Download - Laporan Praktikum Biologi Oral II Fix
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI ORAL II
TOPIK : EFEKTIVITAS ANTIBIOTIKA PADA KUMAN RONGGA MULUT
KELOMPOK : A2
HARI, TANGGAL : Selasa,24 Maret 2015
NAMA :
Asarizka bena 021311133005
Melissa soliman 021311133020
Putih S perdani 021311133045
Asyharul huda 021311133042
Rr. Dwi listyorini 021311133016
Sigit ahmad indarto 021311133030
Novia setyowati 021311133041
M burhannudin 021311133013
Retno kanthiningsih 021311133034
Irjinia putri N. 021311133040
Khamila gayatri anjani 021311133007
Frida fardanila asmoro 021311133019
Sylviani the wirianto 021311133036
Gusti ayu mega A 021311133043
Fevy syendra liyadi 021311133014
Widjaja,Olivia Vivian 021311133012
Yanti meylitha 021311133032
Rahmad rifqi fahreza 021311133018
Yovita yonas 021311133038
M genadi askandar 021311133011
Sesy ayu lestari 021311133035
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNya makalah Tugas laporan praktikum Biologi Oral II dengan judul “ Efektivitas
Antibiotika pada Kuman Rongga Mulut ” ini dapat terselesaikan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ira arundina drg., M.si selaku dosen
pembimbing, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua dan teman-teman.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pembaca, khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Surabaya,29 maret 2015
2
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
Judul praktikum 3
Tujuan 4
Manfaat 4
Landasan teori 4
Alat dan bahan 4
Cara kerja 5
Hasil 6
Pembahasan dan analisis hasil 7
Bakteri dalam rongga mulut 7
Jenis-jenis bakteri dalam rongga mulut 8
Jenis antibiotik yang digunakan 10
Analisa hasil 16
Kesimpulan 17
Daftar pustaka 19
3
1. Judul Praktikum : Efektivitas Antibiotika pada Kuman Rongga Mulut
2. Tujuan Praktikum :
1. Mengukur zona hambatan pada kultur kuman rongga mulut
2. Membandingkan berbagai macm antibiotika pada kuman rongga mulut
3. Manfaat :
1. Dapat mengukur zona hambatan pada kultur kuman rongga mulut
2. Dapat membandingkan berbagai macam antibiotika pada kuman rongga mulut
4. Landasan Teori :
Rongga mulut manusia mengandung berbagai macam mikroorganisme. Namun,
tidak semua mikroorganisme berpotensi patogen pada manusia. Beberapa jenis bakteri
yang berhubungan dengan peradangan oral antara lain bakteri kokus, basil, organisme
gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob.Rongga mulut dapat memberikan
kontribusi yang cukup berarti dalam menimbulkan bakteremia. Pada keadaan penurunan
imunitas, bakteri rongga mulut yang semula komensal dapat berubah menjadi pathogen
sehingga dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik.Untuk itu, kita harus dapat
mencegah kuman rongga mulut agar tidak berubah menjadi patogen. Kita membutuhkan
antibiotika dalam hal ini. Pada dasarnya, antibiotik diresepkan berdasarkan pengalaman
dengan kata lain dokter gigi tidak mengetahui mikroorganisme apa yang menyebabkan
terjadinya peradangan, karena kultur pus (nanah) atau eksudat tidak umum dibuat. Oleh
karena itu, antibiotik spektrum luas yang umum diresepkan.
5. Alat dan Bahan :
1. Kultur kuman rongga mulut
2. Antibiotika :
i. Amoksisilin
ii. Amoksisilin + asam klavulanat
iii. Eritromisin
iv. Klindamisin
3. Blood agar
4. Jangka sorong
4
5. Cawan petri
6. Burner
7. Mikropipet
8. Tabung reaksi
6. Cara Kerja
1. Kuman yang diambil dari penderita di klinik FKG unair,kemudian dikultur dalam blood
agar dan diinkubasi dalam 24 jam.
2. Media kuman pada cawan petri dibagi menjadi 4 zona untuk kelompok antibiotika
3. Masing-masing zona diberi paperdish yang telah diisi antibiotika.
5
4. Setelah diinkubasi selama 24 jam,Kemudian diukur zona hambatan yang ada dengan
menggunakan jangka sorong.
7. Hasil
Efektifitas antibiotik terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri dapat diamati melalui
besarnya zona hambat. Zona hambat didapatkan dari pengukuran rata-rata diameter lingkaran pada
agar yang tidak ditumbuhi bakteri. Setelah dilakukan pengukuran terhadap zona hambat antibiotik
terhadap pertumbuhan bakteri kemudian data dicatat dan hasilnya adalah sebagai berikut :
No. Antibiotik Zona Hambat (cm)
1 Amoksisilin 2,1
2 Amoksisilin + asam klavunamat 1,6
3 Eritromisin 2,4
4 Klindamisin 3,6
Gambar pertumbuhan bakteri beserta zona hambatannya
Tabel di atas merupakan tabel berisikan hasil pengukuran zona hambat dari 4 jenis
antibiotik berbeda. Dapat kita lihat rata-rata zona hambat dari Amoxicilin berdiamter 2,1
cm, paduan Amoxicilin dan Asam Klavulanat sebesar 1,6 cm, Eritromisin 24 cm dan
Klindamisin 3,6 m. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Klindamisin memiliki zona
hambat terbesar, di ikuti Eritromisin, Amoxicilin dan yang paling kecil adalah
6
Amoksisilin + asam klavunamat. Semakin besar zona hambat dari suatu antibiotik
berarti semakin besar pula efektivitas dari suatu antibiotik dalam membunuh
mikroorganisme.
8. Pembahasan dan Analisa Hasil :
Bakteri dalam Rongga Mulut
Bakteri adalah organisme bersel tunggal (sendiri) yang hidup bebas dan mampu
bereproduksi sendiri tetapi menggunakan hewan sebagai pejamu untuk mendapatkan makanan.
Bakteri tidak memiliki inti sel. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh sebuah
dinding sel yang kaku yang terbuat dari suatu zat khusus yang disebut peptidoglikan. Didalam
setoplasma terdapat materi genetic, baik DNA maupun RNA, dan struktur intra sel yang
diperlukan untuk metabolism energi. Bakteri bereproduksi secara aseksual melalui replikasi
DNA dan pembelahan sel sederhana. Sebagian bakteri membentuk kapsul yang mengelilingi
dinding sel sehingga bakteri tersebut lebih tahan terhadap serangan system imun pejamu. Bakteri
lain mengsekresi protein yang menurunkan kerentanan terhadap antibiotic standar. Bakteri dapat
bersifat aerob atau anairob. Seringkali bakteri mengeluarkan toksin yang secara spesifik merusak
pejamu.Bakteri diklasifikasikan sebagai gram negative atau positif. Bakteri gram positif
mengeluarkan toksin (eksotoksin) yang merusak sel-sel pejamu. Bakteri gram negative
mengandung protein di dinding selnya yang merangsang respon peradangan atau endotoksin.
Bakteri gram negative juga mengsekresi eksotoksin.
Adapun contoh jenis-jenis bakteri yang sering terdapat didalam mulut adalah:
a) Staphylococcus epidermitis
b) Staphylococcus aureus
c) Streplococcus mitis dan streptokokus a-hemolitik laiinnya
d) Streptococcus salivarius
e) Peptostreptokokus
f) Actinomyces israelii
g) Haemophilus influenza,
h) Bacterioides fragilis
i) Bacterioides oralis
j) Fusobacterium nucleatum
7
k) Bacterioides melaninogenicus
l) Lactobacillus
m) Veillonella alcalescen
Jenis-Jenis Bakteri dalam Rongga Mulut
A. Gram-Positive Cocci
a. Staphylococcus
Berukuran 0, 8 µm, berbentuk bulat, tidak membentuk spora dan memproduksi enzim
katalase, fakultatif anaerob serta membentuk asam dari glukosa dalam suasana aerobik dan
anaerobik. Yang membedakan micrococcus dengan yang lain adalah dalam kemampuan
melakukan oxidasi glukosa. Staphylococcus dapat hidup dan tumbuh dalam air garam dengan
kepekatan 7,5 % sampai 15 %, sifat ini digunakan untuk memisahkannya dari spesimen dan
merupakan ”vegetative bacteria”.
b. Streptococcus
Genus dari Streptococcus terdiri dari banyak dan bermacam-macam grup biologis dari
kuman gram positif. Berbentuk bulat atau lonjong dan terdapat berpasangan atau berbentuk
rantai, panjang rantai tergantung kondisi lingkungan dimana dia hidup. Rantai yang panjang
dijumpai pada cocci yang hidup dalam cairan atau semifluid media.
c. Peptostreptococcus
Peptostreptococcus bersifat anaerob, gram-positif, bulat sampai oval dengan ukuran 0, 7
– 1 µm. Pada pewarnaan ditemukan berpasangan dan rantai pendek atau panjang, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Reaksi katalis negatif. Kebanyakan spesies
menyebabkan fermentasi karbohidrat sehigga terbentuk berbagai asam organik dan gas.
B. Gram – Negative Cocci
a. Neisseria dan Branhamella Gram-negative
Tidak bergerak, tidak membentuk spora, berbentuk coffee bean/diplococci, aerobik,
membentuk ”enzyme cytochrome oxidase” yang merupakan bakteri yang terdapat pada
mucous membrane dari rongga mulut dan saluran nafas bagian atas
b. Veillonella
Mempunyai diameter 5µm tidak bergerak, gram-negatif, oxidase-negatif, anaerob
diplococci, tidak memfermentasi karbohidrat, memanfaatkan lactic, succinic dan asam-asam
lain sebagai sumber energi.
8
C. Gram – Positive Rods dan Filaments
a. Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia
Actinomycetaceae adalah gram-positif, umumnya diphtheroid atau club-shaped rods
dimana cendrung membentuk cabang-cabang filament di jaringan infeksi atau pada kultur
invitro. Bentuk diphtheroid atau coccoid terbentuk kita terjadi fragment dai filament. Bersifat
tidak bergerak, tidak membentuk endospora, dan not acid-fast. Pada umumnya fakultatif
anaerob, tapi ada satu spesies hidup dengan baik pada kondisi aerobic. Dapat membentuk atau
tidak membentuk enzyme catalase.
b. Eubacterium dan Propionibacterium
Eubacterium adalah gram-positif, tidak membentuk spora, uniform atau poleomorphic
rods, dapat atau tidak dapat bergerak, seluruh spesies adalah anaerob, selalu mebentuk
campuran asam organik seperti butiryc, acetic atau formic acid dari karbohidrat atau pepton.
Propionibacterium adalah gram-positif, tidak bergerak, tidak membentuk spora, biasanya
diphtheroid atau club-shape dan pleomorphism. Sel coccoid, elongated, bifid atau bercabang
dapat dijumpai pada beberapa kultur dan sel kuman dapat tunggal, berpasangan atau dalam
bentuk Y dan V atau bergerombol mirip”chinese characters”. Propionibacterium avidum
dijumpai di otak, darah, luka yang terinfeksi dan abses jaringan seperti submandibular abses
c. Lactobacillus
Bersifat gram-positif, tidak membentuk spora, kebanyakan tidak bergerak, terbanyak
bersifat anaerob fakultatif, ada beberapa yang benar-benar anaerob.
D. Gram-Negative Rods dan Filaments
a. Coliforms
Coliform dijumpai pada mulut normal, pada umumnya hanya bersifat tinggal untuk
sementara waktu, meskipun demikian kuman ini dapat menimbulkan infeksi dari jaringan
mulut, sering ini disebabkan karena pemakaian antibiotik yang membunuh kuman gram-
positif. Dalam hal ini terjadi pada infeksi yang disebab kuman campuran.
b. Klebsiella
Klebsiella genus dari famili Enterobacteriaceae yang terdiri dari kuman mempunyai
karakter membentuk kapsul polysaccharide. Klebsiella pneumoniae dibagi lebih dari 80
serotype dengan basis pada pembagian antigenic dari bagian polysaccharide. Klebsiella
pneumoniae mempunyai respon kira2 1 % dari kuman-kuman pneumonia.
9
c. Proteus
Kuman ini termasuk genus Enterobacteriaceae yang menyebabkan penyakit diberbagai
bagian tubuh dan infeksi biasanya mempunyai masalah dalam terapi karena resisten terhadap
antibiotika
Jenis Antibiotika yang Digunakan
A. Amoksisilin
Amoksisilin (α-aminohidroksi benzilpenisillin) merupakan salah satu antibiotik yang
paling banyak digunakan. Amoksisilin termasuk antibiotik semisintetik golongan beta laktam
yang tidak stabil dalam air karena tegangan ikatan antara atom N dengan atom C gugus karbonil
pada cincin β-laktam sangat besar (Anonim, 2009). Amoksisilin rentan berubah khususnya
apabila disimpan dalam keadaan bersuhu cukup tinggi (di atas 30°C) dan dicampur dengan air
(Nugrahani et al., 2007).
Selain sukar larut dalam air, amoksisilin juga sukar larut dalam metanol, tidak larut
dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform. Agar amoksisilin mudah larut
dalam air, maka dibuat garam amoksisilin C16H19N3O5.Na (Depkes RI, 1995). Amoksisilin
digunakan sebagai trihidrat dalam produk oral dan sebagai garam dalam produk parenteral.
Kegunaan amoksisilin antara lain (McEvoy, 2002):
1. Mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, seperti Neisseria
gonorrhoeae, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella.
2. Mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positf, seperti Streptococcus
pneumonia, Enterococci, Listeria dan Staphylococcus yang tidak menghasilkan
penisilinase.
3. Mengobati infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis, sinusitis, laringitis, faringitis,
bronkitis, bronkiektasis, pneumonia.
4. Mengobati infeksi saluran urogenital, seperti pielonefritis, sistitis, uretritis, gonore.
5. Mengobati infeksi pada kulit dan jaringan lunak, seperti luka-luka, selulitis, furunkulosis,
pioderma.
6. Mengobati infeksi lainnya, seperti otitis media, abses gigi.
10
Amoksisilin merupakan antibiotik yang berspektrum luas, yakni antibiotik yang dapat
menghambat sekaligus memusnahkan bakteri gram positif dan gram negatif, namun aktivitasnya
terhadap kokus gram positif kurang daripada penisilin G. Amoksisilin (dalam bentuk trihidrat
garam sodium) dapat dikombinasikan dengan asam klavulanat (sebagai potasium klavulanat),
penghambat β-laktamase, untuk menambah spektrum dalam melawan bakteri gram negatif dan
untuk melawan mediator antibiotik bakteri yang resisten terhadap produksi β-laktamase (Hoan
dan Rahardja, 2002).
Amoksisilin bekerja dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba (Istiantoro dan Ganiswara, 1995). Mekanisme kerja
amoksisilin secara ringkas, adalah (Hoan dan Rahardja, 2002):
1. Obat bergabung dengan penicilin-binding protein (PBPs) pada kuman
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai
peptidoglikan terganggu
3. Kemudian terjadi aktivitas enzim proteolitik pada dinding sel yang mengakibatkan
pecahnya dinding sel bakteri.
B. Amoksisilin + Asam Klavulanat
Amoksisilin adalah antibiotika turunan penicillin semi sintetik, salah satu contoh
antibiotik jenis betalaktam, mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan
negatif, bekerja secara bakterisid dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri sehingga
plasma sel bakteri keluar kemudian pecah.
Namun ada jenis bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin
(betalaktam), hal itu disebabkan antara lain karena bakteri memproduksi enzim betalaktamase
(penicilinase) sehingga dapat menghancurkan antibiotik golongan betalaktam ini. Contoh bakteri
tersebut antara lain adalah S. aureus, H. influenza, gonokokus dan berbagai bakteri batang gram
negatif.
Asam klavulanat adalah penghambat berbagai tipe enzim betalaktamase yang diproduksi
oleh bakteri-bakteri tertentu. Cara kerja asam klavulanat terjadi dalam 2 tahap:
Pertama berfungsi sebagai "Competitive inhibitor" karena struktur kimia Asam
klavulanat mirip sekali dengan penicillin, maka Asam klavulanat dapat menempati
11
bagian yang aktif dari struktur enzim betalaktamase tanpa suatu reaksi kimia. Sehingga
amoksisilin dapat bebas dari pengrusakan enzim tersebut.
Kedua gugus betalaktamase karbonil dari asam klavulanat mengubah enzim pencillinase
menjadi ethyl enzyme. Bentuk etyl enzyme ini tidak aktif lagi terhadap penicillinase.
Jadi dalam formulasinya posisi yang bagian dalam adalah amoksisilin dan bagian luar adalah
asam klavulanat.
INDIKASI
Untuk mengobati infeksi-infeksi karena mikroorganisme yang membentuk penicilinase atau
yang resisten terhadap Amoksisilina
Infeksi saluran nafas bagian bawah : bronchitis kronis, bronkopneumonia
Infeksi saluran nafas bagian atas : otitis media, tonsilitis, faringitis
Infeksi saluran kemih : sistitis, pieolenifritis
Infeksi pada kulit, tulang dan jaringan lunak : impetigo, celulitis, osteomielitis
Infeksi-infeksi lain : infeksi ginekologi, intraabdominal, sepsis panggul
C. Eritromisin
Eritromisin termasuk ke dalam golongan makrolida dengan ciri suatu cincin lakton
dimana terkait gula-gula deoksi. Makrolida merupakan suatu golongan obat antimikroba yang
menghambat sintesis protein mikroba. Eritromisin turunan bakteri seperti jamur, streptomices
erythaeus pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin menghambat sistem
protein. dalam dosis rendah sampai dengan eritromisin gluseptat. Obat ini mempunyai efek
bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya
bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan melalui oral atau intra vena, karena asam lambung
merusak obat, berbagai garam eritromisin (contoh etilsuksinat,sterat dan estolat) dipakai untuk
mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel partikel kecil) di dalam lambung badan
memungkinkan absorpsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian intravena, senyawa,
eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai untuk meningkatkan absorpsi obat.
Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri garam positif, kecuali stamhyloccus
aureus dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat ini sering diresepkan sebagai
pengganti penesilin. Obat ini merupakan obat pilihan untuk pneumonia akibat mikroplasma dan
12
penyakit legionnaire.sang nyeri. Sediaan dari Eritromisin berupa kapsul/ tablet, sirup/suspensi,
tablet kunyah dan obat tetes oral
Dapat mengalami resistensi dalam 3 mekanisme :
a. Menurunnya permeabilitas dinding sel kuman.
b. Berubahnya reseptor obat pada Ribosom kuman dan
c. Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu.
Efek samping yang berat akibat pemakaian Eritromisin dan turunannya jarang terjadi.
Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang
bila terapi dihentikan. Ketulian sementara dapat terjadi bila Eritromisin diberikan dalam dosis
tinggi secara IV. Eritromisin dilaporkan meningkatkan toksisitas Karbamazepin, Kortikosteroid,
Siklosporin, Digosin, Warfarin dan Teofilin .
Struktur kimia eritromisin terdiri dari:
a. Aglikon eritronolid
b. Gula amino desosamin dan gula netral kladinosa
c. Membentuk garam pada gugus dimetilamino ( 3’) dengan asam, contoh: garam stearat
bersifat sukar larut dalam air dengan rasa yang sedikit pahit.
d. Membentuk ester pada gugus hidroksi ( 2’ ) yang tetap aktif secara biologis dan
aktivitasnya tidak tergantung pada proses hidrolisis. contoh: ester esteretil suksinat,
estolat, dan propinoat.yang tidak berasa.
Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan diatas cincin makrolida dan gula-
guladesosamin dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%). Namun dapat langsung larut
pada zat-zat pelarut organik. Larutan ini cukup stabil pada suhu 40 derajat celcius, namun dapat
kehilangan aktivitas dengan cepat pada suhu 20 derajat celcius dan pada suhu asam. Eritromisin
biasanya tersedia dalam bentuk berbagai ester dan garam.
13
D. Klindamisin
Klindamisin merupakan antibiotika linkosamide yang mengandung antiplasmodium yang
dapat diberikan pada anak. Obat ini pada malaria bersifat skizontosida darah untuk Plasmodium
falciparum yang resisten terhadap klorokuin, mempunyai waktu paruh yang cepat, aman dan
toleransi yang baik sebagai antimalaria. Selain itu, klindamisin juga mempunyai efek
bakteriostatik dan digunakan sebagai terapi bakteri gram positif. (Betrand L, Kremsner PG,
2002)
Klindamisin sendiri adalah sediaan semi sintetik karena obat ini masi turunan dari
linkomisin. Kerja obat ini sendiri yaitu mencegah sintesa protein dari bakteri. Klindamisin (7-
chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari linkomisin dan diperkenalkan pada
tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.17 Rumus bangun klindamisin (gambar 1) mirip dengan
linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan
atom Cl. (Yerra A, Nagar P. 2008)
Gambar 1. Rumus bangun klindamisin.22
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam
lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 150 mg
tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/mL dalam waktu 1 jam, dengan waktu paruh 2, 7 jam.
Klindamisin fosfat dan palmitat dihidrolisis dengan cepat menjadi bentuk bebas dengan
konsentrasi puncak plasma 45 menit. Waktu paruh klindamisin adalah dua jam namun dapat
14
lebih lama pada neonatus dan dengan adanya gangguan fungsi ginjal. Klindamisin
didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke cairan
serebrospinal. (Siahaan L. 2008)
Sebanyak 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya 10% klindamisin
diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam
feses. Diare dilaporkan terjadi pada 2% sampai 20% penderita yang mendapat obat ini. Pada
sebagian kasus dapat terjadi kolitis yang dapat berakibat fatal. (Yerra A, Nagar P, 2008)
Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi Ndemetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid
untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu. (Ramharter M dkk, 2005)
Klindamisin bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis protein yang kaya akan
histidin di mitokondria pada Plasmodium falciparum dan menghambat pembentukan merozoit di
eritrosit. Invitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap
P.falciparum. Dosis klindamisin 7 mg/kgbb/dosis. 24 In vitro, klindamisin dan ketiga
metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di
parasit.27 Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi dengan baik dengan
efek samping yang minimal. Efek samping yang sering dikeluhkan pada pemakaian klindamisin
berupa diare dan ruam di sekitar mulut. (Siahaan L, 2008)
Klindamisin Efektif untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri anaerob,
streptokokus, pneumokokus dan stafilokokus, seperti:
a. Infeksi saluran nafas yang serius.
b. Infeksi tulang dan jaringan lunak yang serius.
c. Septikemia.
d. Abses intraabdominal.
e. Infeksi pada panggul wanita dan saluran kelamin.
f. Kontra indikasi: orang-orang yang alergi terhadap klindamisin dan linkomisin.
g. Komposisi klindamisin:
1. Tiap kapsul mengandung 169,5 mg klindamisin hidroklorida setara dengan150 mg
klindamissin.
2. Tiap kapsul mengandung 339 mg klindamisin hidroklorida setara dengan 300 mg
klindamisin.
15
Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisida tergantung konsentrasi
obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab infeksi. Klindamisin menghambat sintesa
protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang mengakibatkan terjhambatnya
pembentukan ikatan peptida. Klindamisin diabsorbsi dengan cepat oleh saluran pencernaan.
(Radji, Maksum, 2010).
Analisa Hasil
Pada percobaan efektivitas antibiotika pada kuman rongga mulut dilakukan dengan cara
mengukur zona hambatan pada kultur kuman rongga mulut. Efektivitas suatu antibiotika
ditentukan dengan melihat diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya
maka semakin terhambat pertumbuhannya dengan demikian dapat disimpulkan semakin besar
pula efektivitas dari suatu antibiotika dalam membunuh mikroorganisme.
Pada hasil percobaan didapatkan rata-rata zona hambat dari paduan Amoxicilin dan Asam
Klavulanat berdiameter 2,1 cm, Amoxicilin sebesar 1,7 cm Eritromisin 3,1 cm dan Klindamisin
3,6 m. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Klindamisin memiliki zona hambat terbesar, di ikuti
Eritromisin, paduan Amoxicilin + Asam klavunamat dan yang paling kecil adalah Amoksisilin.
Amoksisilin adalah antibiotika turunan penicillin yang bekerja secara bakterisid (dapat
membunuh bakteri) dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri sehingga plasma sel
bakteri keluar kemudian pecah. Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas. Amoksisilin
aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan
bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam membran fosfolipid
luar. Efektivitas amoksisilin pada praktikum ini menghasilkan zona hambatan sebesar 1, 7 cm.
Sedangkan pada paduan paduan Amoxicilin + Asam klavunamat didapatkan zona
hamatan sebesar 2,1 cm. Ini menunjukkan bahwa efektivitas kombinasi paduan Amoxicilin
+ Asam klavunamat lebih besar dibandingkan dengan Amoxicilin. Hal ini dikarenakan
dengan penambahan asam klavunamat dapat meningkatkan potensi/ efektivitas amoksisilin
agar dapat membunuh bakteri serta memiliki sifat resisten terhadap enzim beta lactamase
sehingga amoksisilin tidak terhidrolisis oleh enzim beta lactamase. Asam klavulanat memiliki
kemampuan dalam menghambat sisi aktif beta laktamase sehingga enzim tersebut menjadi
inaktif.
Eritromisin termasuk golongan makrolida. Eritromisin bekerja dengan cara menekan
sintesis protein bakteri. Adapun mekanisme kerja eritromisin adalah dengan menghambat
16
sintesis protein yang tergantung RNA. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan
organisme-organisme gram positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan
juga. Eritromisin efektif terhadap kuman gram-positif. Obat ini terutama bersifat bakteriostatik
tetapi dapat bersifat bakteriosid tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah. Obat ini
merupakan basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada pH netral
atau asam. Pada praktikum kali ini didapatkan hasil zona hambatan pada pemberian eritromisin
terhadap kultur campur bakteri rongga mulut yaitu sebesar 3.1 cm. Hasil ini menujukkan
efektivitas eritromisin lebih besar daripada amoksisilin dan amoksisilin+ asam klavulanat namun
lebih kecil dari Klindamisin yang memiliki besar zona hambat sebesar 3.6 cm. Ini menunjukkan
Klindamisin merupakan antibiotik dengan efektivitas terbesar dalam percobaan kali ini,
Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisida tergantung konsentrasi
obat. Kerja obat ini sendiri yaitu mencegah sintesa protein dari bakteri. Klindamisin menghambat
sintesa protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang mengakibatkan
terhambatnya pembentukan ikatan peptida. Klindamisin dan digunakan sebagai terapi bakteri
gram positif. Perbedaan hasil antara Klindamisin dan eritromisin dapat disebabkan perbedaan
kadar yang di teteskan pada paper disk yang berbeda. Karena pada eritromisin dan klindamisin
kadar dapat mempengaruhi sifatnya sebagai bakteriostatik atau bakterisida.
Kesalahan dalam praktikum:
Dalam praktikum efektivitas antibiotika pada kuman rongga mulut dapat ditemukan
kesalahan sehingga menyebabkan hasil yang tidak akurat. Beberapa kesalahan yang
memungkinkan kesalahan terjadi:
1. Paperdisk tertetes dengan dua/ lebih antibiotik yang lain
2. Kesalahan waktu inkubasi yang terlalu cepat atau terlalu lama (lebih/kurang dari 24
jam).
3. Kesalahan apabila waktu pembacaan lebih dari 24 jam. Apabila 1 minggu setelahnya
hasil akan tidak akurat
4. Penggunaan pinset yang tidak steril setelah penggunaan antibiotic
9. Kesimpulan
Efektivitas suatu antibiotika ditentukan dengan melihat diameter zona hambat yang
terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya dan dapat
17
disimpulkan semakin besar pula efektivitas suatu antibiotika dalam membunuh mikroorganisme.
Dari hasil praktikum yang zona hambat terbesar pada paperdisc D yaitu paperdisc yang
diberikan antibiotika klindamisin dengan zona hambat 3,6 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa
antibiotika Klindamisin merupakan antibiotika dengan efektivitas terbesar dan diikuti dengan
Eritromisin, Amoxilin+ Asam klavunamat dan yang paling kecil adala Amoxilin. Hasil yang
didapatkan ini menyimpang dari teori,dikarenakan pada seharusnya zona hambat terbesar
didapatkan pada paperdisc dengan pemberian antiobiotika jenis amoksilin terutama amoksilin
dengan penambahan asam klavulanat.
18
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. British Farmakopeia. Departemen of Health, London. pp. 361-362, 7984-7985.
Bakar, drg. Abu. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media. H-72-80
Betrand L, Kremsner PG. 2002. Clindamycin as an antimalarial drug: Review of clinical trials. J
Antimicrob Chemother. pp 15-20.
Corwin, Eli Zabeth J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. H-35
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hal. 95-96.
Ganiswara, G, Sulistia, dkk., 1995., Farmakologi dan Terapi Edisi IV., Fakultas Kedokteran UI.,
Jakarta., 675-678
Gordon W. P Adersen, D.D.S, M.S.D. Buku ajar praktik bedah mulut. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. H-192,293
Hoan Tjay Tan dan Rahardja Kirana. 2002. Antibiotika dalam: Obat-obat Pening, Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta. PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Irianto, Koes. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya. H-169
Istiantoro, Y ati H. dan Vincent H.S. Ganiswara. 1995. Penisilin, Sefalosporin, dan Antibiotik
Beta Laktam lainnya. Didalam: Farmakologi dan Terapi. Editor: Sulistia G. Ganiswara, dkk.
Jakarta. Gaya Baru. Hal 622-631.
Lakshman Samaranayate. Essential microbiology for dentistry.
McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. Bethesda: The American Society of Health-
System Pharmacist, Inc. pp. 384-388.
Nugrahani, I.S. Asyarie, S.N., Soewandhi, S., Ibrahim. 2007. Potensi Antibiotika dan Profil
Farmakokinetika Amoksisilina Monohidrat Hasil Kristalisasi Beku Kering. Pharmacon; 8(2):51-
55.
19
Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 205-206.
Ramharter M, Oyakhirome S, Klouwenberg, Adegnika AA, Agnandji ST, Missinou MA, dkk.
Artesunate-clindamycin versus kinin-clindamycin in the treatment of Plasmodium Falciparum
Malaria :A randomized controlled trial. Clin Infect Dis 2005; 40:1777-84.
Siahaan L. 2008 Kombinasi kina-klindamisin 3 hari pada penderita malaria falciparum tanpa
komplikasi. MKN. pp 41:88-92.
Yerra A, Nagar P. 2008. An overview of WHO guidelines on the management of malaria.
20
21