1
LAPORAN PENELITIAN
PELAKSANAAN PENDAMPINGAN DAN PENANGGULANGAN
SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) ATAU PENINGKATAN
KASUS TULAR VEKTOR PENYAKIT
WIWIK TRAPSILOWATI, dkk
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Vektor dan Reservoir Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2019
RAHASIA
2
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN
3
4
SUSUNAN TIM PENELITI
No. N a m a Kedudukan
dalam Tim
Keahlian /
Kesarjanaan
1. Dr. Wiwik Trapsilowati, SKM. M.Kes Ketua Pelaksana
(Peneliti)
S3 Promosi
Kesehatan
2 Dra. Widiarti, M.Kes Peneliti S2 Entomologi
3. Riyani Setyaningsih, S.Si, M.Sc Peneliti S2 Entomologi
4 Tri Wibowo Ambar Garjito, S.Si,
M.Kes Peneliti
S2 Biologi
molekuler
5. M. Choirul Hidajat, SKM, M.Kes Peneliti S2 Epidemiologi
6. Aryani Pujiyanti, SKM, MPH Peneliti S2 Perilaku dan
promosi kesehatan
7. RA. Wigati, S.Si, M. Sc Peneliti S2 Entomologi
8. M. Edi Royandi, SKM, M.Kes Calon Analis
Kebijakan
S2 Kesehatan
Masyarakat
9. K. Sekar Negari, SKM Teknisi S1 Kesehatan
masyarakat
10. Mega Tyas Prihatini, Amd Teknisi D3 Analis
11. Lasmiati Teknisi SMA
12. Kusno Barudin Teknisi SMA
13. Hetty Nur Triutami Teknisi SMA
14. Warido Teknisi SMP
15. Ika Martiningsih Teknisi D3 Geografi
16. Widiratno Valentinus Teknisi SLTA
17. Ary Oktsariyanti, SKM Teknisi
S1 Kesehatan
Masyarakat
18. Arum Trias Wardani Peneliti S1 Farmasi
19. Restu Khoirul Saban Teknisi D3 Kesling
20. Aprilia Savitri Teknisi D3 Kesling
21. Ika Resmiati Pembantu admintasi SLTA
5
PERSETUJUAN ATASAN
6
KATA PENGANTAR
Penyakit tular seperti demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia, dengan semakin meningkatnya jumlah kasus maupun wilayah
penyebarannya. Kota Salatiga pada awal tahun 2019 terjadi peningkatan kasus dibandingkan
dengan periode yang pada tahun sebelumnya, sehingga perlu dilakukan studi terkait hal
tersebut. Demikian juga dengan malaria, meskipun seluruh provinsi di Pulau Jawa
ditargetkan pada tahun 2015 telah mencapai eliminasi malaria, namun ada beberapa wilayah
yang belum dapat mewujudkannya, seperti Kabupaten Pandeglang. Kabupaten Pandeglang
memiliki wilayah yang digunakan sebagai tempat ziarah yaitu Sanghyang Sirah, yang
dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang terjadi penularan malaria di
wilayah tersebut. Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara
merupakan wilayah yang sebagian wilayah hutannya akan dibangun sebagai calon ibukota
negara Indonesia yang baru. Sampai saat ini dilaporkan masih terjadi penularan malaria,
khususnya di wilayah yang akan dibangun sebagai ibukota negara. Berdasarkan
permasalahan tersebut, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit melakukan studi sebagai asesmen untuk memberikan masukan dalam
penanggulangan kasus maupun perencanaan pencegahan penularan kasus penyakit tular
vektor. Terima kasih kami ucapkan kepada Dinas Kesehatan setempat, Puskesmas dan kader
kesehatan serta segenap peneliti dan teknisi atas partispasinya dalam mendukung
pelaksanaan studi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan demi
penyempurnaan laporan serta penelitian/studi selanjutnya.
7
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Salatiga pada awal tahun 2019 juga
mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan program DBD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2018, IR DBD Kota Salatiga sebesar 17,17/100.000 penduduk dan mengalami
peningkatan menjadi 22,16/100.000 pada evaluasi tengah tahun 2019. Incidence rate DBD
Kota Salatiga pada tahun 2019 juga mengalami kenaikan dibanding dengan tahun 2018
sebesar 18,1/100.000 penduduk. Jumlah kelurahan endemis DBD di Kota Salatiga pada
tahun 2018 sebanyak 8 (delapan) kelurahan. Secara nasional kasus malaria cenderung mengalami penurunan. Kasus malaria di Kabupaten
Pandeglang pada tahun 2016 sebanyak 39 penderita dengan transmisi indigenous sebanyak 24
penderita, pada tahun 2017 ditemukan kasus malaria sebanyak 28 penderita dengan transmisi
indigenous sebanyak 10 penderita, dan pada tahun 2018 ditemukan 13 penderita malaria dengan
transmisi indigenous sebanyak 6 penderita. Penderita malaria yang ditemukan sebagian besar
merupakan penderita dari Kecamatan Sumur. Pada tahun 2018 dilaporkan adanya empat penderita
dengan transmisi indigenous di lokasi ziarah Sanghyang Sirah. Hal ini menjadi dasar melakukan
penelitian di lokasi ziarah tersebut, karena wilayah tersebut bukan wilayah pemukiman, akan tetapi
selalu ada peziarah yang tinggal cukup lama di lokasi tersebut.
Rencana pemindahan ibukota negara di Provinsi Kalimantan Timur secara epidemiologis
perlu mendapat perhatian, khususnya terkait kemungkinan terjadi transmisi pada orang-orang yang
rentan dan masuk di wilayah calon ibukota. Berdasarkan hal tersebut perlu diteliti tentang vektor dan
tingkat reseptivitasnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian vektor malaria.
Berdasarkan situasi tersebut dilakukan penelitian yang bersifat operasional secara
komprehensif dari berbagai disiplin, baik pada vektor, masyarakat maupun lingkungan. Tujuan
penelitian ini adalah mengukur besaran masalah terkait resistensi vektor, serotype virus, serta
melakukan upaya pengendalian berbasis masyarakat terkait peningkatan DBD di Kota
Salatiga, serta mengukur besaran masalah terkait vektor dan pengendalian malaria di
Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang serta Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Hasil studi diketahui bahwa serotipe virus Dengue-4 telah ditemukan di Kota Salatiga
pada tahun 2019, sehingga empat serotipe virus dengue telah ditemukan di Kota Salatiga.
Sampel nyamuk yang diperoleh dari 8 (delapan) kelurahan di Kota Salatiga menunjukkan
bahwa uji resistensi secara konvensional semuanya resisten terhadap insektisida malathion,
bendiocarb, lambdasihalotrin, deltametrin, permetrin, sipermetrin, fenitotrion, propuxur. Uji
resistensi secara molekuler disamping terjadi resistensi pada enzim metabolik juga terjadi
mutasi pada sel syaraf untuk insektisida pyretroid. Sedangkan untuk insektisida organofosfat
dan karbamat terjadi resistensi, namun tidak terjadi mutasi sel syaraf. Larvasidasi selektif di
kelurahan endemis sekaligus survei entomologi menunjukkan peningkatan ABJ serta
penurunan CI dan BI, akan tetapi masih termasuk dalam wilayah potensi sedang dalam
penularan DBD.
Lokasi ziarah Sanghyang Sirah, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten selalu
dikunjungi orang bahkan tinggal beberapa lama di lokasi tersebut, maka masih ada
kemungkinan terjadi penularan di lokasi tersebut. Demikian juga di desa dekat dengan pantai
seperti Desa Taman Jaya, dengan ditemukannya jentik Anopheles masih berpotensi terjadi
penularan apabila ada pendatang atau penduduk yang pulang dengan membawa plasmodium
dalam tubuhnya. Program pengendalian malaria pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Pandeglang berupa penemuan dan pengobatan penderita sudah dilakukan baik. Kendala yang
8
ditemukan selama ini adalah kurang optimalnya kerjasama lintas sektor serta peran serta
masyarakat.
Kasus malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara jauh lebih kecil dibandingkan dengan
kasus yang ditemukan di wilayah Kabupaten PPU. Penderita malaria di Kabupaten PPU
sebagian besar adalah para “pengrajin kayu” yang berada di dalam hutan, hal tersebut
menggambarkan bahwa, penularan terjadi sebagian besar di dalam hutan pada saat bekerja
maupun istirahat. Kedua wilayah kabupaten yang dilakukan survei, semuanya masih
ditemukan keberadaan nyamuk Anopheles yang sebagian pernah terkonfirmasi sebagai
vektor malaria di wilayah tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut kedua kabupaten masih
memungkinkan terjadi penularan setempat. Pemberian profilaksis untuk pekerja yang
menebang dan membangun hutan dalam jangka yang cukup lama perlu menjadi
pertimbangan khusus, sehingga upaya perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk dan
pengendalian vektor melalui upaya indoor residual spraying (IRS) pada basecamp para
tenaga kerja dapat dilakukan dalam rangka pencegahan terjadinya penularan malaria di
wilayah pembangunan.
Dalam rangka pemetaan sebaran serotipe virus dengue, diperlukan alamat dari
tersangka, sehingga perlu kerjasama lebih lanjut untuk permintaan data alamat pasien. Upaya
PSN dengan partisipasi masyarakat secara berkesinambungan perlu dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut, dan perlu peningkatan pengetahuan kepada masyarakat terkait
dengan penggunaan insektisida rumah tangga secara bijak. Perlu peran serta masyarakat
dalam meningkatkan ABJ agar mencapai target nasional yaitu ≥95%, dalam meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat penyuluhan dan penggerakan PSN yang intensif dan
terkoordinasi melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
Upaya pencegahan penularan malaria di wilayah ziarah Sanghyang Sirah perlu
peningkatan kerjasama yang lebih intensif antara pihak TNUK dengan instansi kesehatan
setempat khususnya Puskesmas, dalam pelaksanaan pengambilan dan pemeriksaan darah. Di
samping itu, perlu upaya peningkatan surveilans migrasi agar tidak terjadi penularan malaria,
dengan peningkatan kerjasama lintas sektor serta peran serta masyarakat setempat.
Hasil pemetaan habitat nyamuk di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU, di
kedua wilayah tersebut masih ada genangan dan sungai yang kemungkinan besar dapat
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada wilayah
terdampak, mengingat mobilitas penduduk yang semakin meningkat, ditambah transportasi
keluar dan masuk hutan wilayah pembangunan.
9
ABSTRAK
Penyakit tular vektor masih menjadi masalah kesehatan, hal tersebut tergambar dengan
adanya peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Salatiga dan masih
adanya penularan indigenous di lokasi ziarah Sanghyang Sirah Kabupaten Pandeglang.
Pembukaan lahan untuk pembangunan ibukota negara baru tidak terlepas dari permasalahan
penyakit tular vektor antara lain malaria, dengan penularan yang masih tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan asesmen di Kota Salatiga, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara dengan permasalahan penyakit tular
vektor DBD dan malaria. Penelitian ini dengan rancangan observasional. Hasil penelitian
diketahui bahwa semua serotipe virus dengue yaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan
Dengue-4 telah beredar di Kota Salatiga. Sampel nyamuk Aedes sp yang diambil dari 8
(delapan) dengan uji resistensi secara konvensional semua hasilnya resisten terhadap
cypermetrin, propoxur, fenitrotion, lamdasihalotrin, permethrin, bendiocarb, deltamerin dan
malation. Kegiatan larvasidasi selektif berhasil menaikkan angka bebas jentik serta
menurunkan container index dan breteau index, meskipun masih termasuk dalam potensi
penularan sedang. Lokasi ziarah Sanghyang Sirah Kabupaten Pandeglang masih perpotensi
terjadi penularan malaria, karena masih ditemukan jentik nyamuk vektor serta masih adanya
mobilitas pengunjung. Program penanggulangan sudah cukup bagus, namun kerjasama lintas
sektor dan peran masyarakat masih dinilai belum optimal. Wilayah terdekat dengan calon
ibukota negara baru, masih berpotensi terjadi penularan malaria, karena masih ditemukan
nyamuk dan jentik vektor, tempat habitat dan mobilitas keluar dan masuk hutan.
Kata Kunci: Penyakit tular vektor, nyamuk, penularan
10
DAFTAR ISI
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN ..................................................................................2
SUSUNAN TIM PENELITI ...................................................................................................4
PERSETUJUAN ATASAN ....................................................................................................5
KATA PENGANTAR ............................................................................................................6
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................7
ABSTRAK ..............................................................................................................................9
DAFTAR ISI .........................................................................................................................10
DAFTAR TABEL .................................................................................................................12
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................13
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 15
1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 15
2. Perumusan masalah ............................................................................................................... 18
3. Manfaat Penelitian ................................................................................................................ 19
4. Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 20
BAB III METODOLOGI ................................................................................................................ 24
1. Kerangka Teori ..................................................................................................................... 24
2. Kerangka Konsep .................................................................................................................. 25
3. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................................... 25
4. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................................ 26
5. Populasi dan sampel .............................................................................................................. 26
6. Kriteria Inklusi dan Eklusi .................................................................................................... 27
7. Definisi Operasional ............................................................................................................. 27
8. Instumen dan Cara Pengumpulan Data ................................................................................. 28
9. Manajemen dan Analisis Data............................................................................................... 34
BAB IV HASIL .............................................................................................................................. 35
A. HASIL ASESMEN KOTA SALATIGA............................................................................... 35
1. Gambaran Umum Kota Salatiga ........................................................................................... 35
2. Serotyping Virus Dengue ...................................................................................................... 35
3. Uji Resistensi terhadap Insektisida........................................................................................ 37
11
4. Survei Jentik Vektor DBD .................................................................................................... 39
B. HASIL ASESMEN KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN ......................... 42
1. Gambaran Umum Wilayah Asesmen .................................................................................... 42
2. Situasi Malaria di Kabupaten Pandeglang ............................................................................. 43
3. Survei Vektor Malaria ........................................................................................................... 45
4. Pelaksanaan Program Pengendalian Malaria ......................................................................... 47
C. HASIL ASESMEN KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA DAN PENAJAM PASER
UTARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ................................................................... 48
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................................................... 48
2. Situasi Malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara .................................................................. 50
3. Situasi Malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara .............................................................. 50
4. Hasil Survei Vektor di Kabupaten Kutai Kartanegara ........................................................... 52
5. Hasil Survei Vektor di Kabupaten Penajam Paser Utara ....................................................... 54
6. Hasil Pemeriksaan Nyamuk di Laboratorium ....................................................................... 57
7. Pemetaan Habitat Vektor ...................................................................................................... 57
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................................ 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 67
VII. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 69
VIII. LAMPIRAN ........................................................................................................................... 71
1. Pedoman Wawancara Mendalam .......................................................................................... 71
2. Naskah Penjelasan dan Informed Consent ............................................................................ 75
3. Formulir Pemantauan Jentik dan Larvasidasi ........................................................................ 77
4. Surat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang .............................................................. 78
5. Surat dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan
RI. ......................................................................................................................................... 79
6. Dokumentasi Kegiatan .......................................................................................................... 80
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Uji Resistensi secara Konvensional Nyamuk Aedes sp Kota Salatiga Tahun
2019 ........................................................................................................................38
Tabel 2. Hasil Uji Resistensi secara Molekuer Sampel Vektor DBD Kota Salatiga Tahun
2019 ........................................................................................................................39
Tabel 3. Hasil Survei Jentik di Wilayah Lokasi Sanghyang Sirah Kecamatan Sumur,
Kabupaten Pandeglang Tahun 2019 .......................................................................46
Tabel 4. Hasil Koleksi Jentik di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja, Kabupaten
Kutai Kartanegara Tahun 2019 ...............................................................................52
Tabel 5. Hasil Koleksi Jentik di Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam
Paser Utara Tahun 2019..........................................................................................54
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan PCR Sampel Nyamuk Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam
Paser Utara dan Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2019 57
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori .................................................................................................. 24
Gambar 2. Kerangka Konsep Pengendalian Penyakit Tular Vektor ................................... 25
Gambar 3. Persentase Hasil Pemeriksaan igG, igM dan PCR pada Sampel Serum Kota
Salatiga Tahun 2019 ....................................................................................... 36
Gambar 4. Proporsi Hasil Sequencing Virus Dengue berdasarkan Serotipe Dengue pada
Sampel Serum Kota Salatiga Tahun 2019 ...................................................... 37
Gambar 5. Lokasi Pengambilan Sampel Jentik Uji Resistensi Kota Salatiga Tahun 2019 . 38
Gambar 6. Angka Bebas Jentik ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam Berdarah
Dengue Kota Salatiga Tahun 2019 ................................................................. 40
Gambar 7. Container Index ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam Berdarah Dengue
Kota Salatiga Tahun 2019 .............................................................................. 41
Gambar 8. Breteau Index ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam Berdarah Dengue
Kota Salatiga Tahun 2019 .............................................................................. 41
Gambar 9. Jumlah Penderita Malaria Kabupaten Pandeglang Tahun 2016-2019 ............... 43
Gambar 10. Penderita Malaria berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten Pandeglang Tahun
2016-2019 ....................................................................................................... 44
Gambar 11. Penderita Malaria berdasarkan Cara Penularan Kabupaten Pandeglang Tahun
2016-2019 ....................................................................................................... 44
Gambar 12. Penderita Malaria berdasarkan Plasmodium Kabupaten Pandeglang Tahun
2016-2019 ....................................................................................................... 45
Gambar 13. Culex quinquefasciatus Tertangkap selama 12 Jam di Desa Taman Jaya,
Kabupaten Banten, Tahun 2019 ..................................................................... 47
Gambar 14. Kasus Malaria menurut Bulan Kabupaten PPU Tahun 2016-2018 ................. 51
Gambar 15. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) di Desa Sei
Merdeka, Samboja, Kutai Kertanegara Tahun 2019 ...................................... 53
Gambar 16. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Luar Rumah (UOL) di Desa Sei Merdeka,
Samboja, Kutai Kertanegara Tahun 2019....................................................... 53
14
Gambar 17. Hasil Survei Nyamuk Umpan Ternak (UT) di Desa Sei Merdeka, Samboja,
Kutai Kertanegara Tahun 2019....................................................................... 54
Gambar 18. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) di Desa Semoi Dua,
Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019 .................................. 55
Gambar 19. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Luar Rumah (UOL) di Desa Semoi Dua,
Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019 .................................. 56
Gambar 20. Hasil Survei Nyamuk Umpan Ternak (UT) di Desa Semoi Dua, Kecamatan
Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019 ..................................................... 56
Gambar 21. Peta Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Vektor Malaria di Desa Sei Merdeka,
Kecamatan Samboja, Kutai Kertanegara ........................................................ 58
Gambar 22. Peta Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Vektor Malaria di Desa Semoi Dua,
Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara ...................................................... 59
Gambar 23. Survei Jentik di Lokasi Menuju Lokasi Ziarah Sanghyang, Kabupaten
Pandeglang Tahun 2019 (1) ............................................................................ 80
Gambar 24. Survei Jentik di Lokasi Menuju Lokasi Ziarah Sanghyang, Kabupaten
Pandeglang Tahun 2019 (2) ............................................................................ 80
Gambar 25. Survei Jentik di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai
Kartanegara Tahun 2019 ................................................................................ 81
Gambar 26. Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam (UOD) di Desa Semoi Dua, Kecamatan
Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2019 ................................... 81
Gambar 27. Diseminasi Hasil Serotyping dan Uji Resistensi di Kota Salatiag Tahun 2019
........................................................................................................................ 82
Gambar 28. Survei Jentik dan Larvasidasi Selektif di Kota Salatiga Tahun 2019 .............. 82
Gambar 29. Pengambilan Sampel Jentik untuk Uji Resistensi di Kota Salatiga Tahun 2019
........................................................................................................................ 83
Gambar 30. Kader Kelurahan Siaga, Keluarah Sidorejo Lor, Kota Salatiga ...................... 83
15
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) saat ini masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia, dengan jumlah kasus yang semakin meningkat dan wilayah yang semakin
luas. Faktor risiko terjadinya DBD antara lain keberadaan vektor, yaitu Aedes aegypti
dan Ae. albopictus, perilaku masyarakat, ketersediaan air bersih, transportasi dan
sebagainya. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968, kasus DBD cenderung
meningkat baik jumlah kasus maupun wilayah penyebarannya.(1)
Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) pada tahun 2014 ditargetkan ≤ 50 per
100.000 penduduk dan secara nasional target tersebut tercapai dengan IR nasional
sebesar 39,76 per 100.00 penduduk. Namun demikian, IR DBD secara nasional pada
tahun 2016 terjadi peningkatan menjadi 78,85 per 100.000 penduduk dan provinsi di
Pulau Jawa, hanya Jawa Tengah yang memiliki IR DBD ≤ 51 per 100.000. Meskipun
demikian pada tahun 2017 terjadi penurunan kembali dan IR DBD nasional menjadi
22,55 per 100.000, hal tersebut menunjukkan bahwa situasi DBD di Indonesia fluktuatif,
meskipun kasus turun harus tetap waspada akan terjadinya peningkatan kembali. (2–4)
Kasus DBD Provinsi Jawa Tengah mulai bulan Oktober 2018 mulai mengalami
peningkatan, dan pada Bulan Desember 2018 kasus mencapai puncaknya dengan jumlah
kasus sebanyak 606 penderita (5). Kasus DBD di Jawa Tengah pada Bulan Januari 2019
mengalami peningkatan 106,3% dibanding Bulan Desember 2018 menjadi 1250
penderita. Berdasarkan evaluasi tengah tahun Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
yang diselenggarakan pada Agustus 2019, dilaporan bahwa incidence rate (IR) DBD
sebesar 22,08/100.000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 1,38%.
Apabila dibandingkan dengan IR dan CFR DBD tahun 2018 mengalami peningkatan,
IR DBD tahun 2018 sebesar 10,30% dan IR sebesar 1,05%.(6)
Kasus DBD di Kota Salatiga pada awal tahun 2019 juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan laporan program DBD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2018,
IR DBD Kota Salatiga sebesar 17,17/100.000 penduduk dan mengalami peningkatan
menjadi 22,16/100.000 pada evaluasi tengah tahun.(6) Incidence rate DBD Kota Salatiga
pada tahun 2019 juga mengalami kenaikan dibanding dengan tahun 2018 sebesar
16
18,1/100.000 penduduk. Jumlah kelurahan endemis DBD di Kota Salatiga pada tahun
2018 sebanyak 8 (delapan) kelurahan.(7)
Pengendalian vektor merupakan upaya untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin, sehingga mengurangi kontak manusia dengan vektor serta memutus
mata rantai penularan. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan sasaran nyamuk
dewasa, juga pada stadium pra dewasa (larva/jentik). Pengendalian vektor dengan
sasaran nyamuk dewasa pada umumnya menggunakan insektisida yang diaplikasikan
melalui pengkabutan, baik pengkabutan panas menggunakan mesin fogging maupun
pengkabutan dingin menggunakan ultra low volume (ULV). Penggunaan insektisida
yang berulang dan dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya resistensi, sehingga
survei kerentanan nyamuk dengan uji susceptibility perlu dilakukan untuk evaluasi
penggunaan insektisida.(1,8) Survei kerentanan merupakan kegiatan penting dalam
mengevaluasi dampak penggunaan insektisida dalam penanggulangan DBD, khususnya
di Kota Salatiga.
Pengendalian vektor DBD secara fisik/mekanik salah satunya dilakukan melalui
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kegiatan 3M Plus (menguras,
menutup, mengubur/mendaur ulang) dan kegiatan plus diantaranya pemanfaatan ikan
pemakan jentik, penaburan bubuk larvasida dan lain sebagainya.(1) Pada skala lapangan,
PSN 3M Plus penaburan bubuk larvasida dapat dilakukan secara mandiri oleh
masyarakat dengan sosialisasi terkait penggunaan larvasida sesuai dosis. Pada
peningkatan kasus khususnya yang terjadi di Kota Salatiga, maka partisipasi masyarakat
dalam pengendalian vektor perlu ditingkatkan dengan metode yang mudah dan dapat
dilakukan secara mandiri.
Serotipe virus dengue sampai saat ini diketahui ada empat, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4 yang dapat dibedakan secara serologis. Infeksi dari salah satu serotip
tidak melindungi terhadap serotip yang lain. Serotipe dengue di wilayah Asia dari DEN-
2 dan DEN-3 sering dikaitkan dengan penyakit berat yang menyertai infeksi dengue
sekunder. Terkait dengan peningkatan kasus pada akhir tahun 2018 hingga awal tahun
2019, perlu kiranya dilakukan pemeriksaan mengenai serotip dengue yang bersirkulasi
khususnya di wilayah Kota Salatiga.
17
Dalam rangka mengatasi permasalahan terkait dengan malaria, pada pertemuan World
Health Assembly (WHA) bulan Mei 2007 telah disepakati secara global untuk eliminasi malaria.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran malaria di antaranya : perubahan lingkungan,
banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah terkonfirmasi sebagai vektor (25 spesies) dari
berbagai habitat, serta mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemis
malaria.(9,10)
Program pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria secara
bertahap hingga tahun 2030. Sasaran wilayah eliminasi malaria adalah seluruh wilayah provinsi
di Indonesia yang akan dicapai secara bertahap. Tahapan pertama akan dicapai pada tahun 2010
di wilayah Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam. Tahapan
kedua akan dicapai pada tahun 2015 di wilayah Pulau Jawa, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Tahapan ketiga akan dicapai pada tahun 2020 di
wilayah Pulau Sumatera kecuali NAD dan Kepri), Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Tahapan keempat akan dicapai pada tahun 2030 di wilayah
Provinsi Papua, Papua Barat, NTT, Maluku dan Maluku Utara.(9)
Kasus malaria di Kabupaten Pandeglang 3 (tiga) tahun terakhir cenderung mengalami
penurunan. Kasus malaria pada tahun 2016 sebanyak 39 penderita dengan transmisi indigenous
sebanyak 24 penderita, pada tahun 2017 ditemukan kasus malaria sebanyak 28 penderita dengan
transmisi indigenous sebanyak 10 penderita, dan pada tahun 2018 ditemukan 13 penderita
malaria dengan transmisi indigenous sebanyak 6 penderita. Penderita malaria yang ditemukan
sebagian besar merupakan penderita dari Kecamatan Sumur dan setiap tahun ditemukan kasus
indigenous. Pada tahun 2018 dilaporkan terjadi empat penderita dengan transmisi indigenous di
lokasi ziarah Sang Hyangsirah. Hal ini menjadi dasar melakukan penelitian di lokasi ziarah
tersebut, karena wilayah tersebut bukan wilayah pemukiman, akan tetapi selalu ada peziarah
yang tinggal cukup lama di lokasi tersebut.
Rencana pemindahan ibukota negara Indonesia telah ditetapkan di Provinsi Kalimantan
Timur, yaitu di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian wilayah
Kutai Kertanegara. Provinsi Kalimantan Timur hingga saat ini masih ditemukan kasus malaria
baik indigenous maupun impor, dengan Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2015
sebesar 0,46 ‰.(11) Angka tersebut berada di bawah angka API nasional, akan tetapi dengan
rencana pemindahan ibukota negara hal tersebut perlu mendapat perhatian agar tidak menjadi
permasalahan kesehatan, khususnya transmisi malaria. Wilayah fokus calon ibukota tentunya
18
akan mengalami perubahan lingkungan, namun yang perlu diperhatikan adalah wilayah sekitar
calon ibukota, yang masih mempunyai permasalahan terkait malaria.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus malaria adalah faktor
genetik, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor yang besar pengaruhnya
adalah perilaku manusia dan lingkungan. Perilaku manusia antara lain adanya kebiasaan
masyarakat beraktivitas di malam hari, perilaku dalam melakukan perlindungan diri
terhadap gigitan nyamuk, dan perilaku dalam mendukung keberadaan habitat nyamuk.
Lingkungan yang berpengaruh terhadap penularan malaria meliputi lingkungan biotik
dan abiotik. Lingkungan biotik termasuk di dalamnya adalah vektor malaria yaitu
Anopheles sp, antara lain perilaku nyamuk dalam menghisap darah dan preferensinya,
perilaku istirahat, dan perilaku lain menurut spesiesnya. Lingkungan abiotik yang
berpengaruh terjadinya malaria antara lain musim, salinitas, ketersediaan habitat
nyamuk, pola tanam, suhu dan lain sebagainya.(12)
2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahannya yang ditemukan
adalah:
1. Bagaimana kerentanan nyamuk vektor DBD di Kota Salatiga?.
2. Apa serotip virus dengue yang bersirkulasi di Kota Salatiga?.
3. Bagaimana output kegiatan partisipasi masyarakat dalam pengendalian vektor DBD
dengan larvasidasi selektif di Kota Salatiga?
4. Bagaimana kondisi lingkungan dan vektor malaria yang berada di wilayah Kabupaten
Pandeglang, khususnya di lokasi ziarah Sang Hyangsirah?
5. Apa saja program dan kegiatan yang dilakukan pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Pandeglang dalam mencapai eliminasi malaria?
6. Bagaimana kondisi lingkungan dan vektor malaria yang berada di wilayah Kabupaten
Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, khususnya
di sekitar lokasi calon ibukota negara Indonesia?
19
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengendalian DBD di
Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, serta dapat memberikan masukan dalam pencapaian
eliminasi malaria di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Serta sebagai masukan pada
kabupaten yang termasuk wilayah calon ibukota negara Indonesia yang baru, khususnya
dalam pengendalian vektor agar tidak menjadi sumber penularan kemudian hari.
4. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengukur besaran masalah terkait resistensi vektor, serotype virus, serta melakukan
upaya pengendalian berbasis masyarakat terkait peningkatan DBD di Kota Salatiga, serta
mengukur besaran masalah terkait vektor dan pengendalian malaria di Kecamatan Sumur,
Kabupaten Pandeglang serta Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara,
Provinsi Kalimantan Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Identifikasi virus dengue yang beredar di Kota Salatiga, Jawa Tengah terkait dengan
peningkatan kasus DBD pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019.
b. Menguji resistensi vektor DBD terhadap insektisida pada sampel nyamuk dari Kota
Salatiga.
c. Melakukan intervensi pengendalian vektor DBD di Kota Salatiga dengan larvasidasi
selektif yang dilakukan oleh kader kesehatan dan lader kelurahan siaga di Kota
Salatiga.
d. Melakukan survei vektor malaria dan lingkungan di Kecamatan Sumur, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
e. Mengidentifikasi kegiatan dalam mencapai eliminasi malaria di wilayah Kabupaten
Pandeglang.
f. Melakukan survei vektor malaria dan lingkungan di Kabupaten Penajam Paser Utara
dan Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai calon ibukota negara.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tular Vektor (Demam Berdarah Dengue/DBD dan Malaria)
Vektor adalah organisme yang menularkan patogen atau parasit dari satu orang
yang terinfeksi (atau hewan) ke orang lain. Penyakit yang ditularkan vektor khususnya
di wilayah Asia Tenggara, antara lain: chikungunya, demam berdarah dengue, Japanese
ensefalitis, limfatik filariasis, malaria, dan schistosomiasis. Penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui vektor adalah ancaman serius bagi pembangunan dan kesehatan, yang
memengaruhi populasi yang paling rentan secara ekonomi.(13)
Demam berdarah dengue adalah salah satu penyakit tular vektor dengan
penyebaran tercepat di abad ke-20. Perubahan kondisi terjadi saat ada perubahan dari
daerah perkotaan yang meluas ke pedesaan dan ke wilayah geografis baru karena
perubahan iklim. Demam dengue (DD) adalah infeksi virus akut yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes yang terinfeksi, baik Aedes aegypti sebagai vektor utama maupu Ae.
albopictus sebagai vektor sekunder. Manifestasi demam dengue terjadi setelah inkubasi
4-7 hari setelah terinfeksi. Gejala demam dengue: demam tinggi, nyeri di belakang mata,
sakit kepala, nyeri badan dan nyeri sendi, kadang-kadang ruam kulit. Demam berdarah
dengue (DBD) merupakan demam dengue dengan manifestasi perdarahan, seperti
perdarahan dari hidung, mulut, gusi, kulit memar, tinja hitam, terjadi kebocoran plasma
serta trombositopenia (trombosit ≤ 100.000/mm3), nyeri hebat dan terus menerus di
perut. Demam berdarah dengue dengan syok/sindrom syok dengue (SSD) merupakan
komplikasi dari DBD dengan gejala gelisah, kulit dingin, takikardi serta tekanan nadi
sistolik dan diastolic <20 mmHg. Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan infeksi
dengue, baik DD maupun DBD dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, antara lain:
gangguan elektrolit, ensefalopati, ensefalitis, perdarahah hebat, gagal ginjal serta
gangguan jantung.(1,13)
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasite plasmodium yang
menginfeksi sel darah merah. Parasit plasmodium ditularkan kepada orang sehat melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina. Gejala malaria antara lain demam, menggigil, sakit
kepala, mual, muntah, kejang dan pada malaria berat dapat terjadi kesadaran menurun.
21
Jenis malaria di Indonesia tercatat lima jenis, yaitu: malaria falsiparum, malaria vivax,
malaria ovale, malaria malariae dan malaria knowlesi.(12,13)
B. Faktor Risiko Terjadinya Penularan
Penularan penyakit tular vektor, yaitu DBD dan malaria secara epidemiologis
dipengaruhi oleh host/pejamu, agen dan lingkungan. Faktor host/pejamu, dalam hal ini
manusia umur, jenis kelamin serta imunitas dari seseorang. Faktor agen dapat berupa
parasit yaitu plasmodium, serotip dari virus khususnya dengue dan virulensi agen.
Faktor lingkungan merupakan faktor terkait erat dengan vektor serta kondisi yang
mempengaruhi keberadaan vektor, baik malaria maupun dengue. (1,12)
Perkembangan vektor DBD dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik faktor
lingkungan biotik maupun abiotik. Lingkungan biotik antara lain tempat
perkembangbiakan nyamuk yang berhubungan langsung dengan angka bebas jentik
(ABJ) dan kepadatan vektor serta adanya vegetasi. Lingkungan abiotik antara lain suhu,
kelembaban, curah hujan dan perubahan iklim. Selain faktor lingkungan di atas,
lingkungan sosial juga tidak kalah penting perannya dalam mempengaruhi penularan
DBD, yaitu urbanisasi, transportasi, sistem pengelolaan limbah dan kurangnya system
pengendalian nyamuk yang efektif.
Faktor lingkungan biotik yang berpengaruh terhadap penularan malaria adalah
adanya vegetasi yang ada di tempat perkembangbiakan nyamuk dan sekitarnya, adanya
ikan maupun binatang air yang hidup dan berpengaruh langsung terhadap perkembangan
vektor malaria, serta adanya ternak besar yang dapat berfungsi sebagai barrier. Faktor
abiotik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan vektor adalah suhu, kelembaban,
salinitas dan pH air. Sedangkan lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap penularan
malaria adalah kebiasaan masyarakat dalam beraktifitas malam hari di luar rumah,
perilaku masyarakat dalam mencegah malaria, aktifitas manusia yang berdampak pada
perubahan lingkungan yang menguntungkan nyamuk untuk berkembang biak. Faktor
internal vektor yang berpengaruh dalam penularan penyakit tular vektor adalah
bionomik vektor, kerentanan serta resistensi vektor.(12)
22
C. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi habitat perkembangbiakan
vektor, menurunkan kepadatan vektor, menghambat proses penularan penyakit,
mengurangi kontak manusia dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor
dapat dikendalikan secara lebih rasional, efektif dan efisien. Metode yang digunakan
dalam pengendalian vektor lebih mengutamakan pendekatan pengendalian vektor
terpadu (PVT). Metode pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kepadatan vektor, antara lain :
1. Pengendalian vektor secara kimiawi
a. Pengendalian larva vektor
Pengandalian larva vektor dapat dilakukan penebaran larvasida seperti temephos
atau Insect Growth Regulator (IGR) seperti methoprene dan diflubenzuron.
b. Pengendalian vektor dewasa
Pengendalian vektor dewasa dapat digunakan beberapa metode, antara lain:
Repellent, adalah senyawa kimia yang bersifat menolak/mencegah kehadiran
serangga/vektor.
Attractant, adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menarik atau
mendekatkan serangga agar terperangkap dan terpapar racun (insektisida).
Teknik serangga mandul (TSM).
Membunuh serangga menggunakan insektisida.
Insektisida adalah senyawa kimia yang bersifat membunuh nyamuk.
Insektisida dikelompokkan sebagai berikut :
Organochlorin : DDT, Dieldrin, Endrin, Aldrin, Lindane.
Organofosfat : Fenitrothion, Malathion, Diazinon.
Carbamat : Bendiocarb, Karbaril, Propoxur.
Sintetis phyrethroid : Lambdacyhalothrin, Bifenthrin, Alphacypermethrin,
Permethrin, Deltamethrin, Cypermethrin.
Aplikasi insektisida dilakukan melalui : penyemprotan dinding rumah,
dipoleskan pada kelambu, fogging/ULV, dan larvasida. Pemilihan aplikasi
insektisida harus berdasarkan bionomik vektor yang akan dikendalikan dan harus
23
dilakukan secara tepat, baik tepat sasaran, tepat waktu, tepat cara, tepat
insektisida dan tepat dosis.(14–16)
2. Pengendalian vektor secara hayati
Pengendalian secara hayati sebagian besar ditujukan terhadap pengendalian jentik
vektor, seperti predator, parasit, fungi dan nematoda. Ikan pemakan jentik seperti
ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan guppi (Poecilia reticulata) telah banyak
digunakan sebagai pengendali nyamuk An. stephensi dan Ae. aegypti di sungai dan
tempat penyimpanan air yang besar di banyak negara di Asia Tenggara (WHO
SEARO, 2003). Predator lain yang efektif terhadap larva Aedes (Stegommyia) adalah
pemangsa jenis Copepod cruistaceans (sejenis ketam laut), yaitu Mesocyclops
aspericornis. Larva nyamuk dari genus Toxorhynchites dan larva capung
(dragonflies) juga merupakan predator larva nyamuk.
Endotoxin yang di produksi Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan
Bacillus sphaericus (Bs) dinilai efektif untuk mengendalian jentik nyamuk. Bacillus
thuringiensis serotype H-14 efektif terhadap An. stephensi dan Ae. aegypti,
sedangkan Bs efektif terhadap Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air
terpolusi. Bahan aktif tersebut sudah dijual secara komersial dengan berbagai merek
dan formula yang bervariasi seperti cairan, granula dan briket.(14,17)
3. Pengendalian vektor dengan pengelolaan lingkungan
Pendekatan ekologis sebagai upaya pengendalian nyamuk dilakukan dengan
pengelolaan lingkungan, yang meliputi :
Modifikasi lingkungan – perbaikan secara permanen jangka panjang dari habitat
vektor.
Manipulasi lingkungan – perubahan temporer pada habitat vektor sebagai hasil
dari aktivitas yang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak disukai
dalam perkembangbiakan vektor.
Perubahan pada habitat atau perilaku manusia – upaya untuk mengurangi kontak
manusia – vektor – patogen.(18)
24
BAB III
METODOLOGI
1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Lingkungan Abiotik: - Suhu dan
kelembaban
- Curah hujan
- Salinitas
Bionomik Vektor:
- Jarak terbang
- Keperidian
- Pemilihan hospes
- Siklus gonotropi
- Tempat istirahat
- Aktivitas menggigit
Lingkungan Biotik:
- Habitat/TPA
- Angka Bebas Jentik
- Kepadatan Vektor
- Vegetasi
Agen penyakit
- Resistensi vektor
terhadap insektisida - Kerentanan vektor
terhadap parasit
Kejadian DBD/malaria
Lingkungan Sosial:
(Perilaku Masyarakat)
Vektor penyakit
Jenis Agen
Virulensi
Serotip
25
2. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Pengendalian Penyakit Tular Vektor
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Penelitian mengenai pengendalian DBD dilakukan di Kota Salatiga, Jawa
Tengah dan penelitian mengenai vektor dan pencapaian eliminasi malaria
dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Survei vektor dan pemetaan
lingkungan di lakukan di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam
Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur.
b. Penelitian pengendalian DBD di Kota Salatiga penelitian dilakukan pada Bulan
Maret 2019 – Desember 2019. Studi vektor malaria dalam mendukung upaya
eliminasi malaria di Kabupaten Pandeglang, Banten dilakukan pada Bulan Juli –
Desember 2019. Studi tentang vektor dan pemetaan lingkungan wilayah calon
ibukota negara, yaitu di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam
Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur dilakukan pada Bulan Oktober 2019.
Lingkungan:
- Keberadaan habitat
- Kepadatan nyamuk
- Kebersihan lingkungan
Vektor penyakit : - Jenis vektor
- Serotip
- Kerentanan terhadap
insektisida
- Perilaku masyarakat
Transmisi Penyakit Tular
Vektor
Pengendalian Vektor
26
.
4. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan sebagai tindak lanjut
kejadian peningkatan kasus DBD di Kota Salatiga dan adanya dugaan terjadinya
transmisi malaria di tempat pesanggrahan Sang Hyangsirah di Kecamatan Sumur,
Kabupaten Pandeglang, Banten. Penelitian di Kota Salatiga merupakan penelitian
intervensi sekaligus penelitian observasional, sedangkan penelitian yang dilakukan
di Kabupaten Pandeglang merupakan penelitian observasional terhadap vektor
malaria yang diduga menjadi sumber penularan di Kecamatan Sumur, Kabupaten
Pandeglang.
5. Populasi dan sampel
1) Populasi
- Populasi untuk penelitian pengendalian DBD adalah penduduk yang tinggal
di kelurahan endemis DBD di Kota Salatiga.
- Populasi untuk studi vektor malaria adalah nyamuk dan jentik yang berada di
wilayah pesanggrahan Sang Hyangsirah Kecamatan Sumur, Kabupaten
Pandeglang.
2) Sampel
- Sampel penelitian DBD adalah rumah/bangunan yang berada di wilayah
kelurahan endemis DBD di Kota Salatiga.
- Sampel studi vektor malaria adalah semua nyamuk dan jentik tertangkap di
lokasi penelitian.
3. Besar Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
Sampel rumah yang diobservasi keberadaan jentiknya menggunakan rumus
Lemeshow, et al. (1990) dan Murti (2006), dengan rumus berikut :
n =Z1−α 2⁄
2 p(1 − P)N
d2(N − 1) + Z1−α 2⁄2 p(1 − P)
Keterangan :
n = jumlah sampel
27
N = 8000
Z1−α 2⁄2 = statistik Z, dengan tingkat kepercayaan 90% dan α = 0,1%,
sehingga Z=0,174
p = perkiraan proporsi (prevalensi) = 0,1
d = delta, presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di
kedua sisi proporsi = 0,05
Hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimal adalah 97 responden dan pada
penelitian ini diambil 100 rumah di setiap kelurahan. Cara pemilihan sampel
masyarakat/responden menggunakan teknik simple random sampling.
Sampel serum untuk pemeriksaa serotip dengue dilakukan pada semua sampel
serum yang diambil oleh rumah sakit pada tersangka penderita DBD. Pemeriksaan
resistensi nyamuk vektor DBD terhadap insektisida dilakukan pengambilan semua
jentik yang ditemukan pada rumah positif jentik.
Sampel nyamuk/jentik untuk studi vektor malaria adalah semua nyamuk yang
ditangkap dan jentik yang ditemukan pada habitat di wilayah penelitian. Informan
terkait kegiatan untuk mencapai eliminasi malaria dalah pelaksana program malaria
di Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
6. Kriteria Inklusi dan Eklusi
Kriteria inklusi studi vektor DBD adalah bangunan/bangunan rumah yang
terpilih secara random di kelurahan endemis DBD. Kriteria inklusi studi vektor
malaria adalah nyamuk/larva yang tertangkap di lokasi penelitian dengan spesies
Anopheles.
Kriteria eksklusi studi vektor DBD adalah bangunan/bangunan rumah yang
sudah terpilih namun tidak ada penghuninya atau tidak mau diperiksa/dilakukan
larvasidasi. Kriteria eksklusi studi vektor malaria tidak ditentukan.
7. Definisi Operasional
Larvasidasi selektif adalah penaburan larvasida secara selektif pada tempat yang
positif jentik dan atau tempat penampungan air yang sulit dikuras/dibersihkan.
28
Kelurahan endemis DBD adalah kelurahan yang dalam 3 (tiga) tahun terakhir
ditemukan penderita DBD secara berturut-turut.
Nyamuk vektor adalah nyamuk yang dilaporkan terdapat plasmodium dalam
bentuk sporozoit atau virus dengue pada kelenjar ludah.
Kerentanan vektor adalah status kerentanan vektor yang dinyatakan dengan
persentase kematian nyamuk setelah pengujian, dengan kriteria peka, toleran dan
resisten.
Lingkungan adalah lingkungan biotik dan abiotik yang berada di sekitar tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor, baik vektor DBD maupun vektor malaria.
Perilaku masyarakat adalah perilaku dalam melakukan penyimpanan air untuk
keperluan sehari-hari dan perilaku dalam melaksanakan PSN dengan 3M Plus.
Pengendalian vektor adalah salah satu cara menurunkan populasi nyamuk
sampai batas nilai ambang yang tidak dapat menularkan penyakit, skala nominal.
Deteksi serotipe virus dengue adalah deteksi yang dilakukan secara molekuler
untuk mengidentifikasi virus dari serum tersangka penderita DBD.
8. Instumen dan Cara Pengumpulan Data
1. Larvasidasi Selektif Vektor DBD
Larvasidasi selektif dilakukan sekaligus pemantauan jentik di lapangan.
Instrumen yang digunakan adalah formulir pengamatan jentik. Data
dikumpulkan dengan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah dan
mengamati semua tempat penampungan air (TPA)/wadah/kontainer. Hasil
pengamatan dilakukan pencatatan pada formulir, baik negatif maupun positif
jentik. Apabila ditemukan jentik, maka dilakukan larvasidasi. Bila TPA mudah
untuk dibersihkan/dikuras, maka diberikan saran untuk dikuras. Larvasida yang
digunakan adalah bubuk temephos dengan dosis 1 ppm.
2. Survei Entomologi Malaria
a. Survei jentik nyamuk vektor malaria
Semua genagan air yang berpotensi sebagai habitat nyamuk disurvei jentiknya
dengan menciduk airnya dengan dipper volume + 350 ml yang telah tersedia
29
sebanyak 10 kali cidukan. Jentik yang ditemukan dimasukkan ke dalam tabung
diberi label dan dibawa ke stasiun lapangan untuk dipelihara atau diidentifikasi
b. Cara kerja pengumpulan data bionomik vektor malaria
Pengumpulan data survei fauna nyamuk dilakukan survei pendahuluan
penangkapan nyamuk di rumah penduduk yang dipilih secara random. Rumah
yang memenuhi syarat untuk pengamatan bionomik nyamuk dipilih sebagai
sampel (4 rumah). Penangkapan nyamuk dilakukan setiap bulan selama 3 hari
berturut-turut.
1) Penangkapan nyamuk di dalam dan luar rumah (18.00 – 06.00)
Penangkapan nyamuk yang hinggap dan menggigit orang baik di dalam
(landing indoor) maupun di luar rumah (landing outdoor), dilakukan oleh 4
orang, ( 2 orang di dalam dan 2 orang di luar rumah). Penangkapan umpan
orang dilakukan dengan waktu 40 menit setiap jamnya
2) Penangkapan nyamuk istirahat di dalam atau di sekitar kandang ternak
(18.00 – 06.00). Penangkapan nyamuk yang istirahat di dalam atau di sekitar
kandang ternak (kerbau/sapi), dilakukan oleh seorang petugas selama 10
menit setiap jam di setiap kandang.
3) Penangkapan nyamuk pagi hari (06.00 – 08.00)
Penangkapan nyamuk meliputi; nyamuk istirahat di dalam rumah atau
bangunan lain (dilakukan oleh 2) orang, masing-masing melakukan
penangkapan nyamuk di dalam 8 buah rumah selama 15 menit. Penangkapan
nyamuk istirahat di habitat aslinya dilakukan 2 orang petugas. Penangkapan
dilakukan pada rerumputan/ vegetasi, atau tebing sungai, saluran irigasi,
selokan dan lain-lain. Penangkapan nyamuk istirahat di dalam /di sekitar
kandang ternak, dilakukan oleh 1 orang penangkap nyamuk. Penangkapan
dilakukan di beberapa kandang di daerah penelitian ada, selama 15
menit/kandang. Nyamuk yang tertangkap diidentifikasi.
c. Cara pengumpulan data untuk konfirmasi/rekonfirmasi vektor malaria
Nyamuk uji adalah nyamuk Anopheles betina ditangkap istirahat dan nyamuk yang
hinggap/menggigit manusia di dalam dan di luar rumah pada malam dan pagi hari
serta menggigit orang di dalam/luar rumah pada malam hari. Nyamuk kemudian
diidentifikasi untuk menentukan spesiesnya, dipotong menjadi dua bagian dengan
30
menggunakan bantuan cutter dan jarum, guna memisahkan bagiah thoraks-kepala
dan abdomen. Hanya bagian thorax-kepala yang diuji secara PCR. Sampel kepala
thorax nyamuk kemudian di ekstraksi dengan menggunakan kit ekstraksi DNA
dari Qiagen. Total DNA nyamuk kemudian dilakukan deteksi keberadaan
plasmodium dengan metode Nested PCR menggunakan primer spesifik human
Plasmodium.
3. Penentuan tersangka vektor malaria
Nyamuk hasil penangkapan di lapangan setelah diidentifikasi dipotong
bagian toraksnya dan dimasukkan di dalam vial dengan bagian tutup vial
dilubangi. Vial yang telah diisi potongan nyamuk diberi label spesies , jam dan
metode penangkapan kemudian dimasukkan di dalam stoples yang telah diisi
silika gel. Proses deteksi sporosoit dikerjakan dengan menggunakan metode
molekuler Plasmodium menggunakan Nested PCR:
c. First step nested PCR dengan primer PLU1 dan PLU5
1) Tabung PCR disiapkan diberi kode sesuai dengan kode isolasi DNA yang
akan di PCR
2) Mix reagent disiapkan sesuai dengan jumlah sampel yang akan diperiksa
sebagai berikut :
2x reaksi mix 12,5 µl
Primer rPLU1 1 µl
Primer rPLU5 1 µl
ddH2O 5,5 µl
Total per reaksi : 20 µl
3) Mix reagen dibagi per tube PCR 20 µl
4) Template DNA ditambahkan sebanyak 5 µl ke masing-masing tube
5) Kontrol negatif ditambahkan di tube kontrol negatif, dan kontrol positif di
tube kontrol positif
6) Spining down tube PCR sehingga tidak ada sampel/reagen yang tertinggal
menempel di dinding tabung.
7) Mesin thermocycle disiapkan untuk proses PCR
31
8) Sampel dimasukkan ke dalam mesin kemudian dilakukan proses PCR
dengan suhu thermocycle sebagai berikut:
1) Hot start 94 oC 4 menit 15 ‘
2) Cycle step 35 cycle
94 oC
55 oC
72 oC
30 detik
1 menit
1 menit
3) Final extention 72 oC 4 menit
4) Hold 12 oC
˷
9) Mesin ditunggu hingga selesai bekerja.
10) Sampel dikeluarkan dari mesin untuk kemudian dilanjutkan ke proses
2nd step PCR dengan primer PLU3 dan PLU4
d. Second step PCR dengan primer PLU3 dan PLU4
1) Tabung PCR disiapkan diberi kode sesuai dengan kode isolasi DNA yang
akan di PCR
2) Mix reagent disiapkan sesuai dengan jumlah sampel yang akan diperiksa
sebagai berikut :
2x reaksi mix 12,5 µl
Primer rPLU1 1 µl
Primer rPLU5 1 µl
ddH2O 7,5 µl
Total per reaksi : 22 µl
3) Mix reagen dibagi per tube PCR 22 µl
4) Template RNA ditambahkan 3µl ke masing-masing tube
5) Kontrol negatif ditambahkan di tube kontrol negatif, dan kontrol positif di
tube kontrol positif
6) Dilakukan spining down sampai tidak ada sampel/reagen yang tertinggal
menempel di dinding tabung.
7) Mesin thermocycle disiapkan untuk proses PCR
32
8) Sampel dimasukkan ke dalam mesin kemudian dilakukan proses PCR
dengan suhu thermocycle sebagai berikut:
1) Hot start 95 oC 4 menit 15 ‘
2) Cycle step 35 cycle
94 oC
62 oC
72 oC
30 detik
1 menit
1 menit
3) Final extention 72 oC 4 menit
4) Hold 12 oC
˷
9) Mesin ditunggu hingga selesai bekerja
10) Sampel dikeluarkan untuk kemudian dilanjutkan ke proses elektroforesis
(Hasil dinyatakan positif apabila target pita hasil elektroforesis dri produk
Nested PCR adalah 240 bp).
4. Pemetaan lingkungan
Pemetaan lingkungan dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi habitat
nyamuk Anopheles sp. Pemetaan dilakukan di wilayah calon ibukota negara
dengan menerbangkan drone dan merekam titik koordinat untuk dianalisis dengan
Geographical Information System (GIS).
5. Penentuan kerentanan vektor terhadap insektisida
Alat yang dipersiapkan adalah tabung standart WHO tanda merah untuk
tabung uji yang diisi dengan insektisida dan tabung standart WHO tanda warna
hijau sebagai kontrol. Untuk kontrol diisi dengan olive oil atau silicon oil
tergantung jenis insektisida.
Diidentifikasi nyamuk yang kenyang darah atau gravid hasil penangkapan di
lapangan dimasukkan di dalam tabung baik pada tabung uji maupun tabung
kontrol sebanyak 20-25 ekor/tabung. Kontak nyamuk dilakukan selama satu jam.
Setelah satu jam kotak nyamuk diambil dengan menggunakan aspirator dan
dimasukkan di dalam tabung tanda hijau untuk di- holding selama 24 jam untuk
33
menghitung kematian nyamuk. Pada proses holding nyamuk diberikan larutan
gula 10% dan ditutup dengan handuk basah (WHO, 2006; Herath, 1997). Status
kerentanan nyamuk dinyatakan dengan jika:
- Kematian sebesar 99-100% = peka
- 80-98% = toleran
- <80% = resisten
6. Uji Resistensi/ Uji Kerentanan Secara Molekuler
Resistensi vektor molekuler malaria terhadap insektisida dilakukan dengan
deteksi alel knockdown resistence gen (Kdr gen) pada gen Voltage Gated Sodium
Chanel (VGSC) dan Acetylcholinesterase (AcHe) menggunakan PCR untuk
amplifikasi gen target,.DNA nyamuk Aedes Aegypti dewasa di ekstraksi dengan
menggunakan reagen dari Qiagen. Kemudian dilakukan PCR dengan target VGSC
dan AcHe. Hasil PCR di baca keberadaan pita DNA nya dengan menggunakan gel
elektorforesis. Produk PCR yang terbaca pita DNA nya kemudian dilanjutkan
dengan purifikasi produk PCR dengan enzim exonuclease. Setelah itu dilakukan
PCR cycle sequencing dengan menggunakan reagen dari Appliedbiosytem,
kemudian dilakukan purifikasi produk cycle sequencing dengan menggunakan
Bigdye Xterminator. kemudian keberadaan point mutasi dilihat dengan sanger
sequencing menggunakan mesin GA 3500 dari applied biosystem.
6. Uji serotyping
Sampel serum terduga dengue di lakukan uji PCR dan sequencing untuk
mengetahui jenis serotype dengue yang menginfeksi. Sampel serum dilakukan
ekstraksi RNA virus dengan viral ektraction kit dari Qiagen. Kemudian dilakukan
uji one step RT-PCR dengan primer general dengue. Keberadaan virus dengue
dilihat dari ada tidaknya pita DNA saat elektroforesis. Jika di dapatkan pita
DNA saat eletroforesis maka serotype dengue di uji dengan menggunakan
sequencing. Hasil sequencing kemudian dilakukan BLAST di NCBI untuk
mengetahui jenis serotype dengue yang menginfeksi.
34
7. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi mengenai
upaya yang dilakukan untuk mencapai eliminasi malaria. Instrumen yang
digunakan adalah pedoman wawancara mendalam. Informan wawancara
mendalam adalah pemegang program malaria di tingkat provinsi, kabupaten dan
puskesmas, serta tokoh masyarakat. Materi yang ditanyakan meliputi upaya
penanggulangan malaria yang telah dilakukan, sumber daya, kerjasama lintas
program dan lintas sektor, serta surveilans yang dilakukan.
9. Manajemen dan Analisis Data
Manajemen data dimulai pada saat pengumpulan data hingga analisis data.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dengan metode kuantitatif
dan kualitatif.
35
BAB IV
HASIL
A. HASIL ASESMEN KOTA SALATIGA
1. Gambaran Umum Kota Salatiga
Secara administrasi Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan, yaitu Kecamatan
Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo, dengan jumlah kelurahan sebanyak 23
kelurahan. Luas wilayah Kota Salatiga tercatat sebesar 5,678 hektar atau 56,781 km2.
Seluruh wilayah Kota Salatiga dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Semarang, yaitu:
Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tuntang,
Sebelah Selatan: Kecamatan Getasan dan Kecamatan Tengaran,
Sebelah Timur : Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tengaran,
Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Getasan.
Kota Salatiga terletak di daerah dengan ketinggian 450-825 mdpl dan memiliki iklim tropis
dan berhawa sejuk, serta berada di daerah cekungan kaki gunung Merbabu, dan gunung-
gunung kecil antara lain Telomoyo dan Gajah Mungkur. Jumlah penduduk Kota Salatiga
pada semester tahun 2019 sebanyak 195.010 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki
sebanyak 96.662 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 98.348 jiwa.
2. Serotyping Virus Dengue
Serotyping virus dengue dilakukan dengan tujuan untuk identifikasi serotype virus
dengue yang beredar di Kota Salatiga. Sampel yang digunakan adalah serum darah yang
diperoleh dari rumah sakit di Kota Salatiga. Kerjasama dengan rumah sakit diprakarsai
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Kriteria inklusi dalam pengambilan sampel
serum adalah:
1. Pasien yang didiagnosis kasus demam dengue oleh tenaga medis.
2. Pasien dengan demam disertai 2 atau lebih gejalan berikut: sakit kepala, nyeri di
belakang bola mata, pegal, nyeri sendi, dan ruam.
3. Manifestasi pendarahan berupa trombositopenia (opsional).
36
Adapun kriteria eksklusi adalah:
1. Pasien infeksi dengue yang didiagnosis sebagai demam berdarah dengue (DBD)
atau dengue shock syndrome (DSS)
2. Sampel serum telah rusak.
Berdasarkan kriteria di atas, telah diperoleh sampel sebanyak 36 sampel dari
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. Sampel serum terduga dengue di lakukan
uji PCR dan sequencing untuk mengetahui jenis serotype dengue yang menginfeksi.
Sampel serum dilakukan ekstraksi RNA virus dengan viral ektraction kit dari Qiagen.
Kemudian dilakukan uji one step RT-PCR dengan primer general dengue. Keberadaan
virus dengue dilihat dari ada tidaknya pita DNA saat elektroforesis. Jika didapatkan
pita DNA saat eletroforesis maka serotype dengue diuji dengan menggunakan
sequencing. Hasil sequencing kemudian dilakukan BLAST di NCBI untuk mengetahui
jenis serotype dengue yang menginfeksi.
Persentase hasil pemeriksaan pada igG, igM serta pemeriksaan dengan metode
PCR pada sampel, disajikan pada Gambar 1. Proporsi hasil sequencing virus dengue
yang diperoleh dari pemeriksaan PCR positif, disajikan pada Gambar 2.
Gambar 3. Persentase Hasil Pemeriksaan igG, igM dan PCR pada Sampel Serum Kota
Salatiga Tahun 2019
37
Gambar 4. Proporsi Hasil Sequencing Virus Dengue berdasarkan Serotipe Dengue pada
Sampel Serum Kota Salatiga Tahun 2019
3. Uji Resistensi terhadap Insektisida
Uji resistensi dilakukan pada sampel jentik yang diambil dari 8 (delapan)
kelurahan endemis di Kota Salatiga pada tahun 2019, sedangkan untuk
pembanding adalah hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 di 2 (dua)
kelurahan (Gambar 5). Jentik yang diperoleh dikembangbiakkan hingga dapat
memenuhi jumlah nyamuk sesuai kebutuhan uji untuk 8 (delapan) jenis
insektisida, masing-masing 4 (empat) ulangan dengan 1 (satu) kontrol. Setiap
ulangan dan kontrol masing-masing membutuhkan sebanyak 25 ekor nyamuk uji.
Hasil uji resistensi secara konvensional dipresentasikan pada Tabel 3.
38
Gambar 5. Lokasi Pengambilan Sampel Jentik Uji Resistensi Kota Salatiga Tahun 2019
Tabel 1. Hasil Uji Resistensi secara Konvensional Nyamuk Aedes sp Kota Salatiga
Tahun 2019
No. Insektisida
Konsentrasi
(%) Kematian Nyamuk / Kelurahan (%)
Kete-
rangan
Sidorejo
Lor
Mangun
sari Tegalrejo Ledok
Tingkir
Lor Dukuh
Kauman
Kidul
Kecan
dran
1 Cypermetrin 0,05 56 22 0 8 - 27 3 0 Resisten
2 Propoxur 0,1 13 0 12 0 7 5 0 0 Resisten
3 Fenitrotion 1 57 60 53 60 60 60 58 0 Resisten
4 Lamdasihalotrin 0,03 60 35 40 6 10 19 5 28 Resisten
5 Permetrin 0,25 60 11 31 7 4 11 7 0 Resisten
6 Bendiocarb 0,1 60 17 23 4 10 10 13 0 Resisten
7 Deltametrin 0,05 55 57 57 29 33 47 8 0 Resisten
8 Malation 5 35 60 37 34 60 59 60 56 Resisten
Berdasarkan hasil uji resistensi konvensional dengan hasil semuanya
resisten, dilakukan uji resistensi insektisida secara molekuler sebagai upaya
konfirmasi hasil. Uji resistensi vektor terhadap insektisida secara molekuler
dilakukan dengan deteksi alel knockdown resistence gen (Kdr gen) pada gen
Voltage Gated Sodium Chanel (VGSC) dan Acetylcholinesterase (AcHe)
menggunakan polimerase chain reaction (PCR) untuk amplifikasi gen target.
Hasil uji resistensi secara molekuler disajikan pada Tabel 2.
39
Tabel 2. Hasil Uji Resistensi secara Molekuer Sampel Vektor DBD
Kota Salatiga Tahun 2019
Kelurahan
Status Mutasi
2019 2014
Asetil
Kolinesterase
VGSC Asetil
Kolinesterase
VGSC
Sidorejo Lor Tidak Mutasi Mutasi
Ledok Tidak Mutasi Mutasi
Tegalrejo Tidak Mutasi Mutasi
Dukuh Tidak Mutasi Mutasi
Tingkir Lor Tidak Mutasi Mutasi
Kecandran Tidak Mutasi Mutasi
Kauman Kidul Tidak Mutasi Mutasi
Mangunsari Tidak Mutasi Mutasi
Gendongan Tidak Mutasi Tidak Mutasi
Sidorejo Kidul Tidak Mutasi Mutasi
Keterangan:
- Asetilkolinesterase : Gen resisten terhadap Organofosfat dan Karbamat
- VGSC : Gen resisten terhadap Piretroid
4. Survei Jentik Vektor DBD
Pelaksanaan survei jentik dilakukan dengan kunjungan rumah/bangunan
dan memantau seluruh tempat penampungan air (TPA) yang berada di dalam
maupun di luar rumah. Hasil pemantauan dicatat pada formulir yang sudah
disediakan (terlampir). Pelaksana pemantauan di lapangan adalah kader DBD
dan anggota kelurahan siaga (Kelsi) dari (8) delapan kelurahan endemis,
didampingi tim dari B2P2VRP, Dinas Kesehatan Kota Salatiga dan Puskesmas.
Kegiatan asesmen di Kota Salatiga merupakan salah satu bentuk upaya
penanggulangan DBD, sehingga pada waktu melakukan survei jentik sekaligus
dilakukan upaya penyuluhan individu untuk PSN khususnya kepada keluarga
dengan positif jentik, pemberian larvasida dan lainnya tergantung inisiatif
masing-masing wilayah dengan tetap di bawah koordinasi Dinas Kesehatan dan
tim B2P2VRP.
Survei jentik dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada Bulan Maret dan Bulan
Oktober 2019. Pada survei jentik ke-1 dilakukan di 8 (delapan) kelurahan
40
endemis DBD di Kota Salatiga dan apabila ditemukan jentik pada
rumah/bangunan yang dikunjungi diambil jentiknya untuk dibawa ke
laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit (B2P2VRP) Salatiga.
Pada survei jentik ke-2 juga dilakukan di delapan kelurahan endemis DBD
di Kota Salatiga pada Bulan Oktober 2019, dengan pertimbangan pada bulan
tersebut merupakan musim pancaroba memasuki musim hujan. Pada
pemantauan jentik ke-2 ini, selain dilakukan untuk mengetahui indikator
entomologi, pada rumah positif jentik dilakukan upaya pengendalian vektor
seperti larvasidasi, pemanfaatan ikan pemakan jentik atau lainnya.
Gambar 6. Angka Bebas Jentik ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam
Berdarah Dengue Kota Salatiga Tahun 2019
41
Gambar 7. Container Index ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam Berdarah
Dengue Kota Salatiga Tahun 2019
Gambar 8. Breteau Index ke-1 dan ke-2 di Kelurahan Endemis Demam Berdarah Dengue
Kota Salatiga Tahun 2019
42
B. HASIL ASESMEN KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
1. Gambaran Umum Wilayah Asesmen
Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak pada 6°21' - 7°10' Lintang
Selatan dan 104°48"-106°11' Bujur Timur, memiliki luas 2.747,89 Km2 (274.689,91
ha), atau 29,98% dari luas Provinsi Banten. Kota Pandeglang sebagai Ibukota
Kabupaten terletak pada jarak 23 km dari Ibu kota Propinsi Banten (Serang) dan 111
km Ibu kota Negara, Jakarta. Sejak bulan juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi
menjadi 35 kecamatan, 326 desa dan 13 Kelurahan, dengan batas-batas administrasi :
Sebelah utara : Kabupaten Serang
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Sebelah barat : Selat Sunda
Sebelah timur : Kabupaten Lebak
Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2017, jumlah penduduk
Kabupaten Pandeglang tercatat sebanyak 1.205.203 jiwa. Selama periode 1990-2000
rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) menunjukan angka sekitar 2,31% per
tahun, sedangkan pada periode 2000-2010 rata-rata LPP mancapai 1,30%, berdasarkan
data LPP di atas dimana pada periode 2000-2009 angkanya lebih kecil dibandingkan
periode sebelumnya dan tahun 2017 sebesar 0,47%. Masalah kependudukan di
Kabupaten Pandeglang adalah sebaran penduduk yang tidak merata, yang berdampak
pada persebaran penduduk yang tidak merata, akses penduduk terhadap daya dukung
lingkungan fisik maupun sosial tidak berimbang, serta perbedaan tingkat kemudahan
(akses) penduduk terhadap berbagai fasilitas baik fisik maupun sosial antara penduduk
perkotaan dengan penduduk di pedesaan.
Puskesmas Sumur merupakan salah satu UPT Puskesmas yang berada di
samping jalan raya Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Jarak Puskesmas Sumur ke ibukota kabupaten ±110 KM, dengan
batas wilayah:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cimanggu
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
Sebelah Selatan berbatasan dengan TNUK
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cimanggu
43
Wilayah Kecamatan Sumur merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggu,
dengan luas wilayah ±3.857 Ha. Jumlah desa wilayah kerja Puskesmas Sumur
sebanyak 7 desa, dengan 35 RW dan 88 RT. Jumlah penduduk wilayah kerja
Puskesmas Sumur pada tahun 2017 sebanyak 24.375 jiwa, sedangkan jumlah kepala
keluarga (KK) sebanyak 5.503 KK.
2. Situasi Malaria di Kabupaten Pandeglang
Situasi malaria di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2016 hingga 2019
cenderung menurun, disajikan pada Gambar 6, sebagai berikut:
Gambar 9. Jumlah Penderita Malaria Kabupaten Pandeglang Tahun 2016-2019
Penderita malaria yang ditemukan di Kabupaten Pandeglang, mayoritas adalah
laki-laki dari tahun 2016 hingga 2019. Seiring dengan turunnya penderita malaria di
Kabupaten Pandeglang, penderita indigenous juga turut menurun, begitu pula kasus
inpor dan relaps. Sedangkan plasmodium yang beredar di Kabupaten Pandeglang
terbanyak adalah plasmodium vivax. Situasi penderita malaria tahun 2016-2019
disajikan dapa Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10.
44
Gambar 10. Penderita Malaria berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten Pandeglang Tahun 2016-2019
Gambar 11. Penderita Malaria berdasarkan Cara Penularan Kabupaten
Pandeglang Tahun 2016-2019
45
Gambar 12. Penderita Malaria berdasarkan Plasmodium Kabupaten Pandeglang
Tahun 2016-2019
3. Survei Vektor Malaria
a. Survei Jentik
Semua genangan air yang berpotensi sebagai habitat nyamuk disurvei jentiknya
dengan menciduk airnya dengan dipper volume + 350 ml yang telah tersedia
sebanyak 10 kali cidukan. Jentik yang ditemukan dimasukkan ke dalam tabung
diberi label dan dibawa ke stasiun lapangan untuk dipelihara atau diidentifikasi.
Survei jentik dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu: pada saat survei pendahuluan,
survei jentik di Sanghyang Sirah dan survei jentik di Desa Taman Jaya, Kecamatan
Sumur. Hasil survei jentik disajikan pada Tabel 1.
46
Tabel 3. Hasil Survei Jentik di Wilayah Lokasi Sanghyang Sirah Kecamatan
Sumur, Kabupaten Pandeglang Tahun 2019
No. Habitat Luas(m2) Kedalaman
(cm)
Kadar
garam
(‰)
Tanaman Jumlah
jentik
Jumlah
pupa Keterangan
KOLEKSI I:
1 Kobakan 1,6 10 s/d 30 36 Tidak ada 0 0
2 Kobakan 1,0 10 s/d 30 38
Tidak ada
0 0
3 Kobakan 0,5 10 s/d 30 38
Tidak ada
0 0
4 Sungai 0 seresah 27 0 An barbumbrosus (19)
An flavirostris (8)
5 Sungai 0 seresah 23 2 An barbumbrosus (14)
An flavirostris (9)
6 Sumur Belik) 1 10 s/d 50 0 lumut 19 0 An barbumbrosus (19)
7 Genangan air 50 ± 100 0 seresah 38 3 An barbumbrosus (13)
An flavirostris (12)
An aitkenii group (2)
Culex sp (11)
KOLEKSI II:
1 Sungai 0 seresah 36 4 An barbumbrosus (19)
An flavirostris (21)
2 Sungai 0 seresah 43 11 An barbumbrosus (43)
An flavirostris (11)
3 Sumur Belik 1 10 s/d 50 0 lumut 1 0 An barbumbrosus (1)
4 Genangan air(
dalam gua )
50 ± 100 0 seresah 35 0
An barbumbrosus (13)
An flavirostris (15)
Culex mammilifer (7)
5
Genangan air
(anas) 2:00 20-30 0 Tidak ada 1 0 An flavirostris
6
Sungai ( dasar
lumpur)
5.- 10 0 seresah 0 0
KOLEKSI III:
1 Sungai 3 X 500 10 - '50 0 seresah,
lumut,
ranting 16 3
2 Muara Sungai 5 X 50 10 - 100 38 lumut 43 12
Jentik Anopheles
subpictus
Jentik Culex sp
b. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu di lokasi ziarah
Sanghyang Sirah dan Desa Taman Jaya yang merupakan desa dekat pantai menuju
Sanghyang Sirah dan merupakan tempat tinggal kasus malaria tahun 2019. Kasus
merupakan salah satu porter yang sering keluar masuk lokasi ziarah Sanghyang
Sirah. Hasil penangkapan nyamuk di Lokasi Sanghyang Sirah pada Bulan Agustus
2019 tidak ditemukan nyamuk sama sekali, dikarenakan angin kencang dan lokasi
47
terletak di pinggir pantai, sehingga sedikit tempat untuk berlindung nyamuk. Pada
penangkapan ke 2 pada Bulan Oktober 2019, memperoleh hasil yang hampir sama,
nyamuk Anopheles tidah ditemukan dikarenakan angin kencang di desa tempat
melakukan penangkapan nyamuk. Hasil penangkapan hanya diperoleh 1 (satu)
spesies, yaitu Culex quinquefasciatus, seperti disajikan pada Gambar 11.
Gambar 13. Culex quinquefasciatus Tertangkap selama 12 Jam di Desa Taman Jaya,
Kabupaten Banten, Tahun 2019
4. Pelaksanaan Program Pengendalian Malaria
Program pengendalian malaria di wilayah Kabupaten Pandeglang dilakukan
dengan kegiatan penemuan dan pengobatan kasus, upaya pencegahan, surveilans,
penyelidikan epidemiologi (PE) dan pengendalian vektor. Penemuan dan
pengobatan kasus malaria dilakukan dengan kegiatan mass blood survei (MBS),
active case detection (ACD), serta passive case detection (PCD). Penderita suspek
diperiksa RDT dan diambil slide, jika hasil positif, diberikan obat sesuai jenis
parasitnya. Jika pada penderita ditemukan plasmodium Falciparum, diberikan ACT
9-12 tablet untuk 3 hari +1 tablet primaquine, sedangkan apabila plasmodium vivax
diberikan ACT 9-12 tablet untuk 3 hari +14 tablet primaquine.
Upaya pencegahan malaria yang dilakukan oleh program terutama dalam
mendukung upaya eliminasi malaria antara lain; penyuluhan kepada masyarakat,
pembagian kelambu, PE kasus dan survei kontak, larvasiding jika ditemukan jentik.
48
Penyelidikan epidemiologi dilakukan pada penderita dan sekitar wilayah penderita
menggunakan lembar PE. Jika kasus indigenous dilakukan pemeriksaan jentik dan
survey kontak kurang lebih 25 orang. Jika kasus impor maka dilakukan pada
pemeriksaan terhadap kelompok yang bepergian dan dilanjutkan dengan dibuatkan
notifikasi. Pada kasus impor, PE dan survei kontak dilakukan pada kelompok yang
bepergian. Jika penderita berada di wilayah reseptif maka dilakukan survey jentik
dan dilakukan larvasiding. Upaya untuk melakukan skrining kepada masyarakat
yang sedang berwisata ke wilayah endemis belum berjalan, sehingga jika ada kasus
baru tidak dapat diketahui apakah kasus impor atau indigenous, sebeleum dilakukan
PE lebih dalam.
Promkes belum optimal karena yang melakukan hanya program belum lintas
program dan lintas sektor. Promkes yang dilakukan lebih banyak tentang bahaya
malaria, cara penularannya dan pengobatannya. Kerjasama lintas sektor telah
diupayakan melalui rapat koordinasi dengan berbagai lintas sektor, namun dalam
pelaksanaanya hanya Dinkes yang kerjakan. Peran serta dari masyarakat dinilai
masih kurang optimal. Puskesmas juga tidak banyak yang mengawal dalam promosi
eliminasi malaria, sedangkan dinkes kabupaten tidak bisa terus menerus turun untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat.
Pengendalian vektor yang dilakukan adalah larvasidasi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk, di mana pada saat survei jentik ditemukan jentik
Anopheles. Kendala yang dihadapi oleh program adalah kurang optimalnya
dukungan lintas sektor maupun masyarakat dalam penanganan malaria menuju
eliminasi. Upaya yang dilakukan khususnya di lokasi terisolir Sanghyang Sirah telah
dilakukan kerjasama dengan pihak Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dalam
upaya screening kasus malaria terhadap pekerja di lingkungan TNUK.
C. HASIL ASESMEN KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA DAN
PENAJAM PASER UTARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai luas wilayah 27.263,10
km2 dengan luas perairan kurang lebih 4.097 km2 terletak pada garis bujur
49
antara 115o26'28" BT sampai dengan 117o36'43" BT serta terletak pada
garis lintang 1o28'21" LU - 1o08'06" LS. Secara administrasi pemerintahan
Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri atas 18 kecamatan dan 237
desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai batas-
batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai
Timur dan Kota Bontang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Samarinda.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Balikpapan dan Kabupaten
Panajam Paser Utara.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat.
Penduduk pada tahun 2018 berjumlah 769.337 yang terdiri dari 403.824 orang
laki-laki dan 365.513 orang perempuan. Jumlah penduduk usia balita (0 – 4 tahun):
74.871 jiwa, anak-anak dan remaja usia 5 – 14 tahun: 139.793 jiwa, penduduk usia
15 – 75 ≥ adalah 554.673 jiwa. Dari komposisi per-kelompok usia maka di ketahui
angka beban tanggungan (dependency ratio) sebesar 0,47. Hal ini berarti setiap 100
orang usia produktif menanggung beban sebanyak 47 orang usia tidak produktif.
Penajam Paser Utara memiliki Luas Wilayah 3.333.06 Km2, yang terdiri dari
3.060.82 km2 luas daratan dan 272.24 km2 luas lautan. Secara geografis penajam paser
utara berbatasan langsung dengan Balikpapan, Kutai kartanegara, Paser dan Selat
Makas sar di sebelah timur. Sejak berdiri pada tanggal 10 April 2002 Kabupaten
Penajam Paser Utara memiliki empat kecamatan yaitu kecamatan Babulu, Waru,
Penajam dan Sepaku. Adapun yang terluas wilayahnya yaitu kecamatan Penajam,
dengan luas 1.207,37 km2 ,sedangkan Kecamatan terkecil wilayahnya adalah
Kecamatan Babulu dengan Luas 399,45 km2 .
Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan bagian integral dari wilayah
Propinsi Kalimantan Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
tanggal 10 April 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Secara administratif pemerintahan terbagi dalam 4 kecamatan, 24 Kelurahan dan 30
Desa, jadi jumlah desa dan kelurahan yaitu 54. Kabupaten Penajam Paser Utara
mempunyai batas-batas wilayahnya sebagai berikut :
50
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Loa Janan,
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kota Balikpapan dan Selat Makasar.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Longkali, Kabupaten Paser dan
Selat Makasar.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bongan Kabupaten Kutai Barat dan
Kecamatan Longkali Kabupaten Paser.
Jumlah penduduk Kabupaten PPU sebanyak 159.386 jiwa, dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 83.281 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak
76.105 jiwa, dengan angka beban tanggungan 51. Jumlah Penduduk tertinggi terdapat
di kecamatan penajam dengan jumlah penduduk sebanyak 76.941 jiwa, jumlah
penduduk di kecamatan babulu sebanyak 32.515, jumlah penduduk di kecamatan
sepaku sebanyak 31.814 jiwa, dan jumlah penduduk terendah terdapat di kecamatan
Waru dengan jumlah penduduk sebanyak 18.116 jiwa.
2. Situasi Malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara
Penyakit Malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2018
mengalami peningkatan dibandingkan dengan kasus malaria tahun 2017, yaitu 58
kasus menjadi 95 kasus tahun 2018, namun tidak termasuk kejadian luar biasa (KLB).
Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) kasus malaria di Kabupaten Kutai
Kartanegara 98% adalah kasus impor dari Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten
Penajam Pasir Utara. Anual Parasit Insiden (API) malaria tahun 2018 sebesar
0,1/1000 penduduk dan bila dibandingkan dengan API tahun 2017 yaitu 0,04 / 1000
penduduk, maka API pada tahun 2018 mengalami kenaikan. API tertinggi terdapat
di Puskesmas Jonggon Jaya ( API 1,88 / 1000 penduduk) dan API terendah terdapat
di Puskesmas Loa Kulu (API = 0,02 / 1000 penduduk ). Sedangkan di 15 Puskesmas
tidak terdapat kasus malaria.
3. Situasi Malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara
Kasus malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dalam 3 (tiga) tahun
terakhir mengalami peningkatan. Jumlah kasus malaria pada tahun 2016 sebanyak
51
678 kasus dengan API 4,1/1.000 penduduk, pada tahun 2017 sebanyak 933 kasus
dengan API 4,45/1.000 penduduk dan pada tahun 2018 sebanyak 1.167 kasus dengan
API sebesar 7,3/1.000 penduduk. Kasus tertinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Sotek. Kejadian kasus terjadi peningkatan pada awal tahun dan meningkat kembali
pada akhir tahun (Gambar 12).
Gambar 14. Kasus Malaria menurut Bulan Kabupaten PPU Tahun 2016-2018
Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan Dinas
Kesehatan Kabupaten PPU diperoleh hasil bahwa, kasus malaria pada tahun 2018
sebesar 70% berada di wilayah Kabupaten Paser, Muara Toyu. Hal ini disebabkan
adanya pembukaan lahan hutan tanaman industri (HTI) oleh PT. Fajar, yang
berdampak pada keberadaan para ‘’Pengrajin Kayu’’ yang memanfaatan kayu
limbah dan kayu ulin yang merupakan kayu masyarakat. Para ‘’Pengrajin Kayu’’
biasanya bekerja pada sore hari hingga malam hari, dengan alasan tidak mengganggu
aktifitas perusahaan dan dibatasi oleh perusahaan dan pada malam hari tidak panas.
Mereka membangun basecamp tenda biru di dekat perindukan nyamuk dan sering
buka baju dan tidak menggunakan obat anti nyamuk.
52
4. Hasil Survei Vektor di Kabupaten Kutai Kartanegara
a. Survei Jentik
Survei jentik di Kabupaten Kutai Kartanegara dilakukan di Desa Karya
Merdeka, Kecamatan Semboja. Hasil survei jentik secara umum diperoleh Genus
Culex dan Anopheles dengan habitat kolam, kobakan, dan kobangan kerbau. Hasil
koleksi jentik disajikan pada Tabel 4 .
Tabel 4. Hasil Koleksi Jentik di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2019
No. Habitat Luas(m2) Kedalaman
(cm)
Kadar
garam
(‰)
Tanaman Jumlah
jentik
Jumlah
pupa Keterangan
1 Kolam 30 - 0 Kangkung 37 4 Culex sp (9)
Anopheles sp
(25)
2 Kobangan
kerbau
16,0 10 s/d 30 0 - 3 0
3 Kobakan 6 10 s/d 30 0 Rumput 26 0 Anopheles sp
(21)
4 Kolam 80 10 s/d 30 0 Kangkung 0 0 -
b. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dewasa dilakukan selama 12 jam dari jam 18.00-06.00. Hasil
penangkapan dengan umpan orang dalam (UOD), umpan orang luar (UOL) dan
umpan ternak (UT) di Kabupaten Kutai Kartanegara secara umum diperoleh berbagai
Genus, antara lain Anopheles, Culex, Armigeres, Mansonia dan Coquillettidia. Hasil
survei nyamuk di Desa Sei Merdeka dengan UOD, UOL dan UT disajikan pada
Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15.
53
Gambar 15. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) di Desa Sei
Merdeka, Samboja, Kutai Kertanegara Tahun 2019
Gambar 16. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Luar Rumah (UOL) di Desa Sei
Merdeka, Samboja, Kutai Kertanegara Tahun 2019
54
Gambar 17. Hasil Survei Nyamuk Umpan Ternak (UT) di Desa Sei Merdeka,
Samboja, Kutai Kertanegara Tahun 2019
5. Hasil Survei Vektor di Kabupaten Penajam Paser Utara
a. Survei Jentik
Survei jentik di Kabupaten Penajam Paser Utara dilakukan di Desa Semoi
Dua, Kecamatan Sepaku. Hasil survei jentik secara umum diperoleh Genus Culex dan
Anopheles dengan habitat sungai, kobakan (genangan air) dan sumur belik. Hasil
koleksi jentik disajikan pada Tabel 5 .
Tabel 5. Hasil Koleksi Jentik di Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Kabupaten
Penajam Paser Utara Tahun 2019
No. Habitat Luas
(m2)
Kedalaman
(cm)
Kadar
garam
(‰)
Tanaman Jumlah
jentik
Jumlah
pupa Keterangan
1 Sungai kl 100 0 Seresah,
rumput 12 0
An barbirostris
(12)
2 Sungai kl 150 0 Rumput 0 0
3 Sumur Belik 4 10 s/d 100 0
Seresah 38 3
An barbirostris
(18)
Culex sp (16)
4 Genangan air
( dibawah rumah ) 50 ± 100 0 Seresah 0 0
5 Genangan air 0:00 ±200 0 Rumput 0 0
6
Sungai ( dasar
lumpur) ± 100 0
Seresah,
rumput 11 0
An barbirostris
(11)
55
b. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dewasa dilakukan selama 12 jam dari jam 18.00-06.00. Hasil
penangkapan dengan umpan orang dalam (UOD), umpan orang luar (UOL) dan
umpan ternak (UT) di Kabupaten Penajam Paser Utara secara umum diperoleh
berbagai Genus, antara lain Anopheles, Aedes, Culex, Armigeres, Mansonia dan
Coquillettidia. Hasil survei nyamuk di Semoi Dua, Kecamatan Sepaku dengan UOD,
UOL dan UT disajikan pada Gambar 16, Gambar 17 dan Gambar 18.
Gambar 18. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam Rumah (UOD) di Desa
Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019
56
Gambar 19. Hasil Survei Nyamuk Umpan Orang Luar Rumah (UOL) di Desa
Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019
Gambar 20. Hasil Survei Nyamuk Umpan Ternak (UT) di Desa Semoi Dua,
Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara Tahun 2019
57
6. Hasil Pemeriksaan Nyamuk di Laboratorium
Nyamuk tertangkap yang telah dilakukan pembedahan diambil toraknya untuk
selanjutnya diperiksa dengan metode polymerasi chain reaction (PCR) di
Laboratorium B2P2VRP Salatiga. Hasil PCR disajikan pada Tabel
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan PCR Sampel Nyamuk Kecamatan Sepaku Kabupaten
Penajam Paser Utara dan Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun
2019
No Spesies Kode/Jam Lokasi Hasil
1 An.vagus KDG 23-24 Sepaku Negatif
2 An.vagus KDG 01-02 Sepaku Negatif
3 An.vagus KDG 18-19 Sepaku Negatif
4 An.vagus KDG 03-04 Sepaku Negatif
5 An.vagus KDG 24-01 Sepaku Negatif
6 An.vagus KDG 02-03 Sepaku Negatif
7 An.Kochi KDG 03 - 04 Sepaku Negatif
8 An.Kochi KDG 18-19 Sepaku Negatif
9 An.barbirostris KDG 18-19 Sepaku Negatif
10 An.flavirostris KDG 01-02 Sepaku Negatif
11 An.vagus KDG 22-23 Samboja Negatif
12 An.vagus KDG 02-03 Samboja Negatif
13 An.indiana KDG 18-19 Samboja Negatif
14 An.vagus KDG 21-22 Samboja Negatif
15 An.vagus KDG 05-06 Samboja Negatif
16 An.vagus KDG 04-05 Samboja Negatif
17 An.vagus KDG 20-21 Samboja Negatif
18 An.vagus KDG 19-20 Samboja Negatif
19 An.vagus KDG 18-19 Samboja Negatif
KDG = Kandang/Umpan Ternak (UT)
7. Pemetaan Habitat Vektor
a. Kabupaten Kutai Kertanegara
Lokasi pemetaan tempat perkembangbiakan nyamuk berada di wilayah
kerja Puskesmas Sei Merdeka berada di Kelurahan Sei Merdeka, Kecamatan
Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Habitat yang ditemukan sebagai
58
tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp berupa berupa rawa-rawa.
Hasil pemetaan yang telah dilakukan disajikan sebagai berikut:
Gambar 21. Peta Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Vektor Malaria di Desa
Sei Merdeka, Kecamatan Samboja, Kutai Kertanegara
b. Kabupaten Penajam Paser Utara
Lokasi pemetaan tempat perkembangbiakan nyamuk berada di wilayah
kerja Puskesmas Semoi Dua, tepatnya berada di Desa Semoi Dua, Kecamatan
Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Hasil pemetaan penggunaan lahan dan
tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa habitat yang memungkinkan sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp adalah berupa sungai berair.
59
Gambar 22. Peta Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Vektor Malaria di Desa
Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara
60
BAB V
PEMBAHASAN
Situasi DBD di Kota Salatiga pada tahun 2019 mengalami kenaikan dalam 3 (tiga)
tahun terakhir, pada tahun 2017 penderita DBD sebanyak 18 penderita, pada tahun 2018
34 penderita dan pada tahun 2019 hingga akhir tahun tercatat 47 penderita dengan 1
kasus kematian. Incidence rate (IR) DBD pada tahun 2019 sebesar 25/100.000
penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 2,13%. Berdasarkan hasil evaluasi
triwulan 2 tahun 2019 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, IR DBD Kota Salatiga
(22,16/100.000 penduduk) pada triwulan 2 tahun 2019 sedikit lebih tinggi dibandingkan
IR DBD Jawa Tengah (22,08/100.000 penduduk).(19,20) Berdasarkan kelompok umur
penderita DBD di Kota Salatiga, pada tahun 2019 terbanyak pada kelompok umur 5-14
tahun sebesar 46,8% dan pada tahun 2018 terbanyak pada kelompok umur 15-44 tahun
sebesar 43,3%. Pola tersebut sesuai dengan pola kejadian DBD secara nasional, bahwa
kelompok umur tertinggi pada 4-15 tahun dan mulai tahun 1999 terjadi peningkatan
pada kelompok umur produktif, yaitu >15 tahun, akan tetapi kelompok umur 5-14 tahun
masih tetap stabil tinggi.(4,7)
Berdasarkan stratifikasi endemisitas Kota Salatiga tahun 2018 dilaporkan
sebanyak 8 (delapan) kelurahan merupakan wilayah endemis DBD, 14 kelurahan
merupakan wilayah sporadis dan 1 kelurahan merupakan wilayah potensial. Pada tahun
2019 wilayah kelurahan yang terdapat kasus DBD sebanyak 15 kelurahan dari 23
kelurahan yang ada di wilayah Kota Salatiga dan kelurahan dengan penderita DBD
terbanyak adalah kelurahan Dukuh.(4)
Virus dengue yang ada saat ini adalah Dengue1, Dengue2, Dengue3 dan Dengue4.
Seseorang yang terinfeksi dengan salah satu serotipe virus, akan terjadi kekebalan
terhadap serotipe virus yang sama. Namun demikian, pada infeksi sekunder dengan
serotipe virus dengue yang berbeda sering terjadi manifestasi dengan derajat keparahan
yang lebih tinggi.(1) Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan PCR, diketahui
bahwa sampel demam dengue yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga, diketahui bahwa ditemukan serotipe Dengue4, yang pada survei tahun 2013
ditemukan Dengue1, Dengue2 dan Dengue3.
61
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh B2P2VRP Salatiga pada tahun
2019, diketahui bahwa empat serotipe virus Dengue semuanya telah beredar di Kota
Salatiga. Hal ini kemungkinan penyebab meningkatnya jumlah penderita DBD di Kota
Salatiga dan terjadi kematian, karena kerentanan terhadap serotipe Dengue4 masih
tinggi. Survei serotipe dengue dapat dimanfaatkan antara lain untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya peningkatan kasus atau wabah di suatu wilayah, surveilans
virus, serta pengembangan vaksin.(21)
Penggunaan insektisida yang berulang dalam jangka lama dapat menyebabkan
resistensi, baik insektisida tersebut digunakan oleh program kesehatan, rumah tangga
maupun pertanian. Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang diakibatkan oleh
seleksi pada serangga yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.(22)
Berdasarkan hasil uji resistensi yang dilakukan di laboratorium B2P2VRP dengan
62
sampel jentik yang diambil dari lapangan/wilayah Kota Salatiga, diketahui bahwa
nyamuk Aedes aegypti yang diuji secara konvensional dengan menggunakan
impregnated paper semuanya (dari 8 kelurahan) resisten terhadap insektisida Nyamuk
Ae. Aegypti di Kota Salatiga telah resisten terhadap insektisida malathion, bendiocarb,
lambdasihalotrin, deltametrin, permetrin, sipermetrin, fenitotrion, propuxur. Resistensi
terhadap insektisida golongan Piretroid telah sampai pada tingkat mutasi genetik.
Resistensi terhadap insektisida golongan Organofosfat bukan terjadi pada tingkat
molekuler, tetapi pada tingkat enzim metabolik. Hal ini yang masih ada peluang untuk
menggunakan organofosfat dan karbamat untuk pengendalian vektor DBD.
Peningkatan kasus DBD di Kota Salatiga ditindak lanjuti dengan upaya larvasidasi
dan pemanfaatan ikan pemakan jentik sesuai kondisi wilayah kelurahan. Larvasidasi
dilakukan dengan kunjungan kader dan tim peneliti ke rumah warga, sekaligus
memberikan penyuluhan secara individu kepada rumah tangga yang dikunjungi. Pada
waktu larvasidasi sekaligus dilakukan survei entomologi untuk mengukur indikator
berupa angka bebas jentik (ABJ), CI dan BI. Hasil survei entomologi pada 2 (dua) kali
kegiatan secara umum menunjukkan peningkatan pada ABJ (Gambar 5), penurunan CI
(Gambar 6) dan penurunan BI (Gambar 7). Indikator tersebut terkait dengan keberadaan
tempat penampungan air (TPA) buatan yang merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap penularan DBD.(23)
Hasil pemantauan jentik yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan ABJ,
namun demikian apabila dianalisis dengan melihat density figure (DF), Kota Salatiga
termasuk dalam wilayah dengan potensi sedang dalam penularan DBD (24). Keberadaan
TPA adalah di dalam dan sekitar rumah/bangunan, sehingga untuk mengurangi risiko
penularan terkait dengan keberadaan vektor DBD (Ae. aegypti dan Ae. albopictus)
membutuhkan peran serta aktif masyarakat. Strategi program pengendalian DBD
nasional salah satunya adalah pengendalian vektor penular DBD dengan
mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat dan peran serta masyarakat, dalam
rangka mewujudkan tujuan program, yaitu mengendalikan populasi vektor hingga ABJ
>95% untuk membatasi penularan DBD. Upaya yang mudah dan murah dalam
penanggulangan DBD adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN).(1)
63
Provinsi Banten ditergetkan mencapai status eliminasi malaria pada tahun 2015.
Sebanyak 6 (enam) kabupaten/kota telah mencapai status eliminasi malari pada tahun
2014, namun masih 2 (dua) kabupaten yang belum mencapai status eliminasi hingga
tahun 2019, yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.(25) Situasi kasus malaria
di Kabupaten Pandeglang cenderung menurun dari tahun ke tahun, akan tetapi dalam 3
(tiga) tahun terakhir masih selalu ada kasus malaria. Pada tahun 2017 dan 2018 bahkan
masih ditemukan kasus malaria indigenous dengan plasmodium falciparum.
Berdasarkan hasil survei entomologi di lokasi ziarah Sanghyang Sirah, ditemukan
jentik Anopheles, terutama An. flavirostris yang merupakan vektor malaria di seluruh
kepulauan Indonesia.(10) Sedangkan di Desa Taman Jaya ditemukan jentik nyamuk An.
subpictus yang juga merupakan vektor malaria di Pulau Jawa. Keberadaan manusia
manusia merupakan aspek penting dalam perkembangan plasmodium secara aseksual,
di mana sporozoit berkembang menjadi gametocit dalam tubuh manusia dan bila masuk
dalam tubuh nyamuk melalui gigitan nyamuk, akan terjadi perkembangan secara seksual
menjadi sporozoit yang siap ditularkan kepada orang yang sehat.(26)
Apabila dilihat di lokasi ziarah Sanghyang Sirah, di mana selalu ada manusia yang
berkunjung bahkan tinggal beberapa lama di lokasi tersebut, maka masih ada
kemungkinan terjadi penularan di lokasi tersebut. Demikian juga di desa dekat dengan
pantai seperti Desa Taman Jaya, dengan ditemukannya jentik Anopheles masih
berpotensi terjadi penularan apabila ada pendatang atau penduduk yang pulang dengan
membawa plasmodium dalam tubuhnya. Bertitik tolak pada kondisi tersebut,
pelaksanaan surveilans baik surveilans kasus maupun surveilans vektor tetap harus
dilakukan dalam penurunan kasus dan pencegahan penularan.
Berkaitan dengan eliminasi malaria, pengukuran reseptivitas merupakan upaya
untuk mengukur potensi penularan malaria di suatu wilayah. Pengukuran reseptivitas
timbul atas kebutuhan untuk mengantisipasi mobilitas manusia yang berpotensi dalam
penularan malaria.(27) Keberadaan vektor malaria di suatu wilayah merupakan indikasi
masih memiliki potensi dalam penularan malaria, sehingga surveilans migrasi perlu
ditingkatkan baik pada wilayah yang telah tereliminasi maupun wilayah yang akan
menuju eliminasi malaria. Lokasi ziarah Sanghyang Sirah yang berada di bawah
64
pengawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), perlu kiranya dilakukan
peningkatan upaya surveilans, khususnya surveilans migrasi, dengan melakukan
pemeriksaan terhadap pengunjung, baik yang datang maupun pergi. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan setempat, maupun penyebaran ke luar
lokasi wilayah ziarah. Terkait hal tersebut, kerjasama yang lebih intensif perlu dilakukan
antara pihak TNUK dengan instansi kesehatan setempat khususnya Puskesmas, dalam
pelaksanaan pengambilan dan pemeriksaan darah.
Hasil wawancara mendalam dengan pengelola program pengendalian malaria
Kabupaten Pandeglang diperoleh informasi bahwa, kegiatan penemuan dan pengobatan
penderita sudah dilakukan baik. Kendala yang ditemukan selama ini adalah kurang
optimalnya kerjasama lintas sektor serta peran serta masyarakat. Terkait dengan
keberadaan sumber daya manusia (SDM) diperoleh informasi bahwa belum ada tenaga
entomologi maupun analis, serta ketersediaan sarana laboratorium yang masih kurang
untuk mendukung pelaksanaan program pengendalian malaria. Kondisi tersebut
diantisipasi dengan penggunaan RDT dalam upaya penemuan dan penegakan diagnosis
malaria.
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten PPU merupakan 2 (dua) wilayah
yang menjadi calon ibukota negara. Wilayah tersebut sebagian besar merupakan wilayah
hutan industri. Dalam rangka mengantisipasi terkait pelaksanaan kegiatan pembangunan
maupun Situasi malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara
menunjukkan peningkatan kasus pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2017. Annual
parasite incidence (API) di kedua kabupaten tersebut jauh berbeda, Kabupaten Kutai
Kartanegara API pada tahun 2018 sebesar 0,1/1.000 penduduk, sedangkan API di
Kabupaten PPU tahun 2018 sebesar 7,3/1.000 penduduk. Penderita malaria di
Kabupaten Kutai Kartanegara 98,9% terjadi pada kelompok umur 15 – 64 tahun, yang
merupakan usia produktif. Penderita malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara 70%
merupakan pekerja yang beraktivitas di dalam hutan sebagai pengrajin kayu dan pada
umumnya bekerja pada malam hari. Berdasarkan kondisi tersebut, penularan terjadi
sebagian besar di dalam hutan pada saat bekerja maupun istirahat di dalam hutan.
65
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa permasalahan malaria di Kabupaten PPU
lebih berat dibandingkan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan hasil survei nyamuk yang dilakukan, baik di Kabupaten Kutai
Kartanegara maupun Kabupaten PPU diperoleh nyamuk Anopheles yang diantaranya
(An. flavirostris, An. vagus, An. subpictus) telah dikonfirmasi sebagai nyamuk vektor
malaria di wilayah Kalimantan.(10) Berdasarkan kondisi tersebut kedua kabupaten masih
memungkinkan terjadi penularan setempat, meskipun hasil pada pemeriksaan secara
PCR menunjukkan hasil negatif. Pembangunan ibukota negara baru tentunya akan
memasuki wilayah hutan dan merusak ekosistem perkembanganbiakan nyamuk yang
telah ada selama ini. Dampak yang mungkin timbul adalah terjadinya transmisi malaria
setempat, karena masuknya orang baru dalam wilayah tersebut. Terkait dengan hal
tersebut, perlu perlindungan terhadap individu yang akan masuk ke wilayah yang akan
dilakukan penebangan kayu serta pembangunan gedung.
Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan peningkatan kewaspadaan terhadap
risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, kemoprofilaksis dan pengendalian vektor.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian kelamdu berinsektisida,
repelen, pemasangan kawat kasa dan lainnya. Pencegahan individu dapat juga dilakukan
dengan kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis yang digunakan oleh program
penanggulangan malaria adalah doksisiklin dosis 100 mg/hari diberikan 2 hari sebelum
bepergian, selama berada di lokasi dan 4 minggu setelah kembali. Kemoprofilaksis tidak
boleh diberikan kepada ibu hamil dan anak di bawah 8 tahun dan tidak boleh diberikan
lebih dari 6 bulan. Penggunaan profilaksis tergantung pada kondisi individu, pada
beberapa orang penggunaan obat kemoprofilaksis dapat mengakibatkan dampak negatif
terhadap kesehatan individu, penggunaan yang lama juga berpengaruh terhadap biaya
pembelian, serta sasaran utama kemoprofilaksis terutama pada plasmodium falciparum,
sehingga pada plasmodium seperti vivax masih ada kemungkinan tertular meskipun
dengan derajat keparahan yang lebih ringan.(28,29) Pencegahan yang lebih tepat di lokasi
calon ibukota negara, sebaiknya lebih ditekan pada upaya perlindungan diri terhadap
gigitan nyamuk dan dapat juga dengan pengendalian vektor melalui upaya indoor
residual spraying (IRS) pada basecamp para tenaga kerja.
66
Terkait dengan penebangan hutan dan pembangunan gedung calon ibukota negara,
perhatian perlu ditingkatkan pada wilayah di sekitar area pembangunan yang
kemungkinan besar terkena dampak menyebarnya nyamuk vektor malaria. Hasil
pemetaan di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU, di kedua wilayah tersebut
masih ada genangan dan sungai yang kemungkinan besar dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada wilayah terdampak,
mengingat mobilitas penduduk yang semakin meningkat, ditambah transportasi keluar
dan masuk hutan wilayah pembangunan.
67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Serotipe virus Dengue-4 telah ditemukan di Kota Salatiga pada tahun 2019,
sehingga empat serotipe virus dengue telah ditemukan di Kota Salatiga. Sampel
nyamuk yang diperoleh dari 8 (delapan) kelurahan di Kota Salatiga menunjukkan
bahwa uji resistensi secara konvensional semuanya resisten terhadap insektisida
malathion, bendiocarb, lambdasihalotrin, deltametrin, permetrin, sipermetrin,
fenitotrion, propuxur. Uji resistensi secara molekuler disamping terjadi resistensi
pada enzim metabolik juga terjadi mutasi pada sel syaraf untuk insektisida pyretroid.
Sedangkan untuk insektisida organofosfat dan karbamat terjadi resistensi, namun
tidak terjadi mutasi sel syaraf. Larvasidasi selektif di kelurahan endemis sekaligus
survei entomologi menunjukkan peningkatan ABJ serta penurunan CI dan BI, akan
tetapi masih termasuk dalam wilayah potensi sedang dalam penularan DBD.
Lokasi ziarah Sanghyang Sirah, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten selalu
dikunjungi orang bahkan tinggal beberapa lama di lokasi tersebut, maka masih ada
kemungkinan terjadi penularan di lokasi tersebut. Demikian juga di desa dekat
dengan pantai seperti Desa Taman Jaya, dengan ditemukannya jentik Anopheles
masih berpotensi terjadi penularan apabila ada pendatang atau penduduk yang pulang
dengan membawa plasmodium dalam tubuhnya. Program pengendalian malaria pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang berupa penemuan dan pengobatan penderita
sudah dilakukan baik. Kendala yang ditemukan selama ini adalah kurang optimalnya
kerjasama lintas sektor serta peran serta masyarakat.
Kasus malaria di Kabupaten Kutai Kartanegara jauh lebih kecil dibandingkan
dengan kasus yang ditemukan di wilayah Kabupaten PPU. Penderita malaria di
Kabupaten PPU sebagian besar adalah para “pengrajin kayu” yang berada di dalam
hutan, hal tersebut menggambarkan bahwa, penularan terjadi sebagian besar di dalam
hutan pada saat bekerja maupun istirahat. Kedua wilayah kabupaten yang dilakukan
survei, semuanya masih ditemukan keberadaan nyamuk Anopheles yang sebagian
pernah terkonfirmasi sebagai vektor malaria di wilayah tersebut. Berdasarkan kondisi
tersebut kedua kabupaten masih memungkinkan terjadi penularan setempat.
68
Pemberian profilaksis untuk pekerja yang menebang dan membangun hutan dalam
jangka yang cukup lama perlu menjadi pertimbangan khusus, sehingga upaya
perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk dan pengendalian vektor melalui upaya
indoor residual spraying (IRS) pada basecamp para tenaga kerja dapat dilakukan
dalam rangka pencegahan terjadinya penularan malaria di wilayah pembangunan.
B. Saran
Dalam rangka pemetaan sebaran serotipe virus dengue, diperlukan alamat dari
tersangka, sehingga perlu kerjasama lebih lanjut untuk permintaan data alamat pasien.
Upaya PSN dengan partisipasi masyarakat secara berkesinambungan perlu dilakukan
untuk mengatasi hal tersebut, dan perlu peningkatan pengetahuan kepada masyarakat
terkait dengan penggunaan insektisida rumah tangga secara bijak. Perlu peran serta
masyarakat dalam meningkatkan ABJ agar mencapai target nasional yaitu ≥95%,
dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat penyuluhan dan
penggerakan PSN yang intensif dan terkoordinasi melalui Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik.
Upaya pencegahan penularan malaria di wilayah ziarah Sanghyang Sirah perlu
peningkatan kerjasama yang lebih intensif antara pihak TNUK dengan instansi
kesehatan setempat khususnya Puskesmas, dalam pelaksanaan pengambilan dan
pemeriksaan darah. Di samping itu, perlu upaya peningkatan surveilans migrasi agar
tidak terjadi penularan malaria, dengan peningkatan kerjasama lintas sektor serta peran
serta masyarakat setempat.
Hasil pemetaan habitat nyamuk di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Desa Semoi Dua, Kecamatan Sepaku, Kabupaten
PPU, di kedua wilayah tersebut masih ada genangan dan sungai yang kemungkinan
besar dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Kewaspadaan perlu
ditingkatkan pada wilayah terdampak, mengingat mobilitas penduduk yang semakin
meningkat, ditambah transportasi keluar dan masuk hutan wilayah pembangunan.
69
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Profil Kesehatan
Provinsi Bali. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. 1–220 p.
3. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Profil Kesehatan
Indonesia 2017. 2018. p. 100.
4. Karyanti MR, Uiterwaal CSPM, Kusriastuti R, Hadinegoro SR, Rovers MM,
Heesterbeek H, et al. The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever in
Indonesia: A 45-year registry-based analysis. BMC Infect Dis. 2014;14(1):1–7.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Laporan Program DBD Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2018. Semarang; 2018.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Evaluasi Tengah Tahun [Internet]. Semarang;
2019. Available from: https://dinkesjatengprov.go.id
7. Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Situasi dan Kondisi DBD Kota Salatiga sampai Februari
2019. Salatiga; 2019.
8. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor. Jakarta: Kemenkes RI;
2010. 1–97 p.
9. Kementerian Kesehatan RI. Kepmenkes RI No. 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang
Eliminasi Malaria di Indonesia. Kemenkes RI; 2009. 1–36 p.
10. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Vektor Malaria. Jakarta: Kemenkes
RI; 2014.
11. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Malaria. Malaria. Jakarta; 2016.
12. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman manajemen malaria. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
1–128 p.
13. World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia. Vector-borne
Diseases An information booklet. New Delhi: WHO, Regional Office for South-East
Asia; 2014.
14. Rozendaal J. Vector control : Methods for use by individuals and communities. Geneva:
WHO; 1997.
15. Becker N, Petric D, Zgomba M, Boase C, Madon M, Dahl C, et al. Mosquitoes and Their
Control. Second. Berlin: Springer; 2010.
16. World Health Organization. National Malaria Control Programme Review Republic of
70
Indonesia. WHO; 2011.
17. Supartha IW. Pengendalian terpadu vektor virus Demam Berdarah Dengue Aedes
aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera : Culicidae). In: dalan pertemuan
ilmiah Dies Natalis Universitas Udayana tgl 3-6 September 2008. 2008.
18. World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. 2011. 1–212 p.
19. Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Laporan Program DBD Tahun 2019. 2019.
20. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Evaluasi Program Triwulan 2. 2019.
21. Sasmono RT, Taurel AF, Prayitno A, Sitompul H, Yohan B, Hayati RF, et al. Dengue
virus serotype distribution based on serological evidence in pediatric urban population
in Indonesia. PLoS Negl Trop Dis. 2018;12(6):1–11.
22. Widiarti, Suskamdani, Mujiyono. Resistensi Vektor Malaria Terhadap Insektisida Di
Dusun Karyasari Dan Tukatpule Pulau Bali Dan Desa Lendang Ree Dan Labuhan Haji
Pulau Lombok. Media Heal Res Dev. 2012;19(3 Sept).
23. Sanyaolu A, Okorie C, Badaru O, Adetona K, Ahmed M, Akanbi O, et al. Global
Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. J Hum Virol Retrovirology
[Internet]. 2017;5(6):00179. Available from: http://medcraveonline.com
24. Focks DA. A Review of Entomological Sampling Methods and Indicators for Dengue
Vectors. USA: WHO; 2003. 1–40 p.
25. Kementerian Kesehatan RI. Capaian Kabupaten Eliminasi Malaria Tahun 2017. 2018.
26. Sinden RE. The biology of malaria transmission. Recent Adv Malar. 2016;87–124.
27. Noor AM, Alegana VA, Patil AP, Moloney G, Borle M, Yusuf F, et al. Mapping the
receptivity of malaria risk to plan the future of control in Somalia. BMJ Open.
2012;2(4):1–10.
28. Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
29. Schwartz E. Prophylaxis of Malaria. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2012;e2012045.
71
VIII. LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara Mendalam
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
PELAKSANA DINAS KESEHATAN DAN PUSKESMAS
“PELAKSANAAN PENDAMPINGAN DAN PENANGGULANGAN SISTEM
KEWASPADAAN DINI (SKD) ATAU PENINGKATAN KASUS TULAR VEKTOR
PENYAKIT”
Nomor Responden : …………………………………
Nama pewawancara : ……………………………….
Tanggal wawancara :…….....................................
PENGANTAR
Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi upaya yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat dalam mencapai eliminasi malaria di Kabupaten Pandeglang, Banten, dimohon
Bapak/Ibu/Sdr untuk menjawab kuesioner ini dengan dipandu oleh petugas dari B2P2VRP.
Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr diucapkan terima kasih.
PETUNJUK WAWANCARA
(Wawancara dilakukan pada staf dinas kesehatan yang menangani pengendalian malaria dan
petugas puskesmas yang menangani pengendalian malaria).
I. IDENTITAS RESPONDEN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama/inisial responden
2. Instansi* (Coret yang bukan jawaban)
3. Nama Instansi
4. Kecamatan
5. Kabupaten/Kota
6. Pekerjaan
(Lingkari nomor jawaban sesuai jenis
pekerjaan responden)
1. Staf Dinas Kesehatan
2. Petugas Puskesmas
3. Juru Malaria Desa (JMD)
4. Kader Kesehatan
72
7. Pendidikan terakhir
(Lingkari nomor jawaban sesuai
pendidikan terakhir responden)
1. SD sederajat
2. SLTP (sederajat)
3. SLTA (sederajat)
4. Akademi
5. Perguruan Tinggi
6. Lainnya.....................
II. Pertanyaan
Pertanyaan Jawaban
1. Program apa saja yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan/Puskesmas
dalam mencapai eliminasi malaria di
wilayah Bapak/Ibu/Sdr?
2. Bagaimana penemuan dan tata
laksana penderita dilakukan?
3. Upaya apa saja yang dilakukan
dalam rangka mencegah dan
menanggulangi faktor risiko
terjadinya malaria?
4. Bagaimana surveilans kasus malaria
dilakukan di wilayah
Bapak/Ibu/Saudara?
5. Bagaimana surveilans migrasi
malaria dilakukan?
73
6. Bila ada kasus malaria, apakah
dilakukan penyelidikan
epidemiologi?
Bila ya, bagaimana PE dilakukan?
7. Apakah dilakukan pemetaan atau
analisis data tentang:
Kasus malaria?
Vektor?
Tempat perkembangbiakan?
Parasit/plasmodium?
8. Bagaimana promosi kesehatan
dalam mendukung eliminasi
malaria dilakukan?
9. Apakah ada peraturan/kebijakan
setempat yang mendukung
pencapaian eliminasi malaria dan
bagaimana pelaksanaan
peraturan/kebijakan tersebut?
10. Instansi apa saja yang terlibat dalam
program eliminasi malaria dan
bagaimana pelaksanaan kerjasama
lintas sektor tersebut?
74
11. Bagaimana manajemen sumber
daya dalam mencapai eliminasi
malaria, mencakup:
Sumber daya manusia, jumlah dan
kecukupannya?
Fasilitas/sarana prasarana,
kelengkapan dan kecukupannya?
Anggaran, sumber dan
kecukupannya?
12. Bagaimana peran/partisipasi
masyarakat dalam mendukung
upaya tercapainya eliminasi
malaria?
13. Kendala apa yang dihadapi dalam
pencapaian eliminasi malaria, dan
apa yang dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut?
Terima kasih atas informasi/masukan Bapak/Ibu/Saudara.
75
2. Naskah Penjelasan dan Informed Consent
NASKAH PENJELASAN PENELITIAN
Bapak/Ibu/Sdr yang terhormat, kami akan melakukan penelitian dengan judul
“PELAKSANAAN PENDAMPINGAN DAN PENANGGULANGAN SISTEM
KEWASPADAAN DINI (SKD) ATAU PENINGKATAN KASUS TULAR VEKTOR
PENYAKIT”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui vektor dan tempat
perkembangbiakannya serta upaya yang dilakukan terkait dengan pencapaian Eliminasi
Malaria di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kami mengharapkan partisipasi
bpk/ibu/sdr untuk bersedia diwawancarai.
Manfaat
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi masukan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten tentang strategi pengendalian penyakit tular vektor malaria yang tepat, evaluasi
kegiatan pencapaian Eliminasi Malaria.
Kerahasiaan
Nama Bapak/Ibu/Sdr dan semua jawaban dan tanggapan Bapak/Ibu/Sdr akan dirahasiakan.
Kalaupun dikaji kembali oleh lembaga kesehatan pemerintah, Bapak/Ibu/Sdr hanya dikenal
dengan sebuah inisial / nomor saja dan tidak akan diketahui siapa yang turut atau tidak turut
dalam mengambil bagian dalam penelitian ini.
Pertanyaan-pertanyaan
Bila ada pertanyaan mengenai penelitian ini atau mengenai hak-hak Bapak/Ibu, Bapak/Ibu
dapat menghubungi Dr. Wiwik Trapsilowati, SKM, M.Kes dengan alamat Jl. Hasanudin no.
123 Salatiga dengan nomor telepon (0298)327096, fax.(0298) 322604.
Partisipasi Sukarela
Bapak/Ibu/Sdr tidak dapat dan tidak akan dipaksa untuk ikut serta dalam penelitian. Bila
Bapak/Ibu/Sdr tidak menghendaki dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun. Bapak/Ibu/Sdr berhak sewaktu-waktu untuk menolak melanjutkan partisipasi
Saudara tanpa perlu memberikan alasan. Bila Bapak/Ibu/Sdr memutuskan untuk berhenti
berpartisipasi, kami tidak akan memaksa Bapak/Ibu/Sdr untuk berubah pikiran. Para peneliti
dapat memutuskan bahwa Bapak/Ibu/Sdr tidak boleh lagi ikut serta dalam penelitian ini,
terlepas dari keinginan Bapak/Ibu/Sdr untuk tetap berpartisipasi atau tidak. Keputusan ini
diambil dengan selalu memperhatikan hal yang terbaik bagi Bapak/Ibu/Sdr.
76
INFORMED CONSENT
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : ………………………………………
Umur : ………………………………………
Jenis Kelamin : ………………………………………
Pendidikan Terakhir : ………………………………………
Alamat : ………………………………………
Menerangkan bahwa saya bersedia dan menyetujui atas kemauan sendiri menjadi
nara sumber/informan dalam kegiatan penelitian ini, setelah kami membaca / dibacakan
mengenai penjelasan peran saya dalam penelitian dengan judul “PELAKSANAAN
PENDAMPINGAN DAN PENANGGULANGAN SISTEM KEWASPADAAN DINI
(SKD) ATAU PENINGKATAN KASUS TULAR VEKTOR PENYAKIT”, yang dilakukan
oleh :
Nama : Dr. Wiwik Trapsilowati, SKM, M.Kes
NIP : 196803171992022001
Instansi : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit Salatiga
Alamat : Jl. Hasanudin No. 123 Salatiga.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan
seperlunya.
…………………,…………………2019
Mengetahui,
Saksi Responden/Informan
(…………………………..) (……………………………..)
77
3. Formulir Pemantauan Jentik dan Larvasidasi
TANGGAL/BULAN/TAHUN :
RT/RW :
KELURAHAN :
KECAMATAN :
KOTA : SALATIGA
JML
KONTAI
NER (+)
JENTIK
JML
KONTAI
NER (-)
JENTIK
JENIS KONTAINER POSITIF
JENTIK*
JML
KONTAINER
DI TABURI
LARVASIDA
JML
KONTAI
NER (+)
JENTIK
JML
KONTAI
NER (-)
JENTIK
JENIS KONTAINER POSITIF
JENTIK*
JML
KONTAINER
DI TABURI
LARVASIDA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
JUMLAH
* CATATAN : APABILA KOLOM ISIAN "JENIS KONTAINER POSISTIF" KURANG LEBAR, AGAR DITULIS/DITAMBAHKAN DI KOLOM KETERANGAN
*CATATAN
FORMULIR PENGAMATAN JENTIK
KETERANGAN
1. Kontainer yang diperiksa baik dalam maupun luar rumah
2. JML diisi jumlah KK (bangunan) yang diperiksa, jumlah kontainer diperiksa, Jumlah kontainer positif, Jumlah kontainer negatif dan Jumlah kontainer yang dilakukan penaburan abate
HASIL PEMERIKSAAN JENTIK DALAM RUMAH HASIL PEMERIKSAAN JENTIK LUAR RUMAH
NO NAMA KK
JML KONTAINER
YANG DIPERIKSA
(DALAM DAN
LUAR RUMAH)
78
4. Surat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang
79
5. Surat dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
Kementerian Kesehatan RI.
80
6. Dokumentasi Kegiatan
Gambar 23. Survei Jentik di Lokasi Menuju Lokasi Ziarah Sanghyang, Kabupaten
Pandeglang Tahun 2019 (1)
Gambar 24. Survei Jentik di Lokasi Menuju Lokasi Ziarah Sanghyang, Kabupaten
Pandeglang Tahun 2019 (2)
81
Gambar 25. Survei Jentik di Desa Karya Merdeka, Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai
Kartanegara Tahun 2019
Gambar 26. Survei Nyamuk Umpan Orang Dalam (UOD) di Desa Semoi Dua, Kecamatan
Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2019
82
Gambar 27. Diseminasi Hasil Serotyping dan Uji Resistensi di Kota Salatiag Tahun 2019
Gambar 28. Survei Jentik dan Larvasidasi Selektif di Kota Salatiga Tahun 2019
83
Gambar 29. Pengambilan Sampel Jentik untuk Uji Resistensi di Kota Salatiga
Tahun 2019
Gambar 30. Kader Kelurahan Siaga, Keluarah Sidorejo Lor, Kota Salatiga