Download - makalah depresi edit fix.docx
MAKALAH
DEPRESSION IN MENTAL HEALTH
Disusun Oleh:
Suci Ratna Estria 220120140001
Laeli Farkhah 220120140037
Wigyo Susanto 220120140002
Andria Pragholapati 220120140023
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa Lanjut (Advance Psychiatric Nursing Practice)
Dosen: Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah tentang ”depression in mental health” untuk memenuhi
tugas mata kuliah advance psychiatric nursing practice. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada ibu Suryani, S.Kp., MHSc., PhD selaku koordinator mata
kuliah advance psychiatric nursing practice, tim pengajar, dan rekan-rekan
magister keperawatan jiwa yang telah memberi banyak masukan dalam perbaikan
makalah ini.
Makalah ini berisi konsep dan teori, trend dan issue terkini, instrument,
dan nursing intervention.Makalah ini diharapkan mampu menjadikan sebuah
masukan dan informasi bagi dunia keperawatan terutama keperawatan jiwa.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Walaupun demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
perawat jiwa mengenai teori depresi serta dapat memberikan intervensi yang
sesuai kebutuhan klien.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Bandung, 18 Oktober 2015
Penulis,
Kelompok
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................
i
RUBRIK PENILAIAN MAKALAH .........................................................................
ii
RUBRIK PENILAIAN PRESENTASI .......................................................................
iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................
1
1.2 Tujuan ..............................................................................................................
2
BAB II KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Teori..............................................................................................
3
2.2 Trend dan Issue Terkini ...................................................................................
11
2.3 Instrument ........................................................................................................
13
2.4 Nursing Intervention......................................................................................... 17
2.5 Hasil Observasi RSJ.........................................................................................
23
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan...........................................................................................................
26
3.2 Saran.................................................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Depresi memiliki banyak arti. Misalnya, individu yang pernah merasa sedih
atau jengkel, menjalani kehidupan yang penuh masalah, merasa kecewa,
kehilangan dan frustasi serta menyebabkan keputusasaan.Namun, hal
tersebutdianggap normal dan merupakan reaksi sehat jika berlangsung cukup
singkat dan mudah teratasi.
Di lain pihak, gangguan depresi adalah jenis jenis penyakit gangguan jiwa
yang sering terjadi di masyarakat. Prevalensi gangguan depresi di Indonesia ada
sebanyak 11,60% dari jumlah penduduk di Indonesia sekitar 24.708.000 jiwa dan
50 persen terjadi pada usia 20 – 50 tahun (Depkes, 2011).
Selain itu, menurut World Health Organization (WHO) 2011, Depresi
adalah gangguan kompleks yang mempengaruhi lebih dari 120 juta orang
diseluruh dunia (Lepine & Briley, 2011) dan diprediksi menjadi penyebab
disabilitas terbesar kedua didunia pada tahun 2020. Tahun 2012 WHO
mengestimasikan depresi menyerang 350 juta orang (WHO, 2012). Survey yang
dilakukan oleh World Mental Health Survey terhadap 17 negara ditemukan bahwa
rata-rata 1 dari 20 orang mengalami depresi.
Selanjutnya, meningkatnya depresi yang tidak dapat dikendalikan dapat
menyebabkan banyak orang untuk bunuh diri karena tidak mampu menghadapi
beban hidup. Dan untuk mereka yang masih mampu bertahan hidup, akan
mengalami keterbelakangan mental.
Hidup di jaman modern ini tidaklah gampang, selain harus bersaing dalam
hal mencari penghidupan yang layak, kita juga harus selektif sekali dalam mencari
lingkungan yang sehat secara mental. Apalagi posisi kita sebagai orang tua,
tentunya kita harus waspada terhadap perkembangan mental anak-anak kita, anak-
anak sekarang sering mengalami perlakuan a-moral, sehingga saat tumbuh
remaja, dia menjadi remaja yang mudah stres dan mudah mengalami depresi. Hal
ini sesuai dengan The National Comorbidity Survey-Adolescent Supplement
(NCS-A) yaitu lembaga survey Amerika Srikat menyatakan bahwa usia 13-18
tahun merupakan usia yang rentan mengalami depresi (DeFilippis M. Wagner, K.
D., 2014)
Selanjutnya, berdasarkan kondisi tersebut di atas, individu yang mengalami
depresi sebaiknya segera mendapat penanganan yang tepat untuk mengantisipasi
dan menurunkan tingkat keparahannya. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas
lebih lanjut berkaitan dengan konsep teori depresi, issue terkini, instrumen, dan
intervensi pada kondisi depresi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Menghubungkan konsep dan teori, research evidence berkaitan dengan
depresi
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep dan teori tentang depresi
b. Mengetahui trend dan issue terkini terkait depresi
c. Mengetahui instrumen untuk mengukur depresi
d. Mengetahui intervensi dari masalah depresi
e. Mengetahui kondisi pasien depresi di RSJ Provinsi Jawa Barat
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Depresi
2.1.1 Definisi Depresi
Menurut Stuart (2013), depresi merupakan terjadinya kesedihan dan
kehilangan yang sifatnya universal dalam jangka waktu panjang (stres
berkelanjutan).
Selain itu, depresi merupakan gangguan mental umum yang menyajikan
dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau
rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang
konsentrasi.Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan
gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab
sehari-harinya (WHO, 2011). Episode depresi biasanya berlangsung selama 6
hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun
atau lebih.
Depresi merupakan bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif,
mood) yang biasa ditandai dengan kemurungan, kesedihan, kelesua, kehilangan
gairah hidup, tidak ada semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, tidak
berguna, dan putus asa (Yosep, 2011).
Sedangkan menurut Margolin (2010), depresi yaitu gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Tampilan mood yang dominan muncul
adalah perasaan putus asa, tidak berdaya, dan kehilangan harapan. Selain itu,
timbulnya kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi dan mudah
lelah saat beraktivitas.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
depresi adalah kesedihan atau stres berkelanjutan dan menyebabkan terganggunya
peran dan tanggung pada individu yang mengalaminya.
2.1.2 Macam-macam Depresi
Menurut Frisch & Frisch (2006) depresi dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1) Major depressive disorder (gangguan depresi berat)
Karakteristik yang ditunjukkan berupa gejala yang mengganggu
seseorang untuk bekerja, tidur, belajar, makan, menikmati kegiatan yang
seharusnya menyenangkan, sedih, dan mati rasa.Depresi berat merupakan
ketikdakmampuan seseorang untuk berfungsi secara normal.Gangguan
depresi mayor terjadi tanpaada riwayat episode manik atau hipomanik
alami.Di samping itu, gejala klinis yang terlihat dapat dikelompokkan
berdasarkan gejala emosional, gejala kognitif, gejala perilaku, dan gejala
sosial.
2) Minor depressive disorder (gangguan depresi ringan)
Pada gangguan depresi ringan, gejala yang ditampilkan sangat
sedikit.Ganggun ini sangat erat berhubungan dengan ketergantungan alkohol
dan gangguan kecemasan.Hal yang berkaitan dengan terjadinya depresi
ringan diantaranya timbulnya kesedihan dan merasa lemah. Selain itu,
mengalami susah tidur, kurang bergairah atau bersemangat, namun belum
mengganggu terhadap aktivitas maupun peran yang biasanya dilakukan.
3) Dysthymic disorder (dysthymia)
Ditandai dengan waktu yang lama (dua tahun atau lebih) tidak terdapat
gejala-gejala yang dapat mengganggu kemampuan seseorang tetapi dapat
mengganggu fungsinya secara normal seperti perasaan yang nyaman. Orang
dengan dysthymia akan disertai dengan gejala gangguan nafsu makan,
gangguan tidur, harga diri rendah, kelelahan, konsentrasi rendah, kesulitan
pengambilan keputusan, dan memiliki perasaan putus asa.
Di samping itu terdapat klasifikasi depresi yang berbeda, beberapa
gangguan depresi menunjukkan sedikit perbedaan karakteristik dari yang
digambarkan di atas, karena berkembang dalam keadaan yang unik. Tidak semua
ilmuwan setuju dalam hal menggolongkan dan mendefinisikan bentuk-bentuk dari
depresi ini. Beberapa jenis depresi yang lain meliputi (NIMH, 2008):
1) Psychotic depression, terjadi ketika gangguan depresi dibarengi dengan
gangguan psikosis, seperti memungkiri kenyataan, halusinasi dan delusi.
2) Postpartum depression (depresi postpartum), yang terjadi pada seorang ibu
yang baru melahirkan.
3) Seasonal affective disorder/SAD, ditandai dengan gangguan depresi selama
musim dingin, dimana pada musim tersebut tidak ada cahaya matahari.
Depresi ini secara umum akan menghilang selama musim gugur dan musim
semi. SAD biasanya diberi perlakuan berupa terapi cahaya.
2.1.3 Gejala-gejala depresi
Orang dengan gangguan depresi tidak selalu memiliki gejala yang sama satu
dengan yang lain. Frekuensi, durasi dan beratnya gejala akan bervariasi
tergantung pada masing-masing orang.
Gejala-gejala depresi antara lain (NIMH, 2011):
1) Perasaan sedih yang menetap, khawatir atau perasaan kosong
2) Perasaan putus asa dan atau pesimisme
3) Perasaan bersalah, perasaan tidak berharga dan atau putus asa
4) Cepat marah, tidak dapat istirahat
5) Insomnia, terjaga dipagi buta, atau tidur yang berlebihan
6) Pikiran untuk bunuh diri, usaha bunuh diri
7) Perasaan sakit yang menetap, sakit kepala, kram atau gangguan pencernaan
yang tidak mudah disembuhkan walaupun dengan perawatan.
Gejala gangguan distimia yang biasa muncul seperti menurun atau
meningkatnya nafsu makan, sulit untuk berkonsentrasi, perasaan mudah putus asa,
mudah lelah, gangguan tidur seperti insomnia dan hipersomnia.Orang dengan
gangguan distimia mungkin pernah mengalami episode depresi berat selama
hidupnya.Selanjutnya, gangguan depresi mayor ditandai dengan beberapa
gangguan yang seperti gangguan tidur, makan, belajar, dan gangguan untuk
menikmati kesenangan (Varcarolis, 2010).
2.1.4 Penyebab Depresi
Depresi terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor fisik dan masalah
fungsi kesehatan, status ekonomi, dan status perkawinan. Selain itu, faktor lain
yang berpengaruh berupa tingkat pendidikan, status pekerjaan, faktor
sosiodemografik, rendahnya dukungan sosial dan fungsi kognitif, penyakit kronik,
riwayat resiko mencederai diri, riwayat keluarga dengan masalah psikiatrik dan
riwayat penggunaan obat-obat terlarang, serta pengalaman kriminal dan kekerasan
(Diefenbach, et al., 2009).
Di samping itu, menurut Sadock& Sadock (2010) dasar penyebab depresi
yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui penyebab dari
gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab
depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.
Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.Faktor biologi mencakup eurotransmiter.Dari biogenik amin, norepinefrin
dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam
patofisiologi gangguan mood.Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh
penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon
antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik
dalam depresi.
Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik
dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan
penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan.Presipnatik reseptor adrenergik
juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan.Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi.Faktor
neurokimia lainnya seperti gamma.Selanjutnya, faktor genetik menyatakan bahwa
data genetik signifikan dalam perkembangan gangguan mood.Pada penelitian
anak kembar terhadap gangguan depresi berat pada anak, pada anak kembar
monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot 10-25% (Sadock & Sadock, 2010).
Kemudian, faktor psikososial mencakup peristiwa kehidupan dan stres
lingkungan dimana suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau
kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode
gangguan mood.Tambahan pula, faktor kepribadian yang khusus sebagai salah
satu predisposisi terhadap depresi daintaranya tipe kepribadian seperti dependen,
obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi
dibandingkan dengan lainnya.
Di samping itu, menurut Siste &Ismail (2010) etiologi gangguan depresi
sangat komplek dan melibatkan banyak faktor, seperti faktor sosial,
perkembangan jiwa dan bilogis, sehigga untuk menjalaskannya tidak dapat
dijelaskan dari satu macam faktor. Faktor-faktor yang terlibat bias muncul secara
bersama-sama tetapi juga bias sendiri-sendiri. Dilaporkan, pasien dengan
gangguan mood mengalami kelainan di metabolit amin biogenik, seperti asam 5-
hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA), dan 3-methoxy-
4hydroxyphenil-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal.
2.1.5 Gambaran klinis
Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum
menurut Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric
Association, 2000) meliputi:
1) Perubahan fisik: penurunan nafsu makan, gangguan tidur, kelelahan atau
kurang energy, agitasi, nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa
penyebab fisik.
2) Perubahan pikiran: merasa bingung, lambat berpikir, sulit membuat
keputusan, kurang percaya diri, merasa bersalah dan tidak mau dikritik,
adanya pikiran untuk membunuh diri.
3) Perubahan Perasaan: penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan
melakukan hubungan suami istri, merasa sedih, sering menangis tanpa alasan
yang jelas, irritabilitas, mudah marah, dan terkadang agresif.
4) Perubahan pada kebiasaan sehari-hari: menjauhkan diri dari lingkungan
sosial, penurunan aktivitas fisik dan latihan, serta menunda pekerjaan rumah.
2.2 Trend & Issue Terkini
Penelitian Gan, Xie, Duan, Deng & Yu (2015) yang berjudul Rumination
and loneliness independently predict six-month later depression symptoms among
Chinese elderly in nursing homes bertujuan memaparkan hubungan antara
kesepian, suka melamun dan depresi pada lansia China di rumah perawatan. Total
partisipan sebanyak 71 orang lansia dengan rata-rata umur 82,49 tahun dan
responden mengikuti penelitian selama 6 bulan dengan jenis studi longitudinal.
Pengukuran depresi menggunakan UCLA-8 Loneliness Scale dan Ruminative
Responses Scale.Setelah 6 bulan, responden melengkapi the Center for
Epidemiologic Studies Depression Scale untuk diukur gejala depresinya. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa kesepian memiliki hubungan yang signifikan
dengan melamun (r=0,25, p<0,05) dan berhubungan dengan depresi (r=0,30,
p<0,001), sedangkan melamun secara signifikan berhubungan dengan depresi
(r=0,30, p<0,001). Kesimpulan dari penelitian tersebut disampaikan bahwa
kesepian dan suka melamun merupakan predictor depresi pada lansia.
Penelitian Monteso, et al. (2012) yang bertujuan untuk mengevaluasi
prevalensi depresi lansia di rural areadi Catalonia selatan, menganalisa perbedaan
kelompok umur, mengidentifikasi factor penyebab depresi dan menggambarkan
depresi berdasarkan gender. Metode penelitian tersebut adalah deskriptif dan
kuantitative yang melibatkan 157 wanita dan 160 pria, studi kualitatifnya
melibatkan 14 pria dan 52 wanita yang terdiagnosa depresi. Kesimpulan
penelitian tersebut mengindikasikan resiko tinggi depresi pada partisipan lansia,
janda lebih depresi dibandingkan duda (p<0,005) dengan prediktornya adalah
kesepian, sakit, pelayanan dari caregiver. Kehilangan kemampuan untuk
beraktivitas sehari-hari karena proses penuaan memiliki efek yang lebih besar
pada gangguan depresi pada pria dibandingkan wanita (p<0,001).
Penelitian Nunstend, Nilsson, & Skarsater (2013), dalam penelitiannya yang
berjudul The portfolio method as management support for patients with major
depression bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pasien dengan major
depresi pada klien psikiatri outpatient menggunakan metode portfolio, dimana
metode portfolio membantu pasien untuk memahami depresi yang mereka alami.
Metode penelitian ini adalah interview individual dengan 5 pasien yang memiliki
gangguan depresi major berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders-Fourth Edition (DSM-IV) di Swedia Barat. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa portfolio digunakan oleh pasien sebagai strategi manajemen
dalam proses dan analisa situasi mereka. Portfolio digunakan oleh pasien untuk
refleksi dan konfirmasi terkait progress mereka, untuk membuat struktur pada
situasi mereka, sebagai strategi manajemen dalam mengingat situasi serta sebagai
pengingat aktivitas yang harus dilakukan.Kesimpulan dari penelitian tersebut
disebutkan bahwa menggunakan portfolio yang terstruktur dan jelas dapat
membantu pasien belajar dan memahami depresi yang mereka alami.
Hoberg, Ponto, Nelson, & Frye (2012) melakukan penelitian untuk
mengevaluasi pengaruh interpersonal and social rhythm therapy group (IPSRT-
G) untuk klien bipolar depresi. Partisipan dalam penelitian sebanyak 18 orang,
partisipan menerima 2 terapi individu, yaitu 6 sesi terapi IPSRT-G dan 12 minggu
dengan telephone. Inventori yang digunakan adalah The inventory of Depressive
Symptomatology-Clinician Rated (IDS-C), Young Mania Rating Scale (YMRS),
Sheehan Disability Scale (SDS) dan Clinical Global Impression-Bipolar Version
(CGI-BP). Hasil dari penelitian tersebut dipaparkan bahwa setelah dilakukan
terapi IPSRT-G depresi skor (IDS-C) mengalami penurunan setelah 2 minggu
(p=0,03) dan 12 minggu (p=0,03). Tidak ada peningkatan depresi atau induksi
mania, mania menurun tetapi tidak signifikan, pengukuran YMRS setelah 2
minggu (p=0,06) dan setelah 12 minggu (p=0,25). Pengukuran SDS juga tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan setelah pengukuran 2 minggu (p=0,09)
akan tetapi mengalami peningkatan setelah pengukuran 12 minggu (p=0.03).
pengukuran CGI-BP mengalami peningkatan tetapi tidak signifikan setelah 2
minggu (p=0,25) dan setelah 12 minggu (p=0,6). Kesimpulan dari penelitian
tersebut bahwa IPSRT-G dapat diaplikasikan untuk penurunan tingkat depresi.
Haspeslagh, Eeckloo & Delesie (2012) dalam penelitiannya yang berjudul
Aptitude-based assignment of nurse to depressed patient dengan metode
explorative research penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan
antara kecerdasan/ketangkasan perawat terhadap pasien depresi.Penelitian ini
melibatkan 119 perawat dari 14 unit psikiatri dan 122 pasien. Menggunakan
kuesioner kecerdasan/ketangkasan yang berisi 14 item pertanyaan, perawat
menilai diri mereka sendiri dan juga menilai satu sama lain. Kuesioner tersebut
menilai 3 aspek, yaitu penyesuaian diri dan keinginan untuk membantu pasien,
hubungan terapeutik, dan caring untuk pasien depresi.Adapun pasien sendiri
diukur menggunakan Beck Depression Inventory (BDI) selama dirawat di rumah
sakit.Hasil yang didapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang spesifik
antara kecerdasan/ketangkasan perawat terhadap evaluasi hasil pasien depresi, hal
tersebut diungkapkan karena perawat yang cerdas/tangkas mampu memberikan
caring yang professional sesuai dengan kebutuhan pasien.
2.3 Instrumen
Bienenfield (2014), memaparkan instrument yang biasa digunakan untuk
screening depresi adalah sebagai berikut:
1) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)
Instrumen HDRS ada yang paling umum digunakan untuk interview
dengan klien depresi, dikembangkan sejak tahun 1960 untuk mengukur
tingkat depresi pada populasi inpatient.Pengukuran HDRS memakan waktu
sekitar 20-30 menit.Skor 0-7 bermakna normal, dan skor >20
mengindikasikan depresi depresi sedang.Setiap item pertanyaan diberi nilai 5,
menggambarkan tidak ada gejala, gejala ringan, sedang dan berat, atau pada 3
skala yaitu tidak ada gejala, kadang-kadang dan gejala jelas terlihat. HDRS
terdiri dari 21 item pertanyaan yang mengkaji suasana depresi, perasaan
bersalah, ide pikiran bunuh diri, insomnia, kerja dan aktivitas, retardasi
psikomotor, agitasi psikomotor, ansietas psikis, ansietas somatic, gejala
gastrointestinal, gejala somatic umum, gejala pada area genital,
hypochondriasis, hilang insight, hilang berat badan, diurnal variation,
depersonalisasi/derealisasi, gejala paranoid, gejala obsesi kompulsi.
2) Beck Depression Inventory (BDI)
BDI adalah sebuah inventory yang paling umum digunakan untuk
mengukur depresi diri sendiri (self-rating scale), dikembangkan pada tahun
1961 oleh Aaron Beck berdasarkan pada gejala yang biasa muncul pada
orang depresi.BDI terdiri dari 21 item pertanyaan tentang emosi, perilaku,
dan gejala somatic yang dapat dilakukan selama 5-10 menit pengukuran.
Setiap item pertanyaan dinilai 0-3 dan mengukur mood, pesimisme, perasaan
gagal, kurang puas, perasaan bersalah, perasaan dihukum, benci pada diri
sendiri, menuduh diri sendiri, keinginan menghukum diri sendiri, menangis,
mudah tersinggung, menarik diri, ragu-ragu, gambaran diri, hambatan
bekerja, gangguan tidur, kelelahan, hilang selera, hilang berat badan, somatic
preoccupati, dan kehilangan gairah.
Skor 10-18 mengindikasikan depresi ringan, 19-29 mengindikasikan
depresi sedang dan >30 mengindikasikan depresi berat (Shafter, 2006). Versi
lain dari BDI telah dikembangkan, salah satunya Beck Depression Inventory
II (BDI II), revisi dari BDI tahun 1996, dan Beck Depression Inventory for
Primary Care (BDI-PC). BDI-PC adalah sebuah screening yang terdiri dari 7
item pertanyaan untuk primary care outpatients, dengan cut-off skor 4 poin
untuk mendeskripsikan adanya major depresi. Sebuah studi menyimpulkan
bahwa BDI-PC memiliki nilai 97% sensitivitas dan 99% spesifisitas untuk
mendeteksi pasien dengan major depresi (Steer, Cavalieri, Leonard, & Beck,
1999).
3) Patient Health Questionnaire (PHQ)
PHQ adalah instrument pengukuran depresi diri sendiri (self-
administered) yang terdiri dari 2 item (PHQ2) atau 9 item (PHQ9). Sebuah
meta analisa menemukan bahwa PHQ2 memiliki sensitivitas 80% dan
spesifisitas 92% untuk mengukur frekuensi suasana depresi dan anhedonia
lebih dari 2 minggu pada klien depresi. Scoring masing-saming pertanyaan
adalah mulai dari 0 (tidak pernah) sampai 3 (hampir setiap hari).
Nilai PHQ2 yang lebih dari 3 memiliki sensitivitas 83% dan spesifisitas
92% untuk major depression (Kronke, Spitzer, Williams, 2003). PHQ9
digunakan untuk diagnosis klinik gangguan depresi dan bias digunakan
secara berkelanjutan untuk mengkaji tingkat gejala depresi. Cut point PHQ
>10 dengan sensitivitas 88% dan spesifisitas 88% adalah untuk diagnose
major depression. Skor PHQ9 5, 10, 15, dan 20 menggambarkan depresi
ringan, sedang, berat dan sangat berat (Gilbody, Richards, Brealey, Hewitt,
2007).
4) Major Depression Inventory (MDI)
MDI adalah salah satu inventory self-rating scale yang digunakan untuk
mengkaji depresi dengan mengacu DSM-IV major depression dan ICD-10
kriteria depresi ringan hingga berat.Gejala muncul hampir setiap hari selama
2 minggu terakhir.Item suasana depresi dan kurang tertarik pada DSM-IV dan
ICD-10 digambarkan sebagai gejala utama gangguan depresi.
Untuk mendiagnosa depresi, 10 item pertanyaan dinilai 1 (ada) dan 0
(tidak ada).Untuk mengukur depresi, setiap item dinilai 0-5 dan dijumlahkan
(0-50).Cutoff score 26 untuk mendiagnosa major depresi (sedang hingga
berat). Sensitifitas MDI adalah antara 86& dan 92% dengan spesifisitas 82%
dan 86% (Bech, et al., 2001).
5) Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D)
CES-D mulai dipublikasikan semenjak tahun 1977 sebagai screening
untuk depresi pada populasi umum. CES-D sering digunakan dalam
penelitian untuk menguji responden dengan jumlah yang besar. CES-D ini
berisi 20 item, 16 item unfavourable dan 4 item favourable. Instrument
tersebut mengukur aspek afektif dan somatic pada depresi (Shafter, 2006).
Tiap pertenyaan dinilai 0-3, dengan total nilai jawaban berkisar 0-60, dengan
nilai yang lebih tinggi maka depresi yang diderita juga semakin besar/berat
(Dozeman, van Schaik, van Marwijk, Stek, Beekman, & van der Horst,
2011). CES-D telah direvisi mengikuti perkembangan DSM-IV, saat ini
menjadi CESD-R (Van-Dam & Earleywine, 2011).
6) Zung Self-Rating Depression Scale (SDS)
Zung Self-Rating Depression Scale (SDS) awalnya bernama Self-Rating
Depression Scale, merupakan 20 item self-administered testyang
dipublikasikan pada 1965. SDS terdiri dari 10 item unfavourable dan 10 item
favourable.Skala ini digunakan di penelitian klinik untuk memonitor
perawatan atau sebagai alat screening pada praktek umum. Skor SDS berkisar
0-4, nilai skor lebih dari 50 mengindikasikan depresi ringan, lebih dari 60
mengindikasikan depresi sedang dan lebih dari 70 adalah depresi berat
(Shafter, 2006).
7) Geriatric Depression Scale (GDS)
GDS secara spesifik digunakan untuk populasi geriatric, terdiri dari 30
item, kemudian dimodifikasi menjadi 15 item.Kemudian GDS saat ini telah
direvisi kembali menjadi 5 item, hal tersebut dimungkinkan agar dapat
digunakan pada pasien yang sudah tua.Bentuk jawaban yang disediakan
adalah ya/tidak.Skor >2 adalah indikasi depresi (Rinaldi, et al., 2003).
8) Cornell Scale for Depression in Dementia (CSDD)
CSDD didisain untuk pasien orang tua dengan deficit kognitif.Jawaban
responden biasanya tidak reliable, maka pengukuran CSDD dilakukan
terhadap informan, seseorang yang mengetahui dan sering melakukan kontak
dengan pasien, boleh dilakukan kepada keluarga maupun staf pemberi
pelayanan.
Pengukuran CSDD selama memakan waktu +20 menit. CSDD berisi 19
item pertanyaan, dengan skor 0 untuk tidak ada masalah, 1 untuk
sedang/intermitten, 2 untuk gejala berat. Total skor 10 mengindikasikan
kemungkinan major depression dan >18 mengindikasikan major depression
yang pasti. Sebuah studi menemukan bahwa skor 6 atau lebih dengan
sensitivitas 93% dan spesifisitas 97% sebagai indikasi major depresi.
Pertanyaan yang sama ditanyakan kepada pasien dan informan, meliputi
gejala ansietas, kesedihan, rendahnya reaksi terhadap kejadian yang
menyenangkan, iritabilitas, gangguan perilaku (meliputi agitasi psikomotor
dan retardasi, keluhan fisik, kehilangan kemauan akut), gangguan fisik
(meliputi kehilangan selera, kehilangan berat badan, kehilangan energy,
kesulitan tidur, ide bunuh diri, mencela diri sendiri, pesimisme, dan delusi
(Korner, et al., 2006).
9) Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15)
Selanjutnya, instrumen yang digunakan khusus untuk skrining pada lansia
yaitu Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) digunakan untuk pengukuran
tingkat depresi pada lansia. Gejala depresi diklasifikasikan berdasarkan lima
jenis. Bagi mereka dengan 10-14 tanggapan (lima tanggapan positif ketika 13
atau lebih item selesai, empat positif tanggapan ketika 11 atau 12 item selesai,
dan tiga tanggapan positif ketika 10 item selesai, sembilan atau item lebih
sedikit diselesaikan dianggap data yang hilang). Pendekatan ini memberikan
sensitivitas terbaik spesifik untuk mood dan depresi (Carter, Callaghan,
Khalil, & Morres, 2012).
2.4 Nursing Intervention
Perawat memiliki tugas sebagai fasilitator dalam penanganan klien dengan
depresi. Peran perawat dalam proses pengelolaan klien dapat meningkatkan
perilaku gaya hidup positif klien (Happell, Platania-Phung &Scott, 2011, Park,
Usher & Foster, 2011) perawat juga berperan sebagai anggota tim kolaborasi dan
multidisiplin (Porsdal, et al., 2010).
Di samping itu, penangan depresi pada anak dan remaja menurut De-
Filippis (2014) mencakup:
1) Psikoterapi
(1) Terapi Perilaku Keluarga
(2) Terapi Suportive nondirective
(3) Cognitif Behaviour Theraphy (CBT)
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka CBT dapat digolongkan
menjadi dua:
a. Manual CBT
CBT ini dilakukan dengan face-to-face melakukan konseling
dengan terapis
b. Program CBT komputerisasi
CBT ini dipilih sebagai alternatif lain dan biasanya digunakan
oleh anak dan remaja yang tidak mau secara langsung berhadapan
dengan terapis. Salah satu program dari CBT komputerisasi ini
disebut dengan Sparx (Smart, Positif, Aktif, Realistis, X-faktor
pengalaman). Program ini adalah sebuah game fantasi interaktif di
mana remaja memilih avatar yang harus menavigasi melalui
berbagai tantangan. Dunia fantasi termasuk Agas (Suram Negatif
Pikiran otomatis), dan avatar yang harus bekerja untuk membawa
keseimbangan ke dunia fantasi dengan bekerja melalui tantangan ini.
Psikoterapi merupakan perawatan dengan metode sharing dengan
psikoterapist. Psikoterapi dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan stress
klien dengan cara memberikan kesempatan kepada klien untuk menceritakan
dan mengekspresikan perasaan, kemudian membantu untuk merubah sikap,
perilaku dan kebiasaan yang mungkin berkontribusi terhadap depresi, serta
membantu mengeksplorasi koping adaptif yang dapat digunakan oleh klien
(Bartha, Parker, Thomson & Kitchen, 1999 dalam Pfizer, 2014).
Jenis psikoterapi menurut Bartha, Parker, Thomson & Kitchen (1999)
dalam Pfizer (2014) meliputi:
(1) Short-term therapy
Short-term therapy biasanya dilakukan minimal 16 minggu, focus pada
kejadian terakhir yang menyebabkan depresi, melibatkan terapi
interpersonal untuk mengkaji peran dari relationship terhadap gangguan
depresi, atau melibatkan cognitive behavior therapy (CBT) untuk
mengeksplorasi bagaimana pikiran negative dan interpretasi terhadap
sebuah kejadian berperan dalam terjadinya depresi.
(2) Long-term therapy
Long-term therapy biasanya dilakukan minimal 1 tahun dan bahkan
lebih, dan berfokus pada hal yang lebih luas. Biasanya mengeksplorasi
hubungan kejadian dimasa kecil dan pemicu terakhir terhadap kejadian
depresi.
(3) Group therapy
Group therapy biasanya melibatkan 8-12 klien, dipimpin oleh satu atau
dua petugas layanan kesehatan mental yang professional, yang bertugas
untuk memimpin proses serta memberikan arahan jika diperlukan.
2) Terapi Psikoedukasi
Terapi psikoedukasi berfokus untuk membantu pasien, anggota
keluarga dan pasangan untuk belajar tentang depresi dan perawatannya, serta
mempelajari bagaimana menghadapi stigma tentang gangguan kesehatan
mental. Untuk pasien, proses terapi ini menyediakan kesempatan untuk
sharing tentang perasaan berkaitan bagaimana bertahan hidup dan belajar
melakukan koping terhadap depresi. Terapi psikoedukasi dapat dilakukan
secara kelompok atau individual konseling dengan petugas layanan kesehatan
yang profesional (Bartha, Parker, Thomson & Kitchen, 1999 dalam Pfizer,
2014).
Untuk keluarga dan pasangan, psikoedukasi memberikan wawasan
tentang apa yang sedang dialami oleh klien, mendiskusikan bagaimana cara
untuk membantu klien, salah satunya dengan dukungan orang terdekat.
Keluarga dan pasangan dapat bertemu langsung dengan petugas pelayanan
kesehatan yang merawat klien atau bergabung dengan kelompok family
support (Bartha, Parker, Thomson & Kitchen, 1999 dalam Pfizer, 2014).
3) Farmakoterapi
(1) Positif Selective Reuptake Inhibitor Serotonin (SSRI)
SSRI disinyalir sangat efektif untuk mengobati depresi akut dan
efektif untuk pemeliharaan pada anak dan remaja, dan obat ini telah
disetujui oleh US FDA.Obat-obatan yang termasuk dalam SSRI adalah
(a). Fluoxetine (untuk usia 8 tahun atau lebih) (b). Escitalopram (untuk
usia 12 tahun atau lebih). Efek samping SSRI adalah keluhan
gastrointestinal seperti mual dan sakit perut, sakit kepala, insomnia,
mengantuk, dan mulut kering.Pada situasi ini, perawat menjelaskan efek
sampingkepada klien dan keluarga. Selanjutnya, memperhatikan
fasilitasberupaMCK yang memadai, dan tempat tidur yang memadai. Di
samping itu, memantau asupan nutrisi dan kebutuhan cairan klien
(2) Pemberian asam lemak omega-3
Asam lemak omega-3 telah diperiksa sebagai obat yang potensial
untuk penyembuhan depresi pada anak-anak, sediaan asam lemak
omega-3 ada yang berbentuk kapsul, seperti eicosapentaenoic acid (EPA)
dan docosahexaenoic acid (DHA) atau plasebo (minyak zaitun atau
safflower kapsul minyak).
4) Terapi kombinasi (farmakoterapi & psikoterapi)
Penggabungan antara dua terapi diatas sangatlah dianjurkan, bahkan
menjadi prioritas utama dalam pemberian terapi untuk klien dengan depresi.
Intervensi keperawatan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian
intervensi biofeedback. Prosedur intervensi biofeedback ini diberikan masing-
masing diberi biofeedback portabel perangkat untuk menggunakan selama 4
minggu. Sesi pelatihan difokuskan pada membantu peserta belajar untuk
menggunakan biofeedback portable peralatan untuk membantu dalam pengelolaan
stres, kecemasan, dan depresi. Langkah pertama dalam pelatihan ini membantu
peserta menjadi akrab dengan peralatan dan menjadi sadar dari HRV dasar
mereka. Kemudian peserta diminta untuk bernapas perlahan dan merasakan emosi
positif. Dengan menggunakan peralatan biofeedback portabel, peserta mampu
menerima umpan balik segera visual dan pendengaran pada bagaimana mereka
bernapas dan berdampak emosi positif HRV mereka. Latihan selesai ketika setiap
peserta mampu mempertahankan pola irama jantung yang berhubungan dengan
emosi positif. Peserta diminta untuk menggunakan biofeedback portable
perangkat 3 kali per hari selama 4 minggu dan merekam praktek mereka kali pada
buku harian (Ratanasiripong, Kaewboonchoo, Ratanasiripong, Hanklang, &
Chumchai, 2015).
Selain itu, intervensi keperawatan khusus juga diberikan pada kelompok
lansia dengan menggunakan self-help intervensi. Awalnya melakukan
penyeleksian modul “activity-scheduling” yang sudah diuji dan efektif “Coping
With Depression” (CWD). Kegiatan dilakukan baik dalam kelompok maupun
individu, dan juga disertakan di self-hel format. Modul yang dipilih pada
penjadwalan aktivitas terdiri dari empat langkah, di mana pesertadipantau suasana
hati mereka dan merancang rencana kegiatan menyenangkan. Perawat sebagai
fasilitaor menemani klien setiap sesi latihan selama 60 menit. Perawat dapat
menstimulasi dengan memberikan leaflet. Fokus dalam pelatihan ini adalah
berlatih tugas bersama-sama di lapangan. Perawat melakukan kunjungan kepada
klien dua kali dan maksimal sebanyak lima kali kunjungan. Activity-scheduling
relatif sederhana dan tidak memerlukan keterampilan komplek dari pelatih atau
pasien. Ini adalah perilakupengobatan untuk depresi di mana pasien belajar untuk
memantau suasana hati mereka dan kegiatan sehari-hari. Jadi selama
intervensi/kursus perawat yang melatih dengan menerima umpan balik melalui
telepon atau kadang-kadang, melalui kontak pribadi. Format dikumpulkan oleh
peneliti setelah akhir penyelesaian kursus (Dozeman, van Schaik, van Marwijk,
Stek, Beekman, & van der Horst, 2011).
Di samping itu menurut Carter, Callaghan, Khalil, & Morres (2012),
intervensi keperawatan lainnya yaitu intervensi dilakukan dengan meningkatkan
kegiatan harian misalnya, bermain game, latihan fisik, dan interaksi kelompok,
serta rujukan ke perawatan primer atau sekunder saat dibutuhkan. Selain itu,
diberikan paket pelatihan yang termasuk kesadaran depresi dan sesi latihan
kelompok yang tidak hanya diberikan kepada klien namun untuk semua anggota
keluarga yang lain. Intervensi berupa peningkatan aktivitas fisik, peningkatan
kepatuhan, dan meningkatkan interaksi sosial. Latihan fisik yang diberikan berupa
senam aerobik sebanyak 45 menit minimal dua kali seminggu. Selain itu, klien
diwajibkan untuk melakukan olahraga lari pagi secara rutin. Latihan fisik ini
dilankukan hingga 12 bulan untuk mencegah dan mengurangi tingkat depresi.
Tambahan pula, intervensi keperawatan lain yaitu dengan cara berdialog
singkat dengan klien didasarkan pada terapi pemecahan masalah. Pelaksaan setiap
sesi dilakukan dengan berbaring atau duduk di bangku “The Friendship Bench”
Pemecahan masalah dengan Problem-solving therapy (PST) terdiri dari
identifikasi dan eksplorasi masalah, identifikasi dan implementasi solusi, dan
proses identifikasi berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Problem-solving therapy
(PST) dilakukan dengan tujuh langkah yaitu menjalin kemitraan dengan
pemerintah, bermitra dengan penyedia perawatan tradisional, penjadwalan
aktivitas, melaksanakan kegiatan yang benar-benar penting bagi mereka untuk
membuat hidup lebih memuaskan, perawat melakukan kunjungan rumah, serta
doa. Rata-rata setiap doa berlangsung 15-30 menit (Chibanda, Mesu, Kajawu,
Cowan, Araya, & Abas, 2011).
Di samping itu, menurut Ekers, Dawson & Bailey (2012) dalam
penelitiannya yang berjudul Dissemination of behavioural activation for
depression to mental health nurses: training evaluation and benchmarked clinical
outcomes menyebutkan bahwa intervensi yang dapat dilakukan perawat
professional adalah terapi bicara (sharing), CBT dan terapi behavioral activation,
dimana terapi ini digunakan untuk menguatkan klien depresi dengan cara
menempatkan mereka kembali ke lingkungan yang luas dan bervariasi. Menurut
Kanter, et al. (2010) behavioral activation (BA) dapat menurunkan derajat
depresi, adapun teknik BA meliputi activity monitoring, assessment of goals and
values, activity scheduling, skill training, relaxation training, contingency
management, procedures targeting verbal behavior, dan procedures targeting
avoidance.
Hasil temuan selanjutnya menurut McIlrath, Keeney, McKenna &
McLaughlin (2010) menyebutkan bahwa tugas perawat dalam menangani pasien
depresi adalah melakukan screening dan deteksi dini, melakukan perawatan
dengan model perawatan primer, melakukan klasifikasi perawataan berdasarkan
tingkatan depresi, melakukan perawatan terpadu serta berkolaborasi pemberian
terapi farmakologi.
2.5 Hasil Observasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
2.5.1 Deskripsi Ruang Nuri
Ruang Nuri adalah salah satu ruang perawatan akut di RSJ Provinsi
Jawa Barat. Ruangan ini difungsikan untuk menampung pasien dalam kondisi
akut atau krisis selama di rumah sakit. Ruangan ini menekankan pada
pemberian observasi secara intensif kepada setiap pasien. Ruang Nuri
memiliki 4 pintu yang terdiri dari 1 pintu utama (terbuka leluasa), 1 pintu
dalam (selalu terkunci untuk akses ke pasien), 1 pintu darurat (pintu samping)
dan 1 pintu belakang (pintu pantry).
Di samping itu, ruang Nuri juga memiliki enam ruang isolasi berjeruji
dan dilengkapi dengan 3 kamar mandi pasien. Di samping itu, terdapat
ruangan besar tanpa sekat berjumlah 7 buah bed. Jumlah keseluruhan pasien
saat dilakukan observasi sejumlah 13 orang. Selanjutnya, ruang perawat tepat
berada di depan pintu masuk utama. Terdapat dua ruangan keperawatan salah
satunya adalah ruang kepala ruang Nuri dan satu lainnya ruang perawat yang
diberdayakan untuk menjadi tempat sholat, penyimpanan barang (tas
mahasiswa, meja dan lemari cabinet) dalam ruang ini juga terdapat satu set
meja dan computer, terdapat satu toilet perawat, selain itu juga terdapat 1
ruangan khusus untuk kebutuhan ganti pasien (selimut, seprai, baju ganti, dll).
Selain itu di depan nurse station terdapat kursi bagi keluarga atau
pengunjung, serta tempat diskusi mahasiswa.
2.5.2 Tugas pokok dan fungsi kerja ruang Nuri
Perawat mengatakan tupoksi yang dilakukan diruang Nuri terdiri
dari:
1. Melakukan pengkajian dengan metode RUFA (Respon Umum
Fungsi Adaptif)
2. Mengevaluasi pasien gaduh gelisah
3. Melakukan pemenuhan kebutuhan dasar
2.5.3 Jadwal kegiatan harian ruang Nuri
Jadwal ruangan Garuda dari pagi hingga malam diantaranya:
2.5.4 Hasil wawancara perawat ruang Nuri
Secara keseluruhan terdapat 13 pasien di ruangan ini. Penempatannya
disesuaikan dengan kondisi pasien sesuai dengan hasil triage menggunakan
No Jam Kegiatan1 05.00-06.00 Mandi dan sholat2 06.00-07.00 Makan dan minum obat3 07.00-08.00 Senam pagi4 08.00-10.00 Sosialisasi pertemuan TAK5 11.00-12.00 Istirahat siang6 12.00-13.00 Makan siang dan minum obat7 13.00-14.00 Sholat dhuhur8 14.00-17.00 TAK dan sholat ashar9 17.00-18.00 Makan sore10 18.00-19.00 Sholat magrib11 19.00-20.00 Sholat isya12 20.00-05.00 Istirahat malam
pengkajian RUFA (Respon Umum Fungi Adaptasi). Terdapat 7 pasien berada
dalam ruang isolasi sendiri. Pasien di ruang isolasi sendiri ini sebagian besar
dengan perilaku kekerasan, dan resiko bunuh diri.
Di samping itu, di ruangan besar yang terdiri dari 6 orang tersebut
diantaranya dengan kondisi gaduh gelisah, perilaku kekerasan yang sedang,
dan terdapat pasien dengan depresi berat. Pada kasus depresi yang terdapat di
ruangan ini merupakan pasien baru bernama Nn. N dengan kondisi depresi
berat. Nn. N dibantu secara total berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
nutrisi maupun cairan dan kebutuhan ADL (activity daily life) lainnya.
Pada proses pengelolaan pasien depresi berat, perawat melakukan
pengamanan lingkungan yaitu dengan tindakan fiksasi. Hal ini dilakukan
karena pasien dengan resiko jatuh sangat tinggi namun tidak tersedia bed
pasien yang dilengkapi dengan side rail. Tindakan fiksasi terbuat dari bahan
yang tebal dan nyaman agar tidak melukai pasien.
Ruangan Nuri menggunakan pengkajian dengan standar nasional jiwa
yang telah dimodifikasi dan diagnosa keperawatan di angkat berdasarkan
RUFA (Respon Umum Fungsi Adaptasi). Selain itu, untuk peningkatan
kualitas sumber daya manusia khususnya perawat di ruang Nuri, biasanya
pelatihan-pelatihan sering juga dilakukan di RSJ ini berkaitan dengan
pengelolaan pasien akut atau manajemen ruangan akut. Pelatihan diikuti dari
delegasi masing-masing ruangan akut yang kemudian hasilnya disebarkan
kepada teman sejawat di ruangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan literatur tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa depresi
adalah kesedihan atau stres berkelanjutan dan menyebabkan terganggunya
peran dan tanggung pada individu yang mengalaminya.Selanjutnya, gangguan
depresi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu major depressive disorder
(gangguan depresi berat), minor depressive disorder (gangguan depresi
ringan) dan dysthymic disorder (dysthymia).Kemudian, penyebab depresi
diantaranya berupa faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.Di
samping itu, gambaran klinis yang terlihat pada gangguan depresi menurut
Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV) yaitu perubahan fisik, perubahan
pikiran, perubahan perasaan, dan perubahan pada kebiasaan sehari-hari.
Tambahan pula, berkaitan dengan trend dan issue yang ditemukan
terkait depresi yang pertama penelitianGan, Xie, Duan, Deng & Yu (2015) di
Cina memaparkan hubungan antara kesepian, suka melamun dan depresi pada
lansia di rumah perawatan. Kedua, Penelitian Monteso, et al. (2012)yang
bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi depresi lansia di rural area di
Catalonia selatan, menganalisa perbedaan kelompok umur, mengidentifikasi
factor penyebab depresi dan menggambarkan depresi berdasarkan gender.
Ketiga, Nunstend, Nilsson, & Skarsater (2013), menggambarkan pasien
dengan major depresi pada klien psikiatri outpatient menggunakan metode
portfoliountuk memahami depresi yang mereka alami.Keempat, Hoberg,
Ponto, Nelson, & Frye (2012), mengevaluasi pengaruh interpersonal and
social rhythm therapy group (IPSRT-G) untuk klien bipolar depresi. Terakhir,
Haspeslagh, Eeckloo & Delesie (2012), menginvestigasi hubungan antara
kecerdasan/ketangkasan perawat terhadap pasien depresi.
Kemudian, beradarkan kasus dan trend berkaitan dengan depresi mulai
banyak berkembang berbagai instrument terkait dengan depresi yang meliputi
Cornell Scale for Depression in Dementia (CSDD), Beck Depression
Inventory (BDI), Patient Health Questionnaire (PHQ), Major Depression
Inventory (MDI), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-
D), Zung Self-Rating Depression Scale (SDS), Geriatric Depression Scale
(GDS), dan Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)
Selain itu, berbagai intervensi yang diberikan pada klien dengan
depresi diantaranya farmakoterapi, psikoterapi, terapi kombinasi
(farmakoterapi & psikoterapi) dan terapi lingkungan. Pada proses penanganan
klien dengan depresi, perawat juga berperan sebagai fasilitator dan melakukan
perawatan terpadu.
3.2 Saran
Prevalensi masalah kesehatan mental yang tinggi dan meningkatnya
keparahan mental masalah kesehatan, khususnya kasus depresi intervensi
keperawatan dan alternatif sangat diperlukan.Sebaiknya, pada proses
penanganan pada klien dengan gangguan depresi sebelumnya perawat
mengkaji ulang kondisi klien untuk mengetahui riwayat klien dan kategori
depresi yang dialaminya. Hal ini bertujuan agar intervensi yang diberikan
sesuai dengan kondisi klien.Selanjutnya, alangkah baiknya ketika instrumen
dan berbagai intervesnsi yang sudah ditemukan dicoba untuk diaplikasikan di
lapangan untuk mengetauhi kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
isntrumen, jenis intervensi, maupun terapi modalitas yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bech, P., Rasmussen, N.A., Raabaek-Olsen, L., Noerholm, V., Abildgaard, W. (2001). The sensitivity and specificity of the Major Depression Inventory, using the Present State Examination as the index of diagnostic validity. J Affect Disord. Vol 66(2-3):159.
Carter, T., Callaghan, P., Khalil, E., & Morres, I. (2012). The effectiveness of a preferred intensity exercise programme on the mental health outcomes of young people with depression: A sequential mixed methods evaluation. BMC Public Health, 12, 187. doi:http://dx.doi.org/10.1186/1471-2458-12-187
Chibanda, D., Mesu, P., Kajawu, L., Cowan, F., Araya, R., & Abas, M. A. (2011). Problem-solving therapy for depression and common mental disorders in zimbabwe: Piloting a task-shifting primary mental health care intervention in a population with a high prevalence of people living with HIV. BMC Public Health, 11, 828. doi:http://dx.doi.org/10.1186/1471-2458-11-828
De Filippis, M., Wagner, K. D. (2014). Management of treatment-resistant depression in children and adolescents.Paediatric Drugs, 16(5), 353-361.doi:10.1007/s40272-014-0088-y
Depkes RI. (2011). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI.Diefenbach , J.G., Dischb, B.W., Robison, T.J., Baez, E., Coman, E. (2009).
Anxious depression among puerto rican and african-american older adults. Aging Ment Health 2009, 13(1):118-126.
Dozeman, E., van Schaik, D.,J.F., van Marwijk, H.,W.J., Stek, M. L., Beekman, A. T. F., & van der Horst, H.,E. (2011). Feasibility and effectiveness of activity-scheduling as a guided self-help intervention for the prevention of depression and anxiety in residents in homes for the elderly: A pragmatic randomized controlled trial. International Psychogeriatrics, 23(6), 969-78. doi:http://dx.doi.org/10.1017/S1041610211000202
Ekers, D.M., Dawson, M.S., & Bailey, E. (2013). Dissemination of behavioural activation for depression to mental health nurses: training evaluation and benchmarked clinical outcomes. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, Vol 20, 186–192
Frisch, N. C., & Frisch, L. E. (2006).Psychiatric mental health nursing.Third edition. New York: Thomson Delmar Learning.
Gan, P., Xie, Y., Duan, W., Deng, Q., Yu, X. (2015). Rumination and loneliness independentlypredict six-month later depression symptomsamong chinese elderly in nursing homes. PLoS ONE 10(9): e0137176. doi:10.1371/journal.pone.0137176
Gilbody, S., Richards, D., Brealey, S., Hewitt, C. (2007). Screening for depression in medical settings with the Patient Health Questionnaire (PHQ): a diagnostic meta-analysis. J Gen Intern Med. Vol 22(11):1596-602.
Happell, B., Platania-Phung, C., & Scott, D. (2011). Placing physical activity inmental health care: A leadership role for mental health nurses. InternationalJournal of Mental Health Nursing, 20, 310–318.
Haspeslagh, M., Eeckloo, K., & Delesie, L.B. (2012).Aptitude-based assignment of nurses to depressed patients.Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, Vol. 19: 492–499. doi: 10.1111/j.1365-2850.2011.01801.x
Hoberg, A.A., Ponto, J., Nelson, P.J., & Frye, M.A. (2012).Group interpersonal and social rhythm therapy for bipolar depression.Perspective in Psychiatric Care, Vol. 49: 226-234. DOI:10.1111/ppc.12008
Kanter, J.W., Manos, R.C., Bowe, W.M., Baruch, D.E., Busch, A.M., & Rusch, L.C. (2010). What is behavioral activation? A review of the empirical literature. Clinical Psychology Review, Vol 30: 608–620.
Kørner, A., Lauritzen, L., Abelskov, K., Gulmann, N., Marie, B.A., Wedervang-Jensen, T, et al. (2006). The Geriatric Depression Scale and the Cornell Scale for Depression in Dementia: A validity study. Nord J Psychiatry. Vol 60(5):360-4.
Kroenke, K., Spitzer, R.L., Williams, J.B. (2003). The Patient Health Questionnaire-2: validity of a two-item depression screener. Med Care. Vol 41(11):1284-92.
Lepine, J. P., & Briley, M. (2011).The increasing burden of depression.NeuropsychiatricDisease and Treatment, 7(Suppl 1), 3–7.
Margolin, G. (2010). Behavior exchange in happy and unhappy marriages.A family life cycle perspective.Behavior therapy 2010;12:329-43.
McIlrath, C., Keeney, S., McKenna, H., & McLaughin, D. (2009). Benchmarks for effective primary care-based nursing services for adults with depression: a Delphi study. Journal of advanced nursing 66(2), 269–281. doi: 10.1111/j.1365-2648.2009.05140.x
Monteso, P., Ferre, C., Lleixa, M., Albacar, N., Aguilar, C., Sanchez, A. & Lejeune, M. (2012). Depression in the elderly: study in a rural city in southern Catalonia. Journal of psychiatric and mental health nursing, Vol. 19, 426-429.
National Institute of Mental Health (NIMH) : U.S. Departement of Health and Human Services. (2008). Depression.Diakses 20 Oktober 2012 darihttp://www.womenshealth.gov/faq/depression.pdf
Nunstedt, H., Nilsson, K., & Skarsater, I. (2013).The portfolio method as management support for patients with major depression.Journal of Clinical Nursing, Vol. 23: 1639-1647. DOI:10.1111/jocn.12284
Park, T., Usher, K., & Foster, K. (2011). Description of a healthy lifestyle interventionfor people with serious mental illness taking second-generationantipsychotics.International Journal of Mental Health Nursing, 20(6),428–437.
Pfizer. (2014). Depression. Retrieved from http://www.pfizer.ca/sites/g/files/g10017036/f/201410/Depression.pdf
Porsdal, V., Beal, C., Kleivenes, O. K., Martinsen, E. W., Lindstrom, E., Nilsson,H., et al. (2010). The Scandinavian Solutions for Wellness study—Atwo-arm observational study on the effectiveness of lifestyle intervention onsubjective well-being and weight among persons with psychiatric disorders.BMC Psychiatry, 10(42).doi: 10.1186/1471-1244x-1110-1142
Ratanasiripong, P., Kaewboonchoo, O., Ratanasiripong, N., Hanklang, S., & Chumchai, P. (2015). Biofeedback intervention for stress, anxiety, and depression among graduate students in public health nursing. Nursing Research and Practice,doi:http://dx.doi.org/10.1155/2015/160746
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010).Personality disorders in Grebb, J. A., Pataki, C. S., Sussman, N. (eds), Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. p.798-99. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Shafter, A.B. (2006). Meta-analysis of the factor structures of four depression questionnaires: Beck, CES-D, Hamilton, and Zung. J Clin Psychol. Vol 62(1):123-46.
Steer, R.A., Cavalieri, T.A., Leonard, D.M., Beck, A.T. (1999). Use of the Beck Depression Inventory for Primary Care to screen for major depression disorders. Gen Hosp Psychiatry. Vol 21(2):106-11.
Stuart, G. W. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing.Tenth edition. New York: Elsevier Mosby.
Van Dam, N.T., Earleywine, M. (2011). Validation of the Center for Epidemiologic Studies Depression Scale--Revised (CESD-R): pragmatic depression assessment in the general population. Psychiatry Res. Vol 186(1):128-32.
Varcarolis, E. M., & Halter, M. J. (2010).Foundations of psychiatric mental health nursing: a clinical approach. Sixth edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric mental health nursing.Fifth edition.Philadelphia: Wolters Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.
WHO. (2011). Schizophrenia. Retrieved from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs397/en/
Yosep, I., & Sutini, T. (2011). Keperawatan Jiwa. Edisi revisi. Bandung: Refika Aditama.