Download - Makalah Individu Merek Terkenal Oke
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGAKUAN ATAS HAK-HAK YANG DIPEROLEH
DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN
MEREK TERKENAL DI INDONESIA
MAKALAH INDIVIDU
ISNA FATIMAH
0906519816
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
2012
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................ 3
B. Pokok-Pokok Permasalahan ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Kerangka Konsepsional ............................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan................................................................................... 8
BAB II PENGAKUAN ATAS HAK-HAK YANG DIPEROLEH DALAM
KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL DI
INDONESIA ....................................................................................................... 9
A. PERLINDUNGAN TERHADAP MEREK TERKENAL ............................. 9
1. Pengertian Merek Terkenal Menurut Paris Convention for the Protection
of Industrial Property ................................................................................. 10
2. Pengertian Merek Terkenal Menurut TRIPs Agreement ....................... 12
3. Pengertian Merek Terkenal Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia tentang Merek No. 15 Tahun 2001 .............................................. 12
4. Merek Terkenal Menurut Para Sarjana ................................................. 14
B. SEGI-SEGI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM
PERLINDUNGAN ATAS MEREK TERKENAL .......................................... 15
1. Titik Pertalian Primer ........................................................................... 15
2. Titik Pertalian Sekunder....................................................................... 16
3. Kualifikasi ........................................................................................... 18
4. Hak-Hak yang Telah Diperoleh............................................................ 20
C. ANALISIS PENGAKUAN HAK-HAK YANG DIPEROLEH DALAM
PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT NO.
26/MEREK/2003/PN.NIAGA. JKT.PST. ATAS PERKARA GIANNI
VERSACE S.P.A. MELAWAN SUTEDJO .................................................... 23
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlindungan terhadap Merek Terkenal merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan persaingan usaha yang sehat1 dan menjaga agar tidak dilakukan
peniruan terhadap Merek Terkenal oleh pihak-pihak tertentu dengan tidak
beritikad baik. Pengaturan tentang Merek Terkenal sendiri dalam lingkup
internasional diatur di antaranya dalam Paris Convention for the Protection of
Industrial Property (Paris convention) dan Agreement on Trade-Related Aspects
of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement). Bahkan, sejak September
1999, telah dibuat pula sebuah Joint Reccomendation Concerning Provisions on
the Protection of Well-Known Marks (Well-known Marks Joint
Reccommendation) yang dapat menjadi pedoman pelaksanaan perlindungan
terhadap merek terkenal bagi negara-negara anggota Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World
Trade Organization.2
Seiring dengan perkembangan teknologi, akses untuk mendapatkan
informasi atau data menjadi semakin mudah. Dalam hal ini, masyarakat
diuntungkan karena dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuannya sebagai
upaya meningkatkan martabat masing-masing. Namun demikian, kemudahan ini
bukannya tanpa tantangan. Semakin mudah seseorang mengakses informasi, akan
semakin mudah untuk melakukan pencurian informasi. Tindakan pencurian atas
informasi yang dimaksud bisa dalam bentuk pengakuan atas hak cipta, paten atau
merek dengan tidak beritikad baik, pembajakan, penyebarluasan informasi tanpa
1 Indonesia (a), Undang-Undang tentang Merek, No. 15 Tahun 2001, LN Tahun 2001
No. 110, TLN No.4131, bagian “menimbang” butir a.
2 The Assembly of Paris Union for The Protection of industrial Property and the General
Assembly of the World Intellectual Property Organization, Joint Reccommendation Concerning
Provisions on the Protection of Well-Known Marks, disahkan pada pertemuan ke tiga puluh empat
dari Sidang Negara Peserta WIPO: 20-29 September 1999.
4
izin, ataupun plagiarisme. Tindakan penyalahgunaan ini tentu dapat merugikan
pihak-pihak yang karyanya ditiru atau digunakan tanpa izin. Salah satu pihak,
khususnya dalam dunia usaha, yang merugi bila terjadi penyalahgunaan
penggunaan atas karya adalah pemilik Merek Terkenal.
Dewasa ini, sengketa terkait dengan penyalahgunaan, peniruan, ataupun
penggunaan tanpa izin suatu Merek Terkenal cukup banyak terjadi tidak
terkecuali sengketa yang melampaui lintas batas negara. Di Indonesia sendiri,
terjadi beberapa perkara terkait merek terkenal yang melibatkan pihak asing
diantaranya seperti Perkara Merek “GIORDANO”, Perkara “GUCCI”, dan
Perkara Merek “NIKE”.3 Satu kesamaan dari perkara-perkara tersebut adalah
terjadinya pemanfaatan merek terkenal dengan tidak beritikad baik, yang sering
disebut dengan istilah “membonceng ketenaran”. Perkara-perkara tersebut juga
melibatkan para pihak yang masing-masing tunduk pada hukum negara yang
berbeda. Dari sinilah kemudian penulis menemukan bahwa sengketa merek
terkenal seringkali merupakan permasalahan Hukum Perdata Internasional di
mana titik pertalian primernya merupakan perbedaan status personil para pihak
yang bersengketa.
Selain itu, dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap merek terkenal
asing yang sangat diperlukan manakala terjadi sengketa, harus dilakukan suatu
telaah mengenai apakah hak-hak yang diperoleh pemilik merek terkenal asing
diakui atau tidak oleh hukum nasional sang hakim. Apakah hakim dalam memutus
sengketa merek terkenal yang mengandung unsur asing telah menerapkan
pengakuan atas hak yang diperoleh berupa hak atas merek terkenal yang dimiliki
oleh pemilik atau pemegang merek terkenal? Dari sini dapat dilihat bahwa
pengakuan atas hak-hak yang diperoleh termasuk segi Hukum Perdata
Internasional yang semestinya ada sebagai salah satu bentuk perlindungan
terhadap merek terkenal ketika terjadi sengketa merek terkenal yang mengandung
unsur asing. Karena itulah maka penulis memutuskan untuk mengangkat judul
3 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (a), Pembaharuan Hukum Merek Indonesia
(Dalam Rangka WTO, TRIPs), cet. 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,1997), hlm. 102, 105, 110.
5
makalah individu: Pengakuan atas Hak-hak yang Diperoleh dalam Kaitannya
dengan Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia.
B. Pokok-Pokok Permasalahan
Penelitian ini dibatasi dalam pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian merek terkenal dalam Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Paris Convention), Agreement on
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs
Agreement), dan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Merek
No. 15 Tahun 2001?
2. Bagaimana pengakuan terhadap hak-hak yang diperoleh terhadap
perlindungan merek terkenal di Indonesia khususnya pada
perlindungan bagi para pihak yang bersengketa dalam perkara merek
terkenal yang mengandung unsur asing?
C. Tujuan Penelitian
Pembahasan mengenai Pengakuan atas Hak-hak yang Diperoleh dalam
Kaitannya dengan Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian merek terkenal menurut Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Paris Convention), Agreement on Trade-
Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement), dan
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Merek No. 15 Tahun 2001?
2. Mengetahui pengakuan terhadap hak-hak yang diperoleh terhadap
perlindungan merek terkenal di Indonesia dikhususkan pada perlindungan
bagi para pihak yang bersengketa dalam perkara merek terkenal yang
mengandung unsur asing.
6
D. Kerangka Konsepsional
Pembahasan dalam makalah ini akan mempergunakan istilah-istilah
tertentu secara berulang. Untuk menyamakan persepsi mengenai istilah-istilah
penting yang akan digunakan, berikut dipaparkan dalam kerangka konsepsional:
1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.4
2. Merek Terkenal adalah merek yang memiliki tingkat pengenalan yang tinggi
di masyarakat. Tentang bagaimana ukuran pastinya, diserahkan kepada
masing-masing negara untuk mendefinsikan.5 Di Indonesia sendiri dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Terkenal tidak
didefinisikan, hanya dijelaskan bahwa harus memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang
bersangkutan, reputasi Merek Terkenal yang diperoleh karena promosi yang
gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang
dilakukan oleh pemiliknya, dan bukti pendaftaran merek tersebut di
beberapa negara.6 Oleh karena itu, secara garis besar dalam makalah ini
merek terkenal diartikan secara umum sebagaimana kalimat pertama poin
ini.
3. Merek Terkenal Asing atau Merek Terkenal yang Bersifat Internasional
adalah merek yang telah memperoleh kepercayaan tinggi dari konsumer di
4 Indonesia (a), op.cit, Pasal 1 angka 1.
5International Trademark Association, “Famous and Well-Known Marks,”
http://www.inta.org/TrademarkBasics/FactSheets/Pages/FamousWellKnownMarksFactSheet.aspx,
diunduh pada Senin, 24 Maret 2012 pukul 20:40 WIB.
6 Indonesia (a), op. cit., Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b.
7
berbagai negara dan senantiasa dijadikan pegangan untuk memperluas
pasaran luar negeri dari barang yang sudah terkenal dengan merek tersebut.7
4. Hak-hak yang diperoleh adalah setiap hak, baik hak-hak kebendaan, hak-
hak kekeluargaan maupun status personal yang diperoleh seseorang atau
badan hukum menurut ketentuan hukum asing yang diakui oleh negara
awak.8
5. Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang
berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World
Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan
yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan
Paris Convention for the Protection of Industrial Property.9
6. Hak eksklusif adalah hak pemilik merek untuk mencegah pihak lain, tanpa
seizinnya menggunakan merek yang identik (identical) atau mirip (similar)
bagi keperluan perdagangan, dan dalam hal demikian a likelihood of
confusion shall ber persumed. Jadi kuncinya adalah identical, similar, dan
likelihood confusion.10
7 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (b), Hukum Merek Indonesia, cet. 4,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 154.
8 Sudargo Gautama (a), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II Bagian 4 Buku
ke-5, (Bandung: Alumni, 2004), hlm.260-263, pengertian yang disimpulkan sendiri oleh penulis
dari uraian dalam literatur ini.
9 Indonesia (a), op.cit, Pasal 1 angka 14.
10 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, cet. ke-1,
(Bandung: Penerbit PT Alumni, 2005), hlm. 73.
8
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terbagi menjadi tiga Bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II
Pengakuan atas Hak-Hak yang Diperoleh dalam Kaitannya dengan Perlindungan
Merek Terkenal dan Bab III Penutup.
Bab I berisi uraian mengenai latar belakang penulisan, pokok
permasalaham, tujuan penulisan, kerangka konsepsional serta sistematika
penulisan. Bab I memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang akan
dibahas dalam makalah ini.
Bagian isi dari makalah diuraikan dalam Bab II yang berjudul Pengakuan
atas Hak-Hak yang Diperoleh dalam Kaitannya dengan Perlindungan Merek
Terkenal. Bab ini dibagi atas tiga sub bab besar yang masing-masing berjudul
Perlindungan terhadap Merek Terkenal; Segi-Segi Hukum Perdata Internasional
dalam Perlindungan Terhadap Merek Terkenal; dan Analisis Putusan Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat No. 26/Merek/2003/ PN.Niaga.Jkt.Pusat dalam Perkara
GIANNI VERSACE S.p.A. Melawan SUTEDJO. Dalam sub bab pertama akan
dibahas tentang perlindungan terhadap merek terkenal menurut Paris Convention,
TRIPs Agreement, dan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Merek No.
15 Tahun 2001. Sub bab kedua menjabarkan perihal Segi-Segi Hukum Perdata
Internasional dalam Perlindungan Terhadap Merek Terkenal yang terdiri dari
pembahasan mengenai titik pertalian primer, titik pertalian sekunder, kualifikasi,
dan hak-hak yang diperoleh. Sub bab ketiga akan membahas kasus posisi dari
sengketa antara para pihak, kemudian dilanjutkan dengan uraian singkat mengenai
dalil-dalil penggugat, tergugat, serta pertimbangan hukum hakim dikaitkan
dengan penerapan pengakuan terhadap hak-hak yang diperoleh.
Makalah ini akan ditutup dalam Bab III yang berisi kesimpulan atas hasil
pembahasan dalam Bab I.
9
BAB II
PENGAKUAN ATAS HAK-HAK YANG DIPEROLEH DALAM
KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN MEREK
TERKENAL DI INDONESIA
A. PERLINDUNGAN TERHADAP MEREK TERKENAL
Perlindungan terhadap merek terkenal menjadi bagian dari upaya
mengurangi hambatan perdagangan internasional dengan tetap mengedepankan
keadilan dan persamaan di mata hukum. Perlindungan merek diperlukan dalam
rangka menjaga persaingan usaha yang sehat karena dengan merek, asal muasal,
kualitas, serta keterjaminan bahwa suatu produk original dapat dibedakan
meskipun produk barang atau jasanya sejenis.11
Meski demikian, isu merek
terkenal masih menjadi isu yang paling kontroversial di bidang merek yang mana
cukup sering dibahas dalam tingkat nasional maupun internasional.12
Sekalipun telah diatur dalam beberapa konvensi, tetap saja pelaksanaan
perlindungan terhadap merek terkenal tidak selalu sama di setiap negara.
Beberapa faktor seperti keterbatasan informasi, pengetahuan hakim, dan
kesalahan birokrasi mempengaruhi perlindungan merek terkenal maupun
penyelesaian sengketa merek terkenal.13
Sebagai contoh, pada era 1980-an, terjadi
bipolarisasi terhadap penyelesaian sengketa merek terkenal asing di Indonesia.
Ada hakim yang dalam memutus perkara menganut pandangan legalistis yang
hanya mendasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan saja. Hakim
yang menganut paham legalistis cenderung mengalahkan pemilik merek terkenal
asing.14
Di sisi lain, ada hakim yang bersifat pragmatis yang memberi penafsiran-
11 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Ed. Revisi 6, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 329.
12 Purba, op.cit, hlm. 38.
13 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 1.
14 Ibid., hlm. 1.
10
penafsiran baru dengan didasar fakta dan kebenaran sesungguhnya sehingga lebih
cenderung memenangkan pemilik merek terkenal asing.15
Uraian di atas menggambarkan bagian kecil dari praktek perlindungan
terhadap merek terkenal. Untuk mengetahui lebih lanjut perlindungan terhadap
merek terkenal, berikut akan dibahas terlebih dahulu pengertian merek terkenal.
1. Pengertian Merek Terkenal Menurut Paris Convention for the
Protection of Industrial Property
Paris Convention for The Protection of Industrial Property, yang dikenal
dengan sebutan Paris Convention merupakan hasil Konferensi Paris yang
ditandatangani pada 20 Maret 1883 oleh mulanya 11 negara.16
Hingga saat ini,
Paris Convention telah mengalami tujuh kali perubahan.17
Dalam konvensi
tersebut, pengaturan tentang merek terkenal termuat dalam Pasal 6bis ayat (1)
Konvensi Paris yang menyatakan bahwa:
“Negara anggota dari Paris Union ini menerima secara ex officio, jika
perundang-undangan mereka membolehkan, atau atas permohonan
daripada pihak yang berkepentingan, untuk menolak atau membatalkan
pendaftaran dan juga melarang pemakaian daripada suatu merek yang
merupakan suatu reproduksi, imitasi atau penerjemahan yang dapat
menimbulkan kekeliruan (to create confusion) dari suatu merek yang
telah dianggap oleh “Competent Authority” (instansi yang berwenang)
daripada negara di mana merek ini didaftarkan atau dipakai, sebagai
merek terkenal (well-known), di dalam negara itu, yakni sebagai suatu
merek dari seorang yang berhak atas fasilitas menurut Konvensi Paris ini
dan dipakai untuk barang-barang yang sama atau identik. Ketentuan ini
juga berlaku apabila sebagian essential (utama) daripada merek
bersangkutan ini merupakan suatu reproduksi daripada sesuatu merek
terkenal atau suatu imitasi yang mungkin menimbulkan kekacauan.”18
15 Ibid., hlm. 2.
16 OK Saidin, op.cit, hlm. 338.
17 Direvisi si Brussel, 14 Desember 1900; di Washington, 2 Juni 1911; di Den Haag, 6
November 1925; di London, 2 Juni 1934; di Lisbon, 31 Oktober 1958;dan di stockholm, 14 Juli
1967; dn diamandemen pada 28 September 1979.
18 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (a), op. cit., hlm. 45.
11
Pasal tersebut memberikan hak khusus bagi pemilik merek terkenal di samping
adanya suatu hak prioritas yang diatur dalam Pasal 4. Dalam Konvensi Paris ini,
terlihat bahwa pengaturan masih terbatas pada barang-barang yang sejenis.19
Sebagai tambahan pengaturan tentang merek terkenal, General Assembly
of World Intellectual Property Organization (WIPO) dan The Assembly of Paris
Union for the Protection on industrial Property pada September 1999
mengadopsi Joint Recommendation Concerning Provisions on the Protection of
Well-known Marks (selanjutnya akan disebut sebagai Joint Recommendation).
Pasal 2 Joint Recommendation ini memberikan pedoman bagi instansi berwenang
negara peserta WIPO dan Paris Union dalam menentukan suatu merek sebagai
merek terkenal atau bukan yaitu dengan melihat faktor-faktor sebagai berikut:
“(1) The degree of knowledge or recognition of the mark in a relevant
sector of the public; (2) The duration, extent and geographical area of any
use of the mark; (3) The duration, extent and geographical area of any
promotion of the mark, including advertising or publicity and the
presentation, at fairs or exhibitions, of the goods and/or services to which
the mark applies; (4) The duration and the geographical area of any
registrations, and/ or any applications of the mark, to the extent that they
reflect use or recognition of the mark; (5) The record of successful
enforcement of rights in the mark, in particular, the extent to which the
mark was recognised as well known by competent authorities; (6) The
value associated with the mark.”
Namun faktor-faktor tersebut dapat diterapkan sebagian atau seluruhnya,
tergantung kasus per kasus. Dalam kasus tertentu bisa saja memerlukan
pemenuhan semua faktor, dan dalam kasus lainnya bisa saja dengan hanya
beberapa faktor sudah dapat membuktikan bahwa suatu merek merupakan merek
terkenal.20
19 Ibid.
20 The Assembly of Paris Union for The Protection of industrial Property and the General
Assembly of the World Intellectual Property Organization, Joint Reccommendation Concerning
Provisions on the Protection of Well-Known Marks, disahkan pada pertemuan ke tiga puluh empat
dari Sidang Negara Peserta WIPO: 20-29 September 1999, Article 2 paragraph 2 (b).
12
2. Pengertian Merek Terkenal Menurut TRIPs Agreement
TRIPs Agreement mengatur merek terkenal dalam Pasal 16 ayat (2) yang
menyatakan bahwa Pasal 6bis Konvensi Paris 1967 akan berlaku, mutatis
mutandis juga untuk merek atas jasa. Untuk menentukan apakah suatu merek
adalah merek terkenal, harus dipertimbangkan pengetahuan masyarakat terhadap
merek tersebut dalam lingkungan yang relevan, termasuk pengetahuan di dalam
negara anggota itu yang diperoleh sebagai hasil dari promosi atas merek
bersangkutan.21
Merek terkenal, dalam Pasal 16 ayat (3) diatur agar dapat diberlakukan
juga terhadap barang atau jasa yang tidak sama dengan barang yang mereknya
didaftar dengan ketentuan bahwa penggunaan merek dagang dalam kaitan dengan
barang atau jasa tersebut menunjukkan adanya hubungan antara barang atau jasa
tersebut dengan barang yang merek dagangnya terdaftar dan dengan ketentuan
pula bahwa kepentingan pemilik merek terdaftar terganggu oleh penggunaan
itu.22
di sini terlihat bahwa pengaturan mengenai perlindungan atas merek
terkenal dalam TRIPs Agreement memperluas pengaturan dalam Paris
Convention yaitu dengan memasukkan barang-barang tidak sejenis dengan
syarat-syarat tertentu.23
3. Pengertian Merek Terkenal Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia tentang Merek No. 15 Tahun 2001
Perlindungan terhadap Merek Terkenal dalam UU No. 15 Tahun 2001
Tentang Merek (selanjutnya disebut sebagai “UU Merek 15/2001”) dapat dilihat
dari adanya pengakuan atas hak prioritas yang dimiliki pemegang/pemilik merek
terkenal. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (2) yang bunyinya:
21 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (a), op. cit., hlm 45-46.
22 Achmad Zen Umar Purba, op. cit., hlm. 73.
23 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (a), Ibid.
13
“Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila
Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan Merek terkenal milik orang lain, dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b dan ayat (2).”
Pasal 6 ayat (1) huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa permohonan
pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dan barang
dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang
akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.24
Selanjutnya di bagian Penjelasan UU Merek 15/2001 diuraikan penjelasan
lebih lanjut Pasal 6 ayat (1) huruf b sebagai berikut:
“Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhan dengan Merek Terkenal untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat
mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping
itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di
dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran
Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap
cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat
mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai
terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.”
Dari penjelasan ini terlihat bahwa UU Merek 15/2001 telah mengadopsi
pengaturan bagi perlindungan terhadap merek terkenal baik dari Paris Convention
maupun TRIPs Agreement. Selain itu, dari Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b
tersebut dapat dilihat bahwa suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal
adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut;
b. reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan
besar-besaran;
24 Indonesia (a), op.cit, Pasal 6 ayat (1) b jo. Pasal 6 ayat (2).
14
c. investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya; dan
d. memperhatikan pula bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara.
4. Merek Terkenal Menurut Para Sarjana
Merek Terkenal tidak didefinisikan baik dalam Paris Convention, TRIPs
Agreement, maupun dalam UU Merek 15/2001. Penentuan apakah suatu merek
merupakan merek terkenal atau tidak, diserahkan kepada hukum nasional masing-
masing negara dengan tidak mengharuskan merek terkenal tersebut sudah
digunakan atau didaftarkan atau tidak di negara yang bersangkutan.25
Adapun
yang menjadi ukuran terkenal suatu merek tetap didasari pada Pasal 6bis Paris
Convention.
Tidak didefinisikannya merek terkenal dalam produk hukum internasional
membuat banyak ragam definisi baik diungkapkan oleh hakim, penulis, maupun
yang dimuat dalam undang-undang negara. Sebagai salah contoh, pengertian
merek terkenal yang oleh Frederick W. Mostert, Kepala Asosiasi Merek
Internasional dikatakan sebagai: “...a well-known mark can be characterized as a
mark which is known to a substantial segment of the relevant public in the sense
of being associated with the particular goods or services.”26
Menurut Agus Sardjono, perlindungan yang diberikan oleh UU Merek
15/2001 merupakan pengakuan atas keberhasilan pemilik merek dalam
menciptakan exclusive image dari produknya.27
Sudargo Gautama berpendapat
25Seth M. Reiss, “Commentary on The Paris Convention for the Protection of Industrial
Property,” http://www.lex-ip.com/Paris.pdf, hlm.8, diunduh pada Jumat, 16 Maret 2012 pukul
16:50 WIB.
26 Frederick W. Mostert, The Trademark Reporter, Well-known and Famous Marks: Is
Harmony Possible in the Global Village?, Vol. 86 TMR, hlm. 115 sebagaimana dikutip oleh Insan
Budi Maulana, op.cit, hlm. 6.
27 Agus Sardjono, “Laporan Akhir tentang Anotasi Yurisprudensi Peraturan Perundang-
undangan di Bidang Hukum Merek,” (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2006), hlm. 69
15
bahwa peniruan dari merek terkenal milik orang lain, pada dasarnya dilandasi olah
itikad tidak baik yaitu terutama untuk mengambil kesempatan dan keuntungan
dari ketenaran merek orang lain.28
B. SEGI-SEGI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM
PERLINDUNGAN ATAS MEREK TERKENAL
1. Titik Pertalian Primer
Tujuan utama dari adanya perlindungan terhadap merek terkenal adalah
agar jangan sampai masyarakat disesatkan tentang asal usul serta kualitas barang.
Perlindungan terhadap merek terkenal diberikan juga meskipun merek tersebut
tidak dikenal di negara tertentu tetapi sudah terkenal di negara-negara lain.29
Di
Indonesia sendiri, lebih banyak terjadi kasus terkait merek terkenal yang
melibatkan pihak asing. Kasus tersebut di antaranya timbul akibat adanya
keberatan atas pendaftaran suatu merek yang memiliki kesamaan pada pokoknya
atau kesamaan seluruhnya dengan merek yang sudah terkenal baik di Indonesia
maupun yang hanya terkenal di negara-negara lain. Keadaan semacam ini dapat
melahirkan suatu hubungan hukum perdata internasional antara pihak yang
mengajukan dengan yang diajukan keberatan.
Suatu hubungan Hukum Perdata Internasional dapat terjadi karena faktor-
faktor yang terdiri dari perbedaan kewarganegaraan para pihak yang melakukan
hubungan hukum, domisili, tanda bendara kapal, tanda kebangsaan pesawat udara,
tempat kediaman, tempat kedudukan, dan pilihan hukum dalam hubungan
intern.30
Semua faktor tersebut dikenal dengan istilah Titik Pertalian Primer
28 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (a), op. cit., hlm. 151.
29 Sudargo Gautama (c), Masalah-masalah Perdagangan, Perjanjian, Hukum Perdata Internasional dan Hak Milik Intelektual, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992), hlm. 33-34.
30 Sudargo Gautama (b), Hukum Perdata Internasional Indonesia Jilid II Bagian I,
(Bandung : Binacipta, 1972).
16
(TPP). Sudargo Gautama mendefinisikan Titik Pertalian Primer sebagai hal-hal
atau keadaan-keadaan yang melahirkan atau menciptakan hubungan Hukum
Perdata Internasional.31
Terjadinya sengketa antara dua atau lebih pihak menimbulkan hubungan
hukum antara para pihak yang bersangkutan, tidak terkecuali sengketa merek
terkenal yang melibatkan pihak asing. Untuk mengetahui kapan suatu sengketa
merek terkenal termasuk dalam masalah Hukum Perdata Internasional dapat
dilihat dari kewarganegaraan, domisili, ataupun tempat kedudukan para pihak
karena sengketa merek terkenal adalah sengketa antara pemilik merek dengan
pemilik merek lainnya atau antara pemilik merek dengan instansi yang
berkompetensi dalam perlindungan merek. Sedangkan yang dapat menjadi
pemilik merek adalah orang perorangan atau badan hukum baik berupa
kepemilikan pribadi maupun kolektif.
2. Titik Pertalian Sekunder
Titik Pertalian Sekunder (TPS) adalah faktor-faktor dan hal-hal yang
menentukan akan hukum yang harus diperlakukan dalam suatu hubungan Hukum
Perdata Internasional.32
Faktor-faktor yang dimaksud dapat berupa
kewarganegaraan para pihak, domisili, bendera kapal, tempat kediaman, tempat
kedudukan, tempat letaknya benda (lex rei sitae), tempat dilangsungkannya
perbuatan hukum (lex loci contractus), tempat dilaksanakannya perjanjian (lex
loci solutionis, lex loci executionis), tempat terjadinya perbuatan melanggar
hukum (lex loci delicti commissi), dan maksud para pihak (pilihan hukum).33
31Ibid., hlm. 29.
32 Ibid., hlm. 136.
33 Ibid., hlm. 35, 54, 56, 57, 58, 62, 66, 68.
17
Selain itu, tanda kebangsaan pesawat udara dan tempat diajukannya proses
perkara juga dapat menjadi titik pertalian sekunder.34
Perlindungan atas merek terkenal, yang dalam makalah ini dikaitkan
kepada sengketa merek terkenal yang para pihaknya tunduk pada hukum yang
berbeda, dapat diberikan melalui pengaturan dalam peraturan perundang-
undangan ataupun putusan hakim. Baik peraturan perundang-undangan maupun
hakim tentu harus mempertimbangkan titik-titik pertalian sekunder apa yang
sebaiknya dipergunakan dalam sengketa merek terkenal yang mengandung unsur
asing. Dilihat dari kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia, semua
menunjukkan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana terjadi peniruan
atas merek terkenal.35
Dengan kata lain, dipergunakan hukum di mana perbuatan
melanggar hukum terjadi.
Pemilik merek terkenal dapat mengajukan gugatan kepada siapapun yang
tanpa hak menggunakan merek miliknya, baik merek yang sama pada pokoknya
maupun secara keseluruhan.36
Gugatan dapat diajukan atas dasar pihak yang
dianggap telah menggunakan merek tanpa hak telah melakukan perbuatan
melawan hukum (onrechmatige daad).37
Adapun bagi negara peserta TRIPs
Agreement gugatan demikian dapat diajukan di judicial authorities negara di
mana terjadi pelanggaran terhadap penggunaan merek.38
Dalam hal tuntutan
penggugat yang berasal dari negara di luar negara tergugat bertentangan atau tidak
34 Zulfa Djoko Basuki, “Titik-titik Pertalian dalam Hukum Perdata Internasional,” Kuliah
Hukum Antar Tata Hukum untuk kelas Sarjana Reguler, 26 September 2011, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
35 Gautama dan Winata (b), op.cit., disimpulkan dari kasus-kasus yang dibahas dalam
buku ini.
36 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (c), Komentar Atas Undang-Undang Merek
baru 1992 dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, cet. ke-2, (Bandung: Penerbit Alumni,
1996), hlm. 110.
37 Ibid.
38 WTO, Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, Article 44
(1).
18
sesuai dengan hukum nasional negara tergugat, maka hukum nasional negara
tergugatlah yang berlaku.39
3. Kualifikasi
Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab II, pengertian dari merek terkenal
diserahkan pada masing-masing negara untuk menginterpretasikannya.40
Di
sinilah teori kualifikasi dipergunakan untuk mendefinisikan merek terkenal.
Kualifikasi adalah penyalinan fakta sehari-hari ke dalam istilah-istilah
hukum tertentu. Fakta-fakta tersebut ditaruh di bawah kategori-kategori yuridis
tertentu kemudian diklasifikasikan, dimasukkan ke dalam kelas-kelas pengertian-
pengertian hukum yang tersedia. Tidak hanya fakta-fakta, tetapi kaedah-kaedah
hukum juga memerlukan kualifikasi. Dalam Hukum Perdata Internasional,
seringkali hukum asing mengkualifikasikan suatu peristiwa atau kaedah hukum
berbeda dengan pengkualifikasian oleh hukum nasional sang hakim.41
Berikut diuraikan bagaimana hukum nasional Indonesia dan Italia42
menyalin fakta-fakta sehari-hari hingga menjadi istilah „merek terkenal‟:
1. Indonesia
UU Merek Tahun 15/2001 tidak secara gamblang menyatakan pengertian
dari merek terkenal. Tapi dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b secara ekplisit
dijabarkan bahwa sebuah merek merupakan merek terkenal dengan
39 Michael J. Trebilcock dan Robert Howse, The Regulation of International Trade, Edisi
ke-3, (New York: Routledge, 2005), hlm. 416.
40 Vasheharan Kanesarajah, Protecting and Managing Well-known Trademarks,
http://ipscience.thomsonreuters.com/m/pdfs/klnl/8418407/wellknownmarks.pdf, diunduh pada
Sabtu, 24 Maret 2012 pukul 22:55 WIB.
41 Sudargo Gautama (d), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku ketiga,
(Bandung: PT Eresco, 1988), hlm.166-168.
42 Kualifikasi menurut hukum Italia dipilih karena berkaitan dengan kasus yang akan
dibahas dalam makalah ini di mana salah satu pihaknya merupakan Badan Hukum Italia.
19
memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di
bidang usaha bersangkutan, memperhatikan reputasi merek terkenal yang
diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di berbagai
negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya yang disertai bukti pendaftaran
merek tersebut di beberapa negara. Dan bila semua hal-hal tersebut belum
dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat
mandiri untuk melakukan survey untuk memperoleh kesimpulan apakah suatu
merek terkenal atau tidak.43
2. Italia
Peraturan Perundang-undangan Italia juga tidak mendefinisikan secara
gamblang pengertian Merek Terkenal. Adapun pengaturan tentang Merek
Terkenal di Italia terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, f, dan g Codice Dei
Diritti Di Proprieta’ Industriale 30/2005 (CPI) / Italian Code of Industrial
Property Rights yang masing-masing dalam terjemahan bahasa inggrisnya
berbunyi sebagai berikut:44
“signs are not new, pursuant to Article 7, if as of the date of filing the
application any of the following applies:
b) they are identical or similar to signs already known as trademarks or as
distinctive signs of goods or services manufactured, marketed or
rendered by others for identical or similar goods or services, if due to the
identity with, or similarity of, the signs and the identity with or similarity
of, the goods or services there exists a likelihood of confusion for the
public, which may also consist in the likelihood of association of the two
signs. A trademark which, pursuant to Article 6bis of the [Paris
Convention for the Protection of Industrial Property], is well known to
the interested public, also due to the reputation acquired within the
country through the promotion of the trademark, shall also be considered
as known;
f) they are identical or similar to trademarks already registered by others
in the country or having effect in the country following filing of an
application on an earlier date or having effect from an earlier date based
43 Indonesia (a), Ibid., Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b.
44 Sergio Mulder, “Well-known and Famous Trademark Protection in Italy,” dalam World
Trademark Review edisi Januari-Februari 2008, hlm. 72, diunduh pada 29 April 2012 pukul 17:25.
20
on the right of priority or of a valid claim of seniority for goods or
services even if not similar, when the earlier trademark has, in the
[European Union], in case of a Community trademark, or in the country,
a reputation and when the use without due cause of the later trademark
would take unfair advantage [of], or be detrimental to, the distinctive
character or the reputation of the earlier trademark;
g) they are identical or similar to trademarks already well known
pursuant to Article 6bis of the [Paris Convention] for goods or services
even if not similar, when the conditions set forth in paragraph f) apply.”
Dapat disimpulkan dari pasal tersebut bahwa suatu merek dapat dikatakan sebagai
Merek Terkenal dengan memperhatikan:
a. pandangan masyarakat;
b. reputasi merek yang diperoleh di dalam negeri melalui promosi;
c. kriteria merek terkenal menurut Paris Convention baik untuk merek
barang maupun jasa.
4. Hak-Hak yang Telah Diperoleh
Menurut Sudargo Gautama, istilah „Hak-hak yang telah diperoleh‟ dalam
Hukum Perdata Internasional dipergunakan untuk mengutamakan bahwa
perubahan-perubahan dari fakta-fakta yang menyebabkan suatu hubungan hukum
tertentu diperlukan suatu kaedah hukum lain, tidak akan mempengaruhi
berlakunya kaedah yang semula.45
Seorang sarjana HPI Inggris kenamaan, Dicey,
memberikan pengertian “vested right” (hak-hak yang diperoleh) sebagai: “Any
right which has been duly acquired under the law of any civilized country is
recognised [sic!], and in general, enforced by English courts, and no right which
has not been duly acquired is enforced or, in general, recognized by English
courts.”46
45 Sudargo Gautama (a), op.cit, hlm. 261.
46 dikutip oleh Sudargo Gautama (a), Ibid., hlm. 262.
21
Lebih lanjut Dicey menambahkan pendapatnya (konsepsi baru dari „vested
right‟) bahwa yang menentukan apakah suatu hak telah diperoleh menurut sistem
hukum asing adalah hukum sang hakim (lex fory).47
Menurut konsepsi lama, lex
fory hanya berperan satu kali, yaitu setelah hak bersangkutan „telah diperoleh‟,
baru hakim melihat apakah hak tersebut bertetangan dengan ketertiban umum dari
lex fory.48
Sedangkan dalam konsepsi baru, lex fory berperan dua kali. Pertama,
hakim terlebih dahulu memeriksa apakah hak bersangkutan benar-benar harus
dianggap „telah diperoleh‟.49
Kedua, barulah hakim menentukan apakah hak yang
telah diperoleh tersebut bertentangan dengan ketertiban umum hukum nasional
negaranya.50
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa hak-hak yang telah diperoleh memiliki
keterkaitan dengan ketertiban umum. Ketertiban umum dijadikan dasar bagi
hakim untuk mempergunakan hukum perdata nasional negaranya, meskipun
kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional sang hakim sendiri menunjuk hukum
asing yang harus dipergunakan.51
Sebaliknya, hak-hak yang telah diperoleh
mengakui berlakunya hukum asing dan hukum asing inilah yang dipergunakan.52
Pengakuan atas hak-hak yang diperoleh merupakan salah satu bentuk
perlindungan terhadap Merek Terkenal. Dalam sengketa merek terkenal yang
mengandung unsur asing jika pemilik merek terkenal mengajukan permohonan
pembatalan pendaftaran merek oleh pemilik merek lain yang meniru merek
terkenal tersebut, maka hakim dalam hal ini dapat mempertimbangkan hak-hak
yang diperoleh pemilik merek terkenal itu di luar negeri. Yang dimaksud dengan
hak-hak yang diperoleh misalnya adalah penetapan sebagai merek terkenal di luar
47 Ibid., hlm. 291.
48 Ibid.
49 Ibid.
50 Ibid.
51 Ibid., hlm. 267.
52 Ibid., hlm. 268.
22
negeri atau dapat juga diakuinya pendaftaran merek di luar negeri sebagai alat
bukti yang memperkuat pemenuhan syarat suatu merek sebagai merek terkenal.
Perlindungan terhadap merek pada umumnya baru timbul setelah
didaftarkan. Akan tetapi tidak selalu pendaftaran menjadi syarat timbulnya hak
atas merek. Menurut Suryodiningrat, terdapat empat macam sistem pendaftaran
merek di seluruh dunia yaitu:53
1. Pendaftaran tanpa pemeriksaan terlebih dahulu. Menurut sistem ini,
merek yang dimohonkan pendaftarannya segera didaftarkan asal
syarat-syarat permohonannya telah dipenuhi.
2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. Merek yang
didaftarkan terlebih dahulu diumumkan di kantor pendaftaran merek
untuk jangka waktu tertentu.
3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara
4. Pendaftaran dengan pemberitaan terlebih dahulu tentang adanya
merek lain terdaftar yang ada persamaannya.
Dalam pendaftaran merek dikenal sistem deklaratif dan sistem konstitutif.
Menurut sistem deklaratif, pendaftaran bukan merupakan syarat mutlak.
Pendaftaran tidak menimbulkan hak, tetapi hanya memberikan sangkaan
hukum (rechtsvermoaden) bahwa pihak yang mereknya terdaftar merupakan
pemakai pertama merek yang didaftarkan dan berhak atas merek tersebut.54
Sedangkan sistem konstitutif menentukan bahwa pihak yang mendaftarkan
merek adalah pihak satu-satunya yang memiliki hak mutlak atas merek.55
Baik Paris Convention maupun TRIPs Agreement mengamanatkan
negara anggotanya untuk mengatur pendaftaran merek. Hal ini terlihat dalam
Pasal 4 ayat (1) dari Paris Convention dan Pasal 15 ayat (3) TRIPs Agreement.
Lebih jauh diatur dalam Paris Convention bahwa pihak yang telah
mendaftarkan merek di salah satu negara peserta memiliki hak prioritas di
53 Sudaryat, et al, Hak Kekayaan Intelektual,cet. ke-1, (Bandung: OASE Media, 2010),
hlm. 67-68.
54 Ibid., hlm. 68.
55 Ibid., hlm. 69.
23
negara peserta konvensi lainnya. Namun demikian, pendaftaran merek biasa
bersifat teritorialitas, artinya hanya berlaku untuk negara di mana pendaftaran
dilakukan.56
Lain halnya dengan merek terkenal, yang memiliki keistimewaan
(priviledge) tertentu sehingga tidak hanya diakui ketika sudah didaftarkan.57
Pemilik merek terkenal dapat mengajukan gugatan pembatalan merek
meskipun ia belum mendaftarkan mereknya di negara di mana ia mengajukan
gugatan.58
C. ANALISIS PENGAKUAN HAK-HAK YANG DIPEROLEH
DALAM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT
NO. 26/MEREK/2003/PN.NIAGA. JKT.PST. ATAS PERKARA
GIANNI VERSACE S.P.A. MELAWAN SUTEDJO
Pembahasan mengenai putusan ini akan diawali dengan pemamparan
kasus posisi. Para pihak yang bersengketa dalam perkara ini adalah GIANNI
VERSACE S.pA. (selanjutnya akan disebut Penggugat) melawan Sutedjo
(selanjutnya akan disebut Tergugat).
Penggugat merupakan perusahaan yang didirikan menurut Undang-
Undang Negara Italia dan berkedudukan di Milan, Italia dengan diwakili Kuasa
Hukum baralamat di Jakarta. Sedangkan Tergugat seorang Warga Negara
Indonesia yang beralamat di Jakarta Barat. Gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Niaga JakPust).
Dalil-dalil yang dikemukakan penggungat pada pokoknya sebagai berikut:
1. Penggugat adalah satu-satunya pemilik dan pemakai pertama yang berhak
atas merek-merek terkenal GIANNI VERSACE dan merek-merek lain yang
mengandung kata VERSACE yang sudah terdaftar dalam Daftar Umum
56 Agus Sardjono, “Hukum Merek di Indonesia,” Kuliah Hak Kekayaan Intelektual untuk
Program Sarjana Reguler, 2 Mei 2012, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
57 Ibid.
58 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata (b), op. cit., hlm. 156.
24
Merek pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia c.q. Direktorat Merek;
2. Kata GIANNI VERSACE telah digunakan Penggugat sebagai merek
sekaligus nama badan hukum Penggugat dan berasal dari nama pendirinya,
Giovanni Maria Versace;
3. Penggugat telah mendaftarkan merek-merek yang mengandung unsur kata
VERSASCE di Italia, OMPI (Organization de la Propriete Intellectuelle/
Organisasi Dunia tentang Hak atas Kekeyaan Intelektual/WIPO), Jepang,
Amerika Serikat;
4. Merek milik Penggguat adalah merek terkenal yang sudah diakui pula di
Indonesia dengan dicatatkan dalam Buku Himpunan Daftar Merek Terkenal
pada bulan Oktober 1995;
5. Gugatan Penggugat tidak daluwarsa berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UU Merek
No. 15 Tahun 2001 karena Tergugat jelas-jelas telah tidak beritikad baik;
6. Merek ATELIER VERSACE yang didaftarkan Tergugat mengandung
persamaan pada pokoknya dengan Merek Penggugat;
7. Tindakan tergugat menjerumuskan dan menyesatkan khalayak ramai
khususnya konsumen ke dalam kekeliruan tentang asal usul barang.
Atas dalil-dalil tersebut Penggugat mengajukan petitum yang pada intinya
memohon Majelis Hakim untuk memutus:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat sebagai pemilik satu-satunya yang berhak atas merek-
merek terkenal GIANNI VERSACE dan merek-merek yang mengandung
kata VERSACE di wilayah Republik Indonesia;
3. Menyatakan merek Tergugat, ALTELIER VERSACE, mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan merek-merek terkenal GIANNI
VERSACE dan merek-merek yang mengandung kata VERSACE milik
Penggugat lainnya;
4. Menyatakan merek Tergugat mempunyai nama orang terkenal atau nama
badan hukum yang dimiliki oleh orang lain;
25
5. Menyatakan pengajuan pendaftaran merek oleh Tergugat mengandung itikad
tidak baik karena meniru merek-merek terkenal milik Penggugat;
6. Menyatakan batalnya merek Tergugat;
7. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara
Di sisi lain, Tergugat menyampaikan dalil-dalil yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Gugatan Penggugat daluwarsa menurut ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU
Merek No. 15 Tahun 2001 yang secara tegas menyatakan bahwa gugatan
pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek;
2. Bahwa gugatan pendaftaran yang tanpa batas waktu hanya dapat dilakukan
bila merek yang digugat bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan,
atau ketertiban umum menurut Pasal 69 ayat (2) dan dalam penjelasannya
adanya itikad tidak baik termasuk dalam ketertiban umum;
3. Merek milik Tergugat tidak memiliki persamaan pada pokoknya maupun
keseluruhannya sebagaimana dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung
dinyatakan sebagai harus dipandang secara keseluruhan sebagai satu kesatuan
yang bulat tanpa mengadakan pemecahan atas bagian-bagian dari merek-
merek tersebut. Merek Tergugat dalam hal ini tidak memiliki kesamaan
secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang bulat;
4. Tidak terbukti ada itikad tidak baik dalam diri Tergugat karena merek
Tergugat terdaftar lebih dahulu di Indonesia daripada merek Penggugat. Pada
saat Tergugat mendaftarkan mereknya, Penggugat hanya memiliki satu
merek, yaitu GIANNI VERSACE.
Atas dalil-dalil tersebut Tergugat meminta kepada Majelis Hakim untuk menolak
gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
Peggugat tidak dapat diterima.
26
Majelis Hakim dalam perkara ini mempertimbangkan dalil-dalil serta alat
bukti yang diajukan Penggugat maupun Tergugat dengan pertimbangan-
pertimbangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa merek Tergugat, ATELIER VERSACE mengandung unsur kata
VERSACE yang merupakan unsur paling esensial dari merek-merek terkenal
milik Penggugat;
2. Bahwa merek Tergugat menyerupai nama badan usaha Penggugat;
3. Bahwa tindakan Tergugat mendaftarkan merek yang mengandung unsur kata
VERSACE mencerminkan adanya itikad tidak baik dengan maksud
membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek Penggugat demi
kepentingan usahanya yang berakibat menimbulkan adanya persaingan usaha
curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud Pasal
4 beserta penjelasannya yang ada dalam UU Merek 15/2001;
4. Bahwa adanya itikad tidak baik dari Tergugat membuat ketentuan Pasal 69
ayat (2) UU Merek 15/2001 tentang tidak adanya batas waktu mengajukan
gugatan pembatalan berlaku;
5. Bahwa Penggugat merupakan pengguna pertama sekaligus pemilik yang sah
dari merek yang mengandung unsur kata VERSACE karena telah
didaftarkan di Italia dan juga telah didaftarkan dan dipasarkan di
berbagai negara lain di dunia termasuk Indonesia;
6. Bahwa Penggugat memiliki hak eksklusif dan benar sebagai pemilik yang
sah, pemakai pertama, pemegang hak khusus atas Merek Dagang yang
mempergunakan kata VERSACE yang jelas merupakan merek terkenal baik
di Indonesia maupun di berbagai negara lain di dunia;
Dengan demikian Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang pada intinya:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik satu-satunya yang berhak atas merek-
merek terkenal GIANNI VERSACE dan merek-merek yang mengandung
kata VERSACE;
27
3. Menyatakan pendaftaran merek ATELIER VERSACE atas nama Tergugat
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek-merek terkenal milik
Penggugat;
4. Menyatakan merek ATELIER VERSACE menyerupai nama orang terkenal
atau nama Badan Hukum yang dimiliki Penggugat;
5. Menyatakan tindakan mengajukan pendaftaran Tergugat atas merek
ATELIER VERSACE mengandung itikad tidak baik karena meniru merek-
merek terkenal milik Penggugat;
6. Membatalkan pendaftaran merek ATELIER VERSACE atas nama Tergugat;
7. Memerintahkan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia cq
Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual cq Direktorat Merek
untuk melaksanakan pembatalan merek dagang ATELIER VERSACE;
8. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
terhadap putusan ini diajukan suatu upaya hukum;
9. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat;
10. Memerintahkan Pengadilan untuk menyampaikan salinan putusan kepada
pihak-pihak terkait.
Dari uraian tentang pertimbangan hukum dan putusan hakim tersebut, terlihat
bahwa hakim telah mengakui bahwa merek Penggugat merupakan merek terkenal.
Hal ini terlihat jelas dari pertimbangan hakim yang menerima pendaftaran merek
VERSACE di negara-negara lain sebagai salah satu bukti Penggugat sebagai
pihak yang berhak atas merek tersebut.
Sebelum UU Merek 15/2001 berlaku, apabila pemilik merek terkenal
hendak mengajukan gugatan pembatalan merek seperti kasus di atas, ia harus
menempuh prosedur permintaan pendaftaran merek lebih dahulu. Sistem seperti
ini, oleh Undang-Undang Merek yang lama59
bertujuan untuk mendorong pemilik
merek terkenal yang tidak terdaftar untuk mendaftarkan mereknya di Indonesia.
Tanpa terlebih dahulu menempuh prosedur pendaftaran, gugatan yang diajukan
59 Indonesia. Undang-Undang tentang Merek. No. 19 Tahun 1992. Telah dicabut dengan
diundangkannya UU Merek 15/2001.
28
pemilik merek terkenal yang berasal dari luar negeri akan percuma karena
pengadilan akan menyatakan tidak menerima gugatan karena salah satu syarat
pengajuan gugatannya tidak terpenuhi.60
Ketentuan seperti ini menutup
kemungkinan diakuinya hak-hak yang telah diperoleh pemilik merek terkenal di
negara lain.
Sekarang, di bawah rezim UU Merek 15/2001, persyaratan harus
mendaftarkan merek terlebih dahulu tidak lagi diberlakukan. Sehingga hakim,
dalam hal ini dapat mempertimbangkan gugatan yang diajukan oleh pemilik
merek terkenal asing atas pihak yang meniru merek terkenalnya baik pada
pokoknya maupun pada keseluruhannya.
Selain mengakui pendaftaran merek yang dilakukan di negara lain, hakim
dalam memutus perkara juga mempertimbangkan pengaturan tentang merek
terkenal yang tertuang dalam Paris Convention dan TRIPs Agreement. Meskipun
pengaturan tentang merek terkenal dalam dua produk hukum internasional
tersebut sudah diadopsi dalam UU Merek 15/2001, tetapi tindakan hakim yang
mempertimbangkan pengaturan dalam kedua produk hukum itu di samping
produk hukum nasional menunjukkan bahwa hakim tidak menutup mata pada
eksistensi dari unifikasi kaedah materil hukum perdata internasional.
Terlepas dari ketepatan putusan hakim dalam kasus ini, sangat
disayangkan ketika hakim tidak terlebih dahulu mempertimbangkan apakah
pendaftaran merek di negara lain termasuk dalam hak-hak yang telah diperoleh
sehingga dapat diakui penggunaannya di Indonesia. Padahal hak-hak yang
diperoleh merupakan teori dasar dalam hukum perdata internasional sehingga
semestinya dipergunakan dalam kasus ini, yang mana salah satu pihaknya tunduk
pada hukum negara Italia. Dengan tidak dipertimbangkannya hak-hak yang telah
diperoleh, dikhawatirkan putusan hakim seperti ini menjadi preseden bagi hakim-
60 Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 19 Tahun
1992, (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 62.
29
hakim selanjutnya yang mengadili sengketa sejenis. Lantaran teori hak-hak yang
telah diperoleh sendiri merupakan kebalikan dari teori ketertiban umum. Dalam
hak-hak yang telah diperoleh, justru hukum asing diterima sebagai hukum yang
berlaku sedangkan pada ketertiban umum, hukum asing dikesampingkan karena
dinilai bertentangan dengan sendi-sendi asasi hukum nasional sang hakim.
Pertimbangan tentang hak-hak yang telah diperoleh perlu dilakukan dalam
sengketa merek terkenal yaitu untuk memeriksa apakah pendaftaran merek yang
diperoleh pemegang merek terkenal ataupun upaya promosi merek tersebut sudah
dilakukan menurut cara-cara yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum
hukum Indonesia. Meskipun ketertiban umum itu sendiri harus digunakan
sesedikit mungkin, tetapi bukan berarti setiap perkara tidak perlu diperiksa apakah
bertentangan dengan ketertiban umum atau tidak.
30
BAB III
PENUTUP
Setelah menguraikan tentang perlindungan terhadap merek terkenal, segi-
segi Hukum Perdata Internasional dalam perlindungan terhadap merek terkenal,
dan pengakuan atas hak-hak yang diperoleh dalam kaitannya dengan
perlindungan merek terkenal di Indonesia, penulis sampai pada kesimpulan
bahwa:
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Paris
Convention), Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights (TRIPs Agreement), dan Undang-Undang Republik Indonesia tentang
Merek No. 15 Tahun 2001 tidak mendefinisikan secara tegas pengertian
merek terkenal melainkan hanya menjelaskan syarat-syarat dari suatu merek
dapat dikatakan sebagai merek terkenal. Selebihnya Paris Convention
maupun TRIPs Agreement mengembalikan kepada hukum nasional masing-
masing negara anggotanya untuk mendefinisikan merek terkenal.
2. Diakuinya hak-hak yang diperoleh pemilik merek terkenal di luar negeri
memberikan perlindungan bagi pemilik merek bersangkutan dari kerugian
akibat ditirunya unsur baik pada pokoknya maupun pada keseluruhannya dari
merek terkenal yang dimiliki. Di Indonesia, pengakuan terhadap merek
terkenal sudah dilakukan dengan cukup baik. Hanya saja, hakim di Indonesia
belum mengaitkan sengketa merek terkenal dengan teori hak-hak yang telah
diperoleh.
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia Jilid II Bagian I.
Bandung: Binacipta, 1972.
------------------. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Buku ketiga. Bandung:
PT Eresco, 1988.
------------------. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid II Bagian 4 Buku
ke-5. Bandung: Alumni, 2004.
------------------. Masalah-masalah Perdagangan, Perjanjian, Hukum Perdata
Internasional dan Hak Milik Intelektual. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1992.
Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata. Komentar Atas Undang-Undang
Merek baru 1992 dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya. Cet. ke-2.
Bandung: Penerbit Alumni, 1996.
------------------. Hukum Merek Indonesia. Cet. 4. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1993.
------------------. Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam Rangka WTO,
TRIPs). Cet. 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.
Maulana, Insan Budi. Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke
Masa. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
Purba, Achmad Zen Umar. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. cet. ke-1.
Bandung: Penerbit PT Alumni, 2005.
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Ed. Revisi 6. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007.
Sudaryat. et al. Hak Kekayaan Intelektual. cet. ke-1. Bandung: OASE Media,
2010.
Supramono, Gatot. Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 19
Tahun 1992. Jakarta: Djambatan, 1996.
32
Peraturan
Indonesia. Undang-Undang tentang Merek. No. 15 Tahun 2001. LN Tahun 2001
No. 110. TLN No.4131.
The Assembly of Paris Union for The Protection of industrial Property and the
General Assembly of the World Intellectual Property Organization. Joint
Reccommendation Concerning Provisions on the Protection of Well-
Known Marks. Disahkan pada pertemuan ke tiga puluh empat dari Sidang
Negara Peserta WIPO: 20-29 September 1999.
Paris Union, Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
Amandemen terakhir pada 28 September 1979.
WTO. Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.Annex
1 c Uruguay Round.
Jurnal dan Kuliah
Basuki, Zulfa Djoko. “Titik-titik Pertalian dalam Hukum Perdata Internasional.”
Kuliah Hukum Antar Tata Hukum untuk kelas Sarjana Reguler, 26
September 2011. Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
McCharthy, Thomas. “Dilution of a trade mark: European and United States law
compared” dalam Intellectual Property in the New Millenium. Editor
David Waver dan Lionel Bently. Cambridge, UK: Cambridge University
Press, 2004.
Sardjono, Agus. “Hukum Merek di Indonesia.” Kuliah Hak Kekayaan Intelektual
untuk Program Sarjana Reguler, 2 Mei 2012. Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Sardjono, Agus. “Laporan Akhir tentang Anotasi Yurisprudensi Peraturan
Perundang-undangan di Bidang Hukum Merek.” Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, 2006.
Internet
Sergio Mulder, “Well-known and Famous Trademark Protection in Italy,” dalam
World Trademark Review edisi Januari-Februari 2008 http://www.world
trademarkreview.com/issues/article.ashx?g=c7c7d532-ef6340f2-805c-
60dde4de82b8.
International Trademark Association. “Famous and Well-Known Marks,”
http://www.inta.org/TrademarkBasics/FactSheets/Pages/FamousWellKno
33
wnMarksFactSheet.aspx. diunduh pada Senin, 24 Maret 2012 pukul
20:40 WIB.
Reiss,Seth M. “Commentary on The Paris Convention for the Protection of
Industrial Property,” http://www.lex-ip.com/Paris.pdf. Diunduh pada
Jumat, 16 Maret 2012 pukul 16:50 WIB.
Kanesarajah, Vasheharan. “Protecting and Managing Well-known Trademarks”.
http://ipscience.thomsonreuters.com/m/pdfs/klnl/8418407/wellknownmar
ks.pdf. Diunduh pada Sabtu, 24 Maret 2012 pukul 22:55 WIB.