Download - MAKALAH PEDIDIKAN MULTIKULTURAL
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan bangsa multietnik dan multikultur. Sampai
saat ini tercatat ada lebih dari 500 etnik yang menggunakan lebih dari 250
bahasa (Suryadinata, 1999). Masing-masing etnik itu tidak berdiri sebagai
entitas yang tertutup dan independen tetapi saling berinteraksi satu sama
lain dan saling bergantung (Abdillah, 2001), serta saling mempengaruhi
satu sama lain (Siahaan, 2003). Interaksi sosial yang terbentuk dengan
keberagaman ini memerlukan suatu pemahaman lintas budaya
(Matsumoto, 1996), dan rasa percaya pada setiap pihak yang terlibat dalam
interaksi itu, yang merupakan modal sosial (Ancok, 2003) bagi
terbentuknya suatu hubungan antar etnik-antar budaya yang sehat,
sejahtera dan maju. Bilamana tidak, maka mustahil suatu Indonesia yang
damai dan sejahtera bisa diwujudkan
Suatu negara di dalamnya pasti terdapat beraneka ras, suku dan
keberagaman lainnya yang pada akhirnya melahirkan keberanekaan pula
dalam berbagi aspek kehidupannya yang lazim disebut multicultural atau
keberagaman kebudayaan. Keberagaman tersebut dapat berupa
beragamnya pandangan kehidupan, adat kebiasaan, bahasa, bahkan dalam
pendidikan.
Suatu wacana yang perlu kita respon secara positif adalah
pendidikan multikulturalisme. Sebuah gagasan positif bila pendidikan
multikukturalisme dilaksanakan berangkat dari tujuan umum pendidikan
yang notabene bukan hanya sebuah transformasi ilmu pengetahuan,
melainkan juga proses internalisasi nilai. Selain itu, pada prinsipnya setiap
orang memiliki kebebasan dalam hal pemperolehan ilmu pengetahuan
tanpa adanya suatu diskriminasi dan subordinasi suatu golongan tertentu
yang mana hal tersebut dapat tercapai dengan pendidikan
multikulturalisme.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Multikultural ?
2. Bagaimana sejarah Pendidikan Multikultural di Indonesia?
3. Apa tujuan Pendidikan Multikultural ?
4. Bagaimana pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia?
5. Apa hambatan-hambatan dalam implementasi Pendidikan
Multikultural di Indonesial?
C. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui atau
memahami :
1. Pengertian pendidikan multicultural
2. Sejarah pendidikan multicultural di Indonesia
3. Tujuan pendidikan multikultural
4. Pengembangan pendidikan multicultural di Indonesia
5. Hambatan-hambatan dalam implementasi pendidikan multicultural
di Indonesia
2
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian
Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan
untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia
secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire.
pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha menjauhi
realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu
menciptakan tatanan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial
sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan, baik pada tingkat
deskriptif dan normatif yangmenggambarkan isu-isu dan masalah-masalah
pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh
juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap
kebijakankebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat
multikultural. Dalam konteks deskriptif, maka pendidikan multikultural
seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan
ethno-cultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan
mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan
universal, dan subjek-subjek lain yang relevan.
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk
melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar
kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminasi dalam proses
pendidikan.5 Sejalan dengan itu, Musa Asy’arie mengemukakan bahwa
pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural,
menurut Musa Asy’arie diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan
mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
3
Berkaitan dengan kurikulum, dapat diartikan sebagai suatu prinsip
yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam
mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum serta
lingkungan belajar siswa sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaan
pribadinya untuk memahami dan mengembangkan berbagai wawasan,
konsep, ketrampilan, nilai, sikap, dan moral yang diharapkan.
Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap
perkembangan keragaman populasi sekolah sebagaimana tuntutan
persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan
multikultural merupakan pengembangan kurikulum dalam aktivitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi, dan
perhatian terhadap orang-orang dari etnis lain. Hal ini berarti pendidikan
multikultural secara luas mencakup seluruh siswa tanpa membedakan
kelompok-kelompok, baik itu etnis, ras, budaya, strata sosial, agama, dan
gender sehingga mampu mengantarkan siswa menjadi manusia yang
toleran dan menghargai perbedaan.
B. Sejarah
Pendidikan multikultural lahir sejak 30 silam, yaitu sesudah Perang
Dunia II dengan lahirnya banyak negara dan perkembangannya prinsip-
psinsip demokrasi.
Pandangan multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam
praktik kenegaraan belum dijalani sebagaimana mestinya. Lambang
Bhinheka Tunggal Ika, yang memiliki makna keragamaan dalam kesatua
ternyata yang ditekankan hanyalah kesatuannya dan mengabaikan
keragaman budaya dan masyarakat Indonesia. Pada masa Orde Baru
menunjukan relasi masyarakat terhadap praktek hidup kenegaraan
tersebut. Ternyata masyarakat kita ingin menunjukkan identitasnya
sebagai masyarakat bhinheka yang selama Orde Baru telah ditindas
dengan berbagai cara demi untuk mencapai kesatuan bangsa. Demikian
pula praksis pendidikan sejak kemerdekaan sampai era Orde Baru telah
4
mengabaikan kekayaan kebhinhekaan kebudayaan Indonesia yang
sebenarnya merupakan kekuatan dalam suatu kehidupan demokrasi.
Sejak jatuhya presiden Suharto dari kekuasaannya, yang kemudian
diikuti dengan masa yang disebut era Reformasi, Indonesia mengalami
disintregasi, krisis moneter, ekonomi, politik dan agama yang
mengakibatkan terjadinya krisis kultural di dalam kehidupan bangsa dan
negara. Pada era Reformasi pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk
melanggengkan kekuasaan yang memonopoli sistem pendidikan untuk
kelompok tertentu. Dengan kata lain pendidikan multikultural belum
dianggap penting walaupun realitas kultur dan agama sangat
beranekaragam.
Era reformasi, membawa angin demokrasi sehingga menghidupkan
kembali wacana pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari bangsa
Indonesia. Dalam era Reformasi ini, tentunya banyak hal yang perlu
ditinjau kembali. Salah satunya mengenai kurikulum di sekolah kita dari
semua tingkat dan jenis, apakah telah merupakan sarana untuk
mengembangkan multikultural. Selain masalah kurikulum juga mengenai
otonomisasi pendidikan yang diberikan kepada daerah agar pendidikan
merupakan tempat bagi perkembagan kebhinhekaan kebudayaan
Indonesia.
Pendidikan multikultural untuk Indonesia memang sesuatu hal
yang baru dimulai, Indonesia belum mempunyai pengalaman mengenai
hal ini. Apalagi otonomi daerah juga baru disampikan. Oleh sebab itu,
diperlukan waktu dan persiapan yang cukup lama untuk memperoleh suatu
bentuk yang pas dan pendekatan yang cocok untuk pendidikan
multikultural di Indonesia. Bentuk dan sistem yang cocok bagi Indonesia
bukan hanya memerlukan pemikiran akademik dan analisis budaya atas
masyarakat Indonesia yang pluralis, tetapi juga meminta kerja keras untuk
melaksanakannya.
Gagasan multikultural bukanlah suatu konsep yang abstrak tetapi
pengembangan suatu pola tingkah laku yang hanya dapat diwujudkan
5
melalui pendidikan. Selain itu, multikultural tidak berhenti pada
pengakuan akan identitas yang suatu kelompok masyarakat atau suatu
suku tetapi juga ditunjukan kepada terwujudnya integrasi nasional melalui
budaya yang beragam.
Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman agama,
etnik, dan budaya masyarakat suatu bangsa, sebagaimana dikatakan R.
Stavenhagen:
(Religious, linguistic, and national minoritas, as well as indigenous and
tribal peoples were often subordinated, sometimes forcefully and against their
will, to the interest of the state and the dominant society. While many people…
had to discard their own cultures, languages, religions and traditions, and adapt
to the alien norms and customs that were consolidated and reproduced through
national institutions, including the educational and legal system).
(Kelompok minoritas, baik secara agama, bahasa maupun etnis,
sebagaimana juga penduduk pribumi dan belum beradab, sering tersubordinasi,
yang kadang-kadang secara kuat dan buas melawan kehendak mereka, terhadap
kehendak negara dan masyarakat dominan. Sementara banyak orang….harus
mengesampingkan budaya mereka, bahasa mereka, agama dan tradisi mereka,
dan harus menyesuaikan diri dengan aturan yang asing dan kebiasaan sistem
sebagai hasil konsiliasi dan reproduksi instituasi nasional, termasuk didalamnya
adalah pendidikan dan sistem hukum)
Konsep pendidikan multikultural di negara-negara yang menganut
konsep demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukanlah suatu
hal baru lagi. Mereka telah melaksanakannya terkhusus dalam upaya
melenyapkan diskriminasi rasial antara orang kulit kulit dan kulit hitam
dan bertujuan memajukan serta memelihara integritas nasional.
C. Tujuan
Pendidikan multikultural sudah merupakan suatu kebutuhan
masyarakat modern karena ia dapat merupakan alat untuk membina dunia
yang aman dan sejahtera, dimana suku bangsa dalam suatu negara atau
6
bangsa-bangsa di dunia dapat duduk bersama, saling menghargai, dan
saling membantu.
Pendidikan multikultural diperlukan untuk meluaskan pandangan
seseorang bahwa kebenaran tidak dimonopoli oleh dirinya sendiri atau
kelompoknya sendiri tetapi kebenaran dapat pula dimiliki oleh kelompok
yang lain.
Pendidikan multikultural berusaha menolong siswa
mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya,
memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok
orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung, menolong siswa
untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang
beragam, menolong siswa mengembangkan kebanggaan terhadap warisan
budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi
penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong,
1996). Farris & Cooper (1994) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan
multikultural adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda
dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap
perbedaan budaya, ras, dan etnis.
D. Pengembangan
Bentuk pengembangan Pendidikan Multikultural di setiap negara dapat
berbeda-beda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-
masing negara. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
dapat berbentuk :
1. Penambahan materi multikultural
yang dalam aktualisasinya berupa pemberian materi tentang
berbagai budaya yang ada di tanah air dan budaya berbagai belahan
dunia. Pesan multikultural bisa dititipkan pada semua bidang studi atau
mata pelajaran yang memungkinkan untuk itu. Semua bidang studi
bisa bermuatan multikultural. Namun disadari bahwa ada mata
pelajaran yang lebih mungkin dibandingkan yang lain untuk
7
mengajarkan Pendidikan Multikultural. Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial lebih mungkin mengajarkan multikultural dibandingkan dengan
matematika.
2. Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Sekarang sudah ada perintisan yang dilakukan dalam bentuk satu
mata pelajaran atau bidang studi yang berdiri sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan
reformasi dan proses tidak dilakukan sambil lalu dan seingatnya
namun benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas
tidak akan dapat dicapai bila hanya dicantumkan sebagai satu pokok
bahasan atau sub pokok bahasan dalam satu bidang studi.
3. Berbentuk program dan praktek terencana dari lembaga
pendidikan.
Pendidikan Multikultural berkaitan dengan tuntutan, kebutuhan,
dan aspirasi dari kelompok yang berbeda. Konsekuensinya, Pendidikan
Multikultural tidak dapat diidentifikasi sebagai praktek aktual satu
bidang studi atau program pendidikan saja. Lebih dari itu, pendidik
yang mempraktekkan makna Pendidikan Multikultural akan
menggambarkan berbagai program dan praktek yang berkaitan dengan
persamaan pendidikan, perempuan, kelompok etnis, minoritas bahasa,
kelompok berpenghasilan rendah, dan orang-orang yang tidak
mampu.
4. Pada wilayah kerja sekolah
Pendidikan Multikultural mungkin berarti (1) suatu kurikulum yang
berhubungan dengan pengalaman kelompok etnis; (2) suatu program
yang mencakup pengalaman multikultural, dan (3) suatu total school
reform, upaya yang didesain untuk meningkatkan keadilan pendidikan
bagi
8
E. Hambatan-Hambatan
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah mungkin
saja akan mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya. Ada
beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu
diantisipasi antara lain sebagai berikut.
1. Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam
mengimpletasikannya.Multikultural sering dimaknai orang hanya
sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata siswanya
homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan pendidikan
multicultural pada mereka.
Padahal pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu.
H.A.R. Tilaar mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi
semata-mata terfokus pada perbedaan etnis yang berkaitan dengan
masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari itu. Pendidikan
multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap toleransi,
menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai,
dan demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu
etnis atau suku bangsa tertentu
2. Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai
budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di
masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah
sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan
sekolah.
Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di antaranya
adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan
memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang
terjadi. Untuk itu, berbagai unsure pelaku pendidikan di sekolah, baik
9
itu guru, kepala sekolah, staf, bahkan orangtua dan tokoh masyarakat
perlu memahami secara seksama tentang latar belakang sosiokultural
peserta didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan
menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik.
Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke
jalur kontinuitas.
Di samping itu, upaya tersebut perlu dilakukan pula terkait dengan
penciptaan konsistensi dalam menyediakan kondisi dan situasi bagi
peserta didik yang kondusif dan suportif demi terpeliharanya
kontinuitas budaya antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
3. Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif
sehingga menuntut komitmen yang kuat dari berbagai komponen
pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk dipenuhi karena
ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut.
Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung
pada seberapa besar keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah
untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa mendatang
menghendaki terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang
lebih demokratis, egaliter, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan
persamaan, serta menghormati perbedaan. Bila berbagai elemen yang
terlibat dalam pendidikan menyadari akan hal ini, maka sebenarnya
komitmen tinggi untuk pelaksanaan pendidikan multikultural akan
mudah dicapai sebab dalam pendidikan multikultural nilai-nilai
masyarakat madani itu yang ingin ditanamkan pada siswa sejak dini
4. Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan
kepentingan pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud
benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi ini, maka para
10
pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit
menghargai perbedaan
Sistem pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis,
berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan orang-orang yang
ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan
mengakui keragaman dan perbedaan.
Oleh karena itu, untuk pelaksanaan pendidikan multikultural yang
sarat dengan nilai-nilai penghargaan terhadap rasa kemanusiaan,
perbedaan, dan keragaman akan menjadi kurang disukai dan kurang
dianggap penting kelompok budaya, etnis, dan ekonomis. Ini lebih luas
dan lebih komprehensif dan biasa disebut reformasi kurikulum.
5. Gerakan persamaan.
Gerakan persamaan ini lebih dilhat sebagai kegiatan nyata daripada
sekedar dibicarakan dalam forum-forum ilmiah. Di Kabupaten Nabire,
Papua ada sebuah kampung yang mencerminkan gerakan kebhinekaan
yang bernama Kampung Bhineka Tunggal Ika.
Penduduk Kampung Bhineka Tunggal Ika ini terdiri dari orang
Papua, Timor, Jawa dan Bugis. Mereka yang tinggal di sana mendapat
tanah seluas 2 hektar tiap kepala keluarga untuk ditanami dengan
tanaman coklat dan tanaman produktif lainnya. Mereka hanya boleh
menggarap tanah itu dan tidak boleh menjualnya. Mereka harus
menunjukkan kemampuan bertani yang baik lebih dahulu sebelum
diterima menjadi warga Kampung Bhineka Tunggal Ika.
Kini kampung itu telah menjadi besar dan di Kabupaten Nabire,
Papua ini direncanakan akan membentuk Kampung Nusantara yang
terdiri dari generasi muda berusia 27 tahun hingga 35 tahun. Ada
kesadaran akan keberagaman budaya yang menghilangkan sekat-sekat
agama dan adat. Mereka saling mengunjungi saat orang dari agama
lain merayakan hari besarnya. Mereka harus menghormati hukum
nasional dan hukum adat setempat. Misalnya, buah pohon tetangga
yang masuk ke pekarangan tetangga menjadi milik tetangga itu. Orang
11
yang melanggar akan ditindak tegas. Bahkan menurut adat di sana,
orang yang mengambil milik tetangganya boleh dibunuh.
Di Manado, Sulawesi Utara, ada juga gerakan semacam ini.
Mereka akan dengan suka rela membantu tetangga dan masyarakat
yang berlainan agama bila tetangganya itu membutuhkan. Misalnya
membangun masjid atau gereja. Sebagai sebuah gerakan, maka
Pendidikan Multikultural perlu dimasyarakatkan dalam karya nyata di
samping lokakarya. Dan tidak kalah pentingnya adalah adanya
program pendidikan yang ditayangkan berbagai siaran televisi, radio
atau pun internet. Perlu dihimbau, kalau tidak mungkin diharuskan,
untuk menayangkan program yang bernuansa budaya dalam siaran
mereka.
Sekarang ini sudah ada beberapa stasiun yang mencoba
menayangkan program semacam itu dan hasilnya bagus. Diharapkan
hal ini bisa lebih ditingkatkan lagi untuk mengurangi acara-acara yang
justru menimbulkan hasutan dan pertikaian.
6. Proses
Sebagai proses, maka tujuan Pendidikan Multikultural yang berasal
keadilan sosial, persamaan, demokrasi, toleransi dan penghormatan
hak asasi manusia tidak mudah tercapai. Perlu proses panjang dan
berkelanjutan. Perlu ada pembudayaan di segenap sektor kehidupan.
12
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pendidikan multikultural merupakan gejala baru di dalam
pergaulan umat manusia yang mendambakan persamaan hak, termasuk
hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama untuk semua orang
(“education for all”). Pendidikan multikultural berjalan bergandengan
tangan dengan proses demokratisasi di dalam kehidupan masyarakat.
Proses demokratisasi itu dipicu oleh pengakuan terhadap hak asasi
manusia yang tidak membedakan perbedaan-perbedaan manusia atas
warna kulit, agama dan gender.
Istilah multikulturalisme bukan sekadar pengakuan akan adanya
kultur atau budaya yang berjenis-jenis, tetapi pengakuan itu juga
mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial dan ekonomi, terutama yang
berkaitan dengan “the right to culture”
B. Saran
1. Belajar saling menghormati dan menghargai orang atau kelompok
lain agar keanekaragaman bukan menjadi alasan perpecahan
persatuan dan kesatuan republik Indonesia.
2. Menghormati prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Menumbuhkan kesadaran keragaman (plurality),
kesetaraan(equality), kemanusiaan(humanity), keadilan(justice) dan
nilai-nilai demokrasi(democration values) yang diperlukan dalam
beragam aktivitas sosial.
13
Daftar Pustaka
Larassati , Minten Ayu.”Sejarah Pendidikan Multikultural di
Indonesia”.http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/20/sejarah-pendidikan
multikultural-di-indonesia/.(diakses tanggal 23-2-2012).
Arifudin, Iis.2007. Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di
Sekolah.INSANIA. Vol. 12 No. 2.220-233
Mendatu,Achmanto.”PendidikanMultikultural”.http://
smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/ pendidikan-multikultural.html.(diakses
tanggal 25-2-2012)
Maulanusantara.”Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik”.
http://maulanusantara.wordpress.com/2008/04/30/pendidikan-multikultural-
dalam-tinjauan-pedagogik/. (diakses tanggal 25-2-2012)
Pendidikan Multikultural.http://memorykuliah.blogspot.com/2011/03/pendidikan-
multi kultural.html. (diakses tanggal 27-2-2012)Rochmadi, N.W.2008.
Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
14