Download - Lumpur Pemboran
LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa,
gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan
dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran
dapat berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal
dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan
berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Selain lumpur
pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai fluida pemboran.
2.1 Fungsi Lumpur Pemboran
Pada awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran hanyalah
mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama lumpur
pemboran adalah:
1. Pengangkatan Serpih Bor (Cutting Removal)
Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya pengaruh
gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh daya sirkulasi dan kekentalan lumpur.
Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat,
harus dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan atau tidaknya
lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor tidak dapat dikeluarkan maka akan
terjadi penumpukan serbuk bor didasar lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah
seperti terjepitnya pipa oleh serbuk bor.
Serbuk bor dapat diangkat jika lumpur mempunyai kemampuan untuk mengangkatnya.
Kemampuan serbuk bor untuk terangkat hingga kepermukaan tergantung yield point lumpur itu
sendiri. Jika lumpur sudah memiliki yield point yang memadai maka dengan melakukan sirkulasi
serbuk bor dapat terangkat keluar bersama–sama dengan lumpur untuk dibuang melalui alat
pengontrol solid (Solid Control Equipment) berupa shale shaker, desander, mud cleaner, dan
centrifuge.
2 Mendinginkan dan Melumasi Pahat
Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan pahat dengan formasi maka panas itu harus
dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai pengantar panas kepermukaan. Semakin besar
ukuran pahat, semakin besar juga aliran yang dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan
mendinginkan pahat dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat–zat lubrikasi (pelincir)
misalnya : minyak, detergent, grapite, asphalt dan zat surfaktan khusus, serbuk batok kelapa
bahkan bentonite juga berfungsi sebagai pelincir karena dapat mengurangi gesekan antara
dinding dan rangkaian bor.
3. Membersihkan Dasar Lubang (Bottom Hole Cleaning)
Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui corot pahat (bit
nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung–ujung pahat
menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur pahat dan akan
mempercepat laju pengeboran.
Laju sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya sembur yang kuat kedasar
lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus memperhitungkan kekuatan formasi atau
daya kemudahan formasi untuk dibor (formation drillability). Kalau laju sembur terlalu besar
pada formasi yang lunak, dan akan mengakibatkan pembesaran lubang (hole enlargement)
karena kikisan semburan. Sedangkan pada formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan
menyia–nyiakan horse power
4. Melindungi Dinding Lubang Supaya Stabil
Lumpur bor harus membentuk deposit dari ampas tapisan (filter cake) pada dinding lubang
sehingga formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida (filtrat) kedalam
formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur bertambah, misalnya
dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia yang dapat meningkatkan pendispersian
padatan. Dapat pula dengan menambahkan zat–zat poliner sehingga viskositas dari filtrat (air
tapisan) meningkat, dengan demikian mobilitas filtrat didalam filter cake dan formasi akan
berkurang.
5. Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi
Pada kondisi normal gradien tekanan normal : 0.465/ft, 0.107-ksc/ft. Berat dari kolom lumpur
yang terdiri dari fase air, partikel–partikel padat lainnya cukup memadai untuk mengimbangi
tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi
pemberat khusus (misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk menaikkan
tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi dan menjaga tekanan formasi.
Besarnya tekanan hidrostatik tergantung dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom
yang dapat dihitung dengan persamaan :
Hp = 0.052 x Mw (ppg) x D = Psi
= 0,00695 x Mw (pcf) x D = Psi
dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg/pcf
D = Kedalaman, ft.
6. Menahan Serpih / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi Dihentikan
Kemampuan lumpur bor untuk menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat tidak ada
sirkulasi tergantung sekali pada daya agarnya (gel strengt). Daya agar adalah suatu sifat fluida
thixotropis yang mempunyai kemampuan mengental dan mengagar jika didiamkan (static
condition) dan kembali lagi mencair jika diaduk atau digerak–gerakkan. Sifat pengapungan atau
penahan serpih didalam lumpur sangat diinginkan untuk mencegah turunnya serpih kedasar
lubang atau menumpuk di anulus yang akan memungkinkan terjadinya rangkaian bor terjepit.
Tetapi daya agar ini tidak boleh terlalu tinggi supaya mengalirnya kembali lumpur tidak
membutuhkan tekanan awal yang terlalu besar.
7. Sebagai Media Logging
Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi sumur yang
bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi sumur-sumur yang
akan di bor selanjutnya. Data-data tersebut diatas didapat dari analisa cutting dan pengukuran
langsung dengan wire logging. Untuk itu lubang bor harus bersih dari cutting.
8. Menunjang (Support) Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung
Makin dalam pengeboran, maka berarti makin panjang pula rangkain pipa atau casing, sehingga
beban yang harus ditahan menara rig akan bertambah besar, dengan adanya bouyancy effect dari
lumpur akan menyebabkan beban efektif menjadi lebih kecil sehingga dengan kemampuan yang
ada mampu melakukan pengeboran yang lebih dalam. Faktor yang mempengaruhi dalam hal ini
adalah berat jenis dari lumpur.
9. Menghantarkan Daya Hidrolika Kepahat
Lumpur pemboran adalah media untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan kedasar
lubang. Daya hidrolika lumpur harus ditentukan didalam membuat program pengeboran
sehingga laju sirkulasi lumpur dan tekanan permukaan dihitung sedemikian agar pendayagunaan
tenaga (power) menjadi optimal untuk membersihkan lubang dan mengangkat serpih bor.
Kemampuan untuk membersihkan serbuk bor dari bit itu didapat karena adanya tenaga hidrolik
yang harus disalurkan dari permukaan menuju bit melalui media lumpur yang disebut sebagai
Bit Hydraulic Horsepower
10. Mencegah dan Menghambat Laju Korosi
Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO2, dan H2S. Juga
karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di dalam. Untuk menghindari
hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi
atau diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi.
2.2 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran
Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi
yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai
apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu dalam setiap tahap operasi
pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus
dilakukan dengan seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur
pemboran.
2.2.1 Berat Jenis
Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom lumpur,
karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang sesuai dengan
tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan enterusi fluida formasi
kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out.
Lumpur yang terlalu berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.
2.2.2 Rheology dan Gel – Strength
1. Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Alat
untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
2. Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara
sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid
yang ada dalam lumpur.
3. Yield Point (Yp)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia antara
padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
4. Gel – Strength
Gel – strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam keadaan diam, dan
makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga sebagai sifat “THIXOTOPIC”.
2.2.3 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan
drill pipe sticking.
2.2.4 Solid Control
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat
– akibat yang buruk antara lain :
Memperlambat peneteration rate
Susah mengatur sifat – sifat rheologi
Bit dan peralatan lainnya cepat aus.
Treatment menjadi lebih mahal.
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari drilled cutting
formasi.
2.2.5 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan
terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun
dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur.
2.2.6 Fluid (Water) Loss
Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous
seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan akan terjadi
perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.
2.2.7 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan
mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
2.3 Komposisi Lumpur Pemboran
Komposisi dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-masing
mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara sinergik untuk
mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan kimia penyusun lumpur tidak
hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi ganda. Fungsi pertama disebut primary
fungtion sedangkan fungsi keduanya disebut secondary fungtion.
Lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan
dasar air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut atau
penahan materi–materi didalam lumpur.
Empat macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran
adalah sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Reactive solids (padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid )
3. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)
4. Fasa kimia
Dari keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.
2.3.1 Fasa Cair
Fasa cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah sebagai
fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu bila bereaksi dengan
reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat
mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan
kondisi formasi yang yang dibor. Fasa cair yang biasa digunakan adalah air tawar, air garam,
minyak dan emulsi antara minyak dan air.
2.3.2 Reactive Solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay
air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield”
digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu ton clay agar
viskositas lumpurnya 15 cp.
Bentonite digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada dasarnya
Bentonite dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite dan Ca-
Monntmorillonit. Na-Monntmorillonite sangat baik digunakan sebagai bahan dasar lumpur
pemboran karena mampu mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam dalam air.
Kemampuan mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu larutan dengan viscositas
yang cukup besar, hal ini penting untuk membersihkan dasar lubang sumur dan juga membentuk
suatu lapisan dinding yang elastic yang akan melindungi dinding lubang agar tidak runtuh.
Bentonite merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan bahan
seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 – 90 % ) dan logam alkali
tanah.
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air tawar atau di air asin
dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt water muds”. Baik bentonite atau
attapulgite akan memberikan kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas
dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.
2.3.3 Inert Solids
Inert solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen lainnya
dalam lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material ini adalah
berkaitan erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah berat ata berat jenis dari
lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari tekanan formasi dan tidak banyak
pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur yang lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau
barium sulfate (BaSO4), besi oxida (Fe2O3), calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena
(PbS), dimana kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur
seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk
menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan
kerusakan pompa).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :
• Barite (BaSO4)
• Oksida Besi (Fe2O3)
• Kalsium Karbonat (CaCO3)
• Galena (PbS)
2.3.4 Fasa Kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat
lumpur misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion), menggumpalkan partikel –
partikel clay (flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri.
Banyak sekali zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi water
loss, mengontrol fasa kolid yang disebut dengan surface active agent.
Zat kimia yang dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa disebut
thiner. Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay diantaranya
adalah :
1. Quobracho (dispersant)
2. Phosphate
3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
4. Lignosulfonate
5. Lignite
Sedangkan zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan antara lain :
1. C.M.C
2. Starch
3. Drispac
Zat-zat kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay, menyebabkan dispertion
dan lain sebagainya.
2.4 Jenis Lumpur Pemboran
Pada umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan
dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base mud). Lumpur
bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Water base mud
Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur ini
terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila dilihat dari komposisinya lumpur
ini terbagi lagi sebagai berikut :
a) Gel spud mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- 20 – 25 lb/bbl bentonite
- 0.25 – 0.5 lb/bbl caustic soda
Lumpur ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara menjalankan
desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi lumpur.
b) Lignosulfonate mud
Lumpur ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam prakteknya
lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita perhatikan, antara
lain :
Berat Jenis tinggi ( > 14ppg )
Tahan Panas ( 121 – 150o )
Toleransi padatan yang tinggi
Tapisan yang rendah ( < 10 cc )
Toleransi terhadap garam, anhydrite, gypsum
Tahan kontaminasi semen
Komponen dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat, lignite,
caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam
penggunaan lumpur Lignosulfonat :
Sifat inhibitive akan rusak paa suhu 300o F
Sifat pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350o F
Pada temperatur > 400o F lignosulfonat akan pecah
Viscositas akan berkurang seiring kenaikan temperatur
Lignosulfonate tidak efektif dalam menstabilkan shale
Filtrat lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang produktif
Lumpur Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental
Tergolong lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai toleransi
tinggi terhadap konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- Bentonite 20 – 25 lb/bbl
- Spersene 2 lb/bbl
- Xp – 20 1 lb/bbl
- Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan
c) Polimer mud
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- Menggunakan air tawar
- 0.25 lb/bbl soda ash
- Bentonite
- Caustic soda
d) Sea water mud
Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated bentonite untuk dasar
pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2 ppb caustic soda, 1.5 ppb kapur (lime), 2-4
ppb lignosulfonate, 1-2 ppb lignite dan larutan prehydrated bentonite secukupnya. Biasanya
alkalinity pf 1.3-3.00 cc dijaga dengan caustic soda, pm 3.0-8.0 cc dengan kapur dan tapisan
dipembuat lumpur. Konsentrasi garam dalam air laut berkisar 30-35,000 ppm dengan berbagai
ion-ion lain (Mg+2, Ca+2).
2. Oil base mud
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar kadar
airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap contaminant. Tetapi
airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk
mengontrol viskositas, gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate
loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena itu
tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun
formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil base nud ini adalah pada completion dan work over
sumur. Kegunaan yang lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah
pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk
menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor dan bahaya api
berkurang.
Kerugian penggunaan oil base mud adalah :
- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama untuk daerah operasi offshore.
- solid kontrol sulit dilakukan bila dibandingkan dengan water base mud.
- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.
- Biayanya relatif lebih mahal.
3. Emulsion mud
Terbagi atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung dari fasa apa yang
terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP, mengurangi filtration loss,
menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana lumpur ini banyak digunakan dalam
directional drilling. Komposisinya adalah lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak
solar 2-15% atau lumpur dengan dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.
2.5 Faktor Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor
Dalam menentukan lumpur bor yang akan digunakan dalam operasi pemboran harus
diperhatikan beberapa faktor utama untuk memilih lumpur bor tersebut, yaitu :
Bahan dasar pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.
Sifat formasi yang akan ditembus.
Problem yang akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan sekecil mungkin.
Dibutuhkan atau tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.
Kestabilan terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen, air tawar).
Pengaruh terhadap total biaya pemboran.
2.6 Pemakain Polimer Pada Lumpur Dasar Air Tawar
Pemakaian polimer pada lumpur bor adalah yang dapat berfungsi sebagai
Penggumpal ( flocculants )
Floculant berfungsi untuk mengikat cutting agar mudah dipisahkan dari
lumpur. Semua floculant tersusun dari polymer, contoh :
1. PHPA : ( Partially Hidrolized Polyacril Amide )
2. SPA : ( Sodium Poly Acrilate )
Pemecah gumpalan ( deflocculants )
Bahan ini berfungsi untuk menurunkan viscositas dan pada umumnya mempunyai second
fungtion sebagai fluid loss reducer.
Pengontrol kehilangan lumpur ( fluid loss control agent )
Bahan ini berfungsi sebagai viscofier seperti cmc dan pac – polymer,
sedangkan yang berfungsi sebagai thinner adalah lignite.penggunaan formulasi yang
menggunakan polymer hendaknya memeperhatikan temperatur, karena pada umumnya jenis –
jenis polymer tidak tahan temperatur tinggi.
Pengental ( viscosifier )
Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas yang biasanya mempunyai
secondary fungtion sebagai fluid loss reducer.
Ada dua macam viscosifier yaitu :
Tipe clay mineral
Tipe polymer seperti XCD polymer dan guard gum polymer
Meningkatkan daya guna bentonite ( bentonite extender )
Polimer dengan anion tinggi mampu meningkatkan viskositas dan gel strength di dalam
konsentrasi padatan 4% dan konsentrasi <20 ppb. Polimer jenis ini mampu menempel pada ujung
– ujung lempung dan mengembang, sehingga luas permukaan akan bertambah dan dengan
sendirinya viskositas juga akan meningkat.
Penstabil shale ( shale stabilization agents )
Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan shale formasi agar tidak gugur kedalam lubang bor.
Dengan pola kerja adalah sebagai berikut :
Pola Coating
Bahan akan menyelimuti partikel – partikel shale sehingga kontaknya dengan fluida dapat
dikurangi.
Pola Osmosa
Pada pola ini mengandalkan garam – garam terlarut untuk mengabsorbsi air dari dalam shale.
Penstabil pada suhu tinggi ( temperature stabilization )
Mengontrol rheologi lumpur pada temperatur tinggi, karena pada temperatur tinggi lumpur
biasanya akan terjadi gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur jauh diatas normal, jadi pada
dasarnya bahan ini adalah defloculant untuk temperatur tinggi.
Mencegah korosi ( corrosion inhibitor )
Bahan ini berguna untuk mencegah terjadinya korosi pada drill string maupun pada peralatan
pengeboran lainnya.
Detergen
Detergen berfungsi untuk mencegah terjadinya balling oleh clay pada bit dan drill string. Di
samping itu juga berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan lumpur , sehingga cutting
lebih mudah diendapkan di settling pit.
Lubricant
Lubricant adalah bahan untuk mengurangi gesekan / torsi antara rangkain pipa dengan dinding
lubang dan pada umumnya di buat dari senyawa – senyawa derivat fatty acid.
2.7 Kandungan Garam
Kandungan Cl‾ ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Kadar garam dari
lumpur akan mempengaruhi interprestasi logging listrik. Kadar garam yang besar aka
menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resistivity dari cairan formasi akan
terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabkan cutting garam yang masuk kedalam
lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam, dengan kata lain lumpur
terkontaminasi oleh garam.
2.8 Kontaminasi Lumpur Bor
Kontaminasi adalah suatu problem yang dapat muncul dengan gejala yang perlahan-lahan
ataupun dengan segera dan cepat, dan biasanya diamati suatu fluktuasi sifat-sifat lumpur yang
tadinya normal saja menjadi naiknya yield point, naiknya daya agar, viskositas yang berlebih dan
laju tapisan yang tidak terkontrol.
Kontaminan didefinisikan semua jenis zat (padat, cairan ataupun gas) yang dapat
menimbulkan pengaruh merusak terhadap sifat-sifat fisika atau kimiawi dari fluida pemboran.
Semua jenis lumpur mempunyai satu kontaminan umum yaiut padatan berat jenis rendah (Low
Solid Gravity), baik yang berasal dari serbuk bor ataupun dari pemakaian bentonite yang terlalu
berlebihan.
2.8.1 Kontaminasi Sodium Chlorida
Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam,
lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi
yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini,
akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel strengt dan
filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan dengan kehadiran
garam pada sistim lumpur.
2.8.2 Kontaminasi Gypsum dan Anhydrit
Hanya sedikit daerah didunia dimana tidak dijumpai formasi gypsum (CaSO4), pilihan yang
diambil dalam mengatasi ini adalah dengan mengendapkan ion Ca+2 atau merubah sisitim lumpur
kapur (dasar kalsium). Gejala mula-mula dari kontaminasi gypsum adalah viskositas yang tinggi,
daya agar tinggi dan laju tapisan bertambah.
2.8.3 Kontaminasi Semen
Kemungkinan untuk kontaminasi semen itu selalu ada pada setiap sumur pemboran. Semen
tidak menjadi kontaminan hanya jika fluida yang dipakai air jernih, air garam, lumpur kalsium
dan lumpur minyak. Parah atau tidaknya kontaminasi ini tergantung pada faktor-faktor seperti
konsentrasi padatan dalam lumpur dan keras atau lunaknya semen pada lubang.
Gejala kontaminasi semen adalah viskositas yang tinggi, yield point yang abnormal, daya agar
yang besar dan tapisan yang tidak terkontrol, ini disebabkan reaksi ion Ca+2 dari semen dengan
lempung dan tingginya pH larutan.
2.9 Sistem Lumpur Non Disperse Dengan Padatan Rendah
Sistem lumpur non dispersi dengan padatan rendah dipergunakan untuk memperoleh laju
penembusan yang lebih cepat tanpa merusak stabilitas lubang bor. Hal ini dapat ditanggulangi
dengan pemakain bahan kimiadan cara – cara mekanis seperti :
- Menjaga lumpur dengan kadar padatan rendah dengan total kumulatif
dibawah 6%.
- Partikel koloid diperkecil di bawah 1 mikron.
Lumpur ini menggunakan bentonite dengan polimer untuk mencapai hasil yang
dikehendaki dan sifat kehilangan cairan yang terkontrol. Untuk pemberat lumpur ini dapat
dipakai barite.
Jika lumpur ini dibuat dengan komposisi yang tepat dan terus dipelihara maka pemakaian
dispersane atau pengencer dapat dihindarkan. Jika koloid dan keseluruhan kandungan tetap
dijaga dalam batas – batas yang dapat diterima maka pengaturan sifat – sifat aliran dapat dibuat
dengan memakai sistem polyacrylate.
Lumpur tersebut memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat memudahkan
pembersihan padatan dengan kandungan rendah, meningkatkan daya hidrolik, mempercepat laju
penembusan, pemeliharaan yang mudah sehingga secara keseluruhan membuat pelaksanaan
operasi pemboran akan berjalan lebih efisien.
Pemakaian lumpur polimer non dispersi dengan padatan rendah sering digunakan pada
operasi pemboran dengan tingkat tinggi keberhasilan yang cukup tinggi. Dengan manfaat yang
terdapat dalam lumpur tersebut maka modifikasi dari lumpur ini menjadi tipe fluida pemboran
yang layak dipergunakan.
Faktor ekonomis dari pemakaian lumpur non dispersi dengan padatan rendah menjadi salah
satu faktor yang harus dipertimbagkan, terutama pada daerah dengan kemampuan laju
penembusan formasi 1 – 30 ft/jam. Dengan lumpur jenis ini maka laju penembusan akan
meningkat bahkan pada formasi batuan keras, sehingga dari segi biaya pemakaian lumpur ini
lebih menguntungkan.
Untuk penggunaan lumpur ini pada formasi sedang dengan laju penembusan ( 30 – 50
ft/jam ), didapat keuntungan pada usia pakai pahat bor, sehingga biaya pemboran dapat lebih
rendah.
Pada laju penembusan 50 – 75 ft/jam penggunaan lumpur ini akan memberikan nilai
keekonomisan yang cukup baik. Dengan catatan digunakannya menara bor ( rig ) yang memiliki
alat pengontrol padatan untuk membersihkan serbuk bor.
Pada kondisi luar biasa dengan kecepatan penembusan 75 – 200 ft / jam, lumpur polimer
non dispersi ini tidak dapat dipergunakan karena akan menghasilkan serbuk bor dalam jumlah
besar.
2.10 Sistem Lumpur Dispersi
Lumpur pemboran dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang tercampur
hidrat lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi. Lumpur pemboran dispersi ini
disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam pemboran dangkal atau untuk pemboran bagian
atas dari sumur yang dalam.
Pemboran dimulai dengan sirkulasi air tawar,dimana reaksi padatan lempung dalam
formasi yang sedang di bor menjadi hidrat dan menyebar ( dispersi ). Sifat kekentalan lumpur
pemboran juga diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor kepermukaan.
Untuk meningkatkan viskositas, bentonite bisa ditambahkan sebagai pelengkap lempung,
dan jika peningkatan viskositas lebih cepat secara berlebihan maka lumpur pemboran diencerkan
dengan air. Pengencer ini terus berlanjut untuk tahap berikutnya sehingga menjadi tidak praktis
karena banyaknya volume lumpur yang perlu diperhatikan.
Tahap berikutnya adalah mempertahankan dan memlihara jenis lumpur tersebut dengan
membersihkan bebrapa padatan pemboran atau serbuk bor dengan perlengkapan mekanis dan
pengolahan bahan kimia.
Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat, sodium tetrafosfat merupakan zat - zat utama
yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan pemboran didalam
lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive) pengenceran lumpur dengan air
dan peralatan pembersih padatan bor.
Keuntungan Dan Kerugian Sistem Fluida Pemboran Disperse
Keuntungan dan kerugian yang didapat dengan menggunakan sistem fluida pemboran
disperse ( Lumpur Lignosulfonate ) antara lain :
Keuntungan :
Mudah dalam pembuatan dan relatif lebih sedikit menggunakan bahan kimia.
Mempunyai efek penurunan laju penembusan ( karena memiliki banyak partikel yang
berukuran < 1 mikron ).
Sesuai untuk lumpur dengan berat jenis tinggi.
Dapat dipakai pada temperatur tinggi.
Kerugian :
Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan yang keras.
Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat karena terlalu banyak serbuk bor yang
dihasilkan.
Diposkan oleh Stefanus Christian di 01.16
Lumpur Pengeboran Netralkan Tekanan Sumur21 May, 2013 // 0 Comments
MigasReview, Jakarta – Teknik pengeboran minyak dan gas bumi (migas) merupakan proses yang harus dilalui oleh perusahaan migas untuk menemukan dan memproduksi migas dari dalam lapisan bumi.
Dalam pengeboran minyak terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, seperti tujuan dari drilling (pengeboran) yaitu untuk membuang, menghilangkan formasi batuan atau memuat jalur transportasi menuju ke batuan reservoir yang ada di dalam perut bumi (sumur minyak). Selanjutnya adalah membuang fragmen batuan (rock fragment, cutting) yang dihasilkan (berupa lumpur) ketika operasi drilling dilakukan.
Field Coordinator PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PTDSI) Mark Felix mengatakan, banyak variabel yang perlu diperhitungkan selain menentukan titik pengeboran. Untuk mengetahui tekanan dari dalam sumur, perlu disesuaikan dengan pemilihan lumpur supaya terjadi netralisasi tekanan agar tidak terjadi penyemburan ke luar sumur.
Berikut pemaparannya saat ditemui MigasReview.com di sela acara konvensi dan eksibisi the Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37, beberapa waktu lalu.
Perhitungan apa yang perlukan untuk melakukan pengeboran?
Sebelumnya, ada dua jenis pengeboran, yaitu eksplorasi dan eksploitasi. Variabel yang menjadi perhitungan banyak. Salah satu contohnya, dimulai dari penghitungan ketinggian atau kedalaman pengeboran. Seiring dengan penambahan kedalaman, tentu semakin dalam tekanannya semakin tinggi. Kalau untuk pengeboran eksploitasi, kita bisa menentukan letak pengeboran berdasarkan referensi dari hasil pengeboran sumur sekitar yang sudah menghasilkan atau berproduksi.
Sementara itu, pengeboran eksplorasi berdasarkan hasil data seismik, topografi, patahan serta sifat kandungan yang berada di dalam lapisan bumi. Itu harus dipelajari terlebih dahulu. Maka, peran ahli geologi sangat penting karena harus melakukan pemetaan. Apakah ada lapisan batubara, lapisan basement (lapisan keras), lapisan scale (lapisan sisik) dan lain sebagainya. Sehingga, saat bertemu dengan lapisan-lapisan tersebut, kita baru bisa mengetahui berapa perkiraan kekuatan tekanan yang berada di masing-masing lapiran. Selanjutnya pada proses pengeboran, agar tekanan di bawah tidak lebih tinggi, distabilkan menggunakan mud (lumpur) yang dikondisikan sesuai dengan kondisi permukaan atau formasi lapisan yang akan ditembus.
Misalnya, karakterisitik formasi lapisan batubara lebih soft untuk ditembus, sehingga untuk penekanan pada weight on bit (WOB) kita turunkan kemudian sirkulasinya ditinggikan supaya
tidak terjadi jepitan. Maka, untuk menentukan parameter pengeboran pada masing-masing well (sumur) memang punya karakterisitik yang berbeda-beda dan spesifik, tergantung pada area pengeboran, karateristik dari geologi, kemudian hasil dari seismik.
Tadi Anda katakan pengeboran supaya tidak terjepit. Gambarannya bagaimana?
Waktu kita melakukan pengeboran, terdapat formasi yang unconsolidated atau tidak kompak. Sifatnya seperti partikel-partikel yang kemudian runtuh apabila kita tidak cepat menangani dengan mengantisipasi, mulai dari daya angkat cutting (pecahan formasi lapisan tanah) hingga laju pengeboran ke dalam. Akibatnya, runtuhan tadi akan menutup lubang sehingga rangkaian pengeboran terjepit, dalam artian tidak bisa dinaikkan dan tidak bisa juga diturunkan. Akhirnya stuck, proses pengeboran pun terhenti.
Untuk penentuan lumpur, pertimbangan apa yang harus diperhatikan?
Penggunaan mud drilling tergantung pada formasi yang dihadapi. Jenisnya bermacam-macam. Beberapa komposisi mud yang perlu ditambahkan ditentukan berdasarkan viskositas, pH balance (tingkat keasaman), temperatur, kandungan atau daya menyerap air dan lain sebagainya. Kalau kita bicarakan mud, memang butuh SDM (sumber daya manusia, red) khusus, yaitu mud engineering.
Apa yang menyebabkan terjadinya blowout (penyemburan)?
Ada beberapa kemungkinan. Pertama, pada saat menembus suatu formasi lapisan tertentu, ternyata mengandung tekanan yang relatif tinggi dan kemungkinan formasi tidak kompak. Kedua, lumpur yang digunakan pada saat pengeboran ternyata tidak bisa mengimbangi tekanan dari dalam formasi tadi karena di dalamnya ada pore pressure (lubang tekanan) yang terjebak di formasi itu sendiri. Itu membentuk seperti kantung, dan begitu kantung yang berisi tekanan tersebut pecah, gas yang ada di pore pressure berpencar secara ekspansif ke atas. Sehingga, tekanan lumpur yang tidak dapat mengimbangi tekanan formasi yang datang tiba-tiba menyebabkan penyemburan ke atas yang tidak terkendali.
Bagaimana menangani blowout?
Ada 2 cara. Untuk menangani kick and flood blowout itu sendiri perlu menggunakan mud properties. Makanya, penanganan pertama mencegah well problem, yang praktis adalah mud. Kedua, blowout preventer, yaitu alat secondary yang tujuannya untuk menutup maupun mengalirkan tekanan yang berada di lubang dan diarahkan ke suatu titik agar tekanan yang tidak terkendali di dalam sumur bisa dikendalikan. Salah satu caranya bisa dengan dibakar. Selama proses pengendalian tersebut, kita melakukan secara sequent (berturut-turut) dengan menambahkan aditif, menambah berat lumpur, dan lain sebagainya. Sehingga, kita bisa melakukan proses netralisasi tekanan sumur yang datang secara tiba-tiba. Penentuan lumpurnya tergantung pada tingkat kedalaman. Semakin dalam sumur, tekanan yang dihasilkan semakin besar. Sehingga, untuk menetralisasinya perlu lumpur yang memiliki spesifikasi sama dengan besaran tekanan tadi. (anovianti muharti)
- See more at: http://migasreview.com/lumpur-pengeboran-netralkan-tekanan-sumur.html#sthash.Y8jwUnpQ.dpuf
Penyemenan Sumur (Cementing)Posted: 08/23/2013 in Teknik Pemboran Tags: cementing, penyemenan
0
Fungsi utama dari penyemenan pada sumur baik sumur gas maupun minyak adalah sebagai berikut:
1. Memberikan zona isolasi2. Mendukung beban aksial casing string3. Memberikan perlindungan terhadap fluida korosi pada casing4. Memberikan dukungan/penahan lubang sumur
Semen yang digunakan pada saat penyemenan lubang sumur adalah semen jenis portland dimana semen tersebut terdiri dari batu gamping dna lempung yang mengandung Kalsium Karbonat (CaCO3) yang tinggi.
Secara umum penyemenan dapat dibagi menjadi dua yaitu:a. Primary CementingMerupakan penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah pipa selubung diturunkan kedalam sumur.Penyemenan antara formasi dengan pipa selubung bertujuan untuk :
Melindungi formasi yang akan dibor dari formasi sebelumnya dibelakang pipa selubung yang mungkin bermasalah.
Mengisolasi formasi tekanan tinggi dari zona dangkal sebelumnya. Melindungi daerah produksi dari water-bearing sands.
b. Squeeze CementingUntuk menyempurnakan dan menutup rongga-rongga yang masih ada setelah primary cementing, dapat dilakukan squeeze cementing.Aplikasi pokok untuk squeeze cementing antara lain adalah :
Menyempurnakan primary cementing ataupun untuk perbaikan terhadap hasil penyemenan yang rusak.
Mengurangi water-oil ratio, gas-oil ratio dan water-gas ratio. Menutup kembali zona produksi yang diperforasi apabila pemboran mengalami kegagalan
dalam mendapatkan minyak. Memperbaiki kebocoran pada pipa selubung. Menghentikan lost circulation yang terjadi pada saat pemboran berlangsung.
Menarik & Menyambung Rangkaian Pipa Pemboran (Making a Trip) Posted: 08/21/2013 in Teknik Pemboran Tags: Making a Trip, Menarik Drillpipe, Menyambung Drillpipe
0
Making a Trip adalah kegiatan menarik dan menyambungkan rangkaian pipa kedalam lubang bor dalam kegiatan pemboran.
Tripping Out Tripping In
Setting Slips Breaking Out and Setting Back the Kelly Attaching Elevators to the Elevator Links Latching Elevators to Pipe Working on the Monkeyboard Breaking Out Pipe Maneuvering Pipe to Racking Area
Elevators raised Tripping In — Latching Elevators to Top of
Stand Moving pipe to rotary Pipe is made up Slips are pulled Slips are set Elevators are unlatched Process repeated for all stands Pickup kelly and attach to drill string Break circulation, and Resume drilling
Menarik Rangkaian Pipa Pemboran (Tripping-Out)
Menyambung Rangkaian Pipa Pemboran (Tripping – In)
Sumber:
Bourgoyne Jr, Adam T,et al, 1986, Applied Drilling Engineering, SPE, Richardson
https://www.osha.gov/SLTC/etools/oilandgas/drilling/trippingout_in.html
Jenis – Jenis RIG Pemboran (Type of Drilling RIG) Posted: 08/21/2013 in Teknik Pemboran Tags: Drilling Rigs, Pemboran Lepas Pantai, Rig Pemboran
0
Secara garis besar rig pemboran dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan lokasi kegiatan pemboran yaitu pemboran yang dilakukan di darat (Land Rigs) dan laut (Offshore/Marine Rigs) seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Rig pemboran yang beroperasi dilautan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
- Bottom Supported Rigs, Rig jenis ini ditopang oleh struktur rig hingga ke dasar laut dengan kata lain kaki – kai rig menempel (menancap) didasar laut.
- Floating Rigs, Rig jenis ini sifatnya mengapung (floating) dimana untuk struktur rig diikat oleh tali – tali jangkar di dasar laut. Selain itu rigs jenis ini juga dapat didipindahkan ke lokasi lainnya setelah pemboran disuatu lokasi selesai.
Berikut contoh ilustrasi type Land Rigs dan Marine Rigs (Bottom Supported Rigs & Floating Rigs).
Tekanan Formasi Untuk Perencanaan Pemboran Sumur (Formation Pressure For Well Design) Posted: 08/19/2013 in Teknik Pemboran Tags: tekanan formasi
0
Selama melakukan pemboran sumur kita harus memperhatikan relevansi kaitan antara tekanan dan kegiatan pemboran. Tekanan – tekanan tersebut diantaranya:
– Pore pressure,– Formation fracture gradient.– Overburden pressure,– Gas behaviour.
Safety Margin Pressure
Mempelajari mengenai pori (Pore), Fracture Gradient dan Overburden akan membantu kita dalam mendesain lumpur pemboran (Mud Design), Casing (Casing Design), Pengendalian Semburan Liar (Well Control), menghindari terjepit atau terjebaknya rangkaian pipa pemboran (Avoid Stuck Drill String) dan menentukan laju pemboran (Rate of Penetration).
Tekanan formasi yang dihitung diantaranya:
Hidrostatic Pressure:
HP (psi) = 0.052 x TVD (ft) x MW (ppg)– MW = Mud Weight– 0.052 is a conversion factor– MW of 1 ppg has a gradient of 0.052 psi/ft
sedangkan tekanan pori (pore pressure) didefinisikan sebagai tekanan yang terjadi pada fluida didalam ruang pori batuan. Tekanan pori normalnya sebesar 0.465 psi/ft. Fracture gradian (gradien rekah) adalah tekanan dimana formasi akan pecah/retak (rusak).
Fracture Gradient
Tekanan Overburden adalah tekanan yang diberikan oleh berat total formasi diatasnya. Selain tekanan formasi dan tekanan overburden kelakuan sifat dari gas juga perlu mendapat perhatian karena selama masa pemboran mungkin saja melalui formasi – formasi gas yang bila tidak mendapat perhatian serius dapat berakibat terjadinya kick dan blow up.
Overburden Pressure
Rangkaian Pipa Pemboran & Peralatannya (Drillstring & Equipment) Posted: 08/14/2013 in Teknik Pemboran Tags: Drill String, Rangkaian Pipa Pemboran, Teknik Pemboran
0
Tujuan dari rangkaian pipa pemboran (drillstring) adalah meneruskan atau mentransmit tenaga mekanik (rotary table), hydrolic power (pressure & flowrate), dan weight on bit (WOB).
Komponen utama dari drillstring adalah sebagai berikut:
1. Drill Pipe2. Heave Drill Pipe3. Drill Collar4. Beberapa peralatan khusus.
1. Drillpipe
Rangkaian drillpipe diletakan setelah (dibawah) kelly, bentuk drillpipe hampir sama dengan bentuk pipa pada umumnya dengan diameter luar (Outside Diameter) berkisar antara 2.375 Inch – 6.625 Inch. Rangkaian drillpipe harus lebih ringan namun kuat, dibuat dengan menggunakan besi baja dengan kualitas tinggi. API membuat grade untuk kualitas baja untuk pipa pemboran menjadi empat kelas yaitu: E–75,X–95, G–105, dan S–135. sedangkan untuk panjang tiap drillpipe dibagi menjadi 3 range yaitu: Range I (18ft – 22 ft), Range II (27ft – 30ft) paling banyak digunakan saat ini, Range III (38ft – 45ft).
2. Drill Collar
Drill collar ditempatkan diatas mata bor (bit) dan setelah heavy drillpipe. Bentuk drillcolar hampir mirip dengan drillpipe hanya saja memiliki ketebalan dinding pipa yang lebih besar dan diameter dalam (Inside Diameter) yang lebih kecil. Tujuan pemasangan drillcollar adalah untuk memberikan tenaga axial (beban) kepada bit. Selain memiliki bentuk yang mirip pipa drill collar juga ada yang bentuknya spiral seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
3. Heavy Wall Drillpipe
Merupakan rangkaian pipa yang terletak diantara drillpipe dengan drill collar. HWDP memiliki bentuk yang mirip dengan drillpipe tapi dengan tool joint yang lebih panjang.
4. Peralatan Khusus
Beberapa peralatan khusus yang digunakan pada rangkaian pipa pemboran adalah stabillizer, reamer dan hole openers.
Stabillizer pada pemboran vertikal berfungsi untuk mencegah getaran (vibrasi) pada rangkaian pipa selama melakukan pemboran.
Reamer berfungsi untuk menjaga diameter lubang bor sesuai dengan hasil penggalian oleh mata bor (bit). Hal ini dikarenakan selama kegiatan pemboran kemungkinan akan terjadi penyempitan lubang bor akibat swelling formation dan juga berkurangnya ukuran mata bor (bit) akibat formasi yang keras.
hole-openers digunakan untuk memperbesar lubang bor dikarenakan menggunakan bit yang lebih kecil sedangkan ukuran lubang akhir yang direncanakan lebih besar.
Berikut ini gambar dari peralatan khusus tersebut:
Source:
- Drilling Engineering Fundamentals, Jorge H.B. Sampaio
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
Sistem Pengendalian Semburan Liar (BOP System) Posted: 08/13/2013 in Teknik Pemboran Tags: Semburan Liar
0
SISTIM PENCEGAHAN SEMBURAN LIARFungsi utama dari sistim pencegahan semburan liar (BOP System)adalah untuk menutup lubang bor ketika terjadi “kick”. Blowout terjadi karena masuknya aliran fluida formasi yang tak terkendalikan ke permukaan.Blowout biasanya diawali dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida formasi bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowout bila tidak segera diatasi. Rangkaian peralatan sistim pencegahan semburan liar (BOP System) terdiri dari tiga sub komponen utama yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistim Penunjang.
5.1 RANGKAIAN BOP STACKRangkaian BOP Stack ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung dibawah rotary table pada lantai bor. Rangkaian BOP Stack (lihat Gambar 2.15) terdiri dari peralatan sebagai berikut :a. Annular Preventer.Ditempat paling atas dari susunan BOP Stack. Annular preventer berisi rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.b. Ram Preventer.Ram preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuranpipa tertentu, atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.Jenis ram preventer yang biasanya digunakan antara lain adalah :1. Pipe ramPipe ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor berada pada lubang bor.2. Blind or Blank RamsPeralatan tersebut digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak berada pada lubang bor.3. Shear RamsShear rams digunakan untuk memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor kosong (open hole), digunakan terutama pada offshore floating rigs.c. Drilling Spools.Drilling spools adalah terletak diantara preventer. Drilling spools berfungsi sebagai tempat pemasangan choke line (yang mensirkulasikan “kick” keluar dari lubang bor) dan kill line (yang memompakan lumpur berat). Ram preventer pada sisa-sisanya mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk maksud yang sama.d. Casing Head (Well Head).Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai fondasi BOP Stack.
5.2. ACCUMULATORBiasanya ditempatkan pada jarak sekitar 100 meter dari rig. Accumulator bekerja pada BOP stack dengan “high pressure hydraulis” (saluran hidrolik bertekanan tinggi). Pada saat terjadi “kick” Crew dapat dengan cepat menutup blowout preventer dengan menghidupkan kontrol pada accumulator atau pada remote panel yang terletak pada lantai bor.
Unit accumulator dihidupkan pada keadaan darurat yaitu untuk menutup BOP Stack. Unit ini dapat dihidupkan dari remote panel yang terletak pada lantai bor atau dari accumulator panel pada unit ini terdiri dalam keadaan crew harus meninggalkan lantai bor.
5.3. SISTIM PENUNJANG (SUPPORTING SYSTEM)Peralatan penunjang yang terpasang rangkaian peralatan sistim pencegahan semburan liar (BOP System) meliputi choke manifold dan kill line.a. Choke Manifold.Choke Manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet yang dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP Stack dengan “high presure line” disebut “Choke Line”. Bila dihidupkan choke manifold membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari BOP Stack kesejumlah valve (yang membatasi alirandan langsung ke reserve pits), mud-gas separator atau mud conditioning area back pressure dijaga sampai lubang bor dapat dikontrol kembali.b. Kill Line.Kill Line bekerja pada BOP Stack biasanya berlawanan berlangsung dengan choke manifold (dan choke line). Lumpur berat dipompakan melalui kill line kedalam lumpur bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.
Sumber:
- Pengantar Teknik Perminyakan UPN, 2004
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
Sistem Tenaga (Power System) Posted: 08/12/2013 in Teknik Pemboran
0
Mengawali bulan syawal 1434H, penulis coba untuk merecharge kembali semangat untuk saling berbagi demi mencerdaskan Indonesia. Pada tulisan kali ini penulis ingin membahas secara singkat mengenai sistem tenaga (Power System) yang terlibat dalam kegiatan pemboran.
Sebagian besar sistem tenaga dibutuh pada dua sistem utama pemboran yaitu untuk pengangkatan (Hoisting System), dan sirkulasi lumpur pemboran (Circulation System) selain itu juga digunakan untuk sistem penerangan disekitar lokasi pemboran. Total tenaga yang dibutuhkan pada sebuah rig pemboran secara umum berkisar dari 1000 – 3000Hp.
Karakteristik performance dari sistem tenaga secara umum dinyatakan dengan Output Horse Power, torsi (torque) dan konsumsi bahan bakar (fuel consumption) untuk berbagai kecepatan mesin.
Tenaga yang dihasilkan dari prime mover atau power system (output horse power) dihasilkan dari Angular Velocity (ω) dan Torsi (T).
P = ω.T
Sistim tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua sub komponen utama, yaitu :
4.1 POWER SUPPLY EQUIPMENTTenaga yang dibutuhkan pada suatu operasi pemboran dihasilkan oleh mesin-mesin besar, yang dikenal dengan “prime mover unit” (penggerak utama).
4.2 DISTRIBUTION (TRANSMISSION) EQUIPMENT
Berfungsi untuk meneruskan atau menyalurkan tenaga daripenggerak utama, yang diperlukan untuk suatu operasi pemboran. Sistim distribusi (transmisi) yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu sistim transmisi mekanis dan sistim transmisi listrik (electric). Rig tidak akan berfungsi dengan baik bila distribusi tenaga yang diperoleh tidak mencukupi. Oleh sebab itu diusahakan tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien.
Sumber:
- Pengantar Teknik Perminyakan UPN, 2004
- Bourgoyne, A, Applied Drilling Engineering, SPE 1986
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
Sistem Sirkulasi (Circulation System) Posted: 02/20/2013 in Teknik Pemboran
0
Pada dasarnya sistem sirkulasi sangat erat kaitannya dengan fluida pemboran (drilling fluids) yang fungsi utamanya adalah mengangkat material pahatan (cutting) hasil dari mata bor (drillbits) dari dasar sumur ke atas permukaan melalui anulus, selain itu fluida pemboran juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara tekanan hidrostatik (hidrostatic pressure) dengan tekanan formasi (formation pressure) agar fluida reservoir tidak masuk kedalam lubang bor selama kegiatan pemboran.
Berikut ini adalah beberapa fungsi utama lainnya dari fluida pemboran yaitu:
Membersihkan lubang bor dari fragmen hasil dari pahatan (bit) kemudian membawanya ke permukaan
Menjaga stabilitas dari dinding lubang pemboran Mendinginkan dan melumasi drillstring dan bit selama kegiatan pemboran
Komponen Sistem Sirkulasi
(1) mud pumps,(2) flowlines,(3) drillpipe,(4) nozzles,(5) mud pids and tanks (settling tank, mixing tank, suction tank),(6) mud mixing equipment (mud mixing hopper) and(7) contaminant removal equipment (shale shaker, desander, desilter, degasser)
Fluida Pemboran
Fluida pemboran adalah merupakan suatu campuran cairan (liquid) dari beberapa komponen yang terdiri dari : air(tawar atau asin), minyak, tanah liat(clay), bahan-bahan kimia(chemical additives), gas, udara, busa maupun detergen. Di lapangan, fluida pemboran dikenal sebagai “lumpur” (mud).
Ada tiga jenis fluida pemboran :
1. Water–based mud, lumpur pemboran yang paling banyak digunakan adalah water-base mud(80%). Komposisi lumpur ini terdiri dari air tawar atau air asin, clay dan chemical additives. Komposisi ini ditentukan oleh kondisi lubang bor.
2. Oil–based mud, digunakan pada pemboran dalam, hotholes, formasi shale dan sebagainya. Lumpur ini lebih mahal, tetapi mengurangi terjadinya korosi pada rangkaian pipa bor, dsb.
3. Air or gas–based mud, keuntungan dari lumpur jenis ini terutama adalah dapat menghasilkan laju pemboran yang lebih besar. Karena digunakan kompressor, kebutuhan peralatan dan ruang lebih sedikit.
Source:
- Catatan Kuliah
- Drilling Engineering Fundamentals, Jorge H.B. Sampaio
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
Rotary System (Sistem Pemutar) Posted: 02/10/2011 in Teknik Pemboran Tags: rotary system, Teknik Pemboran, Teknik Perminyakan
0
Seluruh peralatan yang digunakan untuk mentranmisikan putaran dari permukaan (mejaputar/rotary table) hingga ke dasar sumur (matabor/bit) disebut dengan rotary system.
Komponen – komponen yang termasuk sistem pemutar diantaranya (dari atas ke bawah) :
1. Swivel,2. Kelly and accessories,3. Rotary table and components,4. Drillstring tubulars (drill pipe, drill collars, etc.),5. Drill bit
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
Sistem Pengangkat (Hoisting System) Posted: 11/15/2010 in Teknik Pemboran
0
Pada kegiatan pemboran peralatan pemboran (drilling Rig) dibagi menjadi beberapa bagian sistem yaitu sebagai berikut:
1. Hoisting System2. Rotating System3. Circulating System4. Power System5. BOP System
I. Sistem Pengangkat (Hoisting System)
Hoisting System atau Sistem pengangkat adalah sistem katrol besar yang digunakan untuk menurunkan dan menaikkan peralatan masuk dan keluar dari sumur. Secara khusus, sistem pengangkat digunakan untuk menaikan dan menurunkan drillstring dan casing ke dalam dan keluar dari sumur. Berikut ini gambaran dari hoisting system:
Gambar. Sistem Pengangkat
(source: Drilling Engineering, Hariot Watt University)
Baca artikel lainnya:
Hoisting SystemRotary SystemCirculation SystemPower SystemBOP System
lumpur pemboran
Jumat, 15 April 2011
Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute) didefinisikan sebagai
fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang memiliki banyak variasi fungsi, dimana
merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh
sebab itu sangat menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran
Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen atau
fasa, yaitu ;
a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
b. reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid (clay); dalam hal ini
clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang digunakan untuk
menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-formasi yang dibor dan
terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, sehingga akan menyebabkan
abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia; merupakan bagian dari system yang digunakan untuk
mengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay) atau
flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada peng ‘koloid’ an
clay yang bersangkutan. Zat-zat kimia yang mendispersi (menurunkan
viskositas/mengencerkan) misalnya : Quebracho, phosphate, sodium tannate, dll. Sedangkan
zat-zat kimia untuk menaikkan viskositas, misalnya : C.M.C, starch, dan beberapa senyawa
polimer.
2.2. Jenis – Jenis Lumpur Lemboran
ZABA dan DOHERTY (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama berdasarkan fasa
fluidanya : air (water base), minyak (oil base) atau gas, sebagai berikut :
I. Fresh Water Muds (lumpur air tawar)
a. Spud
b. Natural atau Native (alamiah)
c. Bentonite – treated
d. Phospate – treated
e. Organic coloid – treated
f. “Red” atau alkaline – tannate treated
g. Calcium muds
1. Lime – treated
2. Gypsum – treated
3. Calcium – (selain 1 & 2) - treated
II. Salt Water Muds (air asin)
a. Unsaturated salt water
b. Saturated salt water
c. Sodium silicate
III. Oil in Water Emulsion
a. Fresh Water (air tawar)
b. Salt Water (air asin)
IV. Oil Base dan Oil Base Emulsion Muds
V. Gaseous Drilling Fluids
a. Udara atau Natural gas
b. Aerated Muds
2.2.1. Fresh Water Muds
Adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar garam yang
kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur fresh water muds adalah :
Spud Mud, Natural Mud, Bentonite – treated mud, Phosphate treated mud, Organic colloid
treated mud, “Red” mud, Calcium mud, Lime treated mud, Gypsum treated mud dan Calcium
salt.
a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal atau bagian atas bagi
conductor casing. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan membuka lubang di
permukaan.
b. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa cair, sifat-sifatnya
bervariasi tergantung formasi yang di bor. Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat
seperti pemboran pada surface casing.
c. Bentonite – treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipe-tipe air tawar. Bentonite
adalah material paling umum yang digunakan untuk koloid inorganic yang berfungsi mengurangi
filtrate loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga menaikkan viscositas.
d. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas gel
strength dan juga dapat mengurangi filtrate loss serta mud cake dapat tipis.
e. Organic colloid treated Mud, terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxymethyl
cellulose pada lumpur yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud.
f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh treatment dengan
cautic soda dan gueobracho (merah tua). Jenis lumpur ini adalah alkaline tannate treatment
dengan penambahan polyphospate untuk lumpur dengan pH dibawah 10.
g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan calcium (di sengaja). Calcium bisa
ditambah dengan bentuk slake lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.
2.2.2 Salt Water Mud
Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt dome) atau salt
stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran air garam yang terbor.
Filtrate loss-nya besar dan mud-cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur
dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi starch. Jika salt mudnya
mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki
dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt
water mud adalah : Unsaturated salt water mud, Saturated salt-water mud dan Sodium-Silicate
muds.
2.2.3. Oil-In-Water Emultion Muds (Emultion Mud)
Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai sebagai fasa
kontinu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dapat digunakan baik fresh
maupun salt water mud. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur,
volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss
berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate naik,
pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan
pompa boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling
(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel lebih mudah dikontrol
bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.
Fresh water oil-in-water emulsion muds adalah lumpur yang mengandung NaCl sampai
60,000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke
water base mud diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5 – 25% volume. Jenis
emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam lumpur yang
mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efisiensi. Emulsifikasi
minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk).
2.2.4. Oil Base Dan Oil Base Emulsion Mud
Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar
kadar airnya rendah (3 – 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan.
Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk
mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan
mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.
Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak
karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi
maupun formasi produktif (jadi ia juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar adalah pada
completion dan work-over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drillpipe yang
terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner.
Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai fasa kontinu dan air
sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai manfaat yang sama
seperti oil base-mud, yaitu filtratnya minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale/clay yang
sensitif. Perbedaan utamanya adlah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna
(bukan kontaminan). Air yang teremulsi dapat antara 15 – 50% volume, tergantung densitas
dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam pemboran). Karena air merupakan bagian dari
lumpur, maka lumpur ini dapat mengurangi bahaya api, dan pengontrolan flow propertinya
dapat seperti water base mud.
2.2.5. Gaseous Drilling Fluid
Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan gas atau
udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.
Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat
menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan) yang merugikan. Juga tekanan formasi
yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan
pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-
zone dengan tekanan rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud drilling
dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi lumpur untuk
memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone), mempercepat pemboran dan
mengurangi biaya pemboran.
2.3 Additive Lumpur Pemboran
Additive lumpur pemboran adalah material-material yang ditambahkan untuk merawat
lumpur agar sesuai sifat-sifatnya dengan yang dibutuhkan. Sifat-sifat yang dibutuhkan tersebut
yaitu material pemberat lumpur, material pengental lumpur, material pengencer lumpur, filtration
loss control agent dan lost circulation material.
2.3.1 Material Pemberat Lumpur
Material yang ditambahkan untuk menaikkan berat jenis lumpur atau disebut juga
dengan weight material. Seperti : Barite atau Barium Sulfate, Calcium Carbonate untuk oil base
mud dan Galena.
2.3.2 Material Pengental Lumpur
Zat kimia pengental lumpur merupakan bahan untuk menaikkan viskositas dari lumpur
bor. Material ini termasuk viscosifier. Seperti : Wyoming bentonite, High Yielding Clay,
Attapulgite clay untuk salt water mud dan Extra high yield bentonite.
2.3.3 Material Pengencer Lumpur
Zat kimia pengencer lumpur ini makdusnya adalah zat kimia yang digunakan untuk
menurunkan viskositas lumpur bor atau disebut juga Thinner. Seperti : Chrome lignosulfonate,
Alkaline lignite, Sodium Acid Pyrophospate, dll.
2.3.4. Filtration Loss Control Agent
Filtration Loss Control Agent maksudnya adalah bahan-bahan untuk mengurangi
filtration loss dan menipiskan mud cake. Seperti : Pregelatinized Starch, Sodium
Carboxymethylcellulose, dll.
2.3.5 Lost Circulation Material
Bahan ini untuk menyumbat bagian yang menimbulkan lost circulation. Jadi bahan untuk
menghentikan lost circulation. Seperti : Blended Fiber, Graded Mica, Ground walnut hulls, dll
2.4. Fungsi Lumpur Pemboran
Fungsi lumpur digunakan pada saat operasi pemboran berlangsung, antara lain ;
1. Mengangkat cutting ke permukaan. Mengangkat cutting tergantung dari :
- Kecepatan fluida di annulus
- Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari densitas, aliran (laminer atau
turbulen), viskositas. Umumnya kecepatan 100-120 fpm.
2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string
Panas dapat timbul akibat gesekan bit dan drill string yang kontak dengan formasi.
3. Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake
Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis di permukaan formasi
yang permeable (lulus air).
4. Mengontrol tekanan formasi
Tekanan fluida formasi umumnya adalah di sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Diaman
Persamaannya yaitu :
Pm = 0.052. ρm. D
Dimana :
Pm = tekanan static lumpur, psi
ρm = densitas lumpur, ppg
D = kedalaman, ft
5. Membawa cutting dan material-material pemberat dapat menjadi suspensi bila sirkulasi lumpur
dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting di permukaan
Kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan terutama
tergantung dari gel strength. Bahwa cutting/pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena
sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar
pasir maksimal boleh ada sebesar 2%.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing (Bouyancy effect)
8. Mengurangi efek negatif pada formasi
9. Mendapatkan informasi (mud log, sample log)
Dalam pemboran, lumpur kadang-kadang dianalisa untuk diketahui apakah
mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log), sedangkan sample log adalah menganalisa
daripada cutting yang naik ke permukaan, untuk menentukan formasi apa yang di bor.
10. Media logging
Pada penentuan adanya minyak atau gas serta zone-zone air dan juga untuk korelasi
dan maksud-maksud lain, diadakan logging (pemasukan sejenis alat antara lain alat listrik atau
gamma ray/neutron), seperti electric logging, yang mana memerlukan media penghantar arus
listrik di lubang bor.
2.5. Sifat-Sifat Lumpur Pemboran
Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran. Perencanaan
casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh lumpur yang digunakan saat itu. Berikut
sifat-sifat lumpur, yaitu :
2.5.1 Densitas dan Sand Content
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting karena
sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan
menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila terlalu kecil akan
menyebabkan “kick”. Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang
akan dibor.
Dalam perhitungan asumsi-asumsi yang digunakan ;
1. volume setiap material adalah additive :
2. jumlah berat adalah additive, maka ;
keterangan :
Vs = volume solid, bbl
Vml = volume lumpur lama, bbl
Vm = volume lumpur baru, bbl
ρs = berat jenis solid, ppg
ρml = berat jenis lumpur lama, ppg
ρmb = berat jenis lumpur baru, ppg
Sand Content yaitu tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran yang dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran, karena akan menambah
densitas lumpur yang disirkulasikan, sehingga akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.
Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Alat-alat ini
biasanya disebut “Conditioning Equipment”, yaitu : Shale saker, degasser, desander dan
desilter.
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah persen volume dari partikel-
partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron.
2.5.2 Viskositas dan Gel Strength
Viskositas dan gel strength merupakan bagian pokok dalam sifat-sifat rheology fluida
pemboran, yaitu viskositas sebagai keefektifan pengangkatan cutting dan gel strength
digunakan pada saat dilakukan round trip.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Marsh Funnel. Viskositas
ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter (1 quart) untuk mengalir
keluar dari corong Marsh Funnel.
Penentuan harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam
bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor pada Fann VG
viscometer, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2
dan detik-1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp (centipoise).
Untuk menentukan harga plastic viscosity (μp) dan yield point (Yp), yaitu :
atau
2.5.3 Filtrasi dan Mud Cake
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut
akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil
melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan tersebut disebut “filtrate”, sedangkan lapisan
partikel-partikel besar tertahan dipermukaan batuan disebut “filter cake”.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka ia akan
menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun dalam evaluasi
formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis merupakan bantalan yang baik antara pipa
pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran
sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat
menimbulkan damage pada formasi.
Alat yang digunakan untuk menentukan filtration loss adalah Filtration Loss LPLT.
2.6. Kontaminasi Lumpur Pemboran
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya material-material
yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran
sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah :
1. Kontaminasi Sodium Chlorida (NaCl):
Kontaminasi ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome)
2. Kontaminasi Gypsum dan
3. Kontaminasi Semen
Diposkan oleh semua tentang migas di 09.04
Label: migas