Transcript
Page 1: Metode Analisis Farindus

A. Metode Analisis Obat

Metode yang digunakan dalam analisis produk obat diantaranya meliputi

metode:

a. Identifikasi, untuk membuktikan bahwa bahan yang diperiksa mempunyai

identitas yang sesuai dengan yang tertera pada etiket. Uji ini biasanya

dilakukan dengan membandingkan karakteristik sampel (misalnya spektrum,

profil kromatogram, reaksi kimia, dan lain-lain) terhadap baku pembanding

(BPOM, 2012).

b. Atribut mutu, untuk menetapkan tetapan fisika yang dapat digunakan sebagai

atribut mutu. Tetapan fisika yang sering diuji adalah titik atau jarak lebur,

titik atau jarak didih, rotasi optic, indeks bias (BPOM, 2012).

c. Kemurnian, untuk membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan

cemaran pada batas tertentu. Pengujian terhadap senyawa asing dan cemaran

dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian sampai pada jumlah yang

tidak mempengaruhi artikel pada kondisi penggunaan biasa.

Metode pengujian kemurnian adalah:

Uji batas

Kelarutan

Sisa pemijaran

Kadar air

Susut pengeringan

Pemisahan / kromatografi (BPOM, 2012).

d. Kadar, untuk menetapkan kadar senyawa aktif dalam bahan yang diuji dengan

cara dibandingkan dengan baku pembanding yang sesuai. Metode yang

digunakan adalah:

Volumetri

Gravimetri

Kromatografi

Spektrofotometri Uv-Vis dan IR (BPOM, 2012).

Page 2: Metode Analisis Farindus

Analisis terhadap obat meliputi analisis bahan baku obat dan analisis sediaan

obat jadi. Setiap kegiatan analisis dilakukan dibawah pengawasan

penanggungjawab dan selanjutnya dilakukan pengujian terhadap produk jadi yang

dihasilkan serta validasi metode analisa yang dilakukan.

1. Pengujian Bahan Baku dan Produk Antara

Pengujian bahan baku dan produk antara bertujuan untuk mendapatkan bahan

baku yang tepat secara kuantitatif maupun kualitatif agar diperoleh produk yang

bermutu tinggi. Pengujian Bahan Baku dan produk antara terdiri dari syarat

identitas, syarat atribut mutu, syarat kemurnian, dan syarat kadar. Cara pengujian

dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam

farmakope.Prosedur yang tidak tercantum dalam Farmakope dapat digunakan

asalkan dapat dibuktikan memberikan ketelitian dan ketepatan yang paling sedikit

samadengan metode Farmakope. Kalau tidak tercantum dalam FI, maka dapat

digunakan farmakope negara lain (Farmakope Internasional / British Pharmacope

(BP) / United States Pharmacope (USP) / Japanese Pharmacope (JP) dan lain-

lain).

a. Syarat Identitas, yang bertujuan untuk membuktikan bahwa bahan yang

diperiksa mempunyai identitas yang sesuai dengan yang tertera dalam

etiket. Pengujian tersebut harus dilakukan secara spesifik. Metode pengujian

dapat dilakukan dengan cara kimia, fisika, fisikokimia, kromatografi, dan

imunokimia.

b. Syarat Atribut Mutu, yang bertujuan untuk menetapkan tetapan fisika yang

dapat digunakan sebagai atribut mutu (atribut mutu = parameter uji).

Tetapan fisika yang sering diuji adalah titik atau jarak lebur, titik atau jarak

didih, rotasi optik, dan indeks bias.Fungsi lain dari pengujian mutu adalah:

dapat digunakan sebagai cara identifikasi (kalau murni)

dapat digunakan sebagai cara pengujian kemurnian (kalau tidak murni)

c. Syarat Kemurnian, yang bertujuan untuk membuktikan bahwa bahan bebas

dari senyawa asing dan cemaran pada batas tertentu. Pengujian terhadap

senyawa asing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa

Page 3: Metode Analisis Farindus

demikian sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi artikel pada

kondisi penggunaan biasa. Metode pengujian berupa uji batas, kemurnian

kromatografi, susut pengeringan, kadar air, sisa pemijaran, kelarutan, dan

lain-lain.

d. Syarat Kadar, yang bertujuan untuk menetapkan kadar senyawa aktif dalam

bahan uji. Adanya batas-batas dan toleransi, tidak merupakan suatu dasar

untuk menyatakan bahwa bahan yang hampir mendekati kemurnian 100%,

melampaui kualitas farmakope. Spesifikasi dari ukuran tertentu peralatan

wadah dan istrumen untuk penetapan kadar adalah rekomendasi. Yang

penting tingkat ketelitiannya paling sedikit samadengan alat tersebut. Dalam

melaksanakan penetapan kadar jumlah satuan takaran yang digunakan tidak

boleh lebih kecil dari yang telah ditetapkan.Harus diperhatikan cara

perhitungan untuk :

a. Zat yang telah dikeringkan

b. Zat yang telah dipijar

c. Anhidrat

d. Zat yang sebelumnya deieringkan

e. Penggunaan baku pembanding

f. Penetapan blanko

Metode yang digunakan dalam pengujian kadar, yaitu :Gravimetri,

VolumetriSpektrofotometri UV, Vis, IR, Kromatografi (Gas dan KCKT),

Mikrobiologi dan Radiokimia (BPOM, 2012).

2. Tahapan Pengujian Obat Jadi

Page 4: Metode Analisis Farindus

Tahapan pengujian obat jadi bertujuan untuk menetapkan kesesuaian

dengan persyaratan sediaan jadi yang tertera dalam Farmakope Indonesia IV,

meliputi identitas, kemurnian, kadar senyawa aktif, dan kinerja sediaan. Metode

yang digunakan, disesuaikan dengan metode dan instrumen yang tercantum.

Apabila tidak tercantum dalam Farmakope Indonesia, maka dapat digunakan

farmakope negara lain (Farmakope Internasional, British Pharmacope (BP),

United States Pharmacope (USP), Japanese Pharmacope (JP), dan lain-lain.

- Pelarutan

- Penyaringan

- Pemisahan

- Derivatisasi

Penyiapan sampel yang diuji

Pengukuran

Sampling

Page 5: Metode Analisis Farindus

Tahapan Pengujian terdiri dari pengambilan dan penyiapan sampel produk

melalui proses pelarutan, penyaringan, pemisahan, dan derivatisasi. Kemudian

dilakukan beberapa pemeriksaan dan pengukuran seperti pengukuran untuk syarat

identitas, untuk atribut mutu, untuk kadar dan kemurnian. Kemudian diperoleh

hasil yang akan dibandingkan dengan baku yang tersedia(Lachman et al, 1994).

3. Penanggung Jawab Analisis Bahan Baku dan Produk Jadi

Dalam industri farmasi yang bertanggung jawab dalam analisa bahan baku

dan produk adalah bagian pengawasan mutu (Quality Control). Pengawasan mutu

atau Quality Control (QC) meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di

laboratorium, termasuk pengambilan contoh atau sampel; pemeriksaan dan

pengujian bahan awal; pengawasan selama produksi yang meliputi produk antara,

produk ruahan, dan obat jadi; pemberi keputusan akhir; pengujian stabilitas;

pembuatan program stabilitas; evaluasi prosedur produksi dan pengkajian catatan

produksi; dan pemeriksaan mikrobiologi serta lingkungan.Tugas dan tanggung

jawab pengawasan mutu (QC) adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan bahan awal (IMI/ Incoming Material Inspection)

Memastikan bahwa bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi

yang ditetapkan, meliputi identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas dan

keamanannya.

b. Pengawasan selama proses produksi (IPC/In Process Control)

Memastikan bahwa tahapan – tahapan proses produksi obat telah

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

c. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Lingkungan (NPC/Non Pharmaceutical

Control)

Perhitungan dan statistika

Hasil

Page 6: Metode Analisis Farindus

Memastikan bahwa pengawasan dan pengujian mikrobiologi terhadap bahan

baku dan produk jadi serta lingkungan telah memenuhi prosedur.

d. Evaluasi prosedur produksi dan pengkajian catatan produksi

Memastikan bahwa seluruh pengawasan selama proses dan pemeriksaan

laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut

memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan.

e. Program stabilitas

Memastikan bahwa suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama

waktu peredaran yang telah ditetapkan. Perancangan program uji stabilitas

dilakukan untuk menilai karakteristik stabilitas obat dan untuk menentukan

kondisi penyimpanan yang sesuai dan tanggal daluwarsa.

f. Memberi keputusan akhir, yaitu meluluskan atau menolak mutu bahan awal,

bahan kemas, produk antara dan produk ruahan ataupun hal lain yang

mempengaruhi mutu obat.

g. Melakukan pemeriksaan stabilitas terhadap produk pertinggal (retained

sample).

4. Tahapan Pengujian Tablet

Sebagai salah satu contoh tahapan pengujian adalah tahapan pengujian

tablet. Standar resmi pengujian sediaan tablet dibagi menjadi dua, yaitu pengujian

sesuai dengan BP-USP dan pemeriksaan kualitas fisik, seperti kekerasan dan

ketebalan yang diserahkan kepada tiap produsen. Perbandingan kriteria yang

tercantum dalam BP dan USP, tertera pada tabel dibawah ini :

TabelPerbandingan Kriteria Pengujian antara BP dan USP

BP USP

Keseragaman berat/bobot Variasi berat/bobot

Kandungan bahan aktif Penentuan (assay) pengontrolan secara

tidak langsung bobot/ berat tablet jadi/

atau dengan cara penentuan kimia dari

sampel ruahan

Page 7: Metode Analisis Farindus

Keseragaman kandungan (BBPP) Keseragaman kandungan

Disintegran Disintegran

Disolusi (beberapa) Disolusi (beberapa)

(Aulton, 2002).

Berikut ini adalah tahapan pengujian bahan baku, produk antara hingga produk

jadi yang dihasikan :

1. Analisis Bahan Baku

a. Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Sebanyak 1-2 mg BPFI dan sampel dikeringkan di dalam oven

selama lebih kurang 15 menit. Sebanyak 250 mg kalium bromida juga

dikeringkan dalam waktu yang sama. BPFI dan kalium bromida (KBr)

dicampurkan dan digerus. Lalu cetakan diisi dengan rata dan dicetak

dengan penekan hidrolik dalam tekanan lebih kurang 7,5 x 10-3 mmHg

hingga diperoleh cakram yang transparan. Lalu cakram dimasukkan ke

dalam alat spektrofotometer infra merah. Kemudian spektrum dari BPFI

dianalisis dengan sebelumnya serapan dari KBr (blangko) diukur dahulu.

Prosedur yang sama dilakukan untuk sampel. Hasil spektrum BPFI dan

sampel dibandingkan (Aulton, 2002).

b. Penetapan Kadar Siprofloksasin Hidroklorida

Prosedur awal yang dilakukan sebelum penetapan kadar adalah

pencarian panjang gelombang maksimum dari sampel. Kemudian larutan

baku diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dibuat kurva baku nya.

Persamaan kurva baku dibuat dengan menghubungkan nilai serapan (A)

dan konsentrasi larutan baku (c) dalam persamaan garis lurus,

A= a + bc.

Kemudian penetapan kadar sampel dilakukan (Aulton, 2002).

c. Pengukuran pH

Page 8: Metode Analisis Farindus

Pengukuran pH dilakukan dengan melarutkan sampel pada pelarut

dan sesuai dan diukur menggunakan pH meter (Aulton, 2002).

5. Analisis Produk Antara Tablet

a. Uji LOD (Loss On Drying)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam granul. Nilai %

LOD tidak boleh lebih dari 2% (Aulton, 2002).

b. Uji Laju Alir dan Sudut Istirahat

Granul sebanyak 15 g ditimbang dan alat untuk menentukan

kecepatan alir granul dan sudut istirahat disiapkan. Lalu bagian bawah alat

(berupa corong) dipastikan telah tertutup rapat dan diberi alas berupa

kertas pada bagian bawah alat untuk membuat plot diameter granul yang

terbentuk. Kemudian granul dimasukan. Setelah itu, bagian penutup

bawah dibuka dan waktu yang dibutuhkan oleh granul untuk mengalir

dicatat. Kecepatan alir serbuk dihitung. Kemudian tinggi dan diameter

tumpukan granul diukur dan ditentukan sudut istirahat dengan rumus :

(Aulton, 2002)

Keterangan :

h = tinggi tumpukan granul

D = diameter tumpukan granul

θ = sudut istirahat

Tabel Hubungan Antara Kecepatan Alir dengan Sifat AliranSerbuk

Page 9: Metode Analisis Farindus

Tabel Hubungan Antara Sudut Istirahat dan Tipe Aliran Serbuk

c. Uji Kompresibilitas

Granul ditimbang sebanyak 15 g. Lalu granul yang telahditimbang

dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml, tanda batas dilihatdan dicatat.

Kemudian gelas ukur berisi granul diketuk-ketukandengan interval 2 detik

1 ketukan. Setelah itu tanda batas di gelasukur diperhatikan, bila granul

tidak mengalami penurunan lagisetelah 5 ketukan terakhir, pengujian telah

selesai dan volumeakhirnya dicatat. Lalu kerapatan nyata, kerapatan

mampat, dankompresibilitas dihitung.

6. Analisis Tablet

a. Kontrol Berat

Kontrol kandungan obat secara sederhana dan cepat, baikselama

proses maupun kontrol kualitas, dilakukan terhadap tablet yang

Page 10: Metode Analisis Farindus

mengandung > 50 mg bahan aktif atau obatmerupakan > 50% dari

bobot/berat tablet (USP) (WHO,2004).

b. Penentuan kadar , sampel dari tablet (n=20) dianalisismenurut metode

yang ditentukan dalam monografi. BP:limit terdapat pada setiap

monografi, biasanya 90%-110%dari kandungan etiket (WHO, 2004).

c. Keseragaman kandungan :

N = 10 RSD < 6,0

N = 30 RSD <7,8 (USP)

Sangat bergantung pada kualitas campuran / pencampuran.Untuk

bahan aktif dibawah 2 mg, perlu dilakukan kontrolukuran partikel

(WHO, 2004).

d. Diameter

BP 1958 menetapkan standar diameter tablet sampai 12,5mm,

dengan penyimpangan + 5% , dan lebih besar dari12,5 mm, penyimpangan

+ 3% (WHO, 2004).

e. Uji Disolusi, merupakan suatu kontrol kualitas yang dapat digunakanuntuk

memprediksi bioavailabilitas produk (WHO, 2004).

Tabel Jenis –Jenis Alat Disolusi

No Nama Alat Keterangan

1 Alat 1

Keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang

terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang

inert, suatu motor, suatu batang logam yang

digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk

silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu

tangas air yang sesuai berukuran sedemikian

sehingga dapat mempertahankan suhu dalam

wadah pada 37o± 0,5oselama pengujian

berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam

tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat

Page 11: Metode Analisis Farindus

termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak

dapat memberikan gerakan, goncangan atau

getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat

perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang

memungkinkan pengamatan contoh dan

pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih

dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder

dengan dasar setengah bola, tinggi 169 mm hingga

175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm

dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas

wadah ujungnya melebar, untuk mencegah

penguapan dapat digunakan suatu penutup yang

sesuai. Batang logam berada pada posisi

sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari

2mm pada tiap titik pada sumbu vertikal wadah,

berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang

berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan

sehingga memungkinkan untuk memilih

kecepatan putaran yang dikehendaki dan

mempertahankan kecepatan seperti yang tertera

dalam masing-masing monografi dalam batas ±

4% (USP 29, 2006).

2 Alat 2

Dayung

Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini

digunakan dayung yang terdiri dari daun

(propellor) dan batang sebagai pengaduk. Batang

berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya

tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu

vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa

goyangan yang berarti. Daun melewati diameter

batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak

25mm ± 2mm antara daun dan bagian dalam dasar

Page 12: Metode Analisis Farindus

wadah dipertahankan selama pengujian

berlangsung. Untuk mencegah mengapungnya

sediaan digunakan sepotong kecil bahan inert

seperti gulungan kawat berbentuk spiral(USP 29,

2006).

3 Alat 3

Reciprocating

Cylinder

Alat terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas

rata berbentuk silinder; rangkaian silinder kaca

yang bergerak bolak-balik; penahan dari baja

tahan karat; (tipe 316 atau yang setara) dan kasa

polipropilen yang dirancang untuk

menyambungkan bagian atas dan alas silinder

yang bergerak bolak-balik; dan sebuah motor serta

sebuah kemudi untuk menggerakkan silinder

bolak-balik secara vertikal dalam labu dan jika

diinginkan, silinder dapat diarahkan secara

horizontal pada deretan labu kaca yang lain. Labu

– labu tercelup sebagian dalam tangas air dengan

ukuran sesuai yang da[at mempertahankan suhu

37o± 0,5o selama pengujian. Tidak ada bagian alat,

termasuk tempat di mana alat diletakkan,

memberikan gerakan, goyangan atau getaran yang

berarti (USP 29, 2006).

4 Alat 4

Flow Through

Cell

Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa

untuk media disolusi; sebuah sel yang dapat

dialiri, sebuah tangas air yang dapat

mempertahankan suhu media disolusi pada 37o±

0,5o. Pompa mendorong media disolusi ke atas

melalui sel. Pompa memiliki kapasitas aliran

antara 240 ml per jam dan 960 ml per jam, dengan

laju aliran baku 4 ml, 8 ml, dan 16 ml per menit.

Pompa harus secara volumetrik memberikan aliran

Page 13: Metode Analisis Farindus

konstan tanpa dipengaruhi tekanan aliran dalam

alat penyaring. Sel terbuat dari bahan yang inert

dan transparant, dipasang vertikal dengan suatu

sistem penyaring yang mencegah lepasnya partikel

tidak larut dari bagian atas sel; diameter sel baku

adalah 12 mm dan 22,6 mm; bagian bawah yang

runcing umumnya diisi dengan butiran kaca kecil

dengan diameter lebih kurang 1 mm dan sebuah

butiran dengan ukuran lebih kurang 5 mm

diletakkan pada bagian ujung untuk mencegah

cairan masuk ke dalam tabung (USP 29, 2006).

5 Alat 5

Paddle Over

Disk

Gunakan labu dan dayung dari Alat 2, dengan

penambahan suatu cakram baja tahan karat

dirancang untuk menahan sediaan transdermal

pada dasar labu. Suhu dipertahankan pada 32o±

0,5o. Jarak 25 mm ± 2 mm antara bilah dayung

dan permukaan cakram dipertahankan selama

penetapan berlangsung. Labu dapat ditutup selama

penetapan untuk mengurangi penguapan. Cakram

untuk menahan sediaan transdermal dirancang

agar volume tak terukur antara dasar labu dan

cakram minimal. Cakram diletakkan sedemikian

rupa sehingga permukaan pelepasan sejajar

dengan bilah dayung (USP 29, 2006).

6 Alat 6

Silinder

Gunakan labu dari Alat 1, kecuali keranjang dan

tangkai pemutar diganti dengan elemen pemutar

silinder yang terbuat dari baja tahan karat, dan

suhu dipertahankan pada 32o± 0,5oselama

penetapan berlangsung. Sediaan uji ditempatkan

pada silinder pada permulaan tiap penetapan.

Jarak antara bagian dasar labu dan silinder

Page 14: Metode Analisis Farindus

dipertahankan 25 mm ± 2 mm selama penetapan

(USP 29, 2006).

7 Alat 7

Reciprocating

Holder

Terdiri dari suatu rangkaian wadah volumetrik

untuk larutan yang sudah dikalibrasi atau ditara,

terbuat dari kaca atau bahan inert yang sesuai,

sebuah rangkaian motor dan pendorong untuk

menggerakkan sistem turun naik secara vertikal

dan mengarahkan sistem secara horizontal secara

otomatis ke deret labu yang berbeda jika

diinginkan, dan satu rangkaian penyangga

cuplikan berbentuk cakram. Wadah larutan

sebagian terendam dalam sebuah tangas air yang

sesuai dengan ukuran yang memungkinkan untuk

mempertahankan suhu bagian dalam wadah

larutan 32o± 0,5oselama pengujian berlangsung.

Tidak ada bagian alat termasuk tempat

diletakkannya alat, yang memberikan gerakan,

goncangan, atau getaran yang berarti (USP 29,

2006).

f. Desintegrasi

Berikut adalah Kriteria Penerimaan Uji Disintregrasi menurut

WHO (2004):

Tabel Kriteria Penerimaan Uji Disintregrasi

Tipe tablet Limit waktu dan kondisi

BP

Tidak bersalut <15 menit

Salut : lapis lipid <30menit

Gula <60 menit, ulang dalam 0,1 N HCl

Enterik >120 menit dalam 0,2 N HCl

Page 15: Metode Analisis Farindus

<60 menit PH 6,8 ( fostat

Efervesen <5 menit dalam 200 ml air, 20o C

Soluble (melarut) <3 menit

Dispersibel

(terdispersi)

<3 menit 2 tablet dalam 100 ml air,

didispersikan, lewat 710 µm

USP

Tidak disalut <waktu monografi

Salut <waktu monografi

Enterik Utuh selama 60 menit dalam cairan

simulalambung, hancur dalam cairan

simulasi usus <waktu monografi

Bukal <4 jam

Sublingual <waktu monografi

g. Sifat-sifat Non kompedial

Pengukuran sifat mekanik tablet tidak merupakan persyaratan

compendia. Kebanyakan merupakan persyaratan/spesifikasi internal

dari industri.

Pengukuran sifat mekanik terdiri dari : Uji kekerasan; Gaya tegang

(tensile strength); Friabilitas; Kegagalan Kerja (Work of Failure);

Three Point Bend; Tablet bergaris tengah (score); Sifat permukaan

(indentation).

h. Uji Keseragaman Kadar (WHO, 2004)

Spektrofotometri UV – Visibel

Page 16: Metode Analisis Farindus

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT )

Kromatografi gas

Sumber Kesalahan Dalam Pengukuran Analitik

a. Kesalahan serius (Gross error)

Konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh: kontaminasi

reagent yang digunakan, peralatan yang memang rusak total,

sampel yang terbuang

Indikasi dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang

sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang

jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah(Priambodo,

2007).

b. Kesalahan acak (Random error)

Bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari suatu perulangan

menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara

individual berada di sekitar harga rata-rata.

Memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat

terulang (reprodusibilitas).

Page 17: Metode Analisis Farindus

Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa

direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalam

bekerja(Priambodo, 2007).

c. Kesalahan sistematik (Systematic error)

Kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan

suatu kemiripan, dapat diatasi dengan: Standarisasi prosedur;

Standarisasi bahan; dan Kalibrasi instrument(Priambodo, 2007).

7. Validasi metode analisis

Prinsip validasi metode analisis berlaku untuk proses baru, perubahan

proses dan validasi ulang. Fasilitas, sistem dan peralatan validasi telah

terkualifikasi.Metode analisis sudah tervalidasi.Personil sudah mendapat

pelatihan.Tujuan validasi metode analisa adalah untuk mengetahui bahwa metode

analisis sesuai tujuan penggunaanya. Validasi metode analisis umumnya

dilakukan terhadap 4 jenis :

• Uji identifikasi

• Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity)

• Uji batas impuritas, dan

• Uji kuatitatif zat aktif dalam sampel bahan atau obat atau komponen tertentu

dalam obat(Priambodo, 2007).

Kriteria validasi terdiri dari akurasi, presisi, repeatibility, intermediate

precision, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitas, linearitas, dan

rentang.Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah :

a. Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap

pelaksanaanvalidasi di industri farmasi yang bersangkutan.

b. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang

menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi.

c. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol

sertalaporan validasi

d. Pelaksanaan validasi

Page 18: Metode Analisis Farindus

e. Melaksanakan peninjauan periodik,change control dan revalidasi

(Priambodo, 2007).

Validasi terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis- jenis validasi meliputi

Validasi Prospektif, Validasi Konkuren, Validasi Retrospektif, Validasi

Pembersihan, dan Validasi Ulang.

a. Validasi prospektif

Validasi yang dilakukan sebelum suatu proses diterapkan secara

komersial (untuk produk baru). Biasanya minimal 3 batch yang diperlukan

untuk membuktikan bahwa proses tersebut menunjukkan hasil yang

diharapkan. Bila bets akan dipasarkan maka pembuatan sesuai CPOB, hasil

validasi memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar Validasi prospektif

dilakukan apabila :

• Data tidak lengkap

• Uji IPC tidak seluruhnya dilakukan (tidak tuntas)

• Dilakukan sebelum proses produksi (preproduction/prerelease)

• Terdapat alat/ komponen baru (Priambodo, 2007).

b. Validasi konkruen

Berdasarkan POP CPOB 2006 : Dalam hal tertentu, Validasi Konkuren

dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi secara rutin, misal:

perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama; dan

perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama.Validasi konkuran dilakukan

apabila :

• Ada perubahan bahan baku (densitas, viskositas, bentuk kristal, ukuran

dan distribusi partikel)

• Perubahan material pengemas

• Perubahan proses

• Perubahan mesin/peralatan

• Perubahan area produksi atau sistem pendukung

• Perubahan yang tidak terprediksi (Priambodo, 2007).

c. Validasi Retrospektif

Page 19: Metode Analisis Farindus

Validasi ini hanya dapat dilakukan untuk proses yang telah sesuai,

namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur

pembuatan atau peralatan. Validasi proses hendaklah didasarkan pada riwayat

produk. Tahap validasi memerlukan pembuatan protokol khusus dan laporan

hasil kajian data untuk mengambil kesimpulan dan rekomendasi. Sumber data

hendaklah mencakup, tetapi tidak terbatas pada catatan pengolahan bets dan

catatan pengemasan bets, rekaman pengawasan proses, buku log perawatan

alat, catatan penggantian personil, studi kapabilitas proses, data produk jadi

termasuk catatan data tren dan hasil uji stabilitas. Validasi retrospektif

dilakukan apabila :

• Obat sudah beredar dulu tapi belum divalidasi. Validasi dilakukan

dengan mengambil sampel dari setiap batch kemudian dilakukan

pengujian

• Dilakukan untuk produk yang sudah lama beredar sehingga sudah

mendapat kepercayaan

• Datanya lengkap sehingga memberikan gambaran yang lebih baik dan

tingkat kepercayaan lebih tinggi(Priambodo, 2007).

d. Validasi Pembersihan

• Konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan

• Metode analisis tervalidasi, batas deteksi peka untuk mendeteksi tingkat

residu atau cemaran

• Dapat dilakukan dengan pendekatan kondisi terburuk dengan

memperhatikan isu kriitis

• Batas perolehan kembali (recovery) pada validasi metode analisis

pemeriksaan residu hendaklah tidak kurang dari 80%

• Dilakukan 3 kali berurutan dengan hasil memenuhi persyaratan

(Priambodo, 2007).

e. Validasi ulang

• Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses

pembersihan hendaklah dievaluasi

Page 20: Metode Analisis Farindus

• Jika tidak ada perubahan yang signifikan dalam status validasinya,

kajian ulang data yang menunjukkan bahwa fasilitas, sistem, peralatan

dan proses memenuhi persyaratan untuk validasi ulang(Priambodo,

2007).

Page 21: Metode Analisis Farindus

UJI STABILITAS

Studi stablitas adalah serangkaian uji yang didesain untuk mendapatkan

jaminan stabilitas suatu produk yaitu pemeliharaan spesifikasi suatu produk yang

dikemas dalam bahan pengemas yang telah ditentukan dan disimpan dalam

kondisi penyimpanan yang telah ditetapkan pada rentang waktu tertentu

(Priambodo, 2007).

Pengujian stabilitas bertujuan memberikan bukti mengenai bagaimana mutu

bahan atau produk berubah sepanjang waktu karena pengaruh berbagai faktor

lingkungan seperti suhu kelembapan dan cahaya. Pengujian stabilitas

memungkinkan ditetapkannya cara penyimpanan yang direkomendasikan, periode

ulang, masa edar bahan baku aktif atau produk serta kelebihan jumlah yang perlu

ditambahkan kepada suatu formulasi produk obat (Priambodo, 2007).

Menurut Priambodo (2007), pengujian stabilitas produk obat dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pengujian jangka panjang

Pengujian jangka panjang mutu produk obat untuk suatu jangka waktu yang

ditentukan, terbagi dalam beberapa interval, minimal setiap tiga bulan untuk tahun

pertama, setiap enam bulan untuk tahun kedua serta selanjutnya sekali setiap

tahun dan dengan kondisi penyimpanan tertentu, misalnya suhu 300C ± 2OC

dengan kelembapan relatif 60 ± 5%. Lama periode pengujian biasanya ditentukan

oleh masa edar yang diperkirakan bagi produk obat tersebut.

2. Pengujian dipercepat

Pengujian dipercepat mutu produk obat selama 3–6 bulan terbagi sedikitnya

dalam 4 interval waktu dengan kondisi yang diperberat, seperti temperatur dan

kelembapan tinggi, pemaparan cahaya dan sebagainya.dengan cara pengujian

stabilitas dipercepat laju penguraian obat dapat diramalkan untuk kondisi

penyimpanan tertentu, yakni 150C diatas suhu penyimpanan jangka panjang

dengan kelembapan yang sesuai misalnya 40 ± 2oC kelembapan relatif 75% ± 5%.

3. Pengujian fotostabilitas bahan baku dan produk obat

Page 22: Metode Analisis Farindus

Pengujian ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh informasi

fotostabilitas bahan baku dan produk obatnya. Data ini digunakan untuk

menentukan apakah diperlukan tindakan pencegahan tertentu dalam pemrosesan,

penandaan dan pengemasan terhadap pemaparan cahaya.

Karakteristik fotostabilitas intrinsik bahan berkhasiat baru serta produk

jadinya harus dievaluasi untuk menunjukkan bahwa pemaparan cahaya tidak

membawa akibat yang dapat diterima. Pendekatan sistematik pengujian yang

direkomendasikan mencakup hal-hal seperti:

Pengujian bahan berkhasiat.

Pengujian produk obat yang telah mengalami pemaparan cahaya tanpa

pengemasan primer, dan jika perlu.

Pengujian produk obat dalam kemasan primer, dan jika perlu.

Pengujian produk obat dalam kemasan pemasaran (Priambodo, 2007).

Studi stabilitas menurut CPOB (2006), yakni :

1. Hendaklah dirancang program uji stabilitas untuk menilai karakteristik

stabilitas obat dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai dan

tanggal kadaluarsa.

2. Program tertulis hendaklah dipatuhi dan mencakup:

a. Jumlah sampel dan interval pengujian berdasarkan kriteria statistis

untuk tiap atribut yang diperiksa untuk memastikan estimasi stabilitas.

b. Kondisi penyimpanan.

c. Metode pengujian yang dapat diandalkan, bermakna, dan spesifik.

d. Pengujian produk dalam bentuk kemasan yang sama dengan yang

diedarkan.

e. Pengujian produk untuk rekonstitusi, dilakukan sebelum dan sesudah

rekonstitusi.

3. Studi stabilitas hendaklah dilakukan dalam hal berikut:

a. Produk baru (biasanya dilakukan pada bets pilot).

b. Kemasan baru yaitu yang berbeda dari standar yang ditetapkan.

Page 23: Metode Analisis Farindus

c. Perubahan formula, metode pengolahan atau sumber / pembuat bahan

awal dan bahanpengemas primer.

d. Bets yang diluluskan dengan pengecualian: misalnya bets yang sifatnya

berbeda dari strandar atau bets yang di olah ulang.

e. Produk yang beredar.

Efek tidak diinginkan yang potensial dari tidak kestabilan produk farmasi yaitu:

1. Hilangnya zat aktif.

2. Bioavaibilitas berubah.

3. Hilangnya keseragaman kandungan.

4. Hilangnya elegansi produk dan “patient acceptibility”.

5. Pembentukan hasil uraian yang toksik (Goeswin, 2008).

Jenis stabilitas yang umum di kenal, yaitu:

1. Stabilitas kimia

Mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada

etiket dalam batasan spesifikasi.

2. Stabilitas fisika

Mempertahankan sifat fisika awal dari suatu sediaan.Misalnya penampilan,

kesesuaian, keseragaman, disolusi, disintegrasi, kekerasan dan kemampuan

di suspensikan.

3. Stabilitas mikrobiologi

Sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan

sesuai dengan persyaratan yang dinyatakan (jumlah koloni dsb).Zat

antimikro yang ada harus dapat mempertahankan efektifitas sediaan dalam

batas yang ditetapkan.

4. Stabilitas terapi

Efek terpi tidak berubah selama waktu simpan (shelf life) sediaan.

5. Stabilitas toksikologi

Page 24: Metode Analisis Farindus

Tidak terjadi peningkatan toksisitas yang bermakna selama waktu

simpan.Misalnya, tidak terbentuknya epi dan anhidro dalam suspensi

tetrasiklin (Goeswin, 2008).

B. Metode Analisis Kosmetik

Ruang lingkup metode yang ditetapkan dalam peraturan ini berupa beberapa

metode analisis untuk:

1. Pengujian cemaran mikroba

Metode Analisis untuk pengujian cemaran mikroba berupa metode analisis

untuk:

a. Penetapan Angka Kapang Khamir dan Uji Angka Lempeng Total dalam

Kosmetika

b. Uji Efektivitas Pengawet dalam Kosmetika

2. Pengujian logam berat

Metode Analisis untuk pengujian logam berat berupa Metode Analisis

Penetapan Kadar Logam Berat (Arsen, Kadmium, Timbal, dan Merkuri)

dalam Kosmetika. Sampel didigesti dengan cara digesti basah atau digesti

kering atau digesti gelombang mikro bertekanan tinggi (High Pressure

Microwave Digestion) dan ditetapkan kadar logam berat seperti arsen (As),

cadmium (Cd), timbal (Pb) dan merkuri (Hg) menggunakan Graphite

Furnace Atomic Absorption Spectrophotometer (GF-AAS) dan Flow

Injection Analysis System-Atomic Absorption Spectrophotometer (FIAS-

AAS).

3. Pengujian beberapa bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetika

Metode Analisis untuk pengujian beberapa bahan yang dilarang digunakan

dalam Kosmetika berupa Metode Analisis untuk:

a. Identifikasi asam retinoat dalam kosmetika secara Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

b. Identifikasi bahan pewarna yang dilarang dalam kosmetika secara

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT)

Page 25: Metode Analisis Farindus

c. Identifikasi dan penetapan kadar hidrokinon dalam kosmetika secara

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT)

d. Identifikasi senyawa kortikosteroid dalam kosmetika secara Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

4. Pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan dalam kosmetika

Metode analisis untuk pengujian beberapa bahan pengawet yang digunakan

dalam kosmetika berupa metode analisis identifikasi dan penetapan kadar

pengawet dalam kosmetika secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

C. Metode Analisis Makanan

Analisis terhadap produk makanan dilakukan untuk menjamin kualitas

makanan dan menjaga makanan dari bahan tambahan pangan yang

berbahaya.Analisis makanan meliputi analisis terhadap bahan tambahan pangan

dan analisis terhadap cemaran mikroba.

1. Analisis Terhadap Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan

selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu.

Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan

kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang

mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan. BTP yang dianalisis

biasanya berupa zat pengawet, pewarna dan pemanis sintetis.

Golongan BTP yang dilarang digunakan menurut PERMENKES

PERMENKES RI NO 722/MENKES/PER/IX/88 dan NO

1168/MENKES/PER/X1999 yaitu :

- Nitrofuranzon - Natrium Tetraborat

- P-phenetikarbamida - Formalin

- Asam salisilat dan garamnya - Minyak nabati dan

dibrobinasi

- Rodamin B (pewarna merah) - Kloramfenikol

Page 26: Metode Analisis Farindus

- methanyl yellow (pewarna

kuning)

- Kalium klorat

- Dulsin (pemanis sintesis)

potassium bromat (pengeras)

- Diethylpirokarbonat

Analisis zat pengawetyaitu dengan metode spektrofotometri dan metode

titrasi, zat pewarna dengan kromatografi kertas dan cara kimia serta zat pemanis

sintesis dengan kromotografi lapisan tipis, spektrofotodensitometri dan

spektrofotometri UV-Vis.

2. Analisis Terhadap Cemaran Mikroba

Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang

mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik.

Ujimikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat

mendugadaya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai

indikator sanitasimakanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian

mikrobiologi diantaranyameliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan daya

tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat

keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi

makanan tersebut.

a. Uji Angka Lempeng Total

Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yangada

pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total(ALT).

Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerobmesofil atau

anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhirberupa koloni

yang dapat diamati secara visual berupa angka dalamkoloni(cfu) per ml/g

atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara laindengan cara tuang, cara

tetes dan cara sebar.

Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode

AnalisisMikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni

bakteriaerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng

agardengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada

pengujanAngka Lempeng Total diguanakan PDF (Pepton Dilution Fluid)

Page 27: Metode Analisis Farindus

sebagaipengencer sampel dan menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai

mediapadatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim

Chlotide 0,5% (TTC).

b. Uji MPN Coliform

Prinsip pengujian angka paling mungkin (MPN) Coliform menurut Metode

Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 69/MIK/06) yaitu pertumbuhan bakteri

coliform setelah cuplikan diinokulasikan pada media cair yang sesuai, dengan

mengamati adanya reaksi fermentasi dan pembentukan gas dalam tabung

durham. Pada pengujan MPN Coliform diguanakan PDF (Pepton dilution

fluid) sebagai pengencer, Mac Conkey Broth (MCB) dan Briliant Green

Lastose Bile 2 % Broth (BGLB) sebagai media cairnya.

c. Uji Salmoella

Prinsip pengujian deteksi Salmonella menurut Metode AnalisisMikrobiologi

(MA PPOM 74/MIK/06) yaitu ada empat tahap untukmendeteksi adanya

Salmonella :

1. Pra. Pengkayaan dalam media cair non selektif yang diinkubasi pada 37±1

°C selama 18+2jam.

2. Pengkayaan dalam media cair selektif yang diinkubasi pada 41,5 + 1° C

selama 24 ± 3 jam dalam RVS cair dan 37±1° C selama 24±3 jam MKTTn

cair.

3. Inokulasi&identifikasi dalam 2 media padat selektif, media selektif

pertama diinkubasi pada 37±1° C selama 24±3 jam dan dengan media

yang digunakan.

4. Konfirmasi terhadap identitas Salmonella dengan uji biokimia dan

5. serologi.

Pada pengujan deteksi Salmonella diguanakan Buffered Peptone Water

(BPW) sebagai media cair non selektif, Muller Kaufimann

TetrathionateNovobiocin Broth (MKTTn) dan Rappaport Vassiliadis Medium +

Soya(RVS) sebagai media cair selektif, Bismuth Green Agar (BGA) dan

XyloseLysine Deoxycholate (XLD) media padat selektif untuk

mengisolasiSalmonella.

Page 28: Metode Analisis Farindus

d. Uji Eschericia coli

Prinsip pengujian deteksi Eschericia coli menurut Metode Analisis

Mikrobiologi (MA PPOM 73/MIK/06) yaitu Pertumbuhan koloni Eschericiacoli

pada media lempeng selektif dan dilanjutkan dengan konfirmasi melaluiuji

biokimia. Pada pengujan deteksi Eschericia coli diguanakan Tryptic SoyBroth

(TSB) sebagai media cair atau pengencer, dan Eosyn Methylen Blue(EMB)

sebagai media lempeng selektif.

e. Uji MPN Escherichia coli

Prinsip pengujian MPN (angka paling mungkin) Escherichia coli menurut

Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 72/MIK/06) yaituPertumbuhan koloni

bakteri E.Coli setelah cuplikan diinokulasi pada mediacair yang sesuai dengan

mengamati adanya reaksi fermentasi danpembentukan gas didalam tabung

durham, dilanjutkan dengan isolasi danidentifikasi E.coli. Pada pengujan MPN

E.coli diguanakan PDF (PeptonDilution Fluid) sebagai pengencer, Mac Conkey

Broth (MCB) dan EscherichiaColi Broth (ECB) sebagai media cairnya, dan Eosyn

Methylen Blue Agar(EMB) sebagai media padat untuk isolasi E.coli.

f. Uji Kapang

Prinsip uji angka Kapang pada makanan dan minuman sesuai metode

analisis mikrobiologi (MA PPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhankapang/khamir

setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dandiinkubasi pada suhu

20-25°C. Pada uji ini digunakan Pepton Dilution Fluid(PDF) dan Air Suling Agar

0,05 % (ASA) sebagai larutan pengencer, PotatoDextrose Agar (PDA) yang

ditambahkan kloramfenikol (100 mg/l) (0,01%)sebagai media pertumbuhannya.

Page 29: Metode Analisis Farindus

DAFTAR PUSTAKA

Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design.

NewYork: Churcill Livingstone.

BPOM. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07331. Tahun 2011 Tentang Metode

Analisis Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia..

BPOM. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta :Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033

Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Depkes RI.

Lachman, L., Lieberman, Herbert A., Kanig, Joseph L. 1994. Teori dan Praktek

Farmasi Industri III Ed.3. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Priambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka

Utama.

The United States Pharmacopeia. 2006. The National Formulary 23. 29th

Edition.Volume I. Washington, D.C: United States Pharmacopeia

Convention Inc.

World Health Organization. 2004. WHO Good Manufacturing Practise:

StartingMaterials. Tersedia di :

http://whqlibdoc.who.int/publications/2004/9241546190_part2.pdf[Diakses

tanggal 15 September 2015].

Badan POM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.Jakarta : Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI.

Goeswin, Agoes. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi, seri farmasi industri-1.

Bandung : Institut Teknologi Bandung.


Top Related