Transcript
Page 1: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

i

DETEKSI OSTEOPOROSIS DENGAN TRESHOLDING

METODE OTSU PADA CITRA X-RAY TULANG RAHANG

SKRIPSI

Oleh :

SRI CAHYANINGSIH

NIM : 04540003

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

Page 2: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

ii

DETEKSI OSTEOPOROSIS DENGAN TRESHOLDING

METODE OTSU PADA CITRA X-RAY TULANG RAHANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada :

Universitas Islam Negeri Malang

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh :

SRI CAHYANINGSIH

NIM : 04540003

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

Page 3: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

iii

DETEKSI OSTEOPOROSIS DENGAN TRESHOLDINGMETODE OTSU PADA CITRA X-RAY TULANG RAHANG

SKRIPSI

Oleh :SRI CAHYANINGSIH

NIM : 04540003

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing I

DR. Agus Mulyono, S.Pd, M. KesNIP. 19750808 199903 1 003

Pembimbing II

DR.Munirul Abidin, M. AgNIP. 19720420 200212 1 003

Malang, 28 April 2010

MengetahuiKetua Jurusan Fisika

Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)Maulana Malik Ibrahim Malang

Drs. M. Tirono, M.SiNIP. 19641211 199111 1 001

Page 4: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

iv

HALAMAN PENGESAHAN

DETEKSI OSTEOPOROSIS DENGAN TRESHOLDING METODE OTSUPADA CITRA X-RAY TULANG RAHANG

SKRIPSI

Oleh :Sri CahyaningsihNIM : 04540003

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi danDinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Malang, 28 April 2010

Susunan dewan Penguji: Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Imam Tazi, M.Si (....................)

2. Ketua Penguji : Farid Samsu H, S.Si (....................)

3. Sekr. Penguji : DR. Agus Mulyono, M. Kes (....................)

4. Anggota Penguji : DR.Munirul Abidin, M. Ag (....................)

Mengetahui dan MengesahkanKetua Jurusan Fisika

Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)Maulana Malik Ibrahim Malang

Drs. M. Tirono, M. SiNIP. 19641211 199111 1 001

Page 5: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

v

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas iringan do’a dan dukungannya sehingga karya kecil ini dapat

terselesaikan. Izinkan disini “Aning” persembahkan karya kecil ini untuk:

Kedua orang tua tercnta; Ayahanda Teguh dan Ibunda Rusmi

yang selalu ada dan berjuang dalam memberikan motivasi untukku

Serta buat Mbak Hida, Mas Tio, Adek_q Rahma, Kedua Keponakanku (Tsabita n Tsania)

Serta seluruh keluarga yang selalu memberi warna dalam hidupku

Seluruh Dosen Fisika yang dengan tulus telah menyalurkan ilmunya kepadaku selama study

dan penyusunan skripsi ini

Teruntuk “Someone” yang menyayangiku, seseorang yang setia menemaniku dalam mencari

arti kehidupan serta tanpa lelah selalu memotivasiku selama ini

Teman2 seperjuangan Fisika (Komputasi and Instrumenstasi) 2004

serta seluruh komunitas Fisika UIN MALIKI Malang

Matur suwun atas semua pengalaman yang diberikan selama ini,

Yuk, Fisika lebih diramaikan lagi dengan segala kreatifitas yang ada. Oyieee..

Teman2 kost Kertopamuji 1A thanks for u All

Untuk semuanya, untuk semangat n ketawanya yang menghibur di hari-hari penuh

perjuangan n cobaan dalam penyelesaian skripsi ini

Dan semua pihak baik yang telah membantu serta mendukung

dalam penyelesaian skripsi ini

Thanks Very Much

Page 6: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

vi

MOTTO

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan

baginya jalan keluar” (QS Ath-Thalaaq : 2)

Dengan usaha yang keras saya pasti bisa melakukan itu

Kesempatan tidak akan datang untuk yang kedua kali

Jikalau gagal saya akan mendapatkan pengalaman berharga

Page 7: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas

limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikandengan judul:”DETEKSI OSTEOPOROSIS DENGAN

TRESHOLDING METODE OTSU PADA CITRA X-RAY TULANG

RAHANG ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

(S.Si).

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kehariban junjungan kita

Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa petunjuk kebenaran seluruh umat

Islam yaitu Ad-Din Al-Islam yang kita harapkan syafa’atnya di dunia dan akherat.

Penulis menyadari bahwa baik dalam perjalanan study maupun dalam

penyelesaian skripsi ini banyak memperoleh bimbingan dan motivasi dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Prof. Dr. Sutiman Bambang,S.U.,D.Sc, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim

Malang.

3. Drs. M. Tirono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Islam

Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. DR. Agus Mulyono,S.Pd,M.Kes, selaku dosen pembimbing yang memberi

masukan, saran serta bimbingan dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

viii

5. DR. Munirul Abidin,M.Ag, selaku dosen pembimbing Integrasi Sains dan

Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang,

yang telah memberikan bimbingan agama dan mengarahkan penulisan

skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fisika yang telah banyak memberikan ilmunya dan motivasi

yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

7. Bapak, Ibu serta seluruh keluarga yang selalu membimbing, mendidik,

mengarahkan dan mendo’akan sampai detik-detik penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman Fisika 2004 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu yang telah menjadi motivator demi selesainya penyusunan

skripsi ini.

Tiada kata yang dapat penulis haturkan kecuali “Jazaakumullah Ahsanal

Jazaa” semoga semua amal baiknya diterima Allah SWT.

Penulis sadar bahwa tidak ada sesuatu pun yang sempurna kecuali Allah

SWT. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Amin Ya Rabbal Alamin

Malang, April 2010

Penulis

Page 9: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

MOTTO ......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR...................................................................................vii

DAFTAR ISI.................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xii

ABSTRAK .................................................................................................... xiv

ABSTRAC...................................................................................................... xv

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 7

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8

1.4 Manfaat Penelitian................................................................ ............ 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA...................................................................... 9

2.1 Tulang ............................................................................................. 9

2.2 Osteoporosis .................................................................................... 11

2.3 Sinar-X............................................................................................. 17

2.4 Pengolahan Citra.............................................................................. 18

2.4.1 Citra ........................................................................................... 19

2.4.2 Segmentasi Citra........................................................................ 20

2.4.2.1 Histogram Citra ................................................................... 21

2.4.2.2 Ekualisasi Citra.................................................................... 23

2.4.2.3 Tresholding .......................................................................... 24

Page 10: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

x

2.5 Metode Otsu..................................................................................... 30

BAB III : METODE PENELITIAN............................................................. 34

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................... 34

3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 34

3.3 Sampel Penelitian ............................................................................. 34

3.4 Tahapan Implementasi...................................................................... 35

3.4.1 Skema Kerja .............................................................................. 35

3.4.2 Perancangan Perangkat Lunak................................................... 36

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 44

4.1 Hasil Penelitian................................................................................. 44

4.1.1 Citra X-Ray Tulang Rahang ..................................................... 44

4.1.2 Analisis Ekualisasi .................................................................... 45

4.1.3 Analisis Proses Otsu ................................................................. 48

4.1.4 Analisis Thresholding ............................................................... 51

4.1.5 Tahapan Implementasi .............................................................. 53

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian............................................................ 60

BAB V : PENUTUP ....................................................................................... 72

5.1 Kesimpulan....................................................................................... 72

5.2 Saran ................................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Citra hasil ekualisasi ....................................................................... 46

Tabel 4.2 Citra hasil Otsu................................................................................ 50

Tabel 4.3 Hasil Thresholding.......................................................................... 53

Tabel 4.4 Prosentase Piksel Putih dan klasifikasi Osteoporosis Dengan

Thresholding Metode Otsu Dan Hasil DXA .................................. 59

Tabel 4.5 Jumlah piksel warna putih dan hitam prosentase warna putih dari

setiap citra....................................................................................... 65

Tabel 4.6 Klasifikasi prosentase warna putih dari setiap citra........................ 67

Page 12: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur tulang............................................................................. 11

Gambar 2.2 Tulang normal dan osteoporosis ................................................. 14

Gambar 2.3 Contoh skala yang digunakan pada grayscale ............................ 19

Gambar 2.4 Citra x-ray dental panoramic radiography .................................. 20

Gambar 2.5 Histogram citra ............................................................................ 21

Gambar 2.6 Image original dan hasil thresholding......................................... 27

Gambar 2.7 Contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu .... 34

Gambar 2.8 Contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang

Rahang......................................................................................... 34

Gambar 3.1 Blok diagram sistem pengenalan................................................. 36

Gambar 3.2 Proses ekualisasi.......................................................................... 38

Gambar 3.3 Proses Otsu.................................................................................. 40

Gambar 3.4 Proses Thresholding .................................................................... 42

Gambar 4.1 Citra x-ray tulang rahang............................................................. 44

Gambar 4.1 Objek citra yang akan digunakan untuk analisa dengan thresholding

dengan metode Otsu pada tulang.................................................. 45

Gambar 4.3 Splash Screen ............................................................................... 53

Gambar 4.4 Form utama aplikasi .................................................................... 54

Gambar 4.5 Memilih image tulang ................................................................. 57

Gambar 4.6 Pengujian tulang.......................................................................... 58

Gambar 4.7 Form setup aplikasi ..................................................................... 58

Page 13: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Splash Screen ........................................................................... 76

Lampiran 2 Form Utama Aplikasi ............................................................... 76

Lampiran 3 Memilih Image Tulang............................................................. 77

Lampiran 4 Pengujian Tulang...................................................................... 77

Lampiran 5 Form Setup Aplikasi................................................................. 78

Lampiran 6 Data Citra Tulang Rahang........................................................ 78

Lampiran 7 Data Citra Tulang Jari Rahang Asli dan Citra Hasil DXA,

Ekualisasi serta Otsu ................................................................ 80

Lampiran 8 Jumlah Piksel Warna Putih Dan Hitam Prosentase Warna Putih

dari Citra Tulang Rahang ......................................................... 81

Lampiran 9 Klasifikasi prosentase warna putih dari setiap citra ................. 82

Lampiran 10 Listing ekualisasi ...................................................................... 83

Lampiran 11 Listing proses otsu .................................................................... 83

Lampiran 12 Listing thresholding ................................................................ 84

Lampiran 13 Listing setup............................................................................ 85

Lampiran 14 Listing Program keseluruhan.................................................. 85

Page 14: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

xiv

ABSTRAK

Cahyaningsih, Sri. 2010. Deteksi Osteoporosis Dengan Thresholding Metode Otsu Pada Citra X-Ray Tulang Rahang. Skripsi. Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.Pembimbing : 1. DR. Agus Mulyono, S.Pd, M.Kes

2. DR. Munirul Abidin, M. Ag

Kata Kunci: Osteoporosis, Thresholding, Metode Otsu

Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit silent epidemic, yang berarti pengeroposan tulang yang berlangsung secara diam-diam dan terus menerus. Untuk melakukan diagnosa dini terhadap osteoporosis tidak mudah, karena tidak ada gejala yang khas. Gold standar untuk diagnosis osteoporosis di Indonesia dengan menggunakan Dual X-ray Absorptiometry (DXA), tetapi alat ini masih terbatas. Pemeriksaan radiologi konvensional (morfometri) merupakan salah satu sarana diagnostik osteoporosis yang relatif murah dan tersebar merata di Indonesia. Akan tetapi, untuk membacanya hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli tulang dan ketajaman mata sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan. Sehingga perlu dilakukan computer vision untuk membaca foto rontgen agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

Tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah untuk menghasilkan metode baru untuk deteksi osteoporosis dengan memanfaatkan citra x-ray tulang rahang dengan analisa thresholding metode Otsu dan dari metode tersebut dapat diketahui tingkat akurasi kebenaran yang diperoleh, sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan layak tidaknya metode ini digunakan sebagai metode untuk mendeteksi osteoporosis.

Penelitian ini menggunakan 19 citra x-ray tulang rahang dari 19 orang wanita menopause. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode thresholding metode otsu dan hasilnya dibandingkan dengan hasil DXA.

Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi ekualisasi, otsu dan thresholding. Dalam proses ekualisasi citra akan ditajamkan antara bagian yang hitam dan putih, sedangkan proses otsu bertujuan untuk mencari nilai thresholdyang tepat. Dan thresholding akan mengekskusi citra dimana citra berdasarkannilai ambangnya. Pada analisis DXA dari 19 citra x-ray tulang rahang diperoleh hasil 8 tulang normal dan 13 tulang osteoporosis. Sedangkan dari pengujian dengan mengunakan thresholding metode otsu, maka pada 19 citra x-ray, mendapatkan hasil 6 tulang normal dan 13 tulang osteoporosis serta akurasi kebenaran diperoleh 89,47%.

Page 15: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

xv

ABSTRACT

Cahyaningsih, Sri. 2010. Detection of Osteoporosis With Otsu Thresholding Method in X-ray image of jaw bones. Thesis. Department of Physics, Faculty of Science and Technology. State Islamic University (UIN) Malang Maulana Malik Ibrahim.Advisors: 1. DR. Agus Mulyono, S. Pd, M. Kes

2. DR. Munirul Abidin, M. Ag

Keywords: Osteoporosis, Thresholding, Otsu Method

Osteoporosis or brittle bone disease is a silent epidemic, which means bone loss that took place quietly and persistently. To make early diagnosis of osteoporosis is not easy, because there are no typical symptoms. Gold standard for diagnosis of osteoporosis in Indonesia by using Dual X-ray Absorptiometry (DXA), but the tool is still limited. Conventional radiological examination (morphometry) is one diagnostic tool for osteoporosis is relatively cheap and spread evenly in Indonesia. However, to read it can only be done by doctors and chiropractors sharpness of the eyes is very influential on the results obtained. So that needs to be done on computer vision for reading x-rays to get more accurate results.

Objectives to be achieved in this paper is to generate new methods for detection of osteoporosis by using x-ray image of the jawbone with the analysis of Otsu thresholding method and the method can know the truth level of accuracy obtained, so it can be used as a reference for the proper of this method is used as a method for detecting osteoporosis.

This study uses 19 X-ray image of the jaw bone of 19 postmenopausal women. The data obtained were then analyzed by thresholding method, Otsu method and the results were compared with results of DXA.

The technique applied in this research include equalization, and Otsu thresholding. In the equalization process of the image will be sharpened between the black and white, while Otsu process aims to find an appropriate threshold value. And thresholding will mengekskusi image where the image based on threshold values. In the DXA analysis of 19 x-ray image of the jaw bone to normal bone obtained 8 and 13 bones of osteoporosis. While the tests using the Otsu thresholding method, then at 19 x-ray image, get the 6 and 13 normal bone osteoporosis bones truth and accuracy of 89.47% was obtained.

Page 16: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari susunan tulang, dimana tulang adalah organ

yang sudah terbentuk sejak masih dalam kandungan yang kemudian berkembang

terus-menerus sampai dekade kedua sehingga menjadi susunan yang teratur.

Fungsi dari organ ini sebagai organ yang mendukung struktur tubuh, melindungi

organ-organ internal serta memungkinkan pergerakan atau perpindahan yang

dikarenakan sebagai tempat melekatnya otot-otot.

Allah swt telah menceritakan proses penciptaan manusia di dalam Al-

Qur’an secara rinci. Allah berfirman dalam surat Al-Mu’minun;

Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal

daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang

belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia

makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang

Paling Baik.” (Al-Mukminun : 12-14)

Page 17: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

2

Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa janin mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat cepat dan selain itu juga berlangsung serangkaian

proses pembentukan organ untuk menjadi bentuk yang lebih sempurna. Dalam

tahapan perkembangan janin dalam rahim ibu yang bermula dari jaringan tulang

rawan ketika masih pada embrio, kemudian jaringan tulang tersebut mulai

mengeras dan akhirnya menjadi tulang keras. Selanjutnya tulang-tulang ini

dibungkus oleh sel-sel otot. Allah swt menjelaskan perkembangan ini dalam ayat:

"…dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu

Kami bungkus dengan daging". Maha benar Allah swt yang telah menurunkan Al-

Qur’an dengan ilmunya.

Prof. Dr. Hanifah Wijosastro, SPOG menjelaskan bahwa para dokter ilmu

kandungan menemukan dasar diciptakannya manusia yang bersumber dari tulang

sulbi, yaitu tulang belakang laki-laki dan tulang dada perempuan, yaitu tulang

rusuk perempuan. Penemuan ini selaras dengan firman Allah dalam surat Ath-

Thariq :

Artinya:“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia

diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-

laki dan tulang dada perempuan” ( Ath-Thariq: 5-7)

Melalui konsep embriologi yang tersurat di dalam Al-Qur’an dapat

dipelajari bahwa Allah swt menciptakan manusia melalui beberapa proses untuk

memperoleh bentuk yang sempurna. Dan para dokter kandungan membuktikan

Page 18: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

3

bahwa semua yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasululullah

saw tentang proses penciptaan manusia adalah sesuai dengan yang ditemukan

pada ilmu modern.

Dengan bertambahnya usia dan dipengaruhi hormon maka tulang akan

mengalami perkembangan. Tetapi jika produksi hormon menurun dan disertai

dengan kemunduran fungsi pencernaan, gaya hidup yang tidak sehat, kurangnya

asupan kalsium dan fosfor, serta berkurangnya aktivitas fisik maka akan

berpengaruh terkena osteoporosis. Osteoporosis atau keropos tulang merupakan

penyakit kronik yang ditandai dengan rendahnya massa tulang yang disertai

perubahan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang

dapat menimbulkan kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah retak atau bahkan

patah tulang. Patah tulang sering terjadi adalah pada pergelangan tangan, tulang

belakang, serta tulang pinggul (Zaviera, 2007).

Untuk melakukan diagnosa dini terhadap osteoporosis tidak mudah, karena

tidak ada gejala yang khas. Kebanyakan pasien tidak menyadari bahwa menderita

penyakit ini. Mereka baru menyadari ketika tulang sudah sedemikian lemah dan

rapuh, sehingga apabila terjadi persinggungan atau kecelakaan (terjatuh) dapat

menyebabkan patah tulang. Dengan gejala yang tidak diketahui itu, tidak

berlebihan jika penyakit ini disebut silent disease (penyakit diam-diam).

Saat ini osteoporosis merupakan masalah kesehatan dunia (global issue),

karena tidak hanya menyerang kelompok wanita yang berusia lanjut tetapi juga

pada kelompok wanita yang berusia lebih muda yang mengalami penghentian

siklus menstruasi. Hasil penelitian terakhir menunjukkan kecenderungan

Page 19: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

4

prevalensi (keadaan umum) pada pria meningkat dibandingkan penelitian

sebelumnya. Prevalensi tertinggi dari kelompok yang terkena osteoporosis

terdapat pada kelompok usia lanjut. Dengan meningkatnya taraf hidup

masyarakat, akan berpengaruh terhadap meningkatnya usia harapan hidup

sehingga populasi lansia akan meningkat. Dampak yang akan ditimbulkan adalah

akan terjadi peningkatan kasus osteoporosis. Sekitar 80% penderita penyakit

osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian

siklus menstruasi (amenorrhea). Sedangkan yang 20% penyakit osteoporosis pada

pria yang juga dipengaruhi hormon estrogen. Bedanya dengan wanita, laki-laki

tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.

Dengan tidak diketahuinya tanda-tanda osteoporosis, maka penting untuk

dilakukan deteksi dini akan kehilangan massa tulang yang merupakan kunci

dalam usaha pencegahan osteoporosis. Pengukuran bone mineral density (BMD)

adalah cara yang efektif dalam diagnosis dan juga untuk memantau efek

pengobatan. Beberapa teknik radiologi yang dapat digunakan untuk menentukan

bone mineral density antara lain X-Ray konvensional (morfometri), Radioisotop,

Quantitative Computed Tomography (QCT ), Dual X-ray Absorptiometry (DXA),

total body neutron activation analysis, Magnetic Resonansi Imaging (MRI),

Sonodensitometri.

Saat ini di Indonesia DXA digunakan sebagai gold standar untuk diagnosa

osteoporosis, akan tetapi jumlahnya masih terbatas hanya terdapat di beberapa

kota besar dan juga biaya pemeriksaannya relatif mahal. Oleh karena itu

pemeriksaan radiologi konvensional masih mempunyai peranan penting dalam

Page 20: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

5

diagnosa osteoporosis dan merupakan sarana/alat yang relatif tersebar merata di

seluruh Indonesia dan biaya yang relatif murah (Ilyas, 2005).

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan memanfaatkan citra

x-ray hasil pemeriksaan radiologi untuk diagnosa dini osteoporosis. Penelitian

yang telah dilakukan oleh Arifin (2006) menyebutkan bahwa dengan mengukur

ketebalan mandibular cortex citra dental panoramic radiograph dengan bantuan

komputer dapat digunakan untuk mendeteksi osteoporosis. Kemudian dilanjutkan

dengan penelitian Agus (2008) yang menyebutkan bahwa dengan analisis tekstur

dari gabungan citra x-ray tulang tangan, tulang lutut, dan tulang rahang dapat

digunakan untuk melengkapi interpretasi hasil x-ray konvensional sehingga dapat

digunakan untuk mendeteksi osteoporosis.

Hasil pemeriksanaan radiologi yang berupa foto citra x-ray dapat dianalisa

dengan menggunakan beberapa metode/pendekatan, antara lain dengan karakter

dari graph (Zainal, 2009), metode wavelet (Bulkis, 2008), metode region growing

(Sikna, 2009), metode otsu (Bertalya, 2008), pendekatan thresholding (Marvin,

2009), dan lain – lain.

Penggunaan analisis dengan memanfaatkan thresholding metode Otsu dari

citra x-ray telah dilakukan Darma (2004) yang menyebutkan bahwa metode Otsu

dapat digunakan dalam binerisasi citra tangan. Kemudian Marvin dan Semuiil

(2009) juga menyebutkan bahwa nilai threshold pada segmentasi warna dapat

digunakan untuk mendeteksi kanker Trofoblas dengan tingkat akurasi sebesar

90%. Penelitian lainnya juga dilakukan Dewi yang menyebutkan bahwa dengan

pengambangan untuk meminimalisasikan varian dari piksel hitam dan putih

Page 21: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

6

mengenai perbandingan kinerja metode deteksi tepi pada citra wajah yang dapat

memanfaatkan metode Otsu.

Analisis dengan memanfaatkan thresholding merupakan salah satu cara

untuk mengenali suatu citra sesuai dengan nilai ambangnya. Dalam analisisnya,

dengan memanfaatkan metode Otsu untuk menentukan nilai ambang dari suatu

citra. Metode Otsu merupakan sebuah metode untuk menghitung nilai ambang T

secara otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan dalam

metode Otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan

suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang

muncul secara alami.

Dalam prosesnya, metode Otsu akan menghasilkan citra yang memiliki

dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Permasalahan utama dalam

metode Otsu adalah menentukan nilai ambang (threshold). Nilai ini akan

digunakan untuk mempartisi/membagi citra gray scale ke dalam dua nilai yaitu

hitam dan putih. Penentuan nilai ambang akan ditetapkan pada suatu nilai tertentu

(fixed threshold) yang diterapkan pada citra tulang rahang sehingga dapat

digunakan untuk proses penentuan ciri-ciri osteoporosis pada citra tulang rahang.

Dalam penelitian ini akan menghitung intensitas keabuan piksel yang berdasarkan

dari nilai piksel hitam dan putih.

Kelebihan dari metode Otsu akan memaksimalkan kecocokan dari sebuah

threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua ini

didapatkan dengan memilih nilai threshold yang memberikan pembagian kelas

yang terbaik untuk semua piksel yang ada dalam image. Dasar yang digunakan

Page 22: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

7

adalah dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi dimana jumlah

tiap poin pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada image.

Hasil yang nanti akan didapatkan dari proses implementasi adalah

sekumpulan wilayah yang melingkupi citra tersebut, atau sekumpulan kontur yang

diekstrak dari image dan diharapkan akan mendapatkan suatu ciri citra dari tulang

yang kaitannya dengan tulang osteoporosis dan tulang normal. Serta diharapkan

dari hasil penelitian ini akan menghasilkan suatu metode baru untuk deteksi

osteoporosis yang lebih murah, mudah dan tepat sehingga menambah khasanah

keilmuan.

Berdasarkan analisa latar belakang, penulis akan mengimplementasikan

computer vision untuk mendeteksi osteoporosis dari citra tulang rahang dengan

menggunakan metode Otsu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah analisa dengan thresholding metode Otsu dapat digunakan untuk

mendeteksi osteoporosis pada x-ray tulang rahang?

2. Berapakah akurasi kebenaran yang diperoleh dengan membandingkan

hasil DXA dan thresholding metode Otsu?

Page 23: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

8

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan metode baru untuk deteksi osteoporosis dengan

memanfaatkan citra tulang rahang dengan analisa thresholding metode

Otsu.

2. Dengan mengetahui tingkat akurasi kebenaran yang diperoleh, maka dapat

dipergunakan sebagai acuan layak tidaknya metode ini digunakan sebagai

metode untuk mendeteksi osteoporosis.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

Teoritis : Menambah khasanah keilmuan tentang analisa thresholding metode

Otsu pada citra tulang serta aplikasi dalam bidang medis.

Praktis : Teknologi thresholding metode Otsu dapat digunakan untuk

melengkapi interpretasi hasil x-ray sehingga dapat digunakan untuk

mendeteksi osteoporosis dengan lebih mudah, murah dan tepat.

Page 24: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

9

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tulang

Dalam proses penciptaan manusia ketika masih dalam kandungan, proses

ini akan diawali lebih dahulu dengan pertemuaan sel sperma dan sel telur. Sel

sperma diproduksi dalam alat reproduksi laki-laki sedangkan sel telur diproduksi

dalam alat reproduksi wanita. Dalam prosesnya, sel telur akan mengeluarkan

sebuah cairan untuk memikat sel sperma, sehingga ketika sel telur sedang

melewati tuba palopi sekitar 15 cm darinya. Sel sperma akan menangkap sinyal

dari sel telur, sel sperma akan berenang menuju sel telur dan terjadilah

pembuahan.

Setelah sel sperma masuk ke dalam sel telur maka bergabunglah DNA sel

sperma dengan DNA sel telur dan membentuk satu sel tunggal baru bernama

zigot. Zigot tersebut merupakan benih manusia baru dalam kandungan seorang

ibu. Sekitar 4 hari setelah pembuahan dalam tuba palopi, zigot mencapai rahim

sang ibu pada tempat yang tepat. Agar tidak dikeluarkan dari tubuh maka ia harus

menempel pada rahim. Hal ini selaras dengan firman Allah swt dalam surat al-

Mu’minun;12:

Artinya : Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat

yang kokoh (rahim).

9

Page 25: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

10

Dalam tahap perkembangan janin ketika masih dalam rahim ibu

dipaparkan dalam Al Qur'an, sebagaiman yang diuraikan dalam ayat ke-14 surat

Al Mu'minuun, bahwa jaringan tulang rawan pada embrio di rahim ibu yang pada

mulanya tulang rawan kemudian mulai mengeras dan akhirnya menjadi tulang

keras. Lalu tulang ini dibungkus oleh sel-sel otot. Allah menjelaskan

perkembangan ini dalam ayat sebagai berikut:

Artinya: "…dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang

belulang itu Kami bungkus dengan daging".

Tulang sebagai jaringan paling tangguh dalam tubuh sehingga dapat

menopang aktifitas tubuh merupakan salah satu keajaiban penciptaan Allah SWT.

Dari surat Al Mu'minuun di atas mengindikasikan bahwa setelah tahap

mudhghoh, tulang belulang dan otot akan terbentuk. Proses ini sesuai dengan

perkembangan embriologi. Pada awalnya jaringan tulang rawan ketika masih

dalam embrio akan mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari

jaringan di sekitar tulang akan bergabung dan membungkus tulang-tulang ini

(Aceng, 2007 : 84-89).

Peristiwa ini digambarkan bahwa ketika embrio memasuki waktu minggu

ke-tujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang mencapai

bentuknya. Pada akhir minggu ke-tujuh dan selama minggu ke-delapan, otot-otot

akan menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang.

Page 26: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

11

Tulang disebut alat gerak pasif karena digerakkan oleh otot. Tetapi tulang

tetap punya peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa adanya tulang.

Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg) merupakan komponen utama

pembentuk tulang (American College of Rheumatology, 2008).

Gambar 2.1 Struktur tulang

2.2 Osteoporosis

Tulang merupakan jaringan dalam tubuh yang terus menerus akan

mengalami pertumbuhan. Pada proses pertumbuhan tulang meliputi proses sekresi

dan pemadatan untuk menyusun matrik tulang. Kekuatan tulang selain ditentukan

oleh kandungan mineral massa tulang juga ditentukan oleh karakteristik struktural

tulang, yang meliputi ukuran, bentuk dan susunan arsitektur tulang. Penurunan

massa tulang selain diidentifikasi dari kepadatan tulang, juga dapat diprediksi dari

Page 27: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

12

perubahan struktural tulang tersebut, misalnya perubahan massa bagian kortikal

dan trabekula.

Selain pertumbuhan, tulang juga mengalami regenerasi yaitu pergantian

tulang-tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda,

dimana proses ini berjalan seimbang sehingga terbentuk puncak massa tulang

yang pengaturannya dilakukan oleh hormon. Tugas hormon ini adalah mengatur

kadar kalsium dalam darah. Peningkatan kadar kalsium dalam darah akan

meningkatkan pembentukan jaringan baru dan sebaliknya penurunan kadar

kalsium dalam darah akan meningkatkan proses resorpsi. Serta dalam proses

pembentukannya, tulang akan mengalami yaitu pergantian tulang-tulang yang

sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda, dimana proses ini

berjalan seimbang sehingga terbentuk puncak massa tulang. Setelah puncak massa

tulang terbentuk, tulang masih mengalami pergantian tulang yang sudah tua

dengan tulang yang masih muda. Tetapi pada prosesnya jika tidak berjalan

seimbang dimana tulang yang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang yang

menggantikannya maka terjadi penurunan massa tulang, dan bila keadaan ini

berjalan terus-menerus akan terjadi osteoporosis. Selain itu, osteoporosis juga

dipengaruhi dengan bertambahnya usia yang disertai dengan kemunduran fungsi

pencernaan, gaya hidup tidak sehat.

Osteoporosis adalah suatu kelainan yang ditandai berkurangnya kekuatan

tulang, sehingga menyebabkan meningkatnya resiko patah tulang (fraktur).

Kekuatan tulang ditentukan oleh dua faktor, yaitu kepadatan (densitas) tulang dan

kualitas tulang. Densitas ulang dapat diukur dengan berbagai macam cara,

Page 28: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

13

sedangkan kualitas tulang belum dapat dinilai secara kuantitatif. Daerah yang

paling sering timbul keretakan di bagian pergelangan tangan, tulang belakang

serta tulang pinggul (Ulfah, 2008).

Setiap jenis tulang terdiri dari bagian kortikal dan trabekula yang

mempunyai proporsi tertentu tergantung pada jenis tulang. Terdapat perbedaan

nyata antara daerah kortikal dan trabekula yaitu pada kortikal 80% hingga 90%

volumenya termineralisasi. Sedangkan pada trabekula, volume tulang yang

termineralisasi hanya 20% karena sebagian besar terdiri atas sumsum yang

mengandung lemak dan jaringan hematopoetik. Berdasarkan besarnya massa yang

terminerelisasi tersebut, maka bagian kortikal berfungsi mekanik sedangkan

bagian trabekula berfungsi metabolik.

Perubahan massa pada daerah kortikal dan trabekula berpengaruh terhadap

kekuatan tulang yang mana disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan mineral

yang menentukan fungsi kedua daerah tersebut. Menurut Anthoni (1998) bagian

kortikal berfungsi mekanik sedangkan bagian trabekula adalah metabolik.

Trabekula mempunyai keaktifan metabolik lebih besar yaitu lebih sering terjadi

perubahan mineral dibanding kortikal sehingga mempunyai prediposisi untuk

terjadi kekurangan massa tulang (Sari, 2001).

Secara umum dipercaya bahwa foto x-ray dapat mendeteksi osteoporosis

apabila defisit mineral tulangnya mencapai > 30%. Lachmann dan Welan

melaporkan defisit mineral yang lebih kecil (8-14%) dapat dideteksi pada tulang-

tulang dengan komponen trabekula yang tinggi (misal vertebra, femur dan

metakarpal) sehingga cepat mengalami perubahan metabolik aktif trabekula.

Page 29: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

14

Korpus vertebra, ujung tulang panjang dan os ilium mengandung lebih banyak

tulang trabekular, yang mempunyai permukaan tulang yang lebih luas dan

mempunyai keaktifan metabolik yang lebih besar dibandingkan dengan tulang

kortikal, artinya mempunyai porositas yang lebih besar, sehingga akan lebih

mudah kehilangan massa tulang (Agus, 2008).

Gambar 2.2 Tulang normal dan osteoporosis

Kelompok kerja World Health Organisation (WHO) dan consensus ahli

mendefinisikan mengenai osteoporosis menjelaskan hanya spesifik pada tulang

merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang yang

merupakan resiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang.

Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan

ukran densitas mineral tulang:

Normal : Densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata rata

wanita muda normal (T>-1)

Osteopenia : Densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar deviasi

dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1)

Osteoporosis : Densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi dibawah rata-rata

wanita muda normal (T<-2,5).

Page 30: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

15

Pada beberapa tahun pertama pasca menopause akan terjadi penurunan

massa tulang yang cepat sebesar 5% pertahun pada tulang trabekular dan 2-3%

pertahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya aktifitas

osteoklas dan didominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang 1-2% per

tahun.

Osteoporosis diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi, yaitu:

1. Osteoporosis primer

Lebih sering pada wanita yang berhubungan dengan kelainan hormonal,

usia yang semakin bertambah/ketuaan. Dihubungkan dengan faktor resiko

meliputi merokok, aktifitas, pubertas tertunda, berat badan rendah, alkohol, ras

kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah.

Tipe I (post menapausal)

Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh

fraktur tulang belakang dan berkurangnya gigi geligi. Ini disebabkan

luasnya jaringan trabekular tersebut. Dimana jaringan trabekular lebih

responsif terhadap defisiensi estrogen.

Tipe II (senile)

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul

dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar

terjadi pada usia tersebut.

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis jenis ini terjadi pada tiap kelompok umur. Penyakit ini

disebabkan oleh tulang yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai akibat dari

Page 31: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

16

paralisis (kelemahan) atau kondisi lainnya, yang meliputi defisiensi estrogen,

faktor genetik dan obat-obatan (Zaviera, 2007:25-28).

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak

ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut..

Gejala klinis ini sering tidak jelas, sehingga untuk mendiagnosa dini diperlukan

pengukuran densitas atau kepadatan tulang yang umumnya menggunakan alat

Bone Mineral. Beberapa teknik pengukuran massa tulang dan kepadatan mineral

tulang telah dikembangkan dalam lima puluh tahun terakhir, khususnya sepuluh

tahun terakhir ini. Semua teknik ini bergantung pada teknologi yang rumit,

keakuratannya sangat penting karena perubahan yang kecil saja pada massa dan

kepadatan tulang bisa mencerminkan perubahan besar di dalam kekuatan tulang.

Densitometer merupakan salah satu cara untuk mendeteksi penyusutan massa

tulang. Teknik pemeriksanaannya sangat sederhana, cepat dan tidak menyakitkan.

Teknik pemeriksaan BMD paling akurat dan menjadi gold standard saat ini adalah

teknik “Dual energy X-ray Absorptiometry” (DXA) (Joan, 2006:72-73).

Remodeling tulang terjadi setiap permukaan tulang dan berlanjut

sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukkan terjadinya

keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan

oleh osteoblas dan osteoklas pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan

untuk menjaga kekuatan tulang. Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon

sistemik dan sitokin (Zaviera, 2007:70).

Proses remodelling tulang melibatkan Osteoklas dan Osteoblas. Osteoklas

dapat mengeluarkan enzim yang dapat melarutkan atau menghancurkan tulang,

Page 32: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

17

dan kemudian melepaskan mineral yang tersimpan di dalam tulang, termasuk

kalsium. Osteoblas bertugas membentuk sel-sel tulang baru. Proses pergantian

tulang ini berkaitan dengan pelepasan dan penambahan kalsium pada massa

tulang. Pada saat terjadi penghancuran, terjadi pelepasan kalsium tulang ke dalam

darah untuk dimanfaatkan oleh organ lain misalnya untuk menurunkan kadar

kolesterol dalam darah oleh organ lain misalnya untuk menurunkan dan

mengaktifkan vitamin K guna mempercepat proses penyembuhan. Sebaliknya

pada proses pembentukan tulang diperlukan kalsium untuk mengisi matriks tulang

agar tulang menjadi padat dan kuat. Apabila Osteoklas bekerja lebih aktif maka

keseimbangan proses remodelling akan terganggu, dan akibatnya massa tulang

berkurang perlahan, beberapa waktu kemudian menjadi keropos dan mudah patah

(Agus, 2008 : 15 - 16).

2.3 Sinar-X

Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tanggal 08

Nopember 1895 yang merupakan ilmuwan Jerman sangat membantu di bidang

medis. Pada waktu itu, Rontgen sedang mempelajari pancaran electron dari

tabung katode. Lempeng logam yang letaknya di dekat tabung katode

memancarkan sinar flueresens selama elektron dialirkan. Oleh sebab itu, Rontgen

menyimpulkan bahwa sinar tersebut di sebabkan oleh radiasi dari suatu atom.

Karena tidak dikenal dalam ilmu, maka Rontgen memberikan nama dengan

sebutan sinar-X (Susworo, 2007).

Page 33: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

18

Sinar-X yang dihasilkan dengan tenaga 20-40 keV mempunyai panjang

gelombang 10-7 cm dan sinar ini dikatakan sinar-X lembut. Sinar-X yang

dihasilkan dengan 40-125 keV mempunyai gelombang 10-8 cm. Sinar ini kerap

digunakan untuk pemeriksaan X-ray diagnostik, manakala panjang gelombang

yang lebih pendek lagi yang dihasilkan dengan tenaga 200-1000 keV digunakan

dalam rawatan radioterapi yang lebih dalam (deep radiotheraphy). Sinar ini

biasanya berukuran < 10-8 cm (hard-rays).

Radiograf adalah gambar bayangan material yang transparan oleh radiasi.

Sinar-X dapat menggelapkan film sehingga daerah dengan kerapatan lebih rendah

akan terlihat lebih gelap pada negatif film daripada daerah dengan kerapatan

tinggi. Sehingga lubang atau retak muncul sebagai daerah yang lebih gelap,

sedangkan inklusi tembaga pada paduan aluminium muncul lebih terang. Dalam

hal ini, lubang pada tulang dikenali dikenali sebagai gambaran tulang yang

terkena osteoporosis.

Manfaat sinar-X dalam ilmu kedokteran, yaitu sinar-X dapat digunakan

untuk melihat kondisi tulang, gigi serta organ tubuh yang lain tanpa melakukun

pembedahan langsung pada tubuh pasien. Selain bermanfaat, sinar-X mempunyai

efek/dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh kita yaitu apabila digunakan

secara berlebihan karena akan dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya,

misalnya kanker. Oleh sebab itu para dokter tidak menganjurkan terlalu sering

memakai ‘’foto rontgen’’ secara berlebihan (Gabriel, 1996 : 282-283).

Page 34: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

19

2.4 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah

diinterpretasi oleh manusia komputer. Inputnya adalah citra dan keluarannya juga

citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan misal citra warnanya

kurang tajam, kabur, mengandung noise (misal bintik-bintik putih) sehingga perlu

pemrosesan untuk memperbaiki citra karena akan sulit diinterpretasikan sebab

informasi yang disampaikan menjadi berkurang. Pengolahan citra bersifat

multidisiplin, yaitu merambah ke banyak aspek, antara lain: fisika, elektronika,

matematika, seni, bidang medis, dan teknologi komputer (Usman, 2005 : 4-6).

2.4.1 Citra

Secara Harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimantra (dua dimensi).

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari

intensitas cahaya pada bidang dwimantra. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut (Munir, 2004: 2).

Sebuah citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y), dimana x dan y

adalah koordinat ruang dan amplitudo dari f dapat disebut intensitas atau gray-

level dari sebuah citra pada titik yang terletak pada koordinat x dan y. Jika x,y dan

nilai amplitudo dari f adalah terbatas dan dapat ditentukan nilainya maka citra

tersebut adalah citra digital. Citra digital dibentuk dari beberapa elemen, yang

tiap-tiap elemennya meliiki posisi dan nilai tertentu. Salah satu elemen yang

paling sering digunakan adalah piksel. Piksel a dalah titik yang berisi nilai tertentu

yang membentuk sebuah citra yang lokasinya ditentukan oleh kombinasi x dan y.

Page 35: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

20

Citra gray scale adalah sebuah citra yang memiliki nilai dari putih yang

memiliki intensitas paling besar (255) sampai hitam yang memiliki intensitas

paling rendah (0) seperti yang terlihat pada gambar berikut (Indra, 2008).:

Gambar 2.3 contoh skala yang digunakan pada greyscale

Citra X-ray tulang adalah citra yang diperoleh dari alat/pesawat X-ray.

Kualitas citra yang didapat dari alat sangat bergantung pada tegangan tinggi (kV),

arus tabung (mA) dan waktu paparan (s) (Agus, 2008 : 21-23).

Gambar 2.4 Citra x-ray dental panoramic radiography

2.4.2 Segmentasi Citra

Segmentasi citra merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan

suatu daerah pada citra dengan daerah lainnya. Segmentasi mengacu pada operasi

pemisahan sebuah citra menjadi bagian-bagian atau membagi citra menjadi bagian

yang diharapkan termasuk objek yang dianalisis yang ada pada citra tersebut.

Memilih bentuk dalam sebuah citra sangat berguna dalam pengukuran atau

pemahaman citra. Secara tradisional, segmentasi didefinisikan sebagai proses

pendefinisian jangkauan nilai gelap dan terang pada citra yang sebenarnya,

Page 36: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

21

memilih piksel dalam jangkauan ini sebagai latar depan dan menolak sisanya

sebagai latar belakang. Dengan demikian, citra terbagi atas dua bagian, yaitu

bagian hitam dan bagian putih, atau warna yang membatasi setiap wilayah. Salah

satu metode yang efektif dalam segmentasi citra biner adalah dengan memeriksa

hubungan piksel dengan tetangganya dan memberinya label. Metode ini disebut

pelabelan komponen. Pembagian citra menjadi beberapa daerah, berdasarkan

sifat-sifat tertentu dari citra yang dapat dijadikan pembeda, disebut juga

segmentasi citra. Suatu daerah dalam citra adalah sekumpulan piksel yang

terkoneksi satu sama lain dan mempunyai sifat yang secara umum sama. Dalam

citra ideal, sebuah daerah akan dibatasi dengan kurva tertutup, artinya objek yang

berada di dalam citra itu tampil utuh, tidak terpotong atau menyentuh tepi bingkai

citra. Pada prinsipnya, segmentasi daerah dan deteksi tepi membuahkan hasil yang

sama, yaitu memisahkan objek atau objek yang menjadi pusat perhatian dalam

menginterpresentasi suatu citra (Munir, 2004).

2.4.2.1 Histogram Citra

Informasi penting mengenai isi dari sebuah citra digital dapat diketahui

dengan membuat histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang

menggambarkan penyebaran kuantitatif nilai derajat keabuan (grey level) piksel di

dalam (atau bagian tertentu) dari citra. Misalkan citra digital memiliki L derajat

keabuan, yaitu dari nilai 0 sampai L – 1 (misalnya pada citra dengan kuantisasi

derajat keabuan 8-bit, nilai derajat keabuan dari 0 sampai 255). Gambar 2.5

memperlihatkan contoh sebuah histogram citra, yang dalam hal ini k menyatakan

derajat keabuan dan nk menyatakan jumlah piksel yang memiliki nilai keabuan k.

Page 37: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

22

Gambar 2.5 Histogram citra

Pada beberapa operasi pengolahan citra jumlah piksel yang memiliki

derajat keabuan k dinormalkan terhadap jumlah seluruh pixel di dalam citra,

(1)

Persamaan 1 di atas menyatakan frekuensi kemunculan relative dari

derajat keabuan pada citra tersebut. Akan tetapi khusus untuk citra berwarna,

histogramnya dibuat untuk setiap kanal RGB (merah, hijau, dan biru). Histogram

citra menunjukkan banyak hal tentang kecerahan (brightness) dan kontas

(contrast) dari sebuah gambar. Puncak histogram menunjukkan intensitas piksel

yang menonjol. Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari sebuah citra.

Citra yang mempunyai kontras terlalu terang (overexposed) atau terlalu gelap

(underexposed) memiliki histogram yang sempit. Histogramnya terlihat hanya

menggunakan setengah dari daerah derajat keabuan. Citra yang baik memiliki

histogram yang mengisi daerah derajat keabuan secara penuh dengan distribusi

yang merata pada setiap derajat keabuan piksel.

Histogram adalah alat bantu yang berharga dalam pekerjaan pengolahan

citra baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Histogram berguna antara lain

untuk perbaikan kontras dengan teknik histogram equalization dan memilih nilai

ambang untuk melakukan segmentasi objek (Munir, 2006 : 1-2).

Page 38: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

23

2.4.2.2 Ekualisasi Histogram

Salah satu cara untuk memperbaiki citra digital adalah dengan mengatur

level dari brightness dan contrastnya. Pertama, digambarkan variasi sebuah

brightness pada citra menggunakan histogram citra tersebut dan bagaimana suatu

citra dapat dimanipulasi dengan merubah histogram citra tersebut.

Histogram akan menempatkan beberapa piksel dengan brightness levelnya

yang sesuai. Untuk piksel dengan ukuran level brightness sebesar 8-bit maka

brightness akan memiliki grey level yang berkisar antara nol (hitam) sampai 255

(putih). Histogram keabuan adalah suatu fungsi yang menunjukkan jumlah titik

yang ada di dalam suatu citra untuk setiap tingkat keabuan. Absis (sumbu x)nya

adalah tingkat keabuan, dan ordinat (sumbu y)nya adalah frekuensi kemunculan

atau banyaknya titik dengan nilai keabuan tertentu. Sehingga histogram yang

memiliki nilai brightness yang lebih kecil akan terlihat lebih gelap dibandingkan

dengan yang memiliki nilai lebih besar (Balza, 2005 : 12 – 13).

Ekualisasi histogram merupakan operasi peningkatan kontras yang

optimal, kurva histogram sehingga memiliki rentang yang maksimum, dari batas

kiri ke batas kanan histogram. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan

kontras yang optimal adalah dengan mendistribusikan kembali skala-skala

keabuan citra agar memperoleh kurva histogram yang datar atau seragam.

Pada citra gray scale histogram citra hasil idealnya memiliki jumlah titik

yang untuk setiap tingkat keabuan. Untuk citra skala keabuan k bit yang berukuran

tinggi h dan lebar w, maka jumlah titik untuk setiap tingkat keabuan adalah

seragam sebesar (w.h/2k). Secara matematis proses ekualisasi sebagai berikut:

Page 39: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

24

K0 = round (2)

dimana Ci adalah cacah komulatif nilai skala keabuan ke-i dari citra asli dan

fungsi round adalah untuk pembulatan ke bilangan bulat terdekat (Balza, 2005 :

87 – 88).

2.4.2.3 Thresholding

Pengambangan citra (image thresholding) merupakan metode yang paling

sederhana untuk melakukan segmentasi. Thresholding digunakan untuk mengatur

jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Proses thresholding ini pada dasarnya

adalah proses penggubahan kuantisasi pada citra. Untuk mendapatkan hasil

segmentasi yang bagus, beberapa operasi perbaikan kualitas citra dilakukan

terlabih dahulu untuk mempertajam batas antara objek dengan latar belakangnya

(Usman, 2005: 81).

Thresholding adalah suatu proses yang digunakan untuk menghasilkan

citra biner yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan, yaitu : hitam dan

putih bergantung apakah nilai piksel asli tersebut lebih besar atau lebih kecil dari

nilai T. Piksel akan diubah menjadi putih jika nilai tingkat keabuannya lebih besar

daripada T, dan akan diubah menjadi hitam jika nilai tingkat keabuannya lebih

kecil atau sama dengan T.

Thresholding berfungsi untuk mengatur jumlah derajat keabuan pada citra

sesuai keinginan. Misalnya, jika ingin menggunakan derajat keabuan 16, maka

harus membagi nilai derajat keabuan dengan 16. Pada dasarnya, proses

thresholding merupakan proses pengubahan kuantisasi citra. Dapat dirumuskan

(Riyanto, 2005 : 24) :

Page 40: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

25

x = b.int (3)

b = int (4)

dimana:

w = nilai derajat keabuan sebelum thresholding

x = nilai derajat keabuan setelah thresholding

Nilai T dapat ditentukan dengan banyak cara, salah satunya adalah melalui

perhitungan dimana nilai rata-rata jumlah piksel yang memiliki nilai di bawah T

sama dengan nilai rata-rata piksel yang memilliki nilai di atas T. Untuk

perhitungan ini, nilai T yang didapat untuk citra yang memiliki histogram yang

telah ter-ekualisasi adalah berkisar antara 127 dan 128. Nilai maksimum dari T

adalah nilai tertinggi dari sistem warna yang digunakan dan nilai minimum dari T

adalah nilai terendah dari sistem warna yang digunakan. Untuk 256 gray level

maka nilai tertinggi T adalah 255 dan nilai terendahnya adalah 0.

Misal pada sebuah citra f(x,y), tersusun dari objek yang terang pada sebuah

background yang gelap. Gray-level milik objek dan milik background terkumpul

menjadi 2 group yang dominan, salah satu cara untuk mengambil objek dari

backgroundnya adalah dengan memilih sebuah nilai treshold T yang memisahkan

grup yang satu dengan grup yang lain. Maka semua piksel yang memiliki nilai > T

disebut titik objek, yang lain disebut titik background. Proses ini disebut

thresholding. Secara umum, proses binerisasi citra gray scale untuk menghasilkan

citra biner adalah sebagai berikut:

(5)

Page 41: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

26

dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f(x,y) dan T

menyatakan nilai ambang.

Thresholding terdiri dari dua jenisnya, yaitu:

a) Thresholding global

Salah satu cara untuk memilih nilai ambang adalah dengan melihat dari

histogram citra tersebut. Histogram adalah menggambarkan citra yang memiliki

dua mode berbeda sehingga memudahkan untuk memilih T ambang batas yang

memisahkannya. Cara lain untuk memilih T adalah dengan trial and error,

memilih nilai ambang batas yang berbeda hingga ada yang ditemukan sehingga

menghasilkan hasil yang baik.

b) Thresholding lokal

Metode thresholding global dapat gagal jika kontras latar belakang tidak

merata. Thresholding akan dikatakan sebagai thresholding lokal jika nilai T (nilai

ambang) bergantung pada nilai gray level f(x,y) dan nilai properti lokal citra

p(x,y). Dalam thresholding lokal citra akan dibagi ke dalam bagian yang lebih

kecil – kecil dan proses pengambangan akan dilakukan secara lokal. Kelebihan

yang dimiliki thresholding adalah secara subyektif, citra yang dihasilkan lebih

bagus. Thresholding lokal dapat ditunjukkan bahwa proses ini adalah setara

dengan thresholding f (x, y) dengan fungsi lokal yang bervariasi T ambang (x, y):

(6)

Dimana

(7)

Page 42: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

27

F0 (x, y) adalah membuka morfologi dari f, dan T0 konstan adalah hasil

dari fungsi graythresh digunakan pada F0 (Rafael, 2004 : 404-407

Bentuk teknik thresholding ada 2 macam, yaitu: Uniform Thresholding

dan Adaptive Thresholding. Didalam uniform thresholding metode yang

digunakan adalah dengan menentukan batas level, yang akan dipergunakan untuk

menentukan warna piksel. Piksel yang levelnya lebih dari threshold level akan

diubah menjadi putih, dan sebaliknya piksel yang levelnya ada di bawah dari level

threshold akan diubah menjadi hitam. Seperti yang ditampilkan pada gambar

sebelah kiri berikut merupakan gambar original dan gambar sebelah kanan adalah

hasil thresholding.

Gambar 2.6 image original dan hasil thresholding

Gambar 2.8 menunjukkan citra hasil thresholding dengan nilai threshold

sebesar 128 dimana piksel-piksel yang memiliki nilai 128 ke atas diubah menjadi

putih dan piksel yang bernilai 128 ke bawah diubah menjadi hitam (Indra, 2008).

Page 43: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

28

a) Double Thresholding

Jika dipilih dua nilai T1

dan T2

dan digunakan untuk operasi

pengambangan atau thresholding, maka operasi double thresholding

diimplementasikan dengan cara :

y = (8)

dengan x adalah nilai aras keabuan dari citra input (asli), T1

dan T2

adalah nilai

ambang yang dipilih, dan y adalah keluaran.

Aplikasi thresholding antara lain:

1. Menghilangkan detail yang tidak dikehendaki pada citra sehingga dapat

berfokus pada bagian yang dikehendaki saja. Hal ini tampak pada contoh

thresholding pada citra. Informasi yang didapat dari citra hasil thresholding

dapat digunakan untuk mengetahui ukuran, bentuk, atau jumlah objek.

2. Memunculkan detail yang sebelumnya tersembunyi. Jika dinyatakan dalam

citra aras keabuan 8 bit maka mata manusia tidak mampu membedakan

perbedaan yang kecil pada nilai tingkat keabuan citra, namun setelah dilakukan

thresholding maka tampak detail yang sebelumnya tersembunyi.

3. Menghilangkan latar belakang yang bervariasi pada teks atau gambar.

b) Adaptive Thresholding

Pada beberapa kasus tidak dimungkinkan untuk memilih satu atau dua nilai

ambang yang dapat mengisolasi objek secara keseluruhan. Hal ini misalnya terjadi

jika baik objek maupun latar belakang cita sangat bervariasi (Indah, 2009 : 6-9).

Page 44: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

29

2.5 Metode Otsu

Metode Otsu merupakan suatu metode dalam segmentasi yang menghitung

nilai ambang T secara otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang

digunakan oleh metode Otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu

menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih

kelompok yang muncul secara alami. Analisis Diskriminan akan

memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar

belakang.

Untuk memilih nilai ambang batas secara otomatis, Gonzalez dan Woods

(2002) menggambarkan prosedur iterasi sebagai berikut:

1. Dipilih dahulu perkiraan awal untuk T. (disarankan estimasi awal adalah

titik tengah antara nilai-nilai intensitas minimum dan maksimum citra).

2. Bagi citra menggunakan T. Ini akan menghasilkan dua kelompok piksel

G1, yang terdiri dari semua piksel dengan nilai-nilai intensitas ≥ T, dan

G2, yang terdiri dari piksel dengan nilai-nilai <T.

3. Menghitung nilai rata-rata intensitas μ1 dan μ2 untuk piksel di daerah G1

dan G2.

4. Menghitung nilai ambang baru dengan persamaan :

( ) (9)

5. Ulangi langkah 2 hingga 4 sampai perbedaan T di iterasi berturut-turut

lebih kecil dari T0 parameter standar.

Sebuah fungsi yang menghitung graythresh disebut batas menggunakan

metode Otsu (Otsu, 1979). Formulasi dari metode otsu adalah sebagai berikut:

Page 45: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

30

Nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra gray level dinyatakan dengan

k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan nilai L = 255. Sedangkan

jumlah piksel pada tingkat keabuan i dilambangkan oleh ni dan jumlah piksel pada

citra oleh N = n1 + n2 +….+ nL.

Untuk menguji perumusan metode berdasarkan histogram, dengan

meninjau histogram yang dinormalisasi sebagai fungsi kepadatan probabilitas

diskrit. Probabilitas setiap piksel pada level ke i dinyatakan dengan :

, (10)

Kemudian pada bagian piksel dibagi menjadi dua kelas C0 dan C1 (latar

belakang dan objek, atau sebaliknya) dengan nilai ambang k; C0 menunjukkan

level piksel dengan nilai [1,…,k], dan C1 menunjukkan level piksel dengan nilai [k

+ 1,….,L]. Nilai momen kumulatif ke-nol, momen kumulatif ke-satu, dan nilai

rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dan

dimana

Page 46: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

31

dan

Dari hasilnya dan urutan momen pertama komulatif dari histogram sampai

level ke-k masing-masing, dengan;

Ini adalah total rata-rata level dari citra aslinya. Untuk dapat dengan

mudah memverifikasi hubungan, berikut ini untuk setiap pilihan dari k:

(18)

Sedangkan varians kelas diberikan oleh

(19)

(20)

Untuk menguji/evaluasi dari nilai ambang (pada level k), digunakan

langkah-langkah dengan analisis diskriminan (Fukunage, 1972 : 260-267):

dimana

(22)

Page 47: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

32

= (23)

(Karena (18)) dan

(24)

Ini adalah varians dalam kelas, varians antara kelas, dan total varians dari

tingkat masing-masing. Kemudian masalah kita berkurang dari sini jelas dapat

diketahui bahwa pengambangan akan dipisahkan di level abu-abu dan kontras,

sehingga nilai ambang yang terbaik akan memberikan pemisahan terbaik pada

intensitas abu-abu.

Analisis diskriminan akan memaksimalkan nilai λ, k, dan η, yang masing-

masing akan berpengaruh pada k, akan tetapi untuk ekuivalent pada k = λ + 1 dan

η = λ / λ+ 1), karena keadaan λ berpengaruh terhadap hubungan dasar ;

Hal ini dapat dilihat bahwa adalah fungsi batas nilai dari nilai

ambang k, tetapi adalah nilai mutlak dari k. Hal ini juga menjelaskan bahwa

didasarkan pada urutan kedua statistik (varians kelas), sedangkan didasarkan

pada statistik orde pertama (yang berarti kelas). Oleh karena itu, η paling

sederhana adalah mengukur hubungan dengan k. Jadi dengan mengadopsi

/mengambil η sebagai meas untuk mengevaluasi/menguji dengan sempurna dari

nilai ambang level k.

Nilai k* merupakan batas optimal yang akan memaksimalkan η, atau yang

dipilih ekuivalennya dari akan memaksimalkan dalam pencarian sekuensial

Page 48: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

33

dengan menggunakan jumlah komulatif sederhana (15) dan (16), atau secara

eksplisit menggunakan (11) - (14):

Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan :

Dari persamaan tersebut, maka kisaran k maksimum dapat dicari dengan

dibatasi untuk;

S*=

Ini dapat disebut dengan jarak efektif histogram level abu-abu. Dari

persamaan (14), ukuran (atau η) dapat mengambil nilai minimum nol untuk k

seperti S - S* = hasilnya yaitu, membuat semua piksel baik C1

atau C0 (yang nilainya tentu saja tidak dapat diperhatikan dan akan mengambil

nilai positif serta dibatasi untuk k ЄS*.

Pada teknik thresholding, sebenarnya masih ada lagi teknik lebih lanjut,

teknik ini dikenal dengan optimal thresholding. Teknik ini digunakan untuk

memisahkan suatu objek gambar dengan latar belakangnya. Teknik ini dapat

melihat perbedaan intensitas yang terdapat pada latar belakang dan objek

sehingga dapat menentukan nilai sebuah threshold yang sesuai.

Page 49: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

34

Gambar 2.7 contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu

Metode ini adalah metode yang paling populer diantara semua metode

thresholding yang ada. Teknik Otsu ini memaksimalkan kecocokan dari sebuah

threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua

didapatkan dengan memilih nilai threshold yang memberikan pembagian kelas

yang terbaik untuk semua piksel yang ada di dalam image. Dasarnya adalah

dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi dimana jumlah tiap poin

pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada image (Indra, 2008).

Gambar 2.8 contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang

rahang

Page 50: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan

bulan Maret 2010. Sedangkan lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Fisika

Komputasi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Bahan dan Alat

Data yang digunakan adalah citra sekunder dari sampel foto x-ray untuk

mendapatkan citra tulang rahang sebanyak 19 sampel. Penelitian ini menggunakan

seperangkat PC dan bahasa pemrograman Delphi 7.0 untuk membuat aplikasi

pengenalan.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil

pemeriksaan radiologi berupa citra x-ray tulang rahang dari 19 orang wanita

menopause. Selanjutnya 19 citra x-ray tulang rahang tersebut kemudian diukur

nilai bone mineral, density (BMD) atau tingkat osteoporosisnya dengan

menggunakan DXA yang menghasilkan 8 tulang normal dan 11 tulang

osteoporosis. Dari citra x-ray tersebut bagian yang akan diteliti yaitu bagian

trabekula pada citra x-ray tulang rahang, sehingga citra tersebut dilakukan

35

Page 51: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

36

pemotongan dengan ukuran 100 x 50. Serta citra yang akan dikenali dalam

aplikasi adalah dalam bentuk file bitmap.

3.4 Tahapan Implementasi

Tahapan implementasi adalah langkah-langkah yang digunakan untuk

pembuatan aplikasi deteksi osteoporosis dengan thresholding metode Otsu

menggunakan Delphi 7.0 Skema tahapan implementasi dapat dilihat pada gambar

3.1, sedangkan flowchart program oleh Delphi dapat dilihat pada gambar 3.2

sampai 3.4.

3.4.1 Skema Kerja

Agar penelitian dapat berjalan secara sistematis, maka diperlukan

rancangan penelitian / langkah-langkah dalam penelitian. Adapun tahapan

implementasi dalam penelitian sebagai berikut :

Gambar 3.1 Blok diagram sistem pengenalan

Page 52: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

37

3.4.2 Perancangan Perangkat Lunak

Setelah semua citra x-ray diambil pada bagian trabekula pada citra x-ray

tulang rahang dengan ukuran 100 x 50 serta dalam format bitmap, kemudian

dilanjutkan ke tahap perancangan perangkat lunak yang didalamnya dilakukan

beberapa proses, sebagai berikut:

1. Proses Ekualisasi

Citra masukan yang sudah dalam citra gray scale dan dalam format bitmap

maka dilanjutkan ke proses ekualisasi yang bertujuan untuk menajamkan bagian

yang hitam (lembah) dan bagian yang putih (puncak) dari kontur tulang. Bagian

lembah adalah bagian yang osteoporosis, sedangkan bagian puncak adalah bagian

tulang yang masih sehat. Dalam proses ekualisasi ini akan menampilkan citra asli

yang akan diekualisasi, kemudian citra asli tersebut dihitung lebar (w) dan tinggi

(h) citra. Kemudian dengan intensitas citra gray scale (i) yang bernilai 0-255

maka dihitung cacah komulatif semua piksel keabuan (ci) dari citra tersebut.

Selanjutnya citra akan dihitung nilai ekualisasi dari citra dengan memanfaatkan

nilai cacah komulatif semua piksel keabuan (ci), yang mana dalam proses ini nilai

intensitasnya di source code sudah menggunakan 255 sebagai hasil perhitungan da

ri rumus 2k-1 (k merupakan nilai bit yang mana disini adalah citra gray scale yaitu

8 sehingga dihasilkan nilai 255). Dari citra hasil ekualisasi, piksel-piksel citra

belum meyebar merata sesuai dengan warna piksel sehingga perlu dilakukan

proses untuk memeratakan piksel yang mana hasilnya akan lebih kelihatan dalan

histogram citra tersebu. Berikut ini flowchart untuk proses ekualisasi :

Page 53: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

38

Gambar 3.2 Proses Ekualisasi

2. Proses Otsu

Apabila proses ekualisasi telah selesai langsung masuk ke proses Otsu

yang bertujuan untuk mencari nilai threshold (ambang) yang tepat agar dapat

memisahkan manakah bagian yang cenderung hitam (osteoporosis) dalam suatu

Page 54: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

39

tulang dan manakah bagian yang cenderung terang / putih (sehat) dalam tulang

yang sama. Proses otsu akan diawali dengan menghitung luas citra yang diuji

(jpixtot). Kemudian proses akan dilanjutkan untuk menghitung mean/nilai rata-

rata dari warna piksel (muT). Dalam proses ini nantinya akan menghitung nilai

piksel setiap baris sampai setinggi citra, yang mana proses ini dimulai dari piksel

awal sampai teerakhir serta nilai yang didapatkan akan diakumulasikan.

Selanjutnya juga akan dihitung nilai pikselnya untuk setiap kolom sampai selebar

citra tersebut dan juga serta nilai yang didapatkan akan diakumulasikan. Dari

proses ini akan didapatkan nilai ambang/posisi otsunya. Berikut ini flowchart

untuk proses otsu yang dilakukan :

Page 55: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

40

Gambar 3.3 Proses Otsu

Page 56: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

41

3. Proses Tresholding

Proses Tresholding adalah implementasi lanjutan dari Otsu dengan tujuan

untuk mengekskusi citra sesuai dengan nilai ambangnya. Walaupun sebagai

implementasi lanjutan otsu, proses ini akan tetap menghitung nilai keabuan untuk

setiap baris sampai setinggi citra dan setiap kolom sampai selebar dari citra hasil

otsu. Dari sini, maka akan didapatkan nilai gray dari citra yang diuji sehingga

citra langsung diekskusi berdasarkan nilai gray dan nilai ambang dari citra yang

diujikan. Dan hasil yang dihasilkan yaitu apabila nilai piksel-piksel (gray) citra

yang di bawah ambang akan dieksekusi menjadi bernilai 0 (hitam) dan piksel -

piksel citra yang diatas ambang akan dieksekusi menjadi bernilai 255 (putih).

Hasil akhir yang didapatkan dalam besarnya piksel dari warna hitam atau putih.

Dan berikut ini flowchart untuk proses thresholding yang dilakukan :

Page 57: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

42

Gambar 3.4 Proses Tresholding

Kemudian dari hasil proses thresholding tersebut dapat dihitung berapa

perbandingan jumlah piksel putih dan jumlah piksel hitam. Jumlah kedua piksel

tersebut diperbandingkan dalam aplikasi dengan rumus :

Perbandingan = Piksel Putih/(Piksel Putih + Piksel Hitam) x 100%

Setelah diketahui prosentase piksel dari warna putih (tulang normal), maka

hasil yang didapatkan kemudian dikelompokkan ke dalam tulang normal dan

Page 58: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

43

tulang osteoporosis dengan acuan hasil DXA yang telah dilakukan sebelumnya.

Kemudian dicari nilai batas bawah dari tulang normal yang selanjutnya akan

dijadikan sebagai “SETUP” untuk batas minimal prosentase dari tulang normal.

Apabila prosentase warna putih lebih besar dari nilai setupnya, maka akan

dikenali sebagai tulang normal. Dan jika prosentase warna putih lebih kecil dari

nilai setupnya, maka akan dikenali sebagai tulang osteoporosis.

Page 59: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini membahas mengenai hasil penelitian, tahapan implementasi

dan hasil uji coba program yang telah dirancang dan dibuat serta pembahasan

terhadap hasil yang telah didapatkan. Uji coba dilakukan untuk mengetahui

apakah program dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan lingkungan uji coba

yang telah ditentukan sesuai dengan skenario uji coba.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Citra X-Ray Tulang Rahang

Citra X-Ray tulang rahang adalah citra yang diperoleh dari alat atau

pesawat X-Ray. Dari citra yang didapatkan yang mana kualitas citranya sangat

bergantung kualitas dari alat X-Ray, meliputi tegangan tinggi (kV), arus tabung

(mA) dan waktu paparan (s). Dari hasil foto panoramic (tulang rahang) dengan

menggunakan spesifikasi alat PANORAMIC VATECH PaX-150C didapatkan

contoh citra sebagai berikut :

Gambar 4.1 Citra x-ray tulang rahang

44

Page 60: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

45

Dalam penelitian ini dengan analisis thresholding metode Otsu akan

digunakan untuk mendeteksi osteoporosis. Maka dari objek citra x-ray tersebut

diambil objek yang digunakan sampel, yaitu dipilih bagian trabekula dengan

ukuran 100 x 50. Sehingga diperoleh hasil seperti berikut:

Gambar 4.2 Objek citra yang digunakan untuk analisa dengan thresholding metode

Otsu

4.1.2 Analisis Ekualisasi

Setelah citra masukan di-input maka akan diproses secara ekualisasi.

Dalam proses ekualisasi ini citra akan lebih diperlihatkan mana bagian yang hitam

(lembah) dan mana bagian yang putih (puncak) dari kontur tulang. Bagian lembah

adalah bagian yang osteoporosis, sedangkan bagian puncak adalah bagian tulang

yang masih sehat.

Untuk listing program untuk ekualisasi data sebagai berikut:

w := Image6.Picture.Width;

h := Image6.Picture.Height;

cKum[0] := nilai pixel ke 0;

for i := 1 to 255 do

begin

Page 61: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

46

cKum[i] := cKum[i-1]+nilai pixel ke i;

end;

for i := 0 to 255 do

begin

Ko[i] := Round(255*cKum[i]/(w*h));

end;

for i:= 0 to h-1 do

begin

PC := Image6.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image5.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to w-1 do

begin

PH[3*j] := Bo[PC[3*j]];

PH[3*j+1] := Go[PC[3*j+1]];

PH[3*j+2] := Ro[PC[3*j+2]];

end;

end;

Dengan menggunakan Delphi versi 7.0, maka dari proses ekualisasi

didapatkan hasil citra sebagai berikut:

Citra Asli Tulang Rahang StatusKeterangan Citra HasilDXA Ekualisasi

aa1 Normal

aa2 Osteoporosis

aa3 Osteoporosis

aa4 Osteoporosis

aa5 Osteoporosis

aa6 Osteoporosis

Page 62: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

47

aa7 Normal

aa8 Osteoporosis

aa9 Osteoporosis

aa10 Normal

aa11 Normal

aa12 Normal

aa13 Osteoporosis

aa14 Osteoporosis

aa15 Osteoporosis

aa16 Osteoporosis

aa17 Normal

aa18 Normal

aa19 Normal

Tabel 4.1 Citra Hasil Ekualisasi

Di dalam proses ekualisasi akan menguatkan piksel-piksel yang dominan

dalam citra tersebut dan melemahkan piksel-piksel yang tidak dominan. Sehingga

proses ekualisasi akan membutuhkan histogram citra grayscale dari citra asli.

Page 63: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

48

Setiap kode warna dalam setiap piksel memiliki nilai dalam histogram citra. Nilai

tersebut yang digunakan sebagai nilai pengganti dalam setiap piksel citra tersebut.

Hasilnya image hasil ekualisasi akan tampil lebih jelas bagian yang gelap dan

bagian yang terang. Proses ini penting jika tujuan pengolahan citra adalah hendak

membedakan bagian yang bersifat cekung (lembah/tulang yang osteoporosis) serta

bagian yang cembung (puncak/tulang yang normal).

4.1.3 Analisis Proses Otsu

Apabila proses ekualisasi sudah selesai yang mana citra akan lebih

kelihatan bagian yang putih dan hitam, maka akan dilanjutkan pada proses Otsu.

Pada proses ini bertujuan untuk mencari nilai threshold (ambang) yang tepat

untuk memisahkan manakah bagian yang cenderung hitam (osteoporosis) dalam

suatu tulang dan manakah bagian yang cenderung terang / putih (sehat) dalam

tulang yang sama.

Untuk listing program untuk proses Otsu sebagai berikut:

jpixtot := image1.picture.Width*image1.picture.Height;

sigmamax := 0;

muT := 0;

for i := 0 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

muT := muT + i*pt;

end;

for t:= 0 to l-1 do

begin

omega1t := 0;

for i := 0 to t do

omega1t := omega1t + dgray[i]/jpixtot;

omega2t := 0;

Page 64: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

49

for i := t+1 to l-1 do

omega2t := omega2t + dgray[i]/jpixtot;

mu1t := 0;

for i := 0 to t do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu1t := mu1t + i*pt/omega1t;

end;

mu2t := 0;

for i := t+1 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu2t := mu2t + i*pt/omega2t;

end;

sigma2b := omega1t*sqr(mu1t-muT)+omega2t*sqr(mu2t-muT);

if sigma2b > sigmamax then

begin

sigmamax := sigma2b;

totsu := t;

end;

end;

otsu := tposisi[totsu];

Di dalam proses Otsu ini menghasilkan nilai ambang (threshold) sehingga

citra akan dipisahkan antara warna putih (bagian tulang normal/sehat) dan warna

hitam (bagian tulang yang osteoporosis). Citra yang dihasilkan dari proses otsu

akan jauh lebih jelas diibandingkan citra hasil ekualisasi. Berikut ini citra hasil

ekualisasi yang sudah melalui proses Otsu:

Page 65: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

50

Citra Asli Tulang Rahang

StatusKeterangan Citra Hasil

DXA Ekualisasi Otsuaa1 Normal

aa2 Osteoporosis

aa3 Osteoporosis

aa4 Osteoporosis

aa5 Osteoporosis

aa6 Osteoporosis

aa7 Normal

aa8 Osteoporosis

aa9 Osteoporosis

aa10 Normal

aa11 Normal

aa12 Normal

aa13 Osteoporosis

aa14 Osteoporosis

aa15 Osteoporosis

Page 66: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

51

aa16 Osteoporosis

aa17 Normal

aa18 Normal

aa19 Normal

Tabel 4.2 Citra hasil Otsu

4.1.4 Analisis Thresholding

Proses terakhir adalah proses tresholding yang merupakan implementasi

lanjutan dari Otsu. Pada bagian ini piksel - piksel citra yang di bawah nilai

ambang akan dieksekusi menjadi bernilai 0 (hitam) dan piksel - piksel citra yang

di atas nilai ambang akan dieksekusi menjadi bernilai 255 (putih). Hasil yang

didapatkan adalah citra otsu black white.

Listing program untuk thresholding sebagai berikut

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image5.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

PH := Image8.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

begin

gray := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

if (gray < Ambang) then

begin

PH[3*j] := 0;

PH[3*j+1] := 0;

PH[3*j+2] := 0;

inc(hitam);

end

else

Page 67: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

52

begin

PH[3*j] := 255;

PH[3*j+1] := 255;

PH[3*j+2] := 255;

inc(putih);

end

end;

Setelah dari proses thresholding maka dapat dihitung berapa jumlah piksel

putih dan jumlah piksel hitam. Kemudian dari jumlah kedua piksel tersebut

diperbandingkan dalam aplikasi dengan rumus :

Perbandingan = piksel putih/(piksel putih + piksel hitam) x 100%

Dan disini user dapat menentukan nilai ambang batas prosentase suatu citra tulang

adalah normal atau osteoporosis.

Jika nilai perbandingan di atas lebih dari nilai ambang batas yang

ditentukan maka tulang tersebut adalah tulang normal, dan jika kurang dari nilai

ambang batas maka tulang tersebut cenderung osteoporosis.

Listing program untuk setup sebagai berikut :

porsiputih:=putih/(putih+hitam)*100;

if porsiputih>=strtofloat(fsetup.dbedit1.text) then

label11.Caption:='Normal (putih : '+floattostr(porsiputih)+'%)'

else

label11.Caption:='Osteoporosis(putih:'+floattostr(porsiputih)+'%);

Dari proses thresholding ini, didapatkan jumlah piksel hitam dan putih

yang diikuti dengan prosentase warna putih disertai status tulang yang diuji

sebagai berikut:

Page 68: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

53

CitraJumlah

piksel hitamJumlah

piksel putihProsentase Warna

Putih (%)Status

aa1 2327 2673 53,46 Normalaa2 2359 2641 52,82 Osteoporosisaa3 2390 2610 52,2 Osteoporosisaa4 2390 2610 52,2 Osteoporosisaa5 2359 2641 52,82 Osteoporosisaa6 2393 2607 52,14 Osteoporosisaa7 2356 2644 52,88 Normalaa8 2406 2594 51,88 Osteoporosisaa9 2524 2476 49,52 Osteoporosis

aa10 2324 2676 53,52 Normalaa11 2332 2668 53,36 Normalaa12 2433 2567 51,34 Osteoporosisaa13 2384 2616 52,32 Osteoporosisaa14 2427 2573 51,46 Osteoporosisaa15 2466 2534 50,68 Osteoporosisaa16 2435 2565 51,3 Osteoporosisaa17 2299 2701 54,02 Normalaa18 2430 2570 51,4 Normalaa19 2306 2694 53,88 Osteoporosis

Tabel 4.3 Hasil Thresholding

4.1.5 Tahapan Implementasi

Tahapan implementasi menjelaskan bagaimana penggunaan aplikasi untuk

mendeteksi osteoporosis. Untuk dapat menggunakan aplikasi ini membutuhkan

citra hasil rontgen tulang rahang dalam bentuk image bitmap 24 bit dan berupa

citra grayscale. Jika citra - citra tersebut sudah tersedia maka citra tersebut siap

diolah oleh aplikasi. Aplikasi diinstal dalam komputer dengan sistem operasi

minimal Windows XP. Urutan proses penggunaan aplikasi adalah sebagai berikut.

1. Menampilkan Splash Screen Ketika Pertama Kali Menjalankan Aplikasi

Gambar 4.3 Splash Screen

Page 69: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

54

Splash Screen berfungsi sebagai informasi singkat tentang aplikasi dan akan

tampil selama kurang lebih tiga detik.

2. Menampilkan Form Utama Aplikasi

Kemudian muncul halaman utama dari aplikasi sebagai berikut :

Gambar 4.4 Form Utama Aplikasi

Halaman utama aplikasi masih kosong, karena belum digunakan untuk

menguji citra tulang rahang. Dalam form utama aplikasi ini terdapat beberapa

komponen, sebagai berikut:

1. Komponen Buka File

Komponen ini berfungsi untuk membuka citra - citra yang akan diuji.

2. Komponen Pengolahan Citra

Di dalam komponen pengolahan citra mempunyai beberapa bagian yang

pada inti bertujuan untuk menampilkan hasil dari proses pengolahan citra yang

Page 70: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

55

sudah diuji sehingga hasil yang didapatkan mudah untuk dianalisa. Bagian –

bagian tersebut adalah sebagai berikut ini :

a) Citra asli, hasil ekualisasi dan proses otsu

Pada bagian ini akan menampilkan citra asli dari citra tulang yang diuji

serta kemudian diikuti oleh citra hasil dari analisa ekualisasi dan proses otsu. Citra

yang ditampilkan juga disertai dengan histogram dari citra yang sudah diuji

sebelumnya.

b) Setup

Apabila citra yang diuji telah diketahui jumlah pikselnya, dimana agar

citra tersebut dapat dikenali apakah masuk ke dalam golongan tulang normal

ataukah tulang osteoporosis maka dipergunakan “SETUP”. Penggunaan “SETUP”

ini pada dasarnya untuk mengatur prosentase warna putih dan hitam sehingga citra

yang diuji dapat diketahui keadaannya.

c) Status citra

Setelah citra berhasil diuji yang hasilnya sudah ditampilkan melalui

histogram dan database maka untuk lebih dapat memudahkan mengetahui hasil

dari pengujian citra, maka ditampilkan status dari citra yang diuji tersebut. Dalam

statusnya, citra yang diuji akan dikenali dengan dua status, yaitu status sebagai

tulang normal dan tulang osteoporosis.

d) Database citra

Sedangkan dalam bagian database citra tulang ini berfungsi untuk

menampilkan jumlah piksel warna hitam dan putih dari citra yang diuji

Page 71: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

56

sebelumnya serta data tulang tersebut dapat disimpan secara permanen dalam

database sehingga dapat digunakan kembali.

e) Simpan

Setelah citra dibuka, citra selanjutnya akan dianalisa maka akan

ditampilkan hasil yang didapatkan. Dari hasil yang sudah didapatkan, maka user

dapat menyimpannya dalam database. Maka disinilah bagian ini berfungi.

f) Navigasi

Bagian navigasi berfungsi untuk menjalankan database dari citra tulang

tangan yang sudah diuji sebelumnya serta sudah disimpan dalam database

tersebut.

3. Keluar

Setelah semua data citra selesai diuji dan hasil yang didapatkan juga sudah

disimpan di database, maka untuk keluar dari aplikasi user tinggal memilih

komponen keluar.

3. Pengujian Aplikasi

Kemudian untuk menguji sebuah citra tulang maka langkah pertama

adalah memilih tombol buka file. Setelah aplikasi ready akan meminta input file

citra tulang yang berbentuk file image bitmap gray scale 24 bit tersebut. Seperti

digambarkan sebagai berikut :

Page 72: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

57

Gambar 4.5 Memilih Image Tulang

Jika citra tulang telah dibuka maka akan ditampilkan citra tulang tersebut

dalam kondisi sebenarnya. Untuk dapat menampilkan dalam kondisi diekualisasi

dan setelah dikenai threshold otsu maka dipilih tombol analisa yang terdapat pada

form utama aplikasi. Bagian bawah adalah hasil akhir threshold otsu sekaligus

hasil pengujian tulang.

Setiap proses pengujian terdapat tampilan grafik histogram citra.

Histogram citra asli, citra hasil ekualisasi, dan citra otsu ditampilkan untuk

memperjelas perbedaan masing-masing. Berikut tampilan proses pengujian citra

tulang - tulang tersebut :

Page 73: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

58

Gambar 4.6 Pengujian Tulang

Dari hasil pengujian tulang pada gambar 4.6 menunjukkan bahwa tulang

yang diuji merupakan tulang normal karena prosentase warna putih (berarti tulang

tersebut sehat) adalah 52.869%. Untuk menentukan batas persentase tersebut

digunakan form setup yang telah disediakan dalam aplikasi. Form setup tersebut

adalah sebagai berikut :

Gambar 4.7 Form Setup Aplikasi

Dalam hal ini, penggunaan setup sebesar 52.869% mengacu dengan

melihat hasil pengklasifikasian dari data hasil citra tersebut diteliti dengan DXA

Page 74: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

59

dan jumlah prosentase warna putih dari citra dengan thresholding metode otsu.

Berikut ini tabel hasil dengan setup 52.869% dan telah diklasifikasikan menurut

hasil pemeriksanaan dengan DXA (alat untuk mengukur Bone Mineral Density) :

CitraProsentase

Warna Putih (%)Hasil Dengan DXA

Tulang Normal Tulang Osteoporosisaa1 53.46 aa2 52.82 aa3 52.2 aa4 52.2 aa5 52.82 aa6 52.14 aa7 52.88 aa8 51.88 aa9 49.52 aa10 53.52 aa11 53.36 aa12 51.34 aa13 52.32 aa14 51.46 aa15 50.68 aa16 51.3 aa17 54.02 aa18 51.4 aa19 53.88

Tabel 4.4 Prosentase Piksel Putih dan klasifikasi Osteoporosis Dengan Thresholding

Metode Otsu Dan Hasil dengan DXA

Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat dari prosentase warna putih citra

yang diteliti menunjukkan bahwa tulang osteoporosis antara 49.52- 52.82% dan

tulang normal 52.88% - 54.02%. Maka dari hasil tersebut dapat digunakan untuk

menentukan batas antara tulang normal dengan osteoporosis dalam setup sebesar

52.869%. Yang artinya jika kadar warna putih dalam tulang tersebut lebih dari

52.869% akan dikenali sebagai tulang normal/sehat, sedangkan apabila citra

Page 75: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

60

tersebut kadar warna putih dalam tulang tersebut di bawah 52.869% akan dikenali

sebagai tulang osteoporosis.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Citra hasil x-ray tulang merupakan hasil representasi dari keadaan tulang

dengan pemeriksaan radiologi. Citra x-ray tulang merupakan citra skala keabuan

yang dihasilkan dari paparan sinar-x terhadap tulang yang kemudian dipantulkan

dan ditangkap oleh film. Hasil citra x-ray yang didapatkan sangat tergantung pada

materi/bendanya. Daya tembus dari sinar-x berbeda-beda sesuai dengan

materi/benda yang dilaluinya. Benda yang mudah ditembus oleh sinar-x memberi

bayangan berwarna hitam (radiolusen), sedangkan benda yang sulit ditembus

sinar-x memberi bayangan berwarna putih (radioopak). Diantara radiolusen dan

radioopak terdapat bayangan perantara yaitu bayangan yang tidak terlalu hitam

atau radiolusen sedang (moderately radiolucent) dan bayangan tidak terlalu putih

atau radioopak sedang (moderately radio opaque). Diantara radiolusen sedang dan

radioopak sedang terdapat bayangan keputih-putihan (intermediate) (Rasad,

2005).

Dalam penelitian ini memanfaatkan citra hasil dari foto rontgen pada

bagian tulang rahang. Tulang adalah organ yang sudah terbentuk sejak masih

dalam kandungan dan kemudian berlangsung terus sampai dekade kedua dalam

susunan yang teratur. Organ ini merupakan organ yang mendukung struktur

tubuh, melindungi organ-organ internal serta memungkinkan pergerakan atau

perpindahan karena sebagai tempat melekat otot-otot.

Page 76: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

61

Dari sisi penting lain tentang informasi yang disebutkan dalam Al-Qur’an

adalah tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim. Dalam konsep

embriologi, Allah SWT berfirman berkenaan tahap-tahap penciptaan manusia

dalam Surah Al-Mu’minuun : 14 :

Arti : Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu

Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang

belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami

jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta

yang paling baik.

Disebutkan dalam Surah Al-Mu’minuun ayat ke-14 menjelaskan proses

penciptaan manusia mulai dari air mani sampai menjadi tulang. Tulang sebagai

jaringan paling tangguh tubuh sehingga menopang aktifitas tubuh merupakan

salah satu keajaiban penciptaan Allah SWT. Tulang yang terbentuk mulai sejak

bayi dalam kandungan dan kemudian berlangsung terus-menerus sampai dekade

kedua dalam susunan teratur. Ketika masih di dalam rahim, mula-mula tulang

terbentuk selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang.

Sebagaimana diuraikan dalam ayat ke-14 surat Al-Mu’minuun, jaringan tulang

rawan pada embrio di rahim ibu mulanya mengeras dan menjadi tulang keras.

Lalu tulang-tulang ini dibungkus oleh sel-sel otot. Allah menjelaskan

perkembangan ini dalam ayat:”…..dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang

belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. Sampai saat ini

Page 77: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

62

para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk

secara bersamaan. Karena, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat

ini bertentangan dengan ilmu teknologi.

Dalam penelitian ini, untuk pengambilan sampel/bahan dengan

memanfaatkan sinar-x. Sinar-x adalah sinar yang terbentuk dari radiasi gelombang

elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 10-7 - 10-8 cm dan

frekuensi sekitar 1016 -1021 Hz. Sinar-x sering digunakan di berbagai bidang

seperti bidang kedokteran, fisika, kimia, biologi. Dalam bidang medis, sinar-x

umumnya digunakan dalam diagnosis gambar medikal. Al-Qur’an dalam surat

An-Nuur : 35 memberikan penjelasan/gambaran ide tentang sinar sebagai berikut :

Artinya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya

Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada

pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang

bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang

berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)

dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir

menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-

lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan

Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah

Maha mengetahui segala sesuatu.

Page 78: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

63

Dari surat an-Nuur tersebut di atas menggambarkan cahaya Allah

mempunyai kekuatan yang luar biasa sehingga tetap nampak/dapat menyinari

meskipun berada di dalam sebuah benda/tempat yang tak tembus pandang/tak

berlubang. Dari penafsiran ini dan dikaitkan dengan perkembangan teknologi,

maka sifat cahaya Allah tersebut sama dengan sifat sinar-x. Dimana sifat sinar-x

yaitu dapat menembus benda-benda lunak seperti daging dan kulit tetapi tidak

dapat menembus benda-benda keras seperti tulang, gigi dan logam.

Selain itu sinar-X juga mempunyai sifat yang dapat menggelapkan film

sehingga daerah dengan kerapatan lebih rendah akan terlihat lebih gelap pada

negatif film daripada daerah dengan kerapatan tinggi. Maka dengan sifat dapat

diartikan bahwa lubang atau retak muncul sebagai daerah yang lebih gelap,

sedangkan inklusi tembaga pada paduan aluminium muncul lebih terang. Dalam

hal ini, lubang pada tulang dikenali dikenali sebagai gambaran tulang yang

terkena osteoporosis.

Pada penelitian ini sampelnya dengan menggunakan citra x-ray tulang

rahang hasil dari pemeriksaan radiologi sebanyak 19 sampel. Kemudian dari citra

x-ray tulang rahang tersebut diambil (dilakukan pemotongan/dicrop) pada bagian

yang diteliti, yaitu bagian trabekula serta tidak sampai mengenai gigi dari citra-X

pada tulang rahang dengan ukuran 100 x 50 dan dalam format bitmap (BMP).

Sedangkan untuk proses implementasinya yaitu dengan melalui beberapa

proses. Setelah citra dikenali dalam bentuk aslinya yaitu citra gray scale maka

selanjutnya citra akan diekualisasi. Dalam proses ekualisasi ini, citra yang

dihasilkan yaitu citra yang lebih tajam/kelihatan bagian yang putih dan hitam.

Page 79: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

64

Dimana dalam proses ekualisasi, dari citra yang diuji dihitung nilai keabuan untuk

setiap keabuan input-nya. Setelah itu, maka nilai keabuannya akan dihitung setiap

baris sampai setinggi citra dan setiap kolom sampai selebar citra, sehingga setiap

titik dari nilai keabuannya diketahui. Agar citra hasil ekualisasi merata, maka

dilakukan proses pemerataan yang mana bertujuan untuk lebih meratakan

histogram ke seluruh jangkuan keabuan agar lebih sempurna.

Selanjutnya, dari proses ekualisasi tersebut dilakukan ke proses otsu yang

bertujuan untuk mencari nilai threshold (ambang) yang tepat agar dapat

memisahkan bagian manakah yang cenderung hitam (osteoporosis) dalam suatu

tulang dan bagian manakah yang cenderung terang / putih (sehat) dalam citra

tulang yang sama. Proses otsu diawali dengan menghitung luas citra yang diuji

(jpixtot). Kemudian proses akan dilanjutkan untuk menghitung mean/nilai rata-

rata dari warna piksel (muT). Dalam proses ini nantinya akan menghitung nilai

piksel setiap baris sampai setinggi citra, yang mana proses ini dimulai dari piksel

awal sampai terakhir serta nilai yang didapatkan akan diakumulasikan.

Selanjutnya juga akan dihitung nilai pikselnya untuk setiap kolom sampai selebar

citra tersebut dan juga serta nilai yang didapatkan akan diakumulasikan. Dari

proses ini akan didapatkan nilai ambang/posisi otsunya. Maka dari nilai

ambang/posisi otsu ini yang digunakan untuk proses ekskusi dalam thresholding.

Dari proses otsu ini langsung dilanjutkan dalam proses thresholding.

Dalam proses thresholding ini sebagai lanjutan dari proses otsu. Yang mana

proses thresholding akan mengeksusi citra hasil otsu berdasarkan nilai ambangnya

(threshold). Dimana dari citra yang diuji apabila nilai pikselnya di bawah nilai

Page 80: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

65

ambang maka akan diekskusi menjadi nilai 0 (hitam) dan apabila nilai pikselnya

di atas nilai ambang diekskusi menjadi nili 255 (putih). Walupun sebagai proses

lanjutan dari proses otsu, dalam proses thresholding ini tetap dihitung nilai

keabuan dari citra yang diuji. Dimana nilai keabuan dihitung untuk setiap baris

sampai setinggi citra dan setiap kolom sampai selebar citra tersebut. Setelah nilai

keabuan diketahui, maka dihitung nilai piksel-piksel citra tersebut dan selanjutnya

citra akan mengalami ekskusi. Dalam ekskusi ini, nilai piksel-piksel citra

dibandingkan dengan nilai ambangnya (threshold) yang telah diketahui/diperoleh

dari proses otsu. Dari perbandingan ini maka akan menghasilkan dua keadaan.

Apabila nilai piksel-piksel dari citra lebih kecil dari nilai ambang maka diekskusi

menjadi 0 (hitam). Sedangkan bilamana nilai piksel-piksel dari citra lebih besar

dari nilai ambang maka diekskusi menjadi 255 (putih). Dalam hal ini, warna hitam

merupakan warna dari citra yang dikenali sebagai citra yang osteoporosis.

Sedangkan warna putih adalah warna dari citra yang dikenali sebagai citra yang

sehat/normal.

Setelah semua proses selesai, maka diperoleh hasil yang ditunjukkan pada

tabel 4.5 di bawah ini yang merupakan data jumlah piksel warna putih dan hitam

serta prosentase warna putih dari setiap citra:

CitraJumlah

piksel hitamJumlah

piksel putihProsentase Warna

Putih (%)aa1 2327 2673 53.46aa2 2359 2641 52.82aa3 2390 2610 52.2aa4 2390 2610 52.2aa5 2359 2641 52.82aa6 2393 2607 52.14aa7 2356 2644 52.88aa8 2406 2594 51.88

Page 81: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

66

aa9 2524 2476 49.52aa10 2324 2676 53.52aa11 2332 2668 53.36aa12 2433 2567 51.34aa13 2384 2616 52.32aa14 2427 2573 51.46aa15 2466 2534 50.68aa16 2435 2565 51.3aa17 2299 2701 54.02aa18 2430 2570 51.4aa19 2306 2694 53.88

Tabel 4.5 Jumlah piksel warna putih dan hitam prosentase warna putih dari setiap

citra

Setelah diperoleh besar prosentase warna putih dari setiap citra maka

selanjutnya hasil prosentase tersebut diklasifikasikan ke dalam tulang normal dan

osteoporosis dengan sumber dari data citra yang telah diteliti dengan DXA.

Berikut ini hasil prosentase warna putih dalam citra yang diperoleh sebagai

berikut :

Page 82: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

67

CitraProsentase Warna

Putih (%)

Hasil DXA Hasil Thresholding Metode OtsuNilai kebenaranTulang Normal Tulang

OsteoporosisTulang Normal Tulang

Osteoporosisaa1 53.46 Benar Terklasifikasiaa2 52.82 Benar Terklasifikasiaa3 52.2 Benar Terklasifikasiaa4 52.2 Benar Terklasifikasiaa5 52.82 Benar Terklasifikasiaa6 52.14 Benar Terklasifikasiaa7 52.88 Benar Terklasifikasiaa8 51.88 Benar Terklasifikasiaa9 49.52 Benar Terklasifikasi

aa10 53.52 Benar Terklasifikasiaa11 53.36 Benar Terklasifikasiaa12 51.34 Salah Terklasifikasiaa13 52.32 Benar Terklasifikasiaa14 51.46 Benar Terklasifikasiaa15 50.68 Benar Terklasifikasiaa16 51.3 Benar Terklasifikasiaa17 54.02 Benar Terklasifikasiaa18 51.4 Benar Terklasifikasiaa19 53.88 Salah Terklasifikasi

Tabel 4.6 Klasifikasi prosentase warna putih dari setiap citra

Page 83: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

68

Dari data pengujian citra x-ray tulang rahang pada bagian trabekula di

atas, maka tingkat akurasi yang diperoleh :

= 89.47%

Dalam akurasi, jumlah nilai kebenaran diambil dari hasil analisa yang sama dari

hasil pengujian dengan thresholding metode otsu dibandingkan hasil DXA.

Pada penelitian ini memanfaatkan citra x-ray tulang rahang (dental

panoramic) dengan menggunakan thresholding metode otsu dapat mendeteksi

tulang normal atau tulang osteoporosis. Setelah dilakukan beberapa proses,

didapatkan nilai threshold (ambang) dari citra grayscale yang memiliki nilai putih

dengan intesitas paling besar sampai hitam dengan intesitas paling rendah. Setelah

diketahui nilai ambang dari citra gray scale maka dapat diketahui kondisi tulang

tersebut, apabila diatas lebih dari ambang batas yang ditentukan maka tulang

tersebut adalah tulang normal, dan jika kurang dari ambang batas maka tulang

tersebut cenderung osteoporosis.

Setelah dilakukan pengujian dengan thresholding metode otsu pada citra

x-ray tulang rahang yang hasil klasifikasinya menunjukkan tingkat akurasi

kebenaran sebesar 89.47%. Dari nilai tingkat akurasi yang telah didapatkan

tersebut menunjukkan ketepatan yang cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa

adanya perbedaan antara group osteoporosis dan normal, sehingga aplikasi yang

dibuat dapat digunakan untuk mendeteksi osteoporosis.

Page 84: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

69

Dalam penentuan prosentase warna piksel putih yang digunakan untuk

patokan/standart agar tulang dapat dikenali sebagai tulang osteoporosis/normal

mempunyai keterkaitannya dengan Al-Qur’an. Keterkaitan dijelaskan melalui

firman Allah swt dalam surat Al-Qamar : 49:

Arti : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran

Dari surat al-Qamar ayat 49 dapat dijelaskan bahwa Allah swt

menciptakan segala sesuatu di alam ini sesuai dengan ukurannya. Ukuran yang

diberikan Allah swt adalah sesuai dengan kebutuhan manusia. Keterkaitan surat

al-Qamar:49 dalam penelitian ini yaitu digunakannya nilai prosentase warna

piksel putih sebesar 52.869%. Nilai/ukuran ini dikenali sebagai batas minimal

prosentase warna piksel putih dari sebuah citra yang diujikan. Apabila prosentase

warna piksel putihnya di bawah 52.869% maka dikenali sebagai tulang

osteoporosis, sedangkan apabila prosentase warna piksel putihnya di atas

52.869% maka dikenali sebagai tulang normal.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu, dimana tulang

rahang dapat digunakan untuk mendeteksi osteoporosis, bedanya penelitian

terdahulu mengukur ketebalan bagian kortikal (Arifin, 2006, Taguchi et al, 1996).

Penelitian ini diharapkan agar penulis dapat menjadi seorang ilmuwan

yang ulul albab. Ditinjau dari pengertian lughawi, kata Albab adalah bentuk jamak

dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu. Sehingga ulul albab adalah orang-

orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh ide-ide yang

menimbulkan kerancuan dalam berfikir.

Page 85: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

70

Ulul albab adalah intelektual muslim yang bukan sekedar sarjana tetapi

intelektual yang benar-benar merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakat

dan bangsanya, menangkap aspirasi kemudian merumuskan dan menawarkan

strategi serta alternatif pemecahannya. Tegasnya, intelektual bukan sekedar orang

yang hanya dapat berbicara di mimbar, dan kerja di belakang meja, melainkan

orang yang mempunyai konsep sekaligus mampu mengaplikasikannya. Dalam

islam, seseorang intelektual bukan sekedar orang yang sanggup melahirkan

gagasan normatif dan aplikasinya, tetapi sekaligus memahami ajaran dan sejarah

agamanya. Artinya, intelektual muslim harus menguasai ajaran-ajaran agamanya.

Ulul albab merupakan intelek yang membangun kepribadiannya dengan

dzikir dalam keadaan dan situasi apapun, sehingga mampu memanfaatkan gejala,

proses, dan sarana alamiah ini untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat.

Sehingga orang yang berzikir dan berfikir (secara murni) atau merenungkan

tentang fenomena alam raya, diharapkan dapat sampai kepada bukti yang sangat

nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt. Kata ulul albab dalam Al-Qur'an

terulang sebanyak 16 kali. Salah satu surah terkait adalah surah Az-Zumar: 9:

Arti : (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang

beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada

(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama

orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Page 86: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

71

Keterkaitan surah az-Zumar ayat 9 dengan penelitian ini adalah di mana

manusia dituntut untuk bersyukur apa yang telah diciptakan Allah SWT di sekitar

kita dengan tujuan mengharapkan rahmat-Nya. Contohnya adalah dalam

penciptaan manusia seperti terbentuknya tulang mulai masih dalam kandungan.

Tentunya hal ini tidak hanya sekedar diciptakan tanpa ada manfaatnya. Manusia

hendaknya berfikir dengan manfaat yang dapat diambil dari tulang. Manfaat

penting dari tulang salah satunya adalah tempat melekatnya otot-otot sehingga

manusia dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Untuk itulah kita sebagi orang

yang berilmu hendaknya meneladari ciri-ciri sebagai seorang yang ulul albab dan

menerapkannya untuk kemaslahatan umat.

Salah satu karakteristik ulul albab adalah orang yang selalu sadar akan

kehadiran Allah dalam segala situasi dan kondisi, baik saat bekerja maupun

beristirahat, dan berusaha mengenali Allah dengan dzikir serta mengenali alam

semesta dengan akal, sehingga sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang

keesaan dan kekuasaan Allah SWT. Firman dalam surat Ali 'Imron: 190-191):

Arti : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam

dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-

orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,

Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka."

Page 87: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

72

Dengan adanya penelitian ini, kita akan semakin terdorong untuk

senantiasa memikirkan kebesaran Allah dengan mengambil manfaat dari

ciptaaNya. Karena tak ada satupun ciptaanNya yang sia-sia di muka bumi ini.

Sebagai sarjana fisika hendaknya mempunyai atau meneladani sifat ulul

albab sekaligus sifat yang dekat dengan Allah. Selain itu juga sarjana fisika yang

ulul albab diharapkan suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat Allah baik yang

tanziliyah (wahyu) maupun yang kauniyah (alam semesta), dan berusaha

mengungkapkan pelajaran darinya.

Dengan demikian seorang sarjana fisika yang ulul albab diharapkan ia

bukan sekedar ilmuwan atu intelektual. Yang mana dalam diri ulul albab terpadu

sifat orang yang dekat dengan Allah. Dalam dunia pendidikan dewasa ini, sangat

diharapkan perguruan tinggi mampu mencetak sosok sarjana yang mempunyai

kemampuan keilmuan dan kepribadian seperti itu. Seorang sarjana yang benar-

benar sarjana, bukan hanya sekedar sarjana.

Page 88: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

73

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi dan analisa tentang deteksi osteoporosis dengan

thresholding metode Otsu yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dengan tresholding metode otsu dapat digunakan sebagai metode

alternatif untuk mendeteksi osteoporosis pada citra x-ray tulang rahang.

2. Dari pengujian pada citra x-ray tulang rahang dari objek trabekula yang

dilakukan dengan metode alternatif yang dibuat dapat dimanfaatkan untuk

mendeteksi osteoporosis dengan tingkat akurasi sebesar 89,47%.

5.2 Saran

Dari hasil kesimpulan yang diperoleh, maka ada beberapa saran yang perlu

menjadi bahan pertimbangan, yaitu :

1. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik sebaiknya dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan melakukan perbaikan pada kuantitas dan kualitas dari

data citra x-ray yang diuji serta dengan mengunakan metode lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada bagian tulang – tulang yang

lainnya dengan citra x-ray agar hasil yang didapatkan lebih valid guna

mendapatkan metode baru untuk mendeteksi tulang normal atau

osteoporosis.

73

Page 89: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

74

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2009 . Analisa Kerapatan Trabecular Bone Berbasis Graph Berbobot Pada Citra Panorama Gigi Untuk Identifikasi Osteoporosis Vol. 7, No. 3 Januari. Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

Ahmad, Balza dan Firdausy, Kartika. 2005. Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta : Ardi publishing

Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta : Graha Ilmu

American College of Rheumatology. 2007. Osteoporosis, etiology and Pathogenesis. http://www.rheumatology.org

Bertalya, Prihandoko, Djati Kerami. 2008. Penggunaan fitur tekstur local Pada klasifikasi citra x-ray. Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiUniversitas Gunadarma : Jakarta

Chandra Wijaya, Marvin dan Tjiharjadi, Semuil. 2009. Mencari Nilai Threshold Yang Tepat Untuk Perancangan Pendeteksi Kanker Trofoblas.Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Teknik,Universitas Kristen Maranatha: Bandung

Consensus development conference. 1993. Diagnosis, Prophylaxis, and Treatment of osteoporosis. Am J Med

Famalia, Sikna. 2009. Ekstraksi Karakter Berdasarkan Multilevel Thresholding Dan Region Growing. Institus Teknologi Telkom : Bandung

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran . Penerbit Buku Kedokteran; EGC : Jakarta

Gomez, Joan. 2006. Awas Pengeroposan Tulang: Bagaimana Menghindari dan Menghadapinya. Arcan : Jakarta

Gonzalez, R.C., Woods, R.E. (2004). Digital Image Processing Second Edition. Prentice Hall, New Jersey

Haris Surahman, Aceng. 2007. The Journey of Soul. Yogyakarta : Uswah

Indra. 2008. Image Processing – Part 1. http://ai.indra-ehm.net/2008/12/image processing - part 1.html. Diakses 24 Januari 2010

Page 90: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

75

Ilyas, Muhammad dan B, Olgavivera. 2005. Identifikasi Osteoporosis pada Berbagai Kelompok Umur dengan Morfometri Femur dan Metakarpal di Makassar Vol. 26 No.4 Oktober- Desember. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin : Makassar

K, Fukunage. 1972. Introduction to Statisticul Pattern Recogniition. New York : Academic, , pp

Mulyono, Agus. 2008. Analisis Tekstur Citra X-Ray Tulang Tangan, Tulang Lutut, Dan Tulang Rahang Untuk Deteksi Osteoporosis. Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya : Malang

Munir, Rinaldi. 2004. Pengolahan Citra Digital Dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung : Informatika Bandung

Munir, Rinaldi. 2006. Aplikasi Image Thresholding Untuk Segmentasi Objek. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika. Institut Teknologi Bandung

Noboyuki, Otsu. 1979. A Threshold Selection Method from gray Level histogram . IEEE Transantions on Systems, MAN Cybernetics, Vol. SMC-9, No. 1. Janvani

Putra, Darma. 2004. Binerisasi Citra Tangan Dengan Metode Otsu Vol.3 No.2 Juli - Desember. Jurusan Teknik Elektro. Universitas Udayana

Sigit, Riyanto dkk. 2005. Step By Step Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : Penerbit Andi

Susilawati, Indah. 2009. Teknik Pengolahan Citra. Program Studi Teknik Elektro. Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ulfah, Nur Yunika. 2008. Epdiomologi Asupan Gizi ”Osteoporosis”. www.Wikipedia org/wiki. Diakses tanggal 01 April 2009

Zaviera VJ, Ghelman B. 2007. Osteoporosis: Deteksi Dini, Penanganan dan Terapi Praktis. Kata Hati : Yogyakarta

Page 91: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

76

Lampiran 1. Splash Screen

Lampiran 2. Form Utama Aplikasi

Page 92: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

77

Lampiran 3. Memilih Image Tulang

Lampiran 4. Pengujian Tulang

Page 93: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

78

Lampiran 5. Form Setup Aplikasi

Lampiran 6. Data Citra Tulang Rahang

Citra Tulang Rahang

StatusKeterangan

Hasil DXA Hasil Thresholding Metode Otsu

aa1 Normal Normal

aa2 Osteoporosis Osteoporosis

aa3 Osteoporosis Osteoporosis

aa4 Osteoporosis Osteoporosis

aa5 Osteoporosis Osteoporosis

aa6 Osteoporosis Osteoporosis

aa7 Normal Normal

aa8 Osteoporosis Osteoporosis

aa9 Osteoporosis Osteoporosis

Page 94: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

79

aa10 Normal Normal

aa11 Normal Normal

aa12 Normal Osteoporosis

aa13 Osteoporosis Osteoporosis

aa14 Osteoporosis Osteoporosis

aa15 Osteoporosis Osteoporosis

aa16 Osteoporosis Osteoporosis

aa17 Normal Normal

aa18 Normal Normal

aa19 Normal Osteoporosis

Page 95: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

80

Lampiran 7. Data Citra Tulang Jari Rahang Asli dan Citra Hasil DXA,

Ekualisasi serta Otsu

Citra Asli Tulang Rahang Status

Keterangan Citra HasilDXA Ekualisasi Otsu

aa1 Normal

aa2 Osteoporosis

aa3 Osteoporosis

aa4 Osteoporosis

aa5 Osteoporosis

aa6 Osteoporosis

aa7 Normal

aa8 Osteoporosis

aa9 Osteoporosis

aa10 Normal

aa11 Normal

aa12 Normal

aa13 Osteoporosis

a14 Osteoporosis

Page 96: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

81

aa15 Osteoporosis

aa16 Osteoporosis

aa17 Normal

aa18 Normal

aa19 Normal

Lampiran 8. Jumlah Piksel Warna Putih Dan Hitam Prosentase Warna

Putih Dari Citra Tulang Rahang

CitraJumlah

piksel hitamJumlah

piksel putihProsentase Warna

Putih (%)aa1 2327 2673 53.46aa2 2359 2641 52.82aa3 2390 2610 52.2aa4 2390 2610 52.2aa5 2359 2641 52.82aa6 2393 2607 52.14aa7 2356 2644 52.88aa8 2406 2594 51.88aa9 2524 2476 49.52aa10 2324 2676 53.52aa11 2332 2668 53.36aa12 2433 2567 51.34aa13 2384 2616 52.32aa14 2427 2573 51.46aa15 2466 2534 50.68aa16 2435 2565 51.3aa17 2299 2701 54.02aa18 2430 2570 51.4aa19 2306 2694 53.88

Page 97: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

82

Lampiran 9. Klasifikasi prosentase warna putih dari setiap citra

CitraProsentase Warna

Putih (%)

Hasil DXA Hasil Thresholding Metode OtsuNilai kebenaranTulang Normal Tulang

OsteoporosisTulang Normal Tulang

Osteoporosisaa1 53.46 Benar Terklasifikasiaa2 52.82 Benar Terklasifikasiaa3 52.2 Benar Terklasifikasiaa4 52.2 Benar Terklasifikasiaa5 52.82 Benar Terklasifikasiaa6 52.14 Benar Terklasifikasiaa7 52.88 Benar Terklasifikasiaa8 51.88 Benar Terklasifikasiaa9 49.52 Benar Terklasifikasi

aa10 53.52 Benar Terklasifikasiaa11 53.36 Benar Terklasifikasiaa12 51.34 Salah Terklasifikasiaa13 52.32 Benar Terklasifikasiaa14 51.46 Benar Terklasifikasiaa15 50.68 Benar Terklasifikasiaa16 51.3 Benar Terklasifikasiaa17 54.02 Benar Terklasifikasiaa18 51.4 Benar Terklasifikasiaa19 53.88 Salah Terklasifikasi

Page 98: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

83

Lampiran 10. Listing Ekualisasi

w := Image6.Picture.Width;

h := Image6.Picture.Height;

cKum[0] := nilai pixek ke 0;

for i := 1 to 255 do

begin

cKum[i] := cKum[i-1]+nilai pixel ke i;

end;

for i := 0 to 255 do

begin

Ko[i] := Round(255*cKum[i]/(w*h));

end;

for i:= 0 to h-1 do

begin

PC := Image6.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image5.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to w-1 do

begin

PH[3*j] := Bo[PC[3*j]];

PH[3*j+1] := Go[PC[3*j+1]];

PH[3*j+2] := Ro[PC[3*j+2]];

end;

end;

Lampiran 11. Listing Proses Otsu

jpixtot := image1.picture.Width*image1.picture.Height;

sigmamax := 0;

muT := 0;

for i := 0 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

muT := muT + i*pt;

end;

for t:= 0 to l-1 do

begin

omega1t := 0;

for i := 0 to t do

Page 99: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

84

omega1t := omega1t + dgray[i]/jpixtot;

omega2t := 0;

for i := t+1 to l-1 do

omega2t := omega2t + dgray[i]/jpixtot;

mu1t := 0;

for i := 0 to t do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu1t := mu1t + i*pt/omega1t;

end;

mu2t := 0;

for i := t+1 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu2t := mu2t + i*pt/omega2t;

end;

sigma2b := omega1t*sqr(mu1t-muT)+omega2t*sqr(mu2t-muT);

if sigma2b > sigmamax then

begin

sigmamax := sigma2b;

totsu := t;

end;

end;

otsu := tposisi[totsu];

Lampiran 12. Listing Thresholding

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image5.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

PH := Image8.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

begin

gray := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

Page 100: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

85

if (gray < Ambang) then

begin

PH[3*j] := 0;

PH[3*j+1] := 0;

PH[3*j+2] := 0;

inc(hitam);

end

else

begin

PH[3*j] := 255;

PH[3*j+1] := 255;

PH[3*j+2] := 255;

inc(putih);

end

end;

Listing 13. Setup

porsiputih:=hitam/(putih+hitam)*100;

if porsihitam>=strtofloat(fsetup.dbedit1.text) then

label11.Caption:='Normal (hitam : '+floattostr(porsiputih)+'

%)'

else

label11.Caption:='Osteoporosis(hitam:'+floattostr(porsiputih)+'

%)';

Lampiran 14. Listing Program Keseluruhan

unit unitutama;

interface

uses

Windows, Messages, SysUtils, Variants, Classes, Graphics,

Controls, Forms,

Dialogs, StdCtrls, ExtCtrls, XPMan, ComCtrls, Menus, ExtDlgs,

DB,

Page 101: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

86

DBTables,strutils, DBCtrls, Grids, DBGrids, ADODB;

type

TForm1 = class(TForm)

XPManifest1: TXPManifest;

Panel1: TPanel;

Button1: TButton;

Button3: TButton;

TabControl1: TTabControl;

ScrollBox1: TScrollBox;

StatusBar1: TStatusBar;

OpenPictureDialog1: TOpenPictureDialog;

Panel2: TPanel;

Panel3: TPanel;

Panel4: TPanel;

Image1: TImage;

Panel5: TPanel;

Image2: TImage;

Panel6: TPanel;

Panel7: TPanel;

Panel8: TPanel;

Image3: TImage;

Panel9: TPanel;

Panel18: TPanel;

Panel19: TPanel;

Panel20: TPanel;

Image9: TImage;

Label1: TLabel;

Label2: TLabel;

Label3: TLabel;

Label4: TLabel;

Label5: TLabel;

Label6: TLabel;

Label7: TLabel;

Label8: TLabel;

Label9: TLabel;

Label10: TLabel;

Label11: TLabel;

Page 102: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

87

Panel14: TPanel;

Panel15: TPanel;

Panel16: TPanel;

Image11: TImage;

Panel17: TPanel;

Image12: TImage;

Panel25: TPanel;

Panel26: TPanel;

Panel27: TPanel;

Image18: TImage;

Panel28: TPanel;

Image5: TImage;

Panel29: TPanel;

Panel30: TPanel;

Panel31: TPanel;

Image23: TImage;

Panel32: TPanel;

Image8: TImage;

Image4: TImage;

Button2: TButton;

Button5: TButton;

Button6: TButton;

Button7: TButton;

Panel33: TPanel;

Label17: TLabel;

Label18: TLabel;

Label19: TLabel;

Label20: TLabel;

Label21: TLabel;

Label22: TLabel;

Panel34: TPanel;

Panel35: TPanel;

Image14: TImage;

DBGrid1: TDBGrid;

DBNavigator1: TDBNavigator;

DBImage1: TDBImage;

DBImage3: TDBImage;

DBImage4: TDBImage;

Page 103: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

88

DBText1: TDBText;

DataSource1: TDataSource;

ADOConnection1: TADOConnection;

TCitra: TADOTable;

Button8: TButton;

Button9: TButton;

Button10: TButton;

procedure Button3Click(Sender: TObject);

procedure Button1Click(Sender: TObject);

procedure Panel3MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel3MouseMove(Sender: TObject; Shift: TShiftState;

X,

Y: Integer);

procedure Image2Click(Sender: TObject);

procedure TabControl1Change(Sender: TObject);

procedure Panel7MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel7MouseMove(Sender: TObject; Shift: TShiftState;

X,

Y: Integer);

procedure Image3Click(Sender: TObject);

procedure hitunghistogram(max:integer; gpicture:Tpicture);

procedure gambarhistogram(var img2 : Timage; pan : Tpanel);

function otsu:integer;

procedure tab0;

procedure tab1;

procedure tab1b;

procedure ekualisasi;

procedure tab2;

// procedure olah;

procedure Panel11MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure FormCreate(Sender: TObject);

Page 104: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

89

procedure Panel15MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure threshold(ambang:integer;var hitam,putih : integer);

procedure Panel19MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel19MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Image9Click(Sender: TObject);

procedure Panel30MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel22MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel26MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

procedure Panel22MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Panel26MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Panel11MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Panel15MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Panel30MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

procedure Button2Click(Sender: TObject);

procedure Button4Click(Sender: TObject);

procedure Button5Click(Sender: TObject);

Page 105: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

90

procedure Button6Click(Sender: TObject);

procedure Button7Click(Sender: TObject);

procedure Button8Click(Sender: TObject);

procedure Prosesfile;

procedure Button9Click(Sender: TObject);

procedure TCitraAfterScroll(DataSet: TDataSet);

procedure Button10Click(Sender: TObject);

private

{ Private declarations }

public

{ Public declarations }

end;

var

Form1: TForm1;

psx, psy : integer;

nfile,fc : string;

dgray : array [0..255] of byte;

tposisi : array[0..255] of integer;

Picture: TPicture;

c, cR, cG, cB: array [0..255] of integer;

l, cMax,hitam,putih: integer;

implementation

uses Usetup;

type

LogPal = record

lpal: TLogPalette;

entry: array [0..255] of TPaletteEntry;

end;

var

PaletKeabuan: LogPal;

{$R *.dfm}

{procedure TForm1.Olah; //bikin grayscale

var

i, j: integer;

Page 106: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

91

PC, PH: PByteArray;

begin

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf8bit)

then

begin

Image6.Picture.Bitmap.PixelFormat := pf8bit;

Image6.Picture.Bitmap.Palette :=

CreatePalette(PaletKeabuan.lpal);

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image1.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image6.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

PH[j] := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

end;

end;

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf24bit)

then

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image1.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image6.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

begin

PH[3*j] := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

PH[3*j+1] := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

PH[3*j+2] := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

end;

end;

end;

}

procedure TForm2. ekualisasi; //melakukan ekualisasi

var

i, j, w, h: integer;

cKum, cRKum, cGKum, cBKum: array [0..255] of integer;

Page 107: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

92

Ko, Ro, Go, Bo: array [0..255] of byte;

PC, PH: PByteArray;

begin

hitunghistogram(0,Image1.picture);

w := Image1.Picture.Width;

h := Image1.Picture.Height;

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf8bit)

then

begin

Image5.Picture.Bitmap.PixelFormat := pf8bit;

Image5.Picture.Bitmap.Palette :=

CreatePalette(PaletKeabuan.lpal);

cKum[0] := c[0];

for i := 1 to 255 do

cKum[i] := cKum[i-1]+c[i];

for i := 0 to 255 do

Ko[i] := Round(255*cKum[i]/(w*h));

for i:= 0 to h-1 do

begin

PC := Image1.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image5.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to w-1 do

PH[j] := Ko[PC[j]];

end;

end;

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf24bit)

then

begin

cRKum[0] := cR[0];

cGKum[0] := cG[0];

cBKum[0] := cB[0];

for i := 1 to 255 do

begin

cRKum[i] := cRKum[i-1]+cR[i];

cGKum[i] := cGKum[i-1]+cG[i];

cBKum[i] := cBKum[i-1]+cB[i];

end;

for i := 0 to 255 do

Page 108: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

93

begin

Ro[i] := Round(255*cRKum[i]/(w*h));

Go[i] := Round(255*cGKum[i]/(w*h));

Bo[i] := Round(255*cBKum[i]/(w*h));

end;

for i:= 0 to h-1 do

begin

PC := Image1.Picture.BitMap.ScanLine[i];

PH := Image5.Picture.BitMap.ScanLine[i];

for j:= 0 to w-1 do

begin

PH[3*j] := Bo[PC[3*j]];

PH[3*j+1] := Go[PC[3*j+1]];

PH[3*j+2] := Ro[PC[3*j+2]];

end;

end;

end;

end;

//hitung histogram untuk semua hasil olah warna

procedure Tform1.hitunghistogram(max:integer; gpicture:Tpicture);

var

i, j: integer;

PC: PByteArray;

begin

picture := gpicture;

if (Picture = nil) then

exit;

if (Picture.Bitmap.PixelFormat = pf8bit) then

begin

for i := 0 to 255 do

c[i] := 0;

for i:= 0 to Picture.Height-1 do

begin

PC := Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Picture.Width-1 do

Inc(c[PC[j]]);

Page 109: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

94

end;

if (max <> 0) then

cMax := max

else

begin

cMax := 0;

l := 0;

for i := 0 to 255 do

begin

if (c[i] > cMax) then

cMax := c[i];

if (c[i]<> 0) then

begin

tposisi[l] := i;

dgray[l] := c[i];

inc(l);

end;

end;

end;

end;

if (Picture.Bitmap.PixelFormat = pf24bit) then

begin

for i := 0 to 255 do

begin

cR[i] := 0;

cG[i] := 0;

cB[i] := 0;

end;

for i:= 0 to Picture.Height-1 do

begin

PC := Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Picture.Width-1 do

begin

Inc(cB[PC[3*j]]);

Inc(cG[PC[3*j+1]]);

Inc(cR[PC[3*j+2]]);

end;

end;

Page 110: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

95

if (max <> 0) then

cMax := max

else

begin

cMax := 0;

l:=0;

for i := 0 to 255 do

begin

if (cR[i] > cMax) then

cMax := cR[i];

if (cG[i] > cMax) then

cMax := cG[i];

if (cB[i] > cMax) then

cMax := cB[i];

if (cMax<> 0) then

begin

tposisi[l] := i;

// gray := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

dgray[l] := round((cR[i]+cG[i]+cB[i])/3);

inc(l);

end;

end;

end;

end;

end;

//proses otsu, cari garis threshold

function Tform1.otsu : integer;

var t,i, jpixtot, totsu : integer;

pt, muT, omega1t, omega2t, mu1T, mu2T : real;

sigma2b, sigma2b1, sigmaMax : real;

begin

jpixtot := image1.picture.Width*image1.picture.Height;

sigmamax := 0;

muT := 0;

Page 111: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

96

for i := 0 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

muT := muT + i*pt;

end;

for t:= 0 to l-1 do

begin

omega1t := 0;

for i := 0 to t do

omega1t := omega1t + dgray[i]/jpixtot;

omega2t := 0;

for i := t+1 to l-1 do

omega2t := omega2t + dgray[i]/jpixtot;

mu1t := 0;

for i := 0 to t do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu1t := mu1t + i*pt/omega1t;

end;

mu2t := 0;

for i := t+1 to l-1 do

begin

pt := dgray[i]/jpixtot;

mu2t := mu2t + i*pt/omega2t;

end;

sigma2b := omega1t*sqr(mu1t-muT)+omega2t*sqr(mu2t-muT);

if sigma2b > sigmamax then

begin

sigmamax := sigma2b;

totsu := t;

end;

end;

otsu := tposisi[totsu];

end;

Page 112: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

97

//untuk menggambar histogram

procedure Tform1.gambarhistogram(var img2 : Timage;pan : Tpanel );

var

i, w, h: integer;

img : Timage;

begin

// img.Destroy;

img := Timage.Create(self);

img.Parent := pan;

img.Align := alclient;

if (Picture = nil) then

exit;

w := 290;

h := 190;

img.Canvas.Pen.Color := clBlack;

img.Canvas.Brush.Color := clWhite;

img.Canvas.Pen.Color := clSkyBlue;

img.Canvas.MoveTo(10, h);

img.Canvas.LineTo(10, 10);

img.Canvas.MoveTo(10, h);

img.Canvas.LineTo(w, h);

if (Picture.Bitmap.PixelFormat = pf8bit) then

begin

img.Canvas.Pen.Color := clBlack;

for i := 0 to 254 do

begin

img.Canvas.MoveTo(10+i, h-Round(c[i]/cMax*150));

img.Canvas.LineTo(11+i, h-Round(c[i+1]/cMax*150));

end;

end;

if (Picture.Bitmap.PixelFormat = pf24bit) then

begin

for i := 0 to 254 do

begin

img.Canvas.Pen.Color := clRed;

img.Canvas.MoveTo(10+i, h-Round(cR[i]/cMax*150));

Page 113: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

98

img.Canvas.LineTo(11+i, h-Round(cR[i+1]/cMax*150));

img.Canvas.Pen.Color := clGreen;

img.Canvas.MoveTo(10+i, h-Round(cG[i]/cMax*150));

img.Canvas.LineTo(11+i, h-Round(cG[i+1]/cMax*150));

img.Canvas.Pen.Color := clBlue;

img.Canvas.MoveTo(10+i, h-Round(cB[i]/cMax*150));

img.Canvas.LineTo(11+i, h-Round(cB[i+1]/cMax*150));

end;

end;

img2:=img;

end;

//untuk membuat hasil otsu, dimana hasil threshold dijadikan

ambang

procedure Tform1.threshold(ambang:integer;var hitam,putih :

integer);

var

i, j, gray: integer;

PC, PH: PByteArray;

begin

hitam:=0;

putih:=0;

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf8bit) then

begin

Image8.Picture.Bitmap.PixelFormat := pf8bit;

Image8.Picture.Bitmap.Palette :=

CreatePalette(PaletKeabuan.lpal);

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image5.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

PH := Image8.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

begin

if (PC[j] < ambang) then

begin

PH[j] := 0;

inc(hitam);

end

Page 114: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

99

else

begin

PH[j] := 255;

inc(putih);

end;

end;

end;

end;

if (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat = pf24bit)

then

for i:= 0 to Image1.Picture.Height-1 do

begin

PC := Image5.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

PH := Image8.Picture.Bitmap.ScanLine[i];

for j:= 0 to Image1.Picture.Width-1 do

begin

gray := Round((PC[3*j]+PC[3*j+1]+PC[3*j+2])/3);

if (gray < Ambang) then

begin

PH[3*j] := 0;

PH[3*j+1] := 0;

PH[3*j+2] := 0;

inc(hitam);

end

else

begin

PH[3*j] := 255;

PH[3*j+1] := 255;

PH[3*j+2] := 255;

inc(putih);

end

end;

end;

end;

procedure TForm1.Button3Click(Sender: TObject);

begin

application.Terminate;

Page 115: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

100

end;

procedure TForm1.prosesfile;

var hasil : integer;

porsiputih : real;

begin

image5.Picture := image1.Picture;

// image6.Picture := image1.Picture;

image8.Picture := image1.Picture;

// olah;

ekualisasi;

// panel2.Height := image1.Picture.Height+panel3.Height;

// panel2.Width := image1.Picture.Width;

image5.Picture.Bitmap.Width := image1.Picture.Width;

image5.Picture.Bitmap.height := image1.Picture.height;

{ image6.Picture.Bitmap.Width := image1.Picture.Width;

image6.Picture.Bitmap.height := image1.Picture.height;

} image8.Picture.Bitmap.Width := image1.Picture.Width;

image8.Picture.Bitmap.height := image1.Picture.height;

case (Image1.Picture.Bitmap.PixelFormat) of

pf1bit : fc := 'biner';

pf8bit : fc := 'keabuan';

pf24bit : fc := 'true color';

end;

tab0;

label6.Caption :=

inttostr(image1.Picture.width)+'x'+inttostr(image1.Picture.height)

;

label7.Caption := inttostr(image1.Picture.width *

image1.Picture.height);

label8.Caption := fc;

statusbar1.Panels[1].Text := nfile;

hitunghistogram(0,image1.picture);

gambarhistogram(image4,panel9);

// hitunghistogram(0,image6.Picture);

// gambarhistogram(image10,panel13);

Page 116: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

101

hitunghistogram(0,image5.Picture);

gambarhistogram(image12,panel17);

hasil := otsu;

hitam:=0;

putih:=0;

threshold(hasil,hitam,putih);

image12.Canvas.Pen.Color := clPurple;

image12.Canvas.MoveTo(10+hasil, 10);

image12.Canvas.LineTo(10+hasil,190);

porsiputih:=putih/(putih+hitam)*100;

if porsiputih>=strtofloat(fsetup.dbedit1.text) then

label11.Caption:='Normal (putih :

'+floattostr(porsiputih)+' %)'

else

label11.Caption:='Osteoporosis (putih :

'+floattostr(porsiputih)+' %)';

label10.Caption := inttostr(hasil);

label9.Caption := inttostr(l);

end;

procedure TForm1.Button1Click(Sender: TObject);

begin

if openpicturedialog1.Execute then

begin

nfile := openpicturedialog1.FileName;

if nfile <> '' then

begin

image1.Picture.LoadFromFile(nfile);

prosesfile;

button8.Enabled:=true;

end;

end;

end;

procedure Tform1.tab0;

begin

Page 117: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

102

// panel18.Visible := true;

// panel6.Visible := true;

// panel2.Visible := true;

// image1.Visible := true;

// image5.Visible := false;

// image6.Visible := false;

/// image8.Visible := false;

// hitunghistogram(0,image1.picture);

// gambarhistogram;

end;

procedure Tform1.tab1;

begin

// panel18.Visible := true;

// panel6.Visible := true;

// panel2.Visible := true;

// image1.Visible := false;

// image6.Visible := true;

// image5.Visible := false;

// image8.Visible := false;

// hitunghistogram(0,image6.Picture);

// gambarhistogram;

// label9.Caption := inttostr(l);

end;

procedure Tform1.tab1b;

begin

panel18.Visible := true;

panel6.Visible := true;

panel2.Visible := true;

image1.Visible := false;

image5.Visible := true;

// image6.Visible := false;

image8.Visible := false;

// hitunghistogram(0,image5.Picture);

// gambarhistogram;

Page 118: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

103

// label9.Caption := inttostr(l);

end;

procedure Tform1.tab2;

var hasil,hitam,putih : integer;

begin

// hasil := otsu;

// hitam:=0;

// // putih:=0;

// threshold(hasil,hitam,putih);

// if hitam<putih then label11.Caption:='Normal

'+floattostr(hitam/(putih+hitam)*100);

// if hitam>putih then label11.Caption:='Osteoporosis

'+floattostr(hitam/(putih+hitam)*100);

// label10.Caption := inttostr(hasil);

panel2.Visible := true;

//panel10.Visible := false;

panel6.Visible := true;

image1.Visible := false;

image5.Visible := false;

// image6.Visible := false;

image8.Visible := true;

panel18.Visible := true;

// hitunghistogram(0,image5.Picture);

// gambarhistogram;

// image4.Canvas.Pen.Color := clPurple;

// image4.Canvas.MoveTo(10+hasil, 10);

// image4.Canvas.LineTo(10+hasil,190);

end;

procedure TForm1.Panel3MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

Page 119: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

104

procedure TForm1.Panel3MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel2.Left := panel2.Left+x-psx;

panel2.Top := panel2.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Image2Click(Sender: TObject);

begin

panel2.Visible := false;

end;

procedure TForm1.TabControl1Change(Sender: TObject);

begin

if openpicturedialog1.FileName <> '' then

begin

if tabcontrol1.tabindex = 0 then tab0;

if tabcontrol1.tabindex = 1 then tab1;

if tabcontrol1.tabindex = 2 then tab1b;

if tabcontrol1.tabindex = 3 then tab2;

end;

end;

procedure TForm1.Panel7MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.Panel7MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Page 120: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

105

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel6.Left := panel6.Left+x-psx;

panel6.Top := panel6.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Image3Click(Sender: TObject);

begin

panel6.Visible := false;

end;

procedure TForm1.Panel11MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.FormCreate(Sender: TObject);

var

i: integer;

begin

PaletKeabuan.lPal.palVersion := $300;

PaletKeabuan.lPal.palNumEntries := 256;

for i := 0 to 255 do

begin

dgray[i] := 0;

PaletKeabuan.entry[i].peRed := i;

PaletKeabuan.entry[i].peGreen := i;

PaletKeabuan.entry[i].peBlue := i;

end;

end;

Page 121: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

106

procedure TForm1.Panel15MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.Panel19MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.Panel19MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel18.Left := panel18.Left+x-psx;

panel18.Top := panel18.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Image9Click(Sender: TObject);

begin

panel18.Visible := false;

end;

procedure TForm1.Panel30MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

Page 122: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

107

end;

procedure TForm1.Panel22MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.Panel26MouseDown(Sender: TObject; Button:

TMouseButton;

Shift: TShiftState; X, Y: Integer);

begin

psx := x;

psy := y;

end;

procedure TForm1.Panel22MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

// panel21.Left := panel21.Left+x-psx;

// panel21.Top := panel21.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Panel26MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel25.Left := panel25.Left+x-psx;

panel25.Top := panel25.Top+y-psy;

end;

Page 123: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

108

end;

procedure TForm1.Panel11MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

// panel10.Left := panel10.Left+x-psx;

// panel10.Top := panel10.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Panel15MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel14.Left := panel14.Left+x-psx;

panel14.Top := panel14.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Panel30MouseMove(Sender: TObject; Shift:

TShiftState; X,

Y: Integer);

begin

if shift = [ssLeft] then

begin

panel29.Left := panel29.Left+x-psx;

panel29.Top := panel29.Top+y-psy;

end;

end;

procedure TForm1.Button2Click(Sender: TObject);

begin

panel2.Visible:=true;

Page 124: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

109

panel6.Visible:=true;

end;

procedure TForm1.Button4Click(Sender: TObject);

begin

//panel21.Visible:=true;

//panel10.Visible:=true;

end;

procedure TForm1.Button5Click(Sender: TObject);

begin

panel25.Visible:=true;

panel15.Visible:=true;

end;

procedure TForm1.Button6Click(Sender: TObject);

begin

panel29.Visible:=true;

end;

procedure TForm1.Button7Click(Sender: TObject);

begin

panel18.Visible:=true;

end;

procedure TForm1.Button8Click(Sender: TObject);

var no : integer;

begin

Tcitra.Last;

no:= Tcitra.FieldByName('id').Asinteger;

Tcitra.Append;

Tcitra.FieldByName('id').Asinteger:=no+1;

Tcitra.FieldByName('namafile').AsString:=statusbar1.Panels[0].Text

;

dbimage1.Picture:=image1.Picture;

//dbimage2.Picture:=image6.Picture;

dbimage3.Picture:=image5.Picture;

dbimage4.Picture:=image8.Picture;

Page 125: Otsu - Thresholding Lengkap Kap Kap

110

Tcitra.FieldByName('hitam').Asinteger:=hitam;

Tcitra.FieldByName('putih').Asinteger:=putih;

Tcitra.Post;

end;

procedure TForm1.Button9Click(Sender: TObject);

begin

image1.Picture:=dbimage1.Picture;

prosesfile;

end;

procedure TForm1.TCitraAfterScroll(DataSet: TDataSet);

begin

button9.Enabled:=dbimage1.Showing;

end;

procedure TForm1.Button10Click(Sender: TObject);

begin

fsetup.show;

end;

end.


Top Related