Download - Konsep Dasar Gender Dalam Kespro
KONSEP DASAR GENDER DALAM KESPRO
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dr. Meri Wijaya,
M.Kes.
Disusun oleh:
Isni Yulianti D3E613003
Mery Tarlina D3E613005
Risma Pertiwi D3E613009
AKADEMI KEBIDANAN MEDIKA OBGIN
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan ini berdasar
pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Dan kamipun berterimakasih kepada Dosen
yang telah memberikan tugas ini.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua pembacanya dan dapat
berguna bagi kami sendiri maupun semuanya.
Bandung, september 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Pengertian Gender ............................................................................................... 3
2.2 Definisi Kesehatan Reproduksi ........................................................................... 4
2.3 Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi ...................... 7
2.3.1 Kaitan Gender Dengan Kesehatan ............................................................... 7
2.3.2 Ketidak-Setaraan Gender ............................................................................. 11
2.3.3 Ketidak-Adilan Gender ............................................................................... 12
2.4 Isu gender dalam kesehatan reproduksi .............................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Indonesia, banyak perempuan yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama
dengan laki-laki dalam menjaga kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena
adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara antara mereka (ketidakadilan dan
keetidaksetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu program-program
kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut.
Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar tentang pentingnya
mempertimbangkan isu gender dalam pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakadilan dan ketidaksetaraan perandan
tanggung jawab dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Namun memahami
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita
sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan
harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai
generasimuda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab : Wanita
menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan fungsi
reproduksinya, Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak
yangdikandung dan dilahirkan, Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai
objek dengan mengatasnamakan pembangunan seperti program KB, dan pengendalian
jumlah penduduk, Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda
Intemasionaldiantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai
kesehatanreproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo) (Dewi, 2012).
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting
disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita diberi
kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan
kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atastubuhnya sendiri.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apakah Pengertian Gender ?
b) Apa Definisi Kesehatan Reproduksi ?
c) Bagaimana Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi ?
d) Bagaimana Kaitan Gender Dengan Kesehatan ?
e) Bagaimana Ketidak-Setaraan Gender ?
f) Bagaimana Ketidak-Adilan Gender ?
g) Apa saja Isu gender dalam kesehatan reproduksi ?
1.3 TUJUAN
a) Untuk mengetahui Pengertian Gender.
b) Untuk mengetahui Definisi Kesehatan Reproduksi.
c) Untuk mengetahui Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi.
d) Untuk mengetahui Kaitan Gender Dengan Kesehatan.
e) Untuk mengetahui Ketidak-Setaraan Gender.
f) Untuk mengetahui Ketidak-Adilan Gender.
g) Untuk mengetahui Isu gender dalam kesehatan reproduksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gender
Menurut WHO (1998) Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan
perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai
perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat.
dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan (Azim, 2012).
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan dan atau laki-laki yang merupakan hasil konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai denganperkembangan zaman.
Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis
kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial
budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan peranan
antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial
dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Peran Gender
a) Peran reproduktif, yaitu peran-peran yang dijalankan dan tidak menghasilkan uang,
serta dilakukan di dalam rumah. Contoh peran reproduktif antara lain : pengasuhan
atau pemeliharaan anak, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, menjamin seluruh
anggota keluarga sehat, menjamin seluruh anggota keluarga kecukupan makan,
menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah.
b) Peran produktif, yaitu peran - peran yang jika dijalankan mendapatkan uang
langsung atau upah - upah yang lain. Contoh peran produktif yang dijalankan di luar
rumah : sebagai guru disuatu sekolah, buruh perusahaan, pedagang di pasar. Contoh
peran produktif yang dijalankan di dalam rumah ; usaha salon dirumah, usaha
menjahit di rumah dsb.
c) Peran kemasyarakatan (sosial) terdiri dari aktivitas yang dilakukan di tingkat
masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan oleh perempuan adalah
melakukan aktivitas yang digunakan bersama. Contohnya : pelayanan posyandu,
pengelolaan sampah rumah tangga, pekerjaan seperti itu (pekerjaan sosial di
masyarakat) dan tidak dibayar.
2.2 Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat fisik, mental dan sosial budaya
yang utuh (bukan hanya bebas dari penyakit atau cacat saja) dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem,fungsi dan proses reproduksi (ICPD1994). Kesehatan
reproduksi juga dapat diartikan sebagain suatu keadaan kesejahteraan fisik mental dan
sosial yang utuh, bukan bebas dari penyakit atau kecacatan.Dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi,fungsi sertaprosesnya. (WHO ,1992 )/UU 36
/2009 PASAL 71 ayat 2.
Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN,
1996) yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental,
fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari
penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TuhanYang
Maha Esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi selara sseimbang antara anggota
keluarga, masyarakat dan lingkungan (Pinem. S, 2009).
Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru
diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh
semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses
reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis :
seksual dan seksual.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang
utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan, dalam segala hal yang
berhubungan dengan reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya (ICDP.Cairo, 1994).
Sedangkan menurut WHO, Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakitatau kecacatan
dalam segala aspek yang berhungan dengan sistem reproduksi, fungsiserta prosesnya.
Adapun kesehatan reproduksi secara sederhana dapat kita lihat dari hal sebagai
berikut :
1. Organ Reproduksi Organ reproduksi laki-laki maupun perempuan harus bebas dari
berbagai macam penyakit serta dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
2. Hubungan Seks. Dalam melakukan hubungan seks harus terbebas dari rasa tidak
nyaman, rasa takut akan hamil, dan tertular berbagai jenis penyakit kelamin.
3. Kehamilan Seorang ibu hamil harus terbebas dari komplikasi kehamilan yang serius
dan janinyang dikandungnya harus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di
dalam rahim ibu.
4. Persalinan Seorang ibu harus bersalin dengan normal dan terbebas dari komplikasi
persalinan yang serius selama dan setelah persalinan.
Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak-hak reproduksi, namun karena
perbedaan gender maka banyak hal yang telah merugikan perempuan, sehingga
perempuan lebih sulit memperoleh hak-hak reproduksinya dibandingkan laki-laki. Agar
hak-hak reproduksi perempuan terpenuhi, perlu ada hubungan yang setara dengan laki-
laki dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan seks dan reproduksi.
Hak reproduksi adalah hak asasi yang telah diakui dalam hukum internasional
dan dokumen asasi internasional untuk meningkatkan sikap saling menghormati secara
setara dalam hubungan perempuan dan laki-laki.
Adapun hak-hak reproduksi sebagai berikut :
a. Hak Reproduksi (HAM Internasional)
1) Hak dasar pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan
bertanggung jawab atas jumlah dan jarak kelahiran, mendapatkan informasi
serta cara-cara untuk melaksanakan hal tersebut.
2) Hak untuk mencapai standar tertinggi.
b. Hak-hak Reproduksi
1) Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi yang
berkualitas.
3) Hak untuk bebas membuat keputusan tentang hal yang berkaitan
dengankesehatan rperoduksi tanpa paksaan diskriminasi serta kekerasan.
4) Hak kebebasan dan tanggung jawab dalam menentukan jumlah dan jarak waktu
memiliki anak.
5) Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan
proses melahirkan).
6) Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
7) Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan
dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
8) Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmuu pengetahuan yang terkait
dengan kesehatan reproduksi.
9) Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya.
10) Hak membangun dan merencanakan keluarga.
11) Hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.
12) Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan keluarga dan
kehidupan reproduksi.
2.3 Kesetaraan Dan Keadilan Gender Dalam Kesehatan Reproduksi
2.3.1 Kaitan Gender Dengan Kesehatan
Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya,
serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting
yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini
dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV
diBejing pada tahun 1995.
a. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan
Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai
angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum
dianggap sebagai faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih
banyak mengalami kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun
faktoryang melatar belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial,
hal tersebut menggambarkan bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan
kurang sehat dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar
pada hubungan yang kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial
(gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang
laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit
kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya animea, gangguan makakn dan gangguan
pada ototserta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya
gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks, sementara
ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.Kapasitas perempuan untuk hamil
dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan pelayanan kesehatan
reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaansakit maupun sehat. Perempuan
memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan
selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap
terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan
terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai
berikut :
1) Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2) Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit
3) Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4) Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
5) Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh, respon terhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan
pemberian fokus pada kelompok resiko tinggi, termasuk pekerja seks komersial.
Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai
kondom. Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang
kemudian menekankan pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini
menghindari isu gender dalam hubungan seksual, karena perempuan tidak
menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk penggunaanya oleh laki-laki.
Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga
biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan perempuan
untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan dan
kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi dan hubungan
seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak kekerasan pada
umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya
laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas,
dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinyaterhadap perempuan,
seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik). Karena itu
kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis
gender”.
b. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk
mempelajari kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka
cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari
informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual
(IMS).
c. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan
Menikah pada usia bagi perempuan berdampak negatif terhadap kesehatannya.
Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka,
melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di
Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan
tidak berdaya untuk memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah.
Keputusan pada umumnya ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-
laki lainnya.
Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu : Seorang gadis
umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah rumah sakit
selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi
yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukanaborsi adalah
minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian
dia datang ke seorang dokter kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi
karena terikat sumpah dan hukum yang mengkriminalisasi aborsi.
Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak
berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua
kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan
sedang datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu
dan bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong.
Kasus tersebut menggambarkan ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih
mekanisme defensif dan menganggapnya sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia
menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa bersalah. Masyarakat
akan menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan
sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja.
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang
penyebab kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak
reproduksinya dia harus mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya
atau dukungan emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling
dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak reproduksi
pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis gender serta
masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi
hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis
gender yang memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan,
agama, dan ideologi gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab
pada kasus tersebut adalah kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan adalah
ideologi gender, misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, cantik,
dan keibuan.
Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan
gender. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses
yang sangat panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap
sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah dan dianggap sebagai
perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung
meskipun perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling
merugikanbagi perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak
terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak ini terutama menonjol pada
perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya, yang
diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh
jati diri perempuan yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan
rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati,
tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk
psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan
selalu dapat terbuka kembali setiap saat Dampak psikologis yang paling sulit
dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan
korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak
harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi
korbandan menghukum para pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan.
Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga, khususnya
terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah pelanggaran hak
asasi manusia.
2.3.2 Ketidak-Setaraan Gender
Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat dari
perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian sumber-
sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan.
Beberapa contoh ketidak-seteraan gender dalam bidang kesehatan sebagai berikut:
1) Bias gender dalam penelitian kesehatan
Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias gender
yang nyata, baik dalam pemilihan topic, metode yang di gunakan, maupun dalam
analisis data. Gangguan kesehatan yang mengakibatkan gangguan berarti pada
perempuan tidak mendapat perhatian bila tidak mempengaruhi fungsi
reproduksinya, misalnya disnenore dan osteoporosis.
2) Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan
Berbeda dengan Negara maju, kaum perempuan di Negara berkembang pada
umumnya belu, dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya.
Prosrs persalinan yang normal sering di jadikan peristiwa medis yang tidak
mempertimbangkan kebutuhan perempuan, misalnya kebutuhan untuk
didampingi oleh orang yang terdekat atau mengambil posisi yang dirasakan
paling nyaman.
2.3.3 Ketidak-Adilan Gender
Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering di temukan pula
ketidak-adilan gender, yaitu ketidak-adilan berdasarkan norma dan standar yang
berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).
Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung 2 aspek:
1) Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu terciptanya derajat kesehatan yang
setinggi mungkin ( fisik, psikologi dan social bagi setiap warga Negara ).
2) Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yaitu berarti bahwa pelayanan diberikan
sesuai dengan kebutuhan tampa tergantung pada kedudukan social seseorang,
dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat,
dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan bayar
seseorang.
Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
1) Marginalisasi (Peminggiran).
Merupakan suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan.
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya banyak
perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi
gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi
karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan.
Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara
yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun
asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
Contoh : Guru TK dan pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerjaan rendah
sehingga berpengaruh terhadap gaji / upah yang diterima.
2) Subordinasi (Penomorduaan),
Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan
lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
Contoh : masih sedikit jumlah wanita yang bekerja pada peran dan posisi
pengambilan keputusan kepenentu kebijakan dibandingkan dengan laki-laki.
3) Stereotip (citra buruk)
Pandangan buruk terhadap perempuan.
Contoh : perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan
berbagai sebutan buruk lainnya.
4) Violence (kekerasan)
Serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami
kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip
diatas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling
banyak dialami perempuan.
5) Beban kerja berlebihan /beban ganda/ double burden
Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. contoh :
seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga
harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (di
rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab
diatas.
2.4 Isu gender dalam kesehatan reproduksi
a) Kesehatan ibu dan bayi (safe motherhood)
Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (kesehatan ibu dan bayi baru
lahir) dan anak dipengaruhi olehkesadaran dalam perawatan dan pengasuhan anak.
Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh faktor kesehatan, antara lain :
1. Perdarahan saat melahirkan
2. Eklamsia.
3. Infeksi.
4. Persalinan macet.
5. Keguguran.
Sedangkan faktor non kesehatan antara lain kurangnya pengetahuan ibu yang
berkaitan dengan kesehatan termasukpola makan dan kebersihan diri.
Faktor penyebab kesenjangan antara lain:
a. Budaya dalam sikap dan perilaku keluarga yangcenderung mengutamakan
laki-laki, contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang
menempatkan bapak atau anak laki-laki pada posisi yang diutamakandaripada
ibu dan anak perempuan. Hal ini sangatmerugikan kesehatan perempuan,
terutama bila sedanghamil.
b. Masih kurangnya pengetahuan suami dan anggotakeluarga tentang
perencanaan kehamilan.
c. Perempuan kurang memperoleh informasi dan pelayananyang memadai karena
alasan ekonomi maupun waktud. Ketidakmampuan perempuan dalam
mengambilkeputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya,misalnya dalam
menentukan kapan hamil, di mana akan melahirkan, dan sebagainya. Hal ini
berhubungan dengan kedudukan perempuan yang lemah di keluarga dan
masyarakat.
Tuntutan untuk tetap bekerja. Pada daerah tertentu, seorang ibu hamil tetap
dituntut untuk tetap bekerja keras seperti pada saat ibu tersebut tidak hamil.
Sementara itu tahun 2008, kasus gizi buruk mencapai 0,94 persen dan 2.254
berstatus kurang gizi. Dari total tersebut, 56,39 persen berasal dari keluarga miskin,
29,50persen karena penyakit penyerta dan12,82 persen karenapola asuh orang tua
yang salah. Oleh karena itu, untuk menekan tingginya angka kematian ibu hamil
dan balita akibat gizi buruk, diperlukan langkah optimal dari berbagai
pihak.Khusus masalah aborsi, walaupun pemerintah telah melarang tapi pada
kenyataannya masih banyak aborsi yang dilakukan secara illegal dan secara diam–
diam dan tidakaman misalnya dengan menggunakan jamu-jamuan, pijat, nanas dan
lain-lain. Hal ini akan berpengaruh dan berakibat pada kesehatan ibu juga akan
dapat menyebabkan kematian ibu. Menurut Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI)2004 tentang aborsi atau pengguguran kandungan, tingkat aborsi
di Indonesia sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus per tahun.
b) Keluarga berencana
Keluarga Berencana dalam hal ini adalah penggunaan alatkontrasepsi.
Seperti diketahui selama ini ada anggapanbahwa KB adalah identik dengan urusan
perempuan. Hal ini juga menunjukkan adanya budaya kuasa dalam pengambilan
keputusan untuk ber-KB. Dari peserta KB aktif sebanyak 425.960 peserta, peserta
KB wanita sebanyak 402.017(94,38%), sedangkan peserta KB pria sebanyak
23.943(5,62%).
Faktor penyebab kesenjangan:
i. Lingkungan sosial budaya yang menganggap bahwa KBurusan perempuan,
bukan urusan pria/suami.
ii. Pelaksanaan program KB yang sasarannya cenderungdiarahkan kepada kaum
perempuan.
iii. Terbatasnya tempat pelayanan KB pria.
iv. Rendahnya pengetahuan pria tentang KB.
v. Terbatasnya informasi KB bagi pria serta informasitentang hak reproduksi
bagi pria/suami danperempuan/istri.
vi. Sangat terbatasnya jenis kontrasepsi pria.
vii. Kurang berminatnya penyedia pelayanan pada KB pria.
c) Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Ketidakadilan dalam membagi tanggung jawab.
2. Ketidakadilan dalam aspek hukum
3. Dalam tidakan aborsi ilegal yang terancam adalah perempuan.
d) Penyakit menular PMS
1. Perempuan selalu dijadikan obyek intervensi dalam program pemberantasan
PMS, walau laki – laki sebagai konsumen,justru memberikan kontribusi yang
besar pada permasalahan tersebut.
2. Setiap upaya mengurangi praktik prostitusi, perempuan sebagai PSK selalu
menjadi obyek dan tudingan sumber permasalahan, sementara laki – laki
mungkin menjadi sumber penularan tidak pernah diintervensi dan dikoreksi.
DAFTAR PUSTAKA
1) Arisman. 2009. Gender, Kekuasaan & Kesehatan Reproduksi.www.babel.bkkbn.go.id.
Diunduh Selasa, 28 Mei 2013.BAB III Isu Gender dalam Kesehatan.
2) Fakih, Mansour, DR.1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
3) Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed).1998. Wanita dan Media. Bandung:
Remaja Rosdakarya
4) Illich, Ivan.2009. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
5) Mosse, Julia Cleves.2012. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa
Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar.