Download - Naskah Di Bawah Pohon Bakau
DI BAWAH BAYANG-BAYANG
POHON BAKAU
Oleh: Wahyudin- Sanggar Nuun
Lakon:
Marji (suami usia 78 tahun)
Samiah (istri usia 63 tahun)
Rahmin (usia 55 tahun)
Samsani (usia 50 tahun)
Warga
1|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
(PAGI HARI DI TEPI LAUT DI DEPAN RUMAH MARJI TAMPAK MEMBERSIHKAN DIRI
SETELAH MENANCAPKAN BEBERAPA BATANG POHON BAKAU. BEBERAPA SAAT
SAMIAH KELUAR DARI DALAM RUMAH).
Samiah : Sudah pulang rupanya kau suamiku?! Berapa banyak batang yang kau
tancapkan pagi ini?
Marji : Ya Lumayan.
Samiah : Lumayan... berapa tepatnya?
Marji : Ya lumayan! Cukup banyak.
Samiah : Yang aku tanyakan jumlahnya, suamiku. Tepatnya berapa?
Marji : Sedikit lebih banyak dari kemarin, istriku.
Samiah : Wajahmu tampak senang, sepertinya kau berhasil menanam banyak
batang atau kau memang sedang gembira hari ini.
Marji : Ya, banyak. Tapi aku tak menghitungnya…tidak ada teh panas untukku
istriku?
(SAMIAH TERDIAM BEBERAPA SAAT, MARJI MENATAP DALAM WAJAH SAMIAH)
Marji : Kau benar-benar tidak menyediakan teh panas untukku? Padahal
katamu aku tampak sedang gembira pagi ini, tapi rasanya kau malah
sebaliknya. Apa kau tidak sedang bahagia hari ini?
Samiah : Kau sudah tahu Suamiku, pagi ini tidak ada teh panas. Tapi itu bukan
berarti aku tidak bahagia.
Marji : Tapi kenapa tidak menyediakan teh panas, istriku?
(MARJI TERDIAM, BEBERAPA SAAT MENATAP SAMIAH YANG JUGA TAMPAK
GELISAH)
2|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Marji : Kau tampak berbeda hari ini Samiah, perkataan dan raut mukamu
menunjukan itu. Apa kau tidak suka dengan apa yang aku lakukan
setiap hari, menanam dan meyiangi bakau?
Samiah : Tidak, aku suka! Aku menyukai apa yang kau kerjakan setiap hari
suamiku, bahkan aku bangga.
Marji : Tapi…Kenapa kau tidak menyediakan teh panas seperti biasanya?
Samiah : Memang tidak.
Marji : Apa gula dan tehnya habis? Atau kita tidak mempunyai persediaan air
hujan untuk dimasak?
Samiah : Mungkin.
Marji : Mungkin??! Mungkin bagaimana? Kau mulai aneh istriku, beberapa
hari ini kau sering berkata dan bersikap aneh denganku dan sejak aku
datang aku menemukan sikap itu ada padamu.
Samiah : Aneh? Aneh bagaimana?
Marji : Ya aneh…alasanmu itu yang aneh.
Samiah : Hari ini aku tidak melihat isi dapur, aku tidak memasak! Ini sudah jelas
kan, tidak aneh lagi!
Marji : Kau sedang sakit?
Samiah : Tidak.
(MARJI KEMBALI TERDIAM, MERENUNG, MATANYA BEBERAPA KALI MELIRIK
SAMIAH)
Marji : Pohon bakau yang aku tanam sebagian sudah tua dan ada beberapa
rantingnya yang sudah kering, besok aku akan mengambil dan
mengumpulkannya. Kau bisa menjualnya ke pasar dan kita bisa
3|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
mendapatkan uang untuk belanja.
Samiah : Tidak perlu repot-repot kau memikirkan uang belanja Marji. Uang itu
biar aku saja yang mencari dan kau bisa bangun pagi pergi ke tepi laut
menanam bakau lalu kau bisa pulang dengan senang.
Marji : Ya sudah, itu cukup bagiku kalau kau juga merasa senang! Tapi aku
tidak bisa senang kalau kau bersikap seperti itu.
(MARJI BERJALAN MENINGGALKAN SAMIAH, IA HENDAK KEMBALI KE LAUT
NAMUN BEBERAPA SAAT TERHENTI MENDENGAR UCAPAN SAMIAH)
Samiah : Kau mau kemana, Suamiku?
(MARJI BERHENTI)
Marji : Tidak, aku tidak kemana-mana! Aku hanya ingin kembali ke tepi laut
menengok pohon-pohon bakauku yang ada di sebelah timur. Dua
minggu yang lalu aku menanamnya mungkin sudah ada yang mulai
tumbuh.
Samiah : Apa kau tidak makan dulu? Kau marah denganku?
Marji : Bukankah katamu tadi tidak memasak?!
Samiah : Ya memang, tapi aku membeli nasi bungkus untuk sarapanmu.
Kenapa kau sekarang berubah menjadi orang yang mudah
tersinggung hanya dengan sedikit kata-kataku.
Marji : Aku sama sekali tersinggung dengan ucapan-ucapanmu istriku, tapi
bukankah sebaliknya?
Samiah : Bukankah sudah aku jelaskan, aku tidak keberatan dengan apa yang
kau kerjakan.
Marji : Syukurlah! (DUDUK).
4|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samiah : Tapi kenapa kau mendadak berubah suamiku?
Marji : Aku hanya masih terpikirkan dengan pohon bakauku.
Samiah : Memang kenapa dengan tanaman bakaumu? Apa kau sudah lelah
menanamnya? Apa kau merasa sudah tidak ada yang memperhatikan
kegiatanmu hingga kau merasa tak ada manfaatnya ?
Marji : Bukan itu...
(SAMIAH MENDEKATI MARJI)
Samiah : Lalu kenapa? Kau tampak serius, apa masalahmu ?
Marji : Laut itu...
Samiah : Ada apa dengan laut? Bukankah dari dulu hidup kita tidak jauh dari
laut? Jawabanmu semakin tidak jelas seperti itu suamiku.
Marji : Ya! Laut itu telah banyak merusak pohon-pohon bakauku. Harusnya
kau sudah tahu, sebelah timur paling ujung sudah satu hektar lebih
pohon bakau yang kutanam sekarang tinggal beberapa pucuk saja,
belum lagi sebelah utaranya.
Samiah : Apa itu benar karena laut? (PENASARAN)
Marji : Ya! Semua rusak karena air laut dan...
Samiah : Dan apa? Bukankah pohon bakau itu juga tumbuh karena air laut.
Kenapa kau malah menyalahkannya. Ucapanmu semakin aneh,
sepertinya kau merahasiakan sesuatu suamiku?
Marji : Aneh? Apanya yang aneh?
Samiah : Alasanmu itu suamiku…
Marji : Ah... kau mulai meniru kata-kataku, istriku.
(SAMIAH TERSENYUM LALU MASUK KE DALAM RUMAH, MEMASAK AIR KEMUDIAN
5|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
KELUAR MEMBAWA LILIN LALU MENYALAKANNYA)
Marji : Hari semakin panas, kau malah datang-datang menyalakan lilin, buat
apa Samiah? Kau seperti orang tersesat dikegelapan malam.
Samiah : (TERSENYUM) He…he… sabar dulu suamiku ini hanya sedikit kejutan,
bukankah hari ini ulang tahunmu? Aku tidak pernah melupakannya,
bukankah kau juga tidak pernah melupakan hari ulang tahunku? Tapi
maaf lilin ini tinggal setengah, aku tidak mampu membelinya yang
masih utuh. Aku harap ini bisa sedikit membahagiakanmu? Silahkan
ditiup dulu, lalu aku akan membuatkanmu segelas teh panas.
Marji : Ada apa denganmu, istriku? (MENGHELA NAFAS) aku sudah
melupakan semua, kenapa kau malah mengingat-ingat kembali?
Samiah : Memang kenapa?
Marji : Kenapa harus ada ulang tahun istriku? Kau dengar bunyi ombak di
belakang rumah kita? Ombak itu telah merobohkan pohon-pohon
bakauku, sampai aku lupa hari ulang tahunku, tapi kau selalu
mengingatkanku kembali.
Samiah : Suamiku, kita sudah terlalu tua sampai kita lupa kapan tanggal lahir
kita. Kau semakin sibuk menanam bakau dan aku sibuk menjual
ranting kering di pasar. Lilin ini bukan sekedar perayaan tapi sedikit
peringatan bahwa tujuh puluh delapan tahun lalu telah lahir jabang
bayi yang sampai hari ini masih kuat menatap langit dan berada di
sampingku. (DIAM SESAAT) Sepertinya hidup kita akan berakhir
seperti ini dan itu bukan pilihan kita.
Marji : Kau menyesali hidup seperti ini, istriku?
6|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samiah : Tentu tidak suamiku. Bukankah ini juga pilihan kita? Meski awalnya
kita tidak pernah membayangkan hidup berdua di tepi laut seperti ini.
Aku masih ingat waktu orang-orang kampung satu persatu
meninggalkan tanah kelahiran mereka dan kau bersikeras tinggal di
kampung ini. Mereka sudah tahu kalau kampung ini akan hilang
ditelan ombak hingga mereka mau menjual tambak-tambak mereka.
Marji : Kau salah istriku. Untuk kali ini keyakinanmu keliru istriku.
Samiah : Maksudmu apa yang selama ini aku ketahui bukan yang sebenarnya?
Tapi ini sudah terlalu lama suamiku, sejak para warga satu persatu
meninggalkan kampung halaman ini.
Marji : Aku akan menceritakannya padamu tapi setelah kau membuatkan teh
panas untukku.
Samiah : Teh panas?
Marji : Iya, teh panas.
Samiah : Bukahkah katamu hari sudah panas, kenapa kau malah memintaku
membuatkan teh panas?
Marji : Kau mau dengar ceritanya tidak? (MENGGODA)
Samiah : Kau janji? Tapi kau juga harus tiup lilin ini.
Marji : Ya, aku janji.
(SAMIAH MASUK KE RUMAH MEMBUATKAN TEH UNTUK MARJI)
Marji : Ingat gulanya jangan terlalu banyak!
Samiah : Ya… aku tahu.
Marji : Oh ya, jangan lupa nasi bungkusnya istriku, tolong sekalian kau
bawakan kemari.
7|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samiah : Ya… pasti suamiku.
(SAMIAH KELUAR DARI RUMAH, MEMBAWA SEGELAS TEH DAN NASI BUNGKUS)
Samiah : Ini nasi dan tehnya suamiku. Anggap saja ini hadiah ulang tahun yang
ke tujuh puluh delapanmu dariku.
Marji : Terima kasih istriku. Tentu ini tidak pedas bukan? Mudah-mudahan ini
sesuai dengan seleraku. Mari kita makan bersama nasi ini, anggap
saja ini rejeki dari Tuhan yang tidak tertandingi pada hari ini.
Samiah : Kau masih suka romantis-ramantisan seperti dulu suamiku.
Marji : Ha...ha.. kau juga seperti perawan yang masih ku kenal dulu, malu-
malu dan suka merayu.
Samiah : Apa ceritamu?
Marji : Ya nanti setelah kita makan.
Samiah : Tapi kau sudah janji.
Marji : Iya nanti. Mari kita makan bersama.
(SAMIAH DAN MARJI DUDUK SALING BERHADAPAN MAKAN BERSAMA DAN BARU
BEBERAPA SUAP TIBA-TIBA SAMSANI MUNCUL DARI LUAR)
Samsani : Selamat siang! Selamat siang pak Marji.
Marji : Selamat siang, maaf saudara menyapa saya?
Samsani : Benar. Saudara yang bernama Marji bukan? Aku Samsani dulu
penduduk kampung ini, tentu kau masih ingat.
Marji : Sebentar (MENGINGAT-INGAT) oh... Samsani, apa kabar? Mari silahkan
duduk.
Samiah : Oh... pak Samsani
Samsani : Apa kabar Marji? Sudah terlalu lama kita tidak bertemu, wajahmu
8|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
masih seperti yang dulu hampir tidak aku jumpai perubahan yang
mencolok kecuali ubanmu yang semakin bertambah banyak dan raut
mukamu yang sedikit menua.
Marji : He…he… ya Samsani, aku dengan istriku hampir tidak pernah
berjumpa dengan orang lain setelah lebih dari lima belas tahun,
hingga rasanya aku hanya tahu bahwa kami mengalami sedikit sekali
perubahan.
Samiah : Samsani, sekarang kau tampak lebih bersih wajahmu tidak
menunjukan umurmu yang bertambah tua. Kau sekarang tampak
berbeda dengan kami, kecuali hanya tongkat penyanggamu itu yang
menyamakan kita. Bukan begitu suamiku?
Marji : Benar istriku, Samsani sekarang kelihatan lebih bugar.
Samsani : Samiah, kau jangan seperti itu. Kita masih sama, masih seperti lima
belas tahun yang lalu saat rumahku masih berada di kampung ini dan
kita sering bertemu. Aku hanya pindah tempat yang jauh dari
kampung ini, dan itu sekaligus membawa keberuntunganku hingga
aku mengalami sedikit perubahan hidup. Mungkin kau juga sama
telah mengalami banyak perubahan dan aku tidak mengetahuinya,
bukan begitu Marji?
Marji : Samiah…cepat ambilkan air minum untuk Samsani. Kau tentu haus
bukan Samsani? Kampung ini panas sekali kalau siang hari seperti ini
dan tentu kau tidak akan betah kalau harus tinggal di kampung ini.
Samiah : Maaf Samsani tunggu sebentar di sini ya! Aku akan buatkan minum
untukmu.
9|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samsani : Samiah… kau benar-benar masih seperti yang dulu selalu ingin
menghormati tamu yang datang kemari. Tapi, tidak perlu repot-repot
Marji, aku selalu membawa bekal minum sendiri kemanapun aku
pergi jadi, kau tidak perlu menyediakan minum untukku.
Marji : Sudahlah jangan bersikap seperti itu, kau datang kemari berarti kau
adalah tamuku dan sebagai tuan rumah aku wajib menjamumu.
(SAMSANI MENGELUARKAN BOTOL MINUMAN DARI DALAM TASNYA DAN
SAMIAH TETAP MASUK KE RUMAH MEMBUATKAN MINUM)
Marji : Sebenarnya kau ada perlu apa hingga jauh-jauh datang kemari
Samsani?
Samsani : Maaf Marji, sebenarnya aku hanya lewat di kampung ini dan aku
mendengar kabar dari para pekerja di kilang minyak bahwa kau dan
istrimu masih tinggal di sini mengembangkan hutan bakau di bekas
kampung kita ini, jadi kuputuskan untuk mampir menemuimu.
Marji : Untunglah kau masih ingat aku dan kampung kita. Kau bekerja di
kilang minyak itu Samsani?
Samsani : Ya lumayan! Sebenarnya sudah cukup lama aku bekerja di sana.
Marji : Kau bekerja di bagian apa?
Samsani : Lumayan sekarang aku menempati posisi penting, wakil direktur
bagian pengembangan.
Marji : Tentu kau sudah mendapat kepercayaan dari pemilik perusahaan itu,
hingga kau sampai menduduki jabatan penting bukan?
Samsani : Ya begitulah Marji. Dan, kebetulan sekali aku bisa bertemu denganmu
saat ini mungkin kau bisa membantuku di perusahaan itu.
10|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Marji : Membantumu? Apa menurutmu aku bisa membantumu, bukankah
kau sendiri telah memiliki jabatan penting di perusahaan itu? Aku
sendiri tidak yakin. Kau lihat sendiri, pekerjaanku hanya menanam
bakau sepanjang tepi laut di bekas kampung kita dan hanya itu yang
menjadi pengalamanku dan istriku.
Samsani : Karena itulah aku ingin memintamu bersedia membantuku untuk
perusahaan kilang minyak itu. Kau memiliki banyak lahan bakau, itu
sudah cukup sebagai modal untuk bisa bekerja di perusahaan kilang
minyak tempatku bekerja, di tambah lagi kau pernah mengenyam
bangku sekolah. Itu modal yang luar biasa Marji.
Marji : Sudahlah saudaraku Samsani, kau terlalu berangan-angan untukku,
kedatanganmu sudah cukup menghiburku lagi pula lahan bakau itu
semata-mata bukan milikku, aku hanya menanam dan merawat di
bekas kampung kita.
Samsani : Tapi aku serius Marji, aku ingin kau bisa membantuku bekerja di kilang
minyak itu dan kau bisa menikmati masa tuamu dengan bekerja tidak
terlalu berat, tidak seperti yang kau lakukan saat ini. Aku tahu, dari
dulu kau adalah orang yang tidak ingin banyak keinginan dan maaf
kalau aku kelihatan sedikit memaksamu.
Marji : Tidak apa-apa Samsani. Mungkin lain kali tawaranmu aku pilih.
Samsani : Ya tidak usah terlalu dipikirkan, Marji. Sekali lagi aku hanya ingin
melihatmu lebih dari sekarang ini. Kau tentu mengerti umur kita
semakin tua dan tentu kau ingin hidup bahagia, bukan?
Marji : Ya mungkin. Tapi, aku cukup bahagia di sini bisa merawat dan
11|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
menanam bakau.
Samsani : Aku heran, kau hidup hampir tidak memiliki apa-apa tapi kau bilang
kau bahagia. Mungkin kau akan lebih bahagia kalau memiliki
segalanya.
Marji : Apakah itu mungkin bagiku Samsani?
Samsani : Tentu Marji! Bukankah manusia akan hidup bahagia kalau bisa
memiliki segala yang diinginkan. Kau bisa hidup dan tinggal di kota
setelah kau bekerja di perusahaan itu. Pihak perusahaan akan
memberimu rumah dinas, uang gaji, uang bonus dan santunan hari
tua. Bukankah itu lebih membahagiakan Marji karena semua akan kau
miliki?
Marji : Apakah mungkin aku akan memiliki semua, Marji?
Samsani : Itu sudah pasti, Marji! Semua hakmu akan kau miliki, hidupmu jauh
lebih baik dari saat ini.
Marji : Maaf tadi kau bilang aku bisa membantumu, apa yang bisa aku bantu
untukmu Samsani?
Samsani : Itu soal paling gampang Marji yang penting ada keteguhan hati bahwa
kau mau berubah hidup lebih baik, itu modal awalmu.
Marji : Lalu, katamu aku juga memiliki modal di lahan bakauku? Anggap saja
aku orang yang sedang belajar bagaimana memanfaatkan pohon
bakau lebih baik.
Samsani : Santai sedikit Marji, ini bukan soal kursus singkat atau tukar guling
atau pinjam-meminjam. Anggap saja kita bekerjasama saling
menguntungkan. Maksudku begini Marji, kau telah memiliki lahan
12|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
bakau yang begitu luas atau lebih tepatnya kau telah menyelamatkan
sebagian besar kampung ini dan kita bisa memanfaatkan lahan bakau
itu untuk masa depan kita.
Marji : Aku belum mengerti maksudmu Samsani?
Samsani : Sederhananya begini Marji, perusahaan kilang minyak tempatku
bekerja memintaku untuk mengembangkan daerah tepi laut sebagai
pelabuhan tempat pembongkaran minyak, dan aku melihat daerah ini
yang memungkinkan untuk hal itu. Jadi, bagaimana kalau lahan
bakaumu kita jadikan tempat itu?
(MARJI LANGSUNG TERDIAM, MEMATUNG)
Samsani : Aku tahu, tentu kau agak keberatan melepas tawaranku, tapi kau bisa
membayangkan ini bukan semata-mata demi kita tapi juga
kepentingan hidup orang banyak, demi masyarakat luas yang
membutuhkan banyak minyak, bukankah itu alasan yang mulia Marji?
Marji : Mungkin tidak Samsani!
Samsani : Maksudmu, itu tidak mungkin?
Marji : Bagaimana kalau aku menolak permintaanmu itu, Samsani?
Samsani : Aku tahu dari awal hal ini agak memberatkanmu, juga bagiku untuk
menyampaikan hal ini padamu. Ya! bagaimanapun kau punya alasan
untuk menolak permintaanku, tapi kau bisa bayangkan apa yang akan
terjadi dengan masyarakat lainnya, jika mereka harus mengantri
membeli minyak hanya karena alasan kapal-kapal minyak tidak bisa
bongkar minyak dengan cepat.
Marji : Samsani, aku punya alasan yang tepat kenapa aku harus menolak
13|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
penawaranmu itu. Dan itu bukan karena aku tidak iba pada mereka
yang mengantri minyak.
Samsani : Baiklah Marji, kau punya alasan yang tidak perlu aku ketahui, tapi
bagaimana kalau aku memintamu separuh atau seperempat dari
lahan bakaumu mungkin kau akan menerimya?
Marji : Tidak! (MENGHELA NAFAS) Maaf Samsani aku menolak permintaanmu!
Dan kau harus mengetahui alasanku karena kau bukan orang bodoh.
Samsani : Maksudmu?
Marji : Kau tentu ingat lima belas tahun yang lalu, saat orang-orang kampung
ini pergi meninggalkan rumah dan tambak mereka, bukan?
Samsani : Ya aku ingat! Mereka pergi karena mereka ketakutan, rumah dan
tambak mereka akan hilang ditelan ombak laut dalam waktu satu
tahun.
Marji : Bukan hanya itu Samsani, kau tahu cerita selanjutnya bahwa mereka
akhirnya menjual tambak mereka dengan harga sangat murah ke
pihak pengembang kilang minyak itu. Bahkan mereka yang pindah
tidak dapat membeli tanah untuk membangun rumah. Mereka pergi
entah kemana, yang jelas mereka tidak bisa meminta kembali tambak
yang mereka jual. Yang aku tahu bahwa pihak pengembang telah
menebarkan isu palsu dan cerita itu yang sesungguhnya terjadi
Samsani.
Samsani : Dan kau menganggap aku sama dengan pihak pengembang yang dulu
itu? Atau kau mengira aku bagian dari mereka?
Marji : Mungkin.
14|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samsani : Itu hanya cerita masa lalu Marji dan cerita itu kini telah berubah tapi
kau masih mengingat-ingat cerita yang tidak tahu kebenarannya. Dan
sekali lagi aku tegaskan bahwa aku bukan dari bagian mereka.
Marji : Apa kau berpikir kau lebih tahu dariku tentang kepergian para warga
dari kampung ini? Apa kau berpikir bahwa tambak-tambak para warga
yang dijual hanya karena alasan abrasi semata? Samsani, kalau kau
masih mempunyai pikiran seperti itu berarti bagiku kau masih bagian
dari mereka.
Samsani : Kau terus mendesakku Marji dengan ceritamu itu.
Marji : Apa kau merasa didesak olehku Samsani! Tapi kalau alasanmu seperti
itu aku akan tetap membantahmu. Sudahlah, hari mulai mendung
mungkin tawaranmu cukup bagiku Samsani. Istriku, cepat! Kenapa
kau lama sekali!
(SAMIAH KELUAR MEMBAWA AIR MINUM DAN MELETAKKANNYA DI KURSI)
Samiah : Maaf Samsani airnya agak lama.
Samsani : Terima kasih Samiah.
Marji : Kau mendengar percakapan kami, istriku?
Samiah : Sedikit.
Marji : Itu lah cerita sesungguhnya tentang kampung kita yang ingin kau
ketahui.
Samsani : Samiah, tentu kau tidak menuduhku sebagai seorang penghianat
bukan? Maaf kalau ceritaku tidak mengenakan, aku hanya
memberikan tawaran lagi pula cerita itu hanya masa lalu dan
tawaranku saat ini untuk kehidupan lebih baik.
15|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samiah : Maksudmu, kau mau memberikan terbaik untuk kehidupan kami?
Samsani : Tepat sekali Samiah! Sebagai manusia biasa tentu ingin hidup lebih
baik, bukankah kau juga menginginkannya? Pasti jawabannya “ya”!
itu wajar Samiah dan kau pantas mendapatkannya karena kau juga
manusia biasa sama sepertiku dan orang-orang lainnya.
Samiah : Tapi...
Samsani : Sekali lagi Samiah, inilah kehidupan dan orang harus berani berkorban
untuk mendapatkan yang terbaik dalam pilihannya walaupun itu
sangat memberatkan, itu semua demi cita-cita manusia itu sendiri.
Samiah : Tapi bakau itu...
Samsani : Itulah pengorbanan.
Marji : (TERIAK) Cukup Samsani! Istriku jangan kau sampai percaya dengan
ucapan-ucapan manis Samsani. Itu adalah alasan busuk pihak
pengembangan kilang minyak dan tidak ada janji-janji itu.
Samsani : Kau sudah menuduhku Marji, itu berarti kau telah sepakat untuk
menentangku.
Marji : Dari awal aku memang sudah berbeda denganmu karena kau bukan
bagian dari kami.
Samsani : Kau bicara seolah-olah kau mengetahui semua fakta dan memiliki
segudang bukti, Marji.
(MARJI BERGERAK MENINGGALKAN SAMSANI DAN SAMIAH, NAMUN LANGSUNG
DICEGAH SAMIAH)
Samiah : Kau mau kemana suamiku?!
Marji : Aku hanya mau membuktikan bahwa apa yang aku ucapkan benar.
16|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Aku akan menunjukan pada penjilat itu bahwa yang aku ucapkan
adalah fakta.
Samiah : Sabar dulu suamiku, tenangkan dulu dirimu kau terlalu terbawa
emosi.
Samsani : Pergilah Marji (TERSENYUM SINIS) kalau kau bisa mencari bukti-bukti
itu dan tunjukan padaku kalau aku bagian dari mereka!
Marji : Jaga ucapanmu Samsani! Kau menantangku Samsani, dasar
penghianat!
(MARJI DENGAN PENUH EMOSI KELUAR MENINGGALKAN SAMIAH DAN SAMSANI.
SAMIAH MENANGIS TERSENGGUK )
Samsani : Maafkan diriku Samiah, kalau kedatanganku hanya membawa beban
berat bagimu. Sekali lagi maafkan aku, terus terang bukan maksudku
untuk membuat keadaan seperti ini.
Samiah : Aku tahu, Samsani.
Samsani : Maaf Samiah, apa tawaranku salah hingga membuat Marji begitu
keras menolaknya bahkan aku melihat di garis matanya untuk
mempertahankan hutan bakau yang ia tanam.
Samiah : Kau meminta pendapatku Samsani? Aku tidak bisa menjawab
pertanyaanmu itu. Aku hanya kecewa kenapa dalam waktu satu hari
ini aku baru mengetahui cerita seluruhnya tentang kampung kita dan
tidak lain karena kau orangnya.
Samsani : Tentu Marji sangat kecewa, benarkan Samiah?
Samiah : Kau mungkin belum tahu kalau suamiku sudah lima belas tahun
mengabdikan dirinya untuk menanam bakau. Ia lelaki yang begitu
17|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
keras Samsani, bahkan ia rela untuk tidak pindah dari kampung ini
hanya untuk menghabiskan sisa hidupnya untuk menanam bakau.
Samsani : Tapi bukankah itu perbuatan bodoh?! Sementara ia bisa meraih
kehidupan yang lebih baik.
Samiah : Tentu tidak bagi kami, apalagi bagi Marji, suamiku. Kami telah sepakat
bahwa kami harus menjaga kampung ini, meski semua penduduknya
telah pergi entah kemana.
Samsani : Tampaknya kau tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk berubah,
Samiah.
Samiah : Kau salah Samsani.
Samsani : Makudmu?
Samiah : Suamiku lebih tahu tentang segala hal dari hutan bakau yang ia tanam
dan ia tidak rela untuk menjualnya atau menukarnya dengan apapun.
Kau tidak tahu bahwa telah banyak orang-orang sepertimu yang
datang menemui suamiku meminta lahan bakau yang ia tanam,
bahkan sebagian dari perusahaan tempatmu bekerja. Kau paham
maksudku? Awalnya aku tidak tahu tapi setelah mendengar langsung
ceritamu, aku paham bahwa kerusakan kampung ini adalah karena
juga dari tempatmu bekerja.
Samsani : Kau yakin dengan apa yang suamimu katakan?
Samiah : Aku telah menemani suamiku lebih dari lima puluh tahun dan ia tidak
pernah sedikitpun menyakitiku. Aku percaya pada apa yang ia katakan
dan yang ia lakukan, begitupun sebaliknya.
Samsani : Aneh!
18|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samiah : Tidak ada yang aneh Samsani, kalau kau memahami apa yang aku
katakan atau menjalani seperti yang aku dan suamiku alami.
Samsani : Kau seperti orang yang hidup di masa kita kecil saja, memahami
persoalan dengan begitu sederhana dan menyelesaikannya dengan
begitu mudahnya.
Samiah : Itulah perbedaan kita Samsani.
Samsani : Kita sama-sama penduduk kampung ini, Samiah. Lahir di tanah kita
sediri. Tidak ada yang membedakan kita, kau hidup dari laut dan aku
pun sama. Kita melewati persoalan yang sama seperti persoalan yang
di hadapi kampung ini.
Samiah : Tapi cara kita berbeda dalam memahami persoalan itu sehingga jalan
keluar yang kita caripun berbeda, itulah kau dan aku Samsani.
Samsani : Sudahlah Samiah, aku tidak ingin membuang waktu dengan berdebat
denganmu. Apa kau tahu kemana perginya suamimu?
Samiah : Aku tidak tahu Samsani, mungkin ia mencari Rahmin.
Samsani : Rahmin (DIAM SESAAT) Maksudmu..Rahmin mantan kepala desa
kampung kita?
Samiah : Iya.
Samsani : Rahmin yang sekarang tinggal di kampung sebelah?
Samiah : Iya, kau masih mengenalnya bukan?
(SAMSANI MULAI GUGUP, BERJALAN MONDAR-MANDIR MENGELILINGI SAMIAH)
Samiah : Kenapa kau tampak gugup seperti itu Samsani? Ada apa dengan
Rahmin? Bukankah kau dulu sangat dekat dengannya?
Samsani : Tidak mungkin! Bukankah Rahmin sudah meninggal tiga tahun yang
19|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
lalu?
Samiah : Siapa yang menebarkan berita itu? Dua minggu yang lalu ia masih
kujumpai di tepi laut sedang menjaring ikan, ia bahkan menyapaku.
Kau masih tidak percaya kalau Rahmin masih hidup? Kalau dugaanku
benar mungkin ia akan datang kemari bersama suamiku.
Samsani : Kau serius Samiah?
Samiah : Apa aku kelihatan sedang bergurau Samsani.
(MARJI DATANG DIIKUTI RAHMIN DAN SAMSANI MELANGKAH PERGI
MENGHINDAR, NAMUN BARU BEBERAPA LANGKAH DI PANGGIL MARJI)
Marji : Aku kembali dan kau malah mau pergi Samsani, bukankah kau
menagih bukti dan fakta dariku?
Samsani : (GUGUP) Aku tidak kemana-mana. Aku hanya menunggu bukti darimu
bukankah kau mau menunjukan itu? Bukankah kau yang bernama
Rahmin? Apa kabar Rahmin?
Rahmin : Baik, seperti yang kau lihat Samsani, aku masih sehat .
Marji : Aku membawakanmu bukti dan fakta dari apa yang aku ucapkan
Samsani. Kebetulan sekali kau masih ingat Rahmin mantan kepala
desa kita. Dia adalah bukti dari sekian perkataanku. Rahmin tolong
kau ceritakan apa yang sesungguhnya terjadi dengan kampung kita,
seperti sedikit ceritamu kepadaku.
Samsani : (MENGANCAM) Memang bukti apa yang kau miliki Rahmin? Hingga
kau tiba-tiba ikut membela Marji.
Rahmin : Aku hanya ingin menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi di
kampung kita. Dan maaf Samsani, sebagian dari ceritaku memang
20|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
sudah pernah aku ceritakan pada Marji. Kau keberatan dengan apa
yang akan aku ceritakan Samsani?
Samsani : Tentu tidak! Asal kau menceritakan yang sebenarnya dan ingat jika kau
berani membuat-buat ceritamu atau kau berani berbohong
denganku, tanganku masih kuat untuk menghantam dadamu Rahmin
meski kau dulu atasanku. Ceritakanlah Rahmin!
Marji : Kenapa kau mengancam Rahmin, Samsani! Kau takut?
Samsani : Tidak!
Rahmin : Kau tentu masih ingat Samsani, lima belas tahun yang lalu saat orang-
orang kampung ini pergi. Saat itu aku masih menjabat sebagai lurah
dan kalau tidak salah, waktu itu kau menjadi sekertaris desa. Kau
ingat saat pertama kali isu abrasi dimulai? Dan cerita bahwa satu
tahun lagi desa ini akan hilang ditelan laut?
Samsani : Ya! Aku masih mengingat semua Rahmin.
Rahmin : Kau juga tentu masih ingat, bahwa kau mengusulkan padaku agar
orang-orang kampung segera disuruh pindah ke daerah lain dan
menjual tambak mereka ke pihak pengembang kilang minyak itu.
Waktu itu kau datang ke balai desa dengan pihak pengembang kilang
minyak dan memberikan alasan itu.
Samsani : Tepat sekali Rahmin! Dan fakta memang terjadi, setahun kemudian
kampung ini mulai mengalami abrasi karena air laut. Lalu apa
masalahnya hingga kau menyalahkanku dengan cerita semacam itu?
Rahmin : Tapi... tunggu sebentar Samsani.
Samsani : (MENUNJUK RAHMIN) Kau seolah-olah melupakan satu hal yang paling
21|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
penting dari keberadaanmu dan keberadaanku saat itu!
Marji : Ceritakanlah yang sesungguhnya Rahmin.
Rahmin : Baiklah Marji, awalnya Samsani memintaku untuk meloloskan ijin
proyek pengembangan kilang minyak, dengan alasan bahwa desa ini
akan bertambah maju dengan adanya pelebaran proyek itu. Lalu, aku
belum sepenuhnya yakin dengan alasan tersebut dan aku
menolaknya, lalu beberapa hari kemudian Samsani datang dengan
pihak pengembang dan meyakinkanku bahwa desa ini akan hilang
dalam waktu satu tahun ditelan ombak dan sebagai jalan keluarnya
warga harus segera pindah dan menjual tambak mereka ke pihak
pengembang kalau tidak ingin mengalami kerugian yang bertambah
besar.
Samsani : Apa waktu itu aku memaksamu untuk menuruti permintaanku?
Rahmin : Ya Samsani! Karena setelah kau memberikan alasan itu kau
memberiku uang kepercayaan sebesar lima juta dan memintaku
dengan sangat, dengan alasan demi keselamatan semua warga yang
tinggal di kampung ini.
Samiah : Maksudmu kau telah disuap Samsani, Rahmin?
Rahmin : Ya, seperti itulah tepatnya.
Samsani : Bukankah seperti kataku, satu tahun kemudian abrasi mulai melanda
kampung kita.
Rahmin : Faktanya tidak sampai di situ Samsani, satu tahun kemudian
perusahaan itu tetap mengembangkan perusahaannya dan kau tahu,
kapal-kapal mulai beroperasi di tepi pantai.
22|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Samsani : Apakah itu suatu kesalahan? Aku tidak yakin.
Rahmin : Kau tahu kapal-kapal itu mulai sering melewati garis tepi pantai dan
bahkan menepi hingga gelombang ombak kapal-kapal itu
menghancurkan seluruh tambak dan sampai saat telah
menghilangkan kampung kita. Dan yang lebih menyakitkanku ternyata
kau berada di balik semua cerita itu!
Samsani : Apa kau punya buktinya Rahmin?
Rahmin : Kertas-kertas ini buktinya! Kau telah memalsukan seluruh tanda
tanganku untuk perijinan perusahaan itu, aku menemukan salinannya
tidak sengaja ketika aku membersihkan kantor kelurahan dan
mengakhiri tugasku di kelurahan dua belas tahun yang lalu.
(SAMSANI MEREBUT KERTAS YANG SEDANG DIBAWA RAHMIN LALU
MEMBACANYA PERLAHAN-LAHAN)
Rahmin : Maafkan aku Samsani, meski lebih dari sepuluh tahun dari kejadian itu
kau masih memberikan imbalan untukku dari hasil kerjamu tapi ini
kenyataan yang harus aku ceritakan, meski itu pahit untuk diketahui.
Samsani : Kau membohongiku Rahmin!
(SAMSANI MELOMPAT LALU MENCEKIK LEHER RAHMIN, NAMUN RAHMIN
MEMBERONTAK)
Rahmin : Kenapa kau takut pada kenyataan yang kau ciptakan sendiri, Samsani!
Kau menyesal mempercayaiku...? Maaf Samsani, kalau aku harus
membongkar rahasiamu.
Samsani : Tapi kau sudah...
Marji : Sudahlah Samsani! Kita telah mengetahui semuanya, tidak ada lagi
23|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
rahasia yang harus kita tutup-tutupi. Biarkan aku melanjutkan
pekerjaanku, menanam dan merawat pohon bakau di bekas kampung
kita.
Samsani : Aku...
Samiah : Hari sudah sore Samsani! Sebentar lagi para warga dari kampung
sebelah akan pergi melaut mereka akan melewati tepi laut di
belakang rumahku. Aku akan berusaha menyimpan rahasiamu dan
aku harap suamiku dan Rahmin mau menjaganya, cukup kita saja
yang mengetahui rahasia ini.
(DARI KEJAUHAN TERDENGAR RIUH SUARA BEBERAPA WARGA BERANGKAT
MELAUT. LAMPU FADE OUT DAN SUARA PARA WARGA TERDENGAR MENDEKAT
KEMUDIAN MENJAUH SEMAKIN HILANG)
-selesai-
24|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
25|Dokumentasi Pustaka Naskah | Sanggar Nuun Yogyakarta
Naskah ini dapat diunduh bebas dan dapat disajikan kembali ke panggung dengan terlebih dahulu memberitahu penulis naskah atau menghubungi Sanggar Nuun Yogyakarta.
Pustaka Naskah Sanggar NuunPerum Polri Blok C.5 No.155 Gowok Depok Sleman Yogyakarta, Telp.0274-82.444.54