LAPORAN
KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI
KE PROVINSI PAPUA
Reses Masa Persidangan V Tahun Sidang 2017 - 2018
30 Juli - 3 Agustus 2018
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
2018
1
LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI
KE PROVINSI PAPUA RESES MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG 2017 - 2018
29 JULI – 2 AGUSTUS 2018
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Hukum Kunjungan Kerja
Pasal 98 ayat (4) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah mengalami perubahan
pertama dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018.
Surat Tugas Nomor: ST/30/Kom.VI/DPR RI/VII/2018 tentang Penugasan
Anggota Komisi VI DPR RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Pada
Reses Masa Persidangan V Tahun Sidang 2017 - 2018 ke Provinsi
Maluku.
B. Maksud dan Tujuan
Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Papua sebagaimana diatur
dalam Peraturan Nomor 1 Tahun 2014, dimaksudkan untuk melaksanakan
tugas salah satu tugas komisi di bidang pengawasan yang hasilnya akan
dilaporkan dalam rapat komisi untuk ditindaklanjuti.
Kunjungan kerja ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan
kegiatan pembangunan di Provinsi Papua yang berhubungan dengan ruang
lingkup tugas Komisi VI DPR RI yang membidangi Perdagangan,
Perindustrian, Investasi, Koperasi dan UKM, BUMN dan Standarisasi
Nasional, baik perkembangan kinerja maupun permasalahan dan kendala
yang dihadapi, serta upaya penyelesaiannya.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja
Sasaran dan obyek dari kunjungan kerja ke Provinsi Papua kali ini adalah:
1. Pemerintah Provinsi Papua
2
2. PT. PELINDO IV (Persero).
3. PT. Hutama Karya (Persero).
4. PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
5. PT. PLN (Persero).
6. PT. Pertamina (Persero).
7. PT. Inalum (Persero)
8. PT. Freeport Indonesia
D. Susunan Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Jadwal Kunjungan Kerja
1. Pertemuan dengan Pejabat Gubernur Provinsi Papua dan jajarannya
beserta Bupati/Walikota beserta jajarannya di wilayah Papua.
2. Peninjauan pembangunan dermaga penumpang dan replacement
dermaga pelabuhan Jayapura dengan PT. Pelindo IV (Persero)
3. Peninjauan pembangunan Jembatan Holtekamp di atas Teluk Youtefa
dengan PT. Hutama Karya (Persero) dan PT. Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk.
4. Pertemuan dengan PT. PLN (Persero), PT. Pertamina (Persero), PT.
Inalum (Persero), dan PT. Freeport Indonesia.
II. HASIL KUNJUNGAN KERJA
A. Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja
Pada triwulan I 2018, perekonomian Papua mencatatkan percepatan
pertumbuhan yang sangat signifikan. Ekonomi Papua tumbuh 28,93% (yoy).
Nilai tersebut naik signifikan dari tahun sebelumnya di periode yang sama
(Triwulan I-2017 dibanding Triwulan I-2016) yang hanya tumbuh 3,72
persen. Pertumbuhan yang tinggi ini terutama dipengaruhi oleh produksi
Pertambangan Bijih Logam (Tembaga dan Emas) yang tumbuh tinggi. Ijin
ekspor PT. Freeport Indonesia yang sempat terhenti di bulan Februari dan
Maret 2017 membuat produksinya menjadi terbatas, sementara pada tahun
ini ijin ekspor berhasil diperpanjang sehingga tidak mempengaruhi
produksinya. Selain itu, ada beberapa peristiwa lain yang mendorong
perekonomian, di antaranya Pertumbuhan Produksi Padi yang tinggi karena
ada beberapa kabupaten yang sudah memasuki masa panen; dan
3
Peningkatan Barang Muat yang cukup tinggi baik itu pada Angkutan Laut
maupun Udara.
Selama Triwulan I-2018 ini, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan
Usaha Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh tinggi yaitu sebesar
74,06 persen; diikuti Transportasi dan Pergudangan yang tumbuh sebesar
10,66 persen; dan Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang sebesar 10,09 persen. Bila dilihat dari penciptaan sumber
pertumbuhan ekonomi Papua triwulan I-2018 (y-on-y), Lapangan Usaha
Pertambangan dan Penggalian memiliki sumber pertumbuhan tertinggi jauh
di atas lapangan usaha yang lain yaitu sebesar 25,67 persen, diikuti
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,92 persen; Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,70 persen;
dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 0,50 persen. Sementara itu,
ketiga belas Lapangan usaha lainnya hanya memberikan sumber
pertumbuhan sebesar 1,14 persen.
Sementara itu jika ekonomi Papua Tanpa Pertambangan dan Penggalian
triwulan I-2018 dibanding triwulan I-2017 (y-on-y) hanya tumbuh sebesar
4,98 persen. Nilai ini sedikit melambat dibandingkan dengan tahun lalu di
periode yang sama yaitu sebesar 5,07 persen. Perlambatan ini terutama
dikarenakan rendahnya pertumbuhan Lapangan Usaha Konstruksi (0,88
persen) sebagai akibat dari menurunnya realisasi belanja modal konstruksi
pemerintah. Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi juga tumbuh
melambat (1,04 persen). Selain itu, Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib juga terlihat melambat
(2,57 persen) yang terjadi karena melambatnya pertumbuhan realisasi
Belanja Pegawai Pemerintah.
Dari sisi Pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 terhadap
triwulan I-2017 (y-on-y) terjadi pada Ekspor Barang dan Jasa, Impor Barang
dan Jasa, Komponen Konsumsi Akhir Lembaga Non Profit Rumah Tangga
(PK-LNPRT) dan Pemerintah (PK-P). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri sebesar 159,00 persen, diikuti oleh
Impor Barang dan Jasa Luar Negeri sebesar 13,41 persen, dan Komponen
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non- Profit yang melayani Rumah Tangga
(PK-LNPRT) sebesar 9,26 persen. Bila dilihat dari penciptaan sumber
pertumbuhan ekonomi nasional triwulan I-2018 (y-on-y), komponen Ekspor
Barang dan Jasa Luar Negeri merupakan komponen dengan sumber
pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 16,93 persen; diikuti Komponen PK-RT
sebesar 2,61 persen dan Komponen PK-P sebesar 1,16 persen.
4
Dari aspek harga-harga barang, tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018
tercatat 3,16% (yoy) mengalami kenaikan dibanding dengan triwulan IV 2017
sebesar 2,11% (yoy) namun masih lebih rendah dibanding inflasi Nasional
sebesar 3,4% (yoy). Inflasi Papua pada triwulan I 2018 terutama dipicu oleh
peningkatan inflasi administered prices. Di sisi lain, kelompok inti dan volatile
food mengalami inflasi namun masih dalam level yang terkendali.
Pada sektor Koperasi dan UMKM, sektor ini masih belum dapat memberikan
kontribusi yang signifikan bagi ekonomi Papua. Di akhir tahun 2017, sektor
koperasi hanya memiliki persentase terhadap PDB Papua sebesar 0,27%
atau sebesar Rp 518.883.461.674 sementara total Produk Domestik Bruto
Provinsi Papua tahun 2017 sebesar Rp 191.615.410.000.000. Disamping itu,
rasio pelaku UMKM terhadap jumlah penduduk juga masih sangat kecil
yakni sebesar 4,72% atau 153.296 orang/unit dari total penduduk Provinsi
Papua sebanyak 3.247.758 jiwa.
Kurangnya peran Koperasi dan UMKM terhadap perekonomian Papua
disebabkan karena permasalahan yang dihadapi oleh sektor tersebut, yakni:
pertama, permasalahan sumber daya manusia (SDM). Masih lemahnya
SDM pengelola Koperasi dan UMKM khususnya dalam hal manajerial,
keterampilan dan keahlian, tingkat pendidikan, jiwa kewirausahaan, etos
kerja, serta etika berusaha. Kedua, permasalahan permodalan di mana
masih rendahnya aksesibiltas Koperasi dan UMKM kepada sumber-sumber
permodalan. Ketiga, Permasalahan manajemen di mana masih rendahnya
kemampuan mengelola bisnis dari mulai perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan sampai pengendalian bisnis. Keepat, permasalahan teknologi
di mana masih rendahnya tingkat penguasaan teknologi dalam hal
menjalankan usaha, kurangnya infomasi teknologi, rendahnya inovasi dalam
penciptaan desain dan peralatan usaha. Kelima, permasalahan pemasaran
di mana masih rendahnya kemampuan dalam merebut peluang pasar,
menguasai pangsa pasar, dan terbatasnya kemampuan KUKM dalam
merebut pasar lokal, regional dan internasional.
Dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ini, Pemerintah Provinsi Papua
menyampaikan permasalahannya yakni:
1. Pemerintah Provinsi Papua saat ini sedang menghadapi gugatan dari
PT. Freeport Indonesia (PTFI) di pengadilan pajak sehubungan dengan
penagihan Pemerintah Provinsi Papua ke PTFI terkait pajak air
permukaan sebagaimana diatur dalam Perda Provinsi Papua Nomor 4
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Sebelumnya pemerintah provinsi
menyampaikan surat secara resmi atas hasil audit BPK RI ke PTFI
5
untuk menyampaikan tagihan kewajiban PTFI untuk membayar pajak air
permukaan. Pemerintah Provinsi Papua telah melayangkan surat secara
resmi sebanyak 3 kali dan tidak mendapat respon, namun justru
Pemerintah Provinsi Papua digugat oleh PTFI di pengadilan pajak. Hasil
keputusan di pengadilan pajak, Pemerintah Provinsi Papua
memenangkan perkara atas gugatan PTFI, namun PTFI mengajukan
banding ke Mahkamah Agung dan putusan Mahkamah Agung
memenangkan PTFI. Sampai saat ini Pemerintah Provinsi Papua masih
berproses di pengadilan pajak terkait pajak air permukaan.
2. Pemerintah Provinsi Papua bekerjasama dengan Kejaksaan juga
sedang mengusahakan untuk dapat mengenakan pajak alat berat
kepada PTFI, karena sampai saat ini Pemerintah Provinsi Papua tidak
mengetahui penggunaan alat berat oleh PTFI. Untuk itu perlu dukungan
dari Pemerintah Pusat agar Pemerintah Provinsi Papua dapat
memaksimalkan potensi penerimaan daerah yang dapat ditagih dari
kegiatan usaha di Provinsi Papua.
3. Provinsi Papua pada tahun 2020 akan menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON). Hal tersebut tentu
akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan jasa yang
cukup signifikan ditambah lagi Papua bukanlah daerah sentra produksi.
Untuk itu diperlukan dukungan dari Pemerintah Pusat untuk memastikan
ketersediaan pasokan barang dan jasa selama kegiatan tersebut.
4. Provinsi Papua memiliki Perda terkait larangan minuman keras, namun
ternyata Perda tersebut dipermasalahkan oleh Kementerian
Perdagangan karena dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri
Perdagangan. Hadirnya Perda ini sebenarnya didasari kekhawatiran
maraknya minuman keras yang berpotensi merusak generasi muda
Papua, ditambah lagi bahwa Papua merupakan daerah otonmi khusus
di mana seharusnya dapat mengatur dirinya sendiri. Untuk itu perlu
dukungan dari DPR RI untuk mengatasi permasalahan tersebut.
5. Beberapa daerah Kabupaten/Kota menyampaikan permasalahan
infrastruktur untuk mendukung kegiatan perekonomian masing-masing
daerah. Dengan kondisi geografis Papua, di mana 60%-nya merupakan
daerah pegunungan, sangat diperlukan pembangunan infrastruktur baik
jalan, pasar dan bandar udara agar dapat meningkatkan konektivitas
antar daerah sehingga arus manusia, barang dan jasa dapat berjalan
dengan lancar.
6
B. BUMN Bidang Transportasi
PT. Pelindo IV (Persero) dan Peninjauan Pembangunan Dermaga
Penumpang Dan Replacement Dermaga Pelabuhan Jayapura
Kinerja keuangan pelabuhan cabang PT Pelindo 4 (Persero) di wilayah
Provinsi Papua menunjukan tren positif dengan peningkatan pendapatan,
pengendalian biaya dan peningkatan keuntungan perusahaan minimal 10%
setiap tahunnya.
Prioritas pengembangan bisnis perusahaan di wilayah Papua adalah dengan
pengembangan Terminal Petikemas bertaraf international di pelabuhan
eksisting yang dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pelabuhan yang
lebih modern di wilayah Papua. Selain itu, dengan program PMN maka
upaya yang dilakukan PT. Pelindo IV adalah dengan pembangunan
dermaga penumpang dan replacement dermaga serta pengadaan peralatan
bongkar muat petikemas di Pelabuhan Jayapura, dan Pembangunan
dermaga petikemas serta pengadaan Fix Crane di Pelabuhan Merauke.
Saat ini PT. Pelindo 4 (Persero) berupaya meningkatkan muatan barang
melalui program direct call yang telah dilaksanakan di Pelabuhan Jayapura
dan dilanjutkan oleh Pelabuhan Merauke dan Biak untuk meningkatkan nilai
tambah bagi perdagangan di Provinsi Papua Barat. Untuk itu, PT. Pelindo IV
(Persero) meningkatkan status pelabuhan konvensional di Jayapura, Biak
dan Merauke menjadi Terminal Petikemas dengan membangun fasilitas dan
modernisasi peralatan pelabuhan. Adapun program direct call yang sudah
berjalan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Program Direct Call Pelabuhan Jayapura
7
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya tersebut, PT. Pelindo IV (Persero)
masih memiliki kendala-kendala, yakni kedalaman alur pelayaran dan kolam
pelabuhan Merauke, Jayapura dan Biak belum pernah dilakukan
pengerukan. Hal ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah, sehingga
PT. Pelindo IV (Persero) belum dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Selain itu biaya TKBM yang masih tinggi juga menjadi kendala meskipun
status pelabuhan telah menjadi teminal Peti kemas.
Terkait program kemitraan/PUKK dan program Bina Lingkungan, PT.
Pelindo IV juga telah melaksanakan program tersebut di wilayah Provinsi
Papua. Adapun program kemitraan meliputi sector industri (rumah tangga
dan skala kecil), sektor perdagangan (kios, toko kecil, warung), sektor
pertanian (pembelian bibit dan pupuk petani serta alat pertaniannya), sektor
peternakan (ternak unggas dan petelur), sektor perikanan (pembelian alat
tangkap dan modal bagi nelayan), sektor jasa (usaha perbengkelan,
penjahit, salon dan lainnya), dan sector lainnya (koperasi). Sementara itu
untuk program bina lingkungan, objek dan jenis bantuannya ditujukan untuk
bencana alam, pendidikan dan pelatihan, kesehatan, prasarana dan sarana
umum, sarana ibadah, pelestarian alam, bansos pengentasan kemiskinan,
bantuan pemasaran dan promosi serta diklat mitra binaan.
Dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ini, anggota DPR RI juga
melakukan peninjauan ke lokasi pembangunan dermaga penumpang dan
replacement dermaga pelabuhan Jayapura. Adanya pembangunan dermaga
pelabuhan Jayapura ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas arus
barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi Provinsi
Papua. Adapun dokumentasi kegiatan peninjauan tersebut adalah sebagai
berikut:
Gambar 1. Peninjauan Pembangunan Dermaga Pelabuhan Jayapura
8
Gambar 2. Peninjauan Pembangunan Dermaga Pelabuhan Jayapura
Gambar 3. Tim Komisi VI DPR RI Memasuki Daerah Pembangunan
Dermaga Pelabuhan Jayapura
9
Gambar 4. Anggota DPR RI Mendengar Pengarahan Dalam Peninjauan
Pembangunan Dermaga Pelabuhan Jayapura
C. Peninjauan Pembangunan Jembatan Holtekamp di atas Teluk Youtefa
(PT. Hutama Karya (Persero), dan PT. Pembangunan Perumahan
(Persero), Tbk)
Pembangunan jembatan Holtekamp merupakan sebuah maha karya insinyur
Indonesia dengan menggunakan inovasi metode pertama di Indonesia.
Pembangunan ini dilatarbelakangi oleh beberapa aspek yakni: pertama,
sebagai salah satu solusi pembangunan kota Jayapura. Saat ini sisi Hamadi
sudah berkembang menjadi perkotaan yang padat, maka dengan adanya
jembatan ini dapat berkembang lagi ke sisi Muara Tami yang relative datar
dan luas. Kedua, untuk mempersingkat waktu tempuh dari jayapura ke
distrik Muara Tami dan SKOUW (PLBN) Papua New Guenia. Ketiga,
sebagai sarana pendukung pelaksanaan PON tahun 2020 di Provinsi
Papua. Keempat, sebagai landmark baru di tanah Papua.
Gambar 5. Desain Jembatan Holtekamp Jayapura
10
Pembangunan jembatan Holtekamp secara keseluruhan sudah mencapai
99,64% di bulan Juli 2018. Diharapkan pada bulan Desember jembatan ini
sudah dapat digunakan. Pembangunan ini merupakan sinergi dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kota
Jayapura. Dengan demikian dalam pembangunan ini pembiayaan
bersumber dari 3 pos pendanaan yakni APBN, APBD Provinsi Papua, dan
APBD Kota Jayapura. Adapun pembagian pekerjaan dan tanggung jawab
adalah sebagai berikut:
Gambar 6. Pembagian Paket Pekerjaan Pembangunan Jembatan
Holtekamp
Pembangunan jembatan ini menggunakan metode yang baru, di mana
metode ini dapat mempercepat pengerjaan selama 6 bulan lebih cepat
dibandingkan metode yang lama. Pengerjaan dilakukan secara paralel
dimana 3 bagian jembatan yakni pemasangan baja struktur segmental (side
span 1, P3, dan side span 2) dilakukan di lokasi proyek, sementara 2 bagian
jembatan (center span 1 dan 2 dilakukan di PT. PAL Surabaya. Center span
dengan panjang 112,5 meter, tinggi 20 meter, lebar 26 meter, dan berat
2.000 ton dikirim dari Surabaya ke Jayapura menggunakan perahu
tongkang. Pengiriman center span ini memecahkan rekor MURI sebagai
pengiriman rangka baja pelengkung bagian tengah secara utuh dengan
jarak terjauh. Setelah sampai di lokasi proyek maka selanjutnya dilakukan
pengangkatan dan pemasangan center span ke side span. Kegiatan ini
hanya memakan waktu selama 4 jam saja. Proses ini juga berhasil
memecahkan rekor MURI sebagai Pengangkatan dan Pemasangan Rangka
Baja Jembatan Dalam Bentuk Utuh Terpanjang.
Skema pembiayaan untuk proyek Pembangunan Jembatan Holtekamp
(MYC) ini dibiayai sepenuhnya oleh APBN dengan sumber dana SBSN
11
tahun anggaran 2015 – 2018. Dengan skema anggaran DIPA per tahun dari
Balai Besar Pelaksanaan Jalan XVIII Papua perincian sebagai berikut :
Tabel 3. Skema Anggaran Pembangunan Jembatan Holtekamp
Dengan total nilai kontrak Rp. 858.720.461.000,- pembayaran
dengan sistem termin (sertifikat bulanan) namun masih diperlukan biaya
pekerjaan tambah sebesar Rp 84.884. 685.000,- sehingga total nilai kontrak
akhir menjadi Rp. 943.605.146.000,-
Gambar 7. Anggota DPR RI Mendengarkan Penjelasan Proses
Pembangunan Jembatan Holtekamp
12
Gambar 8. Anggota DPR RI Berfoto Bersama Pekerja Kontraktor
D. BUMN Bidang Konstruksi
1. PT. Hutama Karya (Persero)
PT. Hutama Karya (Persero) wilayah operasional V, dalam beberapa
tahun terakhir mengalami tren pertumbuhan yang positif. Dari aspek
penjualan terjadi tren peningkatan dari Rp329 miliar di tahun 2013 meningkat
menjadi Rp620 miliar di tahun 2017. Sampai dengan kuartal kedua tahun
2018 penjualan PT. Hutama Karya (Persero) wilayah operasional V mencapai
Rp273 miliar. Adapun target penjualan di tahun 2018 ini adalah Rp1.163
miliar. Hal yang sama juga terjadi pada laba bersih perusahaan dimana terjadi
peningkatan cukup baik dari Rp7 miliar di tahun 2013 menjadi Rp20 miliar di
tahun 2017. Aset perusahaan meningkat dari Rp127 miliar di tahun 2013
menjadi Rp249 di tahun 2017. Berikut kinerja PT. Hutama Karya (Persero)
wilayah operasional V:
Gambar 9. Penjualan Wilayah (dalam miliar)
Gambar 10. Laba Bersih Wilayah (dalam miliar)
Gambar 11. Aset Wilayah (dalam miliar)
Gambar 12. Ekuitas Wilayah (dalam miliar)
13
Selama menjalankan operasinya di wilayah Papua, PT. Hutama Karya
(Persero) mengalami kendala-kendala, yakni: pertama, kondisi geografis
Papua yang sulit diakses ke pedalaman karena keterbatasan infrastruktur
yang menyebabkan rendahnya produktivitas pengelolaan komoditas
unggulan Papua. Kedua, tingkat risiko faktor sosial dan keamanan yang
relatif tinggi. Ketiga, sumber daya dominan untuk pembangunan infrastruktur
(material/peralatan/skill labour) yang harus dimobilisasi dari luar Papua.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, PT. Hutama Karya
(Persero) berupaya melakukan penyelesaian, yakni bermitra dengan
kontraktor lokal Papua, bekerjasama dengan aparat keamanan setempat,
dan melakukan Kontrak Payung Sumberdaya dominan terutama dari luar
Papua, sedangkan sumber daya utama lokal dengan melibatkan
pengusaha/masyarakat lokal.
Saat ini PT. Hutama Karya (Persero) bersama dengan PT. Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk melakukan pembangunan jembatan Holtekamp di
atas Teluk Youtefa untuk mendukung infrastruktur setempat. Adapun
progres pengerjaan fisik lapangan sampai dengan bulan Juli 2018 telah
mencapai 99,25%. Sisa pekerjaan yng masih harus dilakukan adalam
pengerjaan barier/trotoar dan pemasangan akses pemeliharaan. Pekerjaan
struktur beton (pondasi, kolom, plat lantai) dan struktur rangka baja
jembatan sudah selesai dilakukan, dan saat ini sedang dalam tahap
menyelesaikan aksesoris jembatan. Setelah jembatan rampung seluruhnya
dan nantinya didukung oleh jalan akses diharapkan dapat menghubungkan
kota jayapura dan distrik Muaratami yang merupakan daerah penyuplai
komoditi pertanian peternakan dan perikanan, sehingga arus distribusi
Gambar 13. Liabilitas Wilayah (dalam miliar)
14
semakin cepat juga meningkatkan perekonomian setempat. Selain itu
Jembatan ini juga akan memangkas waktu perjalanan dari Jayapura ke
Skouw dari 2,5 jam menjadi 1 jam. Dalam pengerjaannya tersebut terdapat
kendala-kendala, yakni: pertama, pengiriman rangka baja pelengkung
bagian tengah secara utuh dengan jarak terjauh ( Surabaya ke Jayapura) via
laut dengan berat 2.000 ton. Kedua, kendala pada material split lokal yg
volume nya tidak mencukupi sehingga material harus didatangkan dari
Manado. Ketiga, pasang surut air laut mempengaruhi pekerjaan struktur
pondasi jembatan. Keempat, pengangkatan dan pemasangan rangka baja
jembatan dalam bentuk utuh yang merupakan terpanjang di Indonesia.
Dalam hal program kemitraan/PUKK dan program Bina Lingkungan, selama
5 tahun terakhir mulai tahun 2013 s d 2018, realisasi penyaluran dana
program kemitraan maupun Bina Lingkungan yang dilakukan oleh PT
Hutama Karya (Persero) untuk wilayah Provinsi Papua khususnya pada
proyek Holtekamp yang diantaranya:
a) Sumbangan kepada Panti Asuhan/Anak Yatim di lingkungan sekitar
proyek Holtekamp
b) Sumbangan untuk acara keagamaan
c) Sumbangan untuk acara adat setempat
d) Perayaan Hari Kemerdekaan RI tahun 2017
2. PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
Secara keseluruhan, kinerja PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
mengelami trend yang positif. Namun khusus untuk kinerja cabang 7
mengalami sedikit penurunan, dimana penjualan di tahun 2013 sebesar
Rp681,20 miliar menurun menjadi Rp426,91 miliar di tahun 2016. Adapun
kinerja PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Cabang 7 adalah
sebagai berikut:
Gambar 14. Kinerja PT Pembangunan Perumahan Cabang 7 Tahun 2013-
2016
15
Selama berperasi di wilayah Papua PT Pembangunan Perumahan (Persero)
Tbk telah melakukan pembangunan berbagai proyek mulai dari
pembangunan pasar sampai dengan pembangunan jembatan. Adapun
proyek-proyek yang dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero)
Tbk adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Proyek PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Di Wilayah
Papua Selama 5 Tahun Terakhir
Selama beroperasi di wilayah Papua, berbagai kendala dihadapi oleh PT.
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, seperti tingkat pengembalian
investasi yang rendah karena faktor jumlah penduduk, minat & daya beli,
infrastruktur pendukung dan akses informasi. Permasalahan pembebasan
lahan, tanah adat dan perijinan. Untuk menghadapi kendala tersebut PT.
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk melakukan berbagai upaya
penyelesaian dengan mencari dukungan pemerintah untuk menjamin
kelayakan proyek investasi di papua, mengajukan kemudahan dan kepastian
perijinan khususnya pembebasan lahan, dan peningkatan akses infrastruktur
dan informasi.
Terkait program kemitraan/PUKK dan program Bina Lingkungan, PT.
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk telah menyalurkan program
tersebut di wilayah Papua, yang meliputi:
16
Tabel 5. Program kemitraan/PUKK dan program Bina Lingkungan PT.
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
E. BUMN Bidang Energi
1. PT. Pertamina (Persero), Pertamina MOR VIII
Pertamina MOR VIII memiliki wilayah operasi yang meliputi Provinsi
Maluku, Maluku Utara, Papua barat dan Papua. Pertamina MOR VIII
memiliki depot penyaluran yang terdiri dari 21 TBBM dan 11 DPPU.
Adapun lembaga penyalur seperti SPBU dan AMT di wilayah operasi
pertamina MOR VIII berjumlah 394 penyalur yakni 106 penyalur di
Maluku, 56 penyalur di Maluku Utara, 158 penyalur di Papua dan 74
penyalur di Papua Barat. Kapasitas distribusi Pertamina MOR VIII
meliputi penyaluran BBM Retail sebanyak 1.162.880.000 liter/tahun,
penyaluran BBM Industri sebanyak 1.035.540.000 liter/tahun, dan Aviasi
sebanyak 251.413.370 liter/tahun.
Khusus untuk wilayah Papua, lembaga penyalur BBM retail yang saat ini
ada berjumlah 28 SPBU Reguler, 71 SPBU Kompak, 9 SPBU Mini, 9
SPBU Nelayan, 3 SPBU Modular, 36 Agen Minyak Tanah Subsidi dan 7
Agen LPG NPSO. Adapun realisasi penyaluran BBM dan LPG di Provisi
Papua adalah sebagai berikut:
17
Gambar 15. Realisasi BBM dan LPG Provinsi Papua
Periode 2015 s/d YTD Juni 2018
Untuk ketahanan stok bahan bakar di Provinsi Papua masih cukup aman
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pertamax/Pertalite memiliki
ketahan stok sampai dengan 43 hari, sementara solar 23 hari. Adapun
ketahanan stok bahan bakar di Papua adalah sebagai berikut:
Gambar 16. Ketahanan Stok Provinsi Papua
Khusus untuk program BBM 1 harga di provinsi Papua saat telah
beroprasi di 14 titik yakni, pertama, yang beroperasi di tahun 2016
adalah daerah Sugapa, Ilaga, Kasonaweja, Kobakma, Elelim, Wenam,
dan Kenyam. Kedua, yang beroperasi di tahun 2017 adalah daerah
18
Supiori, Waropen, Paniani, Oksibil, dan Boven Digoel. Ketiga, yang
beroperasi di tahun 2018 adalah daerah Prime Lanny dan Asmat.
Sementara itu saat ini masih ada 5 daerah lagi yang belum beroperasi
dari total 19 daerah yang ditargetkan sampai dengan 2019. Saat ini
kelima daerah tersebut masih dalam tahap pembangunan dan perizinan
dari Pemda. Daerah-daerah tersebut adalah daerah Ilu, Bokondini,
Bolakme, Abenaho, dan Senggi.
Selanjutnya pada program kemitraan/PUKK dan program Bina
Lingkungan di provinsi Papua, Pertamina MOR VIII telah menyalurkan
anggaran sebesar Rp53.153.149.105 mulai dari tahun 2013 sampai
dengan Juni 2018. Program kemitraan yang telah disalurkan sebesar
Rp7.235.000.000 sementara program Bina Lingkungan telah disalurkan
sebesar Rp45.918.149.105. Adapun sektor penerimanya adalah sebagai
berikut:
Gambar 17. Realisasi Penyaluran Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan 2013 – 2018
Namun demikian dalam menjalankan kegiatan usahanya di Papua,
Pertamina MOR VIII mengalami berbagai kendala-kendala, yakni
adanya gangguan pengiriman dan distribusi BBM, adanya situasi politik
19
yang tidak aman, dan banyaknya pengecer liar yang menjual BBM
dengan harga yang tidak terkendali. Untuk itu diperlukan adanya
dukungan dalam hal bantuan pengamanan dan kemudahan izin dalam
pendirian lembaga penyalur BBM.
2. PT. PLN (Persero)
PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B di Provinsi Papua memiliki
pertumbuhan penjualan secara rata-rata per tahun adalah sebesar
7,79% dan pertumbuhan pelanggan rata-rata adalah sebesar 5,22%.
Adapun pertumbuhan kapasitas pembangkit rata-rata sebesar 42
MW/tahun dengan beban puncak sistem Jayapura tertinggi 75 MW dan
daya mampu 118,7 MW. Adapun kinerja manajemen, operasional dan
financial PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B adalah sebagai berikut:
Gambar 18. PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B
Produksi listrik di Papua masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga
diesel (PLTD) baik itu sewa maupun milik PT. PLN sendiri. Namun saat
ini pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) mulai banyak
digunakan untuk memproduksi tenaga listrik. Sampai dengan Juni 2018,
PLTMG berkontribusi sebesar 27% atas produksi listrik di provinsi
Papua.
20
Gambar 19. Produksi Per Jenis Pembangkit dan Fuel Mix di Provinsi Papua
Dari aspek kinerja keuangan, PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B di
Provinsi Papua masih mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena
besarnya biaya bahan bakar yang sangat tinggi setiap tahunnya. Namun
demikian hal yang cukup menggembirakan terlihat dari adanya tren
peningkatan pendapatan usaha dari penjualan tenaga listrik. Dengan
pengembangan energi alternatif untuk pembangkit listrik diharapkan
mampu menekan biaya yang akan memperbaiki kinerja keuangan
perusahaan. Berikut kinerja keuangan PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B
Provinsi Papua:
21
Tabel 6. Laba/Rugi PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B Provinsi Papua
Terkait penyertaan modal negara (PMN) untuk pembangunan PLTMG
dan GI sudah terealisasi sebesar Rp1.488.229.643.198. Namun
demikian pembangunan PLTMG dan GI masih memiliki berbagai
kendala, yakni permasalahan lahan, perizinan penggunaan lahan, dan
kondisi geografis yang sulit. Berikut realisasi dana PMN pembangunan
PLTMG dan GI di Provinsi Papua:
Tabel 7. Realisasi Dana PNM PT. PLN (Persero) Wilayah WP2B
Provinsi Papua
22
PT. PLN (persero) terus berupaya untuk dapat melistriki pedesaan di
Provinsi Papua. Pada tahun 2017 jumlah desa yang telah dialiri listrik
oleh PLN telah mencapai 922 desa. Diharapkan kedepan PLN dapat
mengaliri listrik di 1.838 desa yang ada di Provinsi Papua.Namun
demikian upaya tersebut masih mengalami beberapa kendala, yakni:
a. Kondisi geografis, aksesibilitas (moda transportasi) dan medan yang
sulit, menyebabkan terlambatnya mobilisasi material (MDU/MNDU)
serta pelaksana pekerjaan menuju lokasi pembangunan.
b. Terbatasnya kuantitas dan kualitas mitra kerja/vendor jasa
konstruksi, sehingga kurang terciptanya iklim persaingan yang
berdampak pada kualitas vendor dan menyebabkan gagal lelang.
c. Terbatasnya kapasitas produksi pabrikan material (MDU/MNDU).
d. Ketidakjelasan status kepemilikan lahan sehingga memperlambat
proses pembangunan pembangkit.
e. Kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar BP dan
IML/IB masih rendah.
Gambar 20. Roadmap Percepatan Listrik Pedesaan
Terkait progres pembangunan PLTMG Jayapura Peaker 40 MW saat ini
progres fisiknya telah mencapai 44,92%. Kontraktor dalam proyek ini
adalah konsorsium PT. Bagus Karya – Aecom – Cogindo dengan
pendanaan yang bersumber dari PMN. Adapun realisasi PMN pada
proyek ini adalah senilai Rp241.481.888.989. Permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan proyek ini adalah belum ada
peralatan/equipment FOB dan Ex Work yang tiba di lokasi. Untuk itu
PLN telah mengundang direktur kontraktir dalam koordinasi percepatan
dan penyelesaian pekerjaan di lapangan, agar kontraktor lebih focus dan
serius dalam menyelesaikan proyek, serta menyampaikan resiko yang
akan terjadi jika peralatan tersebut terlambat.
23
Gambar 21. General Layout PLTMG Jayapura Peaker 40 MW
Dalam rangka pengembangan pembangkit listrik berbasi energi
terbarukan (PLTEBT), provinsi Papua memiliki potensi antara lain
pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya
(PLTS) dan pembangkit listrik tenaga Biomassa (PLTBm). Salah satu
PLTEBT yang sedang berjalan adalah PLTBm Wapeko 1x3,5MW di
Merauke yang sedang dalam masa konstruksi dan menggunakan skema
IPP. Adapun potensi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di
Provinsi Papua terdiri dari 3 PLTA/PLTM existing dan 13 on going, 5
PLTS existing dan 28 on going, serta 1 PLTBM on going.
24
Gambar 22. Pengembangan Kelistrikan PLT EBT Existing dan Rencana di
Provinsi Papua
Namun demikian dalam rangka pengembangan PLTEBT ini bukan
berarti tanpa kendala. Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan PLTEBT antara lain waktu studi yang relatif lama,
perijinan lahan adat, pendanaan untuk pembangunan, medan yang berat
serta aksesibilitas yang kurang memadai.
Untuk program kemitraan/PUKK dan program Bina Lingkungan di
provinsi Papua, sampai dengan tahun 2017 program kemitraan PLN di
wilayah Papua dan Papua Barat tidak dilaksanakan, namun program
Bina Lingkungan terus dilaksanakan. Pada tahun 2014 jumlah yang
disalurkan pada program Bina Lingkungan ini Rp690 juta kudian
meningkat menjadi Rp4.559 juta di tahun 2017. Untuk tahun 2018 ini
sampai bulan Juni telah tersalurkan sebesar Rp229 juta. Adapun
realisasi proram Bina Lingkungan yang telah disalurkan PLN di provinsi
Papua berdasarkan jenis program adalah sebagai berikut:
25
Gambar 23. Realisasi Program Bina Lingkungan PLN WP2B di Provinsi Papua
Tahun 2014 – 2018
3. PT. INALUM (Persero)
Pada bulan November tahun lalu PT. Inalum telah berubah menjadi
induk perusahaan (holding) BUMN industri pertambangan membawahi
PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT. Bukit Asam Tbk, dan PT. Timah
Tbk. Pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan ini bertujuan
meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, pengelolaan sumber
daya alam mineral dan batu bara, peningkatan nilai tambah melalui
hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya dari
sinergi yang dilakukan. Dengan pembentukan holding ini mempengaruhi
kinerja keuangan PT. Inalum, di mana operating performance, earning &
Cash Flow, dan Margin & Return perusahaan menjadi meningkat.
Gambar 24. Group Financial Result June 2018
26
Dengan adanya pembentukan holding ini diharapkan PT. Inalum
diharapkan dapat: pertama, menguasai cadangan dan sumber daya
mineral di Indonesia. Kedua, hilirisasi produk dan kandungan lokal.
Ketiga, menjadi perusahaan kelas dunia. Berikut stepingstone
pembentukan pembentukan holding industri pertambangan:
Gambar 25. Tujuan Pembentukan Holding Industri Pertambangan
Terkait divestasi saham Freeport, pihak Indonesia akan lebih
diuntungkan apabila menggunakan dana pinjaman untuk membeli
saham PTFI, baik dari segi return on equity (ROE), cashflow maupun
tingkat IRR. Saat ini total Inalum (Consolidated) per 31 Desember 2017
adalah sebesar 93,1 triliun, dengan cash Rp216,14 triliun dan EBITDA
Rp12,3 triliun. Berdasarkan EBITDA, perusahaan akan memiliki
kemampuan pinjam sebesar Rp95 triliun. Proses divestasi akan
dilakukan dengan melakukan akuisisi seluruh kepemilikan hak partisipasi
PT. Rio Tinto dan kepemilikan PT. Indocoper pada PTFI. Dengan
divestasi ini diharapkan Inalum akan memiliki saham PTFI sebesar
51,232%. Setlah proses divestasi dilakukan maka akan dibentuk
Perseroan Khusus (SPV) untuk memiliki 25% saham PTFI. SPV ini akan
dimiliki bersama oleh Inalum dan Pemda Papua dengan porsi sahan
60% Inalum dan 40% Pemda Papua, sehingga total kepemilikan saham
Pemda Papua di PTFI adalah 10%.
27
Gambar 26. Struktur Transaksi PT. INALUM Terhadap PT. Freeport Indonesia
Nilai yang akan dibayarkan oleh pihak Indoensia untuk mendapatkan
51,232% saham PTFI adalah sebesar $ 3,85 Miliar, dengan rincian $ 3,5
miliar untuk mengambil hak partisipasi Rio Tinto dan $ 350 juta untuk
5,616% saham FCX. Pihak Indonesia hanya menghitung hasil tambang
dan cashflow yang bisa di produksi sampai akhir masa kontrak. Produksi
tidak sama dengan cadangan. Dalam valuasi harga juga tidak
diperhitungkan cadangan dengan potensi emas yang sangat besar di
blok Kucing Liar. Total Cadangan terbukti Grasberg, termasuk Kucing
Liar senilai USD170 miliar. Dalam kondisi normal, EBITDA tahunan PTFI
adalah USD4 miliar sedangkan laba setelah pajak tahunan PTFI adalah
USD2 miliar.
Gambar 27. Skema Tambang PT. Freepot Indonesia
28
Nilai USD3,85 miliar merupakan hasil negosiasi terakhir dengan FCX
dan Rio Tinto, di mana sebelumnya telah mendapat penawaran harga
sebesar USD 12,15 miliar untuk 45,616% saham PTFI dan 40% Hak
Partisipasi Rio Tinto. Sebelumnya FCX menawarkan harga 10,64%
saham PTFI senilai USD 1,7 miliar (tanpa hak partisipasi Rio Tinto). Jika
ditambah dengan 40% hak partisipasi Rio Tinto, maka nilainya akan
setara dengan USD 12,15 miliar. Enterprise Value (EV) 100% PTFI
berdasarkan harga terakhir yang adalah USD 8,44 miliar, dengan
proyeksi Net Profit tahun 2018 adalah USD 2,016 miliar, sehingga
diperoleh Price Earning (P/E) Ratio PTFI sebesar 4,18x. P/E ratio PTFI
sebesar 4,18x masih lebih rendah bila dibandingkan dengan P/E Ratio
FCX di bursa saham sebesar 10,65x dan rata-rata P/E ratio di BEI
sebesar 14,8x.
Head of Agreement (HoA) yang ditandatangani pada tanggal 12 Juli
2018 merupakan dasar kesepakatan butir empat (divestasi saham PTFI
sebesar 51%) yang berisi tentang struktur transaksi divestasi dan nilai
transaksi divestasi. Kesepatan terkait struktur transaksi dan nilai
transaksi adalah milestone yang sangat signifikan dan kritikal dalam
tahapan penyelesaian seluruh kesepakatan terkait PTFI. Pihak
Indonesia tidak akan melakukan pembelian saham sebelum semua
dokumentasi dan perjanjian sudah clear and clean. Pihak Indonesia
menargetkan 2 (dua) bulan untuk membahas rincian perjanjian dan
terselesaikannya kesepakatan lainnya seperti diterbitkannya IUPK dan
keputusan kewajiabn pembangunan smelter oleh Kementerian ESDM,
kemudian disepakatinya bentuk stabilitas penerimaan negara oleh
Kementerian Keuangan.
Terkait program kemitraan dan bina lingkungan, INALUM Grup Holding
telah menyalurkan anggaran sebesar Rp86,7 miliar di tahun 2017, di
mana Rp29,7 miliar disalurkan untuk program kemitraan dan Rp56,9
miliar untuk program bina lingkungan. Kegiatan Bina Lingkungan yang
telah dilaksanakan oleh PT INALUM (Persero) adalah pada bantuan
korban bencana alam, pendidikan dan pelatihan, sarana dan prasarana
umum, sarana ibadah, kesehatan, pelestarian alam, sosial, dan
pembinaan terhadap mitra.
29
Tabel 8. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. INALUM Group
Holding Tahun 2017 (Dalam juta Rupiah)
F. PT. Freeport Indonesia
Selama 5 tahun terakhir kinerja operasional PTFI memiliki kapasitas
produksi tertinggi di tahun 2013 yakni 65,4 Kt. Selanjutnya PTFI memiliki
kapasitas produksi terendah di tahun 2014 yakni sebesar 43,9 Kt yang
dikarenakan beberapa concerns dan issue signifikan, yakni: pertama,
adanya regulasi pembatasan ekspor konsentrat di semester awal 2014
(Januari-Juli 2014), sehingga laju umpan pabrik pengolahan disesuaikan
(terjadi pengurangan) untuk memenuhi kebutuhan PT. Smelting di Gresik
saja. Kedua, terjadinya beberapa kasus hubungan industrial yakni adanya
pemogokan kerja oleh sebagian karyawan di bulan Oktober-Desember 2014.
Ketiga, Terjadinya kecelakaan tambang di area tambang terbuka Grasberg
pada tanggal 27 September 2014 yang mengakibatkan penutupan
sementara area produksi untuk keperluan investigasi dan tindak lanjut
rekomendasi inspektur tambang. Dampak dari beberapa concern dan issue
signifikan di tahun 2014 tersebut masih berlanjut dan berakibat pada
pencapaian produksi di tahun 2015 yang masih belum sepenuhnya pulih.
Tabel 9. Pencapaian Produksi PT. Freeport Indonesia Tahun 2013 – 2014
Produksi Tambang
2013 2014 2015 2016 2017
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi
Terbuka Grasberg (Total bijih ke crusber (Kt))
51.682 46.094 48.641 23.839 43.519 41.294 54.337 44.193 49.770 40.003
Tambang Bawah Tanah
DOZ 26.806 18.029 28.477 18.417 27.823 15.963 16.385 13.901 19.599 11.390
Big Gossan 1.627 770 1.572 303 0 0 390 346 994 223
DMI.Z* - 27 566 246 893 1.058 2.279 1.601 7.254 1.184
GBC* - - - - - - 1.083 979 1.095 1.322
Pabrik Pengolahan/Mill (Total Bijih yang diolah (Kt))
79.976 65.418 79.604 43.985 73.013 59.322 76.371 60.628 78.706 51.262
Kadar Logam
Tembaga, % 0,79 0,76 0,75 0,79 0,81 0,67 1,15 0,91 1,17 1,01
Emas, gr/t 0,66 0,69 0,84 0,99 0,74 0,79 1,07 0,68 1,64 1,15
Perak, gr/t 2,69 2,99 2,44 3,45 2,31 2,50 3,25 3,09 3,81 4,32
Produksi Logam
Non Payable
Tembaga, Kton 540 445 518 312 506 359 792 504 834 474
Emas, Kg 41.530 36.347 53.281 36.254 43.058 39.312 67.159 33.800 108.823 49.939
30
Perak, kg 136.888 115.370 124.960 81.442 94.784 82.138 148.240 110.393 181.396 114.044
Terbayarkan (Payable)
Tembaga, Kton 521 430 500 301 488 347 764 487 805 458
Emas, Kg 40.284 35.257 51.683 35.166 41.766 38.132 65.144 32.786 105.558 48.441
Perak, kg 105.267 88.720 96.094 62.629 72.889 63.164 113.997 84.892 139.493 87.700
*= bijih adalah hasil dari Development bukan produksi
Dari aspek keuangan PTFI telah memberikan kontribusi bagi Indonesia
selama 5 tahun terakhir sebesar USD2.571 juta. Kontribusi keuangan
tersebut berasal dari deviden, royalty, PPh Badan, Pajak dan pungutan
lainnya. Terkait pembaaran royalty, jumlah royalty di tahun 2014 sudah
termasuk pembayaran royalty dengan menggunakan tariff baru sesuai MoU
Antara PTFI dan pemerintah Indonesia sebesar USD50,6 juta. Selanjutnya
jumlah manfaat langsung di tahun 2015 merupakan jumlah bersih
pembayaran setelah dikurangi kas yang diterima pada proses banding pajak
untuk tahun 2005 dan 2006.
Tabel 10. Manfaat Finansial Langsung PT. Freeport Indonesia Kepada
Indonesia Tahun 2013 – 2017 (Dalam juta USD)
URAIAN 2013 2014 2015 2016 2017 TOTAL
Deviden - - - - 135 135
Royalti 101 118 122 116 151 608
PPh Badan 149 173 (2) 53 108 481
Pajak dan Pungutan lainnya 234 248 247 255 362 1.346
Total manfaat Langsung 484 539 368 424 756 2.571
Terkait Corporate Social Responsilbility, PTFI sejak awal kehadirannya telah
terlibat intens dalam membantu masyarakat, jauh sebelum Mimika menjadi
sebuah kabupaten di tahun 1999. PTFI aktif dalam berkontribusi
membangun masyarakat dan daerah sebagai bagian dari investasi sosial
perusahaan. Program investasi sosial PTFI tersebut meliputi bidang
pengembangan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, pengembangan
ekonomi masyarakat, UMKM, pembangunan infrastruktur daerah, bantuan
operasi kemanusiaan serta pelestarian dan promosi budaya lokal.
Implementasi program tersebut dilakukan baik secara langsung oleh PTFI,
bermitra Antara PTFI dengan pihak ketiga, maupun dilakukan sepenuhnya
dengan pihak ketiga dengan dana bersumber dari PTFI. Program tersebut
berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dimana kegiatan
tidak hanya bersifat karikatif atau mengutamakan bantuan fisik tetapi juga
disertai dengan program-program peningkatan kapasitas dan kemampuan
masyarakat maupun kelembagaan masyarakat secara sosial dan ekonomi
dengan tetap memperhatikan kearifan lokal setempat.
31
Tabel 11. Anggaran Program Pengembangan Masyarakat PT. Freeport
Indonesia Tahun 2013 – 2017 (dalam USD)
KATEGORI 2013 2014 2015 2016 2017
Pendidikan dan Pelatihan 9.948.591 9.121.005 6.073.825 5.164.071 8.507.895
Infrastruktur Masyarakat 8.132.872 7.229.906 8.892.295 8.322.065 7.942.392
Kesehatan 6.392.496 8.477.505 8.507.605 9.545.802 7.295.188
Pengembangan Ekonomi 4.157.393 3.076.166 3.299.417 3.732.460 7.004.141
Pemukiman Kembali - - - 4.428 24.922
Budaya, Seni dan Olahraga 524.686 14.625.358 11.254.533 3.385.147 1.196.187
Dana Perwalian – Dana Kemitraan
42.296.388 32.661.094 28.025.694 34.449.447 46.255.956
Hubungan Masyrakat 3.976.410 2.390.754 4.046.459 3.748.992 11.964.190
Administrasi Umum 14.796.380 14.572.250 15.921.747 17.899.024 3.167.755*
TOTAL 90.425.216 92.154.038 86.021.576 86.251.437 93.358.627
*menyesuaikan perubahan format pencatatan biaya PPM mengacu petunjuk ESDM
Terkait permasalahan pajak air permukaan antara PTFI dengan Pemerintah
Provinsi Papua, PTFI memberikan jawaban dan kronologis permasalahan
sebagai berikut:
1. Pada tanggal 8 Oktober 2014, Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan
Daerah Provinsi Papua (Bappenda) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Daerah Pajak Air Permukaan (SKPD PAP) untuk periode bulan Januari
– September 2014. Selanjutnya, Bappenda juga menerbitkan SKPD
PAP yang sama untuk periode-periode lainnya sejak tahun 2011 hingga
terakhir untuk bulan Juni 2018. Dasar hukum terbitnya SKPD PAP
tersebut berdasarkan ketentuan UU 28/2009, Perda 4/2011, dan PerGub
60/2012. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, Bappenda
mengenakan Pajak Air Permukaan atas pemanfaatan sungai
Aghawagon-Otomona dengan perhitungan sebesar 10% (tariff) x Rp
1.200/m3 (harga dasar pajak air) x volume air yang melintas di sungai
Aghawagon-Otomona.
2. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu paling lambat 3 bulan
sejak diterimanya SKPD, PTFI telah mengajukan Surat Keberatan atas
SKPD tersebut. Dalam Surat Keberatan PTFI menyampaikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Bahwa PTFI merupakan perusahaan yang beroperasi berdasarkan
Kontrak Karya (KK), sehingga kewajiban keuangannya harus
dilakukan berdasarkan KK.
b. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18 (4) KK, PTFI dapat
memanfaatkan air dari Wilayah KK atau Wilayah Proyek dengan
tunduk pada (1) ketentuan non-moneter yang berlaku dari waktu ke
waktu dan (2) kewajiban keuangan yang diatur pada Pasal 13 KK.
32
c. Bahwa berdasarkan Pasal 13 (10) KK, PTFI tunduk pada ketentuan
pajak daerah yang berlaku pada saat KK ditandatangani (1991).
Ketentuan yang berlaku pada saat KK ditandatangani adalah Perda
5/1990. Demikian Bappenda tidak dapat mengenakan SKPD PAP
berdasarkan Perda 4/2011.
d. Bahwa metode perhitungan volume air yang digunakan Dispenda
tidak tepat karena hanya dihitung berdasarkan pemantauan pada
satu titik di bawah jembatan Otomona, sehingga tidak
menggambarkan volume air yang benar-benar digunakan untuk
mengalirkan tailing.
3. Berdasarkan ketentuan, Gubernur harus menyampaikan Jawaban dalam
waktu 1 tahun sejak Surat Keberatan disampaikan. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, Gubernur telah menyampaikan penolakan atas
surat-surat Keberatan yang disampaikan PTFI.
4. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu paling lambat 3 bulan
sejak diterimanya penolakan atas Surat keberatan, PTFI telah
mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak atas surat-surat penolakan
tersebut. Dalam persidangan di Pengadilan Pajak, PTFI antara lain telah
menyampaikan hal-hal berikut:
a. Bahwa lokasi pemanfaatan air permukaan berada di Wilayah KK atau
Wilayah Proyek sehingga PTFI tunduk pada ketentuan Pasal 18 (4)
KK dan Pasal 13 (10) KK (nail-down) dan bukan berdasarkan
ketentuan yang berlaku dari waktu ke waktu (prevailing).
b. Bahwa PTFI dan Pemerintah Provinsi Papua telah membuat
kesepakatan-kesepakatan yang terkait dengan pajak dan retribusi
daerah yang dimaksudkan antara lain untuk menjembatani
perbedaan pandangan terhadap ketentuan yang berlaku antara KK
dengan Perda.
c. Bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut terakhir dituangkan dalam
dokumen perjanjian sebagai berikut:
Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua dan PTFI tentang
Pajak dan Retribusi Daerah yang antara lain mengatur
pembayaran Pajak Air Permukaan sebesar maksimal
USD150.000 pertahun.
Perjanjian Partisipasi Pembangunan Berkelanjutan untuk Sistem
Pengelolaan Tailing yang mengatur kontribusi oleh PTFI sebesar
USD6 juta per tahun sejak tahun 2011 dan pembayaran 1 kali
sebesar $10 juta untuk tahun-tahun sebelum 2011.
33
5. Pengadilan Pajak telah menerbitkan Putusan atas sengketa Pajak Air
Permukaan tersebut untuk periode tahun 2011 – Juli 2015 dengan
jumlah pajak yang disengketakan Rp 2,5 triliun, periode Agustus –
Desember 2015 dengan jumlah pajak yang disengketakan Rp 182 miliar,
dan periode Januari – April 2016 dengan jumlah pajak yang
disengketakan Rp 89 miliar. Putusan Pengadilan Pajak tersebut menolak
Banding PTFI dengan alasan-alasan antara lain:
a. Majelis tidak meyakini Kontrak Karya telah memenuhi ketentuan
Pasal 10 UU Pokok Pertambangan 1967 karena dalam persidangan
PTFI dianggap tidak dapat menyerahkan bukti berupa surat
rekomendasi terkait hasil konsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat.
b. KK tidak dapat diberlakukan sebagai Lex Specialis terhadap Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah karena tidak mempunyai landasan yuridis yang kuat.
6. Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan-putusan untuk periode
2011 – Juli 2015 dengan amar sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali PT Freeport
Indonesia.
b. Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak.
c. Mengadili kembali, Mengabulkan Permohonan Banding PT Freeport
Indonesia.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tersebut, SKPD yang
diterbitkan Pemerintah Provinsi Papua menjadi batal demi hukum.
III. SARAN DAN REKOMENDASI
Dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Papua ini, anggota Komisi
VI DPR RI menyepakati hal-hal sebagai berikut:
1. Komisi VI DPR RI akan meminta penjelasan secara langsung dari PTFI dan
Pemerintah Provinsi Papua di rapat kerja berikutnya di gedung DPR RI terkait
permasalahan pajak permukaan air tanah. Komisi VI DPR RI meminta kepada
Pemerintah Provinsi Papua laporan secara tertulis disertai dokumen
pendukung terkait permasalahan tersebut.
2. Terkait adanya kebutuhan pasar induk di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua, Komisi VI DPR RI meminta Pemda mengajukan proposal
pembentukan pasar secara resmi ke Komisi VI DPR RI sehingga dapat
ditindaklanjuti ke pihak-pihak terkait. Sementara untuk kebutuhan infrastruktur
34
lainnya seperti jalan dan bandar udara akan diteruskan ke Komisi VI DPR RI
yang membidangi infrastruktur.
3. Terkait permasalahan Perda Larangan Miras yang bertentangan dengan
Permendag, Komisi VI DPR RI meminta Pemerintah Provinsi Papua untuk
menyampaikan surat secara resmi yang menceritakan kronologis dan
permasalahan serta dokumen-dokumen pendukung lainnya. Hal ini dapat
dijadikan dasar bagi DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang merupakan mitra
kerja Komisi VI DPR RI.
4. Komisi VI DPR RI berharap agar pembangunan dermaga pelabuhan
Jayapura oleh PT. Pelindo IV (Persero) dapat meningkatkan kapasitas arus
barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi Provinsi
Papua dan juga mendorong kegiatan perdagangan baik antar pulau maupun
kegiatan ekspor – impor.
5. Komisi VI DPR RI berharap agar hadirnya jembatan Holtekamp di jayapura
dapat memperpendek jarak antar daerah dan memudahkan penduduk dalam
melakukan berbagai aktivitasnya. Selain itu juga Komisi VI DPR RI berharap
jangka waktu kegiatan pembangunan jembatan ini dapat sesuai dengan
target yang telah ditetapkan.
6. Komisi VI DPR RI akan memanggil PT. Inalum (Persero) dan PT. Freeport
Indonesia untuk menjelaskan proses divestasi secara lebih detail pada rapat
kerja Komisi VI DPR RI selanjutnya di gedung DPR.
IV. PENUTUP
Demikianlah laporan Kunjungan Kerja Komisi VI ke provinsi Papua.
Diharapkan laporan ini dapat menjadi masukan dalam upaya perbaikan
pembangunan ke depan. Hasil dari laporan Kunjungan Kerja ini juga dapat
menjadi bahan rapat-rapat di DPR pusat untuk dicari solusinya secara bersama.
Semoga laporan ini membawa manfaat bagi daerah dan masyarakat khususnya
masyarakat provinsi Papua.
Sekian dan Terima Kasih.
Jakarta, Agustus 2018 Ketua Tim,
Ttd.