penetapan lokasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
3) Izin Lingkungan diperlukan untuk memperoleh surat penetapan lokasi,
selain dokumen rencana pengadaan tanah; dan
4) rencana pemukiman kembali, yang merupakan bagian dari rencana
pengadaan tanah, disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur
Kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
a. pemilihan bentuk KPBU dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut:
1) kepastian ketersediaan Infrastruktur tepat pada waktunya;
2) optimalisasi investasi oleh Badan Usaha;
3) maksimalisasi efisiensi yang diharapkan dari pengusahaan Infrastruktur
oleh Badan Usaha;
Bab 1 | 11
4) kemampuan Badan Usaha untuk melakukan transaksi;
5) alokasi resiko; dan
6) kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari
sektor swasta kepada sektor publik.
b. bentuk KPBU harus mencakup sekurang-kurangnya:
1) lingkup KPBU, mencakup sebagian atau seluruh proses kegiatan KPBU,
seperti membiayai, merancang, membangun, merehabilitasi,
mengoperasikan, memelihara, dan lainnya;
2) jangka waktu dan penahapan KPBU;
3) identifikasi keterlibatan pihak ketiga, seperti off-taker, penyedia bahan
baku, dan lainnya;
4) skema pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Barang Milik Daerah
selama perjanjian KPBU;
5) status kepemilikan aset KPBU selama jangka waktu perjanjian KPBU dan
pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian KPBU; dan
6) bentuk partisipasi pemerintah dalam Badan Usaha Pelaksana KPBU,
seperti penyertaan modal atau bentuk lainnya.
6. Kajian risiko
Kajian risiko dilakukan dengan memenuhi ketentuan, sebagai berikut:
a. analisis risiko bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi para
pemangku kepentingan.
b. analisis risiko dilakukan dengan cara:
1) melakukan identifikasi risiko;
2) mengukur besaran risiko;
3) menentukan alokasi risiko; dan
4) menyusun mitigasi risiko.
7. Kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah,
meliputi:
a. Analisis Dukungan Pemerintah, yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu
atau tidaknya Dukungan Pemerintah guna meningkatkan kelayakan keuangan
KPBU.
b. Dukungan Pemerintah dapat diberikan dalam bentuk:
1) dukungan kelayakan KPBU (Viability Gap Fund) yang diatur lebih lanjut
oleh Peraturan Menteri Keuangan;
2) insentif perpajakan; dan/atau
Bab 1 | 12
3) dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai dengan peraturan
perundang undangan.
c. analisis Jaminan Pemerintah yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu
atau tidaknya Jaminan Pemerintah untuk mengurangi risiko Badan Usaha yang
dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui BUPI sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindaklanjuti, antara lain:
a. Identifikasi isu-isu kritis yang harus ditindaklanjuti;
b. Menyusun rencana penyelesaian isu-isu kritis pada huruf a, termasuk strategi
penyelesaian dan penanggung jawab; dan
c. jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persiapan KPBU.
B. Kajian akhir Prastudi Kelayakan, terdiri dari penyempurnaan data dengan kondisi
terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU yang sebelumnya telah
tercakup dalam kajian awal Prastudi Kelayakan, termasuk penyelesaian hal-hal yang
perlu ditindaklanjuti.
C. Pembuatan Rancangan Dokumen Lelang Investasi yang terdiri atas:
a. Dokumen Prakualifikasi
b. Dokumen Draft Pelelangan Umum
c. Dokumen Rancangan Perjanjian Kerjasama
Bab 2 | 1
Bab 2 Gambaran Umum Lokasi StudiPenyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
2.1 KOTA BAUBAU
2.1.1 Kondisi Fisik Wilayah
Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara bagian Selatan
Pulau Buton dengan posisi koordinat sekitar 05°21’ hingga 05°30’ Lintang Selatan dan
122°30’ sampai 122°45’ Bujur Timur. Kota Baubau berada di Pulau Buton, dan tepat
terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap Utara. Di kawasan selat
inilah aktivitas lalu lintas perairan baik nasional, regional maupun lokal sangat intensif.
Batas-batas administrasi wilayah Kota Baubau adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton,
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga Kabupaten Buton,
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton.
Secara administrasi, sejak tahun 2013 Kota Baubau terbagi menjadi 8 kecamatan yakni
Betoambari, Bungi, Kokalukuna, Lea-lea, Murhum, Sorawolio, Wolio, dan Batupoaro
dengan luas wilayah 251 km² dengan luas daratan 221 km² dan luas laut sekitar 30 km².
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Baubau
No Kecamatan Luas wilayah(km²)
Persentase(%)
1 Wolio 17,33 7,842 Betoambari 27,89 12,623 Sorawolio 83,25 37,674 Bungi 47,71 21,595 Murhum 4,90 2,226 Kokalukuna 9,44 4,277 Lea-lea 28,93 13,098 Batupoaro 1,55 0,70
Jumlah 221 100Sumber: Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 2
Gambar 2.1 Peta Administrasi Wilayah Kota Baubau
Bab 2 | 3
Karakteristik Wilayah Kota Baubau untuk wilayah utara cenderung subur dan bisa
dimanfaatkan sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu meliputi
wilayah Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari.
Wilayah selatan cenderung kurang subur diperuntukan bagi pengembangan perumahan
dan fasilitas pemerintahan. Sementara wilayah pesisir untuk pengembangan sosial
ekonomi masyarakat.
Kondisi topografi daerah Kota Baubau pada umumnya memiliki permukaan yang
bergunung, bergelombang dan berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukit–bukit
terbentang dataran yang merupakan daerah potensial untuk mengembangkan sektor
pertanian.
Kota Baubau memiliki sebuah sungai yang besar yaitu sungai Baubau. Sungai tersebut
melewati Kecamatan Wolio, Kecamatan Murhum dan Kecamatan Batupoaro. Sungai
tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga
listrik, pertanian, perikanan, kebutuhan industri, kebutuhan rumahtangga dan
pariwisata.
2.1.2 Kependudukan
Berdasarkan data Baubau dalam Angka Tahun 2014, penduduk Kota Baubau tahun 2013
berjumlah sebanyak 145.427 orang. Dengan luas 221 km2, maka diperoleh kepadatan
penduduk Kota Baubau tahun 2013 sebesar 658 orang/km². Penduduk Kota Baubau
terdiri dari penduduk laki-laki sejumlah 71.817 jiwa dan penduduk perempuan
berjumlah 73.610 jiwa.
Tabel 2.2 Data Jumlah Penduduk dan KK Per Kecamatan Kota Baubau tahun 2013
No Kecamatan KK Jumlah Penduduk Jumlah Rasio Jenis Kelamin(%)L P
1 Wolio 8.859 20.247 20.065 40.312 100,912 Betoambari 3.799 8.533 8.753 17.286 97,493 Sorawolio 1.662 3.776 3.785 7.561 99,764 Bungi 1.665 3.726 3.807 7.533 97,875 Murhum 4.493 9.961 10.486 20.447 94,996 Kokalukuna 3.906 8.808 8.959 17.767 98,317 Lea-lea 1.548 3.421 3.617 7.038 94,588 Batupoaro 6.041 13.345 14.138 27.483 94,39
Jumlah 31.973 71.817 73.610 145.427 97,56Sumber: BPS Kota Baubau, 2014
Bab 2 | 4
Pada Tabel 2.3 di bawah ini dapat diketahui bahwa Kecamatan Batupoaro memiliki
kepadatan paling tinggi yaitu 17.731 orang/km², sedangkan Kecamatan Sorawolio
memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu 91 orang/km².
Tabel 2.3 Data Jumlah Kepadatan Penduduk Perkapita Dalam Wilayah Kota BaubauTahun 2013
No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas wilayah (km²) Kepadatan / km²1 Wolio 40.312 17,33 2.3262 Betoambari 17.286 27,89 6203 Sorawolio 7.561 83,25 914 Bungi 7.533 47,71 1585 Murhum 20.447 4,90 4.1726 Kokalukuna 17.767 9,44 1.8827 Lea-lea 7.038 28,93 2438 Batupoaro 27.483 1,55 17.731
Jumlah 145.427 221,00 658Sumber: BPS Kota Baubau, 2014
2.1.3 Potensi Wilayah
2.1.3.1 Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan
perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari
keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa
pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi
Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang
cukup besar, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor
ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di
pedesaan. Pada bab ini disajikan data hasil pembangunan khususnya sektor pertanian
meliputi penggunaan tanah, tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penggunaan tanah tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 2.4 meliputi jenis penggunaan
tanah sawah, bangunan dan pekarangan, tanah tegalan/kebun, tanah ladang/huma,
tanah padang rumput, tanah rawa yang tidak ditanami, tambak/empang, lahan yang
sementara tidak diusahakan, tanaman kayu-kayuan, hutan negara, perkebunan, dan
lainnya. Dari rincian jumlah tersebut pada tahun 2013 penggunaan yang terluas adalah
hutan negara seluas 8.012 ha dari 22.100 ha seluruh luas penggunaan tanah di Kota
Baubau. Kemudian terluas kedua adalah tegal/ tanah perkebunan seluas 3.289 ha.
Ketiga adalah lainnnya seluas 2.938 ha.
Bab 2 | 5
Tabel 2.4 Luas Penggunaan Tanah menurut Kecamatan (ha) Tahun 2013
Penggunaan Tanah
Kecamatan
Jumlah
Beto
amba
ri
Mur
hum
Batu
poar
o
Wol
io
Koka
luku
na
Sora
wol
io
Bung
i
Lea-
Lea
Tanah Sawah - - - - - 150 1.200 90 1.440Pekarangan 132 428 110 110 137 250 156 386 1.709Tegal/Kebun 65 19 - 1.301 454 1.025 169 256 3.289Ladang/Huma 172 7 - - 220 344 225 116 1.084Padang rumput 368 3 - - - - 10 28 409Rawa yang ditanami - - - - 11 41 15 - 67Kolam/tambak - - - - - 1 34 - 35Sementara tidakdiusahakan 273 15 - - - 150 71 119 628
Lahan tanamankayu-kayuan 32 3 - - - 300 212 171 718
Hutan negara - - - - - 5.860 1.742 410 8.012Perkebunan rakyat 172 3 - 300 105 150 463 578 1.771Lainnya 1.575 12 45 22 17 54 474 739 2.938
Jumlah 2.789 490 155 1.733 944 8.325 4.771 2.893 22.100Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Terdapat 8 komoditas utama pertanian yang meliputi padi sawah, padi ladang, jagung,
ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Tanaman padi
sawah pada tahun 2013 memiliki luas panen 2.519 ha dengan hasil produksi sebesar
13.657,20 ton. Lokasi penanaman padi terkonsentrasi pada 3 kecamatan yakni
Kecamatan Sorawolio dengan luas panen sebesar 19 ha serta hasil produksi sebesar
72,20 ton, Kecamatan Bungi dengan luas panen 2.335 ha serta hasil produksi sebesar
12.842,5 ton, dan Kecamatan Lea-lea dengan luas panen 165 ha serta hasil produksi
sebesar 742,50 ton. Pada tahun 2013, luas panen tanaman jagung mencapai 215 ha
dengan hasil produksi sebesar 528,70 ton, dengan demikian terjadi penurunan hasil
produksi sebesar 26,30 persen bila dibandingkan dengan hasil produksi pada tahun 2012
yang menghasilkan produksi sebesar 717,40 ton. Untuk tanaman kedelai mengalami
penurunan 100 persen baik luas panen maupun hasil produksinya dimana pada tahun
2013 tidak ada hasil produksi. Sementara untuk tanaman kacang tanah mengalami
peningkatan luas panen dan hasil produksi dibanding tahun 2012. Untuk tanaman ubi
kayu dengan luas panen 120 ha mencapai hasil produksi sebesar 1.112 ton dimana
terjadi penurunan hasil produksi tanaman ubi kayu sebesar 31,79 persen bila
dibandingkan dengan hasil produksi tahun 2012 yang mencapai 1.630,25 ton. Sementara
itu, tanaman ubi jalar mengalami peningkatan hasil produksi sebesar den 44,17 persen
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Bab 2 | 6
Tabel 2.5 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (kg/ha) 8 Komoditas Utama Pertanian
KecamatanPadi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
Betoambari - - - - - - 34 78,20 23,00 - - -Murhum - - - - - - 5 10,00 20,00 - - -Batupoaro - - - - - - - - - - - -Wolio - - - - - - 49 122,50 25,00 - - -Kokalukuna - - - - - - 10 21,00 21,00 - - -Sorawolio 19 72,20 38 202 727.20 36,00 39 101,40 26,00 - - -Bungi 2334 12.842,50 55 - - - 12 24,00 20,00 - - -Lea-Lea 165 742,50 45 - - - 66 171,60 26,00 - - -Kota Batubau
2013 2.519 13.657,20 54,22 202 727,20 36,00 215 528,70 24,59 - - -2012 2.344 10.652,40 45,45 342 1.162,80 34,00 312 717,40 22,99 4 4 102011 2.460 12.214,68 49,65 371 1.187,20 32,00 303 763,90 25,21 1 1 102010 2.516 12.364,70 39,00 346 891,85 28,10 198 446,42 23,10 4 4 102009 2.040 10.274,56 49,30 562 2.050,59 36,40 277 363,00 22,10 9 9 10
Tabel 2.5 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (kg/ha) 8 Komoditas Utama Pertanian (Lanjutan)
KecamatanKacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
Betoambari - - - - - - 20 184,00 92,00 8 48,00 60,00Murhum - - - - - - 2 17,50 87,50 2 10,00 50,00Batupoaro - - - - - - - - - - - -Wolio 1 1,00 10,00 - - - 26 239,20 92,00 30 186,00 62,00Kokalukuna 2 2,00 10,00 - - - 6 54,00 90,00 6 34,20 57,00Sorawolio 7 7,00 10,00 1 0,95 9,50 9 81,90 91,00 7 42,00 60,00Bungi 3 3,00 10,00 - - - 1 9,00 90,00 - - -Lea-Lea - - - - - - 56 526,40 94,00 19 117,80 62,00
Bab 2 | 7
KecamatanKacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
LuasPanen Produksi Produk-
tivitasLuas
Panen Produksi Produk-tivitas
KotaBatubau
2013 13 13,00 10,00 1 0,95 9,50 120 1.112,00 92,67 72 554,75 77,052012 5 5,00 10,00 3 2,85 9,50 178 1.630,25 91,59 64 384,80 60,122011 9 10,50 11,67 3 2,85 9,50 154 1.411,50 91,66 55 330,00 60,002010 10 4,50 9,00 1 0,95 9,50 132 1.265,04 94,90 31 186,50 59,002009 14 16,20 10,50 4 3,80 9,50 203 1.957,28 96,20 43 265,93 61,80
Bab 2 | 8
Data tanaman hortikultura yang disajikan pada Tabel 2.6 adalah tanaman sayur-sayuran
serta tanaman buah-buahan.
Tabel 2.6 Produksi Tanaman Hortikultura (kuintal)
PenggunaanTanah
Kecamatan
Jumlah
Beto
amba
ri
Mur
hum
Batu
poar
o
Wol
io
Koka
luku
na
Sora
wol
io
Bung
i
Lea-
Lea
Sayuran dipanen Berkali-kaliKacang Panjang 14 - - 82 53 75 384 238 846Cabe - - - 57 38 120 120 - 335Tomat 14 - - 32 - 90 159 95 390Terung - - - 49 19 - 439 241 748Buncis - - - - 20 26 - 22 68Ketimun - - - - - 34 140 137 311Labu - - - - - - - - -Kangkung - - - 15 42 91 555 244 947Bayam - - - 23 47 93 110 42 315
Jumlah 28 - - 258 219 529 1.907 1.019 3.960Sayuran dipanen SekaliBawang Daun - - - - - 88 - - 88Kubis - - - - - 94 130 90 314Petai/Sawi 59 - - 16 - 151 137 154 517
Jumlah 59 - - 16 - 333 267 244 919Buah-BuahanAlpokat 47 - - 13 29 19 61 - 169Mangga 139 393 8 45 64 232 519 651 2.051Rambutan - - - - 24 17 1.935 - 1.976Jeruk 1 - 1 36 12 - 631 134 815Jambu Biji 11 - 4 69 14 18 5 41 162Jambu Air 1 - 5 28 14 33 - 77 158Pepaya 116 25 11 235 45 477 217 360 1.486Pisang 189 38 111 152 60 2.842 1.417 818 5.627Nanas 2 3 - 5 4 31 9 9 63Salak - - - 1 1 - - - 2Sawo - 2 - - 3 - - - 5Nangka 12 980 5 190 170 681 909 321 3.268Sukun 7 - - 16 61 27 - 54 165Belimbing 3 2 6 28 39 25 19 2 124Sirsak 3 - 6 19 23 113 166 180 510
Jumlah 531 1.443 157 837 563 4.515 5.888 2.647 16.581Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Data jenis tanaman sayur-sayuran yang disajikan pada Tabel 2.6 terdiri dari dua
kelompok, yaitu: kelompok tanaman sayur-sayuran yang dipanen berkali-kali dan sayur-
sayuran yang dipanen sekaligus. Kelompok pertama terdiri dari sembilan jenis, yaitu:
Kacang Panjang, Cabe, Tomat, Terung, Buncis, Ketimun, Labu, Kangkung dan Bayam.
Bab 2 | 9
Sedangkan kelompok kedua terdiri dari 6 jenis tanaman, yaitu: Bawang Merah, Bawang
Putih, Bawang Daun, Kubis, Petsai/Sawi dan Kacang Merah. Pada tahun 2013 produksi
tanaman sayur-sayuran yang dipanen berkali-kali paling banyak adalah jenis kangkung,
kacang panjang dan terung, masing-masing sebanyak 947 kuintal, 846 kuintal dan 748
kuintal.
2.1.3.2 Perkebunan
Tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan terdiri dari 13 komoditi. Produktifitas
rata-rata tanaman perkebunan pada tahun 2013 mengalami penurunan. Hasil
perkebunan yang paling menonjol pada tahun 2013 adalah tanaman jambu mete dengan
produksi sebesar 75,94 ton, kelapa dalam 20,77 ton. Untuk tanaman perkebunan lainnya
hanya mampu berproduksi dibawah 10 ton.
Tabel 2.7 Luas Areal Tanaman Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan TingkatProduktivitas Lahan (ha)
Jenis Tanaman Produktif Belum Produktif Tidak Produktif JumlahKelapa Dalam 106,00 20,50 7,00 133,50Kopi 37,25 18,25 4,00 59,50Kapuk 22,65 2,85 1,00 26,50Lada 0,80 2,40 - 3,20Cengkeh 1,00 - - 1,00Jambu Mete 372,70 93,00 354,00 819,70Kemiri 57,45 12,75 3,00 73,20Coklat 102,00 23,75 43,25 169,00Enau 9,50 3,00 1,25 13,75Kelapa Hybrida 17,00 4,00 0,50 21,50Asam Jawa 8,75 0,75 1,00 10,50Pinang 1,30 0,10 - 1,40Panili 1,00 2,00 1,00 4,00Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.3.3 Peternakan
Rata-rata jumlah populasi ternak besar dan kecil di Kota Baubau tahun 2013 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2012. Populasi ternak di tahun 2013 seperti sapi dan
babi mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yakni masing-masing sebesar 0,06
persen dan 0,77 persen. Untuk ternak unggas yang mengalami peningkatan hanya ayam
kampung dari 138.626 ekor menjadi 139.594 ekor serta ayam ras dari 36.000 ekor.
menjadi 41.050 eko tahun 2013, sedangkan itik/itik manila mengalami penurunan
populasi dari 5.828 ekor menjadi 5.590 ekor.
Tabel 2.8 Populasi Ternak Besar dan Kecil menurut Kecamatan (Ekor)Kecamatan Sapi Kambing Babi Jumlah
Betoambari 67 197 - 264Murhum 90 257 - 347
Bab 2 | 10
Kecamatan Sapi Kambing Babi JumlahBatupoaro - - - -Wolio 157 296 - 453Kokalukuna 22 295 - 317Sorawolio 325 338 - 663Bungi 939 165 1.963 3.067Lea-Lea 192 133 - 325Kota Batubau
2013 1.792 1.681 1.963 5.4362012 1.791 1.983 1.948 5.7222011 1.657 1.801 1.883 5.3412010 2.255 1.767 1.818 5.8402009 2.168 1.694 1.699 5.561
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Tabel 2.9 Populasi Ternak Unggas menurut Kecamatan (Ekor)Kecamatan Ayam Kampung Ayam Ras Itik Jumlah
Betoambari 23.295 6.000 452 29.747Murhum 12.333 11.600 811 24.744Batupoaro - - - -Wolio 18.633 5.800 378 24.811Kokalukuna 21.667 3.800 788 26.255Sorawolio 27.229 1.950 304 29.483Bungi 19.383 9.000 2.233 30.616Lea-Lea 17.054 2.900 624 20.578Kota Batubau
2013 139.594 41.050 5.590 186.2342012 138.626 36.000 5.828 180.4542011 134.590 33.500 5.825 173.9152010 132.120 373.200 5.604 510.9242009 146.455 354.000 6.428 506.883
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.3.4 Perikanan
Kegiatan penangkapan ikan dilaksanakan melalui berbagai usaha meliputi perikanan laut
dan usaha perikanan darat (perairan umum, tambak dan kolam). Produksi hasil
perikanan laut dan perikanan darat disajikan pada Tabel 2.10 dan Tabel 2.11. Produksi
perikanan laut dikelompokkan menjadi 3, antara lain: penagkapan Ikan, budidaya
rumput laut dan budidaya mabe. Di tahun 2013 usaha penangkapan ikan di laut
mencapai 7.885,79 ton, budidaya rumput laut 2.668,66 ton dan budidaya mabe sebesar
12,78 ton, sedangkan produksi perikanan darat mencapai 7,30 ton. Usaha perikanan
darat terletak di 3 kecamatan. Produksi ikan darat terbanyak terdapat di Kecamatan
Bungi dengan hasil 6,09 ton. Di Kecamatan Sorawolio sebesar 1,21 ton, sedangkan untuk
tahun 2013 di Kecamatan Lea-lea tidak ada produksi perikanan darat.
Bab 2 | 11
Tabel 2.10Produksi Perikanan menurut Kecamatan (ton)
Kecamatan
Perikanan LautPerikanan
Darat JumlahPenangkapanIkan
BudidayaRumput
Laut
BudidayaMabe
Betoambari 726,84 448,08 - - 1.174,94Murhum 45,74 - - - 45,74Batupoaro 3.116,94 235,04 - - 3.351,98Wolio 165,90 - - - 165,90Kokalukuna 1.434,17 - - - 1.434,17Sorawolio - - - 1,21 1,21Bungi - - - 6,09 6,09Lea-Lea 2.396,20 1.985,54 12,78 - 4.394,52Kota Batubau 7.885,79 2.668,66 12,78 7,30 10.574,53Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.4 Perdagangan
Sektor perdagangan merupakan salah satu sendi perekonomian yang dapat
menyumbangkan pemasukan yang berpengaruh bagi suatu daerah apabila daerah
tersebut memiliki potensi yang cukup besar. Kegiatan perdagangan terdiri dari
perdagangan ekspor dan impor serta perdagangan antar pulau, jenis komoditi yang
diperdagangkan meliputi hasil pertanian, pertambangan, industri, perkebunan,
perikanan, perternakan dan kehutanan, sedangkan untuk impor adalah barang modal
dan bahan baku industry.
Meskipun peranannya masih belum begitu dominan dalam perekonomian daerah, namun
melihat potensi posisi Kota Baubau yang strategis, kegiatan industri memiliki peluang
yang cukup besar untuk dikembangkan. Jenis industri yang dominan yaitu industri
pengolahan makanan dan minuman, pengolahan hasil perikanan (pembekuan ikan dan
pengalengan), industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan (penggergajian,
meubel, dan gembol).
Jumlah total volume perdagangan sebesar 6.211,68 ton, 10 ekor, 7.277 m3 dan 238.966
buah. Jumlah tersebut terdiri dari 0,16 ton hasil tanaman pangan, 2.819,51 ton hasil
perkebunan, 10 ekor peternakan, 2.613,88 ton hasil perikanan, 567,13 dan 7.202 m3
hasil kehutanan, serta 193 ton, 238.966 buah dan 75 m3 dari industri. Komoditas
tanaman pangan yang diperdagangkan antar pulau adalah bawang merah dengan volume
0,16 ton dan nilainya Rp. 6.400.000 atau menurun sebesar 97,44 persen sebagaimana
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Bab 2 | 12
Tabel 2.11Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Bumi dan Laut menurutJenis Komoditas
Jenis Komoditas Satuan Volume Nilai (Rp. 000,-)Tanaman Pangan Ton 0,16 6.400Perkebunan Ton 2.819,51 23.431.410Peternakan Ekor 10 120.000Perikanan Ton 2.631,88 33.139.992
Hasil Kehutanan Ton 567,13 1.809.307m3 7.202 26.583.444
IndustriTon 193 386.000Buah 238.966 1.462.594m3 75 675.000
JumlahTon 6.211,68 58.773.109Buah 10 120.000m3 7.277 27.258.444
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Volume dan nilai perdagangan hasil komoditi perkebunan yang di perdagangkan tahun
2013 mencapai 2.819,51 ton dengan nilai Rp. 23.431.410.000, dimana komoditas kopra
penyumbang volume terbesar yaitu 1.847,93 ton dengan nilai Rp. 12.935.510.000.
Sedangkan nilai perdagangan terkecil dari komoditas buah pala dengan volumen 0,72
ton senilai Rp. 14.400.000.
Tabel 2.12Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Perkebunan menurut JenisKomoditas
Jenis Komoditas Volume(ton)
Nilai(Rp. 000,-)
Buah Pala 0,72 14.400Jahe 2 4.000Kopi 1,10 16.500Kopra 1.847,93 12.935.510Kacang Mete 26,06 1.823.850Kelapa Biji 6 2.000Mete Gelondongan 743,15 7.431.500Biji Kemiri 81,45 366.525Gula Merah 0,80 5.600Biji Coklat 71,27 819.525Asam 39,03 12.000Jumlah
2013 2.819,51 23.431.4102012 6.414,95 41.164.8002011 3.419,62 27.467.4792010 3.844,86 30.302.1502009 7.474,88 46.309.664
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Pada sektor peternakan terdapat komoditas sapi/kerbau yang diperdagangan dengan
jumlah 10 ekor dan senilai Rp. 120.000.000. Tabel 2.13 memperlihatkan volume dan
nilai perdagangan antar pulau dari sektor perikanan. Jenis ikan bete-bete dan agar-agar
Bab 2 | 13
memiliki volume perdagangan yang sangat tinggi yaitu 1.144,04 ton dan 964,35 ton.
Meskipun volume aga-agar tidak banyak dibandingkan ikan bete-bete tapi nilai
penjualanya lebih tinggi yaitu 11.572.200 ribu rupiah, sedangkan ikan bete-bete hanya
576.152 ribu rupiah.
Tabel 2.13Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Perikanan menurut JenisKomoditas
Jenis Komoditas Satuan Volume Nilai(Rp. 000,-)
Agar-agar ton 964,35 11.572.200Biji Mutiara biji 19,45 583.500Cumi-cumi Kering ton 140 5.600Ikan Baronang ton 0,35 9.450Ikan Beku ton 50 1.750Ikan Bete-bete ton 1.144.04 576.152Ikan Cakalang ton 206,80 2.068.000Ikan Deho ton 595 2.380.000Ikan Ekor Kuning ton 5,20 15.600Ikan Kaha-kaha ton 8,25 20.625Ikan Kakap Merah ton 1,00 3.000Ikan Lansu ton 37,00 148.000Ikan Layang ton 46,50 186.000Ikan Segar Campuran ton 0,60 15.000Ikan Tembang ton 58,05 290.225Ikan Belah ton 4 100.000Ikan Tongkol ton 48,25 193.000Kulit Lokan ton 104,32 365.120Kulit Mabe ton 2,15 7.525Kulit Mutiara ton 3,49 20.940Roci ton 23,84 476.700Teri Biasa ton 105,39 2.107.800Teri Masdak ton 230,30 10.361.205Teripang Campuran ton 15,30 1.300.500Tongkat Ikan Hiu ton 0,60 27.000Udang ton 3,40 153.000Udang Cuci/Pin ton 3,38 152.100Jumlah
2013 ton 3.821,11 33.139.992
2012 ton 3.704,73 40.886.590biji 15.800 316.000
2011 ton 3.504,97 36.767.048biji 31.150 623.000
2010 ton 4.088,34 35.595.384biji 35.590 711.800
2009 ton 4.664,14 37.383.969biji 10.300 206.000
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Nilai hasil kehutanan yang diperdagangkan mencapai 1.809.207 ribu rupiah dengan
volume 567,13 ton dan 7.202 m3, dimana nilai terbesar berasal dari kayu jati olahan
Bab 2 | 14
yaitu dengan nilai 14.634.000 ribu rupiah sedangkan volume terkecil dari rotan polish
20,6 ton dengan nilai 195.700 ribu rupiah (Tabel 2.14).
Tabel 2.14Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Kehutanan menurut JenisKomoditas
Jenis Komoditas Satuan Volume Nilai(Rp. 000,-)
Kayu Jati Logs m3 1.139,00 3.075.300Kayu Jati Olahan m3 1.626,00 14.634.000Kayu Rimba Olahan m3 4.437,00 8.874.144Rotan Asalan ton 51,97 129.915Rotan Batang ton 379,76 1.139.292Rotan Polish ton 20,60 195.700Kayu Cendana ton 114,80 344.400Jumlah
2013ton 567,13 1.809.307m3 7.202,00 26.583.444
2012 ton 532,03 1.992.365m3 2.779,00 14.130.150
2011 ton 704,07 2.455.126m3 3.145,00 20.589.607
2010 ton 647,08 6.549.118m3 2.963,00 25.921.800
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Volume perdagangan terbesar di sektor industri adalah dari jenis botol kosong sebesar
196.150 buah dengan nilai 196.150 ribu rupiah. Namun jika dilihat dari nilainya maka
jenis bantal memiliki nilai perdagangan yang tinggi yaitu 771.750.000 rupiah dengan
volume 30.870 ton.
Tabel 2.15Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Industri menurut JenisKomoditas
Jenis Komoditas Satuan Volume Nilai(Rp. 000,-)
Baja/Besi Beton ton 193 386.000Bantal buah 30.870 771.750Jati Olahan m3 75 675.000Kasur B1 buah 5.310 69.030Kasur B2 buah 5.226 73.164Kasur B3 buah 1.410 352.500Botol Kosong buah 196.150 196.150
Jumlah2013
ton 193 386.000buah 238.966 1.462.594m3 75 675.000
2012 ton 0,12 1.044.000buah 13.290 1.663.475
2011 ton 1,83 10.457.100buah 9.537,00 1.179.238
2010 ton - -buah 16.085 1.937.250
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 15
Tabel 2.16 menyajikan volume perdagangan antar pulau menurut pelabuhan tujuan
tahun 2013, dimana pelabuhan Surabaya merupakan tujuan terbanyak.
Tabel 2.16Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau menurut Pelabuhan Tujuan
Pelabuhan Tujuan Satuan Volume(ton)
Nilai(Rp. 000,-)
Jakarta ton 202,14 12.661.775
Surabaya ton 4.882,04 39.858.697m3 7.202 26.583.444
Makassar ton 202,82 3.241.360ekor 10 120.000
Lainnya ton 48,41 199.400
Jumlah2013
ton 5.287 55.761.832m3 7.202 26.583.444
ekor 10 120.000Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Tabel 2.17 menyajikan volume beras, gula pasir, tepung terigu dan jagung yang
disalurkan oleh Perum Bulog. Tahun 2013 hanya beras lokal yang disalurkan yaitu
sebanyak 7.260 ton. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan koperasi ditujukan agar
koperasi menjadi lembaga yang kuat dan wadah utama untuk membina kemampuan
usaha golongan ekonomi lemah.
Tabel 2.17Volume Beras, Gula Pasir, Tepung Terigu dan Jagung yang Disalurkan olehPerum Bulog Sub Divre Wil I di Kota Baubau (ton)
Tahun Beras Lokal Gula Pasir Jagung2006 5.780,60 10,00 -2007 5.850,60 - 14,392008 10.697,00 - -2009 9.853,30 - -2010 9.738,08 - -2011 10.365,25 - -2012 8.107.984,00 - -2013 7.260,00 - -
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.5 Transportasi
2.1.5.1 Transportasi Darat
Panjang jalan tahun 2013 di Kota Baubau secara keseluruhan adalah 257,44 km, yang
terdiri dari jalan beraspal sepanjang 218,55 km atau 84,89 persen), dan Kerikil 38,89 km
atau 15,11 persen. Bila dilihat dari kondisinya, jalan yang dalam kondisi baik sepanjang
228,80 km, 22,49 km dalam kondisi sedang dan 6,15 km dalam kondisi rusak,
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.18.
Bab 2 | 16
Tabel 2.18Panjang Jalan menurut Pemerintah yang Berwenang dan Jenis PermukaanJalan (Km)
Status Jalan JenisPermukaan
Tahun Tinjauan Kondisi Tahun Tinjauan2012 2013 2012 2013
Jalan Negara
Diaspal 62,08 62,08 Baik 56,50 50,48Kerikil - - Sedang 3,83 11,30Tanah - - Rusak 1,75 0,30Lainnya - - Rusak Berat - -Jumlah 62,08 62,08 Jumlah 62,08 62,08
Jalan Provinsi Jumlah - - Jumlah - -
Jalan Kota
Diaspal 137,76 156,47 Baik 170,72 178,32Kerikil 49,99 38,89 Sedang 10,50 11,19Tanah - - Rusak 6,53 5,85Lainnya - - Rusak Berat - -Jumlah 187,75 195,36 Jumlah 187,75 195,36
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Sarana angkutan darat seperti kendaraan bermotor disamping dapat digunakan oleh
masyarakat sebagai angkutan penumpang, juga dapat digunakan sebagai angkutan
barang, baik barang produksi pabrik maupun barang hasil produksi pertanian dan hasil-
hasil lainnya. Pada Tabel 2.19 disajikan banyaknya kendaraan yang tercatat dan
terproses pada Samsat Kota Baubau. Jenis sarana angkutan tersebut meliputi mobil
penumpang sebanyak 202 buah, mobil barang sebanyak 947 buah, mobil bus sebanyak
1.584 buah dan sepeda motor sebanyak 21.347 buah.
Tabel 2.19Banyaknya Kendaraan Bermotor menurut Jenis Kendaraan Terdaftar PadaSamsat di Kota Baubau (unit)
Jenis Kendaraan 2009 2010 2011 2012 2013Mobil Penumpang 187 285 335 314 202- Sedan Non Taksi 28 46 45 48 45- Jeep 59 102 90 100 111- St. Wagon 100 137 200 166 46Mobil Barang 597 605 480 613 947- Truck barang 203 288 246 295 380- Truck Trail - 15 - - -- Truck Tangki 14 18 19 17 30- Pemadam Api 3 - 4 2 5- Pick Up 377 284 211 299 532Mobil Bus 783 1.013 1.016 1.111 1.584- Mikro Bus (12 Seats) 349 489 709 766 1.571- Mini Bus (12-32 Seats) 407 501 301 343 9- Bus (32 Seats) 27 23 6 2 4Sepeda Motor 13.235 18.954 19.538 17.537 21.347- Scooter 91 28 7.768 262 521- Motor 13.144 18.926 11.770 17.275 10.826Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 17
2.1.5.2 Transportasi Laut
Angkutan laut merupakan sarana perhubungan yang sangat penting dan strategis di Kota
Baubau yang merupakan pintu gerbang pelayaran antar pulau di wilayah Indonesia
bagian timur. Hal ini terlihat dari banyaknya kunjungan kapal pada pelabuhan di Kota
Baubau sebagaiman disajikan pada tabel 2.20 yang menggambarkan lalulintas kapal laut
dan Fery selama tahun 2013.
Tabel 2.20 Jumlah Kunjungan Kapal dan Penumpang menurut Jenis Pelayaran di KotaBaubau
Jenis Pelayaran Call Kapal GRT PenumpangTurun Naik
Dalam Negeri 7.568 11.038.283 437.192 453.938- Umum 2.691 6.631.813 285.031 297.521- Rakyat 1.672 833.113 10.249 12.796- Perintis 69 540.992 944 423- Khusus Pertamina 255 1.299.699 - -- Lainnya 2.881 1.732.736 140.968 143.198Luar Negeri 84 2.261.325 - -Jumlah
2013 7.652 13.299.608 437.192 453.9382012 8.243 10.577.612 448.585 493.6212011 8.067 8.426.850 445.723 500.1002010 8.010 6.046.573 429.655 473.9342009 7.928 6.151.180 414.833 510.414
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Jumlah kunjungan kapal laut tahun 2013 tercatat sebanyak 7.652 kunjungan menurun
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 8.243 kunjungan atau turun 7,17 persen.
Jumlah penumpang naik mencapai 453.938 orang, dan jumlah penumpang turun
sebanyak 437.192 orang. Jumlah penumpang naik mengalami penurunan sebanyak 8,04
persen, sedangkan jumlah penumpang turun juga mengalami penurunan sebesar 2,54
persen.
2.1.5.3 Transportasi Udara
Keberadaan bandar udara sebagai prasarana transportasi udara memberikan andil yang
cukup besar bagi perekonomian Kota Baubau. Dari Tabel 8.1.8 dapat diketahui bahwa
pada tahun 2013 kunjungan pesawat udara yang datang melalui Bandara Betoambari
mengalami penurunan menjadi 730 kali dengan jumlah penumpang datang sebanyak
41.529, sedangkan jumlah penumpang yang berangkat sebanyak 40.186 orang, dan
untuk bagasi melalui bandara Betoambari tahun 2013 mencapai 357.090 kg barang yang
dibongkar serta 259.286 kg untuk barang yang dimuat.
Bab 2 | 18
Tabel 2.21Lalu Lintas Pesawat Terbang dan Penumpang melalui Pelabuhan UdaraBetoambari Tahun 2006 - 2013
Tahun Lalu Lintas Pesawat Penumpang (orang)Datang Berangkat Transit Datang Berangkat Transit
2006 6 6 - 50 53 -2007 47 47 - 1.322 1.095 -2008 243 243 - 6.805 4.710 -2009 282 282 - 5.778 5.250 72010 1.224 1.224 2 37.058 34.872 2.8102011 1.431 1.431 - 48.750 43.658 -2012 1.471 1.471 - 57.988 56.773 -2013 730 730 - 41.529 40.186 -
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.6 Pariwisata
Kota Baubau memiliki potensi wisata dan daya tarik wisata budaya dan wisata alam yang
cukup representatif untuk dikembangkan. Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota
Baubau juga sekaligus sebagai pusat Budaya Kesultanan Buton sehingga menjadikan Kota
Baubau memiliki obyek wisata dari peninggalan sejarah dan kebudayaan yang sangat
menarik bagi wisatawan lokal maupun macananegara.
Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Baubau, kawasan
pariwisata dikelompokan menjadi 6 bagian yaitu:
1. Kota Lama, sebagai pusat pelayanan wisata untuk Kota Bau – Bau dan sekitarnya
serta wisata budaya berbasis pada bangunan tradisional dan pantai sebagai
penunjang, dengan obyek wisata meliputi Pantai Kamali, Malige, Batu Puaro, dan
Kota Lama.
2. Benteng, sebagai kawasan wisata budaya, dengan obyek wisata meliputi Benteng
Wolio dan Benteng Sorawolio.
3. Pantai sebagai kawasan wisata budaya alam berbasis pantai, dengan obyek wisata
meliputi Pantai Nirwana, Pantai Lakeba, Gua Lakasa, dan Gua Moko.
4. Bungi sebagai kawasan wisata alam berbasis air terjun dan ekologi hutan dan pantai
dengan obyek wisata meliputi Air Terjun Bungi, Pantai Kokalukuna, Air Terjun Tirta
Rimba, dan Hutan Wakonti.
5. Samparona sebagai kawasan wisata alam berbasis air terjun dan ekologi hutan
dengan obyek wisata meliputi Air Terjun Samparona dan Air Terjun Kantongara.
6. Pulau Makassar sebagai kawasan wisata budaya berbasis pemukiman dan tata cara
hidup nelayan serta pantai sebagai penunjang, dengan obyek wisata meliputi pulau
makassar.
Bab 2 | 19
Selain enam bagian potensi wisata di Kota Baubau yang telah ada saat ini, Kota Baubau
merupakan salah satu pintu gerbang utama menuju kawasan wisata Kepulauan Wakatobi
melalui lintas angkutan penyeberangan antar pulau yang menghubungkan Kota Baubau
dengan Pulau Kadatua Kabupaten Buton, Pulau Muna Kabupaten Muna dan Pulau
Wakatobi Kabupaten Wakatobi.
Pembangunan pariwisataan diarahkan pada peningkatan peran pariwisata dalam
kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha
dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat serta penerimaan devisa. Upaya
yang dilakukan pemerintah adalah melalui pengembangan dan pendayagunaan berbagai
potensi kepariwisataan daerah, dan dampak yang ditimbulkan dari pembangunan
pariwisata di bidang ekonomi adalah meningkatnya pendapatan karena tercipta peluang
usaha. Jumlah hotel dan penginapan di Kota Baubau sebanyak 56 dengan jumlah kamar
sebanyak 757 dan jumlah tempat tidur sebanyak 1.032. Banyaknya tamu hotel bintang
dan non bintang tahun 2013 sebanyak 81.601 orang, yang terdiri dari 511 tamu asing dan
81.090 orang tamu dalam negeri. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan jumlah tamu dalam negeri sebesar 15,59 persen.
2.1.7 Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
keadaan ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu. PDRB dihitung
berdasarkan harga berlaku dan harga konstan, dimana PDRB atas dasar harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Nilai PDRB Daerah Kota Baubau berdasarkan harga berlaku pada tahun 2012 sebesar
2.634.647,13 juta rupiah, sedangkan berdasarkan harga konstan sebesar 912.758,25 juta
rupiah dengan tahun dasar 2000. Penyajian PDRB menurut lapangan usaha dibagi
menjadi sembilan sektor, dan dirinci masing – masing menjadi sub sektor dengan
perkembangan setiap sektor sebagai berikut:
1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Sektor pertanian
mencakup sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan,
kehutanan dan perikanan. Sektor pertanian pada tahun 2012 memberikan kontribusi
sebesar 12,75 persen terhadap total PDRB Kota Baubau.
2. Pertambangan dan Penggalian Sektor ini terdiri dari 2 sub sektor yakni
pertambangan dan penggalian, dimana sub sektor pertambangan di Kota Baubau
memberikan kontribusi 0,68 persen terhadap total PDRB Daerah Kota Baubau.
Bab 2 | 20
3. Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan yang meliputi industri migas dan non
migas dalam hal ini industri makanan, tekstil, barang dari kayu, semen dan barang
galian bukan logam dan lain-lain pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar
2,43 persen terhadap total Produk Domestik Regional Bruto Daerah Kota Baubau.
4. Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor ini merupakan sektor penunjang seluruh kegiatan
perekonomian di Daerah Kota Baubau. Produksi listrik sebagian besar dihasilkan oleh
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sebagian oleh listrik non PLN. Sedangkan air
bersih dihasilkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sektor ini pada tahun
2012 memberikan kontribusi sektoral sebesar 1,17 persen.
5. Konstruksi / Bangunan Sektor konstruksi/bangunan pada tahun 2012 memberikan
kontribusi sebesar 21,52 persen terhadap total PDRB Kota Baubau.
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor ini berperan sebagai penunjang kegiatan
ekonomi yang menghasilkan produk barang dan jasa. Secara keseluruhan pada tahun
2012 sektor ini memberikan kontribusi sektoral sebesar 26,73 persen.
7. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki
peranan sebagai pendorong aktivitas disetiap sektor ekonomi. Sektor ini pada tahun
2012 memberikan kontribusi sebesar 10,00 persen.
8. Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor ini mencakup bank, lembaga
keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan disebut sektor finansial
karena secara umum kegiatan utamanya berhubungan dengan kegiatan pengelolaan
keuangan yang bersumber dari penarikan dana masyarakat maupun penyaluran
kembali. Sektor ini pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 6,39 persen.
9. Jasa - jasa Sektor jasa-jasa meliputi pemerintahan umum dalam hal ini administrasi
pemerintahan dan jasa pemerintahan serta swasta yang mencakup sosial
kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi juga perorangan dan rumah tangga. Sektor
jasa–jasa memberikan kontribusi sebesar 18,32 persen terhadap total PDRB Daerah
Kota Baubau.
Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Kota Baubau pada tahun 2007 sebesar
586.325 juta Rupiah. Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami pertumbuhan tertinggi
yaitu sebesar 44 persen, diikuti oleh sektor bangunan sebesar 12 persen dan industri
pengolahan sebesar 11 persen. Secara keseluruhan pendapatan regional dikota Baubau
pada tahun 2007 naik sebesar 7,81 persen bila dibandingkan pada tahun 2006. Nilai
PDRB atas dasar harga konstan tersebut tersajikan pada Tabel 2.22.
Bab 2 | 21
Tabel 2.22Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan KotaBaubau (Juta Rupiah)
No Sektor 2010 2011 2012 Proporsi 2012 (%)1 Pertanian 64.202,98 65.486,03 66.596,84 7,302 Pertambangan dan Penggalian 5.145,29 6.027,71 7.055,97 0,773 Industri 32.096,18 34.192,70 36.463,40 3,994 Listrik, Gas dan Air Bersih 7.702,06 8.310,74 9.834,74 1,085 Konstruksi 169.353,90 190.202,01 226.916,27 24,86
6 Perdagangan, Hotel, danRestoran 169.891,09 188.502,34 207.084,37 22,69
7 Pengangkutan dan Komunikasi 85.570,42 92.506,52 97.517,77 10,68
8 Keuangan, Persewaan dan JasaPerusahaan 54.482,16 67.493,06 72.646,19 7,96
9 Jasa-jasa 175.541,71 182.726,76 188.642,70 20,67Total 763.985,79 835.447,87 912.758,25 100,00
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.2 PELABUHAN BAUBAU
Secara Geografis Pelabuhan Baubau terletak diantara 5027’16,5” Lintang Selatan sampai
122036’31,4” Bujur Timur, tepatnya Pelabuhan Baubau terletak di Kota Baubau bagian
selatan Sulawesi Tenggara, untuk lebih tepatnya Pelabuhan Baubau ini berada di Pulau
Buton yang terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap ke utara.
2.2.1 Fasilitas Pokok Pelabuhan
Status Pelabuhan Baubau adalah Pelabuhan yang tidak diusahakan yang diselenggarakan
oleh pengelolaan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Baubau sebagai UPT Pusat.
Kondisi fasilitas pelabuhan yang ada saat ini pada dasarnya sangat memadai dengan
adanya penambahan dermaga tahun anggaran 2009-2012 dengan panjang total 120
meter. Fasilitas Pelabuhan Baubau secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.23Fasilitas Pelabuhan di Pelabuhan Murhum BaubauNo Fasilitas Dimensi Keterangan1 Daerah Kerja Daratan 8 Ha Tanah urugan
2 Dermaga I 180 x 12 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton
3 Dermaga II (Baru) 120 x 15 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton
4
Dermaga Finger I 50 x 10 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton D=400mm, dibangun tahun 2002
Dermaga Finger II 50 x 10 mTipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton D=400mm, dibangun tahun 2012(sedang berjalan)
5 Trantel I 97 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm6 Transtel II 123 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm7 Causeway I 55 x 8 m Tipe Gravity Wall8 Causeway II 30 x 8 m Tipe Gravity Wall9 Causeway III 60 x 10 m Tipe Gravity Wall10 Talud I P. 64 m Dinding Penahan Tanah
Bab 2 | 22
No Fasilitas Dimensi KeteranganTalud II P. 130 m Dinding Penahan Tanah
11 Mooring Dolphin 2 unit Tipe beton dengan tiang Pancang BetonD=450mm
12 Kantor Pelabuhan 250 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik13 Terminal Penumpang 780 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik14 Gudang Nihil Tidak ada15 Rumah Jaga (jalan masuk) 6 x 4 m Tipe struktur beton, kondisi cukup baik16 Rumah Jaga (jalan keluar) - -17 Lapangan Penumpukan 1.800 m2 Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
18Jalan – Utama I 94 x 11,5 m Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baikJalan – Utama II 32 x 6 mJalan – Extra 53 x 6,75 m
19 Areal Parkir 42 x 68 m Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
20 Klinik KesehatanPelabuhan 12 m2 Menumpang di terminal
21 Karantina Tumbuhan 1 unit22 Karantina Hewan -
23 Kantor PerusahaanPelayaran 3 unit Menumpang pada terminal penumpang
24 Kantor Buruh / TKBM 24 m3 Menumpang pada terminal penumpang25 Bak air 300 m3 Kapasitas 90 ton/jam26 Tangki BBM Tidak ada Memakai mobil tangki27 Pagar 335 m3 Pagar BRC, kondisi cukup baik28 Alat Bantu Navigasi 1 unit 1 lampu suar29 Suplay Listrik 1.500 KVA PLN30 Suplay Air 100 m3 PDAM31 Telephone 2 line PT Telkom32 SRP / Stasiun Radio SSB
33 Taman I 53 x 6,30 mTaman II 33 x 6 m
34 Lapangan Penumpukan 68 x 64 mSumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2015
Pintu utama pelabuhan bagi orang dan kendaraan yang keluar masuk di pelabuhan
mengalami hambatan karena belum terpisahnya pintu pejalan kaki dan kendaraan yang
menyebabkan sering terjadi kemacetan pada pintu utama disaat kegiatan puncak yaitu
embarkasi dan debarkasi penumpang Kapal Pelni.
2.2.2 Armada Angkutan Laut
Berdasarkan data yang didapat dari KUPP Pelabuhan Baubau, potensi armada angkutan
laut yang dioperasikan di Pelabuhan Baubau memiliki jumlah yang sangat besar.
Terdapat 52 kapal yang beroperasi dengan trayek asal Baubau yang dikelola oleh
sebanyak sebelas perusahaan termasuk PT Pelni. Perusahaan-perusahaan tersebut
adalah:
1. PT Pelni
Bab 2 | 23
2. PT Dharma Lautan Utama
3. PT Dharma Indah
4. PT ASDP
5. PT Mira Cipta Sombu
6. PT Global Expres Lines
7. PT Aksar Saputra Lines
8. PT Boy Bahtera Mandiri
9. PT Fungka Permata Group
10. PT Uki Raya Lines
11. PT Wahyu Samudera Timur
Data lengkap mengenai nama kapal, lintasan trayek, serta kapasitas kapal disampaikan
pada Lampiran 1.
2.2.3 Angkutan Laut Pelabuhan Murhum Baubau
Di Pelabuhan Murhum, aktifitas angkutan yang terselenggara meliputi 3 akfititas
pelabuhan yang dicatat sebagai bagian dari aktifitas angkutan laut di Pelabuhan Murhum
Baubau yaitu Pelabuhan Umum Dalam Negeri, Pelabuhan Rakyat dan Pelabuhan Perintis.
Rekapitulasi aktifitas angkutan laut untuk kurun waktu 2010-2013 di Pelabuhan Murhum
ini dijabarkan pada Tabel 2.24 dan digambarkan pada Gambar 2.2-2.4.
Tabel 2.24Aktifitas Angkutan Laut di Pelabuhan Murhum Baubau
Sumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2015
Call Isi Kotor (GT) Panjang (m) Bongkar Muat Turun Naik2007 4.260 3.168.789 98.602 93.844 31.164 346.613 450.2312008 4.441 3.798.409 114.955 103.944 207.387 372.947 504.3752009 4.941 3.648.801 128.701 133.585 196.147 414.833 511.4142010 5.052 4.302.453 159.981 189.960 237.218 428.784 473.3532011 5.232 4.702.322 80.333 228.476 238.074 447.673 500.1402012 5.230 5.820.272 154.738 254.268 175.264 491.149 532.0802013 5.593 5.902.455 143.694 290.555 266.239 491.071 519.1392014 5.802 6.377.392 149.640 325.758 290.628 389.609 458.652
TahunKapal Barang (T/M3) Penumpang (Org)
Bab 2 | 24
Gambar 2.2 Produktifitas Angkutan Laut Pelabuhan Murhum
Gambar 2.3 Produktifitas Angkutan Barang Pelabuhan Murhum Baubau
Bab 2 | 25
Gambar 2.4 Produktifitas Angkutan Penumpang Pelabuhan Murhum
2.2.4 Angkutan Peti Kemas Pelabuhan Murhum
Angkutan peti kemas di Pelabuhan Baubau menunjukkan pertumbuhan yang cukup
besar, ditunjukan dengan data dalam kurun waktu 2010-2013, bongkar peti kemas
menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 37,73% (TEUS) / 42,14% (Ton) dan untuk
muat peti kemas, pertumbuhan dalam periode tersebut rata-rata sebesar 41,12% (TEUS)
/ 33,10% (Ton). Penjabaran mengenai data angkutan peti kemas di Pelabuhan Murhum
ini dijabarkan pada Tabel 2.25.
Tabel 2.25Produktifitas Angkutan Peti Kemas di Pelabuhan Murhum
Tahun Bongkar MuatTeus Ton Kosong Teus Ton Kosong
2010 4.049 64.059 36 2.093 41.977 2.0792011 5.634 90.867 21 2.958 59.115 2.3832012 7.680 129.430 36 4.168 74.111 3.3482013 8.580 137.199 0 5.252 86.568 3.4012014 10.149 182.903 7 6.668 115.068 3.302
Sumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2015
Bab 2 | 26
Gambar 2.5 Operasional Peti Kemas Pelabuhan Murhum Baubau
2.3 KEBUTUHAN PROYEK KPBU DI PELABUHAN BAUBAU
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengindikasikan bahwa
perlunya penyediaan infrastruktur pelabuhan sebagai tempat perpindahan intra dan
antar moda transportasi. Pembangunan pelabuhan tersebut harus direncanakan secara
tepat, memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan dan
memperhatikan keterpaduan intra dan antar moda transportasi.
Pendekatan multi-dimensi yang diamanatkan oleh Undang-Undang diharapkan dapat
mendukung dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan
mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya konektivitas dan pola
distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Visi pembangunan dibidang kepelabuhanan ditetapkan sebagai berikut:
“Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang mendukung
perdagangan internasional dan domestic serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah”.
Untuk memenuhi kebutuhan demand di Pelabuhan Murhum Baubau yang semakin
meningkat setiap tahunnya, serta untuk mendukung program jangka panjang dalam
konsep pembangunan pemerintah Kota Baubau yang bertujuan menjadikan Kota Baubau
Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Baubau yang
merupakan salah satu pelabuhan dengan perkembangan kegiatan ekonomi yang lebih
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
180,000
200,000
2010 2011 2012 2013 2014
Operasional Peti Kemas Pelabuhan Murhum Baubau
Bongkar (Teus)
Bongkar (Ton)
Bongkar (Kosong)
Muat (Teus)
Muat (Ton)
Muat (Kosong)
Bab 2 | 27
pesat dibandingkan dua pelabuhan lainnya di Kota Baubau, selain itu Pelabuhan Murhum
Baubau memiliki status sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah
Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Melihat
status serta keberadaannya yang cukup vital bagi transportasi dan perekonomian maka
pemenuhan kebutuhan pergerakan di Pelabuhan Baubau perlu menjadi prioritas
pengembangan. Karena anggaran Pemerintah terbatas, maka perlu dibantu dari
anggaran/investasi swasta untuk mencukupi kebutuhan pendanaan penyediaan
infrastruktur secara berkelanjutan.
2.4 POTENSI KPBU DI PELABUHAN BAUBAU
Berdasarkan dokumen hasil Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan
BaubauSulawesi Tenggara, disampaikan mengenai potensi awal proyek KPBU di
Pelabuhan Murhum Baubau seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.26Potensi (Awal) Proyek KPBU di Pelabuhan BaubauNo Tipe Proyek Karakteristik Opsi Skema KPBU Prioritas
1 TerminalPenumpang
- Permintaan mapan dan terusmeningkat
- Pengembangan usaha dagang- Kebutuhan lahan
reklamasi/flatform antara 2causeway
- Kebutuhan pembangunan gedungbaru
- Telah banyak diterapkan dibeberapa negara
- BOT- Konsesi- Manajemen
kontrak privatisasi
Tinggi
2 Teminal PetiKemas
- Permintaan terus meningkat- Pasar yang mapan- Dapat terisolasi dari kegiatan
pelabuhan umum- Membutuhkan teknologi modern
untuk mencapai efisiensi- Terbatasnya jumlah klien- Dapat dikembangkan dari operator
eksisting- Telah banyak diterapkan di
beberapa negara
- BOT- Konsesi- Manajemen
kontrak privatisasi
Tinggi
3 Kargo Umum
- Aset jangka panjang yang tidakmenghasilkan tingkatpengembalian menarik bagi sektorswasta karena permintaanterbatas dan tarif rendah
- Pendapatan biasanya menyebardan sulit untuk dikumpulkan.
- Dapat dikembangkan sebagai polaawal pengenalan KPBU
hybrid Rendah
4 Penyediaan danpelayanan
- Terlalu kecil untukdipertimbangkan sebagai JV / hybrid Sedang
Bab 2 | 28
No Tipe Proyek Karakteristik Opsi Skema KPBU Prioritasperalatanpelabuhan(cranes dangantry)
BOT.- Secara kolektif, masih kurang
besar nilainya sebagai BOT.- Sulit untuk diisolasi dari kegiatan
pelabuhan lainnya.
5 Pergudangan
- Keterbatasan lahan di kawasanpelabuhan
- Sering dilakukan oleh perusahaanswasta yang memberikan layanankepada perusahaan pengguna jasapengiriman.
- Nilai terlalu kecil untuk BOT.
BOT Sedang
6 Pelayanan tundadan pandu
- Frekuensi kapal yang masih rendah- Pada umumnya, nilai terlalu kecil
sebagai BOT/JV.- Investasi kapal yang cukup tinggi- Kebutuhan tenaga spesialis
menetap.
Manajemenkontrak Sedang
7Supply air bersihdan air minumkapal
- Frekuensi kapal yang masih rendah- Pada umumnya, nilai terlalu kecil
sebagai BOT/JV.- Pemanfaatan fasilitas yang telah
ada- Kebutuhan supply air yang
menerus
- Perusda (PDAM)- Kontrak
pelayananSedang
8 PengelolaanSBNP
- Fokus pada keselamatan pelayaran- Investasi awal cukup tinggi- Tidak ada pendapatan secara
langsung
Kontrak pelayanan Rendah
9 Reklamasi lahan
Aset yang sangat jangka panjangatau pengembangan yang belumdapat menghasilkan keuntunganyang memadai bagi investor sektorswasta
Pemerintah Rendah
2.5 INFRASTRUKTUR YANG AKAN DIBANGUN DENGAN SKEMA KPBU
Dari hasil identifikasi pada Tabel 2.27 di atas, serta perhitungan awal kelayakan studi,
maka ditentukan proyek yang memiliki prioritas tinggi untuk dilaksanakan proyek KPBU
di Pelabuhan Bau Bau adalah Pembangunan Terminal Peti Kemas dan Multipurpose
dengan beberapa informasi kegiatan sebagai berikut:
a. Proyek Kerjasama Permerintah Swasta untuk Penyelenggaraan Terminal Peti Kemas
Pelabuhan Baubau meliputi perencanaan, pengelolaan, pembangunan dan
operasional terminal peti kemas termasuk prasarana dan sarana yang ada
didalamnya.
b. Pelayanan jasa peti kemas di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Baubau termasuk hak
untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga Peti Kemas yang meliputi:
Bab 2 | 29
1) Kegiatan operasi kapal, terdiri atas:
a) Kegiatan dermaga
b) Stevedoring
c) Haulage/trucking
d) shifting
e) buka tutup palka
f) lift on/lift off
2) Kegiatan operasi lapangan, terdiri atas:
a) penumpukan
b) lift on/lift off
c) gerakan ekstra
d) relokasi
e) angsur
3) Kegiatan operasi container freight station, terdiri atas:
a) stripping/ stuffing
b) penumpukan
c) penerimaan penyerahan
4) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas:
a) biaya administrasi nota
b) biaya inter terminal transfer
c) biaya SPP (Surat Penyerahan Petikemas)
d) biaya kartu ekspor
e) biaya hi-co scan
f) biaya hi-co scan with behandle
g) biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra)
h) biaya batal transaksi
i) biaya after closing time
j) biaya administrasi IT System
k) biaya PLP (Pindah Lokasi Penumpukan)
l) biaya site office
m) biaya monitoring/supervisi
2.6 PELABUHAN BAUBAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BAUBAU
Pelabuhan Baubau dalam Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau Tahun 2011-2030 adalah Pelabuhan
Bab 2 | 30
Pengumpan skala regional dengan alur pelayaran regional yang menghubungkan
Pelabuhan Baubau dengan pelabuhan regional dan pelabuhan nasional lainnya.
Berdasarkan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut untuk tatanan
kepelabuhanan, mengikuti ketentuan:
1. Kegiatan yang diperbolehkan untuk pelabuhan umum meliputi kegiatan: operasional
pelabuhan, pembangunan prasarana dan sarana penunjang pelabuhan, dan
pengembangan kawasan pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain yang disebutkan
pada nomor 1 yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, dengan syarat harus mendapat izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Raperda RTRW Kota Baubau
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang dapat mengganggu kegiatan
di Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan, dan jalur transportasi laut.
2.7 RESUME RENCANA INDUK PELABUHAN BAUBAU
Rencana pengembangan fasilitas Pelabuhan Baubau didasarkan pada dokumen Rencana
Induk Pelabuhan yang memuat rencana pengembangan jangka pendek, menengah dan
panjang. Tahapan pengembangan dalam Dokumen Rencana Induk tersebut merupakan
pegangan dalam pengembangan prasarana, sarana maupun fasilitas pendukung pada
pelabuhan.
Bab 2 | 31
Tabel 2.27Rekapitulasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Baubau
Sumber: Dokumen Draft Rencana Induk Pelabuhan Baubau
Bab 3 | 1
Bab 3 Kajian Hukum danKelembagaan
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
3.1 ANALISA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
3.1.1 Aspek Hukum Kepelabuhanan
3.1.1.1 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran daerah untuk
kabupaten/kota yang berskala kabupaten/kota, terdapat beberapa beberapa definisi
yang berhubungan dengan Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan
Baubau Sulawesi Tenggara dijabarkan seperti yang disebutkan oleh pasal sebagai
berikut:
Pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaannya oleh pemerintah,pembinaan tersebut meliputi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.Pengaturan sebagaimana yang dimaksud meliputi kebijakan umum danteknis, antara lain, penentuan norma, standar, pedoman, kriteria,perencanaan, dan prosedur termasuk keselamatan dan keamanan pelayaranserta perijinan. Pengendaliaan yang dimaksud adalah pemberian arahan,bimbingan, pelatihan, perijinan, sertifikasi, serta teknis dibidangpembangunan dan pengoperasian. Pengawasan yang dimaksud adalahmeliputi pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai denganaturan perundang-undangan termasuk dalam tindakan korektif danpenegakan hukum. Pembinaan yang dimaksud adalah dengan memperhatikanseluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan. Pemerintahan daerahmelakukan pembinaan pelayaran sesuai dengan kewenangannya.
Dalam Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa Penyelenggaraan
Pelabuhan dilaksanakan oleh pemerintah, dan Badan Usaha Pelabuhan berperan sebagai
operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. Penyelenggara
pelabuhan berperan sebagai wakil pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk
lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di
pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian, dimana pemberian konsesi tersebut
dilakukan melalui mekanisme pelelangan. Pasal inilah yang dapat menjadi dasar hukum
untuk pelaksanaan skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam
penyelenggaraan/pengusahaan pelabuhan.
Bab 3 | 2
3.1.1.2 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan
Beberapa poin yang diatur dalam Peratuan Pemerintah 61 tahun 2009 yang tentang
Kepelabuhan khususnya yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan kegiatan atau
pengusahaan pelabuhan dijabarkan sebagai berikut:
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas: penyediaan dan/atau pelayanan
jasa kapal, penumpang, dan barang; dan jasa terkait dengan kepelabuhanan. (Pasal
68)
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang,dan barang terdiri atas:
a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau
kendaraan;
d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan
bongkar muat barang dan peti kemas;
e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang,
alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah
kering, dan ro-ro;
g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
dan/atau
i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
Kegiatan-kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang,dan
barang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan.
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan meliputi:
a. Penyediaan fasilitas penampungan limbah;
b. penyediaan depo peti kemas;
c. penyediaan pergudangan;
d. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
e. instalasi air bersih dan listrik;
f. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
g. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
h. penyediaan fasilitas gudang pendingin;
i. perawatan dan perbaikan kapal;
j. pengemasan dan pelabelan;
k. fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;
Bab 3 | 3
l. angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
m.tempat tunggu kendaraan bermotor;
n. kegiatan industri tertentu;
o. kegiatan perdagangan;
p. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;
q. jasa periklanan; dan/atau
r. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi.
Kegiatan-kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan
kepelabuhanan dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau
badan usaha.
Badan Usaha Pelabuhan dapat melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan
jasa kapal, penumpang,dan barang pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1
(satu) pelabuhan. (Pasal 71)
Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan,
penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan orang perseorangan
warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. (Pasal 76)
3.1.1.3 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2015 menjelaskan jenis PNBP yang berlaku pada
lingkungan Departemen Perhubungan yang meliputi jasa transportasi darat, laut, udara
serta pendidikan dan pelatihan. Jasa transportasi laut khususnya jasa kepelabuhanan
pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial seperti di pelabuhan Bau-Bau
yang merupakan pelabuhan umum meliputi:
1. Jasa Pelayanan Kapal:
a. Jasa labuh,
b. Jasa tambat
2. Jasa Pelayanan Barang
a. Jasa dermaga
b. Jasa penumpukan di pelabuhan
c. Jasa kegiatan alih muat antar kapal
3. Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana
a. Penggunaan sarana alat bongkar muat yang dimiliki Penyelenggara Pelabuhan
b. Penggunaan sarana alat bongkar muat yang bukan dimiliki Penyelenggara
Pelabuhan
Bab 3 | 4
4. Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Lainnya:
a. Penggunaan perairan dan pelayanan air bersih
b. Pelayanan terminal penumpang kapal laut
Adapun Pasal 8 ayat (1) menjabarkan bahwa jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berasal dari jasa transportasi laut berupa jasa kepelabuhanan diklasifikasikan menurut
kelas pelabuhan.
3.1.1.4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan
Dalam Undang-undang nomor 62 tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja kantor
unit penyelenggara pelabuhan yang berhubungan dengan studi ini adalah sebagai
berikut:
1. Kantor unit penyelenggara pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan, pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhan, keselamatan dan kemananan
pelayaran pada pelabuhan, serta penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan yang belum diusahakan secara komersial (pasal 2).
2. Kantor unit penyelenggara pelabuhan menyelenggaraan fungsi penyiapan bahan
penyusunan rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyediaan dan pemeliharaan penahan
gelombang, kolam pelabuhan dan alur pelayaran, dan sarana bantu navigasi
pelayaran, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan. Pelaksanaan
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan usaha jasa terkait dengan
kepelabuhanan dan angkutan di perairan, serta penjaminan kelancaran arus barang,
penumpang dan hewan dan penyediaan fasilitas pelabuhan dan jasa pemanduan dan
penundaan.
3.1.1.5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan
Dalam Undang-undang nomor 63 tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja kantor
otoritas pelabuhan yang berhubungan dengan studi ini adalah sebagai berikut:
1. Kantor Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan, pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan kepelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan
secara komersial (pasal 2).
2. Kantor otoritas pelabuhan menyelenggaraan fungsi seperti penyusunan rencana
kerja, program dan desain, analisis dan evaluasi penyediaan dan pemeliharaan
Bab 3 | 5
fasilitas pelabuhan, penahan gelombang, pengerukan kolam pelabuhan dan alur
pelayaran, reklamasi serta jaringan jalan dan sarana bantu navigasi pelayaran,
sarana dan prasarana jasa kepelabuhanan. Pelaksanaan pegaturan, pengendalian,
dan pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkatan laut serta penjaminan arus
barang di pelabuhan. Pelaksanaan dan pengawasan penggunaan lahan daratan dan
perairan, fasilitas dan pengoperasian pelabuhan, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr),
dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan serta keamanan dan
ketertiban keamanan (Pasal 3 dan pasal 9).
3. Beberapa program persiapan, antara lain: Penyiapan bahan penyusunan rencana
kerja, penyiapan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan, penyiapan bahan
penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa pelabuhan, penyiapan bahan
rencana pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan jasa
kepelabuhanan, penyiapan bahan penyusunan rencana desain konstruksi fasilitas
pokok pelabuhan dan fasilitas penunjang kepelabuhanan, penyiapan bahan
penyusunan program pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pelayanan jasa kepelabuhanan, penyiapan bahan analisa dan evaluasi
pembangunan, penyiapan bahan penyusunan dan pengusulan tarif (pasal 10).
3.1.2 Aspek Hukum Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha di bidang Infrastruktur
Pelabuhan
3.1.2.1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 83 Tahun 2010 tentang Panduan
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur Transportasi
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 83 Tahun 2010 tentang Panduan Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi
mengatur mengenai:
1. Penyediaan Infrastuktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk
membangun dan meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan
pengelolaan infrastuktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan kemanfaatan infrastuktur.
2. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) adalah kerjasama pemerintah dengan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Koperasi
3. Perjanjian kerjasama adalah kesepakatan yang tertulis untuk Penyediaan
Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha
yang ditetapkan melalui pelelangan Umum.
Bab 3 | 6
4. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian
Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/ Kepala
Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha.
5. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal ataupun non fiskal yang diberikan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri Keuangan sesuai
kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam
rangka meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerjasama.
6. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk
lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Usaha melalui skema
pembagian risiko untuk Proyek Kerjasama.
7. Untuk mengetahui kelayakan KPS, Prastudi Kelayakan dilakukan melalui evaluasi dari
sisi ekonomi dan finansial proyek KPS. Output dari Hasil evaluasi tersebut berupa:
a. Layak ekonomi dan finansial marginal
Kategori kelayakan ini membutuhkan dukungan atau jaminan pemerintah berupa
dukungan fiskal dan non fiskal (perizinan). Fiskal dalam hal ini berupa tanah dan
infrastruktur dasar yang telah disetujui dalam RKAKL Kementerian Perhubungan
dalam bentuk DIPA (Daftar Isian Pengguna Anggaran).
b. Layak ekonomi dan finansial Kategori ini tidak membutuhkan dukungan fiskal
dari Pemerintah.
8. Usulan proyek yang sudah dinyatakan layak dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya
yaitu konsultasi publik dan market sounding. Proses konsultasi publik dilakukan pada
tahap penyusunan prastdudi kelayakan dengan pemangku kepentingan. Proses
konsultasi publik dilakukan dalam bentuk penyebarluasan informasi pada PPP Book.
9. Semua proyek KPS infrastruktur di Sektor Transportasi harus dilakukan melalui
proses pelelangan yang kompetitif yang didahului proses struktural pada umumnya
termasuk proses pra-kualifikasi meliput.
10. Bentuk Kerja Sama merupakan tinjauan agar kemitraan KPS distrukturkan untuk
mengoptimalkan nilai bagi publik dan pada saat yang bersamaan tidak mengurangi
minat dari mitra swasta. Pada umumnya, Bentuk Kerja Sama ini dilakukan sebagai
bagian dari Studi Kelayakan.
Adapun bentuk-bentuk kerjasama secara garis besar dibagi menjadi:
1. bangun-milik-guna (build-own-operate);
2. bangun-milik-guna-serah (build-own-operate-transfer);
3. bangun-guna-serah (build-operate-transfer);
4. bangun-serah-guna (build-transfer-operate);
Bab 3 | 7
5. rehabilitasi-guna-serah (rehabilitate-operate-transfer);
6. kembangkan-guna-serah (develope-operate-transfer); dan
7. bentuk-bentuk kerjasama lainnya.
3.1.2.2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2010 tentang Pembentukan
Simpul Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Beberapa point penting yang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun
2010 yang menjelaskan mengenai simpul KPS dijabarkan sebagai berikut:
1. Simpul KPS Kementerian Perhubungan merupakan unit kerja fungsional yang
bertanggung jawab kepada Menteri.
2. Simpul KPS dibentuk untuk pemberdayaan organisasi unit kerja di lingkungan
Kementerian Perhubungan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing dalam
penyedian dan pembangunan infrastruktur melalui mekanisme KPS;
3. Simpul KPS mempunyai tugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi,
koordinasi, pengawasan dan evaluasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur
dengan skema KPS.
4. Simpul Kerjasama Pemerintah Swasta Kementerian Perhubungan akan dievaluasi
secara berkala disesuaikan dengan perkembangan Iingkungan strategisyang terjadi
5. Simpul KPS sebagaimana dimaksud terdiri atas Pengarah dan Pelaksana Pengarah
meliputi:
a. Ketua: Menteri Perhubungan;
b. Wakil Ketua: Wakil Menteri Perhubungan;
c. Sekretaris: Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;
d. Anggota:
1) Direktorat Jendral Perhubungan Darat
2) Direktorat Jendral Perhubungan Laut
3) Direktorat Jendral Perhubungan Udara
4) Direktorat Jendral Perkeretaapian
5) Kepala Badan Pengembangan Sumber DayaManusia Perhubungan;
6) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan; dan
7) Staf Ahli Bidang Ekonomi dan KemitraanPerhubungan. Pelaksanan meliputi:
e. Ketua Harian: Kepala Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi;
f. Wakil Ketua I: Kepala Biro Perencanaan;
g. Wakil Ketua II: Kepala Biro Hukum & KSLN;
h. Koordinator:
1) Perencanaan Proyek Kerjasama: Kepala Biro Perencanaan;
Bab 3 | 8
2) Penyiapan Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama: Kepala PKKPJT;
3) Transaksi Proyek Kerjasama:
a) Transportasi Darat: Sekretaris Ditjen Perhubungan Darat;
b) Transportasi Laut: Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut;
c) Transportasi Udara: Sekretaris ditjen Perhubungan Udara;
d) Transportasi Perkeretaapian: Sekretaris Ditjen Perkeretaapian;
e) Prasarana/ Sarana Pengembangan SDM Perhubungan: Sekretaris Badan
Pengembangan SDM Perhubungan
4) Manajemen Perjanjian Kerjasama
a) Transportasi Darat: Direktur LLASOP Oitjen Perhubungan Darat dan
Direktur LLAJ Ditjen Perhubungan Darat;
b) Transportasi Laut: Direktur Pelpeng Ditjen Perhubungan Laut;
c) Transportasi Udara: Direktur Bandara Ditjen Perhubungan Udara;
d) Transportasi Perkeretaapian Direktur LLAKA Oitjen Perkeretaapian;
Prasarana/Sarana Pengembangan SDM Perhubungan Kapus Pengembangan
SDM Perhubungan Darat danPerkeretaapian, Kapus Pengembangan
SDMPerhubungan Laut, Kapus Pengembangan SDM Perhubungan Udara.
5) Anggota:
a) Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan
b) Kepala Data dan Informasi
c) Kepala Komunikasi Publik
3.1.3 Aspek Pendirian Perusahaan dalam rangka Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Perpres 38/2015”) dan Peraturan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (“Permen PPN 4/2015”) mengamanatkan
pemenang pelelangan dalam proyek KPBU untuk mendirikan badan usaha pelaksana.
Badan usaha pelaksana selanjutnya akan menandatangani perjanjian kerjasama dengan
penangung jawab perjanjian kerjasama (“PJPK”) dan bertanggung jawab dalam
pelaksanaan proyek.
Perpres 38/2015 dan Permen PPN 4/2015 mengamanatkan badan usaha pelaksana
berbentuk perseroan terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut maka pendirian badan
Bab 3 | 9
usaha pelaksana akan tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UU 40/2007”).
Terdapat beberapa ketentuan dalam UU 40/2007 yang perlu dipertimbangkan dalam
pembentukan badan usaha pelaksana sebagai berikut:
1. Jangka waktu berdirinya badan usaha pelaksana
Pasal 6 UU 40/2007 mengatur bahwa suatu perseroan terbatas dapat didirikan untuk
jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran
dasar. Dalam kaitannya dengan Proyek, badan usaha pelaksana dibentuk untuk
melaksanakan Proyek dengan jangka waktu perjanjian yang telah ditentukan oleh
PJPK, oleh karenanya badan usaha pelaksana harus memiliki jangka waktu pendirian
yang meliputi seluruh jangka waktu perjanjian kerja sama berikut dengan
perpanjangannya.
2. Pemegang saham badan usaha pelaksana
Pasal 7 UU 40/2007 mengatur bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam kaitannya
dengan proyek KPBU, dalam hal peserta lelang merupakan konsorsium maka sesuai
dengan ketentuan Perpres 38/2015 dan Permen PPN 4/2015 maka seluruh anggota
konsorsium harus menjadi pemegang saham dalam badan usaha pelaksana sesuai
dengan porsi ekuitas yang telah ditentukan dalam perjanjian konsorsium.
Dalam hal ini perlu juga diperhatikan ketentuan dalam Pasal 22 (1) j 2) e) Peraturan
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 19 Tahun
2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Perka LKPP 19/2015”) yang
mengatur bahwa pimpinan konsorsium harus menguasai mayoritas ekuitas dari badan
usaha pelaksana yang dibentuk oleh pemenang pelelangan. Adapun pimpinan
konsorsium dapat lebih dari 1 (satu) badan usaha.
Ketentuan dalam UU 40/2007 tersebut di atas juga membawa konsekuensi bahwa
dalam hal pemenang lelang merupakan badan usaha tunggal maka badan usaha
tunggal tersebut tidak akan dapat membentuk badan usaha pelaksana. Di sisi lain,
melarang badan usaha tunggal sebagai peserta lelang juga tidak tepat karena Perka
LKPP 19/2015 telah mengatur bahwa badan usaha tunggal dapat menjadi peserta
dalam pelelangan KPBU. Oleh karenanya dalam dokumen pelelangan perlu diatur
Bab 3 | 10
mekanisme atau ketentuan yang khusus mengatur mengenai pembentukan badan
usaha pelaksana oleh peserta yang merupakan badan usaha tunggal, yaitu dengan
memberikan kesempatan kepada badan usaha tunggal tersebut untuk melibatkan
pihak lain sebagai pemegang saham sehingga memenuhi syarat pendirian perseroan
terbatas dalam UU 40/2007. Namun demikian karena pihak lain tersebut tidak ikut
dalam proses prakualifikasi dan pelelangan maka jumlah saham dari pemegang
saham lain tersebut harus diatur seminimal mungkin sehingga tidak mereduksi
tujuan dari prakualifikasi dan pelelangan yang telah dilakukan.
3. Status badan hukum dari badan usaha pelaksana
Pasal 7 ayat 4 UU 40/2007 mengatur bahwa suatu perseroan memperoleh status
badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (“Menkumham”) mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
Sehubungan dengan pendirian dan status badan hukum dari badan usaha pelaksana,
perlu juga diperhatikan ketentuan dalam Lampiran Permen PPN 4/2015 yang
mengatur bahwa badan usaha pelaksana harus telah didirikan secara sah paling
lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan pemenang pelelangan selanjutnya
perjanjian KPBU harus ditandatangani oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
(“PJPK”) dan badan usaha pelaksana selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari
kerja setelah terbentuknya badan usaha pelaksana (Bab IV E 1. b. dan c.).
Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas maka penandatanganan perjanjian
kerjasama antara PJPK dengan badan usaha pelaksana dilaksanakan setelah
pendirian badan usaha pelaksana tersebut telah mendapatkan pengesahan dari
Menkumham.
4. Kegiatan usaha badan usaha pelaksana
Pasal 18 UU 40/2007 mengatur bahwa suatu perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan
Proyek, badan usaha pelaksana khusus didirikan untuk melaksanakan Proyek,
sehingga dengan demikian badan usaha pelaksana harus mencantumkan dalam
anggaran dasarnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang sejalan dengan
Proyek dan tidak mencantumkan jenis usaha atau kegiatan lainnya di luar Proyek.
Bab 3 | 11
5. Pemindahan hak atas saham
Pasal 55 dan Pasal 56 UU 40/2007 pada dasarnya memberikan kebebasan kepada
pemegang saham untuk mengalihkan sahamnya sesuai dengan persyaratan yang
diatur dalam anggaran dasar perseroan. Untuk membatasi/mengatur pengalihan
saham dalam badan usaha pelaksana oleh para pemegang sahamnya maka perlu
diatur batasan-batasan pengalihan saham badan usaha pelaksana dalam perjanjian
kerjasama antara PJPK dengan badan usaha pelaksana. Pengaturan pengalihan
saham ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengalihan saham dalam badan usaha
pelaksana tidak akan berdampak negatif terhadap Proyek, misalnya mengakibatkan
jadwal pembangunan Proyek menjadi tidak tercapai.
Dalam Bab IV E 2. f. 3. Permen PPN 4/2015 diatur mengenai tugas dari Simpul KPBU
sehubungan dengan pengalihan saham dalam badan usaha pelaksana sebelum proyek
KPBU beroperasi secara komersial. Dalam hal pengalihan saham tersebut di atas,
Simpul KPBU ditugaskan untuk melakukan kegiatan yang meliputi:
a. Penetapan kriteria pengalihan saham oleh PJPK yang meliputi:
1) pengalihan saham tidak boleh menunda jadwal mulai beroperasinya KPBU;
dan
2) pemegang saham pengendali yang merupakan pemimpin konsorsium dilarang
untuk mengalihkan sahamnya sampai dengan dimulainya operasi komersial
dari KPBU.
b. melakukan kualifikasi terhadap calon pemegang saham baru badan usaha
pelaksana yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada
saat dilaksanakan prakualifikasi pelelangan umum Badan Usaha Pelaksana;
c. mengajukan persetujuan kepada PJPK, apabila calon pemegang saham baru telah
memenuhi seluruh kriteria pengalihan saham yang ditetapkan dan memenuhi
persyaratan kualifikasi; dan
d. menyiapkan konsep persetujuan pengalihan saham yang akan ditandatangani
oleh PJPK.
6. Kewenangan Direksi badan usaha pelaksana untuk menandatangani perjanjian
kerjasama dengan PJPK
Berdasarkan Pasal 98 UU 40/2007 pada dasarnya direksi memiliki kewenangan dalam
mewakili badan usaha pelaksana baik di luar maupun di dalam pengadilan.
Kewenangan direksi untuk mewakili badan usaha pelaksana sebagaimana dimaksud
Bab 3 | 12
di atas tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UU
40/2007, anggaran dasar, atau keputusan rapat umum pemegang saham.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas maka perlu dipastikan kapasitas atau
kewenangan dari direksi badan usaha pelaksana dalam anggaran dasar badan usaha
pelaksana untuk menandatangani perjanjian kerjasama. Jika dalam anggaran dasar
diatur mengenai persyaratan untuk mendapatkan persetujuan dari organ perseroan
untuk menandatangani perjanjian kerjasama maka persyaratan tersebut harus
diperoleh sebelum penandatanganan perjanjian kerjasama.
Dalam rangka memastikan legal standing dari badan usaha pelaksana termasuk
direksinya dalam menandatangani dan melaksanakan perjanjian kerjasama dan
perjanjian terkait lainnya, maka sebaiknya dalam perjanjian kerjasama disyaratkan
kewajiban dari badan usaha pelaksana untuk menyerahkan pendapat hukum dari
firma hukum yang menegaskan legal standing termasuk kewenangan dari direksi
badan usaha pelaksana untuk menandatangani dan melaksanakan perjanjian
kerjasama dan perjanjian proyek lainnya.
3.1.4 Aspek Hukum Investasi/Penanaman Modal
Mengenai penanaman modal asing di Indonesia, dalam proyek KPS sektor pelabuhan,
menurut Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal (“Perpres 39/2014”), terdapat batas kepemilikan asing untuk penanaman modal
di dalam perusahaan yang melakukan kegiatan usaha infrastruktur sektor pelabuhan
adalah sebesar 49 %. Oleh karena demikian, investor asing harus bergabung dengan
mitra lokal guna memiliki sedikitnya 51 % saham di Badan Usaha sebagaimana diatur
dalam daftar negatif investasi. Mitra lokal ini harus ikut serta dalam proses tender
sebagai anggota konsorsium investor asing.
Dalam hal perusahaan pemenang tender Proyek adalah badan hukum asing, maka badan
hukum tersebut dalam melakukan penanaman modal di Indonesia harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan penanaman modal asing yang diatur dalam UU 25/2007.
Berdasarkan ketentuan UU 25/2007, setiap penanaman modal asing (investasi asing)
yang dilakukan di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk perseroan terbatas
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Suatu PT yang memiliki unsur
Bab 3 | 13
permodalan asing disebut sebagai perusahaan penanaman modal asing ("Perusahaan
PMA").
Sebelum pendirian atau pembentukan sebuah Perusahaan PMA, calon investor harus
mengajukan permohonan untuk pendaftaran penanaman modal di BKPM. Selama proses
aplikasi pendaftaran penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal ("BKPM")
akan menentukan disetujui atau tidaknya permohonan penanaman modal tersebut.
Langkah-langkah dan prosedur untuk melakukan pendaftaran penanaman modal, izin
prinsip dan izin usaha, dan perubahan status Perusahaan PMA diatur dalam Peraturan
BKPM 5/2013.
Perusahaan PMA bisa mendapatkan insentif penanaman modal dalam bentuk
pembebasan bea masuk untuk mesin, pembebasan bea masuk untuk barang-barang dan
bahan-bahan dan pengurangan pajak pendapatan perusahaan (PPh perusahaan). Dalam
hal suatu Perusahaan PMA ingin mendapatkan insentif penanaman modal, maka
Perusahaan PMA tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan izin prinsip dari BKPM.
Dalam mengajukan permohonan Izin Prinsip dari BKPM, Penanam Modal asing mengisi
aplikasi pendaftaran penanaman modal asing kepada BKPM sesuai dengan Peraturan
BKPM No.5 Tahun 2013. Setelah dikeluarkan Izin Prinsip dari BKPM, maka penanam
modal dapat mengajukan permohonan pemberian fasilitas investasi (pembebasan bea
masuk barang produksi, penangguhan pajak penghasilan badan). Penanam modal wajib
memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2013 dan
peraturan lain yang terkait.
3.1.5 Aspek Hukum Persaingan Usaha
Dalam rangka memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha yang memenuhi
kualifikasi untuk berpatisipasi dalam Proyek maka proses pemilihan badan usaha
dilaksanakan berdasarkan pelelangan yang terbuka. Hal ini sejalan dengan ketentuan
dalam Perpres 38/2015 dan Perka LKPP 19/2015 yang pada dasarnya menekankan
adanya proses pelelangan yang transparan, terbuka, bersaing dan adil untuk memilih
badan usaha.
Lebih lanjut dalam tahap pelaksanaan proyek perlu dipastikan bahwa tidak terdapat
tindakan-tindakan yang dapat dianggap sebagai penyelahgunaan monopoli, seperti
tindakan disktriminatif dan hambatan bagi pelaku usaha dalam menggunakan fasilitas
Bab 3 | 14
infrastruktur Terminal Petikemas Pelabuhan Bau-Bau sebagaimana diatur dalam Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”) yang berbunyi sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baiksendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkanterjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehatberupa:1) menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;2) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya
untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usahapesaingnya itu;
3) membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasapada pasar bersangkutan; atau
4) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.”
3.1.6 Aspek Hukum Lingkungan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 32/2009”), semua kegiatan usaha di Indonesia yang
memiliki dampak penting terhadap lingkungan memerlukan Amdal dan harus
memperolah izin lingkungan. Ketegori usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
Amdal diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (“Permen LH 5/2012”).
Permen PPN 4/2015 mengatur bahwa PJPK bertanggung jawab dalam menyusun
dokumen Amdal/UKL-UPL bagi KPBU pada tahap penyiapan proyek KPBU. Dalam
kaitannya dengan Proyek, PJPK menetapkan model pengembangan pelabuhan Bau-Bau
sehingga penyusunan Amdal/UKL-UPL pada tahap penyiapan Proyek menjadi kewajiban
yang harus dilakukan oleh PJPK. PJPK dapat meminta Badan Usaha untuk terlebih
dahulu membiayai dan melakukan proses perolehan dokumen AMDAL/UKL-UPL yang
nantinya akan diperhitungkan oleh pemerintah sebagai bagian dari pemenuhan
kewajibannya. Kajian lebih lanjut mengenai kajian lingkungan dapat dilihat pada kajian
aspek lingkungan dari Proyek.
3.1.7 Aspek Keselamatan Kerja
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (“UU 1/1970”)
mengatur mengenai hak tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan. UU 1/1970 berlaku untuk keselamatan
kerja dalam segala tempat kerja, termasuk untuk pekerjaan di darat dan di bawah air.
Bab 3 | 15
UU 1/1970 mengatur mengenai kewajiban dan hak dari pekerja terkait dengan
keselamatan kerja yang meliputi:
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
4. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
yang diwajibkan;
5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-
batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
UU 1/1970 juga mengatur mengenai kewajiban dari pengurus selaku pimpinan langsung
tempat kerja sebagai berikut:
1. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sesuai UU 1/1970 dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-
tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli kesehatan kerja;
2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
3. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang
lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Pasal 86 dan 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
13/2003”) mengatur bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Lebih lanjut, untuk memastikan perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, setiap perusahaan wajib menerapkan
Bab 3 | 16
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
perusahaan.
Dalam rangka K3, Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-
undangan di bidang K3, antara lain:
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (“Permenaker 5/1996”);
2. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
174/MEN/1986 & 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi (“SKB 174/1986 & 104/1986”);
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum (“Permen PU 9/2008”).
Permenaker 5/1996 mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga
kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3
tersebut, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Menetapkan kebijaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja;
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan perbaikan dan pencegahan;
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3
secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.
Dalam rangka memastikan penerapan Sistem Manajemen K3 tersebut di atas,
perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja. Audit Sistem Manajemen K3 meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
Bab 3 | 17
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen;
2. Strategi pendokumentasian;
3. Peninjauan ulang desain dan kontrak;
4. Pengendalian dokumen;
5. Pembelian;
6. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3;
7. Standar Pemantauan;
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan;
9. Pengelolaan material dan pemindahannya;
10. Pengumpulan dan penggunaan data;
11. Pemeriksaan sistem manajemen;
12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan
Dalam rangka kegiatan konstruksi, Permen PU 9/2008 mensyaratkan agar pengguna
jasa/penyedia jasa yang aktifitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja untuk
keperluan pelaksanaan pekerjaan fisik dil lapangan wajib menyelenggarakan sistem
manajemen dan keselamatan kerja (SMK3) konstruksi bidang pekerjaan umum. Lebih
lanjut Permen PU 9/2008 mengatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan SMK3
Konstruksi bidang pekerjaan umum penyedia jasa konstruksi harus membuat Rencana
Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja Kontrak yang disetujui oleh pengguna jasa.
Pasal 3 Permen PU 9/2008 mengatur bahwa untuk instansi di luar Kementerian
Pekerjaan Umum. Penyelenggaraaan SMK3 sebagaimana diatur dalam Permen PU 9/2008
perlu penyesuaian lebih lanjut sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam kaitannya dengan Proyek, untuk memastikan dipenuhinya segala peraturan yang
berlaku di bidang K3 oleh badan usaha pelaksana, perlu diatur dalam perjanjian
kerjasama mengenai kewajiban dari badan usaha pelaksana untuk mematuhi segala
peraturan di bidang K3.
3.1.8 Aspek Hukum Pengadaan Lahan
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang akan digunakan dalam Proyek harus
dilaksanakan dengan berdasarkan UU No. 2/2012, Perpres 71/2012, dan Peraturan BPN
No. 5/2012 ("Kerangka Pengadaan Tanah"). Kerangka Pengadaan Tanah sebagai dasar
diadakannya pengadaan tanah suatu proyek yang terkait dengan kepentingan umum
harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Kerangka Pengadaan
Tanah tersebut.
Bab 3 | 18
Berdasarkan Kerangka Pengadaan Tanah, proses pengadaan tanah dibagi dalam tiga
tahap: tahap perencanaan, persiapan dan pelaksanaan. Tahapan pengadaan tanah
tersebut dapat dijalankan secara berdampingan dengan tahapan pelaksanaan proyek
kerjasama pada tahap perencanaan dan penyiapan Proyek.
Tahap pertama dari kerangka pengadaan tanah adalah tahap perencanaan. Tahapan
perencanaan terdiri dari studi kelayakan dan dokumen perencanaan pengadaan tanah.
Terlepas dari hal-hal lain, dokumen perencanaan pengadaan tanah harus menunjukan
bahwa pengadaan tanah tersebut didasarkan kepada:
1. rencana tata ruang dan wilayah yang ada; dan
2. prioritas pengembangan proyek seperti dijelaskan dalam rencana pembangunan
jangka menengah, rencana strategis, dan rencana kerja lembaga pemerintahan.
Tahapan persiapan dilaksanakan setelah rencana pengadaan tanah disetujui oleh
instansi yang memerlukan tanah. Tahapan persiapan terdiri dari, antara lain, konsultasi
publik dan penetapan lokasi awal rencana pembangunan. Tahapan pelaksanaan terdiri
dari: pendataan status tanah, penilaian atas tanah oleh seorang penilai independen
yang ditunjuk oleh BPN, negosiasi kompensasi dan penyerahan hak atas tanah.
Dalam Kerangka Pengadaan Tanah, bentuk kompensasi dapat berupa pembayaran uang,
tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham dalam proyek, atau bentuk
lain yang disetujui para pihak. Kerangka Pengadaan Tanah menetapkan kriteria yang
luas tentang orang yang berhak untuk mendapatkan kompensasi (tidak hanya pihak yang
memiliki tanah dengan status terdaftar). Kriteria-kriteria ini dijelaskan dalam pasal 17
sampai 26 dari Perpres 71/2012.
Kerangka Pengadaan Tanah memberikan mekanisme pengajuan keberatan bagi seluruh
pihak yang merasa keberatan. Setiap keberatan selama konsultasi publik diberikan
secara langsung pada tim terkait dengan konsultasi publik. Setiap keberatan terkait
inventarisasi status tanah harus disampaikan kepada BPN dalam 14 hari setelah
pengumuman status tanah terkait. Setiap keberatan sebagai hasil dari negosiasi
kompensasi harus diberikan kepada Pengadilan Negeri (dengan hak untuk mengajukan
banding kepada Mahkamah Agung).
Bab 3 | 19
Berdasarkan pasal 85 UU 17/2008 diatur bahwa Otoritas Pelabuhan dapat diberikan Hak
Pengelolaan atas tanah dan pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengaturan tersebut dimaksudkan bahwa tanah yang
dipergunakan untuk pengusahaan jasa kepelabuhan hak pengelolaannya diberikan
kepada Otoritas Pelabuhan.
3.1.9 Aspek Pembiayaan
Sebagai proyek infrastruktur yang dikembangkan berdasarkan skema KPBU, maka proyek
pengembangan pelabuhan Bau-Bau diharapkan dapat dibiayai oleh badan usaha
pelaksana. Dalam rangka pembiayaan Proyek, badan usaha pelaksana pada umumnya
akan mendapatkan pembiayaan dari kreditor (lembaga keuangan) dan modal sendiri.
Komposisi antara pembiayaan yang bersumber dari kreditor dalam bentuk pinjaman dan
pembiayaan yang bersumber dari modal sendiri/ekuitas perlu ditetapkan sesuai dengan
kajian kelayakan finansial sehingga Proyek dapat dikembangkan secara efisien dengan
biaya yang terjangkau.
Mengingat Proyek dikembangkan dengan skema pembayaran ketersediaan layanan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015
tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (“Permenkeu 190/2015”) maka
pengembalian investasi badan usaha pelaksana didasarkan pada pembayaran berkala
yang dilakukan oleh PJPK atas ketersediaan pelayanan infrastruktur oleh badan usaha
pelaksana. Dalam hal ini, PJPK harus memastikan tersedianya anggaran untuk
melakukan pembayaran ketersediaan layanan tersebut, dan disisi lain badan usaha
pelaksana harus memastikan tersedianya layanan sesuai dengan indikator kinerja yang
telah diperjanjikan untuk memastikan diperolehnya pembayaran dari PJPK.
Sesuai dengan Pasal 3 dan 6 Permenkeu 190/2015, PJPK harus menganggarkan dana
pembayaran ketersediaan layanan dalam APBN dan memastikan melakukan pembayaran
ketersediaan layanan sesuai dengan mekanisme APBN.
3.1.10Aspek Hukum Perpajakan
Pengaturan perpajakan dalam pelaksanaan pembangunan, pengelolaan dan
penyelenggaraan pelabuhan terkait pelaksanaan Proyek KPBU meliputi,
1. Pajak Penghasilan pada Perusahaan Pelaksana Proyek, dasar hukum Pasal 2 UU
36/2008;
Bab 3 | 20
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU 36/2008, badan usaha dapat dikenakan pajak
penghasilan. Pajak penghasilan yang dibayarkan dihitung berdasarkan jumlah
penghasilan kena pajak yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya
langsung ataupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
2. Pajak Bumi dan Bangunan pada Perusahaan Pelaksana Proyek, dasar hukum Pasal 3
UU 12/1985 sebagaimana telah diamandemen melalui UU 12/1994;
Badan usaha memiliki kewajiban untuk membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan
("PBB") terhadap konstruksi yang dibangun atau ditanamkan secara tetap pada
tanah. Pasal 3 UU 12/1985 sebagaimana telah diamandemen oleh UU 12/1994
menyebutkan bahwa obyek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah obyek pajak
yang:
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan;
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum
dibebani suatu hak;
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan atas perlakuan
timbal balik;
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
Menurut ketentuan Pasal 5 UU 12/1985, besarnya PBB yang harus dibayarkan oleh
badan usaha terhadap bangunan yang memiliki fungsi berkaitan dengan Proyek dan
tidak termasuk dalam pengecualian obyek yang dikenakan PBB adalah sebesar 0,5%
(nol koma lima persen).
3. Pajak Pertambahan Nilai pada Perusahaan Pelaksana Proyek, dasar hukum Pasal 4A
UU 42/2009.
Badan Usaha wajib untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan yang
diatur pada Pasal 4A UU 42/2009, tidak menyebutkan bahwa penyelenggara
prasarana transportasi tidak termasuk dalam kategori jenis jasa yang tidak
dikenakan PPN. Oleh karena itu, kegiatan penyelenggaraan pelabuhan terkena
Bab 3 | 21
kewajiban membayar PPN yang dibayarkan oleh badan usaha dalam penyelenggaraan
pelabuhan sebesar 10% (sepuluh persen).
3.2 ANALISA RISIKO HUKUM DAN STRATEGI MITIGASINYA
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi risiko hukum utama dalam Proyek dan
strategi mitigasinya sebagai berikut:
Bab 3 | 22
Table 3.1 Risiko Hukum Utama dalam Proyek dan Strategi MitigasinyaKategori Risiko dan
Peristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama Strategi Mitigasi Sesuai BestPractice
Kondisi Spesifik terkaitAlokasi Risiko
1. RISIKO LOKASIKeterlambatan dan kenaikanbiaya pembebasan lahan
Keterlambatan dan kenaikanbiaya akibat ketidakjelasandan proses pembebasanlahan yang berkepanjangan
x
Hal ini tidak lagi menjadi isukarena Pemerintah akanmenyediakan lahan proyeksebelum proses pengadaan
Lahan tidak dapatdibebaskan
Kegagalan perolehan lokasilahan proyek karena prosespembebasan lahan yang sulit
x
Proses pemukiman kembaliyang rumit
Keterlambatan dan kenaikanbiaya karena rumitnya isuproses pemukiman kembali
x
Kesulitan pada kondisi lokasiyang tak terduga
Keterlambatan karenaketidakpastian kondisi lokasi x
Data historis penggunaan lahandan penyelidikan tanah
Karena lahan tidak luas,risiko geoteknis relatif bisadikelola
Kerusakan artefak danbarang kuno pada lokasi x Data historis penggunaan lahan
dan penyelidikan tanahPembongkaran xGagal menjaga keselamatandalam lokasi x Implementasi prosedur
keselamatan kerja yang baikKondisi cuaca luar biasa xKontaminasi/polusi kelingkungan lokasi x Kesesuaian dengan studi Amdal
yang baik2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI DAN UJI OPERASIKenaikan biaya akibat isuperencanaan x
Klarifikasi saat proses tender;Kapasitas desain yang baik
Spesifikasi output PJPKharus mengacu ke bestpractice
Risiko design brief Keterlambatan dan kenaikanbiaya akibat tidakjelas/tidak lengkapnyadesign brief
x
Ketidakjelasan spesifikasioutput
Keterlambatan dan kenaikanbiaya akibatspesifikasioutput tidak jelas
x xKlarifikasi saat proses tender;Kapasitas desain yang baik
Spesifikasi output PJPKharus mengacu ke bestpractice
Kesalahan desain Menyebabkan ekstra/revisi x Konsultan desain yang Biasanya teridentifikasi saat
Bab 3 | 23
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
PracticeKondisi Spesifik terkait
Alokasi Risikodesain yang dimintaoperator
berpengalaman dan baik uji operasi teknis
Terlambatnya penyelesaiankonstruksi
Dapat termasukterlambatnya pengembalianakses lokasi
xKontraktor yang handal danklausul kontrak yang standar
Kenaikan biaya konstruksi x Kesepakatan faktor eskalasi hargatertentu dalam kontrak
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/biaya dalam uji operasiteknis
xKoordinasi kontraktor danoperator yang baik
3. RISIKO SPONSORKinerja subkontraktor yangburuk x Proses pemilihan subkontraktor
yang kredibelDefault sub-kontraktor x Proses pemilihan subkontraktor
yang kredibelDefault BU Default BU yang mengarah
ke terminasi/step-in olehfinancier
xKonsorsium didukung sponsor yangkredibel dan solid
Default sponsor proyek Default pihak sponsor (atauanggota konsorsium) x Proses PQ untuk memperoleh
sponsor yang kredibel4. RISIKO FINANSIALKegagalan mencapaifinancial close
Tidak tercapainya financialclose karena ketidakpastiankondisi pasar
xKoordinasi yang baik denganpotential lenders
Bisa juga karena conditionsprecedence tidak terpenuhi
Risiko struktur finansial Inefisiensi karena strukturmodal proyek yang tidakoptimal
xKonsorsium didukungsponsor/lender yang kredibel
Risiko nilai tukar mata uang fluktuasi (non ekstrim) nilaitukar x
Instrumen lindung nilai;Pembiayaan dalam Rupiah
Bisa dibagi denganPemerintah apabilafluktuasinya ekstrim
Risiko tingkat inflasi Kenaikan (non ekstrim)tingkat inflasi terhadapasumsi dalam life-cycle cost
xFaktor indeksasi tarif; Bisa dibagi dengan
Pemerintah apabilafluktuasinya ekstrim
Risiko suku bunga fluktuasi (non ekstrim)tingkat suku bunga x Lindung nilai tingkat suku bunga Bisa dibagi dengan
Pemerintah apabila
Bab 3 | 24
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
PracticeKondisi Spesifik terkait
Alokasi Risikofluktuasinya ekstrim
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untukrisiko tertentu tidak lagitersedia di pasaran
xKonsultansi denganspesialis/broker asuransi
Khususnya untuk cakupanrisiko terkait keadaan kahar
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkatpremi terhadap estimasiawal
xKonsultansi denganspesialis/broker asuransi
5. RISIKO OPERASIKetersediaan fasilitas Akibat fasilitas tidak bisa
terbangun x Kontraktor yang handal
Buruk atau tidak tersedianyalayanan
Akibat fasilitas tidak bisaberoperasi x Operator yang handal; Spesifikasi
output yang jelasAksi industri Aksi mogok, larangan
kerja,dsb xkebijakan SDM dan hubunganindustrial yang baik
Bisa oleh staf operator,subkontraktor ataupenyuplai
Risiko sosial dan budayalokal
Risiko yang timbul karenatidak diperhitungkannyabudaya atau kondisi sosialmasyarakat setempat dalamimplementasi proyek
x
Menerapkan programpengembangan masyarakat yangpeople-oriented; Pemberdayaanmasyarakat
Kegagalan manajemenproyek
Kegagalan atauketidakmampuan BadanUsaha dalam mengelolaoperasional ProyekKerjasama
x
Menyusun rencana manajemenoperasi dan dijalankan secaraprofesional
Kegagalan kontrol danmonitoring proyek
Terjadinya penyimpanganyang tidak terdeteksi akibatkegagalan kontrol danmonitoring oleh Badan Usahaatau PJPK
x x
Menyusun rencana kontrol danmonitoring serta evaluasi berkalaterhadap efektivitas rancangandan pelaksanaannya
Kenaikan biaya O&M Akibat kesalahan estimasibiaya O&M atau kenaikantidak terduga
xOperator yang handal; Spesifikasioutput yang jelas;Faktor eskalasi dalam kontrak
Kesalahan estimasi biaya lifecycle x Kesepakatan/kontrak dengan
supplier sedini mungkin
Bab 3 | 25
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
PracticeKondisi Spesifik terkait
Alokasi RisikoKecelakaan lalu lintas atauisu keselamatan x Asuransi kewajiban pihak ketiga
6. RISIKO PENDAPATANPerubahan proyeksi volumepermintaan x Survei lalu lintas yang handal;
Pinjaman lunak di awal operasiPertimbangan menggunakanskema Availability Payment
Kesalahan estimasipendapatan dari model awal x Survei lalu lintas yang handal; Pertimbangan menggunakan
skema Availability PaymentPelanggan akhir tidakmembayar
Akibat user affordability andwillingness di bawah tingkatkelayakan
xSubsidi (khususnya tarif) Sosialisasiyang baik ke publik
Kegagalan memungutpembayaran tarif
Akibat kegagalan / tidakoptimalnya sistempemungutan tariff
xSurvei user affordability andwillingness yang handal
Pertimbangan menggunakanskema Availability Payment
Kegagalan mengajukanpenyesuaian tarif
Akibat BU tidak mampumemenuhi standar minimalyang disepakati
xKinerja operasi yang baik danjelas;
7. RISIKO POLITIKMata uang asing tidak dapatdikonversi
Mata uang asing tidaktersedianya dan/atau tidakbisa dikonversi dari Rupiah
x- Pembiayaan domestik- Akun pembiayaan luar negeri- Penjaminan dari bank sentral
Mata uang asing tidak dapatdirepatriasi
Mata uang asing tidak bisaditransfer ke negara asalinvestor
x- Pembiayaan domestik- Akun pembiayaan luar negeri- Penjaminan dari bank sentral
Risiko ekspropriasi Nasionalisasi/pengambilalihan tanpa kompensasi (yangmemadai)
x- Mediasi,negosiasi- Asuransi Risiko Politik- Penjaminan Pemerintah
Perubahan regulasi (danpajak) yang umum
Bisa dianggap sebagai risikobisnis x
Perubahan regulasi (danpajak) yang diskriminatif danspesifik
Berbentuk kebijakan pajakoleh otoritas terkait (pusatatau daerah)
x- Mediasi,negosiasi- Asuransi Risiko Politik- Penjaminan Pemerintah
Selain memiliki provisikontrak yang jelas termasukkompensasinya
Keterlambatan perolehanpersetujuan perencanaan
Hanya jika dipicu keputusansepihak /tidak wajar dariotoritas terkait
xProvisi kontrak yang jelastermasuk kompensasinya
Gagal/terlambatnya Hanya jika dipicu keputusan x Provisi kontrak yang jelas Biasanya terkait isu selain
Bab 3 | 26
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
PracticeKondisi Spesifik terkait
Alokasi Risikoperolehan persetujuan sepihak /tidak wajar dari
otoritas terkaittermasuk kompensasinya perencanaan
10. RISIKO FORCE MAJEUREBencana alam x Asuransi, bila dimungkinkanForce majeur politis Peristiwa perang, kerusuhan,
gangguan keamananmasyarakat
xAsuransi, bila dimungkinkan
Cuaca ekstrim x Asuransi, bila dimungkinkanForce majeureberkepanjangan
Jika di atas 6-12 bulan,dapatmengganggu aspek ekonomispihak yang terkena dampak(terutama bila asuransi tidakada)
x
Setiap pihak dapat mengakhirikontrak KPS dan memicu terminasidini
Terutama bila asuransi tdktersedia untuk risikotertentu
11. RISIKO KEPEMILIKAN ASETRisiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb x Asuransi
Bab 3 | 27
3.3 ANALISA MENGENAI KEBUTUHAN PERATURAN BARU
Sejauh ini, untuk kepastian pelaksanaan Proyek tidak teridentifikasi adanya kebutuhan
untuk diterbitkannya Peraturan baru.
3.4 ANALISA JENIS-JENIS PERIJINAN YANG DIPERLUKAN UNTUK PROYEK
Pelaksanaan Proyek tentu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, termasuk juga ketetuan-ketentuan mengenai perizinan. Secara umum
ketentutan-ketentuan mengenai perizinan terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 61
tahun 2009 tentang Kepelabuhan. Dalam pasal 79 PP 61/2009 disebutkan bahwa
“Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional (RIPN) dan Rencana Induk Pelabuhan (RIP)”.
Dalam hal ini rencana Proyek telah sesuai dengan RIPN dan RIP Bau-Bau. Pembangunanpelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan hanya dapat dilakukan setelahdiperolehnya izin pembangunan pelabuhan. Dikarenakan pelabuhan Bau-Baudirencanakan dikategorikan sebagai pelabuhan pengumpul, maka izin pembangunanpelabuhan Bau-Bau haruslah diajukan kepada Menteri.
Dalam proses pembangunan suatu Pelabuhan Umum terdapat bebeberapaPenetapan/Perizinan awal yang harus diperoleh oleh Penyelenggara Pelabuhan, dalamhal pelabuhan Bau-Bau ini dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan agar dapatmelaksanakan Pembangunan Pelabuhan, adapun Penetapan/Perizinan tersebutdiantaranya adalah:1. Penetapan Lokasi Pelabuhan
2. Rencana Induk Pelabuhan
3. Penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
(Penetapan Batas-batas Tanah dan Perairan Pelabuhan)
4. Izin Pembangunan Pelabuhan
5. Perizinan Terkait Fasilitas Pelabuhan
6. Jaminan Kelestarian Lingkungan
7. Jaminan Keamanan dan Ketertiban
8. Izin Mendirikan Bangunan (Untuk Lahan Pelabuhan di daratan)
9. Izin Penggunaan Perairan (Untuk Lahan Pelabuhan di Perairan)
10. Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi
11. Izin Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
12. Izin Pekerjaan Di Bawah Air.
Bab 3 | 28
Table 3.2 Jenis Perizinan, Persyaratan dan Jangka Waktu Penerbitan
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
A Tahap Perencanaan1 Penetapan Lokasi
PelabuhanDokumen-dokumen yang diperlukan yaitu meliputi:1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional;2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota;4) Rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan;5) Hasil Studi Kelayakan mengenai:
a) Kelayakan Teknis;b) Kelayakan Ekonomi;c) Kelayakan Lingkungan;d) Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan social
daerah setempat;e) Keterpaduan intra dam amtarmoda;f) Adanya aksesibilitas terhadap hinterland;g) Keamanan dan keselamatan pelayaran;h) Pertahanan dan kemanan
6. Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota.
30 hari Pemohon adalah Pemerintah danPemerintah Daerah.
2 Rencana IndukKepelabuhan
Dokumen-dokumen yang diperlukan yaitu meliputi:1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota4) Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain yang
terkait di Lokasi Pelabuhan.5) Kelayakan teknis , ekonomis dan lingkungan6) Keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
Tidakditentukan
Ditetapkan oleh Menteri dan Gubernursesuai dengan kewenangannya
3 Penetapan DaerahLingkungan Kerjadan Daerah
Dokumen yang diperlukan meliputi: Rekomendasi darigubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengantata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Tidakditentukan
Ditetapkan oleh:1) Menteri untuk Pelabuhan Utama dan
Pelabuhan Pengumpul
Bab 3 | 29
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
LingkunganKepentinganPelabuhan.
2) Gubernur untuk PelabuhanPengumpan regional, dan
3) Bupati/Walikota untuk pelabuhanuntuk pelabuhan pengumpan local.
Isi dalam Penetapan, paling tidak memuatAntara lain:1) Luas lahan daratan yang digunakan
sebagai Daerah Lingkungan Kerja;2) Luas perairan yang digunakan sebagai
Daerah Lingkungan Kerja dan DaerahLingkungan Kepentingan pelabuhan;
3) Titik koordinat geografis sebagaibatas Daerah Lingkungan Kerja danDaerah Lingkungan Kepentinganpelabuhan.
Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhidalam penetapan:1) Untuk Daerah Lingkungan Kerja
Daratan:a) Memasang tanda batas sesuai
dengan batas Daerah LingkunganKerja daratan yang telahditetapkan;
b) Memasang papan pengumumanyang memuat informasi mengenaibatas Daerah Lingkungan Kerjadaratan pelabuhan;
c) Melaksanakan pengamananterhadap aset yang dimiliki;
Bab 3 | 30
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
d) Menyelesaikan sertifikat hakpengelolaan atas tanah sesuaidengan ketentuan peraturanperundangm undangan;
2) Untuk Daerah Lingkungan KerjaPerairan:
a) Memasang tanda batas sesuaidengan batas Daerah LingkunganKerja perairan yang telahditetapkan;
b) Menginformasikan mengenai batasDaerah Lingkungan Kerja perairanpelabuhan kepada pelaku kegiatankepelabuhanan;
c) Menyediakan Sarana BantuNavigasi-Pelayaran;
d) Menyediakan dan memeliharakolam pelabuhan dan alur-pelayaran;
e) Menjamin dan memeliharakelestarian lingkungan;
f) Melaksanakan pengamananterhadap aset yang dimiliki berupafasilitas pelabuhan di perairan.
B Tahap Konstruksi4 Izin Pembangunan
PelabuhanPerizinan/ Dokumen yang diperlukan meliputi:1) Rencana Induk Pelabuhan;2) Dokumen kelayakan;3) Dokumen desain teknis;4) Dokumen lingkungan.
30 hari sejakpermohonanditerima
Pemohon merupakan PenyelenggaraPelabuhan yaitu Otoritas Pelabuhan atauUnit Penyelenggara Pelabuhan.
Bab 3 | 31
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
5 Izin MendirikanBangunan (untuklahan daratanpelabuhan)
Persyaratan dan prosedur disesuaikan dengan UU No. 28/2002 dan PP No. 36 /2005
– –
6 Izin PembangunanFasilitas PerairanPembangunan
Peraturan terkait belum diterbitkan – Akan diteliti dan dikonfirmasi lebih lanjutapakah yang dimaksud Izin ini adalah:1. Izin Pengerukan2. Izin Reklamasi3. Izin Pekerjaan di Bawah Air
7 Izin PembangunanJaringan Jalan kePelabuhan
Persyaratan dan prosedur disesuaikan dengan UU No. 38/2002 tentang Jalan dan peraturan pelaksananya
8 Izin PembangunanSarana BantuNavigasi Pelayaran
Ditetapkan oleh menteri. – –
9 Izin PembangunanPenahanGelombang,IzinPembangunanKolam Pelabuhandan IzinPembangunan AlurPelayaran
Peraturan terkait belum diterbitkan – –
10 Izin Pengerukan 1) Pemenuhan persyaratan Administrasi, meliputi:a) Akta Pendirian Perusahaan;b) NPWPc) SKDPd) Keterangan Penanggung Jawab
2) Pemenuhan Persyaratan Teknis, meliputi:a) Keterangan mengenai maksud dan tujuan kegiatan
pengerukan;
berdasarkanhasilpenelitianyangdilakukanDirjen,Menteridalam
Bab 3 | 32
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
b) lokasi dan koordinat geografis areal yang akan dikeruk;c) peta pengukuran kedalaman awal (predredge sounding)
dari lokasi yang akan dikerjakan;d) untuk pekerjaan pengerukan dalam rangka
pemanfaatan material keruk (penambangan) harusmendapat izin terlebih dahulu dari instansi yangberwenang;
e) hasil penyelidikan tanah daerah yang akan dikerukuntuk mengetahui jenis dan struktur dari tanah;
f) hasil pengukuran dan pengamatan arus di daerahbuang;
g) hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan atausesuai ketentuan yang berlaku; dan
h) peta situasi lokasi dan tempat pembuangan yang telahdisetujui oleh Otoritas Pelabuhan atau UnitPenyelenggara Pelabuhan, yang dilengkapi dengankoordinat geografis.
3) Surat pernyataan bahwa pekerjaan pengerukan akandilakukan oleh perusahaan pengerukan yang memiliki izinusaha serta mempunyai kemampuan dan kompetensiuntuk melakukan pengerukan;
4) Rekomendasi dari Syahbandar setempat berkoordinasidengan Kantor Distrik Navigasi setempat terhadap aspekkeselamatan pelayaran setelah mendapat pertimbangandari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat.
jangkawaktu 7(tujuh) harikerjamenerbitkanizinpengerukan
11 Izin Reklamasi 1) Administrasi, meliputi:a) Akte Pendirian Perusahaan;b) NPWPc) SKDPd) Keterangan penanggung jawab
2) Teknis, meliputi:
hasilpenelitianyangdilakukanDirekturJenderal,
Bab 3 | 33
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
a) keterangan mengenai maksud dan tujuan kegiatanreklamasi;
b) lokasi dan koordinat geografis areal yang akandireklamasi;
c) peta pengukuran kedalaman awal (predredgesounding) dari lokasi yang akan direklamasi; dan
d) hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan atausesuai ketentuan yang berlaku.
3) Surat pernyataan bahwa pekerjaan reklamasi akandilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin usaha sertamempunyai kemampuan dan kompetensi untuk melakukanreklamasi;
4) Rekomendasi dari syahbandar setempat berkoordinasidengan Kantor Distrik Navigasi setempat terhadap aspekkeselamatan pelayaran setelah mendapat pertimbangandari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat; dan
5) Rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan atau UnitPenyelenggara Pelabuhan dari pelabuhan setempat akankesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagipekerjaan reklamasi yang berada di dalam DaerahLingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentinganpelabuhan; atau
6) Rekomendasi dari bupati/walikota setempat akankesesuaian dengan rencana umum tata ruang wilayahkabupaten/kota yang bersangkutan bagi pekerjaanreklamasi di wilayah perairan terminal khusus.
Menteridalamjangkawaktu palinglama 7(tujuh) harimenerbitkanizinreklamasi
12 Izin PekerjaanBawah Air (PBA)
1) Persyaratan Administrasi:a) Memiliki kontrak kerja dan atau Letter of Intent dari
Pemberi Kerja;b) Fotokopi Surat Izin Usaha perusahaan salvage
dan/atau pekerjaan bawah air;
DirekturJenderaldalamjangkawaktu 7
Bab 3 | 34
No Dokumen Perizinan/Penetapan/Kewajiban Yang Diperlukan UntukMendapatkannya
JangkaWaktu
PenerbitanKeterangan
c) Daftar Kapal Kerja yang dilengkapi dengan crew listdan
d) Fotokopi sertifikat/dokumen kelaikan dan operasionalkapal yang masih berlaku.
2) Persyaratan Teknis, meliputi rencana kerja yangdilengkapi dengan jadwal, metode kerja, tenaga kerja,peralatan kerja, dan perta wilayah kerja kegiatan yangditandai dengan koordinat geografis.
(tujuh) harikerjamenerbitkanizin kegiatanpekerjaanbawah
13 Izin PengoperasianPelabuhan
1) pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesaidilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan pelabuhansebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (4) PP61/2009;
2) keselamatan dan keamanan pelayaran;3) tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus
penumpang dan barang;4) memiliki sistem pengelolaan lingkungan;5) tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;6) memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan7) tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis
pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dankompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.
Dikeluarkanoleh Menteriuntukpelabuhanpengumpulselambatnya30 harisetelahpermohonandiajukan
14 Izin Badan UsahaPelabuhan
1) Akta Pendirian Perusahaan khusus di bidangkepelabuhanan;
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);3) Surat Keterangan Domisili Perusahaan;4) Bukti kepemilikan sarana dan prasarana di lingkungan
pelabuhan;5) SDM di bidang teknis operasional pelabuhan yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengansertifikat;
6) Ringkasan Rencana Kegiatan/Operasional;
Bab 3 | 35
3.5 KAJIAN KELEMBAGAAN
3.5.1 Analisa Kewenangan Kementerian Perhubungan Dalam Penyelenggaraan
Proyek
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Perpres 38/2015”)
infrastruktur transportasi merupakan jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan
dengan badan usaha melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(“KPBU”).
Pasal 6 Perpres 38/2015 mengatur bahwa dalam proyek KPBU, Menteri/Kepala Lembaga
dan Kepala Daerah bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (“PJPK”).
Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai PJPK dilakukan dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan di sektor infrastruktur yang terkait.
Meskipun Perpres 38/2015 mengatur bahwa PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga dan
Kepala Daerah, namun Perpres 38/2015 sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Permen PPN
4/2015”) memberikan kewenangan kepada Menteri/Kepala Lembaga dan Kepala Daerah
untuk mendelegasikan kewenangannya kepada pihak yang dapat mewakili
kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang ruang lingkup, tugas, dan tanggung
jawabnya meliputi sektor Infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Dalam rangka implementasi skema KPBU dalam Proyek, skema kelembagaan didasarkan
pada pembangunan dan pengembangan pelabuhan pada awalnya. Pelabuhan Baubau
dibangun dan dikembangkan dengan investasi pemerintah pusat dengan sumber
pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan pada hal
tersebut, maka Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (Selanjutnya disebut “PJPK”)
adalah Pemerintah Pusat c.q. Kementerian Perhubungan. PJPK akan menggunakan dan
mengijinkan Badan Usaha untuk menggunakan, mengoperasikan, merehabilitasi,
meningkatkan, memelihara dan memperbaiki aset eksisting yang dimiliki oleh PJPK,
Pemerintah Pusat c.q Kementerian Perhubungan. Hal ini merupakan bentuk kerjasama
pemanfaatan barang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
2014 Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.
Bab 3 | 36
Dalam hal pemilihan bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah terkait Proyek,
skema kerjasama yang dapat diimplementasikan adalah kerjasama pemanfaatan (untuk
aset eksisting) dan skema Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer) untuk aset yang
akan dibangun. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik
negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Dalam hal ini ketentuan mengenai
tata cara yang dimaksud adalah tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pemanfaatan Barang Milik Negara.
3.5.2 Analisa Pemetaan Stakeholders dan Peran Serta Tanggung Jawabnya
Stakeholders dan peran serta tanggung jawabnya dalam Proyek Pengembangan
Pelabuhan Bau-Bau dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kementerian Perhubungan
Menteri Perhubungan merupakan penanggung jawab administrasi transportasi
Indonesia. Menteri Perhubungan atas nama pemerintah melaksanakan fungsi
penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian sektor tranportasi.
Merujuk pada peran dari Menteri Perhubungan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Menteri Perhubungan merupakan penanggung jawab umum atas Proyek
Pengembangan Pelabuhan Bau-Bau.
Khusus dalam kaitannya dengan Proyek Pengembangan Pelabuhan Bau-Bau peran
dari Menteri Perhubungan juga meliputi penerbitan izin yang berada di bawah
kewenangan Menteri Perhubungan, antara lain, Izin Pembangunan Pelabuhan untuk
dapat melakukan pengembangan Pelabuhan Bau-Bau yang meliputi kegiatan
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan tersebut.
2. Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
memiliki peran dalam merumuskan serta melaksanakan kebijakan, standar, norma,
pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di
bidang pengembangan pelabuhan dan perancangan fasilitas pelabuhan, pengerukan
dan reklamasi, pemanduan dan pendundaan kapal, bimbingan pelayanan jasa dan
operasional pelabuhan.
Bab 3 | 37
3. Unit Penyelenggara Pelabuhan Bau-Bau
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur dalam
Keputusan Menteri Perhubungan no. KM 62 Tahun 2010 tentang Sususan Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan. Kantor Unit Penyelenggara
Pelabuhan adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Perhubungan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan melalui
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan
pelayaran pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
4. Kementerian Keuangan
Mengingat Proyek dikembangkan dengan skema Pembayaran Ketersediaan Layanan,
maka sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015 tentang
Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“PMK 190/2015”) pembayaran
ketersediaan layanan tersebut harus dilakukan melalui mekanisme APBN.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Kementerian Keuangan memiliki
peranan dalam pengalokasian anggaran pembayaran ketersediaan layanan dalam
APBN, khusunya dalam rangka memastikan:
a. Kemampuan keuangan negara (kapasitas fiskal);
b. Kesinambungan fiskal; dan
c. Pengelolaan risiko fiskal.
5. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Sesuai dengan PMK 190/2015, terhadap proyek kerja sama pemerintah dengan badan
usaha (KPBU) yang dilaksanakan dengan mekanisme pembayaran ketersediaan
layanan dapat diberikan penjaminan infrastruktur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai penjaminan infrastruktur untuk proyek KPBU.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan badan Usaha yang
Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (“Perpres 78/2010”)
penjaminan terhadap proyek KPBU di bidang infrastruktur diberikan melalui Badan
Bab 3 | 38
Usaha Penjaminan Infrastuktur (dalam hal ini PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(Persero) (“PT PII”)).
PT PII didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara di Bidang
Penjaminan Infrastruktur (sebagaimana telah beberapakali diubah). Tujuan utama
pendirian PT II adalah:
a. Menyediakan penjaminan untuk proyek KPBU infrastruktur di Indonesia;
b. Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness) terutama bankability dari
proyek KPBU dimata investor/kreditor;
c. Meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam penyediaan
penjaminan;
d. Meminimalkan kemungkinan kejutan langsung (sudden shock) terhadap APBN dan
memagari (ring-fencing) eksposur kewajiban kontinjensi Pemerintah.
6. Badan Usaha Pelaksana Proyek
Badan usaha pelaksana Proyek merupakan perusahaan yang dibentuk khusus oleh
badan usaha pemenang pelelangan untuk melaksanakan Proyek. Berdasarkan
perjanjian kerja sama yang akan ditandatangani oleh PJPK dan Badan Usaha
Pelaksana Proyek, Badan Usaha Pelaksana Proyek memiliki kewajiban untuk
membiayai, mendesain, membangun dan mengoperasikan pelabuhan bau-bau selama
jangka waktu kerja sama.
7. Pengguna Layanan Jasa Pelabuhan
Proyek Pengembangan Pelabuhan Bau-Bau dimaksudkan untuk melakukan
rehabilitasi pada fasilitas pelabuhan Bau-Bau eksisting dan melakukan
pengembangan terhadap fasilitas eksisting pelabuhan Bau-Bau berupa pembangunan
terminal multipurpose bagi pengguna jasa pelabuhan di wilayah-pelabuhan Bau-Bau.
Pengguna layanan jasa pelabuhan akan bertindak sebagai pengguna dan memiliki
kewajiban pembayaran tariff jasa kepelabuhanan sesuai yang diterimanya kepada
Pemerintah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bab 3 | 39
3.5.3 Analisa Peran dan Tanggung Jawab Tim/Panitia Dalam Rangka Kerja Sama
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan
Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
(“Perka LKPP 19/2015”) PJPK memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menetapkan
Tim KPBU dan Panitia Pengadaan.
1. Tim KPBU
Berdasarkan Pasal 7 Perka LKPP 19/2015 tujuan pembentukan Tim KPBU adalah
untuk membantu PJPK dalam melaksanakan: (i) kegiatan pada tahap transaksi
hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close); dan (ii) kegiatan
pengadaan badan usaha pelaksana, apabila diperlukan.
Tugas dan tanggung jawab Tim KPBU dalam proses pengadaan meliputi:
a. berkordinasi dengan Panitia Pengadaan selama proses pengadaan;
b. menyusun kerangka acuan kerja untuk pengadaan badan penyiapan;
c. membantu PJPK dalam monitoring pelaksanaan pengadaan.
2. Panitia Pengadaan
Pasal 8 Perka LKPP 19/2015 mengatur tugas dan tanggung jawab dari Panitia
Pengadaan sebagai berikut:
a. Menetapkan dokumen pengadaan dan perubahannya (apabila ada) setelah
mendapatkan persetujuan dari PJPK;
b. Mengelola data dan informasi pada ruangan data dan informasi (data room)
c. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan;
d. Menilai kualifikasi peserta melalui prakualifikasi;
e. Memberikan penjelasan dokumen pengadaan;
f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan finansial terhadap penawaran
peserta;
g. Melakukan diskusi optimalisasi pada metode pelelangan dua tahap;
h. Melakukan negosiasi;
i. Mengusulkan pemenang seleksi atau pelelangan;
j. Mengusulkan penetapan badan usaha pelaksana melalui penunjukan langsung;
k. Berkordinasi dengan Tim KPBU selama proses pengadaan;
l. Melaporkan proses pelaksanaan pengadaan secara berkala kepada PJPK;
m. Menyerahkan dokumen asli proses pengadaan kepada simpul KPBU setelah proses
pengadaan selesai; dan
Bab 3 | 40
n. Menyerahkan salinan dokumen proses pengadaan kepada PJPK.
Pasal 9 Perka LKPP 19/2015 mengatur bahwa Panitia Pengadaan berjumlah minimal
5 (lima) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan. Panitia pengadaan
dapat berasal dari personil instansi sendiri dan dapat berasal dari instansi/satuan
kerja terkait serta personil unit layanan pengadaan pada kementerian/lembaga
setempat. Lebih lanjut diatur bahwa panitia pengadaan terdiri dari anggota yang
memahami tentang:
a. Prosedur pengadaan;
b. Prosedur KPBU;
c. Ruang lingkup pekerjaan proyek kerjasama;
d. Hukum perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang infrastruktur sektor bersangkutan;
e. Aspek teknis terkait dengan proyek kerjasama; dan
f. Aspek bisnis dan finansial terkait dengan proyek kerjasama.
Pada tahap persiapan, tugas Panitia Pengadaan meliputi:
a. Konfirmasi kesiapan proyek KPBU untuk dilanjutkan ke tahap pengadaan badan
usaha pelaksana.
b. Konfirmasi minat pasar;
c. Penyusunan jadwal pengadaan badan usaha pelaksana dan rancangan
pengumuman;
d. Penyusunan dan penetapan dokumen pengadaan badan usaha pelaksana; dan
e. Pengelolaan ruang data dan informasi (data room) untuk keperluan uji tuntas
(due diligence).
Dalam Permen PPN 4/2014 diatur bahwa Tim KPBU memiliki peran dan tanggung
jawab untuk:
a. melakukan kegiatan tahap penyiapan KPBU meliputi, kajian awal Prastudi
Kelayakan dan kajian akhir Prastudi Kelayakan;
b. melakukan kegiatan tahap transaksi KPBU hingga tercapainya pemenuhan
pembiayaan (financial close), kecuali kegiatan pengadaan Badan Usaha
Pelaksana;
c. menyampaikan pelaporan kepada PJPK secara berkala melalui Simpul KPBU; dan
d. melakukan koordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaan tugasnya.
Bab 3 | 41
3. Simpul KPBU
Selain Tim KPBU dan Panitia Pengadaan, berdasarkan Pasal 44 Perpres 38/2015,
Menteri diamanatkan untuk menunjuk unit kerja di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Daerah sebagai Simpul KPBU. Simpul KPBU bertugas untuk
menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan
evaluasi pembangunan KPBU.
Pasal 41 Permen PPN 4/2015 mengatur lebih lanjut bahwa simpul KPBU dapat
melekat pada unit kerja yang sudah ada di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Daerah atau unit kerja baru yang dibentuk dalam lingkungan
Kementerian/Lembaga/Daerah.
Lebih lanjut dalam Lampiran Permen PPN 4/2014 diatur peran dari Simpul KPBU
sebagai berikut:
a. Dalam tahap manajemen pelaksanaan KPBU, Simpul KPBU membantu PJPK untuk
mengawasi dan mengendalikan jalannya pelaksanaan KPBU sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang disepakati dan tercantum dalam perjanjian KPBU;
b. Dalam masa pra konstruksi, Simpul KPBU bertugas melaksanakan pengawasan
pelaksanaan perjanjian KPBU dan pemenuhan pembiayaan (financial close);
c. Dalam masa konstruksi, Simpul KPBU bertugas melaksanakan manajemen
pelaksanaan KPBU atas:
1) rancangan fasilitas baru atau penjelasan atas pelayanan yang akan
disediakan;
2) penggabungan fasilitas baru dengan fasilitas yang telah ada;
3) hak untuk menyampaikan permasalahan terkait dengan kegagalan dan
ketidakmampuan Badan Usaha Pelaksana untuk memenuhi perjanjian KPBU;
4) penundaan atau perubahan jadwal konstruksi;
5) variasi disain konstruksi, apabila diminta oleh PJPK;
6) kesiapan pekerjaan/operasi;
7) pemantauan atas kesesuaian perencanaan teknik dengan pelaksanaan
konstruksi;
8) permasalahan mengenai tenaga kerja; dan
9) risiko yang ditanggung oleh PJPK.
Bab 3 | 42
Apabila terjadi pengalihan saham Badan Usaha Pelaksana sebelum proyek KPBU
beroperasi secara komersial, Simpul KPBU melakukan kegiatan yang meliputi:
1) penetapan kriteria pengalihan saham oleh PJPK yang meliputi:
a) pengalihan saham tidak boleh menunda jadwal mulai beroperasinya KPBU;
dan
b) pemegang saham pengendali yang merupakan pemimpin konsorsium
dilarang untuk mengalihkan sahamnya sampai dengan dimulainya operasi
komersial dari KPBU.
2) melakukan kualifikasi terhadap calon pemegang saham baru Badan Usaha
Pelaksana yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditetapkan
pada saat dilaksanakan prakualifikasi pelelangan umum Badan Usaha
Pelaksana;
3) mengajukan persetujuan kepada PJPK, apabila calon pemegang saham baru
telah memenuhi seluruh kriteria pengalihan saham yang ditetapkan dan
memenuhi persyaratan kualifikasi; dan
4) menyiapkan konsep persetujuan pengalihan saham yang akan ditandatangani
oleh PJPK.
d. Dalam Masa Operasi, Simpul KPBU melaksanakan manajemen pelaksanaan
terhadap:
1) pelaksanaan perjanjian KPBU; dan
2) pemantauan standar kinerja jasa/layanan sesuai dengan perjanjian KPBU.
Lebih lanjut Simpul KPBU juga bertugas untuk melakukan koordinasi dengan
BUPI (PT PII) dalam hal proyek mendapatkan jaminan pemerintah melalui PT PII.
e. Dalam tahap pengakhiran proyek KPBU, Simpul KPBU melakukan penilaian aset
yang meliputi kegiatan:
1) meneliti dan menilai semua komponen sarana/sistem yang termasuk dalam
perjanjian KPBU (penilaian dilakukan terhadap kondisi atau kinerja dan sisa
usia masing-masing komponen sesuai tolak ukur yang disepakati);
2) menghitung perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk operasi dan pemeliharaan
rutin dan non rutin selama sisa usia;
3) menilai ketersediaan suku cadang untuk sarana dan sistem yang secara teknis
mungkin sudah tidak layak;
Bab 3 | 43
4) melakukan evaluasi ketersediaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh
PJPK; dan
5) melakukan evaluasi terhadap efisiensi manajemen pelaksanaan selama
kerjasama berlangsung.
Dalam hal pengalihan aset, Simpul KPBU melakukan kegiatan:
1) menyiapkan dan mengajukan izin pemeriksaan/pengujian terhadap semua
aset KPBU untuk kepentingan pengalihan aset;
2) melakukan pengujian dan pemeriksaan sarana fisik dan semua peralatan
untuk kepentingan pengalihan aset sesuai dengan perjanjian KPBU;
3) melakukan tindakan administrasi yang diperlukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sehingga semua aset tercatat atas nama PJPK; dan
4) menyiapkan dan membuat Berita Acara Serah Terima Aset yang
ditandatangani oleh Badan Usaha Pelaksana dan PJPK.
Memperhatikan tugas Simpul KPBU dalam Permen PPN 4/2015 tersebut di atas
maka secara umum dapat disimpulkan tugas Simpul KPBU adalah membantu PJPK
dalam pelaksanaan KPBU, terutama dalam tahap pelaksanaan perjanjian
kerjasama.
Berikut adalah organisasi kelembagaan dalam pelaksanaan KPBU menurut
Permen PPN 4/2015:
Bab 3 | 44
Gambar 3.1 organisasi kelembagaan dalam pelaksanaan KPBU menurut Permen PPN
4/2015
3.5.4 Perangkat Regulasi/Keputusan Mengenai Kelembagaan
Berdasarkan uraian pada bagian 3.5 di atas maka dapat diidentifikasi perangkat
regulasi/Keputusan yang diperlukan terkait dengan aspek kelembagaan adalah:
1. Surat Keputusan PJPK tentang Tim KPBU; dan
2. Surat Keputusan PJPK tentang Panitia Pengadaan.
3.5.5 Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan
Merujuk pada Ketentuan dalam Permen PPN 4/2015 dan Perka LKPP 19/2015 acuan
pengambilan keputusan dalam perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek KPBU
adalah sebagai berikut:
Bab 3 | 45
Table 3.3 Acuan Pengambilan Keputusan Dalam Perencanaan, Penyiapan Dan TransaksiProyek KPBU
Jenis Keputusan Penerbit/Penanggung Jawab Persyaratan/Catatan
Tahap PerencanaanRencana Anggaran Dana KPBU Menteri Penyusunan rencana aggaran
meliputi setiap tahap pelaksanaanKPBU
Identifikasi Proyek KPBU Dirjen Dalam rangka identifikasi proyekKPBU harus disusun studipendahuluan
Penetapan Proyek KPBU yangmemiliki potensi untukdikerjasamakan
Menteri
Keputusan Lanjut atau tidaklanjut dengan rencana KPBU
Menteri Diputuskan berdasarkan hasilidentifikasi Proyek KPBU
Pengusulan Rencana KPBUkepada Menteri Perencanaan
Menteri Dokumen tersebut dijadikan dasaroleh Menteri Perencanaan dalammenyusun Daftar Rencana KPBU
Tahap PenyiapanPembentukan Tim KPBU PJPK Dapat dibantu oleh Badan penyiapan.
Pada Tahap ini PJPK dibantu olehTim KPBU melakukan penyiapankajian prastudi kelayakan, konsultasipublik, penjajakan minat pasar,penyusunan rencana pengadaantanah dan pemukinam kembali,proses perolehan dukunganpemerintah dan/atau jaminanpemerintah, serta proses kajianlingkungan hidup (jika proyekdisyaratkan mendapatkan AMDAL)
Tahap TransaksiPembentukan PanitiaPengadaan
PJPK
Konfirmasi Kesiapan proyekKPBU
Panitia Pengadaan Panitia Pengadaan harus melakukanchecklist terhadap kelengkapandokumen/data kesiapan proyek KPBUdengan mengacu kepada Permen PPN4/2015
Konfirmasi minat pasar Panitia Pengadaan Dapat dilakukan dengan berbagaibentuk, antara lain dengan mereviuhasil penjajakan minat pasar yangdilakukan oleh PJPK atau melakukandiskusi dengan forum badan usaha.
Penyusunan JadwalPengadaan
Panitia Pengadaan Harus memberikan alokasi waktuyang cukup untuk melakukan semuatahapan pengadaan
Penetapan DokumenPengadaan dan perubahannya(jika ada)
Panitia Pengadaan Berdasarkan persetujuan dari PJPK.
Persetujuan perubahan dokumenpengadaan diberikan paling lambat 5(lima) hari kerja setelah perubahandiusulkan oleh Panitia Pengadaan.
Bab 3 | 46
Jenis Keputusan Penerbit/Penanggung Jawab Persyaratan/Catatan
Apabila PJPK tidak memberikanjawaban dalam jangka waktutersebut maka PJPK dianggap tidakmenyetujui perubahan
Evaluasi sanggah danPenetapan PrakualifikasiUlang
PJPK Didasarkan pada kajian mengenaipenyebab kegagalan Prakualifikasi
Berita Acara Hasil EvaluasiDokumen Penawaran Sampul II
Panitia Pengadaan Ditandatangani oleh paling kurangdua pertiga dari jumlah anggotapanitia pengadaan
Berita Acara hasil Pelelangan Panitia Pengadaan Ditandatangani oleh paling kurangdua pertiga dari jumlah anggotapanitia pengadaan
Jawaban atas sanggahanpelelangan
PJPK Jawaban pertulis atas semuasanggahan diberikan oleh PJPK palinglambat 10 (sepuluh) hari kerjasetelah diterimanya sanggahan.Apabila PJPK tidak memberikanjawaban dalam jangka waktutersebut di atas maka PJPK dianggapmenolak sanggahan. Apabilasanggahan dinyatakan benar olehPJPK maka PJPK menyatakanevaluasi ulang atau menyatakanpelelangan gagal.
Surat pemenang lelang (letterof award)
PJPK PJPK menerbitkan surat pemenanglelang dengan ketentuan:a. Tidak ada sanggahan dari peserta
lelang;b. Sanggahan terbukti tidak benar;c. Masa sanggah telah berkahir;d. Pemenang lelang sudah
memperpanjang surat jaminanpenawaran yang berlaku sampaidengan penandatangananperjanjian kerjasama.
PJPK menerbitkan Surat PemenangLelang selambat-lambatnya 7 (tujuh)hari kerja setelah proses sanggahselesai.
Surat penunjukan badan usahaPemenang Lelang sebagaiPelaksana proyek KPBU
PJPK Surat diterbitkan dalam jangkawaktu paling lama 10 (sepuluh) harikerja setelah surat pemenang lelangditerbitkan
Bab 4 | 1
Bab 4 KAJIAN TEKNISPenyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
4.1 STANDAR KINERJA TEKNIS OPERASIONAL PELABUHAN
Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan transportasi laut,
maka perlu ditetapkan standar kinerja teknis operasional pelabuhan yang dapat
dijadikan sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan penyelenggaraan
transportasi laut, sebagai instrumen perencanaan untuk menggambarkan kondisi yang
ingin dicapai di masa yang akan datang, sebagai instrumen perencanaan untuk
mengalokasikan sumber daya/investasi, sebagai instrumen pemantauan (monitoring) dan
evaluasi kinerja (performance evaluation) untuk pelaksanaan kegiatan, sebagai
instrumen pembantu untuk pengambilan keputusan.
Indikator Kinerja Pelayanan Operasional adalah variabel-variabel Pelayanan,
penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan. Indikator tersebut terdiri dari Waiting
Time (WT) atau waktu tunggu kapal, Approach Time (AT) atau waktu pelayanan
pemanduan, Effektive Time dibanding Berth Time (ET: BT), Produktivitas Kerja (T/G/J
dan B/C/H), Receiving/Delivery Petikemas, Berth Occupancy Ratio (BOR) atau atau
tingkat penggunaan dermaga, Shed Occupancy Ratio (SOR) atau tingkat penggunaan
gudang, Yard Occupancy Ratio (YOR) atau tingkat penggunaan lapangan penumpukan,
Kesiapan operasi peralatan.
Beberapa definisi yang berkaitan dengan kinerja pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Kinerja Terminal Petikemas
Kriteria kinerja Terminal Petikemas, salah satunya dapat dilihat dari produktivitas
alat bongkar muat. Kemampuan alat bongkar muat yang dimiliki oleh Terminal
Petikemas harus dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk melakukan kegiatan bongkar
muat Peti Kemas yang keluar masuk terminal, antara lain di definisikan sebagai
berikut:
a. Produktifitas Alat Bongkar Muat (Crane)/ / =
Bab 4 | 2
b. Produktifitas Dermaga (berth)/ / = ℎdengan:
B = box
C = crane
S = ship
H = hour
c. Kinerja arus lalu tambatan / dermaga (Berth Through-Put, BTP)= ∑( / , )dengan:
BTP = jumlah ton barang di dermaga konvensional atau TEU’s petikemas di
dermaga petikemas dalam satu periode (bulan/tahun) yang melewati
dermaga yang tersedia dalam satuan meter.
d. Kinerja dermaga (Berthing Occupancy Ratio, BOR)
BOR merupakan indicator pemanfaatan dermaga yang menyatakan tingkat
pemaiakaian dermaga terhadap waktu tersedia. Dermaga yang tidak terbagi atas
beberapa tempat tambatan (continous berth), perhitungan penggunaan
tambatan didasarkan pada panjang kapal ditambah 5m sebagai pengaman depan
dan belakang. = ∑ ( + 5) 100%Dengan Nilai BOR, maka diketahui tingkat kepadatan sebuah pelabuhan. BOR
juga merupakan indikator yang menentukan apakah sebuah pelabuhan masih
memenuhi sarat untuk melayani kapal dan barang atau membutuhkan
pengembangan, dan BOR juga menggambarkan produktifitas pelabuhan.
e. Kinerja lapangan penumpukan (Container Yard Occupancy Ratio)
Tingkat pemakaian lapangan penumpukan petikemas CYOR atau YOR, merupakan
perbandingan jumlah pemakaian lapangan penumpukan petikemas yang dihitung
dalam 1 TEU per hari atau m² per hari dengan kapasitas penumpukan yang
tersedia.
Container Yard:
Bab 4 | 3
= ℎ 100%Container Freight Station= ℎℎ 1 / ℎ 100%Untuk mengatasi kondisi kritis (over load) dan menjamin kelancaran operasi di
lapangan penumpukan petikemas, maka dalam perencanaan harus
dipertimbangkan kapasitas lapangan penumpukan yang dapat menampung
petikemas denga jumlah minimal disesuaiakan dalam 3 hari kerja (Kramadibrata
S, 1985).
2. Pengukuran Kinerja Pelayanan Terminal Petikemas
a. Pelayanan Kapal
Dalam perhitungan kinerja operasional terminal, terdapat beberapa indikator
terutama yang berkaitan dengan pelayanan kapal di dermaga, yaitu waktu
pelayanan. Waktu pelayanan ini terdiri dari:
1) Berthing time, yaitu total waktu yang digunakanoleh kapalselama berada di
tambatan. Berthing time terdiri dari berth working time dan not operation
time Berthing time (BT)
BT = BWT + NOT
dengan:
BT = jumlah jam satu kapal selama berada di tambahan
2) Berth working time yaitu waktu yang direncanakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat, yang terdiri dari effective time dan idle time. Berth Working
Time (BWT):
BWT = ET + IT
BWT = BT - NOT
dengan:
BWT = jumlah jam satu kapal yang direncanakan untuk melakukan kegiatan
bongkar / muat petikemas selama berada di tambatan.
3) Not operation time, yaitu waktu yang direncanakan untuk tidak bekerja
(tidak melakukan kegiatan bongkar muat), seperti waktu istirahat yaitu 30
menit tiap Shift.
4) Effective time, yaitu waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat secara efektif.
Bab 4 | 4
5) Idle time, yaitu waktu yang tidak digunakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat atau waktu menganggur, seperti waktu yang terbuang saat
peralatan bongkar muat rusak.
Gambar 4.1 Waktu pelayanan di dermaga
Waktu pelayanan kapal dermaga tersebut akan mempengaruhi indikator
pemanfaatan (utilitas) yang dikenal dengan BOR. Karena secara keseluruhan dari
indikator waktu pelayanan tersebut akan menjadi dasar perhitungan rasio
penggunaan dermaga (BOR).
Rasio penggunaan dermaga yang dinyatakan dalam satuan persen (%)
memberikan informasi mengenai seberapa padat arus kapal yang tambat dan
melakukan kegiatan bongkar muat di dermaga sebuah pelabuhan.
b. Pelayanan Petikemas
Kecepatan bongkar / muat Per Kapal.
1) Kecepatan bongkar / Muat di pelabuhan (Ton per Ship Hour in Port)= ∑( / )dengan:
TSHP = kecepatan bongkar muat di pelabuhan (ton jam).
2) Kecepatan Bongkar / Muat di Tambatan (Ton per Ship Hour in Berth)= ∑( / )= ∑( / )
Bab 4 | 5
dengan:
TSHB = kecepatan bongkar muat per shift di tambatan (ton jam)
3. Kongesti Pelabuhan
Kongesti/kemacetan pelabuhan akan timbul apabila kapasitas pelabuhan tidak
sebanding dengan jumlah kapal dan barang yang akan masuk ke pelabuhan untuk
melakukan kegiatan bongkar muat uang ditandai oleh indikator kinerja pelabuhan
(BOR). Gejala ini dapat terjadi apabila pada suatu pelabuhan terjadi kebutuhan yang
mendadak atau kelambatan kerja pelayanan bongkar muat di pelabuhan.
Kapal dan barang dapat menunggu berhari-hari bahkan berminggu-minggu di luar
pelabuhan untuk membongkar muatannya. Bila hal ini terjadi, perekonomian suatu
negara akan sangat terpengaruh dan pelayaran secara keseluruhan akan merasakan
akibatnya. Oleh karena itu, BIMCO (The Baltic and International Maritime
Conference), yaitu perkumpulan pemilik kapal yang dalam hal ini mewakili UNCTAD
membuat saran untuk menghindari kongesti pelabuhan (Shipping Pengangkutan
Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, R.P.Suyono, 2001).
Tabel 4.1 Rata-rata Produktifitas Pelabuhan (untuk kapal besar dan kecil)pergerakan per jam
Pelabuhan Produktifitas untuk Kapal Kecil Produktifitas untuk Kapal BesarCrane Dermaga Crane Dermaga
Singapore 23 45 36 140UEA Rashid & Jebel Ali 22 40 30 110Khor-Fakkan 20 32 28 100Salalah - - 29 90Adem - - 28 70India Nhava Sheva 18 30 22 40Jawaharlal Nehru 16 24 20 36Tuticorin 14 14 - -Colombo-SLPA 14 23 18 45Colombo-SAGT 13 25 - -Sumber : Container Terminal Productivity, 2007Kapal Kecil: 400-1.800 TEU, Kapal Besar 1.800 TEU ke atas
Tabel 4.2 BOR Maksimum (kinerja dermaga)Number of Berth in the Group Recommended maximum Bert Ocupancy Ratio (%)
1 402 503 554 605 65
6-10 70>10 80
Tergantung kondisi pelabuhanSumber : Port development A Handbook for Planners in Developing Countries UNCTAD
Bab 4 | 6
Untuk mengatasi kongesti di pelabuhan dapat dilakukan dengan:
a) Pemakaian pelabuhan lain yang berada di dekat pelabuhan
b) Pemakaian kapal jenis lain
c) Melakukan perubahan dalam peraturan dan undang-undang segingga barang lebih
mudah keluar atau masuk pelabuhan.
d) Indikasi untuk pengembangan pelabuhan (perluasan atau pengembangan baru).
Dengan memberikan pelayanan yang effisien akan memberikan dampak terhadap
peningkatan indikator kinerja (BOR), mengurangi waktu tidak efektif atau Waiting Time
(Port Development A handbook for planners in developing countries, UNCTAD, 1985)
Dari referensi lain, diperoleh informasi bahwa ketentuan BOR maksimum adalah 70%
yang direkomendasikan oleh UNCTAD (Studi Tolok Ukur Kinerja Fasilitas Pelabuhan,
Badan Penelitian dan Pengembangan, Devisi. Proyek Penelitian dan Pengkajian Sistem
Transportasi Laut, ITS).
4.2 KONDISI TEKNIS LINGKUNGAN PELABUHAN
4.2.1 Elevasi Pasang Surut
Data elevasi pasang surut tertinggi dan terendah berdasarkan peramalan adalah sebagai
berikut:
Mean High Water Level (MHWL) = + 2.00 m
Mean Low Water level (MLWL) = + 0.00 m
4.2.2 Tinggi Gelombang dan Kecepatan Arus
4.2.2.1 Gelombang
Tinggi gelombang rencana berdasarkan hasil simulasi perambatan gelombang laut dalam
dari arah utara:
Tinggi Gelombang = 1.0 m
Periode = 6.0 s
Bilangan gelombang = 0.086
4.2.2.2 Arus
Kecepatan arus rencana berdasarkan hasil simulasi arus pasang surut yang telah
dilakukan:
Kecepatan Arus (U) = 0.5 m/s
Bab 4 | 7
Koefisien Drag = 1
Koefisien Inersia = 2
4.3 ANALISIS KEBUTUHAN FASILITAS PERAIRAN
Analisis kebutuhan fasilitas perairan ini meliputi:
1. Analisis Fasilitas Pokok, yang terdiri dari:
a. Panjang, Tinggi Dek, dan Lebar Dermaga;
b. Kolam Putar (Turning Basin);
c. Area Tambat dan Sandar Kapal;
d. Luas dan kedalaman Kolam;
e. Panjang, Kedalaman, dan Lebar Alur Pelayaran; dan
f. Luas Areal Tempat Labuh.
2. Analisis Fasilitas Penunjang.
4.3.1 Panjang, Tinggi Dek, dan Lebar Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambat kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan
penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat
dan bertambat pada dermaga tersebut. Pertimbangan ukuran dermaga harus
berdasarkan pada ukuran-ukuran minimal sehingga kapal dapat bertambat atau
meninggalkan dermaga maupun melakukan bongkar muat barang dengan aman, cepat
dan lancar.
Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu wharf atau quay dan jetty atau pier.
Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis
pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada di belakangnya.
Jetty atau pier adalah dermaga yang menjorok ke laut. Berbeda dengan wharf yang
digunakan untuk merapat pada satu sisi, pier bisa digunakan pada satu sisi atau dua
sisinya.
4.3.2 Tipe Dermaga
Pemilihan tipe dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani (dermaga
penumpang atau barang yang bisa berupa barang satuan, curah atau cair), ukuran kapal,
arah gelombang dan angin, kondisi topografi dan tanah dasar laut, dan yang paling
Bab 4 | 8
penting adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan yang paling ekonomis.
Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada tinjauan berikut:
1. Tinjauan Topografi Daerah Pantai
Di perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari darat,
penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan yang
besar. Sedang di lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier
dengan melakukan pemancangan tiang di perairan yang dalam menjadi tidak praktis
dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan wharf adalah lebih tepat. Di suatu
daerah yang akan dibangun daerah industri atau pertambangan dekat pantai, di
mana daerah daratan rendah maka diperlukan penimbunan dengan menggunakan
pasir hasil pengerukan di laut. Untuk menahan tanah timbunan diperlukan dinding
penahan tanah. Dinding penahan tanah tersebut dapat juga sebagai dermaga dengan
menambah fasilitas tambatan, bongkar-muat, perkerasan halaman dermaga, dan
sebagainya. Dermaga ini disebut bulkhead wharf (wharf penahan tanah).
2. Jenis Kapal yang Dilayani
Dermaga yang melayani kapal kontiner (container cargo) memerlukan peralatan
bongkar-muat barang yang besar, rel khusus crane, gudang-gudang, dan lain-lain.
Karena kebutuhan fasilitas bongkar muat tersebut, areal darat lebih cocok berupa
timbunan. Apabila areal darat Untuk melayani kapal tersebut penggunaan pier atau
jetty akan lebih ekonomis.
3. Daya Dukung Tanah
Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya
tanah di dekat daratan mempunyai daya dukung yang lebih besar daripada tanah di
dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari dari endapan yang belum padat.
Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf atau dinding penahan tanah
lebih menguntungkan. Tetapi apabila tanah dasar berupa karang, pembuatan wharf
akan mahal karena untuk memperoleh kedalaman yang cukup di depan wharf
diperlukan pengerukan. Dalam hal ini pembuatan pier akan lebih murah karena tidak
diperlukan pengerukan dasar karang.
Dengan melihat kondisi di lapangan dan mengacu kepada pertimbangan-
pertimbangan diatas dipilihlah tipe pier atau jetty untuk struktur dermaga karena
dinilai lebih ekonomis. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi pantai yang curam dan
jenis kapal yang dilayani adalah kargo dengan spesifikasi 30.000 DWT.
Bab 4 | 9
4.3.3 Perencanaan Layout dan Elevasi Penting
4.3.3.1 Panjang Dermaga
Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar-muat (loading-unloading) dan berlabuh
(berthing). Dasar pertimbangan dalam perencanaan dermaga:
1. Arah angin, arah arus, dan perilaku kestabilan pantai.
2. Panjang dan lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas/jumlah kapal berlabuh.
3. Letak dermaga dipilih sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan terhadap
fasilitas darat yang tersedia dengan mempertimbangkan kedalaman perairan.
4. Elevasi lantai dermaga dengan memperhitungkan kondisi pasang surut dan
gelombang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dermaga diuraikan di bawah
ini.
1. Elevasi Dermaga
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dermaga adalah elevasi
dermaga. Elevasi dermaga dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat pasang tinggi
air tidak melimpas ke permukaan dermaga. Penentuan elevasi lantai dermaga sesuai
dengan kondisi pasang surut yaitu:
E = MHWL + 1/2H + F
dengan:
E = Elevasi dermaga
MHWL = Mean High Water Level, elevasi pasut tertinggi. (3.56m)
H = tinggi gelombang. (1.0m)
F = free board, tinggi jagaan (0.5-1.0 m)
Dari data-data yang dimiliki didapatkan elevasi dermaga:
E = 2.00 + ½(1.0) + 1.00 = 3.5 m
2. Panjang Dermaga
Penentuan kebutuhan panjang dermaga ditentukan oleh arus bongkar muat
berdasarkan jenis komoditi, volume barang, dan jenis kemasan, dimana penentuan
kebutuhan fasilitas tiap tahapan pengembangan dibagi menjadi tiga masa rencana,
yaitu:
a. Kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk 5 tahun kedepan;
b. Kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk 10 tahun kedepan, dan;
Bab 4 | 10
c. Kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk 20 tahun kedepan.
Dalam perhitungan kebutuhan dermaga diperlukan pengetahuan mengenai
karakterisitik kapal yang akan digunakan dalam perencanaan seperti panjang (loa),
lebar dan draft. Karakteristik kapal yang digunakan dalam pengembangan Pelabuhan
Baubau dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3 Karakteristik Kapal
Bobot Panjang Loa(m)
Lebar(m)
Draft(m) Bobot Panjang
Loa (m)Lebar(m)
Draft(m)
Kapal Penumpang (GRT) Kapal Minyak (DWT)500 51 10,2 2,9 700 50 8,5 3,7
1.000 68 11,9 3,6 100 61 9,8 4,02.000 88 13,2 4,0 2.000 77 12,2 5,03.000 99 14,7 4,5 3.000 88 13,8 5,65.000 120 16,9 5,2 5.000 104 16,2 6,58.000 142 19,2 5,8 10.000 130 20,1 8,010.000 154 20,9 6,2 15.000 148 22,8 9,015.000 179 22,8 6,8 20.000 162 24,9 9,820.000 198 24,7 7,5 30.000 185 28,3 10,930.000 230 27,5 8,5 40.000 204 30,9 11,8
50.000 219 33,1 12,7Kapal Barang (DWT) 60.000 232 35,0 13,6
700 58 9,7 3,7 70.000 244 36,7 14,31.000 64 10,4 4,2 80.000 255 38,3 14,92.000 81 12,7 4,9 30.000 185 28,3 10,93.000 92 14,2 5,75.000 109 16,4 6,8 Kapal Peti Kemas (DWT)8.000 126 18,7 8,0 20.000 201 27,1 10,610.000 137 19,9 8,5 30.000 237 30,7 11,615.000 153 22,3 9,3 40.000 263 33,5 12,420.000 177 23,4 10,0 50.000 280 35,8 13,030.000 186 27,1 10,940.000 201 29,4 11,750.000 216 31,5 12,4
Kapal Barang Curah (DWT) Kapal Ferry (GRT)10.000 140 18,7 8,1 1.000 73 14,3 3,715.000 157 21,5 9,0 2.000 90 16,2 4,320.000 170 23,7 9,8 3.000 113 18,9 4,930.000 192 27,3 10,6 4.000 127 20,2 5,340.000 208 30,2 11,4 6.000 138 22,4 5,950.000 222 32,6 11,9 8.000 155 21,8 6,170.000 244 37,8 13,3 10.000 170 25,4 6,590.000 250 38,5 14,5 13.000 188 27,1 6,7100.000 275 42,0 16,1150.000 313 44,5 18,0Sumber : Perencanaan Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2010
Bab 4 | 11
Gambar 4.2 Bentuk tipikal dimensi kapal
Berikut ini disampaikan perhitungan panjang dermaga, berdasarkan proyeksi lalu
lintas peti kemas untuk tahun 2020:
1. Jumlah bongkar muat peti kemas : 34.538 TEUS
2. Jumlah efektif hari kerja setahun : 300 hari (Hari Minggu dan Libur Nasional
tidak beroperasi)
3. Jumlah efektif hari kerja perhari : 12 jam
4. Berth Occupancy Ratio : 60%
5. Produktifitas crane darat perjam : 5 box/jam
6. Produktifitas crane perhari, dihitung berdasarkan:
= jumlah efektif kerja perhari x produktifitas crane perjam
= 12 jam/hari x 5 box/jam = 60 box/hari
7. Total kebutuhan efektif hari kerja:
= ship call kapal pertahun x (jumlah hari kerja/produktifitas crane perhari)/BOR
= 128 x (300/60)/60% = 1.066 hari
8. Kebutuhan Jumlah Dermaga Peti Kemas
Dihitung berdasarkan asumsi jenis kapal standar (rata-rata yang bersandar):
Jenis kapal: tahap 1 = 7.000 GT, tahap 2 = 10.000 GT dan tahap 3 = 15.000 GT
Panjang kapal masing-masing 130, 145, dan 160m.
Jumlah kapal dihitung dengan mengiterasi proporsi ketiga ukuran kapal diatas
sehingga mendapatkan jumlah kapal ideal
= 438 ~ 2 buah kapal yang bersandar pada saat yang sama300
9. Jumlah kapal perhari tahun 2020 setelah proses iterasi adalah:
Tahap 1: 2 buah kapal bobot 5.000 DWT;
Tahap 2: 2 buah kapal bobot 10.000 DWT;
Tahap 3: 2 buah kapal bobot 15.000 DWT.
10. Total panjang dermaga peti kemas tahun 2020: 260 meter.
Bab 4 | 12
Peningkatan kinerja operasional pelabuhan yang meliputi BOR, jumlah jam operasi,
jumlah gang, serta produktifitas alat/gang mempengaruhi kebutuhan dermaga pada
pelabuhan yang dikaji. Pada kasus Pelabuhan Baubau, terdapat tiga jenis angkutan
utama yaitu angkutan penumpang, angkutan barang umum dan angkutan peti
kemas.
Perhitungan tiap tahapan pengembangan panjang dermaga Pelabuhan Murhum
Baubau lebih lengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4.4 Kebutuhan Pengembangan Dermaga Pelabuhan Murhum Baubau
Sumber : Hasil Analisis, 2015
3. Lebar Dermaga
Lebar dermaga ditentukan bedasarkan peralatan dan kebutuhan bongkar muat
barang di atas dermaga. Dalam hal ini alat-alat yang disediakan. Dalam studi ini
lebar dermaga di desain sepanjang 20 m untuk memenuhi kebutuhan bongkar muat
kontainer.
4.3.3.2 Alur Pelayaran
1. Panjang Alur
No Uraian Satuan Eksisting2015
Pendek2016-2020
Menengah2016-2025
Panjang2016-2035
1 Bongkar muat conta iner TEUS 18.466 29.760 41.054 63.6422 Jumlah efekti f kerja per hari jam 12 14 14 183 Berth Occupancy Ratio % 107 60 55 554 Produktivi tas crane darat per jam box 5 8 10 125 Produktivi tas crane darat per hari box 60 112 140 2166 Jenis Kapal Singgah GT 5.000 7.000 10.000 15.0007 Pendekatan Panjang Dermaga (ukuran kapal ) m 180 130 145 1608 Kapas i tas Kapal box 206 288 412 6189 Ship ca l l per tahun kal i 90 104 100 104
10 Tota l Kebutuhan Efekti f Hari Kerja seluruh tambatan hari 290 447 535 54111 Jumlah hari kerja hari 330 330 330 33012 Jumlah Dermaga Conta iner berth 1 2 2 213 Tota l Panjang dermaga kapal peti kemas m 180 260 290 320
1 Bongkar muat cargo Ton 708.954 1.001.306 1.291.091 1.847.8432 Produktivi tas gang per jam Ton 15 15 25 353 Produktivi tas gang per hari Ton 180 210 350 6304 Berth Occupancy Ratio % 68 70 70 705 Jumlah Gang per hari gang 12 14 11 96 Kebutuhan Panjang Dermaga Cargo m 878 1.032 798 6357 Jenis Kapal Singgah GT 1.000 2.000 3.000 5.0008 Pendekatan Panjang Dermaga (ukuran kapal ) m 68 100 110 1309 Jumlah Dermaga Cargo berth 13 11 8 5
10 Tota l Panjang dermaga kapal cargo m 884 1.100 880 650
Terminal Peti Kemas
Terminal Multi Purpose
Bab 4 | 13
Panjang alur pelayaran tergantung dari topografi dasar perairan (bathimetri) dan
kedalaman alur yang diinginkan, sedangkan arah alur pelayaran tergantung dari arah
angin dominan, topografi dasar perairan, dan material dasar perairan. Berdasarkan
pada karakteristik geografis Baubau, kedalaman alur pelayaran di Selat Masiri dan
Selat Buton berkisar antara 10 – 20 meter dengan lebar alur pelayaran yang cukup
memadai. Sedangkan arah alur pelayaran adalah dari arah barat daya Pelabuhan
Baubau dan khusus alur dari Kendari, alur pelayaran dari arah utara pelabuhan.
2. Lebar Alur
Untuk lebar alur dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang terlihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perhitungan Lebar Alur Pelayanan
No Pemanfaatan alur Kondisi Alur Lebar Alur
1 Satu jalur Kapal tidak berpapasan 5B
2 Dua jalur dan alurrelatif panjang
Kapal sering berpapasan(frekwensi lalu lintas kapal cukup banyak) 7B + 30 M
Kapal jarang berpapasan(frekwensi lalu lintas kapal relatif sedikit) 4B + 30 M
3 Dua jalur dan alurmelengkung
Kapal sering berpapasan 9B + 30 MKapal jarang berpapasan 6B + 30 M
Ket: B = lebar kapal rencana (dalam meter)
Dengan menggunakan kapal standar sebagaimana ditetapkan dalam rencana
pengembangan, maka kebutuhan alur pelayaran didasarkan pada untuk ukuran kapal
maksimum yaitu kapal dengan ukuran 15.000 DWT. Dengan asumsi alur pelayaran
adalah dua jalur dengan alur pelayaran relatif panjang dengan kondisi alur kapal
sering berpapasan, maka direncanakan lebar alur pelayaran sebesar = (7 x 24m) +
30m = 198 meter. Dengan penetapan lebar alur pelayaran sebesar 14,5 mil (232
meter), alur pelayaran Pelabuhan Baubau cukup untuk memenuhi kebutuhan
pelayaran sampai dengan jangka panjang.
3. Kedalaman alur
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi nilai rata-rata dari muka air surut
terendah pada saat pasang kecil (neap tide) dalam periode panjang yang disebut
LLWL (Lowest Low Water Level), agar kapal dapat masuk dan keluar dengan lancar
pada saat muka air rendah. Kedalaman alur pelayaran berdasarkan Technical
Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities In Japan ditentukan
dengan rumus:
Bab 4 | 14
D = d + 0.5H + s + c
Keterangan:
d : Draft kapal (meter)D : Kedalaman pelabuhan pada saat muka air terendah (meter)H : Tinggi gelombang maksimum diambil 1.5 ms : Squat (tinggi ayunan kapal yang berlayar, tergantung besarnya kapal),
dimana s dan C diambil 0.5 untuk kapal >1.000 GTc : Clearance sebagai pengaman, antara 25 – 100 cm, tergantung kondisi
kekerasan dasar perairan
Perhitungan kedalaman alur pelayaran didasarkan kepada pertimbangan draft kapal
maksimum (kapal peti kemas 15.000 DWT) adalah 8,7 meter. Berdasarkan pada
kebutuhan draft kapal ini, direncanakan sisi luar dermaga dengan kedalaman
minimum 9 meter.
4.3.3.3 Dimensi Kolam Pelabuhan
a. Areal Alur Pelayaran dari dan ke Pelabuhan
Berdasarkan ‘Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan’ yang diterbitkan oleh
Direktorat Perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan Tahun 2002, untuk
perhitungan alur pelayaran pelayaran dari dan ke pelabuhan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Alur = (9B + 30) x Lajur
Keterangan:
B = Lebar kapal maksimumLalur = Panjang alur pemanduan dan penundaan
b. Areal Tempat Sandar
Area tambat/sandar kapal digunakan untuk menampung kapal yang bertambat dengan
syarat tidak mengganggu kegiatan bongkar muat dan manuver kapal yang akan keluar
masuk kolam pelabuhan. Kebutuhan luas area tambat yang diperlukan berdasarkan KM
No.52 Tahun 2004 diperoleh dengan rumus:
Luas areal tempat sandar kapal = jumlah kapal x (1.8 L x 1.5 L)
Keterangan:1,8L x 1,5L: Luas perairan untuk tempat sandar 1 kapal (A)L: Panjang kapal (meter)
c. Areal Kolam Putar
kolam putar diperlukan agar kapal dapat mudah berbalik arah. Luas area untuk
perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran kapal, sistem operasi, dan jenis kapal.
Bab 4 | 15
Radius kolam putar berdasarkan KM No.52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan menggunakan rumus:
A = ¼ x N x π x D²
Keterangan:A: Luas kolam putar (m2)N: Jumlah kolam putarD: Diameter areal kolam putar dengan tunda = 2LD: Diameter areal kolam putar tanpa tunda = 3LL: Panjang kapal maksimum
d. Areal Tempat Labuh
Penentuan luas areal berlabuh tergantung pada jumlah dan panjang kapal yang akan
direncanakan berlabuh. Perhitungan luas areal tempat labuh adalah sebagai berikut:
A = N x π x R²
R = L + 6D + 30 m
Keterangan:R : Jari-jari areal untuk berlabuh kapal (meter);L : Panjang kapal yang berlabuh (meter);D : Kedalaman air (meter).
e. Areal Pindah Labuh Kapal
Penentuan luas areal pindah labuh kapal tergantung pada jumlah dan panjang kapal
yang akan direncanakan berlabuh. Perhitungan luas areal pindah labuh kapal adalah
sebagai berikut:
A = N x π x R²
R = L + 6D + 30 m
Keterangan:R : Jari-jari areal untuk berlabuh kapal (meter);L : Panjang kapal yang berlabuh (meter);D : Kedalaman air (meter).
f. Areal Alih Muat Kapal
Penentuan luas areal alih kapal tergantung pada jumlah dan panjang kapal yang akan
direncanakan berlabuh. Perhitungan luas areal alih kapal adalah sebagai berikut:
A = N x π x R²
R = L + 6D + 30 m
Keterangan:
R : Jari-jari areal untuk berlabuh kapal (meter);L : Panjang kapal yang berlabuh (meter);D : Kedalaman air (meter).
Bab 4 | 16
g. Areal Penempatan Kapal Mati
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas area untuk penempatan kapal
mati adalah jumlah kapal dan ukuran kapal.
h. Areal Keperluan Keadaan Darurat
Faktor yang perlu diperhatikan adalah kecelakaan kapal, kebakaran kapal, kapal kandas
dan lain-lainnya. Salvage area diperkirakan luasnya 50% dari luas areal pindah labuh
kapal.
i. Areal Percobaan Berlayar
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luasan area untuk percobaan berlayar
adalah ukuran kapal rencana.
j. Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi perbekalan,
atau melakukan aktivitas bongkar-muat. Secara fungsional batas-batas kolam pelabuhan
sulit ditentukan dengan tepat, tetapi secara teknis kolam pelabuhan dibatasi oleh
daratan, pemecah gelombang, dermaga, atau batas administrasi pelabuhan.
Dasar pertimbangan perencanaan kolam pelabuhan:
Perairan harus cukup tenang (memenuhi syarat harbor tranquility).
Lebar dan kedalaman perairan kolam disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhan.
Kemudahan gerak (manuver) kapal.
Kolam pelabuhan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Cukup luas supaya dapat menampung semua kapal yang datang berlabuh dan masih
tersedia cukup ruang bebas supaya kapal masih dapat bergerak dengan bebas.
Cukup lebar supaya kapal dapat melakukan manuver dengan bebas, sebaiknya
merupakan lintasan memutar yang tidak terputus.
Cukup dalam supaya kapal terbesar masih dapat masuk pada saat air surut terendah.
Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut di atas kolam pelabuhan harus direncanakan
sekurang-kurangnya sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
Bab 4 | 17
a. Kedalaman Kolam
Perairan kolam harus memiliki kedalaman yang cukup supaya kapal-kapal dapat
keluar-masuk dengan aman pada saat air surut terendah (LLWL). Kedalaman kolam
dihitung dengan persamaan di bawah ini.
h = d + ½H + C
dengan:
h = Kedalaman kolam pelabuhan saat surut terrendah.
d = draft = tinggi bagian kapal yang terrendam air pada saat muatan penuh (8.2 m)
H = Tinggi gelombang rencana (1.0 m)
C = keel clearence = sebagai pengaman, diambil nilai 10-100 cm.
Dari data-data yang dimiliki didapatkan kedalaman kolam putar:
h = 11.0 + ½(1.0) + 0.5 = 12.0 m
b. Diameter Kolam Putar (Turning Basin)
Kawasan kolam tempat kapal melakukan gerak putar untuk berganti haluan harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga memberikan ruang cukup luas dan
kenyamanan.
Diameter putar turning basin yang ideal adalah:
D = 2 x LOA
dengan:
D = diameter putar turning basin.
LOA = length overall = panjang total kapal (185 m)
Dari data-data yang dimiliki didapatkan diameter kolam putar:
D = 2 x 185 = 370 m
c. Lebar Alur
Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman
yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Lebar, kecepatan dan gerak kapal
Trafik kapal, perencanaan alur dilewati satu atau dua kapal
Kedalaman alur pelabuhan
Stabilitas tebing alur
Angin, gelombang, dan arus
Bab 4 | 18
Gambar 4.3 Lebar alur untuk 1 kapal
Gambar 4.4 Lebar alur untuk 2 kapal
Lebar alur pelabuhan yang ideal untuk 2 kapal sering berpapasan adalah:
D = 7.6B
dengan:
B = Lebar kapal terbesar yang akan masuk pelabuhan. (27.5)
Dari data-data yang dimiliki didapatkan lebar alur:
B = 7.6 x 27.5
D = 209 ~ 210 m
d. Luas Kolam Pelabuhan
Perencanaan luas kolam harus menunjang kemudahan manuver kapal dan dapat
menampung kegiatan yang dilakukan oleh kapal mulai dari kedatangan sampai
berangkat. Formula perhitungan kebutuhan luas kolam pelabuhan adalah:
A = A kolam putar + A sandar kapal
Berdasarkan pada asumsi kapal maksimum (Peti Kemas dan Barang Umum) pada masing-
masing tahapan pengembangan, diperhitungkan kebutuhan luar area dalam wilayah
1,5 B
B
Kapal
1,5 B1,8 B
1,5 B
B
Kapal
1,5 B1,8 B 1,8 BC
B
Kapal
Bab 4 | 19
pelabuhan yang meliputi area alur pelayanan dari dan ke pelabuhan, tempat sandar,
kolam putar, tempat labuh, pindah labuh kapal, alih muat kapal, area penempatan
kapal mati, area keperluan darurat, percobaan berlayar, luas kolam pelabuhan
dijabarkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Perhitungan Kebutuhan Area Perairan Pelabuhan Baubau
No Uraian Satuan
Pendek(2016-2020)
Menengah(2016-2025)
Panjang(2016-2035)
PetiKemas
BarangUmum
PetiKemas
BarangUmum
PetiKemas
BarangUmum
1Karakteristik KapalDesain/Standara. Ukuran DWT 7,000 2,000 10,000 3,000 15,000 5,000b. LOA (Panjang), L m 109 81 135 92 158 109c. Beam (lebar), B m 20.1 12.7 20.8 14.2 23.3 16.4d. Draft minimum, D m 6.8 4.9 7.6 5.7 8.7 6.8
2 Jumlah Kapal dilayania. Kedatangan unit 7 7 7 7 8 7b. Sandar, N unit 7 7 7 7 8 7c. Labuh unit 1 1 1 1 1 1d. Alih Muat unit 1 1 1 1 1 1e. Kapal Mati unit 1 1 1 1 1 1
3 Panjang Dermagaa. Panjang Eksisting, Le m 180 512 260 576 320 562b. Panjang rencana, Lr m 260 576 320 562 320 630c. Panjang Tambahan, Lt m 80 64 60 - - 68
4 Dimensi AlurPanjang Alur (Lalur) eksisting m 17,000 17,000 17,000 17,000 17,000 17,000Lebar Alur eksisting m 232 232 232 232 232 232Lebar Alur ukuran kapala. 1-way m 101 64 104 71 117 82b. 2-ways m 171 119 176 129 193 145Kedalaman Alur m 9-12 9-12 9-12 9-12 9-12 9-12
5 Dimensi Kolama. Areal Alur Pelayaran daridan ke Pelabuhan Ha 359 245 369 268 407 359b. Areal Tempat Sandar
Lebar m 164 122 203 138 237 164Panjang m 196 146 243 166 284 196Luas untuk 1 kapal m2 32,079 17,715 49,208 22,853 67,403 32,079Luas Total Ha 22 12 34 16 54 22
c. Areal Kolam Putar -Diameter (dgn tunda) m 218 162 270 184 316 218Luas Ha 26 14 40 19 63 26Diameter (tanpa tunda) m 327 243 405 276 474 327Luas Ha 59 32 90 42 141 59
d. Areal Tempat Labuh -Jari-jari m 180 140 211 156 240 180Luas m2 101,562 61,928 139,337 76,650 181,25
7101,56
2Luas Total Ha 10 6 14 8 18 10
Bab 4 | 20
No Uraian Satuan
Pendek(2016-2020)
Menengah(2016-2025)
Panjang(2016-2035)
PetiKemas
BarangUmum
PetiKemas
BarangUmum
PetiKemas
BarangUmum
e. Areal Pindah Labuh KapalJari-jari m 180 140 211 156 240 180Luas m2 101,562 61,928 139,337 76,650 181,25
7101,56
2Luas Total Ha 10 6 14 8 18 10
f. Areal Alih Muat Kapal Ha 10 6 14 8 18 10g. Areal Penempatan KapalMati Ha 5 6 14 8 18 5h. Areal Keperluan KeadaanDarurat Ha 5 3 7 4 9 5i .Areal Percobaan Berlayar Ha 30 15 38 19 49 30
Lebar (Minimum) m 171 119 176 129 193 171Panjang (Minimum) m 1,744 1,296 2,160 1,472 2,528 1,744
j. Luas kolam pelabuhanDengan tunda 48.58 26.83 74.52 34.61 116.66 48.58Tanpa tunda 81.24 44.86 124.62 57.88 195.09 81.24
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4. Sistem Fender
Sistem fender ditujukan untuk menjamin kapal pada saat berlabuh dari kerusakan
yang mungkin terjadi karena benturan antara lambung kapal dengan dermaga. Tipe
fender yang akan digunakan disesuaikan dengan gaya tambat dan energi reaksi pada
fender itu sendiri.
5. Alat Penambat Kapal
Alat-alat penambat berfungsi untuk menjaga kapal yang berlabuh dari gerakan yang
dapat mengganggu aktivitas bongkar muat. Gerakan-gerakan yang biasanya paling
mengganggu operasional kapal adalah gerak vertikal (heave) dan gerak horisontal
(surge). Penambatan kapal dilakukan dengan tali yang diikatkan pada bollard.
Bollard terbuat dari kayu atau baja yang ditanam dalam blok beton pada lantai
dermaga. Peralatan penambatan didesain dengan memperhitungkan gaya-gaya tarik
yang ditimbulkan oleh kapal. Gaya tarik oleh kapal pada saat ditambat dipengaruhi
oleh bobot kapal, gelombang, angin, dan arus.
6. Kebutuhan Trestle
Tipe dermaga terpilih berupa pier atau jetty yang dihubungkan oleh trestle ke
daratan. Kebutuhan panjang trestle disesuaikan hingga mencapai kedalaman
Bab 4 | 21
rencana dermaga. Sedangkan kebutuhan lebar trestle disesuaikan dengan aktifitas
kendaraan yang akan melakukan bongkar muat kontainer.
Gambar 4.5 Denah Pengembangan Dermaga dan Trestle
4.3.4 Layout Pelabuhan
Penentuan layout pengembangan dermaga Pelabuhan Baubau berdasarkan karakteristik
lingkungan berupa kondisi gelombang dan arah arus. Pertimbangan arah pengembangan
dermaga mengikuti arah datang gelombang dan arus.
Gambar 4.6 Kondisi gelombang pada pengembangan dermaga
Bab 4 | 22
Gambar 4.7 Kondisi arus pada pengembangan dermaga pada saat pasang tertinggi
Gambar 4.8 Kondisi arus pada pengembangan dermaga pada saat surut terrendah.
Tabel 4.7 Dimensi Pengembangan Dermaga Pelabuhan BaubauNo Struktur Jenis Panjang (m) Lebar (m) Luas (m2)1 Dermaga Jetty Deck on Pile 150 20 30002 Trestle Deck on Pile 187 8 1496
Bab 4 | 23
Dengan mempertimbangkan aspek yang telah di paparkan sebelumnya, layout
Pengembangan Pelabuhan Baubau disajikan pada gambar berikut.
Gambar 4.9 Layout Pengembangan Dermaga Pelabuhan
4.3.5 Konfigurasi Tiang Pancang
4.3.5.1 Konfigurasi Tiang Pancang Dermaga
Penentuan konfigurasi tiang pancang didasarkan pada layout dan beban yang akan
bekerja. Pada studi tesis ini, komponen beban vertikal terbesar akibat Mobile crane
dengan bobot 60 ton. Selain itu juga terdapat komponen beban horizontal akibat
berthing dan mooring. Dalam tahap awal, ditetapkan konfigurasi menggunakan tiang
tegak dengan jarak antar tiang maksimum 5m. Adapun layout dan tampat samping
konfigurasi tiang pancang adalah sebagai berikut.
Gambar 4.10 Layout konfigurasi tiang pancang dermaga.
Bab 4 | 24
Gambar 4.11 Tampak konfigurasi tiang pancang dermaga.
4.3.5.2 Konfigurasi Tiang Pancang Trestle
Sama seperti penentuan konfigurasi tiang pancang pada dermaga, penentuan konfigurasi
didasarkan pada beban-beban yang bekerja di atas trestle. Pada struktur trestle, beban
yang bekerja hanya beban sendiri dan beban hidup merata. Beban yang bekerja di atas
struktur trestle lebih sedikit jika dibandingkan dengan struktur dermaga, karena itu
jarak antar tiang apabila menggunakan tiang yang sama seharusnya bisa lebih panjang.
Namun, selain pertimbangan beban, pada trestle juga dipertimbangkan lebar struktur
untuk penentuan panjang tiang. Dengan lebar trestle 8m, ditetapkan jarak antar tiang
pancang sepanjang 6m, dengan jarak tiang ke tepi dermaga sepanjang 1m. Adapun
layout dan tampat samping konfigurasi tiang pancang adalah sebagai berikut.
Gambar 4.12 Layout konfigurasi tiang pancang trestle
Bab 4 | 25
Gambar 4.13 Tampak konfigurasi tiang pancang dermaga
4.3.6 Fasilitas Penunjang
4.3.6.1 Kebutuhan Revertment
Revertment direncanakan berfungsi menjadi bangunan pelindung tebing terhadap
pengaruh air (gelombang, arus, dan lain-lain) yang dapat menyebabkan bahaya
kelongsoran. Perencanaan revertment harus memperhatikan ketersediaan material,
koefisien gesekan, tinggi muka air, run up gelombang, dan kemiringan revertment.
4.3.6.2 Fasilitas Navigasi
Alat navigasi pelayaran diperlukan untuk keselamatan, efisiensi, dan kenyamanan
pelayaran kapal. Alat ini dipasang pada alur masuk dan sepanjang alur pelayaran agar
kapal tidak menyimpang dari jalurnya, alat ini terdiri dariMenara Suar, Rambu Suar,
Kapal Tunda, dan Kapal Pandu.
4.4 ANALISIS KEBUTUHAN FASILITAS DARAT
4.4.1 Lapangan Penumpukan Peti Kemas
Lapangan penumpukan peti kemas/Container Yard (CY) harus memiliki luasan yang
cukup untuk menampung peti kemas yang datang maupun yang akan diangkut. Letak
lapangan ini sebaiknya dekat dengan dermaga untuk mengurangi perjalanan dari
traktor-trailer.
6 11
Bab 4 | 26
Formulasi untuk menghitung luas lapangan penumpukan peti kemas adalah sebagai
berikut:
HCR = CMPY x ATT/365
NTSR = HCR x ARPTEU
GTSAR = NTSR/RAMSH
CPA = GTSAR x (1 + RCSF/100)
Keterangan:
HCR = Holding Capacity RequiredCMPY = Container Movements Per Year (1 tambatan)ATT = Average Transit TimeNTSR = Net Transit Storage RequirementARPTEU = Area Requirement per TEU’sGTSAR = Gross Transit Storage Area RequirementRAMSH = Ratio Of Average To Maximum Stacking HeightRCSF = Reserve Capacity Safety FactorCPA = Container Park AreaBerat 1 TEU’s diambil 20 ton
Luas area penumpukan dihitung dengan pendekatan sebagai berikut:
{Bongkar muat pertahun X prosentase penumpukan di area terbuka X waktu tinggal X
kebutuhan ruang X Fk X (1 + faktor keamanan)}/ jumlah hari kalender per tahun X rata
rata tinggi tumpukan)
di mana Fk = 1,25 adalah faktor musim sibuk (peak season factor).
Selain pendekatan yang dilakukan diatas dilakukan juga pendekatan jumlah
penumpukan petikemas yang terdpat di Pelabuhan Baubau pada jangka pendek, jangka
menengah serta jangka panjang. Pendekatan ini menghasilkan jumlah kebutuhan luasan
yang diperlukan per TEUS (ARPTEU), dengan mengacu kepada Tabel 4.8. Hasil
perhitungan yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.8 Kebutuhan Luasan yang Diperlukan Per TEUSPeralatan dan metode
penangananTinggi
penumpukanLuasan yang diperlukan per teus (m2/teus)
pk 20 feet pk 40 feettrailer 1 60 45
truk forklift1 60 802 30 403 20 27
straddle carrier1 302 153 10
Bab 4 | 27
Peralatan dan metodepenanganan
Tinggipenumpukan
Luasan yang diperlukan per teus (m2/teus)pk 20 feet pk 40 feet
rubber tyred gantrycrane
2 153 104 7,5
Sumber : Perencanaan Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2010
Tabel 4.9 Luas Container Yard (m2) untuk setiap Tahap PengembanganTahun ATF CMPY ATT ARPTEU RAMSH RSCF HCR NTSR GTSAR CPA
(ton/th) (TEU) (hari) (m2) (TEU) (m2) (m2) (m2)2020 473.467 31.564 4 7,5 0,6 25 346 2.594 4.324 5.4052025 687.498 45.833 4 7,5 0,6 25 502 3.767 6.279 7.8482035 1.216.101 81.073 4 7,5 0,6 25 888 6.664 11.106 13.882
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4.4.2 Pelabuhan Barang Umum/Multipurpose
Muatan yang diangkut kapal dapat dibedakan menjadi barang cargo dan barang curah.
Dengan harapan dapat memberikan pelayanan dalam tingkat internasional, sudah
barang tentu diperlukan fasilitas dan prasarana sehingga barang tersebut dapat dimuat
atau dibongkar dengan cepat, efisien dan aman. Berikut ini akan dijelaskan secara
umum metode perhitungan yang digunakan sehingga diperoleh besaran luasan dari
fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan multipurpose.
Perhitungan luas area transit shed dihitung berdasarkan bongkar muat barang jenis
general cargo.
Untuk menghitung Luas Transit Shed dan Ware House adalah sebagai berikut:
HCR = ATTS x ATT/365NHVR = HCR/DOCGHVR = 1,2 x NHVRASAR 1 = GHVR/ASHASAR 2 = 1,4 x ASAR 1DSA = ASAR 2 x (A+RCSF/100)
Keterangan:HCR = Holding capacity requiresATTS = Annual tonnage through storeATT = Average transit timeNHVR = Net holding volume requiredGHVR = Gross holding volume requiredRCSF = Reserve capacity safety factorASAR 1 = Average stacking area requiredASAR 2 = Average storage area requiredDSA = Design storage areaDOC = Density of cargoASH = Average stacking height
Bab 4 | 28
Perhitungan luas area warehouse dihitung berdasarkan bongkar muat barang di mana
dengan pendekatan luas gudang tertutup adalah {Bongkar muat per tahun x prosentase
penumpukan di gudang x waktu tinggal x kebutuhan ruang x 1.25 x (1+ faktor
keamanan)}/ jumlah hari kalender per tahun x rata rata tinggi tumpukan), di mana 1,25
adalah faktor perhitungan pada waktu sibuk.
Perbandingan luas areal warehouse dengan transit shed adalah 1:2 dengan skenario
komposisi barang sebagaimana dijabarkan pada Tabel 8.
Tabel 4.10Komposisi Penanganan Barang di PelabuhanKomposisi Barang Pendek Menengah Panjangdisimpan di Gudang 20% 20% 10%disimpan di Open Storage 10% 10% 10%langsung dibawa 70% 70% 80%
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
Hasil perhitungan yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11Luas Transit Shed, Warehouse, dan Open Storage untuk Dermaga MultiPurpose yang Diperlukan pada Tiap Tahap Pengembangan (m2)
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
Tabel 4.12 Rekapitulasi Kebutuhan Transit Shed, Ware House, dan Open Storage
Tahun TransitShed
WareHouse
OpenStorage
2020 2.100 1.100 3.0062025 2.900 1.500 4.2652035 2.700 1.400 7.982
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4.4.3 Parkir Kendaraan
Parkir kendaraan di pelabuhan (berdasarkan parkir mobil yang dirancang untuk fasilitas
pelabuhan) hendaknya juga mengacu pada standar struktur dan peralatan yang berlaku.
Tempat parkir terbesar sesuai daerah pelayanan masing-masing bangunan yaitu daerah
sekitar dermaga dan daerah sekitar bangunan fasilitas perkantoran. Ukuran dan lokasi
parkir mobil hendaknya ditentukan sehingga tidak menemui perintang untuk
Storage Tahun ATF ATTS ATT DOC ASH RCSF HCR NHVR GHVR ASAR1 ASAR2 DSA
(ton/th) (ton/th) (hari) (ton/m3) (m) (ton) m3 m3 m2 m2 m2
2020 1.088.340 217.668 6 0,7 4 40 3578 5112 6134 1533 2147 30062025 1.544.458 308.892 6 0,7 4 40 5078 7254 8705 2176 3047 42652035 2.890.237 289.024 6 0,7 4 40 4751 6787 8145 2036 2851 3991
Open Storage2020 1.088.340 108.834 10 1 2,5 50 2982 2982 3578 1431 2004 3.0062025 1.544.458 154.446 10 1 2,5 50 4231 4231 5078 2031 2843 4.2652035 2.890.237 289.024 10 1 2,5 50 7918 7918 9502 3801 5321 7.982
Transit Sheddan Ware
House
Bab 4 | 29
menggunakan fasilitas pelabuhan dengan pertimbangan lalu lintas yang digerakkan dan
kondisi jalan di sekitarnya.
Parkir kendaraan sebaiknya tidak ditempatkan di jalan, jika kondisi topografis atau
alasan lainnya mengharuskannya, maka ukuran dan lokasi parkir mobil harus memenuhi
persyaratan berikut:
Tidak di jalan penghubung pelabuhan dan jalan utama;
Tidak diletakkan di tempat yang menutupi kendaraan ke tempat penanganan kargo
atau gudang;
Tidak diletakkan di dekat tempat penanganan barang berbahaya, kecuali
dibutuhkan karena alasan topografis atau alasan lain;
Lebar jalan di dalam tempat parkir dan lebar untuk memundurkan dan
membelokkan kendaraan ke tempat parkir harus ditentukan dengan tepat sesuai
tipe kendaraan yang menggunakannya, sudut parkir, dan metode parkir.
Kebutuhan ruang area parkir untuk pelabuhan terdiri dari kebutuhan ruang untuk area
parkir kendaraan yang menyeberang serta area parkir kendaraan penjemput dan
transportasi umum.
4.4.3.1 Parkir Truk
Untuk perhitungan luas areal parkir truk untuk setiap pengembangannya dapat lihat
sebagai berikut dengan asumsi:
Waktu menunggu maksiumum (jam) = pada jangka pendek dan menengah 4 jam,
pada jangka panjang 3 jam
Jam kerja bongkar muat (jam) = pada jangka pendek 15 jam, jangka menengah 18
jam, dan jangka panjang 18 jam
Tipe Truk yang dipergunakan:
- Panjang truk = 20 feet
- Daya muat = 20 ton
- Truk + ruang gerak truk = 54 m²
Hari kerja = 365 hari dalam setahun
Tabel 4.13Kebutuhan Parkir Truk CargoDermaga Bongkar Muat Barang
per jam (ton)Jumlah Truk
ParkirLuas Lahan
(m2)Tahap 1 220 26 1.404Tahap 2 260 29 1.566Tahap 3 487 52 2.808
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
Bab 4 | 30
4.4.3.2 Parkir Non Truk
Parkir Kendaraan Non Bus
Mobil + Ruang Gerak Mobil = 14,4 m²
Jumlah Karyawan = 61 orang
Jumlah Mobil Karyawan = 15 unit
Jumlah Mobil Tamu = 15 unit
Jumlah Mobil Penumpang Maksimum = 20 unit
Jumlah Total = 50 unit
Jadi kebutuhan luas lahan parkir = Jumlah Total Mobil x Ruang Gerak Mobil = 720 m²
4.4.4 Perkantoran
Kebutuhan ruang luasan perkantoran pada Pelabuhan Baubau ini dapat dijelaskan pada
tabel berikut.
Asumsi:
Berdasarkan kondisi yang terdapat dilapangan kebutuhan karyawan untuk setiap 750.000
TEUS (kontainer) dibutuhkan 165 karyawan, kebutuhan karyawan untuk Pelabuhan
Baubau berdasarkan proyeksi kebutuhan petikemas dan Cargo adalah 54 orang
karyawan. Adapun perkiraan jumlah karyawan / kelompok kerja per sub bidang, yaitu:
- Pusat administrasi pelabuhan : 20 orang, 4 kelompok kerja
- Pusat bea cukai : 4 orang, 2 kelompok kerja
- Admistrasi pelabuhan pembantu: 12 orang, 3 kelompok kerja
- E M K L : 4 orang, 2 kelompok kerja
- Amenities : 4 orang, 2 kelompok kerja
- Keagenan : 2 kelompok kerja
- Terminal Penumpang:
2.907 orang
6 pemberangkatan
485 orang/pemberangkatan
1,5 faktor arus maksimum
- Karantina : 10 orang
Luas ruang kerja / kel.kerja = 45 m² Luas ruang kerja / kel.kerja + R.Meeting = 60 m² Luas sirkulasi (%) dari luas lantai efektif = 40% Luas ruang keagenan / kel kerja + R.Meeting = 30 m² Luas lantai ruang tunggu penumpang (m²) / penumpang = 2,4 m²
Bab 4 | 31
Luas perkantoran untuk Terminal Penumpang = 120 m² Luas lantai ruang karantina (m²) / orang = 1,8 m² Luas perkantoran untuk Karantina = 100 m²
Tabel 4.14Rekapitulasi Kebutuhan Ruang Perkantoran
Rekapitulasi Kantor Luas Efektif Lantai(m2)
Luas Sirkulasi(m2)
Total (m2)
- Pusat administrasi pelabuhan 240 96 336- Pusat bea cukai 120 48 168- Gedung terminal kontainer 180 72 252- Pusat bea cukai pembantu 60 24 84- Imigrasi 60 24 84- E M K L 120 48 168- Amenities 120 48 168- Keagenan 60 24 84- Terminal Penumpang 1,283 120 1,403- Karantina 118 118
Total 2.865Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4.4.5 Rekapitulasi Kebutuhan Fasilitas Daratan
Rekapitulasi kebutuhan fasilitas daratan pada Pelabuhan Baubau yang didasarkan pada
perhitungan standar kebutuhan ruang dengan prediksi kebutuhan masa datang (sesuai
jangka pengembangan) serta memperhatikan ketersediaan lahan eksisting dijabarkan
pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15Rekapitulasi Kebutuhan Fasilitas Daratan Pelabuhan Baubau
No Uraian Satuan Eksisting2015
Jgk Pendek2016-2020
JgkMenengah2016-2025
Jgk Panjang2016-2035
1 Dermaga kapal container m 130 260 320 4802 Dermaga kargo umum m 680 1.200 990 1.040
3Lapangan Penumpukan PetiKemas m2 20.661 5.500 7.900 13.900
6Gudang Cargo (CargoWarehouse) m2 0 1.100 1.500 1.400
7 Open Storage m2 0 3.006 4.265 7.9828 Transit Shed m2 0 2.100 2.900 2.7009 Lapangan parkir truk m2 0 1.404 1.566 2.80810 Lapangan parkir umum m2 2.856 4.000 4.000 4.00011 Terminal penumpang m2 780 1.080 2.160 2.160
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4.5 PERALATAN PENUNJANG
Peralatan penunjang yang dibutuhkan untuk pada Dermaga Peti Kemas dimaksudkan
untuk memaksimalkan kapasitas pelabuhan dalam menangani bongkar muat peti kemas.
Beragam peralatang yang umum digunakan pada pelabuhan peti kemas dengan berbagai
Bab 4 | 32
kapasitas dan kemampuan handling. Beberapa peralatan penanganan peti kemas di
pelabuhan dijabarkan sebagai berikut:
A. Container Crane
Alat bongkar muat kapal yang ditempatkan permanen di dermaga dan berfungsi sebagai
alat utama bongkar muat peti kemas dari dermaga ke kapal dan sebaliknya. Kapasitas
35-40 ton.
Gambar 4.14 Container Crane
B. Transtainer
Alat bongkar muat kapal untuk mengangkut, menumpuk 4 + 1 tiers, lebar span 6 + 1
rows dan membongkar/memuat peti kemas dilapangan penumpukan (container yard).
Alat ini bergerak dan ditempatkan di lapangan penumpukan petikemas. Kapasitas 40
ton.
Gambar 4.15 Transtainer
C. Forklift
Alat bongkar muat kapal yang digunakan untuk angkat barang umum/general cargo
dengan kapasitas angkat tertentu dan mempunyai jangkauan pengangkatan yang
Bab 4 | 33
terbatas. Kapasitas forklift yang umum digunakan adalah ukuran 2.5, 3, 15 sampai 40
ton.
Gambar 4.16 Forklift
D. Mobile Crane
Alat angkat barang umum/general cargo dengan kapasitas angkat tertentu dan
mempunyai jangkauan pengangkatan yang relatif jauh. Kapasitas <40 ton.
E. Reach Stacker
Alat angkat peti kemas dengan kapasitas angkat tertentu dan mempunyai jangkauan
pengangkatan yang relatif lebih sempit. Kapasitas 40 ton.
Gambar 4.17 Mobile Crane (kiri) dan Reach Stacker (kanan)
F. Top Loader
Alat bongkar muat kapal seperti Forklift tetapi mempunyai kemampuan mengangkat
peti kemas dan jangkauan pengangkatan yang terbatas. Kapasitas 30.5 ton.
Bab 4 | 34
Gambar 4.18 Top Loader
Kondisi eksisting peralatan penunjang Pelabuhan Baubau saat ini memiliki 3 buah
peralatan penunjang yaitu Mobil Fortklift, Boat crane dan Mobile crane. Berdasarkan
kondisi pelabuhan serta kebutuhan peralatan penunjang yang mendasar, Pelabuhan
Baubau membutuhkan penambahan perlatan penunjang pada jangka panjang yaitu
Rubber tyred gantry crane atau Transteiner.
Gambar 4.19 Kondisi Sarana Angkut Peti Kemas di Pelabuhan Baubau
Bab 4 | 35
Untuk kebutuhan alat dan peralatan di Pelabuhan Baubau khususnya untuk mendukung
operasional terminal peti kemas disesuaikan dengan besaran demand pada setiap
tahapan pengembangan pelabuhan. Kebutuhan peralatan ini juga disesuaikan dengan
kondisi ketersediaan lahan dengan memperhatikan ketersediaan lahan pelabuhan yang
cukup terbatas. Kebutuhan peralatan di Terminal Peti Kemas Pelabuhan sampai dengan
jangka panjang dijabarkan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16Kebutuhan Peralatan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Baubau
No Uraian Satuan Eksisting2015
JgkPendek
2016-2020
Jgk Mngah2016-2025
JgkPanjang
2016-20351 Crane 40 Ton unit 0 0 0 12 Crane 25 Ton unit 1 1 1 13 Crane 5 Ton unit 0 1 0 04 Crane 3 Ton unit 0 1 0 05 Reach Stacker 42 Ton unit 0 0 1 06 Top Leader 36 Ton unit 0 0 1 27 Bottom Lift 15 Ton unit 0 0 1 08 Forklift 2 Ton unit 0 2 2 29 Forklift 3 Ton unit 1 1 1 110 Forklift 5 Ton unit 1 1 1 111 Head Truck unit 4 6 4 412 Mobile Crane 40 Ton unit 0 1 0 013 Transtainer unit 0 0 0 1
Sumber : Analisis Konsultan, 2015
4.6 IDENTIFIKASI ASET DAN POTENSI PENDUKUNG KPBU
4.6.1 Aset Pemerintah yang Digunakan untuk KPBU
Di Pelabuhan Bau Bau saat ini seluruh lahan pelabuhan sudah merupakan milik Unit
Penyelenggara Pelabuhan yang sudah dalam tahap pengesahan sertifikat, sedangkan
aset yang dimiliki dan berada di atas lahan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.17Fasilitas Pelabuhan di Pelabuhan Murhum BaubauNo Fasilitas Dimensi Keterangan1 Daerah Kerja Daratan 8 Ha Tanah urugan
2 Dermaga I 180 x 12 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton
3 Dermaga II (Baru) 120 x 15 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton
4
Dermaga Finger I 50 x 10 m Tipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton D=400mm, dibangun tahun 2002
Dermaga Finger II 50 x 10 mTipe lantai beton, dengan tiang pancangbeton D=400mm, dibangun tahun 2012(sedang berjalan)
5 Trantel I 97 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm6 Transtel II 123 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm7 Causeway I 55 x 8 m Tipe Gravity Wall
Bab 4 | 36
No Fasilitas Dimensi Keterangan8 Causeway II 30 x 8 m Tipe Gravity Wall9 Causeway III 60 x 10 m Tipe Gravity Wall
10 Talud I P. 64 m Dinding Penahan TanahTalud II P. 130 m Dinding Penahan Tanah
11 Mooring Dolphin 2 unit Tipe beton dengan tiang Pancang BetonD=450mm
12 Kantor Pelabuhan 250 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik13 Terminal Penumpang 780 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik14 Gudang Nihil Tidak ada15 Rumah Jaga (jalan masuk) 6 x 4 m Tipe struktur beton, kondisi cukup baik16 Rumah Jaga (jalan keluar) - -17 Lapangan Penumpukan 1.800 m2 Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
18Jalan – Utama I 94 x 11,5 m Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baikJalan – Utama II 32 x 6 mJalan – Extra 53 x 6,75 m
19 Areal Parkir 42 x 68 m Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
20 Klinik KesehatanPelabuhan 12 m2 Menumpang di terminal
21 Karantina Tumbuhan 1 unit22 Karantina Hewan -
23 Kantor PerusahaanPelayaran 3 unit Menumpang pada terminal penumpang
24 Kantor Buruh / TKBM 24 m3 Menumpang pada terminal penumpang25 Bak air 300 m3 Kapasitas 90 ton/jam26 Tangki BBM Tidak ada Memakai mobil tangki27 Pagar 335 m3 Pagar BRC, kondisi cukup baik28 Alat Bantu Navigasi 1 unit 1 lampu suar29 Suplay Listrik 1.500 KVA PLN30 Suplay Air 100 m3 PDAM31 Telephone 2 line PT Telkom32 SRP / Stasiun Radio SSB
33 Taman I 53 x 6,30 mTaman II 33 x 6 m
34 Lapangan Penumpukan 68 x 64 mSumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2015
4.6.2 Ketersediaan Potensi Pendukung KPBU
Untuk mendukung kelangsungan proyek KPBU Pengembangan Pelabuhan Bau Bau ini
diperlukan adanya pasokan sumber daya seperti supply listrik, air, ketersediaan SDM,
bahan baku, penyedia jasa pelayanan, serta akses menuju tapak.
Saat ini, pasokan listrik di Pelabuhan disupply oleh PT PLN (Persero) yang
ketersediaannya masih sangat mencukupi (tidak terdapat isu kekurangan pasokan),
begitu pula untuk pasokan air yang disediakan oleh PDAM yang ketersediaannya masih
mencukupi, dan mengingat pengembangan pelabuhan yang tidak menimbulkan
Bab 4 | 37
kebutuhan yang sangat besar pada proses operasionalnya, maka ketersediaan pasokan
ini tidak menjadi isu penting yang perlu ditangani.
Letak pelabuhan yang berada pada wilayah pusat Kota Baubau, menjadikan jaringan
jalan di sekitar pelabuhan seringkali mengalami kemacetan khususnya pada saat Kapal
Penumpang Pelni melakukan embarkasi dan debarkasi. Disarankan untuk melakukan
manajemen lalu lintas di jaringan jalan sekitar pelabuhan serta upaya untuk melakukan
peningkatan kapasitas jalan berupa pelebaran jalan dan peningkatan kualitas
perkerasan jalan. Selain itu, perlu diupayakan penataan utilitas di jaringan jalan akses
pelabuhan seperti peninggian jaringan kabel listrik atas agar tidak terganggu oleh lalu
lintas angkutan berat.
4.6.3 Penyiapan Tapak dan Rencana Pengembangan
Lokasi Pelabuhan Murhum Bau Bau terletak di Kelurahan Wale Kecamatan Wolio dengan
status sebagai pelabuhan pengumpul telah sesuai dengan RTRW sebagaimana tercantum
dalam Pasal 22 Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Baubau Tahun 2014 – 2034.
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan jasa pelayanan angkutan laut di Pelabuhan Bau
Bau yang setiap tahunnya terjadi peningkatan, maka sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan yang ada, direncanakan akan dilakukan pengembangan pelabuhan secara
bertahap yang dilakukan dalam tiga tahapan pengembangan, yaitu Jangka Pendek
(2016-2020), Jangka Menengah (2021-2025), dan Jangka Panjang (2026-2035). Adapun
rencana tahapan pembangunan secara rinci disampaikan pada tabel berikut.
Bab 4 | 38
Tabel 4.18Rencana Pengembangan Pelabuhan Bau BauNo Pekerjaan 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
PERSIAPAN PEKERJAAN1 Pembentukan Tim KPBU2 Pembentukan Panitia Pengadaan3 Konfirmasi Kesiapan proyek KPBU4 Konfirmasi minat pasar5 Penyusunan Jadwal Pengadaan6 Proses PengadaanA PEKERJAAN REKLAMASI1 Tanah timbunan2 Soil improvement3 Geotextile woven4 Geotextile non woven5 Breakwater6 Revetmen7 Sand mat8 Pemindahan tanah sisa preloadB INFRASTRUKTUR AREA TERMINAL PETI KEMAS1 Perkerasan
a. Area container yardb. Open storagec. Jalan utamad. Area parkir truk di CFSe. Jalan lingkunganf. Drainaseg. Dermaga peti kemas ukuran lebar 15 mh. Dermaga cargo ukuran 10 m
3 Bangunana. Ware houseb. Transit shedc. Area parkird. Kantor operasi terminal peti kemase. Bengkelf. Container Freight Station (CFS)g. Gerbang terminal peti kemash. Oil storage tanki. Kantin
4 Jalan akses5 Pekerjaan elektrikal dan mekanikalC Sarana Terminal Peti Kemas1 Crane 40 Ton
2 Crane 25 Ton
3 Crane 5 Ton
4 Crane 3 Ton
5 Reach Stacker 42 Ton6 Top Leader 36 Ton7 Bottom Lift 15 Ton8 F o r k l i f t 2 Ton9 F o r k l i f t 3 Ton10 F o r k l i f t 5 Ton11 Head Truck12 Mobile Crane 40 Ton
13 Transtainer
Bab 4 | 39
Gambar 4.20 Kondisi Eksisting Pelabuhan Bau Bau (Oktober 2015)
Bab 4 | 40
Gambar 4.21 Rencana Pengembangan Jangka Pendek Pelabuhan Bau Bau (2016-2020)
Bab 4 | 41
Gambar 4.22 Rencana Pengembangan Jangka Menengah Pelabuhan Bau Bau (2016-2025)
Bab 4 | 42
Gambar 4.23 Rencana Pengembangan Jangka Panjang Pelabuhan Bau Bau (2016-2035)
Bab 4 | 43
4.7 ANALISIS RISIKO
Secara teknis, resiko dari pengembangan Pelabuhan Baubau sangat kecil. Hal ini
dikarenakan kondisi fisik lingkungan yang memadai dari sisi kedalaman perairan, tinggi
gelombang dan kecepatan arus perairan. di sekitar lokasi Pelabuhan Baubau sendiri
terdapat sumber sedimen dari sungai yang berjarak 1 Km di sisi barat pelabuhan.
Namun, karena lokasi Pelabuhan terdapat di selat dengan kecepatan arus yang cukup
tinggi dan letak pengembangan dermaga berada di > -10m, pendangkalan di lokasi
dermaga dapat direduksi. Hasil analisa sedimentasi menunjukkan kadar sedimentasi di
lokasi dermaga mencapai 300mg/L dengan pendangkalan 0.1m/tahun.
Gambar 4.24 Orientasi lokasi Pelabuhan dan sumber sedimen
Resiko terbesar dari pengembangan dermaga kearah timur pelabuhan Baubau adalah
resiko kecelakaan dengan kapal ferry. Hal ini dikarenakan area sandar pengambangan
dermaga dan kolam putar ferry yang hampir berhimpitan. Perlu dilakukan regulasi
sandar kapal apabila terjadi kedatangan yang bersamaan.
Bab 4 | 44
Gambar 4.25 Lokasi Pelabuhan Ferry dan Kolam Putarnya
4.8 ESTIMASI KEBUTUHAN BIAYA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 78 Tahun 2014 mengenai Standar
Biaya di Lingkungan Kementerian Perhubungan, didapatkan harga satuan per m2 untuk
bangunan deck on pile sebesar Rp 9.669.150,00 dengan indeks kemahalan kota baubau
adalah 1,0493. Berdasarkan acuan harga tersebut didapatkan perkiraan biaya konstruksi
pengambangan dermaga di Kota Baubau sebagai berikut.
Bab 4 | 45
Tabel 4.19Perkiraan Biaya Konstruksi Pengembang Dermaga Pelabuhan Baubau
Sumber : Hasil Analisis, 2015
4.9 PENDAPATAN DAN MANFAAT PELABUHAN
4.9.1 Pendapatan Pelabuhan
Pendapatan pelabuhan yang diperhitungkan dari pelayanan yang dilakukan oleh
pelabuhan. Pelayanan di Pelabuhan Baubau meliputi pelayanan pada angkutan
penumpang, angkutan barang umum (multi purpose) dan angkutan peti kemas. Selain
itu, juga diperhitungkan jasa-jasa pelayanan dermaga yang meliputi,
volume jumlah volume jumlah volume jumlahA PEKERJAAN REKLAMASI1 Tanah timbunan m3 3.240 2.405.700.000 4.575 3.566.784.375 40.935 34.953.373.1252 Soil improvement m3 324 24.057.000 458 35.667.844 4.094 349.533.7314 Geotextile woven m2 3.240 169.986.600 4.575 252.028.744 40.935 2.469.802.9915 Geotextile non woven m2 324 13.711.887 458 20.329.777 4.094 199.225.4716 Breakwater m 16 238.106.301 23 353.025.661 205 3.459.541.2457 Revetmen m3 324 109.350.000 458 162.126.563 4.094 1.588.789.6888 Sand mat m3 162 76.545.000 229 113.488.594 2.047 1.112.152.7819 Pemindahan tanah sisa preload m3 648 30.618.000 915 45.395.438 8.187 444.861.113B INFRASTRUKTUR AREA TERMINAL PETI KEMAS1 Perkerasan -
a. Area container yard m2 5.100 9.728.373.011 2.000 4.005.800.652 3.800 8.335.880.404b. Open storage m2 2.765 5.274.783.996 800 1.602.887.182 1.538 3.372.851.916c. Jalan utama m2 547 1.128.750.820 7.313 15.845.123.371 1.090 2.586.634.649d. Area parkir truk di CFS m2 400 763.009.648 - -e. Jalan lingkungan m2 200 206.352.984 - -f. Drainase m 1.200 2.433.137.732 - -g. Dermaga peti kemas ukuran lebar 15 m m2 - - 900 17.930.769.449h. Dermaga cargo ukuran 10 m m2 - 800 17.456.410.469
3 Bangunan - -a. Ware house m2 1.000 2.549.000.000 200 535.290.000 -b. Transit shed m2 1.900 4.843.100.000 500 1.338.225.000 -c. Area parkir m2 5.296 10.102.247.739 54 108.156.618 432 947.657.983d. Kantor operasi terminal peti kemas m2 350 892.150.000 - -e. Bengkel m2 250 637.250.000 - -f. Container Freight Station (CFS) m2 1.000 2.549.000.000 - -g. Gerbang terminal peti kemas m2 250 637.250.000 250 669.112.500 -h. Oil storage tank m2 100 350.000.000 - -i. Kantin m2 60 210.000.000 - -
4 Jalan akses m2 500 1.083.353.164 -5 Pekerjaan elektrikal dan mekanikal LS 1 2.025.000.000 - -C Sarana Terminal Peti Kemas1 Crane 40 Ton unit - - 0 - 1 1.785.375.0002 Crane 25 Ton unit 1 1.147.500.000 1 1.204.875.000 1 1.319.625.0003 Crane 5 Ton unit 1 877.500.000 0 - 0 -4 Crane 3 Ton unit 1 675.000.000 0 - 0 -5 Reach Stacker 42 Ton unit - - 1 1.701.000.000 0 -6 Top Leader 36 Ton unit - - 1 354.375.000 2 776.250.0007 Bottom Lift 15 Ton unit - - 1 708.750.000 0 -8 F o r k l i f t 2 Ton unit 2 1.620.000.000 2 1.701.000.000 2 1.863.000.0009 F o r k l i f t 3 Ton unit 1 945.000.000 1 992.250.000 1 1.086.750.00010 F o r k l i f t 5 Ton unit 1 1.147.500.000 1 1.204.875.000 1 1.319.625.00011 Head Truck unit 6 3.240.000.000 4 2.268.000.000 4 2.484.000.00012 Mobile Crane 40 Ton unit 1 2.376.000.000 0 - 0 -13 Transtainer unit 1 18.225.000.000 0 - 1 20.958.750.000
Rp. 77.650.980.718 57.802.689.930 108.870.090.565Rp.Total 244.323.761.213
2016-2035
Sub Total
No Pekerjaan satuan2016-2020 2016-2025
Bab 4 | 46
Jasa labuh
Jasa pemanduan
Jasa penundaan
Jasa tambat
Khusus untuk terminal peti kemas dan barang umum, terdapat beberapa komponen
pendapatan jasa yang diterima oleh penyelenggara pelabuhan sebagai imbal jasa
pelayanan yang diberikan. Pelayanan tersebut meliputi :
Kegiatan operasi kapal, terdiri atas: Kegiatan dermaga, Stevedoring,
Haulage/trucking, shifting, buka tutup palka, lift on/lift off;
kegiatan operasi lapangan, terdiri atas: penumpukan, lift on/lift off, gerakan ekstra,
relokasi, dan angsur;
kegiatan operasi Container Freight Station, terdiri atas: stripping/ stuffing,
penumpukan,penerimaan penyerahan
kegiatan pelayanan tambahan seperti biaya administrasi, inter terminal transfer,
dan lain-lain.
Sedangkan untuk pelayanan jasa terminal penumpang, pendapatan yang didapatkan
oleh pelabuhan dapat meliputi pendapatan atas jasa pelayanan jasa terminal
penumpang, pengembangan usaha terkait pelayanan penumpang seperti restoran,
tempat istirahat temporer, dan sebagainya.
4.9.2 Manfaat Pelabuhan
Keberadaan pelabuhan serta operasional pelabuhan memberikan manfaat pada
perekonomian wilayah khususnya pada sektor perdagangan, jasa, perhotelan dan
lainnya. Manfaat pelabuhan yang diperhitungkan dalam kelayakan ekonomi adalah
kuantifikasi pada manfaat pelabuhan pada peningkatan ekonomi wilayah (PDRB wilayah)
dan penghematan waktu dengan ketersediaan angkutan laut baik pada angkutan
penumpang maupun angkutan barang. Selain itu, dalam perhitungan manfaat ekonomi,
diperhitungkan juga pendapatan pelabuhan berupa pendapatan langsung pada jasa
pelabuhan, tetapi dengan harga ekonomi (shadow price) serta pendapatan dari retribusi
tiket penumpang dan pendapatan dari air kapal.
Bab 5 | 1
Bab 5 KAJIAN EKONOMI DANKOMERSIAL
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
5.1 ANALISA PERMINTAAN
Berdasarkan hasil survey kepada para pengguna di pelabuhan, mayoritas responden
berpendapat bahwa pelayanan di pelabuhan perlu ditingkatkan, khususnya untuk pelayanan
peti kemas. Peningkatan pelayanan pelabuhan diharapkan dapat menurunkan dwelling time.
Mengingat bahwa pengguna pelabuhan peti kemas adalah entitas perusahaan, tentunya
kemampuan membayar (Ability to pay) dan keinginan membayar (willingness to pay) akan
mengikuti terhadap kemampuan pasar pengguna jasa mereka. Indikasi awal menunjukan
bahwa tarif yang dikenakan saat ini sebesar Rp.3.000.-/TEUs sangat murah sekali jika
dibandingkan biaya yang harus mereka bayarkan untuk layanan yang sama seperti di
Pelabuhan Teluk Lamong yang sebesar Rp.18.000,-/TEUs. Akan tetapi mengingat pelabuhan
ini merupakan pelabuhan non-komersial, tentunya harga yang ditetapkan pemerintah cukup
rendah.
Pengembangan angkutan di Pelabuhan Baubau diperkirakan akan meningkat secara signifikan
sejalan dengan perkembangan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara maupun Kota Baubau dan
sekitarnya. Potensi sumber daya alam yang masih sangat banyak seperti produksi perikanan,
perkebunan dan kehutanan dari daerah sekitar akan tetap menjadi komoditas utama dalam
perdagangan antar wilayah, regional maupun nasional. Demikian pula dengan potensi tambang
seperti nikel, biji nikel, dan bitumen yang masih sangat besar berpotensi untuk peningkatan
ekspor khususnya ke China.
Sebagai titik simpul dan titik transit, perkembangan Kota Baubau di masa datang akan
semakin strategis. Dengan meningkatnya mobilitas penduduk antar regional di wilayah
Indonesia bagian timur, maka semakin besar potensi pengembangan Kota Baubau sebagai titik
perpindahan moda maupun titik transit angkutan laut. Hal ini harus diimbangi oleh
peningkatan prasarana dan sarana perkotaan sebagai kota transit yang akan menjadi faktor
yang dapat meningkatkan bangkitan dan tarikan pergerakan dari dan ke Kota Baubau.
Bab 5 | 2
Salah satu potensi yang juga cukup besar bila dikelola dengan baik adalah potensi wisata di
Kota Baubau maupun di Kabupaten Wakatobi. Dengan kemudahan akses transportasi termasuk
angkutan laut (Kapal Pelni, Kapal Cepat, dan lainnya) dapat menjadi daya tarik bagi turis
domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke lokasi-lokasi wisata di Kota Baubau,
Wakatobi dan sekitarnya.
Melihat berbagai potensi angkutan sebagaimana disampaikan di atas, maka untuk proyeksi
angkutan laut, dalam kegiatan ini difokuskan pada angkutan peti kemas dan angkutan cargo,
maka untuk selanjutnya disampaikan hasil proyeksi demand peti kemas/kargo Pelabuhan Bau
Bau seperti dapat dilihat pada tabel berkut.
Tabel 5.1 Proyeksi Demand Peti Kemas/Kargo
Bab 5 | 3
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel di atas merupakan hasil perhitungan demand dengan skenario moderat dimana faktor
pertumbuhan PDRB menjadi salah satu pendukung tren pertumbuhan demand selain juga
tahun Bongkar Muat Total2015 11.368 7.097 18.4662016 12.723 8.002 20.7252017 14.077 8.906 22.9832018 15.432 9.810 25.2422019 16.786 10.715 27.5012020 18.141 11.619 29.7602021 19.495 12.523 32.0192022 20.850 13.428 34.2782023 22.204 14.332 36.5362024 23.559 15.236 38.7952025 24.913 16.141 41.0542026 26.268 17.045 43.3132027 27.622 17.949 45.5722028 28.977 18.854 47.8312029 30.331 19.758 50.0892030 31.686 20.662 52.3482031 33.040 21.567 54.6072032 34.395 22.471 56.8662033 35.749 23.375 59.1252034 37.104 24.280 61.3832035 38.458 25.184 63.6422036 39.813 26.088 65.9012037 41.167 26.992 68.1602038 42.522 27.897 70.4192039 43.876 28.801 72.6782040 45.231 29.705 74.9362041 46.585 30.610 77.1952042 47.940 31.514 79.4542043 49.294 32.418 81.7132044 50.649 33.323 83.9722045 52.003 34.227 86.2302046 53.358 35.131 88.4892047 54.712 36.036 90.7482048 56.067 36.940 93.0072049 57.421 37.844 95.266
Proyeksi Demand Petikemas (Teus)tahun Bongkar Muat Total
2015 345.265 363.689 708.9542016 378.360 394.942 773.3022017 413.226 410.222 823.4472018 449.964 443.223 893.1872019 488.682 486.075 974.7572020 507.658 493.648 1.001.3062021 548.909 512.865 1.061.7742022 592.405 538.053 1.130.4572023 617.684 574.893 1.192.5772024 642.353 585.173 1.227.5262025 690.096 600.996 1.291.0912026 706.421 607.272 1.313.6932027 757.127 654.912 1.412.0382028 781.337 682.504 1.463.8412029 835.773 699.610 1.535.3832030 837.407 711.284 1.548.6912031 894.277 753.721 1.647.9982032 903.425 775.371 1.678.7962033 922.738 784.420 1.707.1582034 940.058 829.763 1.769.8212035 970.535 877.308 1.847.8432036 984.075 927.178 1.911.2532037 994.838 979.502 1.974.3402038 1.002.496 986.674 1.989.1702039 1.006.690 1.008.063 2.014.7532040 1.028.011 1.063.946 2.091.9572041 1.092.257 1.122.647 2.214.9042042 1.160.153 1.184.323 2.344.4762043 1.231.910 1.249.143 2.481.0532044 1.307.755 1.317.283 2.625.0382045 1.387.924 1.388.932 2.776.8572046 1.472.671 1.464.289 2.936.9602047 1.562.263 1.543.563 3.105.8262048 1.656.982 1.626.978 3.283.9602049 1.757.128 1.714.768 3.471.897
Proyeksi Demand Barang (Ton)
Bab 5 | 4
berdasarkan tren pertumbuhan jumlah penduduk dan demand angkutan yang sudah diangkut
sebelumnya.
5.2 ANALISA PASAR
Hasil diskusi (market sounding) dari berbagai sumber terkait kondisi pasar dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Operator pelabuhan banyak berminat berinvetasi di proyek ini, seperti Pelindo II, Pelindo
III, dan Samudera Indonesia. Mengingat ketiga operator ini merupakan operator pelabuhan
berpengalaman di Indonesia.
2. Konsep AP ini sangat menarik bagi investor karena memberikan jaminan pengembalian
investasi.
3. Lembaga keuangan saat ini mampu memberikan pinjaman untuk sektor infrastruktur
dengan tingkat suku bungan 12%-15% dan masa tenor hingga 15 tahun dengan grace period
2-3 tahun tergantung kondisi masa kontruksi.
Melihat hal ini, dapat disimpulkan bahwa proyek ini cukup menarik bagi calon investor dan
juga lembaga perbankan.
5.3 ANALISA STRUKTUR PENDAPATAN
Proyek KPBU ini direncanakan akan menggunakan skema AP, sehingga sumber pendapatan
hanya boleh 1 sumber yaitu dari AP. Oleh karena itu, analisa struktur pendapatan dilakukan
sebagai bagian dari analisa keuangan. Adapun pendapatan pemerintah diperoleh dari biaya
bongkar muat barang dan juga pemakaian container yard.
5.4 ANALISIS BIAYA MANFAAT SOSIAL
Kajian ekonomi bertujuan untuk melihat dampak atau kontribusi dari suatu proyek terhadap
masyarakat dan negara. Kajian ekonomi menjadi dasar bagi Pemerintah dalam mengambil
keputusan untuk merealisasikan proyek atau tidak.
Kota Baubau merupakan daerah penghubung (connecting/transit area) antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kota Baubau juga berperan sebagai
daerah pengumpul hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah hinterland-nya, yaitu Kab.
Bab 5 | 5
Buton, Kab. Muna, Kab. Wakatobi, dan Kab. Bombana. Potensi komoditas dari Kota Baubau
dan hinterland-nya mencakup perikanan, budidaya rumput laut, budidaya mutiara, pertanian,
perkebunan, peternakan, perdagangan, perindustrian, pariwisata.
Selama periode 2010-2013 bongkar muat peti kemas menunjukan pertumbuhan yang cukup
tinggi, yaitu rata-rata sebesar 37.73% (TEUS) / 42.14% (Ton) untuk bongkar peti kemas dan
rata-rata sebesar 41,12% (TEUS) / 33.10% (Ton) untuk muat peti kemas. Melihat kondisi
tersebut dan rencana Kota Baubau untuk menjadi ibukota Provinsi Kepulauan Buton, maka
pengembangan Pelabuhan Baubau dipandang perlu untuk dilaksanakan.
Salah satu metode untuk mengukur kelayakan ekonomi suatu proyek adalah melalui
perhitungan Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS). ABMS adalah metode untuk mengukur nilai
kontribusi sosial dan ekonomi dari proyek terhadap masyarakat dan negara secara keseluruhan
(Permen PPN 4/2015). Perhitungan ABMS dilakukan dengan membandingkan nilai ekonomi
biaya dan nilai ekonomi manfaat antara kondisi ‘tanpa’ dan ‘dengan’ proyek.
5.4.1 Manfaat
Pengembangan Pelabuhan Baubau diharapkan akan memberikan manfaat yang besar bagi
masyarakat dan negara. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan Pelabuhan Baubau
diantaranya:
1. Memenuhi kebutuhan permintaan (demand)
Dengan pertumbuhan seperti saat ini, Pelabuhan Baubau akan mencapai kapasitas
maksimalnya pada tahun 2018. Jika Pelabuhan Baubau tidak dikembangkan maka
komoditas, baik dari Kota Baubau dan hinterland-nya maupun dari KBI ke KTI dan
sebaliknya, tidak dapat difasilitasi yang selanjutnya berdampak pada terhambatnya arus
distribusi secara langsung serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi secara tidak
langsung.
2. Meningkatnya kualitas pelayanan bagi pengguna
Fasilitas pelabuhan yang ada pada Pelabuhan Baubau saat ini belum memadai
dibandingkan dengan permintaan yang ada. Hal ini berdampak pada lamanya proses
bongkar muat serta kualitas bongkar muat tersebut. Proses bongkar muat yang lama
Bab 5 | 6
mengakibatkan biaya sandar yang mahal serta mengakibatkan beberapa komoditas,
terutama komoditas yang cepat rusak seperti hasil sumber daya alam, berpotensi rusak.
Kualitas bongkar muat yang tidak baik pun berpotensi merusak komoditas yang dibongkar-
muat.
Dengan pengembangan Pelabuhan Baubau, diharapkan dapat meminimalisasi lama proses
bongkar muat serta memberikan kualitas pelayanan bongkar muat yang optimal bagi
pengguna. Hal ini akan meminimalisasi kerugian yang berpotensi diderita oleh pengguna
apabila kondisi Pelabuhan Baubau saat ini dipertahankan.
3. Membuka peluang investasi dan lapangan kerja
Pengembangan Pelabuhan Baubau akan membuka peluang kerja, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, Pelabuhan Baubau akan membutuhkan pegawai
baru, baik selama masa konstruksi maupun operasi. Pengembangan Pelabuhan Baubau
juga akan menstimulus perkembangan perekonomian di wilayah sekitarnya.
Pelabuhan yang baik mendukung sistem distribusi yang baik yang dapat mengundang
investor, baik dalam dan luar negeri, untuk menanamkan modalnya. Hal ini akan bermuara
pada tumbuhnya perekonomian rakyat.
4. Meningkatnya PDRB
Perbaikan sistem distribusi komoditas barang dan manusia serta pertumbuhan ekonomi di
sekitar Pelabuhan Baubau akan memberikan dampak positif bagi PDRB daerah.
Berdasarkan penelitian1, rata-rata PDRB dan pertumbuhan PDRB kota pelabuhan lebih
besar daripada kota yang tidak memiliki pelabuhan. Peran pelabuhan menjadi sangat
penting mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga mobilitas sosial dan
perdagangan tidak akan terlepas dari peran pelabuhan.
5. Menurunnya tingkat kriminalitas
Wilayah pelabuhan selalu dikenal sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kriminalitas
yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan pelabuhan, yang mencakup penataan area
1 Karunia, Diana Sekarayu dan Komara Djaja. 2013. Peran Pelabuhan terhadap Pertumbuhan EkonomiKota di Indonesia. Indonesia: Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Bab 5 | 7
serta perbaikan fasilitas, diharapkan akan mencegah peluang kriminalitas di pelabuhan
tersebut.
Tidak semua manfaat dapat diperhitungkan dalam ABMS. Manfaat yang dapat diperhitungkan
adalah manfaat-manfaat yang dapat dikuantifikasi dengan mempertimbangkan paling kurang
manfaat/penghematan bagi masyarakat dan bagi negara.
Pada model ABMS proyek pengembangan Pelabuhan Baubau ini, manfaat yang diperhitungkan
adalah:
1. Value added atas kemampuan pelabuhan dalam memenuhi kebutuhan permintaan
(demand)
Seperti yang dinyatakan sebelumnya bahwa dengan Pelabuhan Baubau akan segera
mencapai kapasitas maksimalnya jika tidak dikembangkan lebih lanjut. Tanpa
pengembangan Pelabuhan Baubau maka pertumbuhan permintaan (demand) tidak lagi
dapat difasilitasi oleh Pelabuhan Baubau. Sebaliknya, dengan pengembangan Pelabuhan
Baubau maka pertumbuhan permintaan (demand) dapat difasilitasi. Pertumbuhan
permintaan (demand) yang terfasilitasi oleh pengembangan Pelabuhan Baubau adalah
value added yang diperhitungkan sebagai manfaat dalam perhitungan ABMS.
2. Peningkatan PDRB Kota Baubau
Terdapat beberapa penelitian terkait peningkatan laju pertumbuhan PDRB yang didorong
oleh aktivitas di pelabuhan. Salah satu penelitian2 menyatakan bahwa peningkatan
kapasitas bongkar muat sebesar 1% akan mendorong peningkatan PDRB sebesar 0.413%.
Sedangkan penelitian lainnya3 menyatakan bahwa peningkatan volume ekspor dan impor
akan meningkatkan PDRB sebesar 0.233%. Pada perhitungan ABMS ini asumsi yang akan
dipergunakan adalah peningkatan laju pertumbuhan PDRB yang lebih rendah (0.233%)
karena jika pada asumsi yang lebih rendah proyek dapat dinyatakan layak secara ekonomi
maka pada asumsi yang lebih besar kelayakan proyek akan bertambah.
2 Tukan, Marcus, Tri Achmadi, dan Sjarief Widjaja. 2015. Seaport Dimensional Analysis TowardsEconomic Growth In Archipelagic Regions. Indonesia: International Journal of Technology.3 Karunia, Diana Sekarayu dan Komara Djaja. 2013. Peran Pelabuhan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kota di Indonesia. Indonesia: Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Bab 5 | 8
PDRB Kota Baubau (2014)4 adalah sebesar Rp4,635.9 milyar (harga konstan 2010) dengan
laju pertumbuhan rata-rata sebesar 8.82% per tahun, yang mana sektor transportasi
menyumbang 5.26%. Peningkatan PDRB yang diperhitungkan adalah selisih laju
pertumbuhan PDRB yang diakibatkan dari value added yang ditimbulkan oleh proyek
pengembangan Pelabuhan Baubau ini.
5.4.2 Biaya
Biaya yang dihitung dalam ABMS mengacu pada perhitungan estimasi biaya pada kajian
keuangan, terdiri dari CAPEX dan OPEX. Selain itu, pada perhitungan ABMS ini juga
diperhitungkan biaya penyiapan dan biaya lain-lain yang besarnya diasumsikan sebesar 1% dari
CAPEX.
5.4.3 Asumsi dan Parameter
Asumsi dan parameter yang digunakan dalam perhitungan ABMS ini adalah sebagai berikut:
1. Periode evaluasi: 2016 – 2049;
2. Social discount rate (base case): 10%;
3. Kapasitas bongkar muat kontainer:
Tabel 5.2 Kapasitas Bongkar Muat Kontainer
4. Kapasitas bongkar muat kargo:
Tabel 5.3 Kapasitas Bongkar Muat Kargo
4 BPS Kota Baubau.
Kapasitas bongkar muat kontainer TEUSEksisting 167,160Pendek (2020 - 2024) 208,950Menengah (2025 - 2033) 225,173Panjang (2034 - 2049) 255,995
Kapasitas bongkar muat kargo TonEksisting 183,573Pendek (2020 - 2024) 367,146Menengah (2025 - 2033) 473,400Panjang (2034 - 2049) 492,758
Bab 5 | 9
5. Faktor konversi
Komponen biaya dan manfaat di atas masih dalam nilai finansial dan perlu dikonversi
menjadi nilai ekonomi dengan menggunakan faktor konversi (conversion factor) untuk
masing-masing komponen penyusun, yang terdiri dari:
a. Tradable, persentase item-item yang diperdagangkan secara internasional;
b. Non-tradable, persentase item-item yang tidak diperdagangkan secara internasional;
c. Skilled labor, persentase tenaga kerja terlatih yang terlibat;
d. Unskilled labor, persentase tenaga kerja tidak terlatih yang terlibat.
Faktor konversi untuk komponen non-tradable, atau biasa disebut sebagai standard
conversion factor, dihitung dengan menggunakan data 2010-2013 dan diperoleh sebagai
berikut:
Tabel 5.4 Perhitungan Standard Conversion Factor
Untuk faktor unskilled labor digunakan asumsi 0.60.
5.4.4 Hasil Perhitungan
Berikut adalah hasil perhitungan manfaat yang diperhitungkan dalam ABMS yang telah
dikonversi ke dalam nilai ekonomi:
1. Value added atas kemampuan pelabuhan dalam memenuhi kebutuhan permintaan
(demand) disampaikan pada Tabel 5.5.
2. Peningkatan PDRB Kota Baubau, disampaikan pada Tabel 5.6.
Year Export at FOB prices Import at CIF prices Taxes and Duties on Imports SCF2010 1,433,352.50 1,232,440.36 19,570.00 0.992011 1,786,596.75 1,557,794.41 17,902.00 0.992012 1,782,463.80 1,798,121.54 23,734.00 0.992013 1,907,916.39 1,950,525.58 27,003.00 0.99
Bab 5 | 10
Tabel 5.5 Manfaat Ekonomi Value Added
Barang(Ton)
Peti Kemas(TEUS)
KapasitasMaksimal Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasMaksimal BongkarMuat Peti Kemas
(TEUS)
KapasitasTerlayani Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasTerlayani BongkarMuat Peti Kemas
(TEUS)
KapasitasMaksimal Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasMaksimal Bongkar
Peti Kemas(TEUS)
KapasitasTerlayani Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasTerlayani BongkarMuat Peti Kemas
(TEUS)
Value AddedKargo(Ton)
Value AddedPeti Kemas
(TEUS)
Total Value Added(Juta IDR)
1 2020 1,001,306 29,760 183,573 167,160 183,573 29,760 367,146 208,950 300,392 29,760 116,819 - 7,4362 2021 1,061,774 32,019 183,573 167,160 183,573 32,019 367,146 208,950 318,532 32,019 134,959 - 8,0133 2022 1,130,457 34,278 183,573 167,160 183,573 34,278 367,146 208,950 339,137 34,278 155,564 - 8,6394 2023 1,192,577 36,536 183,573 167,160 183,573 36,536 367,146 208,950 357,773 36,536 174,200 - 9,6795 2024 1,227,526 38,795 183,573 167,160 183,573 38,795 367,146 208,950 367,146 38,795 183,573 - 10,1156 2025 1,291,091 41,054 183,573 167,160 183,573 41,054 473,400 225,173 387,327 41,054 203,754 - 10,7727 2026 1,313,693 43,313 183,573 167,160 183,573 43,313 473,400 225,173 394,108 43,313 210,535 - 11,6258 2027 1,412,038 45,572 183,573 167,160 183,573 45,572 473,400 225,173 423,612 45,572 240,039 - 12,5089 2028 1,463,841 47,831 183,573 167,160 183,573 47,831 473,400 225,173 439,152 47,831 255,579 - 13,10010 2029 1,535,383 50,089 183,573 167,160 183,573 50,089 473,400 225,173 460,615 50,089 277,042 - 14,42611 2030 1,548,691 52,348 183,573 167,160 183,573 52,348 473,400 225,173 464,607 52,348 281,034 - 14,80212 2031 1,647,998 54,607 183,573 167,160 183,573 54,607 473,400 225,173 473,400 54,607 289,827 - 15,28113 2032 1,678,796 56,866 183,573 167,160 183,573 56,866 473,400 225,173 473,400 56,866 289,827 - 16,37714 2033 1,707,158 59,125 183,573 167,160 183,573 59,125 473,400 225,173 473,400 59,125 289,827 - 17,01915 2034 1,769,821 61,383 183,573 167,160 183,573 61,383 492,758 255,995 492,758 61,383 309,185 - 17,76416 2035 1,847,843 63,642 183,573 167,160 183,573 63,642 492,758 255,995 492,758 63,642 309,185 - 19,09717 2036 1,911,253 65,901 183,573 167,160 183,573 65,901 492,758 255,995 492,758 65,901 309,185 - 19,45218 2037 1,974,340 68,160 183,573 167,160 183,573 68,160 492,758 255,995 492,758 68,160 309,185 - 19,45219 2038 1,989,170 70,419 183,573 167,160 183,573 70,419 492,758 255,995 492,758 70,419 309,185 - 20,87920 2039 2,014,753 72,678 183,573 167,160 183,573 72,678 492,758 255,995 492,758 72,678 309,185 - 21,26821 2040 2,091,957 74,936 183,573 167,160 183,573 74,936 492,758 255,995 492,758 74,936 309,185 - 21,65622 2041 2,214,904 77,195 183,573 167,160 183,573 77,195 492,758 255,995 492,758 77,195 309,185 - 23,34423 2042 2,344,476 79,454 183,573 167,160 183,573 79,454 492,758 255,995 492,758 79,454 309,185 - 23,77124 2043 2,481,053 81,713 183,573 167,160 183,573 81,713 492,758 255,995 492,758 81,713 309,185 - 24,19725 2044 2,625,038 83,972 183,573 167,160 183,573 83,972 492,758 255,995 492,758 83,972 309,185 - 26,13026 2045 2,776,857 86,230 183,573 167,160 183,573 86,230 492,758 255,995 492,758 86,230 309,185 - 26,59727 2046 2,936,960 88,489 183,573 167,160 183,573 88,489 492,758 255,995 492,758 88,489 309,185 - 27,06528 2047 3,105,826 90,748 183,573 167,160 183,573 90,748 492,758 255,995 492,758 90,748 309,185 - 29,47429 2048 3,283,960 93,007 183,573 167,160 183,573 93,007 492,758 255,995 492,758 93,007 309,185 - 29,99130 2049 3,471,897 95,266 183,573 167,160 183,573 95,266 492,758 255,995 492,758 95,266 309,185 - 30,509
Dengan Proyek Manfaat
No
Demand
Tahun
Tanpa Proyek
Bab 5 | 11
Tabel 5.6 Manfaat Ekonomi Peningkatan PDRB
KapasitasTerlayani Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasTerlayani BongkarMuat Peti Kemas
(TEUS)
Laju PertumbuhanBongkar Muat
KapasitasTerlayani Bongkar
Muat Kargo(Ton)
KapasitasTerlayani BongkarMuat Peti Kemas
(TEUS)
Laju PertumbuhanBongkar Muat
Selisih LajuPertumbuhanBongkar Muat
Selisih LajuPertumbuhanPDRB dari Pel.
Baubau
SelisihPertumbuhan PDRB
(Juta Rupiah)
1 2020 183,573 29,760 300,392 29,7602 2021 183,573 32,019 8% 318,532 32,019 14% 6% 1.41% 5,6393 2022 183,573 34,278 7% 339,137 34,278 14% 6% 1.51% 12,7954 2023 183,573 36,536 7% 357,773 36,536 12% 5% 1.28% 20,1645 2024 183,573 38,795 6% 367,146 38,795 9% 3% 0.61% 25,2176 2025 183,573 41,054 6% 387,327 41,054 11% 5% 1.28% 34,9607 2026 183,573 43,313 6% 394,108 43,313 7% 2% 0.41% 40,6808 2027 183,573 45,572 5% 423,612 45,572 13% 7% 1.74% 56,5839 2028 183,573 47,831 5% 439,152 47,831 9% 4% 0.85% 68,24510 2029 183,573 50,089 5% 460,615 50,089 10% 5% 1.14% 84,01111 2030 183,573 52,348 5% 464,607 52,348 5% 1% 0.20% 93,31912 2031 183,573 54,607 4% 473,400 54,607 6% 2% 0.44% 106,07313 2032 183,573 56,866 4% 473,400 56,866 4% 0% 0.00% 115,42514 2033 183,573 59,125 4% 473,400 59,125 4% 0% 0.00% 125,60115 2034 183,573 61,383 4% 492,758 61,383 8% 4% 0.95% 149,32616 2035 183,573 63,642 4% 492,758 63,642 4% 0% 0.00% 162,49117 2036 183,573 65,901 4% 492,758 65,901 4% 0% 0.00% 176,81818 2037 183,573 68,160 3% 492,758 68,160 3% 0% 0.00% 192,40719 2038 183,573 70,419 3% 492,758 70,419 3% 0% 0.00% 209,37120 2039 183,573 72,678 3% 492,758 72,678 3% 0% 0.00% 227,83121 2040 183,573 74,936 3% 492,758 74,936 3% 0% 0.00% 247,91822 2041 183,573 77,195 3% 492,758 77,195 3% 0% 0.00% 269,77623 2042 183,573 79,454 3% 492,758 79,454 3% 0% 0.00% 293,56124 2043 183,573 81,713 3% 492,758 81,713 3% 0% 0.00% 319,44325 2044 183,573 83,972 3% 492,758 83,972 3% 0% 0.00% 347,60826 2045 183,573 86,230 3% 492,758 86,230 3% 0% 0.00% 378,25527 2046 183,573 88,489 3% 492,758 88,489 3% 0% 0.00% 411,60428 2047 183,573 90,748 3% 492,758 90,748 3% 0% 0.00% 447,89429 2048 183,573 93,007 2% 492,758 93,007 2% 0% 0.00% 487,38330 2049 183,573 95,266 2% 492,758 95,266 2% 0% 0.00% 530,354
No Tahun
ManfaatTanpa Proyek Dengan Proyek
Bab 5 | 12
5.4.5 Hasil Evaluasi
Evaluasi kelayakan ekonomi dilakukan dengan membandingkan biaya dan manfaat.
Tingkat kelayakannya diukur dengan pendekatan Economic Internal Rate of
Return/EIRR, Economic Net Present Value/ENPV, serta Benefit Cost Ratio/BCR pada
tingkat diskonto yang ditetapkan. Tingkat diskonto sosial pada perhitungan ABMS ini
diasumsikan sebesar 10%. Berikut adalah hasil evaluasi dari perhitungan ABMS
pengembangan Pelabuhan Baubau:
Tabel 5.7 Hasil Evaluasi Kelayakan Pengembangan Pelabuhan Baubau
Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa pengembangan Pelabuhan Baubau
ini LAYAK secara ekonomi.
(Dalam Juta Rupiah)
Value Added Peningkatan PDRB Penyiapan CAPEX OPEX(1) 2016 (2,238) (10,802) (13,040)(2) 2017 (18,003) (18,003)(3) 2018 (28,805) (28,805)(4) 2019 (14,403) (14,403)1 2020 7,436 (10,196) (2,761)2 2021 8,013 5,639 (7,820) (10,806) (4,974)3 2022 8,639 12,795 (13,033) (11,482) (3,081)4 2023 9,679 20,164 (20,853) (12,472) (3,483)5 2024 10,115 25,217 (10,427) (12,923) 11,9836 2025 10,772 34,960 (13,835) 31,8987 2026 11,625 40,680 (14,645) 37,6608 2027 12,508 56,583 (15,635) 53,4569 2028 13,100 68,245 (16,269) 65,07510 2029 14,426 84,011 (17,566) 80,87111 2030 14,802 93,319 (14,952) (18,232) 74,93812 2031 15,281 106,073 (24,920) (19,303) 77,13113 2032 16,377 115,425 (39,871) (20,438) 71,49214 2033 17,019 125,601 (19,936) (21,085) 101,60015 2034 17,764 149,326 (21,915) 145,17516 2035 19,097 162,491 (24,107) 157,48117 2036 19,452 176,818 (24,771) 171,49918 2037 19,452 192,407 (25,417) 186,44219 2038 20,879 209,371 (26,722) 203,52820 2039 21,268 227,831 (27,353) 221,74621 2040 21,656 247,918 (28,910) 240,66322 2041 23,344 269,776 (31,395) 261,72523 2042 23,771 293,561 (33,023) 284,30924 2043 24,197 319,443 (34,730) 308,91025 2044 26,130 347,608 (37,680) 336,05826 2045 26,597 378,255 (40,206) 364,64727 2046 27,065 411,604 (42,253) 396,41628 2047 29,474 447,894 (45,777) 431,59129 2048 29,991 487,383 (48,085) 469,29030 2049 30,509 530,354 (50,506) 510,357
EIRR 24.13%ENPV 438,066BCR 3.0
No Tahun Biaya BalanceManfaat
Bab 5 | 13
5.4.6 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan
KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi.
1. Sensitivitas terhadap perubahan nilai social discount rate
Tabel 5.8 Analisis Sensitivitas atas Perubahan Nilai Social Discount Rate
Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa meskipun terjadi perubahan nilai social
discount rate sampai dengan 14%, pengembangan Pelabuhan Baubau LAYAK secara
ekonomi untuk dilaksanakan.
2. Sensitivitas tehadap perubahan nilai manfaat
Tabel 5.9 Analisis Sensitivitas atas Perubahan Nilai Manfaat
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap perubahan nilai manfaat dapat
dilihat bahwa jika kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Baubau hanya
mengakibatkan pertumbuhan PDRB sebesar 0.05% maka pengembangan Pelabuhan
Baubau menjadi TIDAK LAYAK.
PerubahanSocial Discount Rate EIRR ENPV
(juta rupiah) BCR
10%(Base Case )
24% 438,066 3.0
12% 24% 276,224 2.514% 24% 173,455 2.2
EIRR ENPV(juta rupiah) BCR
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.233% (base case )
24% 438,066 3.0
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.1% (base case )
15% 107,244 1.5
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.05% (base case ) 9% (12,964) 0.9
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.233% (base case )
25% 528,116 3.4
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.1% (base case )
16% 143,484 1.7
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.05% (base case ) 10% 4,722 1.0
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.233% (base case )
25% 601,000 3.8
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.1% (base case )
17% 172,380 1.8
Peningkatan PDRB per 1% pertumbuhanbongkar muat 0.05% (base case )
11% 18,744 1.1
Demand (base case)
Demand turun 10%
Demand turun 20%
Bab 5 | 14
Jika diperhatikan terdapat kecenderungan yang dapat dikatakan anomali. Umumnya
penurunan demand akan mengakibatkan penurunan kelayakan. Sedangkan, pada
kondisi pengembangan Pelabuhan Baubau terjadi adalah penurunan demand pada
pertumbuhan PDRB tertentu mengakibatkan kenaikan kelayakan. Hal ini diakibatkan
karena pada kondisi demand tinggi, Pelabuhan Baubau lebih cepat mencapai kondisi
jenuh yang mengakibatkan pertumbuhan PDRB dari Pelabuhan Baubau menjadi lebih
lambat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa besar peningkatan laju pertumbuhan
PDRB yang ditimbulkan dari kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Baubau
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelayakan rencana pengembangan
Pelabuhan Baubau. Selain itu, kondisi demand yang tinggi jika tidak diimbangi
dengan kapasitas pelabuhan yang cukup malah akan mengakibatkan penurunan
kelayakan ekonominya.
5.5 ANALISA KEUANGAN
Kajian komersial terhadap pembangunan pelabuhan Bau Baru didasarkan pada awalnya
dilakukan berdasarkan suatu keputusan yang menjawab pertanyaan apakah pengguna
jasa (masyarakat) harus membayar jasa layanan yang diberikan? (Yesombee, 2007), jika
jawabanannya ya berarti pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya memberi
konsesi kepada pihak ketiga. Namun jika jawabannya adalah tidak, maka pemerintah
harus mulai berfikir bagaimana caranya membuat perhitungan keuangan. Jika setelah
dibuat model konsesi ternyata pendapatan mayoritsnya diperoleh dari masyarakat,
maka secara otomatis proyek tersebut adalah proyek milik pemerintah (publik), dan jika
pendapatannya hanya minoritas dari masyarakat, maka proyek tersebut merupakan
kerjasama dengan swasta (private). Keputusan berikutnya apakah sektor swasta
menanggung risiko permintaan (demand) dan spesifikasi produk yang dihasilkan (ouput),
jika jawaban kedua-duanya tidak, maka proyek tersebut merupakan proyek kerjasama
pemerintah (publik) dan sebaliknya jika jawabannya ya, maka proyek tersebut
merupakan kerjasama swasta. Hal ini dapat diilustrasikan dalam gambar 5.1 berikut:
Bab 5 | 15
Gambar 5.1 Kriteria Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
5.5.1 Keterkaitan Antar Kajian dengan Model Perhitungan Finansial
Untuk melakukan kajian komersial terhadap proyek pelabuhan Bau Bau, diperlukan
beberapa kajian yang mendahului, yaitu kajian rencana pembangunan dan kajian
rencana produksi. Di dalam kajian rencana pembangunan, tahap pertama diperlukan
dua kajian utama, yaitu kajian studi teknis, rencana pembangungan dan kajian
lingkungan. Sementar itu tahap kedua diperlukan kajian legal, yang mempertimbangkan
aspek undang-undang dan peraturan yang berlaku serta kebijakan pemerintah (pusat
dan daerah). Pada fase yang lain, diperlukan kajian produksi yang mempertimbangkan
aspek kebutuhan pasar berdasarkan real demand survey dan kesiapan pelabuhan beserta
peralatan pendukung produksi dengan pertimbangan aspek transportasi. Sedangkan
dalam memfinalisasi model keuangan, juga diperlukan masukan terkait motivasi
peminjam (lenders), pihak investor (swasta) dan penjamin risiko (jika diperlukan). Jika
smua hal tersebut sudah dirangkum, maka barulah dapat dihasilkan model finansial,
yang dapat dijadikan pedoman bagi kajian ekonomi dan menjadi dasar dalam
penyusunan dokumen Financial Business Plan. Semua rangkaian kegiatan tersebut,
diilustrasikan dalam Gambar 5.2.
Bab 5 | 16
Gambar 5.2 Keterkaitan Antar Kajian terhadap Model Perhitungan Keuangan
5.5.2 Perhitungan Keuangan
Untuk perhitungan keuangan, konsultan menggunakan beberapa asumsi dasar sebagai
berikut:
Total RAB (Capex) Sarana dan Prsarana Penuh Rp. 244 miliar (skenario 1 sd 3), untuk
Peralatan Pelabuhan (Equipment) Rp. 71 miliar (skenario 4);
Dengan/tanpa governement support, diatur sesuai dengan skenario;
Ekuitas swasta 30% dan sisanya 70% pihak swasta pinjam ke bank;
Suku bunga pinjaman 12% p.a., dengan masa pamebayaran 19 tahun dan masa
tenggang 4 tahun (selama konstruksi);
Suku Bunga Pinjaman jangka panjang 12% dan discount factor 9%;
Kenaikan tarif 10% setiap 3 tahun sekali;
Demand pelabuhan mempertimbangkan aspek hinterland, foreland dan shifting
pelabuhan.
Melalui beberapa perhitungan keuangan konvensional yang dilakukan dengan
pertimbangan seperti gambaran yang telah dijelaskan diatas serta memperhatikan
kemampuan keuangan pemerintah dan motivasi investor, ternyata hasil perhitungan
keuangan ini masih belum memenuhi berbagai parameter seperti yang diharapkan
(Permenhub no 83 tahun 2010). Berikut disampaikan ikhtisar hasil perhitungan proyeksi
keuangan model konvensional. Hal ini dilakukan dengan 3(tiga) skenario, pada skenario-
1: Dimana demand dihasilkan berdasarkan perhitungan kebutuhan akan pasar pada
kondisi saat ini dan tanpa dukungan pemerintah (government support). Skenario-2:
Demand dihitung sudah memperhatikan daya tarik pelabuhan terkait komoditas lokal
Bab 5 | 17
(aspal Buton dan komoditas lainnya) di wilayah sekitar pelabuhan (hinterland dan
foreland) serta dengan dukungan pemerintah maksimal sebesar 49%.
Tabel 5.10Hasil Perhitungan Skenario-1
Tabel 5.11Hasil Perhitungan Skenario-2: Optimis
Memperhatikan kriteria seuai parameter yang disyaratkan Project IRR = WACC, Private
(Equity) IRR = Cost of Debt (Ke), Project dan Equity NPV ≥ 0, Average DSCR ≥ 1,4 dan
Minimum DSCR ≥,0. Maka dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan proyeksi keuangan dengan metoda perhitungan keuangan normal,
dimana government support 0% proyek “Tidak Layak” karena Project NPV maupun
Equity NPV masih negatif;
2. Hasil perhitungan proyeksi keuangan dengan metoda perhitungan keuangan normal,
dimana government support diberikan maksimum sampai 49%, proyek masih tetap
“Tidak layak” karena Project NPV masih negatif.
Dengan demikian maka apabila Financial Projection masih negatif sehingga “Tidak
Layak” seperti dijelaskan diatas, maka diperlukan kajian tambahan dengan pendekatan
metode pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment/AP) dengan ilustrasi
pada Gambar 5.3 berikut:
Gambar 5.3 Pola Perhitungan Proyek Keuangan
ASUMSI DASAR Kriteria Kelayakan Proyek KesimpulanGovernment Support 49,0% Project IRR 15,58% ≥ 11,3% DiterimaEquity-Private 30% Private IRR 18,23% ≥ 16,8% DiterimaInterest rate 12% Project NPV (in million)= (13.896)Rp ≥ -Rp DitolakDiscount rate 9% Private Investment NPV (in million)= 41.594Rp ≥ -Rp DiterimaTariff increase/3 years 10% Average DSCR (x) 2,09 ≥ 1,4 DiterimaPembulatan tarif 500 Minimum DSCR (x) 1,64 ≥ 1,0 DiterimaLoan Period (years) 19 Tidak LayakKesimpulan
Paramater
Bab 5 | 18
Berdasarkan perhitungan proyeksi keuangan dengan pendekatan ketersediaan layanan
(AP) dengan formulasi sebagi berikut:
Skenario-3: Availability Payment
Metoda AP dengan skema pembayaran setiap 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan tahap
pembangunan, sehingga ada tiga tahap pembayaran sebagai berikut (dalam satuan juta
rupiah):
Maka diperoleh hasil perhitungan proyeksi keuangan sebagi berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Keterangan 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029
Capex 15.530 - 8.670 14.451 23.121 11.561 - - - -
Opex 11.474 12.155 12.908 13.994 14.505 15.575 16.468 17.572 18.291 19.714
Total Opex per 10 tahun 152.656
Pengembalian Capex 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765 7.765
Pengembalian Opex 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266 15.266
Pengembalian Bunga Pinjaman 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536 6.536
ROI 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212 9.212
Total Pembayaran AP/thn 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779 38.779
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20Keterangan 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039
Capex - - 16.331 27.218 43.548 21.774 - - - -Opex 20.541 21.743 22.995 23.732 24.677 27.164 27.953 28.648 30.092 30.834
Total Opex per 10 tahun 258.378Pengembalian Capex 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780 5.780Pengembalian Opex 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838 25.838Pengembalian Bunga Pinjaman 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865 4.865ROI 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647 12.647
Total Pembayaran AP/thn 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130 49.130
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30Keterangan 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 2049
Capex - - - - - - - - - -Opex 32.699 35.430 37.272 39.205 42.449 45.422 47.745 51.619 54.234 56.979
Total Opex per 10 tahun 443.055Pengembalian Capex 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887 10.887Pengembalian Opex 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305 44.305Pengembalian Bunga Pinjaman 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163 9.163ROI 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077 22.077
Total Pembayaran AP/thn 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433 86.433
Bab 5 | 19
Tabel 5.12 Hasil Perhitungan Metoda AP
Berdasarkan perhitungan tersebut dan dibandingkan dengan parameter yang sama
seperti yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan hasilnya sebagi berikut:
1. Hasil perhitungan proyeksi keuangan metoda AP, sudah layak;
2. Membutuhkan tingkat return (ROI) sebesar 40%, agar swasta berminat terhadap
proyek tersebut.
Dalam diskusi yang dilakukan di Kementerian Perhubungan, dikemukakan berbagai
pertimbangan untuk mendanai proyek ini, salah satunya adalah apabila semua sarana
dan prasarana infstruktur dibangun oleh Pemerintah, sedangkan pengoperasian
dilakukan oleh pihak swasta.
Oleh sebab itu, maka dalam laporan final ini, disampaikan informasi tambahan terkait
dengan usulan tersebut dalam skenario 4. Konsultan membuat model laporan keuangan
tambahan dengan 2 (dua) skenario:
(1) Jika tanpa government support; dan
(2) Jika dihitung dengan metoda Availability Payment.
Skenario 4A: Swasta membeli equipment, mengelola dan memelihara Pelabuhan dan
Tanpa Government Support
Tabel 5.13Swasta memembeli Equipmen & mengelola Pelabuhan Tanpa DukunganPemerintah
Skenario 4B: Swasta membeli equipment, mengelola dan memelihara Pelabuhan dan
menggunakan Sistem Pembayaran AP
ASUMSI DASARGovernment Support 0,0% Kriteria Kelayakan Proyek KesimpulanEquity-Private 30% Project IRR 14,81% ≥ 11,3% DiterimaInterest rate 12% Private IRR 17,18% ≥ 16,8% DiterimaDiscount rate 9% Project NPV (in million)= 60.018Rp ≥ -Rp DiterimaTariff increase/3 years 10% Private Investment NPV (in million)= 40.973Rp ≥ -Rp DiterimaPembulatan tarif 500Rp Average DSCR (x) 1,95 ≥ 1,4 DiterimaLoan Period (years) 19Rp Minimum DSCR (x) 1,36 ≥ 1,0 DiterimaTingkat ROI 40% LayakKesimpulan
Paramater
ASUMSI DASAR Kriteria Kelayakan Proyek KesimpulanGovernment Support 0,0% Project IRR 8,46% ≥ 11,3% DitolakEquity-Private 30% Private (Equity) IRR 7,51% ≥ 16,8% DitolakInterest rate 12% Project NPV (in million)= (2.400)Rp ≥ -Rp DitolakDiscount rate 9% Private Investment NPV (in million)= (4.761)Rp ≥ -Rp DitolakTariff increase/3 years 10% Average DSCR (x) 1,36 ≥ 1,4 DitolakPembulatan tarif 500Rp Minimum DSCR (x) 0,60 ≥ 1,0 DitolakLoan Period (years) 19 Tidak LayakKesimpulan
Paramater
Bab 5 | 20
Tabel 5.14Swasta memembeli Equipmen & mengelola Pelabuhan dengan PembayaranAP
5.5.3 Kesimpulan Keuangan
Berikut disampaikan resume gabungan dari beberapa hasil kajian keuangan seperti
sudah dijelaskan diatas
Tabel 5.15Rekapitulasi Kajian Keuangan
Berdasarkan gambaran tersebut, maka dapat disimpulkan hal berikut:
1. Dengan pihak swasta harus mendanai pembangunan secara penuh, dari dua
alternatif skenario 1 dan 2 diatas, tidak memenuhi parameter yang ditetapkan;
2. Kecuali jika sistem pembayaran menggunakan metoda AP dengan tingkat return
(ROI) sebesar 40% (skenario-3), baru dapat memenuhi parameter;
3. Namun jika pemerintah memiliki dana untuk pembangunan infrastruktur yang cukup,
namun menyerahkannya kepada pihak swasta untuk mengelola, maka dapat
menggunakan alternatif 4B, yang juga menggunakan sistem pembayaran AP, namun
dengan tingkat return (ROI) sebesar 12,5%.
ASUMSI DASARGovernment Support 0,0% Kriteria Kelayakan Proyek KesimpulanEquity-Private 30% Project IRR 18,83% ≥ 11,3% DiterimaInterest rate 12% Private (Equity) IRR 29,92% ≥ 16,8% DiterimaDiscount rate 9% Project NPV (in million)= 26.455Rp ≥ 0,0% DiterimaTariff increase/3 years 10% Private Investment NPV (in million)= 24.835Rp ≥ 0,0% DiterimaPembulatan tarif 500Rp Average DSCR (x) 3,17 ≥ 1,40 DiterimaLoan Period (years) 19 Minimum DSCR (x) 1,02 ≥ 1,00 DiterimaTingkat ROI 12,5% Layak
Paramater
Kesimpulan
NO. KETERANGAN Skenario-1 Skenario-2 Skenario-3 Skenario-4A Skenario-4B Catatan
A Rencana Anggaran Belanja (CapitalExpenditure)
B Pihak yang membangun, memelihara danmengelola pelabuhan
C Pilihan model keuanganTanpa
GovernmentSupport
DenganGovernmentSupport 49%
MenggunakanSis tem
Pembayaran AP
Tanpa GovernmentSupport
MenggunakanSis tem
Pembayaran APD Hasil Perhitungan Keuangan Parameter
1. Project IRR 7,31% 15,58% 14,81% 8,46% 18,83% 11,30%2. Project NPV (juta rupiah) (20.497)Rp (13.896)Rp 60.018Rp (2.400)Rp 26.455Rp >= Rp. 03. Equity IRR 3,86% 18,23% 17,18% 7,51% 29,92% 16,80%4. Equity NPV (juta rupiah) (40.782)Rp 41.594Rp 40.973Rp (4.761)Rp 24.835Rp >= Rp. 05. Average DSCR (x) 0,99 2,09 1,95 1,36 3,17 >= 1,46. Minimum DSCR (x) 0,83 1,64 1,36 0,60 1,02 >= 1,0Kesimpulan Tidak Layak Tidak Layak Layak Tidak Layak Layak
E Analisis Sensitivitas Keuangan Skenario 4B Project IRR Equity IRR Project NPV Equity NPV1. Perhtungan Awal 18,83% 29,92% 26.455Rp 24.835Rp2. Jika Revenue turun 10% 17,95% 28,34% 23.412Rp 21.792Rp3. Jika Capex naik 10% 16,74% 26,96% 22.493Rp 23.147Rp4. Jika Revenue turun 10% dan Capex naik 10% 15,88% 25,41% 19.450Rp 20.104Rp
CAPEX PENUH (Rp.244 Miliar)CAPEX SEBAGIAN/EQUIPMENT
PELABUHAN (71 Miliar)
Swasta membangun, memelihara danmengelola Pelabuhan
Pemerintah Membangun,Swasta membeli equipment,mengelola dan memelihara
Bab 5 | 21
Berikut disampaikan beberapa saran terhadap rencana proyek pembangunan Pelabuhan
Bau Bau:
1. Metoda Pembayaran normal tidak akan menarik bagi investor karena IRR dan NPV
sangat rendah, oleh karena itu disarankan menggunakan metod pembayaran AP
sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.08/2015, tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan dalam rangka KPBU dalam penyediaan Infrastruktur.
2. Dana Pembayaran Ketersediaan Layanan adalah dana yang dialokasikan dalam APBN
atau APBD dalam rangka pelaksanaan Pembayaran Ketersediaan Layanan untuk KPBU
pada setiap tahun anggaran. Dimana tujuannya adalah untuk:
(1) memastikan keteresediaan layanan yang berkualitas;
(2) mengoptimalkan nilai guna dari APBN/APBD (value for money);
(3) menyediakan skema pengembalian investasi yang menarik minat Badan Usaha
untuk bekerjasama dengan Pemerintah dalam menyediakan layanan kepada
masyarakat melalui KPBU.
3. Untuk itu maka Pembayaran Ketersediaan Layanan ini harus memperhatikan prinsip-
prinsip:
(1) kemampuan keuangan negara (kapasitas fiskal);
(2) kesinambungan fiskal;
(3) pengelolaan risiko fiskal, dan;
(4) ketepatan sasaran penggunaan.
Bab 6 | 1
Bab 6 KAJIAN LINGKUNGAN DANSOSIAL
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
6.1 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan pemantauan dan pengawasan lingkungan hidup. Menurut
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008, pelayaran di Indonesia diselenggarakan berdasarkan
asas berwawasan lingkungan hidup. Selanjutnya disebutkan bahwa semua kegiatan
angkutan di perairan ke pelabuhan, harus memperhatikan keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim di perairan Indonesia. Untuk itu
Pembangunan Pelabuhan BauBau perlu direalisasikan dengan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan
menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Penyelenggaraan transportasi air bukanlah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri tapi
berkaitan erat dengan aspek-aspek ekonomi dan sosial yang berada dalam jangkauan
pelayanan angkutan pelabuhan tersebut. Sehingga lingkungan hidup sebagai salah satu
aspek sosial, harus tetap diperhatikan daya dukungnya agar proses memperlancar
mobilisasi dan distribusi kebutuhan pokok, kendaraan maupun orang, tidak
menyebabkan terdegradasinya ruang hidup manusia.
Oleh sebab itu maka pada kegiatan pembangunan Pelabuhan Baubau terdapat dua
kegiatan yang harus diperbandingkan dengan Permen no 5 tahun 2012 mengenai
Kegiatan Wajib AMDAL sehingga dapat diketahui apakah pembangunan Pelabuhan
Baubau ini perlu dilengkapi dengan studi AMDAL atau tidak. Adapun kegiatan yang perlu
dipertimbangkan tersebut adalah kegiatan pembangunan dermaga dan kegiatan
reklamasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang Wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, bahwa untuk kegiatan pelabuhan dengan luas > 6000 m2 merupakan
Bab 6 | 2
kegiatan yang membutuhkan studi AMDAL karena berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap:
1. Perubahan arus pantai/pendangkalan dan sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan
2. Dapat mengganggu proses-proses alamiah di daerah pantai (coastal processes).
Kegiatan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan luas area reklamasi
>25Ha, volume material urug >500.000m3 atau panjang reklamasi ≥50m (tegak lurus ke
arah laut dari garis pantai) membutuhkan studi AMDAL karena berpotensi menimbulkan
dampak terhadap, antara lain:
1. Hidrooseanografi, meliputi pasang surut, arus, gelombang, dan sedimen dasar laut.
2. Hidrologi, meliputi curah hujan, air tanah, debit air sungai atau saluran, dan air
limpasan.
3. Bathimetri, meliputi kontur kedalaman dasar perairan.
4. Topografi, meliputi kontur permukaan daratan.
5. Geomorfologi, meliputi bentuk dan tipologi pantai.
6. Geoteknik, meliputi sifat-sifat fisis dan mekanis lapisan tanah.
7. Dampak sosial.
Akan tetapi mengingat bahwa Proyek KPBU Pelabuhan Bau Bau direncanakan terdiri
atas:
1. Kegiatan rehabilitasi, pengoperasian, dan pemeliharaan (2016-2020), dan
2. Kegiatan reklamasi, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan (2021-2035),
Berdasarkan besaran-besaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan
pelabuhan Baubau Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara ini tidak memerlukan studi
AMDAL. Adapun untuk mendapatkan ijin lingkungan sesuai dengan yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah no 27 tahun 2012 tentang ijin lingkungan tepatnya pada
pasal 3 ayat 2, setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib Amdal maka kegiatan pembangunan pelabuhan Baubau ini wajib memiliki UKL-
UPL.
Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
Bab 6 | 3
Sedangkan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup, atau yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan.
UKL-UPL sebagaimana yang disebut di atas, disusun oleh Pemrakarsa pada tahap
perencanaan. Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan wajib sesuai dengan rencana
tata ruang. Apabila lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada
Pemrakarsa.
Dalam pada itu, lokasi kegiatan Pengembangan Pelabuhan Baubau Kota Baubau Propinsi
Sulawesi Tenggara ini sudah dibandingkan dengan Rencana Dasar Tata Ruang Kota
Baubau, dan ternyata lokasi kegiatan pembangunan pelabuhan Baubau telah sesuai
dengan peruntukkan lahan yang tercantum dalam RDTR tersebut, tepatnya peruntukkan
lahan untuk Pelabuhan Murhum.
Penyusunan UKL-UPL dilakukan melalui pengisian formulir UKL-UPL dengan format yang
ditentukan oleh menteri yaitu tepatnya yang tercantum dalam lampiran II Peraturan
Menteri Negara Lingkungan hidup no 13 tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Format paling sedikit memuat:
1. Identitas pemrakarsa;
2. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
3. Dampak lingkungan yang akan terjadi; dan
4. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Formulir UKL-UPL sebagaimana tersebut di atas, dan yang telah diisi oleh Pemrakarsa
yaitu untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
dan dan berada sejauh-jauhnya di wilayah laut sepanjang 4 mil dari garis batas pantai
akan disampaikan pada Bupati/walikota. Berdasarkan hal tersebut maka format
formulir UKL UPL pembangunan Pelabuhan Baubau yang sudah diisi pemrakarsa akan
diserahkan kepada Walikota Kota Baubau.
Bab 6 | 4
Kota Baubau adalah sebuah kota di Pulau Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Baubau
memperoleh status Kota pada tanggal 21 Juni 2001berdasarkan UU no 13 tahun 2001.
Baubau merupakan kota yang menduduki peringkat ke 8 sebagai Kota terbesar di
Sulawesi Tenggara. Berdasarkan sensus tahun 2010, Baubau memiliki jumlah penduduk
sebanyak 137.118 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.113 per km² dan pertumbuhan
sebesar 2,975 % per tahun. Nilai PDRB daerah Kota Baubau berdasarkan harga yang
berlaku tahun 2007 adalah sebesar Rp 1.254,49 milyar,
Sebelah utara Kota Baubau yang berada di Pulau Buton berbatasan langsung dengan
Selat Buton. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pasir Wajo Kabupaten
Buton, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan
dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, Dengan
posisi ini, maka Kota Baubau memiliki potensi yang sangat strategis dalam upaya
meningkatkan jaringan sarana dan prasarana transportasi laut yang menghubungkan
suatu daerah dengan daerah lainnya dengan pelabuhan sebagai hubungan
perekonomian. Oleh karena itu perlu peningkatan fungsi Pelabuhan Murhum yang
merupakan pelabuhan eksisting yang lokasinya berada tepat di Kota Baubau.
Dalam konsep pembangunan Pemerintah Kota Baubau, pelabuhan ini dibangun untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan demi mendukung program jangka panjang
menjadikan Kota Baubau Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Lokasi pembangunan pelabuhan Baubau ini berada di Kecamatan Betoambari Kota
Baubau. Kecamatan Betoambari adalah sebuah kecamatan di Kota Baubau, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Sebelum pemekaran Kota Baubau, Kecamatan Betoambari memiliki
wilayah yang di dalamnya termasuk wilayah Kecamatan Murhum yang telah menjadi
wilayah pemekaran kecamatan tersendiri.
Kecamatan Betoambari secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di
antara 05°26' - 05°26' Lintang Selatan dan di antara 122°30' - 122°38' Bujur Timur dan
mempunyai wilayah seluas 27,89 km² atau 12,62% dari total luas Kota Baubau. Batas
Wilayah Kecamatan Betoambari di sebelah Utara dan Barat adalah Selat Buton, di
sebelah timur adalah Kecamatan Murhum, dan di sebelah selatan adalah Kecamatan
Batauga. Sedangkan batas lokasi untuk kegiatan pembangunan pelabuhan Baubau adalah
sebagai berikut:
• Utara : Selat Buton
• Timur : Perumahan
Bab 6 | 5
• Selatan : Perumahan dan jalan
• Barat : Taman
Wilayah Kecamatan Betoambari dibagi menjadi 4 (empat) kelurahan yaitu:
• Sulaa dengan luas wilayah 4,69 km²
• Waborobo dengan luas wilayah 17,28 km²
• Lipu dengan luas wilayah 4,50 km²
• Katobengke dengan luas wilayah 1,42 km²
Selanjutnya risiko lingkungan dialihkan ke badan usaha, sehingga kewajiban menyiapkan
dokumen lingkungan akan dilakukan oleh badan usaha setelah proses transaksi selesai.
Adapun kegiatan proyek yang diperkirakan dapat menjadi penyebab terjadinya dampak
adalah sebagai berikut:
1. Konstruksi
a. Mobilisasi tenaga kerja konstruksi
Ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembangunan Pelabuhan
Baubau diperoleh dari daerah sendiri atau dari luar daerah. Hal tersebut
didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan pada
pembangunan jembatan, jalan dan bangunan-bangunan di wilayah Kota Bau
Bau dan sekitarnya. Khususnya untuk hal-hal yang memerlukan keahlian
tertentu seperti tukang kayu atau sejenisnya jika diperlukan dapat didatangkan
tenaga dari luar daerah.
b. Pembuatan dan pengoperasian base camp
Untuk keperluan kantor lapangan, gudang material, stock file, parkir
kendaraanproyek dan peralatan berat, serta barak pekerja perlu dibuat Kantor
Proyek/base camp dekat dengan prasarana jalan umum dan dekat lokasi
kegiatan, sehingga mempermudah aksesbilitas dan memperkecil dampak yang
timbul.
c. Mobilisasi alat berat dan material konstruksi
Sumber material untuk pembangunan konstruksi dermaga pelabuhan pada
umumnya harus didatangkan dari luar wilayah Kota Bau Bau (seperti semen,
besi beton, genteng, seng). Untuk material beton seperti pasir beton dan split
serta tanah penimbunan cukup banyak tersedia di wilayah sekitar. Untuk
mendatangkan material tersebut, seperti tiang pancang, besi, semen dan lain-
lain dapat dilakukan melalui transportasi laut langsung ke lokasi proyek, hal
tersebut akan memberikan kemudahan.
Bab 6 | 6
d. Pekerjaan tanah, Pembangunan fasilitas sisi darat, dan Pembangunan fasilitas
sisi perairan
Pembangunan (konstruksi) fisik bagi Pengembangan Pelabuhan Baubau meliputi
reklamasi pantai, pembangunan sejumlah fasilitas bangunan baru, seperti
pembangunan talud (tembok) pinggir pantai, perpanjangan dermaga,
pembangunan gudang (terminal barang), perluasan lapangan bongkar muat
barang, dan perluasan lapangan parkir.
2. Operasional
a. Perekrutan tenaga kerja operasional
Pada saat beroperasi penuh diperkirakan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
mengelola Pelabuhan Baubau akan bervariasi menurut kebutuhan dan tingkatan
pendidikan.
b. Pengoperasian fasilitas sisi perairan
Rencana setelah selesainya kegiatan pembangunan dan pengembangan
Pelabuhan Baubau hingga tahap ultimit maka ukuran panjang dermaga di
pelabuhan ini diharapkan akan mampu melayani kapal kargo dan peti kemas yang
memiliki tonase lebih dari 10.000 DWT.
Komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak penting dari kegiatan-
kegiatan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Aspek Fisik Kimia
a. Kualitas udara mencakup meliputi NO2, SO2 dan debu
b. Kebisingan (Intensitas Kebisingan)
c. Hidrologi dan Kualitas Air
Debit air larian yang terjadi karena adanya pembangunan di lokasi tapak
Kualitas fisik, kimia, air permukaan (sungai) dan air laut
Kualitas fisik, kimia, sumber air bersih (air sumur dan air hujan)
d. Limbah Padat
Jumlah sampah yang dihasilkan
2. Aspek Tata Ruang dan Transportasi
a. Pola ruang dan tata guna lahan
Alokasi penggunaan ruang menurut Rencana Tata Ruang
Penggunaan lahan sesuai kebijaksanaan tata ruang dan perijinan yang berlaku
Penggunaan lahan eksisting
b. Transportasi Air
Jenis alat transportasi air
Bab 6 | 7
Alur pelayaran
3. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya
Penelaahan aspek sosial, ekonomi dan budaya mencakup kondisi kependudukan
(demografi), kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya.
a. Kependudukan (Demografi)
Jumlah dan kepadatan penduduk serta penyebarannya
Struktur penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan
Tingkat pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Struktur jenis pekerjaan penduduk
Tingkat pendapatan penduduk
Analisis penurunan perekonomian penduduk
Kesempatan kerja dan berusaha
c. Kondisi Sosial Budaya
Persepsi masyarakat terhadap kegiatan
4. Aspek Kesehatan Masyarakat
a. Sanitasi Lingkungan
b. Keselamatan dan kesehatan kerja
c. Pola penyakit
Selain komponen lingkungan yang tersebut di atas akan ditelaah pula komponen
lingkungan yang dapat mempengaruhi intensitas, arah dan luas dari penyebaran
dampak. Komponen lingkungan tersebut adalah:
1. Iklim
a. Kelembaban dan temperatur udara
b. Curah hujan
c. Arah dan kecepatan angin
2. Hidrooceanografi
a. Pola arus
b. Pasang surut
Secara umum, hasil penapisan awal dari dampak lingkungan yang mungkin dapat terjadi
disampaikan pada tabel di bawah ini.
Bab 6 | 8
Tabel 6.1 Penapisan Awal Dampak Lingkungan yang Akan TerjadiSumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap KonstruksiPenurunan Kualitasudara
Kadar debu padasaat sebelum tahapkonstruksi akanberubah karenaadanya mobilisasimaterial dankegiatanpembangunankonstruksitermasukpekerjaan tanah.
Dari kegiatan yanghampir samaselama konstruksidapat terjadikenaikankonsentrasi debusekitar 0,02 - 0,04µg/m3.
Dampak negatif
PeningkatanKebisingan
Kebisingan akibatadanya mobilisasimaterial danpembangunankonstruksi akanmeningkatterutama padaperumahanpenduduk yangberbatasan denganlokasi kegiatan.
Tingkat kebisingankonstruksi sipilberkisar antara 47 –58 dBA pada jarak500 meter darilokasi kegiatan,
Dampak negatif
Penurunan KualitasAir laut
Perairan di sekitarkegiatan akanmengalamisendimentasiakibatpembangunankonstruksi sisiperairan.
Kadar TSS akanmakin bertambahselama masakonstruksiberlangsung dandikhawatirkan akanmelebihi bakumutu.
Dampak negatif
TerbukanyaKesempatan Kerja
Kebutuhan tenagakerja konstruksisekitar 150 orangdan hampir 30%dari tenaga kerjalokal
Terbukanyakesempatan kerjauntuk penduduklokal yangberdampak padakenaikan tingkatpendapatan
Dampak positif
Peningkatan PeluangBerusaha
Kebutuhan tenagakerja konstruksidiperkirakan 150orang dan 105diantaranyamerpakanpendatang.
Dengan adanya 105tenaga pendatanguntuk kebutuhantenaga kerjakonstruksi yangmanbutuhkan barakuntuk tidur, tempatmakan, minum dankebutuhanlain.Sehinggameningkatkanpeluang berusahauntuk penduduklokal.
Dampak Positif
Bab 6 | 9
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak KeteranganGangguan KesehatanMasyarakat
Penyakit yangpaling banyakdiderita olehpenduduk di sekitarlokasi proyekadalah ISPA
Terjadipeningkatak debudan zat pencemerlain akibatpembangunankonstruksi yangdipekirakan akanmenimbulkanpenurunankesehatanmasyarakat
Dampak Positif
Tahap PascaKonstruksiTerbukanyaKesempatan Kerja
Kebutuhan tenagakerja operasionaldiperkirakan 50orang dan 30 % nyaadalah tenagalokal.
Terbukanyakesempatan kerjalokal yangberdampaklanjutanpeningkatanpendapatan.
Dampak Positif
Kecemburuan Sosial Jumlah tenagakerja di KotaBaubau yangmencari pekerjaansebanyak 5538pada tahun 2013.
Dalam recruitmentenaga kerjakecemburuan sosialbisa munculmanakala prioritaspenerimaan tidakddiberikan padatenaga kerja lokal.
Dampak Negatif
6.2 PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
6.2.1 Tahap Konstruksi
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam rangka pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup terhadap dampak Pengembangan Pelabuhan Bau Bau pada Tahap
Konstruksi adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kualitas Udara
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak penurunan kualitas udara
adalah:
a. Melokalisir lokasi yang sedang ada kegiatan konstruksi, dengan menggunakan
seng atau media lainnya.
b. Melakukan pembersihan terhadap sisa-sisa dalam kegiatan pekerjaan tanah atau
pembersihan lahan ini baik semak belukar, pepohonan, dan puing-puing lain yang
berada pada lokasi ke tempat pembuang- an.
c. Menggunakan peralatan yang laik pakai dan pemeliharaan berkala terhadap
seluruh mesin atau peralatan yang menghasilkan emisi gas/polutan udara.
d. Karyawan menggunakan APD yaitu masker.
Bab 6 | 10
Pemantauan terhadap parameter kualitas udara yaitu Debu, SO2 , NO2, CO sesuai
baku mutu Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 yaitu debu = 230 µg/m3, SO2 =
900 µg/m3, CO =30.000 µg/m3, NO2 = 400 µg/m3. Pemantauan tersebut dilakukan
selama masa konstruksi satu tahun sekali di perbatasan tapak proyek dengan
perumahan penduduk.
Sampling dan analisis kualitas udara (parameter debu, SO2, dan NO2) dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan metode gravimetrik, pararosanilin dan NDIR.
Parameter yang ada dibandingkan dengan baku mutu.
2. Peningkatan Kebisingan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak peningkatan kebisingan
adalah:
a. Perawatan secara berkala terhadap alat-alat yang digunakan sehingga gas buang
dan kebisingan yang dikeluarkan memenuhi standar emisi gas buang dan
kebisingan.
b. Memasang peredam suara (silencer) pada knalpot kendaraan proyek yang
digunakan.
c. Kegiatan konstruksi fasilitas sisi darat dilakukan pada siang hari dan para pekerja
menggunakan pelindung berupa ear plug.
Pemantauan terhadap parameter kebisingan dilakukan pada lokasi yang sama dengan
pemantauan kualitas udara. Pemantauan kebisingan ini dilaksanakan setahun sekali
selama tahap konstruksi. Parameter intensitas kebisingan tidak melebihi baku mutu
yang diatur dalam SK Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 adalah
sebesar 70 dBA untuk pelabuhan dan 55 dBA untuk pemukiman.
3. Penurunan Kualitas Air
Hal yang dilakukan untuk mengelola dampak penurunan kualitas air laut adalah
dengan membuat sedimen trap, agar sedimen yang tejadi yang disebabkan oleh
mobilisasi material dan kegiatan pembangunan konstruksi tidak langsung masuk
kedalam Selat Buton.
Pemantauan dilaksanakan di perairan laut sekitar Pelabuhan Baubau setahun sekali
selama tahap konstruksi. Pengambilan contoh air laut kemudian diperiksa
Bab 6 | 11
parameter kekeruhan (TSS), kemudian analisis data dilakukan dengan
membandingkan dengan KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
untuk TSS untuk perairan pelabuhan yaitu 80 mg/lt.
4. Terbukanya Kesempatan Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak terbukanya kesempatan
kerja adalah:
a. Memprioritaskan tenaga kerja lokal sebanyak 30% orang dari jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan.
b. Bekerjasama dengan kelurahan beserta aparatnya dalam penerimaan tenaga
kerja secara terbuka dan transparan.
c. Memberikan pelatihan pada tenaga kerja lokal supaya bisa ikut bekerja di proyek
Pemantauan dilakukan di Kecamatan Betoambari setahun sekali selama Tahap
Konstruksi dengan melaksanakan pengumpulan data sekunder dan primer melalui
observasi dan wawancara. Kemudian untuk mendapatkan informasi dan data yang
perlu digali lebih dalam, akan dilakukan wawancara mendalam dengan informan
kunci, seperti dengan tokoh masyarakat.
5. Peningkatan Peluang Berusaha
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak peningkatan peluang
berusaha adalah:
a. Memberikan kesempatan kepada masyarakat di wilayah studi untuk membuka
usaha di sektor informal yang dapat mendukung proses pembangunan di tahap
konstruksi ini.
b. Melakukan pengaturan mengenai ijin berusaha melalui dinas yang terkait
berkenaan dengan muncul-nya peluang usaha di sektor formal maupun informal.
c. Melakukan pengaturan mengenai sampah yang ditimbulkan oleh usaha-usaha di
sektor formal dan informal.
d. Memberikan kesempatan kepada pengusaha/kontraktor lokal untuk mensuplai
bahan material.
Tolak ukur dari pengelolaan dampak ini adalah persentase anggota masyarakat yang
bisa memanfaatkan peluang usaha dan harapan adanya peningkatan pendapatan
serta kesejahteraan sebanyak 30%.
Bab 6 | 12
Pemantauan dilakukan di Kecamatan Betoambari setahun sekali selama tahap
operasional dengan melaksanakan pengumpulan data sekunder dan primer melalui
observasi dan wawancara. Kemudian untuk mendapatkan informasi dan data yang
perlu digali lebih dalam, akan dilakukan wawancara mendalam dengan informan
kunci, seperti dengan tokoh masyarakat.
6. Gangguan Kesehatan Masyarakat
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak gangguan kesehatan
masyarakat adalah:
a. Pekerja menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, helm, sepatu
boot, dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kesehatan awal bagi pekerja terutama pekerja yang berhubungan
dengan konstruksi dan masyarakat Desa Sungai Itik dan Kelurahan Sungai Lokan.
c. Pengaturan jam kerja konstruksi.
Tolak ukur dari pengelolaan dampak ini adalah persentase keluhan masyarakat
terhadap penyakit karena kegiatan konstruksi yaitu ISPA, keletihan abnormal akibat
konstruksi dan angka kecelakaan kerja adalah sebesar 0%.
Pemantauan dilakukan di Kecamatan Betoambari setahun sekali dengan melakukan
wawancara dengan masyarakat, dan pengambilan data sekunder mengenai pola 10
penyakit terbanyak, dan identifikasi kondisi sanitasi lingkungan. Serta analisis
dilakukan secara trend terhadap data pola 10 penyakit terbanyak dan dibandingkan
dengan kondisi sanitasi masyarakat.
6.2.2 Tahap Pasca Konstruksi/ Opeasional
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam rangka pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup terhadap dampak Pengembangan Pelabuhan Bau Bau pada Tahap Pasca
Konstruksi/Operasional adalah sebagai berikut:
1. Terbukanya Kesempatan Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak terbukanya kesempatan
kerja adalah:
a. Memprioritaskan tenaga kerja lokal sesuai dengan spesifikasi dan kualifikasi kerja
yang dibutuhkan.
b. Apabila persyaratan/kualifikasi pendidikan formal dan non-formal dari calon
pekerja lokal tidak memenuhi persyaratan, untuk bidang-bidang tertentu akan
Bab 6 | 13
diberikan kebijaksanaan tersendiri dengan dasar pertimbangan pada aspek-aspek
pengalaman, kesang-gupan, ketrampilan dan sejenisnya
c. Bekerjasama dengan kelurahan beserta aparatnya dalam penerimaan tenaga
kerja secara terbuka dan transparan
Tolak ukur dari pengelolaan dampak ini adalah adanya peningkatan pendapatan bagi
warga masyarakat yang dapat bekerja pada saat operasional Pelabuhan Baubau
setidaknya 30% dari pendapatan awal.
Pemantauan dilakukan di Kecamatan Betoambari setahun sekali selama Tahap
Operasional dengan melaksanakan pengumpulan data sekunder dan primer melalui
observasi dan wawancara. Kemudian untuk mendapatkan informasi dan data yang
perlu digali lebih dalam, akan dilakukan wawancara mendalam dengan informan
kunci, seperti dengan tokoh masyarakat.
2. Kecemburuan Sosial
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengelola dampak kecemburuan sosial
adalah:
a. Memberikan kesempatan yang seimbang kepada masyarakat setempat, baik
dalam rekrutmen tenaga kerja maupun peman-faatan peluang usaha.
b. Bersama-sama aparat dan tokoh masyarakat setempat melakukan upaya
penyelesaian terbaik apabila terjadi konflik antar kelompok masyarakat.
Tolak ukur dari pengelolaan dampak ini adalah tidak adanya kelompok masyarakat
yang merasa dirugikan dari proses rekrutmen tenaga kerja maupun pemanfaatan
peluang usaha dan tidak adanya konflik antara pekerja pendatang dengan
masyarakat setempat atau antar kelompok masyarakat setempat.
Pemantauan dilakukan di Kecamatan Betoambari setahun sekali selama Tahap
Operasional dengan melakukan pengumpulan data sekunder dan primer dan
wawancara mengenai informasi dan data yang perlu digali lebih dalam dengan
informan kunci, seperti dengan tokoh masyarakat.
Bab 6 | 14
6.3 KAJIAN SOSIAL DAN PENGADAAN LAHAN
Kajian sosial bertujuan mengkaji dampak sosial atas warga/penduduk yang terkena
dampak langsung di lokasi proyek. Mengingat proyek ini dilangsungkan di wilayah
pelabuhan eksisting dan tidak dilakukan perluasan wilayah dan pembebasan lahan, maka
kajian sosial dan rencana pengadaaan tanah dan permukiman kembali tidak diperlukan.
Bab 7 | 1
Bab 7 Kajian Bentuk KPBUPenyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
7.1 KAJIAN BENTUK KERJASAMA
Studi OBC menjelaskan bentuk kerja sama yang diusulkan untuk dikaji lebih lanjut
terdiri atas 2 alternatif yaitu BOT terminal peti kemas dan BOT terminal penumpang.
Diantara kedua alternatif tersebut, studi OBC merekomendasikan BOT terminal peti
kemas sebagai bentuk kerjasama yang paling potensial.
Pada studi FBC, konsultan meninjau ulang kemungkinan kerja sama BOT terminal
penumpang, BOT terminal peti kemas, BOT terminal peti kemas dan kargo, dan BOT
untuk keseluruhan operasional terminal penumpang, peti kemas, dan kargo. Seperti
pada gambar di bawah ini.
Gambar 7.1 Alternatif bentuk KPBU
Berdasarkan analisa konsultan dengan mempertimbangkan kondisi pelabuhan yang sudah
berdiri dan sedang berjalan, kondisi demand penumpang dan barang, status pelabuhan
sebagai pelabuhan non komersil dan tarif yang ditetapkan, serat rencana pengembangan
pelabuhan ke depan, konsultan mengusulkan bentuk kerjasama Rehabilitate Build
Operate Transfer (RBOT) / Rehabilitasi Bangun Guna Serah untuk pengoperasian
terminal peti kemas dan kargo.
TerminalPenumpang
TerminalBarang
TerminalPenumpang
TerminalBarang
TerminalPenumpang
TerminalBarang
Eksisiting
1 2 3
Alternatif KPBU
•Pengelolaan terminalpenumpang kurangdiminati oleh swasta.•Bentuk ini mungkinakan menarik denganpembayaran secaraAP dan tanpaconcession fee.
•Pengelolaan terminalbarang sangatdiminati oleh swasta.•Pelindo II dan IVdikabarkan berminatmengoperasikannya.
•Pengelolaan terminalpenumpang dan barang perludijajaki tingkat minat olehswasta.•Peran UPT menjadi pengawas.
Bab 7 | 2
Pemilihan skema KPBU tersebut dengan mempertimbangkan:
1. Waktu ketersediaan infrastruktur
Infrastruktur pelabuhan sudah tersedia, akan tetapi perlu direhabilitasi dan
dikembangkan, sehingga ada aktivitas rehabilitasi bangunan eksisting, dan juga
pembangunan prasarana baru yang mendukung rencana pengembangan pelabuhan.
Jika pemerintah mengharapkan dana APBN untuk rehabilitasi dan pengembangan
akan membutuhkan dana yang besar dan butuh waktu yang tidak cepat. Di satu sisi,
pertumbuhan kargo meningkat, dan potensi lebih aktif Pengusahaan Aspal Buton
akan menambah geliat ekonomi.
2. Optimalisasi investasi
Pelaksanaan KPBU rehabilitasi-bangun-guna-serah terminal peti kemas dan kargo
akna lebih mengoptimalkan investasi pemerintah. Dana APBN dapat dialokasikan
untuk peningkatan pelayanan terminal penumpang dan pengembangan cruise
terminal. Hal ini mengingat Bau Bau sebagai gerbang pariwisata ke kawasan wisata
bahari Wakatobi, tentu perlu memberikan pelayanan yang terbaik.
3. Maksimalisasi efisiensi
Pengoperasian terminal peti kemas dan kargo secara KPBU diharapkan lebih
meningkatkan efisiensi pengoperasian pelabuhan dan meningkatkan pelayanan
dengan standar yang tinggi.
4. Kemampuan badan usaha
Berdasarkan hasil market sounding ke beberapa perusahaan investasi, operator
pelabuhan, dan pelayaran, badan usaha swasta lebih tertarik mengoperasikan
terminal peti kemas dan kargo daripada terminal penumpang. Hal ini dengan
mempertimbangkan tingkat pengembalian investasi dan proses bisnis yang dilakukan.
Pengelolaan terminal penumpang lebih mengedepankan jasa atas kenyamanan
individu yang dapat memberkan respon positif atau negatif seketika, sehingga cukup
berisiko. Berdasarkan analisa atas pelabuhan yang dikelola badan usaha ang ada di
Indonesia, umumnya merupakan terminal peti kemas, bukan terminal penumpang.
Adapun untuk terminal penumpang biasanya hanya dilakukan kontrak servis jasa
kebersihan terminal penumpang.
5. Alokasi risiko
Bab 7 | 3
Pemilihan skema RBOT dengan mempertimbangkan bahwa risiko konstruksi dan
risiko operasional ditransfer ke Badan Usaha. Kedua risiko ini merupakan risiko
utama di dalam skema ini. Mengingat pelabuhan ini bersifat non-komersil dimana
tarif ditetapkan oleh pemerintah, Badan Usaha akan keberatan untuk menangani
risiko demand dan pendapatan. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa Bau Bau
berada di satu pulau, tentunya mengkreasikan demand dari dalam pulau sangat
susah. Demand diharapkan dapat tumbuh dari posisi Pelabuhan Bau Bau sebagai
pintu gerbang ekonomi dan pariwisata di Sulawesi Tenggara dan sebagai pelabuhan
pengumpul yang akan menjadi titik transfer penumpang dan barang ke lokasi
Indonesia timur lainnya. Selain itu, perlu dipertimbangkan bahwa terdapat 6
pelabuhan pengumpul di sekitar pelabuhan Bau Bau yaitu:
a. Pelabuhan Kendari (Kendari),
b. Pelabuhan Bangkutoko (Kendari),
c. Pelabuhan Kolaka (Kolaka),
d. Pelabuhan Watunohu (Kolaka Utara),
e. Pelabuhan Raha (Muna), dan
f. Pelabuhan Wanci (Wakatobi).
Hal ini tentunya mempengaruhi penyebaran demand.
6. Alih pengetahuan
Kerjasama ini diharapkan dapat terjadi alih pengetahuan di dalam pengelolaan
terminal peti kemas yang lebih efisien dan efektif sehingga meningkatkan
pelayanan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, tentunya pemilihan skema KPBU dengan bentuk
RBOT menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan sebagai salah satu cara peningkatan
pelayanan di Pelabuhan Bau Bau dengan prinsip pengoptimalan investasi pemerintah dan
maksimalisasi efisiensi biaya operasi ang didasari prinsip alokasi risiko yang tepat.
7.2 PENENTUAN LINGKUP KERJASAMA
Hal yang perlu diingat terkait kerjasama ini bahwa Pelabuhan Bau Bau telah beroperasi
penuh saat ini. Oleh karena itu, proses kerjasama ini seharusnya tidak menghentikan
operasional pelabuhan.
Lingkup kerjasama skema RBOT meliputi:
Bab 7 | 4
1. Pelaksanaan rehabilitasi, pengoperasian, dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
eksisting sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal;
2. Pembangunan prasarana dan penyediaan fasilitas tambahan untuk pengembangan
pelabuhan dalam 2 tahap dengan mempertimbangkan pertumbuhan demand.
3. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas tambahan untuk
meningkatkan pelayanan pelabuhan.
4. Pengalihan aset rehabilitasi dan pembangunan baru kepada pemerintah pada akhir
masa konsesi.
5. Menjaga kualitas dan kuantitas fasilitas aset eksisting yang digunakan hingga
dilakukan proses pengalihan hak guna pada akhir masa konsesi.
6. Dalam pengoperasian dan pemeliharaan terminal peti kemas dan kargo, Badan Usaha
diperkenankan untuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga selama tidak
mengganggu kinerja operasional.
Adapun struktur proyek kerjasama dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 7.2 Struktur Proyek KPBU Pelabuhan Bau Bau
Dalam mekanisme AP, Badan Usaha sebagai Badan Usaha Pelaksana (BUP) hanya boleh
menerima pendapatan dari 1 sumber, yaitu AP. Oleh karena itu, pendapatan dari
pengguna layanan dikutip oleh PJPK melalui unit pengumpul tarif atau jika dikutip oleh
BUP, maka harus disetor dalam 1 x 24 jam.
Pentahapan rehabilitasi dan pembangunan terdiri atas 3 tahap, yaitu:
a. Tahap 1: Rehabilitasi dilakukan pada tahun 2018-2019, sehingga bisa beroperasi
penuh pada tahun 2020. Hal ini dengan pertimbangan bahwa lelang KPBU dimulai
Bab 7 | 5
pada pertengahan 2016, sehingga proses lelang hingga financial close selesai pada
akhir tahun 2017.
b. Tahap 2: Pembangunan pengembangan pertama dilakukan pada tahun 2020-2023.
c. Tahap 3: Pembangunan pengembangan kedua dilakukan pada tahun 2030-2033.
Jangka waktu perjanjian kerjasama ini diusulkan selama 30 tahun, terhitung sejak
kegiatan rehabilitasi dilakukan. Harapanya dengan skema kerjasama yang tidak
sepanjang masa konsesi pelabuhan di Indonesia pada umumnya akan memberikan waktu
yang cukup dan tepat bagi Pemerintah untuk mengoperasikan secara mandiri dan Badan
Usaha mendapatkan keuntungan yang layak.
Aset pemerintah di Pelabuhan Bau Bau merupakan aset Pemerintah Pusat. Aset yang
dikerjasamakan meliputi segala aset yang digunakan untuk pengoperasian dan
pemeliharaan terminal peti kemas saat ini.
Bab 8 | 1
Bab 8 Kajian RisikoPenyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
8.1 UMUM
Dalam rangka memenuhi tata cara penyusunan Pra-Studi Kelayakan seperti tertuang
didalam Permen PPN/Bappenas No. 4 tahun 2015, maka kajian risiko harus dilakukan.
Kajian risiko meliputi identifikasi risiko, penilaian risiko, alokasi risiko, dan mitigasi
risiko. Output kajian risiko berupa matriks risiko. Proses kajian risiko dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 8.1 Proses Analisa Risiko
8.2 IDENTIFIKASI RISIKO
Menurut Bramantyo Djohanputro dalam buku Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi
dinyatakan bahwa berdasarkan kemampuan memperoleh data atau sumber data,
metode identifikasi risiko terdiri atas:
1. Analisis historis, yaitu pemanfaatan data-data masa lalu di proyek/organisasi
tersebut untuk mengidentifikasi risiko akan datang.
2. Pengamatan dan survey, yaitu suatu metode identifikasi risiko, khususnya terhadap
risiko yang “diyakini” atau “dicurigai” bisa terjadi tetapi proyek/organisasi tidak
memiliki catatan historis.
3. Pengacuan atau benchmarking, yaitu proses identifikasi dengan melakukan acuan
kepada proyek/organisasi yang memiliki objek dengan kondisi internal dan eksternal
yang dekat atau mirip dengan objek yang kita amati.
Identifikasi Risiko Penilaian Risiko Alokasi Risiko Mitigasi Risiko
Matriks Risiko
Bab 8 | 2
4. Pendapat Ahli, yaitu meminta Pendapat Ahli dikarenakan tidak tersedianya data
dengan ketiga metode di atas, kondisi yang ditimbulkan dianggap “baru” dan
berubah-ubah, dan adanya unsur kerahasiaan/paten.
5. Wawancara pihak berkepentingan, yaitu melakukan wawancara dengan stakeholder
terkait untuk mengetahui kepentingan, kekhawatiran, dan hal-hal yang
menyebabkan tidak terpenuhinya kepentingan mereka.
Untuk studi ini, identifikasi risiko akan mengacu kepada acuan alokasi risiko yang
diterbitkan oleh PII dengan penyesuaian atas kondisi dan struktur proyek.
8.3 PENILAIAN RISIKO
Penilaian risiko dengan mempertimbangkan frekuensi dan dampak yang ditimbulkan.
Penilaian risiko dapat berupa:
1. kualitatif, yaitu penentuan frekuensi dan dampak berdasarkan tingkat kualitatif
seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
2. kuantitatif, yaitu penentuan frekuensi dan dampak berdasarkan hasil pengukuran.
Pengukuran dampak risiko dapat menggunakan:
1. Cara hipotesis (Notional), yaitu menentukan batas atas besarnya nilai yang
menghadapi risiko. Misal perubahan nilai harga emas atau kurs.
2. Sensitivitas, yaitu mengukur penimpangan variabel target sebagai akibat pergerakan
satu unit variabel pasar.
3. Volatilitas yaitu mengukur variasi sekitar rata-rata atau ekpektasi variabel target,
baik variasi positif maupun negatif. Metode ini menggunakan peramalan.
4. Penyimpangan bawah (VaR), yaitu mengukur penyimpangan negatif dari variabel
target untuk kasus terburuk. Metode monte carlo digunakan untuk mencari VaR.
Untuk proyek ini, perhitungan VaR tidak bisa dilakukan dengan pertimbangan bahwa
perhitungan VaR tidak memberikan gambaran mengenai risiko terburuk. Akurasi
perhitungan VaR sangat tergantung dengan banyaknya data yang kita miliki.
5. Pengukuran secara kualitatif / expert judgement. Metode perhitungan: Nilai
Dampak = (Optimis + 4 Moderat + Pesimis)/6
6. Hasil desk research berupa rujukan ke suatu studi atau benchmark.
Pada studi ini, penilaian risiko dilakukan secara kualitatif dengan mempertimbangkan
hasil desk research, benchmark, dan expert judgement.
Bab 8 | 3
8.4 ALOKASI RISIKO
Alokasi risiko bertujuan untuk menentukan pihak yang paling mampu mengelola risiko
dalam hal ini pemerintah, badan usaha, atau kedua belah pihak. Risiko yang
dialokasikan ke pemerintah menjadi retained risk, adapun risiko yang dialokasikan ke
badan usaha akan menjadi transferable risk. Alokasi risiko akan mengacu kepada buku
Acuan Alokasi Risiko PII.
8.5 MITIGASI RISIKO
Setelah proses identifikasi, penilaian dan aloaksi risiko dilakukan, selanjutnya dilakukan
proses mitigasi risiko. Mitigasi atau pengendalian risiko dapat berupa penghilangan
risiko, pemindahan risiko ke pihak ketiga, minimalisasi risiko, ataupun penerimaan atas
risiko tersebut. Hasil identifikasi, penilaian, alokasi dan mitigasi risiko dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Bab 8 | 4
Table 8.1Tabel Acuan Alokasi Risiko
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
1. RISIKO LOKASI 1 2 1x2Kesulitan padakondisi lokasi yangtak terduga
Keterlambatan karenaketidakpastian kondisi lokasi
xR S RS
Data historispenggunaan lahan danpenyelidikan tanah
Karena lahan tidakluas, risiko geoteknisrelatif bisa dikelola
Kerusakan artefakdan barang kunopada lokasi
xR R RR
Data historispenggunaan lahan danpenyelidikan tanah
Gagal menjagakeselamatan dalamlokasi
xR S RS
Implementasi prosedurkeselamatan kerjayang baik
Kontaminasi/polusike lingkungan lokasi
xS S SS
Kesesuaian denganstudi Amdal yang baik
2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI DAN UJI OPERASIKetidakjelasanspesifikasi output
Keterlambatan dan kenaikanbiaya akibatspesifikasi outputtidak jelas
x xR B RB
Klarifikasi saat prosestender; Kapasitasdesain yang baik
Spesifikasi outputPJPK harus mengacuke best practice
Kesalahan desain Menyebabkan ekstra/revisidesain yang diminta operator
xR B RB
Konsultan desain yangberpengalaman danbaik
Biasanyateridentifikasi saatuji operasi teknis
Terlambatnyapenyelesaiankonstruksi
Dapat termasuk terlambatnyapengembalian akses lokasi
xR S RS
Kontraktor yang handaldan klausul kontrakyang standar
Kenaikan biayakonstruksi
xS B SB
Kesepakatan faktoreskalasi harga tertentudalam kontrak
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/biaya dalam uji operasi teknis
xR B RB
Koordinasi kontraktordan operator yang baik
3. RISIKO SPONSOR
Bab 8 | 5
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
Kinerjasubkontraktor yangburuk
xS S SS
Proses pemilihansubkontraktor yangkredibel
Default sub-kontraktor
xR S RS
Proses pemilihansubkontraktor yangkredibel
Default BU Default BU yang mengarah keterminasi/step-in olehfinancier
xR B RB
Konsorsium didukungsponsor yang kredibeldan solid
Default sponsorproyek
Default pihak sponsor (atauanggota konsorsium)
xR B RB
Proses PQ untukmemperoleh sponsoryang kredibel
4. RISIKO FINANSIALKegagalanmencapai financialclose
Tidak tercapainya financialclose karena ketidakpastiankondisi pasar
x
S S SS
Koordinasi yang baikdengan potentiallenders
Bisa juga karenaconditionsprecedence tidakterpenuhi
Risiko strukturfinansial
Inefisiensi karena strukturmodal proyek yang tidakoptimal
xR B RB
Konsorsium didukungsponsor/lender yangkredibel
Risiko nilai tukarmata uang
fluktuasi (non ekstrim) nilaitukar
xS B SB
Instrumen lindungnilai; Pembiayaandalam Rupiah
Bisa dibagi denganPemerintah apabilafluktuasinya ekstrim
Risiko tingkat inflasi Kenaikan (non ekstrim)tingkat inflasi terhadapasumsi dalam life-cycle cost
xR B RB
Faktor indeksasi tarif; Bisa dibagi denganPemerintah apabilafluktuasinya ekstrim
Risiko suku bunga fluktuasi (non ekstrim)tingkat suku bunga
xR S RS
Lindung nilai tingkatsuku bunga
Bisa dibagi denganPemerintah apabilafluktuasinya ekstrim
Bab 8 | 6
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risikotertentu tidak lagi tersedia dipasaran
xR S RS
Konsultansi denganspesialis/brokerasuransi
Khususnya untukcakupan risiko terkaitkeadaan kahar
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkatpremi terhadap estimasi awal
xR S RS
Konsultansi denganspesialis/brokerasuransi
5. RISIKO OPERASIKetersediaanfasilitas
Akibat fasilitas tidak bisaterbangun
xS B RB
Kontraktor yang handal
Buruk atau tidaktersedianya layanan
Akibat fasilitas tidak bisaberoperasi
xS B SB
Operator yang handal;Spesifikasi output yangjelas
Aksi industri Aksi mogok, larangankerja,dsb
x
R S RS
kebijakan SDM danhubungan industrialyang baik
Bisa oleh stafoperator,subkontraktor ataupenyuplai
Risiko sosial danbudaya lokal
Risiko yang timbul karenatidak diperhitungkannyabudaya atau kondisi sosialmasyarakat setempat dalamimplementasi proyek
x
R S RS
Menerapkan programpengembanganmasyarakat yangpeople-oriented;Pemberdayaanmasyarakat
Kegagalanmanajemen proyek
Kegagalan atauketidakmampuan BadanUsaha dalam mengelolaoperasional Proyek Kerjasama
x
R S RS
Menyusun rencanamanajemen operasidan dijalankan secaraprofesional
Kegagalan kontroldan monitoringproyek
Terjadinya penyimpanganyang tidak terdeteksi akibatkegagalan kontrol danmonitoring oleh Badan Usahaatau PJPK
x x
S S SS
Menyusun rencanakontrol dan monitoringserta evaluasi berkalaterhadap efektivitasrancangan danpelaksanaannya
Bab 8 | 7
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
Kenaikan biayaO&M
Akibat kesalahan estimasibiaya O&M atau kenaikantidak terduga
x
S B SB
Operator yang handal;Spesifikasi output yangjelas;Faktor eskalasi dalamkontrak
Kesalahan estimasibiaya life cycle
xR B RB
Kesepakatan/kontrakdengan supplier sedinimungkin
Kecelakaan lalulintas atau isukeselamatan
xS R SR
Asuransi kewajibanpihak ketiga
6. RISIKO PENDAPATANPerubahan proyeksivolume permintaan
xS B SB
Survei lalu lintas yanghandal; Pinjamanlunak di awal operasi
Pertimbanganmenggunakan skemaAvailability Payment
Kesalahan estimasipendapatan darimodel awal
xR B RB
Survei lalu lintas yanghandal;
Pertimbanganmenggunakan skemaAvailability Payment
Pelanggan akhirtidak membayar
Akibat user affordability andwillingness di bawah tingkatkelayakan
xR S RS
Subsidi (khususnyatarif) Sosialisasi yangbaik ke publik
Kegagalanmemungutpembayaran tarif
Akibat kegagalan / tidakoptimalnya sistempemungutan tariff
x
R S RS
Survei useraffordability andwillingness yanghandal
Pertimbanganmenggunakan skemaAvailability Payment
Kegagalanmengajukanpenyesuaian tarif
Akibat BU tidak mampumemenuhi standar minimalyang disepakati
xR S RS
Kinerja operasi yangbaik dan jelas;
7. RISIKO POLITIK
Bab 8 | 8
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
Mata uang asingtidak dapatdikonversi
Mata uang asing tidaktersedianya dan/atau tidakbisa dikonversi dari Rupiah
x
R B RB
- Pembiayaandomestik- Akun pembiayaanluar negeri- Penjaminan dari banksentral
Mata uang asingtidak dapatdirepatriasi
Mata uang asing tidak bisaditransfer ke negara asalinvestor
x
R B RB
- Pembiayaandomestik- Akun pembiayaanluar negeri- Penjaminan dari banksentral
Risiko ekspropriasi Nasionalisasi/pengambilalihantanpa kompensasi (yangmemadai)
x
R B RB
- Mediasi,negosiasi- Asuransi Risiko Politik- PenjaminanPemerintah
Perubahan regulasi(dan pajak) yangumum
Bisa dianggap sebagai risikobisnis
xR S RS
Perubahan regulasi(dan pajak) yangdiskriminatif danspesifik
Berbentuk kebijakan pajakoleh otoritas terkait (pusatatau daerah)
x
R S RS
- Mediasi,negosiasi- Asuransi Risiko Politik- PenjaminanPemerintah
Selain memilikiprovisi kontrak yangjelas termasukkompensasinya
Keterlambatanperolehanpersetujuanperencanaan
Hanya jika dipicu keputusansepihak /tidak wajar dariotoritas terkait
x
R S RS
Provisi kontrak yangjelas termasukkompensasinya
Gagal/terlambatnyaperolehanpersetujuan
Hanya jika dipicu keputusansepihak /tidak wajar dariotoritas terkait
xR S RS
Provisi kontrak yangjelas termasukkompensasinya
Biasanya terkait isuselain perencanaan
10. RISIKO FORCE MAJEURE
Bencana alam x R B RB Asuransi, biladimungkinkan
Bab 8 | 9
Kategori Risiko danPeristiwa Risiko Deskripsi Publik Swasta Bersama P D NR Strategi Mitigasi
Sesuai Best PracticeKondisi Spesifik
terkait Alokasi Risiko
Force majeur politis Peristiwa perang, kerusuhan,gangguan keamananmasyarakat
xR B RB
Asuransi, biladimungkinkan
Cuaca ekstrim x R B RB Asuransi, biladimungkinkan
Force majeureberkepanjangan
Jika di atas 6-12 bulan,dapatmengganggu aspek ekonomispihak yang terkena dampak(terutama bila asuransi tidakada)
x
R B RB
Setiap pihak dapatmengakhiri kontrakKPS dan memicuterminasi dini
Terutama bilaasuransi tdk tersediauntuk risiko tertentu
11. RISIKO KEPEMILIKAN ASETRisiko nilai asetturun
Kebakaran, ledakan, dsb x R B RB Asuransi
Keterangan:P = ProbabilitasD = DampakR = RendahS = SedangT = Tinggi
Bab 8 | 10
Bab 9 | 1
Bab 9 Dukungan Pemerintah danPenjaminan
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah SwastaPelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
9.1 DUKUNGAN PEMERINTAH
Proyek ini tidak memerlukan dukungan kelayakan (viability gap funding), karena
menggunakan mekanisme Availability Payment (AP) untuk pembayarannya. Oleh karena
itu, dibutuhkan kepastian dari pemerintah untuk dapat melakukan pembayaran AP
secara tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan di dalam kontrak.
Selain itu, Badan Usaha Pelaksana (BUP) akan membutuhkan bantuan pemerintah untuk
memberikan kemudahan dalam proses perizinan badan usaha dan pemngoperasian.
Dukungan pemerintah dalam bentuk insentif pajak tidak diperlukan di dalam skema ini,
karena hanya merupakan kantong kanan kantong kiri saja.
9.2 PENJAMINAN PEMERINTAH
Penjaminan untuk proyek ini dapat dibutuhkan atau tidak dibutuhkan sangat tergantung
dengan ketertarikan pasar. Berdasarkan hasil market sounding awal, salah satu badan
usaha yakin pemerintah akan komitmen melakukan pembayaran secara AP sesuai
dengan kontrak. Jika pemerintah dikhawatirkan tidak komitmen dalam pelaksanaan
pembayaran, tentunya penjaminan pemerintah akan sangat membantu memberikan
kenyamanan tersebut.
Risiko yang diusulkan untuk dijamin adalah:
- Risiko politik & regulasi. Kondisi politik yang dapat berubah sehingga dapat
mengubah regulasi yang kemungkinan dapat menimbulkan risiko negatif bagi proyek.
- Risiko penyesuaian pembayaran (adjustment). Risiko terjadinya keterlambatan atau
tidak dilakukannya penyesuaian pembayaran AP sesuai dengan inflasi epr tahunnya.
- Risiko pembayaran. Risiko terjadinya penundaan atau tidak dilakukannya
pembayaran AP oleh pemerintah hingga melewati batas waktu yang dijanjikan di
dalam kontrak.
Bab 9 | 2
Penjaminan atas risiko-risiko tersebut akan memberikan tambahan kenyamanan bagi
investor dan lender. Walaupun begitu, dalam studi ini disepakati tidak mengajukan
penjaminan pemerintah.