i
NILAI-NILAI KEIKHLASAN
DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT
KARYA K.H. MUSTOFA BISRI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh :
PUTRI LAELATUL FAUZIAH
NIM 11113247
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
vi
MOTTO
ين حنيفا وال تكونن من المشركي وأن أقم وجهك للد
“Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada
agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang musyrik.”
(QS. Yunus: 105)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah „ala kulli hal, atas limpahan kasih sayang Sang Maha
Rahmaan dan Rahiim yang telah mengantarkan penulis pada kesempatan
istimewa ini. Penulis persembahkan karya kecil ini sebagai kado bukti keseriusan
kepada orang-orang terkasih yang Allah titipkan untukuntuk mendampingi hingga
penghujung awal perjuangan.
1. Kedua orangtua saya, Bapak Muhlisin dan Ibu Siti Maemunah, yang telah
memberikan dukungan moril maupun materi serta do‘a yang tiada henti untuk
kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do‘a dan tiada do‘a yang
paling khusuk selain do‘a yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja
takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah
persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
2. Adik saya tercinta Maghfira Zafinatul Fadhilah, yang selalu memberi warna dalam
hidup saya. Semoga kelak kita bisa meraih mimpi bersama-sama.
3. Saudara saya Lu‘lu‘il Hidayah, Denok Adhiningrum, Muhammad Luthfi Aziz serta
sahabat seperjuangan yang saling memberikan dukungan semangat dan doa: Lilik
Setyowasih, Aulia Putri, Shinta Amalia, Fitri Wijayanti, Vina Luthfiana, Kurnia
Luthfiani, Nur Hayati, Galuh Woro Iklima, Anggun Fajar Saputra, Andrean
Odiansyah Irawan, Aldi Wijarnako, dan masih banyak lagi yang tidak bisa di
sebutkan satu persatu. Tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak
kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan
perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang
telah mengukir selama ini.
4. Keluarga Besar teman-teman PAI angkatan 2013
viii
5. Teman-teman PPL di MAN Tengaran
6. Teman-teman KKN Ngersap Magelang Posko 4
7. Dan semua pihak yang membantu dalam terselesainya skripsi ini serta para
pembaca yang budiman.
xi
ABSTRAK
Laelatul Fauziah, Putri. 2017. Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu
Langit Karya KH. Mustofa Bisri. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Imam Mas Arum,
M. Pd.
Kata kunci : Nilai Keikhlasan, Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak
hanya bisa di dapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan bisa di
dapat dari mana saja . sekarang banyak media yang di gunakan dalam proses pendidikan.
Salah satunya yaitu dengan melalui buku.
Fokus penelitian ini yang akan dikaji adalah: Apa saja nilai-nilai keikhlasan
dalam buku Membuka Pintu Langit karya KH. Mustofa Bisri?, 2. Bagaimana relevansi
nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri
dengan Pendidikan Agama Islam? Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan
(Library research), yaitu penelitian yang memfokuskan pembahasan pada literatur-
literatur baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun tulisan-tulisan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :(1)Nilai-nilai keikhlasan dalam buku
Membuka Pintu Langit karya KH. Mustofa Bisri: Pada buku Membuka Pintu Langit
karya K.H. Mustofa Bisri ini menekankan bahwa perlunya kita untuk mengevaluasi
perilaku masing-masing. Ia mengajak kita untuk mendidik diri sendiri untuk bersikap
ikhlas, termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan dengan sesama
manusia maupun dalam kaitan dengan Allah SWT. (2)Relevansi antara nilai
keikhlasan yang terkandung dalam buku ―Membuka Pintu Langit‖ karya KH.
Mustofa Bisri ini, terhadap pendidikan agama Islam ialah erat hubungannya.
Dikarenakan dalam pendidikan agam Islam sendiri telah ada banyak pendidikan
karakter atau disebut dengan akhlak. Banyak tata cara atau aturan yang membahas
tentang perilaku manusia selama hidup agar dapat menjadi insan yang mulia, yang
dapat berbuat baik terhadap dirinya khususnya dan terhadap orang lain pada
umumnya.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Riwayat Hidup Penulis
3. Cover Buku Membuka Pintu Langit
4. Lembar Konsultasi
5. Surat Keterangan Kegiatan
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................... v
MOTTO .................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
E. Metode Penelitian ....................................................................... 6
F. Penegasan Istilah ........................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................... 11
xiv
BAB II BIOGRAFI NASKAH……...................................................... 12
A. Biografi KH. Mustofa Bisri ......................................................... 13
B. Karya-karya KH. Mustofa Bisri .................................................. 24
C. Sistematika Penulisan Buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa
Bisri …………………………………………………................ 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN .................................................... 29
A. Nilai-nilai Keikhlasan.................................................................. 29
B. Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri....................... 44
BAB IVPEMBAHASAN............................................................................. 51
A. Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu Langit Karya KH.
Mustofa Bisri ............................................................................... 51
B. Relevansi Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu Langit
Karya KH. Mustofa Bisri dengan Pendidikan Agama Islam....... 58
BAB V PENUTUP ................................................................................ 65
A. Kesimpulan ................................................................................. 65
B. Saran-saran .................................................................................. 67
C. Kata Penutup ............................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP PENULIS
COVER BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT
LEMBAR KONSULTASI
SURAT KETERANGAN KEGIATAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dia hidup.
Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan
untuk bekal kehidupannya karena pendidikan merupakan kebutuhan mutlak
yang harus di penuhi sepanjang hayat (Ihsan, 2005: 2)
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung
banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks
itu, maka tak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan
arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh
para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang
lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang
melandasinya. (Tirtarahardja dan sula, 2000: 33)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 326),
Pendidikan adalah ―proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik‖.
Sedangkan menurut ketentuan umum undang-undang pasal 1 (2006:
5), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
2
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan sesuai dengan kurikulum tahun 2013 menekankan kepada
pendidikan karakter atau moral. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat dan
keadaan zaman sekarang yang semakin ―bobrok‖. Pendidikan moral atau
karakter dalam Islam masuk pada bagian aqidah akhlak. Dalam pendidikan
aqidah akhlak tertera berbagai macam hal yang bersangkutan dengan
perbaikan sikap atau perilaku manusia, seperti tata cara berkata,bertingkah
laku, berbusana, bergaul atau bersosialisasi dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang perilaku
ikhlas.Istilah ―ikhlas‖ berasal dari bahasa Arab, yakni akhlasa, yukhlisu,
ikhlasan, yang mempunyai makna ―memurnikan‖. Secara bahasa, ikhlas
dapat didefinisikan sebagai pembersih dari kotoran-kotoran dan menjadikan
sesuatu yang bersih tidak kotor lagi. Maka orang yang ikhlas adalah orang
yang menjadikan agamanya semata-mata untuk Allah SWT dengan
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain, serta tidak
riya‘ dalam beramal.
Sementara itu secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah
SWT. Dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang lain, serta
memurnikan niat dari ―kotoran‖ yang merusak. (Syukur, 2013 : 112-114)
Ikhlas itu sungguh tak mengharap balas. Ikhlas itu benar-benar tidak
protes sedikit pun pada apa pun ketentuan Allah. Ikhlas itu tidak mendikte
3
Allah agar takdir-Nya mengenakkan kita. Kita punya rancangan, Allah punya
rancangan. Tapi rancangan Allah jauh lebih baik. Demikian yang pernah
dikemukakan oleh almarhum Ustaz Jeffry al Buchory (uje). (soebachman,
2013 : 121)
Keikhlasan merupakan salah satu nilai pendidikan karakter sekaligus
nilai pendidikan Islam. Karakter seseorang terlihat dari sikap dan tingkah
lakunya, bisa dikatakan kalau karakter itu juga menyangkut akhlak.
Keikhlasan pada hakikatnya adalah suasana batin manusia yang
menginginkan balasan hanya dari Allah SWT.
Makna ikhlas dalam Al-Qur‘an, Allah SWT mengibaratkan sebagai
susu yang suci-murni, tidak bercampur dengan yang lain. Enak diminum,
dapat menyehatkan dan menyegarkan tubuh manusia. Menurut istilah
syari‘ah (Islam) yang dimaksud dengan makna ikhlas adalah mengerjakan
ibadah atau kebajikan karena Allah SWT semata-mata mengharapkan
keridhoan-Nya.(Syam, 2008 : 27 )
Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak hanya
bisa di dapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan bisa
di dapat dari mana saja . sekarang banyak media yang di gunakan dalam
proses pendidikan. Salah satunya yaitu dengan melalui buku.
Beralih ke sastra, salah satu buku yang berjudul Membuka Pintu
Langit merupakan karya K.H. Mustofa Bisri. Gus Mus menekankan perlunya
kita mengevaluasi perilaku masing-masing. Ia mengajak kita mendidik diri
sendiri untuk bersikap jujur dan ikhlas, termasuk dalam mengevaluasi
4
perilaku kita dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dalam
kaitan dengan Tuhan.
Membuka pintu langit atau pintu syurga bermakna bahwa
diturunkannya rahmat Allah memberi peluang kepada kita untuk mengabdi
kepada-Nya. Hanya Dia yang mengetahui seberapa besar ganjaran yang akan
dilimpahkan. Inilah momentum untuk mengevaluasi perilaku diri kita. Dalam
Buku ini tentunya juga banyak pendidikan yang dapat diambil pelajaran dan
dapat di petik hikmahnya untuk kehidupan kita sehari-hari.
Dengan memerhatikan latar belakang di atas, maka penulis tertarik
membahas mengenai nilai-nilai keikhlasan yang terdapat pada buku
Membuka Pintu Langit dalam sebuah skripsi yang berjudul ―NILAI-NILAI
KEIKHLASAN DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT KARYA
K.H. MUSTOFA BISRI‖. Karena penulis tertarik dengan isi buku tersebut
yang mengulas nilai-nilai keikhlasan. Keikhlasan dalam menjalani hidup,
termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita dalam hubungannya dengan
sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Tuhan. Dalam Buku tersebut
sang pembaca juga dapat mengambil pelajaran tentang ikhlas dalam
menjalani hidup.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaan
yang hendak dicarikan jawabannya melalui penelitian. Didalamnya tercakup
5
keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi
dan pembatasan masalah (Maslikhah,2013: 302).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa saja nilai-nilai keikhlasan yang terkandung dalam Buku Membuka
Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri ?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku
Membuka Pintu Langit Karya K.H. Mustofa Bisri dengan Pendidikan
Agama Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peenelitian merupakan pernyataan sasaran yang ingin dicapai
dalam penelitian. Isis dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada rumusan
masalah. Perbedaannya terletak pada bentuk keilmuannya dalam rumusan
masalah, kaimatnya berbentuk pertanyaan, maka dalam tujuan penelitian
berbetuk kalimat pernyataan (STAIN Salatiga, 2008:16).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan apa saja nilai-nilai keikhlasan yang
terkandung dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa
Bisri.
2. Untuk mendiskripkan bagaimanakah relevansi nilai-nilai keikhlasan
yang terkandung dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H.
Mustofa Bisri dengan Pendidikan Agama Islam.
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
antara lain :
1. Secara Teoritis
Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan baik umum maupun
pendidikan Islam terutama pendidikan akhlak melalui pemanfaatan karya
sastra
2. Secara Prkatis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui nilai-
nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa
Bisri.
b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis sendiri.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Mencari objek penelitian
secara aktif harus dilakukan dengan cara menelusuri berbagai bacaan
pustaka, terutama dari sumber literatur primer berupa majalah ilmiah
7
yang ditulis oleh tangan pertama, artinya belum mengalami
modifikasi. (Suharto, Girisuta dan miryanti, 2003: 63)
Sedangkan menurut Zed (2004: 3) penelitian kepustakaan
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian. Dan dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis
yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.
Adapun refrensi yang menjadi sumber data primer adalah buku
Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri. Adapun yang
menjadi sumber data sekunder adalah buku-buku lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi
sumber data primer yakni buku Membuka Pintu Langit dan data
sekunder yakni buku-buku yang relevan lainnya. Setelah data
terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data
atau informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisi Data
8
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103)
menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Dalam menganalisis data yang ada, penulis
menggunakan dua metode yaitu:
a. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah penelitian yang bertilik tolak dari
pernyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang
bersifat khusus (Sukandarrumini, 2006: 40). Adapun tahapan
penggunaan metode ini adalah metode deduktif ini digunakan
untuk menganalisis pada bab II tentang biografi karya-karya
penulis , kemudian bab III peneliti membahas tentang teori yang
beraitan dengan nilai-nilai keikhlasan yang berada dalam buku
Membuka Pintu Langit yang ditulis K.H Mustofa Bisri.
b. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
―metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau
dokumen‖ (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung
9
dalam ulasan-ulasan buku Membuka Pintu Langit dan kaitannya
dengan nilai-nilai keikhlasan.
c. Metode Reflektif Thingking
Metode Reflektif Thingking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang
abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi
emperi pertama dengan emperi-emperi yang lainyang termuat
dalam abstrak baru yang dibangunnya (Muhadjir, 1991: 66-67).
Metode ini digunakan untuk melihat relevansi antara nilai-nilai
keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit dan Pendidikan
Agama Islam.
F. Penegasan Istilah
Supaya pembaca dapat memahami beberapa istilah yang terdapat
dalam tuliasan ini, maka peneliti akan menjabarkan beberapa pengertian
istilah yang terkandung dalam tulisan yaitu :
a. Nilai
Nilai dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti harga,
ukuran, angka yang mewakili prestasi, sifat-sifat yang penting yang
berguna bagi manusia dalam menjalani hidupnya (Kamisa, 1997:
376). Nilai mengacu pada mengacu pada sesuatu yang oleh manusia
ataupun masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga.
10
b. Keikhlasan
Keikhlasan berasal dari kata ikhlas yang artinya niat mengharap
ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain. Sedangkan menurut Tatapangarsa (1980: 151) ikhlas termasuk
akhlak Mahmudah yang penting pula. Arti ikhlas ialah murni atau
bersih, tidak ad campuran. Ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari
segala macam campuran yang lain seperti perak dan lain sebagainya.
Maksud bersih di sini ialah, bersihnya suatu pekerjaan dari campran
motip-motip yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin
mendapat nama, dan lain sebagainya. Jadi suatu pekerjakan dapat
dikatakan ikhlas, kalau pekerjaan itu dilakukan semata-mata karena
Allah saja, mengharap ridho-Nya dan pahala-Nya. Keikhlasan adalah
suatu suasana hati manusia yang bersifat tidak mengharapkan balasan
atas perbuatan atau jasanya. Menurut KBBI (2008: 521) keikhlasan
yaitu ketulusan hati, kejujuran dan kerelaan.
c. Buku Membuka Pintu Langit
Buku Membuka Pintu Langit merupakan karya KH. Mustofa
Bisri yang ditulisnya pada tahun 2011. Setelah buku sebelumnya laris,
Gus Mus menghadirkan kembali Membuka Pintu Langit: Momentum
Membuka Mengevaluasi Perilaku, buku revisi yang diperkaya dengan
sejumlah karya barunya. Buku Membuka Pintu Langit mengajarkan
bagaimana kita mendidik diri sendiri untuk bersikap jujur dan ikhlas,
11
termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita dalam berhubungan
dengan sesama manusia maupun yang berkaitan dengan Allah SWT .
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I yakni PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas
mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
penulisan.
BAB II berisi tentang BIOGRAFI NASKAH. Bab ini menjelasakan
tentang biografi penulis K.H. Mustofa Bisri yang meliputi riwayat hidup,
karya-karyanya, serta sistematika penulisan buku.
BAB III menjelaskan tentang DESKRIPSI PEMIKIRAN K.H.
Mustofa Bisri
BAB IV menjelaskan tentang PEMBAHASAN. Bab ini penulis akan
memberikan pembahasan tentang: nilai-nilai keikhlasan yang terdapat pada
buku Membuka Pintu Langit.
BAB V adalah PENUTUP. Menguraikan kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
12
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi K.H. Mustofa Bisri
K.H. Mustofa Bisri alumnus dan penerima beasiswa dari Universitas
Al Azhar Cairo (Mesir, 1964-1970) untuk studi islam dan bahasa arab ini.
Sebelumnya menempuh pendidikan di SR 6 tahun (Rembang, 1950-1956),
Pesantren Lirboyo (kediri, 1956-1958), Pesantren Krapyak (Yogyakarta,
1958-1962), Pesantren Taman Pelajar Islam (Rembang, 1962-1964).
Dilahirkan di Rembang , 10 Agustus 1944, Gus Mus (KH. Ahmad
Mustofa Bisri) beruntung dibesarkan dalam keluarga yang patriotis, intelek,
progresif sekaligus penuh kasih sayang. Kakeknya (H. Zaenal Mustofa)
adalah seorang saudagar ternama yang dikenal sangat menyayangi ulama.
Dinaungi bimbingan para kiai dan keluarga yang saling mengasihi, yatim
sejak masih kecil tidak membuat pendidikan anak-anak H. Zaenal Mustofa
terlantar dalam pendidikan mereka. Buah perpaduan keluarga H. Zaenal
Mustofa dengan keluarga ulama bahkan terpatri dengan berdirinya ―Taman
Pelajar Islam‖ (Roudlatuth Tholibin), pondok pesantren yang kini diasuh Gus
Mus bersaudara. Pondok ini didirikan tahun 1955 oleh ayah Gus Mus, KH.
Bisri Mustofa. Taman Pelajar Islamsecara fisik dibangun diatas tanah wakaf
H. Zaenal Mustofa, dengan pendiri dan pengasuh KH Bisri Mustofa sebagai
pewaris ilmu dan semangat pondok pesantren Kasingan yang terkemuka
diwilayah pantura bagian timur waktu itu, dan bubar pada tahun 1943 karena
13
pendudukan Jepang. KH. Bisri Mustofa sendiri adalah menantu KH. Cholil
Harun, ikon ilmu keagamaan (Islam) di wilayah pantura bagian timur
(Anshari, et.al.,2005: 34). Ayah Gus Mus sangat memperhatikan pendidikan
anak-anaknya, lebih dari sekedar pendidikan formal. Meskipun otoriter dalam
prinsip, namun ayahnya mendukung anaknya untuk berkembang sesuai
dengan minatnya.
Menikah dengan Hj. Siti fatimah (1971), mereka dikaruniai 7 anak (6
putri, 1 putra bernama M. Bisri Mustofa), dan 13 cucu. Yang semakin langka
dalam keluarga masa kini, namun nyata berlangsung dalam keluarga Gus
Mus adalah hubungan saling menghormati, saling menyayangi diantara
sesama anggota keluarga. Sebagai ilustrasi, kiprah sang ayah di dunia politik
(Anggota Majelis Konstituante, 1955; Anggota MPRS, 1959; Anggota MPR,
1971), tidak dengan sendirinya membuat Gus Mus tertarik kepada dunia
politik. Jika akhirnya Gus Mus terjun juga ke dunia politik (1982-1992
anggota DPRD Jawa Tengah; 1992-1997 Anggota MPR RI) itu lebih karena
pertimbangan tanggung jawab yang tak bisa dielakkannya, mengingat
kapasitas-kapasitasnya. Dengan mengambil sikap-sikap politik yang sulit,
Gus Mus sangat memperhitungkan restu keluarganya, terutama ibundanya Hj.
Ma‘rufah, selain istri dan anak-anaknya.
KH. Bisri Mustofa penulis Tafsir al-ibris yang masyhur, di zamannya
termasuk ulama ‗nyeleneh‘ karena bekerja sebagai penulis. Beliau dikenal
14
kemampuannya menerjemahkan kitab-kitab klasik berbahasa Arab menjadi
bacaan indah sekaligus mudah difahami.
Produktivitas menulis keluarga ulama ini, khususnya produktivitas
kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH. Misbach Mustofa(keduanya putra H.
Zaenal Mustofa) baik dalam bahasa Indonesia, Jawa mmaupun bahasa Arab
mendorong inovasi diadakannya pelatihan menulis dalam bahasa Indonesia
dan menerjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia bagi para santri Taman
Pelajar Islam (1983) yang diprakarsai adik Gus Mus KH M. Adib Bisri.
Ketika itu kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia rata-rata santri
sangatlah minim.
Gus Mus sendiri bersama kakaknya KH M. Cholil Bisri, sejak muda
mempunyai kebiasaan menulis sajak dan saling berlomba untuk
dipublikasikan. Gus Mus yang suka membaca sejak masa kanak0kanak,
tulisannya sejak remaja sudah banyak dimuat berbagai mdia masa termasuk
Kompas (Kompas Minggu 9 Januari 1997:2). (Untuk menghindarkan diridari
‗bayang-bayang‘ nama besar ayahnya, Gus Mus pernah menggunakan nama
M. Ustov Abi Sri sebagai pseudonimnya). Pentas baca puisinya yang pertama
(1980-an) telah menuai banyak pujian dan Gus Mus segera dikukuhkan
kehadirannya sebagai ―bintang baru‘ dalam dunia kepenyairan Indonesia. Ia
menjadi satu-satunya penyair Indonesia yang menguasai sastra Arab (bukan
sekedar terjemahannya). Kini sajak-sajak Gus Mus terpampang hingga
ruangan kampus Universitas Hamburg (Jerman). Tulisannya tersebar luas
15
diantaranya bisa kita baca di Intisari, Horison, Kompas, Tempo, Detak,
Editor, Forum, Humor, DR, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka,
Wawasan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Jawa Pos, Bali Pos, Duta masyarakat
(Baru), Pelita, Panji Masyarakat, Ulumul Qur‟an, Ummat, Amanah, Aula,
Mayara. Pada majalah Cahaya Sufi (Jakarta), MataAir (Jakarta), MataAir
(Yogyakarta), Almihrab (Semarang) Gus Mus duduk sebagai Penasehat.
Karena dedikasinya dibidang sastra, Gus Mus banyak menerima
undangan juga dari berbagai negara. Bersama Sutardji Colzoum bachri,
Taufiq Ismail, Abdul hadi WM, Leon Agusta, Gus Mus menghadiri
perhelatan puisi di Baghdad (Iraq, 1989). Masyarakat dan mahasiswa
Indonesia menunggu dan menyambutnya di Mesir, Jerman, Belanda,
Perancis, jepang, Spanyol, Kuwait, Saudi Arabia (2000). Fakultas Sastra
Universitas Hamburg, mengundang Gus Mus untuk sebuah seminar dan
pembacaan puisi (2000). Universitas Malaya (Malaysia) mengundangnya
untuk seminar Seni dan Islam. Sebagai cerpenis, Gus Mus menerima
penghargaan ―Anugerah Sastra Asia‖ dari Majelis Sastra (Mastera,Malaysia,
2005).
Membaca sajak saat berdakwah, bukan hal baru di kalangan
pesantren. Tapi, membaca sajak sebagaimana dilakukan Gus Mus dengan
sajak-sajak mbeling atau ‗puisi balsem‘ (balsem adalah obat gosok
penghilang pening)-nya, memang baru Gus Mus yang memulai (Kompas
Minggu, 9 Janurai 1997: 2). Sajak-sajak Gus Mus menjadi medium bagi Gus
16
Mus untuk mengkomunikasikan berbagai situasi sosial yang aktual dengan
para santri/asudiens-nya. Dengan bangkitnya keingintahuan santri dan para
audiens, terbukalah dialog sehingga terbuka harapan akan meningkatnya
pemahaman yang lebih untung tentang diri sendiri, sesama, situasi
lingkungan dan agama.
Dedikasi Gus Mus di dunia puisi disambut oleh seniman-seniman lain.
Sebuah group band anak muda pernah mengaransir lagu untuk puisi Gus
Mus. Bersama Idris Sardi Gus Mus menyuarakan keprihatinannya tentang
persatuan bangsa dalam pagelaran karya musik dan puisi bertajuk “Satu Rasa
Menyentuhkan Kasih Sayang” di Gedung Kesenian Jakarta, 22 Maret 2006
(Kompas, 23 Maret 2006: 15). Tahun 2008 Gus Mus berkenan menulis lirik
lagu diantaranya berisi parodi tentang bagaimana manusia mempertaruhkan
‗kaki‘, ‗kepala‘, bahkan ‗dada‘ demi sekdar ‗kesenangan (kekuasaan)
mempermainkan bola‘—untuk lagu Sawung Jabo (belum dipublikasikan).
Kepedulian Gus Mus yang tercurah media massa melahirkan konsep
‗MataAir‘. Konsep ini mewadahi mimpinya tentang media alternatif yang
berupaya memberikan informasi yang lebih jernih, yang pada awalnya
merupakan respons atas keprihatinannya terhadap kebebasan pers yang sangat
tidak terkendali (setelah Orde Baru tumbang, 1998). Meski belum
sepenuhnya hadir seperti yang diharapkan Gus Mus, konsep ‗MataAir‘ ini
akhirnya terwujud dengan diluncurkannya situs MataAir, gubuk maya Gus
Mus di www.gusmus.net (2005), kemudian disusul penerbitan perdana
17
majalah MataAir jakarta (2007) dan MataAir Yogyakarta (2007). ‗MataAir‘
mempunyai motto: ―Menyembah Yang Maha Esa, Menghormati yang lebih
tua, Menyayangi yang lebih muda, mengasisih sesama”.
Masyarakat juga menikmati inovasi lain sebagai buah dari tradisi
menulis keluarga Mustofa ini. Pada pernikahan keempat putrinya, untuk
masing-masing Gus Mus menerbitkan sebuah buku yang dibagikan sebagai
cindera mata bagi para tetamu. Tiga diantaranya Kado pengantin (kumpulan
nasehat untuk pengantin yang ditulis tokoh kiai dan cendekiawan, 1997),
Bingkisan Pengantin (antologi puisi tokoh penyair, 2002), Cerita-Cerita
Pengantin (kumpulan cerpen yang ditulis para tokoh cerpenis, 2004).
Sejak muda Gus Mus adalah probadi yang terlatih dalam disiplin
berorganisasi. Sewaktu kuliah di Al Azhar Cairo, bersama KH Syukri Zarkasi
(sekarang Pengasuh Ponpes Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur), Gus
Mus menjadi pengurus HIPPI (Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia)
Divisi Olah Raga. Di HIPPI pula Gus Mus pernah mengelola majalah
organisasi (HIPPI) berdua saja dengan KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur).
Tidak berbeda dengan para kiai lain yang memberikan waktu dan
perhatiannya untuk NU (Nahdlatul Ulama), sepulang dari Cairo Gus Mus
berkiprah di PCNU Rembang (awal 1970-an), Wakil Katib Syuriah PWNU
Jawa Tengah (1977), Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, hingga Rais
Syuriyah PBNU (1994, 1999). Tetapi mulai tahun 2004, Gus Mus menolak
duduk dalam jajaran kepengurusan struktural NU. Pada pemilihan Ketua
18
Umum PBNU 2004-2009, Gus Mus menolak dicalonkan sebagai salah
seorang kandidat.
Sebagai konsekuensinya, Gus Mus tidak sekedar ―kehilangan‖
kesempurnaan memimpin NU dalam arti struktural namun juga
dialamatkannya tudingan bahwa ia sekadar tokoh ‗lemah‘, ‗ragu-ragu‘, ‗tidak
tegas‘, ‗tidak serius‘ terhadap –bahkan ‗cuci tangan‘ dari persoalan-persoalan
NU (Anshari, et.al., 2005: 114). Sementara bagi Gus Mus, dengan ‗berada di
luar orbit‘, ia justru bisa ‗menjadi kiai umat tanpa membedakan latar
belakang, warna pakaian dan politik‘ (idem: 97). ―Saya harus bisa mengukur
diri sendiri. Mungkin lebih baik saya tetap berada di luar, memberikan
masukan dan kritikan dengan cara saya,‖ jelasnya (Khairina & Kristanto,
2004: 16 kolom 4). ―Kalau saya biasanya mendoa, ya saya akan mendoa.
Kalau semua orang misalnya mau mengukur dirinya sendiri, insya Allah baik
bagi dirinya, baik juga bagi umat‖.
Pada periode kepengurusan NU 2010 – 2015, hasil Muktamar NU ke
32 di Makasar Gus Mus diminta untuk menjadi Wakil Rois Aam Syuriyah
PBNU mendampingi KH. M.A. Sahal Mahfudz. Pada bulan Januari tahun
2014, KH M.A. Sahal Mahfudh menghadap kehadirat Allah, maka sesuai AD
ART NU, Gus Mus mengemban amanat sebagai Pejabat Rois Aam hingga
muktamar ke 33 yang berlangsung di Jombang Jawa Timur. Pada muktamar
NU di Jombang, Muktamirim melalui tim Ahlul Halli wa Aqdi, menetapkan
Gus Mus memegang amanat jabatan Rois Aam PBNU. Namun Gus Mus
19
tidak menerima Jabatan Rois Aam PBNU tersebut dan akhirnya Mukatamirin
menetapkan Dr. KH. Ma‘ruf Amin menjadi Rois Aam PBNU periode 2015-
2020.
Berdisiplin dalam memelihara rasa tanggung jawab, juga membuat
Gus Mus bergeming terhadap godaan kursi empuk kekuasaan struktural di
dunia politik. Tidak seperti kebanyakan politikus dengan segala daya dan cara
merebut mendapatkan dan mempertahankan kedudukannya, Gus Mus pernah
menolak duduk kembali di kursi legislatif. Meskipun pencalonannya sudah di
tetapkan, beliau memutuskan mundur dari pemilihan sebagai ‗wakil rakyat‘.
Alasan beliau, karena ragu bisa mempertanggungjawabkan posisinya jika
terpilih. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, Gus Mus merasa apa yang
bisa diberikannya kepada rakyat tidak sebanding dengan apa yang
diterimanya dari rakyat (Khairina dan Kristatnto, 2004: 16).
Termasuk disipilin dalam berpolitik, Gus Mus juga selalu terlalu arif
untuk membawa kelompok maupun kepentingan dirinya sendiri. Mantan
Pemimpin Redaksi tabloid Detik Eros Djarot menyatakan bahwa sebagai
Kiai, Gus Mus tidak bernafsu ‗mengolah‘ para pendukung, simpatisan dan
santrinya menjadi sekadar alat perjuangan politk demi kekuasaan. Ada pula
yang mencatat bahwa menjelang Pemilu 1987, melalui KH Sahal Mahfudz
(senior Gus Mus di kepengurusan struktural NU) seorang kader parpol gagal
membujuk Gus Mus menjadi direktur sebuah perusahaan yang akan didirikan
sang kader bersama kelompoknya. Gus Mus bahkan rela mengurungkan
20
ralisasi impiannya memiliki percetakan untuk menerbitkan sndiri karya-
karyanya ketika mengetahui dananya berasal dari sumber yang sama (Asma
et.al., 2005: 85-86)
Dalam dunia politik, pemihakan Gus Mus selalu jelas dan konsisten:
yakni kepada rakyat yang selalu terpinggirkan. Sebagai Anggota Dewan
misalnya (1982-1992 Anggota DPRD Jawa Tengah; 1992-1997 Anggota
MPR RI), untuk mendengarkan aspirasi rakyat, tidak jarang Gus Mus dengan
biaya sendiri mengadakan kunjungan di luar protokoler biasanya dalam
kemasan pengajian dan ini dilakukan tidak terbatas di wilayah yang menjadi
konstituennya. ―Suatu kebiasaan yang berlaku di dewan saat itu adalah
masing-masing anggota hanya mengurus dan mengedepankan kepentingan
daerahnya. Tidak ada anggota dewan yang concern terhadap urusan daerah
secara integral,‖ Kata Gus Mus (Asma et.al.,2005: 80).
Atmosfer di lingkungan legislatif memang tidak cukup kondusif bagi
hati nurani Gus Mus. Gus Mus sampai malu dan menghindar dari menerima
gaji. Seperti kata Gus Mus: ―...antara kinerja dan gaji yang diberikan tidak
imbang. Jauh lebih besar gaji yang diterima.‖ (idem: 82). Puncak akumulasi
ketidakberdayaan Gus Mus di parlemen daerah tertuang dalam Puisi Balsem
dari Tunisia (dalam Ohoi, Kumpulan Puisi-Puisi Balsem, Bisri, 1988, cet.1)
(idem:85). Karena merasa fungsinya tidak efektif, akhirnya Gus Mus
mengundurkan diri: ― ...mungkin saya bisa melihat ketimpangan-ketimpangan
dan kesalahan-kesalahan, tetapi apakah saya bisa ikut --tidak hanya memberi
21
teguran namun—mencarikan solusi dan pemecahan?‘ (Asma et.al., 2005:
116).
Sewaku kuliah di Al Azhar (Cairo), Gus Mus dikenal sebagai atlet
bulu tangkis dan sepak bola yang andal. Selain bulu tangkis dan sepak bola,
melukis dan menulis adalah kegemaran Gus Mus sejak muda. Kenang Gus
Mus, ―...saya itu kalau ngaji, kitabnya suka saya gambari. Ketahuan ayah
saya, tapi malah saya diajak ke perkampungan para pelukis di Sokaraja iyu. ―
(Rahardjo, 1997: 16). Gus Mus juga bercerita tentang guru melukisnya yang
lain: ― ...ada peluksi keliling, dia gambar wajah orang pakai kertas dan konte.
Dia itu kakinya lumpuh. Sayalah yang mendorongnya keliling kota Rembang
ini... hanya saking tertariknya saja. Saya ingin melihat dia melukis. Itulah
antara lain cara saya belajar. Jadi saya tidak belajar secara khusus.‖ (idem).
Sewaktu menjadi santri di Krapyak, Gus Mus sering jalan-jalan ke rumah-
rumah seniman Yogya. Salah satunya rumah Affandi (Asma, et.al., 2005: 49).
Sampai ketika Affandi ke Mesir, Gus Mus selalu ―nempel‘ Affandi
(Rahardjo, 1997:16).
Mengapa ia sampai kini melukis, Gus Mus menyatakan: ―Saya punya
kebiasaan, kalau ada dorongan dari dalam itu, kalau tidak saya tuangkan
dalam tulisan atau oret-oretan, rasanya masih seperti ada ganjalan.‖ (idem:
15) ―Apa yang saya lakukan itu merupakan dorongan dari dalam. Baik
menulis maupun melukis, itu dorongan dari dalam yang tidak bisa dibendung,
22
bahkan oleh saya sendiri. Karena sakit kalau tidak saya tuangkan. ― (idem:
24).
Gus Mus kini mantan perokok menjadi inovator sebagai pelukis
pertama di atas amplop surat dengan memanfaatkan klelet (residu rokok)
sebagai medium lukisannya. Sejumlah lukisan klelet karyanya itu digelar
dalam sebuah pameran tunggal bertajuk ―99 Lukisan Amplop‖ di Gedung
Pameran Senirupa Depdikbud Jakarta (1997). Dirjen Depdikbud RI pada
waktu itu, Edi Setyawati, mengapresiasi Gus Mus sebagai ‗manusia pelaku
perubahan yang mewarisi gagasan-gaasan modernisasi dalam bidang
kesenian‘ (idem: 7). Lukisan amplop Gus Mus menurut Edi Sdyawati
merupakan ‗karya-karya seni rupa yang spesifik, baik bentuk, teknik, maupun
pemaknaannya‘ (idem). Mantan Mendikbud RI Fuad Hassan dalam
sambutannya saat membuka pameran, menyatakan bahwa karya Gus Mus itu
‗sangat unik, bukan saja karena ciptaseni seorang Kiai, juga karena karyanya
pantas dianggap tunggal dalam wujud dan gayanya‖ (idem: 8).
Dan lagi-lagi, konsistensi itu bisa dirasakan di sini. Tidak hanya dalam
aktivitas politik dan kreativitas dalam sastra, dalam seni rupa pun, Gus Mus
agaknya sulit dipisahkan dari disiplin spiritualnya. Menurut kurator seni rupa
dan salah seorang pelopor seni Jim Supangkat (Tempo Edisi Khusus Tahun
2000: 178), karya Gus Mus berbeda dengan ‗sebagian besar kaligrafi yang
terkesan tulisan yang diindah-indahkan‘ (idem: 49). Apa yang dikatakan Jim
senada dengan pernyataan Fuad: ―Kekayaan Gus Mus tampak melalui
23
kesederhanaan yang memnuhi estetika, bukan melalui kemubadziran yang
sifatnya kosmetika belaka.‖ (idem: 9). Lebih lanjut Jim menyatakan bahwa
‗kekuatan ekspresinya terdapat pada garis grafis‘, ‗kesannya ritnuk menuju
dzikir‘. Ini senafas dengan ungkapan pelukis dan cerpenis Danarto, yang
menyatakan bahwa karya Gus Mus cenderung kepada ‗cara-cara i‟tikaf yang
memadai‘ dalam mengarungi kehidupan ‗yang semakin hari semakin ganas‘
(idem: 46). I‘tikaf adalah cara beribadah dengan berdiam diri di masjid,
menjauhkan pikiran dari keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
(Alwi, 2003: 422).
Hingga kini lukisan karya Gus Mus mencapai bilangan ratusan dan
bisa disaksikan publik dalam berbagai pameran lukisan. Sebuah lukisannya
yang pernah mengundang kontroversi berjudul ―Berdzikir Bersama Inul‖,
dipamerkan bersama karya Djoko Pekik, Danarto dan kawan-kawan di
Surabaya (2003).
Ketika diselenggarakan Pameran Post-Kaligrafi ―Kalam dan
Peradaban‖ di Jogja Gallery (2007), Arrahmaiani –seorang penulis dan
perupa—mencatat lukisan Gus Mus berjudul ―Institusi‖ (2007) menarik untuk
direnungkan. Lukisan itu menurutnya mempersoalkan ‗kecenderungan
orientasi vertikal yang kemudian diinstitusikan‘, yang menyebabkan manusia
lupa adb karena kerancuan antara penghayatan ketuhanan dan nafsu
(Arrahmaiani, 2007:29 kolom 4). Saat ini Gus Mus sedang menyelesaikan
serial 30 lukisan yang ditajukinya ―Lukisan Malam‖.
24
B. Karya-karya KH. Mustofa Bisri diantaranya yaitu :
1. Buku
a. Membuka pintu langit: momentum mengevaluasi perilaku
b. Ohoi: kumpulan puisi-puisi balsem
c. Gelap berlapis-lapis
d. Cerita-cerita pengantin
e. Keajaiban haji
f. Saleh ritual, saleh sosial: kualitas iman, kualitas ibadah, dan kualitas
akhlak sosial
g. Lukisan kaligrafi: kumpulan cerpen
h. Pesan Islam sehari-hari: ritus dzikir dan gempita ummat
i. Melihat diri sendiri
j. The key word: perpustakaan di mata masyarakat
k. Oase pemikiran untuk pluralitas bangsa
l. Mencari bening mata air: renungan
m. Negeri daging
n. Kompensasi: kumpulan tulisan
o. Cermin: kumpulan tulisan
p. Maha duka Aceh: antologi puisi
q. Fikih keseharian Gus Mus
r. Koridor: renungan A. Mustofa Bisri
s. Wekwekwek: sajak-sajak bumilangit
25
t. Gus Dur garis miring PKB: kumpulan tulisan khusus tentang Gus Dur
dan PKB
u. Al-Ubairiz: fi tafsiiri gharaaibil Qur'anil Aziz : Indonesia-Jawa-Arab,
Arab-Jawa-Indonesia
2. Puisi
a. Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
b. Dalam Kereta
c. Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat
d. Aku Merindukanmu, O, Muhammadku
e. Di Basrah
f. Lirboyo, Kaifa Hall....
g. Gandrung
h. Negeri Teka-Teki
i. Surabaya
j. Putra-Putra Ibu Pertiwi
k. S O A L
l. Negeriku
m. Di Taman Pahlawan
n. Keluhan
o. Kita Semua Asmuni Atawa Asmuni Cuma Satu
p. Mula-Mula
q. Identitas Atawa Aku Dalam Angka
26
r. Istriku
s. Guruku
t. Orang Penting
u. Puisi Balsem Dari Tunisia
v. Nyanyian Kebebasan Atawa Boleh Apa Saja
w. Pilihan
x. Suwuk Kulhu Sungsang
y. Suwuk Solibin
z. Suwuk Manikcemar
aa. Kepada Penyair
bb. Maju Tak Gentar
cc. Input Dan Output
dd. Pahlawan
ee. Orang Kecil Orang Besar
ff. Andaikata
gg. Ibu
hh. Nasihat Ramadlan Buat A. Mustofa Bisri
ii. Ya Rasulallah
jj. Sajak Cinta
27
C. Sistematika Penulisan BukuMembuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa
Bisri
Sistematika penulisan dalam buku Membuka Pintu Langit Karya
KH. Mustofa Bisri sama seperti sistematika buku pada umumnya. Halaman
pertama judul buku, kemudian halaman selanjutnya pengantar penerbit,
buku ni diterbitkan oleh PT. Kompas Media Nusantara pada bulan Agustus
2011 yang beralamat di Jl. Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270,
editornya Almas Mustofa. Buku ini berisi kurang lebih 216 halaman: 14
cm x 21 cm, nomor ISBN buku ini yaitu 978-979-709-590-1, kemudian
buku ini ada dua cetakan, cetakan pertama Agustus 2011, cetakan kedua
November 2011. Halaman selanjutnya yaitu daftar isi. Halaman
selanjutnya yaitu pengantar penerbit. Halaman selanjutnya yaitu
pembahasan yang teridiri dari 5 bab. Halaman berikutnya adalah indeks.
Kemudian halaman berikutnya yaitu sumber naskah, serta halaman
berikutnya adalah tentang penulis.
Lebih singkatnya sistematika penulisan buku Membuka Pintu
Langit karya KH. Mustofa Bisri ini adalah sebagai berikut:
1. Halaman Judul
2. Pengantar Penerbit
3. Daftar Isi
4. Pengantar Penerbit
5. Pembahasan yang dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
28
a. Menyegarkan Akhlak
b. Kepentingan Menjadi Pnglima
c. Memaknai Azab dan Musibah
d. Syahwat Politik
e. Membuka Pintu Langit
6. Indeks
7. Sumber Naskah
8. Tentang Penulis
29
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Nilai-nilai Keikhlasan
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-
perbuatannya. (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
Istilah nilai (value) dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006: 801). Nilai adalah kaulitas suatu
hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, dan
berguna dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi
bermartabat.
Menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. (Adisusilo,
2013: 56)
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi
kemanusiaan (Purwadarminta, 1991: 667). Nilai itu praktis dan efektif
dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di
dalam masyarakat (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1998: 110)
30
Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:
kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa
makin banyak nilai diberikan kepada orang lain. Makin banyak pula
nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain. (Majid,
2013: 42)
Nilai diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling abstrak
dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu
idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan,
dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Nurdin,
2008: 209)
Nilai adalah sesuatu yang dinilai positif, dihargai, dipelihara,
diagungkan, dihormati, membuat orang gembira, puas bersyukur
(kepuasan rohani). Kalau seseorang mengambil pilihan dan ternyata
setelah mengalami pilihannya itu menjadi gembira, kiranya ia
menemukan nilai bagi dirinya, tetapi sebaliknya kalau seseorang lalu
menjadi murung, sedih, karena pilihannya kiranya ia membuat suatu
pilihan yang keliru. (kaswardi, 1993: 8)
Rokeach memberikan batasan (pengertian) tentang nilai, yaitu
keyakinan dasar bahwa suatu modus perilaku atau keadaan akhir
eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau social
dibandingkan modusperilaku atau keadaan akhir eksistensi kebalikan
31
atau lawannya.dalam pengertian itu, lebih jauh dijelaskan bahwa nilai
mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang
benar, baik, atau diinginkan. Nilai mempunyai atribut isi dan
intensitas. (Budiyono, 2007: 71)
2. Pengertian Keikhlasan
Menurut Al-Qadharawi Yusuf (2003: 2013), secara bahasa ikhlas
berarti jernih dari kotoran. Orang yang ikhlas (mukhlis) adalah orang
yang tidak meneyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi
dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas hanya
satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah
SWT. Menurut ilmu merupakan salah satu bentuk mensyukuri nikmat
Allah dan cara untuk mendapatkan hidayah-Nya.
Ikhlas adalah bekerja dan beramal hanya karena Allah, semata-
mata, bukan karena selain-Nya. Al-Ghazali rahmahullah berkata:
“Semua manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
“berilmu”, orang berilmu juga rugi kecuali ia “beramal”, orang
beramal juga rugi, kecuali ia “ikhlas”.
Sebab ikhlas itu di dalam hati, sedangkan hati itu mudah sekali
bolak-baliknya seperti air mendidih. (Ibrahim, 1990:171)
Menurut Nurkholis Majdid dalam buku Menuju Hidup Sukses
karya Gim dan Ilham (2005: 76), keikhlasan adalah pada tingkat
pribadi seseorang, keikhlasan terasa sebagai tindakan yang tulus
terhadap diri sendiri dalam komunikasinya dengan Sang Maha
Pencipta (Al-Khaliq) dan usaha mendekatkan diri kepada-Nya.
32
Ikhlas adalah melakukan sebuah amalan, baik yang berupa
perkataan maupun perbuatan yang hanya ditujukan Allah semata. Al-
Qur‘an pun memerintahkan kita untuk senantiasa ikhlas, seperti
firman Allah dalam surah Yunus ayat 105, yang berbunyi:
ششم اى ال رن حفب جل ىيذ أق أ
Artinya: “Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu
kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang musyrik” (QS. Yunus: 105)(Soebachman, 2014: 13)
Keikhlasan berasal dari kata ikhlas yang artinya niat mengharap
ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain. Sedangkan menurut Tatapangarsa (1980: 151) ikhlas termasuk
akhlak Mahmudah yang penting pula. Arti ikhlas ialah murni atau
bersih, tidak ad campuran. Ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari
segala macam campuran yang lain seperti perak dan lain sebagainya.
Maksud bersih di sini ialah, bersihnya suatu pekerjaan dari campran
motip-motip yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin
mendapat nama, dan lain sebagainya. Jadi suatu pekerjakan dapat
dikatakan ikhlas, kalau pekerjaan itu dilakukan semata-mata karena
Allah saja, mengharap ridho-Nya dan pahala-Nya. Keikhlasan adalah
suatu suasana hati manusia yang bersifat tidak mengharapkan balasan
atas perbuatan atau jasanya. Menurut KBBI (2008: 521) keikhlasan
yaitu ketulusan hati, kejujuran dan kerelaan.
Definisi ikhlas yang dikemukakan para ulama tidak berbeda jauh.
Intinya adalah menunjukan seluruh ibadah ekpada Allah, bukan
33
kepada yang lain. Al-Raghib berkata dalam kitab Mufradat : ― ikhlas
adalah menyingkirkan segala sesuatu selain Allah. Abu al-Qasim al-
Qusyairi menyatakan bahwa seorang yang ikhlas adalah ―yang
berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah Swt. Dalam setiap
perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatannya itu ia ingin mendekatkan
diri kepada Allah, bukan kepada yang lain. Ia berbuat bukan untuk
makhluk, bukan untuk mendapat pujian manusia, atas sanjungan dari
siapa pun. Satu-satunya yang ia harapkan adalah kedekatan kepada
AllahSwt.‖ Sementara Izz ibn Abdussalam menyatakan ikhlas adalah
melakukan ketaatan karena dan demi Allah semata, bukan karena ingin
diagungkan atau dimuliakan oleh manusia; juga ukan untuk
memperoleh keuntungan agama, atau menolak kemudratan dunia‖
Ulama‘ yang lain, Harits al-Muhasibi menyatakan, ― ikhlas adalah
mengenyahkan makhluk dari hubungan antara seseorang dan Tuhan.‖
Definisi yang lain dikemukakan oleh Sahl ibn Abdullah, bahwa ikhlas
adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah. (Al-
Asyqar, 2006: 25)
Al-Ghazali, setelah mengutip definisi diatas, mengatakan bahwa
―ikhlas adalah salah satu kata yang menghimpun dan meliputi seluruh
maksud‖ (Al-Asyqar, 2006: 26)
Definisi dari uraian di atas, kita tidak melihat adanya perbedaan
dalam pengertian ikhlas, baik dari segi bahasa maupun istilah. Antara
keduanya saling saling terkait dan bersesuaian. Ikhlas mengarah
34
kepada upaya memurnikan maksud dan tujuan kepada Allah Swt. Dari
segala bentuk noda, campuran dan segala hallain yang merusak yang
melekati maksud dan tujuan itu. Artinya, semua ibadah yang dilakukan
murni dimaksudkan dan ditujukan kepada Allah semata, bukan kepada
orang lain. (Al-Asyqar, 2006: 27)
a) Manfaat Ikhlas
Ikhlas merupakan hal yang teramat penting dalam hidup
manusia. Tanpa keikhlasan, niscaya manusia akan senantiasa resah
dan gelisah dalam menjalani hidup kehidupannya. Keikhlasan akan
mendatangkan ketenangan, bahkan kebahagiaan, seburuk apapun
situasi dan kondisi hidup yang menerpa diri kita. Orang yang
ikhlas itu hati dan pikirannya semata-maata tertuju pada Allah
ta‘ala. Meskipun orang mencerca dan mempergunjingkan dirinya
sebegitu rupa, dia tak peduli. Orang yang tidak ikhlas akan banyak
menemui kekecewaan dalam hidupnya. Karena orang yang tidak
ikhlas itu tidak bergantung paad Allah ta‘ala. Dia melakukan ini itu
bukan dengan niat semata-mata karena Allah SWT, melankan
karena manusia. Mungkin ingin dianggap baik, dinilai rajin, tidak
dicela, atau supaya diberi reward tertentu. Artinya, dia melakukan
suatu amalan kebaikan dan berharap memperoleh penghargaan dari
sesama manusia demi eksistensi diri. (Soebachman, 2014: 22)
Orang yang ikhlas sangat yakin pada janji dan jaminan Allah
yang Maha kaya. Sebab keyakinan kuatnya pada janji dan jaminan
35
Allah SWT tak tergoyahkan, dia memandang enteng hal-hal selain
Allah ta‘ala. Inilah yang membuat hatinya tenang dan damai. Yang
namanya risau, galau, perasaan khawatir ditipu ataupun takut
dikhianati, sama sekali tak ada dalam kamus kehidupan seseorang
yang ikhlas. Orang yang ikhlas tidak pernah merasa takut untuk
kehilangan. Sebab, dia amat menyadari bahwa segala apa yang ia
miliki di dunia ini hanyalah titipan dari Allah ta‘ala. Sewaktu-
waktu Dia Allah SWT dapat mengambil kembali titipan-Nya dari
kita. (Soebachman, 2014: 23)
Ada banyak hal positif dan manfaat yang akan muncul dari sebuah
keikhlasan. Berikut adalah sederet manfaat yang dimaksud.
1) Hidup orang yang ikhlas akan terasa tenang karena hati selalu
berjaga-jaga untuk mengevaluasi dan meluruskan niat dalam
beramal.
2) Seseorang yang ikhlas akan selalu dimudahkan dalam segala
urusannya.
3) Memiliki orientasi hidup yang mampu menjangkau jangka
panjang, yaitu kahirat.
4) Keikhlasan tersebut merupakan pemberat/penambah pahal
dalam berama.
5) Orang yang memiliki rasa keikhlasan akan mendapatkan posisi
sebagai sebaik-baiknya hamba di sisi Allah dan juga sisi
manusia (Soebachman, 2014: 24)
36
Niat lillahita‘ala hanya fokus menjalani kehidupannya semata-
mata karena Allah SWT. Ia sudah sangat meyakini bahwa semua hal
yang dialaminya adalah takdir dan kehendak Allah SWT yang paling
baik dirinya. Mungkin kelihatan pahit, tapi sesungguhnya baik baginya
menurut Allah ta‘ala. Maka ia tak sedikit pun bermaksud untuk
memprotes Allah. Ia justru memilih ikhlas untuk menerimanya sebab
ikhlas itulah yang justru membuat hidup terasa nyaman dan ringan.
Pilihan untuk ikhlas ternyata dampaknya dahsyat. Rasa galau,
sedih, tersisih, kecewa, dan aneka macam perasaan negatif lainnya
pelan-pelan tersingkir oleh hadirnya keikhlasan. Pada akhirnya,
perasaan bahasgialah yang tersisa. Entah sedang mujur entah sedang
apes, hati orang yang ikhlas tak bakalan lepas kendal. Istilahnya,
mampu merasakan bahagia di segala cuaca dan kondisi.
Itulah keikhlasan yang berpotensi menguatkan jiwa, yang dapat
menyembukan penyakit-penyakit fisik yang asal-muasalnya dari
kekalutan pikiran alias perasaan tidak ikhlas. Begitulah faktanya.
Kekuatan jiwa adalah sebuah potensi yang tidak kasat mata, tetapi
efeknya dapat sangat luar biasa. Menurut metode penyembuhan
holistik, pada dasarnya setiap manusia bisa menyembuhkan dirinya
sendiri denga kekuatan jiwa yang dimilikinya. Hanya saja, tidak semua
orang tahu caranya. Adapun salah satu kunci kekuatan jiwa yang dapat
menyembuhkan penyakit adalah perasaan ikhlas (Soebachman, 2014:
25).
37
Adapun untuk mencapai dan mewujudkan perasaan ikhlas
dalam hati, bahwa setiap orang tentu memiliki kemampuan berbeda-
beda. Maka orang yang ingin memiliki keikhlasan penuh disarankan
untuk membiasakan diri berlatih secara bertahap dan rutin. Jika telah
terbiasa lambat laun tentu mampu merasakan keikhlasan. Pada
awalnya mungkin akan berat. Akan tetapi, dengan niat yang sungguh-
sungguh, pasti akan dapat merasakannya. Kiranya untuk ―membantu‖
mendatangkan keikhlasan hati, kita bisa lebih meresapi firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah: 216, yaitu sebagai berikut :
ئب رنشا ش عغ أ مش ىن اىقزبه ن مزت عي
للا شش ىن رحجا شئب عغ أ ش ىن خ ي ال ر أز ي
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
(Soebachman, 2014: 27)
38
b) Cara Meraih Ikhlas
Sebuah amalan kebaikan yang tidak dilakukan dengan
ikhlas semata-mata karena Allah ta‘ala tidak akan berpahala.
Bahkan, Allah SWT akan mengazab orang yang suka
melakukannya. Karena sesungguhnya amalan kebaikan yang
dilakukan bukan karena Allah ta‘ala termasuk perbuatan kesyirikan
yang tak terampuni dosanya kecuali jika si pelaku bertaubat
kepada-Nya. (Soebachman, 2014: 28)
Dalam QS. An-Nisa: 48 Allah berfirman, yang berbunyi :
شبء رىل ى ب د غفش ششك ث ال غفش أ للا إ
ب ب عظ فقذ افزش إث ششك ثبلل
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Jadi, berhati-hatilah dalam melakukan suatu amalan
kebaikan. Bertahanlah untuk selalu ikhlas lillahi ta‘ala dalam
melakukannya. Apabila sampai tidak ikhlas, berarti tanpa sadar kita
telah menduakan Allah SWT. Melakukan sesuatu dengan tujuan
selain-Nya. (Soebachman, 2014: 28)
Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam itu sangatlah
berat untuk diraih sebab orang-orang lain di sekitar kita banyak
yang langsung mengetahuinya. Pastilah pula akan banyak di antara
mereka yang terang-terangan memuji perbuatan kita. Ikhlas dan
39
keikhlasan memang wajib diupayakan hadirnya dalam kehidupan
kita seberat apa pun kita mestinya sanggup meraih ikhlas. Ada
empat hal yang penting yang dapat dilakukan untuk memiliki
keikhlasan. Keempatnya adalah :
1) Senantiasa berdo‘a
2) Berusaha menyembunyikan amalan kebaikan
3) Memandang rendah amal kebaikan sendiri
4) Yakinkan diri bahwa hanya Allah yang memiliki surge
dan neraka. (Soebachman, 2014: 33)
c) Keutamaan Ikhlas
Gambaran ikhlas antara lain dinyatakan dalam bentuk
pernyataan, ― sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah Tuhan sekaligus Alam‖. Seseuatu
perbuatan itubaru diterima Allah SWT dan dinilai sebagai ibadah
amal shaleh, jika perbuatan itu diizinkan oleh Allah dan dilakukan
dengan ikhlas. (Faridi, 2004: 60)
Rasul bersabda ada tujug golongan manusia yang akan
mendapatkan perlindungan di yaumil qiyamah nanti, saat tidak ada
perlindungan AllahSWT. Ketujuh golongan itu adalah:
1) Pemimpin yang berlaku adil terhadap rakyatnya
2) Pemuda yang selalu ikhlas beribadah kepada Allah
3) Seorang yang hatinya ikhlas , selalu terkait dengan
masjid
40
4) Dua orang yang bersahabat dengan ikhlas karena Allah
dan berpisah dengan ikhlas karena Allah
5) Laki-laki yang dibujuk berzina oleh wanita cantik yang
mempunyai kedudukan tetapi laki-laki itu menolak
karena takut kepada Allah
6) Seorang yang mngeluarkan hartanya sebagai shidqoh
dengan ikhlas, sembunyi-sembunyi sehingga seolah-
olah tangan kirinya pun tidak tahu apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya
7) Seorang yang berdzikir karena Allah sehingga ia
meneteskan air matanya. (Faridi, 2004: 61)
Sangat banyak ayat Al-Qur‘an terutama yang turun di
Makkah yang memerintahkan manusia bersikap ikhlas. Sebab,
ikhlas itu sangat erat hubungannya dengan tauhid yang murni,
akidah yang benar, dan tujuan yang jelas. Allah berfirman kepada
Rasul-Nya :
إب أ خيصب ى اىذ ل اىنزبة ثبىحق فبعجذ للا ضىب إى
ب ىبء أ د ارخزا اىز اىخبىص اىذ أال لل
ث حن للا صىف إ ثب إى للا إال ىقش جذ ف ب ف
مبرة مفبس ذ ال للا إ خزيف
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu
Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
41
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik) … “ (Az-Zumar: 2-3). (Yusuf. 1996: 18)
Allah berfirman pula kepada Rasul-Nya :
خيصب ى د أعجذ قو للا
خغ اىز اىخبعش قو إ د ب شئز شا فبعجذا
ج اى اىخغشا خ أال رىل اىقب ي أ فغ أ
Artinya: “Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku
sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agamaku". Maka sembahlah olehmu (hai orang-
orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah:
"Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang
merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat".
Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Az-
Zumar: 14-15)
بى سة اى بر لل حب غن صالر قو إ
غي ه اى أب أ شد ثزىل أ ال ششل ى
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibaddahku,
hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).” (Al-An‗am: 162-163)
Allah SWT berfirman:
ى ا خيص جذا للا شا إال ى ب أ ا ق حفبء ىذ
خ اىق رىل د مبح ؤرا اىض الح اىص
Artinya:“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
42
dalam (menjalankan) agama dengan lurus ... “ (Al-Bayinah: 5).
(Yusuf, 1996: 19)
بد ؤ حصبد اى نح اى ال أ غ ن غزطع ى
بن ثئ أعي للا بد ؤ اى فزبرن بن ينذ أ ب ف
أ ثئر نح ط فب ث عن ث أجس آر ي
فئرا زخزاد أخذا ال غبفحبد ش حصبد غ شف ثبى
حصبد ب عي اى صف ي ثفبحشخ ف أر فئ أحص
ن ذ اى خش زاة رىل ى اى للا ش ىن رصجشا خ أ
غفس سح
Artinya:“Dan siapakah yang lebih baik agamanya
daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus ? ...” (An-Nisa‘: 25)
احذ ف إى ب إىن أ ح إى ثين ب أب ثشش قو إ
جبدح سث ال ششك ث ال صبىحب و ع في شج ىقبء سث مب
أحذا
Artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya makahendaklah ia mengerjakan amal yang shalehdan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah
kepada Tuhannya”(Al-Kahfi :110). (Yusuf, 1996: 20)
d) Macam-macam Ikhlas
Ikhlas adalah beribadah karena Allah SWT semata, bukan
selain-Nya. Ikhlas sendiri ada enam macam :
43
1) Ingin selamat dari azab
2) Ingin mendapat pahala
3) Menginginkan keduanya
4) Beribadah karena malu kepada Allah SWT dengan
tidak mengharap pahala dan tidak takut akan siksa
5) Beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli
dengan pahala dan siksaan, serta
6) Beribadah karena menghormati dan memuliakan Allah
SWT. (Al-Muhasibi, 2013: 77)
e) Tingkatan-tingkatan Ikhlas
Ikhlas dibagi menjadi empat tingkatan, yakni sebagai berikut :
1. Ikhlas Arif : Yakni orang yang dalam ibadahnya memiliki
perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang
beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia
sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa
tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan
meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak
Allah.
2. Ikhlsas Muhibb : Yakni orang yang beribadah hanya karena
Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Semuanya
dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan
mengagungkan-Nya.
44
3. Ikhlas Abid: Yakni orang yang beramal karena Allah dan
hatinya bersih dari riya‘ serta keinginan dunia. Ibadahnya
dilakukan hanya karena Allah dan demi meraih kebahagiaan
akhirat, menggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi
keyakinan bahwa amal ini bisa me nyelamatkan dirinya dari
siksaan api neraka. Ibadah seorang abid ini cenderung
berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus
dilakukan dengan segera (mudhayyaq) dan mana yang bisa
diakhirkan (muwassa‘), serta mana yang penting dan lebih
penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.
4. Iklhas Mubtadi‘ : Yakni orang yang beramal karena Allah,
tetapi di dalam hatinya terbesit keinginan pada dunia.
Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan
kebingunan. Ia melaksanakan shalat tahajud dan bersedekah
karena ingin usahanya berhasil. Ciri orang yang mubtadi‘ bisa
terlihat dari cara dia beribadah. Orang yang hanya beribadah
ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqomah. Ia
beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah
terpenuhi, ibadahnya pun akan berhenti.(Choer, 2007: 188)
B. Membuka Pintu Langit Karya K.H. Mustofa Bisri
Merujuk pada buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri
ini menekankan bahwa perlunya kita untuk mengevaluasi perilaku masing-
45
masing. Ia mengajak kita untuk mendidik diri sendiri untuk bersikap
ikhlas, termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan
dengan sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Allah SWT.
Adapun nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit sebagai
berikut :
1. Ingin selamat dari azab
a. Kehendak untuk diterima amal kita, seringkali juga disusupi
hawa nafsu yang samar, lalu kita menjadi egois, ingin agar amal
kita sendiri yang diterima tanpa memikirkan hak orang lain
untuk berkehendak diterima amalnya. Bahkan sering karena
kita terlalu ingin mendapatkan ridha Allah, lalu kita
mempersetankan hak orang lain untuk menjadi hamba-Nya
sesuai kemampuannya. Tengoklah mereka yang karena ingin
menghormati Ramadhan, lau ingin memaksakan para pemilik
warung untuk menutup warung. Mereka lupa bahwa tidak
semua orang muslim wajib melaksanakan puasa di bulan
Ramadhan. Disana ada musafir yang diperkenankan tidak
berpuasan dan perempuan-perempuan yang sedang datang
bulan yang malah tidak boleh berpuasa. (Bisri, 2011: 188)
b. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
antara lain karena beliau tidak terlena dan terpengaruh oleh
keistimewaannya sendiri. Kita pun kemudian menyebutnya
sebagai pemimpin yang rendah hati. Nabi Muhammad SAW
adalah contoh paling baik dari seorang hamba Allah yang
menjadi khalifah –Nya. Beliau sangat istimewa justru karena
sikap kehambaannya sedikit pun tidak menjadi luntur oleh
keistimewaannya sebagai khalifah Allah. (Bisri, 2011: 9-10)
c. Satu dan hal lain, karena kita enggan memikirkan kekurangan-
kekurangan diri sendiri, bercermin kepada orang lain kiranya
sangat perlu kita lakukan. (Bisri, 2011: 19)
d. Nabu Luth as dengan segala kesantunannya tak mampu
membuat istrinya mengimani apa yang diimaninya, meski
keyakinannya tersebut benar. Demikian pula, Nabi Nuh dengan
segala kewibawaannya tak dapat membuat istri serta anaknya
beriman. (Bisri, 2011: 27)
46
e. Ketika Nabi Muhammad SAW seperti hendak ―memaksa‘
karena dan dengan kasih sayangnya yang agung, Allah yang
mengutusnya justru memperingatkan: ― Innaka laa tahdii man
ahbabta, walaakinnallaha yahdii man yasyaa... “ sungguh
engkau tidak akan dapat memberi hidayah (membuat iman)
orang yang engkau sayangi (sekalipun); tapi Allah memberi
hidayah kepada orang yang Ia kehendaki. (Bisri, 2011: 28)
f. Manusia atau bangsa yang tetap menghamba Tuhannya dan
mensyukuri nikmat anugerah-Nya, tidak akan diubah ―nasib‖
atau ―keadaan‖-nya. (Bisri, 2011: 65)
g. Manusia memang hamba Allah yang diangkat sebagai khalifah-
Nya, dan karenanya ia diberi kelebihan yang tidak diberikan
kepada makhluk lain. (Bisri, 2011: 182)
2. Ingin mendapat pahala
a. Sesuai dengan firman Allah sendiri kepada Rasulullah SAW di
QS. Al-Imran : 159, ― Fabima rahmatin minallahi inta wahum
walau kunta fazhzhan ghaliizhalqalbi lanfadhdhduu min
haulika ...” , maka disebabkan rahmat dari Allah, kamu lemah
lembut kepada mereka. Seandainya kamu berperangai keras
berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu... ― (Bisri, 2011 : 13)
b. Meminta maaf atau memberi maaf itu adalah perbuatan yang
mulia. Orang yang mengakui kesalahan dan meminta maaf
adalah orang kesatria. Orang yang suka memberi maaf adalah
orang yang berjiwa besar. Begitu menurut pitutur orang-orang
tua. (Bisri, 2011: 52)
c. Memang ada sisi haji yang bisa dipandang berat dan sekaligus
sulit, sesuatu yang justru sering tak dipikirkan mereka yang
berhaji, yaitu menyadari bahwa ibadah haji itu untuk
―menyenangkan‖ Allah, mencari ridha Allah. Bukan untuk
menyenangkan diri sendiri.semua orang yang datang ke Tanah
Suci, tanpa kecuali, masing-masing ingin hajinya mabrur.
(Bisri, 2011: 164)
d. Bulan puasa adalah bulan antara kita dan Allah. Hanya kita dan
Allah yang mengetahui kualitas pengisian kita terhadapnya.
Hanya kita dan Allah yang mengetahui seberapa besar
kesungguhan kita kita mengabdi kepada-Nya. Dan hanya Dia
47
yang mengetahui seberapa besar ganjaran yang akan
dilimpahkan kepada kita. (Bisri, 2011: 180)
e. Kita dapat menyesali kesalahan dan kekhilafan kita dengan
tulus dan kemudian bertekad tidak mengulanginya. Mungkin
kita bisa lebih yakin akan pengampunan-Nya. Karena, Allah
Maha Murah dan Maha Pengampun. Ia sendiri berjanji akan
mengampuni dosa-dosa mereka, yang dengan tulus ikhlas
berpuasa njungkung malam pada bulan Ramadhan. (Bisri,
2011: 184)
f. Kita berzikir atau membaca Al Quran, misalnya, tentulah
dengan kehendak ingin mendapat ridha-Nya. (Bisri, 2011:187)
g. Mereka merasa bahwa bulan Ramadhan ialah kesempatan yang
paling baik untuk melakukan perenungan, terutama terhadap
amal perbuatan mereka yang bersifat keagamaan. Apakah amal
keagamaan mereka murni demi dan untuk Allah atau jangan-
jangan secara halus disusupi dengan kehendak nafsu yang
tersembunyi. (Bisri, 2011:192 )
3. Menginginkan keduanya
a. Lihatlah mereka yang berebut mencium Hajar Aswad. Apakah
sebenarnya yang mendorong mereka begitu bersemangat ?
apakah mereka ingin mencari ridho Allah atau untuk
menyenangkan diri sendiri ? kalau untuk mencari ridho Allah,
mengapa tega menyikut hamba-hamba-Nya yang lain yang
notabene saudara mereka sendiri ? tak ada ietsaar, semangat
mendahulukan saudaranya sama sekali-sesuatu yang mirip
dengan kehidupan umumnya kaum muslimin. Tak peduli
dengan-apalagi mendahulukan saudaranya. (Bisri, 2011: 17)
b. Lihatlah mereka yang berusaha mencium Hajar Aswad itu,
misalnya. Alangkah ironis. Mencium Hajar Aswad paling
tinggi hukumnya dalah sunnah, tapi mereka sampai tega
menyikut saudara-saudara mereka sendiri kanan kiri. (Bisri,
2011: 169)
c. Memang ada hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, ―
barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan semata-mata karena
iman dan hanya mengharap ganjaran Allah, orang itu akan
diampuni dosanya yang dilakukan sebelumnya‖. (Bisri, 2011:
171)
d. Seperti kita ketahui dan rasakan, pada hari raya atau Lebaran
seperti itu, di mana hampir semua orang baru saja selesai
mengadakan perenungan diri sebagai hamba-hamba Allah
sejati, biasanya dada-dada menjadi sangat lapang. Orang ringan
48
meminta maaf dan ringan memafkan orang, orang ringan
menerima dan ringan memberi. Sehingga bisa diharapkan
forum silaturahmi nasional itu benar-benar menajdi ajang
pertemuan dari hati kehati sesaam saudara sebangsa dan
setanah aiar yang mencintai dan menginginkan kebaikan
bangsa dan negaranya. (Bisri, 2011: 70)
e. Ajaran kita sendiri yang elihat duia hanya sebagai wasilah,
saran hidup, pun sudah kita tinggalkan dan kita, sadar atau
tidak, telah memandang dunia sebagai ghayah, tujuan hidup.
Doa sapu jagat “Rabbana aatinaa fiddunyya khasanah wafil
akhirati khasanah....”, yang untuk dunia kita maksudkan
sebagai permohonan bagi memperkuat ―amal‖, yang untuk
akhirat hanya semata-mata doa. Pendidikan pun diarahkan
untuk mencetak manusia yang pintar menguasai ―dunia‖ seperti
Amerika dan semisalnya. Murid yang budiman diganti dengan
murid yang berprestasi. (Bisri, 2011: 127)
4. Beribadah karena malu kepada Allah SWT dengan tidak
mengharap pahala dan tidak takut akan siksa
a. Nabi Muhammad.SAW dengan segala kearifan, kesantunan,
kewibawaan, keamanahan; kefasihan, dan kasih sayangnyatak
mampu membuat pamannya beriman. Bahkan, paman yang
sekaligus tetangga dekat dan pernah berbesanan dua anak
(‗Uthbah Ibn Abdul ‗Uzza Ibn Abdul Muthalib atau yang
terkenal dengan Abu Lahabpernah menjadi suami Ruqayyah,
putri Nabi Muhammad, dan anaknya yang lain, ‗Uttaibah,
menjadi suami putri Rasulullah lainnya, Ummi Kultsum
keduanya menvceraikan istri-istrinya atas perintah Abu Lahab)
sangat memusushi Nabi. (Bisri, 2011: 28)
b. Kita tidak menginginkan keadaan kita terus-menerus begini
atau apalagi semakin buruk lagi. Maka untuk itu, paling tidak
menurut saya, masing-masing kita perlu segera meneliti sikap
sendiri dan mengubahnya. Yang takabur segera behenti dan
mengubah ketakaburannya dengan sikap tawaduk, rendah hati.
Yang serakah segera berhenti dan menggantinya dengan sikap
qana‟ah, menerima sesuai bagian dan haknya. Dalam hal ini,
yang korupsi segera berhenti; syukur mau mengembalikan hasil
korupsiannya. Yang hatinya penuh kebencian segera
membersihkannya dan menggantinya dengan kasih sayang.
Yang terbiasa memikirkan kepentingan bersama. Yang selama
ini menomorsatukan selain Tuhan segera kembali
menomorsatukan-Nya. (Bisri, 2011: 103)
c. Tobat yang saya dukung adalah tobat yang sesungguhnya.
Masing-masing mengidentifikasi kesalahan sendiri dan
menyesalinya, lalu bertekad tidak mengulangi. Mereka yang
49
pernah merampas hak orang lain segera mengembalikan atau
meminta ikhlas dari pihak yang terampas. (Bisri, 2011: 113)
d. Tampaknya, di hari raya ini, dada orang-orang terasa lapang.
Orang yang paling keras sekalipun, dalam suasana Lebaran,
tiba-tiba mudah meminta maaf dan memafkan. Hal ini boleh
jadi karena bagi kaum Muslim khususnya, ada rasa plong,
terlepas dari dosa-dosa hasil ketulusan mereka berpuasa selama
satu bulan. (Bisri, 2011: 171)
e. Dalam puasa Ramadhan yang istimewa,kita dapat lebih mampu
mengambil jarak, dalam kekhusyukan bersama Al-Khaliq,
dengan diri kita. Dengan demikian, kita akan lebih dapat
melihat dan menemukan ―kelainan -kelainan‖ pada diri kita
untuk selanjutnya kita perbaiki dan kita sempurnakan. (Bisri,
2011: 183)
f. Ramadhan merupakan hadiah Tuhan berupa kesempatan
mengevaluasi dan memperbaiki diri sebagai hamba dan
khalifah-Nya. (Bisri, 2011: 191)
5. Beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli dengan
pahala dan siksaan
a. Sebagai orang Islam, saya wajib mengajak orang untuk
meyakini kebenaran Islam. Mengajak ke jalan Tuhan Yang
Mahaesa. Dan Allah telah memberi arahan cara mengajak
kejalan-Nya. Yaitu, dengan hikmah, dengan bijaksana, dan
nasihat yang baik. Bila perlu berbantahan, berbantah dengan
cara yang baik. (Bisri, 2011: 28)
b. Semangat ber-Islam begitu hebat, jauh melebihi pemahaman
terhadap Islam itu sendiri. Semangat mencintai dan ingin
menyenangkan Allah yang tidak dibarengi dengan pengenalan
terhadapNya ibarat orang mencintai kekaksih yang tidak
dikenalnya. Lucu dan sekaigus mengharukan. (Bisri, 2011:
165)
6. Beribadah karena menghormati dan memuliakan Allah SWT
a. Menurut firman-Nya dalam Al Quran, manusia diciptakan
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan
menghormati. Yang paling mulia di antara mereka di sisi-Nya
ialah orang yang paing bertaqwa kepada-Nya. Dan siapa yang
paling taqwa, hanya Allah yang mengetahui. Bukan kita. (Bisri,
2011: 173)
b. Anehnya, terhadap Allah Yang begitu baik, kita justru begitu
berhati-hati, bahkan sering berlebihan hingga menimbulkan
masalah antara kita. Sementara terhadap manusia yang sulit,
kita saling sembrono dan seenaknya. Padahal, banyak dalil
50
naqli yang meneyebutkan gawatnya dosa antarsesama. (Bisri,
2011: 172)
c. Mereka yang suka memutlakan pendapat dan kebenaran sendiri
hendaklah segera menyadari bahwa kebenaran mutlak hanya
milik Allah dan mulai belajar menghargai pendapat orang lain.
Demikian seterusnya. Kemudian, baru dengan tulus dan
khusyuk memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha
Pengampun. (Bsri, 2011: 114)
d. Hampir semua Islam mengetahui bahwa Rasulullah SAW
diutus utamanya untuk menyempurnakan budi. Karena itu,
Rasulullah SAW sendiri budi pekertinya sangat luhur (Q. 68.
4). Mencontohkan dan mengerjakan keluhuran budi. Sehingga
semua orang tertarik. Isi sekaligus merupakan pelaksanaan
perintah Allah untuk berdakwah. Berdakwah adalah menarik
orang bukan membuat orang lari (baca lagi Q. 3: 159!). (Bisri,
2011: 14 )
51
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai Keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit karya
K.H. Mustofa Bisri
Buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri terdapat
nilai-nilai keikhlasan yang bisa dijadikan contoh teladan bagi peserta
didik. Melalui buku Membuka Pintu Langit, yang dijelaskan dalam buku
tersebut, tercermin sebuah karakter yang bisa dijadikan contoh teladan
bagi peserta didik dalam berperilaku yang baik sehingga tercipta karakter
yang baik dari peserta didik, salah satu karakter yang terkandung dalam
buku tersebut yaitu ikhlas.
Didalam bukunya K.H. Mustofa Bisri menekankan kepada kita
bahwa perlunya kita mengevaluasi perilaku kita masing-masing. Yaitu
mengajak kita untuk mendidik diri sendiri agar kita bisa bersikap jujur dan
ikhlas. Tidak hanya itu, K.H. Mustofa Bisri juga mengajak kita untuk
mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan langsung dengan Allah
SWT maupun antar sesama manusia.
Membuka Pintu Langit menurut pengertian dalam tulisan ini yaitu
pintu langit dalam riwayat lain dikatakan pintu surga yang mempunyai arti
diturunkannya rahmat Allah dan dibukanya peluang diterimanya amal-
amal baik hamba-Nya melalui pertolongan-Nya. Membuka pintu langit
memberi peluang kepada kita seberapa besar kita mengabdi kepada-Nya.
Hanya Dia yang mengetahui seberapa besar ganjaran yang dilimpahkan
52
kepada kita. Sebuah momentum untuk mengevaluasi perilaku kita yang
berhubungan langsung dengan Allah SWT dan sesama manusia. Adapun
nilai-nilai keikhlasan yang terdapat dibuku Membuka Pintu Langit Karya
K.H. Mustofa Bisri tersebut, penulis jabarkan sebagai berikut :
1. Ingin selamat dari azab
Allah tidak akan pernah mengubah nikmat yang dilimpahkan
kepada suatu kaum menjadi laknat atau azab, selama kaum itu tetap
bersikap taat dan bersyukur kepada-Nya dan tidak mengubahnya menjadi
ingkar dan kufur (tidak bersyukur). Allah melimpahkan nikmat kepada
hamba-Nya. Kalau kemudian nikmat itu berubah menjadi laknat atau azab,
hamba-Nya itu sendirilah yang menghendaki perubahan tersebut. Sayang,
banyak diantara kita yang tidak bersyukur, tetapi malah serakah dan
takabur. Limpahan anugerah itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
bersama, tetapi dijadikan rebutan untuk memperkaya diri sendiri. Masing-
masing hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Kita tentu tidak
menginginkan keadaan kita terus menerus begini atau semakin buruk lagi.
Maka untuk itu, menurut K.H. Mustofa Bisri didalam bukunya tersebut
masing-masing dari kita perlu segera meneliti sikap sendiri dan
mengubahnya agar kita selamat dari azab. Yaitu mengubahnya yang
takabur segera berhenti dan mengubahnya menjadi tawaduk, rendah hati.
Yang serakah segera berhenti dan menggantinya dengan sikap qana‟ah,
menerima sesuai bagian dan haknya. Allah berfirman dalam QS. Hud ayat
3, yang berbunyi :
53
زبعب حغب إى أجو ن ز رثا إى ث اعزغفشا سثن أ
ؤد مو ر ف غ عزاة ن ا فئ أخبف عي ى ر إ عو فعي
مجش
Artinya : “ Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu
dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan
memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu
akan ditimpa siksa hari kiamat”. (QS. Hud: 3)
2. Ingin mendapat pahala
Selain ingin selamat dari azab, kita juga ingin mendapat pahala.
Dengan perenungan yang agak dalam, kita mungkin akan menyadari
bahwa nafsu begitu halus tersembunyi didalam diri kita, sehingga
berdekatan dengan kehendak mendapatkan ridha Allah. Kita berdzikir atau
membaca Al-Quran misalnya, tentulah dengan kehendak ingin mendapat
ridah-Nya. Menurut K.H. Mustofa Bisri
Hanya kepada Allah kita bisa berharap banyak. Sesuai firman Allah
dalam sebuah hadits Qudsi yang berbunyi ―Ana „indazhanni „abdi bii”
yang artinya yaitu ―Aku mengikuti keyakinan hamba-Ku.‖ Jadi, bila
seorang hamba yakin Allah akan menerima amalnya. Bila ia yakin Allah
akan mengampuni dosanya , Allah pun akan mengampuninya. Demikian
sebaliknya. Disamping itu, Allah Mahabaik. Tidak hanya memberi, tapi
juga suka memberi, tapi juga suka dimintai hamba-Nya. Ia Maha
54
Pengampun yang suka mengampuni hamba-Nya. Ia berbuat baik dan
memberi ampunan tanpa pamrih apa pun. Allah berfirman dalam QS. Al-
Baqarah ayat 286 dan surah Hajj ayat 77, sebagai berikut:
ب ال ب امزغجذ سث عيب ب مغجذ ب ىب ع فغب إال ال نيف للا
يز عي ب ح ب إصشا م و عي ال رح ب أخطأب سث غب أ رؤاخزب إ
اغفش ىب اىز اعف عب ب ال غبقخ ىب ث يب ال رح ب قجيب سث
اىنبفش صشب عي اىق الب فب ذ ب أ اسح
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir". (QS. Al-Baqarah : 286)
ش يا اىخ اف اعجذا سثن اعجذا ا ا اسم آ ب أب اىز
رفيح ين ى
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya
kamu mendapat kemenangan.” (QS. Hajj: 77)
3. Menginginkan keduanya
Ketika hendak melakukan suatu ibadah atau amalan hendaknya
didasari dengan ikhlas karena Allah, tidak didasari dengan beramal karena
Allah, tetapi di dalam hatinya terbesit keinginan pada dunia. Ibadahnya
55
dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingunan.
Semuanya harus dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan
mengagungkan-Nya. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 201,
yang berbunyi :
قب ف اخشح حغخ ب حغخ ب آرب ف اىذ قه سث
عزاة اىبس
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al-Baqarah: 201)
4. Beribadah karena malu kepada Allah SWT dengan tidak mengharap
pahala dan tidak takut akan siksa
Salah satu akhlak yang mulia yang merupakan bentuk ketaatan
seorang muslim dan sebagai salah satu wujud rasa syukur kepada Allah
ta‘ala adalah rasa malu kepada Allah. Allah telah memberikan segala
nikmat yang pasti tak dapat terhitung dan Allah SWT yang telah
menghilangkan segala hal yang menyulitkan diri kita. Hendaknya seorang
muslim memiliki rasa malu kepada Allah, karena ibadah yang kita lakukan
sangat tak sebanding dengan nikmat yang telah diberikan Allah kepada
kita. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 273, sebagai berikut:
56
ال أحصشا ف عجو للا ظشثب ف ىيفقشاء اىز غزط
ال غأى ب ثغ شف فف ر اىز و أغبء اىجب األسض حغج
عي ث للا ش فئ خ فقا ب ر اىبط إىحبفب
Artinya : “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat
(oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi;
orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara
diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya,
mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)
5. Beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli dengan pahala
dan siksaan
Bagi orang Islam, terutama yang ingin mengajak ke jalan Allah
dan memuliakan agama-Nya, tidak ada yang lebih baik daripada mengikuti
jejak dan mencontoh Nabi Muhammad SAW. dan mengikuti jejak serta
mencontoh Nabi Muhammad SAW kiranya tidak terlau sulit bagi mereka
yang benar-benar manusia, yang mengerti manusia, dan yang
memanusiakan manusia. Sebab, Rasulullah SAWadalah manusia yang
paling memanusiakan manusia, yang amat paham manusia, dan sangat
memanusiakan manusia.
Seperti yang kita ketahui, Nabi diutus Allah menyampaikan
firman-Nya kepada hamba-hamba-Nya, yang seperti inilah contoh
manusia paling manusia. Manusia yang mengerti manusia dan
memanusiakan manusia. Rasulullah SAW seperti biasa dengan mudah kita
kenal melalui sirah dan sejarah kehidupannya, adalah pribadi yang sangat
57
lembut, ramah, dan menarik. Diam, bicaranya menyejukkan dan
mneyenangkan. Beliau tidak pernah bertindak kasar.
Syukurlah, Rasulullah SAW, seperti dicatat sejarah, beliau adalah
pribadi teladan yang benar-benar lemah lembut, penuh kasih sayang,
pemurah, dan penuh perhatian. Beliau tidak hanya menebar cahaya
kebenaran, tetapi juga menabur kasih sayang dan menyebar kedamaian.
Kehadiran beliau benar-benar rahmatan lil‟aalamiin. Allah berfirman
dalam surah Al-Imron ayat 31, sebagai berikut :
مز قو إ للا رثن غفش ىن للا حججن فبرج للا رحج
غفس سح
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Imram: 31)
ا أشذ حجب ىيـ آ اىز
Artinya : ―Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah..” (QS. al-Baqarah: 165).
6. Beribadah karena menghormati dan memuliakan Allah SWT
Tidak ada pertentangan antara kecintaan terhadap Allah SWT
dengan pengharapan akan surga dan rasa takut terhadap neraka. Bahkan
dalam al-Qur`an, Allah SWT. menjelaskan bahwa seharusnya kita
menggabungkan semua itu dalam beribadah kepada Allah SWT. sehingga
kita beribadah karena kecintaan kita kepada Allah SWT., karena
58
menginginkan surga yang dijanjikan-Nya bagi hamba-Nya yang beriman
dan beramal sholeh serta karena takut akan pedihnya siksaan neraka yang
disediakan-Nya bagi hamba-Nya yang durhaka. Allah SWT. berfirman:
Dan dalam ayat lain Allah SWT. menjelaskan keadaan para nabi
Allah SWT :
مبا ج إ أصيحب ى ص جب ى ح فبعزججب ى
مبا ىب سجب ذعب سغجب شاد ف اىخ غبسع خبش
Artinya : “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu‟ kepada Kami.”(QS. al-Anbiya` [21]:
90).
Jadi, di dalam Al-Qur‘an memang sudah dijelaskan bahwa kita
sebagai manusia hendaknya saling mengenal, dan menghormati, antar
sesama manusia. Karena, orang yang mulia disisi Allah hanyalah orang
yang bertaqwa kepada-Nya. Dan yang paling mengetahui ketaqwaan kita
hanyalah Allah SWT.
B. Relevansi nilai-nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku
Membuka Pintu Langit Karya K.H. Mustofa Bisri dengan Pendidikan
Agama Islam
Pada dasarnya keikhlasan mempunyai peran yang sangat penting
bagi kehidupan, saat ini kita dihadapkan dengan kehidupan yang terus
59
menerus berkembang sesuai perkembangan zaman. Lingkungan sangat
berpengaruh besar terhadap terbentuknya karakter seseorang.
Dalam konteks pendidikan lingkungan sekolah menjadi pusat
sarana dan prasarana berkembangnya karakter seseorang. Lingkungan
sekolah yang memadai, sarana dan prasarana yang memadai, serta tenaga
pengajar yang mumpuni belum tentu mampu mengantarkan peserta didik
dengan karakter yang baik. Selama ini pendidikan karakter terangkum
dalam materi Pendidikan Agama Islam. Pendidikan karakter begitu kurang
ditanamkan dalam materi pelajaran lainnya.
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemumpukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik
tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaan kepada Allah, serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Melihat tujuan pendidikan Islam yang sudah mampu merangkum
nilai intelektual maupun nilai praktiknya, seharusnya Pendidikan Agama
Islam sudah mampu menanamkan nilai pendidikan karakter saat ini.
Pendidikan Agama Islam kini telah menjawab kerisauan akan
terbentuknya karakter yang buruk, dimana pendidikan Islam telah
mengikuti standar kurikulum 2013 yang mengemas tenaga pengajar untuk
menanamkan nilai pendidikan karakter.
60
Relevansi antara nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku
―Membuka Pintu Langit‖ karya KH. Mustofa Bisri ini, terhadap
pendidikan agama Islam ialah erat hubungannya. Dikarenakan dalam
pendidikan agam Islam sendiri telah ada banyak pendidikan karakter atau
disebut dengan akhlak. Banyak tata cara atau aturan yang membahas
tentang perilaku manusia selama hidup agar dapat menjadi insan yang
mulia, yang dapat berbuat baik terhadap dirinya khususnya dan terhadap
orang lain pada umumnya.
Nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku karya KH. Mustofa
Bisri tersebut ialah salah satu hal yang masuk di dalam pendidikan islam.
Sebenarnya dalam pendidikan agama islam sendiri telah dibahas secara
meluas dan mendalam tentang materi ikhlas. KH. Mustofa Bisri hanya
memperjelas atau memberikan pengajaran kembali mengenai nilai
keikhlasan. Semua yang masuk dalam buku KH. Mustofa Bisri juga
berlandaskan pada materi dalam pendidikan agama Islam dan juga dari Al-
Quran.
Keikhlasan sendiri yang merupakan niat dari hati seseorang untuk
melakukan segala sesuatu yang diserahkan hanya kepada Allah tanpa
mengharapkan apa-apa atau balasan tersebut banyak terkandung dalam
surah-surah dalam Al-Quran. Pendidikan Agama Islam mengajarkan
bagaimana seorang individu mendapatkan karakter ikhlas melalui berbagai
tahapan agar seorang individu dapat meraih kunci ikhlas yang paling
tinggi.
61
Pendidikan Agama Islam biasanya ada pada satuan pendidikan
dimana menjadi mata pelajaran yang utama yang mampu menyisipi para
peserta didik dengan karakter-karakter yang baik. Dalam lembaga
pendidikan, mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam disatukan dengan
pendidikan budi pekerti yang juga sama-sama memberikan pendidikan
tentang moral atau perilaku para peserta didik.
Dalam pendidikan budi pekerti juga diajarkan tentang pendidikan
moral dan norma-norma. Norma ialah hal yang mengatur tingkah laku
manusia yang hidup dalam lingkungan berlakunya norma tersebut,
sehingga manusia harus menaatinya. Dikaitkan dengan materi dalam
Pendidikan Agama Islam, norma hampir sama dengan hukum Allah yang
mengatur manusia untuk melakukan perbuatan yang wajib dilakukan, dan
meninggalkan larangan yang mesti harus ditinggalkan. Apabila seorang
individu di dunia melakukan perbuatan yang dilarang oleh Agama, maka
seorang individu tersebut akan mendapatkan hukuman atau dosa sesuai
dengan apa yang dilakukannya.
Untuk itu, dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan
masyarakat, lembaga pendidikan, maupun keluarga pasti mempunyai
aturan masing-masing yang harus dipatuhi atau ditaati sebagai upaya
pembentukan karakter bagi setiap individu dalam menjalani kehidupannya.
Nilai ikhlas dihubungkan dengan Pendidikan Agama Islam karena
dalam Pendidikan Agama Islam sendiri juga dibahas tentang keikhlasan.
Dalam buku ―Membuka Pintu Langit‖ karya KH. Mustofa
62
Basrimenjelaskan lebih rinci bagaimana seorang manusia dapat berbuat
ikhlas. KH. Mustofa Bisri dalam bukunya, ingin menjelaskan kembali apa
yang ada dalam materi Pendidikan Agama Islam, sekaligus memberikan
sisipan pendidikan karakter ikhlas yang harus dimiliki setiap manusia agar
lebih bisa menata hidupnya dimulai dari niat yang baik, bersih yang
kemudian akan menjadikan manusia ikhlas dalam melakukan segala
sesuatu dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam konteks pembangunan pendidikan Agama Islam perilaku
beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan ibadah tepat waktu,
merupakan salah satu pendidikan karakter yang ditanamkan melalui
pendidikan Agama Islam. Karakter religius ini merupakan karakter yang
harus ditanamkan lebih utama. Dengan melatih peserta didik untuk ikhlas
dalam dalam kehidupan sehari-hari maka akan menumbuhkan nilai-nilai
pendidikan karakter yang lainnya.
فب بى أع ف إى صزب ب شذ اىحبح اىذ مب فب
ال جخغ
ا فب ب ص حجػ ف اخشح إال اىبس ظ ى ى أىئل اىز
ي ب مبا ثبغو
Artinya: ―Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan
perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali
neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Al Qur'an |
Hud:15-16)
63
Ada yang gemar sekali bersedekah, namun dengan tujuannya untuk
memperlancar rizki dan karir serta mudah mendapatkan jodoh. Begitu pula
ada yang rajin bangun di tengah malam untuk bertahajud, namun
tujuannya hanyalah untuk duniawi semata. Semua yang dilakukan
memang suatu amalan yang baik. Tetapi niat di dalam hati tidak ikhlas
karena Allah, namun hanya ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi
semata. Kalau memang demikian, mereka bisa termasuk orang-orang yang
sebagaimana disebutkan diatas.
Untuk mencapai ikhlas yang sesungguhnya, seseorang boleh saja
melakukan segala hal itu dengan niatan meminta imbalan kepada Allah,
misalnya saja beribadah karena ingin mendapatkan pahala, bersedekah
berharap imbalan yang lebih, namun semua itu akan menjadi terbiasa.
Setelah seseorang terbiasa melakukan perilaku yang baik, maka perilaku
tersebut akan berkelanjutan dalam kehidupannya. Setelah terbiasa, maka
seseorang lama-lama akan merasakan perbuatan tersebut biasa dilakukan
jadi tak perlu berniat yang macam-macam. Dari sinilah, seseorang akan
mulai belajar ikhlas yakni melakukan perbuatannya itu hanya karena Allah
SWT.
Yang dimaksud ikhlas adalah seseorang beramal dengan
mengharap segala apa yang ada di sisi Allah, yaitu mengharap surga
dengan segala kenikmatannya, termasuk pula dalam hal ini adalah ingin
melihat Allah di akhirat kelak. Begitu pula yang namanya ikhlas adalah
64
seseorang beribadah karena takut akan siksa neraka. Inilah yang namanya
ikhlas.
Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan
takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah.
Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga
dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk
beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.
Mengatakan bahwa beribadah kepada Allah tanpa menginginkan
surga atau tanpa takut akan neraka akan menanamkan pengaruh buruk
kedalam jiwa umat Islam. Sebab, tanpa harapan akan surga atau takut
neraka, hati cenderung kehilangan semangat, kehilangan motivasi, dan
kurang berhasrat. Semakin kuat keinginan kepada surga, dan semakin
banyak amal yang ia lakukan demi meraihnya, maka semakin kokoh
motivasi dalam dirinya, semakin keras keinginannya, maka semakin
sempurna usahanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Namun semua itu perlu tahapan-tahapan agar seorang manusia
dapat mencapai pada tingkat ikhlas yang paling tinggi yang tak
mengharapkan apapun yang bersifat duniawi atau akhirat, akan tetapi
hanya Allah lah sebagai alasan seseorang melakukan perbuatan itu.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pembahasan terhadap buku Membuka
Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri dengan kajian berupa nilai-nilai
keikhlasan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Keikhlasan adalah pada tingkat pribadi seseorang, keikhlasan terasa
sebagai tindakan yang tulus terhadap diri sendiri dalam komunikasinya
dengan Sang Maha Pencipta (Al-Khaliq) dan usaha mendekatkan diri
kepada-Nya.Nilai-nilai keikhlasan yang penulis temukan dalam buku
Membuka Pintu Langit meliputi: ingin selamat dari azab, ingin
mendapat pahala, menginginkan keduanya, beribadah karena malu
kepada Allah SWT dengan tidak mengharap pahala dan tidak takut
akan siksa, beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli
dengan pahala dan siksaan, serta beribadah karena menghormati dan
memuliakan Allah SWT.
Pada buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri ini
menekankan bahwa perlunya kita untuk mengevaluasi perilaku masing-
masing. Ia mengajak kita untuk mendidik diri sendiri untuk bersikap
ikhlas, termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan
dengan sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Allah SWT.
2. Relevansi nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit
karya K.H. Mustofa Bisri dengan Pendidikan Agama Islam
66
Pada hakikatnya nilai keikhlasan dalam Pendidikan Agama Islam
ada 6 macam nilai keikhlasan yaitu : ingin selamat dari azab, ingin
mendapat pahala, menginginkan keduanya, beribadah karena malu
kepada Allah SWT dengan tidak mengharap pahala dan tidak takut
akan siksa, beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli
dengan pahala dan siksaan, serta beribadah karena menghormati dan
memuliakan Allah SWT.
Mengingat pentingnya keikhlasan dalam Pendidikan Agama Islam
maka dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam peserta didik perlu
diajarkan nilai-nilai keikhlasan agar peserta didik memiliki sifat ikhlas
dan dalam diri peserta didik dapat tertanam sifat ikhlas. Selain itu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga berfungsi untuk
memudahkan, memahamkan pelajar akan makna ikhlas.
Dalam Buku Membuka Pintu Langit tentang nilai keihklasan yang
terkandung bisa diajarkan kepada peserta didik, karena ikhlas bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya ikhlas dalam
menjalankan aktifitas apapun, ikhlas dalam beribadah. Pada buku
Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri ini menekankan
bahwa perlunya kita untuk mengevaluasi perilaku masing-masing. Ia
mengajak kita untuk mendidik diri sendiri untuk bersikap ikhlas,
termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan dengan
sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Allah SWT.
67
Relevansi antara nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku
―Membuka Pintu Langit‖ karya KH. Mustofa Bisri ini, terhadap
pendidikan agama Islam ialah erat hubungannya. Dikarenakan dalam
pendidikan agam Islam sendiri telah ada banyak pendidikan karakter
atau disebut dengan akhlak. Banyak tata cara atau aturan yang
membahas tentang perilaku manusia selama hidup agar dapat menjadi
insan yang mulia, yang dapat berbuat baik terhadap dirinya khususnya
dan terhadap orang lain pada umumnya..
Dari enam macam nilai keikhlasan tersebut, dapat penulis
simpulkan bahwa nilai-nilai tersebut sudah relevan dengan Pendidikan
Agama Islam yang ada dalam buku Membuka Pintu Langit Karya K.H.
Mustofa Bisri.
B. Saran
Setelah melakukan kajian tentang nilai-nilai keikhlasan dalam buku
Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri ada beberapa saran yang
penulis sampaikan antara lain:
1. Bagi Orang Tua
Hendaknya orangtua menanamkan nilai-nilai keikhlasan sebagai
sebagai Pendidikan Agama Islam anak sejak dini dan lebih sering
menanamkan sifat ikhlas kepada putra-putri mereka. Anak mengenal
pendidikan untuk pertama kalinya melalui keluarga, maka dengan
menanamkan nilai-nilai keikhlasan dan keislaman yang baik anak akan
terbekali dengan pondasi karakter ikhlas yang baik
68
2. Bagi pendidik
Media pendidikan bagi anak adalah disekolah maka disekolah
inilah karakter anak akan berkembang. Berhubungan dengan
perkembangan karakter anak maka disekolah karakter anak tergolong
dalam ranah kurikulum.Berkaitan dengan kurikulum maka penulis
memberi saran meskipun kurikulum terbentuk secara nasional, guru
hendaknya tetap menanamkan nilai kurikulum yang disandarkan pada
satu kiblat, yaitu karakter Rasulullah SAW.Selain itu karakter juga
hendaknya benar-benar ditanamkan pada peserta didik, jangan hanya
menjadi indicator pencapaian dalam suatu mata pelajaran.Supaya
peserta didik mampu memiliki karakter khas dalam dirinya. Terlebih
dalam pendidikan Agama Islam , seharusnya guru agama Islam lebih
menekankan pada pembentukan karakter, salah satu karakter yang
harus ditanamkan kepada peserta didik yaitu ikhlas, ikhlas untuk
beribadah kepada Allah untuk mendapatkan Ridho-Nya.
C. Kata Penutup
Alhamdulillahirabbil‟alamin, penulis ucap puji syukur kepada Allah
SWT atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Penulisan skripsi ini sebagai bentuk pengabdian, rasa syukur dan
keprihatinan penulis terhadap keadaan moral zaman sekarang yang pandai
dalam IPTEK nnamun kurang bisa mengaplikasikan pengetahuannya.
69
Dalam penelitian ini penulis menyadari meskipun sudah berusaha
semaksimal mungkin, namun masih terdapat kekurangan serta kesalahan.
Hal itu semata-mata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang
dimiliki penulis. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya para
pembaca pada umumnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang memperlancar penelitian ini baik berupa tenaga maupun
do‘a.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Mujib dan Muhaimin. 1998. Pemikiran Pendidikan Akhlak. Bandung:
Trigenda Karya
Adisusilo, Sutarjo. 2010. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Affandi, Choer. 2007. La Tahzan Innallaha Ma‟ana: Tenteram Bersama Allah Di
Setiap Tempat dan Waktu. Bandung: PT. Mizan Pustaka
Al-Muhasibi, Al-Harits. 2013. Belajar Ikhlas. Jakarta: Zaman
Al-Asyqar, Umar Sulayman. 2006. Ikhlas. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Damayanti, Deni. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Araska
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. KBBI edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. KBBI edisi keempat. Jakarta: PT
Gramedia pustaka utama
Ensiklopedia Nasional Indonesia.1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka
Ihsan, Fuad.2005. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Faridi, Miftah. 2004. Adakah Allah Selalu Dihatimu. Jakarta: Republik
Gym dan Ilham Arifin. 2005. Menuju Hidup Sukses kontribusi Spiritual
Intelektual. Semarang: Pustaka Nuun
Hadi, Sutrisno. 1990. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset
Haris Syam, Yunus. 2008. Quantum Ikhlas. Jakarta: Optimus
Ibrahim,Mahyuddin. 1990. 180 Sifat-sifat Tercela dan Terpuji. Jakarta: CV. Haji
Masagung
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Majid, Abdul dan Dian Handayani. 2011. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi (Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004).
Bandung : Remaja Rosyda Karya
Maslikhah.2013. Melejitkan Kemahiran Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Trustmedia
Muhajir, Noeng. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Nurdin, Musslim dkk. 2008. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta
71
Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN Salatiga. 2008
Poerwadarminta, 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Qadharawi, Yusuf, 1996, Ikhlas Sumber Kekuatan Islam, Jakarta: Gema Insani
Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara
Soebachman, adiba. A . 2013. 36 kisah keajaiban doa, sabar, syukur, ikhlas,
tawakal, dan istiqomah. Yogyakarta: Syura Media Utama
Soejono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Jakarta: PT. Bina Andiaksara
Suharto, Girisuta Buana dan Miryanti Ari. 2004. Perekayasaan Metodologi
Penelitian. Yogyakarta: Andi
Sukandarrumidi. 2006. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pers UGM
Syukur, Abdul. 2013. Dahsyatnya Sabar, Syukur, dan Ikhlas. Yogyakarta: Sabil
Tatapangarsa, Humaidi. Akhlaq Yang Mulia. Surabaya: PT Bina Ilmu
Tirtarahardja Umar dan Sulo La. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Zed Mustika. 2014. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan obor
Indonesia, anggota IKAPI Jaya