LAPORAN
ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DAN ASEAN LAINNYA DI PASAR
PRODUK UTAMA INDONESIA
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2015
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK Viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
5
5
1.3. Ruang Lingkup Kajian 6
BAB II. TINJAUAN TEORITIS 7
2.1. Teori Perdagangan Internasional 7
2.2. Konsep Daya Saing 9
2.3. Penelitian Terdahulu 12
BAB III METODE PENELITIAN 15
3.1. Daya Saing Komparatif 15
3.2. Daya Saing Kompetitif 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19
4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
23
4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Otomotif Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.4. Posisi dan Daya Saing Produk Plastik Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.5. Posisi dan Daya Saing Produk Logam Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.6. Posisi dan Daya Saing Produk Mesin Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
32
41
50
58
68
ii
4.7. Posisi dan Daya Saing Produk Kayu Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.8. Posisi dan Daya Saing Produk Karet Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.9. Posisi dan Daya Saing Produk TPT Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.10. Posisi dan Daya Saing Produk Elektronik Indonesia
dan Negara ASEAN Lainnya
75
84
95
107
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 116
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Kebijakan
116
119
DAFTAR PUSTAKA 121
LAMPIRAN 123
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor Non Migas Indonesia ......................................................................................... 1
Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia ......................... 3
Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China ................. 4
Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas Kaki Dunia ..... 24
Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ........................................................... 27
Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia Dunia…….. .................................................................................... 33
Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama.................................................................... 36
Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif Dunia ...... 42
Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama .......................................................... 45
Tabel 4.7. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Plastik Dunia……… ................................................................................... 50
Tabel 4.8. Nilai RCA Produk Plastik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 53
Tabel 4.9. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Logam Dunia…….. .................................................................................... 58
Tabel 4.10. Nilai RCA Produk Logam Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ............................................................... 61
Tabel 4.11. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Mesin-Mesin Dunia….. ........................................................................................ 68
Tabel 4.12. Nilai RCA Produk Mesin Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 71
Tabel 4.13. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Kayu Dunia ............ 76
Tabel 4.14. Nilai RCA Produk Kayu Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 79
Tabel 4.15. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Karet Dunia …….. . 84
iv
Tabel 4.16. Nilai RCA Produk Karet Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 88
Tabel 4.17. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama TPT Dunia ............. 96
Tabel 4.18. Nilai RCA TPT Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................................. 99
Tabel 4.19. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Elektronik Dunia…….. ................................................................................. 108
Tabel 4.20. Nilai RCA Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................... 111
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Model Diamond Porter ............................................................... 17
Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porter’s Diamond ..... 21
Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia…… .................................................................................. 25
Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia…… ............................................................................ 26
Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki ................. 32
Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia .…….. .............................................................................. 34
Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Kimia Indonesia .. 35
Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia ....................... 40
Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................... 43
Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif Indonesia ......... 44
Gambar 4.10. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Otomotif ................... 49
Gambar 4.11. Posisi Produk Plastik Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................................ 51
Gambar 4.12. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Plastik Indonesia 52
Gambar 4.13. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Plastik ...................... 57
Gambar 4.14. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Logam ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 59
Gambar 4.15. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Logam Indonesia .................... 60
Gambar 4.16. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Logam ..................... 67
Gambar 4.17. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Mesin ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 69
Gambar 4.18. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Mesin Indonesia .............. 70
Gambar 4.19. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Mesin ....................... 74
vi
Gambar 4.20. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Kayu ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 77
Gambar 4.21. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Kayu Indonesia ............... 78
Gambar 4.22. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kayu ........................ 83
Gambar 4.23. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Karet ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 85
Gambar 4.24. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Karet Indonesia ............... 87
Gambar 4.25. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Karet ........................ 94
Gambar 4.26. Posisi Indonesia dan Eksportir TPT ASEAN lainnya di Pasar Dunia .. 97
Gambar 4.27. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor TPT Indonesia ................ 98
Gambar 4.28. Diagram Analisis Porter Diamond Produk TPT ........................ 106
Gambar 4.29. Posisi Indonesia dan Eksportir Elektronik ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................. 109
Gambar 4.30. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Elektronik Indonesia...... 110
Gambar 4.31. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Elektronik ............... 115
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kajian dengan judul “Analisis Daya Saing Indonesia dan ASEAN lainnya di
Pasar Produk Utama Indonesia” ini dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang telah dijadwalkan.
Ekspor non migas Indonesia saat ini masih didominasi oleh komoditas
primer. Dominasi komoditas primer tersebut menjadikan ekspor Indonesia
sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar internasional yang dinamis.
Selain itu, kebergantungan terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran
perdagangan Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya
sekitar 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir, 2010-2014. Di sisi
lain, permintaan dunia justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana
permintaan impor akan produk manufaktur jauh lebih besar dibandingkan
dengan permintaan akan komoditas primer. Salah satu langkah yang harus
dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan ekspor adalah dengan merubah
struktur ekspor Indonesia dari dominasi komoditas primer menjadi dominasi
produk manufaktur. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana
pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama membangun
sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian Daya Saing Indonesia dan ASEAN
lainnya di Pasar Produk Utama Indonesia. Kajian ini hanya akan berfokus pada
sepuluh produk manufaktur utama Indonesia dan juga fokus pada perbandingan
daya saing Indonesia dengan negara ASEAN mengingat ASEAN merupakan
pesaing terdekat bagi Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan masukan dari semua pihak
untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan
datang.
Jakarta, September 2015
Tim Pengkaji
viii
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia dan ASEAN lainnya serta melakukan evaluasi daya saing sepuluh produk manufaktur utama Indonesia di pasar tujuan utama ekspor Indonesia. Untuk mengidentifikasi posisi dan daya saing Indonesia, kajian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komparatif, sedangkan metode Porter Diamond’s digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum, produk manufaktur Indonesia yang masih memiliki keunggulan yang cukup baik dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya adalah Alas Kaki, TPT, produk kayu dan otomotif. Vietnam dan Thailand merupakan pesaing utama Indonesia yang berasal dari ASEAN. Produk tersebut sebagian besar merupakan industri padat karya. Berdasarkan hasil analisis daya saing kompetitif untuk produk-produk tersebut, permasalahan utama yang dihadapi oleh industri dalam negeri adalah belum terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia, seperti kenaikan UMP dan demo buruh serta prosedur yang berbelit untuk mendapatkan insentif pajak. Dengan demikian, salah satu alternatif strategi dalam rangka peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia adalah hanya dengan menciptkan iklim investasi yang kondusif karena ekspor prduk manufaktur sangat bergantung pada FDI yang masuk ke Indonesia. Kata kunci: Daya Saing, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter
Diamonds
ABSTRACT
This study aims to identify Indonesia’s position and other ASEAN countries and to evaluate the competitiveness of Indonesian ten major manufactured products in the main export destinations for Indonesia. Revealed Comparative Advantage (RCA) is used for analyzing the comparative competitiveness, while Porter Diamond's method is used for analyzing the competitive competitiveness. The results show that in general, Indonesian manufacturing products that still have a comparative advantage compared to other ASEAN countries are Footwear, textile, wood products and automotive. Vietnam and Thailand are the Indonesia’s main competitors for those products. Moreover, those products are largely come from labor-intensive industry. Based on the results of the analysis of the competitive competitiveness, the main problem faced by the domestic industry is that conducive condition for investment in Indonesia is not yet developed, for instance the regulation on employee’s minimum salary and their strike and also complicated procedures to obtain tax incentives. Thus, the main strategy in order to increase the competitiveness of Indonesian manufactured products is only by creating a conducive investment climate because the export of manufacture products is really related to the FDI come in to Indonesia. Keywords: Competitiveness, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter Diamonds
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia hingga semester I 2015 menunjukkan
adanya perlambatan. Hal tersebut ditandai oleh perekonomian pada
kuartal II 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,67%, turun
dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 5,12% (BPS, 2015). Perlambatan
ekonomi Indonesia tersebut tentu tidak terlepas dari situasi
perekonomian dunia yang masih belum menunjukkan kondisi yang
menggembirakan dimana di tahun 2015 diprediksi hanya akan
tumbuh sebesar 3,3% dan 3,6% di tahun 2016 (WEO, 2015).
Perekonomian beberapa negara-negara tujuan ekspor non migas
Indonesia seperti India, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Inggris
(UK) dan AS juga mengalami pelemahan pada triwulan II 2015
sehingga berdampak pada melambatnya kinerja ekspor Indonesia
terutama sektor non migas (trading economics, 2015) (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor
Non Migas Indonesia
Sumber: WEO dan trading economics, 2015
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
Lebih lanjut, menurut klasifikasi World Bank (2014), Indonesia
masuk kedalam kelompok negara world middle income country, yaitu
negara dengan pendapatan per kapita antara USD 1026 sampai
dengan USD 4035. Wilson (2014) menyatakan bahwa beberapa
negara di Amerika Latin yang masuk kedalam kelompok world
middle income countries akan mengalami fenomena middle income
trap yaitu dimana negara tidak mengalami pertumbuhan ekonomi
pada periode tersebut. Oleh karena itu, Diop (2014)
merekomendasikan agar Indonesia tetap mempertahankan
pertumbuhan ekonomi di atas 6% agar dapat terhindar dari middle
income trap. Dengan demikian, strategi yang dilakukan untuk
meningkatkan dan atau menahan pelemahan pertumbuhan ekonomi
Indonesia lebih dalam adalah dengan mengembangkan dan
meningkatkan kinerja ekspor sehingga dapat terhindar dari middle
income trap. Performa ekspor yang baik akan menarik investor dan
selanjutnya akan menyerap tenaga kerja, memberi kontribusi pada
penerimaan pajak, serta dampak multiplier lainnya yang mendorong
pada pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, kinerja ekspor non migas semester I 2015
turun sebesar 6,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Di samping pelemahan perekonomian negara tujuan
ekspor non migas Indonesia, merosotnya harga komoditas di pasar
internasional juga diperkirakan menjadi salah satu pemicu
melemahnya kinerja ekspor Indonesia. Ekspor non migas Indonesia
saat ini masih didominasi oleh komoditas primer dengan pangsa
sebesar 65%, sementara ekspor produk manufaktur hanya memiliki
pangsa sebesar 35% dari total ekspor non migas Indonesia (BPS,
2015). Dominasi produk primer tersebut menjadikan ekspor
Indonesia sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar
internasional yang sangat dinamis. Selain itu, kebergantungan
terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran perdagangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya
pada tingkatan 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir,
2010-2014 (UN Comtrade, 2015). Sementara itu, permintaan dunia
justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana permintaan impor
akan produk manufaktur mencapai 67% sementara permintaan
impor akan komoditas primer hanya mencapai 33%. salah satu
langkah yang harus dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan
ekspor adalah dengan merubah struktur ekspor Indonesia dari
dominasi komoditas primer menjadi dominasi produk manufaktur
guna mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada
tahun 2019, kontribusi produk manufaktur ditargetkan mencapai 65%
dari total ekspor Indonesia (Tabel 1.2).
Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia
Sumber: Renstra Kementerian Perdagangan, 2015-2019
Di tengah kondisi pasar yang semakin terbuka, persaingan
diantara negara eksportir semakin ketat untuk memenangkan pasar
di negara tujuan yang sama. Sebagai contoh di pasar China, posisi
ekspor Indonesia bersaing dengan Philipina dan Vietnam (Tabel
1.3). Pada tabel tersebut terlihat nilai ekspor posisi Indonesia dipasar
China unggul dibandingkan Philipina dan Vietnam pada tahun 2010
dan 2014, namun pada triwulan pertama 2015 (Januari-Maret),
posisi ekspor Philipina (USD 4.3 milyar) telah menyamai Indonesia,
2015 2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (%) 8.0 9.9 11.9 13.7 14.3
Kontribusi Produk Manufaktur Terhadap Total
Ekspor (%)44.0 47.0 51.0 57.0 65.0
Pertumbuhan Ekspor Jasa (%) 12-14 13-16 14-17 18-18 16-19
Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Utama (%) 5.5 7.7 10.0 11.5 13.5
Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Prospektif
(%)9.7 11.9 14.3 15.9 18.0
TahunIndikator Sasaran
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
bahkan Vietnam lebih unggul dari Indonesia (USD 4.9 milyar).
Penurunan performa ekspor pada triwulan pertama 2015,
menunjukkan perlunya upaya untuk mempertahankan daya saing
produk ekspor.
Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China
Sumber: Trademap, 2015 (diolah)
Perdagangan antar negara yang semula berdasarkan pada
teori keunggulan comparatif, kini telah bergeser menjadi keunggulan
kompetitif. Pengembangan teknologi memungkinkan negara-negara
yang semula tidak memiliki keunggulan komparatif, bisa menjadi
produsen utama produk ekspor yang memiliki keunggulan kompetitif.
Untuk itu Indonesia perlu sekali mengembangkan keunggulan
kompetitif produk ekspornya di pasar global.
Langkah tersebut tentu sejalan dengan salah satu misi
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
untuk dapat meningkatkan peran Indonesia di perdagangan global.
Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana
pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama
membangun sektor manufaktur yang berorientasi ekspor. Oleh
karena itu, dalam rangka mendukung misi pemerintah tersebut,
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian
2010 2014 Jan-Mar 2015
World 1,393.9 1,963.1 372.9 8.30 (21.45) 100.00
1 Korea, South 138.0 190.3 40.7 7.96 (8.15) 10.91
2 Japan 176.3 162.7 33.1 (3.36) (11.30) 8.89
3 United States 101.3 153.1 35.6 10.93 (10.40) 9.56
4 Taiwan 115.6 152.3 32.3 8.07 (2.59) 8.67
5 China 106.8 143.8 29.5 8.80 (3.61) 7.90
8 Malaysia 50.4 55.8 12.0 1.73 (8.30) 3.22
14 Thailand 33.2 38.2 8.2 2.60 (11.81) 2.20
16 Singapore 24.6 30.5 6.5 5.20 (15.58) 1.73
19 Indonesia 20.8 24.6 4.3 3.49 (47.10) 1.16
25 Philippines 16.2 21.0 4.3 5.50 2.21 1.17
27 Vietnam 7.0 19.9 4.9 28.65 16.79 1.31
30 Myanmar 1.0 15.6 0.8 83.81 (49.71) 0.20
119 Brunei Darussalam 0.6 0.2 0.0 (34.95) (91.53) 0.00
Rank
USD MiliarGrowth (%)
15/14
Trend (%)
2010-14
Share (%)
2015Partner Country
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
Perdagangan membuat kajian dengan judul “Analisis Daya Saing
Indonesia dan ASEAN lainnya di Pasar Produk Utama
Indonesia”. Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk
manufaktur utama Indonesia serta hanya akan berfokus pada
perbandingan posisi dan daya saing Indonesia dengan negara
ASEAN karena negara-negara ASEAN merupakan pesaing terdekat
dan memiliki karakteristik sosial budaya yang hampir serupa dengan
Indonesia. Selain itu, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan
diimplementasikan pada awal tahun 2016 memberikan peluang dan
tantangan bagi perkembangan ekspor Indonesia kedepan terutama
menyangkut daya saing produk sektor manufaktur sehingga sangat
penting bagi Indonesia untuk mengetahui posisi dan daya saing
produk Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya di
pasar tujuan utama produk Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di
beberapa pasar produk utama Indonesia;
2. Bagaimana daya saing beberapa produk utama Indonesia di
pasar ekspor utama;
3. Apa rekomendasi kebijakan yang perlu dirumuskan dalam rangka
peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama
Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di
beberapa pasar produk utama Indonesia;
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
2. Untuk mengetahui daya saing beberapa produk utama Indonesia
di pasar ekspor utama;
3. Untuk memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka
peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama
Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Kajian
Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk manufaktur
utama Indonesia antara lain: Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),
Elektronika, Produk Kimia, Produk Kayu, Kertas dan Furniture,
Otomotif, Alas Kaki, Mesin-Mesin, Produk Logam, Produk Plastik dan
Produk Karet.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional telah terjadi sejak berabad-abad
yang lalu. Teori yang mendasarinya pun telah mengalami banyak
perubahan. Pada dasarnya teori perdagangan internasional
merupakan aplikasi prinsip-prinsip makroekonomi dan mikroekonomi
ke dalam konteks nasional. Namun banyak pula teori-teori lanjutan
yang berakar dalam ilmu ekonomi internasional itu sendiri.
Pada awalnya, orang-orang berpendapat bahwa satu-satunya
cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah
dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin
impor. Filosofi ekonomi ini disebut merkantilisme. Pada masa ini
pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk
mendorong ekspor dan mengurangi serta membatasi impor. Dalam
setiap kesempatan, kaum merkantilis selalu melakukan
pengendalian pemerintah yang ketat terhadap semua aktivitas
ekonomi dan mengajarkan nasionalisme ekonomi karena mereka
percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh
keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lain
(Salvatore, 1997).
Pandangan para merkantilis terhadap perdagangan
internasional menimbulkan teori-teori lain (teori klasik) mengenai
perdagangan internasional sebagai reaksi terhadap merkantilisme.
Teori yang pertama adalah teori keunggulan absolut yang
dikemukakan oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith, perdagangan
antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute
advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki
keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi
sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8
kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan
dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut
(Salvatore, 1997).
Teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith
pada kenyataannya sulit untuk diimplementasikan karena tidak ada
negara yang benar-benar memiliki keunggulan absolut atas suatu
komoditas. Selain itu, ada pula beberapa negara yang memiliki
keunggulan absolut atas komoditas yang sama. Teori keunggulan
absolut Adam Smith tidak mampu menjelaskan fenomena-fenomena
tersebut sehingga muncul teori baru dalam menjelaskan
perdagangan internasional, yakni teori keunggulan komparatif
(comparative advantage) oleh David Ricardo. Teori ini mejelaskan
bahwa negara-negara harus berspesialisasi dalam memproduksi
komoditas dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut yang
lebih besar (jika negara itu memiliki keunggulan absolut atas kedua
komoditas yang diperdagangkan) atau dimana negara tersebut
memiliki kerugian absolut lebih kecil (jika negara itu memiliki
kerugian absolut atas kedua komoditas yang diperdagangkan)
(Husted dan Melvin, 2004).
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah
negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut
terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih
tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Teori keunggulan komparatif ini
didasari oleh beberapa asumsi, yaitu (1) hanya terdapat dua negara
dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat
mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak
ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9
tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi,
(7) menggunakan teori nilai tenaga kerja (Salvatore, 1997).
Teori klasik mengenai perdagangan internasional yang
dikemukakan oleh Adam Smith dan David Ricardo juga memiliki
beberapa kekurangan. Hal itu menyebabkan timbulnya teori baru
yang dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin. Menurut
Heckscher dan Ohlin, sebuah negara mampu untuk berproduksi
dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai keunggulan komparatif
pada) produk-produk yang dalam proses produksinya membutuhkan
jumlah faktor produksi (factor endowments) yang relatif banyak yang
terdapat pada negara tersebut (Husted dan Melvin, 2004). Dengan
kata lain, suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya
lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan
murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya
yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
2.2. Konsep Daya Saing
Berdasarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
tercantum dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing
adalah kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar
negeri dan kemampuannya untuk bertahan di dalam pasar tersebut.
Sedangkan menurut Porter (2005), daya saing didefinisikan oleh
produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya
manusia, modal, dan sumber daya alamnya. Pandangan daya saing
sebagai zero-sum game dibantah oleh Porter, karena menurutnya
daya saing berkaitan erat dengan produktivitas suatu negara dan
dengan meningkatkan produktivitas maka negara tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun yang
dimaksudkan dengan daya saing menurut World Economic Forum
(WEF) adalah ”seperangkat institusi, aturan, dan faktor yang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10
menentukan level produktivitas suatu negara”. Menurut WEF ada 12
pilar daya saing yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Kebutuhan dasar:
a. Institusi
b. Infrastruktur
c. Kestabilan makroekonomi
d. Kesehatan dan pendidikan dasar
2. Penambah/peningkat efisiensi:
a. Pendidikan lanjut dan pelatihan
b. Efisiensi pasar barang
c. Efisiensi pasar tenaga kerja
d. Pasar keuangan yang baik
e. Ketersediaan teknologi
f. Ukuran pasar
3. Faktor inovasi dan kecanggihan:
a. Kecanggihan bisnis
b. Inovasi
Terdapat dua cara untuk mengukur daya saing suatu
komoditas, yaitu melalui keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif komoditas tersebut. Keunggulan komparatif merupakan
suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo. Ricardo
menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor
theory of value) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi
yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja.
Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi
tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
membuat komoditi tersebut (Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat
digunakan karena tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor
produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen. Selanjutnya
seorang ekonomi bernama Haberler mendasarkan teori keunggulan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11
komparatif berdasarkan teori biaya oportunitas. Menurut teori biaya
oportunitas, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua
yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup
untuk emproduksi satu unit tambahan komoditi pertama sehingga
konsekuensinya adalah negara yang memiliki biaya oportunitas lebih
rendah dalam memproduksi sebuah komoditas akan memiliki
keunggulan komparatif atas komoditas tersebut.
Pemikiran para ekonom klasik seperti keunggulan komparatif
masih memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan
komparatif di suatu negara bersumber dari perbedaan tingkat
produktivitas tenaga kerja (satu-satunya faktor produksi yang secara
eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan yang cukup rinci
mengenasi sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu sendiri
tidak diberikan. Oleh karena itu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
mengembangkan lebih lanjut teori keunggulan komparatif yang biasa
disebut teori kepemilikan faktor (faktor endowment theory). Menurut
Heckscher dan Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia
akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber
daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
Adapun teori keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan
oleh Porter pada tahun 1990. Keunggulan kompetitif suatu komoditi
merupakan keunggulan yang dapat dikembangkan dengan berbagai
usaha, oleh karena itu keunggulan kompetitif tidak menekankan
pada kondisi alami suatu komoditi. Menurut Porter (1990), daya
saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat
output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Adapun
faktor-faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi
adalah: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait
dan penunjang; (4) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan.
Terdapat dua hal yang menentukan interaksi antara keempat faktor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12
tersebut, yaitu kesempatan dan kebijakan pemerintah. Secara
bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam
peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond
Theory.
2.3. Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian mengenai daya saing yang dilakukan
di Indonesia.Salah satunya adalah penelitian yang dilaksanakan oleh
Ismail (2005). Penelitian tersebut secara umum bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai perkembangan daya saing industri
pariwisata serta perannya terhadap perekonomian Indonesia.
Analisis yang digunakan adalah analisis trend dengan pembobotan
rating scale, serta analisis SWOT (strength, weak, opportunities,
threat).
Penelitian lain mengenai daya saing juga telah dilakukan oleh
Kartikasari (2008) dalam analisis daya saing komoditi tanaman hias
dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional.
Penelitian tersebut menggunakan metode Revealed Comparative
Advantage (RCA). Seyoum (2007) juga telah melakukan penelitian
dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk menganalisa daya saing usaha jasa tertentu, yaitu
bisnis, keuangan, jasa transprotasi dan pariwisata di negara
berkembang pada periode 1998–2003. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa negara-negara berkembang memiliki
keunggulan komparatif pada bidang travel/pariwisata dan
transportasi. Beberapa negara juga menunjukkan keunggulan
komparatif pada bidang keuangan dan bisnis. Walau begitu,
liberalisasi perdagangan dan kurangnya persiapan mengurangi
keunggulan komparatifnya pada beberapa tahun terakhir.
Amador dan Cabral (2008) melakukan penelitian mengenai
daya saing dengan menggunakan metode Constant Market Share
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13
Analysis (CMSA). Penelitian tersebut menganalisa performa ekspor
Portugal pada tahun 1968–2006. Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah bahwa rata-rata pertumbuhan ekspor
Portugal selama periode tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan total ekspor dunia sehingga tiap tahunnya pangsa
pasar ekspor Portugal naik sebesar 0,4 persen.
Penelitian lain yang menggunakan metode Constant Market
Share Analysis (CMSA) telah dilakukan oleh Jiménez dan Martín
(2010), untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan pangsa
ekspor Euro Area dan negara-negara anggotanya pada periode
1994-2007. Penelitian tersebut menggunakan data nominal
perdagangan bilateral dari UNComtrade. Klasifikasi satu dan dua
digit digunakan untuk mengelompokkan produk menjadi 14 (tidak
termasuk produk minyak dan barang-barang yang tidak terklasifikasi
(unclassifiable goods), dimana masing-masing kelompok produk
diklasifikasikan sesuai dengan tingkat teknologinya, yaitu: rendah,
medium, dan tinggi. Penelitian ini juga menggunakan 14 pasar tujuan
ekspor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa negara-negara
yang semakin baik perdagangan internasionalnya adalah: Slovakia,
Belanda, Finlandia, Slovenia, Ireland dan Spanyol dimana efek daya
saing memberikan dampak yang besar terhadap perubahan pangsa
pasar ekspornya. Adapun Perancis, Italia, Yunani, Portugal, dan
Jerman, kekuatan daya saing produk-produknya dalam perdagangan
internasional semakin menurun.
Lestari (2011) menganalisis daya saing ekspor produk alas kaki
indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000 sampai 2009
menggunakan metode RCA dan CMSA. Hasil analisis RCA
menunjukkan bahwa produk alas kaki Indonesia terlihat lebih unggul
secara komparatif jika dibandingkan dengan produk China.
Penelitian Narulita, dkk (2014) menyebutkan bahwa
berdasarkan analisis daya saing, nilai indeks RCA rata-rata sebesar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14
6,54 untuk produk kopi. Artinya, secara komparatif kopi Indonesia
memiliki daya saing di pasar internasional. Berdasarkan analisis
Berlian Porter, kopi Indonesia juga memiliki keunggulan secara
komparatif yang didukung oleh kondisi faktor (sumber daya alam,
modal, tenaga kerja, IPTEK), industri terkait dan pendukung, peran
pemerintah dan kesempatan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menganalisis bagaimana kondisi daya saing dari
komoditi ekspor Indonesia baik daya saing komparatif maupun daya saing
kompetitif. Daya saing komparatif dapat melihat perbandingan daya saing
1 negara dengan negara lain yang menjadi mitra dagang. Daya saing
kompetitif hanya melihat dari sisi 1 negara saja. Dengan menganalisis
daya saing komoditi dari dua sisi (komparatif dan kompetitif), maka akan
diperoleh gambaran utuh mengenai keunggulan dari komoditi tersebut.
Untuk menganalisis daya saing komparatif maka akan digunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan metode Porter
Diamond’s digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif.
Data untuk analisis daya saing merupakan data sekunder dari
UNcomtrade, WITs serta BPS. Data yang digunakan adalah data panel
dengan time series tahun 2010-2014 dan cross section Negara-negara
pesaing di pasar utama. Data primer yang dikumpulkan melalui survei,
diperlukan untuk menggali informasi terkait dengan hambatan untuk
meningkatkan daya saing serta program prioritas.
3.1. Daya Saing Komparatif
Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan sebuah
index yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian
relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola
perdagangannya, seperti pangsa pasar ekspor. Metode yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965 ini didasari
oleh konsep keunggulan komparatif Ricardian. Berdasarkan metode
RCA, perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel
yang diukur pada metode ini meliputi kinerja ekspor suatu produk
pada wilayah terhadap total ekspor wilayah tersebut yang kemudian
dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16
Metode RCA telah mengalami beberapa revisi dan modifikasi
(Vollrath, 199). Namun pada penelitian ini, metode RCA yang
digunakan adalah sama dengan RCA originalnya seperti yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965.
Pada penelitian ini, metode RCA digunakan untuk mengukur
posisi daya saing dan ekspor buah-buahan tropis Indonesia di pasar
dunia. Adapun formula RCA tersebut adalah sebagai berikut:
RCA =
t
i
t
i
W
W
X
X
Dengan:iX = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke negara j
tX = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j
iW = Nilai ekspor komoditi i dunia
tW = Nilai total ekspor dunia
Terdapat dua kemungkinan hasil yang dapat diperoleh, yaitu:
1. Nilai RCA yang diperoleh bernilai lebih dari satu (RCA>1). Hal
tersebut berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia hingga komoditi tersebut memiliki daya
saing yang kuat.
2. Nilai RCA yang diperoleh kurang dari satu (RCA<1), yang berarti
bahwa negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dibawah
rata-rata dunia sehingga negara tersebut memiliki daya saing
yang lemah pada komoditas tersebut.
Keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak
pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan
komparatif suatu produk dari waktu ke waktu dapat terlihat secara
jelas. Adapun kekurangan dari metode RCA adalah sebagai berikut:
1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua
komoditi.
2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan
yang sedang berlangsung sudah optimal atau belum.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17
3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang
berpotensi di masa mendatang.
3.2. Daya Saing Kompetitif
Untuk melakukan analisis daya saing kompetitif yang lebih
cenderung pada analisis deskriptif dapat digunakan metode model
daya saing internasional Porter. Teori Porter tentang daya saing
berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang
menjelaskan tentang keunggulan komparatif tidak mencukupi, atau
bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh
keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara
tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh
kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan
kemampuannya. Porter menawarkan Diamond Model sebagai tool of
analysis sekaligus kerangka dalam membangun resep memperkuat
daya saing.
Gambar 3.1. Model Diamond Porter
Dalam perjalanan waktu, diamond model-nya Porter menuai
kritik dari berbagai kalangan. Ada beberapa aspek yang tidak
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18
termasuk dalam persamaan Porter. Pertama, model diamond
dibangun dari studi kasus di sepuluh negara maju, sehingga tidak
terlalu tepat jika digunakan untuk menganalisis negara–negara
sedang berkembang. Kedua, meningkatnya kompleksitas akibat
globalisasi, serta perubahan sistem perekonomian mengikuti
perubahan rezim politik, menjadikan model diamond Porter hanya
layak sebagai pioner dan acuan pertama dalam kancah studi
membangun daya saing negara.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian daya saing Indonesia dan ASEAN lainnya di pasar produk
manufaktur Indonesia, bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia
dan negara ASEAN lainnya di beberapa pasar produk manufaktur
unggulan Indonesia, mengevaluasi daya saing beberapa produk
manufaktur unggulan Indonesia di pasar ekspor utama, dan memberikan
rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing produk
manufaktur unggulan di pasar utama produk. Produk manufaktur unggulan
ditetapkan berdasarkan nilai ekspor tertinggi. Dari data Trade Map, 10
produk manufaktur dengan nilai ekspor tertinggi berdasarkan HS 6 yaitu
alas kaki, elektronik, karet, kayu kertas & furnitur, kimia, logam, mesin,
otomotif, plastik, dan TPT (tekstil dan produk tekstil). Untuk menjawab
tujuan kajian, setiap produk ekspor unggulan masing-masing dibahas
mulai dari tujuan pertama sampai ketiga.
Tujuan pertama tentang posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya
di beberapa pasar produk manufaktur unggulan Indonesia dibahas
menggunakan hasil analisis kuadran berdasarkan nilai ekspor tahun 2013
dan pertumbuhan nilai ekspor dari tahun 2012-2013. Sumbu-X
menunjukkan nilai ekspor dari 10 negara ASEAN ke dunia (dalam ribu
US$), sedangkan sumbu-Y menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor
(persen). Garis tengah kuadran sejajar sumbu Y merupakan rata-rata nilai
ekspor, dan garis tengah kuadran sejajar sumbu X merupakan rata-rata
pertumbuhan ekspor. Posisi di kuadran I menunjukkan nilai ekspor dan
pertumbuhan ekspor tinggi. Di kuadran II menunjukkan nilai ekspor tinggi
dan pertumbuhan ekspor rendah.
Ada 2 analisis kuadran yang dilakukan. Pertama untuk menjawab
tujuan satu yaitu mengetahui posisi Indonesia dibandingkan dengan
ekportir negara ASEAN lainnya di pasar dunia. Negara ASEAN yang
menjadi pesaing Indonesia di pasar dunia yaitu negara yang berada pada
kuadran I dan kuadran II untuk masing-masing produk. Analisis kuadran
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20
yang kedua untuk menentukan 10 Negara tujuan utama yang diperlukan
untuk menjawab tujuan dua.
Daya saing produk manufaktur Indonesia di 10 pasar utama yang
merupakan tujuan kedua, dibahas dari keunggulan komparatifnya
berdasarkan hasil analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) tahun
2013. Negara pesaing Indonesia di 10 pasar utama tersebut, ditetapkan 5
negara pesaing dari ASEAN yang memiliki kontribusi ekspor tertinggi.
Tahun 2013 dijadikan dasar untuk menentukan daya saing, dengan
mempertimbangkan kelengkapan data pada saat penelitian dilakukan.
Disamping itu, nilai RCA pada tahun 2013 dianggap dapat
merepresentasikan kondisi daya saing terkini produk yang dianalisis.
Keunggulan metode RCA adalah mengukur share ekspor produk
suatu negara dibandingkan dengan share ekspor dunia produk tersebut ke
pasar tujuan yang sama. Nilai RCA yang dihasilkan berkisar antar nol
sampai tak terhingga. Suatu produk dikatakan memiliki daya saing di
negara tujuan ekspor apabila memiliki nilai RCA diatas satu. Sebaliknya,
produk yang memiliki nilai RCA dibawah satu dapat diklasifikasikan
sebagai produk yang tidak berdaya saing di negara tujuan ekspor.
Tujuan ketiga yaitu rekomendasi kebijakan dalam rangka
peningkatan daya saing menggunakan analisis Porter’s diamond dengan
mempertimbangkan hasil dari analisis kuadran dan RCA. Analisis daya
saing menggunakan model Porter’s Diamond ditujukan untuk menyusun
strategi-strategi kebijakan yang dapat meningkatan daya saing 10 produk
unggulan. Analisis dilakukan terhadap empat faktor utama dalam model
Porter’s Diamond, yaitu:
a. Kondisi faktor (Factor Condition, FC) yaitu posisi Indonesia dilihat dari
kondisi faktor–faktor produksi seperti Sumber Daya Alam, Sumber
Daya Manusia dari sisi keterampilan dan jumlah, modal, infrastruktur
serta IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21
b. Kondisi permintaan (Demand Condition, DC) yaitu keadaan permintaan
atas tekstil dan produk tekstil di dalam negeri maupun di negara-negara
tujuan ekspor.
c. Industri terkait dan industri pendukung (Related and Supporting
Industries, RSI) yaitu keberadaan atau ketiadaan industri pemasok
bahan baku dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara
internasional bersifat kompetitif.
d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan (Firm Strategy, Structure,
and Rivalry, FSSR) yaitu strategi yang umum dianut perusahaan,
struktur industri dan persaingan antar perusahaan dalam industri, baik
pesaing domestik maupun pesaing di pasar dunia.
Selain keempat komponen utama tersebut, ada dua faktor
pendukung yaitu peran pemerintahan (government) dan kesempatan
(opportunity). Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut
saling berinteraksi (Porter 1998). Gambar 4.1 menunjukkan hubungan
interaksi antar faktor-faktor utama dan faktor pendukung penentu daya
saing menurut Porter.
Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porter’s
Diamond
Strategi Perusahaan,
struktur dan
Persaingan
Kondisi faktor Kondisi Permintaan
Industri terkait dan
penunjang
Kesempatan Peran
pemerintah
Peran
pemerintah Kesempatan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22
Dari hasil analisis faktor utama penentu, selanjutnya ditetapkan
faktor yang menjadi keunggulan dan faktor yang menjadi kelemahan bagi
daya saing masing-masing produk manufaktur. Faktor yang menjadi
keunggulan dalam menentukan daya saing produk manufaktur
dilambangkan dengan (+) sedangkan faktor yang menjadi kelemahan
disimbolkan dengan (-). Hasil keseluruhan interaksi antar faktor yang
saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat
menjadi competitive advantage produk manufaktur.
Analisis Porter’s Diamond untuk kesepuluh produk manufaktur
unggulan Indonesia dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi
melalui studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatasi. Survey
lapangan dilakukan pada 2 lokasi yakni Cikarang, Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat dan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Baik survey
lapangan Cikarang maupun Batam dilakukan pada tanggal 1 – 4
September 2015. Secara umum, hasil yang didapat dari kedua survey
lapangan adalah sebagai berikut:
a. Pada aspek kondisi permintaan, baik perusahaan eksportir di Cikarang
dan Batam menyatakan bahwa pihaknya melakukan ekspor sesuai
dengan pesanan dari pembeli luar negeri, sehingga desain atau
spesifikasi juga tergantung dari pesanan tersebut.
b. Pada aspek faktor kondisi, perusahaan eksportir masih memiliki
ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor. Selain itu,
perusahaan juga kerap terkendala dengan kondisi SDM.
c. Pada aspek industri terkait dan industri pendukung, perusahaan
eksportir saat ini tidak menghadapi kendala dalam mendapatkan
pasokan bahan baku.
d. Pada aspek strategi, struktur dan persaingan, perusahaan eksportir
menyatakan bahwa produk Indonesia memiliki kualitas lebih bagus
dibandingkan negara kompetitor, namun market campaign untuk
mempromosikan produk Indonesia belum optimal.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23
e. Pada aspek kebijakan pemerintah, sejauh ini regulasi dirasakan sudah
lebih baik dan perusahaan eksportir mengharapkan regulasi dan aturan
agar lebih ditingkatkan.
f. Pada aspek peluang, sebagian besar perusahaan eksportir
menyatakan optimis menghadapi perdagangan bebas.
4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.1.1. Daya Saing Komparatif Produk Alas Kaki
Ekspor Indonesia ke pasar produk alas kaki utama
dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis masih
unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.
Vietnam berhasil mengungguli Indonesia di tiga pasar utama
tersebut. Selain Vietnam, Kamboja juga muncul menjadi
negara pesaing sekaligus ancaman bagi produk alas kaki
Indonesia. Kamboja merupakan negara ASEAN yang
posisinya tepat berada di bawah Indonesia. Impor AS, Jerman
dan Perancis dari Kamboja selama 2010-2014 mengalami
pertumbuhan yang signifikan masing-masing sebesar 57,6%;
9,2% dan 16,6% per tahun (Tabel 4.1).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24
Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas
Kaki Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pada Gambar 4.1. dapat diketahui bahwa untuk produk
alas kaki, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran II
dimana nilai ekspor produk alas kaki berada di atas rata-rata
namun pertumbuhan ekspornya berada di bawah rata-rata
negara ASEAN lainnya. Selain Indonesia, Vietnam juga
merupakan negara yang berada di kuadran II, dengan nilai
ekspor yang lebih besar dibandingkn dengan Indonesia.
Selain Vietnam, Filipina juga merupkan eksportir alas kaki
yang memiliki pertumbuhan ekspor yang tinggi, jauh di atas
rata-rata negara ASEAN lainnya dan dapat menjadi ancaman
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
China 1 17.77 1.39 0.25
Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83
Italy 3 1.47 11.62 8.36
Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83
Indonesia 4 1.29 20.40 7.04
Cambodia 10 0.13 57.63 116.79
Thailand 11 0.11 -5.28 2.10
Myanmar 43 0.00 n/a 2274.83
Malaysia 53 0.00 -10.55 -32.41
Singapore 59 0.00 27.07 62.50
Philippines 62 0.00 -15.97 75.47
Lao People's Democratic Republic 107 0.00 n/a -75.00
Brunei Darussalam 110 0.00 n/a n/a
China 1 2.17 -0.97 -17.72
Italy 2 1.21 3.17 15.47
Netherlands 3 1.07 42.30 129.39
Viet Nam 4 0.81 -2.51 -32.44
Indonesia 11 0.34 0.59 -30.24
Cambodia 21 0.12 9.20 -6.30
Thailand 29 0.04 -9.66 -38.42
Malaysia 41 0.00 -26.65 -49.77
Myanmar 47 0.00 -46.18 11013.33
Philippines 50 0.00 79.53 737.60
Singapore 64 0.00 -36.33 -89.81
Lao People's Democratic Republic 105 0.00 n/a -100.00
Brunei Darussalam 121 0.00 n/a n/a
Italy 1 1.59 5.92 11.49
China 2 1.26 -4.18 -36.58
Belgium 3 0.92 62.44 789.84
Viet Nam 8 0.28 -12.49 -55.70
Indonesia 16 0.07 -22.24 -73.81
Cambodia 17 0.05 16.63 -3.95
Thailand 20 0.03 -13.08 -31.80
Myanmar 41 0.00 392.69 77.90
Singapore 42 0.00 43.01 277.02
Malaysia 58 0.00 -28.53 -70.06
Lao People's Democratic Republic 71 0.00 -40.71 -60.50
Philippines 89 0.00 -57.87 -87.08
Brunei Darussalam 157 - n/a -100.00
USA 27.04
Germany 10.98
France 7.87
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25
bagi Indonesia. Dengan demikian, Vietnam dan Filipina
merupakan pesaing utama produk alas kaki Indonesia.
Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan
ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia Sumber: Hasil Analisis
Amerika Serikat (AS) merupakan negara tujuan ekspor
utama produk alas kaki Indonesia dan terletak pada kuadran II
yang berarti bahwa nilai ekspornya besar namun
pertumbuhan ekspornya cenderung mengalami penurunan.
Negara tujuan ekspor produk alas kaki Indonesia yang
memiliki pertumbuhan ekspor tinggi meskipun nilai ekspornya
masih relatif rendah antara lain Portugal dan Iran.
Pert
umbu
han
Nila
i Eks
por P
rodu
k A
las
Kaki
Neg
ara
ASE
AN
Tahu
n 20
12-2
013
(Per
sen)
Nilai Ekspor Komoditi Alas Kaki Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26
Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk
Alas Kaki Indonesia Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.2. menunjukkan nilai RCA produk alas kaki dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Produk alas kaki
Indonesia seluruhnya memiliki daya saing (comparative
advantege) di seluruh 10 negara tujuan ekspor. Negara
pesaing utama produk alas kaki Indonesia, Vietnam juga
memiliki daya saing di seluruh 10 negara tujuan utama ekspor
Indonesia. Bahkan, Vietnam selalu memiliki nilai RCA yang
selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i E
ksp
or
Pro
du
k A
las k
ak
i
Ta
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Nilai Ekspor Produk Alas kaki Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27
Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.1.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Alas Kaki
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya
input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber
daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya
infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar
pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya
saing.
Kondisi faktor industri alas kaki di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatas,
secara rinci diuraikan berikut ini:
1. Bahan baku masih harus impor karena belum mampu
menghasilkan produk plastik yang berkualitas di dalam
negeri (-);
2. SDM lokal sudah cukup terampil dan memahami industri
plastik (+);
3. Energi sudah mencukupi sesuai dengan yang dbutuhkan
namun yang menjadi masalah adalah harga yang cukup
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Amerika Serikat 5.53 0.00 0.42 10.49 0.01 0.01
Inggris 13.80 0.36 1.34 15.53 0.02 0.17
Belanda 6.47 0.00 0.32 17.15 0.01 0.06
Jepang 1.13 0.01 0.17 3.91 0.32 0.15
Jerman 11.98 0.13 0.40 12.43 0.02 0.01
Cina 6.09 0.04 0.78 28.38 0.21 0.04
Belgium 32.17 0.01 0.23 55.29 - 0.16
Peru 12.31 1.73 0.07 38.50 - 0.04
Italy 5.25 0.04 0.57 8.64 0.01 0.44
Australia 2.17 0.02 0.19 4.84 0.05 0.14
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28
tinggi. Saat ini, sebagian besar industri alas kaki Indonesia
menggunakan listrik yang disuplai oleh pihak swasta
dengan jaminan bahwa tidak akan terjadi gangguan dalam
pasokan, namun demikian harga yang dibayarkan lebih
besar jika dibandingkan dengan yang disediakan oleh PLN
(-);
4. Untuk pengembangan teknologi hingga saat ini masih
diadopsi dari perusaan dari luar negeri (-);
5. Selain itu, kondisi politik nasional yang selalu berpolemik
dan tututan buruh yang tidak bisa ditangani oleh
pemerintah. (-);
6. Pelemahan IDR terhadap US Dollar menjadi permasalahan
bagi industri (-);
7. Terdapat permasalahan modal dalam pengembangan
produksi, untuk mengadopsi teknologi membutuhkan
investasi yang sangat besar, mesin-mesin yang digunakan
saat ini sudah puluhan tahun sehingga harus diremajakan
(-);
8. Infrastruktur saat ini sudah cukup bagus namum perlu
perbaikan dalam proses pelayanan di pelabuhan dan
proses dokumen (+);
9. Jaringan pemasaran saat ini sudah cukup baik baik di
dalam maupun di luar negeri (+).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri alas kaki Indonesia merupakan salah satu faktor
penting dalam menunjang daya saing produk alas kaki
Indonesia. Kondisi industri yang terkait dengan industri
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29
1. Ketersediaan bahan baku penunjang di dalam negeri sudah
cukup banyak dengan harga yang terjangkau dan bersaing
dengan satu dan lainnya (+);
2. Bahan baku utama saat ini masih tergantung ke luar negeri,
produsen-produsen biji plastik belum membuka pabriknya
di Indonesia. Biji plastik tersebut diperlukan terutama untuk
memproduksi sepatu olahraga (sportwear) (-);
3. Bahan baku utama lainnya yaitu kulit juga masih
bergantung pada bahan baku impor karena pasokan dalam
negeri yang tidak mencukupi (-).
Kondisi Permintaan
Permintaan produk alas kaki terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Kondisi permintaan produk alas kaki
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Desain dan spesifikasi produk dibuat berdasarkan
permintaan customer yang dikembangkan di luar negeri (-);
2. Kuantitas barang tergantung dari customer yang melakukan
pemesanan tidak ada batasan jumlah baik untuk lokal
maupun ekspor serta negara tujuan ekspor dari head office.
(+);
3. Saat ini permintaan pasar secara rata-rata memiliki pangsa
sekitar 30% dari total penjualan dan cenderung menurun
beberapa tahun terakhir mulai dari tahun 2006 (-);
4. Tujuan ekspor utama adalah pasar Amerika Serikat yang
tren pertumbuhannya terus meningkat (+).
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri alas kaki sangat ketat
terutama dengan negara-negara tetangga ASEAN. Produk
alas kaki nasional bersaing cukup ketat dengan produk
terutama dari negara Vietnam di pasar internasional. Kondisi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30
strategi, struktur dan persaingan pada industri alas kaki
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk barang sejenis yang diproduksi di dalam atau di luar
negeri secara kualitas tidak jauh berbeda dan terkadang
barang di dalam negeri jauh lebih bagus (+);
2. Marketing campaign terhadap produk alas kaki Indonesia di
pasar luar negeri dirasa sudah cukup baik (+);
3. Negara seperti RRT dan Vietnam telah menghasilkan
barang subtitusi (-);
4. Salah satu pemicu menurunnya tren permintaan impor
dunia akan produk alas kaki Indonesia adalah karena
perusahaan asing lebih memilih melakukan investasinya ke
negara-negara lain seperti Vietnam dan Kamboja (-);
5. Sebagian besar produk alas kaki Indonesia yang diekspor
merupakan produk dari merk yang telah dikenal secara
internasional, dengan demikian layanan purna jual tentu
berkaian dengan pemegang merk langsung (+).
Kebijakan Pemerintah
Industri alas kaki merupakan industri padat karya
sehingga kebijakan pemerintah terkait dengan tenaga kerja
dan upah tenaga kerja merupakan faktor yang paling esensial.
Berikut merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang
memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi daya
saing produk alas kaki Indonesia antara lain:
1. Insentif yang diberikan pemerintah adalah pemberian
program restrukturisasi dalam hal investasi. Hingga saat ini,
tidak terdapat kebijakan pemerintah yang berpengaruh
terhadap industri yang terkait (-);
2. Kebijakan pemerintah terkait upah buruh masih sangat
memberatkan pelaku usaha. Kenaikan upah buruh saat ini
tengah dijadikan salah satu senjata kampanye bagi para
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31
pemimpin daerah. Penentuan upah buruh tanpa didasari
dengan perhitungan dan proyeksi yang matang menjadi
beban bagi para pelaku usaha (-);
3. Belum terdapat regulasi atau kebijakan yang dapat
mengontrol aksi demo buruh (-);
4. Birokrasi pemerintah masih dirasa berbelit-belit dan harus
terus ditingkatkan (-).
Kesempatan
1. Depresiasi IDR terhadap US Dollar dirasa merugikan
karena hampir sebagian besar bahan baku industri alas
kaki Indonesia masih didominasi dan bergantung pada
bahan baku impor (-);
2. Beberapa perjanjian perdagangan bebas memberikan
pengaruh bagi ekspor produk alas kaki Indonesia terutama
untuk membuka akses pasar (+);
3. Produk alas kaki yang berasal dari kulit atau alas kaki untuk
pria dan wanita cukup tinggi. Industri banyak
memanfaatkan AKFTA untuk dapat masuk ke pasar Korea
Selatan yang demandnya terus meningkat (+).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32
Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki
Sumber: Hasil Analisis
4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.2.1. Daya Saing Komparatif Produk Kimia
AS, Jerman dan RRT merupakan pasar utama produk
kimia dunia. Ekspor Indonesia ke pasar produk kimia utama
dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Jerman masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Malaysia dan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33
Singapura. Sementara untuk pasar RRT, Indonesia masih
unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali
Singapura dan Thailand. Namun demikian, tren pertumbuhan
impor produk kimia di pasar RRT dari Indonesia selama
periode 2010-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif
hampir setara dengan singapura dengan pertumbuhan lebih
dari 10% per tahun. Lebih lanjut, pada periode yang sama
impor produk kimia AS dari Indonesia juga menunjukkan
pertumbuhan yang relatif lebih besar jika dibandingkan
dengan Malaysia dan Singapura. Negara ASEAN lain yang
juga memiliki performa ekspor yang cukup baik adalah
Vietnam, meskipun secara umum posisinya masih berada di
bawah Indonesia (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia
Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
Ireland 1 24.34 -3.96 8.76
Germany 2 21.78 12.07 13.63
Canada 3 20.08 0.72 -0.27
Singapore 12 5.54 1.61 10.21
Malaysia 27 0.81 13.94 29.83
Indonesia 29 0.66 26.60 -15.83
Thailand 37 0.36 12.66 2.79
Viet Nam 42 0.22 2.13 6.38
Philippines 56 0.10 -3.42 -11.32
Brunei Darussalam 73 0.02 30.68 128.71
Lao People's Democratic Republic 91 0.00 -29.84 -55.56
Cambodia 121 0.00 n/a 2150.00
Netherlands 1 23.46 14.25 34.64
Belgium 2 20.59 18.07 92.61
Switzerland 3 13.85 5.72 -6.88
Singapore 27 0.41 -23.94 -83.83
Malaysia 44 0.12 -17.19 -67.00
Indonesia 46 0.11 -2.32 -48.99
Thailand 49 0.09 2.64 -16.64
Viet Nam 51 0.06 18.00 49.90
Philippines 61 0.03 9.39 -68.41
Lao People's Democratic Republic 128 0.00 1.51 -97.57
Brunei Darussalam 171 0.00 n/a n/a
Myanmar 172 0.00 n/a -100.00
Cambodia 174 0.00 n/a -100.00
Korea, Republic of 1 18.53 10.38 -4.21
Japan 2 16.85 3.38 -7.60
United States of America 3 13.69 4.17 1.86
Singapore 7 4.44 12.10 5.96
Thailand 9 3.05 10.94 -12.09
Indonesia 10 2.56 10.84 44.08
Malaysia 14 1.98 6.95 -16.03
Viet Nam 39 0.31 32.63 139.93
Philippines 48 0.14 -3.13 23.27
Brunei Darussalam 56 0.04 -3.93 162.14
Lao People's Democratic Republic 61 0.03 56.48 3114.65
Myanmar 80 0.01 44.65 49.80
Cambodia 113 0.00 -48.33 -54.55
USA 187.64
Germany 133.11
China 126.28
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34
Pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa untuk produk
kimia, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran I
dimana nilai ekspor dan pertumbuhan ekspornya berada di
atas rata-rata negara ASEAN. Selain Indonesia, Malaysia dan
Thailand juga berada di kuadran I dengan nilai dan
pertumbuhan ekspor produk kimia di atas rata-rata negara
ASEAN. Dengan demikian, pesaing utama produk kimia
Indonesia yang berasal dari negara ASEAN di pasar dunia
adalah Malaysia, Thailand dan Singapura. Nilai ekspor produk
kimia Singapura tertinggi dibandingkan dengan ASEAN
lainnya meskipun pertumbuhan ekspornya cenderung
menurun berada di bawah rata-rata ASEAN.
Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN
Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Negara tujuan ekspor produk kimia Indonesia sebagian
besar besar berada di kuadran II antara lain: RRT, Malaysia
dan India. Ekspor Indonesia ke negara tersebut memiliki nilai
yang cukup besar namun pertumbuhan ekspornya cenderung
Pert
umbu
han
Nila
i Eks
por
Prod
ukKi
mia
Neg
ara
ASE
AN
Tahu
n 20
12-2
013
(Per
sen)
Nilai Ekspor Produk Kimia Negara-Negara ASEAN (Ribu US$)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35
stagnan dan atau mengalami penurunan. Pasar tujuan ekspor
yang dinilai prospektif adalah pasar ASEAN yaitu Vietnam dan
Filipina karena pertumbuhan ekspor yang tinggi pada tahun
2013 meskipun nilai ekspornya masih relatif rendah (Gambar
4.5).
Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk
Kimia Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Di pasar tujuan utama eskpor produk kimia Indonesia,
yaitu RRT dan Malaysia, produk kimia Indonesia mampu
berdaya saing dengan produk dari negara lain. Sementara itu,
di pasar India dan Amerika Serikat yang juga merupakan
importir utama produk kimia dunia, Indonesia masih kalah
bersaing jika dibandingkan dengan Singapura.
Nilai Ekspor Produk Kimia Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nil
ai E
ksp
or
Pro
du
kK
imia
Ta
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing
di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.2.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Kimia
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri Kimia di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur, survey dan diskusi terbatas, secara rinci
diuraikan berikut ini:
1. Kebutuhan produk kimia domestik sangat tinggi. Sebagai
contoh, kebutuhan propilena dalam negeri pada saat ini
mencapai 4,5 juta ton per tahun. Sedangkan industri hulu
dalam negeri hanya mampu menghasilkan propilena
sebesar 2,5 juta ton (-);
2. Bahan baku masih sangat bergantung pada impor (-);
3. Masih rendahnya penelitian dan pengembangan pada
industri kimia. Penelitian dan pengembangan di industri
kimia diharapkan dapat meningkatkan proses produksi
untuk memangkas biaya produksi, melakukan diversifikasi
produk, dan mengembangkan produk baru (-);
Negara Tujuan Ekspor
IndonesiaIndonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
United States of America 0.49 0.07 0.17 0.12 0.26 1.40
China 1.17 0.42 1.99 0.12 1.00 1.39
India 0.51 0.20 1.32 0.65 0.70 2.35
Mexico 1.43 1.94 0.12 0.14 0.28 1.02
Singapore 0.78 0.67 1.12 0.21 0.16 -
Turkey 0.80 1.71 0.30 0.22 0.37 0.46
Malaysia 1.29 - 0.64 0.31 0.50 0.74
Viet Nam 1.20 0.40 1.04 - - 0.82
Philippines 1.24 5.65 0.66 0.52 - 1.10
Nigeria 2.96 14.77 0.52 1.22 1.04 0.19
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
4. Infrastruktur belum memadai, seperti pengolahan limbah,
jalur hijau yang memisahkan unit industri dari pemukiman
manusia, terminal penyimpanan bahan kimia, dan
pelabuhan (-);
5. Ketatnya regulasi lingkungan. Industri kimia harus
memperhatikan masalah keamanan, kesehatan, dan
lingkungan (+);
6. industri kimia adalah industri terbesar kedua yang dikenai
tindakan anti-dumping di dunia (-);
7. Pemeriksaan Bareskrim dan BNN menjadi salah satu
penghambat ekspor (-).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri Kimia Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing. Industri yang terkait dengan
industri Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Rantai nilai industri kimia terkait erat dengan sektor
ekonomi produktif yaitu pangan, sandang, dan papan, serta
penyediaan bahan baku berbagai industri hilir antara lain
industri cat dan coating, elektronik, serta otomotif (-);
2. Bahan baku penunjang masih dipenuhi dari impor (-).
Kondisi Permintaan
Permintaan produk Kimia terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk Kimia
sangat tinggi. Kondisi permintaan produk industri Kimia
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Impor dunia USD 1,7 triliun (2013), tumbuh rata-rata 7,4%
per tahun (+).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
2. Pasar utama: AS (10,6%), Jerman (7,6%), China (7,5%),
dan Belgia (5,9%).
3. pemasok utama: Jerman (11,3%), AS (10,2), Belgia (7,5%),
dan China (6,1%). Indonesia peringkat ke-30 (0,6%), atau
tumbuh 20,3% per tahun dengan pasar utama ekspor
China, Malaysia, dan Singapura (+).
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri
Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana
sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta
insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);
2. Pasar Fokus pasar: AS, China, Belanda, Jepang,
Malaysia, Singapura, Thailand, India, Korsel, dan Filipina;
Pasar potensial: Jerman, Belgia, Perancis, Inggris, dan
Italia (+);
3. Meningkatkan teknologi industri kimia untuk meningkatkan
proses produksi maupun pengembangan produk baru
dengan cara transfer teknologi intra-firm dan transfer
teknologi dari perusahaan asing melalui FDI (+);
4. Meningkatkan standar keamanan, kesehatan, dan
perlindungan lingkungan dan regulasi lingkungan karena
banyak negara pengimpor produk kimia yang memilih
produk/proses produksi produk kimia yang lebih aman.
Selain itu, regulasi lingkungan merupakan salah satu
alasan negara maju untuk merelokasi pabrik kimia ke
negara berkembang (+);
5. Fokus kepada penelitian dan pengembangan untuk
pengembangan produk, inovasi proses produksi, dan
penelitian mengenai keamanan pemakaian produk kimia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
Hal ini juga dapat dilakukan dengan kerjasama antara
industri dengan akademisi (+);
6. Melakukan promosi dan pemasaran produk kimia Indonesia
di pasar internasional (+).
Kebijakan Pemerintah
1. Perlunya perbaikan infrastruktur terutama logistik dan
proses handling di pelabuhan (-);
2. Iklim usaha dalam negeri kondusif, terutama isu
ketenagakerjaan, energi, kepastian hukum dan biaya tidak
jelas (-);
3. Peraturan pemerintah dirasa masih banyak kontra produktif
dan belum ada sinergi antar K/L terkait (-);
4. Perlu adanya pengembangan PTA, FTA, dsb untuk
menghadapi non-tariff barriers (-);
5. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana
sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta
insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);
6. Regulasi lingkungan. Industri kimia harus memperhatikan
masalah keamanan, kesehatan, dan lingkungan. (+);
7. Perijinan yang dibutuhkan untuk melakukan impor sangat
berbelit-belit (-).
Kesempatan
1. Belum ada Banyak pabrik yang berusia relatif tua dengan
teknologi proses yang kurang up-to-date, sehingga
membutuhkan dukungan revitalisasi;
2. Industri kimia dasar diproyeksikan bakal tumbuh sejauh 6%
bila penerapan program penghiliran berlangsung lebih
intensif (+);
3. Selama triwulan ketiga tahun ini industri kimia dasar,
barang kimia, dan farmasi termasuk dalam tiga besar
bidang usaha yang mendapat kucuran investasi terbanyak.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke sektor itu
adalah yang terbanyak kedua senilai Rp5,6 triliun dari 32
proyek. Nilai penanaman modal asing (PMA) adalah yang
terbesar ketiga US$998,9 juta dari 115 proyek (+).
Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Produk Otomotif Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.3.1. Daya Saing Komparatif Produk Otomotif
Tiga pasar otomotif utama dunia mulai dari yang terbesar
berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman, dan RRT
(Tabel 4.5). Di pasar Amerika Serikat, negara eksportir
terbesar adalah Mexico, Kanada dan Jepang. Adapun
Indonesia berada pada urutan ke 51, kalah bersaing dengan
Thailand dan Vietnam. Di pasar Jerman, Indonesia berada
pada posisi 45, lebih rendah dibandingkan Thailand, Kamboja,
Malaysia dan Vietnam. Adapun di pasar RRT, produk otomotif
Indonesia juga kalah dengan Malaysia dan Thailand. Dari
ketiga pasar otomotif utama dunia tersebut, pesaing utama
Indonesia dari negara ASEAN antara lain Thailand, Vietnam
dan Malaysia. Thailand merupakan negara yang paling unggul
dibandingkan Indonesia dan negara ASEAN lainnya sebagai
pemasok produk otomotif dunia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif
Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Gambar 4.7 juga menunjukkan bahwa pesaing utama
Indonesia di pasar otomotif global adalah Thailand. Thailand
berada pada kuadran pertama karena selain memiliki nilai
ekspor otomotif yang tinggi, ekspor otomotif Thailand juga
mencatatkan pertumbuhan yang tinggi lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekspor Indonesia dan rata-rata
negara ASEAN lainnya. Indonesia berada di kuadran II
bersama Singapura yang berarti nilai ekspor Indonesia
cenderung lebih besar dibandingkan rata-rata negara ASEAN
lainnya, namun memiliki nilai pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN lainnya.
Adapun pesaing prospektif Indonesia berada pada kuadran IV
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
Mexico 1 68.27 14.01 13.95
Canada 2 56.26 5.11 0.49
Japan 3 46.48 3.72 -9.08
Thailand 19 0.73 24.93 15.53
Viet Nam 25 0.19 23.31 17.37
Indonesia 31 0.09 4.09 14.27
Malaysia 33 0.09 9.82 23.58
Singapore 39 0.04 15.64 8.74
Philippines 40 0.04 9.05 31.86
Cambodia 43 0.02 41.79 2.99
Brunei Darussalam 102 0.00 n/a 1260.00
Myanmar 159 0.00 n/a n/a
Czech Republic 1 11.33 9.37 24.61
Spain 2 10.52 8.21 10.47
France 3 9.67 2.98 9.21
Thailand 29 0.23 3.06 -1.69
Cambodia 33 0.14 86.07 -21.13
Malaysia 37 0.10 5.67 -5.99
Viet Nam 41 0.06 22.24 51.36
Indonesia 45 0.05 -6.10 18.23
Singapore 47 0.04 -2.96 -54.75
Philippines 59 0.01 -17.48 -30.21
Myanmar 114 0.00 n/a 166.67
Brunei Darussalam 125 0.00 n/a 0.00
Germany 1 27.39 10.51 21.42
Japan 2 15.97 -0.78 9.92
United States of America 3 14.17 33.25 31.62
Malaysia 20 0.22 15.49 74.68
Thailand 22 0.19 27.08 40.66
Indonesia 23 0.19 23.45 134.35
Viet Nam 24 0.11 50.00 169.03
Philippines 32 0.06 61.08 35.81
Singapore 33 0.04 -3.33 -69.57
Cambodia 48 0.00 n/a 214.24
Lao People's Democratic Republic 104 0.00 n/a -50.00
Brunei Darussalam 131 0.00 n/a n/a
USA 265.44
Germany 107.20
China 89.49
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
yakni Laos, Kamboja, Vietnam dan Malaysia. Walaupun
keempat negara ini memiliki nilai ekspor yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata negara ASEAN lainnya, namun nilai
pertumbuhan ekspor jauh lebih tinggi.
Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk
Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Pasar utama ekspor produk otomotif Indonesia belum
menyasar ke negara importir utama dunia, khususnya
Amerika Serikat. Pada Gambar 4.6 (kuadran I dan II) terlihat
bahwa 10 negara tujuan ekspor utama produk otomotif
Indonesia adalah Australia, Brazil, RRT, Perancis, Jerman,
India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Filipina.
Nilai Ekspor Produk Otomotif 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)
Pert
um
bu
han
Nila
i Eks
po
r Pro
du
k O
tom
oti
fTa
hu
n 2
012-
2013
(Pe
rsen
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.6. menunjukkan untuk produk otomotif, negara
ASEAN belum mampu untuk berdaya saing di pasar Jerman
dan RRT yang dapat dilihat dari nilai RCA di pasar tujuan
ekspor tersebut kurang dari satu. Sementara itu, produk
otomotif Indonesia ternyata juga belum mampu untuk berdaya
saing dengan negara ASEAN lainnya. Produk ekspor
Indonesia ini hanya memiliki dayas aing di pasar Filipina,
walaupun masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand.
Filipina dan Thailand merupakan negara pesaing utama
Indonesia. Selain itu, diperkirakan Vietnam juga akan menjadi
pesaing prospektif bagi Indonesia di pasar otomotif.
Nilai Ekspor Otomotif Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i Ek
spo
r O
tom
oti
f
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean
Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.3.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Otomotif
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri otomotif di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Bahan baku otomotif sebagian besar berasal dari lokal
(55%) sedangkan impor (45%) (-);
2. Sudah banyaknya SDM dalam jasa Service Otomotif yang
telah dibuat. (+);
3. Produktivitas faktor produksi, khususnya tenaga kerja
rendah. besaran kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi)
tidak sebanding dengan besaran kenaikan produktivitas (-);
4. Masih banyak impor komponen otomotif ke dalam negeri
sementara peruntukakannya masih belum jelas apakah
tujuannya untuk produksi ataukah tujuannya untuk after
market (-);
5. Ada indikasi impor ilegal karena impor komponen CKD
(completely knock down) tidak terlalu besar namun mobil
yang ada di dalam negeri jumlahnya sangat besar (-);
Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore
Australia 0.05 3.47 0.05 0.03 0.02 0.14
Brazil 0.92 2.39 0.15 22.54 0.10 0.18
China 0.06 0.17 0.10 0.09 0.24 0.15
France 0.01 0.75 0.06 4.36 0.01 0.02
Germany 0.12 0.50 0.25 0.01 0.08 0.28
India 0.31 5.48 0.18 56.27 1.09 0.64
Japan 0.69 2.46 0.10 0.13 1.27 0.19
Korea, Republic of 0.02 0.50 0.04 4.95 0.20 0.83
Malaysia 0.94 3.55 0.18 0.33 0.29
Philippines 2.58 4.53 0.11 0.51 0.15
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
6. Keleluasaan untuk melakukan pengembangan usaha
sangat terbatas bagi Indonesia (-);
7. Semua bahan baku (spesifikasi, dll), teknologi yang
digunakan, kuantitas dan negara tujuan ekspor masih
ditentukan oleh pihak prinsipal (luar negeri) (-);
8. Perjanjian ASEAN Industrial Cooperation (AICO) membuat
sistem produksi otomotif menjadi terfragmentasi khususnya
di negara-negara ASEAN sehingga negara A khusus untuk
membuat produk tertentu, sementara negara B khusus
untuk membuat bagian yang lain (+).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri otomotif Indonesia merupakan salah satu faktor
penting dalam menunjang daya saing otomotif. Industri yang
terkait dengan industri otomotif berdasarkan hasil studi
literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Industri terkait dalam otomotif yang paling utama adalah
industri besi dan baja serta mesin sebagai komponen
utama. Saat ini Produksi besi dan baja Indonesia belum
dapat memenuhi kebutuhan nasional. Setidaknya setiap
tahun Indonesia masih mengimpor 2 Juta Ton Baja. Industri
mesin juga belum menunjukan kemampuannya dalam
pemenuhan kebutuhan dalam negeri (-);
2. Krakatau Steel sebagai produsen baja nasional dinilai
sudah tidak lagi efisien namun tetap terus diberikan
perlindungan melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping
(BMAD) terhadap produk-produk baja dari luar negeri.
Dengan demikian, industri hulu tidak berkembang di
Indonesia (-).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47
Kondisi Permintaan
Permintaan produk otomotif terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk otomotif
sangat tinggi untuk keperluan sehari-hari. Kondisi permintaan
produk industri otomotif berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Permintaan produk otomotif di dalam negeri tinggi (90%),
10% ekspor (+);
2. Konsumen lokal dalam memilih produk produk otomotif,
mengutamakan faktor kualitas, sehingga cenderung
memilih merek Jepang (-);
3. Pendapatan serta kemampuan daya beli masyarakat
Indonesia masih relatif rendah (-);
4. Di pasar suku cadang domestik, masih banyak terdapat
merk-merk palsu (bajakan) (-);
5. PMA mampu mengekspor sekitar 15-30% dari produksinya
sementara untuk produk after market (suku cadang) dapat
mengekspor sekitar 70% dari produksi (+);
6. Produk otomotif Indonesia banyak diekspor ke negara-
negara Timur Tengah dan Afrika karena spesifikasi otomotif
yang digunakan masih berbentuk Euro 4. Untuk negara
tujuan ekspor lainnya, seperti pasar Eropa dan Amerika
Serikat karena di pasar tersebut spesifikasi otomotif yang
digunakan adalah Euro 2. Indonesia belum mampu
memproduksi Euro 2 (-).
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri otomotif sangat ketat
terutama perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri
masuk sebagai pesaing industri otomotif nasional, karena
Indonesia menganut sistem perdagangan bebas, terutama
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48
dengan negara-negara ASEAN-RRT. Sehingga produk
otomotif nasional akan bersaing dengan produk negara lain
baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional.
Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri
otomotif berdasarkan hasil studi literatur dan otomotif
diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan otomotif terus tumbuh. Jumlah Perusahaan
sedang dan besar Industri otomotif dan perlengkapan pada
tahun 2009 mencapai 282 dan meningkat pada tahun 2013
menjadi 286 perusahaan (+);
2. Di pasar internasional, industri otomotif nasional
menghadapi pesaing produsen otomotif murah seperti
China dan India (-);
3. Keseluruhan anggota dari GAIKINDO merupakan OEM
(Original Equipment Manufacturer) baik untuk produk mobil,
motor dan juga sparepart (genuine sparepart) sehingga
sebagian besar mempunyai hak untuk memproduksi tetapi
tidak mempunyai hak untuk menjual secara umum tanpa
seijin pemilik merk dagang (investor) (-).
Kebijakan Pemerintah
1. Kebijakan Mobil Murah LCGC meningkatkan Pasar
dikalangan menengah kebawah (+);
2. Meningkatkan penggunaan mobil hibrida sebagai program
jangka pendek dan mengembangkan teknologi mobil listrik
untuk program jangka panjang. Kedua kebijakan itu sudah
ditegaskan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam pecanangan gerakan penghematan energi nasional
pada Selasa (29/5) (+);
3. Di Indonesia insentif pajak, seperti tax holiday merupakan
sesuatu yang sangat sulit didapatkan, sementara itu negara
pesaing Indonesia seperti Vietnam, pemerintah Vietnam
justru berani memberikan banyak sekali tax holiday (-);
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49
4. Terhambat perizinan SNI yang saat ini dijadikan perizinan
teknis (-).
Kesempatan
1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan
nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi biaya
produksi. (-);
2. Permintaan produk otomotif dalam negeri maupun luar
negeri selalu tinggi (+);
3. Program pemerintah tentang pengembangan industri
otomotif dalam negeri (+).
Gambar 4.10. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Otomotif
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50
4.4. Posisi dan Daya Saing Produk Plastik Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.4.1. Daya Saing Komparatif Produk Plastik
Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk plastik utama
dunia, yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih kalah
bersaing dengan Thailand, Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Tren impor produk plastik Indonesia di ketiga importir utama
produk plastik dunia tersebut cenderung mengalami
penurunan kecuali di pasar RRT yang tetap tumbuh sebesar
11,5% per tahun (Tabel 4.7).
Tabel 4.7. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Plastik Dunia
Sumber: Trademap, 2015
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
Korea, Republic of 1 12.46 3.96 -0.86
Taipei, Chinese 2 10.05 -0.57 -4.99
Japan 3 9.98 -2.24 -1.63
Singapore 5 4.21 12.05 22.94
Thailand 7 3.85 8.60 6.82
Malaysia 11 1.60 4.87 3.20
Indonesia 25 0.36 11.49 -0.89
Viet Nam 26 0.32 58.95 7.03
Philippines 27 0.30 -4.51 -10.54
Cambodia 71 0.01 135.66 23.38
Myanmar 84 0.00 52.50 118.32
Lao People's Democratic Republic 96 0.00 n/a n/a
Brunei Darussalam 143 0.00 n/a n/a
China 1 14.91 9.10 6.38
Canada 2 11.40 4.49 5.86
Mexico 3 4.67 10.20 13.23
Thailand 11 0.53 5.46 2.17
Singapore 17 0.33 10.35 2.08
Malaysia 21 0.25 5.56 2.43
Viet Nam 23 0.21 12.66 22.30
Indonesia 26 0.18 -7.31 10.39
Philippines 38 0.06 8.57 -9.12
Cambodia 43 0.03 23.01 53.53
Lao People's Democratic Republic 75 0.00 -8.99 16.77
Brunei Darussalam 170 0.00 n/a n/a
Myanmar 171 0.00 n/a n/a
Netherlands 1 7.19 6.16 22.10
Belgium 2 6.89 4.36 16.93
France 3 4.03 3.57 0.53
Viet Nam 28 0.15 15.14 -4.80
Thailand 32 0.11 7.35 -12.79
Malaysia 36 0.05 1.54 -13.90
Singapore 38 0.05 -13.15 -45.94
Indonesia 49 0.02 -7.29 -8.46
Philippines 58 0.01 2.78 9.51
Cambodia 88 0.00 -40.23 70.59
Myanmar 90 0.00 n/a 512.50
Lao People's Democratic Republic 94 0.00 78.10 105.26
Brunei Darussalam 163 0.00 n/a n/a
China 75.20
USA 50.12
Germany 44.93
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51
Pada Gambar 4.10 dapat diketahui bahwa untuk produk
plastik, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran III
dimana nilai ekspornya masih relatih rendah, namun
pertumbuhan ekspornya tinggi. Singapura, Thailand dan
Malaysia merupakan eskportir terbesar produk plastik yang
berasal dari ASEAN. Ketiga negara tersebut berada di
kuadran I dan II sehingga ketiga negara tersebut merupakan
pesaing utama produk plastik Indonesia.
Gambar 4.11. Posisi Produk Plastik Indonesia dan ASEAN
Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama produk
plastik Indonesia dan terletak pada kuadran II yang berarti
bahwa nilai ekspornya besar namun pertumbuhan ekspornya
cenderung mengalami penurunan. Negara tujuan ekspor
produk plastik Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekspor
Pe
rtu
mb
uh
an
Nil
ai E
ksp
or
Pro
du
kP
last
ikN
ega
ra A
SEA
NTa
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Nilai Ekspor Produk Plastik Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52
tinggi dan dapat menjadi negara tujuan ekspor potensial
antara lain China, Vietnam dan India.
Gambar 4.12. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk
Plastik Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.8 menunjukkan nilai RCA produk plastik dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Produk plastik Indonesia
hanya memiliki daya saing (comparative advantage) di negara
Filipina, di negara tujuan ekspor lainnya kirang berdaya saing
karena memiliki nilai RCA di bawah 1. Sementara itu, pesaing
utama produk plastik Indonesia yaitu Thailand dan Filipina,
hampir seluruhnya memiliki daya saing di negara tujuan
ekspor Indonesia.
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i Ek
spo
r P
rod
uk
Pla
stik
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Nilai Ekspor Produk Plastik Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53
Tabel 4.8. Nilai RCA Produk Plastik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.4.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Plastik
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri plastik di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatas,
secara rinci diuraikan berikut ini:
1. Bahan baku masih sangat bergantung pada impor. Di
Indonesia, biji plastik yang berkualitas belum mampu
diproduksi (-);
2. Belum adanya integrasi yang baik antara industri hulu
dengan industri hilir serta utilisasi yang rendah (-);
3. Biaya infrastruktur dan logistik yang tinggi merupakan
hambatan bagi industri petrokimia (-);
4. Gas alam yang notabenenya digunakan sebagai sumber
energi merupakan salah satu bahan baku dari industri
plastik. Indonesia kaya akan gas alam, sehingga bahan
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Amerika Serikat 0.49 0.68 1.18 0.48 0.51 0.99
Jepang 0.95 1.32 3.61 1.90 0.73 1.60
Cina 0.43 0.95 3.01 0.62 0.22 2.45
Malaysia 0.63 - 1.42 0.40 0.47 1.28
Philipina 1.15 2.77 2.25 1.36 - 2.32
Singapura 0.44 1.24 0.69 0.45 0.23 -
Vietnam 0.81 1.16 1.50 - 0.58 1.01
Belanda 0.14 0.15 0.38 1.27 0.09 0.45
Bangladesh 0.69 1.13 4.50 0.51 0.64 1.18
Taipei Chinese 0.28 0.49 1.91 0.68 0.34 1.19
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54
baku tersebut tidak harus diekspor tapi dapat digunakan
sebagai bahan baku industri plastik (+).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri plastik Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing produk plastik Indonesia.
Kondisi industri yang terkait dengan industri berdasarkan hasil
studi literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai
berikut:
1. Tidak banyak industri yang bermain di bidang industri
plastik sehingga terkait dengan bahan baku dan penunjang
masih sepenuhnya bergantung pada impor (-).
Kondisi Permintaan
Permintaan produk alas kaki terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Kondisi permintaan produk alas kaki
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Impor dunia terus tumbuh sebesar rata-rata 9,6% per tahun
(+);
2. Permintaan akan produk plastik dunia meningkat seiring
dengan naiknya produk makanan olahan karena plastik
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari industri
makanan (+);
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri plastik sangat ketat
terutama dengan negara-negara tetangga ASEAN. Kondisi
strategi, struktur dan persaingan pada industri plastik
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55
1. Industri plastik dalam negeri saat ini sedang menghadapi
dilema, apabila gas tersebut diolah menjadi bahan baku
maka energi dalam negeri akan kekurangan dan sebaliknya
(-);
2. Biji plastik yang merupakan bahan baku utama industri
plastik masih impor, pemain utama industri plastik dalam
negeri adalah satu-satunya PT. Candra Asih (-);
3. Di Thailand, industri petrokiamia merupakan state company
sehingga sangat dilindungi (-);
4. Di Singapura, industri petrokimia sangat berkembang
karena pemerintah mengizinkan pulau-pulau yang ada
sebagai pusat refinery sehingga Singapura memanfaatkan
gas yang diekspor oleh Indonesia untuk diolah lebih lanjut
(-);
5. Sementara Di vietnam, keunggulan Vietnam adalah
bagaimana pemerintah menarik investor, pemerintah
Vietnam banyak memberikan keringanan pajak sehingga
invesasi masuk (-).
Kebijakan Pemerintah
Berikut merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang
memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi daya
saing produk plastik Indonesia antara lain:
1. Insentif yang diberikan pemerintah adalah pemberian
program restrukturisasi dalam hal investasi, untuk
mendapatkan tax holiday diperlukan waktu lebih dari 1
tahun dan belum jelas (-);
2. Perlu ada pendekatan terkait standar technical barrier,
misalnya walaupun Indonesia sudah memiliki FTA bilateral
dengan Jepang namun produk ekspor Indonesia masih
susah untuk masuk ke pasar Jepang (-);
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56
3. Hendaknya pemerintah dapat fokus pada produk dimana
Indonesia telah memiliki keunggulkan komparatif
setidaknya dalam hal bahan baku (-)
Kesempatan
1. Depresiasi IDR terhadap US Dollar dirasa merugikan
karena hampir sebagian besar bahan baku masih
didominasi dan bergantung pada bahan baku impor (-)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57
Gambar 4.13. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Plastik
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58
4.5. Posisi dan Daya Saing Produk Logam Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.5.1. Daya Saing Komparatif Produk Logam
Ekspor Indonesia ke pasar produk logam utama dunia,
yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih kalah bersaing
dibandingkan negara ASEAN lainnya, terutama Thailand,
Vietnam dan Malaysia. Di samping ketiga negara tersebut,
Kamboja memiliki performa ekspor produk logam yang cukup
baik. Impor AS dan RRT selama 5 tahun terakhir dari
Kamboja menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar
129.4 persen dan 88.5 persen meskipun nilai impornya masih
relatif sangat kecil (Tabel 4.9).
Tabel 4.9. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk
Logam Dunia
Sumber: Trademap, 2015
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
China 1 15.62 8.28 14.16
Canada 2 9.58 1.28 9.70
Mexico 3 7.04 8.29 16.53
Thailand 20 0.74 8.98 -3.20
Viet Nam 23 0.49 19.78 -16.79
Malaysia 32 0.25 10.25 -1.82
Indonesia 36 0.20 0.69 16.92
Philippines 42 0.13 25.56 -8.11
Singapore 54 0.06 11.83 4.06
Cambodia 72 0.01 129.39 147.14
Lao People's Democratic Republic 73 0.01 316.78 33.75
Brunei Darussalam 120 0.00 n/a n/a
Italy 1 6.02 2.04 1.49
Netherlands 2 5.22 7.03 40.85
France 3 4.90 -0.67 2.91
Viet Nam 32 0.12 6.30 -1.32
Thailand 34 0.10 13.83 10.73
Malaysia 38 0.07 -12.01 -16.83
Indonesia 45 0.03 -33.45 -59.62
Philippines 55 0.02 -31.99 10.71
Singapore 62 0.01 -2.86 -3.47
Cambodia 84 0.00 -65.94 -34.41
Brunei Darussalam 127 0.00 n/a -81.82
Myanmar 136 0.00 n/a -50.00
Lao People's Democratic Republic 151 0.00 n/a n/a
Japan 1 9.03 -7.69 -0.16
Korea, Republic of 2 5.85 0.35 5.79
Germany 3 3.53 9.76 20.13
Singapore 11 0.63 30.02 173.15
Myanmar 17 0.29 n/a 2190.67
Malaysia 23 0.20 -4.50 -10.57
Thailand 24 0.18 4.29 0.24
Viet Nam 34 0.08 -10.45 3.66
Indonesia 43 0.05 4.30 74.68
Philippines 58 0.01 -13.99 -7.81
Lao People's Democratic Republic 67 0.00 n/a 36.22
Cambodia 99.00 0.00 88.52 157.14
Brunei Darussalam 113.00 0.00 n/a n/a
USA 80.82
Germany 52.25
China 34.04
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59
Kinerja ekspor produk logam Indonesia relatif lebih baik
di pasar tujuan ekspor Amerika Serikat (USA) dibandingkan
dengan Jerman dan Cina. Indonesia perlu mencermati kinerja
ekspor produk logam di pasar Jerman karena trendnya
menunjukkan penurunan sebesar 33.45 persen selama
periode 2010-2014.
Gambar 4.14. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk
Logam ASEAN Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 4.13. juga menunjukkan bahwa, posisi
Indonesia di pasar produk logam dunia berada pada kuadran
II dimana nilai ekspor relatif tinggi dan diatas rata-rata,
sedangkan pertumbuhan ekspor masih dibawah rata-rata dari
seluruh negara ASEAN. Tidak ada negara-negara ASEAN
yang berada di kuadran I, artinya baik nilai ekspor maupun
pertumbuhan ekspor produk logam tidak ada yang tinggi.
Pe
rtu
mb
uh
an
Nil
ai E
ksp
or
Pro
du
kLo
gam
Ne
gara
ASE
AN
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Nilai Ekspor Komoditi Produk Logam Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60
Akan tetapi, produk logam Singapura, Malaysia, dan Thailand
menjadi pesaing utama Indonesia di pasar.
Pada Gambar 4.14 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa
10 negara tujuan ekspor utama produk logam Indonesia
adalah Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Australia,
Malaysia, Thailand, Uruguay, Kongo, Belanda, dan UEA. Di
pasar utama tersebut Indonesia harus bersaing dengan
eksportir dari negara ASEAN seperti yang ditunjukkan oleh
nilai RCA (daya saing comparative) pada Tabel 4.10.
Gambar 4.15. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Logam
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.10 menunjukkan nilai RCA produk logam dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Produk logam Indonesia
dapat mengungguli produk yang sejenis dari negara ASEAN
lainnya, dimana daya saing produk ini dapat jauh lebih tinggi
di pasar tujuan ekspor Indonesia. Adapun pasar tujuan ekspor
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i Ek
spo
r P
rod
uk
Loga
m
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Nilai Ekspor Produk Logam Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61
dimana produk logam Indonesia lebih berdaya saing
dibandingkan dengan negara ASEAN adalah Australia,
Kongo, Belanda, dan Uruguai. Akan tetapi, di pasar Jepang
produk logam Indonesia kurang berdaya saing jika
dibandingkan dengan Thailand. Sedangkan di pasar Malaysia,
Thailand, Amerika Serikat dan EU produk logam Indonesia
tidak memiliki daya saing.
Tabel 4.10. Nilai RCA Produk Logam Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.5.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Logam
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri logam di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Impor bahan baku industri masih relatif tinggi, yaitu sekitar
76.05 persen terhadap nilai ekspor nasional. Padahal kalau
ditelusuri barang yang diimpor tersebut berasal dari bahan
alam yang banyak terdapat di Indonesia. Sampai sejauh
ini, kemandirian industri dalam negeri dengan pengolahan
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Singapura 2.90 1.40 0.82 0.76 0.17 -
Jepang 1.78 0.43 2.17 0.83 1.24 0.58
Amerika Serikat 0.51 0.74 0.83 0.57 0.35 0.19
Australia 3.01 1.89 1.92 0.69 2.66 0.31
Malaysia 0.87 - 0.39 0.51 0.71 0.40
Thailand 0.77 0.59 - 0.92 0.27 0.25
Uruguai 5.86 0.43 0.19 0.01 - 0.58
Kongo 3.49 0.01 0.04 0.21 - 1.47
Belanda 1.57 0.43 0.43 0.76 0.02 0.46
UEA 0.71 0.65 0.52 0.12 0.05 0.37
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62
bahan mentah sampai menjadi bahan jadi di negeri sendiri
masih jauh dari harapan. Bahkan pada sektor industri
logam Aluminium (AL), Ferro Nikel (Fe-Ni) dan Tembaga
(Cu) yang notabene sebagian besar masih merupakan
industri asing sehingga seluruh produknya diperuntukkan
bagi negara asing tersebut.
2. Industri logam seperti baja sudah mulai menyesuaikan diri
dengan kondisi keterbatasan bahan baku. Di antaranya
mengganti bahan baku serap dengan bahan baku yang
sudah diolah terlebih dahulu.
3. Bahan baku tidak diproduksi di dalam negeri, sehingga
industri baja Indonesia mengalami kesulitan untuk
berkembang.
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri logam Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing logam. Industri yang terkait
dengan industri logam berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Industri logam merupakan salah satu industri dasar yang
menunjang produksi barang modal yang menopang
industri lainnya. Dengan logam sebagai bahan baku
utama, industri ini diakui memiliki peran terhadap
pengembangan industri nasional.
2. Komponen utama dari peralatan atau mesin yang
digunakan dalam kegiatan industri disuplai oleh industri
logam.
Kondisi Permintaan
Permintaan produk logam terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk logam
sangat tinggi untuk keperluan seharai. Kondisi permintaan
produk industri logam berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Permintaan produk logam pada 2013, yakni Besi dan Baja
mencapai 6.93 persen atau meningkat dibandingkan tahun
2012 sebesar 5.86 persen. Salah satu hal yang
menyebabkan peningkatan pertumbuhan tersebut adalah
adanya realisasi beberapa proyek pada industri material
dasar logam, antara lain PT Krakatau Posco, PT Delta
Prima Steel, PT Indobaja Dayatama dan PT Molten
Aluminium Indonesia.
2. Permintaan logam seperti besi dan baja diproyeksi akan
naik sesuai dengan dimulainya berbagai proyek
pembangunan oleh pemerintah. Begitu pula dengan proyek
pembangunan properti dan infrastruktur dari kalangan
swasta dinilai masih akan menunjukkan pertumbuhan
permintaan produk logam. China, Jerman, dan Jepang
merupakan pemasok utama Produk Logam dunia dengan
pangsa masing-masing 15,5%, 8,8%, dan 6,5% terhadap
total ekspor Produk Logam dunia 2013.
3. Sementara itu, permintaan dunia akan produk logam
meningkat rata-rata 7,8% per tahun selama 2009-2013 dan
mencapai USD 717,6 miliar di tahun 2013.
4. Meskipun Indonesia masih kecil dalam memenuhi
kebutuhan dunia dengan pangsa 0,4% (USD 2,9 miliar),
namun ekspor Produk Logam Indonesia naik cukup
signifikan 8,7% per tahun selama 5 tahun terakhir. Negara
utama tujuan ekspornya adalah Australia dengan pangsa
19,1%, Singapura (14,3%), dan Malaysia (9,4%).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri logam sangat ketat
terutama perusahaan di luar negeri. Kondisi strategi, struktur
dan persaingan pada industri logam berdasarkan hasil studi
literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Dari berbagai aspek yang mendukung masuknya barang
logam Cina ke Indonesia, yang paling berpengaruh adalah
Cost (Harga). Dengan harga murah yang ditawarkan,
peralatan canggih yang mampu memproduksi ribuan
barang dalam sekali produksi, membuat Cina mampu
menguasai industri logam Indonesia.
2. Produksi baja dalam setahun 8 juta ton/ tahun, sedangkan
China memproduksi 850 juta ton per tahun. Oleh karena
itu, industri baja nasional sangat terancam dan bersaing
ketat dengan China. 1% produksi China sama dengan
produksi baja Indonesia setahun.
Kebijakan Pemerintah
1. Investiasi di sektor industri logam saat ini belum banyak
padahal sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri.
Di antaranya untuk produk seperti pelat besi, pig iron,
green pipe, slab stainless steel, billet stainless steel, atau
batang stainless steel.
2. Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan industri
pengkayaan mineral (Mineral Enrichment Industry)
sehingga dapat diproses dengan mudah untuk menyuplai
industri hilirnya. Hal ini menandakan sangat diperlukannya
upaya untuk meningkatkan kepercayaan pada kemampuan
dalam negeri dalam mengolah sumber daya alam
Indonesia sedemikian rupa sehingga ketergantungan pada
impor bisa dikurangi.
3. Adanya kebijakan pembatasan impor bahan baku besi
bekas (scrap) karena isu lingkungan membuat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65
pertumbuhan sektor industri logam di tahun 2013 ini turun
di kisaran 4-5 persen.
4. Pemberlakuan tarif bea masuk produk-produk impor
melalui skema kerjasama internasional relatif rendah,
sedangkan non-tariff measure untuk produk logam perlu
dikembangkan secara optimal. Hal ini dilakukan untuk
menekan penggunaan jumlah produk impor dan
mendorong tumbuhnya industri dalam negeri
5. Pemerintah melalui Program Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri (P3DN) diharapkan dapat
memberikan dukungan agar mampu menjadi pemicu
penggunaan produk logam dalam negeri, terutama proyek
yang dibiayai oleh APBN.
6. Teknologi dan kapasitas belum memadai untuk
pembangunan industri pengolahan logam yang besar
7. Biaya energi di Indonesia cukup mahal.
8. Inefisiensi biaya produksi
9. Kesulitan dalam membuang limbah karena diperlukan
perijinan yang sangat panjang dan rumit untuk membuang
limbah (manajemen pembuangan limbah).
10. Kesulitan memperoleh bahan baku berupa scrap yang
merupakan bahan baku daur ulang industri karena
KemenhutLH dimasukkan ke dalam kategori limbah B3.
11. Terkait SNI wajib, saat ini Indonesia sangat mudah dalam
mengimpor baja.
Kesempatan
1. Ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor (-)
2. Semakin meningkatnya realisasi proyek-proyek pemerintah
dan swasta yang membutuhkan bahan baku dari produk
logam. (+)
3. Ekspansi industri menuju logam modern dan efisien (+)
4. Kebijakan ekspor mineral logam berjalan efektif (+)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66
5. Perijinan harus trasparan dan cepat selain ijin ekspor juga
ijin pengelolaan limbah. Selain itu, hendaknya scrap tidak
lagi dikategorikan dalam limbah B3. (+)
6. Penyediaan tenaga listrik dan teknologi yang lebih maju
untuk dapat menarik investasi asing dalam menanamkan
modal di industri pengolahan logam nasional. (+)
7. Perbaikan manajemen industri kecil agar tetap bertahan
(+)
Strategi pengembangan ekspor produk logam
1. Perluas fokus pasar: Australia, Singapura, Malaysia, dan
Jepang. Semantara itu, ada sar potensial: Korea dan
Meksiko
2. Pengembangan industri logam nasional menuju industri
logam modern dan efisien dengan memanfaatkan sumber
daya lokal.
3. R&D bagi pengembangan produk baru untuk diversifikasi
produk
4. Memberikan insentif fiskal kepada perusahaan yang
melakukan ekspor
5. Meningkatkan peran market intelligence Perwakilan
Perdagangan (Atdag) dan ITPC dalam identifikasi peluang
pasar, informasi kebutuhan produk, hambatan
perdagangan, jaringan distribusi dan logistik di negara
tujuan ekspor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67
Gambar 4.16. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Logam
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68
4.6. Posisi dan Daya Saing Produk Mesin Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.6.1. Daya Saing Komparatif Produk Alas Mesin
Tiga pasar mesin-mesin utama dunia mulai dari yang
terbesar berturut-turut adalah Amerika Serikat, RRT, dan
Jerman (Tabel 4.11). Di pasar Amerika dan Jerman, Posisi
pertama dikuasai China. Indonesia berada diranking 36 untuk
pasar Amerika dan ranking 51 di pasar Jerman. Sementara di
pasar China, posisi pertama dikuasai Jepang, sedangkan
Indonesia di ranking 31.
Tabel 4.11. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Mesin-Mesin
Dunia
Sumber: Trademap, 2015
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
China 1 51.20 10.39 10.90
Mexico 2 41.35 9.78 9.24
Japan 3 33.69 7.73 2.11
Thailand 17 2.07 13.47 26.18
Singapore 19 1.63 9.08 15.94
Malaysia 23 1.20 5.92 11.50
Philippines 27 1.08 4.41 11.85
Viet Nam 30 0.76 32.75 24.69
Indonesia 36 0.44 7.64 18.35
Cambodia 115 0.00 68.71 121.71
Brunei Darussalam 133 0.00 40.98 7.69
Lao People's Democratic Republic 192 0.00 n/a n/a
Japan 1 31.48 -9.66 3.57
Germany 2 29.56 1.98 9.06
United States of America 3 18.17 5.84 6.53
Singapore 9 2.89 5.48 11.99
Thailand 14 1.73 4.73 17.36
Malaysia 16 1.58 12.29 15.31
Viet Nam 21 0.91 17.41 21.76
Philippines 25 0.79 3.37 5.27
Indonesia 31 0.34 -0.05 -11.55
Cambodia 50 0.02 596.74 38.70
Lao People's Democratic Republic 86 0.00 72.41 -50.19
Myanmar 87 0.00 -6.63 -43.13
Brunei Darussalam 131 0.00 n/a n/a
China 1 10.71 6.01 -3.89
Austria 2 10.46 3.81 5.55
France 3 10.37 3.28 3.15
Thailand 29 0.61 5.00 -4.62
Malaysia 30 0.51 -1.55 -22.50
Singapore 31 0.49 4.37 -1.62
Viet Nam 42 0.17 26.46 34.93
Philippines 43 0.14 6.70 -34.00
Indonesia 51 0.08 -11.84 -24.86
Lao People's Democratic Republic 81 0.002 n/a -21.99
Myanmar 94 0.001 n/a 2239.29
Brunei Darussalam 106 0.000 -9.21 -41.67
Cambodia 111 0.000 n/a 59.40
USA 263.56
China 155.53
Germany 132.69
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69
Jika dibandingkan dengan dengan eksportir mesin dari
negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah bersaing dengan
Thailand, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Bahkan
Thailand menjadi yang paling unggul diantara negara ASEAN
sebagai pemasok mesin-mesin di ketiga importir mesin-mesin
dunia (Tabel 4.11).
Gambar 4.17. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk
Mesin ASEAN lainnya di Pasar Dunia Sumber: Hasil Analisis
Gambar 4.16 juga menunjukkan bahwa, posisi Indonesia
di pasar produk mesin dunia berada pada kuadran III dimana
nilai ekspor dan pertumbuhan ekspor masih dibawah rata-rata
dari seluruh negara ASEAN. Pesaing utama Indonesia dari
negara ASEAN untuk produk mesin di pasar dunia
berdasarkan Gambar 13 adalah Malaysia, Thailand, dan
Singapura (nilai ekspor tinggi di kuadran II). Negara-negara
ASEAN tersebut juga menjadi pesaing Indonesia di pasar
utama tujuan ekspor Indonesia untuk produk mesin.
Nilai Ekspor Mesin-Mesin 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)
Pert
umbu
han
Nila
i Eks
por M
esin
-Mes
inTa
hun
2012
-201
3 (P
erse
n)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70
Pasar utama ekspor produk mesin Indonesia belum
menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.11). Pada
Gambar 4.17 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara
tujuan ekspor utama produk mesin Indonesia adalah Australia,
Brazil, Jepang, Malaysia, Belanda, Oman, Peru, Philipina,
Saudi Arabia dan Singapura. Di pasar utama tersebut
Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari Negara ASEAN
seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya saing
comparative) pada Tabel 4.12.
Gambar 4.18. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Mesin
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.12. menunjukkan nilai RCA produk mesin dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan
utama, hanya di pasar Peru produk mesin Indonesia memiliki
daya saing dengan nilai RCA 1. Di 9 negara tujuan lainnya,
nilai RCA dibawah satu atau tidak berdaya saing. Sedangkan
di pasar negara tujuan ekspor lainnya daya saing Indonesia
Nilai Ekspor Komoditi Mesin Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i Ek
spo
r P
rod
uk
Me
sin
-me
sin
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71
masih kalah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Sebagai contoh, di pasar Jepang maka pesaing Indonesia
yang lebih berdaya saing daripada Indonesia adalah Thailand,
Philipina, Vietnam dan Singapura.
Tabel 4.12. Nilai RCA Produk Mesin Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.6.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Mesin
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumberdaya
input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan sumberdaya
infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar
pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya
saing.
Kondisi faktor industri mesin di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Bahan baku mesin sebagian besar berasal dari impor
(65%) sedangkan lokal (35%) (-)
2. Bahan baku dikenakan Bea Masuk sebesar 0%-10%
Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore
Australia 0.58 0.78 0.33 0.94 0.12 0.58
Brazil 0.30 1.50 0.34 0.45 0.36 0.79
Japan 0.35 2.10 0.44 1.06 1.04 4.44
Malaysia 0.45 1.17 0.80 0.16 0.27
Netherlands 0.17 1.11 0.33 2.45 0.22 1.57
Oman 0.20 0.91 2.86 0.33 0.83 3.39
Peru 1.00 0.45 0.39 0.06 0.13 0.79
Philippines 0.65 1.27 0.99 1.44 1.32
Saudi Arabia 0.18 0.87 0.73 0.10 1.68 1.43
Singapore 0.57 0.78 0.58 0.81 0.79 0.40
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72
3. Tenaga kerja kurang berkualitas.
4. Kurangnya SDM dalam jasa Service Mesin yang telah
dibuat.
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri mesin Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing mesin. Industri yang terkait
dengan industri mesin berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya Industri terkait dalam mesin yang
paling utama adalah industri besi dan baja sebagai komponen
utama. Saat ini Produksi besi dan baja Indonesia belum dapat
memenuhi kebutuhan nasional. Setidakanya setiap tahun
Indonesia masih mengipor 2 Juta Ton Baja. (-)
Kondisi Permintaan
Permintaan produk mesin terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk mesin
sangat tinggi untuk keperluan seharai. Kondisi permintaan
produk industri mesin berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Permintaan produk mesin di dalam negeri tinggi
(senbagian besar masih impor). Pasar mesin perkakas di
Tanah Air mencapai Rp 856 miliar pada 2012
dibandingkan tahun sebelumnya Rp 800 miliar (+)
2. Konsumen lokal dalam memilih produk produk mesin,
mengutamakan faktor harga, sehingga cenderung memilih
produk impor yang murah (dari China)
3. Permintaan produk mesin di pasar internasional semakin
berkembang seiring dengan terjadinya pertumbuhan
ekonomi. Impor dunia terhadap mesin mencapai USD 1,8
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73
triliun (2013), tumbuh rata-rata 9,4% per tahun: pasar
utama: AS (13,1%), China (8,0%), dan Jerman (7,0%) (+)
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri mesin sangat ketat
terutama perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri
masuk sebagai pesaing industri mesin nasional, karena
Indonesia menganut sistem perdagangan bebas, terutama
dengan negara-negara ASEAN China. Sehingga produk
mesin nasional akan bersaing dengan produk negara lain baik
di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional. Kondisi
strategi, struktur dan persaingan pada industri mesin
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan mesin terus tumbuh. Jumlah Perusahaan
sedang dan besar Industri mesin dan perlengkapan pada
tahun 2009 mencapai 285 dan meningkat pada tahun 2013
menjadi 312 perusahaan..
2. Di pasar internasional, industri mesin nasional menghadapi
pesaing produsen mesin murah seperti China (-)
Kebijakan Pemerintah
1. Alokasi dana research and development (R&D) yang
hanya mencapai 0,1% (-)
2. Tidak ada upaya Pemerintah untuk melindungi perusahaan
dalam negeri dari pesaing-pesaing luar (-)
3. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong
realisasi penurunan bea masuk (BM) komponen kapal
menjadi nol persen. Pasalnya, saat ini pelaku industri
galangan kapal dalam negeri dikenakan PPN (pajak
pertambahan nilai) sebesar 10 persen dan BM untuk
komponen produksi kapal sebesar 5-10 persen. Dengan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74
begitu, industri galangan kapal lebih berdaya saing dan
meningkatkan produksi serta pasokan kapal dari industri
dalam negeri.
Kesempatan
1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan
nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi
biaya produksi. (-)
2. Permintaan produk mesin dalam negeri maupun luar
negeri selalu tinggi (+)
3. Program pemerintah tentang pengembangan industri
mesin kapal. (+)
Gambar 4.19. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Mesin
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75
4.7. Posisi dan Daya Saing Produk Kayu Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.7.1. Daya Saing Komparatif Produk Kayu
Tiga pasar kayu utama dunia mulai dari yang terbesar
berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman dan Perancis
(Tabel 4.13). Di pasar Amerika posisi pertama dikuasai China,
sementara di pasar Perancis dikuasai oleh Polandia.
Indonesia berada diranking 5 untuk pasar Amerika dan
ranking 25 di pasar Jerman. Sementara di pasar Perancis,
posisi pertama dikuasai Jerman, sedangkan Indonesia di
ranking 22. Diduga produk kayu yang masuk ke Jerman di re-
ekspor ke Negara Perancis. Jika dibandingkan dengan
dengan eksportir kayu dari negara ASEAN lainnya, Indonesia
kalah bersaing dengan Vietnam. Di pasar Perancis, Vietnam
jauh lebih unggul (rangking 17). Bahkan di tahun 2013-2014,
ekspor Indonesia ke Perancis turun hingga 10% sementara
Vietnam justru meningkat 6.3%.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76
Tabel 4.13. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Kayu Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu, BPPKP)
Gambar 4.19. juga menunjukkan bahwa, posisi
Indonesia di pasar produk kayu dunia berada pada kuadran II
dimana nilai ekspor masih diatas rata-rata dari seluruh negara
pesaing ASEAN, sedangkan pertumbuhan ekspor dibawah
rata-rata dari seluruh Negara pesaing ASEAN. Pesaing utama
Indonesia dari negara ASEAN untuk produk kayu di pasar
dunia berdasarkan Gambar 4.1 adalah Malaysia, Thailand,
Philipina dan Vietnam (nilai ekspor tinggi di kuadran II).
Negara-negara ASEAN tersebut juga menjadi pesaing
Indonesia di pasar utama tujuan ekspor Indonesia (Gambar
4.2.) untuk produk kayu.
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
China 1 25.02 5.51 6.42
Canada 2 13.73 1.12 1.43
Mexico 3 8.64 11.90 10.85
Viet Nam 4 3.76 14.54 18.94
Indonesia 5 1.54 7.79 11.54
Malaysia 9 0.99 -1.08 -0.96
Thailand 19 0.33 -3.73 8.71
Philippines 28 0.16 2.94 3.63
Cambodia 43 0.04 265.75 59.75
Singapore 44 0.03 9.82 38.04
Myanmar 85 0.00 n/a 6.89
Lao People's Democratic Republic 115 0.00 1.97 -30.53
Brunei Darussalam 186 0.00 n/a n/a
Poland 1 5.35 7.74 12.51
Austria 2 2.61 1.75 4.89
China 3 2.61 -0.25 1.57
Viet Nam 24 0.21 -2.77 0.67
Indonesia 25 0.17 -9.45 2.31
Malaysia 37 0.07 -7.77 2.91
Thailand 43 0.05 0.33 -13.83
Philippines 53 0.01 -1.85 21.91
Singapore 55 0.01 -12.15 -20.65
Myanmar 69 0.00 38.60 38.78
Cambodia 102 0.00 7.86 130.77
Brunei Darussalam 106 0.00 n/a -83.87
Lao People's Democratic Republic 108 0.00 n/a -47.06
Germany 1 4.17 -2.25 5.68
Italy 2 2.65 -2.43 1.78
Belgium 3 1.95 1.55 45.25
Viet Nam 17 0.15 -1.92 6.30
Indonesia 22 0.12 -10.60 -10.75
Malaysia 28 0.06 -6.41 -5.05
Thailand 36 0.03 -3.65 -26.62
Philippines 49 0.01 -2.40 -11.58
Singapore 52 0.01 -6.64 18.04
Cambodia 104 0.00 -33.15 -33.66
Lao People's Democratic Republic 118 0.00 4.35 320.00
Myanmar 125 0.00 -8.45 -85.71
Brunei Darussalam 178 0.00 n/a n/a
USA 67.38
Germany 33.53
France 19.25
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77
Gambar 4.20. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Kayu
ASEAN lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Pasar utama ekspor produk kayu Indonesia belum
menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.13). Pada
Gambar 4.20 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara
tujuan ekspor utama produk kayu Indonesia adalah China,
India, Vietnam, Jepang, Malaysia, Philipina, Saudi Arabia,
Singapura, Taipei dan Uni Emirat Arab. Di pasar utama
tersebut Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari
Negara ASEAN seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya
saing comparative) pada Tabel 4.14.
Nilai Ekspor Produk Kayu 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)
Pert
um
bu
han
Nila
i Eks
po
r Pr
od
uk
Kay
uTa
hu
n 2
012-
2013
(Pe
rsen
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78
Gambar 4.21. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Kayu
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.14 menunjukkan nilai RCA produk kayu dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan
utama, Indonesia memiliki daya saing dengan nilai RCA
antara 1.16 (di pasar India) hingga 6.38 (di pasar China). Di
pasar China, Vietnam, Saudi Arabia, dan pasar Singapura
daya saing Indonesia kalah jika dibandingkan dengan daya
saing Malaysia. Di pasar India, daya saing Indonesia kalah
dengan Thailand. Sementara di Uni Emirat Arab daya saing
Indonesia jauh dibawah daya saing Vietnam.
Nilai Ekspor Produk Kayu Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i E
ksp
or
Pro
du
k K
ayu
Ta
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79
Tabel 4.14. Nilai RCA Produk Kayu Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.7.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Kayu
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya
input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber
daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya
infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar
pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya
saing.
Kondisi faktor industri kayu di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Indonesia memiliki cadangan hutan alami terbesar di Asia
dan ketiga terbesar di dunia, dengan luas sekitar lebih dari
100 juta hektar. (+)
Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore
China 6.38 1.28 6.62 - - 0.18
India 1.16 2.04 0.92 0.01 0.05 0.51
Viet Nam 3.35 0.90 32.23 0.79 0.12 0.21
Japan 2.84 1.33 2.78 - 0.01 0.36
Malaysia 2.01 0.48 - 0.01 0.65
Philippines 6.36 1.27 0.52 0.03 0.41
Saudi Arabia 1.03 0.51 1.68 0.01 0.02 0.16
Singapore 4.05 2.12 17.41 0.01 0.06 0.37
Taipei, Chinese 1.41 0.48 0.64 0.14 0.06
United Arab Emirates 1.50 0.27 0.10 1.51 5.55 0.05
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80
2. Industri kayu masih kekurangan bahan baku kayu (BBK)
dengan kualitas A. (-)
3. Rasio antara bahan baku lokal dan impor: industri kayu
lapis (95% lokal dan 5% impor), industri kertas (70% lokal
dan 30% impor), dan industri furnitur (95% lokal dan 5%
impor).
4. Kualitas kayu Indonesia lebih baik dibandingkan kayu
China seperti Eboni, Jati, Mahoni, Merbau, Ulin dan lain-
lain. (+)
5. Teknologi produk kayu yang digunakan masih rendah
tingkat efisiensi dan efektivitasnya.
6. Inovasi dan design SDM untuk produk kayu masih rendah.
7. Infrastruktur yang masih sulit menjadikan harga bahan
baku kayu menjadi terlalu tinggi.
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri kayu Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing produk kayu. Industri yang
terkait dengan industri kayu berdasarkan hasil studi literatur
dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Ketersediaan bahan baku kayu (BBK) untuk jenis tertentu
dengan kualitas A seperti kayu jati semakin sulit untuk
didapatkan oleh industri. Kelangkaan BBK tersebut
menyebabkan harga semakin meningkat, yang artinya
biaya produksi industri kayu juga akan meningkat. (-)
2. Industri hilir kayu terus berkembang antara lain furniture,
pulp, kertas, kerajinan, plywood, moulding dan produk kayu
lainnya. (+)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81
Kondisi Permintaan
Permintaan produk kayu terdiri dari permintaan domestik
dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan akan
menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri maupun luar
negeri, permintaan terhadap produk kayu sangat tinggi untuk
keperluan industri. Kondisi permintaan produk industri kayu
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagian besar produk kayu Indonesia telah diekspor ke
berbagai negara dan kawasan. (+)
2. Produk industri kayu lapis hampir 90% ekspor ditujukan ke
pasar Jepang, industri kertas ditujukan untuk pasar AS,
Asia dan Timur Tengah, serta industry furnitur telah
menembus pasar AS, EU, dan Asia Timur. (+)
3. Sementara itu, untuk permintaan domestik untuk produk
kayu dengan kualitas baik menurun karena harganya yang
meningkat. (-)
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri
karet berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan produk kayu Indonesia cukup terdiferensiasi
berdasarkan produk kayu yang semakin berkembang. (+)
2. Pemasaran produk kayu Indonesia telah berhasil mencapai
Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea dan kawasan
Timur Tengah. Indonesia memiliki pesaing di produk kayu
yaitu China, Brasil dan negara ASEAN. Indonesia masih
memiliki daya saing pada kualitas bahan baku dan design
produk kayu. (+)
3. Tarif bea masuk (BM) impor produk kayu di beberapa
negara tujuan ekspor potensial masih tinggi. (-)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82
4. Terdapat beberapa tuduhan dumping terhadap produk
kayu Indonesia seperti kertas. (-)
Kebijakan Pemerintah
1. Pemerintah berperan dalam menjaga pasokan bahan baku
dengan melarang ekpor kayu log/gelondongan.
2. Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk produk kayu
Indonesia yang berorientasi ekspor agar memiliki sertifikasi
Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).
Kesempatan
1. Depresiasi Rupiah terhadap Dollar dalam jangka pendek
akan menyebabkan ekspor produk kayu meningkat karena
harga produk kayu Indonesia menjadi lebih murah, maka
untuk bertahan di jangka panjang maka daya saing, inovasi
dan efisiensi industri kayu harus ditingkatkan.
2. Penggunaan jenis bahan baku kayu yang belum
dimanfaatkan dan dikenal (lesser-known species) sebagai
solusi bahan baku kayu alternatif.
3. Penelitian dan pengembangan produk kayu sehingga
inovasi dan design akan lebih baik.
4. Produk kayu Indonesia telah memiliki sertifikat SVLK.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83
Gambar 4.22. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kayu
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84
4.8. Posisi dan Daya Saing Produk Karet Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.8.1. Daya Saing Komparatif Produk Karet
Tiga pasar karet utama dunia mulai dari yang terbesar
berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman dan China
(Tabel 4.15). Di pasar Amerika, posisi pertama dikuasai
China, di pasar Jerman didominasi oleh Perancis. Indonesia
berada diranking 10 untuk pasar Amerika dan ranking 25 di
pasar Jerman. Sementara di pasar China, posisi pertama
dikuasai Thailand, sedangkan Indonesia di ranking 7.
Tabel 4.15. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Karet Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
China 1 6.14 15.45 9.18
Canada 2 2.97 0.50 -3.32
Japan 3 2.28 -1.16 -3.46
Thailand 6 1.67 5.30 0.64
Malaysia 7 1.30 3.31 0.12
Indonesia 10 0.67 5.24 -3.93
Viet Nam 21 0.14 6.09 3.27
Philippines 22 0.14 19.16 83.91
Singapore 41 0.02 -8.63 100.71
Cambodia 91 0.00 67.05 -48.08
Lao People's Democratic Republic 124 0.00 n/a -100.00
Brunei Darussalam 143 0.00 n/a n/a
France 1 14.12 3.88 -0.12
Czech Republic 2 1.29 -2.17 -0.35
Poland 3 1.28 3.61 4.32
Malaysia 16 0.27 3.69 -26.41
Thailand 20 0.22 -1.71 -32.42
Indonesia 25 0.12 -6.53 -14.48
Viet Nam 36 0.03 29.15 41.87
Singapore 42 0.01 -8.58 -55.45
Philippines 45 0.01 -13.38 -0.93
Cambodia 67 0.00 169.69 -64.24
Myanmar 76 0.00 n/a n/a
Brunei Darussalam 85 0.00 n/a 175.00
Thailand 1 1.94 6.06 -20.86
Malaysia 2 1.33 -2.27 -20.51
Japan 3 1.12 -1.58 -2.26
Indonesia 7 0.28 17.07 -44.13
Viet Nam 9 0.19 3.04 154.24
Singapore 17 0.06 3.18 -5.38
Philippines 31 0.02 -19.99 -51.30
Myanmar 44 0.00 -13.19 129.10
Cambodia 46 0.00 342.05 -72.40
Lao People's Democratic Republic 108 0.00 n/a -100.00
Brunei Darussalam 120 0.00 n/a n/a
USA 25.04
Germany 52.19
China 8.41
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85
Meskipun Indonesia termasuk penghasil karet
terbesar dunia, namun jika dibandingkan dengan eksportir
karet dari negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah bersaing
dengan Thailand dan Malaysia (Tabel 4.15). Selama periode
2010-2014 ekspor Indonesia pertumbuhannya negative di
pasar Amerika dan Jerman. Di pasar China, pada periode
yang sama pertumbuhannya positif. Namun pada setahun
terakhir (periode 2013-2014), pertumbuhan ekspor Indonesia
di ketiga pasar utama negatif antara -4% (di pasar Amerika)
hingga -44% (di pasar China).
Gambar 4.23. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Karet
ASEAN lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 4.22. juga menunjukkan bahwa, posisi
Indonesia di pasar produk karet dunia berada pada kuadran II
dimana nilai ekspor masih diatas rata-rata dari seluruh negara
pesaing ASEAN, sedangkan pertumbuhan ekspor sedikit
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86
dibawah rata-rata dari seluruh Negara pesaing ASEAN.
Pesaing utama Indonesia dari negara ASEAN untuk produk
karet di pasar dunia berdasarkan Gambar 4.22 adalah
Malaysia dan Thailand (nilai ekspor tinggi di kuadran II).
Negara-negara ASEAN tersebut juga menjadi pesaing
Indonesia di pasar utama tujuan ekspor Indonesia (Gambar
4.23) untuk produk karet. Ada kemungkinan karet yang di
ekspor ke Malaysia dan Thailand, hanya transit sementara,
atau diolah lebih lanjut, kemudian di re-ekspor oleh kedua
Negara tersebut ke pasar utama dunia.
Pasar utama ekspor produk karet Indonesia belum
menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.22). Pada
Gambar 4.23 (kuadran II dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara
tujuan ekspor utama produk karet Indonesia adalah Amerika,
Jepang, China, Australia, Philipina, Malaysia, Jerman,
Singapura, India dan Meksiko. Di pasar utama tersebut
Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari Negara ASEAN
seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya saing
comparative) pada Tabel 4.16.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87
Gambar 4.24. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Karet
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.23 menunjukkan nilai RCA produk karet dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan
utama, hanya di pasar Malaysia produk karet Indonesia yang
tidak memiliki daya saing dengan nilai RCA 0.56. Di 9 negara
tujuan lainnya, nilai RCA diatas satu atau berdaya saing.
Daya saing tertinggi terjadi di pasar karet Amerika. Di Pasar
karet China, Indonesia bersaing dengan Malaysia dan
Thailand. Daya saing karet Indonesia kalah dengan Thailand
kecuali di pasar Amerika, Jerman dan Meksiko. Secara umum
produk karet Indonesia lebih berdaya saing dibandingkan
dengan Malaysia, Vietnam, Philipina dan Singapura.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88
Tabel 4.16. Nilai RCA Produk Karet Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.8.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk
Karet
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya
input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber
daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya
infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar
pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya
saing.
Kondisi faktor industri karet di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Persaingan antara penggunaan karet alam dan karet
sintetis semakin meningkat ditunjukkan oleh semakin
menurunnya laju permintaan di negara asia pasifik
termasuk China. (-)
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Amerika Serikat 11.48 6.09 7.11 0.64 0.39 0.12
Jepang 7.61 1.57 8.75 1.41 0.59 0.12
Cina 6.72 8.43 22.17 8.96 0.23 0.68
Australia 1.57 1.05 1.62 0.43 0.41 0.10
Philipina 3.53 1.95 5.07 1.10 - 0.62
Malaysia 0.56 - 5.54 5.20 1.76 0.12
Jerman 7.05 8.24 5.13 1.45 0.19 0.24
Singapura 2.40 0.86 3.84 0.82 0.67 -
India 3.98 0.97 9.07 12.50 1.65 0.46
Meksiko 5.36 2.76 2.22 0.60 0.25 0.06
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89
2. Perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah
sedemikian pesat dikarenakan tingginya permintaan pasar
terhadap karet remah untuk dijadikan bahan pembuatan
komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor, dan
ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya
(bahan oleh karet). Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik,
kini terdapat sekitar 115 pabrik karet remah yang aktif
beroperasi di Indonesia. (+)
3. Faktor gangguan alam dan harga masih menjadi faktor
penentu utama dalam peningkatan produksi karet di
Indonesia. (-)
4. Lahan perkebunan karet Indonesia merupakan lahan
perkebunan karet terbesar di dunia dengan luas lahan
yang dimiliki pada tahun 2010 sekitar 3,44 juta hektar
((Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). (+)
5. Kepemilikan perkebunan karet di Indonesia didominasi
oleh perkebunan karet rakyat yang hampir 85%
perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan
rakyat. (+)
6. Industri menyediakan lapangan pekerjaan bagi tenaga
kerja di Indonesia dimana tenaga kerja yang terserap oleh
industri ini tahun 1993 hingga 2008 lebih dari 20.000
tenaga kerja setiap tahunnya. (+)
7. Mutu karet yang dihasilkan oleh Indonesia masih dibawah
karet Thailand dan Malaysia walaupun dilihat kuantitas
produksinya tinggi. Karet yang dihasilkan dari segi mutu
masih belum bisa bersaing dengan produsen lain. Hal
tersebut diduga karena proses produksi karet Indonesia
kurang efektif, bahan baku yang digunakan tidak
memenuhi standar mutu, dan teknologi yang digunakan
belum maksimal (-)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90
8. Pengusahaan karet rakyat sebagian besar masih
menggunakan alat tradisional dan belum menggunakan
teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh kurang
maksimal. (-)
9. Karet alam yang dijual oleh rakyat kurang memenuhi
standard dan kotor yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri Pertanian No. 38/2008 bahwa karet
yang dijual harus dalam keadaan bersih.
10. Sarana transportasi masih buruk dan menyebabkan biaya
yang besar bagi industri sehingga industri tersebut menjadi
kurang efektif seperti yang terjadi di daerah Kalimantan
dan Sumatera. (-)
11. Infrastruktur-infrastruktur tidak dibangun secara langsung.
Keadaan infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan
proses pemasaran dan pengangkutan komoditi karet
kurang efektif. (-)
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri karet Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing karet. Industri yang terkait
dengan industri karet berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagian besar bahan baku karet untuk produksi karet
diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Perkebunan
karet rakyat merupakan perkebunan yang diusahakan
sendiri oleh rakyat dengan menggunakan peralatan yang
masih sederhana dan cenderung memiliki produktivitas
kecil. Bibit karet yang digunakan bukan merupakan bibit
unggul sehingga kurang produktif. Karet alam yang
diperoleh dari haisl perkebunan karet rakyat sebagai bahan
baku industri karet remah tidak sesuai dengan standar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91
mutu yang dibutuhkan industri. Karet yang dijual oleh
rakyat cenderung kotor sehingga memerlukan proses
pembuatan karet remah dengan bahan baku yang kotor
dan menjadikan proses produksi kurang efektif dan
memerlukan modal besar. (-)
2. Industri karet hilir belum berkembang dan terdiferensiasi
dengan baik dimana hanya pabrik ban otomotif yang telah
bersaing di internasional.
Kondisi Permintaan
Permintaan produk karet terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri,permintaan terhadap produk karet sangat
tinggi untuk keperluan industri. Kondisi permintaan produk
industri karet berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagian besar karet Indonesia diekspor ke luar negeri
dan hanya sekitar tujuh persen karet yang dikonsumsi oleh
industri dalam negeri.
2. Pangsa pasar karet Indonesia adalah negara yang
memerlukan karet untuk bahan baku industri dalam
negerinya seperti industri ban, sarung tangan, dan barang-
barang yang terbuat dari karet. (+)
3. Tujuan ekspor karet Indonesia terbesar adalah ke Amerika
Serikat, Jepang, dan disusul oleh China. (+)
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri karet sangat ketat,
baik antar perusahaan di dalam negeri, maupun dengan
perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri masuk
sebagai pesaing industri karet nasional, karena Indonesia
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92
menganut sistem perdagangan bebas, terutama dengan
negara-negara ASEAN China. Sehingga produk karet nasional
akan bersaing dengan produk negara lain baik di pasar dalam
negeri maupun di pasar internasional. Kondisi strategi, struktur
dan persaingan pada industri karet berdasarkan hasil studi
literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan karet khususnya karet remah Indonesia
berjumlah 183 perusahaan dan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia (BPS, 2010) (+)
2. Sistem tata niaga pada karet rakyat memperlihatkan
struktur yang sangat kompleks dan mengarah pada bentuk
pasar oligopsonistik. (-)
3. Komoditi karet Indonesia di pasar internasional sangat
bersaing karena Indonesia merupakan penghasil karet
terbesar kedua setelah Thailand yang disusul dengan
Malaysia. (+)
4. Pemasaran karet Indonesia dipasarkan ke Amerika
Serikat, Jepang, China, Korea, dan lain-lain. Persaingan
yang ketat antar negara produsen karet dunia merupakan
suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Persaingan
tersebut terkait dengan jumlah produksi, penjualan, dan
standar mutu karet dari masing-masing negara. (+)
5. Karet yang dipasarkan baik di pasar internasional maupun
dalam negeri berupa karet alam dan karet sintesis. Salah
satu jenis karet yang menjadi komoditi ekspor unggulan
Indonesia adalah karet remah (crumb rubber). (+)
6. Karet remah yangdiproduksi Indonesia dideferensasikan
berdasarkan mutu. Strategi tersebut diterapkan agar
konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan karet
remah berdasarkan mutu dan kualitas sesuai dengan
kebutuhan. (+)
Kebijakan Pemerintah
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93
1. Pemerintah berperan dalam mengembangkan industri
karet terkait dengan permodalan, penetapan harga, dan
pemasaran karet baik dalam negeri maupun luar negeri
2. Pemerintah membuat aturan untuk melindungi industri
karet Indonesia seperti standar karet alam yang digunakan
untuk bahan baku karet alam bersih.
Kesempatan
1. Peran kesempatan merupakan peluang yang terjadi di luar
kendali produsen karet, pemerintah, dan industri. Dalam
hal ini peran kesempatan terjadi pada saat krisis ekonomi
tahun 1998. Krisis menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi
terhadap dollar US. Hal ini menyebabkan harga karet
Indonesia murah sedangkan nilai dollar meningkat, maka
dari krisis ini nilai ekspor karet Indonesia meningkat
sehingga meningkatkan pendapatan petani karet
Indonesia.
2. Penggunaan produk karet untuk proyek infrastruktur
pemerintah akan segera dilakukan.
3. Penelitian dan pengembangan produk karet selain ban
masih sedikit.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94
Gambar 4.25. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Karet
Sumber: Hasil Analisis
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
1. Perusahaan karet remah Indonesia bertambah,
183 perusahaan dan tersebar. (+)
2. Struktur tata niaga karet rakyat sangat
kompleks dan oligopsonistik. (-)
3. Sangat bersaing di pasar internasional karena
Indonesia penghasil karet terbesar kedua. (+)
4. Pemasaran karet Indonesia dipasarkan ke
Amerika Serikat, Jepang, China, Korea, dan
lain-lain. (+)
5. Komoditi ekspor unggulan Indonesia adalah
karet remah (crumb rubber). (+)
6. Karet remah yang diproduksi Indonesia
dideferensasikan berdasarkan mutu. (+)
Kondisi faktor:
1. Permintaan impor dari China menurun (-)
2. Teknologi karet terus berkembang (+)
3. Produksi terkendala harga rendah (-)
4. Lahan perkebunan karet Indonesia besar (+)
5. 85% perkebunan rakyat (+)
6. Tenaga kerja yang diserap sangat besar (+)
7. Mutu karet Indonesia masih dibawah karet
Thailand dan Malaysia (-)
8. Pengusahaan karet rakyat masih tradisional
seringkali masih kotor (-).
9. Infrastruktur buruk, sehingga biaya distribusi
besar (-)
Kondisi Permintaan
1. Sebagian besar diekspor, hanya sekitar
7% untuk dalam negeri (+)
2. Pangsa pasar negara yang membutuhkan
ban, sarung tangan dan produksi barang-
barang terbuat dari karet, (+)
3. Tujuan ekspor terbesar Amerika Serikat,
Jepang dan China.
Industri terkait dan penunjang
1. Perkebunan sebagian besar
perkebunan rakyat yang tidak
menggunakan bibit unggul
sehingga produktivitas kecil. (-)
2. Penyadap menggunakan alat
sederhana sehingga
produktivitas karet kecil (-)
3. Karet alam rakyat untuk bahan
baku karet remah tidak sesuai
standar industri (-).
Kesempatan:
1. Depresiasi nilai rupiah
2. Penggunaan produk
karet untuk proyek
infrastruktur
pemerintah akan segera
dilakukan.
3. Penelitian dan
pengembangan produk
karet selain ban masih
sedikit
Kesempatan
1. Pertumbuhan
industri otomotif
menjadi acuan
pertumbuhan
industri ban yang
menggunakan
karet.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95
4.9. Posisi dan Daya Saing TPT Indonesia dan Negara ASEAN
Lainnya
4.9.1. Daya Saing Komparatif TPT
Ekspor Indonesia ke tiga pasar utama TPT dunia,
yaitu Amerika Serikat (AS), Jerman dan Jepang masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.
Vietnam merupakan salah satu pesaing utama TPT Indonesia
yang berasal dari kawasan ASEAN. Tren Impor pasar utama
TPT dunia, AS, Jerman dan Jepang dari Vietnam
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan yaitu
masing-masing sebesar 11,5%; 7,4% dan 21,1%. Sementara
itu, tren pertumbuhan impor ketiga negara tersebut dari
Indonesia menunjukkan hal sebaliknya dimana justru
mengalami penurunan di pasar Jerman sebesar 5,1% per
tahun, sementara tren impor AS dari Indonesia pada periode
yang sama hanya tumbuh 1,3% per tahun. Di pasar Jepang,
tren impor produk TPT dari Indonesia masih cukup baik
dibandingkan dengan pasar AS dan Jerman dengan
pertumbuhan sebesar 20,6% per tahun. Selain Vietnam,
Kamboja dan Thailand juga menjadi pesaing produk TPT
Indonesia meskipun posisinya masih berada di bawah
Indonesia. Namun demikian, kedua negara tersebut dapat
menjadi ancaman bagi produk TPT Indonesia karena tren
impor TPT ketiga pasar utama dunia yaitu AS, Jerman dan
Jepang yang cukup besar (Tabel 4.17).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 96
Tabel 4.17. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama TPT Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Berdasarkan kuadran nilai ekspor dan pertumbuhan
nilai ekspor dapat diketahui bahwa posisi Indonesia berada di
kuadran IV. Artinya nilai ekspor dan pertumbuhan ekspor
produk TPT Indonesia relatif rendah. Jika dibandingkan
dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia maka posisi
produk TPT Indonesia masih kalah. Produk TPT dari ketiga
negara tersebut berada pada kuadran I dan II.
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok 2014
(US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)China 1 42.98 2.35 1.14Viet Nam 2 9.93 11.50 13.47India 3 7.40 4.74 6.24Indonesia 5 5.28 1.27 -3.53Cambodia 9 2.60 2.06 -3.01Thailand 17 1.34 -5.66 -2.00Philippines 19 1.19 0.86 -1.84Malaysia 28 0.59 2.49 2.52Singapore 66 0.02 -15.60 -32.23Myanmar 74 0.02 n/a 663.26Lao People's Democratic Republic 81 0.01 -31.89 22.30Brunei Darussalam 93 0.00 -4.62 -3.49China 1 10.29 -5.16 -18.47Turkey 2 4.51 -2.56 -13.73Netherlands 3 4.47 18.10 67.38Viet Nam 17 0.91 7.35 -5.63Indonesia 19 0.67 -5.07 -18.66Cambodia 20 0.65 16.77 -16.45Thailand 31 0.22 -9.75 -18.35Myanmar 42 0.11 5.72 80.00Philippines 48 0.08 9.42 -7.84Lao People's Democratic Republic 49 0.08 8.75 -0.05Malaysia 51 0.07 -8.89 -39.70Singapore 106 0.00 -42.03 -83.54Brunei Darussalam 180 0.00 n/a -100.00China 1 26.13 0.15 -10.70Viet Nam 2 3.14 21.07 12.73Indonesia 3 1.44 20.58 3.61Thailand 5 0.87 10.25 6.08Myanmar 7 0.56 29.61 17.05Cambodia 11 0.48 51.25 59.44Malaysia 13 0.28 11.69 11.34Philippines 17 0.15 14.09 -10.66Lao People's Democratic Republic 31 0.03 34.93 -2.39Singapore 53 0.01 29.71 71.35Brunei Darussalam 159 0.00 n/a n/a
USA 114.92
Germany 52.19
Japan 38.66
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 97
Gambar 4.26. Posisi Indonesia dan Eksportir TPT ASEAN
lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Indonesia mengekspor TPT ke beberapa negara
tujuan ekspor utama seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina,
Mesir, Korea Selatan, Kanada, dan Thailand. Dimana di pasar
tersebut, TPT Indonesia harus bersaing dengan TPT dari
negara ASEAN lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA
yang tersedia pada Tabel 4.18.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 98
Gambar 4.27. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor TPT
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah
satu produk unggulan ekspor Indonesia yang memiliki daya
saing. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan TPT dari negara
ASEAN lainnya yang juga mengekspor ke negara tujuan yang
sama maka TPT Indonesia masih kalah bersaing. Hal ini
terjadi di pasar Jepang, Amerika Serikat, Cina, Mesir, Korea
Selatan, Kanada, dan Thailand. Bahkan di Jepang, TPT
Indonesia tidak memiliki daya saing. TPT Indonesia hanya
dapat mengalahkan TPT dari negara ASEAN lainnya di pasar
Italia, Turki, dan Australia. Untuk menghadapi persaingan
pasar global yang semakin ketat, produk TPT Indonesia
dituntut untuk terus melakukan peningkatan daya saingnya.
Upaya untuk peningkatan daya saing industri TPT dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 99
dilakukan melalui: substitusi bahan baku/bahan penolong
impor, pemanfaatan energi secara efisien dan diversifikasi
energi, serta minimalisasi dan pemanfaatan kembali limbah
industri.
Tabel 4.18. Nilai RCA TPT Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di
10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.9.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond TPT
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan
sumberdaya input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan
sumberdaya infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah
sesuai dengan kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input,
semakin besar pula peluang industri dan negara dalam
meningkatkan daya saing.
Kondisi faktor industri TPT di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Jepang 0.89 0.22 0.70 3.91 0.38 0.02
Amerika Serikat 5.48 0.62 1.15 8.01 2.61 0.36
Cina 1.22 0.35 0.90 4.87 0.35 0.17
Mesir 3.15 1.24 0.48 3.52 5.58 0.01
Italia 1.91 0.40 1.49 1.51 1.80 0.31
Turki 8.20 4.81 2.04 6.74 3.73 0.86
Australia 1.07 0.31 0.38 0.86 0.40 0.08
Korea Selatan 2.04 0.54 1.35 11.95 0.86 0.11
Kanada 8.05 1.37 1.77 9.01 2.79 0.35
Thailand 1.77 0.51 - 2.70 0.34 0.26
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 100
1. Bahan baku tekstil sebagian besar berasal dari impor.
Impor bahan baku kapas hingga 99,2%dari kebutuhan
(www.kemenperin.go.id), rayon impor dari Polandia.
Tingginya komponen bahan baku impor tersebut
menyebabkan biaya input sangat tergantung dari nilai tukar
dan harga di pasar internasional. Jika nilai tukar melemah
atau gagal panen di negara asal,maka akan meningkatkan
harga bahan baku selanjutnya akan mengganggu
produksi(-)
2. Kebijakan pemberian fasilitas KITE (kemudahan impor
tujuan ekspor) untuk bahan baku (raw material) impor
berupa pembebasan bea masuk (melalui restitusi) bagi
industri TPT yang berlokasi di kawasan berikat (+)
3. Harga energi tidak stabil (kadang solar murah, kadang gas
yang murah). Pengusaha harus menyesuaikan peralatan
pabrik untuk memperoleh bahan bakar relatif murah.
Mengubah peralatan pabrik memerlukan biaya mahal. (-)
4. Listrik sering mati tanpa pemberitahuan, menyebabkan
inefisiensi tenaga kerja. Pada pabrik pemintalan (yarn),
jika terjadi mati listrik secara tiba-tiba pada saat produksi
berjalan, diperlukan waktu sekitar 4-5 jam bagi operator
untuk mengatur kembali posisi benang pintal. (-)
5. Industri produk tektil (garmen) bersifat padat karya. Upah
buruh selalu naik, sementara produktivitas tidak berubah,
ditambah dengan kenaikan harga bahan baku, akibatnya
margin keuntungan industri TPT semakin kecil. (-)
6. Tenaga kerja kurang berkualitas, produktivitas tenaga
rendah karena sering melakukan demo, didominasi oleh
tenaga kerja wanita yang sering cuti, dan turn over
(pergantian buruh) tinggi.
7. Buruh sering melakukan demo yang bersifat anarkhist
(merusak)(-)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 101
8. Hampir semua teknologi dipasok dan dikendalikan secara
eksternal (-)
9. Mesin-mesin yang digunakan menggunakan teknologi
lama (-)
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri TPT Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing TPT. Industri yang terkait
dengan industri TPT berdasarkan hasil studi literatur dan
diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Industri TPT dibangun oleh subsector industri TPT yang
terdiri dari subsektor fiber, yarn, fabric, garment, dan other
textile. Sub industri garment memerlukan bahan baku
fabric memerlukan bahan baku yarn, sedangkan yarn
menggunakan bahan baku fiber (serat, rayon atau
polyester). Rantai pasok tersebut mengilustrasikan bahwa
antar sub sistem memiliki ketergantungan yang sangat
tinggi. Akan tetapi industri paling hulu (yaitu kapas) belum
bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga industri
TPT sangat terpengaruh oleh nilai tukar.
2. Pabrik polyolefindi dalam negeri dapat memenuhi seluruh
kebutuhan bahan baku tekstil polyester (+)
3. Ketersediaan kain perca impor sebagai bahan baku tekstil
murah (+)
4. Perbankan menyediakan kredit untuk peremajaan mesin
sejak tahun 2005 (+)
Kondisi Permintaan
Permintaan produk TPT terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk TPT sangat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 102
tinggi untuk keperluan seharai. Neraca perdagangan TPT
selalu positif meskipun impor TPT juga tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa produk TPT Indonesia diminati oleh
konsumen luar negeri. Kondisi permintaan produk industri
TPT berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Permintaan produk TPT di dalam negeri tinggi (hampir
60% dari produksi). (+)
2. Konsumen lokal dalam memilih produk TPT,
mengutamakan faktor harga, sehingga cenderung memilih
produk impor yang murah (dari Korea, China)
3. Permintaan produk TPT di pasar internasional semakin
berkembang seiring dengan terjadinya pertumbuhan
ekonomi. Permintaan impor produk TPT tidak hanya oleh
pasar tradisionil (Jepang, Amerika, Eropa), tetapi sudah
penetrasi ke pasar non tradisionil (Turki, Amerika Latin,
Afrika) (+)
4. Bea masuk ke negara tujuan ekspor tinggi (Turki bisa
mencapai 150% dari nilai invoice).
5. Tuduhan dumping sering terjadi di negara-negara yang
menerapkan safeguard di sektor tekstil dari produk hulu
sampai dengan produk hilir (seperti di Turki dan Argentina),
sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk
lawyer. (-)
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri TPT sangat ketat,
baik antar perusahaan di dalam negeri, maupun dengan
perusahaan di luar negeri.Perusahaan luar negeri masuk
sebagai pesaing industri TPT nasional, karena Indonesia
menganut sistem perdagangan bebas, terutama dengan
negara-negara ASEAN China. Sehingga produk TPT nasional
akan bersaing dengan produk negara lain baik di pasar dalam
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 103
negeri maupun di pasar internasional.Kondisi strategi, struktur
dan persaingan pada industri TPT berdasarkan hasil studi
literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Perusahaan TPT terus tumbuh.Dari hasil kajian
sebelumnya diperoleh informasi bahwa jumlah industri TPT
di Indonesia tahun 2010 mencapai 2.689 perusahaan, atau
meningkat sebesar 0,99 persen dibandingkan dengan
tahun 2009.
2. Di pasar internasional, industri TPT nasional menghadapi
pesaing produsen TPT murah seperti Vietnam, India,
China, dan Srilanka (-)
3. Struktur produk tekstil bervariasi, yaitu berbahan baku
katun (sekitar 42 persen dari seluruh produksi tekstil
nasional), tekstil sintetis (sekitar 50 persen) dan sisanya
tekstil rayon, sehingga ada alternatif produk lain jika ada
goncangan di produk jenis tertentu (+)
4. Beberapa industri TPT melakukan integrasi secara vertical,
atau melakukan kontrak kerjasama dengan supplyer bahan
baku. Strategi ini dapat meningkatkan efisiensi karena
bahan baku dan proses produksi berada pada satu lokasi
(atau saling berdekatan), serta menjamin kontinuitas
pasokan bahan baku. (+)
5. Praktek-praktek oportunistik perusahaan TPT yang hanya
mengejar keuntungan jangka pendek, mengakibatkan
industri tidak memperhatikan strategi jangka panjang untuk
menciptakan teknologi produksi yang efisien. (-)
6. Tuduhan dumping sering ditujukan kepada ekportir TPT
nasional oleh negara-negara yang menerapkan
safeguard,mulai dari produk hulu sampai dengan produk
hilir di sektor tekstil (seperti di Turki dan Argentina).
Perlakuan seperti ini otomatis menambah pengeluaran
untuk biaya lawyer.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 104
Kebijakan Pemerintah
1. Tingginya biaya kapital (suku bunga) (-)
2. Tidak ada upaya Pemerintah untuk melindungi perusahaan
TPT dalam negeri dari pesaing-pesaing luar (contoh Turki
melakukan safeguard bagi industri TPT dari hulu hingga
hilir). (-)
3. Produk tekstil mulai dari benang, kain, hingga baju, dikenai
PPn di tiap tahap, sehingga pajak keseluruhan menjadi
besar, sehingga harga tidak kompetitif. (-)
4. PMK No. 147/PMK.04/2011 menuntut bahwa tahun 2016,
semua kawasan berikat harus berlokasi di kawasan
industri. Padahal tidak semua kota penghasil produk tekstil
tujuan ekspor memiliki kawasan industri (contoh di
Bandung, pengusaha tekstil untuk ekspor tidak berada di
kawasan industri). (-)
5. Kebijakan yang mensyaratkan luas industri minimum 2 ha
untuk memperoleh fasilitas berikat (bounded area),
menghambat pengusaha tekstil skala kecil untuk terlibat
dalam ekspor kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) (-)
6. Import kain perca untuk bahan baku benang dianggap
import limbah sehingga dikenai tarif tinggi. (-)
7. Permendag 56M/DAG/PER/12/2008 tentang pengaturan
produk tertentu, salah satunya produk garmen, mengurangi
impor garmen illegal. (+)
8. Keberadaan BUMN ASEI yang menjamin transaksi ekspor,
terutama untuk memperlancar pencairan LC dengan
jaminan 180 hari (masuk produk manufacture), serta
menjamin barang (non transportasi) sebesar 85 persen
dari nilai barang bila importir gagal bayar.(-)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 105
9. Keberadaan lembaga internasional WCO (World Customs
Organization), Certification of Conformit (perusahaan yang
ditunjuk oleh pemerintah Saudi Arabia), yang menfasilitasi
informasi persyaratan-persyaratan ekspor (apa saja yang
diperlukan) di negara tujuan. (-)
10. Keberadaan Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi),
API menjadi katalisator antara pengusaha dan pemerintah,
untuk mengatasi persoalan terkait industri TPT. (-)
11. Pembayaran restitusi tarif impor bahan baku tektil yang
jangka waktunya lama antara 1-2 tahun, sehingga
mengganggu cash flow perusahaan. (-)
Kesempatan
1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan
nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi
biaya produksi. (-)
2. Permintaan produk TPT dalam negeri maupun luar negeri
selalu tinggi (+)
3. Kreavititas dan daya inovasi dapat menciptakan pasar
garmen (-)
4. Insentif dari Kementrian Perindustrian bagi industri yang
melakukan restrukturisasi mesin (yang sudah tua) dengan
harga mesin lebih dari 500 juta, berupa pengembalian
biaya pembelian sebesar 10% dari harga. (+)
5. Investasi pada industri fabric (spinning, painting maupun
finishing), yang mempekerjakan minimum 150 orang TK,
mendapatkan fasilitas pengurangan biaya investasi
sebesar 30% dari penanamam modal.(+)
6. Program MP3EI, mendorong Kementerian Perindustrian
menyediakan dana pengembangan industri tektil untuk
meningkatkan daya saing tekstil. (+)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 106
7. Industri TPT negara lain (Vietnam, India, China, dan
Srilanka) memiliki rancangan produk yang selalu up to date
menjual dengan harga murah (-)
8. Program pemerintah tentang pengembangan industri tekstil
rayon (yang bahan bakunya relatif melimpah). (+)
Gambar 4.28. Diagram Analisis Porter Diamond Produk TPT
Sumber: Hasil Analisis
Strategi Perusahaan, struktur dan
Persaingan
1. Pertumbuhan pelaku industri,
persaingan makin ketat (-)
2. Persaingan dengan produk TPT
impor yang murah (-)
3. Produk tekstil bervariasi, sesuai
bahan baku (+)
4. Integrasi vertical oleh beberapa
perusahaan (+)
5. Opportunistik perusahaan,
strategi jangka panjang tidak
diperhatikan (-)
6. Ekportir menyewa lawyer untuk
melawan tuduhan dumping
Kondisi faktor:
1. bahan baku kapas 99,2% impor (-)
2. fasilitas KITE impor bahan baku (+)
3. listrik makin mahal & sering mati (-)
4. tenaga kerja upah naik, produktivitas
rendah (-)
5. teknologi relatif tua, dikendalikan
secara eksternal (-)
Kondisi Permintaan
1. Pasar produk TPT selalu tumbuh baik
di dalam maupun luar negeri (+)
2. Konsumen lokal pertimbahan utama
harga murah, meskipun didominasi
produk impor (-)
3. Hambatan perdagangan: bea masuk
tinggi dan tuduhan dumping (-)
Industri terkait dan penunjang
1. Industri bahan baku,
pengolah produk antara,
jumlahnya cukup banyak (+)
2. Bahan baku bisa
menggunakan kain perca (+)
3. Perbankan menyediakan
kredit peremajaan mesin (+)
Kesempatan:
1. Ketidakstabilan sosial
ekonomi dan politik,
menyebabkan nilai
tukar berfluktuasi
2. Insentif dari
pemerintah untuk
restrukturisasi, dan
investasi industri TPT
Kesempatan
1. Permintaan produk
TPT dalam dan luar
negeri tinggi
2. Kreativitas dan
inovasi bisa
menciptakan pasar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 107
4.10. Posisi dan Daya Saing Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN
Lainnya
4.10.1. Daya Saing Komparatif Elektronik
Secara umum, ekspor Indonesia ke tiga pasar produk
elektronik utama dunia, yaitu Republik Rakyat Tiongkok
(RRT), Amerika Serikat (AS) dan Jerman masih kalah
bersaing dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya,
terutama Malaysia, Filipina, Vietnam dan Singapura. Tren
pertumbuhan impor negara-negara yang pasar utama
elektronik dunia, RRT, AS dan Jerman dari Indonesia selama
5 tahun terakhir, 2010-2014 seluruhnya menunjukkan
penurunan masing sebesar -6,9%; -1,9% dan -4,2% per tahun.
Sementara itu, tren pertumbuhan impor ketiga pasar utama
tersebut dari negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina,
Vietnam dan Singapura sebagian besar masih menunjukkan
pertumbuhan yang positif meskipun nilainya menunjukkan
angka yang tidak signifikan masih berada di bawah 10%.
Negara ASEAN lain yang juga dapat menjadi ancaman bagi
produk elektronik Indonesia adalah Kamboja. Ekspor
elektronik Kamboja selama 5 tahun terakhir menunjukkan
performa yang cukup baik, hal tersebut terlihat dari tingginya
tren pertumbuhan impor elektronik tiga pasar utama elektronik
dunia dari Kamboja yang masing-masing tumbuh sebesar
671,2%; 169,1% dan 113,2% per tahun (Tabel 2).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 108
Tabel 4.19. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Elektronik
Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pesaing utama Indonesia dalam memasuki pasar
TPT dunia dari sesama negara ASEAN adalah Singapura,
Thailand, Malaysia dan Vietnam. Singapura memiliki nilai
ekspor TPT yang lebih tinggi di pasar dunia dibandingkan
negara ASEAN lainnya.
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
China 1 126.90 9.51 -8.90
Taipei, Chinese 2 109.32 11.92 -2.80
Korea, Republic of 3 104.76 8.79 -0.31
Malaysia 5 36.46 1.94 -6.94
Philippines 8 14.52 2.69 8.66
Thailand 9 14.48 -5.80 4.45
Singapore 10 12.40 1.37 -4.34
Viet Nam 11 9.19 56.60 19.21
Indonesia 19 1.49 -6.94 -7.46
Myanmar 50 0.04 31.08 7.07
Cambodia 53 0.03 671.23 482.13
Lao People's Democratic Republic 76 0.00 74.87 -22.68
Brunei Darussalam 153 0.00 n/a n/a
China 1 224.72 5.96 5.44
Mexico 2 83.37 3.07 2.25
Japan 3 24.62 -3.38 -5.57
Malaysia 4 22.92 5.59 15.15
Thailand 8 13.31 7.15 7.17
Viet Nam 10 6.23 52.46 65.88
Philippines 12 5.69 5.76 9.55
Singapore 14 5.22 -10.64 -14.54
Indonesia 18 2.35 -1.93 7.83
Cambodia 74 0.01 169.07 66.93
Brunei Darussalam 104 0.00 43.24 400.00
Lao People's Democratic Republic 130 0.00 n/a n/a
Myanmar 191 0.00 n/a n/a
China 1 33.77 -8.37 -25.31
Netherlands 2 25.63 24.76 186.12
Czech Republic 3 12.59 5.84 37.45
Malaysia 13 4.42 -4.67 -9.26
Viet Nam 19 2.67 56.16 -15.85
Philippines 20 2.53 6.04 3.15
Thailand 22 1.96 -2.21 -18.88
Singapore 24 1.67 -14.45 -35.59
Indonesia 35 0.52 -4.22 -30.99
Brunei Darussalam 102 0.00 -4.17 -36.25
Myanmar 131 0.00 31.89 224.00
Cambodia 132 0.00 113.17 -49.31
Lao People's Democratic Republic 153 0.00 n/a -75.82
China 574.81
USA 497.85
Germany 185.27
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 109
Gambar 4.29. Posisi Indonesia dan Eksportir Elektronik
ASEAN lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Dalam Gambar 4.28 terlihat bahwa dibandingkan
negara ASEAN lainnya, Singapura merupakan negara
pemasok TPT terbesar di pasar dunia. Kendati demikian,
pertumbuhan ekspor Singapura tidak jauh lebih besar
dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN lainnya.
Hal yang sama juga dialami oleh Thailand. Nilai Ekspor
Thailand memang cenderung lebih besar dibandingkan negara
ASEAN lainnya, namun pertumbuhan Thailand hanya sedikit
lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ASEAN.
Adapun posisi Indonesia juga tidak begitu menguntungkan.
Secara nilai, ekspor TPT Indonesia berada dibawah nilai rata-
rata ASEAN. Selain itu, pertumbuhan ekspor Indonesia pun
hanya berada sedikit diatas rata-rata pertumbuhan ASEAN.
Pe
rtu
mb
uh
an N
ilai
Eksp
or
Ko
mo
dit
i El
ekt
ron
ik N
ega
ra A
SEA
NTa
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Nilai Ekspor Komoditi Elektronik Negara-Negara ASEAN (Ribu USD)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 110
Adapun pesaing prospektif yang justru harus diwaspadai oleh
Indonesia adalah Vietnam dan Kamboja. Kendati memiliki nilai
ekspor yang relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata negara
ASEAN lainnya, namun pertumbuhan kedua negara tersebut
cukup tinggi. Berdasarkan gambar 4.29 dapat terlihat bahwa
pasar produk utama TPT Indonesia antara lain Jepang,
Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Thailand, RRT,
Malaysia, Philipina, Cina, Hongkong dan Korea Republik.
Negara-negara ini akan dihitung nilai RCAnya dibandingkan
dengan ekspor dari negara ASEAN lain.
Gambar 4.30. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor
Elektronik Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Untuk produk elektronik, Indonesia hanya memiliki
daya saing di pasar Jerman yang ditunjukkan oleh nilai RCA
Nilai Ekspor Komoditi Elektronik Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an N
ilai
Eksp
or
Ko
mo
dit
i El
ekt
ron
ikTa
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 111
lebih dari satu.Walaupun berdaya saing, produk elektronik
Indonesia tetap kalah jika dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Hal ini dapat diketahui dari Tabel 4.20 yang
menunjukkan bahwa nilai RCA Indonesia untuk produk
elektronik lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya. Secara umum, pesaing Indonesia di 10 negara tujuan
ekspor Indonesia untuk produk elektronik adalah Malaysia dan
Singapura. Saat ini, pasar elektronik Indonesia dikuasai
produk impor, termasuk yang berkualitas rendah.
Tabel 4.20. Nilai RCA Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 negara tujuan utama
Sumber: Hasil Analisis
4.10.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond TPT
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan
sumberdaya input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan
sumberdaya infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah
sesuai dengan kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input,
semakin besar pula peluang industri dan negara dalam
meningkatkan daya saing.
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Jepang 0.40 1.38 1.52 1.18 2.18 3.37
Amerika Serikat 0.53 3.17 2.16 0.42 2.38 2.53
Singapura 0.54 1.24 0.69 0.79 2.44 -
Jerman 1.17 4.50 2.20 2.20 5.10 4.34
Thailand 0.27 2.38 - 1.25 2.11 2.30
Cina 0.07 1.50 0.62 0.61 1.73 1.75
Malaysia 0.12 - 0.73 0.89 1.14 0.98
Philipina 0.30 1.02 0.68 0.87 - 1.44
Cina Hongkong 0.42 1.74 1.14 1.33 1.63 1.31
Korea Republik 0.22 1.08 1.33 0.38 1.86 3.30
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 112
Kondisi faktor industri elektronik di Indonesia
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara
rinci diuraikan berikut ini:
1. Bahan baku/penolong produk Elektronik masih didominasi
impor dengan rasio sebagai berikut: mesin cuci (20% lokal,
80% impor); TV LCD (10% lokal, 90% impor), lemari
pendingin (70% lokal, 30% impor).
2. Chipset untuk produk elektronik masih dikuasai dan
disupply oleh negara produsen utama. Alih teknologi untuk
dua komponen ini tidak sepesat barang pendukung lain.
3. Diversifikasi produk AC belum terealisasi karena biaya
produksi tinggi.
4. Kebijakan perusahaan elektronik asing masih ditentukan
oleh prinsipal seperti investasi dan ekspansi.
5. Energi berupa listrik dimana tarif dasar listrik tinggi jika
dibandingkan ASEAN lainnya.
6. Standar produk elektronik sudah dapat mengikuti standar
internasional.
Industri Terkait dan Penunjang
Industri yang terkait dengan industri elektronik:
1. Produk elektronik merek lokal banyak bekerja sama
dengan industri penunjang lapis pertama dan kedua. Tapi
untuk merek-merek asing biasanya melibatkan produsen
komponen lapis kedua saja (www.industri.bisnis.com).
2. Belum ada industri dalam negeri yang memproduksi dan
memasok polyurethane (PU), panel, compressor, dan
motor listrik.
3. Industri hulu elektronik belum berkembang dengan baik
seperti kimia dasar dan besi baja.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 113
Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan produk industri elektronik:
1. Indonesia peringkat ke-31 (0,4%) dan tumbuh menurun
6,7% per tahun periode 2009-2013 dengan pasar utama
ekspor Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan
Hongkong.
2. Impor dunia USD 3,6 Triliun (2013), tumbuh rata-rata 5,5%
per tahun periode 2009-2013. Pasar utama adalah China
(16,5%), AS (13,3%), Hong Kong (10,9%), dan Jerman
(5,0%).
3. Perkembangan target ekspor mayoritas ditentukan
berdasarkan keputusan prinsipal baik dari produk maupun
pasar tujuan ekspor.
4. Indonesia dan Filipina memproduksi mesin cuci, kulkas,
dan TV LCD kelas medium dan low end sedangkan
Thailand memproduksi barang high end.
5. Pesaing utama produk sejenis adalah Korsel & Cina
6. Rasio output yang di ekspor ke luar negeri 3%, dalam
negeri 97%
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri
elektronik:
1. Pasar Indonesia yang besar menjadi daya tarik bagi
investor untuk mengembangkan industrinya
2. Saat ini terdapat sekitar 220 produsen komponen
elektronika di Indonesia
Kebijakan Pemerintah
1. Kebijakan impor ponsel dan komputer genggam menjadi
peluang bagi industri elektronik untuk mendirikan pabrik di
Indonesia (Permendag No. 38 tahun 2013 tentang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 114
Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam
(handheld) dan Komputer Tablet)
2. Izin penerbitan PEB dari Bea Cukai terhambat masalah
server
3. Disharmonisasi tarif bea masuk. Tarif bea masuk produk
jadi untuk elektronik lebih rendah daripada komponennya.
4. Masalah infrastruktur terutama logistik dan proses handling
di pelabuhan
5. Iklim usaha dalam negeri tidak kondusif, terutama isu
ketenagakerjaan, energi, kepastian hukum dan biaya tidak
jelas
6. Insentif fiskal untuk industri belum maksimal seperti
fasilitas tax holiday.
Kesempatan
1. Belum ada industri dalam negeri yang memproduksi dan
memasok polyurethane (PU), panel, compressor, dan
motor listrik.
2. Industri hulu elektronik belum berkembang dengan baik
seperti kimia dasar dan besi baja.
3. Insentif fiskal dari pemerintah belum maksimal.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 115
Gambar 4.31. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Elektronik
Sumber: Hasil Analisis
Strategi Perusahaan, struktur dan
Persaingan
1. Pasar Indonesia yang besar
menjadi daya tarik bagi investor
untuk mengembangkan
industrinya (+)
2. Saat ini terdapat sekitar 220
produsen komponen elektronika
di Indonesia (+)
Kondisi faktor:
1. Bahan baku/penolong produk masih
didominasi impor dengan rasio sebagai
berikut: mesin cuci (20% lokal, 80%
impor); TV LCD (10% lokal, 90%
impor), lemari pendingin (70% lokal,
30% impor) (-)
2. Alih teknologi untuk komponen chipset
tidak sepesat barang pendukung lain (-)
3. Kebijakan perusahaan elektronik asing
masih ditentukan oleh prinsipal (-)
4. Diversifikasi produk masih terkendala
biaya produksi tinggi (-)
5. Tarif listrik tinggi di Indonesia (-)
6. Standard dan kualitas produk sudah
mengikuti standar internasional (+)
Kondisi Permintaan
1. Indonesia peringkat ke-31 (0,4%) dan
tumbuh menurun 6,7% per tahun periode
2009-2013 dengan pasar utama ekspor
Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Hongkong (-)
2. Konsumen lokal pertimbahan utama
harga murah, meskipun didominasi
produk impor (-)
3. Perkembangan target ekspor mayoritas
ditentukan berdasarkan keputusan
prinsipal baik dari produk maupun pasar
tujuan ekspor (-)
4. Indonesia mampu memproduksi produk
elektronik low end dan medium (+)
Industri terkait dan penunjang
1. Produk elektronik lokal
banyak bekerja sama
dengan industri penunjang
lapis pertama dan kedua.
Tapi untuk produk asing
biasanya hanya melibatkan
produsen komponen lapis
kedua saja.
2. Belum ada industri dalam
negeri yang memproduksi
dan memasok polyurethane
(PU), panel, compressor,
dan motor listrik.
3. Industri hulu/dasar
elektronik belum
berkembang baik.
Kesempatan:
1. Industri hulu
elektronik belum
berkembang baik.
2. Belum ada
dukungan industri
pendukung.
3. Insentif fiskal dari
pemerintah belum
maksimal.
Kesempatan
1. Deregulasi regulasi
impor produk
elektronik
2. Permintaan produk
elektronik dalam dan
luar negeri tinggi.
3. Kreativitas dan
inovasi bisa
menciptakan pasar.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 116
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
1. Posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di Pasar Produk
Manufaktur Utama Dunia adalah sebagai berikut:
a. Ekspor Indonesia ke tiga pasar TPT utama dunia, yaitu
Amerika Serikat, Jerman dan Jepang masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.
b. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk plastik utama dunia,
yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih kalah
bersaing dengan Thailand, Singapura, Malaysia dan
Vietnam.
c. Ekspor Indonesia ke pasar produk kayu, kertas dan
furniture utama dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman dan
Perancis masih unggul dibandingkan negara ASEAN
lainnya, kecuali Vietnam.
d. Ekspor Indonesia ke pasar produk kimia utama dunia, yaitu
Amerika Serikat dan Jerman masih unggul dibandingkan
negara ASEAN lainnya, kecuali Malaysia dan Singapura.
Sementara untuk pasar RRT, Indonesia masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Singapura
dan Thailand.
e. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk karet utama dunia,
yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Thailand dan
Malaysia.
f. Ekspor Indonesia ke pasar produk logam utama dunia,
yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih kalah
bersaing dibandingkan negara ASEAN lainnya, terutama
Thailand, Vietnam dan Malaysia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 117
g. Ekspor Indonesia ke tiga pasar otomotif utama dunia, yaitu
Amerika Serikat dan RRT masih unggul dibandingkan
negara ASEAN lainnya, kecuali Thailand. Sementara untuk
pasar Jerman, Indonesia masih kalah bersaing dengan
negara ASEAN lainnya.
h. Ekspor Indonesia ke tiga pasar mesin-mesin utama dunia,
yaitu Amerika Serikat, RRT, dan Jerman masih kalah
bersaing dengan negara ASEAN lainnya.
i. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk elektronik utama
dunia, yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih
kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya, terutama
Malaysia dan Filipina.
j. Ekspor Indonesia ke pasar produk alas kaki utama dunia,
yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.
2. Secara umum, produk manufaktur Indonesia yang masih
memiliki keunggulan yang cukup baik dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya di pasar utama produk manufaktur
Indonesia berdasarkan data RCA adalah produk Alas Kaki,
TPT, Produk Kayu dan Otomotif.
3. Vietnam dan Thailand merupakan pesaing utama Indonesia
terutama untuk produk manufaktur dimana posisi Indonesia
masih memiliki daya saing yang cukup baik,
4. Ekspor produk manufaktur Indonesia memiliki hubungan yang
sangat kuat dengan jumlah investasi atau FDI yang masuk ke
Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar produk
manufaktur saat ini diproduksi dengan menggunakan
mekanisme Global value Chain (Rantai Nilai Global);
5. Pasar tujuan ekspor utama sepuluh produk manufaktur
Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa dan RRT. Rata-rata
nilai daya saing sepuluh produk tersebut sudah lebih baik
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya kecuali untuk
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 118
produk otomotif, plastik dan produk kimia yang memiliki nilai
RCA kurang dari satu pada beberapa Negara tujuan ekspor
komoditi tersebut. Posisi daya saing Indonesia di pasar dunia
untuk masing-masing produk manufaktur ekspor secara
berurutan adalah:
a. Produk Mesin : Daya saing Indonesia masih kalah jika
dibandingkan Thailand dan Singapura di 10 negara tujuan
ekspor produk mesin Indonesia;
b. Produk Otomotif : Indonesia masih kalah jika dibandingkan
dengan Philipina dan Thailand di 10 negara tujuan utama
ekspor Indonesia;
c. Produk Kayu : Indonesia memiliki daya saing yang sangat
baik jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Malaysia dan Thailand berada pada urutan ke-2 dan ke-3
setelah Indonesia;
d. Produk Logam : Indonesia memiliki daya saing untuk
produk logam di 10 negara tujuan ekspor utama, kemudian
disusul oleh Philipina dan Thailand;
e. Produk Karet : Thailand merupakan negara yang memiliki
daya saing yang baik untuk produk karet di 10 negara
tujuan ekspor Indonesia. Sementara Indonesia berada di
urutan ke-2 dan Malaysia berada pada urutan ke-3;
f. Produk Alas Kaki : Vietnam dan Indonesia merupakan
negara yang sama-sama memiliki daya saing yang sangat
baik untuk produk alas kaki di 10 negara tujuan ekspor
Indonesia;
g. Produk Plastik : Thailand dan Singapura memiliki daya
saing di hampir seluruh negara tujuan ekspor produk plastik
Indonesia. Malaysia dan Vietnam berada di urutan ke-3 dan
ke-4 setelah Thailand dan Singapura. Daya saing produk
plastik Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya;
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 119
h. Tekstil dan Produk tekstil (TPT) : Indonesia dan Vietnam
merupakan negara yang sama-sama memiliki daya saing
yang kuat untuk tekstil dan produk tekstil;
i. Produk Elektronik : Malaysia, Filipina dan Singapura
merupakan negara yang sama-sama memiliki daya saing
yang baik untuk produk elektronik di 10 pasar tujuan ekspor
elektronik Indonesia. Thailand dan Vietnam berada pada
posisi ke-4 dan ke-5, sementara Indonesia masih kalah
dbandingkan dengan negara ASEAN lainnya;
j. Produk kimia : Indonesia memiliki daya saing yang baik
untuk produk kimia di 10 negara tujuan utama ekspor
Indonesia, kemudian disusul oleh Singapura, Malaysia dan
Thailand.
5.2. Rekomendasi Kebijakan
1. Secara khusus, yang menjadi tugas dan fungsi Kementerian
Perdagangan dalam rangka mendukung iklim investasi dan
mendorong ekspor produk manufaktur Indonesia, antara lain:
a. Memberikan kemudahan prosedur bagi impor bahan baku
yang selanjutnya akan diproduksi dan berorientasi ekspor;
b. Penetapan produk manufaktur yang akan menjadi target
utama untuk peningkatan ekspor sehingga dapat lebih
terfokus;
c. Produk manufaktur utama yang direkomendasikan untuk
peningkatan ekspornya adalah Alas Kaki, TPT, Produk
Kayu dan Produk Otomotif.
2. Secara umum, beberapa alternatif strategi yang dapat
dilakukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif
antara lain:
- Mengeluarkan regulasi terkait sistem pengupahan (Upah
Minimum Provinsi) dengan besaran dan jangka waktu
kenaikan yang jelas dan terukur;
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 120
- Proses perijinan satu atap;
- Kemudahan atau menyederhanakan prosedur untuk
mendapatkan insentive pajak (tax holiday);
- Memberikan kemudahan prosedur bagi impor bahan baku
yang selanjutnya akan diproduksi dan berorinetasi ekspor;
- Perbaikan infrastruktur;
- Penetapan produk manufaktur yang akan menjadi target
utama produk untuk ditingkatkan ekspornya sehingga dapat
lebih terfokus.
3. Lebih lanjut, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat
disampaikan untuk setiap produk yang dianalisis adalah
sebagai berikut:
- Produk Mesin: kebijakan khusus untuk pemenuhan bahan
baku mesin yang diperoleh dari impor, kerjasama yang
semakin intensif antara Kementerian Pertanian dan
Kementerian Perindustrian terutama terkait penggunaan
mesin pertaian dalam bentuk pelatihan dan penggunaan
mesin pertanian produksi dalam negeri;
- Produk Otomotif: kepastian iklim usaha untuk menarik
investor (pemegang merk) seperti Honda, Toyota, Daihatsu
supaya mau berinvestasi di Indonesia; peningkatan
produktivitas tenaga kerja melalui pelatihan-pelatihan;
- Produk Kayu: peningkatan produktivitas melalui pelatihan
keterampilan bagi tenaga kerja, terutama pelatihan desain
produk, pengawasan terhadap illegal logging;
- Produk Logam: Pemberlakuan non-tariff measure untuk
produk logam perlu dikembangkan secara optimal. Hal ini
dilakukan untuk menekan penggunaan jumlah produk impor
dan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri;
- Produk Karet: Pemerintah membuat aturan untuk
melindungi industri karet Indonesia seperti standar karet
alam yang digunakan untuk bahan baku karet alam bersih;
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 121
- Produk Alas Kaki: sebagai industri yang padat karya,
kebijakan UMR hingga saat ini masih memberatkan
industri. Dengan demikian, perlu adanya kebijakan yang
mengatur penetapan UMR;
- Produk Plastik: kemudahan untuk mendapatkan tax holiday
sehingga dapat menarik investor;
- Tekstil dan Produk Tekstil (TPT): Kestabilan nilai tukar
rupiah sangat mempengaruhi industri TPT karena sebagian
besar bahan baku berasal dari impor. Selain itu, kestabilan
harga listrik dan harga energi perlu dijaga. Pengusaha
harus menyesuaikan peralatan pabrik untuk memperoleh
bahan bakar relatif murah. Mengubah peralatan pabrik
memerlukan biaya mahal. Di samping itu, sebagai industri
padat karya adanya kebijakan yang mengatur penetapan
UMR tentu sangat penting bagi pengembangan industri
TPT dalam negeri;
- Produk Elektronik: Perlu dilakukan review kembali
mengenai Permendag No. 70 tentang pembatasan
distribusi barang elektronik di pasar modern;
- Produk Kimia: Perlu membahas dan mengkaji mengenai
tentang technical barrier di negara tujuan ekspor, walaupun
sudah memiliki kesepakatan FTA tapi tetap susah untuk
dapat masuk ke pasar tujuan ekspor.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 122
DAFTAR PUSTAKA
Amador dan Cabral (2008) Portugal Export Performance: CMSA approach. Journal of Social Sciences. 1(1): 75-78. Doi: 2233-3878.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015). Data Perdagangan Luar Negeri Indonesia
Diop, 2014. Indonesia Avoiding the Middle Income Trap. https://www.gov.uk/government/publications/indonesia-avoiding-the-middle-income-trap/indonesia-avoiding-the-middle-income-trapResearch and analysis. (diakses 10 Februari 2015)
Estherhuizen D. 2006. Measuring and analyzing competitiveness in the agribusiness sector: Methodological and analytical framework. University of Pretoria
Ferto, I. and L. J. Hubbard. 2003. Revealed comparative advantage and competitiveness in hungarian agri-food sectors. The World Economy 26(2): 247-259
Gopal, N., P. Jeyanthi et al.,2009. Indian finfish exports- an analysis of export performance and revealed competitice advantage. Agricultural Economic arch Review.
Husted, S.L., Melvin, M. (2004). International Economics. Pearson/Addison-Wesley
Ismail, M. 2005. Daya saing industri pariwisata serta perannya terhadap perekonomian Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Jiménez dan Martín. 2010. World Export share of Euro Area: CMSA model. World Institute for Development Economics Research. 101(2): 1-25. Doi: 978-92-9230-157-6.
Kartikasari, A. 2008. Analisis Daya Saing Tanaman Hias dan Anggrek Indonesia Periode 1978-2006”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor.
Lestari UH. 2011. Analisis Daya saing Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Michael E. Porter. 2007. Strategi Bersaing (competitive strategy). Tangerang : Kharisma Publishing Group.
Porter, M.E., 2005. The Competitive Advantage of Nations. Harvard Business Review.
Renstra Kementerian Perdagangan, 2015-2019 TARGET EKSPOR.
Sari Nalurita, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Siti Jahroh. 2014. Analisis Daya saing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 123
Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia, Vol 2, No 1, halaman 63-74.
Salvatore D. 1997. International Economics 5th Edition. New York (US): Macmillan Publishing Company
Seyoum, L. 2007. Competitiveness of services business in Developing countries. UNU-WIDER Reasearch Paper 101: 1-23
UN Comtrade, 2015. Commodity Trade. [diunduh Agustus 2015]. Tersedia pada: http://www.unctadstat.unctad.org.
Vollarath, T.L. 1991. A Theoretical evaluation of alternative trade intensity measures of revealed comwirtschanftliches Archive. parative advantage. Weltwirtschaftliches Archiv, 130, 265- 79
Wilson, W.T.(2014). Beating the Middle-Income Trap in Southeast Asia. The Heritage Foundation Report No. 156. (diakses 5 Februari 2015)
World Bank. 2014, “Data: Indicators,” http://data.worldbank.org/indicator (diakses 3 Februari, 2015).
[WEF] World Economic Forum. 2015. http://www.weforum.org/events/world-economic-forum-annual-meeting-2015
Wilson, W.T. 2014. Kathryn and Shelby Cullom Davis Institute for National Security and Foreign Policy. The Heritage Foundation. (diakses 5 Februari 2015)