Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 4, 021-032, Februari 2020 https://doi.org/10.32315/sem.4.021
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 021 Kelompok Keahlian Teknologi Bangunan, SAPPK, Institut Teknologi Bandung
Kelompok Kerja Struktur Konstruksi IPLBI
ISBN : 978-623-93232-1-9 E-ISBN : 978-623-93232-2-6
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
Handajani Asriningpuri
Korespondensi: [email protected]
Kelompok Keilmuan/Konsentrasi Teknologi Bangunan dan Struktur Konstruksi.
Abstrak
Loebis, M.N et al. (2019) menyatakan: Seluruh objek arsitektur tunduk kepada perubahan, sejalan
dengan perubahan materiel dan immaterial manusia, serta daya adaptif manusia sebagai perancang,
pembangun dan pengguna arsitektur. pernyataan tersebut disambut dengan melakukan pembuktian
dilapangan dan penelitian untuk mempelajari Arsitektur Sumatra Utara. Perjalanan dilakukan
sepanjang pesisir Danau Toba perjalanan dimulai dari Medan ke Balige sejak 3-6 November 2019.
Desember 2019 terpublikasi adanya seminar bertopik “Menggali keaslian struktur dan konstruksi
kayu dalam konteks arsitektur lokal di Indonesia. Niat mempelajari Arsitektur Sumatra Utara yang
diawali dengan perekaman data dilanjutkan dengan penelitian berjudul “Kajian awal Ruma Batak
dimulai dari bagian Struktur Konstruksi (di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba Samosir).
Tujuannya menggali keaslian prinsip struktur-konstruksi ruma Batak dikaitkan dengan tampilan,
kekuatan, usia, terkait pelestarian. Digunakan Metoda gabungan (mix methods) dengan analisa
kuantitatif, dan metoda pengumpulan data Anova. Temuan dilanjutkan dengan kajian tentang
Perubahan tampilan, tata ruang dan maknanya, penggunaan bahan dan kemungkinan penggantinya.
Kata kunci: Kayu, Ruma Batak, Struktur Konstruksi
Pendahuluan
Ruma tradisional Batak di empat kabupaten
(Simalungun, Karo, Samosir dan Toba Samosir)
sangat berkarakter akan tetapi banyak yang
telah dimakan usia atau terbakar, akibatnya
terjadi kemunduran eksistensi wujud arsitektur
Nusantara. Pembangunan kembali dengan
wujud yang sama oleh pemilik banyak
berkendala. Mungkin inilah hal yang terindikasi
oleh Loebis, N.M.et al. (2019).
Dimulai dengan melakukan perjalanan dari
Medan ke Tongging dan Simalem, 3 November
2019 dilanjutkan ke Seribu Dolok Kabupaten
Simalungun Situs Cagar Budaya Kompleks
Istana Raja Pematang Purba.
Dari Seribu Dolok dilanjutkan perjalanan
pendataan diawali dari Merek, Sumbul, Bukara,
menyebrang ke Pangururan dilanjutkan dengan
menelusuri pesisir pulau Samosir menuju
Tomok/Ambarita lokasi Rumah dan Makam Raja
Ambarita yang dikatakan sebagai cikal bakal
suku Batak Samosir. Melalui Pelabuhan Parbaba
menyeberangi Danau Toba perjalanan menuju
Parapat untuk dilanjutkan ke Porsea dan Balige
sebagai titik akhir perjalanan, perjalanan diakhiri
melalui bandara SILANGIT untuk kembali ke
Jakarta.
Medan, Berastagi, Kabanjahe, Tongging dan
Simalem, Seribu Dolok, Merek
Gambar 1. Jalur Perjalanan (sumber: Pribadi).
Merek
Pangururan
Prapat
Balige
Parbaba/Tomok
Porsea Bukara
Sumbul
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
022 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
Pendataan diawali dari Ruma Bolon Simalungun
yang merupakan Situs Cagar Budaya Kompleks
istana raja Pematang Purba. Untuk menemukan
rumah Tradisional Simalungun sangat sukar, itu
sebabnya demi pelestarian budaya kompleks ini
dipertahankan di dalamnya terdapat Rumah
Raja disebut Rumah Bolon Adat sebagai
bangunan utama; Balai Buttu/rumah penjagaan;
Jambur/lumbung; Pantangan tempat menenun
atau menumbuk padi. Seperti gambar 2 berikut.
Gambar 2. Ruma Bolon Adat Batak Simalungun didalam kompleks Istana Raja Pematang Purba (sumber: M. Kusyanto)
Setelah dari Kompleks Istana Raja Pematang
Purba perjalanan dilanjutkan ke Merek dan
Sumbul dimana ruma tradisional yang terdapat
pada ke dua lokasi adalah Rumah Batak Karo,
Terletak di ujung utara Danau Toba. Susunan
Ruma Kampung Batak Karo umumnya berke-
lompok berbaris mengikuti alur sungai, pintu
utama umumnya di arah Selatan. Terdapat tiga
jenis bentuk atap, yaitu 1. Rumah atap (tersek)
tak bertingkat disebut Ruma Kurung Manik; 2.
Ruma beratap satu tingkat disebut Ruma Sada
Tersek; 3.Ruma beratap bertingkat dua dengan
menara (anjung-anjung) seperti gambar berikut
Gambar 3. Ruma Batak Karo jenis ke tiga (Sumber
Pribadi)
Pada kampung Ruma Tradisional Batak Karo
terdapat 1. Geriten (tempat penyimpanan tulang
belulang leluhur)seringkali ditempatkan ditengah
persawahan milik si kerangka; 2.Jambur terda-
pat disetiap kampung dengan bentuk bujur
sangkar mirip Sada Tersek,berpanggung dengan
kolom kayu dan lantai jalinan papan kayu, tanpa
dinding (derpik angina) di bagian tengah
berfungsi sebagai tempat bermusyawarah
dimalam hari dan tempat menenun kain, meng
anyam tikar, bakul dan lainnya disiang hari,
dibagian teratas untuk menyimpan padi, di ma-
lam hari bagian tengah ini digunakan para
pemuda bujang berkumpul dari tengah malam
kadang hingga pagi hari. 3.Lumbung Page
sebagai tempat menyimpan hasil panen ruang
tertutup dinding kayu, dibagian atas ruang pe-
nyimpanan digunakan untuk tempat tidur para
bujang (anak Perana) sedang dibagian bawah-
nya yang terbuka tanpa dinding digunakan
untuk tempat berkomunikasi para muda-mudi,
yang wanita pada malam hari dan yang bujang
tidur dibagian atas. Bagian ke 4. Lesung tempat
para ibu muda atau para gadis sekampung
bersama menumbuk padi material bangunannya
dari tiang kayu dan papan, dengan konstruksi
sambungan ikat dan tumpuk sementara tiang
utama bangunan bertumpu pada batu sebagai
pondasi; 5.Kandang atau Lipo untuk ayam muda,
bagian lain terbagi menjadi Sagak, Peninggeren
dan Sangkar.Bangunan tradisional Batak Karo
sangat unik dalam bentuk, proses, dimensi dan
maka perlu dilakukan pembahasan tersendiri.
Memiliki keunikan dalam sistim struktur, a.
Bagian bawah ruma merupakan bagian
penyangga rumah yang penuh dengan kolom; b.
Bagian tengah ruma yang terdiri dari ruang
untuk berkegiatan; c. Bagian atas ruma yang
terbagi menjadi c1. rangka atap, c2. struktur
rangka atap, c3. rangka atap ijuk dan c4. bagian
tanduk Rumah.
Asriningpuri, H.
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 023
Gambar 4. Bagian penyangga ruma Batak Karo
(Sumber Pribadi)
Ruma Tradisional Batak Samosir mirip dengan
ruma tradisional Batak Toba Samosir perbedaan
nya pada ornament dan detailnya, pada Ruma
Tradisional Samosir di kampung Panjaitan
jumlah 10 rumah tanpa ornament. Ketinggian
lantai diatas 1-meter dan ketinggian kolom
merata (sama), hal ini disebabkan karena tinggi
permukaan tanah pesisir pulau Samosir datar,
seperti pada gambar 5 berikut.
Gambar 5. Rumah Batak Samosir muka tanah datar (sumber: Pribadi)
Gambar 6. rumah Batak Samosir. Tampaknya tanpa detail/ornament. (sumber: Pribadi)
Letak Tangga tepat dibawah kanopi atap tidak
dihubungkan dengan bagian ruang dalam.
selubung atap dari seng, konstruksi atap
bamboo, dibeberapa tempat ada yang
menggantikan dengan genteng, menarik untuk
diteliti karena genting dipasang pada sudut
kemiringan lebih besar dari 70° dengan cara
diikat.
Gambar 7. Rumah Batak Samosir (sumber: Pribadi)
Ruma Tradisional Batak Toba umumnya terletak di pesisir danau toba bagian pulau Sumatra terletak diantara area danau dan pegunungan
Bukit Barisan pada 0°30’ LU – 3.5° LU dan 97° 24’ BT - 100°10’ BT. Ada dua jenis ruma tradisonal Batak Toba yang dibedakan olah posisi tangga masuk pada area entrance, yaitu: si Tolumbea disebut sebagai rumah berjenis kelamin betina, yang tangga dan pintunya di bagian dalam bangunan tidak dibawah kanopi/ oversteck, tangga terletak diantara tiang/kolom
100
cm
datar
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
024 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
luar dan tiang/kolom dalam. Ruma Si Baba ni amporik tangga terletak di bagian luar.
Gambar 8. rumah Batak Toba (sumber: Pribadi)
Diantara kedua jenis ruma tradisional, terdapat
satu jenis yang berbeda disebut Ruma
tradisional Batak Saru Angkola yang bentuk
dasarnya seperti si Tolumbea hanya saja tidak
memiliki pandindingan (merupakan ciri khas dari
ruma tradisional batak Toba). Rumah bagi suku
Batak Toba memiliki nilai spiritual karenanya
pada bagian elemen bangunan selalu diberi
ukiran yang bermakna sebagi doa bersifat
permohonan hal hal yang baik. Ruma tradisional
Batak apapun selalu mempunyai perbedaan
tinggi dengan ruang luar, pada ruma tradisional
Batak Toba terdapat tangga dengan jumlah
anak tangga berbeda yang memperlihatkan
status sosial, yang anak tangganya berjumlah
ganjil adalah rumah penghuni yang bebas,
sementara yang genap berarti penghuninya
termasuk kaum suruhan. Ruma Batak Toba
tidak berdiding tetapi berzona atas dasar status
kekeluargaan dari penghuni, ruang tengah
adalah ruang utama sedangkan keempat sudut
yang disebut Jabu Bona, Jabu Suhat, Jabu
Soding dan Jabu Tampar Piring. Selain ketiga
jenis diatas ada ruma Batak Toba yang
dinamakan Sopo yang digunakan sebagai
lumbung (tempat menyimpan hasil panen)
sekaligus sebagai tempat pertemuan kaum
muda, digunakan juga sebagai tempat menenun
atau menganyam tikar. Hampir seluruh
bangunan Ruma tradisional Batak Toba
menggunakan bahan kayu dimana digunakan
struktur tumpuk, pada sambungan digunakan
sistim ikat dengan tali samsam dan pasak
ransang dan tustus
Gambar 9. Gambar ini memperlihatkan penggunaan pasak tustus sebagai pengikat antar balok (sumber: Pribadi).
Tujuan
Menanggapi ungkapan Loebis.N.M.et al. (2019)
bahwa: Integrasi antara keyakinan dan agama,
teknologi, mistis dan cara hidup serta tatanan
masyarakat merupakan suatu kesatuan tak
terpisahkan dari eksistensi sebagai manusia.
Seluruh objek arsitektur tunduk pada perubahan
sejalan dengan perubahan materiel & immaterial
serta daya adaptasi sebagai perancang, pem-
bangunan, maupun pengguna arsitektur.
Pengaruh industrii dan teknologi serta
capitalisme memiliki peran besar terhadap laju
perubahan arsitektur Batak. Maka penelitian ini
bertujuan untuk menggali keaslian struktur dan
konstruksi yang digunakan pada bangunan ruma
Batak dalam rangka pelestarian untuk menjaga
eksistensi arsitektur lokal di Indonesia/Nusanta
ra serta pembuktian bahwa objek arsitektur
tunduk pada perubahan.
Permasalahan
Bangunan tradisional rumah Batak khususnya
Simalungun, Karo, Samosir dan Toba, Saat ini
mengalami kemunduran dalam tampilan dan
jumlah, disebabkan karena bangunan lama dari
kayu hancur dimakan usia, dan mudah terbakar
karena hubungan arus pendek listrik.
Dibeberapa kampung seperti Merek, Kampung
Panjaitan, Sumbul, Huta Siallagan, Pangururan,
Tomok, Bukara, Porsea yang peneliti datangi
banyak penghuni yang rumahnya dibangun
kembali tetapi tidak dalam bentuk rumah
asli/tradisional.
Pasak tustus
Asriningpuri, H.
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 025
Gambar 10. Gambar ini memperlihatkan adanya perbedaan waktu pembangunan, sehingga terjadi perubahan tampilan bangunan (sumber: Pribadi).
Rumah (a) lebih awal dibangun sementara ru-mah (b) lebih akhir dibangun, karena keterbatasan dana dan bahan rumah pengganti tidak dibangun dengan odl tradisional.
Hal ini disebabkan karena Jenis kayu (Kayu
Pokky) yang dimensi dan kekuatannya sesuai
standart sukar ditemukan, akibatnya biaya
bangunan menjadi tinggi; Tukang bangunan/ahli
yang disebut pande banyak yang sudah wafat.
Seorang Pande bertugas memberi petunjuk atau
arahan tentang tata cara-tata atur dan mengerti
pelaksanaan pembangunan rumah,
Maka banyak pemilik yang tidak lagi memiliki
kemampuan finansial, maka akibatnya
cenderung untuk membangun rumah baru
dengan model dan bahan modern, sehingga
suasana dan tampilan rumah menjadi berbeda,
tampilan ketradisionalan menjadi hilang.
Untuk mengurangi hal tersebut dan untuk
mempertahankan keberadaan bangunan
tersebut perlu dilakukan pelestarian dan
pemeliharaan (preservasi and konservasi),
antara lain dengan mendirikan kembali
bangunan sesuai aslinya seperti yang telah
dilakukan oleh tim Universitas Indonesia Depok
bekerja sama dengan Unika Soegiyopranoto
Semarang dan Perusahaan air minum Aqua
(sebagai kegiatan CSR)/Ibu Tirto di Jangga
Dolok
Kajian Pustaka
Pada bangunan tradisional rumah Batak
Simalungun, Karo, Samosir, dan Toba sistim
struktur yang digunakan adalah sistim struktur
tumpuk dengan bahan kayu maka kostruksi
yang digunakan adalah ketentuan ketentuan
pada konstruksi kayu
Struktur dan Konstruksi bangunan
Menurut Josef P. (2019) bahwa Sistim struktur
konstruksi merupakan faktor utama dalam
Kekuatan, Kestabilan, kekokohan, keindahan
berdirinya bangunan sementara Menurut Burl.E.
Dishongh (2001) bahwa : Sistim Struktur adalah
Rangkaian dalam sebuah susunan dari elemen
yang dirakit sedemikan rupa menjadi satu
kesatuan yang utuh untuk merespon beban
gravitasi dan lateral yang bekerja pada
konstruksi yang diterapkan pada struktur
tersebut. Adapun Konstruksi adalah susunan
dan hubungan kerja dari bagian bahan
bangunan baik yang tampak maupun tidak,
untuk menyalurkan beban gravitasi maupun
lateral kepada sistim struktur bawah (sub
struktur/pondasi) sehingga dapat direspon oleh
tanah keras dbagian bawah dimana bangunan
berdiri. Beban: adalah besaran berat sendiri
elemen bangunan yang bekerja pada sistim
struktur dinamakan pula sebagai gaya. Beban
terbagi menjadi Beban Gravitasi: beban akibat
berat sendiri terkait dengan gravitasi pada sistim
struktur yang bekerja tegak lurus (vertical)
kebumi secara alami Adapun Beban (horizontal)
adalah beban yang bekerja tegak lurus terhadap
beban gravitasi atau relative mendatar sejajar
permukaan bumi.
Teknologi Tumpuk
Sementara menurut Salvadori. M. (1990) bahwa
Sistim Struktur (Teknik) Tumpuk adalah
Rangkaian susunan elemen penyalur beban
dengan elemen pendukung, dirakit sedemikan
rupa menjadi satu kesatuan yang utuh untuk
merespon beban ( ) yang bekerja pada
konstruksi disalurkan ke pondasi dan disebarkan
merata dimuka tanah keras ( ) untuk
direspon oleh daya dukung tanah ( )
b a
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
026 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
Gambar 11. Sketsa cara kerja sistim struktur tumpuk
menyebarkan beban yg direspon oleh daya dukung
tanah. (sumber: Pribadi)
Gambar 12. Struktur tumpuk pada pondasi (sumber:
Pribadi)
Gambar13. Struktur tumpuk antar kolom-balok
(sumber: Pribadi).
Sistim Sambungan Ikat
Menurut Josef P. (2019) bahwa Sistim
sambungan ikat adalah perangkaian dua elemen
bangunan dengan penggunaan rotan sebagai
pengikat dan ditakik secara datar akadang tanpa
takikan, takikan diperlukan agar elemen yang
diikat dapat lebih stabil atau tetap ditempat
manakala ada getaran atau goyangan.
Keistimewaan dari teknik ikat adalah sedikitnya
peralatan yang digunakan. Sambungan ikat
mampu mengalami transformasi sehingga dapat
menghilangkan kekakuan ikatan rotan,
Menurut Heinz Frick (2004). Hubungan dua atau
lebih bagian bangunan menjadi satu kesatuan
susunan dengan cara diikat agar menjadi kuat
dalam menerima beban dan bertahan lama.
Pada ruma tradisional Batak bangunan meng-
gunakan bahan kayu bulat dengan diameter
besar; bahan bamboo dengan diameter tertentu
dan bahan rotan menggunakan struktur tumpuk
dan ikat.
Gambar 14 Struktur ikat antara reng bambu sebagai
pengikat penggantung ijuk gording dan pengikat atap
dan antara bracing/ikatan angin). (sumber Pribadi)
Gambar 15. Struktur ikat antara bamboo sebagai
gording dan pengikat atap dan antara bracing/ikatan
angin. (sumber Pribadi).
Asriningpuri, H.
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 027
Gambar 16. Sistim tumpuk antara kolom – balok (a);
sistim ikat antara lisplang dan gording (b). (sumber:
Pribadi).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metoda Gabungan
mix methods (Creswell, 2008) secara deskriptif,
eksploratif (Groat & Wang, 2002), dengan
pendekatan Anova (Analiys of Varience) sebagai
metoda pengumpulan data.
Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan
survey dan observasi tanggal 1- 6 November
2019 dilengkapi rekaman arsip dan literature.
Menggunakan Metoda Gabungan (mix methods)
(Creswell, 2008) dengan analisa kuantitatif, dan
cara pengumpulan data melalui observasi
lapangan
Metode Analisis Data
Hasil temuan didapat dari penerapan metoda
Analisa of variance (anova) dimana variannya
adalah tipologi bangunan Ruma tradisional A.
Batak Simalungun; B. Batak Karo; C. Batak
Samosir; D. Batak Toba. pengamaan pada 1.
Bentuk denah;2. Pondasi/Umpak; 3.
Tiang/Kolom Utama; 4. Dinding; 5. Tiang
penyangga Dinding; 6. Lantai; 7. Penyangga
Lantai; 8. Atap; 9. Penyangga Atap; 10 Penutup
Atap.
Adapun metoda analisis yang akan digunakan
adalah metoda gabungan antara pragmatis dan
advokasi untuk menemukan jawaban tentang ke
aslian struktur dan konstruksi kayu yang
digunakan pada ruma tradisional Batak.
Dikaitkan dengan pelestarian temuan tersebut
dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan.
Pembahasan dan Hasil
Sistim struktur yang digunakan pada keempat
ruma tradisional Batak adalah sistim struktur
tumpuk pada hubungan antar tiang utama,
tumpuan/umpak/batu dan tanah, pada sistim ini
arah garis kerja beban harus konsisten pada titik
tumpuan yang sama dengan demikian maka titik
berat tumpuan, tiang dan jatuhnya beban jatuh
pada titik yang sama.
Gambar 17. Garis adalah arah garis kerja beban
dikolom ke tumpuan yang berdiri diatas tanah keras
(sumber: Pribadi).
Dinding di keempat sisi ketiga tipe ruma batak
merupakan sebuah panel terbuat dari lembaran
kayu Pokky yang disusun dan disatukan dengan
batang kayu bujur sangkar + 15 cm atau profil
Gambar 18. Dinding di ke empat sisi luar ruma
Tradisional batak (sumber: Pribadi)
a a
b
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
028 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
Tiang utama di keempat sudut bangunan
menyangga box trapezium terbalik yang
terbentuk oleh panel papan (lantai dan dinding)
sebagai bidang horizontal dan bidang miring.
Dibagian bawah bangunan (kolong) bidang
horizontal dari box langsung ditahan oleh
tiang/kolom secara tumpuk, dikatkan oleh pasak
rangsang dan tustus, direkat oleh getah pohon
Hariara.
Gambar 19. Hubungan Panel Lantai dengan balok
dan tiang penyangga utama bagian dalam dan
hubungan antar tiang penyangga dalam. (sumber:
Pribadi)
Pada gambar berikut dinding putih disatukan
dengan tiang penunjang utama sekaligus
menjepit panel lantai. Tiang penyangga utama
terdiri dari dua macam yaitu Penyangga utama
bagian dalam dihubungkan dengan balok ke
tiang penyangga sisi luar, berfungsi sebagai
pendukung panel lantai. Penyangga atap juga
bertumpu pd tiang bulat ( ) penyangga
utama ( ) sementara beban atap melalui
dirinya mendukung berat panil atap Ø15 - 20cm.
Gambar 20. Cara kerja kolom utama mempersatukan
box trapesium terbalik kolom penyangga dan tumpuan
umpak di bagian bawah.
Gambar 21. Bangunan Sopo bentuknya berpanggung
berlantai tinggi. (sumber Pribadi)
Pada Ruma Tradisional Batak Toba terdapat
bangunan Sopo yang digunakan bersama untuk
musyawarah atau menumbuk padi atau
menenun. Pada malam hari digunakan sebagai
tempat menginap para bujangan pria sambil ber
jaga jaga demi keamanan. Bangunan tersebut
kolom utamanya memiliki kepala tiang
berbentuk bulat, bagian ini memiliki arti dan
makna dalam kehidupan makna
Asriningpuri, H.
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 029
Dengan menggunakan tabel 1 & 2 berikut
dilakukan analisa dan hasilnya akan dijabarkan
pada hasil analisa:
Gambar 22. Kepala tiang pada tiang penyangga
utama memiliki arti spiritual selain untuk kekuatan
terhadap gaya lateral (horizontal) dan estetika
(sumber Pribadi)
Tabel 1. Bentuk, Lokasi, Jumlah Kampung, rumah, dan type ruma tradisional
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
030 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
Hasil Analisa
Dari table 1 dan 2 diatas dan pengamatan di
lokasi, disimpulkan bahwa ketiga ruma
tradisional Batak memiliki kesamaan sistim
struktur yaitu struktur tumpuk dan ikat.
Kedua sistim (tumpuk dan ikat) dapat merespon
adanya gaya vertikal (gravitasi) dan horizontal
(gempa dan angin). Karena sistim tumpuk dari
tiang utama akan merespon beban per meter
persegi sebesar (Beban total tiap m2=1.2 Beban
mati atau DeadLoad +1,6 Beban hidup atau Life
Load) Yuwono. J. S. (2002).
Bila garis kerja titik berat diawal pembeban
jatuh berada pada satu garis lurus sampai
dengan titik berat dasar pondasi atau
umpak/batu maka kestabilan terjaga karena
daya dukung tanah akan merespon sebaran
beban di dasar pondasi (lihat gambar.4).
Gaya horizontal (lateral) akan direspon secara
tidak kaku pada titik-titik sambungqn (hubungan
tidak rigid) mengingat: penggunaan rotan
sebagai pengikat dan ditakik secara datar
bahkan kadang tanpa takikan.
Takikan diperlukan agar elemen yang diikat
dapat lebih stabil atau tetap ditempat manakala
ada getaran atau goyangan inilah bentuk
keistimewaan dari teknik ikat. Sambungan ikat
mampu mengalami transformasi sehingga dapat
menghilangkan kekakuan ikatan. Pada ruma
Asriningpuri, H.
Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020 | 031
tradisional Batak sistim ikat menggunakan rotan
yang memiliki nilai kelenturan tinggi. Akan tetapi
saat ini rotan dengan panjang lebih dari 2.00-
meter sangat sukar ditemukan (Sargon.JD
perwakilan pande Jangga Dolok).
Sistim ikat pada sambungan antara dinding luar
bangunan dengan bidang miring atap, menggu
nakan pilinan rotan 7, 5, 3 helai rotan, meng
hasilkan sambungan tidak kaku (rigid) untuk
merespon gaya lateral, hingga bangunan
menjadi ramah gempa karena lentur/tidak kaku.
Pilinan rota sbg pengikat Samb purus lubang antara bambu dg Kayu10/10 pengganti ringbalk pengaku dinding Gambar 5. Sistim Ikat digunakan pada atap bagian bawah dengan balok penghubung kolom (sumber Pribadi)
Mempertimbangkan dimensi, nilai koeffisien kuat
tekan dan lentur dari kayu Pokky serta jarak
bentang elemen struktur pada bangunan jika di
rujuk pada rumus Siswanto JY diatas maka
sistim struktur konstruksi dari elemen pend-
kung ruma tradisional batak sangat kuat selama
titik berat garis kerja pembebanan tidak
bergeser.Kesukaran menemukan material yang
alamiah adalah seperti Rotan, Kayu Pokky, Ijuk
getah pohon Hariara adalah permasalahan
utama maka untuk kegiatan pelestarian
bangunan ini harus berjalan seiring dengan
pelestarian material tersebut diatas. Sementara
pelestarian keahlian Pande yang sudah mulai
uzhur harus dilakukan perekaman warisan ilmu
dari para pande ke siswa siswa SMK Bangunan.
Kebaruan penelitian.
Berkaitan dengan tujuan penelitian untuk
menggali keaslian struktur konstruksi kayu yang
digunakan pada bangunan ruma Batak dalam
rangka pelestarian, ternyata hal ini dibarengi
oleh pelestarian pohon kayu poky, pohon aren,
pohon hariara dan rotan. Harus ada kegiatan
alih ilmu dari para pande ke para siswa SMK
agar ilmu pembuatan rumah tradisional Batak
terpelihara. Peneltian harus dilanjutkan dengan
bahasan tentang pemilihan bahan, kemungkinan
penggantinya. Perubahan tampilan, tata ruang.
Kesimpulan
Ditemukannya kesenjangan pengetahuan antara
para pande dengan kaum muda, diperlukan
tindakan transfer pengetahuan melalui pendidik
an formal. Adanya perubahan gaya hidup dari
pemilik ruma tradisional akibat kemajuan zaman
hal ini memerlukan dilakukan kajian socio aspect
agar ditemukan jalan keluar untuk menyadarkan
kaum tua bahwa bangunan lama masih layak
digunakan karena itu harus dilakukan perawatan
dan pelestarian. Ruma Tradisonal Batak memiliki
nilai konservasi tinggi maka perlu dipreservasi.
Daftar Pustaka
Mangunwijaya. Y. B. (1988). Pengantar ke Ilmu
Budaya Bentuk Arsitektur. Sendi2 filsafatnya beserta
contoh2 praktis. Jakarta: P.T Gramedia
Salvadori, M. (1990) Why Building Stand Up-The
strength of Architecture. New York: W.W. NORTON
& Company.
Sandaker, N. B., & Eggen, A. P. (1992) The Structural
Basis of Architecture. New York: Whitney Library of
Design
Tim Departemen Pendidikan Kebudayaan. (1992-
1993). Direktur Jenderal Kebudayaan Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan. Jkt.
Dishongh B. E. (2001) Essential Structural Technology
for Construction and Architecture (terjemahan)
Jakarta. Penerbit Erlangga.
Yuwono. J. S. (2002) Sistem Bangunan Jakarta.
Penerbit Erlangga.
Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches.
California: Sage Publications, Inc. (dalam Hanson E
Kusuma. 2019 - Memilih Metoda Analisis Kuantitatif
untuk Penelitian Arsitektur – KKPA, SAPPK, ITB.)
Groat, L. & Wang, D. (2003). Architectural Research
Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. (dalam
Hanson E Kusuma. 2019- Memilih Metoda Analisis
Kajian Awal Ruma Batak di Simalungun, Karo, Samosir dan Toba dimulai dari Struktur-Konstruksi
032 | Prosiding Seminar Struktur dalam Arsitektur 2020
Kuantitatif untuk Penelitian Arsitektur - KKPA, SAPPK,
ITB.)
Frick. H. (2004). Ilmu Konstruksi bangunan bambu.
Yogyakarta. Penerbit Kanisius dan Soegijapranata.
Wahid. J., & Bhakti. A. (2013). Arsitektur dan Sosial
budaya Sumatra Utara – Yogyakarta. Penerbit Graha
Ilmu.
Priyotomo. J. (2019). Omo Uma Ume Omah – jelajah
Arsitektur Nusantara yang Belum Usai. Surabaya.
Penerbit Wastu Lanas Grafika.
Nuryanto, MT. (2019). Arsitektur Nusantara. Bandung
Penerbit Remaja Rosdakarya.
Loebis. M.N et al. (2019). Eksistensi Debata dan
Identitas Arsitektur Toba. – Jelajah Eksistensi
Arsitektur Toba sebagai unsur identitas. Temu
Ilmiah IPLBI 1-3 November 2019 di Medan
Hasil Wawancara: Ibu Rosmalia Tarigan (wakil
penghuni kampung Sumbul-Merek). Kabupaten Karo,
3 November 2019; Bpk M Hutahean (mewakili
penghuni Huta Silalagan.) Desa Parbaba Kabupaten
Samosir 4 November 2019. Bapak Sargon JD. (wakil
penghuni & perwakil an Pande dari Jangga Dolok.
Kabupaten Toba Samosir) 5 November 2019 di
kampung Jangga Dolok.