MENTERI RISET DAN TEKNOLOGIREPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSANMENTERI RISET DAN TEKNOLOGI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 03 /M/Kp/I/2010
TENTANGRENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGITAHUN 2010-2014
MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memerintahkan pimpinan Kementerian menyiapkan rancangan Rencana Strategis Kementerian (Renstra) sesuai dengan tugas dan fungsinya dengan berpedoman pada Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional;
b. bahwa dalam rangka menjamin konsistensi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud pada butir a di atas, perlu menetapkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi tentang Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014;
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4402);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Bersatu II;
6. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP);
7. Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 02/M/PER/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Riset dan Teknologi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 06/M/PER/VII/2006;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2010-2014.
PERTAMA : Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014 yang selanjutnya disebut Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 sebagaimana terdapat dalam lampiran ini dan merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan ini.
KEDUA : Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 merupakan panduan dalam melaksanakan penyusunan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan Kementerian Riset dan Teknologi.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 29 Januari 2010MENTERI RISET DAN TEKNOLOGIREPUBLIK INDONESIA,
TTD.
SUHARNA SURAPRANATA
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
RENCANA STRATEGISRENCANA STRATEGIS
(RENSTRA)(RENSTRA)
KEMENTERIAN KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGIRISET DAN TEKNOLOGI
2010 - 20142010 - 2014
Jakarta 2010
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional yang dicitakan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II)
diwarnai dengan semangat manajemen nasional dengan tag-line:”change and continuity,
debottlenecking, acceleration and enhancement, unity-together we can”. Semangat
mengusung perubahan dan berkelanjutan, memperlancar seluruh saluran komunikasi dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Percepatan dan
pemacuan menganut prinsip bahwa jika dilakukan secara bersama, tentunya kita bisa
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Semangat ini mencerminkan dinamika, keharmonisan, kecepatan, dan kebersamaan dalam
manajemen pemerintahan untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Suatu deklarasi
itikad luhur untuk melancarkan jalan bagi keamanan, keadilan, demokrasi dan kesejahteraan,
dimana dicitakan pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing,
kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang dikelola melalui
penguasaan Iptek yang memadai.
Sesuai dengan semangat di atas, perubahan keempat UUD 1945 Pasal 31(5),
mengamanatkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai “engine of
tomorrow” mempunyai peran penting bagi pencapaian kemajuan bangsa dan kesejahteraan
rakyat.
Pembangunan Iptek hanya akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan
nasional dalam upaya meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, jika produk
yang dihasilkan bisa didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau dapat
menjadi solusi bagi permasalahan nyata yang dihadapi pemerintah maupun masyarakat.
Keberhasilan pembangunan Iptek yang telah dicapai pada periode 2004-2009
merupakan langkah awal bagi keberhasilan yang lebih besar dan menyeluruh yang diharapkan
akan tercapai pada periode 2010-2014. Untuk itu perlu digali dan dilakukan pendekatan serta
strategi lanjutan dalam rangka mewujudkannya.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) ini diturunkan dari RPJP, RPJMN, Visi,
Misi, Agenda dan 11 program Prioritas Nasional KIB II, dan Kontrak Kinerja Menristek.
Program Kemeterian Riset dan Teknologi disusun untuk menjamin kontinuitas dan konsistensi
program pembangunan Iptek, sekaligus menyelesaikan masalah dan kendala yang belum
sepenuhnya tertangani pada periode 2004-2009 serta mengantisipasi dan mengatasi
permasalahan yang diperkirakan akan timbul pada lima tahun kedepan.
Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk meningkatkan peran dan
kemampuan Kementerian dalam mendorong dan menghela pembangunan Iptek nasional yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kemajuan peradaban. Ini dapat dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang
memungkinkan terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang tidak hanya
dapat memperkuat proses pengembangan Iptek, tetapi juga dapat menjembatani dan
mengarahkan agar hasil-hasil pengembangan Iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak
yang membutuhkannya. Karena itulah program pembangunan Iptek ke depan diarahkan untuk
mewujudkan sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem
Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi program serta
menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk merealisasikannya. Program disusun
berlandaskan visi dan misi yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika
lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa mendatang.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 bersifat mengikat ke dalam internal
KRT dalam aspek perumusan kebijakan nasional tentang litbang Iptek, koordinasi pelaksanaan
kebijakan dan sinkronisasi program, termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi yang akan
disampaikan kepada Presiden sesuai dengan tupoksinya.
1.1. Kondisi Umum
Dengan kekayaan alam yang melimpah dan potensi SDM yang besar, disertai
penguasaan Iptek yang maju, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi
bangsa adi kuasa di dunia sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah.
Secara umum cara pandang kita terhadap penguasaan Iptek masih bersifat parsial,
dengan mengesampingkan upaya yang sistematis untuk menjadikan Iptek benar-benar
sebagai mesin bagi pembangunan nasional. Karenanya sangat dibutuhkan upaya nasional
yang melibatkan seluruh stake-holder Iptek untuk mencapai tingkat penguasaan Iptek yang
dapat memberikan nilai tambah tinggi bagi proses perekonomian dan mencegah terjadinya
disintegrasi peran Iptek dari proses pembangunan nasional.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Sebagai indikasi akan produktivitas di bidang Iptek, jumlah publikasi ilmiah di jurnal
internasional hasil karya ilmuwan Indonesia selama 10 tahun dari tahun 1992-2002 adalah
sebanyak 2.948 paper. Jumlah ini jauh di bawah Malaysia yang mencapai 10.674, dan hanya
terpaut sedikit dibanding dengan satu Universitas Malaya (UM), Malaysia. Dari jumlah publikasi
tersebut, hampir 50% berasal dari disiplin ilmu pertanian dan kedokteran, sedangkan bidang
teknik yang hanya menyumbang 6.5%. Selain dari pada itu, dari total 82 jumlah paten dalam
negeri yang disetujui Kantor Paten Indonesia dari tahun 2002-2005, 80% berasal dari bidang
pertanian/teknologi pertanian, dan hanya 3%, atau hanya ada 3 paten selama 4 tahun yang
berasal dari teknik lain dan informasi. Ironisnya jumlah ilmuwan doktor terbanyak berada di
lembaga penelitian pemerintah terutama yang berkaitan dengan bidang teknik non-pertanian,
dan hanya sebagian kecil saja yang berlatar belakang bidang pertanian dan kedokteran1.
Dari data ini paling tidak bisa diajukan dua tesis penting: pertama, bahwa kemajuan
Iptek hanya bisa dicapai apabila pengembangan Iptek dilakukan sejalan dengan pemecahan
masalah riil secara langsung (demand-driven). Kedua, bahwa ilmuwan yang terkonsentrasi di
lembaga penelitian non-Kementerian (LPNK) belum terlibat secara nyata dalam aktifitas
penerapan Iptek untuk pembangunan nasional.
Keterkaitan technology-supply and demand menjadi hal yang penting dalam upaya
pengembangan teknologi. Bisa dipahami kenapa bidang pertanian dan kedokteran termasuk
bidang yang paling maju kontribusi ilmiahnya dibanding dengan bidang lain manapun di
Indonesia, karena kedua bidang ini secara langsung berkaitan dengan permasalahan riil
masyarakat, dengan kata lain karena keterkaitan yang baik antara sisi pemasok dan pengguna
Iptek.
Di bidang lain, terutama teknik dan rekayasa, permasalahannya bukan terletak pada
sisi supply. Tetapi lebih pada sisi demand serta upaya 'menjembatani' kedua sisi itu yang tidak
optimal, sehingga keterkaitan yang erat antara keduanya tidak terbangun. Kebutuhan akan
teknologi bagi dunia industri, yang masih terkonsentrasi pada low-tech dan medium-tech,
sangat besar dan terus membesar. Hanya saja kebutuhan itu selama ini hanya bisa dipenuhi
dari produk impor.
Upaya menjembatani sisi supply dan demand dilakukan dalam sebuah sistem yang
dikenal dengan Sistem Inovasi Nasional, yaitu sebuah jaringan rantai pemasok teknologi
(technology supply chain) yang mengaitkan antara institusi publik pemasok teknologi dan
sektor swasta pengguna teknologi dalam suatu wilayah nasional (SINas) atau daerah (SID)
yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan,
1 Data LIPI tahun 2004
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya, sehingga menumbuhkan manfaat nyata yang
dapat dirasakan oleh masyarakat.
Keberhasilan membuat jembatan yang menghubungkan sisi demand dan supply
teknologi antara industri serta lembaga pengguna Iptek dengan lembaga litbang Iptek menjadi
kunci penting bagi kemajuan Iptek nasional. Peningkatan kebutuhan akan litbang terapan
pada industri identik dengan peningkatan demand akan teknologi kepada litbang pemerintah
maupun perguruan tinggi sebagai produsen teknologi. Karenanya kebijakan insentif bagi
industri untuk melakukan litbang sebagaimana diterapkan di negara-negara maju menjadi
sangat penting. Beberapa kebijakan pemerintah terbaru seperti pemberian insentif fiskal bagi
perusahaan yang melakukan litbang terapan berbasis Iptek (PP 35/2007) dan adanya larangan
ekspor bahan tambang yang tidak diolah (UU No.4/2009) adalah salah satu langkah untuk
mendorong proses pertambahan nilai bagi industri yang merupakan motor penggerak demand
teknologi.
Kita menyadari bahwa kemampuan Iptek, terutama dalam percaturan global, masih
lemah. Misalnya, dilihat dari belanja litbang, pengeluaran Indonesia sangatlah kecil. Belanja
litbang per PDB Indonesia masih di bawah 0.1%, ini jauh dari rata-rata negara OECD
(Organisation for Economic Co-operation and Development) yang sudah diatas 2%.
Negara Asia seperti Jepang dan Korea sudah mengalokasikan anggaran di atas 3%, sementara
China sekitar 1.5%. Bahkan jika dibanding dengan negara ASEAN pun, belanja litbang
Indonesia masih jauh lebih rendah, di mana Singapore sudah mencapai di atas 2% dan
Malaysia sekitar 0.5%.
Sumber pembiayaan belanja litbang Indonesia sebagian besar (>70%) masih berasal
dari anggaran pemerintah dan pelaksana litbang pun hampir seluruhnya merupakan institusi
pemerintah. Ini berbeda dengan negara-negara maju pada umumnya, dimana belanja litbang
sebagian besar bersumber dari dunia usaha/industri dan pelaksana litbang juga banyak dari
dunia usaha. Dari kondisi ini dapatlah dimengerti bahwa aktivitas litbang di Indonesia masih
didominasi oleh sektor pemerintah, akibatnya belum mampu memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pembangunan perekonomian nasional.
Intensitas sumberdaya manusia Iptek Indonesia juga masih jauh lebih rendah dibanding
dengan negara–negara Asia lain. Jumlah personil litbang Indonesia baru mencapai 1 per
10.000 penduduk. Angka ini jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang mencapai sekitar 6 per
10.000 penduduk, sementara Singapura sudah mencapai hampir 70 per 10.000 penduduk.2
2 IMD 2009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Meskipun kondisi sumberdaya Iptek yang masih terbatas, beberapa usaha dan capaian
di bidang pengembangan Iptek telah dihasilkan melalui 4 (empat) program di dalam 6 (enam)
bidang fokus pembangunan Iptek selama kurun waktu 2004-2009.
Di bidang pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berhasil
mengembangkan dan melepas beberapa varietas unggul padi hibrida, varietas unggul jagung
dan kedelai. Untuk mendukung diversifikasi pangan, telah pula dikumpulkan cadangan plasma
nutfah untuk talas, ubi kayu, dan telah dikembangkan bibit unggul hasil rekayasa genetika
pisang, kedelai, kacang hijau, manggis, nenas, dan pepaya. Telah dikembangkan juga teknik-
teknik pemuliaan ternak untuk mendapatkan varietas sapi unggul dan vaksin untuk ternak
untuk mencegah penyakit cacing hati, serta Kit Radioimmunoassay (RIA) untuk membantu
keberhasilan proses inseminasi buatan, dan berbagai suplemen pakan ternak multi nutrisi.
Dalam rangka mengembangkan energi baru dan terbarukan, atas koordinasi dengan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berhasil dikembangkan teknologi
rancang bangun biofuel, PLTB 25 kW, PLTU mulut-tambang, eksplorasi migas lepas pantai,
dan survey laut untuk eksplorasi-mineral, serta pemanfaatan bijih besi lokal utuk bahan baku
industri baja.
Di samping itu di BPPT telah dikembangkan pula pemanfaatan fuel grade ethanol
sebagai bahan bakar di sektor transportasi, dan saat ini telah dilakukan sertifikasi produk-
produk Fuel Grade Ethanol (FGE) serta Gasohol E-10 dan Gasohol E-20. Selanjutnya telah
dikembangkan pula teknologi pengolahan minyak nabati berbasis biji jarak untuk subtitusi
BBM termasuk alat press biji jarak yang mudah diterapkan.
Di bidang transportasi, di BPPT juga telah dikembangkan teknologi Boogie kereta duorail
dan monorail pada kecepatan medium dan tinggi, teknologi persinyalan dan sistem peringatan
otomatis penutup pintu perlintasan kereta api, Rail Fastening untuk memperkuat dudukan rel
pada bantalan kayu. Juga telah berhasil dikembangkan Kapal Bersayap dengan Efek
Permukaan (Wing-in-Surface Effect Ship – WISE).
Di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil dikembangkan aplikasi IGOS
(Indonesia Go Open Source) yang siap dimanfaatkan untuk kebutuhan administrasi. Saat ini
aplikasi berbasis open source tengah dikembangkan untuk keperluan-keperluan penelitian
seperti pengolah sintesis DNA, simulasi protein, dan sebagainya. Selain itu, telah berhasil
dikembangkan rangkaian penerima ’Chip Wimax’, suatu sistem komunikasi generasi modern
dengan frekuensi 2.3 GHz dan 3.3 Ghz, serta sistem Technical Assistance Pengembangan E-
Government, paket aplikasi SIMDA.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Sementara itu, dalam bidang teknologi pertahanan dan keamanan atas koordinasi KRT
dan kerjasama BPPT-PT. PINDAD telah berhasil dikembangkan Panser 6x6 yang dapat
mengangkut sampai 13 personil tempur dan Panser 4x4 untuk mengangkut 12 personil, disain
dan contoh awal senjata berpeluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi gas air mata
kaliber 38 mm dan geranat gas air mata untuk pengendalian kerusuhan massa, alat
komunikasi yang dinamakan Alkom (Alat Komunikasi) Tactical Radio HF Spread Spectrum
Frequency Hopping yang berbasis teknologi digital hopping, digital voice dan pengacakan
suara (voice encryption), radio jammer untuk mengganggu sistim komunikasi musuh dan
sekaligus dapat digunakan untuk mengetahui posisi (lokasi) musuh, transponder sasaran
torpedo latih yang dapat mendeteksi dan menelusuri kapal selam di sekitar Kapal Atas Air;
pesawat udara tanpa awak (PUNA), Blast Effect Bomb (BEB) yang merupakan bom latih yang
memberikan efek suara ledakan keras seperti bom tajam. Dalam rangka menjaga keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), BAKOSURTANAL telah melakukan
demarkasi dan deliniasi di wilayah perbatasan antara RI-Malaysia, RI-Papua Nuginia (PNG)
dan RI-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) serta menyusun peta batas wilayah NKRI.
Hasil yang baik juga terlihat dalam bidang kesehatan dan obat. Di Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN) terutama telah dikuasai perangkat teknologi nuklir untuk penanggulangan
penyakit kanker dan infeksi bakteri. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah
dikembangkan protein human EPO yang saat ini akan memasuki uji klinis, interferon I-2a yang
sering digunakan sebagai anti viral dan anti kanker, produk herbal menjadi bahan baku obat
kardiovaskuler, hepatitis, diabetes, anti trombosit, anti malaria (artemisinin dan analognya),
anti oksidan, anti kanker, anti kolesterol, dan anti tuberkulosis. Di samping itu Indonesia telah
membangun kemampuan untuk mengembangkan Vaksin Flu Burung sendiri.
1.2. Lingkungan Strategis
Dinamika perubahan lingkungan strategis khususnya lingkungan global adalah proses
yang tidak dapat dihindari oleh bangsa Indonesia yang merupakan bagian dari tata kehidupan
global, karena globalisasi adalah fenomena sejagad yang sudah kita masuki, dan tidak dapat
kita tarik kembali. Secara eksternal faktual Indonesia merupakan bagian dari tata kehidupan
global. Indonesia tidak dapat lepas dan mengisolasi diri sebagai sistem tertutup terhadap
globalisasi. Bangsa Indonesia sudah memasuki dan terbuka terhadap arus global.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa revolusi 3T yaitu
perubahan radikal dalam transportasi, telekomunikasi, dan tourisme yang mengabaikan batas
wilayah negara. Arus barang, jasa, orang, informasi, dan investasi semakin cepat dan
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
mengakibatkan perubahan yang sangat cepat terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Berkembangnya teknologi informasi mengakibatkan hampir tidak ada hambatan bagi
penduduk dunia untuk melakukan interaksi satu dengan lainnya, arus informasi baik positif
maupun negatif begitu cepat sampai kepada rakyat Indonesia. Revolusi transportasi dan
telekomunikasi telah mengakibatkan mobilitas penduduk dunia yang tidak lagi mengenal batas
wilayah yang berdampak pada adanya masalah-masalah pertahanan dan keamanan di wilayah
perbatasan. Arus globalisasi memberikan dampak baik positif maupun negatif yang berakibat
adanya transformasi baik di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan
dan keamanan.
Bila dicermati keterkaitan antara kejadian di lingkup global dengan kejadian di lingkup
regional maupun nasional, demikian pula dengan hubungan antara negara-negara yang
terletak dalam satu kawasan maupun antar kawasan, baik secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap proses yang terjadi di suatu negara.
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan pembangunan Iptek nasional, perubahan
lingkungan strategis menjadi sangat penting, karena akan menentukan pilihan strategi dan
upaya-upaya yang diambil. Mengikuti perkembangan Iptek, khususnya teknologi informasi,
arus globalisasi menimbulkan peningkatan arus barang, jasa dan orang - termasuk Iptek -
yang masuk dan keluar dari wilayah kita.
Proses globalisasi, yang ditandai dengan meningkatnya saling ketergantungan yang
berlangsung begitu cepat di antara negara-negara, selain membawa peluang juga
mengandung tantangan. Berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
peningkatan arus perdagangan dan keuangan internasional, berbagai negara, perusahaan dan
lembaga baik di pusat maupun di daerah, khususnya yang memiliki kemampuan dan sarana
penunjang, dapat memperluas jangkauan pengaruh pasarnya hingga menjangkau bagian lain
dunia dengan cara yang jauh lebih ekonomis dan singkat.
Berkaitan dengan pembangunan Iptek nasional, UNDP dalam Human Development
Report (2001) memperkenalkan konsep global technology hub atas inovasi teknologi, yang
didefinisikan sebagai lokasi yang paling aktif di dalam era digital dalam pengembangan inovasi
teknologi. Berdasarkan survei oleh UNDP tahun 2000 terhadap pemerintah lokal, industri dan
media, lokasi inovasi diranking dari 1 - 4 untuk 4 bidang besar:
a. Kemampuan lembaga riset dan universitas untuk melatih pekerja ahli atau
mengembangkan teknologi.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
b. Keberadaan perusahaan yang mapan atau perusahaan multinasional dalam
menumbuhkan keahlian dan stabilitas ekonomi.
c. Populasi para enterpreneur untuk bergerak memulai perusahaan ventura baru.
d. Kemampuan modal ventura untuk menjamin, bahwa ide-ide teknologi baru dapat masuk
ke pasar.
Dari survei tersebut dideteksi 46 teknologi hub di seluruh dunia. Dari 10 besar (nilai di
atas 13) pertama 5 hub (pusat inovasi) berada di AS (Silicon Valley, Boston, Raleigh-Durham-
Chapel Hill, Austin, San Fransisco). Nilai sempurna (nilai 16) dimiliki oleh Silicon Valley, AS.
Benua terbanyak memiliki hub adalah Amerika (16), menyusul Eropa (15) dan Asia (11). Hal-
hal yang menarik adalah data berdasarkan benua, ternyata Kuala Lumpur (Malaysia) dan
Singapura termasuk 2 dari 10 hub di Asia. El Ghazala, Tunisia juga termasuk salah satu dari
hub global ini.
Perkembangan global penting di negara-negara yang berpengaruh dalam bidang Iptek
yang berhubungan dengan Indonesia perlu diungkap. Salah satunya adalah China.
Perkembangan China dalam menyerap investasi berbagai negara besar sangat mengagumkan.
Pembangunan infrastruktur ekonomi, SDM yang berlimpah dan murah, iklim investasi yang
ramah membuat China menjadi salah satu negara yang sangat efisien bagi industri
manufaktur. Produk-produk industri China membanjiri pasar global termasuk Indonesia,
dengan harga yang relatif murah. Kemajuan Iptek China juga tumbuh dengan sangat luar
biasa. Tiga lokasi global hub inovasi teknologi dimiliki China yakni Taipei, Hsinchu dan Hong
Kong. Taipei menempati peringkat 10 di atas Bangalore dan satu tingkat di bawah San
Fransisco. Indonesia memiliki hubungan dengan Taiwan sebatas hubungan ekonomi,
perdagangan, investasi dan sosial budaya sesuai dengan kesepakatan ketika pemulihan
hubungan diplomatik 1990. Taiwan adalah partner dagang dan investor yang cukup signifikan
kontribusinya terhadap pembangunan Indonesia, termasuk wisatawannya. Taiwan juga
memiliki kemampuan high-tech yang diperlukan oleh Indonesia dalam kerangka transfer
teknologi.
Pengaruh global lain adalah Jepang yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Hingga tahun 2005, volume perdagangan kedua negara mencapai US$25 milyar (ekspor US$
18 milyar, impor US$ 7 milyar dengan surplus US$ 11 milyar). Masuknya bantuan pemerintah
Jepang diikuti oleh masuknya investasi dari kalangan swastanya. Sampai sebelum kemunculan
China selaku sasaran investasi Jepang, Indonesia masih merupakan tujuan utama investasi
Jepang di Asia. Sejak 1967 hingga 2005, investasi Jepang terkonsentrasi di sektor manufaktur
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
non-migas, sehingga memberikan manfaat langsung bagi Indonesia, karena meski padat
modal, namun bersifat padat karya dengan teknologi bervariasi mulai dari menengah sampai
teknologi tinggi (alas kaki, tekstil, pakaian jadi, kulkas, radio/tape recorder, vcd/dvd player,
microwave, televisi, sepeda motor, mobil, dll). Sementara investasi negara maju lain
kebanyakan terkonsentrasi hanya di sektor migas, yang padat modal dan teknologi tinggi,
namun tidak padat karya.
India sangat mendorong pengembangan industri jasa dan informasi teknologi yang
terpusat di Bangalore. Dengan kemampuan outsourcing dan pemrosesan data yang dimiliki,
Bangalore bahkan disebut-sebut sebagai Silicon Valley kedua. Sumber daya manusia bidang
teknologi informasi yang melimpah di India membuat Bangalore menempati posisi 11 dari
peringkat global hub inovasi Iptek yang disusun UNDP (2001). Secara khusus, bidang-bidang
kerjasama antara Indonesia dan India meliputi kerjasama politik dalam bentuk dukungan di
berbagai bidang, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sains dan teknologi dalam bentuk
kerjasama teknologi ruang angkasa, tenologi nuklir, satelit, bioteknologi, kerjasama teknik
lainnya dalam bentuk beasiswa, pendidikan dan pelatihan di berbagai bidang. Seluruh
kerjasama ini dibicarakan dan disepakati dalam wadah Forum Konsultasi Bilateral dan Komisi
Bersama antara Indonesia dan India yang telah dimulai sejak tahun 2003. Kerjasama yang
perlu ditingkatkan adalah pada bidang-bidang strategis (seperti pertahanan keamanan, energi,
ekonomi, Iptek dan pendidikan) dan tidak hanya terjebak dalam tataran teknis/sektoral seperti
yang telah dicapai selama ini. Untuk dapat mencapai kepentingan di bidang-bidang strategis
tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan kerjasama bilateral dan regional secara lebih
efektif.
Dalam lingkup regional lembaga multilateral yang perlu dicermati adalah ASEAN.
Indonesia berpandangan bahwa ASEAN merupakan salah satu soko guru politik luar
negerinya. Bagi Indonesia, kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai dan kondusif
ditinjau dari berbagai aspek merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan di
dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pendekatan lingkaran-lingkaran konsentris yang
digunakan oleh Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Perihal kepemimpinan
Indonesia di dalam ASEAN, dapat dikemukakan bahwa berdasarkan kondisi objektif, potensi
kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara masih tetap besar. Namun Indonesia
berkeyakinan bahwa kepemimpinan yang bijak adalah kepemimpinan yang tidak dipaksakan,
melainkan yang diraih melalui kualitas diplomasi dan kontribusi konkrit Indonesia kepada
kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa sejak 1997/1998, dengan
dicurahkannya perhatian pada proses reformasi politik dan penanggulangan krisis ekonomi
dalam negeri, telah terdapat dampak yang kurang menguntungkan terhadap peran Indonesia
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
dalam ASEAN. Namun demikian, seiring dengan pemulihan kondisi dalam negeri, maka dalam
kurang lebih dua tahun terakhir, Indonesia telah mampu meningkatkan kembali perhatiannya
kepada ASEAN. Upaya-upaya untuk meningkatkan peran Indonesia di ASEAN akan terus
dikembangkan.
Dengan perkembangan Iptek di negara tetangga yang sudah cukup maju, seperti di
Singapura dan Malaysia - dua negara ini termasuk sebagai lokasi global hub inovasi teknologi -
Indonesia perlu lebih menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini penting untuk memacu
semangat untuk bersaing secara positif dengan negara tetangga. Bila tidak, maka nilai tambah
dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negara kita akan lebih banyak dinikmati oleh
negara tetangga tersebut melalui jasa teknologi. Belum lagi dengan akan berlakunya Pasar
Bebas ASEAN 2015, tekanan kompetisi dalam regional ini semakin tinggi. Bila tidak disikapi
dengan penuh keseriusan, maka bangsa kita akan tertinggal dan hanya akan mendapat beban
dan kerugian dari dibukanya Pasar Bebas ASEAN tersebut.
Bagi Negara berkembang, globalisasi menawarkan perspektif baru bagi integrasi
ekonomi dan kemungkinan perbaikan kinerja ekonomi, antara lain:
Multilateralisme: Merupakan forum terbaik untuk menangani berbagai permasalahan
global. Untuk itu, berbagai upaya global telah dilakukan di berbagai forum seperti PBB,
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan lembaga-lembaga Bretton Woods (Bank
Dunia dan IMF). Telah di sepakati berbagai agenda pembangunan global seperti UN
Millenium Development Goals (MDGs), WTO Doha Developtment Agenda, the Monterrey
Consensus on Financing for Development maupun Johannesburg Declaration on
Sustainable dan Johannesburg Plan of Implementation.
Millennium Development Goals (MDGs): Berisi berbagai komitmen dan target yang
harus dicapai masyarakat internasional dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang
berkelanjutan. Melalui Millennium Summit, para pemimpin dunia menegaskan, bahwa
berbagai manfaat globalisasi seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan
berkelanjutan, peningkatan standar hidup, penciptaan lapangan kerja dan pemberian
manfaat yang besar bagi umat manusia dari peningkatan teknologi harus dikelola
melalui upaya bersama dan tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar semata.
Pendanaan bagi pembangunan: Pada sektor keuangan, Monterrey Consensus,
mengenai pendanaan bagi pembangunan yang disahkan pada tahun 2002, merupakan
inisiatif internasional dalam menanggulangi tantangan bagi pemenuhan kebutuhan dana
pembangunan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Konsesnus ini
menyentuh berbagai isu seperti mobilisasi sumber keuangan domestik dan internasional,
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
serta kerjasama teknik dan keuangan internasional termasuk Official Development
Assistant (ODA) dan isu-isu hutang luar negeri.
Peluang yang muncul secara nasional adalah membaiknya perekonomian nasional
Indonesia. Diperkirakan antara tahun 2007 – 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan
laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun. Semangat reformasi dapat dijadikan momentum
untuk mengadakan perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya
pembangunan Iptek. Pesatnya kemajuan Iptek pada dua dasawarsa terakhir memberikan
sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan Iptek yang bisa didayagunakan dan
dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi dan daya saing bangsa.
Kecenderungan global perkembangan Iptek dapat dipantau dan diantisipasi secara terus-
menerus dalam rangka seleksi, adaptasi, dan pemfokusan penerapan teknologi yang sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan
terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin
meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki
QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas;
meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang dan jasa yang bernilai
kompetitif (mampu bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan.
Globalisasi mengandung resiko dan tidak jarang mengakibatkan kerugian ekonomi dan
sosial yang berat, misalnya: (a) Keterbukaan pasar modal global dapat membuat pasar
keuangan dalam negeri rentan gejolak yang mendadak, (b) Banyak negara berkembang
menjadi tersisih (marginalized) karena tidak diperlukannya buruh yang tidak terdidik dan
turunnya pendapatan riil, (c) Adanya jurang pemisah kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi karena kelangkaan sumber dana untuk meningkatkan kemampuan tersebut di
negara berkembang, (d) Keadaan itu menyebabkan banyak negara berkembang kembali
mencoba bertumpu pada ekspor produk komoditas primer yang bernilai tambah rendah.
1.3. Potensi dan Permasalahan
1.3.1. Potensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan rangkaian dari 17.502 pulau
besar dan kecil yang dinyatakan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 1985 sebagai negara
kepulauan (Archipelagic State), dari Sabang hingga Merauke, yang hampir sama panjang
dengan Benua Amerika, dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa dan terdiri dari 100
suku dengan 583 bahasa daerah dan beragam keyakinan dan budaya.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, maka Indonesia
mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi negara maju, karena mempunyai modal
pembangunan yang siap diolah. Kekayaan hutan nasional hanya kalah dari Brasil. Sebagai
negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang
tidak dimiliki oleh negara lain di dunia. biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan,
serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi dan obat-obatan.
Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dapat
menjadikan populasi penduduk tersebut sebagai aset human capital. Jumlah angkatan kerja
Indonesia yang masih mendominasi populasi, dapat digunakan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Kekayaan sumberdaya alam dan populasi yang besar, apabila dikelola
dengan baik, akan menjadi modal pembangunan yang jarang dipunyai oleh negara lain.
Perguruan tinggi (PT), lembaga litbang dan industri menjadi pihak-pihak yang
kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis
sumberdaya alam tersebut. Tahun 2009, jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) sebanyak 82
dan perguruan tinggi swasta (PTS) sebanyak 2556 merupakan sarana untuk menghasilkan
SDM yang berkualitas, dan dapat didorong menjadi universitas riset yang menghasilkan
inovasi-inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh industri nasional. Demikian juga lembaga riset
non-kementerian (LPNK) dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi serta lembaga-
lembaga riset departemen merupakan sarana untuk mengembangkan dan mendorong
pemanfaatan teknologi.
Faktor lain yang juga sangat penting dalam mendukung investasi dan pertumbuhan
ekonomi adalah keamanan. Kondisi keamanan nasional saat ini sangat baik, meskipun masih
ada beberapa gerakan separatis di beberapa daerah. Keberhasilan Polri membongkar kasus
terorisme serta kasus-kasus tindak kriminal lain yang meresahkan masyarakat dan pengusaha
beberapa waktu yang lalu, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk iklim usaha dan
investasi dari dalam maupun luar negeri. Investasi baru akan memberikan peluang bagi adopsi
teknologi baru. Hal ini akan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi di sektor produksi,
dan meningkatkan pemanfaatan hasil riset dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan
industri.
Pembangunan Nasional, pada hakekatnya adalah upaya pemenuhan atas kepentingan
nasional, yakni kepentingan keamanan nasional dan peningkatan kesejahteraan, yang
sekaligus merupakan aspirasi masyarakat Indonesia, baik secara individual maupun sosial,
yang beragam dan menempati wilayah yang luas tersebut. Dalam sudut pandang ini, ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah sebuah instrumen (tool) yang membantu agar proses
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
pembangunan nasional berjalan lancar, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan
peradaban, untuk kemudian demi terwujudnya stabilitas nasional yang kondusif.
1.3.2. Permasalahan
Berdasarkan peringkat daya saing yang diberikan oleh World Economic Forum (WEF),
Indonesia menempati posisi ke-54 dari 133 negara pada tahun 2009. Salah satu elemen yang
menentukan tingkat daya saing adalah inovasi, di mana Indonesia menempati posisi 40 dari
133 negara. Posisi ini menunjukkan bahwa kemampuan Iptek nasional belum sepenuhnya
memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing dalam bentuk total factor productivity
(TFP). Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya saing Indonesia disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain pada tataran makro terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) Tidak
kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) Buruknya kualitas kelembagaan publik sebagai
fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi
untuk menunjang peningkatan produktifitas; dan pada tataran mikro, terdapat 2 (dua)
faktor, yaitu: (a) Rendahnya efisiensi produksi; dan (b) Lemahnya iklim persaingan usaha.
Secara lebih mendasar faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya daya
saing nasional dari sisi pengembangan teknologi antara lain adalah: 1) Ketergantungan produk
industri serta sarana dan prasarana kebutuhan nasional seperti pertahanan dan yang lainnya
terhadap impor masih sangat tinggi; 2) Lemahnya kualitas SDM dan penguasaan serta
pengembangan teknologi penunjang industri, sehingga sulit diharapkan tercapainya
peningkatan produktivitas melalui inovasi-inovasi teknologi. Rendahnya kandungan dalam
negeri produk-produk industri nasional adalah akibat lemahnya struktur industri utama dalam
membangun industri-industri penunjang dan pemasok bahan baku/antara (intermediate) di
dalam negeri, lemahnya upaya pengembangan produk, serta tidak adanya koordinasi lintas
sektoral yang baik, sehingga tuntutan terhadap kebutuhan litbang dan teknologi sangat
minim.
Dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa dilihat dari sudut pandang:
kelembagaan, sumber daya, jaringan, relevansi dan produktivitas litbang, serta
pendayagunaan Iptek.
a. Kelembagaan Iptek
Pembangunan Kelembagaan Iptek (orgaware), yaitu struktur organisasi, tata-laksana,
kultur, dll., telah dilaksanakan secara berkesinambungan sampai dengan periode 2005-2009.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Namun dirasakan masih harus ditingkatkan, agar kelembagaan Iptek dapat mengokohkan
Sistem Nasional Iptek (SINas Iptek) dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan
negara. Sistem insentif, penghargaan dan budaya masyarakat yang kondusif dalam
pengembangan IPTEK masih perlu ditingkatkan. Sementara itu, sistem inovasi yang
mendorong tumbuhnya daya saing dan berkembangnya industri/ekonomi berbasis IPTEK
belum tumbuh dengan kokoh. Hal ini diindikasikan sbb.:
1. Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Ristek secara umum masih menghadapi
kendala eksternal seperti: LPNK Ristek masih diperlakukan sebagai lembaga
pemerintah umum lain, tanpa kualifikasi sebagai lembaga litbang dengan kebutuhan-
kebutuhan yang khusus. Dengan mekanisme pendanaan pemerintah yang ada
sekarang, lembaga litbang kurang termotivasi untuk bekerja sama dengan pihak luar
untuk menunjang pengembangan teknologi industri. Lemahnya keterkaitan antara
lembaga litbang dengan sisi permintaan akibat perubahan teknologi industri yang
sangat cepat sukar diikuti oleh lembaga riset karena keterbatasan SDM. Sistem
operasional LPNK Ristek yang kurang memberi peluang untuk menjalin kaitan aktif
dengan sektor swasta, tidak adanya sistem insentif yang mendorong LPNK Ristek
untuk menjalin kaitan dengan pihak swasta, tidak adanya kaitan yang jelas antara
LPNK Ristek dengan kebijakan industri nasional dalam rangka seleksi proyek,
kecenderungan LPNK Ristek berorientasi terbatas pada industri strategis juga masih
menjadi kendala (Thee, 1997).
2. Dari segi organisasi, KRT sebagai kementerian yang ditugasi mengkoordinasikan
LPNK Ristek di bawahnya, memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Bergantung pada
orientasinya baik ke arah riset dasar maupun teknologi industri, beberapa negara
memiliki bentuk yang berbeda-beda. Beberapa negara menggabungkan Kementerian
Ristek mereka dengan Departemen Pendidikan atau Dirjen Perguruan Tinggi,
sementara negara lain menggabungkan Kementerian Ristek dengan Departemen
Perindustrian. Penggabungan kantor Kementerian Ristek seperti ini memang
menguntungkan dari aspek koordinasi, sehingga mempertajam fokus dan
memudahkan implementasi. Di sisi lain, masalah yang mungkin muncul adalah aspek
tumpang-tindih program di antara LPNK-LPNK Ristek, termasuk juga tumpang-tindih
anggaran. Karenanya konsolidasi dan koordinasi kelembagaan dan program Iptek,
baik antara KRT dengan LPNK-LPNK Ristek, KRT dengan kementerian terkait, dan
keterkaitan antara lembaga riset - perguran tinggi - dunia usaha dan antara pusat dan
daerah menjadi penting.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
3. Dari segi kualitas, survei WEF pada tahun 2007 memperlihatkan bahwa kualitas
lembaga riset Iptek, Indonesia menempati posisi ke-28, sebuah peringkat yang cukup
baik. Namun sayangnya, posisi ini menurun pada tahun 2009, menempati posisi ke-43
dari 133 negara. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN
lainnya, maka posisi Indonesia ini masih cukup baik, bahkan melampaui Thailand, yang
berada pada posisi ke-60. Malaysia dan Singapura berada di atas Indonesia pada
peringkat ke-28 dan ke-12.
4. Selama kurun waktu 2005-2009, berbagai sistem insentif untuk peneliti dan badan
usaha telah dikembangkan, salah satunya dan yang cukup signifikan adalah dengan
diterbitkannya PP. 35/2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha
untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi. PP ini
dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha
nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam
meningkatkan kapasitas kemampuan Iptek-nya, PP ini dapat menjadi pemicu bagi
penguatan inovasi teknologi di level industri. Namun demikian, berbagai insentif dan
kondisi yang kondusif bagi swasta perlu terus dikembangkan pemerintah, sehingga
swasta tertarik untuk melaksanakan upaya peningkatan kemampuan teknologinya.
5. Untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan masyarakat, sekaligus
mengokohkan budaya Iptek di kalangan peneliti, berbagai penghargaan, acara-acara,
pameran ilmiah, dan sarana dan prasarana bagi sosialisasi Iptek telah dikembangkan.
Penghargaan peneliti terbaik, Harteknas yang diperingati setiap tahun, pameran Ritech
Expo setiap tahun, Wisata Iptek dan Jambore Iptek, Rakornas Iptek tahunan, berbagai
olimpiade sains untuk pelajar dan mahasiswa, pengelolaan pusat peragaan Iptek, dan
lain-lain adalah berbagai upaya untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan
masyarakat. Kemudian dengan diterbitkannya Inpres No. 4 Tahun 2003 tentang
Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan
Nasional (Jakstranas) Iptek, Jakstranas Iptek memberikan arahan yang jelas terutama
dalam upaya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam menentukan dan
melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di
bidang Iptek. Namun berbagai upaya sosialisasi kebijakan ini dirasakan masih belum
cukup. Secara umum, budaya bangsa masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang
mempunyai sifat penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola pikir
masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar
memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada. Budaya miopis (cari
untung cepat), instant, hedonis, masih kental mewarnai secara umum masyarakat kita.
Selain itu budaya penelitian, sebagai pondasi kelembagaan ristek, masih rapuh.
Pendidikan kita masih belum berhasil membudayakan rasa ingin tahu siswa, budaya
belajar, dan apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah. Masih muncul budaya
sekedar ingin cepat lulus, plagiarisme, mengejar gelaran, mengejar nilai, dll., yang
secara umum lebih mementingkan simbol daripada isi, ijasah dari pada kualitas.
6. Sampai dengan tahun 2009 terjadi penguatan regulasi/ kerangka kebijakan
pembangunan Iptek yang patut diapresiasi. Setelah amandemen ke - 4 UUD 1945,
dimana di dalam salah satu pasalnya tercantum Visi Pembangunan Iptek Nasional,
pada tahun 2002 diundangkan UU No.18/tahun 2002 tentang Sistem Nasional Iptek,
yang menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek. Kemudian dari tahun 2005 –
2009 dihasilkan 4 PP turunan dari UU. No.18 tahun 2002, yakni: (1) PP No. 20 Tahun
2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang
mengamanatkan agar hasil – hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan
Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan
perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara; (2) PP 41/2006 tentang perizinan
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing,
lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing
yang mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan
melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia; (3) PP 35/2007 tentang
pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan
perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi yang dirancang untuk memajukan
pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah
sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas
kemampuan Ipteknya, maka PP ini dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan
inovasi teknologi di level industri; (4) PP No. 48/2009 tentang perizinan pelaksanaan
kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang beresiko tinggi dan berbahaya yang dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan
kegiatan litbang dan penerapan Iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya bagi
masyarakat dan lingkungan hidup. Semua ini memperlihatkan mantapnya struktur
kebijakan pembangunan Iptek nasional.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
7. Dalam kaitannya dengan sinergi kelembagaan Iptek, pembangunan Iptek nasional
saat ini masih harus ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini
misalnya belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek dalam sistem inovasi yang
ada. Mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas
penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna Iptek dalam sistem inovasi masih belum
berkembang dengan baik. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur
Iptek, seperti institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek
menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.
Integrasi Iptek di sektor riset-khususnya lembaga riset pemerintah - dengan industri di
sektor produksi masih belum menyatu dalam sebuah harmoni. Dengan kata lain
pembangunan Iptek di sisi penyediaan (supply side) dengan pembangunan di sisi
permintaan (demand side) masih belum terintegrasi.
b. Sumberdaya Iptek
Pembangunan Sumberdaya Iptek, seperti pengelolaan SDM Iptek, sarana dan prasarana
Iptek, informasi Iptek, kepemilikan paten, dan besarnya anggaran bidang Iptek sampai hari ini
telah berjalan dengan baik, meski tidak semasif masa-masa sebelum Reformasi. Secara umum
pembangunan sumber daya Iptek Indonesia saat ini masih relatif lemah, karenanya dirasakan
harus ditingkatkan, agar kelembagaan Iptek dapat mengokohkan sistem nasional Iptek dan
berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Hal ini diindikasikan dengan :
1. Prosentase penduduk berpendidikan tinggi (Strata 1 ke atas) di Indonesia sangat rendah
dibanding dengan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, bahkan India dan China.
Tingkat pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan dari 9,5 % pada
tahun 1990 menjadi 17,5 % pada tahun 2007, Angka ini masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan Malaysia (30,2%), Singapura (55,6%), Thailand (48,3%) dan Filipina
(28,5%), meski lebih tinggi dari Vietnam (15,9%). 3
2. Jumlah SDM Iptek Indonesia sangat sedikit dibanding negara-negara maju, tetapi masih
lebih besar dibanding beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Pada tahun
2004, jumlah SDM Iptek di Indonesia mencapai 43.779 orang. Jumlah ini masih lebih
besar dibandingkan dengan Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Jumlah
peneliti di litbang/juta orang penduduk Indonesia mencapai angka 207, angka ini
menunjukkan masih rendahnya jumlah peneliti dalam populasi penduduk di Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kecuali Vietnam (115) dan Filipina (48). Dari
3 UNESCO, 2008
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
data itu, keberadaan SDM Iptek di lembaga pemerintah sebesar (85%), sedangkan SDM
Iptek di industri hanya sekitar 15%. Artinya mayoritas SDM Iptek kita berada di lembaga
riset pemerintah.4
3. Dari aspek ketersediaan ilmuwan dan engineer, maka pada tahun 2007 menurut WEF
Indonesia menempati posisi ke-27, sedikit menurun di tahun 2008 dan 2009 pada
peringkat ke-31. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN
lainnya, maka ketersediaan ilmuwan dan engineer di Indonesia ini relatif baik, bahkan kita
menempati posisi di atas Malaysia, dengan peringkat ke-33. Di ASEAN kita tepat berada di
bawah posisi Singapura yang menempati posisi ke-14.
4. Anggaran pemerintah untuk riset Iptek sangat kecil dibanding dengan negara-negara lain
di ASEAN sekalipun. Rasio anggaran Iptek nasional terhadap PDB terus menurun dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2006, total belanja litbang sebagai persentase
dari PDB Indonesia sebesar 0,05 % angka ini lebih rendah dari Filipina, Vietnam, Thailand,
Malaysia dan Singapura, artinya terendah se - ASEAN. Anggaran litbang Vietnam saja
hampir 4 kali lipat dari anggaran litbang kita.5
5. Dari aspek penyediaan dana perusahaan untuk litbang, Indonesia pada tahun 2007
menempati posisi ke-27. Kemudian secara fluktuatif kembali pada posisi ke-28 di tahun
2009. Dibanding negara tetangga, posisi Indonesia cukup baik, berada di atas Filipina dan
Thailand, namun sedikit di bawah Malaysia, peringkat ke-19. Secara umum 70% dana
litbang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara kontribusi swasta dalam litbang di
Indonesia hanya sekitar 30%. Kondisi ini terbalik dengan negara yang relatif maju seperti
Korea Selatan atau Jepang, dimana kontribusi anggaran swasta untuk riset mencapai 80%,
dan anggaran riset pemerintah hanya 20% dari total anggaran riset nasional.6
6. Kondisi sarana dan prasarana Iptek yang menonjol khususnya sebelum krisis ekonomi
tahun 1998 - terlihat dari beroperasinya delapan wahana industri (sebagai vehicle bagi
transformasi industri) yaitu industri penerbangan, industri maritim dan perkapalan, industri
alat transportasi darat, industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri
rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri pertahanan keamanan, yang
kesemuanya berbentuk sepuluh BUMN Industri Strategis, yakni PT IPTN (pesawat
4 World Bank, 2009
5 World Bank, 2009
6 World Bank, 2009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
terbang), PT PAL (kapal laut), PT PINDAD (peralatan rekayasa), PT Krakatau Steel (baja),
PT INKA (kereta api), Perum Dahana (eksplosif komersil), PT INTI (telekomunikasi), PT
LEN (elektronik), PT BARATA (industri rekayasa berat), dan PT BBI (turbin, mesin). Sejak
krisis ekonomi tahun 1998 secara relatif pembangunan sarana dan prasarana Iptek
terhenti. Bahkan, masalah pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan-peralatan canggih ini
menjadi isu yang menonjol. Sekarang ini pemikiran yang berkembang adalah bagaimana
mengoptimasikan potensi yang ada, yakni SDM, biaya perawatan, dengan program Iptek,
serta peluang spin-off di luar tugas pokok lembaga. Dengan kata lain posisi pembangunan
sarana dan pra-sarana Iptek berada pada status ”defensif”.
c. Jaringan Iptek
Pembangunan Jaringan Iptek secara berkesinambungan terus dilaksanakan dalam
periode waktu 2005-2009. Dengan berdirinya Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah,
hal ini menuntut terbentuknya jaringan Iptek yang semakin luas dan kompleks, yakni bukan
hanya jaringan antar lembaga riset - perguruan tinggi - badan usaha atau jaringan antar
sektor, namun juga jaringan Iptek antar pusat dan daerah serta jaringan internasional,
termasuk jaringan informasi dan SDM. Karenanya dirasakan, bahwa jaringan Iptek ini masih
relatif lemah dan perlu terus dikuatkan. Sinergi kebijakan terkait pembangunan Iptek antara
stake-holder yang ada masih belum kokoh. Hal-hal tersebut diindikasikan dengan:
1. Kinerja kerjasama riset antara universitas - industri di Indonesia pada tahun 2007
menurut evaluasi WEF ditempatkan pada posisi ke-64. Angka ini terus membaik secara
signifikan. Pada tahun 2008 peringkat ini meningkat ke posisi 54, dan bahkan secara
fantastik pada tahun 2009 kerjasama riset antara universitas-industri di Indonesia dinilai
WEF menempati posisi ke-43. Kinerja ini dibandingkan dengan capaian negara tetangga
ASEAN relatif baik. Indonesia menempati peringkat di atas negara Vietnam, Filipina, dan
bahkan Thailand, peringkat ke-44, meski masih di bawah Singapura dan Malaysia, yang
menempati peringkat ke-4 dan 22. Namun demikian, koordinasi pembangunan Iptek
khususnya antar stake-holder di luar LPNK ristek masih belum menampakkan soliditas
dan produktivitas yang memadai. Berbagai forum koordinasi Iptek baik sektoral, nasional,
maupun regional perlu terus dikembangkan.
2. Kemudian juga teramati lemahnya sinergi kebijakan Iptek intra institusi/aktor
pengembang Iptek (LPNK ristek, lembaga riset departemen teknis, industri dan
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
perguruan tinggi), serta antar institusi pengembang Iptek dengan pengguna Iptek.
Lemahnya sinergi kebijakan Iptek ini, menyebabkan kegiatan Iptek baik dari segi kualitas
dan skalanya belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang
pendidikan, industri, dan Iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas
yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan
belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di samping itu kebijakan
fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan Iptek.
3. Pada tahun 2006, FDI (Foreign Direct Invesment) Inward Indonesia sebagai persen
dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia,
Filipina, Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara tersebut. Singapura
memiliki FDI Inward sebagai persen dari GDP yang terbesar diantara negara-negara
tersebut yaitu sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing, Indonesia secara
perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada tahun 2008. 7
4. Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-85
dari 131 negara. Capaian ini menurun secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun
menjadi peringkat ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi ke-87.
Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi sedikit lebih baik dibanding
Filipina, peringkat ke-106. Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih
baik. Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam aspek penggunaan
internet menempati posisi ke-15 dari 133 negara yang disurvei WEF. Sementara untuk
penggunaan internet pita lebar (broadband), peringkat Indonesia berada pada posisi
ke-101. Dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah.
Vietnam dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89. Sementara Thailand
dan Malaysia berada pada peringkat ke-78 dan ke-55.8
d. Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek
Penguasaan Iptek melalui Riset dan Pengembangan (litbang), perekayasaan serta
pemanfaatan Iptek nasional terus digulirkan pemerintah dalam periode pembangunan
2005-2009. Namun dibandingkan dengan laju peningkatan litbang negara lain, harus diakui
bahwa capaian kita masih lemah. Kontribusi litbang Iptek bagi pemercepatan pencapaian
7 , UNCTAD, 2009
8 , UNDP, 2009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
tujuan negara masih harus ditingkatkan, misalnya saja tercermin dari indikator-indikator
pembangunan Iptek sbb.:
1. Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah internasional dan
paten masih sangat rendah, hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per
tahun9. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), jumlah paten
internasional Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun
2008 jumlah paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718 (4,14 % dari
seluruh paten yang terdaftar). Hal ini menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia
juga semakin dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing.
2. Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di Kantor Paten Amerika Serikat
sebesar 19 paten lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia (168), Singapura (450),
Filipina (22) dan Thailand (40)10
Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek, data WEF 2009
memperlihatan, bahwa ketersediaan teknologi mutakhir di Indonesia semakin
menurun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara, menjadi
posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di antara negara-negara ASEAN Indonesia
berada di atas Vietnam (posisi ke-75) dan Philipina (87), tetapi jauh di bawah Singapura
(3), Malaysia (24), Thailand (36).
e. Pendayagunaan Iptek
Pendayagunaan IPTEK dalam berbagai bidang pembangunan untuk pemercepatan
pencapaian tujuan nasional, yakni dalam bidang hankam, kesejahteraan rakyat, pelayanan
publik dan pengokohan daya saing ekonomi terus-menerus dilakukan selama kurun waktu
2005-2009. Namun dirasakan, bahwa kontribusi Iptek dalam pemercepatan pencapaian tujuan
negara masih terbatas dan perlu terus ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan indikator-
indikator sbb.:
1. Dari segi jumlah produk riset yang terkomersialisasi, ternyata sebanyak 85%-nya
berasal dari produk riset di departemen teknis. Kontribusi produk riset yang
dikomersialisasi dari LPNK Ristek hanya 15%-nya saja (LIPI, 2007). Data ini
memperlihatkan, bahwa lembaga riset departemen lebih produktif dalam komersialisasi
hasil litbang mereka daripada LPNK Ristek.
9 , SCORPUS, 2009
10 USPTO, 2008/2009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
2. Dari aspek perolehan paten sederhana (utility patent), pada tahun 2007, sesuai
dengan survei WEF, Indonesia menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif
mengalami perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati peringkat ke-84.
Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia menempati posisi ke-87. Di antara negara
tetangga, peringkat kita berada di bawah Singapura (11), Malaysia (29), Thailand (68),
dan bahkan Filipina (78).
3. Ekspor teknologi tinggi sebagai persen ekspor manufaktur Indonesia mengalami fluktuasi
mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 ekspor teknologi tinggi
sebagai persen dari ekspor manufaktur Indonesia sebesar 11%, masih lebih rendah
dibandingkan dengan Singapura (46%), Malaysia (52%), Thailand (27%), dan Filipina
(54%), namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (5,6% tahun 2006).
4. Dalam aspek penyerapan teknologi pada tingkat perusahaan, dari tahun 2007 sampai
tahun 2009 menampilkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2007 Indonesia
berada pada posisi ke-67 dan terus meningkat dua tangga di tahun 2009 menjadi ke
peringkat ke-65. Posisi ini lebih rendah dibandingkan Malaysia (37), Singapura (13),
Thailand (61), Filipina (54) dan Vietnam (51).
5. Pendayagunaan Iptek di bidang Hankam sejak krisis ekonomi tahun 1998 menurun. Ini
ditandai dengan menurunnya kinerja industri strategis (BUMNIS). PT. DI
memberhentikan ribuan karyawannya. DPIS (Dewan Pengelola Industri Strategis),
bahkan kemudian BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) dibubarkan. PT BPIS yang
merupakan holding company dari BUMN industri strategis menyusul dibubarkan. PT
Barata, BBI, Pindad dll. kondisinya memprihatinkan. Berbagai laboratorium uji di kawasan
PUSPIPTEK yang dirancang untuk menudukung industri strategis harus berpikir keras
untuk menutupi biaya pemeriharaan alat dan SDM. Akhir-akhir ini PT Pindad mulai
bergeliat dengan mengembangkan alutsista.
6. Pendayagunaan Iptek untuk layanan dan kesejahteraan publik, secara konstan
menampilkan peran yang konsisten meski dapat dikatakan marjinal. Pengembangan
satelit oleh LAPAN; pengembangan perangkat Tsunami Early Warning System (TEWS)
untuk bencana tsunami; prediksi pasang surut laut tahunan oleh BAKOSURTANAL yang
dapat mengurangi korban bencana akibat laut pasang; aplikasi e-goverment untuk
menunjang proses pemerintahan dan pemilu; aplikasi teknologi ramah lingkungan,
pengolahan sampah, limbah dan air; teknologi utuk mitigasi bencana; serta berbagai
riset untuk ketahanan pangan dan energi. Pelaksanaan litbang dan pendayagunaan iptek
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
selama periode 2005-2009 cukup baik, namun skalanya tidak terlalu masif, sehingga
tidak nampak secara nasional, maupun bila dikomparasi dengan negara-negara tetangga.
Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap kondisi pembangunan iptek nasional
saat ini, sebagaimana yang dibahas di atas, terlihat bahwa pembangunan Iptek nasional kita
masih belum optimal dan masih mengalami berbagai kendala dari aspek kemampuan
kelembagaan, sumber daya, dan jaringan, relevansi dan produktivitas Iptek, serta
pendayagunaannya secara luas, sehingga kontribusinya terhadap pemercepatan
pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara secara umum masih belum
maksimal. Bila dianalisis lebih dalam dan ditarik akar permasalahannya, maka pokok-pokok
persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka meningkatkan pembangunan Iptek nasional
ke depan adalah sebagai berikut:
a. Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi penyediaan (supply
side) berupa pengelolaan teknostruktur yang baik. Dimana masih terbatasnya
kemampuan kelembagaan Iptek (organisasi, regulasi, koordinasi, intermediasi, sistem
inovasi, budaya), sumber daya Iptek (berupa SDM, anggaran, dan sarana dan
prasarana termasuk perpustakaan dan sistem informasi Iptek), jaringan Iptek (sinergi
kebijakan inter sektor, antar sektor, antar stake holder, antar kementerian, antar pusat
dan daerah, dll.), relevansi dan produktivitas Iptek, serta pendayagunaan Iptek
dalam berbagai bidang pembangunan.
b. Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi permintaan (demand
side). Lemahnya minat dan kontribusi swasta bagi pembangunan Iptek nasional, baik
keterlibatan dalam riset maupun pendanaan. Kegiatan Iptek masih didominasi oleh
lembaga riset pemerintah. PMA (Perusahaan Modal Asing) pada umumnya
melaksanakan riset di kantor pusat mereka. Sektor riil belum bergerak dengan baik.
Karakteristik industri kita masih didominasi produk dengan kandungan teknologi rendah,
berbasis SDA, terbatas pada teknologi produksi belum sampai pada teknologi
pengembangan produk apalagi riset, dan masih dalam tingkat kemampuan perubahan
kecil (incremental). Ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan sistem insentif
ekonomi.
c. Masih terbatasnya integrasi Iptek di sisi permintaan dengan sisi penyediaan:
Iptek kini tidak lagi menjadi mainstream; lemahnya sinergi kebijakan Iptek (berupa
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
integrasi program, koordinasi, harmonisasi kegiatan, dukungan anggaran, serta
intermediasi, yang terjadi baik intra lembaga/aktor penghasil Iptek, maupun antar
penghasil Iptek dengan pengguna Iptek atau secara umum lemahnya koordinasi dan
sinergi diantara stake holder pembangunan Iptek); masih lemahnya sosialisasi regulasi
yang telah ada; lemahnya budaya Iptek. Budaya bangsa secara umum masih belum
mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju,
unggul dan mandiri. Akibatnya sense of urgency terhadap pembangunan Iptek masih
lemah.
d. Persoalan-persoalan di atas secara langsung telah menghambat
pembangunan Iptek di Indonesia dan memperlemah kontribusinya bagi laju
pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara, karenanya perlu mendapat
perhatian serius dan penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 4 ayat (2),
Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) adalah: menangani urusan pemerintahan
dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah. Tugas
Pokok KRT adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di
bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas dimaksud,
Menteri Riset dan Teknologi menyelenggarakan fungsi:
c. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan
teknologi;
d. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan
teknologi;
e. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
f. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
g. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden.
Visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra ini disesuaikan dengan
tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi di atas.
2.1. Visi
Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan Iptek nasional, maka
pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi
yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang memberikan
pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi
dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan.
Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka
pembangunan Iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan kontribusi Iptek secara
langsung dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara.
Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek 2010 – 2014 adalah:
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban
Deskripsi Iptek untuk kesejahteraan dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang
dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri, membuka lapangan
pekerjaan baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan pendapatan
individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian bangsa.
Kemajuan Iptek mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan, perubahan iklim, ketahanan
pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan dan keamanan, dll, yang pada
akhirnya meningkatkan rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
Deskripsi Iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan dengan kemajuan Iptek
nasional yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan
budaya. Hasil-hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai economic
value, dan memberikan social impact yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal ini
akan tercermin dari meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi, jumlah
S3 per tahun yang dihasilkan Perguruan Tinggi dalam negeri, jumlah publikasi ilmiah
internasional dan indek sitasi, dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme
akan produk dalam negeri, dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan Iptek yang maju menempatkan Indonesia menjadi negara
yang bermartabat, yang berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara
lain di dunia. Kemajuan Iptek nasional juga akan menempatkan Indonesia menjadi negara
dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan budaya material dan non-material buah dari
penelitian, pengembangan dan pemanfaatan Iptek.
2.2. Misi
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan misi Kementerian
Riset dan Teknologi yaitu :
1. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan Iptek sebagai basis dalam
membangun daya saing, kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam
pergaulan internasional, serta mencapai kemajuan peradaban bangsa.
2. Memperkuat daya dukung Iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan negara, yakni
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; serta turut serta menjaga
ketertiban dunia.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Misi ini mencakup upaya menjawab permasalahan pembangunan Iptek saat ini dan
masa mendatang dalam aspek: kelembagaan Iptek, sumber daya Iptek, jaringan Iptek,
relevansi dan produktifitas Iptek, dan pendayagunaan Iptek.
2.3. Tujuan
Untuk mencapai visi dan misi Kementerian Riset dan Teknologi seperti yang
dikemukakan di atas, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang
lebih terarah dan operasional. Untuk meningkatkan kontribusi teknologi yang nyata terhadap
upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban, maka tujuan sebagai-
berikut harus dicapai:
1. Meningkatkan kemampuan litbang nasional;
2. Meningkatkan kontribusi iptek bagi pembangunan nasional.
2.4. Sasaran
Tujuan di atas akan dicapai apabila tercapai penguatan dalam unsur-unsur Sistem
Inovasi Nasional di sisi supply yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di
samping penguatan core business Iptek itu sendiri, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek
serta penguatan Pendayagunaan Iptek di kalangan pengguna baik masyarakat, pemerintah
maupun dunia industri.
Karena itulah, sasaran pembangunan Iptek ke depan adalah:
1. Tercapainya Penguatan Kelembagaan Iptek;
2. Tercapainya Penguatan Sumber Daya Iptek;
3. Tercapainya Penguatan Jaringan Iptek;
4. Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Iptek;
5. Meningkatnya Pendayagunaan Iptek.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
3.1.1. Arah Kebijakan Nasional
A. Pancasila
Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional serta falsafah/pandangan hidup bangsa,
Pancasila secara konsepsional mengandung nilai-nilai Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
Persatuan dan Kesatuan dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang harmonis serta
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjadi
landasan idiil yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman pada saat ini dan masa
mendatang khususnya dalam mendorong pembangunan Iptek nasional.
B. UUD 1945
UUD 1945 mengamanatkan:
1.“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia” (Pasal 31 ayat (5));
2.“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia” (Pasal 28 c ayat (1)).
Nilai-nilai dalam butir UUD-1945 digunakan sebagai landasan konstitusional dan dasar
hukum dalam menyusun konsepsi pembangunan Iptek nasional.
C. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek
Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sisnas P3 Iptek; memberikan
landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3
Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan
aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan
Iptek nasional.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
D. RPJPN, RPJMN
RPJPN 2005-2025:
Dalam RPJPN disebutkan bahwa pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan
menguasai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan
mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk menghasilkan teknologi dan
memanfaatkan teknologi hasil penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi
kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan
kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai
etika, kearifan lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi;
penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi
transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan
teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam
sektor produksi.
RPJMN 2010-2014:
Dalam Bab IV RPJMN 2010-2014 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dinyatakan bahwa
kebijakan Iptek diarahkan kepada :
1. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung un-
tuk mendukung proses transfer dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju
prototip industri sampai menghasilkan produk komersial (penguatan sistem inovasi na-
sional);
2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produktivi-
tas litbang yang berdayaguna bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta
kreativitas nasional;
3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik peneliti di lingkup nasional
maupun internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan pen-
ingkatan pendayagunaan litbang nasional;
4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk ketersediaan teknologi yang dibu-
tuhkan oleh industri dan masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas masyarakat;
5. meningkatkan pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekono-
mian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi pembangunan Iptek
dilaksanakan melalui dua prioritas pembangunan yaitu:
1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi aspek kelembagaan,
sumberdaya dan jaringan, yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju
visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang.
2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang
dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Gambar 3.1. Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
E. Peraturan perundangan lain di bidang Iptek
Inpres No. 4 Tahun 2003:
Inpres tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis
Pembangunan Nasional Iptek memberikan arahan yang jelas untuk perumusan dan
pelaksanaan Jakstranas Iptek terutama dalam upaya pengkoordinasian antar instansi yang
terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka
kebijakan pemerintah.
PP No. 20 Tahun 2005:
PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ini mengamanatkan, agar
hasil–hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta
dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan
negara.
PP 41/2006:
PP tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi
perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan
orang asing mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan
melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia. PP ini dirancang agar kepentingan
nasional tetap terjaga dan kita mendapat manfaat yang maksimal dengan masuknya peneliti
atau lembaga penelitian asing di Indonesia.
PP 35/2007:
PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan
perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan
pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang
mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan Ipteknya PP dapat
menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
PP No. 48/2009:
PP tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko tinggi dan berbahaya ini dirancang untuk
menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan Iptek tidak menimbulkan resiko
dan bahaya yang tidak diperlukan bagi masyarakat dan lingkungan hidup.
F. Prioritas Nasional KIB II:
Presiden telah menetapkan 11 Prioritas Nasional dalam program pembangunan Kabinet
Indonesia Bersatu (KIB) II, yakni:
1. Reformasi birokrasi dan “good governance”.
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Penanggulangan kemiskinan
5. Ketahanan pangan
6. Infrastruktur
7. Iklim investasi dan bisnis
8. Energi
9. Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana
10.Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik
11.Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi.
Peran pembangunan Iptek, sangat dituntut untuk mendukung dan mensukseskan
implementasi 11 Prioritas Nasional di atas.
Sebagai langkah awal KIB II, telah disusun dan diumumkan 15 program pilihan aksi
prioritas 100 hari, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukum seperti
makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan
tidak semestinya dan sebagainya yang rasa keadilan dan kepastian hukum;
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
2. Revitalisasi industri pertahanan. Perlu ada rencana induk dan arah revitalisasi
sehingga bisa penuhi kebutuhan dalam negeri dan kontrak sedang berjalan;
3. Penanggulangan terorisme. Peningkatan kapasitas dan restrukturisasi lembaga
penanggulangan terorisme untuk lebih libatkan seluruh lapisan masyarakat;
4. Listrik. Memastikan terpenuhinya kebutuhan listrik di seluruh Indonesia dalam lima tahun
kedepan;
5. Peningkatan produksi dan ketahanan pangan. Perumusan kembali rencana induk
untuk meningkatkan ketahanan pangan yang lebih terintegrasi dengan faktor pendukung,
irigasi, pupuk dan subsidi khusus bunga bagi petani;
6. Perindutrian. Memastikan revitalisasi industri pabrik pupuk dan gula yang meliputi
penggunaan teknologi dan pembiayaannya;
7. Pembenahan keruwetan penggunaan tanah dan tata ruang. Terutama sinkronisasi
antara UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Lingkungan Hidup serta tata perijinan dan
penggunaan di lapangan;
8. Infrastruktur. Prioritasnya pemotongan rencana pembangunan ruas jalan yang penting
antar propinsi dan di pulau besar, termasuk fasilitas pelabuhan, dermaga, bandara dan
infrastrktur perhubungan dan perikanan;
9. Pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan menengah yang dikaitkan dengan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemantapan rencana penyaluran KUR senilai Rp. 10 triliun
dalam 5 tahun yang libatkan bank, swasta dan lembaga penjaminan;
10.Mobilisasi sumber pembiayaan di luar APBN dan APBD untuk membiayai
pembangunan. Ini terkait pembangunan infrastruktur, listrik, ketahanan pangan yang klop
dengan segi pembiayaan dan investasi;
11.Perubahan iklim dan lingkungan hidup, yaitu intensifkan pemberontasan pembalakan
hutan, menjaga hutan lindung dan mencegah kebakaran hutan serta kelestarian terumbu
karang;
12.Reformasi kesehatan. Prioritasnya bukan lagi berobat gratis, melainkan sehat gratis
bagi warga miskin. Maka fasilitas kesehatan masyarakat harus lebih diberi penguatan
kapasitas dan kapabilitas;
13.Reformasi pendidikan. Memastikannya ada keterkaitan antara hasil lembaga pendidikan
dengan kebutuhan dunia usaha selaku pasar tenaga kerja;
14.Peningkatan kesiapan penanggulangan bencana dengan membentuk satuan khusus
dengan segala fasilitas yang dibutuhkan dan siap setiap saat diterjunkan ke berbagai lokasi
bencana;
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
15.Sinergi antara pusat dan daerah yang bisa mencegah pemborosan. Sinergi meliputi
jajaran pemerintah, kegiatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, hukum dan
keamanan.
G. Arahan Presiden Republik Indonesia tentang pengembangan Iptek
Dalam pidatonya di depan masyarakat ilmiah Indonesia tanggal 20 Januari 2010,
Presiden RI mengarahkan bahwa agar bangsa kita menjadi bangsa yang menguasai iptek,
maka kita harus bisa menempatkan inovasi sebagai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia.
Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi Innovation Nation, bangsa inovasi, yaitu sebuah
rumah bagi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif.
Untuk mencapai itu, hal penting yang harus dibangun adalah sebagai-berikut:
1. Perubahan mindset, berupa pengembangan budaya unggul—a culture of excellence—baik
di birokrasi, di universitas, maupun di sektor swasta sehingga tercipta sistem dan
lingkungan nasional yang bisa melahirkan inovator-inovator yang kreatif; sikap open-mind
dan risk-taking, yang membuat komunitas iptek Indonesia harus berwawasan jauh lebih
terbuka dan lebih progresif dari masanya, dan dari masyarakat, untuk mengembangkan
ilmu dan teknologi.
2. Investasi dan Insentif. Untuk memunculkan inovasi diperlukan inkubator-inkubator di
lingkungan pemerintah, universitas, perusahaan, dan lain-lain sehingga harus ada
sumberdaya dan dana yang cukup, serta program yang berkesinambungan.
Pengembangan enterpreneurship juga harus dilakukan karena enterpreneurship identik
dengan inovasi, risk-taking, peluang, dan dinamisme. Namun dalam hal ini, kita tidak
harus selalu menjadi inventor teknologi baru tetapi dapat mencari, menyerap dan
mengembangkan teknologi baru untuk pembangunan Indonesia.
3. Kebijakan pemerintah dan kolaborasi, karena hampir semua inovasi teknologi merupakan
hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,
antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Karena itulah, harus
didorong upaya untuk membangun networking dan kolaborasi yang seluas-luasnya dengan
lembaga penelitian, lembaga kajian dan universitas manapun di dunia.
4. Juga diarahkan bahwa bangsa Indonesia harus menguasai teknologi yang dapat menjawab
tantangan-tantangan pokok yang dihadapi, yaitu:
1. Teknologi untuk pengentasan kemiskinan (pro-poor technology).
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
2. Teknologi hijau (green technology)
3. Teknologi pangan
4. Teknologi industri
5. Teknologi kesehatan
6. Teknologi maritim
7. Teknologi pertahanan
8. Teknologi transportasi
9. Teknologi energi
10.Teknologi masa depan.
Mengacu pada landasan idiil, landasan konstitusionil, landasan operasional (RPJPN,
RPJMN dan Peraturan Perundangan lainnya, Prioritas Nasional KIB II, dan Arahan Presiden) di
atas, maka pembangunan Iptek diharapkan berada dalam track yang benar sesuai tujuannya,
yakni bagian yang tidak terpisahkan dari upaya percepatan pencapaian Tujuan Negara, sesuai
dengan Pembukaan UUD45, yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia (hankam); memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan dan ekonomi);
mencerdaskan kehidupan bangsa (pelayanan); dan turut serta menjaga ketertiban dunia),
serta meningkatkan daya saing, serta kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan
negara dalam pergaulan internasional.
Dalam rumusan yang lebih konkret, maka pembangunan Iptek diharapkan mampu:
1. Berperan penting dalam membangun kemandirian bangsa guna menciptakan sistem
pertahanan keamanan nasional yang kokoh, yang mampu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi guna meningkatkan daya
saing ekonomi nasional, dalam rangka mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan,
serta memajukan kesejahteraan umum.
3. Mempercepat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tercapainya kemajuan bangsa dan
kesejahteraan kehidupan rakyat, melalui pelayanan teknologi bagi publik.
4. Memberikan solusi bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan dalam rangka turut
berpartisipasi menangani masalah lingkungan global seperti: pemanasan global,
perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
3.1.2. Strategi Kebijakan Nasional
Untuk menjalankan 11 prioritas nasional dan prioritas terpilih dari KIB II, maka strategi
yang dipilih adalah:
[1] Sinergi kebijakan lintas sektoral (perubahan dan keberlanjutan, menghilangkan hambatan,
percepatan dan peningkatan)
[2] Kemitraan antara pemerintah dan swasta
[3] Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator
[4] Menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan
[5] Memperkuat rantai nilai perekonomian
[6] Meningkatkan akses pendidikan
[7] Meningkatkan kesehatan masyarakat.
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Riset dan Teknologi
3.2.1. Arah Kebijakan.
Urgensi untuk pembangunan Sistem Nasional Iptek tidak dapat lagi ditampik, karena
hanya ada satu pilihan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju, yakni
meningkatkan kemampuan, penguasaan dan kemandirian Iptek nasional. Iptek yang dimaksud
adalah Iptek yang tepat bagi solusi permasalahan nasional di segala bidang.
Seperti disebutkan sebelumnya, kontribusi teknologi yang nyata terhadap upaya-upaya
mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban akan terwujud apabila terbangun
sebuah sistem yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang mampu menyediakan iklim
yang mendorong inovasi di tanah air yang dikenal sebagai sebuah Sistem Inovasi Nasional
(SINas). Karena itulah arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi adalah
menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan
menciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya SINas melalui: [1] Kelembagaan
Iptek yang efektif, [2] Sumberdaya Iptek yang kuat, [3] Jaringan antar-kelembagaan Iptek
yang saling memperkuat (mutualistik), [4] Relevansi dan produktivitas Iptek yang tinggi, dan
[5] Pendayagunaan Iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sistem Inovasi Nasional adalah jaringan antar institusi publik dan swasta dalam suatu
wilayah nasional (SINas) dan daerah (SIDa) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan sehingga
menghasilkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Para aktor utama yang
menggerakkan Sistem Inovasi Nasional adalah perguruan tinggi, industri, dan lembaga
litbang; sedangkan aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional dan daerah), lembaga
pembiayaan (pendanaan ventura), konsumen (end user), lembaga intermediasi, lembaga
paten dan sertifikasi, lembaga diklat dan lain-lain.
Ada berbagai komponen yang berinteraksi membentuk SINas diantaranya adalah
wirausaha (entrepreneur), penemu (inventor) dan peneliti. Entrepreneur berkontribusi dalam
menarik investor (domestik dan internasional) dengan skema pendanaan alternatif selain
perbankan (venture capital). Inventor dan peneliti terkait dengan sistem inovasi yang lebih
luas (global, regional dan nasional). Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang
membangun efektivitas bekerjanya SINas, yaitu:
1. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM berkualitas,
2. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif bagi industri berbasis ilmu
pengetahuan, serta
3. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas).
Dari hasil Rakornas Ristek 2008, disepakati bahwa kerangka kebijakan inovasi nasional
terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan inovasi pokok, yaitu:
a. Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan inovasi
dan bisnis: misalnya penataan insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi;
penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan berisiko (risk capital, seperti
modal ventura); penataan kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan standar
atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan kelembagaan khusus tertentu,
reformasi peraturan perundangan yang menghambat atau yang dinilai kurang efektif/tidak
sesuai lagi.
b. Memperkuat kelembagaan dan daya dukung litbang Iptek dan meningkatkan kemampuan
absorpsi dunia usaha, khususnya UKM: misalnya reformasi kelembagaan Iptek/inovasi;
peningkatan kualitas SDM dan insentif non-struktural; pengembangan pusat-pusat
unggulan (center of excellence); dan pengembangan kapasitas teknologis dan bantuan
teknis (technical assistance) bagi dunia usaha (terutama pelaku UKM).
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
c. Menumbuh kembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik
baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa: misalnya penguatan kelembagaan intermediasi
dan aliansi strategis antarpelaku; dan pengembangan Pusat Inovasi UMKM.
d. Mendorong Budaya Kreatif - Inovatif: misalnya peningkatan apresiasi atas karya kreatif-
inovatif; edukasi dini dan dukungan pengembangan technopreneurship; pengembangan
standar literasi teknologi; migrasi ke penggunaan TIK legal; dukungan bagi perlindungan
hukum dan pengembangan indigenous knowledge/technology.
e. Menumbuh kembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan
klaster industri nasional dan daerah: misalnya program kolaboratif pengembangan industri
unggulan dan strategis nasional-daerah; percontohan e-development daerah;
f. Penyelarasan dengan perkembangan global: misalnya kerjasama teknis regional dan
internasional; pengembangan interoperabilitas (adopsi dan adaptasi) dalam bidang yang
telah menjadi kesepakatan internasional (misalnya implementasi teknologi baru CNS/ATM
system dalam sistem manajemen transportasi udara); pengembangan kapasitas nasional-
daerah bagi antisipasi implementasi open standar technology.
Kementerian Riset dan Teknologi beserta jajaran LPNK di bawahnya
merencanakan dan telah memprakarsai langkah-langkah awareness campaign
(sosialisasi), pendampingan (technical assistance), dan diklat, serta upaya
membangun konsensus nasional-daerah untuk menyusun agenda sinergis atas dasar
common platform tersebut. Penguatan kelembagaan juga telah dilaksanakan antara
lain melalui kerjasama dan bantuan teknis dalam pengembangan DRD (Dewan Riset
Daearah) di beberapa daerah. Peningkatan dan perluasan upaya ini akan
dikembangkan lebih lanjut di waktu mendatang.
3.2.2. Strategi Kebijakan
Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi diarahkan untuk
menjalankan peran intermediasi dalam pembangunan Sistem Inovasi Nasional (SINas), yakni:
1. Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan
implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek (supply-push technology).
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
2. Mempromosikan hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat.
3. Menyerap kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas
litbang Iptek (demand-driven approach).
Peranan intermediasi ini penting untuk dilaksanakan dengan pendekatan manajemen
yang efektif dan efisien, karena ditengarai adanya beberapa permasalahan di lapangan seperti
adanya tumpang tindih program dan anggaran, Agenda Riset Nasional (ARN) yang masih
belum diacu secara penuh oleh stake-holders pembangunan Iptek, efek sinergi yang lemah,
sehingga pembangunan Iptek nasional menjadi lambat, marjinal, dan tidak terkoordinasi
dengan baik.
Strategi yang akan dijalankan oleh KRT dalam menjalankan peran intermediasi dan
fungsi “koordinasi” dan “sinkronisasi” kelembagaan litbang (LPNK, LPD, Pemda,
Swasta/industri/badan usaha, dan perguruan tinggi) dan program litbang adalah dengan
menjalankan sinergi fungsional, yaitu sinergi yang mengedepankan kebersamaan antar
berbagai pemangku kepentingan dalam menjalankan fungsi-fungsi kelitbangan Iptek.
Orientasi untuk melakukan sinergi fungsional ini sesuai dengan UU 39/2008 tentang
Kementerian Negara Pasal 25, yaitu ayat (1): “Hubungan fungsional antara Kementerian dan
lembaga pemerintah non-kementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai suatu sistem
pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan", dan ayat (2):”Lembaga pemerintah non-kementerian berkedudukan di
bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui menteri yang
mengkoordinasikan.”
Pendekatan koordinasi dan sinkronisasi secara sinergi fungsional diharapkan mampu
menerobos kebuntuan struktural melalui upaya membangun kebersamaan dalam menjalankan
tupoksi untuk meningkatkan binding energy di antara pemangku kepentingan Iptek.
Dengan sinergi fungsional yang baik, maka hasil litbang dan penemuan Iptek yang
dikembangkan lembaga penelitian baik di lembaga riset pemerintah maupun perguruan tinggi
dapat diupayakan mampu melintasi “Lautan Kemubaziran“ untuk didayagunakan. Proses
melintasi "Lautan Kemubadziran" adalah sebuah proses pengembangan produk dari hasil
temuan dan litbang Iptek untuk bisa dikomersialkan atau didayagunakan untuk memenuhi
kebutuhan industri maupun masyarakat pengguna lain. Dalam hal ini KRT menempatkan posisi
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
sebagai “nakhkoda” untuk mendorong proses pendayagunaan berbagai hasil litbang Iptek
menjadi produk inovasi yang bernilai tambah tinggi (value creation), merubah orientasi
pengembangan teknologi yang bersifat supply-push menjadi demand-driven dalam bingkai
Sistem Inovasi Nasional (SINas).
Prinsip penggalangan kompetisi dan kerjasama untuk membangkitkan industri hasil
inovasi dilakukan dengan cara mengelola interaksi serta hubungan-hubungan antar elemen
pendukung. Karena, selain upaya ke dalam, yakni bagaimana mengefektifkan interaksi antar
lembaga-lembaga penghasil teknologi (LPNK Ristek, Balitbang Dep, daerah serta Perguruan
Tinggi), tetapi juga penting interaksi ke luar dengan dunia usaha, agar inovasi dapat mewujud
dalam penyediaan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kementerian Riset dan Teknologi berupaya memfasilitasi interaksi antar LPNK di bawah
koordinasi KRT, serta interaksi dengan lingkungan eksternal. Dalam kaitan dengan lingkungan
eksternal yang mempengaruhi efektifitas SINas, maka tidak semua kendali SINas berada
dalam portofolio KRT, karena menyangkut sistem yang lebih luas seperti: sistem pendidikan,
keuangan, pajak dan moneter, hukum, HKI, dll. Ini semua berada dalam kendali berbagai
kementerian lain.
Sebagai contoh UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diikuti oleh aturan pelaksanaan di
bawahnya. Kenyataannya, koherensi antar peraturan tersebut dengan Peraturan Pemerintah
yang mengatur Keuangan Negara masih perlu di harmonisasikan. Misalnya Peraturan
Pemerintah RI No. 20/2005 Tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Kegiatan
Penelitian Dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan
Pengembangan, maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35/2007 Tentang
Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha Untuk Peningkatan Kemampuan
Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi. Dalam implementasinya, dua PP ini sangat
bergantung kepada UU Keuangan Negara dan perangkat aturan di bawahnya, yang masih
perlu diselaraskan agar tidak saling meniadakan.
Kunci keberhasilan implementasi penguatan sistem inovasi di suatu negara adalah
koherensi kebijakan inovasi dalam dimensi antarsektor dan lintas sektor; antar waktu
(intertemporal); dan nasional-daerah (inter teritorial), daerah-daerah, dan internasional.
Dalam perspektif hubungan nasional-daerah, koherensi kebijakan inovasi dalam penguatan
SINas di Indonesia perlu dibangun melalui kerangka kebijakan inovasi (innovation policy
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
framework) yang sejalan, dengan sasaran dan milestones terukur, serta komitmen
sumberdaya yang memadai pada tataran nasional maupun daerah sebagai common platform.
Dalam kasus pelaksanaan program yang bersifat top-down, seperti Kontrak Kinerja
Menteri, Program 5 Tahun (P5T), 11 Program Prioritas Nasional, dan 15 Program Pilihan
Presiden, yakni yang berkaitan dengan peningkatan ketahanan dan produksi pangan; industri
pertahanan, pengembangan energi alternatif, pengembangan teknologi untuk daerah
perbatasan dan rawan bencana dll., maka Kementerian Riset dan Teknologi berperan dalam
aspek perumusan kebijakan nasional, koordinasi pelaksanaan kebijakan yang memberikan arti
adanya sinkronisasi program - termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi yang akan
disampaikan kepada Presiden. Sementara LPNK di bawah koordinasi KRT berperan dalam
merumuskan kebijakan dibidangnya dan melaksanakan program-program ini sesuai dengan
tupoksinya masing-masing dan bekerja di bawah koordinasi, supervisi, sinkronisasi dan monev
Kementerian Riset dan Teknologi.
Secara umum strategi sinergi fungsional dalam kerangka Visi dan Misi serta tujuan dan
sasaran Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 bisa digambarkan dalam sebuah bagan
pada Gambar-3.2.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Gambar-3.2 Pola pikir sinergi fungsional dalam kerangka Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014
3.2.3. Program
Berdasarkan arah kebijakan pembangunan Iptek Nasional maupun arah kebijakan
Kementerian Riset dan Teknologi yang menekankan pentingnya membangun sebuah Sistem
Inovasi Nasional, maka Program KRT selama 5 tahun ke depan adalah “Peningkatan
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Kemampuan Iptek Nasional untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional”. Dalam hal ini
pembangunan Iptek diarahkan untuk meningkatkan unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional,
yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping penguatan core business
Iptek itu sendiri, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek serta Pendayagunaan Iptek.
Dengan demikian, maka 5 sub program pembangunan Iptek tahun 2010 – 2014 adalah:
1. Penguatan Kelembagaan Iptek, diarahkan bagi meningkatkan kualitas
kelembagaan Iptek, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pengembangan
kelembagaan Iptek, penataan kelembagaan Iptek, penguatan kompetensi lembaga
Iptek, pengembangan sistem legislasi Iptek, pengembangan budaya dan etika Iptek.
2. Penguatan Sumber Daya Iptek, diarahkan untuk meningkatkan kapasitas
sumberdaya Iptek, yang dicapai melalui kegiatan peningkatan SDM Iptek peningkatan
sarana dan prasarana Iptek, peningkatan investasi Iptek, pengembangan data dan
informasi Iptek, peningkatan kekayaan intelektual dan standardisasi.
3. Penguatan Jaringan Iptek, diarahkan untuk penguatan jaringan Iptek yang dicapai
melalui kegiatan penguatan jaringan antar penyedia Iptek, pengembangan jaringan
antar penyedia dengan pengguna Iptek, penguatan hubungan penyedia Iptek dengan
lembaga regulasi, penguatan jaringan pusat dan daerah, penguatan jaringan Iptek
internasional.
4. Relevansi dan Produktivitas Iptek, diarahkan untuk menyelaraskan antara
kapasitas Iptek dengan kebutuhan pengguna dan meningkatkan produktivitas Iptek
yang dicapai melalui kegiatan pemetarencanaan Riptek nasional, pengembangan
Riptek prioritas, peningkatan produktivitas Riptek strategis, peningkatan produktivitas
Riptek masyarakat, peningkatan produktivitas Riptek industri.
5. Pendayagunaan Iptek, diarahkan untuk meningkatkan pendayagunaan hasil
litbangyasa nasional yang dicapai melalui kegiatan analisis kebutuhan Iptek nasional,
pendayagunaan Iptek masyarakat, pendayagunaan Iptek strategis, pendayagunaan
Iptek industri kecil menengah, dan pendagunaan Iptek industri besar.
Sesuai dengan tupoksinya, maka kegiatan dalam program KRT meliputi 2 kegiatan
besar yaitu kegiatan kajian untuk perumusan kebijakan dan kegiatan non kajian untuk
menjalankan peran mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan implementasi kebijakan.
Dengan demikian, isi dari kelima sub program utama di atas akan terdiri dari dua jenis
kegiatan ini yang kemudian menjadi instrumen dalam melaksanakan strategi sinergi fungsional
antar berbagai pemangku kepentingan pembangunan iptek guna mencapai tujuan yang
diharapkan.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
Karena itu, kegiatan yang akan menjadi instrumen untuk melaksanakan sinergi
fungsional dalam rangka pembangunan sebuah SINas ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan Iptek untuk menguatkan Sistem Inovasi Nasional yang meliputi:
a. Penguatan kelembagaan Iptek: [1] Pembangunan pusat unggulan Iptek berlevel
internasional, [2] Penerapan organisasi dan manajemen profesional di lembaga
litbang, [3] Restrukturisasi dan penataan kelembagaan Iptek, [4] Regulasi untuk
sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan, [5] Membangun sistem reward and
punishment, dan [6] Menciptakan dan meningkatkan pemahaman teknologi di
masyarakat
b. Penguatan sumberdaya Iptek: [1] Meningkatkan investasi litbang khususnya
investasi R&D swasta, [2] Meningkatkan produktivitas dan jumlah SDM litbang, [3]
Meningkatkan sarana dan prasarana litbang, [4] Optimalisasi pemanfaatan kekayaan
intelektual,.
c. Penguatan jaringan Iptek: [1] Memperkuat jaringan kelembagaan dalam dan luar
negeri, [2] Membangun infrastruktur penghubung Iptek-industri (science and
technopark, lembaga intermediasi, modal ventura, inkubator, pusat purwarupa
(prototype center), dll),
d. Peningkatan relevansi dan produktivitas Iptek: [1] Penajaman fokus bidang Iptek
dalam mendukung ketahanan pangan, energi, hankam, ICT, transportasi, kesehatan
dan obat, serta material maju, dan mendorong pertumbuhan klaster-klaster industri
unggulan serta merespon isu perubahan iklim, [2] Kerjasama riset pemerintah,
perguruan tinggi dan swasta, [3] Reorientasi pelaksanaan riset: riset terpadu, alih
pengetahuan, human capital, UKM, aliansi riset national/regional/international .
e. Peningkatan pendayagunaan Iptek: [1] Penguatan kapasitas adopsi teknologi di
sektor produksi, [2] Peningkatan promosi, difusi dan diseminasi hasil litbang, [3]
Optimalisasi proses alih teknologi (FDI, lisensi, sistem procurement), [4] Peningkatan
inovasi dan kreativitas pemuda.
2. Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi
a. Koordinasi: breakfast meeting LPNK, konsorsium riset per bidang, Rapim, Rakor
LPNK Ristek, Rakornas Iptek, forum riset internasional
b. Fasilitasi: pemanfaatan lab bersama, perpustakaan on-line, data base teknologi dan
KI, sistem informasi litbang, beasiswa, peningkatan sarpras, fasilitasi HKI
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
c. Riset Unggulan Bersama (7 bidang fokus + 11 Prioritas Nasional KIB II):
sistem insentif, riset strategis, riset tematik
d. Diseminasi: diseminasi Iptek di daerah, pusat informasi Iptek, inovasi pemuda
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
BAB IV
PENUTUP
Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 ini akan menjadi acuan
utama dalam penyusunan program kerja tahunan, sehingga akan lebih terarah dan terencana
dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lebih efisien dalam pelaksanaannya, baik
dipandang dari aspek pengelolaan sumber pembiayaan maupun dalam percepatan waktu
realisasinya.
Kegiatan-kegiatan yang mendukung prioritas nasional tentu akan selalu diutamakan,
selain kegiatan-kegiatan yang secara langsung menjadi tanggung jawab dan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi. Namun demikian, untuk hal-hal
yang bersifat mendesak akan tetap dipertimbangkan untuk diprogramkan sesuai dengan skala
urgensinya dan ketersediaan dukungan pembiayaannya.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS