Download - kontrol PID
BAB VI
PERCOBAAN 5
KONTROL PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATIF
6.1 Tujuan Percobaan
1. Memahami sistem kontrol open loop.
2. Memahami sistem kontrol closed loop.
3. Mengamati sistem terkontrol PID.
6.2 Dasar Teori
6.2.1 Sistem Kontrol Lup Terbuka (Open Loop)
Open loop control merupakan suatu sistem yang keluarannya tidak
mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol dengan kata lain, sistem kontrol
loop terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai perbandingan
umpan balik dalam masukan.
Gambar 6.1 Diagram blok open loop system
Dari gambar diatas dapat diketahui persamaan untuk sistem loop
terbuka:
( ) ( ) ( ) ( )
( )
( ) ( ) ( )
Dalam suatu sistem kontrol loop terbuka, keluaran tidak dapat
dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan
berhubungan dengan kondisi operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari
sistem tergantung pada kalibrasi. Dengan adanya gangguan, sistem kontrol
loop terbuka tidak dapat melaksanakan tugas sesuai harapan. Sistem kontrol
loop terbuka dapat digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan
keluaran diketahui dan tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal.
Gc (s) G (s)
C (s)
E (s)
R (s) Plant Controller Plant
6.2.2 Sistem Kontrol Lup Tertutup (Close Loop)
Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal
keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol lup tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal
kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan
sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi
sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler untuk
memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran sistem mendekati harga
yang diiinginkan. Dengan kata lain, istilah “lup tertutup” berarti
menggunakan aksi umpan – balik untuk memperkecil kesalahan sistem.
Gambar 6.2 Sistem kontrol lup tertutup
Dari gambar di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam
close loop system:
( )* ( ) ( ) ( )+ ( ) ( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
( ) ( ) ( )
Gambar 6.2 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari
sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai
operator, maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan
yang diinginkan, ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan
melakukan langkah – langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali
bekerja pada keadaan yang diinginkan.
Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol
lup terbuka yaitu penggunaan umpan – balik yang membuat respon sistem
relatif kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal
pada parameter sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “plant”
C (s)
- +
H (s)
Gc (s) G (s) E (s)
R (s) Plant Controller Plant
Sensor
dengan teliti, meskipun sistem lup terbuka mempunyai kelebihan yaitu
kestabilan yang tak dimiliki pada sistem lup tertutup, kombinasi keduanya
dapat memberikan performansi yang sempurna pada sistem.
Dengan demikian jelaslah bahwa PID kontroler adalah sistem kontrol
lup tertutup (close loop) karena PID kontroler adalah kontroler yang
mampu menggantikan fungsi operator yang mana ketika terjadi perubahan
keadaan sistem, yang kirimkan oleh sinyal kesalahan penggerak maka PID
kontroler akan melakukan suatu proses pengaturan kembali sehingga sistem
bekerja kembali sesuai kehendak, dalam hal ini kombinasi sinergis antara
ketiga aksi pengontrolan pada PID kontroler.
6.2.3 Kontroler Proporsional (Proportional Controller)
Kontroler proporsional merupakan aplikasi dari rangkaian kontroler
yang memiliki keluaran (output) yang bersifat proporsional artinya nilai
tersebut dibandingkan dengan nilai yang lain. Dalam hal ini nilai keluaran
pada kontroler proporsional bergantung dibandingkan dengan titik tertentu
yaitu tititk setel (set point). Bila terjadi perubahan terhadap titik setel maka
kontrol proporsional akan segera mengatur kembali sistem agar sesuai
dengan keadaan yang diinginkan.
Dapat disimpulkan bahwa kontroler proposional memiliki keluaran
yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih
antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih
sederhana lagi dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler proporsional
merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya,
perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara
langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya.
Besarnya nilai penguatan pada sisi keluaran telah ditentukan
sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sisi keluaran bergantung pada
nilai keluaran. Jadi kontroler proporsional adalah penguat dengan penguatan
yang dapat diatur, apapun wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun
bentuk daya penggeraknya.
Nilai yang dihasilkan pada sisi keluaran berbanding lurus dengan sisi
masukan dengan besar penguatan yaitu sebesar Kp. Sehingga jika suatu
sistem ingin memperoleh nilai yang lebih besar pada bagian keluarannya
kontroler jenis ini dapat digunakan terutama pada sistem yang ingin
memperoleh hasil yang cukup besar.
Gambar 6.3 Diagram blok kontroler proporsional
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan saat kontroler
diterapkan pada sistem adalah:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang
berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon
sistem akan berosilasi.
-
+
R1
R2
ei
eo
Gambar 6.4 Rangkaian penguat operasional kontroler proporsional
( )
dimana G(s) adalah fungsi alih yang merupakan perbandingan antara
keluaran (Eo) dan masukan (Ei) dalam hal ini adalah resistor.
6.2.4 Kontroler Integral (Integration Controller)
Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang
memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki
unsur integrator (1/s). kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin
keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol. Dengan
kontroler integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai
kesalahan keadaan mantapnya nol.
Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding
dengan nilai sinyal kesalahan. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami
perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang
dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak - lihat konsep numerik. Sinyal
keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal
kesalahan berharga nol.
Gambar 6.5 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada
pembangkit kesalahan nol
Gambar 6.5 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan
ke dalam kontroler integral dan keluaran kontroler integral terhadap
perubahan sinyal kesalahan tersebut.
Gambar 6.6 Diagram Blok Kontroler Integral
Gambar 6.6 menunjukkan blok diagram antara besaran sinyal
kesalahan pengerak dengan keluaran suatu kontroler integral.
Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
1. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan
pada nilai sebelumnya. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran
akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh
besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
2. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.
-
+
R1
C2
ei
-
+
R4
eo
R3
Gambar 6.7 Rangkaian penguat Kontroler Integral
6.2.5 Kontroler Differensial (Differential Controller)
Kontroler differensial mempunyai sifat menderivatif atau menurunkan
sinyal masukan. Karakteristik dari aksi kontrol ini adalah mempunyai sifat
mendahului sinyal kesalahan penggerak, sehingga bisa melakukan koreksi
atau antisipasi terhadap sinyal keluaran lebih cepat.
Kemampuan untuk mendahului ini aksi kontrol differensial ini juga
mempunyai kelemahan yaitu, memperkuat sinyal derau (noise) sehingga
dapat menimbulkan saturasi pada aktuator. Fungsi tambahan dari kontroler
differensial ini adalah menaikkan sensitivitas sistem terhadap error
kemudian memberi koreksi dengan cepat sebelum error bertambah serta
meredam terjadinya osilasi saat sistem menggunakan kontroler integrasi.
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.
Td.s
Kesalahan
pengerak
M(s)E(s)
Gambar 6.8 Diagram blok kontroler differensial
Karakteristik kontroler differensial adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan
pada masukannya (berupa sinyal kesalahan penggerak).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
3. Kontroler differensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan
sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler
differensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan
aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas
sistem.
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler differensial
umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontroler differensial
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan.
Oleh sebab itu kontroler differensial tidak pernah digunakan tanpa ada
kontroler lain sebuah sistem.
6.2.6 Kontroler Proporsional – Integral – Differensial
Dalam bentuk fungsi alihnya adalah sebagai berikut :
( )
( ) [
]
dimana : Kp adalah penguatan proporsional
Ti adalah waktu integral
Td adalah waktu turunan
+-
sT
s)TTsT(1K
i
diip U(s)E(s)
Gambar 6.9 Diagram blok kontroler jenis proporsional – integral – differensial
Gambar 6.9 adalah gambar diagram blok dari kontroler jenis
proporsional – integral – differensial yang mana bagian kontrolnya telah
diisi dengan fungsi alih dari gabungan ketiga jenis kontroler ini.Dalam
kontroler jenis ini Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing
kontroler P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan
ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus
diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D masing-
masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 6.10 Diagram blok kontroler PID analog
Gambar 6.10 adalah diagram blok kontroler jenis PID, yang keluaran
akan bergantung dari harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.
Gambar 6.11 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran
Gambar 6.11 menunjukkan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran
dengan masukan untuk kontroler PID. Karakteristik kontroler PID sangat
dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D.
Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat
dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut
dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol
itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara
keseluruhan.
-
+
R1
C2
ei
-
+
R4
eo
R3
R2
Gambar 6.12 Rangkaian penguat operasional dengan kontroler PID
Gambar 6.12 menunjukkan rangkaian penguat operasional yang
merupakan gabungan dari ketiga jenis kontroler tersebut.
Hasil keluaran dapat ditampilkan dalam persamaan sebagai berikut :
( ) ( )( )
dimana G(s) adalah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukannya.
Unit fungsi landai
0
E(t)
t
Gambar 6.13 Sinyal kesalahan pengerak fungsi Ramp
Aksi kontrol PID
0
U(t)
t
Td
Hanya proporsional
Aksi kontrol PD
Gambar 6.14 Keluaran sistem jika masukan fungsi ramp dengan PID
Dari gambar 6.13 yang merupakan masukan pada sistem akan
menghasilkan gambar 6.14 yang mana terlihat bahwa hasil keluarannya
merupakan fungsi parabolik hal ini menunjukkan dalam kontroler jenis ini,
kontroler integral sangat menonjol dan menentukan adanya perubahan pada
sistem, artinya kontrol integral ini mempercepat proses pengontrolan serta
mengurangi nilai kesalahan pada saat keadan tunak, dimana pada keadaan
tunak tersebut saat sinyal pengerak kesalahan saat bernilai nol nilai pada
keluaran tidak nol, hal itu menyalahi aturan dimana pada saat sinyal
penggerak kesalahan nol maka respon keluaran bernilai nol juga.
6.2.7 Parameter Respon Sistem
Untuk menganalisis dan mendesain sistem kontrol harus diketahui
terlebih dahulu karakteristik dan unjuk kerja sistem kontrol terhadap
masukan. Kinerja dari sistem kontrol dapat diketahui dengan memberikan
sinyal-sinyal uji pada sistem kontrol yang dapat mewakili masukan pada
sistem yang sesungguhnya lalu membandingkan hasil respon berbagai
sistem kontrol terhadap sinyal uji.
Mp
tr
tp
ts
0
0.5
1
C(t)
t
Toleransi yang diperbolehkan
0.05
0.02or
Gambar 6.15 Kurva respon tangga satuan.
Waktu tunda, td : waktu yang diperlukan oleh tangapan untuk mencapai
setengah nilai akhir untuk waktu yang pertama.
Waktu naik, tr : waktu yang diperlukan oleh tanggapan untuk naik dari
10% menjadi 90% , 5% menjadi 95%, atau 0% menjadi 100% dari nilai
akhir yang biasa digunakan.untuk sistem atas redaman waktu naik yang
biasa digunakan 10% menjadi 90%. Besarnya waktu naik ini dapat dicari
dengan menggunakan rumus :
d
d1
d ω
βπ
σ
ωtan
ω
1tr
Waktu puncak, tp : waktu yang diperlukan tanggapan untuk mencapai
puncak pertama overshoot. Biasanya dirumuskan dengan :
d
pω
πt
Waktu puncak berhubungan dengan ½ putaran frekuensi osilasi teredam.
Maximum overshoot, mp : nilai puncak kurva tanggapan diukur dari
satuan. Apabila nilai akhir keadaan tunak tanggapannya jauh dari satu,
maka biasa digunakan persen lewatan maksimum, dan didefinisikan oleh:
x100%)c(
)c()c(tM
p
p
Besarnya persen lewatan maksimum menunjukkan kestabilan relatif dari
sistem.
Waktu turun, ts : waktu yang diperlukan untuk menanggapi kurva agar
dapat mencapai dan tetap berada dalam gugus nilai akhir ukuran yang
disederhanakan dengan persentasi mutlak harga akhirnya (biasanya 2%
atau 5%). Waktu turun tadi dihubungkan dengan tetapan waktu terbesar
sistem kontrol. Apabila kita menemukan kriteria kesalahan persentase
untuk sistem, kita boleh menetapkannya dari tujuan desain sistem dalam
pertanyaan. Besarnya waktu turun ini dapat dirumuskan sbb :
n
sζω
4
σ
44Tt
kriteria 2%
n
sζω
3
σ
33Tt
kriteria 5%
6.3 Data Percobaan
6.3.1 Percobaan Open Loop
Tabel 6.1 Data Percobaan Open Loop
Blok Vin (V) Vout (V)
A (Adder) 5,01 -2,54
B (Multiplier) 2,55 12,02
C (Integrator) 12,02 -12,11
Total 5 -12,11
6.3.2 Percobaan Close Loop
Tabel 6.2 Data Percobaan Close Loop
Variasi Kp Vin (V) Vout (V) Error
1,0 5 2,5 2,5
1,2 5 3 2
1,5 5 3,75 1,25
6.3.3 Percobaan PID
6.3.3.1 Percobaan dengan Variasi Kp
Tabel 6.3 Data Percobaan Variasi Kp
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 200 100 5 0,23 2,46 4,81
2 250 100 5 0,19 1,83 3,31
3 350 100 5 0,13 0,41 2,79
6.3.3.2 Percobaan dengan Variasi Ki
Tabel 6.4 Data Percobaan Variasi Ki
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 150 50 5 0,33 3,21 4,02
2 150 150 5 0,28 2,29 10,7
3 150 200 5 0,26 1,93 13,4
6.3.3.3 Percobaan dengan Variasi Kd
Tabel 6.5 Data Percobaan Variasi Kd
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 150 100 8 0,32 2,83 7,33
2 150 100 10 0,34 2,86 7,17
3 150 100 15 0,37 2,93 6,82
6.3.3.4 Percobaan PID
Tabel 6.6 Data Percobaan PID
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 200 75 5 0,23 2,39 3,63
2 250 150 10 0,204 2,04 4,58
3 350 200 15 0,155 1,44 3,26
6.4 Analisa dan Pembahasan
6.4.1 Percobaan Open Loop
Tabel 6.7 Data Percobaan Open Loop
Blok Vin (V) Vout (V)
A (Adder) 5,01 -2,54
B (Multiplier) 2,55 12,02
C (Integrator) 12,02 -12,11
Total 5 -12,11
+IN A -OUT +IN C -OUT+IN B -OUTD1
INPUT REF
A1
INPUT ADDER
A4 B B2 C1
MULTIPLIER INTEGRATOR
C6
OUPUT
VARIABEL
U
+V
-V
Gambar 6.16 Diagram blok percobaan open loop
Blok A yang merupakan blok Adder disuplai dengan sinyal berupa
tegangan sebesar 4,89 volt. Tegangan yang masuk ke blok A merupakan
suatu inputan pada sistem open loop dimana blok A tersebut akan mengolah
sinyal masukan sebagai berikut.:
Input Ai = 5,01 V
Output Ao = -2,54 V
Jadi, pada blok A sinyal diolah dengan penguatan sebesar -0,506 dan
kemudian sinyal tersebut dikirimkan ke blok B.
Blok B merupakan multiplier yang akan mengolah sinyal input yang
berasal dari blok A dengan penguatan sebagai berikut :
Input Bi = 2,55 V
Output Bo = 12,02 V
Jadi, blok B yang merupakan sebuah multiplier akan memberikan
penguatan kepada setiap sinyal yang berasal dari blok A yang diinputkan
sebesar -4,713. Kemudian sinyal output pada blok B dikirim ke blok C
(Integrator).
Blok C merupakan Output Adder yang akan mengolah sinyal yang
berasal dari blok B (Multiplier) sebagai sinyal inputan dan penguatan
terhadap sinyal masukan tersebut adalah sebagai berikut:
Input Ci = 12,02 V
Output Co = -12,11 V
Jadi, blok C yang merupakan sebuah integrator yang memberikan
penguatan kepada sinyal yang diinputkan sebesar -1,0074.
Sinyal yang keluar dari blok C (Vout) merupakan sinyal output dari
sistem keseluruhan pada rangkaian open loop tersebut. Pada percobaan
sistem tersebut dapat disederhanakan menjadi :
Gambar 6.17 Diagram blok penyederhanaan sistem
G(s) C(s) Y(s)
Pada sistem tersebut masukan awalnya adalah C(S) sebesar 5,01 V.
Kemudian sinyal masukan tersebut diolah sistem yang kemudian akan
menjadi output pada Co sebagai Y(S) sebesar -12,11 Volt. Jadi berdasarkan
hasil percobaan di atas penguatan dari keseluruhan sistem adalah sebesar :
( ) ( )
( )
( )
( )
Jadi sistem tersebut memiliki penguatan sebesar -2,41 terhadap setiap
sinyal yang diinputkan kepada sistem tersebut.
Penguatan tersebut berasal dari penguatan yang diberikan oleh setiap
bagian dari sistem tersebut yaitu penguatan dari blok A dengan konstanta
penguatan KA = -0,506, blok B dengan konstanta penguatan KB = 4,714 dan
blok C dengan konstanta penguatan KC = -1,007, sehingga :
( )
( ) ( )( )( )
( )
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan
penguatan sinyal untuk sistem G(s) sedikit berbeda dengan perkalian antara
perhitungan penguatan pada setiap blok yaitu blok Adder, Multiplier, dan
Integrator pada sistem G(s) tersebut. Perbedaannya adalah 0,01 yang
disebabkan oleh alat ukur yang kurang presisi, sehingga dapat disimpulkan
bahwa data percobaan telah sesuai dengan teori.
6.4.2 Percobaan Closed Loop
Tabel 6.8 Data Percobaan Close Loop
Variasi Kp Vin (V) Vout (V) Error
1,0 5 2,5 2,5
1,2 5 3 2
1,5 5 3,75 1,25
+IN A -OUT +IN C -OUT+IN B -OUTD1
INPUT REF
A1
INPUT ADDER
A4 B B2 C1
MULTIPLIER INTEGRATOR
C6
OUPUT
VARIABEL
U
+V
-V
Gambar 6.18 Diagram blok percobaan closed loop
Pada percobaan ini digunakan tegangan input sebesar 5 V, dimana
pada percobaan ini nilai Kp divariasikan. Variasi dari nilai Kp itu sendiri
berpengaruh terhadap besarnya nilai Vout dan error yang diperoleh.
Sedangkan nilai Vin dibuat tetap. Nilai error pada percobaan ini berasal dari
selisih antara nilai Vin dengan nilai Vout nya. Dari percobaan dapat dilihat
bahwa semakin besar nilai Kp nya maka nilai Vout nya juga semakin besar
atau dapat dikatakan bahwa nilai Kp berbanding lurus dengan nilai Vout.
Sedangkan antara nilai Kp dengan error berbanding terbalik dimana nilai Kp
yang semakin besar error semakin kecil.Data percobaan yang diperoleh
sudah sesuai dengan teori.
Perhitungan dari nilai error pada percobaan ini dapat dilihat sebagai
berikut ini:
Variasi 1
Vin = 5 V
Vout = 2,5 V
Error = Vin – Vout = 5 V – 2,5 V = 2,5 V
Variasi 2
Vin = 5 V
Vout = 3 V
Error = Vin – Vout = 5 V – 3 V = 2 V
Variasi 3
Vin = 5 V
Vout = 3,75 V
Error = Vin – Vout = 5 V – 3,75 V = 1,25 V
Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,0, blok A disuplai
oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh
perhitungan penguatan K sebesar:
Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.
( )
( )
dimana Kp = 1 dan G(s) = 1.
Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan
perhitungan diperoleh hasil yang sama, yaitu nilai penguatan pada
pengukuran dan perhitungan sebesar 0,5. Hal ini sudah sesuai dengan teori.
Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,2, blok A disuplai
oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh
perhitungan penguatan K sebesar:
Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.
( )
( )
dimana Kp = 1,2 dan G(s) = 1.
Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan
perhitungan diperoleh hasil yang sedikit berbeda dengan perbedaan sebesar
0,05. Adanya sedikit perbedaan disebabkan karena ketelitian alat yang
berbeda-beda.
Pada percobaan close loop dengan variasi Kp = 1,5, blok A disuplai
oleh tegangan masukan (Vin) sebesar 5 volt. Sehingga akan diperoleh
perhitungan penguatan K sebesar:
Nilai penguatan juga dapat dicari dengan menggunakan cara berikut.
( )
( )
dimana Kp = 1,5 dan G(s) = 1.
Dari perbandingan antara nilai penguatan dari pengukuran dan
perhitungan diperoleh hasil yang sedikit berbeda dengan perbedaan sebesar
0,15. Adanya sedikit perbedaan disebabkan karena ketelitian alat yang
berbeda-beda.
6.4.3 Percobaan PID
6.4.3.1 Percobaan dengan Variasi Kp
Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;
( )
a. Menggunakan M-File
Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang
diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka
persamaan fungsi alih sistem akan menjadi
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler
differensial, yaitu sebagai berikut.
Gambar 6.19 Program m-file untuk Kp=200, Ki=100 dan Kd=5
Dan berikut adalah hasil grafiknya.
Gambar 6.20 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=200, Ki=100, Kd=5
Gambar 6.21 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=250, Ki=100, Kd=5
Gambar 6.22 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=350, Ki=100, Kd=5
Tabel 6.9 Variasi nilai Kp serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 200 100 5 0,23 2,46 4,81
2 250 100 5 0,19 1,83 3,31
3 350 100 5 0,13 0,41 2,79
Pada percobaan ini nilai Kp dibuat bervariasi sedangkan nilai Ki
dan Kd tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap
variasi memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa
semakin besar nilai Kp, maka akan semakin kecil nilai tr, ts, dan Mp.
Ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Hal tersebut
sudah sesuai dengan teori dimana bertambahnya nilai Kp akan
menyebabkan respon transien sistem menjadi lebih cepat sehingga tr, ts,
dan Mp akan semakin kecil.
b. Menggunakan Simulink
Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler
proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.
Berikut adalah diagram blok yang digunakan.
Gambar 6.23 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Kp
Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan
didapatkan grafik sebagai berikut.
Gambar 6.24 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=200, Ki=100, Kd=5
Gambar 6.25 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=250, Ki=100, Kd=50
Gambar 6.26 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=350, Ki=100, Kd=5
c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink
Gambar 6.27 Grafik M-File dengan Kp=350, Ki=100, dan Kd=5
Gambar 6.28 Grafik Simulink dengan Kp=350, Ki=100, dan Kd=5
Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik
respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.
6.4.3.2 Percobaan dengan Variasi Ki
Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;
( )
a. Menggunakan M-File
Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang
diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka
persamaan fungsi alih sistem akan menjadi
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler
differensial, yaitu sebagai berikut.
Gambar 6.29 Program m-file untuk Kp=150, Ki=50 dan Kd=5
Dan berikut adalah hasil grafiknya.
Gambar 6.30 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=50, Kd=5
Gambar 6.31 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=150, Kd=5
Gambar 6.32 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=200, Kd=5
Tabel 6.10 Variasi nilai Ki serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 150 50 5 0,33 3,21 4,02
2 150 150 5 0,28 2,29 10,7
3 150 200 5 0,26 1,93 13,4
Pada percobaan ini nilai Ki dibuat bervariasi dan nilai Kp dan Kd
tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi
memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa
semakin besar nilai Ki, maka akan semakin kecil nilai tr dan ts. Ini
menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Sedangkan semakin
besar nilai Ki, maka akan semakin besar pula nilai mp. Hal ini
menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini sudah sesuai
dengan teori dimana bertambahnya nilai Ki akan mengurangi error
steady state sistem dan sedikit mempercepat respon transien sistem
sehingga tr dan ts semakin kecilserta Mp semakin besar.
b. Menggunakan Simulink
Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler
proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.
Berikut adalah diagram blok yang digunakan.
Gambar 6.33 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Ki
Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan
didapatkan grafik sebagai berikut.
Gambar 6.34 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=50, Kd=5
Gambar 6.35 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=150, Kd=5
Gambar 6.36 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=200, Kd=5
c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink
Gambar 6.37 Grafik M-File dengan Kp=150, Ki=200, dan Kd=5
Gambar 6.38 Grafik Simulink dengan Kp=150, Ki=200, dan Kd=5
Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik
respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.
6.4.3.3 Percobaan dengan Variasi Kd
Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;
( )
a. Menggunakan M-File
Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang
diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka
persamaan fungsi alih sistem akan menjadi
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler
differensial, yaitu sebagai berikut.
Gambar 6.39 Program m-file untuk Kp=150, Ki=100 dan Kd=8
Dan berikut adalah hasil grafiknya.
Gambar 6.40 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=8
Gambar 6.41 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=10
Gambar 6.42 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=150, Ki=100, Kd=15
Tabel 6.11 Variasi nilai Kd serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 150 100 8 0,32 2,83 7,33
2 150 100 10 0,34 2,86 7,17
3 150 100 15 0,37 2,93 6,82
Pada percobaan ini nilai Kd dibuat bervariasi dan nilai Kp dan Ki
tetap. Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi
memiliki karakteristik yang berbeda-berbeda. Didapatkan bahwa
semakin besar nilai Kd, maka akan semakin kecil nilai Mp. Ini
menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Sedangkan semakin
besar nilai Kd, maka akan semakin besar pula nilai tr dan ts. Hal ini
menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini sudah sesuai
dengan teori dimana bertambahnya nilai Kd akan menambah redaman
pada sistem sehingga nilai Mp akan semakin kecil, tetapi tr dan ts
semakin besar.
b. Menggunakan Simulink
Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler
proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.
Berikut adalah diagram blok yang digunakan.
Gambar 6.43 Diagram blok simulink untuk kontroler PID variasi Kd
Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan
didapatkan grafik sebagai berikut.
Gambar 6.44 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=8
Gambar 6.45 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=10
Gambar 6.46 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=150, Ki=100, Kd=15
c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink
Gambar 6.47 Grafik M-File dengan Kp=150, Ki=100, dan Kd=15
Gambar 6.48 Grafik Simulink dengan Kp=150, Ki=100, dan Kd=15
Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik
respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.
6.4.3.4 Percobaan PID
Pada percobaan ini digunakan plant dengan persamaan fungsi alih;
( )
a. Menggunakan M-File
Untuk mencari fungsi alih sistem, dari persamaan plant yang
diketahui, di close loop-kan dengan penambahan Kp dan Kd, maka
persamaan fungsi alih sistem akan menjadi
( )
( )
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
Kemudian kita dapat buat program m-file untuk kontroler
differensial, yaitu sebagai berikut.
Gambar 6.49 Program m-file untuk Kp=200, Ki=75 dan Kd=5
Dan berikut adalah hasil grafiknya.
Gambar 6.50 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=200, Ki=75, Kd=5
Gambar 6.51 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=250, Ki=150, Kd=10
Gambar 6.52 Grafik respon sistem dengan M-File, Kp=350, Ki=200, Kd=15
Tabel 6.12 Variasi nilai Kp, Ki, dan Kd serta pengaruhnya terhadap tr, ts dan MP
No. Kp Ki Kd tr (s) ts (s) MP (%)
1 200 75 5 0,23 2,39 3,63
2 250 150 10 0,204 2,04 4,58
3 350 200 15 0,155 1,44 3,26
Pada percobaan ini nilai Kp, Ki, dan Kd dibuat bervariasi. Dari
data percobaan diatas dapat dilihat bahwa di setiap variasi memiliki
karakteristik yang berbeda-berbeda. Dari ketiga variasi tersebut, variasi
yang pertama merupakan variasi yang paling buruk karena memiliki
nilai tr, ts, dan Mp yang paling lama. Yang paling efisien adalah variasi
ketiga, dimana memiliki nilai tr, ts, dan Mp yang kecil sehingga sistem
cepat stabil dan memiliki overshoot yang sedang. Sehingga didapatkan
bahwa semakin besar nilai Kp, Ki, dan Kd, maka akan semakin kecil
nilai tr, ts, dan Mp. Ini menunjukkan hubungan yang berbanding
terbalik. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.
b. Menggunakan Simulink
Dalam mencari grafik respon sistem dengan kontroler
proporsional, dapat digunakan juga Simulink pada Matlab.
Berikut adalah diagram blok yang digunakan.
Gambar 6.53 Diagram blok simulink untuk kontroler PID
Dengan menggunakan variasi Kp, Ki, dan Kd, maka akan
didapatkan grafik sebagai berikut.
Gambar 6.54 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=200, Ki=75, Kd=5
Gambar 6.55 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=250, Ki=150, Kd=10
Gambar 6.56 Grafik respon sistem dengan Simulink, Kp=350, Ki=200, Kd=15
c. Perbandingan Grafik M-File dengan Simulink
Gambar 6.57 Grafik M-File dengan Kp=350, Ki=200, dan Kd=15
Gambar 6.58 Grafik Simulink dengan Kp=350, Ki=200, dan Kd=15
Pada grafik perbandingan diatas, dapat kita lihat bahwa grafik
respon sistem menggunakan M-file dan Simulink adalah sama.
6.5 Penutup
6.5.1 Kesimpulan
1. Pada rangkaian Open Loop hasil perhitungan penguatan sinyal untuk
sistem G(s) adalah -2,39 sedangkan hasil dari perkalian antara
perhitungan penguatan pada setiap blok yaitu blok Adder, Multiplier,
dan Integrator pada system adalah -2,38. Terdapat perbedaan sebesar
0,01 yang disebabkan alat ukur yang kurang presisi.
2. Pada sistem closed loop orde 1, hanya terdapat 1 karakteristik sistem,
yaitu nilai T yang merupakan time constant pada sistem.
3. Pada sistem closed loop orde 2, terdapat 5 karakteristik sistem, yaitu td
(delay time), tr (rise time), tp (peak time), ts (settling time), dan Mp
(overshoot).
4. Kontrol PID akan mempengaruhi perubahan karakteristik dari sistem.
5. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1
didapat nilai penguatan K = 0,5. Dari perhitungan didapat nilai K = 0,5.
Nilai tersebut telah sama sehingga hal ini sudah sesuai dengan teori.
6. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1,2
didapat nilai penguatan K = 0,6. Dari perhitungan didapat nilai K =
0,55. Nilai tersebut memiliki selisih yang tidak terlalu jauh dengan hasil
perhitungan yang disebabkan karena adanya rugi-rugi.
7. Dari Percobaan sistem closed loop didapatkan bahwa untuk Kp=1,5
didapat nilai penguatan K = 0,75. Dari perhitungan didapat nilai K =
0,6. Nilai tersebut memiliki selisih yang tidak terlalu jauh dengan hasil
perhitungan yang disebabkan karena adanya rugi-rugi.
8. Pengaruh perubahan nilai Kp kontrol PID adalah mempercepat tr (rise
time) dan ts (settling time) serta menurunkan nilai overshoot.
9. Pengaruh perubahan nilai Ki kontrol PID adalah mempercepat tr (rise
time) dan ts (settling time) serta menaikkan nilai overshoot.
10. Pengaruh perubahan nilai Kd kontrol PID adalah memperlambat tr (rise
time) dan ts (settling time) serta menurunkan nilai overshoot.
11. Pada kontrol PID, sistem dapat diberikan kontrol berupa P, PI, PD,
ataupun PID agar sistem menjadi lebih stabil.
6.5.2 Saran
1. Dalam implementasinya kontrol PID bisa digunakan secara bersama atau
terpisah, sesuai dengan kebutuhan.
2. Dalam penentuan konstanta masing-masing kontroler, baik Kp, Ki dan
Kd sebaiknya disertai dengan pertimbangan pengaruh besar konstanta
tersebut pada sistem.
3. Pemberian nilai Kp, Ki, dan Kd sebaiknya menggunakan tabel Ziegler-
Nichols agar sistem dapat dengan mudah mencapai kestabilan.
4. Dalam memilih transfer function sebaiknya menggunakan transfer
function yang lebih mudah mencapai kestabilan dan tidak rumit.
5. Pembenahan modul-modul praktikum karena penerimaan materi dengan
metode praktikum menggunakan modul lebih mudah dimengerti
dibanding simulasi komputer berbantuan Matlab.