Download - Nursing by Laws Tambahan
UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
1. Pasal 1
a. ayat 6
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
b. ayat 11
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit,
dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
2. Pasal 22
a. Ayat 1
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
b. Ayat 2
Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Pasal 23
a. Ayat 1
Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
b. Ayat 2
Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki.
Tenaga kesehatan menurut SKN 2004 adalah semua orang yang bekerja
secara aktif dan profesional dibidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan
formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan.
Sementara itu, tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor
32 Tahun 1996 Pasal 1 ayat (1) adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan Pasal 1 ayat (2) menetapkan, sarana
kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Tugas tenaga kesehatan seperti yang tertuang dalam Pasal 50 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di pasal 1 ayat 6,
menyatakan bahwa Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan ketentuan yang mengatur mengenai
kategori, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 2 ayat (I)
Tenaga kesehatan adalah terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,
tenaga keteknisian medis. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi, tenaga
keperawatan meliputi perawat dan bidan.
Dari pernyataan undang-undang dan peraturan pemerintah diatas dapat
diketahui bahwa seorang perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan.
Seorang perawat adalah seseorang yang mengabdikan diri di dunia kesehatan yang
memiliki bidang keahlian dan pengetahuan yang didapat dari pendidikan khusus
keperawatan. Maka dari itu, perawat mempunyai kewenangan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada pasal 23
ayat (1) UU no 36 tahun 2009 yang dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG TENAGA KESEHATAN
1. Pasal 2
a. Ayat (1)
Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.
b. Ayat (2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
c. Ayat (3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
PERAWAT
1. Pasal 1
a. Ayat 1
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
b. Ayat 4
Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan
standar prosedur operasional.
2. Pasal 2
a. Ayat (1)
Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Ayat (2)
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
c. Ayat (3)
Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.
3. Pasal 8
a. Ayat (1) Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
b. Ayat (2) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
c. Ayat (3) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pelaksanaan asuhan keperawatan;
b.pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan
pemberdayaan masyarakat; dan
c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
d. Ayat (4) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
e. Ayat (5) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
f. Ayat (6) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan,
pendidikan dan konseling kesehatan.
g. Ayat (7) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas
terbatas.
4. Pasal 9
Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
5. Pasal 10
a. Ayat (1) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa
seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat
melalaikan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.
b. Ayat (2) Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8.
c. Ayat (3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan
dan kemungkinan untuk dirujuk.
d. Ayat (4) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
e. Ayat (5) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah
terdapat dokter, kewenangan perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku.
6. Pasal 12
a. Ayat 1
Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk:
a. menghormati hak pasien;
b. melakukan rujukan;
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangan-undangan;
d. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan
pelayanan yang dibutuhkan;
e. meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan;
f. melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan
g. mematuhi standar.
b. Ayat (2) Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang
tugasnya, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau organisasi profesi.
Berdasarkan Permenkes No. Hk.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat dua jenis
hubungan dokter-perawat yaitu hubungan delegasi dan hubungan rujukan. Dalam hubungan
delegasi, tenaga keperawatan tidak dapat mengambil kebijaksanaan sendiri tetapi
melakukan tindakan sesuai dengan delegasi yang diberikan oleh dokter sesuai dengan isi
Pasal 8 yaitu mengatur tentang wewenang seorang perawat menjalankan tugasnya, meliputi
melaksanakan asuhan keperawatan, observasi keperawatan, konseling keperawatan,
dimana semuanya merupakan tindakan mandiri keperawatan. Dalam hubungan rujukan,
perawat dapat melakukan tindakan sesuai dengan keputusannya sendiri sesuai dengan
kondisi-kondisi yang tertera pada Pasal 10 yaitu menjelaskan bahwa seorang perawat
diperkenankan melakukan tidakan medis tanpa adanya delegasi dari dokter, dengan catatan
bahwa pasien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa. Dimana jika terjadi suatu
kelalaian dalam tindakan dalam keadaan darurat tersebut, maka yang bertanggung jawab
adalah perawat sebagai pelaksana tindakan mandiri atau bisa saja dokter yang sebenarnya
bertugas pada saat itu, tergantung dari tindakan yang dilakukan ke pasien apakah telah
sesuai dengan standar prosedur operasional