KUALITAS KEJU SUSU SAPI DENGAN VARIASI JENIS
KOAGULAN DAN LAMA PEMERAMAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
oleh:
ANISA SEPTIANI ARIYANTO
A 420 150 016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
1
KUALITAS KEJU SUSU SAPI DENGAN VARIASI JENIS KOAGULAN
DAN LAMA PEMERAMAN
Abstrak
Keju merupakan olahan susu hasil fermentasi dengan bantuan bakteri asam laktat
(starter), proses koagulasi Rhizopus oryzae yang mampu menghasilkan asam laktat.
Penambahan ekstrak belimbing wuluh, ekstrak nanas, dan asam asetat berperan
sebagai koagulan dalam proses pembentukan curd. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kualitas keju dengan variasi jenis koagulan dan lama pemeraman.
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama jenis koagulan (ekstrak nanas
3%, ekstrak belimbing wuluh 2%, asam asetat 4%) dan faktor kedua lama
pemeraman (5 dan 7 hari) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar protein tertinggi keju pada perlakuan asam asetat 4% dengan lama
pemeraman 5 hari sebesar 9,25%. Selain itu hasil organoleptik dan daya terima
panelis yang disukai juga pada perlakuan yang sama.
Kata kunci : nanas, belimbing wuluh, asam asetat, keju, protein.
Abstract
Cheese is processed by fermented milk with the help of lactic acid bacteria (starter),
the coagulation process of Rhizopus oryzae which is capable of producing lactic
acid. The addition of carambola extract, pineapple extract, and acetic acid acts as a
coagulant in the process of forming curd. The purpose of this study was to
determine the quality of cheese with variations in the types of coagulants and length
of ripening. This study uses a factorial Randomized Complete Design (CRD)
method with two treatment factors. The first factor was the type of coagulant (3%
pineapple extract, 2% starfruit extract, 4% acetic acid) and the second factor was
curing time (5 and 7 days) with 3 replications. The results showed that the highest
protein content of cheese in the treatment of acetic acid was 4% with a length of 5-
day ripening of 9.25%. In addition, the organoleptic results and panelists'
acceptance were also favored in the same treatment.
Keywords: pineapple, starfruit, acetic acid, cheese, protein.
1. PENDAHULUAN
Keju merupakan salah satu produk olahan susu fermentasi yang terbentuk karena
koagulasi oleh enzim rennet. Bagian dari susu cair yang terkoagulasi membentuk
substansi padat seperti gel disebut curd dan sejumlah besar air beberapa zat terlarut
disebut whey. (Mutia, 2013). Enzim yang sering digunakan dalam penggumpalan
curd yaitu enzim rennet yang diambil dari perut abdomen hewan memamah-biak
2
(Nisa, 2009). Namun, saat ini enzim rennet memiliki harga yang mahal, maka
diperlukan alternatif lain yaitu dengan melakukan fermentasi tradisional
menggunakan jamur Rhizopus oryzae yang mampu menghasilkan asam laktat.
Rhizopus oryzae memiliki enzim protease yang sifatnya seperti rennet (Hadiwiyoto,
1983). Asam laktat akan membantu mengasamkan susu, sedangkan protease
berfungsi mengumpalkan kasein susu. Selain asam laktat dan protease Rhizopus
oryzae mampu menghasilkan lipase yang berfungsi sebagai pemecah lemak yang
akan meningkatkan cita rasa keju (Estikomah, 2012).
Asam dapat membantu proses koagulasi dalam pembuatan keju, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan buah nanas, belimbing wuluh, dan asam asetat
sebagai koagulan. Nanas memiliki kandungan enzim bromelin sehingga sering
dimanfaatkan dalam usaha mengempukkan daging karena kemampuan
proteolitiknya yang dapat menghidrolisis ikatan peptida dalam daging. Selain itu
menurut Sardjoko (1991) enzim ini dapat digunakan untuk menggumpalkan kasein
dalam produk olahan susu. Belimbing wuluh memiliki kandungan asam yang
tinggi dan kadar air buah yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai koagulan
pada keju. Penelitian Prayekti (2016), belimbing wuluh mengandung senyawa
kimia asam format sebanyak 0,4-0,9 meqasam/100 g total padatan, asam sitrat
sebanyak 92,6-133,8 meqasam/100 g total padatan, dan asam askorbat (Vitamin C)
sebanyak 9 mg/100 g total padatan. Asam asetat merupakan senyawa kimia asam
organik yaitu asam karboksilat yang sering digunakan dalam pemberi rasa dan
aroma dalam makanan.
Pemeraman keju dilakukan untuk mengontrol proses dekomposisi keju
akibat dari aktivitas bakteri dan enzim yang menghasilkan pembentukan komponen
flavor dan juga perubahan tekstur (Widodo, 2003). Proses pematangan dengan cara
penyimpanan keju selama periode tertentu dapat menghasilkan keju yang
berkualitas. Tahap pematangan keju dilakukan dengan penyimpanan pada suhu
rendah dan kelembaban tinggi. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
kualitas keju dengan variasi jenis koagulan dan lama pemeraman.
3
2. METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, pengujian kadar protein
dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian Universitas
Negeri Sebelas Maret. Waktu pelaksanaan pada bulan Maret sampai April 2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama
jenis koagulan (ekstrak nanas 3%, ekstrak belimbing wuluh 2%, 4% asam asetat 0,6
ml) dan faktor kedua lama pemeraman (5 dan 7 hari) dengan 3 kali ulangan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi segar 4,5 L,
starter Rhizopus oryzae 450 ml, air 100 ml, ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi) sebanyak 90 ml, ekstrak nanas (Ananas comosus) sebanyak 135 ml, dan
asam asetat 4% sebanyak 10,8 ml, dan NaCl 13,5 gr. Prosedur penelitian meliputi
sterilisasi alat, pembuatan starter, pembuatan keju, pembuatan dan penambahan
koagulan, proses pemisahan anatara curd dan whey, dan pengukuran kadar protein.
Pemeraman dilakukan 5 dan 7 hari hal ini untuk mengetahui pengaruh pemeraman
terhadap kadar protein.
Pengujian keju dengan uji organoleptik dan daya terima dilakukan melalui
lembar angket kepada 15 orang panelis. Uji kadar protein dengan metode Kjehdahl.
Analisis data hasil kadar protein yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
SPSS metode Two Way ANOVA, sedangkan analisis pengujian organoleptik dan
daya terima melalui metode deskriptif kualitatif menggunakan microsoft excel
4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kadar Protein Keju Susu Sapi
Tabel 1. Kadar protein keju susu sapi dengan variasi jenis koagulan dan lama
pemeraman
Perlakuan Kadar Protein (%)
K1H1 7,19%
K1H2 7,69%
K2H1 9,25%**
K2H2 9,16%
K3H1 7,22%
K3H2 6,80%*
Keterangan :
** : Kadar protein tertinggi
* : Kadar protein terendah
Hasil uji analisis kadar protein keju susu sapi menunjukkan tingkat kadar protein
tertinggi pada perlakuan K2H1 yaitu dengan konsentrasi asam asetat sebanyak 4%
dan lama pemeraman 5 hari. Sedangkan kadar protein terendah pada perlakuan
K3H2 yaitu dengan konsentrasi ekstrak nanas 3% dan lama pemeraman 7 hari. Hal
ini karena berdasarkan tiga jenis koagulan yang digunakan, asam asetat memiliki
kandungan air lebih sedikit, daripada ekstrak belimbing wuluh dan ekstrak nanas.
Selain curd yang dihasilkan lebih banyak, kadungan protein yang terkandung dalam
curd juga banyak karena tidak semua larut di dalam whey. Jika dibandingkan
dengan ekstrak belimbing wuluh dan ekstrak nanas, lebih sedikit menghasilkan
curd dan kadungan protein yang terkandung dalam curd juga sedikit hal ini karena
protein terlalu banyak larut di dalam whey. Faktor lain yang berngaruh terhadap
kadar protein yaitu Tingkat pH yang terlalu rendah pada pengasaman awal
menyebabkan meningkatnya konsentrasi kasein yang terlarut dalam fase cair,
sehingga banyak kasein yang terlarut dalam cairan whey. Hal ini merupakan
penyebab menurunnya kadar protein keju yang dihasilkan, karena sebagian protein
terlarut bersama cairan whey (Metzger, 2001).
Selain jenis koagulan, lama pemeraman juga mempengaruhi kadar protein
pada keju. waktu pemeraman terbaik yaitu 5 hari, hal ini karena semakin lama keju
disimpan, maka kandungan protein keju semakin menurun. Penyimpanan keju
5
dalam waktu yang semakin lama memberikan peluang yang besar untuk
mempercepat perkembangbiakkan mikroba sehingga mengakibatkan aktivitas
mikroba bekerja lebih cepat. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kandungan
protein. Sutomo (2006) menjelaskan, selama penyimpanan, mikroba mengubah
komposisi keju. Ditinjau dari uji statistik dicari normalitas dan homogenitasnya
berdasarkan jenis koagulan yaitu data berdistribusi normal dan homogen dengan
normalitas yang di dapatkan sebesar 0,965>0,05 dan data homogenitas sebesar
0,205>0,05 sehingga H0 diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh pemberian
jenis koagulan terhadap kadar protein total keju susu sapi. Hasil yang di dapat
dengan perlakuan beda pemeraman yaitu data berdistribusi normal dan homogen
dengan normalitas yang di dapatkan sebesar 0,051>0.05 dan data homogenitas
sebesar 0,972>0,05 sehingga H0 diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh
perbedaan perlakuan beda pemeraman terhadap kadar protein keju susu sapi. Hasil
analisis uji interaksi antara variasi jenis koagulan dan lama pemeraman terhadap
kadar protein total keju susu sapi di dapat Fhit 1,523 dan Ftab 4,39 sehingga Fhit<Ftab
yang berarti bahwa H0 diterima maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
interaksi antara variasi konsentrasi jenis koagulan dan lama pemeraman terhadap
kadar protein keju susu sapi.
3.2 Kualitas Uji Organoleptik dan Daya Terima
(a) K1H1
(b) K1H2
(c) K2H1
(d) K2H2
(e) K3H1
(f) K3H2
Gambar 1. Hasil Produk Keju Susu Sapi
6
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik dan Daya Terima Keju Susu Sapi
Perlakuan
Aspek
Tekstur Rasa Aroma Warna
K1H1 Agak lunak Asin dan agak asam Kurang harum Putih
kekuningan
K1H2 Agak lunak Asin dan agak asam Kurang harum Putih
kekuningan
K2H1 Lembut Gurih dan sedikit asam Harum Putih
kekuningan
K2H2 Lembut Guruh dan sedikit asam Harum Putih
kekuningan
K3H1 Agak lunak Asin dan agak asam Kurang harum Putih
kekuningan
K3H2 Agak lunak Gurih dan sedikit asam Kurang harum Putih
kekuningan
3.2.1 Tekstur
Perlakuan K2H1 dan K2H2 mempunyai tekstur lembut karena memiliki kandungan
air yang cukup, sedangkan untuk 4 perlakuan lainnya memiliki tekstur yang agak
lunak. Hal ini karena kandungan air pada ekstrak belimbing wuluh dan nanas terlalu
banyak. Sesuai dengan pandapat Kumaunang (2011) yang menyatakan bahwa
penambahan penggumpal atau pengasam menyebabkan makin banyak total solid
yang dihasilkan, tetapi keju yang dihasilkan mudah patah dan gumpalanya kecil
sehingga mudah larut bersama whey pada saat penyaringan. Curd yang dapat
mempertahankan air lebih banyak akan menghasilkan keju segar dengan tekstur
kekerasan rendah. Hal ini sesuai pendapat Noronha (2008) yang menyatakan bahwa
kadar air dalam keju mempengaruhi tekstur keju yang dihasilkan.
3.2.2 Rasa
Hasil dari pengujian organoleptik pada 15 panelis untuk semua perlakuan, rata-rata
panelis memilih dua pilihan yaitu rasa gurih dan sedikit asam, asin dan agak asam.
Penambahan asam dari kandungan ekstrak nanas, belimbing wuluh dan asam asetat
yang diberikan memberikan rasa asam pada makanan. Sedangkan, rasa gurih dan
asin diperoleh dari penambahan garam dapur pada masing-masing perlakuan. Rasa
7
dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen
rasa yang lain (Winarno, 2005).
3.2.3 Aroma
Pada perlakuan K1H1, K1H2, K3H1, dan K3H2 memiliki aroma yang kurang harum.
Sedangkan pada perlakuan K2H1 dan K2H2 memiliki aroma harum yang
dipengaruhi oleh proses koagulasi yang menunjukkan beda nyata antar perlakuan.
Perbedaan perlakuan koagulan terhadap keju membuat proses koagulasi terjadi juga
berbeda yang menyebabkan kandungan lemak tiap perlakuan berbeda. Kandungan
lemak tersebut sangat mempengaruhi rasa dan aroma pada keju yang terbentuk
(Sutarno, 2012). Menurut Daulay (1991), lemak susu merupakan salah satu
komponen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan cita rasa dan aroma
keju.
3.2.4 Warna
Setiap keju memiliki perlakuan koagulan dan lama pemeraman yang berbeda
namun rata-rata warna yang dihasilkan sama yaitu putih kekuningan. Sependapat
dengan Sutarno (2012), variasi perlakuan saat koagulasi tidak memberikan warna
yang berbeda pada keju yang terbentuk karena perlakuan koagulasi tersebut tidak
berperan sebagai zat warna dalam pembuatan keju, sehingga warna yang terbentuk
hanya berasal dari warna susu. Ditambahkan oleh Buckle (1987), bahwa keju yang
dibuat dari susu sapi tanpa pewarna akan menghasilkan keju berwarna putih
kekuningan. Warna kekuningan tersebut berasal dari pigmen karoten yang larut
dalam lemak.
3.2.5 Daya terima
Perlakuan K2H1 dan K2H2 disukai oleh panelis dibandingkan perlakuan K1H1,
K1H2, K3H1, dan K3H2 yang kurang disukai panelis. Hal ini disebabkan oleh
ketertarikan panelis dari parameter tekstur, rasa, aroma, warna, dan daya terima.
Nilai kesukaan lebih dipengaruhi oleh penerimaan terhadap parameter rasa dan
aroma.
8
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas keju susu sapi
berdasarkan kadar protein tertinggi keju pada perlakuan asam asetat 4% dengan
pemeraman 5 hari sebesar 9,25% dan uji organoleptik dan daya terima perlakuan
yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Jakarta: UI Press.
Daulay, Djundjung. 1991. Fermentasi keju. Bogor : IPB Press.
Estikomah, Ana Solikah .2012. “Pemeraman untuk Meningkatkan Kualitas Keju
yang Diinokulasi Rhizopus oryzae Sebagai Salah Satu Sumber Belajar
Biologi”.Jurnal Bioedukasi. Vol : 3. No 1.
Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur.
Yogyakarta : Liberty.
Kumaunang, M. dan V. Kamu. 2011. “Aktivitas enzim bromelin dari ekstrak kulit
nanas (Ananas comosus)”. Jurnal Ilmiah Sains. Vol 11. No 20. Hal : 198
– 201.
Metzger. L. E., D.M. Barbano, M.A. Rudan dan P.S. Kinstedt. 2000. “Effect of
Milk Preacidification on Low Fat Mozzarella Cheese I Composition and
Yield”.Jounal Dairy Science. Vol 83. Num 4. Page : 648- 658.
Mutia, Ulfa .2013. “Uji Kadar Asam Laktat Pada Keju Kacang Tanah (Arachis
Hypogaea L.) Berdasarkan Variasi Waktu dan Konsentrasi Bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis”. Jurnal Kimia
Mulawarman. Vol 10. No 2. Hal : 58-62.
Nisa, Chairun, Trioso Purnawarman, Ita Djuwita, dan Chusnul Choliq. 2009.
Produksi dan Uji Biologis Rennet dari Abomasum Domba Lokal sebagai
Bahan Bioaktif dalam Pembuatan Keju. Skripsi .Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Hal : 1.
Noronha, N., E. Duggan, G. Ziegler, O. irdan, and M. O’Sullivan. 2008. “Inclusion
of starch in imitation cheese, its influence on water mobility and cheese
functionality”. Journal Food Hydrocolloids. Vol 22. Num 12. Page : 1613-
1621.
Sardjoko .1991. Bioteknologi .Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
9
Sutarno .2012. “Analisis Kualitas Keju Cottage dengan Starter Rhizopus oryzae
Setelah Penambahan Asam dan Pemanasan Saat Koagulasi”. Jurnal
Biomedika . Vol 5. No 2.
Prayekti, Herni .2016. “Pengaruh Penambahan Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Keju
Mozzarella” .Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian. Vol 1. No 1. Hal : 37-45.
Widodo, 2003. Mikrobiologi Pangan Dan Industri Hasil Ternak .Yogyakarta :
Lacticia Press.
Winarno. 2005. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia.