Transcript

1    

  1  

Menuju Green School: Penerapan Kurikulum Pembelajaran Berwawasan Lingkungan di Institusi

Pendidikan1

Ahmad Tarmiji2 e-mail: [email protected]

Abstrak

Tulisan ini dilatari oleh adanya berbagai permasalahan lingkungan yang sangat akut. Persoalan ini tidak hanya mengancam keberadaan alam, tetapi juga kelangsungan populasi manusia. Untuk menjawab permasalahan lingkungan itu, muncul wacana green school sebagai alternative approach. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui-menganalisa penerapan dan implikasi kurikulum pembelajaran berwawasan lingkungan di sekolah dasar. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan kasus, di Sekolah Dasar yang menjadi pilot project PT. Astra dan Kementerian Lingkungan Hidup. Teknik pengumpulan data menggunakan kajian kepustakaan, dokumentasi, observasi lapangan, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah hijau “green school” merupakan alternative approach. Secara umum penerapan green school sudah terlaksana dengan baik. Kurikulum di SDN Sungai Bambu Pagi dilaksanakan secara integrasi dan monolitik. Sedangkan pelaksanaan kegiatan lingkungan hidup berbasis partisipatif dan berbasis komunitas. Produk-produk ramah lingkungan yang telah dihasilkan dari penerapan green school antara lain: kertas daur ulang, kompos, tali rapia, tas dari kardus semen, dan apotik hidup. Kata Kunci: green school, alternative approach, Sekolah Dasar, modernisasi ekologi

Pendahuluan

Beragam persoalan seperti krisis sumber air bersih, polusi, pembakaran

hutan, tanah longsor, banjir, robb, global warming, dan sebagainya merupakan realitas krisis lingkungan kekinian. Terjadinya krisis ini, tentunya tidak terlepas dari bagaimana manusia berelasi dengan lingkungannya. Manusia dalam konteks ini ditengarai turut andil dalam mempercepat proses kiamat di planet bumi ini.

Sederetan kasus lingkungan seperti dijelaskan di atas merupakan realitas terkini yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kita hadapi. Namun adakah realitas dan resiko ekologis tersebut membuat perilaku manusia berubah? Berubah ke arah yang positif tentunya, dengan mengedepankan perilaku sadar lingkungan? Masalah ini tentunya tidak dapat diatasi hanya melalui reposisi hubungan manusia dan lingkungan alamnya (atau banyak dikenal sebagai modernisasi ekologi), tetapi juga harus melalui reorientasi nilai, etika, dan norma-norma kehidupan yang kemudian tersimpul dalam tindakan kolektif, serta restrukturisasi hubungan sosial antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan

                                                                                                                         1  Mahasiswa Program Doktoral PS Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB.oleh PS S3 Sosiologi Pedesaan IPB dan Forum Ekologi, Kebudayaan, dan Pembangunan, Departemen SKPM FEMA IPB, Kampus IPB Dramaga. Tanggal 27 Januari 2014. 2  Mahasiswa Program Doktoral PS Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB.  

2    

  2  

kelompok, dan antara kelompok dengan organisasi yang lebih besar (Adiwibowo, 2007).

Reorientasi nilai, etika, dan norma kehidupan, serta restrukturisasi hubungan sosial tidak lepas dari campur tangan dua institusi, yaitu institusi keluarga dan institusi pendidikan. Namun, pendidikan yang selama ini terformat dengan sangat manis, cenderung menggunakan paradigma mekanistik yang dapat memupuk sikap antroposentris. Dunia pendidikan formal di sekolah hanya terbatas pada kurikulum yang mengagungkan aspek kuantitatif. Institusi keluarga juga merupakan peranan penting dalam membangun moral dan etika anak. Masalahnya, selama ini hubungan antara institusi keluarga dengan institusi pendidikan masih dapat dikatakan kurang, padahal untuk dapat mengatasi masalah yang kompleks tersebut diperlukan hubungan yang erat antara institusi keluarga dan institusi pendidikan.

Melihat krisis ekologi yang terjadi, suatu alternatif pendidikan diterapkan oleh sebagian pakar. Dengan dikembangkannya konsep sekolah hijau (green school) yang mengedepankan proses pembelajaran yang berwawasan lingkungan. Maka, lingkungan melalui pendekatan ini dimaknai sebagai ”laboratorium hidup” yang dijadikan sebagai sarana pembelajaran. Green School akan memaksimalkan potensi anak-anak, sehingga mereka bisa berpikir secara kreatif bagaimana menciptakan lingkungan yang optimum. Isu lingkungan adalah isu terbesar saat ini. Semua kurikulum bisa disinergikan dengan masalah lingkungan, dari matematika dan ilmu pasti sampai bahasa Inggris dan kesenian. Pendidikan lingkungan tidak hanya mengajarkan masalah lingkungan semata di dalam kelas, tetapi juga memberikan keberanian pada siswa untuk mengeksplorasi lingkungan yang ada di luar kelas.

Terkait konteks green school, salah satu sekolah yang saat ini melaksanakan kurikulum ini ialah SDN 05 Sungai Bambu, Tanjung Priok Jakarta Utara. Sekolah ini merupakan salah satu pilot project ESR PT. ASTRA Internasional dan Kementerian Lingkungan Hidup. Berdasarkan latar belakang di atas, titik fokus pembahasan ini akan mengacu kepada rumusan berikut: (1) Bagaimana munculnya konsep green school sebagai alternative approach dalam memahami persoalan krisis lingkungan? (2) Bagaimana penerapan pembelajaran berwawasan lingkungan di SDN 05 Sungai Bambu, Tanjung Priok Jakarta Utara? dan Bagaimana implikasi pembelajaran berwawasan lingkungan bagi peserta didik di SDN 05 Sungai Bambu Tanjung Priok Jakarta Utara?

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui munculnya konsep green school sebagai alternative approach dalam memahami persoalan krisis lingkungan. (2) menganalisa penerapan pembelajaran berwawasan lingkungan di SDN 05 Sungai Bambu, Tanjung Priok Jakarta Utara. (3) menganalisa implikasi pembelajaran berwawasan lingkungan bagi peserta didik di SDN 05 Sungai Bambu Tanjung Priok Jakarta Utara.

Diskursus Teori Modernisasi Ekologi

Modernisasi ekologi menjadi salah satu perspektif “mainstream” dalam environmental sociology. Perspektif ini dikembangkan oleh Ulrich Beck (1992a; 1992b; dan 1999), Joseph Huber, Gert Spaargaren dan Arthur P.J. Mol (2005). Teori ini cenderung optimis bahwa masalah degradasi lingkungan akibat

3    

  3  

industrialisasi akan dapat diatasi, antara lain dengan apa yang disebut dengan Corporate Environmental Responsibility(CER) melalui Model of Resources and Risk Management. Modernisasi ekologi pada dasarnya adalah tanggapan terhadap berbagai kritik terutama dari penganut ToP dan jawaban atas pertanyaan mengenai solusi yang diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan risiko yang melekat pada kegiatan industrialisasi. Berikut ini intisari Modernisasi ekologi.

Tabel 2. Intisari Teori Modernisasi Ekologi

Aspek Ecological Modernization

Perspektif Struktural Fungsional – Parsonian Pendekatan Sistem Asumsi dasar 1) Modernisasi ekologis akan mengkoreksi the design

flaws teknologi industri ke sesuatu yang disebut dengan super industrialization yang lebih pro environment.

2) Penerapan teknologi ramah lingkungan dalam proses industrialisasi tersebut memerlukan regulasi yang ketat dari pemerintah.

3) Modernisasi ekologi mengasumsikan adanya strategi manajemen lingkungan yang baik, khususnya dengan anticipatory planning practicesyang berpegang pada precaution principle.

4) Modernisasi ekologis mengasumsikan diberlakukannya organizational internalization of environmental responsibility bagi semua lembaga publik maupun privat.

5) Untuk menghindari antagonisme dan konflik pada kebijakan lingkungan, maka modernisasi ekologis memerlukan satu jaringan dan kerjasama yang lebih luas untuk pengambilan keputusan-keputusan transformatif maupun reformatif.

Fokus Teori sosiologi untuk reformasi lingkungan Periodesasi Perkembangan Jilid 1: Politicies and protest

Jilid 2: Ecological Modernization Jilid 3: Network and flows

Mazhab Developmentalis Sifat Tumbuh dan Progressif Harapan modernisasi dapat mengatasi permasalahan lingkungan

tanpa harus melakukan perubahan mendasar pada lembaga-lembaga modernitas, bahkan harus meningkatkannya ke arah supra-industrialization

Contoh dalam wujud kebijakan

Sekolah Hijau (green school) – seperti dalam contoh empiric tulisan ini.

Sumber: Mol and Spaargaren, 2005; Adiwibowo, 2013.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif (Newman,

2001: 9-10) dengan pendekatan kasus (Yin, 2002:20), di SDN Sungai Bambu 05 Pagi Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sekolah ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa sekolah ini merupakan pilot project sekolah hijau di

4    

  4  

Jakarta di bawah bimbingan CSR PT. ASTRA Internasional dan Kementerian Lingkungan Hidup. Penelitian dilakukan pada tahun 2011-2012. Teknik pengumpulan data menggunakan kajian kepustakaan, dokumentasi, observasi lapangan, dan wawancara mendalam. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif yang lebih dikenal sebagai analisis data model interaktif. Dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasinya ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Pengkategorian data disesuaikan dengan rumusan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan interpretasi, seleksi, dan penjelasan dalam bentuk deskripsi analisis (Bungin, 2006).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Memahami Green School

Sekolah adalah bagian lingkungan yang penting bagi perkembangan peserta didik. Dari sinilah mental dan kecerdasan anak dididik dan diuji, selain di lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan. Oleh karena itu, suasana nyaman, asri, dan menyenangkan sangat dibutuhkan bagi proses pembelajaran. Lingkungan sekolah yang hijau dan asri, sebenarnya bukan hanya dalam pengertian sempit seperti penanaman pohon, lingkungan bersih atau sebatas pembuatan kompos dan daur ulang. Lebih dari itu, wawasan lingkungan dalam arti yang lebih luas harus ditanamkan sejak dini kepada peserta didik. Kesadaran terhadap lingkungan harus diajarkan dan disampaikan secara sistematis melalui kurikulum pembelajaran yang berwawasan lingkungan. Pada kondisi inilah, green school relevan untuk dilaksanakan.

Green school "Sekolah Hijau" yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah. Green School (Percik, 2007: 2) secara harfiah merupakan kata serapan dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia tren istilah yang biasa digunakan adalah ”sekolah hijau”. Secara umum green school sering dimaknai sebagai konsep pendidikan yang digabungkan dengan konsep lingkungan, sehingga akan menciptakan lingkungan yang sehat.

Secara fisik sekolah ditata ekologis, sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan. Program pendidikan dikemas secara partisipatif penuh, percaya pada kekuatan kelompok, mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking, sehingga tiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya.

Secara konsep kelompok didorong untuk mampu melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang menjadi penting (definition), menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan tentunya itu terbaik (discovery), menemukan apa yang semestinya ada (dream), menstrukturkan apa yang ada (design) dan merawatnya hingga menjadi ada (destiny), sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang diinginkan dan sangat sinergi dengan konteks realitas yang ada dalam kehidupan sekolah. Oleh sebab itu, memahami makna green school yang seharusnya adalah “berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan

5    

  5  

sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal.

Untuk memahami green school, setidaknya kita harus mengetahui prinsip-prinsipnya. Pemahaman terhadap prinsip green school di antaranya: (1) nilai dasar; (2) prinsip dasar; (3) wujud; (4) program; dan (5) manfaat (Percik, 2007: 5-6).

1. Nilai Dasar Konsep dan kegiatan yang dikembangkan bertumpu pada nilai-nilai luhur kehidupan seperti kemanusiaan, kesetiakawanan, kejujuran, keadilan, dan keseimbangan alam.

2. Prinsip Dasar Prinsip dasar green school terdiri dari tiga aspek, pertama partisipatif, semua warga sekolah dan masyarakat berhak memperoleh informasi yang memadai dan terlibat dalam keseluruhan proses (perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan kontrol) sesuai tanggungjawab dan perannya. Kedua, berkelanjutan, seluruh kegiatan memiliki manfaat dalam jangka panjang. Dan, ketiga, menyeluruh. Seluruh warga sekolah selalu mempertimbangkan seluas-luasnya aspek kehidupan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, sehingga dapat memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi lingkungan.

3. Wujud Green school “Sekolah Hijau” setidaknya harus memenuhi persyaratan (1) memiliki kurikulum yang berwawasan lingkungan; (2) mempunyai rancang bangun, penggunaan bahan dan pemeliharaan prasarana dan sarana berdasarkan prinsip ramah lingkungan; (3) memiliki manajemen sekolah yang berwawasan lingkungan; (4) program sekolah didukung oleh komunitas di luar sekolah; (5) warga sekolah memiliki perilaku peduli lingkungan.

4. Program Terdapat 5 (lima) bentuk program sekolah hijau yaitu (1) pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan; (2) peningkatan kualitas kawasan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Ini merupakan bagian dari upaya mendorong warga sekolah dan komunitas sekitar untuk secara aktif melakukan upaya meningkatkan kualitas lingkungan; (3) pengembangan pendidikan berbasis komunitas. Sekolah tidak terlepas dari kehidupan nyata sehingga sekolah dan komunitas merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan; (5) pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan. Program ini yang banyak terkait dengan aspek AMPL seperti penghematan air, pengembangan sistem sanitasi dan pengelolaan sampah; dan (6) pengembangan manajemen sekolah berwawasan lingkungan. Manajemen sekolah diharapkan dapat membangun filosofi dan budaya sekolah yang berwawasan lingkungan dan ditunjang oleh sumber daya manusia yang mumpuni.

5. Manfaat Beragam manfaat yang diharapkan dari green school di antaranya (1) warga sekolah memiliki pemahaman terpadu mengenai lingkungan hidup; (2) sekolah menjadi tempat belajar warga sekolah mengenai lingkungan secara menarik dan mudah; (3) metode pembelajaran menjadi lebih dinamis; (4) potensi diri siswa, kapasitas guru dan staf dalam aspek lingkungan meningkat;

6    

  6  

(5) sekolah memiliki jaringan yang luas dan didukung oleh komunitas di luar sekolah.

2. Penerapan Green School di SDN Sungai Bambu 05 Pagi, Jakarta Secara umum, masih belum banyak sekolah yang menerapkan konsep

sekolah hijau di Indonesia. Di antara sedikit sekolah yang telah menerapkan adalah SDN Sungai Bambu 05 Pagi. SDN Sungai Bambu 05 Pagi, berlokasi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sekolah ini merupakan sekolah binaan CSR PT. ASTRA Internasional. Pilihan kepada SDN Sungai Bambu 05 Pagi dilatari oleh kondisi bahwa sekolah ini adalah salah satu rintisan sekolah hijau (green school) yang ada di Jakarta.

Gambar 1. SDN Sungai Bambu 05 Pagi

Sumber: Koleksi Pribadi

Di samping itu, SDN Sungai Bambu 05 Pagi juga merupakan sekolah yang mengembangkan pembelajaran berbasis komunitas. Di mana kurikulum pembelajaran diintegrasikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan budayanya.

Realitas dan kondisi tersebut dapat dilihat dari visi dan misi SDN Sungai Bambu 05 Pagi. Visi SDN Sungai Bambu 05 Pagi adalah “menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, misi sekolah antara lain:

1. Mewujudkan lembaga Sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan 2. Mengembangkan norma-norma dasar yang antara lain: kebersamaan,

keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam

3. Menciptakan partisipasi komunitas sekolah dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses pembelajaran yang berkesinambungan. Sekolah yang berada di kawasan Suwargo (Sungai Bambu, Warakas, dan

Papanggo) ini melaksanakan pembelajaran dari hari senin hingga jumat, dimulai dari pukul 06.30 – 12.00. Untuk hari sabtu diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler.

7    

  7  

Mazhab Green School SDN Sungai Bambu 05 Pagi Green school ”sekolah hijau” seperti dijelaskan diawal merupakan

manifestasi politik lingkungan dalam menjaga keberlangsungan lingkungan. Prinsip green school SDN Sungai Bambu 05 Pagi adalah keberlanjutan lingkungan – modernisasi ekologi. Dalam logika ini, hakikat tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik tumbuh menjadi manusia yang dapat bersinergi dan menjaga kelestarian lingkungan. Menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tetapi juga mampu mencintai dan memelihara alam lingkungannya.

Di sini, dapat dilihat bahwa green school memiliki perspektif modernisasi ekologi, dalam konteks tahap instrumental. Hal ini terlihat dari pemahaman yang dimiliki anak-anak tentang lingkungan masih bersifat instrumental. Pada proses pemahaman tentang alam peserta didik diajarkan untuk menjaga lingkungannya dengan tujuan masih untuk melindungi kepentingan manusia sendiri. Peserta didik belum memahami terlalu jauh bahwa alam merupakan komponen hidup yang patut dihargai.

Teks 1

Menanam Pohon

Salah satu pogram pembelajaran lingkungan yang diberikan di SDN Sungai Bambu 05 Pagi untuk memupuk kepedulian anak terhadap lingkungan adalah dengan memberikan muatan pembelajaran tentang pentingnya melakukan penanaman pohon secara berkelompok. Pohon yang ditanam bermacam-macam, ada jenis tanaman hias dan tanaman obat “apotik hidup”. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari hasil daur ulang sampah. Pohon tersebut dirawat dan dikelola agar dapat tumbuh dengan baik.

Sumber: Disarikan dari hasil Observasi Lapangan

Teks di atas bila dilihat dengan menggunakan prinsip-prinsip ekologis atau lingkungan yang dikembangkan oleh Jim Ife (2002: 46) tidak terlepas dari 4 aspek yaitu holistik, keberlanjutan, keseimbangan, dan keanekaragaman.

Kurikulum dan Perangkat Pembelajaran Sekolah Hijau Konseptualisasi prinsip-prinsip ekologis/lingkungan yang dipetakan oleh

Ife (2002) pada dasarnya dapat menjadi pola dalam melihat kurikulum dan perangkat pembelajaran ”sekolah hijau” di SDN Sungai Bambu 05 Pagi. Bila kembali kepada ilustrasi teks sebelumnya keempat prinsip di atas dapat dikontekstualisasikan sebagai berikut.

Holistik (Holism)

Penanaman tanaman obat memberikan pemahaman kepada peserta didik, tentang proses penanaman yang bersifat organik. Penanaman dengan metode ini akan mempertahankan kestabilan tanah, sehingga unsur hara tetap terjaga. Hal ini yang menggambarkan bahwa green school menerapkan solusi yang bersifat tidak linier.

Metode pembelajaran yang digunakan merupakan integrasi dari kurikulum berwawasan lingkungan dengan kurikulum nasional yang diturunkan dalam

8    

  8  

bentuk metode “spider web”. Metode ini merupakan sistem pembelajaran dengan mengintegrasikan tema ekologis/lingkungan dalam semua mata pelajaran baik IPA, IPS, PAI, dan mata pelajaran lainnya. Melalui metode pembelajaran yang seperti yang mensinergikan dua bentuk kurikulum pembelajaran diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, kompherensif, aplikatif, sekaligus juga lebih “membumi dan mengakar”. Dengan metode ini, peserta didik belajar tidak hanya mendengar dan menyimak penjelasan guru di ruang kelas, tetapi juga dapat belajar sambil melihat, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Inilah esensi penting dari prinsip holistik.

Gambar 2. Integrasi Kurikulum Hijau dan KTSP

Sumber: Diambil dari benchmarking ”Sekolah Hijau” SDN SB 05 Pagi

Keberlanjutan (Sustainibility) Kegiatan bercocok tanaman obat, tanaman hias, daur ulang sampah yang

kemudian menghasilkan kertas dan kompos dalam uraian teks 1, merupakan awalan dari kompetensi dalam menciptakan sikap kewirausahaan sosial dan kemandirian di masa depan. Di sini peserta didik diajarkan untuk menghargai proses, baik proses itu akan menghasilkan suatu keberhasilan ataupun kegagalan. Harapannya, suatu saat nanti ketika mereka menjadi pelaku-pelaku di dunia ekonomi mereka tidak hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa memperhatikan proses dan tidak bersifat kapitalis.

Environment & Social Responsibility Division

KEBIJAKAN

- Visi/Misi- Kebijakan Green School

- Kebijakan Kompetensi Guru- Kebijakan Penghematan SD- Kebijakan Lingkungan bersih

-Kebijakan Alokasi Dana

KURIKULUMHIJAU & Kurnas

SARANAPENDUKUNG

KEGIATANPARTISIPATIF

PROBLEM IDENTIFICATION

INDIKATOR & KRITERIASEKOLAH HIJAU

1. Model pembelajaran Lintasmata pelajaran

2. Pengembangan materi & Persoalan Ekologi/Ling.

3. Metode belajar berbasisekologi & Budaya

4. Kegiatan kurikuler ekologi

1. Kegiatan ekstra Kurikulerberbasis ekologi disekolah

2. Ikut serta kegiatanLingkungan dgn pihak luar

3. Memprakarsai kemitraan & green school di sekolah

1. Sarana pendukung u/ pendidikan Berwawasanekologi

2. Pengelolaan Lingkungan didalam & Luar kawasansekolah

3. Penghematan S. Daya (listrik, Air, kertas)

4. Pelayanan makanan sehat

5. Sistem pengelolaan sampah

INTEGRASI KURIKULUM HIJAU DAN KTSP

9    

  9  

Gambar 3. Anak-anak sedang mengikuti pengarahan pemberian materi cara pembuatan kantong dari hasil daur ulang kertas semen

Sumber: Koleksi Pribadi

SDN Sungai Bambu 05 Pagi menyediakan tempat sampah yang sesuai dengan sifat sampah, yaitu sampah organik, sampah an-organik, dan sampah basah, serta menampung sampah dari yang bisa digunakan kembali dari luar sekolah, terutama dari keluarga. Pengelolaaan sampah tersebut dilakukan dengan metode reduce, recycle, dan reuse. Pendauran ulang sampah dilakukan selama sebulan sekali dan hasilnya berupa kertas dan kompos.

Sebagian besar peserta didik memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Namun tidak semua anak memahami maksud dari jenis-jenis sampah tersebut, hal ini mungkin disebabkan tahapan perkembangan anak yang masih kanak-kakak, belum sempurna, dan cenderung masih dalam tataran konkrit.

Gambar 4. Jenis-Jenis Tempat Sampah Sekolah

Sumber: Koleksi Pribadi

Keanekaragaman (Diversity) Makna filosofis keanekaragaman dalam prinsip ekologi, bila melihat

ilustrasi teks 1 di atas terlihat pada penanaman pohon obat-obatan “apotik hidup” yang bermacam-macam. Melalui proses itu, peserta didik belajar untuk menghargai setiap perbedaan tanaman yang ditanam masing-masing kelas. Hal ini berimplikasi terhadap pemahaman peserta didik mengenai setiap perbedaan yang kerap muncul dalam keseharian mereka, terutama perbedaan latar sosial. Prinsip green school “sekolah hijau” SDN Sungai Bambu 05 Pagi memandang

10    

  10  

keanekaragaman sebagai hakikat dari keunikan individu yang harus diakui dan dihargai, mereka juga meyakini bahwa keseragaman memang tidak seharusnya terletak pada apa yang dikenakan dan disimbolisasikan, tetapi pada perilaku dan sikap, serta semangat belajar, dan rasa ingin tahu.

Dalam hal manajemen pendidikan dan pembelajaran, sekolah hijau SDN Sungai Bambu 05 Pagi menerapkan berbagai kegiatan yang merepresentasikan kesadaran terhadap alam. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam format pentas seni yang diselenggarakan oleh ekstrakurikuler yang ada.

Gambar 5. Kegiatan Pentas Seni

Sumber: Koleksi Pribadi Selain itu, sering pula dilakukan kegiatan kunjungan edukatif ke beberapa

tempat seperti TMII, Studi Tour dengan tema penyelamatan lingkungan, dan lain-lain. Jadi, anak-anak diharapkan dapat belajar untuk peduli terhadap lingkungan dan menumbuhkan sense of ecology.

Keseimbangan (equilibrium) Makna keseimbangan dalam prinsip ekologi terkait konteks di atas dapat

dilihat dari pendidikan gender. Di SDN Sungai Bambu 05 Pagi sebagai sekolah yang menyelenggarakan “pendidikan lingkungan pemberlakukan kesetaraan antara peserta didik laki-laki dan perempuan ditempatkan secara sama. Selain itu, guru berusaha untuk menyajikan materi yang nantinya dapat menyeimbangkan antara otak kiri dan kanan. Dikotomi penyajian materi yang selama ini selalu menitikberatkan pada otak neokorteks bergeser. Guru-guru menyadari bahwa hal utama yang lebih penting dari kompetisi yang harus ditanamkan pada setiap anak adalah berkooperatif. Anak diajarkan untuk meningkatkan kreativitas, kedisiplinan, keberanian, kepercayaan diri, dan kepemimpinan sosial.

Untuk mencapai tujuan dari empat prinsip ekologi tersebut, maka proses belajar yang dilakukan harus menyenangkan. Belajar di alam, secara naluriah akan menimbulkan suasana nyaman dan damai, tanpa tekanan dan jauh dari

11    

  11  

kebosanan. Dengan begitu akan tumbuh kesadaran pada peserta didik bahwa belajar itu mengasyikkan dan sekolah pun identik dengan kegembiraan. 3. Implikasi Pembelajaran Sekolah Hijau

Alternatif Pendekatan (Alternative Approach) Pembelajaran merupakan bagian penting yang menentukan keberhasilan

tujuan pendidikan. Keberhasilan pembelajaran didukung oleh sinergitas beberapa komponen seperti sumber daya pendidik; media, sarana, alat peraga, sumber belajar dan pendekatan yang dipakai, suasana dan lingkungan belajar dan lain-lain. Diperlukan suatu upaya yang mendorong perbaikan, sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan lebih menarik dan berarti.

Konsep sekolah hijau merupakan salah satu alternatif inovasi pembelajaran di dasarkan pada beberapa indikator.

Menumbuhkembangkan Berpikiran Kreatif (creative thinking) Salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia

Indonesia yang kreatif. Dengan sumber daya manusia yang kreatif respon terhadap tantangan di masa sekarang dan masa depan akan senantiasa diperoleh. Permasalahannya adalah kreatif tidak akan tumbuh dengan sendirinya, diperlukan adanya stimulan. Peserta didik memerlukan suatu kondisi, sehingga sifat kreatif di atas bisa muncul.

Menurut Cynthia Desrochers (2004), creative thinking involves an intergration of past learning to produce and organize new ideas. Peserta didik akan memiliki motivasi untuk berpikir kreatif ketika mereka memiliki kepuasan terhadap apa yang telah dibuat sendiri. Kreativitas peserta didik akan muncul ketika mereka dihadapkan pada suatu permasalahan secara utuh dan diminta untuk menciptakan suatu ekspresi yang memiliki bentuk dan gaya yang baru. Dalam konteks di atas, pembelajaran yang berwawasan ekologis/lingkungan sebagai alternative approach akan mendorong peserta didik untuk dapat mengatasi kesulitan belajar yang monoton.

Untuk menciptakan kondisi di atas diperlukan suatu rancangan pembelajaran yang akan mendorong kreativitas peserta didik. Kondisi yang akan mendorong kretivitas menurut Cythia Desrochers (2004), di antaranya: Pertama, fondasi terhadap disiplin ilmu yang kuat. Kondisi kedua, adalah proyek, tes dan tugas yang bersifat terbuka dan fleksibel. Ketiga, waktu untuk menciptakan. Melalui konsep green school dengan kurikulum yang terintegrasi ketiga kondisi di atas dapat dipenuhi. Dengan memanfaatkan apotik hidup, daur ulang sampah, dan lainnya peserta didik memiliki pemahaman tentang pokok permasalahan. Melalui pendekatan di atas, peserta didik akan mampu mempelajari fakta, konsep dan menuangkannya dalam sebuah karya nyata.

Kondisi kedua yang diperlukan adalah kebebasan dan bimbingan dari guru agar peserta didik dapat menuangkan ide dan melakukan sebuah percobaan. Metode pembelajaran dengan mengedepankan pada praktik akan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk melakukan percobaan. Kondisi di atas sulit dicapai jika sekolah menerapkan pembelajaran berdasarkan buku teks. Peserta didik tidak merasa tertekan untuk beradaptasi dengan suatu pandangan baru tertentu atau merasakan pengawasan yang berlebihan terhadap bentuk dan jenis kreativitas yang dihasilkan.

12    

  12  

Dalam kondisi tertentu guru memberikan sebuah model atau memberikan demontrasi pemanfaatan limbah sampah dan alam menjadi barang yang lebih berguna. Pendekatan di atas diarahkan agar peserta didik menghasilkan produk yang diharapkan sebagai pembelajaran lebih lanjut, ketika kreativitas merupakan tujuan, maka demontrasi atau pemberian contoh produk merupakan stimulan untuk mendorong kreativitas peserta didik baik secara langsung dari demontrasi yang diberikan atau melalui penyempurnaan dari model yang diperlihatkan.

Kondisi ketiga yang diperlukan adalah ketersediaan waktu untuk mengeksplorasi pendekatan, menerjemahkan dan menganalisis bahan, dan melakukan percobaan dalam rancangan dan susunan yang berbeda. Melalui pembelajaran yang berkesinambungan yaitu berpegang pada konsep bahwa sampah dan tanaman sebagai media dan sarana pembelajaran peserta didik memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan alternatif pemanfaatannya. Dalam konteks di atas pemanfaatan daur ulang sampah bukan merupakan bagian yang terpisahkan dari pembelajaran atau bagian dari penyelesaikan Standar Kompetensi tertentu namun merupakan bagian yang utuh dari kurikulum.

Menumbuhkembangkan Berpikir Kritis (critical thinking).

Menurut Joe Lau (2008), berpikiran kritis adalah kemampuan untuk terlibat dalam sebuah pemikiran yang reflektif dan independen, dan kemampuan untuk berpikir secara jernih dan rasional. Berpikiran kritis bukan berarti bersifat argumentatif atau kecenderungan memberikan kritik terhadap orang lain. Kemampuan berpikiran kritis selain bermanfaat untuk membaca “kesalahan-kesalahan umum” dan pemberian alasan yang tidak valid, kemampuan di atas juga bermanfaat untuk mendukung pandangan-pandangan orang lain, dan bekerjasama dengan dengan orang lain dalam memecahkan masalah dan meningkatkan pengetahuan.

Menurut Joe Lau (2008), berpikiran kreatif (creative thinking) dan berpikiran kritis (critical thinking) merupakan dua hal yang berbeda. Kreatif bukan berarti kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang (ide) baru. Seseorang yang kreatif adalah orang yang dapat menghasilkan ide baru yang bermanfaat dan relevan dengan persoalan yang dihadapi. Sedangkan berpikiran kritis adalah kemampuan untuk mengevaluasi kebermanfaatan ide baru, kemampuan dalam menentukan dan memodifikasi ide tersebut.

Signifikansi konsep sekolah hijau (green school) sebagai alternative approach berbasiskan alam diharapkan mampu mendorong pemikiran kritis di dasarkan pada beberapa indikator. Pertama, pemanfaatan tanaman, limbah sampah, dan apotik hidup sebagai sumber belajar berjalan dalam kegiatan yang berkesinambungan dan sarat dengan penilaian. Ketika seorang peserta didik mampu memanfaatkan salah satunya menjadi sesuatu yang lebih berguna, peserta didik akan melakukan penilaian diri terhadap kebermanfaatan dari produk yang dihasilkan. Kondisi di atas terlebih lagi dengan bimbingan guru serta komentar yang umum diberikan oleh peserta didik lain. Indikator kedua adalah menentukan pilihan dan melakukan perbaikan yang dilakukan terhadap produk yang dihasilkan. Pada saat peserta didik dihadapkan pada permasalahan pemanfaatan limbah sampah misalnya, menjadi alternatif pemecahan masalah (misalnya keterbatasan alat peraga), maka secara langsung atau tidak langsung peserta didik tersebut akan membuat skala prioritas dan selanjutnya menentukan pilihan. Kita

13    

  13  

setuju bahwa bekerja berdasarkan skala prioritas merupakan bagian yang penting dalam melakukan kegiatan.

Gambar 6. Suasana lingkungan sekolah

Sumber : Koleksi pribadi Dari gambar tersebut terlihat bahwa lingkungan sekolah di-set sedemikian

rupa agar suasana menyenangkan, sehingga siswa terbawa kebiasaan untuk bersama-sama menjaga lingkungan yang asri dan bersih.

Kemampuan lain yang akan berkembang adalah kemampuan peserta didik dalam memodifikasi produk yang dihasilkan. Ketika seorang peserta didik yang berhasil membuat suatu produk menerima komentar dari peserta didik lain, menerima saran dari guru maka perbaikan terhadap produk yang dihasilkan akan dilakukan.

Menumbuhkembangkan Budaya Keingintahuan yang Mendalam Sebagai sekolah hijau “green school” yang berbasis pada konten alamiah,

maka budaya keingintahuan yang mendalam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep di atas. Budaya keingintahuan bukan hanya merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran bagi peserta didik namun juga merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru. Proses pembelajaran yang diberikan oleh guru harus didukung oleh data dan argumen yang dihasilkan dari berbagai sumber observasi yang telah dilakukan. Untuk menunjang pembelajaran, guru akan dihadapkan pada kegiatan yang merupakan bagian dari observasi di alam, misalnya guru akan mengidentifikasi dan memilah permasalahan; mencari alternatif pemecahan masalah, mencari referensi, melakukan percobaan, menerjemahkan data, dan mempresentasikan hasil penemuan kepada peserta didik dan mendiskusikannya dengan guru-guru lain.

Indikator lain adalah upaya-upaya yang dilakukan peserta didik untuk menemukan pewarna alami sebagai pengganti zat pewarna buatan. Pemahaman dasar tentang bahaya zat pewarna buatan yang terdapat dalam makanan mendorong siswa untuk melestarikan kebiasaan leluhur (best practice) dalam memanfaatkan alam (tanaman), memperbaiki temuan, menghasilkan temuan dan menyebarluaskan temuan.

14    

  14  

Pada saat sekolah melakukan pentas seni dan pekan karya, salah seorang peserta didik mampu memanfatkan limbah sampah menjadi tali dan kertas. Mampu menjelaskan khasiat tanaman obat, dst. Meskipun penemuan di atas terbilang sederhana namun mampu mendorong peserta didik lain untuk melakukan hal yang sama. Pada gilirannya ke depan budaya keingintahuan yang mendalam akan menjadi suatu budaya dan merupakan bagian dari pembelajaran.

Mendorong Terciptanya Sekolah yang Berkelanjutan Kebelangsungan bumi dan isinya merupakan tanggung jawab pemerintah,

masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks ini konsep sekolah hijau “green school” merupakan bagian penting dalam menjaga keberlangsungan sumber daya di atas. Menurut Departemen for Education and Skills, UK (2007), sekolah yang berkelanjutan (sustainable school) adalah sekolah yang mampu: (1) melindungi energi dan air; (2) menghindari pemakaian polutan dan tidak menghasilkan polutan; (3) melakukan langkah untuk mengurangi limbah; (4) meningkatkan dan melindungi flora dan fauna; dan (5) memenuhi kebutuhan sendiri atas dasar penghormatan terhadap manusia dan lingkungan melalui keterlibatan mereka.

Dalam konteks yang lebih luas konsep sekolah hijau “green school” merupakan upaya dalam mendukung program sustainable development, yaitu sebuah upaya agar manusia mampu memenuhi kebutuhan di masa sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang.

Peluang dan Hambatan Implementasi konsep sekolah hijau “green school” di SDN Sungai Bambu

05 Pagi merupakan alternative approach di tengah stagnasi sistem pendidikan dan respon terhadap krisis ekologi/lingkungan. Sebagai sebuah awalan pengembangan “green school” di SDN Sungai Bambu 05 Pagi oleh PT. ASTRA Internasional perlu diapresiasi dan ditingkatkan dalam konteks yang lebih luas, karena realitas zaman kian kompleks dan kompetitif. Pun demikianperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya berdampak pada peningkatan kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Implikasi logis dari peningkatan kegiatan manusia adalah over population, crying capacity, dan munculnya berbagai masalah ekologis. Seperti masalah limbah rumah tangga, pasar, industri, toko, sekolah dan lain-lain.

Keberhasilan penerapan konsep sekolah hijau tidak terlepas dari kepedulian warga sekolah baik peserta didik, guru, sekolah, maupun orang tua yang kemudian bersinergi dengan ketersediaan dana dari pihak luar. Ketesediaan sumber daya alam merupakan sumberdaya pendukung lain yang akan menopang kegiatan pembelajaran bisa dilakukan tanpa memerlukan biaya yang besar. Pendekatan pembelajaran yang berbasis ekologi/lingkungan sekitar dan alam dipercaya akan menjadikan pembelajaran “sekolah hijau” lebih menarik dan lebih berarti.

Sementara itu, disadari bahwa walaupun konsep sekolah hijau cukup berhasil dilaksanakan namun beberapa kendala masih dirasakan cukup menghambat terutama berupa terbatasnya kemampuan dan jumlah guru. Guru yang diperlukan bukan saja menguasai bidang ilmu yang diajarkan namun harus mengetahui teknologi dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Kemampuan

15    

  15  

dan kemauan untuk mengolah limbah kertas misalnya, akan mampu menutupi sebagian biaya yang harus dikeluarkan.

Penutup

Sekolah hijau “Green school” yang diterapkan di SDN Sungai Bambu 05 Pagi merupakan alternative approach dalam stagnasi pendidikan nasional dan juga sekaligus respon mendesak terhadap krisis ekologi/lingkungan yang melanda dunia. Dilatari oleh dua kondisi tersebut, sekolah hijau “green school” diharapkan mampu membentuk peserta didik sampai pada manusia yang beretika lingkungan – modernisasi ekologi.

Green school dimaksudkan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang dapat mempengaruhi hasil dari penyelenggaraan pendidikan itu ditinjau dari kondisi lingkungannya yang meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, daerah dan geografisnya, sejarah masyarakatnya, politik negaranya, ilmu dan teknologi di sekelilingnya, dan masyarakat global. Sekolah hijau “green school” perlu memperhatikan empat prinsip, yaitu: holistik, keberlanjutan, keanekaragaman, dan keseimbangan. Keempat prinsip ekologis itulah yang menjadi parameter keberlanjutan program sekolah hijau.

Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas keberlangsungan konsep sekolah hijau ”green school” tentunya bukan hanya tanggung jawab institusi formal, tetapi juga seluruh stakeholders yang ada. Berikut ini beberapa saran penting terkait pengembangan sekolah hijau ”green school. 1. Mengingat semakin parahnya krisis ekologi, maka pengembangan kesadaran

ekologis perlu disosialisasikan baik dalam bentuk pelatihan, workshop, dan lainnya.

2. Secara nasional pemerintah melalui Kemendikbud perlu memperioritaskan dan memfasilitasi terciptanya kurikulum berbasis lingkungan yang terintegrasi.

3. Kurikulum pembelajaran harus mendorong pembentukan sekolah yang berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

4. Pelatihan atau peningkatan mutu guru harus diimbangi dengan kompetensi tentang pemahaman kesadaran berbasis ekologi/lingkungan.

5. Kendala-kendala internal dan eksternal dalam penerapan green school di SDN Sungai Bambu 05 Pagi harus dicarikan solusi yang komprehensif.

6. Pengembangan green school perlu melibatkan berbagai stakeholder, berbasis kemitraan antara pemerintah dan swasta (seperti dengan PT. ASTRA Internasional).

Daftar Pustaka

Adiwibowo, S. 2007. Etika Lingkungan. Bogor: SKPM-IPB. Adiwibowo, Soeryo. 2013. Bahan Kuliah Teori Sosial Hijau.Bogor: SPD. Beck, Ulrich. 1992a. Risk Society: Towards a New Modernity. London: Sage

Publications. Beck, Ulrich. 1992b. “From Industrial to Risk Society”, Theory, Culture &

Society 9: 97-123.

16    

  16  

Beck, Ulrich. 1996. “World Risk Society as Cosmopolitan Society?: Ecological Questions in a Framework of Manufactured Uncertainties”, Theory Culture Society 13; 1 DOI: 10.1177/0263276496013004001. The online version of this article can be found at: http://tcs.sagepub.com.

Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Departmen for Education and Skills. 2007. A Guide to Sustainable School. Operation. UK.

Desrochers, Cynthia. 2004. Gave project, tests, or assignment that required original or creative thinking. IDEA Item #19, IDEA Center, California State University, Northridge, USA.

Ife, Jim. 2002. Community Development: Cummunity-based Alternatives in an Age Globalization, 2nd Edition. Australia: Longman.

Joe Lau dan Jonatan Chan. 2004. About Critical Thinking, Module. Link http// www.philosophy. hku.hk/think/critical/ct.php. downlod 13 febuari 2008

Mol, Arthur P.J. and Get Spaargaren. 2005. “From Additions and Withdrawals to Environmental Flows, Reframing Debates in the Enviromental Social Sciences” Organization & Environment, Vol.18 No.1, March 2005, pp. 91-107.

Newman, Lawrence. 2001. Qualitative Researchs Throught Case Studies. London: Sage Publications.

Yin. 2002. Metode Studi Kasus. Jakarta: Rajagrafindo Persada.


Top Related