Download - Osteo Malasia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteomlasia adalah penyakit tulang metabolik yang dijumpai pada
orang dewasa akibat penurunan mineralisasi osteoid. Osteomalasia terjadi
akaibat defisiensi vitamin D (Corwin, 2001)
Osteomalasia adalah manifestasi defisiensi vitamin D. Perubahan
mendasar pada penyakti ini adalah gangguan mineralisasi tulang, disertai
meningkatnya osteoid yang tidak mengalami mineralisasi. (Robins, 2007)
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai
dengan tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa,
osteomalasia bersifat kronis dan deformitas skeletalnya tidak seberat pada
anak karena pertumbuhan skeletal telah selesai. (Suratun, 2008)
Rakitis atau osteomalasia di masa kanak-kanak merupakan gangguan
kesehatan yang meliputi pelunakan dan pelemahan tulang, keadaan ini ,
terutama disebabkan oleh kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfat.
B. Etiologi
- Kekurangan vitamin D
- Kekurangan kalsium dalam diet
- Kelainan gastrointestinal
- Malabsorbsi kalsium
- Gagal ginjal kronis
C. Patofisiologi
Defisiensi vitamin D menyebabkan penurunan kalsium serum, yang
merangsang pelepasan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid
meningkatkan penguraian tulang dan ekskresi fosfat oleh ginjal. Tanpa
mineralisasi tulang yang adekuat, maka tulang menjadi tipis. Terjadi
penimbunan osteoid yang tidak terkristalisasi dalam jumlah abnormal yang
membungkus saluran-saluran tulang bagian dalam, hal ini menimbulkan
deformitas tulang.
Diperkirakan defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif yang
memacu absorbsi kalsium dari traktus gastrointestinal dan memfasilitasi
mineralisasi tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam cairan ekstrasel rendah.
Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat tidak dapat dimasukkan
ke tempat kalsifikasi tulang, sehingga mengakibatkan kegagalan mineralisasi,
terjadi perlunakan dan perlemahan kerangka tubuh.
Penyebab osteomalasia adalah kekurangan kalsium dalam diet,
malabsorbsi kalsium (kegagalan absorbsi atau kehilangan kalsium berlebihan
dari tubuh), kelainan gastrointestinal (absorbsi lemak tidak memadai sehingga
mengakibatkan kehilangan vitamin D dan kalsium) gagal ginjal berat dapat
mengakibatkan asidosis (kalsium yang tersedia dalam tubuh digunakan untuk
menetralkan asidosis, pelepasan kaslsium skelet terus-menerus mengakibatkan
demineralisasi tulang), dan kekurangan vitamin D (diet dan sinar matahari.
Rakhitis (riskets) adalah penyakit tulang pada anak akibat defisiensi
vitamin D. Rakitis menyebabkan disorganisasi tulang, terutama di lempeng
pertumbuhan atau epifisis sehingga pertumbuhan terhambat. Rakitis jarang
dijumpai di Amerikan Serikat, tetapi mungkin ditemukan pada keluarga yang
sangat miskin atau yang berada di daerah-daerah pinggiran. Malabsorbsi
kalsium dalam makanan pada para pengidap penyakit crohn sindrom
malabsorbsi atau fibrosis kistik dapat menyebabkan osteomalasia atau rakhitis
Pathway
D. Manifestasi Klinis
- Nyeri tulang dan nyeri tekan tulang
- Kelemahan otot
- Cara berjalan seperti bebek atau pincang
- Pada penyakit yang lebih lanjut, tungkai melengkung (karena berat tubuh
dan tarikan otot)
- Vertebra yang melunak mengalami kompresi, sehingga mengalami
pemendekan tinggi badan dan merusak bentuk toraks (kifosis)
- Sakrum terdorong ke bawah dan depan, pelvis tertekan ke lateral
Kelemahan dan ketidakseimbangan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur
E. Pemeriksaan Diagnostik
- Evaluasi dengan sinar-x dapat memperlihatkan penurunan osifikasi/
demineralisasi tulang secara umum.
- Pengukuran kalsium dan fosfat serum akan memperlihatkan nilai yang
rendah.
- Pemeriksaan urin menunjukkan kalsiun dan kreatinin rendah
- Pemeriksaan vertebra akan memperlihatkan adanya patah tulang kompresi
tanpa batas vertebra yang jelas.
- Biopsi tulang akan menunjukkan peningkatan jumlah osteoid
F. Penatalaksanaan
Diperlukan diet vitamin D disertai suplemen kalsium. Apabila
osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit
tersebut akan memerlukan penanganan terlebih dahulu. Pemajanan sinar
matahari dianjurkan. Jika terjadi deformitas ortopedik persisten perlu
penggunaan brace/korset atau dengan pembedahan.
Pengkajian umum sistem musculoskeletal menyangkut riwayat
kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola
ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda, tongkat, walker),
dan nyeri (jika ada nyeri tetapkan lokasi, derajat nyeri, lama, faktor yang
memperberat dan faktor pencetus) kram atau kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti dan terarah. Data
yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik.
G. Anamnesis
1. Data demografi : Data ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat
tinggal, orang yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus, bayi, prasekolah, remaja, dewasa dan tua
3. Riwayat sosial : Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang
yang terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya,
status kesehatannya dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya
(penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
5. Riwayat diet : Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi
terjadinya instabilitas ligamen, khususnya pada punggung bagian bawah.
Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin
A, D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitas
sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat
menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan
aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat
timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan
dapat timbul akibat olah raga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi
dislokasi. Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi
apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,
tongkat ataupun walker)
7. Riwayat kesehatan masa lalu : Data ini meliputi kondisi kesehatan
individu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwayat artritis dan osteomielitis.
8. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakan ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala
mendadak atau perlahan. Timbulnya untuk pertama kalinya atau berulang.
Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem lainnya.
Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau
mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan gangguan
muskuloskeletal meliputi:
- Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang.
Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan.
Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian.
Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada
sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan
setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu
dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau
malam hari. Inflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada
malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah
nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.
- Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan.
Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan
beberapa kali sehari. Pada penyakit degenarasi sendi sering terjadi
kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur
(inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu
dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi.
Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.
- Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai
cedera pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul
bengkak pada awal serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu
terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh, ada
yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan
karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi, infeksi atau
cedera.
- Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-
tiba atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah
semakin memburuk dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu
makin memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk,
tongkat, dll) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa
pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi
tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh
darah akibat bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan
menurunnya sensasi.
PEMERIKSAAN FISIK Pengkajian Skeletal Tubuh
Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit
sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang.
3. Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang.
Pengkajian Tulang Belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :
1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang) - Bahu tidak sama tinggi
Garis pinggang yang tidak simetris
Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelainan kongenital, atau
akibat kerusakan otot para-spinal, seperti poliomielitis.
2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada
lansia dengan osteoporosis atau penyakti neuromuskular.
3. Lordosis (membebek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan.
Lordosis bisa ditemukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk melihat
seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksan kurvantura tulang belakang
dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior, posterior dan
lateral. Dengan berdiri di belakang pasien, perhatikan setiap perbedaan tinggi
bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,
pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa dalam posisi pasien berdiri tegak
dan membungkuk ke depan.
Nasrullah
Osteomalasia, Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan
2011
Pengkajian Sistem Persendian
Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif
maupun pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat yang dirancang khusus untuk
evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas gerakan
ini diangap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal,
patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan inflamasi. Tempat
yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai integritas sendi. Suara "gemeletuk"dapat menunjukkan adanya ligamen
yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi
yang tidak rata ditemukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat
benjolan yang khas ditemukan pada pasien :
1. Artritits reumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon.
2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhan tulang
baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul sendi,
biasanya ditemukan pada lansia.
Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal
sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.
Pengkajian Sistem Otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan
koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit,
miastenia grafis, poliomielitis dan distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstrimitas rileks dan digerakkan secara pasif,
perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta
pasien menggerakkan ekstrimitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot
Nasrullah
Osteomalasia, Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan
2011
bisep yang diuji dengan meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian
fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Tonus otot
(kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-
fleksi kaki mendadak dan kuat, atau tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.
Lingkar ekstrimitas harus diukur untuk memantau pertambaan ukuran akibat
edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi dan dibandingkan
ekstrimitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar
ekstrimitas, pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam
keadaan istirahat.
Gradasi Ukuran Kekuatan Otot
0(zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 (trace) Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
2 (poor) Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi
(range of motion, ROM) secara penuh
3 (fair) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan
gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
4 (good) Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat
sedang
5 (normal) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan
gravitasi dan tahanan
Pengkajian Cara Berjalan
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut:
1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak
2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek.
3. Keterbatasan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan
Abnormalitas neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,
pasien hemiparesis-stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan
penyakit parkinson menunjukkan cara berjalan bergetar.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf spinal
2. Risiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran.
Nasrullah
Osteomalasia, Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan
2011
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)
Kriteria hasil: - Klien dapat
melakukan ROM aktif -
Klien dapat berpindah
dengan bantuan alat
4. Latihan ROM aktif dan
perpindahan maksimal 2 kali dalam
sehari 5. Anjurkan partisipasi
partisipasi aktif sesuai kemampuan
dalam kegiatan sehari-hari
3 Risiko cedera berhubungan
dengan kehilangan integritas
tulang
Tujuan: Setelah dilakukan
perawatan, diagnosa
keperawatan tidak menjadi
aktual Kriteria Hasil:
1. Ajarkan klien untuk
mempergunakan alat bantu
mobilisasi. 2. Sarankan untuk
melakukan aktivitas sesuai
kemampuan dan
Klien tidak mengalami
cedera Stabilisasi tubuh
dapat dipertahankan
batasi aktivitas yang berlebihan
4 Harga diri rendah
berhubungan dengan
perubahan penampilan
peran.
Tujuan: Kriteri hasil: -
Klien Menunjukkan
perilaku adaptasi - Klien
menyatakan penerimaan
pada situasi ini.
1. Dorong ekspresi ketakutan,
perasaan negatif dan kehilangan
bagian tubuh. 2. Berikan
lingkungan yang terbuka pada
pasien untuk menndiskusikan
masalah yang dialami. 3. Dorong
patisipasi dalam aktivitas sehari-
hari 4. Kaji dan tingkatkan derajat
dukungan yang ada untuk pasien
klien sangant diperlukan sehingga perawat harus dapat mengkaji dan melakukan
intervensi agar dukungan terhadap klien dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester. Daly, John. Elliott, Daug. 2009. Patofisiologi; Aplikasi pada
Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, editor soelarto
reksoprojo, Tangerang: Binarupa Aksara
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan (Konsep, Prosess dan Praktik. Jakarta : EGC
Robbins, Stanley E. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC Sjamsuhidayat, R.
de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar llmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Susane C. Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Suratun, at all. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Nasrullah
Osteomalasia, Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan
2011