Download - Kopi Luwak
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon
dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman
ini tumbuh tegak, bercabang dan dapat mencapai tinggi 12 m.
Tanaman kopi terdiri dari jenis Coffea arabica, Coffea robusta dan
Coffea liberica. Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang
mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia, di
samping merupakan salah satu komoditas unggulan yang
dikembangkan di Indonesia. Sudah hampir tiga abad kopi
diusahakan penanamannya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi di dalam negeri dan luar negeri.
Kopi merupakan salah satu minuman yang paling digemari
banyak orang. Dari setiap tiga orang di dunia, salah satunya adalah
peminum kopi. Kopi memang sungguh nikmat jika diminum baik pagi
hari, atau saat malam hari ketika pekerjaan menumpuk. Bisnis kopi
pun telah menjadi bisnis milyaran dolar, yang hanya mampu disaingi
oleh bisnis minyak bumi. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai
tambah komoditas kopi yakni dengan membuat kopi luwak.
Kopi luwak merupakan istilah generik jenis kopi seduh dari biji
kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan satwa
sejenis musang, yang oleh masyarakat di Jawa biasa disebut
sebagai Luwak (Paradoxurus hermaphrodirus). Kemasyhuran kopi itu
1
diyakini karena mitos pada masa lalu, ketika perkebunan kopi di buka
besar-besaran di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, sampai dekade 1950-an. Pada masa itu masih banyak
terdapat binatang luwak, sejenis musang. Luwak senang sekali
mencari buah-buahan yang cukup baik, termasuk buah kopi, sebagai
makanannya. Bukan sembarang kopi, tapi buah kopi terbaik dan
paling masak yang dipilihnya. Biji dari buah kopi terbaik itu
difermentasi di dalam perut luwak, dan akan dibuang bersama
kotoran binatang itu. Biji kopi luwak seperti itu, pada masa lalu sering
diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik
dan diproses secara alami. Menurut keyakinan, rasa kopi luwak
memang benar-benar berbeda dan spesial di kalangan para
penggemar dan penikmat kopi.
B. Rumusan Masalah
Kopi luwak merupakan kopi termahal di dunia. Kini, kopi luwak
yang dinilai paling berharga sekitar dua juta rupiah per kilogram.
Penyebabnya adalah cita rasa dan aroma kopi luwak yang khas
karena terjadi perubahan kimia seperti kandungan protein, kafein
serta lemak. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diteliti seberapa
besar perbandingan karakteristik kimia antara kopi luwak dan kopi
biasa dari jenis arabika dan robusta secara kuantitatif.
2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbandingan jumlah kafein antara kopi luwak dan kopi
biasa dari jenis arabika dan robusta.
2. Mengetahui perbandingan karakteristik proksimat (protein dan
lemak) pada kopi luwak dan kopi biasa dari jenis arabika dan
robusta.
3. Mengetahui perbandingan aroma dan rasa antara kopi luwak dan
kopi biasa dari jenis arabika dan robusta.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi
kepada masyarakat luas, penyebab mahalnya kopi luwak di tingkat
pasaran lokal bahkan di tingkat pasaran internasional yang merupakan
salah satu komoditi ekspor perkebunan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kopi (Coffea arabica L.)
Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas
banyak jenis antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica.
Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran
tinggi. Sistematik tanaman kopi robusta menurut Armansyah (2010),
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta Lindl.
Kopi merupakan sumber utama kafein. Begitu terkenalnya kopi
sampai timbul istilah coffee break atau "rehat kopi" di setiap acara
resmi seperti seminar, lokakarya dan rapat. Saat itu para tamu atau
peserta beristirahat sebentar untuk menikmati kue-kue sambil minum
secangkir kopi atau teh. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, kopi
seringkali dijadikan pendamping sarapan pagi (Suriani, 1997).
4
Minum kopi ternyata dapat meningkatkan resiko terkena stroke.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam journal of neurology,
neurosurgry and psychiatry tahun 2002 menyimpulkan bahwa minum
lebih dari 5 gelas kopi per hari akan meningkatkan resiko terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kafein juga dapat
menyebabkan insomnia, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang
dan cepat marah. Pada wanita hamil juga disarankan tidak
mengkonsumsi kopi dan makanan yang mengandung kafein. Hal ini
karena kafein dapat meningkatkan denyut jantung. Pada janin dapat
menyerang plasenta dan masuk dalam sirkulasi darah janin. Dampak
terburuknya, bisa menyebabkan keguguran (Anonim, 2009).
Standar mutu diperlukan sebagai petunjuk dalam pengawasan
mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi
klaim/ketidakpuasan dari konsumen dan dalam memberikan saran-
saran ke bagian pabrik dan bagian kebun. Standardisasi meliputi
definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan, cara pengemasan. Standar Nasional Indonesia Biji
kopi menurut SNI No.01-2907-1999 seperti pada Tabel 1. Pada
prinsipnya penanganan pasca panen kopi harus memperhatikan
keamanan pangan. Oleh karena itu harus dihindari terjadinya
kontaminasi dari beberapa hal yaitu :
a. Fisik (tercampur dengan benda asing selain kopi, misalnya: rambut,
kotoran, dll);
5
b. Kimia (tercampur bahan-bahan kimia);
c. Biologi (tercampur jasad renik yang bisa berasal dari pekerja yang
sakit, kotoran/sampah di sekitar yang membusuk)
Syarat mutu umum biji kopi pengolahan kering seperti tertera
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Syarat Mutu Umum Biji Kopi Pengolahan KeringNo Jenis Kopi Satuan Persyaratan1 Biji berbau busuk dan berbau
kapang- Tidak ada
2 Serangga hidup - Tidak ada3 Kadar air ( bobot/bobot) % Maksimal 134 Kadar kotoran % Maksimal 0,55 Biji lolos ayakan ukuran 3 mm x 3
mm (bobot/bobot)% Maksimal 5
6 Biji ukuran besar, lolos ayakan ukuran 5,6 mm x 5,6 mm (bobot/bobot)
% Maksimal 5
Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi,
tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang
terpenting terdapat di dalam kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein
yang menstimuli kerja saraf, caffeol memberikan flavor dan aroma
yang baik. Kopi robusta mengandung lebih banyak asam amino bebas.
Kadar kafein dalam robusta jauh lebih besar daripada arabika, dalam
jumlah sedikit saja memberikan rasa sepat (Anonim, 2011a).
Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah
disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
6
Tabel 2. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta Sebelum dan Sesudah Disangrai
Komponen Arabika Green
Arabika Roasted
Robusta Green
Robusta Roasted
Mineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0
Kaffein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0
Trigonelline 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75 0,3-0,6
Lemak12,0-
18,0
14,5-
20,09,0-13,0 11,0-16,0
Total
Chlorogenic
Acid
5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0 3,9-,.6
Asam Alifatis 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2 1,0-1,5
Oligosakarida 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0 0-3,5
Total
Polisakarida
50,0-
55,0
24,0-
39,0
37,0-
47,0-
Asam amino 2,0 0 - 0
Protein11,0-
13,0
13,0-
15,013,0-15,0
Humic acids -16,0-
17,016.0-17,0
Sumber : Clarke dan Macrae, (1987).
Kopi arabika maupun robusta memiliki rasa agak pahit
dikarenakan kandungan kafeinnya sehingga untuk mengurangi rasa
pahit pada kopi perlu diturunkan kadar kafeinnya. Kadar kafein tinggi
dapat mengganggu kesehatan, misalnya jatung berdebar. Minuman
penyegar/penguat yang mengandung kafein lebih dari 50 mg tidak
diperkenankan beredar oleh Pemerintah.
7
B. Kopi arabika (Cafeea arabica. L)
Kopi arabika berasal dari Etiopia & Abessinia. Kopi arabika
dapat tumbuh dengan ketinggian 700-1700 mdpl dan temperatur
16-200 C. Kopi arabika berbuah setahun sekali. Kopi arabika
menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika memiliki
aroma yang khas. Kopi arabika memiliki rasa yang asam yang tidak
dimiliki oleh kopi jenis robusta. Kopi arabika memiliki perbedaan antara
kopi lainnya karena rasa kopi tergantung dari cuaca dan tanah tempat
kopi di tanam (Anonim, 2011a).
Meski di seluruh dunia ada sekitar 70 spesies pohon kopi, dari
yang berukuran seperti semak belukar hingga pohon dengan tinggi 12
meter. Kopi arabika juga memiliki jenis lainnya yang masih satu jenis
antara lain Abesinia, Pasumah, Margo Type dan Congensis. Kedua
spesies ini digunakan untuk produksi sekitar 98% produksi kopi dunia.
Kopi yang pertama kali dikembangkan di dunia adalah Kopi Arabika
yang berasal dari spesies pohon kopi Coffea arabica. Kopi jenis ini
yang paling banyak diproduksi, yaitu sekitar lebih dari 60% produksi
kopi dunia. Kopi arabika dari spesies Coffea arabica menghasilkan
jenis kopi yang terbaik. Pohon spesies ini biasanya tumbuh di daerah
dataran tinggi. Tinggi pohon kopi ini antara 4 hingga 6 meter. Kopi
arabika memiliki kandungan kafein tidak lebih dari 1,5% serta memiliki
jumlah kromosom sebanyak 44 kromosom (Anonim, 2011a).
8
C. Kopi robusta (Cafeea canephora. L)
Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh pada ketinggian
400-700 mdpl. Produksi kopi robusta lebih sedikit daripada kopi
arabika. Kopi robusta hanya mencapai 30% di pasaran komoditi dunia.
Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di wilayah Indonesia dan
Filipina. Kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat, memiliki aroma
yang khas dan rasa yang manis, memiliki warna bervariasi sesuai
dengan cara pengolahan. Kopi robusta memiliki tekstur lebih kasar dari
kopi arabika. Jenis lainnya dari kopi robusta seperti Qillou, Uganda dan
Chanepora. Dalam pertumbuhannya kopi robusta hampir sama
dengan kopi arabika yakni tergantung pada kondisi tanah, cuaca dan
proses pengolahan dan pengemasan kopi ini akan berbeda untuk
setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga
berbeda (Anonim, 2011a).
Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant atau
cepat saji. Kopi robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi,
rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang lebih kuat. Kandungan
kafein pada kopi robusta mencapai 2,8% serta memiliki jumlah
kromosom sebanyak 22 kromosom. Produksi kopi robusta saat ini
mencapai sepertiga produksi kopi seluruh dunia (Anonim, 2011a).
9
D. Kopi Luwak
Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang
diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini
memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran
pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara
telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di kalangan
peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun
1980-an (Anonim, 2011b).
Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah
pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18,
Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di
Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya
adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era
"Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870). Belanda melarang
pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi
pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang
terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan
bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi
hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih
utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian
dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air
panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi
aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan,
10
maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda.
Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim,
kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman
kolonial. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai
USD100 per 450 gram (Anonim, 2011b).
Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari
buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai
makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul masak
sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit
keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Biji kopi
seperti ini, pada masa lalu sering diburu para petani kopi, karena
diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara
alami dalam perut luwak. Dan konon, rasa kopi luwak ini memang
benar-benar berbeda dan spesial di kalangan para penggemar dan
penikmat kopi (Anonim, 2011b).
Luwak hanya mau memakan buah dari biji kopi yang beraroma
wangi seperti buah leci, kemudian di perut luwak tersebut ini terjadi
fermentasi yang sangat tinggi oleh enzim-enzim yang tentunya
menjadikan cita rasa yang sangat kuat dan memiliki kenikmatan
tersendiri, suhu ketika fermentasi di dalam perut luwak dapat mencapai
antara 200-2650 C. Di dalam perut luwak, sebelum menjadi kopi luwak,
terjadi fermentasi selama kurang lebih 48 jam. Dalam sehari seekor
11
luwak hanya bisa memproduksi 0,2-0,4 kg biji kopi luwak. Itulah
mengapa kopi luwak asli bisa menjadi sangat mahal,karena
produksinya sangat sedikit (Anonim, 2010c).
Kopi luwak merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai
tambah komoditas kopi, di samping komoditas kopi biasa seperti kopi
reguler Arabika (Java coffee) dan kopi reguler Robusta. yang
membedakan kopi luwak dengan biji kopi biasa adalah dimakan oleh
Luwak (sejenis musang) dan di keluarkan dalam bentuk biji kopi,
Sehingga aromanya lebih harum serta ada rasa pahit dan getir asam
yang lebih khas dan special (Anonim, 2010b).
Keistimewaan kopi luwak berdasarkan Anonim (2010c):
Kopi luwak berasal dari biji kopi terbaik. Naluri hewan luwak akan
memilih biji kopi paling matang yang biasanya berwarna merah.
Bisa dipastikan, 90 % biji kopi yang dihasilkan oleh hewan luwak
adalah yang benar-benar matang, bukan yang mentah. Ini memberi
keuntungan, karena pada kopi biasa kemungkinan ada
pencampuran antara biji kopi yang mentah dan matang, yang
tentunya bisa mengurangi kualitas kopi.
Kopi luwak sudah mengalami proses fermentasi secara alami di
dalam pencernaan hewan luwak. Proses fermentasi alami dalam
perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia pada biji kopi
dan dapat meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada
pada suhu fermentasi optimal, juga dibantu dengan enzim dan
12
bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Karena itulah, rasanya
kopi luwak beda dengan kopi biasa. Kopi luwak mempunyai aroma
yang khas tiada duanya, rasanya nikmat, dan mengandung khasiat
menambah energi kaum Adam.
Kopi luwak mengandung kafein yang sangat rendah hanya sekitar
0,5 s/d 1%.
Kopi luwak bisa meningkatkan stamina tubuh dan mencegah
penyakit diabetes. Sebab, kopi yang dikeluarkan oleh hewan luwak
telah mengalami proses fermentasi alami kemudian diolah oleh
orang-orang yang berpengalaman serta menjadikannya kopi
berkhasiat.
Kopi luwak mengandung protein yang lebih rendah dan lemak lebih
tinggi.
Kopi luwak bebas dari pestisida. Bebas dari pestisida,
karena pestisida yang terdapat pada kopi telah dibersihkan secara
alami di dalam perut luwak, sehingga kopi yang keluar bersamaan
dengan feses luwak telah bebas dari kandungan pestisida yang
berbahaya.
Pada saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi
proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Prof.
Massiomo Marcone dari Guelpg University, Kanada, menyebutkan
fermentasi pada pencernaan luwak ini meningkatkan kualitas kopi
karena selain berada pada suhu fermentasi optimal 240 - 2600 C, juga
13
dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak.
Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa
karena perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini
berperan sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai
sehingga kopi luwak tidak sepahit kopi biasa karena kandungan
proteinnya rendah. Komponen yang menguap pun berbeda antara kopi
luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa kopi luwak sangat
khas. Proses fermentasi tak lazim oleh luwak ini membuat sebagian
orang enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut. Padahal
menurut Massimo, kandungan bakteri pada kopi luwak yang telah
dioven lebih rendah daripada kopi dengan proses
biasa (Anonim, 2010c).
E. Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)
Musang luwak adalah hewan menyusui (mamalia) yang
termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya
adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai
musang pulut. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar
90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Adapun klasifikasi
ilmianya menurut (Corbet and Hill, 1992 ) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
14
Famili : Viverridae
Upafamili : Paradoxurinae
Genus : Paradoxurus
Spesies : P. hermaphroditus
Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna
tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih
gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu
jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar.
Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik
samar di sebelah menyebelah tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat
gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah
telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam
samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.
Hewan betina memiliki tiga pasang puting susu (Payne, et al., 2000).
Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap
ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat
pandai memanjat, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan,
meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah.Musang juga bersifat
nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan (Tweedie, 1988).
Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah
yang keras, seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan
aneka biji-bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan
musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar
15
lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon musang luwak memilih
buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka
terkenal istilah kopi luwak dari Jawa, yang menurut ceritera dari mulut
ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang luwak, dan telah
mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya (Cranbrook, 1987).
F. Kafein
Kafein ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan
berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan
diuretik ringan. Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan
seperti biji kopi, daun teh, dan mate. Pada tumbuhan, ia berperan
sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-
serangga tertentu yang memakan tanaman tersebut. Ia umumnya
dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraksinya dari biji kopi dan
daun teh (Suriani, 1997).
Kadungan kafein dalam kopi masih bisa ditolerir apabila kopi
mengandung kafein sebesar 0,13 - 1,5% (Davia, et al., 1982). Kafein
merupakan zat antagonis non spesifik bagi reseptor adenosin, yang
disebarkan secara luas di korteks (Ryan dkk., 2001). Kafein bekerja
sebagai stimulan dengan cara mengurung reseptor adenosin untuk
menghambat kerja neurotransmiter tersebut (Ramachandran, 2002).
Kafein menghalangi adesonin untuk berfungsi dan bekerja
sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan performa kognitif
seorang individu meningkat. Selain itu, kafein juga akan menaikkan
16
permukaan dopamin di otak. Dopamin merupakan neurotransmitter
yang berperan mengatur gerakan dan membentuk ingatan sehingga
dengan meningkatnya dopamin maka performa ingatan pun akan
meningkat (Nelson and Gilbert, 2005).
Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein
klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan
adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh
tubuh. Asam klorogenat terdapat secara luas pada tanaman namun
dibandingkan dengan kafein, kurang mempunyai efek fisiologi. Melalui
penyangraian, trigonellin pada biji kopi sebagian akan berubah menjadi
asam nikotinat (niasin), yaitu jenis vitamin dalam kelompok vitamin B
(Mahendradatta, 2007).
Menurut Gilbert & Rice (1991), kafein merupakan zat kimia yang
berpotensi menyebabkan gangguan perkembangan janin, tetapi masih
dikonsumsi oleh sebagian besar ibu hamil di Amerika Serikat.
Kenyataan serupa mungkin juga terjadi di Indonesia. Selain itu, kafein
memiliki sifat sebagai agensia teratogenik yang tidak spesifik sehingga
dimungkinkan menyebabkan timbulnya jenis cacat lain yang dijumpai
pada berbagai sistem organ.
Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan
meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat
berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa
sakit. Mekanisme kerja kafein dalam tubuh adalah menyaingi fungsi
17
adenosin (salah satu senyawa yang dalam sel otak bisa membuat
orang cepat tertidur). Dimana kafein itu tidak memperlambat gerak sel-
sel tubuh, melainkan kafein akan membalikkan semua kerja adenosin
sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan segar,
sedikit gembira, mata terbuka lebar, jantung berdetak lebih kencang,
tekanan darah naik, otot-otot berkontraksi dan hati akan melepas
gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra. Itulah
sebabnya berbagai jenis minuman pembangkit stamina umumnya
mengandung kafein sebagai bahan utamanya (Suriani, 1997).
G. Pengolahan Kopi Luwak
Proses pengolahan kopi luwak sama dengan pengolahan kopi
biasa hanya saja proses fermentasi oleh musang/luwak yang membuat
berbeda, proses fermentasi yang digunakan adalah benar-benar buah
biji kopi segar yang dimakan musang/luwak tercampur dengan enzim-
enzim yang ada didalam saluran pencernaan musang/luwak tersebut
berada di dalam perut musang/luwak selama + 2 jam sampai dengan
+12 jam, hal ini membuat proses fermentasi di dalam saluran
pencernaan musang/luwak menjadi sempurna sehingga tercipta cita
rasa kopi yang eksotik juga aroma kopi seduh yang sangat
nikmat (Anonim, 2010a).
H. Proses Pengolahan Bubuk Kopi
18
Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan
proses yaitu sebagai berikut:
1. Penyangraian
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian.
Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa
khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi
secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon
pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai
ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut
derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai
mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002).
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang
tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan
kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama
gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk
pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat
kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3
golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 1930 sampai 199°C,
medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu
yang digunakan 2130 sampai 221°C. Ligh roast menghilangkan 3-
5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%
(Varnam and Sutherland, 1994).
19
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch
atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir
dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan
dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan
yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini
merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum
yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch
maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat
berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara
panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana
dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang
digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan
bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang
yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya
operasional (Ciptadi dan Nasution ,1985).
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk
kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan
dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi
termasuk kehilangan densitas ketika pecah
(Varnam and Sutherland, 1994).
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan
(light), medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat
kecerahan warna biji kopi sangrai diukur dengan pembeda warna
20
lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai mempunyai warna
permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga
nilai Lovibond nya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian
ringan (light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah
kecoklatan dan nilai L turun menjadi 44-45. Jika proses
penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji
kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada
penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam
karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon.
Sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi dan
akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu sangrai
untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190-195o C, sedangkan
untuk tingkat sangrai medium adalah sedikit di atas 200o C. Untuk
tingkat sangrai gelap adalah di atas 205o C (Mulato, 2002).
Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu
penyangraian 100° C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu
180° C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan
komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 %. Proses
roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah
roasting dan digiling dengan metoda standar, sedikit air
ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk
mempercepat pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran
partikel untuk penggilingan berikutnya. Pada beberapa roaster, air
21
ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi
kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang
dimana udara dihembuskan (Ciptadi dan Nasution ,1985).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses
penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan
Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air,
tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik
pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena
terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari
kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk
dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam
kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon,
alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto
asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat,
merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline,
hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.
22
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat,
butirat dan volerat.
Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein
akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu
aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam
asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas
maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai
senyawa kalium kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat
langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas,
ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung
oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta
kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif
jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan
vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk
atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan tapi
menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).
2. Pendinginan Biji Sangrai
Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera
didinginkan di dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang
cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji
kopi menjadi gosong (over roasted). Selama pendinginan biji kopi
diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan
merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa
23
kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses
sangrai (Mulato, 2002).
3. Penghalusan/ Pengilingan Biji Kopi Sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi
bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan
jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk
citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air
penyeduh (Mulato, 2002).
Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda
beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 - 4 pasang
merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi
dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat
penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan.
Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah
mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda
roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan sistem tertutup
berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi
saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling
ulang. Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama
robusta, ikut tergiling. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya
dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan
24
sifat aliran dengan penyerapan minyak yang
menetes (Ciptadi dan Nasution ,1985).
Salah satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian
dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami
mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida,
furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang
mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi
suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin
berkurang secara signifikan. Biji kopi secara alami mengandung
cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas
kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian
beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma
khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam
seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya
akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa
melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).
25
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai
Februari 2012. Pengambilan sampel kopi luwak di Perumahan Taman
Sudiang Indah Blok K 5 No 25, Makassar. Pembuatan kopi biasa dan
analisis di Laboratorium Kimia Analisis dan Pengawasan Mutu
Pangan, dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu
dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan di antaranya adalah wadah baskom,
tungku tanah, wajan tanah, gelas, sendok, oven vakum, timbangan
digital, kertas Whatman no.41, pengaduk, penggiling kopi, blower,
oven, desikator, mikro pipet, tabung reaksi, labu khjedall, labu ukur,
labu takar, labu semprot, erlenmeyer, cawan porselin, gegep, corong,
dan pipet pengisap .
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi dari
jenis arabika dan robusta. Aluminium foil, kertas label, plastik. Bahan
kimia untuk analisis yaitu: chloroform, MgO, KOH, H2SO4, H3SO3 2%,
NaOH 30%, HCL 0,01 N, aquades, air.
26
C. Prosedur Penelitian
Prosedur yang digunakan pada penelitian ini yaitu proses
pengolahan kopi luwak dan kopi biasa kemudian dilakukan pengujian
kafein dan uji proksimat (protein dan lemak) serta uji organoleptik (rasa
dan aroma) pada kopi luwak dan kopi biasa.
1. Proses Pengolahan kopi
a). Kopi luwak
a. Dari buah kopi merah/masak batang.
b. Biji kopi tersebut dimakan musang/luwak. Proses fermentasi
dalam saluran pencernaan musang/luwak selama + 12 jam.
c. Pencucian biji kopi yang bercampur dengan kotoran hewan
luwak.
d. Biji kopi yang terapung saat dicuci tidak diambil.
e. Pengeringan biji beras kopi pada blower selama 9 jam pada
suhu 500 C, hingga kulit tanduk nya mudah terkelupas.
f. Pemisahan kulit tanduk biji kopi dengan cara tumbuk
manual/tradisional dengan lesung atau menggunakan mesin
tumbuk (untuk menjadi green bean/beras/pasir kopi luwak
siap goreng).
g. Pemilihan biji beras kopi luwak kering yang terbaik yaitu biji
kopi yang masih utuh dan bersih.
h. Pengeringan kembali biji beras kopi pada oven vakum
selama 7 jam hingga kulit arinya mudah terkelupas.
27
i. Penyangraian dengan cara manual/ tradisional dengan
arang juga dengan penggorengan tradisional wajan tanah.
j. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder dengan
ukuran 80 mesh.
b). Kopi biasa
a. Buah kopi merah/masak batang.
b. Dilakukan pencucian buah kopi.
c. Pengeringan buah kopi pada blower selama 15 jam suhu
500 C.
d. Dilakukan pengapakan/pemukulan buah kopi yang
dibungkus dengan kain agar kulit luar/pulp terpisah dengan
biji kopi.
e. Dilakukan pengeringan kembali biji kopi selama 9 jam pada
blower pada suhu 500C hingga kulit tanduknya mudah
terkelupas.
f. Pemisahan kulit tanduk biji kopi dengan cara tumbuk
manual/tradisional.
g. Sortir beras biji kopi kering yang terbaik yaitu biji kopi yang
masih utuh dan bersih.
h. Pengeringan kembali beras/biji kopi pada oven vakum
selama 7 jam suhu 400C hingga kulit arinya mudah
terkelupas.
28
i. Penggorengan/penyangraian dengan cara manual/
tradisional.
j. Kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder dengan
ukuran 80 mesh.
2. Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
A1 : Kopi luwak robusta
A2 : Kopi luwak arabika
B1 : Kopi robusta biasa
B2 : Kopi arabika biasa
3. Parameter Penelitian :
Parameter pengamatan yang digunakan pada penelitian ini
adalah uji organoleptik terhadap aroma dan rasa serta uji
karakteristik kimia terhadap kadar kafein dan proksimat (protein
dan lemak).
a. Pengujian Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesukaan atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh
panelis (konsumen). Metode pengujian yang dilakukan adalah
metode hedonik (uji kesukaan) untuk parameter rasa dan
metode rangking untuk parameter aroma. Dalam metode
hedonik ini penelis diminta memberikan penilaian berdasarkan
29
tingkat kesukaan terhadap rasa. Skor yang digunakan adalah 5
(sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat
tidak suka). sedangkan metode rangking penelis diminta
mengurutkan sampel-sampel berdasarkan tingkat kesukaannya
terhadap aroma kopi yang disajikan. Uji organoleptik ini
menggunakan 15 panelis tetap.
b. Pengujian kafein
Analisis Kafein (Cara Bailey-Andrew)
1. Ditimbang 5 gr sampel halus ke dalam erlenmeyer
kemudian ditambahkan 5 gr MgO dan 200 ml aquades.
2. Pendingin balik dipasang kemudian didihkan perlahan-lahan
selama 2 jam, didinginkan kemudian diencerkan sehinnga
volumenya tepat 500 ml, selanjutnya disaring.
3. Dipindahkan filtrat 300 ml ke labu godok, ditambahkan 10 ml
Asam sulfat (1:9), kemudian didihkan sampai volume cairan
tinggal 100 ml.
4. Cairan dimasukkan ke dalam corong pemisah, kemudian
labu godok dibilas asam sulfat (1:9) dan digojok berkali-kali
dengan khloroform berturutan menggunakan 25 ml, 20 ml, 15
ml, 10 ml dan 10 ml . Semua cairan dimasukkan ke corong
pemisah, kemudian ditambah 5 ml KOH 1% kemudian
dikocok dan dibiarkan sampai cairan terpisah jelas,
selanjutnya cairan bagian bawah merupakan larutan kafein
30
dalam kloroform, dikeluarkan dan ditampung ke dalam
erlenmeyer.
5. Corong pemisah ditambahkan lagi 10 ml kloroform, dikocok
dan dibiarkan sampai terpisah jelas, selanjutnya cairan
bagian bawah dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer
sama seperti di atas. Perlakuan ini diulangi sekali lagi.
6. Larutan kafein dalam kloroform ini kemudian dipanaskan
dalam penangas air sehingga tinggal residunya, selanjutnya
dikeringkan dalam oven 1000 C sampai diperoleh berat
konstan yang merupakan berat kafein kasar.
7. Kadar kafein murni dapat ditentukan dengan analisis kadar N
secara mikro kjeldahl atau cara lain.
Perhitungan :
Kafein dalam bahan = gr N x 3.464 x 500/300 (g)
c. Uji proksimat
1) Protein (Sudarmadji dkk., 1997)
1. Ditimbang ± 0,5 gram sampel, kemudian dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl 100 ml.
2. Ditambahkan ± 1 gr campuran selenium dan 10 ml H2SO4.
3. Labu kjeldahl bersama isinya digoyangkan sampai semua
sampel terbasahi dengan H2SO4 kemudian didekstruksi
dalam lemari asam sampai jernih.
31
4. Setelah dingin, dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan
dibilas dengan air suling dan kemudian ditambahkan air
suling sampai pada tanda garis.
5. Disiapkan labu penampung yang terdiri dari 10 ml H3SO3
2% ditambahkan dengan 4 tetes larutan indikator
campuran dalam Erlenmeyer 100 ml.
6. Dipipet 5 ml larutan NaOH 30% dan air suling.
7. Disuling hingga volume penampung menjadi lebih kurang
50 ml.
8. Dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian
penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl
atau H2SO4 0,0222 N.
Ket :
V = volume titrasi
N = Normalitas larutan HCl atau H2SO4
Fp = faktor pengenceran
2) Lemak (AOAC, 1984)
1. Bahan ditimbang sebanyak 1 gram dalam bentuk tepung
dan dibungkus dengan menggunakan kertas saring,
selanjutnya diletakkan dalam ekstraksi soxhlet.
32
2. Tuangkan labu lemak dengan pelarut dietil eter ke dalam
labu lemak secukupnya.
3. Dilakukan repluk selama minimal 5 jam sampai pelarut
yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.
Destilasi pelarut yang ada dalam labu lemak, tampung
pelarutnya selanjutnya lemak yang diekstraksi dipanaskan
dalam oven bersuhu 1050C.
4. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan
dalam desikator kemudian berat lemak ditimbang kembali.
5. Dilakukan perhitungan kadar lemak dengan rumus :
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode
T- Test dengan 3 kali ulangan.
33
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kopi Luwak
34
Buah kopi arabika Buah kopi robusta
Buah kopi masakdibatang
Proses fermentasi dalam pencernaan musang luwak
Sortasi beras biji kopi luwak
Pencucian kotoran sampai bersih lalu ditiriskan
Pengeringan biji kopi luwak pada blower
Pemisahan kulit tanduk
Pengeringan pada oven vakum
Penyangraian
Penghalusan dengan mesin giling atau grinder
Analisis
+ 12 jam
9 jam suhu 500 C
7 jam Suhu 400 C
Ukuran 80 mesh
Kafein
Proksimat (protein & lemak)
Organoleptik (rasa & aroma)
35
Buah Kopi Arabika Buah Kopi Robusta
Pengeringan kembali pada blower
Pengeringan buah kopi pada blower
Pencucian buah kopi
Pengapakan/pemukulan yang dibungkus dengan kain
Pemisahan kulit luar/pulp kopi
Pemisahan kulit tanduk
Sortasi biji beras kopi
Penyangraian
Penghalusan dengan menggunakan mesin penggiling atau grinder
Analisis
Pengeringan kembali pada oven vakum
15 jam suhu 500 C
9 jam suhu 500 C
7 jam suhu 400 C
Ukuran 80 mesh
Kafein
Proksimat (protein & lemak)
Organoleptik (rasa & aroma)
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kopi BiasaIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Kimia
1. Kadar Kafein
Gambar 3. Hasil Analisa Kadar Kafein Pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,
diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata
terhadap kadar kafein adalah perbandingan perlakuan A2 dan B1
(lampiran 1e), sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain
hasil yang diperoleh tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
kafein.
Hasil analisa kadar kafein pada penelitian ini menunjukkan
bahwa presentase kadar kafein tertinggi adalah pada perlakuan B1
36
(robusta biasa) dengan presentasi 1,91% sedangkan kadar kafein
terendah pada perlakuan A2 (luwak arabika) dengan presentase
1,74%. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar kafein kopi
robusta (B1) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kafein kopi
arabika (B2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Clarke dan Macrae
(1987), bahwa kadar kafein pada kopi arabika lebih rendah dari
pada kopi robusta.
Hasil analisa kafein pada Gambar 3 juga memperlihatkan
adanya penurunan kadar kafein pada kopi luwak baik pada
perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2 (luwak
arabika). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anonim (2010c), bahwa kopi luwak mengandung kafein yang
rendah. Rendahnya kadar kafein kopi luwak ini disebabkan oleh
proses fermentasi dalam sistem pencernaan luwak yang mampu
mengurangi kadar kafein kopi sehingga dapat menciptakan
kenikmatan pada kopi luwak dan aroma yang sangat harum atau
dengan kata lain kopi tersebut menjadi murni.
37
2. Analisa Protein
Gambar 4. Hasil Analisa Kadar Protein pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,
diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata
terhadap kadar protein kopi adalah perbandingan perlakuan A1 dan
B1(lampiran 2c), A2 dan B1 (lampiran 2e), dan A2 dan B2
(lampiran 2f) sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain
hasil yang diperoleh tidak berpengaruh terhadap kadar protein.
Hasil analisa kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein
tertinggi pada perlakuan B1 (robusta biasa) dengan presentase
18,34%, sedangkan kadar protein terendah pada perlakuan A2
(luwak arabika) yakni 14,84%. Gambar 4 menunjukkan bahwa
kadar protein perlakuan B1 (robusta biasa) lebih tinggi
38
dibandingkan dengan kadar kafein pada perlakuan B2 (arabika
biasa). Hal ini dikarenakan kopi robusta memiliki rasa yang lebih
pahit dibandingkan dengan kopi arabika, di mana protein pada kopi
sangat berkaitan erat dengan tingkat kepahitannya. Hal ini sesuai
dengan Anonim (2010c), bahwa protein terkait dengan rasa pahit
pada kopi, kian rendah protein, maka rasa kopi jadi semakin tidak
pahit.
Hasil analisa protein pada Gambar 4 juga menunjukkan
adanya penurunan kadar protein pada kopi luwak baik pada
perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2 (luwak
arabika). Menurut Massimo Marcone, peneliti kopi dari Universitas
Guelph Kanada menyatakan bahwa fermentasi pada pencernaan
luwak ini meningkatkan kualitas kopi karena selain berada pada
suhu fermentasi optimal 240 - 2600 C juga dibantu dengan enzim
dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Sekresi endogen
pencernaan hewan sejenis musang itu meresap ke dalam biji kopi.
Sekresi enzim proteolitik memecah kandungan protein yang
terdapat pada biji kopi. Hasilnya, peptida dan asam amino bebas
menjadi berkurang. Perubahan jumlah protein dan asam amino
bebas tersebut menghasilkan rasa yang unik, Kandungan protein
kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena perombakan
protein melalui fermentasi lebih optimal (Anonim, 2010c).
39
3. Analisa Lemak
Gambar 5. Hasil Analisa Kadar lemak pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan T-Test,
diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang berpengaruh nyata
terhadap kadar lemak kopi adalah perbandingan perlakuan A2 dan
B1 (lampiran 3e), dan A2 dan B2 (lampiran 3f) sedangkan untuk
perbandingan perlakuan yang lain hasil yang diperoleh tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar lemak.
Hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5 menunjukkan
bahwa kadar lemak tertinggi pada perlakuan A2 (luwak arabika)
dengan presentase 19,76% dan kadar lemak terendah pada
40
perlakuan B1 (robusta biasa) dengan presentase 16,41%. Dengan
melihat hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5, kopi arabika
memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
lemak pada kopi robusta. Menurut Clarke dan Macrae (1987), kopi
arabika memiliki kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan kopi
robusta, yakni kadar lemak kopi arabika sekitar
14,5-20,0% sedangkan kadar lemak kopi robusta 11,0-16,0%.
Hasil analisa kadar lemak pada Gambar 5 juga menunjukkan
adanya kenaikan presentase kadar lemak pada kopi luwak, baik
pada perlakuan A1 (luwak robusta) maupun pada perlakuan A2
(luwak arabika). Hal ini sesuai dengan Anonim (2010c), bahwa
fermentasi pada pencernaan luwak ini meningkatkan kadar lemak
kopi. Kandungan lemak yang tinggi membuat rasa kopi semakin
nikmat.
B. Pengujian Organoleptik
Uji organoleptik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian
panelis terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang
dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah metode tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa dan aroma yang dihasilkan dari masing-masing
perlakuan.
1. Rasa
Rasa melibatkan panca indera lidah. Rasa sangat sulit
dimengerti secara tuntas oleh karena selera manusia sangat
41
beragam. Umumnya makanan tidak hanya terdiri dari satu
kelompok rasa saja, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa
yang terpadu sehingga menimbulkan rasa makanan yang enak.
Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penerimaan seseorang terhadap suatu makanan. Rasa secara
umum dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan asam
(Winarno, 2004).
Uji organoleptik dengan metode hedonik ini merupakan suatu
metode pengujian yang didasarkan atas tingkat kesukaan panelis
terhadap sampel yang disajikan. Uji dengan metode ini biasanya
digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan konsumen akan
produk yang ditawarkan. Namun, pengujian dengan metode
hedonik ini bersifat sangat subjektif karena didasarkan atas
penilaian pribadi masing-masing individu yang menjadi panelis.
Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk
mengetahui respon panelis mengenai kesukaannya terhadap kopi
yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji
organoleptik terhadap rasa kopi yang dihasilkan dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
42
Gambar 6. Uji Organoleptik Terhadap Rasa pada kopi Luwak dan Kopi Biasa
Hasil analisa sidik ragam (lampiran 4b) terhadap uji
organoleptik parameter rasa pada masing-masing perlakuan yang
diberikan berpengaruh sangat berbeda nyata pada taraf 5% dan
1%. Hal ini disebabkan nilai F tabel yang diperoleh lebih besar dari
F hitung baik untuk skala 5% maupun 1%. Rasa kopi pada
perlakuan B1 (robusta biasa) agak disukai oleh semua panelis.
Berdasarkan hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rasa
kopi yang paling disukai oleh panelis adalah pada perlakuan A2
(luwak arabika). Kopi dari jenis arabika memang memiliki citarasa
yang lebih enak dibandingkan dengan kopi dari jenis robusta. Hal
ini sesuai dengan Anonim (2011a) yang menyatakan bahwa kopi
arabika memiliki rasa yang asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis
robusta. Selain itu kopi arabika juga memiliki rasa mild atau halus.
Perlakuan yang paling disukai oleh panelis adalah jenis kopi luwak
yang berasal dari jenis arabika, hal ini semakin menjelaskan bahwa
43
kopi luwak memang memiliki rasa yang lebih nikmat dibandingkan
dengan kopi biasa. Kopi luwak adalah kopi dengan kualitas biji
terbaik yang dipilih oleh hewan luwak serta berasal dari hasil
fermentasi pada pencernaan hewan luwak. Menurut Massimo
Marcone, peneliti kopi dari Universitas Guelph Kanada, pencernaan
hewan luwak secara otomatis menurunkan kadar protein sehingga
menghasilkan rasa kopi yang unik dan kaya. Bahkan kopi ini
memiliki karakteristik tersendiri yaitu lembut, kadang rasanya
seperti coklat atau caramel. Sehingga jika kita meminum 10 gelas
kopi luwakpun tak ada masalah dan tidak merusak tubuh kita
(Anonim, 2010c).
Selain itu kopi luwak memiliki rasa yang nikmat dikarenakan
kandungan proteinnya rendah dan kandungan lemaknya yang
tinggi. Anonim (2010c) menyatakan bahwa kopi luwak mengandung
protein yang lebih rendah dan lemak lebih tinggi. Protein terkait
dengan rasa pahit pada kopi, kian rendah protein, maka rasa kopi
jadi semakin tidak pahit. Sedangkan kandungan lemak yang tinggi
membuat rasa kopi semakin nikmat.
Rasa kopi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh proses
penyangraian dan penggilingan biji kopi. Semakin halus bubuk kopi
yang dihasilkan, maka bubuk kopi akan mudah larut dalam air
panas sehingga akan meningkatkan citarasa dari kopi tersebut. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mulato (2002) bahwa butiran kopi
44
bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan
jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa pembentuk
citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air
penyeduh.
Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan yang paling
disukai adalah perlakuan A2 (luwak arabika), hal ini sesuai dengan
hasil analisa kimia sebelumnya, kopi luwak arabika memiliki kadar
kafein dan protein yang rendah dan memiliki kadar lemak yang
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan rasa dari kopi luwak arabika
paling disukai oleh panelis.
2. Aroma
Aroma yang dihasilkan dari makanan banyak menentukan
kelezatan bahan makanan tersebut. Aroma merupakan salah satu
faktor penting dalam menunjukkan tingkat penerimaan konsumen
terhadap suatu bahan pangan. Cita rasa dari bahan pangan
sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu aroma, rasa dan
rangsangan mulut. Dalam hal aroma lebih banyak sangkut pautnya
dengan alat panca indera penciuman (Rampengan dkk.,1985).
Hasil uji organoleptik terhadap aroma bertujuan untuk
mengetahui tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya
terhadap kopi pada masing-masing perlakuan. Hasil uji
organoleptik terhadap aroma kopi yang dihasilkan dapat dilihat
pada gambar 7 berikut ini :
45
Gambar 7: Uji Organoleptik Terhadap Aroma pada Kopi Luwak dan Kopi Biasa
Hasil analisa sidik ragam (lampiran 5d) terhadap uji
organoleptik parameter aroma pada masing-masing perlakuan
yang diberikan berpengaruh sangat berbeda nyata pada taraf 5%
dan 1%. Hal ini disebabkan nilai F tabel yang diperoleh lebih besar
dari F hitung untuk skala 5% dan 1%. Gambar 7 menunjukkan
aroma yang paling disukai oleh panelis dengan memberikan tingkat
urutan pertama adalah pada perlakuan A2 (luwak arabika). Kopi
arabika memiliki aroma yang lebih khas dibandingkan dengan kopi
dari jenis robusta. Anonim (2011a) menyatakan bahwa kopi
arabika memiliki aroma yang khas.
Kopi yang paling disukai oleh panelis adalah kopi luwak dari
jenis arabika. Kopi luwak terkenal dengan aromanya yang sangat
khas karena berasal dari proses fermentasi di dalam pencernaan
oleh hewan luwak. Anonim (2010c), kopi luwak sudah mengalami
proses fermentasi secara alami di dalam pencernaan hewan luwak.
46
Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan
komposisi kimia pada biji kopi dan dapat meningkatkan kualitas
rasa kopi, karena selain berada pada suhu fermentasi optimal, juga
dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan
luwak. Karena itulah, aroma kopi luwak beda dengan kopi biasa.
Kopi luwak mempunyai aroma yang khas. Selain itu rendahnya
kadar kafein kopi luwak, dapat menciptakan kenikmatan dan aroma
yang sangat harum atau dengan kata lain kopi tersebut menjadi
murni.
Aroma dari kopi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh
proses penyangraian biji kopi. Proses ini merupakan tahapan
pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup
banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma
khas kopi. Pada penyangraian menurut Ukers dan Prescott dalam
Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air,
tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik
pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena
47
terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari
kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut
Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)
adalah golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam
kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin, golongan
senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid, golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat,
aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat,
mekoksalat, merkaptopiruvat, golongan asam amino yaitu leusin,
iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam
aspartat, golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat,
propionat, butirat dan volerat.
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah:
1. Kadar kafein pada kopi luwak lebih rendah dibandingkan dengan
kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 1,77% dan
kopi luwak arabika (A2) 1,74%, sedangkan pada kopi robusta biasa
(B1) 1,91% dan kopi arabika biasa (B2) 1,85%.
2. Kadar protein pada kopi luwak lebih rendah dibandingkan dengan
kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 16,23% dan
kopi luwak arabika (A2) 14,84%, sedangkan pada kopi robusta
biasa (B1) 18,34% dan kopi arabika biasa (B2) 16,72%.
3. Kadar lemak pada kopi luwak lebih tinggi dibandingkan dengan
kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 18,45% dan
kopi luwak arabika (A2) 19,76%, sedangkan pada kopi robusta
biasa (B1) 16,41% dan kopi arabika biasa (B2) 17,37%.
4. Rasa kopi luwak lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan
rasa kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1) 3,69%
dan kopi luwak arabika (A2) 3,76%, sedangkan pada kopi robusta
biasa (B1) 2,87% dan kopi arabika biasa (B2) 3,55%.
49
5. Aroma kopi luwak lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan
aroma kopi biasa, dengan presentasi kopi luwak robusta (A1)
3,13% dan kopi luwak arabika (A2) 3,51%, sedangkan pada kopi
robusta biasa (B1) 1,36% dan kopi arabika biasa (B2) 2,00%.
B. Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penyimpanan
bubuk kopi luwak dan kopi biasa untuk mengamati perubahan sifat
fisika dan kimia selama penyimpanan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Manfaat dan Bahaya Kandungan Kaffein dalam Kopi. http://www.azk4.com/2009/02/manfaat-dan-bahaya-kopi.htm. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.
Anonim, 2010a. Proses Pembuatan Kopi Luwak. http:// proses-pembuatan-kopi-luwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar
Anonim, 2010b. Manfaat Kopi Luwak. http:// 5-manfaat-kopi-luwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar
Anonim, 2010c. Kopi Luwak Murni. http://kopiluwakmurni.com/2010/09/kopi-luwak-hati-hati-dengan-kopi-luwakmengenal-kopi-luwak-lebih-dekat-bag2/. Akses tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.
Anonim, 2011a. Jenis-jenis Kopi. http://kopiblackborneo.com/jenis-jenis-kopi/s. Akses Tanggal 20 Oktober 2011. Makassar
Anonim, 2011b. Kopi Luwak. http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_luwak. Akses tanggal 20 Oktober 2011. Makassar.
Armansyah M., 2010. Mempelajari Minuman Formulasi Dari Kombinasi Bubuk Kakao Dengan Jahe Instan. Teknologi pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.
Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science, London and New York.
51
Corbet, G.B. and J.E. Hill, 1992, The Mammals of the Indomalayan Region: a systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press.
Cranbrook, Earl of., 1987, Riches of the Wild: land mammals of South-east Asia. Oxford Univ. Press, Singapore. ISBN 0-19-582697-3.
Davia,D, Gary,L.M, Kris G,Z., 1982. “organic Labortory Techiques, A Contemporary Approach”. Second Edition. Sounder college publishing. Washington 55-50.
Gilbert, S.G. & D.C. Rice., 1991. The effects of in utero exposure to caffeine on infant monkeys. Teratology 43:498.
Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin Makassar.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Nelson, Aaron P., Ph.D., M.D., Gilbert, Susan., 2005. The Harvard Medical School Guide to Achieving Optimal Memory. New York: McGraw Hill.
Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari., 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme dan WWF Malaysia. ISBN 979-95964-0-8
Ramachandran, V.S., 2002. Encyclopedia of The Human Brain Vol. 4. New York: Academic Press, Inc.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan.Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Ryan, Lee., 2001. Caffeine Reduces Time-of-Day Effect on Memory Performance in Older Adult. Psychological Science: A Journal of the American Psychological Society, No.1, Januari 2002, 13:8-71.
52
Sudarmadji, S., Haryono,B., Suhardi., 1996. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty,Yogyakarta, 150-158
Suriani., 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tweedie, M.W.F. and J.L. Harrison., 1988. Malayan Animal Life, Longman, Petaling Jaya, Selangor Darul Ehsan. ISBN 0-582-69449-3
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Varnam, H.A. and Sutherland, J.P., 1994. Beverages (Technology, Chemestry and Microbiology). Chapman and Hall, London.
53