Download - LAPORAN KASUS Glaukoma Akut Full
LAPORAN KASUS
GLAUKOMA AKUT SEKUNDER
Pembimbing:
dr. Amalia Yuli L.S., Sp.M
Disusun Oleh:
Holy Fitria Ariani
NIM: 07120100091
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 23 NOVEMBER - 25 DESEMBER 2015
2
I. STATUS PASIEN I. IDENTITAS
Nama : Tn. LKW
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 61 tahun
Agama : Budha
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Gunung Sahari XI No. 50, Sawah Besar
Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2015
II. ANAMNESA
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan utama : Mata sebelah kanan terlihat merah dan penglihatan
terasa buram mendadak sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan tambahan : -
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terlihat merah dan
peglihatan mata kanan terasa buram secara mendadak sejak 1 bulan SMRS.
Awalnya mata pasien terlihat merah dan terasa mengganjal lalu pasien merasa
matanya terasa sangat nyeri seperti berdenyut secara tiba-tiba. Lalu pandangan
pasien mulai terasa buram. Pasien terasa mual tetapi tidak muntah. Keluhan
melihat pelangi disekitar cahaya (halo) disangkal.
Tiga minggu SMRS, pasien mengunjungi klinik dekat rumahnya untuk
keluhannya karena matanya masih terasa sangat nyeri dan merah lalu kepala
sebelah pasien juga terasa pusing. Pusing yang dirasakan pasien terasa
berdenyut. Mata kanan pasien juga bertambah buram, sudah tidak jelas untuk
melihat. Pasien diberikan obat untuk matanya tetapi tidak ada perubahan pada
matanya lalu klinik tersebut merujuk pasien ke Rumah Sakit Ridwan.
Dua minggu SMRS, pasien mengunjungi RS. Ridwan dan diberikan
pengobatan untuk mata kanannya, dokter mengatakan pada pasien bahwa
tekanan bola mata sebelah kanan pasien tinggi. Pasien mendapatkan obat dari
RS. Ridwan, tetapi pasien lupa merk obatnya. Lalu RS. Ridwan merujuk
pasien ke RSPAD Gatoto Soebroto. Untuk sekarang pasien mengeluhkan mata
3
kanannya masih terlihat merah tetapi sudah tidak nyeri dan sakit kepala pasien
berkurang. Hanya saja penglihatan mata kanan pasien semakin buram
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan terkontrol
dengam Amlodpine 5 mg 1x1.
Riwayat alergi : Disangkal.
Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien menderita hipertensi dan kakak
pasien menderita katarak. Riwayat penyakit glaukoma disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80x per menit
Suhu : Afebris
Laju pernafasan : 18x per menit
Kepala : Normocephal, tidak terdapat deformitas
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Deviasi septum (-), discharge (-), epistaksis (-)
Mulut : Karies gigi (-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran
Thorax
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
4
Abdomen : Cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) N.
Ekstremitas : Hangat, udema -/-, deformitas (-)
b. Status oftalmologis
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 1/300 6/20 à PH(+)
Koreksi Tidak dapat dikoreksi Cyl -1.75x80o
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia Pupil 63/61 mm
Kaca mata lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Ada Tidak Ada
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Fisura palpebra 9 mm 9 mm
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
5
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Ada Tidak Ada
Injeksi siliar Ada Tidak Ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nervus pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
6
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Plasido Reguler Reguler
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dangkal Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak ada Tidak ada
11. IRIS
Warna Hitam Hitam
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Irregular Bulat
Sinekia Posterior Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Irregular Bulat
Ukuran 5 mm 3 mm
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
13. LENSA
Kejernihan Keruh Jernih
Letak Menyeluruh Ditengah
Tes Shadow + -
14. BADAN KACA
Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai
15. FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus Positif sangat suram Positif
b. Papil
o Bentuk Sulit dinilai Bulat
7
o Warna Sulit dinilai Kuning kemerahan
o Batas Sulit dinilai Tegas
o Warna Sulit dinilai Kuning kemerahan
o C/D Ratio Sulit dinilai 0.3
c. Retina
o Edema Sulit dinilai Tidak ada
o Perdarahan Sulit dinilai Tidak ada
o Exudat Tidak ada Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
d. Makula lutea
o Refleks fovea Sulit dinilai Positif
o Edema Sulit dinilai Tidak ada
o Pigmentosa Sulit dinilai Tidak ada
16. PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) N+0/P N+0/P
Tonometer Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Tidak sama dengan
pemeriksa Sama dengan pemeriksa
8
Keadaan mata pasien saat diperiksa :
Oculi Dextra
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1. Tonometri non-contact : OD : 13,2 mmHg
OS : 12,4 mmHg
2. Pemeriksaan laboratorium darah :
a. Hb,Hct, Leukosit, Trombosit, PT dan aPTT
b. Pemeriksaan glukosa darah
3. Pemeriksaan EKG dan konsultasi ke departemen Jantung
V. RESUME:
Pasien laki-laki berumur 63 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan
keluhan mata merah dan penglihatam buram sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya
mata pasien merah dan seperti mengganjal lalu secara mendadak terasa nyeri
pada mata. Selain itu pasien juga mengeluhakan sakit kepala berdenyut dan
juga mual. Secara perlahan penglihatan pasien terasa buram dan lama
9
kelamaan mata kanan pasien tdiak dapat melihat dengan jelas. Pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan terkontrol dengan
amlodipine 5 mg 1x1. Pada pemeriksaan tanda vital TD pasien 140/80 mmHg,
status generalis pasien dalam batasan normal. Status oftalmologis pada OD
visus 1/300, palpebra inferior edema, terdapat injeksi siliar dan konjungtiva,
bilik mata depan dangkal, iris irregular, lensa keruh menyeluruh, dan shadow
test (+). Pemeriksaan penunjang dengan tonometri non-contact OD: 13,2
mmHg, OS: 12,4 mmHg.
VI. DIAGNOSIS KERJA:
• Glaukoma Akut Sekunder et causa Intumesensi Lensa (Glaukoma
Fakomorfik) OD
• Katarak Matur OD
VII. DIAGNOSIS BANDING:
Glaukoma Fakolitik
VIII. PENATALAKSANAAN:
• Non Medikamentosa:
- Edukasi tentang penyakit glaukoma akut
- Menginformasikan tentang pengobatan yang diharuskan untuk melakukan
operasi secepatnya.
• Medikamentosa:
Asetozolamide 250mg 3x1 tab
KSR 2x1 tab
Timolol 0,5% 2x1 tetes OD
Cendo xitrol 6x1 tetes OD
• Tindakan operasi :
10
- Pro Iridektomi Perifer OD
- Pro ECCE (Extracapsular Cataract Extraction), Fakoemulsifikasi + IOL
OD
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam: ad bonam
b. Ad fungsionam: dubia ad bonam
c. Ad sanationam: dubia ad bonam
11
II. ANALISA KASUS
Pasien 63 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah dan
penglihatan buram secara mendadak sejak 1 bulan SMRS. Dari keluhan utama bahwa
keluhan pasien tergolong kedalam mata merah visus turun. Dari anamnesa lebih lanjut
didapatkan bahwa pada awalnya mata sebelah kanan pasien terasa mengganjal lalu
secara tiba-tiba memerah dan terasa nyeri pada mata. Pada awal keluhan pasien
merasa kepalanya juga terasa sangat pusing serta pasien mengalami mual. Lalu secara
perlahan mata kanan pasien terasa buram saat melihat sampai sekarang mata kanan
pasien sama sekali tidak bisa melihat, hanya bisa melihat lambaian tangan. Dari
anamnesa tersebut didapatkan gejala subyektif dari glaukoma akut yaitu mata merah
dengan nyeri kepala mendadak disertai dengan penglihatan yang berangsur-angsur
memburam dan mual muntah. Hampir semua gejela subyektif terdapat pada pasien ini
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami serangan glaucoma akut.
Pada status Oftalmologis didapatkan VOD 1/300 VOS 6/20 (PH+), mata kanan
pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pemeriksa secara buram, pada palpebral
OD terlihat edema, terdapat injeksi siliar dan konjungtiva, biliki mata depan terlihat
dangkal,bentuk Iris dan pupil irregular, lensa keruh menyeluruh dan hasil shadow test
(+), pada palpasi bola mata tidak terdapat nyeri tekan, tekanan normal pada OD dan
OS, pada test konfrontasi OD tidak sama dengan pemeriksa. Dari pemeriksaan
oftalmologis diatas didapatkan bahwa bilik mata depan pasien dangkal yang
disebabkan oleh menempelnya komponen lensa-iris sehingga terjadinya sinekia
posterior yang mengakibatkan iris jadi terdorong ke anterior karena flow aquous
humor yang terendat akibatnya terjadinya serangan glaucoma akut sudut tertutup. Jika
dilihat terlihat adanya iris bombae pada pasien akibat dari iris yang terdesak ke
anterior. Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan lensa yang menyeluruh
dengan shadow test postif. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat proses katarak
pada mata kanan pasien yang menyebabkan terjadinya glaucoma akut sekunder.
Glaucoma sekunder sendiri terjadi karena adanya penebalan lensa yang menyebabkan
permukaan anterior lensa menekan iris sehingga mengakibatkan terhalangnya pupil.
Karena semua penyebab diatas, pasien didiagnosa kerja glaucoma fakomorfik.
Pada pemeriksaan penunjang dengan tonometer non-contak didapatkan
TIO OD 13,2 dan OS 12,4 mmHg. TIO pasien sudah kembali normal karena pasien
12
telah mendapatkan obat-obatan sebelumnya. Tetapi bila penyebabnya tidak diobati
maka dapat terjadi serangan glaucoma akut yang berulang. Untuk pemeriksaan
penunjang yang sebaiknya pasien lakukan pada adalah genioskopi untuk mengetahui
dengan yakin bahwa pada pasien ini teradapat glaucoma sudut tertutup. Untuk
penatalaksanaan terhadap pasien ini, non-medikamentosa, pasien harus diedukasi
tentang penyakitnya yaitu glaucoma akut, penjelasan harus meliputi penyebabnya
yaitu karena proses katarak pada mata kanan pasien sehingga menyebabkan glaucoma
akut sekunder. Selain itu harus menjelaskan rincian pengobatan yang harus didapat.
Pada pasien ini medikamentosanya mendapatkan asetozolamide 250 mg 3x1 tablet,
KSR 2x1 tablet, Timolol 0.5% 2x1 tetes/hari untuk OD, dan cendo xitrol 6x1
tetes/hari untuk OD. Pemberian Timolol 0.5% pada OD yang merupakan golongan
beta blocker untuk menginhibisi produksi dari aquos humor sehingga TIO
diharapakan akan stabil dan menurun. Pemberian cendo xitrol pada OD bertujuan
untuk mengurangi proses peradangan pada mata kanan pasien dan mencegah
terjadinya infeksi. Pemberian asetozolamide yang termasuk golongan karbonik
anhidrase yang bekerja menurunkan produksi humor akueous secara langsung dengan
mengantagoniskan aktifitas dari epitel siliar karbonik anhidrase sehingga menurunkan
produksi humor akueous dan menurunkan TIO. Pemberian KSR bertujuan untuk
mengatasi efek samping dari Asetozolamide yang menyebabkan hipokalemia.
Penatalaksanaan lebih lanjut paa pasien ini adalah dengan tindakan
operasi, operasi yang dilakukan adalah iridektomi perifer yang bertujuan untuk secara
sementara menghentikan serangan akut hambatan pada pupil. Setelah operasi
iridektomi perifer dilakukan, pasien juga dianjurkan untuk melakukan operasi ECCE
(Extracapsular Cataract Extraction), Fakoemulsifikasi + IOL yang bertujuan untuk
mengobati katarak pada mata kanan pasien yang sudah matur sehingga tidak berulang
terjadinya glaukoma akut sekunder.
13
III. TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA FAKOMORFIK
1. DEFINISI
Glaukoma fakomorfik, seperti yang digambarkan oleh terminologinya (fako:
lensa; morfik: bentuk) merupakan glaukoma yang berkembang sekunder
dikarenakan oleh perubahan bentuk lensa. Glaukoma sudut tertutup yang
dapat terjadi secara akut, subakut, ataupun kronik oleh karena katarak matur
atau intumesen.
2. PATOFISIOLOGI
Glaukoma fakomorfik dapat terjadi karena pupil terhalang oleh perubahan
ukuran dan posisi permukaan anterior lensa yang mendorong lensa ke anterior
sehingga menekan iris. Terhalangnya pupil atau luksasi diafragma lensa-iris
dapat menyebabkan sudut bilik mata tertutup (bilik mata depan dangkal).
Pada mata dengan glaukoma fakomorfik terdapat peningkatan tekanan intra
okular yang patologis. Penyebabnya adalah bentuk lensa yang menebal atau
intumesen. Penebalan ini dapat disebabkan oleh pembentukan katarak matur
karena hidrasi korteks. Saat maturasi katarak berlangsung dan protein lensa
denaturasi, terjadi hiperosmolaritas pada lensa yang mengakibatkan proses
hidrasi lensa berlanjut, sehingga lensa menjadi tebal atau intumesen.
Penebalan pada lensa tersebut menyebabkan kapsul lensa meregang, sehingga
pada sebagian sisi lensa terjadi kalsifikasi, sementara di sisi lain menjadi
flasid. Penyebab menebalnya atau intumesensi lensa yang lain adalah trauma
tusuk pada kapsul lensa yang menyebabkan terjadinya hidrasi lensa.
3. GEJALA KLINIS
Gejala subyektif glaukoma fakomorfik :
• Nyeri kepala mendadak
• Mata merah
• Pandangan kabur dan melihat bayangan seperti pelangi di sekitar
cahaya
14
• Mual dan muntah
• Penurunan tajam penglihatan yang telah dialami sejak sebelum
serangan akut glaukoma
Gejala obyektif glaukoma fakomorfik :
• Tingginya tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 35 mmHg
• Pupil mid dilatasi, ireguler.
• Edema kornea
• Injeksi konjungtiva dan silier
• Bilik mata depan yang dangkal, <2mm
• Letak lensa yang lebih ke depan
• Ketebalan lensa setidaknya 5mm
• Pembentukan katarak yang tidak sama pada kedua mata
4. ETIOLOGI
Beberapa faktor predisposisi glaukoma fakomorfik adalah:
• Katarak intumesen
• Katarak traumatika
• Perkembangan katarak senilis yang cepat
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Tonometri:
a. Tonometri schiotz
b. Tonometri non-contact
c. Tonometri Aplanasi Goldman
d. Tonometri Digital Palpasi
Gonioskopi
Berguna untuk mengetahui sudut bilik mata depan tertutup. Gonioskopi adalah
tes yang menempatkan lensa kontak yang berisi cermin pada mata. Cermin itu
memungkinkan dokter melihat dari samping mata untuk memeriksa apakah
sudut di mana iris bertemu kornea terbuka atau tertutup. Hal ini membantu
dokter memutuskan apakah jenis glaukoma adalah sudut terbuka atau sudut
tertutup.
15
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan
intraokular secara cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf
optik, kornea, dan untuk mencegah terbentuknya sinekia. Penurunan tekanan
intraokular penting dalam mempersiapkan tindakan iridotomi laser, yang dapat
memulihkan pupil yang mengakibatkan glaukoma.
§ Penatalaksanaan inisial harus ditujukan pada pemulihan sudut
tertutupnya yaitu dengan beta-blocker, alpha 2-adrenergik agonis, dan
carbonic anhydrase inhibitor
§ Penatalaksaan sekunder dimulai dengan iridotomi laser untuk
memulihkan terhalangnya pupil
§ Gonioskopi berguna setelah iridotomi dilakukan untuk penilaian
retrospektif sudut bilik mata. Jika sudut bilik mata melebar, maka
mekanisme terhalangnya pupil yang cenderung mengakibatkan tekanan
intraokular meningkat, dan iridotomi laser merupakan terapi efektif
untuk kasus tersebut. Jika sudut tidak terlalu dalam secara signifikan,
lensa intumesen atau terdorongnya lensa ke depan merupakan faktor
penyebabnya, dan pasien harus ditatalaksana dengan ekstraksi katarak.
Jika sudut tertutup tidak pulih dengan iridotomi laser, maka perlu
dipertimbangkan iris plateau sebagai diagnosis bandingnya.
Pembedahan
Iridotomi laser secara sementara menghentikan serangan akut hambatan pupil,
tapi pada sebagian besar pasien glaukoma fakomorfik, dibutuhkan ekstrasi
katarak.
Medikamentosa
Tujuan dari farmakoterapi bagi glaukoma fakomorfik adalah untuk
mengurangi morbiditas dan untuk mencegah komplikasi.
• Carbonic anhydrase inhibitors (Acetzolamide, Dorzolamide)
• Alpha-adrenergic agonist (Apraclonidine)
• Agen Hiperosmotik (Isosorbide, Mannitol)
• Beta-blockers (Levobunolol, Timolol)
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 17, Alih bahasa Brahm U Pendit,
Editor Edisi Bahasa Indonesia Diana Susanto. EGC. Jakarta, 2009
2. Wijaya, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196
3. Ilyas, Sidarta,, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke -4, Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2013
4. Kaplowitz KB, Kapoor KG. An Evidence-Based Approach to Phacomorphic
Glaucoma. Clinical and Experimental Opthalmology 2011.