Download - Makalah Pkn multipartai
UNIVERSITAS PANCA MARGA
PROBOLINGGO
Fakultas Ekonomi
TUJUH STRATEGI DUNIA MENGHANCURKAN INDONESIA
Judul : Menciptakan Sistem Multipartai Di Indonesia
Nama : Gifta Nirwana Sumantri
NIM : 13.641.0029
Jurusan : Manajemen A Sore
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik terbentuk karena adanya aspirasi-aspirasi dari masyarakat dimana
masyarakat atau setiap golongan ingin membentuk sebuah badan atau organisasi yang
mampu membawa kemajuan bagi Negara tersebut. Hal ini memerlukan spirit atau
kekuatan yang mengundang satu kesatuan untuk membentuk kehidupan berpolitik, di
era sekarang sudah mendarah daging di Negara-negara, khususnya Indonesia. Karena
di Indonesia menganut sistem multipartai. Mereka yang berpolitik mempunyai visi dan
misi masing-masing yang intinya biasanya untuk kesejahteraan Negara. Kesejahteraan
Negara yang mereka maksud juga berbeda-beda, tergantung jenis partai politik yang
mereka pakai. Ada yang menyangkut agama, ekonomi, pembangunan, kesehatan, dan
lain-lain.
Indonesia menganut system demokrasi, yang artinya dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Indonesia membebaskan bagi siapa saja yang ingin membuat partai
politik. Mereka atau setiap golongan yang telah berpolitik tersebut saling berebut suara
untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Ada yang saling bekerja sama antara partai
politik yang satu dengan yang lainnya. Tetapi tidak sedikit pula yang saling
menjatuhkan politik yang satu dengan yang lainnya.
Karena system multipartai ini memiliki dua dampak, yaitu: Dampak positif;
system multipartai menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik.
Dampak negative; system multipartai memberikan dampak persaingan yang tidak
sehat. Oleh sebab itu adanya sistem multipartai ini merupakan salah satu faktor untuk
menghancurkan Negara kita Indonesia, karena dapat menimbulkan persaingan-
persaingandan kesenjangan sosial di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarka latar belakang diatas, dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1 “Bagaimana sistem kepartaian di Indonesia?
2 “Bagaimana dampak sistem multipartai terhadap keutuhan bangsa Indonesia?”
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Multipartai dan penerapan kembali Sistem Multipartai
Sistem multipartai adalah sistem kepartaian suatu negara yang memiliki
banyak partai dan tidak hanya satu partai saja yang dominan.
Runtuhnya orde baru sungguh sangat mencengangkan banyak pihak. Di
tambah lagi dengan munculnya kembali fenomena multi partai yang selama ini
dianggap telah terkubur setelah runtunya orde lama. Persoalan utama yang
menyebabkan kegagalan sistem multipartai pada periode 50-an adalah ketidak
mampuan mereka menyadari arti penting koalisi. Koalisi yang mereka bentuk pada
waktu itu hanya sekedar mencari rekan partai untuk mempertahankan kekuasaan
kabinet. Oleh karena itu mereka banyak yang mengalami kegagalan berkoalisi. Dan
kegagalan itu mengundang ketidaksabaran militer untuk melakukan intervensi.
Campur tangan militer tersebut meruntuhkan semua sendi sistem multipartai yang
dibngun pada era demokrasi liberal.
Ketika Soeharto lengser, maka Habibie mencanangkan diberlakukannya
kembali sistem multipartai. Setelah diberlakukannya kembali sistem multipartai
tersebut, muncullah banyak harapan bahwa sistem tersebut akan membantu
menemukan jati diri partai politik. Perubahan yang sangat mendadak tersebut
menumbuhkan kegairahan politik yang luar biasa. Selain itu, mendorong kembali
semangat berpolitik yang nyaris padam akibat otoriterisme orde baru. Munculnya
partai politik yang baru dalam jumlah yang banyak adalah wujud protes keras dari
masyarakat politik yang tertekan selama puluhan tahun.
2
2.2 Sistem Multi Partai Di Indonesia
Kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan
pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum.
Hak asasi tersebut terwujud dalam institusi partai politik. Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai PolitiK mendefinisikan bahwa Partai Politik
adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa
dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya
memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem
demokrasi. Tidak ada negara demokrasi tanpa partai politik. Karena itu partai
politik biasa disebut sebagai pilar demokrasi, karena mereka memainkan peran yang
penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state) dengan warga
negaranya (the citizen).
Indonesia menganut paham paham demokrasi yang artinya kekuasaan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Yang selanjutnya dijalankan melalui
mekanisme pelembagaan yang bernama partai politik. Kemudian partai politik
saling berkompetisi secara sehat untuk memperebutkan kekuasaan pemerintahan
3
negara melalui mekanisme pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden dan
wakil presiden.
Dalam demokrasi, partai politik merupakan pilar utama (bukan kedua atau
ketiga), karena pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif, yaitu
presiden dan wakil presiden. Sebagaimana dirumuskan dirumuskan dalam UUD
1945 Pasal 6A ayat (2), bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik. Artinya hak itu secara
eksklusif─hanya partai politik yang disebut UUD 1945─diberikan kepada partai
politik.
Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan
mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demi
kemaslahatan umum serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sangat rasional
argumentasinya jika upaya penguatan partai politik dibangun oleh kesadaran bahwa
partai politik merupakan pilar yang perlu dan bahkan sangat penting untuk
pembangunan demokrasi suatu bangsa. jadi, derajat pelembagaan partai politik itu
sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu Negara.
2.3 FUNGSI PARTAI POLITIK
Pada umumnya, para ilmuan politik biasa menggambarkan adanya empat
fungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo
meliputi: sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik(political
socialization), sarana rekrutmen politik (political recruitment), dan pengatur
konflik (conflict management). Sementara dalam istilah Yves Meny dan Andrew
Knapp, fungsi partai politik mencakup mobilisasi dan integrasi, sarana
pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns),sarana
rekrutmen politik, dan sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Dalam UU No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik, bahwa fungsi Partai
Politik adalah sebagai sarana: (i) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat
4
luas; (ii) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (iii) penyerap, penghimpun, dan
penyalur aspirasi politik masyarakat; (iv) partisipasi politik warga negara Indonesia;
dan (v) rekrutmen politik.
Kesemua fungsi partai politik tersebut sama-sama terkait satu dengan yang
lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam
upaya mengartikulasikan kepentingan atau political interests yang terdapat atau
kadang-kadang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap
sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide, visi, dan kebijakan partai politik
yang bersangkutan. Setelah itu, ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu
diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau menjadi materi
dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting
dalam melakukan sosialisasi politik. Ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadi
pilihan partai politik disosialisasikan kepada konstituen untuk
mendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dalam
sosialisasi itu partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan
politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Fungsi selanjutnya partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik.
Partai dibentuk memang dimaksudkan menjadi kendaraan yang sah untuk
menyeleksi kader-kader pemimpin dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan kesetaraan dan keadilan gender.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik. Peranan ini berupa
sarana agregasi kepentingan yang berbeda-beda melalui saluran kelembagaan partai
politik. Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan
dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan
5
mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan
sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
2.4 SISTEM KEPARTAIAN
Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem
kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang
diterapkan di suatu negara. dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan
sekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi
regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang
struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan
dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan
stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.
Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang
dikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagai satu
kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerik ini pernah
dikembangkan Maurice Duverger (1950-an), ilmuwan politik kebangsaan Prancis.
Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi
antarsejumlah partai dalam suatu sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi
tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai.
Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yang
dikembangkan Giovani Sartori (1976), ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori,
sistem kepartaian tidak dapat digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit,
melainkan jarak ideologi antara partai-partai yang ada, yang didasarkan pada tiga
hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak diantara kutub (bipolar), dan arah perilaku
politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu
pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrem. Kedua
pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartain Indonesia di masa
lalu, kini, dan mendatang.
6
Dalam sejarahnya, Indonesia telah mempraktikkan sistem kepartaian
berdasarkan pada sistem multipartai. Meski dalam derajat dan kualitas yang
berbeda.Pada pemilu pertama tahun 1955 sebagai tonggak kehidupan politik pasca
kemerdekaan hingga sekarang menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU,
PKI, dan PSI. Jumlah partai yang berlaga dalam pemilu itu lebih dari 29 partai,
ditambah independen. Dengan sistem pemilu proporsional, menghasilkan anggota
legislatif yang imbang antara Jawa dan Luar Jawa. Pemilu dekade 1950-an 1960-an
adalah sistem multipartai tanpa ada pemenang mayoritas. Namun, di era demokrasi
parlementer tersebut telah terjadi tingkat kompetisi yang tinggi.
Memasuki era demokrasi parlementer yang ditandai dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden yang tujuannya untuk mengakhiri konflik ideologi antarpatai. Pada
masa itu, sistem kepartaian menerapkan sistem multipartai, namun tidak terjadi
kompetisi.
Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih menganut
sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan partai
politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut
berlaga dalam Pemilu 1971. Fenomena menarik dalam Pemilu 1971 ini adalah
faktor kemenangan Golkar yang sangat spektakuler di luar dugaan banyak orang.
Padahal kalangan partai tidak yakin akan memenangkan pemilu. Hal itu didasari
pada dua hal, yaitu ABRI tidak ikut pemilu dan Golkar belum berpengalaman dalam
pemilu. Tetapi, setelah pemilu digelar, ternyata justru bertolak belakang, Golkar
menang mutlak lebih dari 63%. Kemenangan itu menandakan Indonesia memasuki
era baru, yaitu Orde Baru.
Pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem multipartai
sederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan. Karena Golkar menjadi partai
hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke
sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkar hanya berjuang demi
status quo.
7
Pada masa reformasi, Indonesia kembali menerapkan sistem multipartai. Hal
ini dapat dipahami karena selama puluhan tahun kebebasan berekspresi dan
berserikat serta berkumpul dikekang. Sehingga ketika reformasi memberikan ruang
kebebasan, hasrat para politisi untuk mendirikan partai politik tersalurkan. Sebagai
sebuah proses pembelajaran, fenomena menjamurnya partai politik mestinya dilihat
sebagai sesuatu yang wajar di tengah masyarakat yang sedang mengalami euforia
politik.
Pada Pemilu 1999, yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar
calon tertutup (stelsel daftar) diikuti 48 partai peserta pemilu. Jumlah partai sekitar
140 buah, tetapi lolos verifikasi hanya 48 partai. Dari jumlah itu, keluar enam partai
besar pemenang pemilu, yakni PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Sistem
kepartaiannya multipartai, dan tidak ada partai pemenang pemilu yang memperoleh
suara mayoritas.
Setelah dua kali pemilihan umum paska reformasi dengan sistem multipartai,
Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-
partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi
telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif
dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus
mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila
tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan.
Pemilu 2004 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia.
Pasalnya, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secara
langsung. Keberhasilan pemilu secara langsung telah mendaulat Indonesia sebagai
negara paling demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika dan India.
Setelah dua kali pemilu paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia
bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik,
maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah
8
berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan
pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus
mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila
tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan
2.5 DAMPAK SISTEM MULTIPARTAI
2.5.1 Konflik Kepentingan di dalam Sistem Multi Partai
Di era Demokrasi Liberal, sistem multipartai sangat mendukung terciptanya
kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik yang jumlahnya sangat
banyak berperan penting dalam kelancaran proses demokratisasi. Partai politik
sebagai sarana komunikasi politik, berperan penting dalam penyaluran kepentingan
pada pemerintah.
Empat partai besar saat itu mencerminkan begitu besarnya niat dari setiap
massa partai untuk disalurkan aspirasinya. Empat partai besar tersebut adalah PNI
(Partai Nasional Indonesia) yang mencoba menyalurkan aspirasi kaum nasionalis,
Masyumi dan NU (Nahdlatul Ulama) menjadi wadah bagi umat Islam untuk
menyalurkan kepentingannya, serta PKI (Partai Komunis Indonesia) yang
merupakan wadah politik dari kaum Komunis yang saat itu juga menjadi bagian
yang berpengaruh pada masyarakat Indonesia. (Bersumber pada akhir pembahasan
yang menggambarkan peta kekuatan partai-partai politik dengan mengacu pada
hasil Pemilu 1955).
Pada kenyataannya peranan setiap partai dalam menyalurkan aspirasi
pendukung masing-masing, dihadapkan kepada dua pilihan,yaitu berusaha untuk
menggabungkan kepentingan-kepentingan dari seluruh partai atau memperjuangkan
kepentingan masing-masing dimana konsekuensinya adalah terjadinya banyak
konflik antar partai. Ideologi dari masing-masing partai yang sangat mempengaruhi
jenis kepentingan yang mereka perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling
menjatuhkan.
9
Konflik antarpartai yang didasari oleh perbedaan ideology kemungkinan
besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari
partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai
ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk sikap dan
orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha
untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi
pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.
Karena itu suatu hal yang wajar apabila terjadi konflik diantara Masyumi dan
NU, karena proses sosialisasi politik yang mereka terima berbeda. Terlebih lagi bila
dua partai yang berideologi berbeda akan sangat besar potensi konflik yang ada
pada proses menjalankan peran masing-masing, contohnya antara PNI dengan
Masyumi yang berbeda dalam hal yang menyangkut peran Islam dalam negara. PNI
menuduh Masyumi menggunakan simbol-simbol Islam untuk menentang simbol-
simbol nasionalis. Masyumi menyangkal tuduhan ini dengan menyatakan bahwa
perjuangan partai untuk “negara berdasarkan Islam”itu bertentangan dengan
Pancasila. Contoh lain antara PKI dengan tiga partai lainnya. PKI dengan
semboyannya, yakni : “PNI partai priyayi, Masyumi dan NU partai santri, tetapi
PKI partai rakyat”, mencoba mencari pengaruh dengan mengatas namakan diri
sebagai partai yang memperjuangkan hak-hak rakyat.
Konflik-konflik diatas jelas membuat situasi politik menjadi tidak stabil dan
itu memang merupakan konsekuensi dari banyaknya partai pada saat itu. Fungsi lain
dari partai politik yang juga dapat menyebabkan terjadinya konflik antar partai
adalah sebagai wadah rekruitmen politik. Terkadang setiap partai politik cenderung
mempunyai sasaran tersendiri berupa kelompok-kelompok sosial untuk direkrut
menjadi anggota partai yang turut aktif dalam kegiatan politik partai.
Kecendrungan ini berdampak kepada adanya suatu pengidentikkan suatu
partai dengan sebuah kelompok sosial didalam masyarakat. Contohnya PKI yang
10
identik dengan kelompok petani, karena memang sasaran utama dari rekruitmen
politik yang dilakukan oleh PKI adalah kalangan petani. Masyumi identik dengan
kelompok Islam modernis yang seringkali bertentangan dengan kelompok Islam
konservatif yang identik dengan NU. Dan PNI pun dengan konsep nasionalismenya
di identikkan dengan kaum elit pemerintah yang mempunyai prinsip
mempertahankan jiwa-jiwa nasional. Adanya pemisahan secara extrim kelompok-
kelompok sosial ini dapat memancing terjadinya konflik antar kelompok sosial
tersebut sehingga sulit tercapai suatu integrasi secara sosial. Sama halnya dengan
sulitnya tercipta integrasi politik disebabkan adanya konflik antar partai politik yang
ada.
2.5.2 Fungsi Partai Politik yang Tidak Terlaksana
Selanjutnya, fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik sepertinya
tidak dapat diperankan secara sempurna oleh partai-partai poltik yang ada pada era
Demokrasi Liberal. Hal ini dapat dibuktikan dengan merujuk pada kenyataan yang
terjadi pada saat itu. Partai politik tidak memprioritaskan programnya kepada usaha
untuk tercapainya integrasi nasional, melainkan berusaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing.
Ke-empat fungsi partai yang diperankan oleh partai-partai politik pada sistem
multi partai sungguh cenderung mengacu pada terjadinya konflik. Namun hal ini
tidak membuat sistem multi partai menjadi tidak relevan di suatu negara demokrasi,
karena bila merujuk kepada definisi partai politik yang di kemukakan oleh Sigmund
Neumann, maka apapun sistem yang digunakan, tetap tidak akan dapat merubah
sifat dari partai politik itu sendiri, yaitu berusaha untuk meraih kekuasaan dan
merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan antar partai yang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisasikan
potensi konflik adalah dengan mengadakan perubahan yang menyangkut cara-cara
merebut dan mempertahankan kekuasaan, mencari dukungan dengan meninggalkan
11
cara-cara yang mengarah kepada anarkisme, seperti tuduhan-tuduhan, tudingan-
tudingan, dan lain-lain. Cara-cara yang digunakan hendaknya bersifat lebih
kompromistis melalui jalur-jalur dialogis, sehingga perbedaan yang memang suatu
hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi tidak menjadi dasar dari timbulnya
perpecahan, melainkan menjadi landasan terciptanya integrasi nasional yang
mantap.
Beralih pada konteks Indonesia dampak dari sistem multipartai Membangun
kembali Indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian
yang sehat dan pemilu yang transparan. Sistem pemilu multipartai dan UU politik
yang demokratis menunjukkan kesungguhan pemerintahan Habibie. Demokrasi di
masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan mengakibatkan
masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah
tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak.
Tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum sebagai Tuntutan Fundamental Reformasi yang melahirkan
Pemilihan Umum secara Multi Partai. Lahirnya Lembaga Legislatif yang
merupakan representasi dari Oleh sebab itu perlu selalu disadari dan dipahami
bersama bahwa bangsaIndonesia ini memang bentuk dari suku-suku bangsa yang
memiliki budaya yang beraneka ragam. Langkah utama yang perlu ditempuh dalam
rangka membangun kehidupan bagi Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-
politik yang tidak dapat disangkal bahwa dampak praktek korupsi telah mengakar
dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia.
Masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan
dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.Tercatat sudah 4
kaliIndonesia berganti-ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula kabinet
silih berganti. Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk
lahirnya partai–partai politik, karena dalam system kepartaian menganut system
12
multi partai. Maka, PNI dan Masyumi lah yang menjalankan pemerintahan melalui
kerancuan dalam sistem ketatanegaraan.
Perkembangan format politik di era multipartai memberikan dampak Politik
Indonesia = Tolak Carik Desa Jadi Dukun Politik = Kehidupan
Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kehidupan Politik dengan sistem
multipartai dengan jumlah peserta 48 partai politik sah dalam konstelasi politik
Indonesia
2.5.3 Dampak Positif dan Negatif Multipartai
Sistem multi partai yang berlaku di Indonesia, mempunyai dampak positif
yang menunjukkan keberhasilan demokrasi di Indonesia, namun multipartai ini juga
memiliki dmpak negatif yang sangat mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara
khususnya bagi Negara Indonesia. Secara singkat dampak positif dan negatif
multipartai di sebutkan sebagai berikut :
Dampak positif multipartai :
1) Demokrasi berjalan dengan baik
2) Inspirasi rakyat mampu menciptakan suatu partai
3) Rakyat bebas bersuara
4) Adanya oposisi antara partai satu dan yang lainnya
Dampak negatifnya :
1) Menimbulkan persaingan tidak sehat
2) Paling menjatuhkan antara partai satu dan yang lainnya
3) Dapat menghambat kelancaran semua program kerja pemerintah.
4) Partai-partai politik dalam arti tidak sehat yang melakukan money politic (lobi-
lobi) dan memberikan uang kepada rakyat agar memilih partai tersebut. Dari
sini lah sifat-sifat para pemerintah yang akan korupsi muncul.
5) Berujung pada permusuhan dan perpecahan di antara partai satu dan yang
lainnya.
13
6) Pemerintah tidak fokus lagi terhadap rakyat, melainkan fokus bagaimana cara
mempertahankan kekuasaan.
7) Adanya konflik SARA.
8) Kekuatan Partai politik satu dengan yang lainnya tidak akan terlalu jauh,
sehingga muaranya akan kearah bagi-bagi kekuasaan.
9) Pemerintahan akan semakin Gemuk sebagai akibat dari banyaknya kepentingan
partai yang harus diakomodir dan sulit menempatkan orang yang "benar
ditempat yang benar".
10) Biaya Politik yang sangat besar, karena adanya subsidi pemerintah kepada
partai-partai. Sebagai contoh ringan dalam pembuatan kartu suara, kalau
partainya seperti sekarang ini, kemungkinan kartu suara akan selebar Tabloid
dibanding dengan sedikit partai. Dari sisi ini saja sudah diboroskan keuangan
Negara yang cukup besar.
11) Logika "lingkaran setan", semakin banyak partai semakin banyak pilihan.
Semakin banyak pilihan, akan semakin sulit memilih. Semakin sulit memilih
semakin banyak yang tidak memilih. Semakin banyak Golput, semakin mundur
arti sebuah demokrasi. Jadi Semakin Banyak Partai =Semakin Jelek Kualitas
Demokrasi nya. Diakui atau tidak logika ini, anda bisa lihat sendiri carut marut
partai politik di Indonesia.
12) Banyak Uang yang di investasikan pada hal-hal yang "kurang produktiv" bagi
masyarakat banyak. Sebagi contoh ringan saja, anda boleh lihat, hitung dan
analisa sendiri, berapa rupiah yang dihamburkan hanya untuk membuat sticker,
baliho, spanduk, bendera dan iklan politik
2.6 Sistem Multiparti Untuk Menghancurkan Indonesia
Salah satu kebijakan andalan Illuminati Internasional. untuk menghancurkan
suatu bangsa yaitu dengan menciptakan sistem multi partai. Atas nama demokrasi,
mereka sengaja memcah belah suatu bangsa yang kuat dengan mendorong sistem
multi partai. Padahal sistem multi-partai dilarang Alloh SWT seperti termuat dalam
14
Al Quran Surat Arrum ayat 31-32: “.....janganlah kalian berfirqah-firqah (berpartai-
partai), yang (masing-masing) hanya bangga dengan partai sendiri......”
Dalam ajaran Islam, negara demokrasi yang benar cuma ada dua partai,
yaitu: Hezbullah (partai Alloh) dan Hezbulsyetan (partai Setan). Di Amerika Serikat
hanya ada dua partai: Partai Demokrat dan Partai Republik. Amerika Serikat telah
menerapkan sistem pemerintahan kenegaraan berdasar ajaran Islam. Untuk
”menjatuhkan negara lain”, mereka menyuruh agar membuat ”multi partai” supaya
antar partai saling berkelahi satu sama lain sehingga tidak sempat membangun
bangsa.
Sistem multi partai berakibat merenggangkan hubungan kekerabatan,
persaudaraan, kebersamaan sesama anak bangsa. Semakin banyak partai, pasti
membuat republik kian runyam. Masing-masing partai punya agenda sendiri, punya
program sendiri, punya misi sendiri, punya target sendiri, dan punya pendukung
sendiri. Benturan kepentingan antar partai, tidak bisa dihindarkan. Bentrokan antar
pendukung partai di lapis bawah, menjadi menu makanan sehari-hari.
Sistem multi partai sengaja diciptakan jaringan Illuminati Internasional agar
bangsa-bangsa yang dibidik, bercerai berai dihajar pertikaian, perkelahian dam
pertarungan berebut kekuasaan. Sistem multi partai merupakan manifestasi strategi
devide et impera, politik pecah belah untuk memperkeruh suatu bangsa. Negara
seperti Amerika Serikat dan Inggris tidak menggunakan system multi partai.
Mereka menerapkan system dua partai sesuai ajaran Islam. Di AS ada dua: Partai
Demokrat dan Partai Republi, di Inggris juga dua: Partai Buruh dan Partai
Konservatif.
2.7 Kedudukan Presiden Dalam Sistem Multipartai
Salah satu persoalan yang paling fundamental dalam sistem multipartai yang
baru di tumbuhkan sejak pertengahan tahun 1998 yang lalu adalah kedudukan
presiden dalam sistem partai tersebut.
15
Kedudukan presiden dalam konteks multipartai ternyata kurang mendapat
tanggapan cukup serius dari kalangan partai poltik, tokoh-tokoh informal , maupun
politisi yang sedang memerintah.
Terpusatnya kekuasaan ketangan presiden, maka pemilihan presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat. Hal tersebut memberi kesempatan sebesar-
besarnya bagi rakyat untuk menentukan sendiri presiden mereka tanpa terhalang
oleh birokrasi partai politik.
Pola pemilihan ini membuat presiden tunduk pada keinginan rakyat. Artinya,
jika rakyat sudah tidak menghendaki maka presiden tidak dapat dipilih kembali
setelah menyelesaikan masa jabatan yang bersifat periodik dan tetap. Masa jabatan
sekali pun bersifat tetap (dalam jangka waktu tertentu) dapat dibatasi hingga dua
kali.
Ketidaksesuaian praktik multipartai dengan sistem presidensial yang dianut
oleh Indonesia bermula sejak tidak terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai
presiden tahun 1999 yang lalu. Sejak itu dimulailah "kekeliruan" bahwa partai tidak
perlu menang Pemilu untuk bisa mendapatkan kursi presiden.
Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan sistem
kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih
oleh rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga
pemegang supremasi tertinggi.
Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang
kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal
diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu. Presiden dan wakil
presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan
16
konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu
presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.
Namun dengan adanya sistem multipartai kedudukan presiden dalam konteks
multipartai ternyata kurang mendapat tanggapan cukup serius dari kalangan partai
poltik, tokoh-tokoh informal , maupun politisi yang sedang memerintah
17
BAB IIIKESIMPULAN
Sistem multi partai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan
parlementer di era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran partai politik dalam
mempengaruhi situasi politik nasional sangat menonjol. Baik tidaknya pengaruh
yang diberikan oleh partai politik terhadap situasi nasional tergantung bagaimana
partai politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai sebuah partai politik.
Dampak positif dari pertumbuhan partai yang sedemikian luar biasa akan
memberikan suasana keterbukaan yang berarti bahwa masyarakat benar-benar
menikmatu keterbukaan ini dan memanfaatkannya lewat pembentukan partai-partai
politik. Sementara dampak negatifnya, tidak sedikit para aktifis partai secara
mendadak berubah dari warga negara biasa menjadi politisi dalam waktu yang
sangat singkat. Dimana tingkat keawaman mereka dalam berpolitik masih terlalu
tebal sehingga mereka tidak bisa mengelola partai politik tersebut .
Dalam sistem multipartai, pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh
rakyat. Masa jabatan sekali pun bersifat tetap (dalam jangka waktu tertentu) dapat
dibatasi hingga dua kali.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://oktaviamegasari.blogspot.com
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com
http://koleksireferensi.blogspot.com
http://ariefhilmanarda.wordpress.c om
http://echadoank.blogspot.com
http://detakkosong.wordpress.com
http://dhesielfriyanti.blogspot.com
http://asihlestaribako.blogspot.com
http://echadoank.blogspot.com
http://id.wikipedia.org
19