Download - Laporan Injeksi Kcl 0,745 %
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“Sediaan Steril Injeksi Kalium klorida (KCl) 0,745%”
Disusun oleh:
Nama
Resti Susilawati Tapatab
NIM
P17335112034
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2013
INJEKSI KALIUM KLORIDA 0,745 %
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan formulasi sediaan injeksi yang sesuai dengan sifat
fisika dan sifat kimia dari zat aktifnya yaitu Kalium klorida.
2. Mengetahui teknik sterilisasi yang tepat untuk peralatan dan untuk
pembuatan sediaan injeksi Kalium klorida 0,745%
3. Mengetahui hasil evaluasi dari sediaan injeksi
II. PENDAHULUAN
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan
keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak
yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua
mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat
diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (lachman
hal 1254).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi
yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk
sediaan parenteral mata dan iritasi. Sediaan parenteral ini merupakan
sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam
tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari
tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen
toksis, dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa.
Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk
ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi apakah fisik, kimia, atau mikrobiologis. (lachman,
hal.1292).
II.1. Pengertian injeksi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek
jaringan kedalam kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat
merupakan larutan, emulasi, suspensi, atau serbuk steril yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. (Ilmu
meracik obat hal. 190). Injeksi atau obat suntik juga didefinisikan
secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen. (Pengantar Bentuk
sediaan Farmasi hal. 399).
II.2. Pengertian injeksi intravena
Injeksi intravena, umumnya larutan, dapat mengandung cairan
noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10
ml. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak
boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas
pirogen. (Farmakope Indonesia Edisi III halaman 13)
Injeksi iintravena disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah
vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau
emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat
pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi
jika terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau
perlahan-lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10
ml. Injeksi intravena yang diberikan dalam dosis tunggal dengan
volume lebih dari 10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”.
Infus harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih,
dan isotonis. Injeksi intravena dengan volume 15 ml atau lebih tidak
boleh mengandung bakterisida. Injeksi intravena dengan volume 10 ml
atau lebih harus bebas pirogen. (Ilmu Resep EGC halaman 196).
II.3. Syarat-syarat sediaan injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III syarat injeksi kecuali
dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi :
1. Keseragaman bobot (harus memenuhi syarat)
2. Zat pembawa berair, umumnya digunakan air untuk injeksi yang
telah memenuhi uji bebas pirogen .
3. Larutan dapar, umumnya digunakan dapar fosfat, dapar borat atau
larutan dapar lain dengan kapasitas rendah.
4. Pengawet, untuk injeksi wadah dosis ganda dan injeksi yang
dibuat secara aseptik, untuk injeksi berair umumnya digunakan
fenol 0,5% b/v, chresol 0,3% b/v, chlor chresol 0,1% b/v,
chlorbutanol 0,5% b/v dan fenil raksa (II) nitrat 0,001% b/v.
5. Wadah dan tutup, wadah dibuat dari kaca atau plastik yang tidak
bereaksi dengan obat. Tutup terbuat dari karet alam atau sintetis
atau bahan lain yang cocok.
6. Memenuhi syarat keseragaman volume.
7. Pirogenitas, untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat uji
pirogenitas.
Menurut Ilmu Resep syarat-syarat obat suntik atau injeksi :
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau
efek toksik. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba terlebih
dahulu pada hewan untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi
manusia.
2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari
partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak
terasa sakit dan penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama
dengan tekanan osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa
sakit dan tidak menimbulkan hemolisis. Jika terpaksa dapat dibuat
sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
maupun yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume
10 ml atau lebih dari sekali penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang
berwarna.
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Efek farmakologi (Kalium klorida)
Kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan
intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-
basa serta isotonis sel. Selain itu kalium juga mengaktivasi banyak
reaksi enzim dan proses fisiologi, seperti transmisi impuls di saraf dan
otot, kontraksi otot dan metabolisme karbohidrat.
Zat ini praktis terdapat dalam semua makanan, antara lain banyak
dalam sayuran, buah-buahan, kacang tanah, kedele, badam, biji labu
manis dan kopi. Plasma hanya mengandung 1% dari kadar total dalam
tubuh (Kt), sedangkan antara kadar plasma (Kp) dan Kt tidak terdapat
korelasi baik. Maka, Kp rendah tidak berarti bahwa Kt juga telah
berkurang dan adanya defisiensi kalium.
III.2. Efek samping
Efek samping dari overdosis adalah gangguan saluran cerna, nyeri
setempat pada injeksi dan radang vena (phlebitis). Gejala hiperkalemia
tersebut diatas dapat terjadi pula bila kalium digunakan bersamaan
dengan diuretika penghenti kalium. Juga sebagai efek samping dari
beberapa obat, seperti kaptopril, indometasin, sitostatika dan digoksin
(pada dosis tinggi).
III.3. Dosis
Dosis profilaksis: 2 dd 0,6-1 g KCl (tablet retard) p.c., pada
hipokalemia dimulai dengan 2 g sampai gejalanya hilang, kemudian 2
dd 1 g.
(Sumber: “Obat-obat penting” hal. 870-871)
IV. FORMULASI
1. Bahan aktif
Kalium klorida (KCl) Farmakope Indonesia Edisi III hal. 329
Pemerian Hablur, berbentuk kubus, atau berbentuk prisma, tidak berwarna
atau serbuk butir putih, tidak berbau, rasa asin, mantap di udara.
Kelarutan Larut dalam 3 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
praktis tidak larut dalam etanol mutlak P dan eter P.
Stabilitas
Panas
Hidrolisis
Cahaya
TD: menyublim pada 1500oC, TL: 790oC
Tidak mudah teroksidasi
Stabil dan harus disimpan baik dalam wadah tertutup di tempat
yang sejuk dan kering.
pH 7
Penyimpanan Tempat yang sejuk dan kering
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : Larutan
Cara sterilisasi sediaan : Sterilisasi akhir (autoklaf)
Kemasan : Ampul
2. Natrium Klorida
Farmakope Indonesia Edisi III Hal. 403 (BM: 58,44)
HOPE 6th page. 637-638
Pemerian Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P; sukar larut dalam
etanol (95%) P.
Stabilitas Bersifat stabil, dapat disterilisasi menggunakan autoclave atau
penyaringan. Disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat
dingin dan kering.
Kegunaan Sumber ion klorida dan ion natrium
Inkompatibilitas Larutan Natrium Klorida bersifat korosif untuk besi dan
bereaksi membentuk endapan dengan perak, timbal, dan
merkuri garam. Oksidator kuat membebaskan klorin dai larutan
diasamkan Natrium Klorida
3. Asam Fosfat (HOPE 6th hal. 532)(FI IV hal. 51)
Pemerian Serbuk kristal, tidak berwarna; tidak berbau. Bobot jenis lebih
kurang 1,71.
Kelarutan Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol.
Stabilitas Titik Didih: 117,87oC.
Stabil terhadap panas.
pH: 1.6 (1% w/w dalam larutan)
Ketika disimpan dalam temperatur rendah asam fosfat
akan memadat
Kegunaan Acidifying agent.
Inkompatibilitas Tidak stabil terhadap cahaya. Asam fosfat adalah asam kuat
dan bereaksi dengan zat alkali. Bercampur dengan nitrometana
menyebabkan eksplosif.
4. Natrium Fosfat (HOPE 6th hal. 656-658)
Pemerian Putih atau hampir putih, tidak berbau, berbentuk serbuk kristal
Kelarutan Sangat larut dalam air, lebih larut dalam air panas atau
mendidih, praktis tidak larut dalam etanol 95%
Stabilitas Higroskopik, stabil, harus disimpan dalam tempat sejuk dan
kering. pH sediaan injeksi sebesar 9.1 (1% w/v dalam larutan)
Kegunaan Buffering agent; sequestering agent.
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan alkaloid, antipyrine,
chloral hydrate, timbal fosfat, pirogalol, resorsinol dan
kalsium glukonat, dan ciprofloxacin.
5. Water for Injection/WFI (FI edisi III hal. 97) (HOPE 6th hal.768)
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan -
Stabilitas Stabilitas secara kimia delam bentuk fisika bagian dengan
cairan uap; pH sebesar 7.
Kegunaan Untuk pembuatan injeksi
Inkompatibilitas Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-
obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis
(dekomposisi dalam adanya air atau uap air) di ambien dan
peningkatan suhu. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan
cepat dengan logam alkali dan oksida mereka, seperti kalsium
oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam
anhidrat untuk membentuk hidrat berbagai komposisi, dan
dengan organik tertentu bahan dan kalsium karbida.
V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Kalium klorida 0,745% Zat aktif (sumber ion kalium, agen
terapeutik dan tonisitas)
2. Natrium klorida 0,3% Zat pengisotonis
3. Asam fosfat 0,13% Pendapar
4. Natrium fosfat 0,2% Pendapar
5. Water for injection (WFI) Ad 30 ml Pelarut/pembawa
VI. PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS, DAPAR
a. Perhitungan dapar
Jenis dapar/kombinasi Dapar fosfat / Asam fosfat dan natrium fosfat
Target pH 7
Kapasitas dapar 0,01
Perhitungan :
Garam = Natrium fosfat (Na2HPO4)
Asam = Asam fosfat (H3PO4)
pKa = 7,2
pH = pKa + log [ garam][asam]
7 = 7,2 + log [ garam][asam]
log [ garam][asam] = -0,2
antilog(log [ garam][asam]
¿= antilog -0,2
[ garam][asam] = 0,6309
[garam] = 0,6309 [asam]….(i)
β = 2,303 . c . [ Ka ] .¿¿
0,01 = 2,303 . c . 10−7 .10−7,2
(10−7+10−7,2)2
0,01 = 2,303 . c . 6,309 x 10−15
2,66 x 10−14
0,01 = 2,303 . c. 0,237
c = 0,01
2,303 x 0,237
c = 0,0183 M ………. (ii)
c = [garam] + [asam] …….. (masukan persamaan i dan ii)
0,0183 = 0,6309 . [asam] + [asam]
0,0183 = 1,6309 . [asam]
[asam] = 0,01831,6309
[asam] = 0,0112 M
[garam] = 0,0183 – 0,0112
[garam] = 0,0071 M
Massa asam fosfat yang ditimbang :
masam fosfat = M x v x Mr (Mr Na3PO4 = 120)
masam fosfat = 0,0112 M x 0,03 x 120
masam fosfat = 0,0403 gram/30 mL (0,13%)
Massa natrium yang fosfat ditimbang :
mna. fosfat = M x v x Mr (Mr H3PO4 = 178)
mna. fosfat = 0,0071 x 0,03 x 178
mna. fosfat = 0,0379 gram/30 mL (0,13%)
b. Perhitungan Tonisitas – Osmolaritas
Bahan % E % x EKalium klorida 0,745% 0,760 0,5662Kalium klorida 0,745% 0,760 0,5662
Kesimpulan = sediaan bersifat hipotonis
Sehingga perlu diberi pengisotonis yaitu NaCl 0,9%NaCl = 0,9% - 0,5662%NaCl = 0,3%Massa NaCl yang ditambahkan :
Untuk 30 mL = 0,3100
x30
Untuk 150 mL = 0,09 gram NaClVII. PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat 5 ampul (@ 5 ml) = 25 ml
Setiap ampul masing-masing diberi tambahan sebanyak 3% sehingga
total sediaan 25,75 ml.
Penimbangan dibuat sebanyak 30 ml berdasarkan pertimbangan
volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.
No
.
Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1. Kalium klorida 0,745100
x 30 ml = 0,2 gr
2. Natrium klorida 0,3100
x 30 ml = 0,09 gr
3. Dapar fosfat (asam
fosfat + natrium fosfat)
0,04 gr + 0,04 = 0,8 gr
4. WFI Ad 30 ml
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat Cara Sterilisasi Waktu Sterilisasi Jumlah
Beaker glass 100 ml Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 1
Beaker glass 50 ml Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 5
Gelas ukur 100 ml
Panas basah (otoklaf,
121oC) (dispensasi untuk
tidak dilakukan sterilisasi)
15 menit 1
Gelas ukur 10 ml Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 1
Kaca arloji Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 4
Spatel Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 4
Batang pengaduk Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 5
Pipet tetes Panas kering (oven, 160oC) 2 jam 2
Karet pipet Kimia (alkohol 70%) 24 jam 2
Syringe & holder- (tidak digunakan karena
menggunakan pipet tetes)- 1
Tissue
Panas basah (otoklaf,
121oC) (dispensasi untuk
tidak dilakukan sterilisasi)
15 menit 1
Membran filter 0,45µm
Panas basah (otoklaf,
121oC) (tidak digunakan
karena menggunakan pipet
tetes)
15 menit 2
Membran filter 0,22µm
Panas basah (otoklaf,
121oC) (tidak digunakan
karena menggunakan pipet
tetes)
15 menit 1
b. Wadah
No
.
Nama alat Jumla
h
Cara sterilisasi
1. Ampul (diganti dengan
vial beserta tutupnya)
5 Sterilisasi panas-basah menggunakan
autoklaf selam 15 menit pada suhu
121oC.
c. Bahan
No Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi
.
1. Kalium klorida 0,2 g -
(menggunakan sterilisasi akhir)
2. Natruim klorida 0,09 g -
(menggunakan sterilisasi akhir)
3. Asam fosfat ( 0,04 g -
(menggunakan sterilisasi akhir)
4. Natrium fosfat 0,04 g -
(menggunakan sterilisasi akhir)
5. Water for injection (WFI) Ad 30
ml
-
(menggunakan sterilisasi akhir)
IX. PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG PROSEDUR
Grade C
(Grey Area)
Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dibungkus menggunakan alumunium
foil/kertas perkamen. Alat disterilisasikan menggunakan autoclave
atau oven sesuai kompatibilitasnya. Bahan berupa plastik atau
karet disterilkan dengan merendamnya dalam alkohol selama 24
jam.
Grade C
(Grey Area)
Penimbangan Bahan
Seluruh bahan yang akan digunakan meliputi:
Kalium klorida sebanyak 0,22 gr
Natrium klorida sebanyak 0,09 gr
Asam fosfat sebanyak 0,04 gr (tidak dilakukan karena
bahan tidak tersedia)
Natrium fosfat sebanyak 0,04 gr
WFI ad 30 ml
Simpan bahan-bahan diatas kaca arloji dan gelas ukur (untuk
WFI) yang telah diberi label.
Grade A
background C
Pencampuran Bahan
1. Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan.
2. Meja kerja dan sarung tangan dibersihkan terlebih dahulu
dengan alkohol 70%
3. Kalium klorida sebanyak 0,22 gr dilarutkan dalam WFI
sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.
Kaca arloji bekas tempat penyimpanan kalium klorida
dibilas WFI sebanyak 2 kali dan dimasukkan ke dalam
beaker glass yang sama.
4. Natrium klorida sebanyak 0,09 gr dilarutkan dalam WFI
sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.
Kaca arloji bekas tempat penyimpanan kalium klorida
dibilas WFI sebanyak 2 kali dan dimasukkan ke dalam
beaker glass yang sama.
5. Dapar fosfat yaitu asam fosfat sebanyak 0,04 gr (tidak
dilakukan karena zat tidak tersedia) dan natrium fosfat
sebanyak 0,06 gr dilarutkan dalam WFI sebanyak kurang
lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml. Kaca arloji bekas
tempat penyimpanan kalium klorida dibilas WFI sebanyak
2 kali dan dimasukkan ke dalam beaker glass yang sama.
6. Ketiga larutan tersebut dicampurkan dalam beaker glass
100 ml (yang telah dikalibrasi 150 mL). Masing-masing
gelas kimia bekas larutan dibilas dengan WFI sebanyak 2
kali dan dimasukkan kedalam gelas kimia yang sama.
7. Ukur pH larutan campuran dengan pH indikator, kemudian
samakan pH dengan pH target. Apabila pH larutan terlalu
asam, tambahkan dengan NaOH; jika terlalu basa
tambahkan HCl.
8. Tambahkan sisa WFI hingga 30 ml.
Grade A
background B
Filtrasi dan Filling
1. Saring larutan menggunakan membran filtrasi ukuran 0,45
µm sebanyak 2 kali dan dengan membran filtrasi ukuran
0,22 µm sebanyak sekali untuk mengurangi bioburden
pada sediaan. (dispensasi untuk tidak dilakukan sterilisasi)
2. Masukkan larutan ke dalam ampul (diganti dengan vial)
sebanyak 5,15 ml menggunakan syringe
3. Tutup ampul yang telah terisi larutan dengan panas api
dari bunsen gas. (diganti dengan menutup vial dengan
tutup vial karet)
4. Sterilkan dengan cara panas basah menggunkan autoclave
dengan suhu 121oC tekanan 15Psi selama 15 menit.
5. Sediaan yang telah steril dimasukkan kedalam pass box
dan akan menuju Grey Area.
Grade C
(Grey Area)
Pengemasan wadah sekunder dan evaluasi:
a. Menempel etiket
b. Pengemasan sekunder, memasukkan ke dalam dus yang sesuai
c. Lakukan evaluasi sediaan.
No Jenis
evaluasi
Prinsip evaluasi Jumlah
sampel
Hasil
pengamatanSyarat
1. Uji
kejernihan
Pengujian dilakukan
dengan mengamati
sediaan secara visual
diatas latar putih, jika
perlu disorot
menggunakan senter.
5 Ampul
(dispensasi
menggunakan
vial) sebanyak 5
buah
dinyatakan
LOLOS UJI
Seluruh sediaan
harus jernih
2. Uji volume
terpindahkan
Pengujian dilakukan
dengan memindahkan
isi vial kedalam gelas
ukur kemudian diukur
1 Ampul
(dispensasi
menggunakan
vial) sebanyak 1
Volume
sediaan = 10 –
10,5 mL
jumlah cairannya. buah
dinyatakan
LOLOS UJI.
Volume yang
berkurang
hanya 0,15 ml
3. Uji
kebocoran
Pengujian dilakukan
dengan meletakkan
wadah sediaan secara
terbalik di atas kertas
dan didiamkan selama
kurang lebih 1 menit
kemudian diperiksa
apakah terjadi
kebocoran yang
ditandai dengan adanya
tetesan yang keluar dari
wadah sediaan.
5 Ampul
(dispensasi
menggunakan
vial) sebanyak 5
buah
dinyatakan
LOLOS UJI
Tidak ada
satupun vial
yang bocor
4. Uji partikulat Pengujian dilakukan
dengan mengamati ada
tidaknya partikel dalam
sediaan secara visual.
Sediaan yang di uji
diletakkan diatas latar
putih dan disorot
dengan senter.
1 Ampul
(dispensasi
menggunakan
vial) dinyatakan
TIDAK
LOLOS UJI.
Terdapat 10
partikulat dalam
sediaan
Sediaan tidak
boleh
mengandung
partikulat lebih
atau sama
dengan 10
partikulat
5. Penetapan pH Pengujian dilakukan
menggunakan pH
indikator universal.
1 Ampul
(dispensasi
menggunakan
Rentang pH
sesuai dengan
pH target atau
Kertas pH dicelupkan
kedalam larutan selama
2 detik lalu
dibandingkan dengan
warna indikator pH.
vial) sebanyak 1
buah
dinyatakan
LOLOS UJI
perbedaannya
kurang dari 2
X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
XI. PEMBAHASAN
Sterilisasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
menghilangkan dan membinasakan semua alat dan media dari
gangguan organisme mikroba, termasuk virus, bakteria dan spora dan
fungi beserta sporanya. Sterilisasi merupakan suatu metode atau cara
yang digunakan untuk mengeliminasi semua mikroorganisme. Semua
bahan dan alat dalam media kultur maupun dalam kegiatan praktikum
harus dalam keadaan steril. Termasuk dengan media yang penting
dalam kultur dan juga alat-alat yang menunjang seperti pipet, tabung,
jarum inokulasi dan peralatan lainnya serta area kerja. Sterilisasi
dilakukan menggunakan autoklaf untuk yang menggunakan panas
bertekanan,pemanas kering(oven),sterilisasi kimiawi(seperti
glutaraldehid atau formaldehid) dan secara fisik.
Dalam praktikum ini, dilaksanakan pembuatan sediaan steril yaitu
sediaan parenteral jenis injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam
wadah bertanda 100 mL atau kurang. Sediaan injeksi yang dibuat
dalam hal ini berupa larutan dengan volume tiap ampulnya adalah 5ml
sehingga termasuk ke dalam sediaan parenteral volume kecil dengan
zat aktif yang ditentukan adalah Kalium klorida 0,745%. Kalium
klorida adalah senyawa golongan mineral yang memiliki fungsi
sebagai pengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel sehingga
senyawa ini diperlukan dalam tubuh sebagai pengisotonis. Sebagai zat
aktif, Kalium klorida memiliki beberapa sifat yang mudah disesuaikan
dengan pemilihan zat tambahan yang akan digunakan dalam
pembuatan sediaan injeksi ini misalnya saja kelarutan, Kalium klorida
mudah larut dalam air sehingga sediaan injeksi yang dibuat berbentuk
larutan. Meskipun Kalium klorida adalah zat yang bisa digunakan
sebagai zat pengisotonis namun dalam hal ini setelah dilakukan
perhitungan tonisitas didapati bahwa Kalium klorida bersifat hipotonis
sehingga kami menmbahkan Natrium klorida yang memiliki kegunaan
sebagai zat pengisotonis ke dalam sediaan ini.
Dapar atau larutan penyangga adalah larutan yang mampu
mempertahankan harga pH walaupun ditambah dengan sedikit asam,
basa, atau dilakukan pengenceran. Sedangkan jika larutan bukan
penyangga ditambah sedikit asam, basa, atau pengenceran maka pH
akan berubah dengan drastis. Dalam sediaan yang kami buat ini, kami
menargetkan pH stabil sediaan adalah 7,3 sehingga usaha untuk
mencapai kestabilan pH tersebut dilakukan penambahan zat pendapar
walaupun bila dilihat dari pH zat aktif sebenarnya Kalium klorida
memiliki pH 7 namun harus ditambahkan dapar agar tetap stabil pada
pH yang diinginkan.
Pembuatan sediaaan steril berbeda dengan pembuatan sediaan
lainnya, disini dibutuhkan proses sterilisasi dalam segala pelaksanaa,
oleh karena itu hal pertama yang dilakukan sebelum membuat sediaan
adalah melakukan sterilisasi alat dan wadah. Peralatan yang bersifat
tahan panas disterilkan menggunakan oven pada suhu 160oC selama 2
jam, peralatan yang tidak tahan pemanasan disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit sedangkan peralatan yang
tidak dapat disterilkan dengan pemanasan maka dilakukan sterilisasi
kimia menggunakan cairan alkohol misal pada karet pipet. Selain
peralatan pendukung pembuatan sediaan, wadah sebagai tempat sediaan
juga harus disterilkan, dalam hal ini wadah untuk sediaan injeksi
menggunakan ampul. Ampul adalah wadah untuk dosis tunggal,
tertutup rapat dengan melebar wadah gelas dengan kondisi aseptis.
Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah
disiapkan dari bagian dalam wadah tanpa terjadi serpihan- serpihan
gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat suntik
dengan jarum hipodemik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup
kembali dan digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas
isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan. (Pengantar Bentuk sediaan
Farmasi hal. 426). Karena wadah ampul tidak tersedia di laboratorium
maka dalam pembuatan sediaan ini, wdah diganti dengan vial yang
telah disterilkan menggunakan autoklaf.
Setelah kebutuhan pembuatan sediaan siap mendukung proses
maka dilakukanlah pembuatan sediaan injeksi, ini jauh berbeda dengan
pembuatan sediaan pada umumnya, dibutuhkan sekali ketelitian dan
prinsip sterilitas dalam segala aspek, oleh karena itu setiap praktikan
menggunakan kostum gowning dan perlengkapan praktikum lengkap,
tangan yang sudah diberikan sarung tanganpun tidak boleh lagi
menyentuh apapun selain saat proses pembuatan sediaan. Pada
pembuatan sediaan injeksi ini kami memilih teknik sterilisasi akhir
karena sesuai dengan kondisi zat yang ada. Pembuatan dimulai pada
grey area atau grade C yaitu dilakukan penimbangan semua bahan-
bahan yang dibutuhkan, dilanjutkan di grade A background B untuk
melaksanakan pencampuran bahan dan melarutkan bahan yang harus
dilarutkan selain itu juga dilakukan pemeriksaan pH yang harus sesuai
dengan pH target. Kami menambahkan beberapa tetes NaOH untuk
meningkatkan pH supaya mencapai pH yang ditargetkan yaitu 7,3.
Setelah semua bahan selesai dicampur dan mencapai pH target maka
selanjutnya berpindah ke ruangan filling dan filtrasi yaitu di ruangan A
background B dimana ini adalah tempat tersimpannya Laminar Air
Flow (LAF). Pada proses filling seharusnya dilakukan menggunakan
membran filtrasi ukuran 0,45µ dan 0,22µ, namun karena belum tersedia
maka dilakukan menggunakan pipet volume dengan tetap menjaga
sterilitas. Apabila kelima vial sudah terisi dengan sediaan sejumlah 5,15
ml maka selanjutnya dilakukan pengemasan yang pertama adalah
menutup dengan alumunium untuk mencegah kebocoran, selanjutnya
berpindah ke ruangan C atau grey area untuk melakukan pengemasan
primer dan pengemasan sekunder.
Hal yang paling penting dalam pembuatan sediaan steril adalah
berpusat pada prinsip sterilitas itu sendiri, apabila berusaha keras
menghindari adanya partikel, ini akan menghasilkan sediaan injeksi
steril yang berkualitas dan memenuhi target efek yang diinginkan saat
berpindah di tangan pasien
XII. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai
berikut.
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Kalium klorida 0,745% Zat aktif
2. Natrium klorida 0,3% Zat pengisotonis
3. Dapar fosfat (asam fosfat +
natrium fosfat)
0,3% Pendapar
4. Water for Injection (WFI) Ad 100% Pelarut dan pembawa
Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi kalium
klorida 0,745% adalah sterilisasi akhir yaitu menggunakan autoclave.
Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi / infus yang dibuat
adalah:
1. Uji kejernihan dinyatakan LOLOS UJI atau memenuhi persyaratan.
2. Uji volume terpindahkan dinyatakan LOLOS UJI atau memenuhi
persyaratan.
3. Uji kebocoran dinyatakan LOLOS UJI atau memenuhi persyaratan.
4. Uji partikulat dinyatakan TIDAK LOLOS UJI karena setelah
pengujian, ditemukan hingga ±10 partikel dalam sediaan yang
seharusnya tidak boleh sama sekali ditemukan partikel.
5. Uji penetapan pH dinyatakan LOLOS UJI atau memenuhi
persyaratan.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Lachman L. Teori dan praktek Industri Farmasi. Edisi II. Lea & febiger
Philadelphia.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas
Indonesia Press : Jakarta
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th
ed. Pharmaceutical Press.
.