Download - Laporan Tipe Iklim dan Pola tanam
Modul Praktikum 2
Agroklimatologi
TIPE IKLIM DAN POLA TANAM BERDASARKAN ANALISIS
CURAH HUJAN
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
NAMA: YOLANDA GABRIANTY
NIM: G211 13 522
KELOMPOK: 13
ASISTEN: RYAN NURALAMSYAH
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang
diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan
energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam
memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu
(Winarso, 2003).Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur
iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa
kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Eksploitasi lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan serta
pertambahan jumlah penduduk bumi yang berhubungan secara langsung dengan
penambahan gas rumah kaca secara global akan meningkatkan variasi tersebut.
Keadaan seperti ini mempercepat terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan
penyimpangan iklim dari kondisi normal.
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang
untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Iklim di suatu tempat di bumi
dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi
relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri
yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim.
Adapun iklim erat kaitannya dengan pertanian. Hal ini karena iklim
mengindikasikan curah hujan suatu wilayah sehingga dengan mengetahui iklim
dapat ditentukan jadwal tanam dan kalender tanam suatu wilayah. Karena fungsi
iklim yang berkaitan dengan pertanian tersebut maka penting bagi mahasiswa
pertanian untuk melakukan praktikum mengenai Tipe Iklim dan PolaTanam
Berdasarkan Analisis Curah Hujan ini.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Praktikan dapat mengetahui berbagai sistem klasifikasi iklim
2. Praktikan dapat mengetahui bagaimana cara pengklasifikasian iklim tiap-
tiap sistem
3. Praktikan dapat mengenyimpukan tanaman apa yang cocok untuk berbagai
daerah berdasarkan tipe iklim yang telah diidentifikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang
untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Iklim di suatu tempat di bumi
dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi
relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri
yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim (Ariestya, 2013).
Iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan
komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam
suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Iklim bukan hanya
sekedar cuaca rata-rata, karena tidak ada konsep iklim yang cukup memadai tanpa
ada apresiasi atas perubahan cuaca harian dan perubahan cuaca musiman serta
suksesi episode cuaca yang ditimbulkan oleh gangguan atmosfer yang bersifat
selalu berubah, meski dalam studi tentang iklim penekanan diberikan pada nilai
rata-rata, namun penyimpangan, variasi dan keadaan atau nilai-nilai yang ekstrim
juga mempunyai arti penting. Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik
dilihat dari posisi, maupun keberadaanya, sehingga mempunyai karakteristik iklim
yang spesifik.
Menurut Elohim (2013), Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi
terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim
secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara yaitu:
1. kawasan Tropika (23,5°LU-23,5°LS)
2. Kawasan Subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS)
3. Kawasan Sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS)
4. Kawasan Kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS)
(Gambar 1, Sumber:Elohim (2013), Iklim Berdasarkan Garis Lintang)
2.2 Faktor Pengaruh Iklim
Menurut Baharianty (2011) Iklim dipengaruhi oleh beberapa faktor atau
unsur-unsur. Adapun unsur-unsur yang dapat mempengaruhi iklim suatu
wilayah/daerah secara umum menurut antara lain :
1. Penyinaran Matahari
Matahari merupakan pengatur iklim di bumi yang sangat penting dan
menjadi sumberenergi utama di bumi.Energi matahari dipancarkan ke
segala arah dalam bentuk gelombang elektromagnetik.Penyinaran
Matahari ke Bumi dipengaruhi oleh kondisi awan dan perbedaan sudut
datang sinar matahari.
2. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara yang sifatnya
menyebar dan berbeda-beda pada daerah tertentu.Persebaran
secara horizontal menunjukkan suhu udara tertinggi terdapat di daerah
tropis garis ekuator (garis khayal yang membagi bumi menjadi bagian
utara dan selatan) dan semakin ke arah kutub suhu udara semakin dingin.
Sedang persebaran secara vertikal menunjukkan, semakin tinggi tempat,
maka suhu udara semakin dingin. Alat untuk mengukur suhu
disebuttermometer.
3. Kelembapan Udara (humidity)
Dalam udara terdapat air yang terjadi karena penguapan.Makin tinggi suhu
udara, makin banyak uap air yang dikandungnya.Hal ini berarti, makin
lembablah udara tersebut.Jadi, Humidity adalah banyaknya uap air yang
dikandung oleh udara.Alat pengukurnya adalah higrometer.
4. Per-Awanan
Awan merupakan massa dari butir-butir kecil air yang larut di lapisan
atmosfer bagian bawah. Awan dapat menunjukkan kondisi cuaca.
5. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah selama waktu
tertentu.Untuk mengetahui besarnya curah hujan digunakan alat yang
disebut penakar hujan (Rain Gauge).
6. Angin
Angin adalah udara yang berggerak dari daerah yang bertekanan tinggi
(maksimum) ke daerah yang bertekanan rendah (minimum).Perbedaan
tekanan udara disebabkan oleh adanya perbedaan suhu udara.Bila suhu
udara tinggi, berarti tekanannya rendah dan sebaliknya.Alat untuk
mengukur arah dan kecepatan angin disebut anemometer.
2.3 Klasifikasi Iklim
Menurut Songle (1997) Klasifikasi iklim adalah pembagian iklim kedalam
beberapa tipe berdasarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sebuah
wilayah. Faktor-faktor pembeda tersebut dapat berupa curah hujan dan
lain sebagainya. Adapun klasifikasi iklim terbagi atas beberapa versi, yaitu:
1. Klasifikasi Iklim Thornthwaite
2. Klasifikasi Iklim Mohr
3. Klasifikasi Iklim Oldeman
4. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
5. Klasifikasi Iklim Koppen
2.3.1 Klasifikasi iklim Thornthwaite
Ahli klimatologi Amerika Thornthwaite mencoba membuat klasifikasi
iklim dengan lebih sederhana. Dikemukakan bahwa pentingnya endapan untuk
tanaman tidak hanya bergantung pada jumlahnya, tetapi juga pada intensitas
penguapan. Jika penguapan besar, maka endapan yang dipakai oleh tanaman akan
lebih kecil dari pada penguapannya kecil, tentu saja untuk jumlah endapan yang
sama. berbeda dengan sistim Koeppen, maka Thornthwaite menghitung
nisbah keefektifan endapan (P-E), yang didefinisikan sebagai jumlah
endapan bulanan (P) dibagi dengan jumlah penguapan bulanan (E),
yaitu: “Nisbah P-E =P/E” (Yonas, 1995).
Jumlah setahun (12 bulan) dari nisbah P-E disebut indeks P-E. Karena
kurangnya dat pengamatan mengenai penguapan, maka untuk mengatasi kesulitan
tersebut Thornthwaite mempelajari hubungan antara endapan (P), penguapan (E),
dan suhu (T) pada 21 stasiun di Amerika Serikat, yang pengukuran
penguapannya dilakukan dari bulan April sampai September selama periode 4
sampai 12 tahun (Palimbong, 2006).
Menurut Palimbong (2006) Berdasarkan nila P-E indeks maka
Thornthwaite membagi iklim atas 5 daerah kelembaban (humacity province)
yakni :
1. Daerah basah dengan vegetasi hutan penghujan (rain forest),
2. Daerah lembap dengan vegetasi hutan (forest),
3. Daerah setengah lembap dengan vegetasi padang rumput (grass land),
4. Daerah setengah kering dengan vegetasi padang rumput luas tanpa
pohon (stepa)
5. Daerah kering dengan vegetasi gurun pasir.
Adapun Golongan Kelembaban menurut Thornthwaite dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Golongan Kelembapan Menurut Thornthwaite
Golongan KelembabanKeefektifitasan
TanamanIndeks P-E
Basah Hutan hujan ≥128
Lembab Hutan 64-127
Sub Humid Padang rumput 32-63
Semi arid Steppa 16-31
Arid Gurun <16
Sumber: Palimbong , 2010
Adapun Golongan Suhu menurut Thornthwaite dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 2. Golongan Suhu Menurut ThornthwaiteGolongan Suhu Indeks T-E
A’ = Tropis ≥128
B’ = Mesothermal 64-127
C’ = Microthermal 31-63
D’ = Taiga 16-31
E’ = Tundra 1-15
F’ = Salju abadi 0
Sumber: Palimbong , 2010
2.3.2 Klasifikasi iklim Mohr
Berdasarkan penelitian tanah, Mohr membuat pembagian tiga derajat
kelembapan, yaitu:
1. Jumlah curah hujan dalam 1 bulan lebih dari 100 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan basah, jumlah curah hujan ini melampaui jumlah
peguapan.
2. Jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 60 mm, maka bulan ini
dinamakan bulan kering, penguapan banyak berasal dari air dalam tanah
daripada curah hujan.
3. Jika jumlah curah hujan dalam 1 bulan antara 60 mm dan 100 mm maka
bulan ini dinamakan bulan lembap, curah hujan dan penguapan kurang
lebih seimbang.
Tentu saja jenis tanah memegang peranan, tetapi dengan nilai batas kriteria
diatas sudah cukup mewakili berbagai jenis tanah. Berdasrkan kriteria tersebut,
maka langkah pertama Mohr adalah mencari bulan kering dan bulan basah,
kemudian langkah kedua berdasarkan rata-rata bulanan seperti halnya pada
metode Koeppen, tetapi langkah kedua ini kurang sesuai untuk iklim dim
Indonesia. Jadi langkah pertama sudah sesuai bagi iklim pertanian, tinggal
melukiskan klasifikasi iklimnya yang perlu disempurnakan (Ebenhezer, 2005).
Meskipun demikian, karya tulis Mohr menarik perhatian para ahli
klimatologi, Thornthwaite telah membuat artikel yang isinya mendiskusikan
sistim iklim dari Mohr secara panjang lebar, metode Mohr ini telah diterapkan
dengan berhasil di daerah tropis. Seperti di Trinidad dan dalam bentuk modifikasi,
sistem Mohr telah diterapkan di Kongo (Ebenhezer, 2005).
2.3.4 Klasifikasi Iklim Oldeman
Sistem klasifikasi iklim Oldeman adalah salah satu sistem klasifikasi iklim
yang banyak digunakan di Indonesia. Hal ini karena klasifikasi ini sesuai untuk
memetakan zona iklim, karena mengaitkan hubungan antara iklim, jenis tanaman,
dan waktu anam yang sesuai untuk suatu tempat. Atau pengertian lebih
sederhananya, klasifikasi Oldeman adalah sistem pembagian iklim yang membagi
iklim bedasarkan curah hujan dan vegetasi tanaman (Nicky, 2011)
Klasifikasi iklim membagi iklim kedalam 5 tipe utama dan 4 subtipe. Tipe
utama dalam klasifikasi iklim Oldeman didasarkan pada banyaknya jumlah
bulan basah berturut-turut. Sedangkan subtipe dalam Klasifikasi Oldeman
didasarkan pada banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut (Triella, 2013).
Adapun bulan basah (BB), bulan Kering (BK), dan Bulan Lembab
menurut Oldeman yaitu:
Tabel 3. Tipe Bulan Menurut OldemanTipe Bulan Banyak Curah Hujan/Bulan
Bulan Basah (BB) Curah Hujan > 200 mm
Bulan Lembab (BL) Curah Hujan 100< BL<200 mm
Bulan Kering (BK) Curah Hujan < 100 mm
Sumber: Triella, 2013
Adapun Tipe Utama klasifikasi iklim menurut Oldeman dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4. Tipe Utama IklimMenurut OldemanTipe Iklim Keterangan
Tipe A Bulan basah berturut-turut > 9 bulan
Tipe B Bulan basah berturut-turut 7-9 bulan
Tipe C Bulan basah berturut-turut 5-6 bulan
Tipe D Bulan basah berturut-turut 3-4 bulan
Tipe E Bulan basah berturut-turut < 3 bulan
Sumber: Triella, 2013
Adapun Sub tipe klasifikasi iklim menurut Oldeman dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5. Subtipe Iklim Menurut OldemanSub Tipe Iklim Keterangan
Sub Tipe I Bulan kering berturut-turut < 2 bulan
Sub Tipe II Bulan kering berturut-turut 2-3 bulan
Sub Tipe III Bulan kering berturut-turut 4-6 bulan
Sub Tipe IV Bulan kering berturut-turut > 6 bulan
Sumber: Triella, 2013
Adapun Penjabaran Tipe dan Sub tipe Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(Gambar 2, Sumber:Triella (2013), Penjabaran Klasifikasi Iklim Oldeman)
Meskipun sistem klasifikasi iklim Oldeman adalah sistem yang paling
banyak di pakai di Indonesia karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, namun
sistem klasifikasi iklim Oldeman ini juga mempunyai banyak kekurangan.
Adapun kelebihan dan kekurangan sistem klasifikasi iklim menurut
Oldeman, yaitu:
1. Kelebihan
Sistem klasifikasi Oldeman memiliki cara yang paling efektif dibanding
dengan cara-cara yang lain seperti Schimidt-Ferguson dan Koppen. Hal ini
disebabkan karena metode Oldeman yang telah mempertimbangkan unsur
cuaca yang lain seperti radiasi matahari yang mempengaruhi
evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman sehingga dengan
memanfaatkan sistem klasifikasi ini sudah dapat diperkirakan pola tanam
dengan keterkaitan antara iklim dengan tanaman.
2. Kekurangan
Sistem ini menjadikan curah hujan sebagai salah satu indikator penting
sehingga akan terdapat banyak kesulitan dan kendalah dalam menentukan
iklim suatu wilayah yang mempunyai 4 musim. Selain itu, sistem
klasifikasi ini belum dapat menjelaskan pergeseran iklim bulanan.
2.3.5 Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
Menurut Irene (2011) Schmidt-Ferguson mengklasifikasikan iklim
berdasarkan ukuran bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering. Kriteria tersebut
mengacu pada curah hujan yang diterima setiap daerah. Adapun bulan basah,
bulan kering dan bulan lembab yang dimaksudkan schmidt-Ferguson berbeda
dengan pendapat Oldeman. Berikut adalah kriteria bulan basah, bulan lembab, dan
bulan kering menurut schmidt-ferguson:
Tabel 6: Tipe Bulan Menurut Schmidt-FergusonTipe Bulan Banyak Curah Hujan/ Bulan
Bulan Basah Curah Hujan > 100 mm
Bulan Lembab Curah Hujan 60-100 mm
Bulan Kering Curah Hujan < 60 mm
Sumber: Irene, 2011
Iklim schmidt-ferguson sering juga disebut model Q karena klasifikasi
iklim schmidt- Ferguson didasarkan atas nilai Q. Q yang dimaksudkan merupakan
perbandingan jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah.
Q= Rata−ratabulan keringRata−rata bulanbasah
Adapun klasifikasi iklim berdasarkan nilai Q menurut Schmidt-Ferguson
adalah:
Tabel 7: Tipe Iklim Berdasarkan Nilai Q menurut Schmidt-FergusonTipe Iklim Nilai Q Keterangan
Tipe A 0 < Q < 0,143 Sangat Basah
Tipe B 0,143 < Q < 0,333 Basah
Tipe C 0,333 < Q < 0, 600 Agak Basah
Tipe D 0,600 < Q < 1,000 Sedang
Tipe E 1,000 < Q < 1,670 Agak Kering
Tipe F 1,670 < Q < 3,000 Kering
Tipe G 3,000 < Q < 7,000 Sangat Kering
Tipe H 7,000 < Q Luar Biasa Kering
Sumber: Irene, 2011
Irene (2011) kelebihan dan kekurangan sistem klasifikasi Schmidt-
Ferguson menurut adalah:
1. Kelebihan
a. Sistim klasifikasi Schmidt-Ferguson dapat mengetahui pergeseran
iklim tipa tahun.
b. Sistim klasifikasi Schmidt-Ferguson dapat mempermudah untuk
pengamatan dalam melihat kapan terjadinya bulan kering dan bulan
basah.
2. Kekurangan
Kriteria untuk bulan basah maupun bulan kering untuk beberapa wilayah
tergolong rendah sehingga terjadi kesulitan dalam pengelompokan bulan
kering dan bulan basah.
2.3.6 Klasifikasi Iklim Koppen
Menurut Winardi (2012) Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan
perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen mengungkapkan adal 5 kelompok
iklim. Kelompok iklim ini dilambangkan dengan 5 huruf besar, yaitu:
Tabel 8: Klasifikasi Tipe Iklim Menurut KoppenTipe Iklim Keterangan
Tipe A Tipe iklim hujan tropik
Tipe B Tipe iklim kering
Tipe C Tipe iklim hujan suhu sedang
Tipe D Tipe iklim hutan bersalju dingin
Tipe E kutub
Sumber: Winardi, 2012
2.4 Pengertian Pola Tanam
Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun
waktu tertentu. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem
budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan
satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan
memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko
kegagalan. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara kedua tanman atau
lebih terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan (Ariestya, 2013)
Pola tanam dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan
produktivitas lahan.Hanya saja dalam pengelolaannya diperlukan pemahan kaedah
teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan
produktivitas lahan tersebut.Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk
mendapatkan hasil/pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu,
ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah
pendekatan yang bijak (Aristya, 2013)
Menetapkan pola tanam bertujuan untuk menyesuaikan waktu tanam
dengan musim pada suatu sistem budidaya tanaman. Misalnya sistem budidaya
tanaman di lahan kering, tadah hujan, pola tanam disesuaikan dengan pola
curah hujan, sehingga diperoleh waktu tanam yang tepat. Waktu tanam
yang tepat dapat mendukung pertumbuhan tanaman untuk mencapai
hasil maksimal (Ariestya, 2013)
2.5 Faktor-Faktor Pengaruh Pola Tanam
Menurut Songle (1997) Pola tanam adalah gambaran rencana tanam
berbagai jenis tanaman yang akan dibudidayakan dalam suatu lahan beririgasi
dalam satu tahun. Faktor yang mempengaruhi pola tanam :
1. Iklim
Keadaan pada musim hujan dan musim kemarau akan berpengaruh pada
persediaan air untuk tanaman dimana pada musim hujan maka persediaan
air untuk tanaman berada dalam jumlah besar, sebaliknya pada musim
kemarau persediaan air akan menurun.
2. Topografi
Merupakan letak atau ketinggian lahan dari permukaan air laut,
berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban udara dimana keduanya
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
3. Debit/Ketersediaan Air Yang Tersedia
Debit air pada musim hujan akan lebih besar dibandingkan pada musim
kemarau, sehingga haruslah diperhitungkan apakah debit saat itu
mencukupi jika akan ditanam suatu jenis tanaman tertentu.
4. Jenis Tanah
Yaitu tentang keadaan fisik, biologis dan kimia tanaman
5. Sosial Ekonomi
Dalam usaha pertanian faktor ini merupakan faktor yang sulit untuk
dirubah, sebab berhubungan dengan kebiasaan petani dalam menanam
suatu jenis tanaman.
2.6 Faktor yang Perlu Duperhatikan Dalam Membuat Pola Tanam
Menurut Songle (1997) Berdasarkan pada tujuan pola tata tanam diatas
ada beberapa faktor yang diperhatikan untuk merencanakan pola tata tanam, yaitu:
1. Awal Tanam
Wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan.Oleh karena itu dalam pola tata tanam awal tanam merupakan hal
yang penting untuk direncanakan.Pada awal tanam, biasanya musim hujan
belum turun sehingga persediaan air relatif kecil.Untuk menghindari
kekurangan air, maka urutan tata tanam pada waktu penyiapan lahan diatur
sebaik-baiknya.
2. Jenis tanaman
Setiap jenis tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berdeda-beda.
Berdasarkan hal tersebut, jenis tanaman yang diusahakan harus diatur agar
kebutuhan air dapat terpenuhi.
3. Luas areal
Semakin luas areal persawahan yang diairi, maka kebutuhan air irigasi
semakin banyak. Pengaturan luas tanaman akan membatasi besarnya
kebutuhan air tanaman. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang
airnya terbatas.Luas tanam juga mempengaruhi besarnya intensitas
tanam.Intensitas tanam adalah perbandingan antara luas tanam per tahun
dengan luas lahan.
4. Debit yang tersedia
Apabila debit yang tersedai cukup besar, maka hampir semua jenis
tanaman dapat dipenuhi kebutuhannya sehingga pada umumnya pemberian
air dapat dilakukan terus menerus. Penentuan jenis pola tata tanam
disesuaikan dengan debit air yang tersedia pada setiap musim tanam.
2.7 Keuntungan Membuat Pola Tanam
Menurut Triella ( 2013) Keuntungan pola tanam, dapat diperoleh dengan
menggunakan pola tanam yang tepat, keuntungan tersebut antara lain dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Intensitas penggunaan
lahan meningkat, dengan memanfaatkan sumber daya lahan dan waktu lebih
efisien, meningkatkan pula produktivitas lahan.
1. Frekuensi panen atau produksi meningkat
Penanaman beberapa jenis tanaman pada suatu lahan menyebabkan
seringnya petani memperoleh hasil panen dalam satu tahun. Mengurangi
resiko kegagalan panen; kegagalan panen oleh serangan jasad pengganggu,
maupun keadaan iklim yang kurang baik dengan mengusahakan beberapa
komoditas.
2. Meningkatkan penyebaran tenaga kerja sepanjang tahun.
Dengan ini banyak kegiatan dilapangan sehingga dapat menyebarkan
tenaga kerja dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Mencegah
terjadinya kerusakan tanah arau erosi, terutama pada lahan yang berlereng,
karena tanah selalu dalam keadaan yang tertutup, dan disertai dengan
pengolahan tanah yang minimal.
3. Diversifikasi pangan dapat memperoleh hasil pangan yang beraneka ragam
dan bergizi.
Dengan mengusahakan beraneka ragam tanaman, maka akan diperoleh
aneka ragam hasil panen yang bernilai gizi seperti : karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral.
4. Efisiensi penggunaan tenaga keluarga meningkat, dan biaya produksi
dapat ditekan serendah mungkin.
Biaya produksi seperti biaya pengolahan tanah dapat ditekan
dengan pengolahan tanah yang minimal ( minimum tillage). Biaya
pengendalian jasad pengganggu dapat ditekan dengan pengendalian jasad
pengganggu terpadu.
2.8 Kaitan Pola Tanam Dengan Iklim
Menurut Winardi (2012) Secara singkat iklim adalah kondisi rata-rata
cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di permukaan bumi.
Adapun keadaan cuaca suatu daerah salah satunya dipengaruhi oleh curah hujan
dalam wilayah tersebut. Sedangkan Pola Tanam secara singkat dapat diartikan
pengaturan penggunaan lahan dalam kurun waktu tertentu. Pengaturan
penggunaan lahan yang dimaksud
yaitu bagaimana mengatur sistim kerja dalam menggunakan lahan seperti waktu
tanam dan tanaman apa yang cocok untuk ditanam pada suatu sistem budidaya
tanaman di suatu wilayah.
Untuk mengetahui waktu tanam suatu wilayah dan tanaman apa yang
cocok untuk dibudidayakan pada wilayah tersebut perlu memperhatikan curah
hujan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, curah hujan
merupakan suatu aspek atau faktor penentu cuaca yang mana cuaca berkaitan erat
dengan iklim suatu wilayah.
Misalnya sistem budidaya tanaman dilahan kering atau lahan tadah hujan.
Pola tanamn pada daerah tersebut perlu memperhatikan pola curah hujan wilayah
tersebut. Hal ini bertujuan agar diperoleh waktu tanam yang tepat dalam
penentuan pola tanam. Waktu tanam yang tepat dapat mendukung pertumbuhan
tanaman untuk mencapai hasil produksi yang maksimal. Jadi kaitan Pola Tanam
dengan Iklim secara singkat yaitu: Iklim dipengaruhi oleh Cuaca. Cuaca
dipengaruhi oleh Curah Hujan. Curah Hujan adalah salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam penentuan Waktu Tanam suatu wilayah. Waktu Tanam
merupakan salah satu bagian dalam penentuan Pola Tanam suatu wilayah.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai Tipe Iklim dan Pola Tanam Beradsarkan Analisis
Curah Hujan ini dilakukan di Lab 3, Jurusan Agronomi, Prodi Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 19 November 2015, dimulai pada pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu Laptop, LCD (proyektor), alat tulis menulis, dan
buku sumber. Sedangkan bahan yang dignakan adalah data iklim dan curah hujan
pada kecamatan masing-masing kelompok selama 7 tahun terakhir.
3.3 Metode Percobaan
1. Mengidentifikasi berbagai teori tentang pengklasifikasian iklim
2. Mengumpulkan data curah hujan beberapa daerah
3. Mengidentifikasi iklim beberapa daerah berdasarkan data curah hujan
daerah tersebut dengan metode klasifikasi iklim Oldeman. Adapun cara
kerja dari tipe iklim menurut oldeman yaitu :
a. Menyiapkan data mentah 7 tahun terakhir pada kecamatan tertentu
yang ingin diolah datanya.
b. Menentukan jumlah curah hujan dan rata-ratanya yang terjadi dalam
waktu perhari, kemudian perbulan, lalu pertahun
c. Menggabungkan data dengan teman satu kelompok yang mengerjakan
pada tahun yang lain (jangka 7 tahun terakhir).
d. Menghitung jumlah bobot curah hujan dengan rumus “ =30/31*C5 ”
dengan “30” merupakan angka rata-rata hari dalam satu bulan, “31”
merupakan jumlah hari dalam bulan yang diamati dan “C5”
merupakan cells curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut (dalam
tahun tertentu).
e. Menghitung dan memilah jumlah bobot hujan yang ada dengan
ketetapan Oldeman, yaitu jika ia termasuk :
1) Bulan Basah (BB) .> 200mm/bulan
2) Bulan Lembab (BL) 100-200 mm/bulan
3) Bulan kering (BK) < 100 mm/bulan
f. Menghitung jumlah Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) yang
terjadi dalam bobot curah hujan yang ada, sehingga dapat menentukan
pada bulan berapa sebaiknya dilakukan pola penanaman yang sesuai.
g. Menghitung nilai Q, yait Q = bulan kering /bubasah x 100 %
h. Memasukkan nilai Q yang ada kedalam 8 pembagian tipe Iklim
menurut sifatnya (Oldeman)
i. Memasukkan kedalam tipe utama (Huruf) dan sub tipe (angka),
sehingga akan diperoleh tipe iklim serta penjabaran akan varietas yang
dapat ditanami.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Curah Hujan Bulanan Tahun 2002-2012 Kabupaten Takalar
Langkah awal untuk menentukan iklim suatu wilayah menurut sistem
klasifikasi iklim Oldeman yaitu pengumpulan data curah hujan suatu wilayah
dalam waktu yang cukup lama minimal 10 tahun. Hal ini bertujuan agar dengan
data curah hujan tersebut dapat di tentukan Tipe Bulan berdasarkan Klasifikasi
Tipe Bulan menurut Oldeman. Adapun data curah hujan Kabupaten Takalar
tahun 2002-2012 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(Gambar 2: Curah Hujan Bulanan Tahun 2002-2012 Kab. Takalar
4.1.2 Bobot Curah Hujan Bulanan Tahun 2002-2012
(Gambar 3: Bobot Curah Hujan Bulanan Tahun 2002-2012 Kab.Takalar)
4.1.3 Curah Hujan Rata-Rata/ Bulan dan Tipe Bulan
Untuk menentukan Tipe Bulan maka Harus terlebih dahulu diketahui
Curah Hujan Rata-Rata setiap bulan pada suatu wilayah minimal dlam kurun
waktu 10 tahun. Curah Hujan rata-rata setiap bulan selama 10 tahun ( 2002-2012)
Kabupaten Takalar beserta Tipe Bulan berdasar data rata-rata Curah Hujan
menurut pembagian Tipe Bulan Oldeman dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9: Curah Hujan Rata-Rata dan Klasifikasi Tipe Bulan Menurut sistem Oldeman
No Bulan Curah Hujan Rata-Rata Tipe Bulan1 Januari 585,92375 Bulan Basah2 Februari 448,24675 Bulan Basah3 Maret 287,15543 Bulan Basah4 April 207,90909 Bulan Basah5 Mei 75,043988 Bulan Kering6 Juni 51,181818 Bulan Kering7 Juli 17,067449 Bulan Kering8 Agustus 0,5278592 Bulan Kering9 September 9,9090909 Bulan Kering10 Oktober 46,803519 Bulan Kering11 November 145,09091 Bulan Lembab12 Desember 489,14956 Bulan Basah
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015
4.1.4 Klasifikasi Tipe Iklim Kabupaten Takalar Menurut Oldeman
Klasifikasi iklim menurut oldeman dapat ditentukan dengan melihat
jumlah Bulan Basah berturut-turut dan Jumlah Bulan Kering berturut-turut suatu
wilayah. Banyaknya Bulan Basah berturut-turut, Bulan Lembab dan Bulan
Kering berturut-turut di Kab. Takalar tahun 2002-2012 dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 10: Jumlah Bulan Basah berturut-turut, Bulan Lembab, dan Bulan Kering berturut-turut Kab. TakalarTipe Bulan JumlahBulan Basah 5 bulan berturut-turut
Bulan Lembab 1 bulanBulan Kering 6 bulan berturut-turut
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015
Berdasarkan data jumlah Bulan Basah berturut-turut dan Bulan Kering
Berturut pada Tabel 10 maka dapat disimpulkan bahwa menurut sistem klasifikasi
iklim Oldeman Kabupaten Takalar memiliki tipe iklim utama yaitu: Tipe Iklim C
dan Subtipe Iklim yaitu: Subtipe III. Maka iklim kabupaten takalar adalah C III.
4.2 Pembahasan
Menurut Klasifikasi Iklim Oldeman maka Kabupaten Takalar masuk
dalam golongan wilayah yang beriklim C III. Hal ini karena jumlah Bulan Basah
(BB) berturut-turut Kabupaten Takalar adalah 5 bulan. Sedangkan jumlah bulan
kering berturut-turut Kabupaten Takalar adalah 6 bulan. Menurut klasifikasi iklim
Oldeman Tipe utama Iklim C yaitu tipe iklim yang memiliki jumlah bulan basah
berturut-turut 5-6 bulan sedangkan subtipe iklim III adalah subtipe iklim yang
memiliki jumlah bulan kering berturut-turut 4-6 bulan.
Menurut penjabaran Tipe iklim Oldeman, wilayah dengan tipe iklim C III
dalam setahun dapat menanam tanaman padi 1 kali dan tanaman palawija 2 kali.
Namun, untuk penanaman palawija yang kedua kalinya perlu dilakukan dengan
hati-hati agar jangan jatuh pada bulan kering sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dengan melakukan pengamatan data iklimdapat kita simpulkan bahwa:
1. Kedua pengklasifikasian tipe iklim diatas mengacu kepada
perkembangan vegatasi yang dapat tumbuh disetiap daerah.
2. Perbedaan nilai yang di berikan terhadap standarisasi bulan basah dan
bulan kering terhadap pengklasifikasian tipe iklim memiliki landasan
tersendiri.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengolahan data format tabel yang telah
diberikan oleh praktikan harus disertai dengan rumus yang telah ditentukan agar
mempermudah praktikan dalam pengisian data.
DAFTAR PUSTAKA
Ariestya, 2013. Hubungan Iklim dengan Pertanian. http://www.academia.edu .Diakses pada tanggal 24 November 2015. Pukul 15.00 Wita, Makassar.
Elohim, 2013. Iklim dan Curah Hujan http://pustaka.unpad.ac.id . Diakses pada tanggal 24 November 2015. Pukul 16.00 Wita, Makassar.
Baharianty, 2011. Perubahan iklim dampak dan pengaruhnya http://ditjenbun.-pertanian.go.id Diakses pada tanggal 24 November 2015. Pukul 16.00 Wita, Makassar.
Songle, T.H.K, 1997. Klimatologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Yonas, L. 1975. An agroclimate map of Java and Madura. Contributions of the. Central Research Institute for Agriculture. Bogor, Indonesia
Palimbong, L.D. 2006. Soil Physics. Modern Asia. Jhon Wiley & Sons,INC., New york
Ebenhezer, A.G.2005. KLIMATOLOGI Pengaruh Cuaca Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara.Jakarta.
Nicky, C. D. 2011. Hidrologi teknik. Erlagga. Jakarta
Triella, 2013. Agroklimatologi . http://id.wikipedia.org . Diakses pada tanggal 24 November 2015 Pukul 18.00 WITA, Makassar.
Irene, 2011. Makalah Perubahan Iklim. www.irene113.blogspot.com. Diakases pada tanggal 24 November 2014 pada pukul 09:20 WITA, Makassar
Winardi, P. 2012. Laporan Pengamatan Iklim BMKG. www.academia.edu. Diakses pada tanggal 24 November 2015. Pukul 20.00 WITA, Makassar