LAPORAN AKHIR
KAJIAN KINERJA BIDANG KESEHATAN PADA RPJMD PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(Kajian Review Indikator Bidang Kesehatan pada RPJMD Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2015-2025)
Kegiatan pada Bidang Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan,
Sosial, dan Budaya
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
2017
ii
Laporan Akhir
KAJIAN KINERJA BIDANG KESEHATAN PADA RPJMD PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Review Indikator Bidang Kesehatan pada RPJMD Provinsi Kalimantan
Selatan tahun 2015-2021
yang diajukan oleh dr.Syamsul Arifin, M.Pd, DLP Lenie Marlinae, SKM, MKL
Rudi Fakhriadi, SKM, M.Kes (Epid) Nita Pujianti, Apt, MPH
Nida Ulfah, SKM
telah disetujui oleh:
Ketua Tim Penilai tanggal ........................................... Proposal Penelitian Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Sosial Budaya Drs. H. Suharyanto, M.Si Pembina Utama Muda NIP 19630511 198503 1 010 Kepala Balitbangda tanggal ........................................... Kalimantan Selatan, Ir. H. Muhammad Amin, M.T Pembina Utama Madya NIP 19640721 198903 1 015
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat karya
yang pernah dilaksanakan penelitian, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarmasin, 2017
dr. Syamsul Arifin, M.Pd, DLP
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
kemudahanNya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
“KAJIAN KINERJA BIDANG KESEHATAN PADA RPJMD PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN” dapat selesai tepat waktu. Penelitian ini adalah
kerjasama antara Balitbang Prov. Kalsel dengan Center For Public Health
Policy (CPHP) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat.
Penelitian ini dapat selesai karena dukungan dari semua pihak yang
telah membantu. Dengan demikian ijinkan saya dengan segala kerendahan
hati mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Balitbang Prov. Kalimantan Selatan
2. Bappeda Prov. Kalimantan Selatan
3. Dinas Kesehatan Prov. Kalimantan Selatan
Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan untuk semua pihak yang
sudah membantu yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua budi baik kalian semua. Saya sangat
berharap disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat dan
menyumbangkan ilmu pengetahuan di bidang Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Semoga Allah SWT memberikan rahmatNya untuk kita semua.
Banjarmasin, Desember 2017
Tim Peneliti
v
.
v
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ...................................................................... ii
Pernyataan .................................................................................... iii
Kata Pengantar .............................................................................. iv
Daftar Isi ........................................................................................ v
Daftar Tabel ................................................................................... vii
Daftar Gambar ............................................................................... viii
Intisari ............................................................................................ ix
Abstract .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................... 3
1.3 Manfaat ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Indeks Pembangunan Manusia ................... 5
2.2 Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) ....................................................................... 9
2.3 Rencana Pembanguna Jangka Menengah Nasional 18
2.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang................. 20
2.5 Peran Rencana Tata Ruang dalam Perencanaan
Pembangunan ............................................................ 30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ....................................................... 37
3.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................ 37
3.3 Analisis Data ............................................................. 38
3.4 Susunan Tim Peneliti ................................................ 39
3.5 Tahapan Penelitian ................................................... 40
3.6 Variabel Penelitian .................................................... 41
3.7 Jadwal Penelitian ...................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
vi
4.1 Analisis Permasalahan dan Isu Startegis .................. 44
4.2 Sinkronisasi Indikator Kinerja Bidang Kesehatan
di RPJMD 2016-2021 ................................................ 49
4.3 Penetapan Indikator Kinerja Pembangunan esehatan
di Kalimantan selatan ............................................... 53
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................... 66
5.2 Rekomendasi ............................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Matrik Pembangunan Bidang Kesehatan .................................. 19 2. Program Prioritas Pembangunan Kesehatan ........................... 25 3. Jadwal Penelitian ....................................................................... 43
4. Rangkuman Isu Strategis dan Tujuan ......................................... 46 5. Program dan Indikator Kinerja sesuai dengan Arah Kebijakan .. 50 6. Isu Strategis, Tujuan, Sasaran dan Strategi .............................. 51
7. Peningkatan Status Kesehatan Masyarakat Kalimantan Selatan ....................................................................................... 53 8. Capaian indikator kinerja .......................................................... 59
9. Peningkatkan pencegahan dan penanganan penyalahgunaan
Narkoba ..................................................................................... 61
10.Capaian indikator kinerja peningkatkan pencegahan dan penanganan penyalahgunaan Narkoba 62
11. Mengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan
Selatan 62
12. Capaian Indikator Kinerja Pengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan 63 13. Meningkatkan daya tanggap (Responsiveness) dan
Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang kesehatan 63
14. Capaian Indikator Kinerja meningkatkan daya tanggap (Responsiveness) dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang kesehatan 64
15. Matrik Kegiatan Strategis RPJMD Bidang Kesehatan 65
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Sinkronisasi Perencanaan Sektor Kesehatan untuk Daerah dan Nasional dalam RPJMD ......................................... 3
2. Modifikasi Model Determinan Sosial Kesehatan ....................... 11 3. Korelasi antara IPM dan IPKM................................................... 18
4. Hubungan RPJMD Provini Kalimantan Selatan dan Dokumentasi
Perencanaan lainnya ................................................................ 23
5. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam . Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah ......................................... 31
ix
KAJIAN KINERJA BIDANG KESEHATAN PADA RPJMD PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN
Inti Sari
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004, tentang sistem pembangunan nasional, maka pemerintah daerah wajib memiliki dokumen perencanaan pembangunan berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berlaku selama 5 tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Berdasarkan data IPM (Indeks Pembangunan Manusia) wilayah Kalimantan Selatan menunjukkan angka sebesar 67,63 menduduki peringkat ke 22. Sedangkan data IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) Kalimantan Selatan menurut data rutin 2013 menempati peringkat 31 dari 33 provinsi dengan IPKM sebesar 0,4857 dengan jumlah bumil sebesar 78.756, jumlah bulin sebesar 74.766 dan jumlah kematian ibu sebesar 91. Sedangkan jumlah kelahiran hidup sebesar 60.954, jumlah bayi sebesar 73.509, jumlah balita sebesar 369.852 dan jumlah kematian bayi sebesar 897.
Seluruh kelompok indikator IPKM Provinsi Kalsel tahun 2013 lebih rendah dari angka nasional yaitu kesehatan balita 0,5899 dibandingkan angka nasional sebesar 0,6114, kesehatan reproduksi 0,4271 ≤ dari angka nasional sebesar 0,4756, pelayanan kesehatan 0,2400 ≤ dari angka nasional sebesar 04756, perilaku kesehatan 0,3442 ≤ dari angka nasional sebesar 0,3652, penyakit tidak menular 0,5754 ≤ dari angka nasional sebesar 0,6267, penyakit menular 0,7345 ≤ dari angka nasional sebesar 0,7507, kesehatan lingkungan 0,4889 ≤ dari angka nasional sebesar 0,5430.
Indikator kinerja bidang kesehatan di RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pencapaian IPM perlu dtambah berdasarkan pada indikator IPKM dan RPJMN. Penentuan besar target indikator kinerja yang telah dicantumkan sebagian besar mengikuti target tahun 2019 yang telah ada, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dengan memperbesar target dan penambahan untuk pencapaian target tahun 2021.
x
Abstract
Based on Law Number 25 of 2004, on the national development system, the local government must have a development planning document in the form of Medium Term Development Plan (RPJMD) which is valid for 5 years. The Regional Medium-Term Development Plan (RPJMD) is a document of the regional official plan which is in force within the next 5 (five) years of the respective head of regional head and deputy regional head. Based on data from IPM (Human Development Index) of South Kalimantan shows the number of 67.63 is ranked 22nd. While data of IPKM (South Sulawesi Community Development Index) according to routine data of 2013 ranks 31 from 33 provinces with IPKM equal to 0,4857 with the number of pregnant women is 78,756, the amount of bulim is 74,766 and the number of maternal mortality is 91. While the number of live birth is 60,954, the number of baby is 73.509, the number is about 369.852 and the baby is 897.
All of South Kalimantan Province's Gross Domestic Indicator Group in 2013 was lower than the national figure of 0,5899 children compared to national level of 0.6114, reproductive health 0.4271 ≤ from national figure 0.4756, health service 0,2400 ≤ from national figure 04756, health behavior 0,3442 ≤ from national number 0,3652, non-communicable disease 0,5754 ≤ from national number 0,6267, communicable disease 0,7345 ≤ from national number 0,7507, environmental health 0, 4889 ≤ from the national figure of 0.5430.
Health performance indicators in RPJMD of South Kalimantan Province in the framework of achieving HDI need to be added based on indicators of IPKM and RPJMN. The determination of target performance indicators that have been listed largely follows the existing 2019 targets, so adjustments need to be made by increasing the targets and additions for the achievement of 2021 targets.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari
pembangunan Nasional dan sebagai suatu kesatuan sistem pembangunan
Nasional yang dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat dan
pemerintah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
tujuan yaitu; mengurangi disparitas atau ketimpangan pembangunan antara
daerah dan sub daerah serta antara warga masyarakat (pemerataan dan
keadilan), memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan,
menciptakan atau menambah lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat daerah, mempertahankan atau menjaga
kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan
generasi berkelanjutan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004, tentang sistem
pembangunan nasional, maka pemerintah daerah wajib memiliki dokumen
perencanaan pembangunan berupa Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang berlaku selama 5 tahun. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan satu
dokumen rencana resmi daerah yang berlaku dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun ke depan masa pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah
terpilih. Dokumen RPJMD sangat terkait dengan visi dan misi Kepala daerah
dan wakil kepala daerah terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD akan
mencerminkan sejauh mana kredibilitas kepala daerah dan wakil kepala
daerah terpilih dalam memandu, mengarahkan dan memprogramkan
perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam waktu 5
(lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada
masyarakat di akhir masa jabatannya.
2
Ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah pada akhir periode masa jabatan dapat ditentukan
dengan penetapan indikator kinerja yang tepat. Hal ini ditunjukan dari
akumulasi pencapaian indikator outcome program pembangunan
daerah setiap tahun atau indikator capaian yang bersifat mandiri
setiap tahun sehingga kondisi kinerja yang diinginkan pada akhir periode
RPJMD dapat dicapai. Penetapan indikator kinerja daerah ini didasarkan
pada tahapan yang telah ditetapkan pada RPJPD Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2005-2025.
Berdasarkan data IPM (Indeks Pembangunan Manusia) wilayah
Kalimantan Selatan menunjukkan angka sebesar 67,63 menduduki peringkat
ke 22. Sedangkan data IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat)
Kalimantan Selatan menurut data rutin 2013 menempati peringkat 31 dari 33
provinsi dengan IPKM sebesar 0,4857 dengan jumlah bumil sebesar 78.756,
jumlah bulin sebesar 74.766 dan jumlah kematian ibu sebesar 91.
Sedangkan jumlah kelahiran hidup sebesar 60.954, jumlah bayi sebesar
73.509, jumlah balita sebesar 369.852 dan jumlah kematian bayi sebesar
897.
Seluruh kelompok indikator IPKM Provinsi Kalsel tahun 2013 lebih
rendah dari angka nasional yaitu kesehatan balita 0,5899 dibandingkan
angka nasional sebesar 0,6114, kesehatan reproduksi 0,4271 ≤ dari angka
nasional sebesar 0,4756, pelayanan kesehatan 0,2400 ≤ dari angka nasional
sebesar 04756, perilaku kesehatan 0,3442 ≤ dari angka nasional sebesar
0,3652, penyakit tidak menular 0,5754 ≤ dari angka nasional sebesar 0,6267,
penyakit menular 0,7345 ≤ dari angka nasional sebesar 0,7507, kesehatan
lingkungan 0,4889 ≤ dari angka nasional sebesar 0,5430.
Penyusunan RPJMD harus mengacu pada RPJMN, didalam RPJMD
terdapat bagian yang menjelaskan tentang kesehatan (bulatan merah).
Bagian yang menjelaskan tentang kesehatan ini atau dokumen pendukung
bidang kesehatan di dalam dokumen RPJMD ini mengacu pada RPJMN,
3
Renstra KL dalam hal ini kementerian kesehatan dan SPM. Walaupun
demikian dalam penyusunan RPJMD, juga perlu untuk tetap mengacu pada
visi misi kepala daerah dan kondisi daerah.
Gambar 1 Skema Sinkronisasi Perencanaan Sektor Kesehatan untuk
Daerah dan Nasional dalam RPJM
Banyak faktor yang menjadi kendala bagi pelaksanaan sistem
perencanaan pembangunan nasional (SPPN), mulai dari inkonsistensi
peraturan perundangan, tidak sinkronnya mekanisme di masing-masing level
perencanaan, hingga belum tertata dengan baiknya pranata kelembagaan
yang menjalankan fungsi perencanaan pembangunan. Sementara itu untuk
mencapai target prioritas nasional perlu upaya yang sinergis dengan
pemerintah daerah. Dengan demikian, sebagai pelaksanaan tugas sosialisasi
dokumen RPJMN 2015-2019 bidang kesehatan dan gizi masyarakat dan
memastikan dokumen tersebut menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD,
maka dipandang perlu untuk menyusun modul sinkronisasi RPJMD dengan
RPJMN.
Upaya harmonisasi dan sinkronisasi perencanaan bidang kesehatan
dalam RPJMD dan RPJMN dilakukan dengan memastikan indikator,
kegiatan, dan program yang tertuang dalam RPJMN bidang kesehatan
tercermin juga dalam RPJMD. RPJMD perlu sejalan dengan RPJMN tetapi
tidak menutup ruang bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan bidang
4
kesehatan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah masing-
masing. Untuk itu, diperlukan sinkronisasi antara RPJMN bidang kesehatan
dengan RPJMD bidang kesehatan di daerah dalam mencapai target-target
yang telah ditetapkan secara nasional.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam kajian ini adalah :
a. Menganalisis permasalahan dan isu strategis pembangunan kesehatan di
Kalimantan Selatan.
b. Memetakan sinkronisasi indikator kinerja bidang Kesehatan di RPJMD
2016 – 2021 berdasarkan RPJMN, RPJD, visi-misi Kepala Daerah dan
Ketentuan dalam Permendagri No. 86 tahun 2017.
c. Menetapan Indikator Kinerja Pembangunan Kesehatan di Kalimantan
Selatan
1.3. Manfaat
a. Adanya pemetaan permasalahan dan Isu strategis Pembangunan
Kesehatan di Kalimantan Selatan
b. Adanya hasil pemetaan sikronisasi indikator kinerja Kalimantan Selatan
c. Adanya perbaruan susunan indikator kinerja pembangunan kesehatan di
Kalimantan Selatan
d. Adanya rekomendasi untuk perencanaan percepatan pembangunan
bidang kesehatan di Kalimantan Selatan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Indeks Pembangunan Manusia
United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan
bahwa pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar
pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”).
Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya
mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta
dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan
ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (Human Development
Report, 1995:103), sejumlah premis penting dalam pembangunan
manusia adalah:
1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat
perhatian.
2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh
karena itu konsep pembangunan manusia harus terpusat pada
penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi
saja.
3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya
meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga dalam
upaya- upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara
optimal.
4. Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu:
produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.
5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan
pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk
mencapainya.
Berdasarkan konsep tersebut, penduduk di tempatkan sebagai
tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana
6 untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan
pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Produktifitas
Penduduk harus meningkatkan produktifitas dan partisipasi penuh
dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Sehingga
pembangunan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan
manusia.
2. Pemerataan
Penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses
terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang
memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus
dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan
yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat
meningkatkan kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan
tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua
sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses
yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka serta untuk
berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam proses pembangunan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United
Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan
dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human
Development Report (HDR). IPM menjelaskan bagaimana penduduk
dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 (tiga)
dimensi dasar yaitu :
7 1. Indeks Harapan hidup
Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang
diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan
memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per
tahun, variabel tersebut diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama
hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya
mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu
tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan
metode tidak langsung. Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini
adalah rata- rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari
wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka
harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk
mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan
angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.
2. Indeks Hidup Layak
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP
mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP
adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau
kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per
kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak
mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan konsentrasi
IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia,
BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling
dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah
distandarkan agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu
yang disesuaikan dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity).
3. Indeks Pendidikan
Perhitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu
angka melek huruf (LIT) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi
yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena
8
pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti
sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan
kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15
tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum
pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Kedua indikator pendidikan ini
dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat
pengetahuan (cerminan angka LIT), dimana LIT merupakan proporsi
penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok
penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS
merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.
IPM memiliki beberapa manfaat dalam implementasinya, yaitu :
1. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam
upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
2. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara.
3. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai
ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
Setiap komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan
maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPM. Rumus yang
digunakan sebagai berikut.
Dimensi Kesehatan
9 Dimensi Pendidikan
Dimensi Pengeluaran
Menghitung IPM:
IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan,
pendidikan, dan pengeluaran.
2.2 Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
IPKM dikembangkan berdasarkan beberapa aspek seperti indikator
pembangunan kesehatan yang selama ini sudah digunakan, faktor
determinan kesehatan dan prioritas program kesehatan. Indikator
pembangunan kesehatan yang selama ini sudah digunakan di Indonesia
mengacu pada prioritas pembangunan kesehatan dan informasi
besaran masalah dari survey nasional. Beberapa indikator pembangunan
kesehatan adalah kesehatan balita, kematian ibu, kematian bayi, penyakit
menular dan penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, perilaku
berisiko serta status gizi kelompok rentan. Indikator utama pembangunan
kesehatan tersebut mempunyai beberapa faktor determinan yang
berkaitan satu sama lain dan dapat bersifat determinan bersama dari
indikator kunci kesehatan. Secara umum, faktor determinan kesehatan
10 mencakup aspek perilaku dan lingkungan yang mendukung. Secara
lebih spesifik faktor perilaku dipengaruhi oleh aspek sosial, ekonomi,
budaya dan demografi. Sementara lingkungan yang kondusif lebih
berkaitan dengan aspek input seperti program kesehatan yang mencakup
kebijakan, program dan strategi intervensi, serta sumber daya yang
mendukung. Prioritas program kesehatan pada dasarnya mengarah pada
penyelesaian besaran masalah di populasi, tingkat keparahan dan
dampaknya bagi kehidupan masyarakat yang lebih luas serta
ketersediaan upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Beberapa model pendekatan kesehatan masyarakat telah
dikembangkan oleh organisasi ataupun institusi di tingkat global. Salah
satu model yang cukup komprehensif dalam pendekatan kesehatan
masyarakat adalah model determinan sosial kesehatan yang mencakup
berbagai tingkatan ekologi seperti kesehatan usia dini, peran
keluarga, masyarakat serta sistem pelayanan (Gambar 1).
Dalam model yang ditampilkan pada Gambar 1, tampak bahwa
secara umum pada level usia dini, keluarga, masyarakat dan sistem
pelayanan, kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor
determinan yang saling terkait seperti biofisikal, psikososial, individual,
masyarakat, usia dini, keluarga, dan determinan sistem pelayanan
(Newberry dan Taylor,2005). Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain, sehingga untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat berarti mempertimbangkan juga
determinan yang mempengaruhi baik dari aspek sosial, budaya, ekonomi,
biologis dan psikososial.
Berdasarkan model determinan sosial kesehatan, dikembangkan
lebih lanjut menjadi kerangka konsep pengembangan IPKM. Indikator
utama pembangunan kesehatan yang digunakan mencakup kesehatan
balita, kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, perilaku, penyakit
tidak menular, penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Indikator
11 tersebut dikaitkan dengan beberapa faktor determinan kesehatan seperti
determinan sosial, ekonomi dan demografi.
Gambar 2. Modifikasi Model Determinan Sosial Kesehatan (Newberry dan
Taylor, 2005)
2.2.1 Penentuan Indikator
Penentuan indikator dalam IPKM 2013 berdasarkan kerangka
konsep determinan sosial kesehatan (Gambar 1) yang meliputi kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan.
Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam penentuan indikator
adalah sebagai berikut:
1. Prioritas program kesehatan nasional yang tertuang dalam rencana
pembangunan jangka menengah dan panjang.
2. Komitmen untuk pembangunan kesehatan secara global atau
seiring dengan target Millennium Development Goals (MDGs) dan
Post MDGs.
12 3. Besaran masalah kesehatan yang menjadi masalah kesehatan utama
secara nasional.
4. Pertimbangan secara referensi dan rekomendasi pelaksana program
kesehatan.
5. Pertimbangan secara statistik mencakup aspek variasi data dan
jumlah sampel untuk keterwakilan kabupaten/kota.
Proses penentuan indikator ini dilakukan melalui beberapa pertemuan
konsultasi dan diskusi dengan para pakar baik secara nasional
maupun internasional dan para pengambil keputusan pada program
kesehatan terkait.
2.2.2 Definisi Operasional Indikator IPKM 2013
2.2.2.1 Kelompok Indikator Kesehatan Balita
1. Balita gizi buruk dan kurang
Perbandingan berat badan dan umur. Gizi Buruk dan Kurang jika
mempunyai nilai Z score kurang dari -2 SD (WHO, 2005).
2. Balita sangat pendek dan pendek
Perbandingan tinggi badan dan umur. Balita Sangat Pendek dan
Pendek jika mempunyai nilai Z score kurang dari -2 SD (WHO, 2005).
3. Balita gemuk
Perbandingan berat badan dan tinggi badan. Gemuk jika mempunyai
nilai Z score diatas 2 SD (WHO, 2005).
4. Penimbangan balita
Balita yang pernah ditimbang dalam 6 bulan terakhir (Depkes, 2008a
& Kemenkes, 2010b).
5. Kunjungan neonatal (KN) 1
Balita yang pernah mendapat pelayanan kesehatan pada 6 jam – 48
jam pertama setelah lahir (Depkes, 2008b; Kemenkes, 2010b; &
Kemenkes, 2010c).
13 6. Imunisasi lengkap
Jenis dan frekuensi imunisasi yang telah diperoleh anak umur 12-
59 bulan. Lengkap jika anak tersebut telah diimunisasi 1 kali BCG
dan minimal 3 kali DPT dan minimal 3 kali Polio dan 1 kali Campak
(Depkes, 2005; Kemenkes, 2010b & Kemenkes, 2010d).
2.2.2.2 Kelompok Indikator Kesehatan Reproduksi
1. Penggunaan alat kontrasepsi (MKJP)
Penggunaan alat kontrasepsi dengan Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) yaitu sterilisasi pria, sterilisasi wanita,
IUD/AKDR/Spiral, diafragma, susuk/implant pada pasangan usia
subur umur 15-49 tahun (Kemenkes, 2013).
2. Pemeriksaan Kehamilan (K4 : 1-1-2)
Frekuensi pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan minimal
dilakukan 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua,
dan 2 kali pada trimester ketiga (Depkes, 2008c; Kemenkes, 2010b;
& Kemenkes, 2010e).
3. Kurang Energi Kronis (KEK) pada WUS
Kurang Energi Kronis (KEK) pada wanita usia subur umur 15-49
tahun (hamil dan tidak hamil), jika lingkar lengan atas yang diukur
pada saat penelitian di bawah 23,5 cm (Depkes,1994 & Depkes,
1996).
2.2.2.3 Kelompok Indikator Pelayanan Kesehatan
1. Persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
Proses persalinan dibantu tenaga kesehatan dan dilaksanakan
di fasilitas kesehatan dengan unit analisis balita. Tenaga kesehatan
yang dimaksud adalah dokter kandungan, dokter umum, dan bidan.
Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah RS pemerintah, RS
14
swasta, Rumah Bersalin, Klinik, Praktek Nakes, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, dan Polindes/ Poskesdes (Depkes, 2008c).
2. Proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk
Proporsi kecamatan dalam satu kabupaten yang memiliki kecukupan
rasio dokter per jumlah penduduk kecamatan. Rasio dokter cukup
jika dalam 1 kecamatan memiliki minimal 1 dokter per 2.500
penduduk (Kemenkes, 2010e).
3. Proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu per desa
Proporsi desa dalam satu kabupaten yang memiliki kecukupan rasio
posyandu per desa. Rasio posyandu cukup jika dalam 1 desa
memiliki jumlah posyandu minimal 4 posyandu (Kemenkes, 2010e).
4. Proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per penduduk
Proporsi desa dalam satu kabupaten yang memiliki kecukupan rasio
jumlah bidan per jumlah penduduk desa. Rasio jumlah bidan cukup
jika dalam 1 desa memiliki minimal 1 bidan per 1.000 penduduk
(Kemenkes, 2010f).
5. Kepemilikan Jaminan Pelayanan Kesehatan
Penduduk yang memiliki minimal satu jenis jaminan pelayanan
kesehatan. Jenis jaminan yang dimaksud adalah Askes/JPK
PNS/Veteran/Pensiun, JPK Jamsostek, Asuransi Kesehatan
Swasta, Tunjangan Kesehatan Perusahaan, Jamkesmas, Jamkesda
(Kemenkes, 2010d).
2.2.2.4 Kelompok indikator perilaku kesehatan
1. Merokok
Kebiasaan merokok pada penduduk umur 10 tahun ke atas
selama 1 bulan terakhir. Kebiasaan merokok adalah apabila
merokok dilakukan setiap hari atau kadang-kadang (WHO, 2012a).
15 2. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan cuci tangan benar pada penduduk umur 10 tahun ke atas,
yaitu mencuci tangan menggunakan sabun pada saat sebelum
menyiapkan makanan dan setiap kali tangan kotor (memegang
uang, binatang, berkebun) dan setelah buang air besar dan setelah
menceboki bayi dan setelah menggunakan pestisida/insektisida dan
sebelum menyusui bayi (Kementerian Kesehatan, 2011a).
3. Buang Air Besar (BAB) di jamban
Kebiasaan buang air besar pada penduduk umur 10 tahun ke atas.
BAB benar jika mempunyai kebiasaan buang air besar di jamban
(Depkes, 2009).
4. Aktivitas fisik
Kebiasaan aktifitas fisik pada penduduk umur 10 tahun ke atas.
Aktivitas fisik cukup adalah individu yang melakukan aktivitas fisik
berat atau sedang atau keduanya dalam seminggu berdasarkan
kriteria WHO GPAQ (Global Physical Activity Questionaire).
Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang dilakukan secara terus
menerus minimal sepuluh menit selama minimal tiga hari dalam
satu minggu dengan total waktu beraktivitas >= 1500 MET minute.
MET minute aktivitas fisik berat adalah lamanya waktu (menit)
melakukan aktivitas dalam satu minggu dikalikan bobot sebesar 8
kalori. Aktivitas fisik sedang apabila melakukan aktivitas fisik sedang
(menyapu, mengepel, dll) minimal lima hari dengan total lamanya
beraktivitas 150 menit dalam satu minggu (WHO, 2012b).
5. Menggosok gigi
Kebiasaan menggosok gigi setiap hari pada penduduk umur 10 tahun
ke atas. Kebiasaan menggosok gigi dengan benar jika dilakukan
sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam (Depkes, 2002).
16 2.2.2.4 Kelompok Indikator Penyakit Tidak Menular dan Faktor
Risikonya
1. Hipertensi
Penduduk umur 15 tahun yang diukur sistol dan diastolnya pada
saat penelitian. Hipertensi adalah jika tekanan darah sistol lebih
besar sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastol lebih
besar sama dengan 90 mmHg (National Institute of Health, 2004).
2. Cedera
Penduduk semua umur yang pernah mengalami cedera dalam 12
bulan terakhir sehingga kegiatan sehari-hari terganggu (WHO, 1992).
3. Diabetes Mellitus
Penduduk umur 15 tahun ke atas yang pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter (ADA, 2011).
4. Gangguan Mental (Kesehatan jiwa)
Penduduk umur 15 tahun ke atas yang pernah mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Gangguan kesehatan jiwa ditetapkan
menggunakan metode SRQ-20. Kesehatan jiwa terganggu jika
mempunyai skor 6 ke atas (Lewis, G. H., Thomas, H. V., Cannon, M.
& Jones, P. B., 2001).
5. Obesitas sentral
Penduduk umur 15 tahun ke atas (kecuali ibu hamil) yang diukur
lingkar perut pada saat penelitian. Batasan obesitas sentral yang
digunakan adalah lingkar perut pada perempuan
80 cm ke atas dan pada laki-laki 90 cm ke
atas (WHO, 2000).
6. Kesehatan gigi dan mulut
Penduduk semua umur yang mempunyai masalah dengan gigi dan/
atau mulut dalam 12 bulan terakhir (Kemenkes, 2011a).
17 2.2.2.5 Kelompok Indikator Penyakit Menular
1. Pneumonia
Penduduk semua umur yang didiagnosis pneumonia atau mengalami
gejala pneumonia dalam 1 bulan terakhir (Kemenkes, 2012a).
2. Diare Balita
Balita yang didiagnosis diare atau mengalami gejala diare oleh
tenaga kesehatan dalam 1 bulan terakhir (Kemenkes, 2011b).
3. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Balita
Balita yang pernah didiagnosis menderita sakit ISPA oleh
tenaga kesehatan atau mengalami gejala sakit ISPA dalam 1 bulan
terakhir (Kemenkes, 2012b).
2.2.2.6 Kelompok Indikator Kesehatan Lingkungan
1. Akses Sanitasi
Akses sanitasi diukur berdasarkan kepemilikan dan jenis fasilitas
buang air besar.Akses sanitasi baik apabila rumah tangga
menggunakan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri dan
jenis kloset leher angsa (WHO, UNICEF, 2013).
2. Akses Air Bersih
Penggunaan air bersih perkapita dalam rumah tangga. Akses air
bersih baik jika rumah tangga minimal menggunakan 20 liter
per orang per hari dan berasal dari air ledeng/PDAM atau air
ledeng eceran/membeli atau sumur bor/pompa atau sumur gali
terlindung atau mata air terlindung (WHO, 2014).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan 3 dimensi nya yaitu
Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan, yang mana salah satu nya yaitu
dimensi bidang kesehatan digambarkan dengan indikator Umur Harapan
Hidup (UHH). Penjabaran penilaian UHH diuraikan lebih lanjut ke dalam
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di dalam 30
Indikator. Ada korelasi yang kuat antara IPKM dan IPM, yang tergambar
seperti dibawah ini
18
Gambar 3 Korelasi antara IPM dan IPKM
2.3 R
encana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
RPJMN 2015-2019 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
yang ditetapkan melalui Perpres No. 2 Tahun 2015 yang telah
ditandatangani tanggal 8 Januari 2015. RPJMN 2015-2019 ini selanjutnya
menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun Rencana
Strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan
rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka
pencapaian sasaran pembangunan nasional. Untuk pelaksanaan lebih
lanjut, RPJMN akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Rancangan awal RPJMN 2015-2019 sebagai pedoman
Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rancangan Renstra K/L
2015/2019 tertuang didalam 3 bagian dan dibukukan, yaitu : Buku I RPJMN
19
2015-2019 memuat tentang Agenda Pembangunan Nasional; Buku II
RPJMN 2015-2019 memuat tentang Agenda Pembangunan Bidang serta
Buku III RPJMN 2015-2019 memuat tentang Agenda Pembangunan
Wilayah.
Berikut ini merupakan Matrik Pembangunan Bidang Kesehatan yang
Tertuang didalam RPJMN 2015-2019 :
Tabel 1 Matrik Pembangunan Bidang Kesehatan
No Program Sasaran Indikator Target Penanggung
Jawab 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pengendalian
Penyakit dan
Penyehatan
Lingkungan/Pe
ngendalian
Penyakit
Bersumber
Binatang
Meningkatn
ya
Pencegaha
n Penyakit
Bersumber
Binatang
Persentase
kab/kota
yang
melakukan
pengendali
an vektor
terpadu
40 50 60 70 80 Kementeria
n Kesehatan
Jumlah
kab/kota
dengan API
<1/1.000
penduduk
340 360 375 390 400
Jumlah
kab/kota
endemis
yang
melakukan
pemberian
obat
massal
pencegaha
n (PDMP)
Fillariasis
140 170 210 240 245
2 Pengendalian
Penyakit dan
Penyerahan
Lingkungan/Pe
nyehatan
Lingkungan
Meningkatn
ya
Penyehata
n dan
Pengawasa
n Kualitas
Lingkunga
n
Jumlah
desa/kelura
han yang
melaksana
kan STBM
25 30 35 40 45 Kementeria
n Kesehatan
Persentase
sarana air
minum
yang
dilakukan
30 35 40 45 50
20 No Program Sasaran Indikator Target Penanggung
Jawab 2015 2016 2017 2018 2019
pengawasa
n
Persentase
Tempat
Tempat
Umum
yang
memenuhi
syarat
kesehatan
50 52 54 56 58
2.4.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP) Provinsi
Kalimantan Selatan 2005-2025
1. Visi
Visi merupakan suatu rumusan tentang keadaan yang diinginkan
dimasa depan dalam hal ini adalah keadaan Provinsi Kalimantan Selatan
diakhir periode Rencana Pembangunan Jangka Panjang yaitu pada tahun
2025. Visi untuk Provinsi Kalsel dirumuskan dengan memperhatikan
berbagai hal mencakup tantangan dan peluang dimasa depan, kekuatan
dan kelemahan yang ada, faktor-faktor strategis yang muncul, amanat
pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan
aspirasi masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan atas faktor faktor diatas maka diperoleh
rumusan visi Kalimantan Selatan dalam waktu 20 tahun mendatang yaitu :
KALIMANTAN SELATAN 2025 MAJU DAN SEJAHTERA SEBAGAI
WILAYAH PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS AGRO INDUSTRI
Visi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2025 ini mencerminkan
keinginan seluruh komponen masyarakat untuk menuju pada kehidupan
yang lebih baik dimasa datang yang selaras dengan tujuan pembangunan
sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
a. Visi “Maju dan Sejahtera ” mengandung makna bahwa dalam 20
tahun mendatang Provinsi Kalimantan Selatan memiliki sumber daya
21
yang handal dan fondasi ekonomi yang kuat serta dapat memberikan
kesempatan yang secara relatif seimbang pada semua lapisan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan menikmati
hasil-hasilnya.
b. Visi “Perdagangan dan Jasa Berbasis Agroindustri” mengandung
makna bahwa pembangunan yang dilaksanakan berorientasi pada
perdagangan dan jasa dengan menumbuhkan agro industri sebagai
pilar utama. Agro industri dimaksud merupakan kegiatan yang
berperan menciptakan nilai tambah, menghasilkan produk untuk
dipasarkan/digunakan/dikonsumsi, meningkatkan daya simpan,
menambah pendapatan dan keuntungan produsen, menciptakan
lapangan kerja, memperbaiki pemerataan pendapatan serta menarik
pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku.
Optimalisasi nilai tambah dicapai dengan pola industri yang
berintegrasi langsung dengan usaha tani keluarga dan perusahaan
pertanian.
Dalam mewujudkan Visi Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan
tersebut ditempuh berbagai misi sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM, dengan
menitikberatkan pada aspek kesehatan, pendidikan dan kehidupan
sosial budaya dan agama berlandaskan pada IPTEK dan IMTAQ.
2. Mengembangkan ekonomi kearah industri dan perdagangan, yang
berbasis pada potensi agraris dan kerakyatan dengan dukungan
transportasi yang baik.
3. Mengembangkan prasarana dan sarana pembangunan, yang relatif
merata pada berbagai wilayah pembangunan
4. Mendorong pengelolaan SDA secara efisien, untuk menjamin
kelanjutan pembangunan dan menjaga keseimbangan lingkungan.
5. Menciptakan taat asas dan tertib hukum, bagi penyelenggaraan
pemerintahan daerah, kehidupan berpolitik, sosial, budaya dan
agama.
22
Arah pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dengan berbagai kebijakan yang pada dasarnya
dapat mendorong :
a. peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan
b. peningkatan swadaya dan partisipasi masyarakat
c. peningkatan pembiayaan kesehatan
d. pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
e. peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya kesehatan disertai
pemerataan distribusinya.
f. pengembangan sistem jaminan kesehatan
g. pengembangan sistem pencegahan dan pemberantasan wabah
penyakit dan penyalahgunaan obat terlarang\
h. penurunan fertilitas dan angka kematian ibu (maternal mortality rate)
serta bayi (infant mortality rate)
i. pembudayaan hidup sehat dalam setiap lapisan masyarakat (PHBS)
2.4.2 R
encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Kalimantan Selatan
Dengan dilantiknya Gubernur Kalimantan Selatan yang terpilih dalam
pilkada serentak Tahun 2015 pada Tanggal 12 Februari 2016, maka
disusunlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021 sebagai bentuk pencapaian Visi
Gubernur dalam lima tahun kedepan. RPJMD merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,
strategi, arah kebijakan pembangunan dan keuangan daerah, serta
program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah. Hal tersebut
disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN disertai dengan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun. RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021 merupakan
dokumen perencanaan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPD Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2005-2025. RPJMD Provinsi Kalimantan
23 Selatan Tahun 2016-2021 disusun berdasarkan RPJMD Teknokratik yang
telah diselaraskan dengan Visi dan Misi Gubernur terpilih.
Hubungan RPJMD Prov Kalsel dan Dokumen Perencanaan lainnya
Gambar 4 Hubungan RPJMD Prov Kalsel dan Dokumen Perencanaan
lainnya
RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021 merupakan
pelaksanaan dari arah kebijakan dan sasaran pokok RPJPD tahap ketiga
Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021. RPJMD dan Renstra
merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Sasaran RPJMD termasuk
program prioritas akan dicapai melalui Renstra Perangkat Daerah
selama lima tahun. Implementasi dari RPJMD Provinsi Kalimantan
Selatan dituangkan dalam Renstra masing-masing Perangkat Daerah sesuai
tugas dan fungsinya.
Selain itu RPJMD sinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP), terutama terkait dengan Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola
Ruang, untuk program-program strategis dan prioritas daerah.
24 2.4.3. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi Kalimantan
Selatan
Strategi merupakan suatu rangkaian tahapan atau langkah-langkah yang
berisikan grand design perencanaan pembangunan dalam upaya untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran misi pembangunan daerah yang telah
ditetapkan. Rumusan strategi menunjukkan keinginan yang kuat dari
pemerintah daerah dalam menciptakan nilai tambah (value added) perencanaan
bagi para pemangku kepentingan pembangunan daerah. Strategi merupakan
langkah- langkah yang berisikan program-program indikatif untuk
mewujudkan visi dan misi dalam sasaran RPJMD. Rumusan strategi dijadikan
salah satu rujukan penting dalam perencanaan pembangunan daerah.
Perumusan kebijakan umum merupakan penjabaran dari strategi yang
diterjemahkan ke dalam rencana program - program prioritas pembangunan.
Kebijakan umum memberikan arah perumusan rencana program prioritas
pembangunan agar selaras dengan strategi dan sasaran pembangunan
jangka menengah. Selain itu, kebijakan umum harus disertai kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah dan menjadi pedoman bagi Perangkat
Daerah dalam menyusun program dan kegiatan pada Rencana Strategis
(Renstra) masing-masing.
Program pembangunan merupakan bentuk instrumen kebijakan
berupa program prioritas yang memuat satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah atau masyarakat. Pelaksanaan program-
program pembangunan daerah bertujuan untuk mencapai sasaran dan tujuan
pembangunan daerah sesuai dengan visi dan misi Gubernur dan Wakil
Gubernur. Dalam rangka pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran
pembangunan yang berpedoman kepada strategi dan kebijakan umum yang
telah ditetapkan sebelumnya, maka disusunlah program-program pembangunan
Provisi Kalimantan Selatan tahun 2016 sampai dengan 2021.
Berikut ini merupakan program prioritas pembangunan kesehatan dalam
RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan.
25
Tabel 2. Program Prioritas Pembangunan Kesehatan
NO
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
PROGRAM
INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME)
CAP AI AN KINERJA URUSAN
PERANGKAT DAERAH
PENANGGUNG JAWAB
KONDISI AWAL
KONDISI AKHIR
Misi 1: Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang Agamis, Sehat dan Terampil
Prioritas: Kalsel Cerdas, Kalsel Sehat, Kalsel Terampil dan Kalsel Agamis
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
1. Peningkata Promosi
Kesehatan 2. Peningkata
nkualitas layanan
1. Pengembangan kesadaran pola hidup sehat
11. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat
Persentase penyediaan Tenaga Kesehatan
50 85 Kesehatan Dinas Kesehatan dan UPT
12. Peningkatan Promosi dan Sumber Daya Kesehatan
Persentase penyediaan Tenaga Kesehatan
50 85 Kesehatan Dinas Kesehatan dan UPT
13. Pengembangan Lingkungan Sehat
Prosentasi Rumah Tangga memiliki tempat
60 90 Kesehatan Dinas Kesehatan dan UPT
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan pada institusi pelayanan Kesehatan.
14. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Persentase Penurunan Kasus/Wabah Penyakit menular
2
0
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
15. Obat dan Perbekalan Kesehatan
Persentase Pemenuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan
50
90
Kesehatan
Dinas Kesehatan, UPT dan Rumah Sakit;
14. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Persentase Penurunan Kasus/Wabah Penyakit menular
2
0
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
15. Obat dan Perbekalan Kesehatan
Persentase Pemenuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan
50
90
Kesehatan
Dinas Kesehatan, UPT, dan Rumah Sakit;
16. Perbaikan Gizi Masyarakat Persentase Penurunan Masyarakat Bermasalah Gizi
28
18
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
26
NO
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
PROGRAM
INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME)
CAP AI AN KINERJA URUSAN
PERANGKAT DAERAH
PENANGGUNG JAWAB
KONDISI AWAL
KONDISI AKHIR
17. Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Persentase Institusi Kesehatan yang dibina
100 100 Kesehatan Dinas Kesehatan dan
UPT
18. Pembinaan Upaya Kesehatan Dasar dan Rujukan
Porsentasi Sarana Pelayanan Yang memilliki Rujukan
15
85
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
19. Jaminan Kesehatan Nasional dan Dukungan Finansial Layanan Kesehatan Masyarakat Miskin Non PBI
Persentase Jaminan kesehatan nasional kesehatan masyarakat (%)
17
100
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan
UPT
20. Pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatnya penggunaan obat Rasional
40
100
Kesehatan
Dinas Kesehatan, UPT dan Rumah Sakit;
21. pengadaan, peningkatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit
Persentase Rumah Sakit yang memiliki Sarana dan Prasarana yang memenuhi standar
0
45
Kesehatan
Dinas Kesehatan, UPT dan Rumah Sakit;
22. Standarisasi & Sertifikasi Layanan Kesehatan
Akreditasi Rumah Sakit 1 3 Kesehatan
Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit
23. Pelayanan BLUD Porsentasi Pelayanan BLUD
100 100 Kesehatan Rumah Sakit
24. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Persentase Penurunan Kasus Wabah Penyakit menular
2
0
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
27
NO
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
PROGRAM
INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME)
CAP AI AN KINERJA URUSAN
PERANGKAT DAERAH
PENANGGUNG JAWAB
KONDISI AWAL
KONDISI AKHIR
3. Peningkatan kesehatan berbasis masyarakat.
26. Upaya Kesehatan Masyarakat Persentase Peningkatanan kelembagaan masyarakat berbasis kesehatan Kelembagaan
0
100
Kesehatan
Dinas Kesehatan dan UPT
27. Kemitraan layanan kesehatan Persentase Peningkatan jaminan Kesehatan
100
100
Kesehatan
Rumah Sakit
28. Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
Persentase pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (%)
54
100
Kesehatan
Rumah Sakit
29. Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Prosentase Peningkatan jaminan Kesehatan
60
100
Kesehatan
Dinas Kesehatan, UPT
. Meningkatkan penyediaan suply air bersih dan sanitasi layak
30. Program Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik, Aparatur, Perumahan, Air Minum, Persampahan dan Limbah
Persentase Rumah Tangga Penggunaan Air Minum yang Aman
61,54
100
Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman, dan
DInas PUPR
Persentase Cakupan Pelayanan Sistem Air Limbah Domestik
24,14
100
Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman, dan
DInas PUPR
28
NO
SASARAN
STRATEGI
ARAH KEBIJAKAN
PROGRAM
INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME)
CAP AI AN KINERJA URUSAN
PERANGKAT DAERAH
PENANGGUNG JAWAB
KONDISI AWAL
KONDISI AKHIR
31. Pengembangan Lingkungan Sehat Permukiman
Persentase berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan
19,13
0
Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan
Permukiman, dan DInas PUPR
31. Pengembangan Lingkungan Sehat Permukiman
persentase berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan
19,13
0
Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman, dan
DInas PUPR
30
2.5 Peran Rencana Tata Ruang Dalam Perencanaan Pembangunan
Kegiatan penataan ruang berkaitan juga dengan perencanaan pembangunan
sehingga dokumen yang dihasilkan dari kegiatan penataan ruang dan perencanaan
pembangunan sama-sama ditujukan untuk memprediksi kegiatan yang akan dilakukan
di masa mendatang. Selain itu, rencana tata ruang sebagai hasil dari kegiatan
perencanaan tata ruang merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan
yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pemanfaatan ruang merupakan
serangkaian program pelaksanaan beserta pembiayaannya selama jangka waktu
perencanaan. Kegiatan pemanfaatan ruang antara lain berupa penyuluhan dan
pemasyarakatan rencana, penyusunan program, penyusunan peraturan pelaksanaan
dan perangkat insentif dan disinsentif, penyusunan dan pengusulan proyek dan
pelaksanaan program dan proyek (Oetomo, 1998). Rencana tata ruang harus dapat
dioperasionalisasikan sehingga dapat menjadi strategi dan kebijaksanaan daerah untuk
mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Disamping itu,
rencana tata ruang harus berfungsi sebagai instrumen koordinasi bagi program/proyek
yang akan dilaksanakan di daerah yang berasal dari berbagai sumber dana, sebagai
wujud dari pemanfaatan rencana tata ruang di daerah.
Rencana tata ruang merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk
menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan program-
program pembangunan dalam jangka panjang (Nurmandi, 1999). Oleh karena itu,
rencana tata ruang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan
rencana program pembangunan yang merupakan rencana jangka menengah dan
jangka pendek. Kedudukan rencana tata ruang wilayah dalam mekanisme perencanaan
pembangunan daerah di Indonesia dapat dilihat pada Gambar Kedudukan Rencana
Tata Ruang Wilayah Dalam Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah Berikut:
31
Gambar 5 Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan tata ruang dapat mempengaruhi proses pembangunan melalui 3 alat
utama yaitu (Cadman dan Crowe, 1991):
1. Rencana pembangunan, yang menyediakan pengendalian keputusan melalui
keputusan stategis dimana pemerintah mengadopsi rencana tata ruang untuk
mengatur guna lahan dan perubahan lingkungan.
2. Kontrol pembangunan, yang menyediakan mekanisme administratif bagi
perencana untuk mewujudkan rencana pembangunan setelah mengadopsi rencana
tata ruang. Kontrol pembangunan ini berlaku pula bagi pemilik lahan, pengembang
(developers) dan investor.
32
3. Promosi pembangunan, merupakan cara yang paling mudah mengetahui
interaksi antara perencanaan tata ruang dengan proses pembangunan. Dalam
konteks pemerintahan, maka dengan adanya rencana tata ruang, pemerintah
menginginkan adanya pembangunan dan investasi di daerahnya dengan cara
mempromosikan dan memasarkan lokasi, membuat lahan yang siap bangun dan
menyediakan bantuan dana serta subsidi.
Pertumbuhan ekonomi menyebabkan kebutuhan untuk mengembangkan lahan
secara intensif. Selain itu, kegiatan implementasi rencana tata ruang melalui promosi
pembangunan perlu dilakukan dalam rangka mencegah pembangunan yang tidak
diinginkan dan mendorong terjadinya pembangunan (Cadman dan Crowe, 1991). Hal
ini diikuti dengan ketertarikan para developer (termasuk pemerintah), untuk ikut serta
berpartisipasi dalam pembangunan, penyiapan proposal rencana, kemungkinan
perubahan pada lahan milik, penyediaan dana, persiapan fisik dan konstruksi kerja.
Dalam membahas rencana spasial dan rencana pembangunan daerah secara
sekaligus, maka akan tidak terlepas juga dari aspek keuangan. Saat ini, tantangan yang
harus dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan rencana tata ruang sebagai media
manajemen pembangunan daerah. Dalam hal ini, rencana tata ruang dihadapkan tidak
hanya pada masalah bagaimana mengimplementasikannya dalam konteks
pembangunan, tetapi juga rencana tersebut dapat digunakan sebagai suatu alat yang
dapat memperkirakan besarnya investasi yang diperlukan dan berapa pendapatan
(revenue) yang dapat dihasilkan. Oleh karena itu, pembangunan akan memerlukan
peran berbagai aktor tersebut agar ruang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai
dengan rencana tata ruang dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dan
tercapainya tujuan pembangunan.
Suatu rencana tata ruang akan dimanfaatkan untuk diwujudkan apabila dalam
perencanaannya sesuai dan tidak bertentangan dengan kehendak seluruh
pemanfaatnya, serta karakteristik dan kondisi wilayah perencanaannya, sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang bagi para pemanfaatnya.
Dilengkapi dengan kesadaran pertimbangan pembiayaan dan waktu, maka dengan kata
lain suatu rencana tata ruang harus disusun dalam suatu wawasan yang lengkap dan
terpadu serta operasional, yang tentu saja tingkat operasionalnya disesuaikan dengan
33
tingkat hirarki dan fungsi dari rencana tata ruang tersebut.
Rencana tata ruang dapat menjadi dasar dalam:
1. Penyusunan Propeda
2. Penentuan lokasi pembangunan tiap sector
3. Penyusunan anggaran daerah dan sector
4. Pengaturan dan pengendalian pembangunan melalui mekanisme perijinan dan
penertiban penggunaan lahan.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa rencana tata ruang tidak hanya
digunakan dalam mekanisme penerbitan ijin saja, tetapi juga sebagai dasar dalam
penyusunan dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah dan jangka
pendek serta penyusunan anggaran daerah. Yang perlu ditekankan di sini adalah
bahwa setiap kegiatan, baik fisik maupun non-fisik, pasti akan memerlukan ruang agar
kegiatan tersebut berlangsung. Selain itu, seperti dikemukakan oleh Foley (1967)
bahwa tata ruang tidak hanya merupakan konsepsi keruangan (spasial), tetapi juga
terdapat wawasan bukan keruangan (a-spasial) karena kegiatan yang menyangkut
spasial tidak terlepas dari kondisi a-spasial yang terjadi.
Usman dalam Munir (2002) memandang perlu bahwa dimensi spasial dalam
pembangunan daerah dapat menjadikan pembangunan daerah mempunyai watak atau
ciri tersendiri, serta memiliki pola dan spirit sesuai dengan kondisi dan potensi yang
dimilikinya. Dalam upaya peningkatan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna,
khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah serta mendorong pembangunan
berkelanjutan, ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan, antara lain:
1. Penyusunan rencana tata ruang harus bersifat partisipatif dan dinamis dalam
rangka menghadapi tuntutan globalisasi dan kebutuhan ruang masyarakat serta
sesuai dengan kondisi, karakteristik dan daya dukung daerah.
2. Melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang demi
tercapainya penataan ruang yang berbasis peran serta masyarakat.
3. Menggunakan rencana tata ruang yang ditetapkan sebagai pedoman
penyusunan program-program pembangunan dan penerbitan perijinan pemanfaatan
ruang serta alat kendali dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang agar
tujuan dari rencana tata ruang tercapai.
34
4. Melaksanakan pembangunan daerah melalui pendekatan pengembangan
wilayah bukan pendekatan sektor dimana program/proyek dari sektor/bidang serta
alokasi pendanaannya diarahkan untuk pengembangan wilayah/kawasan prioritas
yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
5. Meningkatkan sosialisasi serta menyebarluaskan seluruh informasi rencana tata
ruang dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang, agar masyarakat
(stakeholder) dapat mengetahuinya secara jelas dan pasti tentang kebijaksanaan
rencana tata ruang yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
6. Menegakkan peraturan dan penerapan sanksi bagi pelanggar tata ruang ditinjau
dari jenis pelanggarannya.
7. Menciptakan dan meningkatkan hubungan kerja sama antar daerah dalam pola
pemanfaatan ruang, agar tercipta keserasian, keseimbangan dan keselarasan tata
ruang.
8. Menyiapkan kebijaksanaan tentang insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan
ruang, agar fungsi/peruntukan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang
dapat terwujud.
Pembangunan dengan pendekatan kewilayahan yang merupakan pembangunan
terpadu menurut Budiharsono (2001) diharapkan dapat mengurangi kesalahan-
kesalahan pembangunan di masa lalu. Dengan pendekatan wilayah, akan dapat
tercipta suatu sistem pembangunan yang bersifat terpadu dengan mendorong
terciptanya berbagai bentuk spatial linkages, seperti jaringan interaksi fisik, sosial,
ekonomi, teknologi dan administrasi.
Penyusunan dan pengusulan program dan proyek yang sesuai dengan rencana
tata ruang bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan antara program pembangunan
dengan rencana tata ruang yang ada sehingga rencana tata ruang tidak hanya dilihat
sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan daerah tetapi juga
sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya sasaran-sasaran pembangunan.
Oleh karena itu, rencana tata ruang merupakan salah satu kebijaksanaan yang
strategis di daerah.
35
2.5.1 Kinerja Kesehatan
Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan
sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan. Penilaian kinerja adalah suatu prosedur yang meliputi
penetapan standar kerja, penilaian kinerja nyata individu/kelompok yang berkaitan
dengan standar kerja dan penyediaan umpan balik kepada individu/kelompok dengan
tujuan memotivasi individu/kelompok tersebut untuk menghilangkan kekurangan kinerja
atau meneruskan kinerja yang lebih baik. Sehingga penilaian kinerja merupakan
mekanisme yang dapat digunakan untuk menilai apakah kinerja sudah sesuai dengan
standar dan sebagai media untuk memotivasi untuk meningkatkan kinerjanya
(Wikendari, 2010).
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya
memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien.
Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi
turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran
kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara
membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan
kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada
akhir tahun anggaran (Ditjen Kesmas,2016).
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan
fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan
anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah
pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai
hasil analisis terhadap pengukuran kinerja (Ditjen Kesmas,2016).
Beberapa metode penilaian kinerja ialah :
a. Penilaian kinerja model tradisional
1) Rating scale, Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak
digunakan, dimana penilaian dilakukan oleh atasan langsung atau supervisor untuk
mengukur karakteristik,misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan,
dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
36
2) Employee comparation, Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan
dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya.
3) Checklist, Dengan metode ini penilai sebenarnya tidak menilai tetapi hanya
memberikan masukan atau informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian
personalia.
4) Freeform essay, Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan
yang berkenaan dengan orang/karyawan yang sedang dinilainya.
5) Critical incident, Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian
mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukkan ke
dalam buku catatan khusus terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku
bawahannya.
b. Penilaian kinerja model modern :
1) Assessment Center, Assessment center atau pusat penilaian sebagai metode lain
dari evaluasi potensi mendatang, tapi pusat -pusat penilaian ini tidak bertumpu
kepada ketetapan psikolog. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan
terstandar yang bertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.
2) Management by Objective (MBO), Management by Objective (MBO) yang berarti
manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di mana
karyawan dan penilai bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-
sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
Pada akhir periode tertentu, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik mencapai
sasaran tertentu yang telah ditetapkan dan faktor-faktor penting apa saja yang
dialami dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
3) Human Assset Accounting, Dengan metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai
individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara
membandingkan terhadap variable-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba pun akan
meningkat. Maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil.
37
BAB III
METODE PEELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Provinsi Kalimantan Selatan.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian mix method yang bertujuan untuk
mengkaji kinerja bidang kesehatan berdasarkan pada RPJMD Provinsi
Kalimantan Selatan
Subjek penelitian ini adalah semua semua pemegang program pada
bidang yang tercantum dalam RPJMD provinsi Kalimantan Selatan sebanyak
13 kabupaten Kota.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Artinya
penelitian yang berusaha mendiskripsikan dan menginterpretasi kondisi atau
hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang
berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan yang tengah
berkembang. Analisis data yang menggunakan tekhnik deskriptif kualitatif
memanfaatkan prosentase hanya merupakan langkah awal saja dari
keseluruhan proses analisis. Prosentase yang dinyatakan dalam bilangan
sudah jelas merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif bukan kualitatif. Jadi
pernyataan prosentase bukan merupakan hasil analisis kualitatif. Analisis
kulitatif tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada
pernyataan keadaan, ukuran, kualitas. Oleh karena itu hasil penilaian yang
berupa bilangan tersebut harus diubah menjadi sebuah predikat, misalnya :
Baik, Cukup, Kurang (Arikunto, 1998:67).
3.2.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran,
pengamatan, survei dan lain-lain yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Data
primer pada penelitian ini diperoleh dari kumpulan jawaban responden dari
38
lembar kuesioner yang sebelumnya sudah disiapkan oleh peneliti.
Responden menjawab kuesioner sendiri dengan pengawasan peneliti.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Data yang
diambil berdasarkan 12 bidang kesehatan sesuai dengan RPJMD
3.3 Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari
sumber data primer dan sekunder. Setelah setiap wawancara mendalam
berakhir, dilakukan analisis awal untuk mendata semua informasi yang
penting. Seluruh daftar hal yang penting tersebut kemudian dikumpulkan
dalam suatu matriks, sehingga dapat dilakukan suatu perbandingan yang
tetap/konstan. Kemudian pencocokan hasil temuan berdasarkan teori dengan
mengaitkan fenomena dengan masalah, sehingga perkiraan hubungan sebab
akibat dan analisis lintas kasus dapat dijelaskan.
Guna menjamin validitas data dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan triangulasi metode dan sumber data. Informasi yang diperoleh
dari berbagai sumber informan kunci digunakan untuk membuat suatu data
yang saling melengkapi. Triangulasi metode bertujuan untuk memperoleh
kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai
informasi tertentu, peneliti menggunakan wawancara dan observasi pada
triangulasi ini. Triangulasi sumber data digunakan untuk menggali kebenaran
informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Peneliti menggunakan dokumen tertulis dan wawancara. Hal ini akan
memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti
Selanjutnya berdasarkan kinerja yang diperoleh, dilakukan analisis SWOT
melalui FGD (Focus Group Discusion).
39
3.4 Susunan Tim Peneliti
1). Pembina : Kepala BALITBANG Propinsi Kalimantan Selatan
2). Penanggung jawab : Kepala Bidang..............................
3). Counterpart : .....................................................
4). Pelaksana : Pusat Kajian Kebijakan Kesehatan Universitas
Lambung Mangkurat
a) Ketua peneliti : dr. Syamsul Arifin, M.Pd, DLP
b) Anggota Peneliti : 1. Nita Pudjianti, S.Farm, Apt, MPH
2. Rudi Fakhriadi, SKM, M.Kes (Epid)
3. Nida Ulfah, SKM
Ketua Peneliti:
Nama lengkap dan gelar : dr. Syamsul Arifin, M.Pd, DLP
Gol/ Pangkat/ NIP : IV.a/Pembina/19750218 200212 1 008
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Bidang Keahlian : Kesehatan Masyarakat
Jangka Penelitian : 3 bulan
3.5 Tahapan Penelitian
Jalan penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal penelitian yang dilakukan dengan
menyiapkan proposal penelitian yang berisi latar belakang penelitian, kajian
teori, dan metodologi penelitian, serta pengumpulan data- data yang terkait
dengan penelitian melalui studi literatur, dan juga penyiapan panduan survei
untuk pengumpulan data.
40
2.Tahapan Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data merupakan tahap pengumpulan informasi
dan data mengenai RPJMN, RPJP dan RPJMD Provinsi Kalimantan
Selatan serta Visi-Misi Kepala Daerah Kalimantan Selatan 2015-
2020.Pengumpulan informasi ini dilakukan melalui survei sekunder ke
instansi/dinas/ lembaga/ badan yang terkait dengan penelitian ini.
3.Tahapan Analisis
Merupakan tahapan pengolahan data dan informasi yang telah
dikumpulkan guna menjawab maksud penelitian ini. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang terdiri
atas dua tahapan analisis. Analisis tahapan pertama yaitu mereview
kesesuaian rencana dan indikator kinerja pembangunan jangka menengah
daerah (RPJMD) dengan rencana kerja pemerintah daerah serta
implementasi capaiannya. Kemudian tahapan analisis yang kedua, yaitu
menganalisis pemetaan indikator kinerja bidang kesehatan dengan indikator
kinerja kesehatan berdasarkan RPJMN, RPJP Provinsi Kalimantan Selatan
dan Visi-Misi Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan
menggunakan pendekatan holistik.
4.Rekomendasi
Tahap rekomendasi merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian
tahap penelitian. Tahap rekomendasi ini merupakan Output penelitian
dimana penyusunannya mengacu dari hasil analisis yang telah dilakukan.
Rekomendasi yang diharapkan pada penelitian ini berupa penetapan baru
tentang indikator kinerja bidang kesehatan dan program yang akan
diimplementasikan untuk mencapai indikator kinerja tersebut.
41
3.6 Variabel Peneltian
Indikator penilaian kinerja berdasarkan RPJMD bidang kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021 adalah sebagai berikut :
No Indikator Kinerja Program Baseline 2015(%)
Target (%)
Capai (%) 2016
1 Penyediaan Tenaga Promosi Kesehatan 50 85
2 Rumah Tangga memiliki tempat sampah
60 90
3 Penurunan Kasus/Wabah Penyakit menular
2 0
4 Pemenuhan Obat dan Perbekalan Kesehatan
50 90
5 Penurunan Masyarakat Bermasalah Gizi 18 28
6 Persentase Institusi Kesehatan yang dibina
100 100
7 Peningkatan kelembagaan masyarakat bidang kesehatan
0 100
8 Sarana Pelayanan Yang memilliki Rujukan
15 85
9 Jaminan kesehatan nasional kesehatan masyarakat
17 100
10 Meningkatnya penggunaan obat Rasional
40 100
11 Rumah Sakit yang memiliki Sarana dan Prasarana yang memenuhi standar
60 100
12 Persentase pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
54 100
Berdasarkan prosentase cakupan/ capaian tersebut, kinerja pelayanan
kesehatan dikelompokkan menjadi (depkes, 2006) :
a. Baik jika hasil pencapaian cakupan pelayanan kesehatan >91%,
b. Cukup jika hasil pencapaian cakupan pelayanan kesehatan 81-90%
c. Kurang jika hasil pencapaian cakupan pelayanan kesehatan <80%
42
3.7 Jadwal Penelitian
Tabel 3. Jadwal Penelitian
No Kegiatan/Tanggal
Sasaran
Peserta
1 FGD 1 6 Nov 2017
Kajian awal untuk penentuan teknik analisis data yang termuat dalam proposal penelitian
a.Tim peneliti ULM b.Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d.Tim Bappeda Provinsi
2 FGD 2 8 Nov 2017
Permasalahan dan Isu strategis Pembangunan Kesehatan di Kalimantan Selatan
a.Tim peneliti ULM b. Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d. Tim Bappeda Provinsi
3 FGD 3 16 Nov 2017
Pemetaan sinkronisasi indikator kinerja bidang Kesehatan di RPJMD 2016 – 2021 berdasarkan RPJMN, RPJD, Visi-Misi Kepala Daerah dan Ketentuan dalam Permendagri No. 86 tahun 2017
a.Tim peneliti ULM b. Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d. Tim Bappeda Provinsi
4 FGD 4 20 Nov 2017
Penetapan Indikator Kinerja Pembangunan Kesehatan di Kalimantan Selatan
a.Tim peneliti ULM b. Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d. Tim Bappeda Provinsi
5 FGD 5 27 Nov 2017
Rekomendasi program kegiatan dalam pencapaian indikator kinerja pembangunan kesehatan di Kalimantan Selatan
a.Tim peneliti ULM b. Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d. Tim Bappeda Provinsi
43
No Kegiatan/Tanggal
Sasaran
Peserta
6 FGD 6 8 Des 2017
Kajian menyeluruh seluruh laporan hasil penelitian
a.Tim peneliti ULM b. Tim Bapelitbang Provinsi c.Perwakilan Dinkes Provinsi d. Tim Bappeda Provinsi
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Analisis Permasalahan dan Isu Strategis
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Kalimantan Selatan merupakan pembangunan jangka menengah tahap
ketiga atas pelaksanaan RPJPD Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-
2025. Visi Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2005-2025 sesusai Perda Nomor 17 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2005- 2025, yang merupakan kristalisasi, komitmen dan
kesepakatan seluruh lapisan masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan adalah
“Kalimantan Selatan 2025 Maju Dan Sejahtera Sebagai Wilayah
Perdagangan Dan Jasa Berbasis Agroindustri” dengan misi:
1. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM, dengan
menitikberatkan pada aspek kesehatan, pendidikan dan kehidupan sosial
budaya dan agama berlandaskan pada IPTEK dan IMTAQ.
2. Mengembangkan ekonomi kearah industri dan perdagangan, yang
berbasis pada potensi agraris dan kerakyatan dengan dukungan
transportasi yang baik.
3. Mengembangkan prasarana dan sarana pembangunan, yang relatif
merata pada berbagai wilayah pembangunan
4. Mendorong pengelolaan SDA secara efisien, untuk menjamin
kelanjutan pembangunan dan menjaga keseimbangan lingkungan.
5. Menciptakan taat asas dan tertib hukum, bagi penyelenggaraan
pemerintahan daerah, kehidupan berpolitik, sosial, budaya dan agama.
Visi Pembangunan dalam lima tahun kedepan yang merupakan Visi
Kepala Daerah terpilih yang ditetapkan sebagai visi Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan) Tahun 2016 – 2021
yaitu: “Kalsel Mapan (Mandiri dan Terdepan) Lebih Sejahtera,
45 Berkeadilan, Berdikari dan Berdaya Saing”. Berdasarkan visi dijelaskan
sebelumnya , maka ditetapkan misi pembangunan daerah jangka menengah
Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2016-2021 sebagai berikut:
1. Mengembangkan Sumber Daya Manusia Yang Agamis, Sehat,
Cerdas Dan Terampil;
2. Mewujudkan Tatakelola Pemerintahan Yang Professional Dan
Berorientasi Pada Pelayanan Publik;
3. Memantapkan Kondisi Sosial Budaya Daerah Yang Berbasiskan
Kearifan Lokal;
4. Mengembangkan Infrastruktur Wilayah Yang Mendukung
Percepatan Pengembangan Ekonomi Dan Sosial Budaya;
5. Mengembangkan Daya Saing Ekonomi Daerah Yang Berbasis
Sumberdaya Lokal, Dengan Memperhatikan Kelestarian
Lingkungan.
Fokus kajian ini ada pada indikator kesehatan yang mana laporan Dinas
Kesehatan salah satunya menjadi acuan pemetaan hal-hal apa saja yang
diperlukan untuk diprioritaskan dalam review kajian RPJMD ini. Profil
tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan menyebutkan bahwa
Angka Kematian Bayi dan Balita dalam 5 tahun terakhir menunjukkan tren
penurunan yang lambat. Pada tahun 2015 jumlah kematian bayi di Kalsel
sebanyak 804 kasus (sumber BPS). Sedangkan Angka Kematian Ibu juga
masih terbilang tinggi, karena masih jauh diatas angka nasional yaitu laporan
tahun 2015 menunjukkan 89 kasus jumlah kematian ibu melahirkan. Selain
itu Umur Harapan Hidup (UHH) lebih umum disebut sebagai indikator yang
mewakili pembangunan kesehatan, di tahun 2015 UHH Provinsi Kalimantan
Selatan sebesar 67.47 tahun dan angka ini meningkat dibadingkan tahun
sebelumnya. Meskipun demikian UHH Provinsi Kalimantan Selatan masih
dibawah angka nasional. Telaah kajian indikator kesehatan pada RPJMD
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021 merupakan gabungan dari
46 pedoman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN),
Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM) 2014 serta Permendagri No. 86 Tahun 2017.
Pencapaian perencanaan kesehatan masyarakat daerah yang optimal
dan efisien, pemilihan program dan kegiatan pembangunan sangat
tergantung dari prioritas-prioritas yang diambil sebagai bentuk akselerasi
penyelesaian permasalahan kesehatan. Oleh karena itu, perlu adanya
pengkajian terhadap berbagai isu-isu yang berkembang menjadi isu-isu
strategis. Isu-isu strategis merupakan berbagai persoalan baik di tingkat
internasional, nasional, hingga regional. Isu-isu strategis kesehatan di
Provinsi Kalimantan Selatan dirumuskan melalui identifikasi berbagai
permasalahan kesehatan daerah, regional, nasional, maupun fenomena
internasional yang bersifat strategis dari berbagai bidang dan memiliki
pengaruh terhadap agenda pembangunan lima tahun ke depan. Rumusan
dari isu strategis tersebut akan mencakup isu internasional, isu nasional, dan
isu regional yang saling memiliki hierarki secara langsung. Berdasarkan hasil
kajian, dirumuskan Isu Strategis dan Tujuan sebagai berikut.
Tabel 4 Rangkuman Isu Strategis dan Tujuan
No Data Masalah Isu Strategis Tujuan Indikator
Outcome SKPD
Penanggung Jawab
1. IPM Kalsel 2016 = 69,05 dan IPKM kalsel = 0,6487
Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan IPKM Kalsel masih rendah
Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kal Sel masih berada pada urutan 26 dari 34 provinsi di Indonesia dan IPKM berada pada posisi 32 dari 34 provinsi di Indonesia
Meningkatnya status kesehatan masyarakat Kalimantan Selatan
a. Kesehatan Balita
b. Kesehatan Reproduksi
c. Pelayanan Kesehatan
d. Perilaku Kesehatan
e. Penyakit Tidak Menular
f. Penyakit Menular
Dinas Kesehatan
47 No Data Masalah Isu Strategis Tujuan Indikator
Outcome SKPD
Penanggung Jawab
g. Kesehatan Lingkungan
2 Data Pencandu Narkoba Kalsel Tahun 2015 = 55.598 pecandu dan meningkat 2000 orang setiap tahunnya
Banyaknya masyarakat kalsel yang terjerat narkoba
Semakin merebaknya peredaran narkotika di kalangan masyarakat Kalimantan Selatan
Menurunkan angka pecandu narkoba
angka pecandu narkoba
BNN
3. Laju pertumbuhan penduduk kalsel = 1,84 pertahun
Pertumbuhan penduduk kalsel masih tinggi
Tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi berakibat pada tingginya kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan
Mengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan
Kepadatan Penduduk
BKKBN, BPS
4 Data statistik hingga April 2017 tercatat sekitar 1.271.343 kepersertaaan dari 2.711.529 jumlah penduduk di Kalsel menjadi anggota BPJS.
Rendahnya penduduk kalsel yang menjadi anggota BPJS
Universal Health Coverage
Meningkatnya daya tanggap (Responsiveness) dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang Kesehatan
Data Kepesertaan BPJS
BPJS, Dinas Kesehatan
Perencanaan pembangunan kesehatan masyarakat di daerah memiliki
peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
48 Oleh karena itu, dalam merumuskan kebijakan pembangunan daerah,
kualitas analisis permasalahan kesehatan masyarakat di daerah baik
melalui identifikasi, pemahaman, hingga solusi menjadi salah satu poin
penting. Terkait dengan hal tersebut, analisis permasalahan kesehatan
dapat memberikan petunjuk bagi pemerintah dalam menemukan
permasalahan utama yang dihadapi sehingga berbagai program
pembangunan kesehatan yang dirumuskan dapat lebih efektif dan efisien
dalam mewujudkan sasaran pembangunan.
Data morbidity (angka kesakitan) yang terangkum dalam profil Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan untuk penyakit TB
Paru di tahun 2015 baru ditemukan 3.328 kasus penderita TB BTA Positif
yang artinya hamper 60% penderita di Kalsel belum ditemukan. Untuk
targetnya sebesar 225 per 100.000 penduduk pada tahun 2015. Upaya
penanggulangan TB capaian di tahun 2015 dilihat dari angka CDR sebesar
43.7% dan angka RT sebesar 94.36%. Kejadian kasus diare di Kalsel
menggambarkan fluktuatif sepanjang tahun dan ditahun 2010 menunjukkan
angka 66.765 kasus. Penyebaran kasus HIV/AIDs di Kalsel selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil laporan kumulatif di tahun
2015 terdapat 229 orang menderita HIV dan 66 orang menderita AIDS.
Beberapa penyakit bersumber binatang yang ada di Kalsel, untuk data
kejadian malaria sesuai hasil Riskesdas 2010 menunjukkan angka kejadian
19.3% dan persentase ini berada dibawah angka nasional yaitu sebesar
22.9 %. Kasus DBD di tahun 2015 dengan IR/1000 penduduk adalah
sebesar 11.03 sedangkan kasus Filaria berada pada posisi 16 dari 33
provinsi di Indonesia, dengan jumlah penderita kronis sebanyak 144 orang.
Kasus gizi buruk juga masih menjadi kendala besar di dalam
pencapaian kesehatan masyarakat Kalsel, dimana data tahun 2015
menunjukkan persentase kejadian gizi buruk berdasarkan diagnosa, yaitu :
49
NO KATEGORI KASUS (%)
1 Marasmus 37%
2 Kwashiorkor 3%
3 Marasmus + Kwashiorkor 14%
4 Non Klinis 46%
Untuk cakupan pemberian vitamin A pada balita dengan target minimal
80% hanya dipenuhi oleh 4 kabupaten yaitu : Tapin, Hulu Sungai Selatan,
Tanah Laut dan Barito Kuala, sedangkan persentase balita BGM di tahun
2010, angka tertinggi sebesar 7.79% ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Sumber daya kesehatan merupakan perangkat dalam proses
implementasi/penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Jika sumber daya
kesehatan baik/memenuhi standard maka hasil nya pun akan baik. Data
jumlah puskesmas di tahun 2015, di Kalsel sudah terdapat 228 unit
puskesmas perawatan dan non perawatan. Sedangkan untuk rumah sakit
saat ini berjumlah 15 unit.
Permasalahan kesehatan yang telah dikaji dan dianalisa dengan baik
akan memberikan kemudahan pemerintah serta stake holder memprediksi
berbagai peluang ataupun prediksi ancaman/gangguan/hambatan bagi
pelaksanaan kesehatan masyarakat di daerah.
4.2 Sinkronisasi Indikator Kinerja Bidang Kesehatan di RPJMD 2016-
2021
Strategi atau Prioritas Pembangunan memberikan gambaran,
bagaimana berbagai sasaran pembangunan dapat dicapai melalui program-
program pembangunan. Hasil kajian ini merumuskan 8 (delapan) sasaran
dan strategi, yang mana perencanaan strategis merupakan proses
mengagendakan aktivitas pembangunan, selain itu juga merancang
segala program yang mendukung dan menciptakan layanan masyarakat
50 agar dapat dilakukan dengan baik. 8 sasaran ini merupakan pengembangan
dari sasaran sebelumnya yang dituliskan di dalam RPJMD yang berbunyi
“Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat” dengan strategi terbatas
pada Peningkatan Promosi Kesehatan serta Peningkatan kualitas layanan
kesehatan.
Berikut ini pemetaan program dan indikator di bidang kesehatan yang
bersumber pada RPJMN, IPKM, Permendagri No.86 Tahun 2017 serta
pohon Kinerja yang menjadi acuan pembuatan Renstra Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan yang dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5 Program dan Indikator Kinerja sesuai dengan Arah Kebijakan
No Data Masalah Isu Strategis
1. IPM Kalsel 2016 = 69,05 dan IPKM Kalsel = 0,6487
Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan IPKM Kalsel masih rendah
Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalsel masih berada pada urutan 26 dari 34 provinsi di Indonesia dan IPKM berada pada posisi 32 dari 34 provinsi di Indonesia
2. Data Pecandu Narkoba Kalsel Tahun 2015 = 55.598 = pecandu dan meningkat 2000 orang setiap tahunnya
Banyaknya masyarakat Kalsel yang terjerat Narkoba
Semakin merebaknya peredaran narkotika di kalangan masyarakat Kalimantan Selatan
3. Laju pertumbuhan penduduk Kalsel = 1,84 pertahun
Pertumbuhan penduduk Kalsel masih tinggi
Tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi berakibat pada tingginya kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan
4. Data statistik hingga April 2017 tercatat sekitar 1.271.343 kepersertaan dari 2.711.529 jumlah penduduk di Kalsel menjadi anggota BPJS
Rendahnya penduduk Kalsel yang menjadi anggota BPJS
Universal Health Coverage
Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat masalah yang muncul dari data-data
yang berhubungan dengan indikator IPKM. Dari masalah tersebut,
dirumuskan isu-isu strategis yang akan dirumuskan tujuan, sasaran isu dan
51 stategi untuk memecahkan isu strategis tersbut yang tertuang dalam tabel 6
berikut.
Tabel 6 Isu Strategis, Tujuan, Sasaran dan Strategi
No Issu Strategis Tujuan Sasaran Strategi
1. Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalsel masih berada pada urutan 26 dari 34 provinsi di Indonesia dan IPKM berada pada proporsi32 dari 34 provinsi di Indonesia
Meningkatnya status kesehatan masyarakat Kalimantan Selatan
1. Meningkatnya status Kesehatan Balita
2. Meningkatnya status Kesehatan Reproduksi
3. Terpenuhnya Pelayanan Kesehatan
4. Terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
5. Terkendalinya Penyakit Tidak Menular dan Penyalahgunaan NAPZA
6. Terkendalinya Penyakit menular
7. Terwujudnya Lingkungan yang sehat
8. Meningkatnya pengelolaan data dan informasi kesehatan
1. Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja dan Lansia
2. Peningkatan Status Gizi Masyarakat
3. Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular serta Penyehatan Lingkungan
4. Peningkatan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
5. Pemenuhan ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Pengawasan Obat dan Makanan
6. Pemenuhan ketersediaan dan mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
7. Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
8. Peningkatan pengelolaan data dan informasi
52 No Issu Strategis Tujuan Sasaran Strategi
kesehatan
2. Semakin merebaknya peredaran narkoba di kalangan masyarakat Kalimantan Selatan
Meningkatkan pencegahan dan penanganan penyalahgunaan Narkoba
Terkendalinya Penyakit Tidak Menular dan Penyalahgunaan NAPZA
1. Pengendalian Penyakit tidak menular dan Penyalahgunaan NAPZA
2. Peningkatan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
3. Pemenuhan Pengawasan Obat dan Makanan
4. Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
3. Tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi berakibat pada tingginya kebutuhan sarana dan prasarana kedehatan
Mengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan
Meningkatnya status Kesehatan Reproduksi
Peningkatan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi
4. Universal Helath Coverage
Meningkatnya daya tanggap (Responsiveness) dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang Kesehatan
1. Meningkatnya status Kesehatan Balita
2. Meningkatnya statuis Kesehatan Reproduksi
3. Terpenuhnya Pelayanan Kesehatan
Peningkatan pelayanan kesehatan dengan mengedepankan kendali mutu dan kendali biaya
53
4.3 Penetapan Indikator Kinerja Pembangunan Kesehatan di Kalimantan
Selatan
Berdasarkan tabel 6 diatas, perlu di rumuskan indikator RPJMD yang
mengacu pada indikator IPKM berdasarkan tabel 7, tabel 9, tabel 11 dan
tabel 13 berikut.
Tabel 7. Tujuan Pertama : Meningkatnya status kesehatan masyarakat Kalimantan Selatan
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
1 Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja dan Lansia
1. Akselerasi Pemenuhan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia
2. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan
3. Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas Pembiayaan Kesehatan
1. Program Kesehatan Ibu dan Anak
2. Program Kesehatan Reproduksi
3. Program Pembinaan dan pelayanan Kesehatan Lansia
4. Program Pembinaan Upaya Kesehatan Khusus
5. Program penguatan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
6. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
1. Persentase persalinan di fasilitas kesehatan (Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan)
2. Komplikasi obstetri yang tertangani di RS PONEK (Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani)
3. Persentase kunjungan Neonatal
4. Prevalensi bayi BBLR
5. Contraceptive prevalence rate
6. Persentase MKJP (proporsi KB)
7. Persentase ASI ekslusif
8. Imunisasi dasar lengkap
9. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
11. Persentase kab/kota yang mencapai 95% Imunisasi pada anak sekolah/ BIAS
12. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 (1-1-2)
13. Angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
14. Angka kelangsungan hidup bayi
15. Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup
16. Angka kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup
17. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
18. Cakupan kunjungan bayi
19. Cakupan pelayanan nifas
20. Cakupan neonates dengan komplikasi yang ditangani
21. Cakupan pelayanan balita
22. Persentase Puskesmas yang melaksanakan P4K
54
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
10. Persentase kb/kota yang mencapai 95% Imunisasi lanjutan/booster pada balita
23. Persentase Puskesmas yang menyelenggerakan pelayanan kesehatan remaja
24. Persentase Puskesmas yang melaksanakan Santun Lansia
2 Peningkatan Status Gizi Masyarakat
Mempercepat perbaikan Gizi Masyarakat
Program Bina Gizi 1. Prevalensi kekurangan gizi pada anak dibawah 5 tahun
2. Ibu hamil yang mendapat tablet besi
3. Persentase anemia pada bumil
4. Persentase stunting pada anak dibawah 2 tahun (balita sangat pendek dan pendek)
5. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang
6. Prevalensi bumil KEK (Lila , 23,5)
7. Prevalensi balita gemuk
8. Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat Perawatan
9. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di abwah tingkat konsumsi minimum (standar t=yang digunakan Indonesia 2.100 Kkal/kapital/hari)
10. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin
11. Cakupan penjaringan siswa SD dan setingkat
12. Persentase remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah
13. Persentase Bayi Baru Lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
14. Persentase Ibu Hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
15. Persentase Balita Kurus yang mendapat PMT
3 Pengendalian Penyakit Menular dan tidak menular sertaPenyehatan Lingkungan
Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
1. Cakupan penemuan dan penanganan penderita TBC BTA
2. Eliminasi kusta, frambusia
3. Prosentase penduduk dengan aktivitas fisik
4. Prosentasi penduduk > 15 tahun yang merokok
5. Prosentase penduduk konsumsi buah dan sayur yang
30. Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi Penggunaan kondom pada hubungan seks bersiko tinggi terkahir
31. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS
32. Cakupan desa/kelurahan yang
55
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
cukup 6. Prosentase kawasan
sehat 7. Prevalensi
pneumonia 8. Cakupan balita
pneumonia yang ditangani
9. Prevalensi diare pada balita
10. Penderita diare yang ditangani
11. Prevalensi ISPA balita
12. Prevalensi hipertensi
13. Prevalensi cedera 14. Prevalensi diabtes
mellitus 15. Prevalensi
gangguan mental 16. Proporsi obestias
sentral 17. Prevalensi sakitgigi
dan mulut 18. Prosentase
penduduk dengan akses air bersih yang layak
19. Prosentase penduduk dengan akses sanitasi yang layak
20. Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak
21. Non Polio AFP rate per 100.000 penduduk
22. Tingkat prevalensi Tubercolusis (per 100.000 penduduk)
23. Tingkat kematian kerana tubercolusis (per 100.000 penduduk)
24. Proporsi jumlah kasus tubercolusis yang terdeteksi program DOTS
mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam
33. Jumlah kab/kota menyelenggarakan surveilans HIV dan Spillis
34. Persentase cakupan pengobatan massal Filariasis terhadap jumlah penduduk endemis
35. Persentase kasus Zoonosis lainnya yang ditangani sesuai standart
36. Persentase kab/kota yang melakukan Pengendalian Vektor terpadu
37. Terselenggaranya Desiminasi Informasi dan KIE
38. Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan STBM
39. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan
40. Persentase sekolah dan Puskesmas yang memenuhi persyaratan kesehatan
41. Persentase TPM yang dilakukan pengawasan
42. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan KKS
43. Persentase Kab/Kota yang melakukan PE < 24 jam
44. Jumlah penemuan kasus AFP 2/100.000 anak usia 15 tahun
45. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
46. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Respon Dini Pada
56
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
25. Cakupan penemuan dan penanganan penderita DBD
26. Angka kejadian malaria
27. Tingkat kematian akibat malaria
28. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida
29. Proporsi anak balita dengan demam yang diobati dengan obat anti malaria yang tepat
Penyakit yang bisa menimbulkan Wabah
47. Karantina sumber penyebab penyakit menular
48. Persentase wanita usia 30-50 tahun yang dideteksi KLR dengan metode IVA
49. Mempertahankan prevalensi obesitas
50. Persentase Puskesmas yang melaksanakan PTM Terpadu
4 Peningkatan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
1. Meningkatkan Akses pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas
2. Meningkatkan Akses pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas
1. Program pembinaan upaya kesehatan dasar
2. Program pembinaan upaya kesehatan rujukan
1. Persentase fasilitas kesehatan yang memenuhi standard
2. Persentase fasilitas kesehatan yang terakreditasi
3. Persentase fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya preventif dan promotif sesuai standar
4. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin
5. Cakupan Puskesmas
6. Cakupan Puskesmas Pembantu
7. Rasio Puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk
8. Jumlah Puskesmas yang melaksanakan PIS PK
9. (Persentase klinik perorangan yang ber mitra sesuai dengan standar)
10. Terbentuknya sistem rujukan Nasional
11. Terbentuknya medical record system
12. Cakupan Pelayanan Kesehatan
13. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS)
14. Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit yang melaksanakan Kesehatan Tradisional
5 Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Pengawasan Obat
1. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan
2. Meningkatkan Pengawasan
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
1. Persentase pelayanan kefarmasian yang tepat waktu
2. Presentase penggunaan obat sesuai formularium/pedoman pengobatan
3. Ketersediaan obat
13. Persentase produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) di peredaran yang memnuhi syarat sebesar 83%
14. Jumlah Instalasi Farmasi Rumah Sakit pemerintah yang
57
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
dan Makanan
Obat dan Makanan
prioritas essensial untuk mendukung sasaran umum (penurunan kematian ibu dan anak, TB, malaria dan HIV)
4. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 90%
5. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri sebesar 35.
6. (Persentase Kab/Kota yang melaksanakn pendataan kesehatan Tradisional)
7. Persentase obat beredar yang memenuhi standar
8. Persentase makanan yang memenuhi standar
9. Persentase Kab/Kota yang sudah mengalokasikan anggaran untuk pengawasan makanan
10. Jumlah hasil produk PIRT yang memiliki ijin
11. Jumlah kasder PIRT yang mendapat pelatihan Cara Produksi pangan yang Baik (CPPB)
12. Persentase ketersediaan obat buffer stock provinsi
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
15. Persentase Puskesmas melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar
16. Perdentase Apotik melaksanakan peayanan kefarmasian susuai standar
17. Jumlah simplisia yang dihasilkan oleh P4T0 sesuai standar
18. Jumlah peralatan kesehatan yang terdistribusikan ke fasyankes sesuai kebutuhan
19. Jumlah alat kesehatan yang diklaribrasi sesuai standar
20. Jumlah petugas operator alat kesehatan yang memahami penggunaan alat kesehatan sesuai prosedur
21. Jumlah Alat Kesehatan yang memiliki izin
22. Jumlah dokumen Perencanaan Kebutuhan Obat Terapdu
23. Persentase penggunaan obat rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
24. Persentase penggunaan obat sesuai Formularium nasional di Fasilitas Kesehatan Dasar
58
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
6 Pemenuhan ketersediaan dan mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia kesehatan
Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
1. Persentase fasilitas kesehatan yang terpenuhi kebutuhan tenaga kesehatannya
2. Jumlah tenaga kesehatan di daerah terpencil dan sulita terpenuhi
3. Proporsi kecamatan dengan kecukupan dokter (rasio dokter per satuan penduduk)
4. Proporsi kecamatan dengan kecukupan bidan (rasio tenaga medis per satuan penduduk)
5. Persentase tenaga kesehatan yang lulus uji kompetensi
6. Jumlah Puskesmas yang mempunyai ketenagaan sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014
7. Jumlah RSUD Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah terpenuhi Nakes sesuai Permenkes
8. Jumlah tenaga kesehatan strategis yang mendapatkan pengetahuan tentang tugas di lapangan
9. Jumlah Nakes teladan tingkat Provinsi
10. Jumlah Nakes yang teregitrasi (STR) jumlah fungsional yang melaksanakan uji kompentensi
11. Persentase Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit yang profesional dalam memberikan Yankestrad
12. Presentase RS yang memnuhi standar ketenagaan
7 Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat
Program Promosi Kesehatan
1. Presentase penduduk yang melakukan aktifitas fisik
2. Presentase penduduk dengan konsumsi buah dan sayur cukup
3. Prevalensi merokok pada anak-anak
4. Proporsi perilaku cuci tangan
5. Proporsi perilaku BAB
6. Proporsi aktifitas fisik
7. Proporsi gosok gigi 8. Jumlah UKBM yang
aktif 9. Presentase Keluarga
Sehat 10. Terlaksananya
12. Terlaksananya gerakan masyarakat hidup sehat kepada masyarakat (persentase kabupaten/Kota yang melaksanakan minimal 5 tema kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
13. Terlaksananya pemberdayaan kesehatan masyarakat
14. (posyandu aktif, dana desa untuk UKBM, Puskesmas yang mempunyai pangkalan Saka Bakti Husada)
15. Proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu
16. Rasio posyandu per satuan balita
59
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikiator
promosi kesehatan dan pemberdayaan kepada masyarakat (Persentase Kab/Kota yang memiliki kebijakan PHBS)
11. Jumlah Kab.kota yang melaksanakan pemberdayaan masyarakat tentang penggunaan obat rasional (GEMA CERMAT)
17. Jumlah Kelompok Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional
8 Peningkatan Pengelola data dan informasi kesehatan
Menguatkan Manajemen, penelitian Pengembangan dan Sistem Informasi
Program Sistem Informasi Kesehatan
1. Terbentuknya Sistem Informasi terintegrasi
2. Terbentuknya sistem insentif tenaga kesehatan
3. Presesntase penelitian sebagai dasar kebijakan kesehatan
4. Terbentuknya Pusat kritis Kesehatan Daerah
5. Persentase Kabupaten/kota yang melaporakan data kesehatan prioritas
6. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk pelaksanaan e-kesehatan
7. Persentase Puskesmas yang melakukan manajemen Puskesmas
Berdasarkan tabel 7, dalam perumusan indikator, perlu adanya indikator kinerja dan
capaian kinerja. Adapun, capaian kinerja dari indikator pada tabel 7 dapat dilihat pada
tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8 Indikator Kinerja dan Capaian Kinerja
No Indikator
Capaian Kinerja No Indikator
Capaian Kinerja
2013 2021 2016 2021
1 Presentase gizi buruk dan kurang
27,40 19,63 31 Prevalensi Tbper 100.000 penduduk
245
2 presentase pendek dan sangat pendek
44,24 37,21 32 Prevalensi HIVpada populasi dewasa (persen)
< 0,5
3 Gemuk 9,85 11,76 33 Jumlah kab/koya mencapai eliminasi malaria
13
4 Cakupan penimbangan bayi dan balita
62,76 68,28 34 Persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas
40
60
No Indikator
Capaian Kinerja No Indikator
Capaian Kinerja
2013 2021 2016 2021
kesehatan lingkungan
5 Cakupan imunisasi lengkap 46,85 50,39 35 Prevalensi tekanan darah tinggi (persen)
23,4
6 Kunjungan Neonatalo (KN1) 95,02 88,73 36 Prevalensi berat badan lebih dari obesitas pada penduduk usia 18 + tahun (persen)
15,4
7 MKJP 5,91 11,28 37 Prevalensi merokok pada usia < 18 tahun
5,4
8 Kunjungan antenatal lengkap (K4)
54,36 60,93 38 Persentase 40
9 KEK pada WUS 23,03 20,97 39 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lenkgap pada bayi
95
10 Merokok 25,66 29,31 40 Persentase ketersediaan obat dan baksin di Puskesmas
90
11 Cuci tangan dengan benar 32,35 47,01 41 Persentase obat yang memenuhi syarat
94
12 BAB di jamban 75,52 82,59 42 90,1
13 Aktivitas fisik cukup 20,86 22,82 43 Menurunnya angka kematian ibu per 1.000.000 penduduk
306
14 Menggosok gigi dengan benar
4,69 2,14 44 Menurunnya angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup
24
15 Persalinan oleh Nakes di Faskes
42,49 69,99 45 Menurunnya BBLR 8
16 Proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk
3,30 9,55 46 Meningkatnya persentase rumah tangga ber PHBS
70%
17 Proporsi desa dengan kecukupan jumlah posyandu per desa
11 40,72 47 Prevalensi anemia ibu hamil 28
18 Proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per desa
31,20 24,54 48 Presentasi bayi kurang 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif
50
19 Kepemilikan jaminan kesehatan nasional
39,14 49,47 49 Prevalensi kurang gizi balita 17
20 Hipertensi 29,09 24,33 50 Prevalensi wasting balita 9,5
21 Cedera 9,64 8,25 51 Prevalensi Stunting Baduta 28
22 Diabetes Mellitus 1,37 1,53
23 Gangguan mental 5,09 5,98
24 Obesitas sentral 25,94 26,60
25 Sakit gigi dan mulut 36,10 25,93
26 Pneumonia 2,86 2,14
27 Diare 10,78 7,04
28 ISPA 42,82 42,82
29 Akses sanitasi 54,03 58,19
30 Akses dan sarana air bersih 43,75 50,41
61
Tujuan kedua dari indikator IPKM yaitu meningkatkan pencegahan dan penanganan
narkoba. Indikator dari tujuan tersebut dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 9. Tujuan kedua : Peningkatkan pencegahan dan penanganan penyalahgunaan Narkoba
No Strategi Arah kebijakan Program Indikator
1 Pengendalian Penyakit tidak menular Penyalahgunaan NAPZA
Meningkatkan Pengendalian Penyakit tidak menular dan kejiwaan
Program Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA
Jumlah pelayanan kesehatan sebagai IPWL (Institut Penerima Wajib lapor) di provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan rehabilitasi medis pada penyalahgunaan NAPZA
Jumlah sekolah sehat di Kab/kota yang melaksanakan pencegahan dan pengendalian masalah siswa dan NAPZA di sekolah PAUD, SD, SMP, SMA dan yang sederajat
2 Peningkatan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan dasar dan Rujukan
3. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas
Program Pembinaan upaya kesehatan dasar
1. Jumlah Kab/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan Upaya kesehatan jiwa dan NAPZA
2. Jumlah Kab/Kota yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan (PPT dan PKT) yang melaksanakan penanganan dampak spikologis korban kekerasan dan pelaku kejahatan seksual pada anak dan remaja
4. Meningkatkan Akses pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas
Program pembinaan upya kesehatan rujukan
1. Jumlah Kab/Kota yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan (PPT dan PKT) yang melaksanakan penanganan dampak psikologis korban kekerasan dan pelaku kejahatan seksual pada anak dan remaja
3 Pemenuhan Pengawasan Obat dan
Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan
Program Pengawasan Obat
Presentase obat beredar yang memenuhi standar
62
No Strategi Arah kebijakan Program Indikator
Makanan
4 Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Program promosi kesehatan Remaja dan NAPZA
Terselenggaranya Desiminasi Informasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa
Berdadsarkan tabel 9, perlu adanya capaian kinerja. Adapun, capaian idikator
kinerja dari tabel 9 dapat dilihat dari tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Capaian indikator kinerja peningkatkan pencegahan dan penanganan
penyalahgunaan Narkoba
No Indikator
Capaian
2016 2021
1 Persentase fasilitas pelayanan kesehatan institusi penerima wajib lapor (IPWL) pecandu narkoba aktif
50
2 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa
60%
3 Persentase RS umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa
60
Tujuan ketiga dari IPKM yaitu mengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan
Selatan. Indikator dari tujuan ini dapat dilihat pada tabel 11 berikut.
Tabel 11. Tujuan ketiga : Mengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikator
1 Peningkatan Pelayanan KB dan kesehatan Reproduksi
Penguatan pelkayanan KB dan kesehatan reproduksi
Program Kependudukan, keluarga berencana dan Pembangunan keluarga
1. Persentase laju pertumbuhan penduduk (LPP)
2. Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR per WUS (15-19 tahun)
3. Persentase pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
5. Persentase penggunaan MKJP
6. Persentase kebutuhan ber KB yang tidak terpenuhi (unmet need)
7. Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 atau ASFR 15-19 tahun
8. Persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-19 tahun)
63
No Strategi Arah Kebijakan Program Indikator
prevalence rate/CPR)
4. Persentase tingkat putus pakai kontrasepsi
Adapun, indikator capaian kinerja dari tabel 11 dapat dilihat pada tabel 12 berikut.
Tabel 12. Capaian Indikator Kinerja Pengendalikan pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan
No Indikator
Capaian Kinerja No Indikator
Capaian Kinerja
2013 2021 2016 2021
1 Persentase laju pertumbuhan penduduk (LPP)
1,19 5 Oersentase penggunaan MKJP 23,5
2 Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR per WUS (15-49 tahun)
2,28 6 Persentase kebutuhan ber Kbyang tidak terpenuhi (unmet need)
9,91
3 Persentase pemakaian kontrasepsi (Contraceptive prevalence rate/CPR)
66,0 7 Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 atau ASFR 15-19 tahun/1000 kelahiran
38
4 Persentase tingkat putus pakai kontrasepsi
24,6 8 Persentase kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15-49 tahun)
6,6
Tujuan keempat dari IPKM yaitu meningkatkan daya tanggap (Responsiveness)
dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang kesehatan.
Adapun, indikator dari tujuan ini dapat dilihat dari tabel 12 berikut.
Tabel 13. Tujuan keempat dari IPKM yaitu meningkatkan daya tanggap (Responsiveness) dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang kesehatan.
No Strategi Arah kebijakan Program Indikator
1 Peningkatan pelayanan kesehatan dengan mengedepankan kendali mutu dan kendali biaya
Peningkatan Cakupan kepesertaan Melalui KIS
Program Penguatan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS)
1. Persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan
2. Persentase masyarakat miskin yang terintegrasi Jamkesda ke JKN
3. Persentase kab/kota yang melaksanakan integrasi JKN
Peningkatan Jumlah Faskes yang menjadi Penyedia layanan sesuai
Jumlah Puskesmas Klinik dan RS yang bekerjasama dengan BPJS Terbentuknya sistem
Terbentuknya Health Technology Assesment (HTA)
64
standar monev JKN
Berdasarkan tabel 13 diatas, indikator capaian kinerja dapat dilihat pada tabel 14 berikut
Tabel 14. Capaian Indikator Kinerja meningkatkan daya tanggap (Responsiveness) dan Perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial dibidang kesehatan.
No Indikator Capaian
2016 2021
1 Meningkatnya indeks resposiveness terhadap pelayanan kesehatan 8
2 Meningkatnya jumlah penduduk yang mempunyai jaminan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu (SJSN)
95%
3 Unmet need pelayanan kesehatan 1
4 Jumlah Puskesmas, RS yang bekerjasama dengan BPJS 100%
Perumusan arah kebijakan merupakan penjabaran dari strategi yang
diterjemahkan ke dalam rencana program - program prioritas pembangunan. Arah
kebijakan memberikan arah perumusan rencana program prioritas pembangunan
agar selaras dengan strategi dan sasaran pembangunan jangka menengah.
Selain itu, arah kebijakan harus disertai kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah dan menjadi pedoman bagi Perangkat Daerah dalam menyusun program
dan kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) masing-masing, dalam hal ini
Renstra yang dimaksud ialah yang dibuat oleh SKPD terkait dalam pembangunan
kesehatan masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan.
Tabel 15 Matrik Kegiatan Strategis RPJMD Bidang Kesehatan
No Kegiatan Strategis SKPD
1 Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja dan Lansia
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit
2 Peningkatan Status Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian
3 Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular serta Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Lingkungan hidup
4 Peningkatan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Dasar dan
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Pekerjaan Umum
65 No Kegiatan Strategis SKPD
Rujukan.
5 Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Pengawasan Obat dan Makanan
Dinas Kesehatan, Balai POM, BNN
6 Pemenuhan ketersediaan dan mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
Badan Kepegawaian Daerah
7 Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Dinas Kesehatan
8 Peningkatan pengelolaan data dan informasi kesehatan
Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Isu strategis dari RPJMD sebelum kajian yaitu membangun dan
mempercepat penguatan pangan, perlunya perhatian serius terkait
kondisi lingkungan hidup dan peningkatan infrastruktur di Kalimantan
Selatan, sedangkan isu strategis setelah kajian yaitu angka indeks
pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Selatan masih berada pada
urutan 26 dari 34 provinsi dan IPKM masih berada pada posisi 32 dari 34
provinsi di Indonesia. Semakin merebaknya peredaran narkoba di
kalangan masyarakat Kalimantan Selatan. Tingkat pertumbuhan
penduduk yang masih tinggi berakibat pada tingginya kebutuhan sarana
dan prasarana dan Universal Health Coverage.
2. Tujuan dari RPJMD setelah kajian yaitu meningkatnya status kesehatan
masyarakat Kalimantan Selatan. Meningkatnya pencegahan dan
penangganan penyalahgunaan narkoba. Mengendalikan pertumbuhan
penduduk Kalimantan Selatan dan meningkatkan daya tanggap
(responsiveness) da perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan
finansial dibidang kesehatan.
3. Sasaran dari RPJMD sebelum kajian yaitu meningkatka derajat kesehata
masyarakat, sedangkan sasaran dari RPJMD setelah kajian yaitu
meningkatnya status kesehatan balita, status kesehatan reproduksi,
terpenuhinya pelayanan kesehatan, terwujudnya perilaku hidup bersih
dan sehat, terkendalinya penyakit tidak menular dan penyalahgunaan
NAPZA, terkendalinya penyakit menular, terwujudnya lingkungan sehat
dan meningkatnya pengelolaan data dan informasi kesehatan.
4. Strategi RPJMD sebelum kajian yaitu peningkatan promosi kesehatan
dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Sedangkan strategi
67
RPJMD setelah kajian yaitu peningkatan kesehatan ibu, anak remaja dan
lansia. Penigkatan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit
menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan, peningkatan
akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pemenuhan
ketersediaan farmasi, alkes dan oengawasan obat dan makanan.
Pemenuhan ketersediaan dan mutu SDMK, peningkatan promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat serta peningkatan
pengelolaan data dan informasi kesehatan.
5. Arah kebijakan dari RPJMD sebelum kajian yaitu pengembanga
kesadaran pola hidup sehat, meningkatkan pelayanan kesehatan pada
institusi pelayanan kesehatan, peningkatan kesehatan berbasis
masyarakat, meningkatkan pelayanan supply air bersih dan sanitasi layak
dan fasilitas penyediaan pemukiman sehat. Sedangkan arah kebujakan
setelah kajian yaitu akselerasi pemenuhan akses dan mutu pelayanan
kesehatan ibu, anak, remaja dan lanjut usia. Mempercepat perbaikan gizi
masyarakat, meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan. Meningkatkan akses pelayana kesehatan dasar dan rujukan
yang berkualitas, meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan,
pemerataa dan kualitas farmasi dan alat kesehata. Meningkatkan
pengawasan obat dan makanan, meningkatkan ketersediaan,
penyebaran, mutu, sumber daya manusia kesehtan, meningkatkan
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. selain itu juga
menguatkan manajemen penelitian dan pengembangan dan sistem
informasi, memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional
(SJSN) bidang kesehatan dan mengembangkan dan meningkatkan
efektifitas pembiayaan kesehatan.
6. Indikator kinerja RPJMD sebelum kajian yaitu penyediaan tenagan
promosi kesehatan, rumah tangga memiliki tempat sampah, penurunan
kasus penyakit menular, pemenuhan obat dan perbekalan kesehatan,
68
penurunan masyarakat bermasalah gizi, persentase institusu kesehatan
yang dibina, peningkatan kelembagaan masyarakat bidang kesehatan,
sarana pelayanan yang memiliki rujukan, jaminan kesehatan nasional
kesehatan masyarakat, meningkatnya penggunaan obat rasional, rumah
sakit yang memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi standard an
persentase pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Sedangkan
indikator kinerja dari RPJMD setelah kajian yaitu kombinasi dari indikator
IPKM (30 indikator), RPJMN dan Permendagri 84/2017.
5.2 Rekomendasi
1. Indikator kinerja bidang kesehatan di RPJMD Provinsi Kalimantan
Selatan dalam rangka pencapaian IPM perlu dtambah berdasarkan pada
indikator IPKM dan RPJMN.
2. Penentuan besar target indikator kinerja yang telah dicantumkan
sebagian besar mengikuti target tahun 2019 yang telah ada, sehingga
perlu dilakukan penyesuaian dengan memperbesar target dan
penambahan untuk pencapaian target tahun 2021.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramita.
Cadman, David, dan Leslie Austin-Crowe. 1991. Development Property. Third
Edition. London: E&FN Spon. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan selatan. 2015. Profil Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan selatan. Banjarmasin. Foley, Donald. 1967. An Approach to Metropolitan Spatial Structure.
Pennsylvania: University Of Pennsylvania Press. Indrawati, Sri Mulyani. 1994. Permasalahan Sistem dan Strategi
Perencanaan Pembangunan Daerah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perencanaan Pengembangan Wilayah Kabupaten Dati II dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Kerjasama Jurusan Planologi FTSP-ITB GTZ, Bandung.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Lapaoran Kinerja. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Rencana Aksi Direktorat Jendral Bina
Upaya Kesehatan 2015-2019. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Program Direktorat
Jendral Bina Gizi dan KIA. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2016-2019. Jakarta. Munir, Badrul. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah, Dalam Perspektif
Otonomi Daerah. NTB: Badan Penerbit Bappeda Prop NTB. Nurmandi, Achmad. 1999. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi dan
Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Lingkaran Bangsa.
Oetomo, Andi. 1998. Administrasi Perencanaan. Bahan Pra Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.
Poppe, Manfred, Syahroni & Luc Spyckerelle. 2001. Capacity Building for
Local Development Planning. Disampaikan dalam Konferensi Internasional IRSA ke-3. Jakarta: 20-21 Maret 2001.