FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA DI BAGIAN POLISHING
PT. SURYA TOTO INDONESIA. Tbk TANGERANG
TAHUN 2011
SKIRPSI
OLEH:
WITA HANDAYANI
NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2011 M
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA DI BAGIAN POLISHING PT.
SURYA TOTOINDONESIA. TbkTANGERANG
TAHUN 2011
SKIRPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
OLEH:
WITA HANDAYANI
NIM: 107101001563
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2011 M
iii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2011 Wita Handayani, NIM : 107101001563
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011 (xxii, 143 halaman, 28 tabel, 4 gambar, 2 skema, 1 grafik, 6 lampiran)
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal yang dirasa pada bagian otot skeletal oleh seseorang mulai dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya.
Penelitian ini dilakukan pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk pada Juli-Oktober 2011. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 70 orang dan menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah uji T-Independent, uji Chi Square, dan uji regresi logistik berganda. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan MSDS sedangkan variabel independennya adalah risiko/faktor pekerjaan, usia, indeks masa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan riwayat penyakit MSDs.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada 51 orang (72,9%) yang mengalami keluhan MSDs. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko/faktor pekerjaan (p value = 0,001), usia (p value = 0,030), masa kerja (p value = 0,004), kebiasaan olahraga (p value = 0,003), dan riwayat penyakit MSDs (p value = 0,027). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah indeks massa tubuh (p value = 0,348) dan kebiasaan merokok (p value = 0,094). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi keluhan MSDs dan variabel yang paling dominan berpengaruh adalah riwayat penyakit MSDs.
Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari, dan mulai berhenti merokok untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan intervensi ergonomi dengan mendesain kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back support, rotasi kerja, pelatihan, melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar sistem kerja menjadi lebih baik, dan melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang pekerja (keluhan MSDs), serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi guna meminimalisir keluhan MSDs. Daftar Bacaan : 49 (1981 - 2010) Kata Kunci : MSDs, ergonomi, polishing.
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK Thesis, December 2011 Wita Handayani, NIM : 107101001563
Factors Associated with Complaints Musculosceletal Disorders of Worker’s Polishing Division in PT. Surya Toto Indonesia, Tbk Tangerang Year 2011 (xxii, 143 pages, 28 tables, 4 pictures, 2 schemes, 1 graphic, 6 attachments)
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) is a set of symptoms / disorders associated with muscle tissue, tendons, ligaments, cartilage, nervous system, bone structure, and blood vessels. Musculoskeletal complaints were deemed in part by an individual skeletal muscle complaints ranging from mild to complaints that feels very sick. According to WHO (2007), MSDs are the biggest occupational diseases in Europe, and suffered by millions of workers. Patients MSDS will lose an average of 5 working days and issue health costs 10 times more likely than other cases.
The research was conducted on workers in the Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Limited in July-October 2011. The number of samples in this study as many as 70 people and using cross-sectional study design. The test statistic used is the Independent T-test, chi square tests and multiple logistic regression test. Dependent variable in this study was the complaint of the MSDS while the independent variable is the risk / occupational factors, age, body mass index, period of employment, smoking habits, physical fitness, and disease history MSDS.
Based on the result showed that there were 51 people (72.9%) who had complaints MSDS. The results of bivariate analysis showed no association between the risk of MSDs complaints / employment factors (p value = 0.001), age (p value = 0.030), working period (p value = 0.004), exercise habits (p value = 0.003), and disease history MSDS (p value = 0.027). While unrelated variables are body mass index (p value = 0.348) and smoking (p value = 0.094). The results of multivariate analysis showed that the risk / work factors, exercise habits, and history of MSDs are the variables that affect the complaints MSDS's most dominant and influential variable is the history of MSDs.
Workers are advised to rest while beginning to feel the stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day, and begin to stop smoking to minimize complaints MSDS. Companies can intervene by designing ergonomic office chair that has the back of a chair or using a back support, job rotation, training, involving employees to provide ideas and opinions for the system to work better, and perform a medical examination related to workers' state of the muscle and bone (MSDs complaints), and to supervise the activities of gymnastics in the morning to minimize complaints MSDS. Reading list : 49 (1981 - 2010) Keywords : MSDs, ergonomics, polishing.
vii
Daftar Riwayat Hidup Nama : Wita Handayani
Tempat/tanggal lahir : Padang Sibusuk, 23 Desember 1987
Alamat : Jln.Lintas Sumatera, Padang Sibusuk, Kec.Kupitan
Kab. Sijunjung 27451
Padang, Sumatera Barat
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Materital : Belum Menikah
Telp/Hp : 081374399387 / 08561043004
Golongan Darah : B (+)
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
1994 – 2000 SD N 09 Padang Sibusuk
2000-2003 SMPN 3 Sijunjung
2003 – 2006 SMA N 4 Sijunjung
2007 – sekarang S-1 Program Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2010-sekarang Anggota Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif
Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK
2008-2009 Sekretaris II Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan PMII cabang Ciputat
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim تھ كا بر و هللا ا ورحمة علیكم م اسال
Puji syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan berkah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang Tahun 2011”.
Tulisan ini merupakan hasil karya penulis yang merupakan hasil dari proses
kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011
selama 2 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat
tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi
manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.
Penyelesaian pembuatan laporan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,
nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan
kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
ix
2. My Beloved Parents (Ayah dan Ibu) yang selalu menjadi orangtua juara satu
seluruh dunia dan yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan program studi ini. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada
“My Siztaa n My brother (kak icha dan bang rio)” yang telah memberikan
dukungan, motivasi dan doa serta kasih sayang yang penulis rasakan menjadi
motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat yang telah membuka wawasan dan pengetahuan
penulis akan pentingnya Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK sebagai penanggung jawab peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang selalu sabar menghadapi kami semua.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaf, SKM, M.MA dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM
selaku pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingannya serta
masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi
ini.
6. dr. Harman, Sp.OK selaku penguji skripsi yang banyak memberi masukan
kepada penulis.
7. Bapak Dian rawar Prasetyo, SKM selaku Foreman HSE PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan
masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi ini serta selalu
memberikan kemudahan bagi penulis.
x
8. Terima Kasih juga kepada Bapak Imam selaku Manager HRD PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis.
9. Bapak Sukmana yang sangat membantu penulis dalam memberikan
keterangan-keterangan terkait proses kerja PT. Surya Toto Indonesia. Tbk.
10. Terima kasih juga kepada para Supervisor dan Leader pabrik 1, 2, dan 3, serta
Staff HSE PT. Surya Toto Indonesia. Tbk yang sangat sangat luar biasa
welcome kepada penulis saat di lapangan dan atas dukungan yang sangat luar
biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
11. Terimaksih teramat dalam kepada para Responden yang telah menyempatkan
waktunya untuk membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini.
12. I Love u all My BFF (Shani, Ayu, Eby, Anita, Iyez, dan Memeng),
terimakasih banyak buat motivasi, curhatan, dan pengalaman hidupnya.
13. Tak lupa buat wonder women penghuni Grand Puri Laras (Desy, Lisa, Mery
n Rianti) yang selalu menjadi tempat berbagi cerita.
14. Teman-teman seperjuanganku PH’07 atau OPUS, terima kasih atas
dukungannya.
15. Sahabat-sahabati Kampus Biru yang selalu semangat.
16. Kepada seluruh staff Prodi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN, terima kasih
atas bantuannya dalam penyusunan laporan skripsi dan memberikan
informasi-informasi yang penulis perlukan.
xi
17. Thank’s a lot to Benga’ Team yang selalu memberikan penulis inspirasi dan
tawa yang tiada henti.
18. “The Last but not The Least” Buat Jagoanqu yang selalu memberi support
yang luar biasa pada penulis untuk menyeleseikan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat baik bagi semua pihak yang
membaca, baik dari kalangan mahasiswa maupun umum dan dijadikan langkah awal
bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat di waktu mendatang.
TERIMA KASIH.
تھ كا بر و هللا ا ورحمة علیكم م لسال ا و
Ciputat, Desember 2011
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER .......................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
ABCTRACT .................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................. v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ............................................................ vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xx
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 9
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 10
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 11
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................. 11
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................ 11
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12
1.5.1. Bagi Perusahaan ......................................................................... 12
1.5.2. Bagi Pekerja ............................................................................... 12
1.5.3. Bagi Peneliti ............................................................................... 13
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 13
xiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ....................................................... 15
2.1.1. Definisi MSDs ........................................................................... 15
2.1.2. Sinonim MSDs ........................................................................... 16
2.1.3. Gejala MSDs ............................................................................. 16
2.1.4. Keluhan MSDs .......................................................................... 17
2.1.5. Jenis-Jenis MSDs ........................................................................ 20
2.1.6. Faktor Risiko MSDs ................................................................... 23
2.1.7. Dampak MSDs ........................................................................... 49
2.1.8. Tindakan Pengendalian MSDs .................................................... 50
2.2.Quick Exposure Checklist (QEC) ........................................................... 51
2.2.1 Definisi QEC .............................................................................. 51
2.2.2 Tujuan Penggunaan QEC ........................................................... 52
2.2.3 Tahapan Penggunaan QEC ......................................................... 52
2.2.4 Pengukuran dan Perhitungan QEC .............................................. 53
2.2.5 Reliabilitas QEC ......................................................................... 60
2.2.6 Validitas QEC ............................................................................ 61
2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan QEC ............................ 62
2.2.8 Alasan Pemilihan QEC ............................................................... 63
2.3. Nordic Body Map (NBM ........................................................................ 64
2.4.Kerangka Teori ...................................................................................... 65
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep .................................................................................. 67
3.2. Definisi Operasional .............................................................................. 69
3.3. Hipotesis ............................................................................................... 73
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian ................................................................................... 74
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 74
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 74
4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 75
xiv
4.4.1. Variabel Keluhan MSDs ............................................................. 76
4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ........................................................... 77
4.4.3. Variabel Usia .............................................................................. 80
4.4.4. Variabel Indeks Masa Tubuh ...................................................... 80
4.4.5. Variabel Masa Kerja ................................................................... 80
4.4.6. Variabel Kebiasaan Merokok ...................................................... 80
4.4.7. Variabel Kebiasaan Olahraga ...................................................... 81
4.4.8. Variabel Riwayat Penyakit MSDs .............................................. 81
4.5. Instrumen Penelitian .............................................................................. 81
4.6. Pengolahan Data ................................................................................... 82
4.7. Analisis Data ......................................................................................... 83
4.7.1. Analisis Univariat .................................................................... 84
4.7.2. Analisis Bivariat ...................................................................... 84
4.7.3. Analisis Multivariat .................................................................. 85
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................................ 87
5.1.1 Sejarah Singkat PT.Surya Toto Indonesia.Tbk ......................... 87
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ......................................................... 88
5.1.3 Tujuan Perusahaan ................................................................... 89
5.1.4 Kebijakan Perusahaan .............................................................. 89
5.1.5 SDM Perusahaan ..................................................................... 90
5.1.6 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................ 90
5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L ................................................. 92
5.1.8 Program Kerja Seksi K3L ........................................................ 92
5.1.9 Proses Produksi ....................................................................... 93
5.2 Analisis Univariat .................................................................................. 97
5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden ...................................... 98
5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden ........................ 99
5.2.3 Gambaran Usia Responden ....................................................... 100
5.2.4 Gambaran IMT Responden ....................................................... 101
xv
5.2.5 Gambaran Masa Kerja Responden ............................................ 101
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden ............................... 102
5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden ............................... 102
5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden ........................ 103
5.3 Analisis Bivariat ..................................................................................... 104
5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
.................................................................................................. 104
5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ......................... 105
5.3.3 Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs ......................... 106
5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs .............. 107
5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs . 108
5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs . 109
5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs
.................................................................................................. 110
5.4 Analisis Multivariat ............................................................................... 111
5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat ............................................ 112
5.4.2 Pembuatan Model Prediksi ....................................................... 113
5.4.3 Uji Interaksi .............................................................................. 115
5.4.4 Penyusunan Model Terakhir .................................................... 115
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 118
6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden ........................................... 119
6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden .
................................................................................................................ 121
6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan ............................................................ 121
6.3.2 Usia ........................................................................................... 125
6.3.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) ........................................................ 127
6.3.4 Masa Kerja ................................................................................ 129
6.3.5 Kebiasaan Merokok ................................................................... 131
6.3.6 Kebiasaan Olahraga ................................................................... 133
xvi
6.3.7 Riwayat Penyakit MSDs ............................................................ 136
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ........................................................................................... 139
7.2 Saran ..................................................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang
Berpotensi Menimbulkannya ................................................................... 20
Tabel 2.2 Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis ................ 24
Tabel 2.3 Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung ...................................... 58
Tabel 2.4 Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ............................................ 59
Tabel 2.5 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan .................................................... 59
Tabel 2.6 Hasil Penilaian Validitas QEC ................................................................. 62
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................ 69
Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC .................................. 78
Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan ..................................................... 79
Tabel 5.1 Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk
Tahun 2010 ............................................................................................. 90
Tabel 5.2 Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ............................................................. 98
Tabel 5.3 Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ............................................ 100
Tabel 5.4 Distribusi Usia pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..................................................................... 100
Tabel 5.5 Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................101
Tabel 5.6 Distribusi Masa Kerja pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tahun 2011 .....................................................................102
Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja di Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................102
Tabel 5.8 Distribusi Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ...................................................103
xviii
Tabel 5.9 Distribusi Riwayat Penyakit MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 .............................................103
Tabel 5.10 Analisis Hubungan Risiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tahun 2011 ..........................................................................................105
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja di
Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..............106
Tabel 5.12 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun
2011 .....................................................................................................107
Tabel 5.13 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja
di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..........108
Tabel 5.14 Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun
2011 .....................................................................................................109
Tabel 5.15 Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun
2011 .....................................................................................................110
Tabel 5.16 Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs
pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tahun 2011 ..........................................................................................111
Tabel 5.17 Kandidat variabel Independen yang Masuk ke dalam Model
Multivariat ...........................................................................................112
Tabel 5.18 Hasil Pemodelan Prediksi Keluhan MSDs ...........................................113
Tabel 5.19 Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs ................................115
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.2 Nordic Body Map................................................................................... 65
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L ............................................................... 92
Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tahun 2011 ..................................................................122
Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011 ................................................124
xx
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1 Kerangka Teori ....................................................................................... 66
Skema 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 68
xxi
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada
Responden di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun
2011 ........................................................................................................ 99
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
Lampiran 2 Gambar Nordic Body Map (NBM)
Lampiran 3 Daftar isian Nordic Body Map (NBM)
Lampiran 4 Lembar pertanyaan Quick Exposure Checklist (QEC)
Lampiran 5 Lembar tabulasi penilaian Quick Expossure Check (QEC)
Lampiran 6 Output Analisis Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia
industri modern terutama bagi industri yang berstandar internasional. Selain itu,
manusia tidak hanya fokus pada keselamatan di tempat kerja, tapi juga pada
kesehatan pekerja tersebut. Karena walau bagaimanapun, pekerja merupakan aset
perusahaan yang harus diperhatikan sehingga peduli dengan kesehatan pekerja
berarti juga peduli pada aset perusahaan yang sangat berharga. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di
seluruh dunia.
Indonesia sebagai salah satu dari negara besar di dunia, sangat
berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini
disebabkan karena pada tahun 2009 terdapat 74,4% penduduk Indonesia adalah
usia kerja (Depnakertrans, 2010). Di Indonesia, berstandar pada Undang-Undang
Keselamatan Kerja No.01 tahun 1970 dan peraturan pelaksanaannya tentang
keselamatan kerja telah mewajibkan kepada tempat kerja yang mempekerjakan
minimal 100 pekerja, maka penerapan K3 di perusahaan memiliki dasar hukum
yang kuat. Dengan demikian, setiap perusahaan berkewajiban untuk melindungi
keselamatan pekerjanya dari beragam bahaya maupun risiko potensial di
2
perusahaan. Sebaliknya, setiap pekerja juga berkewajiban untuk tunduk dan
menaati ketentuan dan peraturan keselamatan yang telah ditetapkan perusahaan.
Pertumbuhan industri dan pertambahan tenaga kerja menimbulkan berbagai
dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah
meningkatnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang
diterima pekerja dalam bidang kesehatan. PAK disebabkan oleh sejumlah faktor
namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan penyakit gaya hidup
yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu
pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005).
Pada tahun 2005, International Labour Organization (ILO)
memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal
karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Angka kematian akibat kerja pun
meningkat. Selain itu diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta
kecelakaan akibat kerja yang tidak bersifat fatal (setiap kecelakaan sedikitnya
menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan) dan 180 juta orang mengalami
penyakit akibat kerja. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara
berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-
negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di
bidang-bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan, dan konstruksi
(ILO, 2005).
Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak
ergonomis antara lain adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs).
3
Penyakit ini disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara alat, manusia, dan
proses kerja sehingga seringkali para pekerja melakukan aktifitas produksi
dengan postur janggal (Utari, 2009). Jika alat kerja dan lingkungan fisik tidak
sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja maka hasil kerja tidak akan
optimal dan bahkan berpotensi mengakibatkan PAK diantaranya MSDs (Anies,
2005).
MSDs dalam suatu industri seringkali kurang mendapat perhatian dan
dianggap sepele oleh pihak manajemen atau pengelola, bahkan di beberapa
perusahaan masih ada yang belum memahami apa saja yang menjadi faktor-
faktor resiko penyebabnya, sehingga resiko MSDs dapat timbul di suatu
perusahaan tanpa disadari. Padahal hal lain secara sadar ataupun tidak akan
berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya, dan dapat mengganggu kesehatan pekerja (Rohjani,
2003).
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi
fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem
syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervetebral. MSDs
dapat berupa peradangan dan penyakit degeneratif yang menyebabkan
melemahnya fungsi tubuh. Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir
tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari
benturan-benturan kecil maupun besar yang terjadi secara terus-menerus dan
4
dalam waktu yang relatif lama. Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan,
atau tahun, tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk
cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan,
nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau kelemahan pada
jaringan anggota tubuh yang terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena
kronisitas atau berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).
Menurut WHO (2007), MSDs adalah penyakit akibat kerja terbesar di
Eropa, dan diderita oleh jutaan pekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
25% nya mengeluhkan sakit punggung dan 23% nya menderita nyeri otot.
Amerika Serikat yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah
mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi
penyebab utama PAK dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan
total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43
milliar (Humantech, 2003). Sedangkan cedera pada tulang punggung sendiri
meliputi 1/6 dari semua kecelakaan kerja dan merupakan sebab utama dari cacat
kerja pada pekerja di bawah usia 45 tahun di AS. Di Finlandia pekerjaan
konstruksi bangunan menempati posisi paling tinggi dalam hal tingkat
kecelakaan kerja (Jannah, 2008).
Berdasarkan Self Reported Work Related Illness (SWI) 2006-2007 tentang
penyakit dan cedera pada sektor industri di Great Britain, estimasi angka
prevalensi industri manufaktur sebesar 3440/100.000 kasus. Europan
communities (2008) memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian ekstrimitas
5
atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari
500.000 orang telah menderita MSDs setiap tahunnya. Menurut studi yang
dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena terlampauinya
kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%), menarik dan
mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%) (Nurmianto, 2004).
Berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah
kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita
pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami
pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 9482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%),
kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%), dan
gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium
Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data
bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal
sesudah bekerja. Pentingnya memahami aspek ergonomi ini, sudah seharusnya
dilakukan evaluasi secara integratif untuk menilai sejauh mana kecocokan
rancangan sistem kerja yang ada (termasuk pekerjaan itu sendiri) dengan para
pekerjanya.
MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat
menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas
kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,
meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, dll (Bird, 2005). Macam-macam
6
gejala kesehatan dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor resiko MSDs yang
memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko ergonomi dan gangguan
kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja.
Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung, dan kaki merupakan
bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya
(NIOSH, 2007).
Pheasant (1991) menyatakan bahwa terjadi peningkatan turnover yang
disebabkan oleh MSDs yakni sebesar 25% pada pekerja produksi, 30% pada
pekerja rumah sakit, 40% pada pekerja pemrosesan data, dengan semua ini akan
mengalami penurunan produktivitas kerja. Menurut OSHA Office of Ergonomic
Support menghitung jumlah uang kompensasi yang harus dibayar perusahaan
kepada pekerja yang menderita MSDs di tahun 1988 berkisar 33-40% dari total
uang kompensasi PAK. Penerapan ergonomi secara signifikan akan
meningkatkan produktivitas minimal 10% dan juga dapat mengurangi biaya
kompensasi pekerja akibat penyakit kerja serta mengurangi tingkat kecelakaan
(Humantech, 2005). Penderita MSDs rata-rata akan kehilangan 5 hari kerja dan
mengeluarkan biaya kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan kasus lainnya
(Humantech, 1995).
Menurut beberapa ahli, terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya MSDs yaitu faktor pekerjaan, faktor pekerja, faktor lingkungan, dan
faktor psikososial. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi yaitu postur kerja,
durasi, beban kerja, frekuensi, dan alat perangkai/genggaman (Humatech, 1995).
7
Faktor pekerja yaitu usia, jenis kelamin, waktu kerja, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, masa kerja, Indeks Masa Tubuh (IMT), riwayat penyakit
MSDs, dan kekuatan fisik (Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Tarwaka, 2004). Faktor
lingkungan yaitu suhu dan kelembaban, getaran, dan iluminasi (Bridger, 1995;
Oborne, 1995). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
faktor-faktor tersebut berhubungan dengan MSDs (NIOSH, 1997).
Melihat data-data yang menentukan besarnya masalah ergonomi,
diantaranya kasus MSDs di dunia industri dan besarnya faktor resiko sehingga
perlu dilakukan langkah-langkah identifikasi faktor resiko di tempat kerja. Hal
ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah pekerja tersebut telah bekerja
dengan cara yang benar dan telah memenuhi aspek dan kaidah ergonomi serta
lingkungan kerja dan resiko pekerjaan yang diterima oleh pekerja.
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang merupakan perusahaan industri
keramik yang memproduksi peralatan saniter, asesoris pipa dan juga
perlengkapan dapur. Perusahaan ini memiliki proses kerja dengan resiko bahaya
fisik cukup tinggi. Proses kerja Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar
halus dan mengkilap yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan
Buffing. Pada proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan
otomatis serta bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan Tripoly
yaitu Tripoly cair dan batangan. Pada proses ini limbah dan cemaran yang
dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun penanganan dari dampak
tersebut adalah dipasang Dust collector yang berfungsi untuk menghisap debu
8
dan sirkulasi udara (Exhaust fan) serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat
Pelindung Diri (tutup telinga dan masker). Selain itu, bahaya yang terdapat pada
proses kerja ini adalah postur tubuh pekerja ketika melakukan pekerjaannya yang
kurang ergonomis dan pekerja sering bekerja dalam keadaan statis. Hal ini dapat
dilihat dari keadaan pekerja ketika melakukan pekerjaannya selalu berada dalam
posisi duduk. Menurut Bernard et al (1997), berdasarkan eksperimen di
laboratorium, tekanan pada sendi tulang belakang secara substansial lebih besar
atau lebih banyak terjadi pada posisi duduk tanpa penyangga dibanding pada
posisi berdiri.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2011 terhadap
10 pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan
menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja
merasakan keluhan MSDs. Ada yang merasakan keluhan ketika bekerja, setelah
bekerja, dan malam hari dengan tingkat keluhan sedikit sakit dan sakit. Dari 10
pekerja, ada 8 orang (80%) yang merasakan keluhan pada bagian pinggang yang
dirasakan ketika bekerja dan setelah bekerja. Pada bagian leher dan bahu yang
merasakan keluhan sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar 70% dengan
persentase keluhan terbanyak setelah bekerja dan frekuensi keluhan setiap hari.
Pada bagian tangan yang merasakan keluhan sebanyak 6 orang (60%) dan
punggung sebanyak 5 orang (50%). Dari studi pendahuluan yang dilakukan,
dapat diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah
Upper Extremitas (ekstremitas bagian atas).
9
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan serta belum adanya
penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2011
terhadap 10 pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs
(100%). MSDs dapat menjadi suatu permasalahan penting karena dapat
menyebabkan antara lain waktu kerja yang hilang, menurunkan produktivitas
kerja, penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi, penurunan kewaspadaan,
meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan, dll. MSDs muncul tidak secara
spontan atau langsung melainkan butuh waktu yang lama dan bertahap sampai
gangguan musculoskeletal mengurangi kemampuan tubuh manusia dengan
menimbulkan rasa sakit. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-
ulangnya proses penyebabnya. Selain itu, informasi yang diperoleh peneliti
bahwa di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang belum pernah dilakukan
penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs
pada pekerja. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
10
mengetahui apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dan faktor pekerja
dengan keluhan MSDs di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada
pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) dengan
keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk tahun 2011?
6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan keluhan MSDs
pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011?
11
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pekerja di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada pekerja bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
c. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs) di
bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
d. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan
MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk tahun 2011.
e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja (usia, IMT, masa kerja,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit MSDs)
dengan keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia. Tbk tahun 2011.
12
f. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan
keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
a. Memperoleh informasi mengenai potensi dan tingkat resiko terjadinya
MSDs terhadap pekerja di bagian Polishing sehingga dapat segera
diambil tindakan pengendaliannya.
b. Dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan para pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja
khususnya resiko terjadinya MSDs sehingga dapat meminimalisir
kerugian-kerugian yang terjadi.
c. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengambil suatu tindakan
agar dapat mengurangi keluhan MSDs pada pekerja dan pentingnya
penerapan ergonomi di tempat kerja sehingga dapat meningkatkan
produktivitas pekerja.
1.5.2 Bagi Pekerja
a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahaya di
tempat kerja khususnya mengenai keluhan MSDs sehingga pekerja
dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
13
b. Mengetahui bahaya yang akan terjadi ketika mereka bekerja dengan
posisi janggal (tidak ergonomis).
c. Memberi masukan dan motivasi untuk pekerja dalam melakukan
pekerjaan ke arah yang lebih baik.
1.5.3 Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi
sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli sampai Oktober 2011 oleh mahasiswa semeseter VIII peminatan
keselamatan dan kesehatan kerja jurusan kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun lokasinya pada bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk, Jln. MH Thamrin KM.7 Serpong, Tangerang. Sasaran penelitian
adalah pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk dengan jumlah
sampel minimal sebanyak 70 sampel. Penelitian menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data primer didapat peneliti
dengan melakukan pengukuran langsung kepada pekerja untuk mengukur
variabel dependen dan independen dengan menggunakan Nordic Body Map
(NBM), lembar QEC, kuesioner, busur, kamera, timbangan berat badan, dan
14
pengukur tinggi badan. Data-data tersebut akan dianalisis secara univariat,
bivariat, dan multivariat.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2.2.1 Definisi MSDs
Menurut Humantech (1995) Musculoskeletal Disorders (MSDs)
adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan
kecil-kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang
setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga
membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit.
Menurut OSHA (2002), MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan
yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem
syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya
menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan,
gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar.
Menurut National Safety Council (2002), MSDs juga bisa diartikan
sebagai gangguan fungsi normal dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah,
tulang dan ligament akibat berubahnya struktur dan berubahnya sistem
muskuloskeletal.
MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan
seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan ataupun
pembuluh darah. Rasa sakit akibat MSDs dapat digambarkan seperti
16
kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan
rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
hingga keluhan yang terasa sangat sakit (Humantech, 2003).
2.2.2 Sinonim MSDs
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MSDs bukanlah
diagnosis klinis, melainkan rasa nyeri karena kumpulan cedera pada
sistem muskuloskeletal ekstremitas atas akibat gerakan kerja biomekanik
berulang-ulang. Pada beberapa negara, digunakan istilah yang berbeda-
beda untuk menggambarkan kejadian MSDs tersebut, diantaranya
(NIOSH, 1993):
a. Cumulative Trauma Disorders (CTDs)
b. Repetitive Strain Injuries (RSIs)
c. Occupational Overuse Syndrome
d. Neck and Limb Disorders
e. Overuse Syndrome
f. Wear and Tear Disorders
g. Occupational Cervico Bracial Disorders (OCD)
2.2.3 Gejala MSDs
Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai
dengan keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan
derajat keparahan penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa
17
gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau
kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak,
rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit
yang membuat terjaga di tengah malam dan rasa untuk memijit tangan,
pergelangan, dan lengan.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa
dirasakan oleh seseorang adalah:
a. Leher dan punggung terasa kaku
b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas
c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak.
f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
g. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan.
h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas.
2.2.4 Keluhan MSDs
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang
18
dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan
inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean,
1993). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut
akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut.
Selain itu, menurut Humantech (1995), keluhan yang
menggambarkan keparahan penyakit MSDs terbagi menjadi:
a. Tahap 1
Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang
cukup tubuh akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.
b. Tahap 2
Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul
gangguan tidur, dan sedikit mengurangi performa kerja.
19
c. Tahap 3
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat
bekerja, saat melakukan gerakan yang repetitif, tidur terganggu, dan
kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya inkapasitas.
20
2.2.5 Jenis-jenis MSDs
Tabel 2.1 Jenis-Jenis MSDs, Gejala, dan Faktor Resiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya
No Jenis MSDs Definisi Gejala Faktor resiko ergonomi di tempat kerja
Pekerjaan Berpotensi
1. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Gangguan tekanan/pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligament yang melintanginya.
Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik.
Manual handling, postur, getaran, repetisi, force/gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, dan suhu.
Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan manufaktur, perakitan, penjahit, dan pengepakan/pembungkusan.
2. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS)
Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian/permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasopatic disease
Mati rasa, gata-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin.
Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin.
Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangan, perusahaan automobil, sopir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau penggosok lantai.
21
atau fenomena Raynaud’s kedua.
3. Low Back Pain Syndrome (LBP)
Bentuk umum dari sebagian besar kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligament, intervetebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).
Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan mejalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi.
Pekerjaan manual yang berat, postur janggal, force/gaya, beban objek, getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan, operator, tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan dengan tulis-menulis dan pengetikan, supr truk, pekerjaan manual handling, penjahit, dan perawat.
4. Peripheral Nerve Entrapment Syndrome
Pemampatan atau penjepitan syaraf pada tangan atau kaki (syaraf sensorik, motorik, dan autonomic)
Gejala secara umum pucat, terjadinya perubahan warna dan terasa dingin pada tangan/kaki, pembengkakan, berkurangnya sensitivitas dalam genggaman, sakit, dan lemahnya refleksi tendon. Gejala khusus tergantung jenis syaraf yang kena: Syaraf sensorik:gatal, mati rasa, dan sakit pada area suplai, terasa sakit dan panas, sakit seperti tumpul atau sensasi pembengkakan yang tidak kelihatan. Syaraf motorik:lemah, kekakuan
Postur, repetisi, force/gaya, getaran, dan suhu.
Operator register, kasir, pekerjaan perakitan, dan pekerjaan kantoran.
22
Sumber : Levy et al, 200
pada otot, kesulitan memegang sebuah objek. Syaraf autonomic:pembengkakan pada aliran darah.
5. Peripheral Neuropathy
Gejala permulaan yang tersembunyi dan membahayakan dari dysesthesias dan ketidakmampuan dalam menerima sensasi
Gatal-gatal yang sering timbul, mati rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya otot dan munculnya atrophy yang merusak jaringan syaraf motorik, melambatnya industri aliran konduksi syaraf, berkurangnya potensi atau amplitudo syaraf sensorik dan motorik.
Manual handling, force, repetisi, getaran, dan suhu.
Sektor manufaktur, pekerja di sektor publik dan industri jasa.
6. Tendinitis dan Tenosynovitis
Tendinitis : merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang. Tenosynovitis : merupakan peradangan tendon yang juga melibatkan synovium (perlindungan tendon dan pelumasnya.
Pegal, sakit pada bagain tertentu khususnya keika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat.
Force/gaya peregangan, postur, pekerjaan manual, repetisi, berat beban, dan getaran
Industri perakitan automobil, pengemasan makanan, juru tulis, sales, dan manufaktur.
23
2.2.6 Faktor Resiko MSDs
a. Faktor Pekerjaan
1) Postur kerja
Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relatif
dari bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi
tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja
otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur dapat
diartikan sebagai konfigurasi dari tubuh manusia, yang meliputi
kepala, punggung, dan tulang belakang (Pheasant, 1991).
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:
a) Statis
Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja
isometris dengan sangat sedikit gerakan sepanjang waktu
kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis pada otot,
khususnya otot pinggang, seperti duduk terus-menerus atau
posisi kerja berdiri terus-menerus (Bernard et al, 1997).
Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan
beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis
suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula
dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan
tubuh. Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang
24
sama dari waktu ke waktu secara alamiah akan membuat
bagian tubuh tersebut stres (Bridger, 2003).
b) Dinamis
Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjauhi
posisi normal tersebut. Pekerjaan yang dilakukan secara
dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan
pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga energi yang
dikeluarkan otot menjadi lebih besar atau tubuh menahan
beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga
yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat menimbulkan cedera.
Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat
dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi yang
dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut. Berikut
perbandingan kebutuhan otot pada postur statis dan dinamis
menurut Bridger (2003) :
Tabel 2.2
Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis
Otot Statis Otot Dinamis
Kontraksi otot secara terus menerus Pergantian fase konstruksi dan
relaksasi
Aliran darah ke otot berkurang Aliran darah ke otot bertambah
Produksi energi bersifat oksigen
independen
Produksi energi bersifat oksigen
dependen
25
Glikogen otot diubah menjadi asam
laktat
Glikogen otot=CO2 + H2O otot
mengambil glukosa dan asam
lemak dari darah
Sumber: Bridger (2003)
Sedangkan untuk jenis bentuk postur tubuh terdiri dari
(Pheasant, 1991) :
a) Postur netral
Merupakan postur ketika seseorang sedang melakukan
proses pekerjaannya sesuai dengan struktur anatomi tubuh
seseorang dan tidak terjadi penekanan atau pergeseran tubuh
pada bagian penting tubuh, serta tidak menimbulkan
keluhan.
b) Postur janggal
Merupakan postur yang disebabkan oleh keterbatasan
tubuh seseorang untuk membawa beban dalam jangka waktu
yang lama dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai
akibat yang merugikan tubuh seperti kelelahan otot, rasa
nyeri, serta menjadi tidak tenang.
2) Beban
Istilah beban tidak sama dengan berat, beban menunjuk
kepada tenaga. Dalam penilaian risiko, berat hanyalah salah satu
aspek dari beban terhadap tubuh, beban maksimal yang
26
diperbolehkan untuk diangkat oleh orang dewasa yaitu 23-25 kg
untuk pengangkatan single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran
objek ikut mempengaruhi hal tersebut, semakin kecil objek
semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh
(Nursatya, 2008).
Ukuran objek yang dapat membebani otot pundak/bahu
dengan leher lebih dari 300-400 mm, panjang lebih dari 350 mm
dan ketinggian lebih dari 450 mm (Idem). Beban dapat diartikan
sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan
beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan
sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu
(NIOSH, 1997).
Pembebanan fisik pada pekerjaan dapat mepengaruhi
terjadinya kesakitan pada muskuloskeletal tubuh. Pembebanan
fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi
30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8
jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang
berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu
pekerjaan (Suma’mur 1989).
Pada sebuah penelitian cross sectional, didapatkan hsil
bahwa pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangan yang
rendah, memiliki kasus muskuloskeletal yang lebih sedikit, dan
27
pekerjaan dengan tingkat beban dan peanggulangan yang tinggi,
memiliki angka kesakitan muskuloskeletal 30 kali lebih besar
(Kumar, 1999).
3) Durasi
Menurut NIOSH (1997), durasi merupakan jumlah waktu
dimana pekerja terpajan oleh faktor resiko. Beberapa penelitian
menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level
atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher.
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor resiko. Durasi
dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja/hari pekerja
terpajan resiko. Secara umum, semakin besar pajanan durasi
pada faktor resiko, semakin besar pula tingkat resikonya.
Durasi dibagi sebagai berikut:
Durasi singkat : < 1 jam/hari
Durasi sedang : 1-2 jam/hari
Durasi lama : > 2 jam/hari
Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan
yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelahan
otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus
menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran
darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu
28
cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai
jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan
otot (Bird, 2005).
Selain itu, menurut Humantech (1995), pekerjaan yang
menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat
meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan menyebabkan
MSDs, bila waktu istirahat/pemulihan tidak mencukupi. Durasi
terjadinya postur janggal yang beresiko bila postur tersebut
dipertahankan lebih dari 10 detik atau postur kaki bertahan
selama lebih dari 2 jam sehari.
Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari
kekuatan maksimum tidak dapat bertahan lebih dari 1 menit, jika
kekuatan digunakan kurang dari 20% kekuatan maksimum maka
kontraksi akan berlangsung terus untuk beberapa waktu.
Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau
kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan
kapasitas aerobik sebelum beristirahat (Grandjean, 1993).
Lamanya waktu kerja (durasi) berkaitan dengan keadaan
fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistem pernafasan dan
lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama
tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat
29
menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh (Suma’mur, 1989).
Semakin lama durasi melakukan pekerjaan yang beresiko maka
waktu yang diperlukan untuk recovery (pemulihan) juga akan
semakin lama (NIOSH, 1997).
4) Frekuensi
Banyaknya frekuensi aktifitas (mengangkat atau
memindahkan) dalam satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh
pekerja dalam satu hari. Frekuensi gerakan postur janggal ≥ 2
kali/menit merupakan faktor resiko terhadap pinggang. Pekerjaan
yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah
bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk
sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan
yang dilakukan berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada
otot dengan akibat terjadinya penekanan di otot yang akan
mengganggu fungsi syaraf. Terganggunya fungsi syaraf,
destruksi serabut saraf atau kerusakan yang menyebabkan
berkurangnya respon saraf dapat menyebabkan kelemahan pada
otot (Humantech, 1995).
Frekuensi terjadinya postur janggal terkait dengan
terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat kerja
terus-menerus tanpa melakukan relaksasi. Secara umum,
30
semakin banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas
kerja, maka akan mengakibatkan keluhan otot semakin besar.
Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu
lama akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah
dengan gaya/beban dan postur janggal (OHSC, 2007).
Sedangkan menurut Bridger (1995) postur yang salah dengan
frekuensi pekerjaan yang sering dapat mengakibatkan tubuh
kurang suplai darah, asam laktat yang terakumulasi, inflamasi,
tekanan pada otot dan trauma mekanis.
5) Alat perangkai/genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak
sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka
jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan
langsung dari pegangan alat. Apabila hal ini sering terjadi, dapat
menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2004).
b. Faktor Pekerja
1) Usia
Menurut Supardi (2004) dalam Wibowo (2010), usia
adalah lama hidup responden atau seseorang yang dihitung
berdasarkan ulangtahun terakhir. Sejalan dengan meningkatnya
usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai
terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun (Bridger, 2003). Pada
31
usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,
penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan
cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang. Jadi, semakin tua seseorang, semakin tinggi
risiko orang tersebut mengalami penurunan elastis pada tulang,
yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs (Kurniasih, 2009).
Pekerja dengan usia dibawah 18 tahun memiliki risiko
lebih tinggi daripada pekerja dengan usia dewasa. Hal ini
disebabkan karena pekerja dengan usia dibawah 18 tahun masih
mengalami perkembangan fisik. Pekerja dengan usia dibawah 18
tahun tidak diperkenankan untuk melakukan aktifitas manual
handling dengan berat lebih dari 16 kg tanpa bantuan mekanik
dan pelatihan tertentu (OHSC, 2007).
Chaffin (1979) dalam Grandjean (1993) menyatakan
bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan
pada usia kerja yaitu 25-26 tahun. Grandjean (1993),
menyebutkan bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun
sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang
yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang
yang berumur 25 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendra &
Rahardjo tahun 2009, pekerja dengan umur 35 tahun atau lebih
32
mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs
dibandingkan pekerja dengan umur dibawah 35 tahun. Hal ini
diperkuat juga dengan hasil penelitian Amalia (2010) pada
pekerja kuli panggul didapatkan hasil bahwa kelompok usia 31-
49 tahun memiliki tingkat keluhan paling tinggi yaitu sebesar
68.1%. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang
terdapat dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal
biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan
keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat
keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan
otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan
otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa
penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus MSDs lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria (NIOSH, 1997).
Studi dynamometri menyatakan bahwa wanita mengalami
peningkatan ketegangan otot yang tiba-tiba beberapa hari
sebelum haid dimulai dan berlanjut dengan tingkat ketegangan
otot yang rendah selama haid. Selain itu, kebiasaan-kebiasaan
khas wanita dapat meningkatkan risiko terjadinya LBP serta
mengenakan sepatu hak tinggi atau menjinjing barang-barang
33
belanjaan secara tidak seimbang. Artinya beban bagian kanan
atau kiri lebih berat dari bagian satunya (Syafitri, 2010).
Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan
otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria,
sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan
wanita. Hasil penelitian Betti’e et al (1989) menunjukkan bahwa
rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari
kekuatan pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al (1993),
Bernard et al (1994). Hales et al (1994), dan Johanson (1994)
yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria
dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, 2004).
3) Waktu Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik
pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan
perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu
yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk
menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi
tertentu.
Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada
supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih (2009), diketahui
34
bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam
merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher.
4) Kebiasaan Merokok
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mereka yang telah
berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama
dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya
untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut
dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
darah rendah (Kurniasih, 2009).
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Muliana (2003),
kebiasaan merokok dapat menyebabkan LBP karena merokok
dapat menimbulkan batuk dan zat nikotin yang ada dalam rokok
tersebut. Satu hipotesa menyebutkan bahwa LBP diakibatkan
karena batuk terus-menerus akibat merokok.
Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah
pinggang daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan
dosis dan lebih kuat daripada yang diharapkan dari efek batuk.
Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok per
hari (Pheasant, 1991). Selain itu, menurut Tarwaka (2004),
35
semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan yang dirasakan.
Pada sebuah survei di Britania oleh Palmer et al (1996)
ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa
tidak nyaman pada muskuloskeletal dan rasa lumpuh terhadap
cidera muskuloskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah
merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot
dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Berdasarkan
hasil survei oleh Annuals of Rheumatic Diseases diperoleh
hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan
dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar
untuk merasakan MSDs (Tarwaka, 2004).
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang
memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun saat melewati umur 35 tahun efek
rokok pada tulang akan mulai terasa karena proses pembentukan
tulang pada umur tersebut sudah berhenti (Boisvert, 2009).
Perokok juga beresiko mengalami hipertensi, penyakit jantung,
dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Bila darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi.
Hal ini dapat terjadi karena nikotin pada rokok dapat
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu,
36
merokok dapat pula menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafitri
(2010), didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara
kebiasaan merokok dengan terjadinya keluhan LBP. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004)
bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan.
5) Kebiasaan Olahraga
Olahraga dapat dikatakan sebagai terminologi umum dari
semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan jasmani.
Bahkan dalam UU No.3 Tahun 2005 mempunyai arti yang lebih
luas. Didefinisikan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang
sistematis untuk mendorong, membina serta mengembangkan
potensi jasmani, rohani, dan sosial. (Bustan, 2007)
Departemen Kesehatan melalui Survei Kesehatan Nasional
(Surkesnas) 2001 menemukan masih tingginya prevalensi
masyarakat yang kurang atau tidak melakukan olahraga secara
rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang atau tidak
melakukan olahraga merupakan salah satu faktor resiko utama
penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan
otot dan tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat
37
dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan
ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada
semua jaringan tubuh (Bustan, 2007).
Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan.
Laporan NIOSH menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran
tubuh rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7.1%,
tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2%, dan tingkat
kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8% (Tarwaka, 2004).
Salah satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau
pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam bentuk olahraga
aerobik yang sedang (moderate physical activity) selama 30
menit dari waktu 1440 menit dalam sehari. Seseorang
dikategorikan kurang melakukan olahraga jika melakukan senam
pagi/olahraga < 5 x/minggu. Sebaliknya, dikategorikan cukup
jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu. Bagaimana
bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang
penting fun sehingga peserta tetap dapat berminat dan tertarik
secara terus-menerus melakukan olahraga itu. Bentuk-bentuk itu
bisa berupa jalan cepat, lari di taman, dancing, berenang,
mengayuh sepeda, dan lain-lain (Bustan, 2007).
38
Dari hasil penelitan yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010)
didapatkan bahwa paling banyak pekerja yang mengalami
keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan olahraga
dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang
(54,7%). Sedangkan persentase pekerja yang paling sedikit
adalah yang kurang melakukan olahraga dan tidak memiliki
keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).
6) Masa Kerja
Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin
besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Nursatya, 2008).
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada
umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang
waktu kerja dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi,
timbulnya kelelahan dan penyakit akibat kerja. Secara fisiologis
istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja.
Insiden tertinggi untuk terjadinya keluhan sakit pada pinggang
pekerja ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja dan
lamanya masa kerja seseorang (Hasyim, 1999 dalam Syafitri,
2010).
39
Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak
pernah terjadi secara langsung, tetapi lebih merupakan suatu
akumulasi dari benturan-benturan kecil maupun besar yang
terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif lama.
Hal ini bisa terjadi dalam hitungan hari, bulan, atau tahun,
tergantung dari berat ringannya trauma, sehingga akan terbentuk
cidera yang cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit
atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang
terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang
terkena trauma. Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau
berulang-ulangnya proses penyebabnya (Nursatya, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2010)
memperlihatkan bahwa keluhan MSDs terbanyak pada
responden dengan masa kerja diatas lima tahun. Hal ini
disebabkan karena pada masa kerja tersebut telah terjadi
akumulasi cidera-cidera ringan yang selama ini dianggap sepele.
Selain itu, menurut Zulfiqor (2010), keluhan MSDs berbanding
lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Rahardjo (2009),
pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun
mempunyai risiko 2,775 kali dibandingkan pekerja dengan masa
kerja ≤ 4 tahun. Rihiimaki et al (1989) dalam Tarwaka (2004)
40
menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat
dengan keluhan otot.
7) Indeks Masa Tubuh (IMT)
Berat badan, tinggi badan, status gizi (IMT) dan obesitas
diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus
MSDs. Secara rata-rata, populasi dengan LBP mempunyai tinggi
badan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak LBP.
Sedangkan asosiasi antara obesitas dan MSDs berkaitan dengan
degenerasi radiologi pada sendi (Muliana, 2003).
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan dan berat
badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
keluhan otot skeletal. Schierhout (1995) menemukan bahwa
seseorang yang mempunyai ukuran tubuh yang pendek
berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu (Karuniasih,
2009). Berdasarkan penelitian Heliovara (1987) yang dikutip
NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang
berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada
jenis kelamin wanita dan pria, tapi berdasarkan IMT hanya
berpengaruh pada jenis kelamin pria.
Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk
mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus
untuk mengalami keluhan otot skeletal. Hal ini diperkuat dengan
41
oleh Werner et al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien
gemuk mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang kurus, khususnya untuk otot kaki. Keluhan
otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan
oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun berat tambahan lainnya
(Tarwaka, 2004).
Menurut Depkes (1994), kategori ambang batas IMT untuk
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kurus jika IMT ≤ 18,5.
2. Normal jika IMT > 18,5-25,0.
3. Gemuk jika IMT > 25,0.
8) Riwayat Penyakit MSDs
Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP)
mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan
(Nursatya, 2008).
Penyakit pada tulang belakang yang menyebabkan LBP
adalah (Nolan dan Saladin, 2004) :
a) Spinal stenosis adalah sakit pada saluran tulang belakang
atau invertebral foramina yang disebabkan oleh hypertrophy
tulang belakang. Kondisi ini dapat dihasilkan dari penyakit
42
lain, seperti sakit pada paget atau osteoarthritis, dan hal itu
paling sering terjadi pada orang usia menengah dan usia tua.
b) Sakit degenerative disc terjadi ketika gelatinous nucleus
pulpous berubah menjadi fibrocartilage akibat penuaan,
kadang-kadang menjadi tulang belakang tidak stabil dan
membuat tidak sejajarannya tulang belakang dan putusnya
disc.
c) Spondylolysis adalah kondisi dimana lamina tulang belakang
bagian pinggang tidak sempurna.
d) Spondylolisthesis terjadi ketika tidak sempurnanya tulang
belakang anteriorly, khususnya pada tingkat L5-S1.
Berkurangnya derajat berat Spondylolisthesis dapat dianggap
hanya untuk meredakan (meringankan nyeri), tetapi tingkat
berat yang berlebih mungkin membutuhkan operasi untuk
meringankan tekanan pada syaraf tulang belakang atau
menstabilkan tulang belakang.
e) Osteoporosis, adalah suatu penyakit dengan tanda utama
berupa berkurangnya kepadatan massa tulang, yang
berakibat meningkatnya risiko patah tulang dan LBP
(Junaidi, 2007 dalam Syafitri, 2010).
Menurut Beth Loy dari US. Departement of Labour dalam
Luthfiyah et al (2009) beberapa kondisi seperti patah
43
dan/dislokasi tulang, artritis, diabetes, gangguan kelenjar thiroid,
menopause, dan beberapa kondisi lain dapat memberikan
kontribusi bagi timbulnya keluhan Cummulative Trauma
Disorders.
9) Kekuatan Fisik
Kejadian MSDs dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
individu, salah satunya adalah kekuatan fisik individu tersebut.
Menurut Tarwaka (2004), kekuatan/kemampuan kerja fisik
adalah suatu kemampuan fungsional seseorang untuk mampu
melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan aktifitas otot
pada periode waktu tertentu.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot
skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH
menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam
pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan
melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang
kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat
dari yang mempunyai kekuatan tinggi (Bukhori, 2010).
44
c. Faktor Lingkungan
1) Suhu dan Kelembaban
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja
sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan
kekuatan otot menurun. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar energi
yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk
berdapatasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak
diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran
darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan
asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka,
2004).
Berdasarkan NIOSH (1993) tentang kriteria suhu nyaman,
suhu udara dalam ruang dapat diterima adalah berkisar antara 20-
24°C (untuk musim dingin) dan 23-26°C (untuk musim panas)
pada kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang
yang ditempati tidak melebihi 0,15 m/det untuk musim dingin
dan 0,25 m/det untuk musim panas. Kecepatan udara di bawah
0,07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa
45
tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada
temperatur 27-30°C, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik
akan menurun.
Sebagai bahan pertimbangan dimana Indonesia merupakan
daerah tropis yang mempunyai suhu udara lebih panas dengan
kelembapan yang jauh lebih tinngi, maka rekomendasi dari
NIOSH (1993) tersebut perlu doikoreksi apabila ditempatkan di
daerah tropis. Temperatur yang normal untuk orang Indonesia
adalah 22.5-26°C dengan kelembapan udara sebesar 40-75%
(Tarwaka, 2004).
Suhu yang ekstrim akan memberikan efek fisiologis heat
stress dan cold stress. Stres fisik terjadi ketika jaringan tubuh
inadekuat terhadap suplai darah yang mengandung oksigen dan
nutrisi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya gangguan
muskuloskeletal. Bahaya yang spesifik akan terjadi pada saat
suhu udara dingin dengan menggunakan alat vibrasi (Amalia,
2010).
2) Getaran
Vibrasi dapat menyebabkan perubahan fungsi aliran darah
pada ekstremitas yang terpapar bahaya vibrasi (Oborne, 1995).
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Konstruksi statis ini menyebabkan peredaran
46
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan
akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004).
Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh
tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan
alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh
tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau
objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan kendaraan
mesin yang besar (Bridger, 1995). Pekerja yang mengalami
vibrasi dapat menyebabkan mati rasa pada tangan sehingga
membutuhkan tenaga lebih saat menggenggam (Nursatya, 2008).
3) Iluminasi
Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai
jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tingkat iluminasi
berkaitan dengan sifat pekerjaan yang membutuhkan ketelitian
atau tidak. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi maka
memerlukan iluminasi yang cukup banyak yakni mencapai 1000
lux sedangkan pekerjaan yang tidak membutuhkan ketelitian
hanya memerlukan tingkat iluminasi yang rendah.
Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat tidak memenuhi
persyaratan maka akan menyebabkan postur leher untuk fleksi ke
47
depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk)
yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995).
d. Faktor Psikososial
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu,
baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik (Muliana, 2003). Menurut penelitian yang
dikonduksi oleh National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH, 1997) terdapat indikasi dan semakin banyaknya bukti yang
menunjukkan bahwa faktor psikososial turut berkontribusi terhadap
terjadinya MSDs pada ekstremitas atas dan bagian belakang tubuh
(Bernard et al, 1997).
Beberapa cara faktor psikososial dapat mempengaruhi
terjadinya MSDS adalah sebagai berikut (Idem):
1) Faktor Psikologis dapat mengakibatkan tekanan fisik
Teori tersebut menyatakan bahwa stres dapat
meningkatkan tekanan darah, kortikosterid, peripheral
neurotransmitter, dan meningkatkan tekanan pada otot. Dalam
keadaan lemah dan kaku, otot punggung mengalami spasme
(kejang). Kondisi ini menyebabkan aliran darah yang
mengangkut oksigen menjadi terhambat, sehingga otot
kekurangan oksigen. Akibatnya penderita mengalami sakit yang
semakin parah jika tidak segera ditangani dokter.
48
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh
Johanson dan Aronson dalam Muliana (2003) menyebutkan
bahwa tekanan psikologi, seperti keterbatasan kebebasan dalam
membuat keputusan, rasa bosan, dan cara kerja yang berulang-
ulang dapat mengakibatkan pula tekanan fisiologis, seperti
peningkatan tekanan darah, detak jantung, dan level
kortikosteroid. Menurut Smith dan Carayon (1996) dalam
Bernard et al (1997), reaksi fisiologis tersebut dapat
meningkatkan kemmungkinan kerusakan atau cedera pada urat
syaraf dan otot.
2) Efek langsung faktor psikososial terhadap tekanan fisik
Menurut penelitian Lim dan Carayon dalam Bernard et al
(1997), tekanan psikososial dapat memperburuk kondisi
ergonomi di tempat kerja. Faktor psikososial seperti tekanan
pekerjaan, standar produksi, pengawasan kerja, dan sebagainya
secara langsung dapat mempengaruhi aspek ergonomi dari
pekerjaan, seperti gerakan repetitif dan postur kerja yang
merupakan faktor risiko terjadinya MSDs.
49
2.2.7 Dampak MSDs
Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan
yaitu (Pheasant, 1991) :
a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material,
produk yang akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya
deadline/target produksi, pelayanan yang tidak memuaskan, dan lain-
lain.
b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang
menggantikan pekerja yang sakit, biaya untuk menyewa jasa
konsultan atau agensi.
c. Biaya pergantian pekerja (turnover) untuk recruitment dan pelatihan.
d. Biaya asuransi.
e. Biaya lainnya (opportunity cost).
Sementara itu, menurut Bird (2005), MSDs dapat menjadi suatu
permasalahan penting karena dapat :
a. Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit
otot rangka.
b. Menurunkan produktivitas kerja.
c. MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan
masalah penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan
biaya yang tinggi.
50
d. Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan
proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.
e. Penurunan kewaspasdaan.
f. Meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan.
2.2.8 Tindakan Pengendalian MSDs
Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al, 1997):
a. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya
menggunakan pengendalian teknik.
b. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering
disebut pengendalian administratif.
c. Menggunakan alat pelindung diri.
Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan
pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut
adalah :
a. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.
b. Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan,
karena dapat meningkatkan risiko cidera.
c. Jangan ragu meminta tolong pada orang.
d. Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.
e. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan
melanjutkan.
f. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.
51
2.2 Quick Exposure Checklist (QEC)
2.3.1 Definisi
Quick Exposure Check (QEC) adalah suatu metode untuk penilaian
secara cepat pajanan dari risiko-risiko terjadinya Work-related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs). QEC dibuat berdasarkan
kebutuhan dari praktisi dan peneliti dalam penilaian resiko WMSDs. QEC
merupakan suatu metode untuk penilaian terhadap risiko kerja yang
berhubungan dengan gangguan otot di tempat kerja. Metode ini menilai
gangguan risiko yang terjadi pada bagain belakang punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher (Stanton, 2005).
Penilaian pada QEC dilakukan pada tubuh statis (body static) dan
kerja dinamis (dynamic task) untuk memperkirakan tingkat risiko dari
postur tubuh dengan melibatkan unsur pergelangan gerakan,
tenaga/beban, dan lama tugas untuk area tubuh yang berbeda. Konsep
dasar dari metode ini sebenarnya adalah mengetahui seberapa besar
exposure score untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian
tubuh lainnya. Salah satu karakteristik yang penting dalam metode ini
adalah penilaian dilakukan oleh peneliti dan pekerja, dimana faktor risiko
yang ada dipertimbangkan dan digabungkan dalam implementasi dengan
tabel skor yang ada (Li and Buckle, 1999).
52
2.3.2 Tujuan Penggunaan QEC
Tujuan penggunaan QEC antara lain (Geoffrey, 2005):
a. Mengukur perubahan postur terhadap faktor resiko muskuloskeletal
sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.
b. Melibatkan kedua pihak yakni praktisi (observer) dan pekerja dalam
melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan
perubahan.
c. Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja.
d. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran para manajer, teknisi,
designer, praktisi K3, dan pekerja mengenai faktor resiko MSDs di
tempat kerja.
e. Membandingkan pajanan antar pekerja di dalam satu pekerjaan,
ataupun antar pekerja dengan pekerjaan berbeda.
2.3.3 Tahapan Penggunaan QEC
QEC mempunyai empat tahapan kerja, yakni (Stanton, 2005):
a. Pengukuran oleh peneliti (observer’s assessment)
Peneliti (observer) memiliki form isian tersendiri yang dapat diisi
melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, dapat
menggunakan stopwatch guna menghitung durasi dan frekuensi
kerja.
b. Pengukuran oleh pekerja (worker’s assessment)
53
Seperti halnya peneliti (observer), pekerja pun memiliki form isian
sendiri, yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan.
c. Mengkalkulasi skor pajanan
Proses kalkulasi dapat dilakukan melaui dua cara, yakni manual
(dengan menjumlahkan skor pada lembar isian), ataupun dengan
program komputer.
d. Consideration of action
QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat pajanan dari punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode
ini juga merekomendasikan intervensi ergonomi yang efektif untuk
mengurangi tingkat pajanan.
2.3.4 Pengukuran dan Perhitungan QEC
Berikut ini cara pengukuran dan perhitungan QEC (Stanton, 2005):
a. Pengukuran QEC
1) Punggung
Mengukur postur punggung dilakukan pada saat pekerja
menerima beban yang paling tinggi. Hal yang dilihat adalah
posisi punggung fleksi/ekstensi, memutar, dan bengkok ke
samping. Serta dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan
kategori statis ataupun manual handling.
54
A1 dinamakan posisi hampir normal jika posisi
fleksi/ekstensi, memutar, dan bengkok punggung pekerja ≤
200.
A2 dinamakan bahaya sedang dengan gerakan fleksi atau
putaran atau bengkok antara 200 sampai 600.
A3 dinamakan bahaya kategori berat dengan sudut ≥ 600
(mendekati 900).
B1 jika pekerjaan/punggung pekerja ketika bekerja dalam
keadaaan dinamis.
B2 jika pekerjaan/punggung pekerja ketika bekerja dalam
keadaan statis.
B3 disebut jarang ketika pergerakan punggung pekerja
ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan membawa
benda < 6 kali/menit.
B4 disebut sering ketika pergerakan punggung pekerja
ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan membawa
benda 8-12 kali/menit.
B5 disebut sangat sering ketika pergerakan punggung
pekerja ketika mengangkat, mendorong/menarik, dan
membawa benda ≥ 12 kali/menit.
55
2) Bahu dan Lengan
Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi/ekstensi,
memutar, dan bengkok) khsusnya pada saat pekerjaan
mengangkat ataupun mengambil barang dengan beban yang
paling tinggi.
C1 disebut tidak berbahaya jika benda berada pada posisi
di bawah pinggang.
C2 disebut bahaya sedang jika benda berada pada
ketinggian dada.
C3 disebut posisi bahaya adalah saat lengan berada di atas
bahu.
D1 dinamakan jarang jika pergerakan bahu/lengan
bergerak sebentar-bentar.
D2 dinamakan sering jika pergerakan bahu/lengan
bergerak secara teratur dengan sedikit berhenti.
D3 dinamakan sangat sering jika pergerakan bahu/lengan
hampir tidak berhenti selama bekerja.
3) Pergelangan Tangan
Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi
pergelangan tangan tidak sesuai ketika bekerja termasuk
56
fleksi/ekstensi, bengkok (deviasi ulnar/radial), dan
rotasi/memutar.
E1 dinamakan hampir lurus/netral jika posisi pergelangan
tangan lurus dengan lengan (< 150).
E2 dinamakan menyimpang atau bengkok jika posisi
pergelangan tangan ≥ 150.
F1 gerakan berulang ≤ 10 kali/menit.
F2 gerakan berulang 11-20 kali/menit.
F3 gerakan berulang ≥ 20 kali/menit.
4) Leher
Posisi leher/kepala ketika bekerja dilihat dan dikategorikan
sebagai berikut:
G1 disebut tidak pernah jika posisi leher tidak pernah
menunduk/memutar.
G2 disebut jarang.
G3 disebut sering.
Kebutuhan ketelitian mata pekerja ketika bekerja dikategorikan
sebagai berikut:
L1 disebut ketelitian rendah jika pekerjaan yang dilakukan
hampir tidak membutuhkan ketelitian.
57
L2 disebut ketelitian tinggi jika pekerjaan yang dilakukan
membutuhkan ketelitian.
5) Berat beban
Berat beban maksimal yang dibawa secara manual pada
saat melakukan pekerjaan dengan kategori:
H1 disebut beban rendah ≤ 5 kg.
H2 disebut beban sedang 5-10 kg.
H3 disebut beban berat 11-20 kg.
H4 disebut sangat berat ≥ 20 kg.
Untuk kategori berat benda yang digunakan/dibawa dengan
menggunakan satu tangan adalah sebagai berikut:
K1 dikategorikan ringan dengan berat benda ≤ 1 kg.
K2 dikategorikan sedang dengan berat benda 1-4 kg.
K3 dikategorikan berat dengan berat benda ≥ 4 kg.
6) Waktu kerja
Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang
dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan kategori:
J1 untuk pekerjaan yang dilakukan ≤ 2 jam.
J2 untuk pekerjaan yang dilakukan 2-4 jam.
J3 untuk pekerjaan yang dilakukan ≥ 4 jam.
58
b. Perhitungan QEC
Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan
diuraikan sebagai berikut :
Tabel 2.3
Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
Sumber : Stanton, 2005
Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan
berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan berat
(H1-H4). Jika diperoleh nilai pada A2 dan H2 maka akan didapat
nilai 6, kemudian nilai tersebut ditulis pada kolom kosong yang
tersedia di bagian pojok kanan bawah. Begitu juga dengan tabel
berikutnya dihitung dengan cara yang sama.
Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan ”score
1” hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total skor
risiko paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang nantinya
dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur yang sama
59
dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko MSDs bagian
tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan, leher.
Untuk mengetahui level risiko/paparan dari hasil perhitungan
di atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4
Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh
Skor Tingkat Paparan
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Punggung (static) 8-15 16-22 23-29 29-40 Punggung (Gerak) 10-20 21-30 31-40 41-56 Bahu/lengan 10-20 21-30 31-40 41-56 Pergelangan tangan 10-20 21-30 31-40 41-56 Leher 4-6 8-10 12-14 16-18 Sumber : Geoffrey, 2005
Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap
bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176).
Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan berdasarkan
tabel berikut berikut :
Tabel 2.5
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan QEC skor
Ekuivalen skor RULA Tindakan
Low ≤ 40 % 1 – 2 Dapat diterima
Medium 41–50 % 3 – 4 Perlu investigasi lebih lanjut
Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan)
176
60
High 51–70 % 5 – 6 Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera
Very High > 70 % 7+ Invesetigasi dan perubahan seketika
Sumber : Stanton, 2005
2.3.5 Reliabilitas QEC
Reliabilitas QEC telah diuji pada program pengembangan QEC dan
dinyatakan bahwa QEC dapat diterima dan disetujui kereliabilitasnya oleh
para peneliti ergonomi.
Reliabilitas QEC telah diselidiki oleh 6 orang yang telah diberi
pelatihan tentang QEC dengan cara melakukan penialaian pajanan
ergonomi pada 3 jenis pekerjaan dengan menggunakan QEC, dan jenis
pekerjaan yang diteliti yaitu:
Pekerjaan berat : membersihkan lantai dengan mesin poles.
Pekerjaan ringan : mempipet pada pekerjaan laboratorium.
Pekerjaan rutin : mengetik.
7 hari sebelum penelitian, para pekerja yang diteliti dipastikan
terbebas dari nyeri dan ketidaknyamanan tulang rangka. Para pekerja
yang diteliti melakukan pekerjaan 6 kali selama periode 3 hari dan setiap
pekerjaan yang dilakukan direkam selama 10 menit untuk penilaian.
Setelah mendapat hasil dari para peneliti tentang ketiga pekerjaan tersebut
maka digunakan koefisien kendall untuk menilai skor penilaian dari
keenam peneliti tersebut. Akhirnya didapat hasil bahwa tingkat
61
reliabilitas QEC berada di level cukup baik. Selain itu, dinyatakan pula
bahwa alat penilaian ini berguna dan dapat digunakan untuk menilai
tingkat pajanan ergonomi di tempat kerja (Geoffrey, 2005).
2.3.6 Validitas QEC
Validitas QEC sudah diuji per bagian anggota tubuh (punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan/tangan, dan leher) di tempat kerja pada
pengembangan QEC. Pengujian QEC dilakukan pada 3 pabrik yaitu:
Pabrik percetakan pekerjaan yang dinilai adalah manual handling,
pekerjaan part supplier, bekerja menggunakan computer.
Pabrik perakitan mobil pekerjaan yang dinilai adalah manual
handling pada perakitan mobil.
Pabrik kimia pekerjaan yang diteliti adalah menumpukkan kardus
ke mobil pengangkut, mengepak produk ke dalam kardus.
Pekerjaan-pekerjaan di atas dinilai oleh 2 praktisi, praktisi pertama
dari pabrik yang bersangkutan dan praktisi berikutnya dari staf ahli QEC.
Mereka menilai menggunakan video. Setelah skor QEC diisi oleh para
praktisi lalu nilai pada skor QEC diuji dengan menggunakan koefisien
korelasi (spearman’s rho), maka didapatlah nilai :
62
Tabel 2.6
Hasil Penilaian Validitas QEC
SCALE MEAN
Kemudahan penggunaan 6.2
Untuk menilai tempat kerja 5.8
Value at work 6.0
Keterangan : 1 sangat rendah
7 sangat tinggi
Maka dapat disimpulkan bahwa validitas QEC cukup baik dan
dapat diindikasikan bahwa QEC merupakan alat yang berguna dan dapat
digunakan untuk menilai tingkat pajanan ergonomi di tempat kerja
(Geoffrey, 2005).
2.3.7 Kelebihan dan kekurangan Penggunaan QEC
Menurut Stanton (2005), kelebihan dan kekurangan penggunaan
QEC adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan QEC
1. Mencakup sebagian besar faktor resiko utama penyebab MSDs.
2. Tingkat sensitifitas dan penggunaan yang baik.
3. Tingkat keandalan yang baik (inter dan intra pengamat).
4. Mudah dipelajari dan mudah digunakan/diterapkan.
5. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi berbagai faktor
resiko di tempat kerja.
63
b. Kekurangan QEC
1. Metode ini hanya fokus pada pajanan fisik (faktor fisik di tempat
kerja).
2. Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali.
3. Perlu pengembangan lebih lanjut untuk memberikan pengukuran
yang tepat.
4. Pelatihan dan praktek tambahan diperlukan oleh pengguna yang
belum berpengalaman untuk pengembangan reliabilitas
pengukuran.
2.3.8 Alasan Pemilihan QEC
Peneliti memilih QEC sebagai alat ukur di dalam menganalisis
faktor resiko di dalam penelitian ini dikarenakan dari sekian banyak
metode, QEC memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat digunakan untuk sebagian besar faktor resiko fisik dari MSDs.
b. Mempertimbangkan kebutuhan peneliti dan bisa digunakan oleh
peneliti yang tidak berpengalaman.
c. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi berbagai faktor resiko
di tempat kerja (multiple risk factors), baik yang bersifat fisik
maupun psikososial.
d. Mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja dengan
adanya form isian bagi pekerja, sehingga dapat memperkecil bias dari
penilaian subjektif observer.
64
e. Mudah dipelajari dan efektif untuk digunakan.
Walaupun demikian, metode ini tidak luput dari kekurangan. Akan
tetapi, berbagai kekurangan tersebut dapat diminimalisir dengan adanya
analisa keluhan muskuloskeletal melalui kuesioner dan melakukan
diskusi dengan pihak yang telah berpengalaman.
2.3 Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map (NBM) telah digunakan secara luas untuk menilai tingkat
keparahan keluhan MSDs yang dirasakan. Untuk memperoleh gambaran gejala
MSDs menggunakan NBM terdapat beberapa tingkat keluhan mulai dari rasa
tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Prevalensi keluhan yang
dilaporkan harus selama 12 bulan terakhir dan selama 7 hari terakhir. Dengan
melihat dan menganalisa hasil NBM maka dapat diestimasi tingkat dan jenis
keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana,
namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi
(Katharine et al, 2005).
Kuesioner NBM merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi.
Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist International Labour
Organizatation (ILO). Namun kuesioner NBM adalah kuesioner yang paling
sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja. Hal ini
dikarenakan NBM sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini
menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama,
65
yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah,
pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut, dan tumit/kaki (Kuorinka et
al, 1997). Adapun gambarnya sebagai berikut:
Gambar 2.1 Nordic Body Map
Sumber : Kuorinka, et al. 1997.
2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah
dikemukakan oleh para ahli, sehingga diperoleh kesimpulan menjadi faktor risiko
penyebab terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs). Terdapat beberapa
faktor risiko MSDs yang dapat dikategorikan menjadi empat yakni, faktor risiko
pekerjaan, pekerja, lingkungan, dan psikososial.
66
Faktor Pekerjaan 1. Postur Kerja 2. Beban 3. Frekuensi 4. Durasi 5. Alat perangkai /genggaman
Faktor lingkungan 1. Suhu dan Kelembapan 2. Getaran 3. Iluminasi
Faktor Pekerja 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Waktu kerja 4. Kebiasaan merokok 5. Kebiasaan olahraga 6. Indeks Masa Tubuh 7. Masa kerja 8. Kekuatan fisik 9. Riwayat Penyakit MSDs
Faktor Psikososial
Keluhan MSDs
Skema 2.1
Kerangka Teori Keluhan MSDs
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
Sumber : Humantech, 1995;Bridger, 1995; Oborne, 1995; NIOSH, 1997; Nolan dan Saladin, 2004; Tarwaka, 2004.
67
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
keluhan MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang tahun 2011. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan
MSDS dan variabel independennya adalah faktor pekerjaan dan faktor pekerja
(usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit
MSDs). Untuk faktor pekerja berupa jenis kelamin tidak diteliti karena seluruh
pekerja di bagian Polishing berjenis kelamin laki-laki. Faktor waktu kerja tidak
diteliti karena waktu kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja adalah sama,
yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap hari. Faktor kekuatan fisik tidak diteliti karena
keterbatasan alat ukur. Sedangkan faktor lingkungan seperti getaran, iluminasi,
suhu, dan kelembapan tidak diteliti karena keterbatasan alat ukur dan
memerlukan ahli yang telah tersertifikasi untuk mengukurnya.
Faktor psikososial tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus
terhadap pengukuran karakteristik fisik pekerjaan pada bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia. Tbk. Selain itu, belum didapatkan penelitian dan fakta-
fakta yang jelas serta belum ada alat ukur/uji yang akurat untuk melihat
hubungan antara faktor psikososial terhadap keluhan MSDs. Untuk saat ini alat
68
ukur tersebut masih dalam tahapan pengujian dan pengembangan alat ukur
(NIOSH, 1997).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode QEC untuk mengukur
faktor/resiko pekerjaan pada pekerja, kuesioner untuk melihat faktor individu,
dan NBM untuk melihat keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja. Oleh sebab
itu, berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan pada Bab II, peneliti
merumuskan kerangka konsep sebagai berikut:
Skema 3.1 Kerangka Konsep
FAKTOR PEKERJAAN
1. Postur
2. Beban
3. Durasi
4. Frekuensi
FAKTOR INDIVIDU
1. Usia 2. Indeks Masa Tubuh
(IMT) 3. Masa Kerja 4. Kebiasaan Merokok 5. Kebiasaan Olahraga 6. Riwayat Penyakit
MSDs KELUHAN
MSDs
69
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjelaskan variabel-variabel yang menjadi unsur penting dalam
melakukan penelitian. Definisi ini menjelaskan secara jelas pengertian dari tiap-tiap variabel dengan maksud agar
pembaca dapat mengerti dan mengetahui maksudnya.
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
1. Keluhan
MSDs
Keluhan berupa rasa nyeri, pegal-
pegal dan ketidaknyamanan pada
sistem otot dan tulang yang
dirasakan oleh pekerja.
(Tarwaka et al, 2004)
Mengisi
lembar
Nordic
Body Map
Ordinal Nordic
Body Map
1. Ada keluhan, jika ada
bagian tubuh yang
dikeluhkan ≥1 selama 12
bulan terakhir dan 7 hari
sebelum penelitian
dilakukan..
2. Tidak ada keluhan, jika
tidak ada bagian tubuh yang
dikeluhkan atau ada bagian
tubuh yang dikeluhkan
tetapi tidak selama 12 bulan
70
terakhir dan 7 hari sebelum
penelitian dilakukan.
(Bukhori, 2010)
2. Faktor/resiko
pekerjaan
Tingkat risiko/paparan dari
aktifitas pekerjaan dengan
mengukur postur, beban, durasi,
dan frekuensi bagian leher, bahu,
siku, tangan dan pergelangan
tangan, serta punggung dengan
mengacu pada skor Quick
Expossure Check
Mengisi
lembar
QEC,
Observasi,
Wawancara
Ordinal Lembar
QEC,
Kuesioner,
Kamera,
Busur,
Tabel skor
1. Risiko sangat tinggi : 71-
100%.
2. Risiko tinggi : 51-70%.
3. Risiko sedang : 41-50%.
4. Risiko ringan : 0-40%.
(Stanton, 2005)
3. Usia Umur pekerja yang dihitung dari
tanggal lahir sampai saat
dilakukannya penelitian ini.
(Supardi, 2004)
Kuesioner Rasio Kuesioner Tahun
4. Indeks Masa
Tubuh (IMT)
Kondisi status gizi pekerja saat
dilakukan penelitian yang
dihitung dengan rumus BB2/TB
(berat badan2/tinggi badan).
Pengukuran
langsung
Ordinal Timban
gan
badan
dan
1. Gemuk : jika IMT > 25,0.
2. Kurus ; jika IMT ≤ 18,5.
3. Normal : jika IMT > 18,5-
25,0.
71
(WHO, 2003). microto
a
(Depkes, 1994)
5. Masa Kerja Waktu kerja responden terhitung
mulai pertama kerja sampai dengan
waktu dilakukannya penelitian
Kuesioner Rasio Kuesioner Bulan
6. Kebiasan
Merokok
Banyaknya jumlah rokok yang
dikonsumsi oleh pekerja setiap
hari.
(Bustan, 2007)
Kuesioner
dan
wawancara
Rasio Kuesioner Batang/hari
7. Kebiasaan
Olahraga
Kegiatan melakukan senam
pagi/olahraga dalam seminggu.
(Humantech, 2003)
Wawancara
dan
observasi
Ordinal Kuesioner 1. Kurang : jika melakukan
senam pagi/olahraga < 5
x/minggu.
2. Cukup : jika melakukan
senam pagi/olahraga ≥ 5
x/minggu.
(Bustan, 2007)
8. Riwayat
Penyakit
Pernyataan pernah mengalami
penyakit MSDs oleh pekerja
Kuesioner
dan
Ordinal Kuesioner 1. Ada.
2. Tidak ada.
72
MSDs sebelum bekerja di bagian
Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tangerang.
wawancara
73
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs pada pekerja
di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
2. Ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada pekerja di
bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang tahun 2011.
3. Ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) pekerja dengan keluhan
MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang tahun 2011.
4. Ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan MSDs pada
pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang
tahun 2011.
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan keluhan MSDs
pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang
tahun 2011.
6. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan keluhan MSDs
pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang
tahun 2011.
7. Ada hubungan antara riwayat penyakit MSDs pekerja dengan keluhan
MSDs pada pekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
TbkTangerang tahun 2011.
74
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian deksriptif dan analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional (studi potong lintang). Desain studi ini bertujuan untuk mempelajari
hubungan antar faktor, dimana proses pengumpulan atau pengambilan data dan
pengukuran variabel-variabelnya dilakukan pada waktu yang bersamaan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011 di
bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang yang berjumlah 195 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling)
karena teknik ini merupakan teknik yang paling objektif dibandingkan dengan
teknik–teknik sampling yang lainnya. Untuk mengetahui jumlah sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini maka digunakan rumus jumlah sampel uji
hipotesis beda dua proporsi, yaitu:
N = {z1-a/2 √(2P(1-P)) + z1-b√(P1(1-P1))+(P2 (1- P2 ))}
2 (P1-P2)2
75
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1 : Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (95%)
P2 : Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (67,9%)
Z21-/2 : Derajat kemaknaan pada uji dua sisi (two tail), = 5%
Z1- : Kekuatan uji 80%
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh besar sampel sebesar 32
sampel untuk masing-masing kelompok sehingga jumlah sampel secara
keseluruhan sebanyak 64 sampel. Sampel dibulatkan menjadi 70 untuk
menghindari drop out atau missing jawaban dari masing-masing responden.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer
adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu
organisasi/perusahaan atau perorangan langsung dari objeknya. Sumber data
primer diperoleh melaui kuesioner, pengukuran langsung, observasi lapangan,
dan wawancara.
Penyebaran kuesioner pada sampel penelitian dilakukan untuk mengetahui
data karakteristik pekerja. Sedangkan observasi lapangan dilakukan untuk
mengetahui gambaran pekerjaan, yang kemudian dilakukan pengukuran dengan
menggunakan metode QEC. Selanjutnya, untuk mengetahui keluhan MSDs yang
76
dirasakan responden dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM)
yang ditujukan kepada seluruh responden yang telah dipilih. Selain itu, peneliti
juga melakukan wawancara dengan pekerja dan pengawas untuk memperkuat
data hasil kuesioner.
Data primer diperoleh melalui metode :
a. Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tahapan
pekerjaan, postur yang digunakan pekerja, durasi, serta frekuensi terkait
postur yang digunakan.
b. Pengukuran langsung, bertujuan untuk mendapatkan data tentang IMT
responden dan berat alat yang digunakan oleh responden ketika bekerja.
c. Kuesioner, dengan meminta pekerja untuk mengisi lembar pertanyaan.
Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta
instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
4.4.1 Variabel Keluhan MSDs (Musculoskelatal Disorders)
Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung
melalui instrumen kuesioner dan menggunakan Nordic Body Map
(NBM) untuk mengetahui dimana letak keluhan yang dirasakan ketika
ataupun setelah bekerja (lampiran 2). Responden yang mengisi
kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada atau tidaknya
gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuesioner NBM ini
diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat pada stasiun kerja.
Selanjutnya keluhan pada NBM dikelompokkan menjadi dua kategori :
77
a. Ada keluhan, jika ada bagian tubuh yang dikeluhkan ≥ 1 selama
12 bulan terakhir dan 7 hari sebelum penelitian dilakukan.
b. Tidak ada keluhan, jika tidak ada bagian tubuh yang dikeluhkan
atau ada bagian tubuh yang dikeluhkan tetapi tidak selama 12
bulan terakhir dan 7 hari sebelum penelitian dilakukan.
4.4.2 Variabel Faktor Pekerjaan
Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko
MSDs pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan,
pergelangan tangan) dengan mempertimbangkan faktor postur, durasi,
beban serta frekuensi pekerjaan pada penggunaan instrumen Quick
Expossure Checklist (QEC). Adapun tahapannya adalah sebagai
berikut :
a. Persiapan pengukuran
1) Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobservasi serta
mendiskusikan bersama supervisor atau manajer perusahaan.
2) Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task,
kemudian akan diukur besar risikonya.
3) Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama
peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran.
b. Pelaksanaan pengukuran
1) Pada lembar observer’s assessment, risiko MSDs pada pekerjaan
diukur dan di-ceklist pada kotak pertanyaan A-G mengenai postur
78
dan gerakan tubuh. Pada saat mengukur risiko pekerjaan, observer
harus melihat pada posisi yang paling jelas.
2) Sedangkan untuk worker’s assessment, pekerja diberikan
pertanyaan H-Q mengenai pekerjaannya sehari-hari.
3) Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital
dan busur guna memperoleh besar sudut postur tubuh.
4) Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh
pekerja dapat digunakan timbangan berat.
c. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran
1) Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke
kolom-kolom pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan
(A1-L2). Maka didapatkan skor risiko pada setiap bagian tubuh.
Adapun salah satu contoh perhitungan skor risiko bagian tubuh
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC
Tabel disamping menunjukkan kombinasi antara penilaian postur (A1-A3) dan beban (H1-H4). Tentukan nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom “score 1” di pojok bawah kanan.
Sumber : Stanton, 2005
79
2) Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian
tubuh.
3) Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian
dijumlahkan seluruhnya (total skor) dan dibagi dengan angka 176
(total skor/176). Adapun formulasi perhitungan total skor dapat
dilihat sebagai berikut :
4) Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria
QEC pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan QEC skor Tindakan
Low ≤ 40 % Dapat diterima
Medium 41 – 50 % Perlu investigasi lebih lanjut
High 51 – 70 % Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera
Very High > 70 % Invesetigasi dan perubahan seketika
Sumber : Stanton, 2005 5) Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi empat
kategori yaitu:
1. Risiko sangat tinggi : 71-100%
2. Risiko tinggi : 51-70%
3. Risiko sedang : 41-50%
Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan)
176
80
4. Risiko ringan : 0-40%
4.4.3 Variabel Usia
Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja.
4.4.4 Variabel Indeks Masa Tubuh
Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan
menggunakan timbangan berat badan. Sedangkan data tinggi badan
diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan pengukur
tinggi badan. Adapun data yang diperoleh adalah dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Gemuk : jika IMT > 25,0.
2. Kurus ; jika IMT ≤ 18,5.
3. Normal : jika IMT > 18,5-25,0.
4.4.5 Variabel Masa Kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama
telah bekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Tangerang ataupun di bagian yang sama di perusahaan lain tempat
sebelumnya bekerja.
4.4.6 Variabel Kebiasaan Merokok
Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan
langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kuesioner.
81
4.4.7 Variabel Kebiasaan Olahraga
Data kebiasaan olahraga diperoleh dengan mengobservasi dan
menanyakan langsung mengenai keikutsertaan pekerja dalam
mengikuti kegiatan senam pagi ataupun olahraga yang dilakukan diluar
perusahaan serta melakukan konfirmasi data yang diperoleh melalui
absen pekerja. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
1. Kurang : jika melakukan senam pagi ataupun olahraga < 5
x/minggu.
2. Cukup : jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5
x/minggu.
4.4.8 Variabel Riwayat Penyakit MSDs
Data mengenai pernyataan pernah mengalami penyakit MSDs oleh
pekerja sebelum bekerja di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tangerang.
Adapun pengelompokan data yang diperoleh adalah :
1. Ada
2. Tidak ada.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam
pengumpulan data untuk mendapatkan data primer langsung dari sampel yang
diteliti. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
82
1. Kuesioner
2. Nordic Body Map (NBM)
3. Lembar Quick Exposure Checklist (QEC)
4. Timbangan berat badan digunakan untuk mengukur berat badan
responden dan berat alat yang digunakan responden ketika bekerja
5. Pengukur tinggi badan (microtoa) yang digunakan untuk mengukur tinggi
badan responden
6. Kamera digital digunakan untuk pengambilan gambar responden yang
dibutuhkan dalam pengukuran postur kerja
7. Penggaris busur digunakan untuk mengukur sudut postur kerja dalam
gambar pada saat melakukan pekerjaan.
4.6 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data yang telah diperoleh/dikumpulkan dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban
kuesioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam
komputerisasi. Pengkodean ini dijadikan sebagai langkah awal
pengolahan data. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel
independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam
menganalisa.
83
2. Editing sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu
dengan tujuan untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan
pengisian jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan
jawaban pada kuesioner. Sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih
ada kesalahan dan keraguan atas data tersebut.
3. Entry data data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan
dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah.
4. Cleaning data proses pengecekan kembali data yang sudah dientri
untuk melihat adanya kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data
bertujuan untuk mengetahui missing data, mengetahui variasi data, dan
mengetahui konsistensi data.
4.7 Analisis Data
Analisis data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah
data diberi nilai dan dimasukkan (entry), data kemudian dianalisa dengan
menggunakan komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat untuk
memperoleh gambaran dari setiap variabel yang diamati dan analisis bivariat
untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan
variabel dependen serta analisis multivariat untuk melihat faktor yang paling
dominan/berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Pengolahan dan analisis data
pada penelitian ini akan menggunakan lembar penilaian QEC untuk menghitung
hasil pengukuran dengan metode QEC dan SPSS untuk menghitung hasil
84
pengukuran subjektif yang menggunakan formulir NBM dan kuesioner yang
telah diisi oleh responden.
4.7.1 Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi, persentase, dan statistik deskriptif dari setiap variabel yang
diteliti. Analisis ini akan disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, maupun
grafik. Variabel yang di analisis ialah variabel dependen dan independen.
Variabel tersebut ialah keluhan MSDs, faktor pekerjaan, usia, IMT, masa
kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat kemaknaan
dan besarnya hubungan variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor pekerjaan, usia, IMT,
masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit
MSDs. Sedangkan yang merupakan variabel dependennya adalah keluhan
MSDs.
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan dependen menggunakan uji Chi Square (K & K) dan
uji T-Independen (N & K) dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat
kemaknaan (α) 5%. Sedangkan untuk melihat kejelasan tentang dinamika
hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat melalui nilai odds
ratio (OR). Dalam hal ini adalah untuk menunjukkan rasio antara
85
banyaknya kasus yang mengalami keluhan MSDs dan yang tidak
mengalami keluhan MSDs. Apabila nilai OR <1, berarti faktor risiko yang
diteliti justru mengurangi faktor efek (faktor protektif). Apabila nilai OR
=1 maka faktor risiko tidak berpengaruh terhadap faktor efek, sedangkan
bila nilai OR >1 berarti faktor risiko menimbulkan efek.
Nilai alfa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05 dengan
demikian bila hasil penelitian P value > nilai α (0,05) maka Ho diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua
variabel. Sebaliknya jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel.
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk variabel yang secara bivariat
menunjukkan hubungan yang bermakna. Analisis multivariat dilakukan
untuk mengetahui variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. Analisis yang digunakan pada penelitian ini
yaitu uji regresi logistik berganda dengan model prediksi yaitu cara
menseleksi variabel independennya. Penggunaan uji regresi logistik
berganda karena variabel dependennya berbentuk kategorik.
Analisis ini dilakukan setelah dilakukannya analisis bivariat antara
msing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Seleksi
kandidat model dilakukan bila hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p
86
< 0,25 maka variabel tersebut akan dilanjutkan ke analisis multivariat.
Selanjutnya pada pembuatan model prediksi, variabel independen itu akan
dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel yang
valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p ≤
0,05. Apabila di dalam model ditemukan nilai p > 0,05 maka variabel
tersebut harus dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap dan
yang pertama dikeluarkan adalah nilai p terbesar. Kemudian, dilakukan uji
interaksi pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi. Jika dari
uji interaksi masing-masing variabel tersebut hasil p-value ≤ 0,05
menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel tersebut terdapat interaksi
sedangkan jika p-value > 0,05 menunjukan bahwa tidak ada interaksi
antara variabel-variabel tersebut. Sehingga didapatkan hasil akhir dari
variabel-variabel yang masuk dalam model multivariat yang menunjukkan
bahwa variabel-variabel tersebut merupakan variabel yang paling
berpengaruh/dominan terhadap variabel dependennya.
87
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1 Sejarah Singkat PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk merupakan salah satu produsen
produk perlengkapan saniter terbesar di Asia Tenggara, yang berkantor
pusat di Tomang Raya, Jakarta Barat. Sejarah Perusahaan ini dimulai dari
CV. Surya yang awalnya merupakan suatu usaha dibidang bahan bangunan
yang kemudian menjadi agen dari Toto limited, Jepang di Indonesia pada
tahun 1968. Menyadari bahwa bidang usaha ini memiliki prospek yang
cerah di Indonesia, maka pada tahun 1977 PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
berdiri sebagai usaha patungan antara CV. Surya dengan Kashima Trading
company dan Toto limited.
Pada Tahun 1978, pabrik saniter pertama berdiri di Serpong,
Tangerang dengan jumlah karyawan 65 orang. Pada tahun 1994 PT. Surya
Toto Indonesia berhasil memperoleh label dari JIS (Japan International
Standard) dan juga berhasil menambah tipe produk yang dihasilkan.
Kemudian pada tahun 1999, PT. Surya Toto Indonesia memperoleh
sertifikasi ISO 9002.
Pada saat ini, perusahaan telah mengekspor produknya ke 20 negara
melalui agen-agen internasional yang dimiliki di beberapa benua. Jaringan
88
penjualan dalam negeri yang dimiliki perusahaan juga sangat luas, meliputi
14 agen dan subagen yang didukung oleh lebih dari 800 dealer lokal yang
berada di lebih dari 20 kota besar dan kecil diseluruh Nusantara. Kini
perusahaan memiliki dua pabrik utama, yakni pabrik utama saniter di Desa
Bojong, Cikupa dan Pabrik fitting di Jl. M. H. Thamrin Km 7, Serpong,
dengan total karyawan lebih dari 2300 orang.
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi Perusahaan
“Menjadi perusahaan terkemuka yang dapat memberikan kontribusi
terhadap perkembangan masyarakat”.
Misi Perusahaan
Mempersembahkan produk yang bermanfaat dan berkualitas tinggi.
Memberikan pelayanan prima untuk memenuhi kepuasaan pelanggan.
Mencintai pekerjaan dengan sepenuh hati.
Mengahargai individu dan membina kerjasama.
Melindungi lingkungan dunia dengan penghematan penggunaan
sumber daya alam dan energi.
89
5.1.3 Tujuan Perusahaan
Tujuan Perusahaan adalah sebagai berikut:
a) Mendirikan dan mengoperasikan perusahaan untuk memproduksi
berbagai peralatan saniter, komponen fitting, dan perlengkapan lain
yang berkaitan dengan peralatan saniter.
b) Memasarkan dan menjual produk-produk tersebut di dalam dan di luar
wilayah Indonesia berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
c) Melakukan pembelian lokal dan impor mesin, suku cadang, dan bahan
baku yang diperlukan untuk memproduksi produk-produk tersebut.
5.1.4 Kebijakan Perusahaan
Kebijakan Mutu yang diterapkan perusahaan, yaitu:
“ Kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu produk dan pelayanan
secara terus-menerus”.
Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang diterapkan
perusahaan, yaitu:
1. Melaksanakan norma-norma K3 secara menyeluruh.
2. Meningkatkan kualitas patrol K3 secara serius.
3. Memperbaiki sumber potensi bahaya di tempat kerja.
4. Menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai kondisi dengan baik
dan benar.
90
5.1.5 SDM (Sumber Daya Manusia) PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Adapun tenaga kerja yang dimiliki oleh PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk berdasarkan data Juli 2010 adalah sebanyak 1081 karyawan dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 5.1
Daftar Karyawan yang bekerja di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk
Tahun 2010
Klasifikasi Pekerjaan
Jenis Kelamin
Daerah Asal Pendidikan
L P JML Lokal Komuter harian
WNA SD SMP SMA D3/S1
1. Ass Manager ke atas
18 - 18 16 - 2 - - - 18
2. Staff 24 14 38 38 - - - - 27 11
3. Karyawan/Buruh 966 59 1025 851 174 - - 5 967 53
JUMLAH 1008 73 1081 905 174 - 0 5 994 82
Sumber: PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Dari tabel di atas, diketahui bahwa karyawan PT. Surya Toto
Indonesia dengan tingkat pendidikan SMA paling besar jumlahnya, yaitu
994 orang atau sebesar 91,9 % dari seluruh jumlah karyawan yakni 1081
orang. Seangkan untuk tingkat pendidikan D3 dan S1 berjumlah 82 orang
atau sebesar 7,5 % dari seluruh jumlah karyawan.
5.1.6 Struktur Organisasi PT. Surya Toto Indonesia
PT.Surya Toto Indonesia.Tbk dipimpin oleh seorang Direktur yang
membawahi 9 Manajer. Setiap Manajer memiliki tanggung jawab masing-
91
masing terhadap tugas yang diberikan dari perusahaan, berikut gambaran
Struktur Organisasi PT. Surya Toto Indonesia.Tbk :
1. HRD yang terdiri dari: HRD (Human Resource Development), SHE
(Safety Health Environment), GA (General Affair).
2. Finance & accountingyang terdiri dari : Finance, Inventory &fixed
asset, Accounting, Payroll.
3. Purchasing yang terdiri dari : Purchasing, Ware House.
4. Produksi Pabrik 1, 3 dan 4 yang terdiri dari : Produksi Pabrik 1,
Produksi Pabrik 3, Produksi Pabrik 4.
5. Produksi Pabrik 2, maintenance & engginering yang terdiri dari:
Produksi Pabrik 2, Maintenance & engginering.
6. PPIC, WH FG, Assemblingyang terdiri dari : Assembling total, PPIC
(Product, plan and inventory control), Ware house Finished goods.
7. QC & QA yang terdiri dari : QC Incoming, QC STI, Quality
assurance.
8. Technical & Moulding yang terdiri dari : Production development,
Technical Production, Moulding.
9. Design
92
5.1.7 Struktur Organisasi Seksi K3L
Sumber: Seksi K3L PT. Surya Toto Indonesia. Tbk
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Seksi K3L
Seksi K3L ( SHE) dipimpin oleh seorang Asisten Manajer HRD,
karena secara struktural seksi K3L berada di bawah bagian HRD. Akan
tetapi, secara fungsional tetap berada langsung di bawah Direktur.
5.1.8 Program Kerja Seksi K3L
Berikut adalah Program Kerja yang ada di Seksi K3L PT. STI :
1. Promosi K3 yang terdiri dari : Bulan Kampanye K3, Komunikasi
K3
2. Penyuluhan K3 yang terdiri dari : Pendidikan K3, Pelatihan K3
3. Pengawasan K3 : Patrol K3
4. Pemeriksaaan K3: Audit K3, Audit fasilitas alat tanggap darurat,
Audit mesin khusus, Audit Infrastruktur, Audit Toto, Pemeriksaan
Kesehatan karyawan.
5. Pengendalian K3 yang terdiri dari : Penerapan manajemen resiko,
Pengukuran kondisi lingkungan kerja, Kinerja perusahaan,
Ass. Manajer HRD
Foreman
Senior Worker
93
Penanganan kecelakaan didalam dan diluar pabrik, Peraturan dan
Pengecekan Alat pelindung diri, Potensi bahaya Chuck, Paralel
action, Pengendalian outsourcing.
6. Evaluasi K3 yang terdiri dari : Organisasi P2K3, Tema Patrol K3
Bulanan.
5.1.9 Proses Produksi
Uraian Proses Produksi Fitting PT. Surya Toto Indonesia Tbk.
a. Casting (Pembentukan dan Pencetakan)
Merupakan salah satu seksi awal produksi pada proses
pembentukan benda kerja dengan cara dicetak dengan bahan bakunya
yaitu Brass Ingote yang dilebur pada suhu + 1050 °C pada tungku
pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas. Mesin yang
digunakan yaitu Core, LPDC, Shot blast dan Cutting. Pada proses ini
limbah dan cemaran yang dihasilkan adalah berupa suara bising, Asap
dan debu. Adapun penanganan dari dampak tersebut adalah dipasang
Dust collector yang berfungsi untuk menarik debu dan asap serta
Exhause fan untuk sirkulasi udara dan untuk karyawan dilengkapi
dengan Alat Pelindung Diri.
b. Forging (Pembentukan dan Pengepressan)
Proses awal pembentukan benda kerja dengan cara dipress dan
bahan bakunya yaitu brass bar dan brass hex bar yang dibakar pada
suhu + 750 oC pada tungku pembakaran (Furnace) yang menggunakan
94
bahan bakar gas. Mesin yang digunakan antara lain : Cutting, Press
Forging, Press Cutting. Pada proses ini limbah dan cemaran yang
dihasilkan adalah berupa suara bising, limbah oli, dan limbah padat.
Adapun untuk penanganan dari dampak tersebut dipasang Dust
collector dan scrubber yang berfungsi untuk menghisap debu/asap dan
scrubber untuk penyaringan oli serta Exhause fan untuk sirkulasi udara
dan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup telinga dan
masker).
c. Injection (Penyuntikan)
Proses awal yaitu pembentukan benda kerja dengan cara disuntik
dengan bahan bakunya yaitu resin plastic yang di oven pada suhu 200
~ 250 oC pada heater cylinder yang dipanaskan dengan listrik. Mesin
yang digunakan adalah mesin Injection. Pada proses ini limbah dan
cemaran yang dihasilkan berupa limbah padat dan oli. Adapun
penanganan dari dampak tersebut yaitu untuk limbah oli
ditampung pada drum dan disimpan ditempat penampungan dan
kemudian dijual kepada pihak kedua kemudian untuk limbah padat
juga disimpan pada karung dan tampung kemudian dijual pada pihak
kedua.
95
d. Proses Produksi Machining
Merupakan seksi lanjutan setelah Casting dan Forging, tapi tidak
sedikit material yang diproses dari awal dan ada juga yang dibeli dari
supplier dalam bentuk semi jadi. Pembentukan benda kerja diproses
dengan berbagai mesin seperti Rim, NC, Turret/Bubut, Drill, Grinding
dan lain-lain. Bahan bakunya yaitu Brass Bar, Brass Hex Bar, Brass
Pipe, Cu Pipe dan lain-lain.
Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan berupa
suara bising, debu (limbah padat), dan limbah oli. Adapun untuk
penanganan dari dampak tersebut yaitu untuk limbah padat dan oli
ditampung pada karung jumbo dan drum kemudian disimpan ditempat
penampungan dan dijual pada pihak kedua, dan sirkulasi udara
didalam ruangan dipasang Exhause fan serta untuk kesehatan kerja
karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup telinga dan masker).
e. Proses Produksi Polishing
Merupakan seksi lanjutan setelah Machining, tetapi ada juga
proses dilakukan dari material part semi jadi dari supplier. Proses kerja
Polishing adalah pemolesan/pengampelasan agar halus dan mengkilap
yang terdiri dari 2 bagian proses yaitu Abrasive belt dan Buffing. Pada
proses tersebut mesin yang digunakan ada yang manual dan ada juga
yang otomatis. Bahan pembantu untuk proses buffing biasa digunakan
Tripoly yaitu Tripoly Cair dan Batangan. Pada proses ini limbah dan
96
cemaran yang dihasilkan berupa suara bising dan debu. Adapun
penanganan dari dampak tersebut adalah dipasang Dust collector yang
berfungsi untuk menghisap debu dan sirkulasi udara (Exhause fan)
serta untuk kesehatan karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (Tutup
trelinga dan masker).
f. Proses Produksi Plating
Seksi ini merupakan lanjutan proses setelah polishing dan part
dari Injection juga diproses diplating. Proses kerja plating adalah
membuat lapisan logam diatas benda kerja/part yang diplating.
Pelapisannya terdiri dari Automatic metal plating, Manual plastik
plating dan Manual gold plating. Prosesnya hampir sama yaitu
Pembersihan (Pralakuan), proses plating dan pembilasan.
Tujuan dari pelapisan tersebut untuk memperindah penampilan,
mencegah karat, mencegah aus serta meningkatkan kekuatan pada
barang jadi.Pada proses ini limbah dan cemaran yang dihasilkan yaitu
berupa limbah cair. Adapun penanganan dari dampak tersebut yaitu
pemasangan scrubber untuk menghisap uap dan sirkulasi udara
(Exhause fan) yang dalirkan keudara bebas dan untuk kesehatan
karyawan dilengkapi Alat Pelindung Diri (masker).
Namun untuk limbah cairnya sendiri dialirkan ke WWT melalui
pipa-pipa kemudian diproses dan di Netralisir di IPAL dan setelah
dilakukan pengetesan untuk kadar airnya dan hasilnya baik air limbah
97
tersebut dibuang ke got. Kemudian endapan lumpur dari proses
tersebut dipress dan dikeringkan lalu disimpan pada karung jumbo
ditempat penampungan limbah B3 untuk kemudian dijual pada pihak
kedua yang berizin dari KLH.
g. Proses Produksi Assembling (Perakitan dan pengepakan)
Merupakan proses terakhir yang merakit produk yang part-
partnya telah melewati setiap proses seperti Casting, Forging,
Machining, Polishing, Plating, Karet, Plastik dan lain-lain sekaligus
proses pengepakan.
Adapun limbah yang dihasilkan dari proses ini adalah berupa
limbah padat yang dikumpulkan dimasing-masing tempat sampah yang
kemudian dikirim ke TPS (tempat penampungan sementara) untuk
dikumpulkan sebelum dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabel-
variabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel
dependen. Hasil dari analisis univariat adalah sebagai berikut.
98
5.2.1 Gambaran Keluhan MSDs Responden
Hasil penelitian terkait keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2
berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Keluhan MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya
Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Keluhan Frekuensi Persentase (%) Ada Keluhan 51 72,9
Tidak Ada Keluhan 19 27,1 Jumlah 70 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 70
responden, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan
MSDs. Sebanyak 51 responden (72,9%) mengalami keluhan MSDs.
Berikut ini frekuensi keluhan MSDs responden pada 27 titik tubuh
berdasarkan bagian tubuh yang dirasa ada keluhan adalah sebagai berikut:
99
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada
Responden di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa paling banyak
bagian/area yang dikeluhkan oleh pekerja adalah pinggang (33 orang),
bahu kiri dan bahu kanan (23 orang), dan leher atas (22 orang).
5.2.2 Gambaran Resiko/Faktor Pekerjaan Responden
Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari
pengukuran bagian tubuh seperti leher, punggung, bahu, tangan, dan
pergelangan tangan dengan mempertimbangkan postur, durasi, frekuensi,
dan beban pekerjaan. Adapun hasil yang diperoleh mengenai faktor
22
12
23 23
12 13 139
35
8
3 3
8 9 911 12 12
7 6 7 8
15 15
10 11 1012
0
5
10
15
20
25
30
35
40
lehe
r ata
s
lehe
r baw
ah
bahu
kir
i
bahu
kan
an
leng
an k
iri a
tas
pung
gung
ata
s
leng
an k
anan
ata
s
pung
gung
baw
ah
ping
gang
boko
ng
siku
kir
i
siku
kan
an
leng
an k
iri b
awah
leng
an k
anan
baw
ah
perg
elan
gan
tang
an k
iri
perg
elan
gan
tang
an k
anan
tang
an k
iri
tang
an k
anan
paha
kir
i
paha
kan
an
lutu
t kir
i
lutu
t kan
an
betis
kir
i
betis
kan
an
perg
elan
gan
kaki
kir
i
perg
elan
gan
kaki
kan
an
tela
pak
kaki
kir
i
tela
pak
kaki
kan
an
Bagian Keluhan
100
pekerjaan pada responden di bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia.
Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Resiko/Faktor Pekerjaan pada Pekerja di Bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Tingkat Resiko Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Resiko Tinggi 20 28,6 Resiko Sedang 34 48,6 Resiko Ringan 16 22,9
Jumlah 70 100 Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa resiko pekerjaan
responden hampir merata untuk setiap kategori (tinggi, sedang, dan
rendah). Akan tetapi, responden yang paling banyak berada pada resiko
pekerjaan dengan kategori sedang (48,6%).
5.2.3 Gambaran Usia Responden
Hasil penelitian mengenai usia responden pada bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Usia pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel Mean SD Min-Max Usia 30.16 tahun 7.833 19 tahun – 45 tahun
Sumber:Data Primer
101
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden di
bagian Polishing adalah 30,16 tahun dengan usia responden paling muda
adalah 19 tahun dan paling tua adalah 45 tahun.
5.2.4 Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden
Indeks masa tubuh responden di bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung berat badan
dan tinggi badan responden. Adapun hasil pengukuran dan perhitungan
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5
Distribusi Indeks Masa Tubuh pada Pekerja di Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Indeks Massa Tubuh Frekuensi Persentase (%) Gemuk 15 21,4 Kurus 12 17,1
Normal 43 61,4 Jumlah 70 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak pekerja
dengan IMT normal yaitu 43 pekerja (61,4%) dan pekerja yang paling
sedikit yaitu pekerja dengan kategori kurus sejumlah 12 orang (17,1%).
5.2.5 Gambaran Masa Kerja Responden
Hasil penelitian mengenai masa kerja responden pada bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.6
berikut:
102
Tabel 5.6
Distribusi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel Mean SD Min-Max Masa Kerja 103.53 bulan 80.374 4 bulan – 279 bulan
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki masa kerja terendah adalah selama 4 bulan dan terlama adalah
279 bulan (23 tahun) dengan rata-rata masa kerja responden adalah 103,53
bulan (8,5 tahun).
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Responden
Hasil penelitian mengenai kebiasaan merokok responden pada bagian
Polishing PT. Surya Toto Indonesia.Tbk dapat dilihat pada tabel 5.7
berikut:
Tabel 5.7
Distribusi Kebiasaan Merokok pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya
Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Variabel Mean SD Min-Max Kebiasaan Merokok 7.46 batang 6.208 0 – 19 batang
Sumber:Data Primer
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata responden merokok
7.46 batang/hari dengan rentang konsumsi rokok 0 sampai 19 batang/hari.
5.2.7 Gambaran Kebiasaan Olahraga Responden
Hasil penelitian mengenai gambaran pekerja berdasarkan kebiasaan
olahraga yang dilakukan oleh pekerja dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:
103
Tabel 5.8
Distribusi Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di Bagian Polishing PT.
Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Kebiasaan Olahraga Frekuensi Persentase (%) Kurang 50 71.4 Cukup 20 28.6
Jumlah 70 100 Sumber:Data Primer
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang
mempunyai kebiasaan olahraga yang cukup adalah sebanyak 20 orang
(28,6%).
5.2.8 Gambaran Riwayat Penyakit MSDs Responden
Riwayat penyakit MSDs merupakan pekerja yang sebelumnya pernah
menderita penyakit/keluhan MSDs yang ditanyakan menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian mengenai riwayat penyakit MSDs yang pernah
dialami oleh pekerja dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:
Tabel 5.9
Distribusi Riwayat Penyakit MSDs pada Pekerja di Bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Riwayat penyakit MSDs Frekuensi Persentase (%)
Ada 19 27.1 Tidak Ada 51 72.9
Jumlah 70 100 Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 70 pekerja, terdapat
19 pekerja (27,1%) memiliki riwayat penyakit MSDs.
104
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji Chi-
Square dan uji T-Independent. Uji T-independen digunakan untuk variabel usia,
kebiasaan merokok, dan masa kerja terhadap keluhan MSDs. Uji chi square
digunakan untuk variabel resiko/faktor pekerjaan, indeks masa tubuh (IMT),
kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs. Melalui
uji-uji tersebut akan diperoleh nilai p (p-value) di mana dalam penelitian ini
menggunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel
dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P ≤ 0,05 dan dikatakan tidak
bermakna jika mempunyai nilap P > 0,05.
5.3.1 Hubungan antara Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara resiko/faktor pekerjaan
dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
105
Tabel 5.10
Analisis Hubungan Resiko/Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun
2011
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.10, pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan
tinggi dan mengalami keluhan MSDs sebanyak 17 orang dari 20 pekerja
(85,0%) dan pekerja yang mempunyai resiko rendah dan mengalami
keluhan MSDs sebanyak 6 orang dari 16 pekerja (37,5%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.001 yang artinya pada 5%
ada hubungan yang signifikan antara resiko/faktor pekerjaan dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011.
5.3.2 Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara usia dengan keluhan
MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun
2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Kategori
Keluhan MSDs Total
Pvalue Ada
Keluhan Tidak Ada Keluhan
N % n % n % Resiko/Faktor Pekerjaan
Tinggi 17 85.0 3
15.0
20
100
0.001
Sedang 28 82.4 6 17.6 34 100
Rendah 6 37.5 10 62.5 16 100
106
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Usia dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Bagian
Polishing PT.Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011
Variabel Kejadian Dermatitis Kontak N Mean SD P value
Usia Ada Keluhan 51 31.39 tahun 7.561 0.030 Tidak Ada Keluhan 19 26.84 tahun 7.776
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja
yang mengalami keluhan MSDs adalah 31,39 tahun dengan standar deviasi
sebesar 7.561, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami
keluhan MSDs adalah 26.84 tahun dengan standar deviasi sebesar 7.776.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.030
yang artinya pada 5% ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011.
5.3.3 Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks masa tubuh
dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
107
Tabel 5.12
Analisis Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Sumber:Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 12 responden yang
dikategorikan kurus dan yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 9 orang
(75,0%). Sedangkan responden yang memiliki IMT normal yang
mengalami keluhan MSDs sebanyak 29 orang dari 43 pekerja (67,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,348 (p value >
0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara indeks
masa tubuh dengan keluhan MSDs yang dialami oleh pekerja pada bagian
Polishing di PT. Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011.
5.3.4 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan
keluhan MSDs pada responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Kategori
Keluhan MSDs Total
Pvalue Ada
Keluhan Tidak Ada Keluhan
n % n % n % Indeks Masa Tubuh
Gemuk 13 86.7 2
13.3
15
100
0.348
Kurus 9 75.0 3 25.0 12 100
Normal 29 67.4 14 32.6 43 100
108
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun
2011
Variabel Kejadian Dermatitis Kontak N Mean SD P value
Masa Kerja Ada Keluhan 51 120.02 bulan 79.868 0.004 Tidak Ada Keluhan 19 59.26 bulan 64.848
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja
pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah 120,02 bulan (10
tahun) dengan standar deviasi sebesar 79.868. Rata-rata masa kerja pada
pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs adalah 59,26 bulan (5 tahun)
dengan standar deviasi sebesar 64.848. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.004 (p value < 0,05) yang artinya
pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan
keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011.
5.3.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
109
Tabel 5.14
Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia Tahun 2011
Variabel Keluhan MSDs N Mean SD P value Kebiasaan Merokok Ada Keluhan 51 8.22 batang 6.169 0.094
Tidak Ada Keluhan 19 5.42 batang 6.003 Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata pekerja yang
mengalami keluhan MSDs merokok 8.22 batang/hari dengan standar
deviasi sebesar 6.169, sedangkan rata-rata pekerja yang tidak mengalami
keluhan MSDs merokok 5.42 batang/hari dengan standar deviasi sebesar
6.003. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar
0.094 (p value > 0,05) yang artinya pada 5% tidak ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada pekerja
bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011.
5.3.6 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini
hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs pada pekerja
bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011.
110
Tabel 5.15
Analisis Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan MSDs pada
Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk Tahun 2011
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.15, ada 42 orang dari 50 orang (84%) pekerja
yang memiliki kebiasaan olahraga kurang yang mengalami keluhan MSDs.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,003 yang
artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
olahraga dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya
Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 6.417
yang artinya pekerja yang kebiasaan olahraganya kurang mempunyai
kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 6.417 kali dibandingkan
pekerja yang kebiasaan olahraganya cukup.
5.3.7 Hubungan antara Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan MSDs
Hasil penelitian mengenai hubungan antara riwayat penyakit MSDs
dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Kategori
Keluhan MSDs Total
OR 95% CI
Pvalu
e Ada Tidak
Ada n % N % n %
Kebiasaan Olahraga
Kurang 42 84.0
8
16.0
50
100
6.417 (2.010-20.487)
0.003
Cukup 9 45.0
11 55.0 20 100
111
Tabel 5.16
Analisis Hubungan Riwayat Penyakit MSDs dengan Keluhan
MSDs pada Pekerja Bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk Tahun 2011
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.16, terdapat 33 orang dari 51 pekerja (64,7%)
yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs tetapi mengalami keluhan
MSDs. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,027
yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat
penyakit MSDs dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing
PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, terdapat nilai OR
sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs
mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali
dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs.
5.4 Analisis Multivariat
Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling
dominan yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian
Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Analisis yang digunakan
Variabel Kategori
Keluhan MSDs Total
OR 95% CI
Pvalue Ada Tidak
Ada n % N % n %
Riwayat Penyakit
Ada 18 94.7
1
5.3
19
100
9.818 (1.210-79.695)
0.027
Tidak Ada 33 64.7 18 35.3 51 100
112
pada penelitian ini yaitu uji regresi logistik berganda dengan model prediksi yaitu
cara menseleksi variabel independennya. Tahapan yang dilakukan dalam analisis
multivariat ini adalah sebagai berikut:
5.4.1 Seleksi Kandidat Model Univariat
Seleksi kandidat model multivariat dengan melakukan analisis
bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel
dependen. Bila hasil dari uji bivariatnya mempunyai nilai p<0,25 maka
variabel tersebut akan dilanjutkan ke analisis multivariat. Hasil pemilihan
kandidat yang dimasukkan ke dalam model dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 5.17
Kandidat Variabel Independen yang Masuk ke dalam Model Multivariat
No Variabel P-Value
1.
2.
3
4.
5.
6.
7.
Resiko/Faktor Pekerjaan
Usia
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
Riwayat Penyakit MSDs
0,001*
0,030*
0,348
0,004*
0,094
0,003*
0,027*
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.17, diperoleh bahwa dari 7 variabel yang setelah
dilakukan analisis bivariat terdapat 6 variabel yang memiliki p<0,25 dan
secara teori dan substansi variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap
113
keluhan MSDs. Dengan demikian terdapat 6 variabel yang masuk ke
dalam kandidat model multivariat yaitu resiko/faktor pekerjaan, usia, masa
kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs.
5.4.2 Pembuatan Model Prediksi
Pada pembuatan model prediksi, selanjutnya variabel independen itu
akan dianalisis secara bersama-sama dengan variabel dependen. Variabel
yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai
p≤0,05. Apabila di dalam model ditemukan nilai p>0,05 maka variabel
tersebut harus dikeluarkan dari model yang dilakukan secara bertahap dan
yang pertama dikeluarkan adalah nilai p terbesar.
Tabel 5.18
Hasil Pemodelan Prediksi Keluhan MSDs
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Resiko/Faktor Pekerjaan
Usia
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
Riwayat Penyakit MSDs
0,031
0,563
0,469
0,456
0,005
0,024
0,033
-
0,096
0,463
0,005
0,023
0,018
-
0,102
-
0,004
0,022
0,003
-
-
-
0,002
0,020
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa hasil pemodelan prediksi
keluhan MSDs dihasilkan 4 model. Pada model pertama terdapat tiga
variabel yang menunjukan p≤0,05 yaitu variabel resiko/faktor pekerjaan,
114
kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. Sedangkan tiga variabel
lain menunjukan p>0,05 yaitu variabel usia, masa kerja, dan kebiasaan
merokok. Kemudian dari tiga variabel yang p>0,05, dikeluarkan terlebih
dahulu yang nilai probabilitasnya paling besar yaitu variabel usia.
Kemudian dilakukan analisis model ke dua dan hasil analisis menunjukan
bahwa variabel kebiasaan merokok dan masa kerja menunjukan p>0,05.
Akan tetapi yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah variabel kebiasaan
merokok karena nilai probabilitasnya yang paling besar sehingga pada
analisis selanjutnya tidak dimasukan ke dalam model. Kemudian di analisis
kembali model ke tiga yang menunjukan dari empat variabel yaitu variabel
resiko/faktor pekerjaan, masa kerja, kebiasaan olahraga, dan riwayat
penyakit MSDs yang menunjukan nilai p > 0,05 adalah variabel masa kerja
sehingga variabel tersebut selanjutnya tidak di masukan ke dalam model.
Kemudian dianalisis kembali untuk model yang terakhir yaitu pemodelan
ke empat. Hasil analisis menunjukan bahwa variabel resiko/faktor
pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs masing-masing
mempunyai nilai probabilitas masing-masing 0,003; 0,002 dan 0,020. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan
olahraga, dan riwayat penyakit MSDs diduga memiliki hubungan kuat
dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2010.
115
5.4.3 Uji Interaksi
Uji interaksi dilakukan pada variabel yang diduga secara substansi
ada interaksi. Akan tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan uji interaksi
karena antara variabel-variabel yang masuk ke dalam model multivariat
diduga tidak ada interaksi secara substansinya.
5.4.4 Penyusunan Model Terakhir
Setelah dilakukan analisis ternyata variabel yang menjadi peluang
dalam keluhan MSDs antara lain yaitu resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan
olahraga, dan riwayat penyakit MSDs. Model dari analisis dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 5.19
Model Akhir Analisis Multivariat Keluhan MSDs
Variabel B Wald P wald OR (95% CI)
Resiko/Faktor Pekerjaan Kebiasaan Olahraga
Riwayat Penyakit MSDs Constant
R Square
1.582 2.526
2.733 -12.697
0,511
8.733 9.236
5.415
0,003 0,002
0.020
4.864 (1.704-13.886) 12.504 (2.452-63.765)
15.381 (1.539-153.712)
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa variabel resiko/faktor
pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs terbukti
berhubungan signifikan (p value < 0,05) dengan keluhan MSDs pada
pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto Indonesia.Tbk tahun 2011. Dari
116
hasil analisisnya juga diperoleh nilai OR resiko/faktor pekerjaan adalah
4.864 artinya pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan sedang
mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs sebesar 4.864 kali
dibandingkan pekerja yang mempunyai resiko pekerjaan rendah setelah
dikontrol variabel kebiasaan olahraga dan riwayat penyakit MSDs.
Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh nilai OR kebiasaan olahraga
adalah 12.504 artinya pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga kurang
mempunyai peluang untuk mengalami keluhan MSDs adalah sebesar
12.504 kali dibandingkan pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga
cukup setelah dikontrol variabel resiko/faktor pekerjaan dan riwayat
penyakit MSDs. Nilai OR variabel riwayat penyakit MSDs adalah 15.381
yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai
peluang sebesar 15.381 kali untuk mengalami keluhan MSDs dibandingkan
pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs setelah dikontrol
variabel resiko/faktor pekerjaan dan kebiasaan olahraga.
Berdasarkan analisis, koefisien determinan (R square) menunjukan
nilai 0,511 artinya bahwa variabel resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan
olahraga, dan riwayat penyakit MSDs dapat menjelaskan 51,1% variasi
variabel dependen keluhan MSDs. Dengan demikian, variabel resiko/faktor
pekerjaan, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakist MSDs dapat
menjelaskan keluhan MSDs sebesar 51,1% sedangkan 48,9 % dijelaskan
oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.
117
Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa
variabel riwayat penyakit MSDs merupakan variabel yang paling dominan
atau berpengaruh terhadap terjadinya keluhan MSDs. Hal ini dapat dilihat
dari nilai OR analisis multivariatnya.
118
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian ini diantaranya:
1. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, dimana variabel-variabel
independen dan dependennya diukur pada saat yang bersamaan sehingga
sulit untuk menentukan variabel mana yang terjadi terlebih dahulu dan tidak
dapat menjelaskan hubungan sebab akibat karena hanya menjelaskan
hubungan keterkaitan serta hanya menggambarkan variabel yang diteliti.
2. Peneliti tidak meneliti faktor resiko lain yang juga berpengaruh terhadap
timbulnya keluhan MSDs seperti faktor lingkungan dan faktor psikososial.
3. Pengukuran variabel faktor pekerjaan dengan metode QEC hanya mengukur
risiko pekerjaan terhadap tubuh bagian atas saja, sehingga jika ada keluhan
dirasakan pada tubuh bagian bawah maka tidak dapat diketahui besar risiko
dan pengaruhnya antara faktor pekerjaan terhadap keluhan MSDs.
4. Kuesioner Nordic Body Map (NBM) sangat bergantung pada subjektifitas
responden dan sangat dipengaruhi kejujuran responden.
5. Keterbatasan waktu dan biaya sehingga penentuan keluhan MSDs hanya
berdasarkan hasil pengisian kuesioner dan NBM tanpa ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan medis pada pekerja.
119
6. Pengambilan data untuk variabel keluhan MSDs tidak dilakukan dalam
waktu yang sama, sebagian pekerja diambil datanya pada pagi hari dan
sebagian lainnya pada siang hari atau sore hari. Sehingga kemungkinan akan
mempengaruhi informasi yang didapatkan khususnya untuk variabel keluhan
MSDs.
7. Pengambilan gambar dan video tidak dari segala arah, hanya pada arah yang
memungkinkan saja.
8. Adanya recall bias yaitu bias dalam mengingat kembali kapan mulai
merokok dan berhenti merokok pada variabel kebiasaan merokok serta
terkair riwayat penyakit MSDs sehingga dapat mempengaruhi jawaban
responden.
6.2 Gambaran Keluhan MSDs pada Responden
MSDs merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan
jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan
pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa,
kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar
(OSHA, 2002). Sedangkan menurut Humantech (2003), keluhan musculoskeletal
adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
sebagian besar pekerja mengalami keluhan MSDs (72,9%). Bagian-bagian tubuh
yang paling banyak dikeluhkan responden adalah bagian pinggang, bahu kanan
120
dan kiri, serta leher atas. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
Sastrowinoto (1985) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan
posisi duduk biasanya bagian tubuh yang dikeluhkan adalah pada bagian
pinggang, punggung, dan leher. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang menyatakan bahwa pada pekerja penjahit,
prevalensi gangguan MSDs paling tinggi terjadi pada bagian leher dan
punggung. Keluhan tersebut terjadi karena sikap kerja yang membungkuk
dengan gerakan-gerakan memutar pada daerah pinggang, leher menunduk, posisi
kaki tertekuk maksimal, dan gerakan repetitif tanpa diselingi istirahat yang
cukup.
Macam-macam keluhan yang dirasakan oleh pekerja disebabkan faktor
resiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memiliki risiko
ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat melemahkan fungsi tubuh dan
penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu,
punggung, dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering digunakan pekerja
dalam melakukan pekerjaannya (NIOSH, 2007).
Beberapa teori dan hasil penelitian telah menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja diantaranya
resiko/faktor pekerjaan dan faktor individu (umur, indeks masa tubuh, masa
kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan riwayat penyakit MSDs).
Berikut ini pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan antara faktor-faktor
121
tersebut dengan keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk tahun 2011.
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Responden
6.3.1 Resiko/Faktor Pekerjaan
Pengukuran risiko/faktor pekerjaan dilakukan pada tubuh bagian atas
(Upper Extremitas) seperti leher, punggung, lengan, pinggang, bahu,
tangan, dan pergelangan tangan. Pengukuran ini mempertimbangkan berat
beban yang diangkat, durasi, frekuensi, dan postur pekerja ketika bekerja
dengan menggunakan metode QEC. Pengukuran diperoleh dengan cara
merekam dan mengambil gambar kegiatan pekerja selama melakukan
pekerjaannya.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, didapatkan hasil bahwa
paling banyak pekerjaan dengan tingkat risiko sedang yang dialami oleh 34
pekerja (48,6%), dan tingkat resiko rendah dialami oleh 16 orang pekerja
(22,9%). Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji
Chi-Square, didapatkan hasil bahwa pekerja yang mempunyai resiko
pekerjaan tinggi dan mengalami keluhan MSDs sebesar 85,0% (17 orang
dari 20 pekerja) dan nilai probabilitas sebesar 0,001 (p value < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara resiko/faktor pekerjaan dengan
keluhan MSDs pada responden.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi
logistik berganda diketahui bahwa resiko/faktor pekerjaan mempengaruhi
122
terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resiko/faktor
pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
keluhan MSDs. Hal ini dapat disebabkan karena postur kerja yang tidak
alamiah (postur janggal) dan sebagian pekerja bekerja dengan posisi-posisi
yang berisiko untuk menimbulkan keluhan MSDs dengan durasi dan
frekuensi yang lama. Pada saat melakukan pekerjaannya, pekerja seringkali
membungkukkan badannya sehingga memungkinkan terjadinya cidera
tulang belakang. Selain itu, adanya pekerjaan dengan gerakan berulang dan
beban yang berat serta pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi
memperparah keadaan pekerja sehingga dapat menyebabkan penumpukan
cidera-cidera otot dan tulang. Jika hal ini tidak diiringi dengan waktu
istirahat atau relaksasi yang cukup maka akan membahayakan pekerja.
Gambar 6.1 Meja Kerja dan Postur Kerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tahun 2011
123
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ikrimah (2009) dan Zulfiqor (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara resiko pekerjaan dengan keluhan MSDs. Selain itu, Europan
communities (2008) memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian
ekstrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan. Menurut studi
yang dilakukan oleh NIOSH, 60% back injury disebabkan karena
terlampauinya kapasitas kerja baik dalam hal mengangkat beban (60%),
menarik dan mendorong beban (20%), dan membawa beban (20%)
(Nurmianto, 2004).
Menurut Sastrowinoto (1985), pekerja yang melakukan pekerjaan
dengan posisi duduk biasanya bagian tubuh yang dikeluhkan pada bagian
pinggang, punggung, dan leher. Posisi duduk pada otot rangka
(musculoskeletal) dan tulang belakang (vertebral) terutama pada pinggang
(sacrum, lumbar, dan thoracic) harus dapat ditahan oleh sandaran kursi
agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar dari cepat lelah
(fatigue). Selain itu, ketika duduk, kaki harus berada pada alas kaki dan
dalam sikap duduk bergerak dengan relaksasi.
124
Gambar 6.2 Postur Kerja yang Tidak Ergonomis pada Pekerja Bagian Polishing
PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tahun 2011
Berdasarkan observasi peneliti, pekerja selalu berada dalam posisi
duduk dengan durasi kerja yang lama tanpa terdapat sandaran atau sesuatu
yang dapat menahan punggung atau pinggang pekerja ketika melakukan
pekerjaannya. Selain itu, hanya sebagian kecil dari pekerja yang melakukan
peregangan yang cukup untuk melakukan relaksasi terhadap otot-otot tubuh
yang mengalami ketegangan ketika bekerja. Padahal, dengan melakukan
peregangan yang cukup, kelelahaan pada otot dan tulang dapat dipulihkan
dan kondisi tubuh kembali rileks/normal. Sehingga cedera-cedera atau
kerusakan pada otot, tulang, dan sendi yang terjadi ketika bekerja dapat
diminimalisir.
Peralatan kerja yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap
keluhan MSDs seperti berat beban dan alat yang digunakan atau dipegang
125
baik dengan menggunakan satu tangan ataupun dua tangan. Hal ini
tergantung dari orderan yang ada. Terkadang berat beban yang digunakan
lebih dari 5 kilogram meskipun hal ini sangat jarang sekali terjadi. Akan
tetapi, hal ini dapat menyebabkan cidera-cidera yang bersifat akumulatif.
Selain itu, penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan kondisi
pekerja sedikit banyak akan berpengaruh bagi kinerja pekerja. Pada sikap
duduk banyak dijumpai kasus-kasus gangguan sistem gerak. Ini
menandakan adanya sikap paksa yang terjadi pada pekerja yang menuntut
otot-otot bagian tubuh yang berfungsi untuk mempertahankan sikap
tersebut berkontraksi terus-menerus. Kontraksi yang cenderung bersifat
statis, berlangsung lama dan terus-menerus, serta sikap paksa waktu
bekerja mudah sekali menimbulkan kelelahan sampai rasa nyeri pada otot
yang bersangkutan. (Suma’mur, 1992).
Berdasarkan teori di atas, maka untuk mengurangi resiko MSDs pada
pekerja dapat dilakukan dengan cara pemberian peralatan kerja yang sesuai
dengan postur tubuh pekerja, pemberian back support atau sandaran kursi,
dan pemberian waktu relaksasi/peregangan yang cukup bagi pekerja.
6.3.2 Usia
Usia adalah lama hidup seseorang yang dihitung berdasarkan ulang
tahun terakhir. Menurut Oborne (1995), keluhan otot skeletal biasanya
dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan tingkat keluhan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
126
Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata usia responden di
bagian Polishing adalah 30,16 tahun dengan rentang usia responden 19-
45 tahun. Berdasarkan hasil analisis uji T-Independent, didapatkan hasil
bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami keluhan MSDs adalah
31,39 tahun dan nilai probabilitas sebesar 0.030 yang artinya pada 5%
ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik
berganda diketahui bahwa usia tidak mempengaruhi terjadinya keluhan
MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel usia merupakan
faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs tetapi bukan merupakan
faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bjelle (1981) yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja yang
mengalami sakit leher dan punggung adalah 45 tahun dan rata-rata usia
pekerja yang tidak mengalami sakit tersebut adalah 25 tahun. Menurut
Hendra & Rahardjo (2009), pekerja dengan umur 35 tahun atau lebih
mempunyai risiko 2,556 kali lebih besar untuk mengalami MSDs
dibandingkan pekerja dengan umur di bawah 35 tahun.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak
akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun
saat melewati umur 35 tahun efek rokok pada tulang akan mulai terasa
127
karena proses pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti
(Boisvert, 2009). Peningkatan usia juga berhubungan dengan penurunan
kapasits fisik. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia maka
akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat
seseorang berusia 30 tahun (Bridger, 2003). Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi
jaringan parut dan pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan
stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Sehingga, semakin tua
seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan
elastisitas pada tulang yang dapat menjadi pemicu timbulnya gejala
MSDs. Teori di atas sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
6.3.3 Indeks Masa Tubuh (IMT)
Menurut Horn et al (1998) dalam Zulfiqor (2010), seseorang dengan
kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari
depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Jika keadaan ini
berlanjut terus-menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf
tulang belakang yang mengakibatkan kelelahan dan nyeri otot. Menurut
Pheasant (1991), status gizi (IMT) merupakan faktor resiko terjadinya
keluhan LBP tetapi merupakan faktor resiko yang sifatnya lemah atau
sangat lemah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
bahwa paling banyak responden mempunyai IMT normal yaitu sekitar
128
61,4%. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji
Chi-Square, memperlihatkan bahwa dari 15 responden yang dikategorikan
gemuk yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 13 orang (86,7%) dan
nilai probabilitas sebesar 0,348 (p value > 0,05) yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) pekerja dengan
keluhan MSDs. Selain itu, variabel indeks masa tubuh (IMT) tidak
dilanjutkan ke analisis multivariat karena nilai probabilitasnya > 0,25.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak
berhubungan atau tidak mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Ada
kemungkinan hal ini diakibatkan karena distribusi frekuensi responden
yang tidak merata (sebagian besar responden mempunyai IMT normal).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Miyamoto (2000) yang menyebutkan bahwa pekerja yang mengalami Low
back Pain (LBP) dan yang tidak mengalami LBP sama-sama mempunyai
IMT normal. Sehingga tidak ada hubungan antara IMT dengan kejadian
LBP pada pekerja. Penelitian ini juga didukung oleh Syafitri (2010) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi (IMT)
dengan terjadinya keluhan Low Back Pain (LBP). Akan tetapi, hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Karuniasih (2009) yang menyatakan bahwa 100% kelompok pekerja
dengan kategori IMT kurus dan sebagian besar kelompok dengan IMT
gemuk merasakan keluhan MSDs.
129
Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang paling banyak mengalami
keluhan MSDs adalah pekerja dengan kategori IMT normal dibandingkan
dengan pekerja dengan kategori IMT kurus dan gemuk (secara teori
beresiko terhadap MSDs). Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar
kelompok pekerja dengan IMT normal mempunyai resiko pekerjaan tinggi
dan sedang serta kurang melakukan olahraga. Jadi, walaupun pekerja
dengan kategori IMT normal tetapi mempunyai resiko pekerjaan tinggi dan
sedang serta kurang melakukan olahraga maka tetap berpotensi
menimbulkan keluhan MSDs. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
statistik yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, pada hasil penelitian
ini variabel IMT tidak berhubungan secara signifikan dengan keluhan
MSDs pada responden karena terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh.
6.3.4 Masa Kerja
MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama
untuk berkembang dan bermanifestasi. Dari hasil penelitian didapatkan
hasil bahwa responden yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 4
bulan dan terlama adalah 279 bulan (23 tahun) dengan rata-rata masa kerja
responden adalah 103,53 bulan (8,5 tahun). Berdasarkan hasil analisis uji
T-Independent, didapatkan hasil bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja
yang mengalami keluhan MSDs adalah 120,02 bulan (10 tahun) dan
pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs adalah 59,26 bulan (5 tahun)
dengan nilai probabilitas sebesar 0.004 (p value < 0,05) yang artinya pada
130
5% ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
MSDs.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi
logistik berganda diketahui bahwa masa kerja tidak mempengaruhi
terjadinya keluhan MSDs karena nilai probabilitasnya ketika masuk model
sebesar 0,102. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel masa kerja
merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs
tetapi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan
MSDs.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Amalia (2010) yang memperlihatkan bahwa keluhan MSDs terbanyak pada
responden dengan masa kerja di atas lima tahun. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Rihiimaki et al (1989) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan
bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.
Bjelle (1981) juga berpendapat bahwa rata-rata masa kerja pekerja yang
mengalami sakit leher dan punggung adalah 13 tahun dan yang tidak
mengalami sakit tersebut rata-rata masa kerjanya adalah 5 tahun.
Cohen et al (1997) mengungkapkan bahwa gangguan penyakit atau
cidera pada sistem MSDs hampir tidak pernah terjadi secara langsung akan
tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar
secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini dapat terjadi karena pada
131
masa kerja tersebut telah terjadi akumulasi cidera-cidera ringan yang
selama ini dianggap sepele. Semakin lama masa kerja seseorang maka
dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang
secara fisik maupun secara psikis. Dengan demikian, akumulasi cidera dari
masa kerja yang lama tersebut mempunyai peranan penting untuk
menimbulkan MSDs.
6.3.5 Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjaadinya keluhan MSDs. Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok
responden dapat diketahui berdasarkan jawaban kuesioner tentang jumlah
rokok yang dikonsumsi setiap hari dan frekuensi rokok selama satu
minggu.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
bahwa rata-rata responden merokok 7.46 batang/hari dengan rentang
konsumsi rokok 0 sampai 19 batang/hari. Berdasarkan hasil analisis
bivariat menggunakan uji T-Independent, diketahui bahwa rata-rata pekerja
yang mengalami keluhan MSDs merokok 8.22 batang/hari dan nilai
probabilitas sebesar 0,094 (p value>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada
responden. Selanjutnya variabel tetap dimasukkan ke dalam model analisis
multivariat karena nilai probabilitasnya<0,25. Akan tetapi, nilai
probabilitas analisis multivariatnya adalah 0.463 (p value>0,05) yang
132
berarti bahwa variabel kebiasaan merokok tidak mempengaruhi terjadinya
keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok
bukan merupakan faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhi
terjadinya keluhan MSDs.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maijunidah (2010) dan Bukhori (2010) yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
MSDs. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil survei
oleh Annuals of Rheumatic Diseases yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan MSDs
dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk
merasakan MSDs (Tarwaka, 2004). Kemudian, hasil penelitian ini juga
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2010), yang
menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok
dengan terjadinya keluhan LBP. Hasil survei oleh Annuals of Rheumatic
Diseases dan penelitian Syafitri ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Tarwaka (2004) bahwa semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula keluhan yang dirasakan.
Perbedaan hasil penelitian ini mungkin saja disebabkan oleh hasil
analisis yang menunjukkan bahwa responden yang mengalami keluhan
MSDs rata-rata merokok 8 batang/hari dan sebagian dari mereka tidak
merokok setiap hari. Sehingga pengaruh rokok tidak terlalu berpengaruh
133
terhadap keluhan MSDs pada penelitian ini karena rata-rata responden
tersebut dikategorikan perokok ringan.
Kebiasaan merokok terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh
seseorang. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru sehingga
kemampuan untuk mengonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya,
tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Jadi, meskipun merokok tidak
secara langsung menyebabkan keluhan MSDs, namun merokok dapat
meningkatkan resiko seseorang mengalami gangguan MSDs. Hal ini juga
disebabkan karena para perokok kondisi tubuhnya kurang bugar bila
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (Ikrimah, 2009).
Efek yang ditimbulkan dari bahaya rokok bersifat kronik sehingga
ada kemungkinan bahwa pada saat penelitian dilakukan belum terlihat
pengaruh/efek dari bahaya rokok yang berarti pada pekerja. Selain itu,
kemungkinan pekerja yang tidak merokok banyak yang melakukan
pekerjaan dengan resiko pekerjaan tinggi sehingga mengalami keluhan
MSDs. Oleh karena itu, meskipun kebiasaan merokok berperan untuk
menyebabkan keluhan MSDs namun pengaruh dari rokok juga dipengaruhi
atau didukung oleh faktor lain seperti resiko pekerjaan, usia, masa kerja,
kebiasaan olahraga, dan lain-lain.
6.3.6 Kebiasaan Olahraga
Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong,
membina serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
134
Bentuk olahraga yang sehat itu menjadi pilihan tersendiri, yang penting fun
sehingga seseorang tetap dapat berminat dan tertarik secara terus-menerus
melakukan olahraga tersebut. Bentuk-bentuk itu bisa berupa jalan cepat,
lari di taman, dancing, berenang, senam, mengayuh sepeda, dan lain-lain
(Bustan, 2007). Tingkat keluhan otot sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran tubuh atau kebiasaan olahraga yang dilakukan (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
bahwa sebanyak 50 pekerja (71,4%) memiliki kebiasaan olahraga kategori
kurang. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji
Chi-Square, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan
olahraga kategori kurang ada 84 % (42 orang dari 50 pekerja) yang
mengalami keluhan MSDs dan nilai probabilitas sebesar 0,003 (p value <
0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga
dengan keluhan MSDs pada responden. Selain itu, terdapat nilai OR
sebesar 6.417 yang artinya pekerja yang kebiasaan olahraganya kurang
mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 6.417 kali
dibandingkan pekerja yang kebiasaan olahraganya cukup.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi
logistik berganda diketahui bahwa kebiasaan olahraga mempengaruhi
terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan
olahraga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
keluhan MSDs.
135
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh
Zulfiqor (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan
olahraga dengan keluhan MSDs karena paling banyak pekerja yang
mengalami keluhan MSDS adalah pekerja yang kurang melakukan
olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang
(54,7%). Selain itu, Miyamoto (2000) juga menjelaskan bahwa pekerja
yang kurang melakukan olahraga mempunyai resiko untuk mengalami Low
back Pain (LBP) 1.4 kali dibandingkan pekerja yang cukup melakukan
olahraga.
Menurut Bustan (2007), kurang atau tidak melakukan olahraga
merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit tidak menular
diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Apalagi jika resiko
pekerjaannya dikategorikan sedang dan tinggi untuk terjadinya keluhan
MSDs. Sehingga diperlukan otot dan tulang yang kuat agar pengaruh dari
resiko pekerjaan tersebut dapat diminimalisir.
Berolahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kebugaran
tubuh dimana kebugaran tubuh berpengaruh terhadap kelancaran aliran
darah. Jika aliran darah terhambat maka akan mengganggu kerja otot
sehingga kelelahan otot akan semakin cepat terjadi. Oleh sebab itu,
olahraga penting untuk dilakukan karena banyak manfaatnya yang salah
satunya adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan ligamen.
136
6.3.7 Riwayat Penyakit MSDs
Seseorang dengan riwayat penyakit Low Back Pain (LBP)
mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya,
2008). Variabel riwayat penyakit MSDs pada pekerja tidak berdasarkan
hasil pemeriksaan medis (rekam medis) tetapi hanya berdasarkan gejala-
gejala MSDs yang pernah dirasakan pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9, didapatkan hasil bahwa
19 pekerja (27,1%) memiliki riwayat penyakit MSDs. Selanjutnya,
berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square,
didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs ada
94,7% (18 orang dari 19 pekerja) yang mengalami keluhan MSDs dan nilai
probabilitas 0,027 yang artinya pada 5% terdapat hubungan yang
signifikan antara riwayat penyakit MSDs dengan keluhan MSDs pada
pekerja. Selain itu, terdapat nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja
yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan untuk
mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan pekerja yang tidak
memiliki riwayat penyakit MSDs.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi
logistik berganda diketahui riwayat penyakit MSDs mempengaruhi
terjadinya keluhan MSDs. Sehingga dapat disimpulkan bahwa riwayat
penyakit MSDs merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
137
terjadinya keluhan MSDs pada pekerja bagian Polishing PT.Surya Toto
Indonesia.Tbk tahun 2011. Selain itu, nilai OR multivariat riwayat penyakit
MSDs merupakan yang paling tinggi dibandingkan variabel lainnya. Hal
ini membuktikan bahwa riwayat penyakit MSDs merupakan variabel yang
paling dominan/berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Hal inilah yang
sangat berpotensi menyebabkan pekerja sering mengalami keluhan pada
otot dan tulang mereka. Apalagi jika diperparah dengan potensi bahaya dari
faktor pekerjaan dan kurangnya latihan fisik atau olahraga yang berguna
untuk memperkuat otot dan tulang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Miyamoto (2000) yang menjelaskan bahwa pekerja yang memiliki riwayat
penyakit tulang belakang mempunyai resiko untuk mengalami Low back
Pain (LBP) 1.3 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat
penyakit tulang belakang.
Pekerja yang yang mempunyai riwayat penyakit MSDs melakukan
berbagai cara untuk mengatasi penyakit tersebut. Sebagian besar dari
mereka melakukan pijatan dan istirahat yang cukup untuk mengatasinya.
Selain itu, ada beberapa pekerja yang juga melakukan pemeriksaan ke
dokter dan minum obat untuk mengatasinya. Akan tetapi, banyak dari
responden yang mengeluhkan bahwa penyakit MSDs tersebut masih sering
kambuh (belum sembuh total). Hal ini menjadi pemicu pekerja sering
mengalami keluhan pada otot dan tulang mereka. Apalagi jika diperparah
138
dengan potensi bahaya dari faktor pekerjaan dan kurangnya latihan fisik
atau olahraga yang dilakukan untuk memperkuat otot dan tulang.
139
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 70 pekerja di
bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk tahun 2011 didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari total 70 responden, ada 51 responden (72,9%) yang mengalami
keluhan MSDs dan 19 responden (27,1%) tidak merasakan keluhan.
2. Berdasarkan faktor resiko MSDs, didapat bahwa:
Berdasarkan resiko/faktor pekerjaan, keluhan paling banyak dirasakan
oleh responden dengan tingkat resiko pekerjaan sedang.
Berdasarkan usia, keluhan paling banyak dirasakan oleh responden
dengan rata-rata usia 31,39 tahun.
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT), kelompok responden dengan
IMT normal adalah kelompok yang paling banyak mengalami keluhan
MSDs.
Berdasarkan masa kerja, keluhan paling banyak dirasakan oleh
responden dengan rata-rata masa kerja 120.02 bulan (10 tahun).
Berdasarkan kebiasaan merokok, keluhan paling banyak dirasakan
oleh responden dengan rata-rata rokok yang dihisap per hari adalah
8.22 batang/hari.
140
Kelompok responden yang paling banyak mengalami keluhan MSDs
berdasakan kebiasaan olahraga adalah kelompok responden yang
kebiasaan olahraganya dikategorikan kurang.
Berdasarkan riwayat penyakit MSDs, yang paling banyak mengalami
keluhan MSDs adalah responden yang memiliki/ada riwayat penyakit
MSDs.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs adalah variabel
risiko/faktor pekerjaan dengan p value = 0,001, variabel usia dengan p
value = 0,030, variabel masa kerja dengan p value = 0,004, variabel
kebiasaan olahraga dengan p value = 0,003, dan variabel riwayat penyakit
MSDs dengan p value = 0,027.
4. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan keluhan MSDs adalah
Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan p value = 0.348 dan kebiasaan merokok
dengan p value = 0,094.
5. Berdasarkan analisis multivariat, faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya keluhan MSDs adalah resiko/faktor pekerjaan, kebiasaan
olahraga, dan riwayat penyakit MSDs.
6. Variabel yang paling dominan yang mempengaruhi terjadinya keluhan
MSDs adalah riwayat penyakit MSDs.
141
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Pekerja
a. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat atau peregangan disaat sudah
mulai merasakan stres pada otot tubuh.
b. Melihat besarnya manfaat olahraga, maka sebaiknya pekerja secara
rutin melakukan senam pagi yang diselenggarakan oleh perusahaan
maupun melakukan olahraga di luar perusahaan.
c. Meskipun pada penelitian ini rokok tidak berpengaruh tetapi
disarankan pada pekerja untuk mulai berhenti merokok.
d. Jika pekerja mengalami keluhan MSDs dianjurkan untuk langsung
memeriksakan diri ke dokter agar mendapat pengobatan medis.
7.2.2. Bagi Perusahaan
a. Melihat besarnya dampak dari faktor pekerjaan, sebaiknya
perusahaan melakukan intervesi ergonomi dengan cara mendesain
kursi kerja yang mempunyai sandaran kursi atau menggunakan back
support guna meminimalisir keluhan MSDs.
b. Untuk menghindari terjadinya keluhan MSDs akibat dari risiko
pekerjaan dapat dilakukan dengan menghimbau pekerja untuk
melakukan istirahat disaat pekerja sudah mulai merasakan stres pada
otot tubuh.
c. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk menghindari
stres pada otot tubuh.
142
d. Secara administratif dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan
atau training pada pekerja mengenai resiko pekerjaan dan tata cara
bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta pihak perusahaan
dapat membuat SOP yang dapat digunakan oleh pekerja untuk
menciptakan sistem kerja yang aman, nyaman, dan tetap sehat bagi
pekerja saat bekerja.
e. Perusahaan dapat menyelenggarakan pelatihan yang bertujuan untuk
mengurangi kebiasaan merokok pada pekerja, potensi bahaya postur
janggal ketika bekerja, motivasi untuk melakukan sikap kerja yang
ergonomis ketika bekerja, dan pentingnya waktu istirahat atau
peregangan (relaksasi) ketika bekerja ataupun setelah bekerja
f. Untuk mencegah keluhan MSDs yang diakibatkan kurangnya
kebiasaan olahraga, perusahaan harus mewajibkan pekerjanya untuk
melakukan senam sebelum bekerja dan memberikan sanksi bagi
pekerja yang tidak mengikuti senam pagi yang diselenggarakan oleh
perusahaan.
g. Melibatkan karyawan untuk memberikan ide dan pendapat agar
sistem kerja menjadi lebih baik.
h. Melakukan pemeriksaan medis terkait keadaan otot dan tulang
pekerja (keluhan MSDs).
143
7.2.3. Penelitian Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi secara
medis keluhan MSDs untuk memperoleh data yang objektif.
b. Untuk variabel riwayat penyakit MSDs sebaiknya diperkuat dengan
adanya rekam medis pekerja.
c. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat meneliti variabel lainnya
seperti faktor lingkungan dan faktor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Ommi. 2010. Analisis Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Buruh
Informal (Kuli Panggul) Pasar Grosir Blok F Tanah Abang Jakarta Pusat Tahun 2010.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Bernard, BP et al. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Chemical Review
of Epidemiologic Evidence for Work Related MSDs of Neck, Upper Extremity and Low
Back. U.S Department of Health and Human Services, PH Service for Disease Control
and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Helath
Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. 2005. Kepemimpinan Pengadilan dan Kerugian Praktis, Edisi
ke-3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT. Devnegraha
Bjelle, A. et al. 1981. Occupational and Individual Factors in Acute Shoulder-Neck Disorders
among Industrial Workers. Department of Rheumatology. University of Umea. Sweden.
Diakses 4 november 2010 dalam http://www.bmj.com
Boisvert, Michelle. 2009. Cigarette Smoking and Degenerative Disc Disease, Diagnosed with
Degenerative Disc Disease. Diakses 21 Juni 2011 dalam
http://quitsmoking.about.com/od/tobaccorelateddiseases/smokingandDDD.html
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. International Editions. Singapore : McGraw-
Hill Book Co
_____________. 2003. Introduction to Ergonomics. Second Edition. London: Taylor & Francis
Group
Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dengan Terjadinya Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas di
Kecamatan Cilograng kabupaten Lebak Banten Tahun 2010. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta
Cohen, Alexander L et al. 1997. Element of Ergonomic Program. A Primer Based on Workplace
evaluation of Musculoskeletal Disorders. USA: Departmen of Health and Human Service
NIOSH
Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan Tahun 2005. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. diakses tanggal 24 Februari 2011 dalam
(http://www.kesehatankerja.depkes.go.id/?p=18)
Departemen Tenaga Kerja dan Transportasi. 2010. dalam
(http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/)
Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man, 4th ed. London: Taylor & Francis Inc
Geoffrey, Valerie Woods, Peter. 2005. Further Development of The Usability and Validity of The
Quick Exposure Checklist (QEC). University of Surrey. diakses 1 Juni 2011 dalam
http://www.eihms.surrey.ac.uk/robens/erg/QEC.htm
Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok.
Humantech, 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia: Protector and
Gamble Inc
Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley Australia
Ikrimah, Nur. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Pekerja Konveksi Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ILO. 2005. Work Organization and Ergonomics. Geneva
Jannah, Nur. 2008. Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Divisi
Kasir, Grocery, dan Receiving Giant Hypermarket Cimanggis. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah
Karuniasih. 2009. Tinjauan faktor risiko dan keluhan subjektif terhadap timbulnya
muskuloskeletal disorders pada pengemudi travel X Trans tujuan Jakarta-Bandung tahun
2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Katharine, et al. 2005. Musculoskeletal Disorders, Mental Health and The Work Environment.
University of Oxford
Kumar, Shrawan. 1999. Biomechanic in Ergonomic. UK: Taylor & Francis Inc
Kuorinka, et al. 1997. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of musculoskeletal
symptoms.
Levy, Barry. S, et al. 2005. Preventing Occupational Disease & Injury. Second Edition.
Washington DC: American Public Health Association.
Li G. and Buckle P. 1999. Evaluating Change in Exposure to Risk for Musculoskeletal
Disorders-a Practical Tool. Suffolk: HSE Books CRR251 diakses 25 Mei 2011 dalam
http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/1999/crr99251.pdf
Maijunidah, Emi. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Pekerja Assembling PT. X Bogor Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Miyamoto, Masabumi. et al. 2000. An Epidemiologic Study of Occupational Low Back Pain in
Truck Drivers. Department of Orthopaedic Surgery. Nippon Medical School. Japan.
Diakses 4 november 2010 dalam http://www.nms.ac.jp/jnms/
Muliana. 2003. Tinjauan Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders pada Leher, Bahu, dan
Pinggang pada Pekerja Perekam Data Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta Tahun
2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Munir, Syahrul. 2008. Tingkat Pajanan Ergonomi Manual Handling dan Keluhan
Musculoskeletal pada Departemen Water Pump PT. X Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Nolan, J Coleen, dan Saladin, Kenneth S. 2004. Clinical Application for Anatomy and
Physiology. New York: Mc Graw Hill Companies
NIOSH. 1993. Comment from NIOSH on the occupational safety and health administration
proposed rule on ergonomic safety and management US Department of Control and
Service. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov
_____________. 1997. Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical
Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the
Neck, Upper Extremity and Low Back. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov
_____________. 2007. Ergonomic Guidelines for Manual Material Handling. 4676 Columbia
Parkway Cincinnati. Diakses 25 Mei 2011 dalam http://www.cdc.gov
Nurmianto, Eko 2004. Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya : Penerbit Guna
Widya.
Nursatya, Mugi. 2008. Risiko MSDs pada Pekerja Catering di PT. Pusaka Nusantara Jakarta
Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work: Human Factors in Design and Development.
England: John Wiley and Sons Ltd
OHSC. 2007. Resource Manual for The MSDs Prevention Guideline for Ontario
OSHA. 2002. Ergonomic: The Study of Work. US Department of Labor Occupational Safety and
Health Administration. OSHA 3125
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc :
Maryland, Gaithersburg.
Sastrowinoto. Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. Jakarta: PT.
Pustaka Binaman Pressindo.
Syafitri, Juniar Tri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Keluhan Low
Back Pain (LBP) pada Karyawan Bagian Corporate Customer Care Center (C4) PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Stanton, Neville, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomic Methods. USA: CRC
Press
Suma’mur, PK. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung
_____________. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Cetakan 13. Jakarta: Haji
Masagung
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan, dan Produktivitas. Edisi I,
Cetakan I. Surakarta: UNIBA Press
Utari, Fitriyani Intan. 2009. Analisis Tingkat Resiko Terjadinya MSDs pada Proses Reaching
Department Weaving PT. Unitex, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan
Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
No Responden
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Alamat: Jln. Kertamukti Pisangan Ciputat Jakarta Selatan Telp/Fax: (021)74716718/7404985
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA DI BAGIAN
POLISHING DI PT. SURYA TOTO INDONESIA. Tbk TANGERANG TAHUN 2011
Oleh
Nama : Wita Handayani NIM : 107101001563 Angkatan : 2007
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Salam sejahtera. Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sedang melakukan penelitian. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/Saudara bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi pertanyaan berikut. Kejujuran Bapak/Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat saya hargai. Jawaban yang Bapak berikan akan saya jamin kerahasiaannya. Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Bapak/ Saudara. Ucapan terimakasih yang sebesarnya saya ucapkan atas bantuan dan partisipasi Bapak/Saudara dalam mengisi kuesioner ini.
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda. 2. Bacalah setiap pertanyaan secara seksama. 3. Beri tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda. 4. Mohon semua pertanyaan dijawab dengan lengkap. 5. Kejujuran anda menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
A. Karakteristik Responden :
1. Nama : (Nama Anda akan kami rahasiakan) 2. Tanggal Lahir : Bulan ………...Tahun ………… 3. Pabrik : 1 / 2 / 3 4. Bagian/Divisi : 5. Berat Badan : ……….. kg (diukur oleh peneliti) 6. Tinggi Badan : ………...cm (dikur oleh peneliti)
No Responden
2
B. Masa Kerja
Pertanyaan/Pernyataan Kode (disi oleh peneliti)
1. Kapan anda mulai bekerja di PT. Surya Toto Indonesia. Tbk? _______________ (tahun)
B1 [ ]
2. Sudah berapa lama anda bekerja di bagian polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk? ______________ bulan
B2 [ ]
3. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja di bagian yang sama di perusahaan lain? a. Ya, pernah b. Tidak pernah (SELESAI)
B3 [ ]
4. Sudah berapa lama anda bekerja di bagian yang sama pada perusahaan sebelumnya? _________ bulan
B4 [ ]
5. Apakah pekerjaan sebelumnya mempunyai potensi bahaya terhadap otot dan tulang anda? a. Ya b. Tidak
B5 [ ]
6. Sebutkan jenis pekerjaan anda sebelumnya! ____________________________________________________________________________________________________________________
B6 [ ]
C. Kebiasaan Merokok
Pertanyaan / Pernyataan Kode (diisi oleh peneliti)
1. Apakah anda perokok? a. Ya b. Pernah (sudah berhenti merokok) c. Tidak Pernah (SELESAI)
C1 [ ]
2. Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari? ________ batang
C2 [ ]
3. Dalam seminggu, rata-rata anda merokok? a. Setiap hari e. 3 hari b. 6 hari f. 2 hari c. 5 hari g. 1 hari d. 4 hari
C3 [ ]
4. Sudah berapa lama anda merokok? ________ tahun
C4 [ ]
5. Kapan terakhir kali anda merokok? (BAGI YANG PERNAH MEROKOK) ______________ (bulan yang lalu)
C5 [ ]
No Responden
3
D. Kebiasaan Olahraga Pertanyaan / Pernyataan Kode (diisi oleh
Peneliti) 1. Apa yang anda lakukan setelah selesai bekerja?
a. Langsung beristirahat b. Melakukan pekerjaan lain di rumah, seperti mencuci, dll c. Ada pekerjaan lain atau melakukan hobi, sebutkan!
_________________________________________________________________________________________________________________
D1 [ ]
2. Apakah anda selalu melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal (di luar perusahaan)?
a. Ya b. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 5)
D2 [ ]
3. Dalam sehari, berapa lama anda melakukan olahraga tersebut? -----------------menit/hari
D3 [ ]
4. Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan olahraga tersebut? __________ kali
D4 [ ]
5. Apakah anda mengikuti senam pagi sebelum bekerja di Perusahaan? a. Ya b. Tidak, karena _________________
D5 [ ]
6. Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan senam pagi yang diadakan oleh perusahaan? __________ kali
D6 [ ]
E. Riwayat Penyakit MSDs
Pertanyaan/Pernyataan Kode (disi oleh peneliti)
1. Apakah sebelum anda bekerja di bagian Polishing PT. STI, anda pernah mengalami masalah pada otot dan tulang? a. Ya, pernah b. Tidak pernah
E1 [ ]
2. Apakah anda memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan nyeri pinggang, leher, punggung, dan tangan sebelum bekerja di PT. STI? a. Ya, pernah b. Tidak pernah (SELESAI)
E2 [ ]
3. Apakah sebelum anda bekerja di PT.STI, anda pernah mengalami gejala-gejala berikut? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Leher dan punggung terasa kaku b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas c. Tangan dan pergelangan tangan terasa nyeri seperti tertusuk atau nyeri
disertai bengkak. d. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat. e. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan.
E3 [ ]
4. Jika Ya, apa yang anda lakukan untuk mengatasinya? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Dipijat d. Minum suplemen b. Istirahat e. Perikas ke dokter & Minum obat
E4 [ ]
No Responden
4
Pertanyaan/Pernyataan Kode (disi oleh peneliti)
c. Senam/peregangan f. Lainnya __________________ 5. Apakah masalah tersebut makin parah ketika anda bekerja di bagian
Polishing PT. STI? a. Ya b. Tidak
E5 [ ]
6. Apakah anda pernah mendapat pengobatan medis akibat keluhan/masalah tersebut? a. Ya b. Tidak
E6 [ ]
7. Apakah dengan pengobatan yang anda lakukan, keluhan/masalah tersebut langsung sembuh dan tidak pernah kambuh/muncul lagi?
a. Ya, sembuh b. Masih sering kambuh c. Tidak sembuh
E7 [ ]
F. Keluhan MSDs Pertanyaan / Pernyataan Kode
(diisi oleh Peneliti)
1. Apakah anda pernah merasa tidak nyaman pada otot dan tulang anda selama setahun ini? a. Ya b. Tidak
F1 [ ]
2. Apakah selama 7 hari terakhir anda pernah mengalami masalah (pegal, kesemutan, nyeri, mati rasa, kaku, kramp, gatal, sakit, tidak nyaman) pada bagian anggota badan anda? a. Ya b. Tidak (SELESAI)
F2 [ ]
3. Sebutkan bagian apa saja! (LIHAT LAMPIRAN 2) (JAWABAN DIISI PADA LAMPIRAN 2)
4. Apakah anda pernah pada 7 hari terakhir tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa Anda lakukan akibat masalah tersebut? a. Ya b. Tidak
F4 [ ]
5. Apa yang anda lakukan untuk menghilangkan masalah tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Dipijat d. Minum suplemen b. Istirahat e. Perikas ke dokter & Minum obat c. Senam/peregangan f. Lainnya __________________
F5 [ ], [ ], [ ], [ ], [ ], [ ], [ ], [ ],
6. Menurut anda, apakah keluhan rasa sakit yang anda rasakan/masalah tersebut dikarenakan faktor pekerjaan anda? a. Ya b. Tidak
F6 [ ]
LAMPIRAN 2
GAMBAR NORDIC BODY MAP (NBM)
Tandai Bagian Tubuh Yang Dirasakan Adanya Keluhan !
No Lokasi Rasa Sakit Keluhan yang dirasa
Tingkat Keluhan
Waktu Timbulnya Frekuensi
0. Leher atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
1. Leher bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
2. Bahu kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
3. Bahu kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
4. Lengan kiri atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
5. Punggung atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
6. Lengan kanan atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
7. Punggung bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
8. Pinggang 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
9. Bokong 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
10. Siku kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
11. Siku kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
12. Lengan kiri bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
13. Lengan kanan bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
14. Pergelangan tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
15. Pergelangan tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
16. Tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
17. Tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
18. Paha kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
19. Paha kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
20. Lutut kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
21. Lutut kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
22. Betis kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
23. Betis kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
24. Pergelangan kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
25. Pergelangan kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
26. Telapak kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
27. Telapak kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
DAFTAR ISIAN NBM LAMPIRAN 3
Keterangan:
1. Keluhan : 1.Sakit/nyeri, 2. Panas, 3. Kramp, 4. Mati rasa, 5. Bengkak, 6. Kaku/Kesemutan, 7. Pegal (JAWABAN BOLEH > 1)
2. Tingkat keluhan : 1. Sedikit sakit 2. Sakit 3. Sangat sakit
3. Waktu timbulnya : 1. Saat Bekerja 2. Setelah Bekerja 3. Malam Hari/Saat Istirahat
4. Frekuensi munculnya : 1. Setiap Hari (beberapa kali) 2. Setiap Hari (satu kali) 3. 3-4 kali/minggu 4. 1-2 kali/minggu
LAMPIRAN 4
QUICK EXPOSURE CHECKLIST (QEC) LEMBAR PENELITI PUNGGUNG
A: Ketika melakukan pekerjaan, posisi punggung adalah: (pilih posisi yang paling tidak standar)
A1 Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 200) A2 Bahaya fleksi atau putaran atau bengkok sedang ( 200-600) A3 Bahaya Fleksi atau putaran atau bengkok berat (> 600)
B: Pilih SALAH SATU dua pilihan pekerjaan dibawah ini :
Untuk pekerjaan dengan posisi duduk atau berdiri. Apakah pekerjaan / punggung tersebut dalam keadaan statis?
B1 Tidak B2 Ya
ATAU
Untuk pekerjaan mengangkat, dorong/tarik dan membawa (Contoh: Memindahkan benda). Apakah ada pergerakan dari punggung? B3 Jarang (kurang dari 6 kali per menit) B4 Sering (8- 12 kali per minute) B5 Sangat sering (≥ 12 kali per minute)
BAHU / LENGAN
C: Ketika bekerja, bagaimana posisi tangan? : (pilih posisi yang paling tidak standar)
C1 Pada atau dibawah pinggang C2 Pada ketinggian dada C3 Pada atau di atas bahu
D: Seberapa sering pergerakan bahu/lengan?
D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar) D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti) D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti)
PERGELANGAN TANGAN / TANGAN
E: Saat bekerja posisi pergelangan tangan ? (pilih posisi yang paling tidak standar)
E1 Posisi netral lurus dengan lengan (<150) E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 150
F: Berapa frekuensi gerakan yang serupa terulang?
F1 ≤10 kali / menit F2 11 - 20 kali / menit F3 ≥ 20 kali / menit
LEHER
G: Saat bekerja, apakah postur kepala/leher menunduk/memutar? G1 Tidak G2 Ya, jarang G3 Ya, sering
LEMBAR PEKERJA Silahkan beri tanda pada kotak yang telah disediakan ! H: Berapa berat beban maksimal yang anda bawa secara manual (menggunakan tangan)?
H1 Ringan (≤ 5 kg) H2 Sedang (6 - 10 kg) H3 Berat (11 – 20 kg) H4 Sangat Berat (≥ 20 kg)
J: Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan anda?
J1 ≤ 2 jam J2 2 - 4 jam J3 ≥ 4 jam
K: Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan satu tangan?
K1 Ringan (< 1 kg) K2 Sedang (2 - 4 kg) K3 Berat (> 4 kg)
L: Apakah pekerjaan anda membutuhkan ketelitian mata?
L1 Ketelitian rendah (hampir tidak membutuhkan ketelitian) L2 Ketelitian tinggi (butuh beberapa ketelitian) M: Apakah anda menggunakan/mengendarai alat berat di tempat kerja?
M1 Kurang dari 1 jam per hari atau tidak pernah M2 1 – 4 jam per hari M3 > 4 jam per hari
N: Apakah anda menggunakan alat yang bergetar di tempat kerja?
N1 Kurang dari 1 jam per hari atau tidak pernah N2 1 – 4 jam per hari N3 > 4 jam per hari P: Apakah anda mengalami kesulitan dalam mengikuti tuntutan kerja (target produksi)? P1 Tidak pernah P2 Kadang-kadang P3 Sering
Q: Menurut anda, bagaimana pekerjaan anda secara umum?
Q1 Tidak membuat anda stres Q2 Agak membuat anda stres Q3 Cukup membuat anda stres Q4 Sangat membuat anda stres
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6 OUTPUT ANALISIS DATA
OUTPUT UJI NORMALITAS VARIABEL NUMERIK PENELITIAN
(USIA, MASA KERJA, DAN KEBIASAAN MEROKOK)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Usia responden
Masa kerja responden (bulan) Kebiasaaan merokok
N 70 70 70 Normal Parametersa Mean 30.16 103.53 7.46
Std. Deviation 7.833 80.374 6.208 Most Extreme Differences Absolute .128 .152 .142
Positive .102 .152 .142 Negative -.128 -.109 -.115
Kolmogorov-Smirnov Z 1.068 1.268 1.191 Asymp. Sig. (2-tailed) .204 .080 .117 a. Test distribution is Normal.
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT KELUHAN MSDs BERDASARKAN AREA KELUHAN
Leher_0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 22 31.4 31.4 31.4
tidak ada keluhan 48 68.6 68.6 100.0
Total 70 100.0 100.0
Leher_1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 12 17.1 17.1 17.1
tidak ada keluhan 58 82.9 82.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
bahu_2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 23 32.9 32.9 32.9
tidak ada keluhan 47 67.1 67.1 100.0
Total 70 100.0 100.0
bahu_3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 23 32.9 32.9 32.9
tidak ada keluhan 47 67.1 67.1 100.0
Total 70 100.0 100.0
lengan_4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 12 17.1 17.1 17.1
tidak ada keluhan 58 82.9 82.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
punggung_5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 13 18.6 18.6 18.6
tidak ada keluhan 57 81.4 81.4 100.0
Total 70 100.0 100.0
lengan_6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 13 18.6 18.6 18.6 tidak ada keluhan 57 81.4 81.4 100.0
Total 70 100.0 100.0
punggung_7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 9 12.9 12.9 12.9
tidak ada keluhan 61 87.1 87.1 100.0 Total 70 100.0 100.0
pinggang_8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 35 50.0 50.0 50.0
tidak ada keluhan 35 50.0 50.0 100.0 Total 70 100.0 100.0
bokong_9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 8 11.4 11.4 11.4
tidak ada keluhan 62 88.6 88.6 100.0 Total 70 100.0 100.0
siku_10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 3 4.3 4.3 4.3
tidak ada keluhan 67 95.7 95.7 100.0
Total 70 100.0 100.0
siku_11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 3 4.3 4.3 4.3
tidak ada keluhan 67 95.7 95.7 100.0
Total 70 100.0 100.0
lengan_12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 8 11.4 11.4 11.4
tidak ada keluhan 62 88.6 88.6 100.0
Total 70 100.0 100.0
lengan_13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 9 12.9 12.9 12.9
tidak ada keluhan 61 87.1 87.1 100.0
Total 70 100.0 100.0
prglngan_14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 9 12.9 12.9 12.9
tidak ada keluhan 61 87.1 87.1 100.0
Total 70 100.0 100.0
prglngan_15
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 11 15.7 15.7 15.7
tidak ada keluhan 59 84.3 84.3 100.0
Total 70 100.0 100.0
tangkir_16
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 12 17.1 17.1 17.1
tidak ada keluhan 58 82.9 82.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
tangkan_17
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 12 17.1 17.1 17.1
tidak ada keluhan 58 82.9 82.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
pahakir_18
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 7 10.0 10.0 10.0 tidak ada keluhan 63 90.0 90.0 100.0
Total 70 100.0 100.0
pahakan_19
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 6 8.6 8.6 8.6
tidak ada keluhan 64 91.4 91.4 100.0 Total 70 100.0 100.0
lututkiri_20
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 7 10.0 10.0 10.0
tidak ada keluhan 63 90.0 90.0 100.0 Total 70 100.0 100.0
lututkan_21
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 8 11.4 11.4 11.4
tidak ada keluhan 62 88.6 88.6 100.0 Total 70 100.0 100.0
betiskiri_22
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 15 21.4 21.4 21.4
tidak ada keluhan 55 78.6 78.6 100.0
Total 70 100.0 100.0
betiskan_23
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 15 21.4 21.4 21.4
tidak ada keluhan 55 78.6 78.6 100.0
Total 70 100.0 100.0
prlgankakir_24
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 10 14.3 14.3 14.3
tidak ada keluhan 60 85.7 85.7 100.0
Total 70 100.0 100.0
prlgankakan_25
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 11 15.7 15.7 15.7
tidak ada keluhan 59 84.3 84.3 100.0
Total 70 100.0 100.0
tlpkkakir_26
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 10 14.3 14.3 14.3
tidak ada keluhan 60 85.7 85.7 100.0
Total 70 100.0 100.0
tlpkkakir_27
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 12 17.1 17.1 17.1
tidak ada keluhan 58 82.9 82.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT VARIABEL PENELITIAN
KELUHAN MSDs
Statistics
Keluhan MSDs pekerja N Valid 70
Missing 0 Mean 1.27 Std. Error of Mean .054 Median 1.00 Mode 1 Std. Deviation .448 Range 1 Minimum 1 Maximum 2
Keluhan MSDs pekerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada keluhan 51 72.9 72.9 72.9
tidak ada keluhan 19 27.1 27.1 100.0
Total 70 100.0 100.0 RESIKO/FAKTOR PEKERJAAN
Statistics Persentase resiko pekerjaan
N Valid 70
Missing 0 Mean 45.124 Median 46.600 Mode 46.6 Std. Deviation 13.5858 Range 48.3 Minimum 20.4 Maximum 68.7
Resiko Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid resiko tinggi 20 28.6 28.6 28.6
resiko sedang 34 48.6 48.6 77.1
resiko ringan 16 22.9 22.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
USIA
Statistics
Usia responden N Valid 70
Missing 0 Mean 30.16 Median 29.50 Mode 20 Std. Deviation 7.833 Range 26 Minimum 19 Maximum 45
Usia responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 19 2 2.9 2.9 2.9
20 6 8.6 8.6 11.4 21 4 5.7 5.7 17.1
22 4 5.7 5.7 22.9
23 2 2.9 2.9 25.7
24 4 5.7 5.7 31.4
25 3 4.3 4.3 35.7
26 2 2.9 2.9 38.6
27 4 5.7 5.7 44.3
28 3 4.3 4.3 48.6
29 1 1.4 1.4 50.0
30 3 4.3 4.3 54.3
31 2 2.9 2.9 57.1
32 5 7.1 7.1 64.3
33 2 2.9 2.9 67.1
34 2 2.9 2.9 70.0
35 2 2.9 2.9 72.9
36 1 1.4 1.4 74.3
39 4 5.7 5.7 80.0
40 4 5.7 5.7 85.7
41 4 5.7 5.7 91.4
42 3 4.3 4.3 95.7
44 2 2.9 2.9 98.6
45 1 1.4 1.4 100.0 Total 70 100.0 100.0
INDEKS MASA TUBUH (IMT)
Statistics
Kategori IMT N Valid 70
Missing 0 Mean 2.40 Median 3.00 Mode 3 Std. Deviation .824 Range 2 Minimum 1 Maximum 3
Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid gemuk 15 21.4 21.4 21.4
kurus 12 17.1 17.1 38.6
normal 43 61.4 61.4 100.0
Total 70 100.0 100.0 MASA KERJA
Statistics Masa kerja responden (bulan)
N Valid 70
Missing 0 Mean 103.53 Median 84.50 Mode 96 Std. Deviation 80.374 Range 275 Minimum 4 Maximum 279
Masa kerja responden (bulan)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 4 2 2.9 2.9 2.9
10 1 1.4 1.4 4.3
11 1 1.4 1.4 5.7
12 3 4.3 4.3 10.0
17 1 1.4 1.4 11.4
19 2 2.9 2.9 14.3
23 1 1.4 1.4 15.7
24 4 5.7 5.7 21.4 28 1 1.4 1.4 22.9
33 1 1.4 1.4 24.3
36 2 2.9 2.9 27.1
38 1 1.4 1.4 28.6
39 1 1.4 1.4 30.0
45 1 1.4 1.4 31.4
47 1 1.4 1.4 32.9
48 1 1.4 1.4 34.3
50 2 2.9 2.9 37.1
54 1 1.4 1.4 38.6
57 1 1.4 1.4 40.0
72 4 5.7 5.7 45.7
73 1 1.4 1.4 47.1
77 1 1.4 1.4 48.6
84 1 1.4 1.4 50.0
85 2 2.9 2.9 52.9
89 1 1.4 1.4 54.3
96 5 7.1 7.1 61.4
120 2 2.9 2.9 64.3
128 4 5.7 5.7 70.0
132 1 1.4 1.4 71.4
142 1 1.4 1.4 72.9 160 1 1.4 1.4 74.3
169 1 1.4 1.4 75.7
180 1 1.4 1.4 77.1
183 1 1.4 1.4 78.6
204 1 1.4 1.4 80.0
206 1 1.4 1.4 81.4
216 2 2.9 2.9 84.3
224 1 1.4 1.4 85.7
225 1 1.4 1.4 87.1
228 3 4.3 4.3 91.4
240 4 5.7 5.7 97.1
254 1 1.4 1.4 98.6
279 1 1.4 1.4 100.0
Total 70 100.0 100.0
KEBIASAAN MEROKOK
Statistics
Kebiasaaan merokok N Valid 70
Missing 0 Mean 7.46 Median 7.50 Mode 0 Std. Deviation 6.208 Range 19 Minimum 0 Maximum 19
Kebiasaaan merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 18 25.7 25.7 25.7
2 3 4.3 4.3 30.0
3 2 2.9 2.9 32.9
4 5 7.1 7.1 40.0
5 2 2.9 2.9 42.9 6 3 4.3 4.3 47.1
7 2 2.9 2.9 50.0
8 5 7.1 7.1 57.1
9 3 4.3 4.3 61.4
10 4 5.7 5.7 67.1
11 3 4.3 4.3 71.4
12 4 5.7 5.7 77.1
13 2 2.9 2.9 80.0
14 2 2.9 2.9 82.9
15 1 1.4 1.4 84.3
16 3 4.3 4.3 88.6
17 3 4.3 4.3 92.9
18 3 4.3 4.3 97.1
19 2 2.9 2.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
KEBIASAAN OLAHRAGA
Statistics
KEBIASAANOLAHRAGA N Valid 70
Missing 0 Mean 1.29 Median 1.00 Mode 1 Std. Deviation .455 Range 1 Minimum 1 Maximum 2
KEBIASAAN OLAHRAGA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang 50 71.4 71.4 71.4
cukup 20 28.6 28.6 100.0
Total 70 100.0 100.0 RIWAYAT PENYAKIT MSDs
Statistics Riwayat penyakit MSDs
N Valid 70 Missing 0
Mean 1.73 Median 2.00 Mode 2 Std. Deviation .448 Range 1 Minimum 1 Maximum 2
Riwayat penyakit MSDs
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada riwayat 19 27.1 27.1 27.1
tidak ada 51 72.9 72.9 100.0
Total 70 100.0 100.0
OUTPUT ANALISIS BIVARIAT VARIABEL PENELITIAN
RESIKO PEKERJAAN/FAKTOR PEKERJAAN DENGAN KELUHAN MSDs Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Resiko Pekerjaan * Keluhan MSDs pekerja 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Resiko Pekerjaan * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation
Keluhan MSDs pekerja
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Resiko Pekerjaan resiko tinggi Count 17 3 20
% within Resiko Pekerjaan 85.0% 15.0% 100.0%
resiko sedang Count 28 6 34
% within Resiko Pekerjaan 82.4% 17.6% 100.0%
resiko ringan Count 6 10 16
% within Resiko Pekerjaan 37.5% 62.5% 100.0% Total Count 51 19 70
% within Resiko Pekerjaan 72.9% 27.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13.156a 2 .001 Likelihood Ratio 12.088 2 .002 Linear-by-Linear Association 9.110 1 .003 N of Valid Cases 70 a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,34.
USIA DENGAN KELUHAN MSDs Group Statistics
Keluhan MSDs pekerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Usia responden ada keluhan 51 31.39 7.561 1.059
tidak ada keluhan 19 26.84 7.776 1.784
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Differenc
e
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper Usia responden
Equal variances assumed
.051 .822 2.222 68 .030 4.550 2.048 .464 8.636
Equal variances not assumed
2.193 31.503 .036 4.550 2.075 .322 8.778
INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN KELUHAN MSDs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Keluhan MSDs pekerja * Kategori IMT 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Kategori IMT * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation
Keluhan MSDs pekerja
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Kategori IMT gemuk Count 13 2 15
% within Kategori IMT 86.7% 13.3% 100.0%
kurus Count 9 3 12
% within Kategori IMT 75.0% 25.0% 100.0%
normal Count 29 14 43
% within Kategori IMT 67.4% 32.6% 100.0% Total Count 51 19 70
% within Kategori IMT 72.9% 27.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.112a 2 .348 Likelihood Ratio 2.312 2 .315 Linear-by-Linear Association 2.062 1 .151 N of Valid Cases 70 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,26. MASA KERJA DENGAN KELUHAN MSDs
Group Statistics
Keluhan MSDs pekerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Masa kerja responden (bulan)
ada keluhan 51 120.02 79.868 11.184
tidak ada keluhan 19 59.26 64.848 14.877
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differenc
e Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Masa kerja responden (bulan)
Equal variances assumed
2.337 .131 2.967 68 .004 60.756 20.475 19.898 101.615
Equal variances not assumed
3.264 39.546 .002 60.756 18.612 23.127 98.386
KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KELUHAN MSDs Group Statistics
Keluhan MSDs pekerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kebiasaaan merokok ada keluhan 51 8.22 6.169 .864
tidak ada keluhan 19 5.42 6.003 1.377
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper Kebiasaaan merokok
Equal variances assumed
.024 .877 1.698 68 .094 2.795 1.646 -.491 6.080
Equal variances not assumed
1.719 33.104 .095 2.795 1.626 -.512 6.102
KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN MSDs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Keluhan MSDs pekerja * KAT_OR 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Kebiasaan Olahraga * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation
Keluhan MSDs pekerja
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Kebiasaan Olahraga kurang Count 42 8 50
% within Kebiasaan Olahraga 84.0% 16.0% 100.0%
cukup Count 9 11 20
% within Kebiasaan Olahraga 45.0% 55.0% 100.0%
Total Count 51 19 70 % within Kebiasaan Olahraga 72.9% 27.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.988a 1 .001 Continuity Correctionb 9.104 1 .003 Likelihood Ratio 10.362 1 .001 Fisher's Exact Test .002 .002 Linear-by-Linear Association 10.831 1 .001 N of Valid Casesb 70 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,43. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keluhan MSDs pekerja (ada keluhan / tidak ada keluhan)
6.417 2.010 20.487
For cohort KAT_OR = kurang 1.956 1.137 3.364
For cohort KAT_OR = cukup .305 .150 .618 N of Valid Cases 70 RIWAYAT PENYAKIT MSDs DENGAN KELUHAN MSDs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Keluhan MSDs pekerja * Riwayat penyakit MSDs 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Riwayat penyakit MSDs * Keluhan MSDs pekerja Crosstabulation
Keluhan MSDs pekerja
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Riwayat penyakit MSDs ada riwayat Count 18 1 19
% within Riwayat penyakit MSDs 94.7% 5.3% 100.0%
tidak ada Count 33 18 51
% within Riwayat penyakit MSDs 64.7% 35.3% 100.0%
Total Count 51 19 70 % within Riwayat penyakit MSDs 72.9% 27.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.313a 1 .012 Continuity Correctionb 4.886 1 .027 Likelihood Ratio 7.796 1 .005 Fisher's Exact Test .014 .009 Linear-by-Linear Association 6.223 1 .013 N of Valid Casesb 70 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,16. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keluhan MSDs pekerja (ada keluhan / tidak ada keluhan)
9.818 1.210 79.695
For cohort Riwayat penyakit MSDs = ada riwayat 6.706 .960 46.830
For cohort Riwayat penyakit MSDs = tidak ada .683 .543 .859
N of Valid Cases 70
OUTPUT ANALISIS TABULASI SILANG
1. INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN RESIKO PEKERJAAN
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Kategori IMT * Resiko Pekerjaan 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Kategori IMT * Resiko Pekerjaan Crosstabulation
Resiko Pekerjaan
Total resiko tinggi resiko sedang resiko ringan
Kategori IMT gemuk Count 5 5 5 15 % within Kategori IMT 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%
kurus Count 4 6 2 12
% within Kategori IMT 33.3% 50.0% 16.7% 100.0%
normal Count 11 22 10 43
% within Kategori IMT 25.6% 51.2% 23.3% 100.0% Total Count 20 33 17 70
% within Kategori IMT 28.6% 47.1% 24.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.935a 4 .748 Likelihood Ratio 1.977 4 .740 Linear-by-Linear Association .002 1 .968 N of Valid Cases 70 a. 4 cells (44,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,91.
2. INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN KEBIASAAN OLAHRAGA Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori IMT * Kebiasaan Olahraga 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Kategori IMT * Kebiasaan Olahraga Crosstabulation
Kebiasaan Olahraga
Total kurang cukup
Kategori IMT gemuk Count 14 1 15
% within Kategori IMT 93.3% 6.7% 100.0%
kurus Count 11 1 12
% within Kategori IMT 91.7% 8.3% 100.0%
normal Count 25 18 43
% within Kategori IMT 58.1% 41.9% 100.0% Total Count 50 20 70
% within Kategori IMT 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9.656a 2 .008 Likelihood Ratio 11.060 2 .004 Linear-by-Linear Association 8.360 1 .004 N of Valid Cases 70 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,43.
3. INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN RIWAYAT PENYAKIT MSDs Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori IMT * Riwayat penyakit MSDs 70 100.0% 0 .0% 70 100.0%
Kategori IMT * Riwayat penyakit MSDs Crosstabulation
Riwayat penyakit MSDs
Total ada riwayat tidak ada
Kategori IMT gemuk Count 4 11 15
% within Kategori IMT 26.7% 73.3% 100.0%
kurus Count 3 9 12
% within Kategori IMT 25.0% 75.0% 100.0%
normal Count 12 31 43
% within Kategori IMT 27.9% 72.1% 100.0% Total Count 19 51 70
% within Kategori IMT 27.1% 72.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .042a 2 .979 Likelihood Ratio .043 2 .979 Linear-by-Linear Association .017 1 .896 N of Valid Cases 70 a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,26.
OUTPUT ANALISIS MULTIVARIAT
1. MODEL 1
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Usia -.046 .079 .334 1 .563 .955 .818 1.116
Rokok -.047 .063 .556 1 .456 .954 .842 1.080
Masa_kerja -.006 .008 .524 1 .469 .994 .978 1.010
KAT_OR 2.590 .914 8.027 1 .005 13.327 2.221 79.952
KAT_PEKERJAAN 1.321 .613 4.643 1 .031 3.749 1.127 12.472
Riwayat_penyakit 2.767 1.225 5.104 1 .024 15.908 1.443 175.395
Constant -10.163 3.693 7.574 1 .006 .000 a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Rokok, Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
2. MODEL 2
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Rokok -.046 .063 .540 1 .463 .955 .844 1.080
Masa_kerja -.009 .006 2.766 1 .096 .991 .980 1.002 KAT_OR 2.474 .877 7.965 1 .005 11.868 2.129 66.138
KAT_PEKERJAAN 1.259 .590 4.558 1 .033 3.522 1.109 11.188
Riwayat_penyakit 2.800 1.229 5.196 1 .023 16.450 1.481 182.767
Constant -10.944 3.498 9.790 1 .002 .000 a. Variable(s) entered on step 1: Rokok, Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
3. MODEL 3 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Masa_kerja -.009 .006 2.678 1 .102 .991 .980 1.002
KAT_OR 2.511 .866 8.404 1 .004 12.313 2.255 67.224
KAT_PEKERJAAN 1.362 .575 5.612 1 .018 3.905 1.265 12.054
Riwayat_penyakit 2.788 1.215 5.264 1 .022 16.252 1.501 175.924
Constant -11.563 3.395 11.601 1 .001 .000 a. Variable(s) entered on step 1: Masa_kerja, KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
4. MODEL 4
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a KAT_OR 2.526 .831 9.236 1 .002 12.504 2.452 63.765
KAT_PEKERJAAN 1.582 .535 8.733 1 .003 4.864 1.704 13.886
Riwayat_penyakit 2.733 1.174 5.415 1 .020 15.381 1.539 153.712
Constant -12.697 3.273 15.051 1 .000 .000 a. Variable(s) entered on step 1: KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.
5. MODEL TERAKHIR
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper Step 1a KAT_OR 2.526 .831 9.236 1 .002 12.504 2.452 63.765
KAT_PEKERJAAN 1.582 .535 8.733 1 .003 4.864 1.704 13.886 Riwayat_penyakit 2.733 1.174 5.415 1 .020 15.381 1.539 153.712
Constant -12.697 3.273 15.051 1 .000 .000 a. Variable(s) entered on step 1: KAT_OR, KAT_PEKERJAAN, Riwayat_penyakit.