PASCAPANEN DAN PEMASARAN KAKAODI DESA SALLETTO KECAMATAN SIMBORO
KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT
ZAINUDDIN. AK10596073510
PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014
LAMPIRAN
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PASCAPANEN DAN PEMASARAN KAKAO DI DESA SALLETTOKECAMATAN SIMBORO KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESIBARAT
Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapunkepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasalatau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhirskripsi ini.
Makassar, 10 Oktober 2014
Zainuddin. AK10596073510
v
ABSTRAK
ZAINUDDIN. A. K10596073510. Pascapanen dan Pemasaran Kakao Di DesaSalletto Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi BaratDibawah Bimbingan SYAFIUDDIN dan SITTI ARWATI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanganan pascapanen danpemasaran petani kakao di Desa Salletto Kecamatan Simboro KabupatenMamuju.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Agustus sampaibulan Oktober 2014. Lokasi penelitian yaitu di Desa Salletto Kecamatan SimboroKabupaten Mamuju. Populasi dalam penelitian yaitu 200 petani kakao yang ada diDesa Salletto, penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana atau simplerandom sampling dengan mengambil 15% dari keselurhan petani kakao sehinggasampelnya berjumlah 30 orang.
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan dalampenanganan pascapanen dengan mengikuti tahap-tahap sesuai kaidah pascapanenyang benar, meskipun ada sebagian diantara petani kakao yang melakukanpascapanen dengan kurang tepat. Kegiatan pemasaran kakao di Desa Sallettobelum optimal karena petani belum mempunyai mitra usaha yang mampumenyejahterakan masyarakat petani kakao di Desa Salletto.
Kata Kunci: Pascapanen, Pemasaran, Kakao
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang tak henti-hentinya
memberikan nikmat-Nya, terlebih nikmat kesehatan, nikmat Iman dan Islam,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan lancar dan
tanpa halangan yang berarti.
Salawat dan salam penulis haturkan kepada Junjungan kita Baginda Nabi
Muhammad SAW, pemimpin besar umat islam dan teladan bagi seluruh umat
manusia di dunia, yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliyah ke alam
terang yang terang benderang yang dirahmati Allah SWT.
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya bila dalam penyusunan
skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan
maupun hasil yang disajikan. Hal ini tidak lepas dari sifat penulis sebagai manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari pihak
lain yang memberikan semangat, dorongan dan masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tuga akhir ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. H. Saleh Molla, MM selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar serta Wakil Dekan I, II, III dan IV.
2. Bapak Amruddin, S.pt, M.Si selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
3. Bapak Prof. Dr. Syfiuddin, M.Si dan Ibu Sitti Arwati, SP, M.Si masing-masing
sebagai pembimbing I dan II yang telah membimbing penulis dalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian yang telah memberikan banyak
pengetahuan kepada penulis.
5. Seluruh Staf/Pegawai Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Seluruh Mahasiswa Fakultas Pertanian khususnya teman-teman angkatan 2010
yang telah memberikan masukan dan motifasi kepada penulis selama menjalani
studi.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis.
Wassalamu Alaikum Wr, Wb.
Makassar, November 2014
Zainuddin. A
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ............................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3 Tujuan dan Kegunaan ..................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................8
2.1 Tanaman Kakao ( Theobroma cacao L).......................................... 8
2.2 Panen dan Pascapanen..................................................................... 9
2.2.1 Panen ......................................................................................... 9
2.2.2 Pascapanen ............................................................................... 10
2.3 Pemasaran ....................................................................................... 14
2.4 Kerangka Pikir ................................................................................ 15
ix
III. METODE PENELITIAN ................................................................. 17
3.1 Lokasi dan Waktu ........................................................................... 17
3.2 Penentuan Sampel ........................................................................... 17
3.3 Pengumpulan Data .......................................................................... 18
3.4 Tehknik Analisis Data..................................................................... 19
3.5 Definisi Operasional........................................................................ 19
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................ 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 26
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 44
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 44
6.2 Saran .............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian mempunyai arti yang sangat penting dalam
mewujudkan pertanian yang maju, efisien dan tangguh dalam mendukung
pertumbuuhan perekonomian nasional. Pembangunan dibidang pertanian
diarahkan untuk meningktakan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas
lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha, serta memperluas pasar baik dalam
negeri maupun luar negeri. Upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat tidaklah
mudah walaupun konteks kebijakan pemerintah yang memprioritaskan tentang
penanggulangan kemiskinan. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hambatan
antara lain penguasaan terhadapa sumberdaya produksi seperti dalam hal
kepemilikan lahan dan modal.
Lahan yang sempit dan modal yang sedikit akan mengakibatkan terbatasnya
jumlah produksi. Jumlah produksi yang terbatas secara otomatis akan membatasi
pendapatan yang diterima oleh petani sedangkan pada saat ini kebutuhan hidup
terus meningkat. Soekarwati (Laksono, 2008). Sektor pertanian sebagai bagian
integral dari sistem pembangunan nasional semakin penting dan strategis searah
dengan arus perubahan lingkup nasional dan internasional. Tujuan utama
pebangunan nasional adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan
kesejahteraan seluruh rakyat. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat petani
adalah tingkat pendapatan yang meningkat. Peningkatan pendapatan yang dapat
2
diperoleh dengapenganekaragaman usahatani serta adanya pendapatan lain diluar
usahatani (Kaslan, 1983).
Kedudukan pertanian dalam kehidupan manusia terasa begitu penting, sebab
merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu, pertanian tetap berkembang sejalan dengan berkembangnya manusia
dimana perkembangan pertanian itu sendiri harus diupayakan sejalan dengan
tingkat kebutuhan manusia. Salah satu sub sektor pertanian yang perlu terus
dikembangkan adalah sub sektor perkebunan. Potensi yang perlu dikembangkan
berkenaan dengan diversifikasi komoditi khususnya di bidang perkebunan adalah
komoditi kakao baik dipasar domestik maupun dipasar internasional mempunyai
prospek yang cerah antara lain ditandai dengan terus meningkatnya nilai ekspor
komoditi kakao secara nasional, sehingga memberikan dan menambah devisa bagi
negara (Goenadi, dkk, 2005).
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu jenis tanaman histori
pertama kali di indonesia pada tahun 1560, namun baru menjadi komoditas
penting pada tahun 1951. Kemudian pemerintah mulai menaruh perhatian dan
mendukung industri kakao pada tahun 1975, yaitu setelah PTP VI berhasil
meningkatkan produksi tanaman ini melalui penggunaan bibit unggul Upper
Amazon Interclonal Hybrid (Goenadi, dkk, 2005).
Kakao (Theobroma Cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang perananannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan devisa negara.
Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
3
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan
setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesarUS $ 701 juta (Goenadi, dkk,
2005).
Pengembangan usaha perkebunan kakao membutuhkan ketersediaan lahan
yang luas, tenaga kerja yang cukup, modal dan sarana serta prasarana yang
memadai. Indonesia memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan
perkebunan kakao. Pengembangan agribisnis kakao kedepan lebih diprioritaskan
pada upaya rehabilitasi dan peremajaan untuk meningkatkan produktivitas kebun
kakao, disamping terus melakukan perluasan. Pengembangan agribisnis kakao
difokuskan terutama disentra-sentra perkebunan kakao yang ada saat ini Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara
Timur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Jaya. Lahan yang
tersedia dan sesuai untuk pengembangan kakao yang masih sangat besar yaitu
sekitar 6,23 juta tersebar di 10 provinsi (Goenadi, dkk, 2005).
Tanaman kakao (Theobroma Cacao L) adalah salah satu komoditas
perkebunan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di provinsi
Sulawesi Barat, karena memilik areal lahan yang cukup luas dan menyebar
diseluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Barat, serta memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi provinsi Sulawesi Barat. Di samping itu, sampai saat ini
4
kakao masih memiliki prospek pasar yang cukup baik dibanding komoditas
perkebunan lainnya.
Pengembangan kakao (Theobroma Cacao L) di Indonesia tersebar di
beberapa wilayah, kendati tergolong sebagai komoditi unggulan, secara garis
besar usahatani kakao rkyat ini masih memiliki beberapa kekurangan dan perlu
ditingkatkan. Kekurangan tersebut terkait dengan berbagai aspek, mulai dari
budidaya pemeliharaan, panen/pascapanen, pengolahan, hingga pemasaran.
Dalam agribisnis kakao ada beberapa kendala yang dihadapi, khususnya dalam
peningkatan produktivitas dan kulaitas yang dihsilkan antara lain adalah masih
menggunakan tekhnologi tradisional dengan bahan tanaman yang tidak berasal
dari klon atau biji yang terpilih dan dengan budidaya yang kurang memadai
(Goenadi, dkk, 2005).
Peningkatan luar areal yang disertai meningkatnya jumlah produksi tanaman
kakao yang terus terjadi setiap tahunnya. Besarnya kontribusi perkebunan kakao
terhadap pendapatan petani merupakan masalah penting bagi pengembangan skala
usahatani. Pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani berkaitan erat dengan
produksi dan alokasi faktor produksi. Jika dibandingkan dengan produksi kakao
ditingkat hasil penelitian yang mencapai 2-3 Ton/Ha, maka produksi kakao
diSulawesi Barat tergolong masih rendah (Maya, dkk, 2007).
Rendahnya produksi ini dapat disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan dan
belum optimalnya teknologi budidaya. Selain itu penanaman tanaman kakao yang
dilakukan oleh masyarakat seringkali mengabaikan petimbangan konservasi lahan
akibatnya proses kehilangan kesuburan tanah semakin meningkat setiap tahunnya.
5
Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk meningkatkan potensi kebun yang sudah
ada melalui perbaikan bahan tanaman dengan teknologi sambung samping
ataupun penyulaman bibit unggul. Tetapi apabila upaya rehabilitasi tidak
memungkinkan, maka perbaikan potensi kebun dapat dilakukan melalui
peremajaan. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
kebun kakao petani yang telah dibangun. Sementara itu upaya perluasan areal
perlu didukung dengan penyediaan bibit unggul dan yang berhasil dibangun
cukup tinggi (Maya, dkk, 2007).
Upaya pembanguna kakao dihadapkan berbagai kendala antara lain (1)
produktivitas tanaman dibawah potensi normal karena banyaknya tanaman yang
tua dan banyak tanaman tidak dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan
hama atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh petani secara individual; (3)
mutu biji rendah; (4)industri hilir dalam negeri belum berkembang sehingga
masih dalam bentuk produk primer; (5) sulitnya petani mendapatkan pendanaan
khusus untuk pengembangan kakao.
Sampai saat ini, petani menjual kakao dalam bentuk biji diekspor, namun
mutunya masih rendah karena tidak difermentasi, kandungan kadara air masih
tinggi, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit masih tinggi, keasaman tinggi, citaa
rasa sangat beragam dan konsisten. Selain itu terdapat infestasi serangga, biji
berjamur, dan bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya.
Dampaknya dinegeri tujuan ekspor terutama di amerika serikat kakao indonesia
diberlakukan automatic detention atau potongan harga sehingga harganya lebih
rendah daripada kakao dari negeri lain. Beberapa faktor yang menyebabkan
6
beragamnya mutu kakao yang dihasilkan selain karena penanganan dari tingkat
on-farm, juga karena penanganan pascapanen serta pengawasan mutu yang belum
optimal. Ini menunjukkan, bahwa perlakuan pascapanen belum diterapkan dengan
baik dan benar. (Goenadi, dkk, 2005)
Dengan melihat latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Desa
Salletto Kecmatan Simboro Kabupaten Mamuju”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan urain pada latar belakang maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana cara penanganan Pascapanen dan Pemasaran
Kakao di Desa Salletto Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Penanganan
Pascapanen dan Pemasaran Petani Kakao di Desa Salletto Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.
Sedangkan kegunaannya adalah :
1. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan
produksi dan produktivitas kakao dalam upaya mendapatkn keuntungan
yang maksimum.
7
2. Menjadi baha acuan dalam perencanaan petani untuk menyusn strategi
peningkatan produktivitas tanaman kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao (Theobroma Cacao L)
Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau
cabang. Karena tanaman ini digolongkan kedalam tanaman caulifloris.
Perkembangan penelitian terhadap kakao telah membawa perubahan didalam
penggolongan kakao menurut jenisnya. Oleh Cheesman, Criollo, dan Forastero
dibedakan atas Central Amrican Criollos dan South Criollos serta Amazone
Forastero dan Trinitarios. Saat ini bahan tanaman kakao yang banyak digunakan
adalah Upper Amazone Hybrids, karena produksinya tinggi dan cepat sekali
mengalami fase generatif (Siregar, dkk, 2006).
Tanaman kakao yang ditanam diperkebunan pada umumnya adalah kakao
jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criollo (fine cocoa atau kakao
mulia), dan Hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criollo). Pada
perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia. Kakao
umumnya tumbuh subur secara optimal didaerah bercurah hujan antara 1100-1300
mm/tahun. Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman
dan produksi kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan
dengan masa pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi (Siregar, dkk,
2006).
Berdasarkna keadaan iklim di indonesia temperatur 25°-26°C merupakan
temperatur rata-rata tahunan tanpa faktor pembatas. Karena itu, daerah tersebut
sangat cocok jika ditanami kakao. Pengembangan budidaya kakao di indonesia
9
dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya alam, memenuhi konsumsi,
dan sebagai penghasil devisa dengan tujuan meningkatkan pendapatan produsen
(Siregar, dkk, 2006).
Pada tahun 1992 indonesia menduduki peringkat yang luar biasa dalam
tempo sepuluh tahun terakhir, walaupun harganya menjelang masih ideal. Namun
prospek pemasaran kakao dipasaran internasional menjelang tahun 2000 sampai
sekarang cenderung membaik (Spillane. J, 1995).
2.2 Panen dan Pascapanen
2.2.1 panen
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam),
tapi merupakan awal dari pekerjaan pascapanen, yaitu melakukan persiapan untuk
penyimpanan dan pemasaran.
A. Tanda-tanda buah siap panen:
Perubahan warna alur dari hijau menjadi kuning orange ± 50%.
Buah masak porosnya agak kering, biji-biji didalam agak renggang dari kulit
buah terbentuk rongga antara biji dan kulit buah.
Buah apabila dikocok/diguncang berbunyi.
B. Pemetikan
Petik buah yang betul-betul masak menggunakan pisau atau sabit yang tajam.
Rotasi pemetikan setiap 7 atau 14 hari.
Rendam buah yang busuk atau terserang hama/penyakit kedalam tanah
sedalam 50 cm di pinggir kebun.
10
Selama memanen buah diusahakan tidak merusak atau melukai batang
tanaman/bantalan buah.
2.2.2 Pascapanen
Pascapanen adalah tahap penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah
pemanenan. Penanganan pascapanen mencakup pengeringan, pendinginan,
pembersihan, penyortiran, penyimpanan, dan pemasaran. Karena hasil pertanian
yang sudah terpisah dari tumbuhan akan mengalami perubahan secara fisik dan
kimiawi cenderung menuju proses pembusukan. Penanganan pascapanen
menentukan kualitas hasil pertanian secara garis besar, juga menentukan akan
dijadikan apa bahan hasil pertanian setelah melewati penanganan pascapanen,
apakah akan dimakan segar atau dijadikan bahan makanan lainnya.
Tujuan utama dari penanganan pascapanen adalah mencegah hilangnya
kelembaban, memperlambat perubahan kimiawi yang tidak di inginkan, dan
mencegah kerusakan fisik. Sanitasi juga merupakan hal yang penting dalam
mencegah keberadaan patogen perusak bahan pertanian. Dalam pascapanen ada
beberapa tahapan yang perlu dilalui petani untuk mendapatkan hasil yang baik.
Adapun tahapan dalam pascapanen yaitu:
A. Pemetikan Buah Kakao
Pemetikan atu pemanenan buah kakao biasanya dilakukan dengan tenaga
manusia, menggunakan pisau atau dengan menggunakan alat yang biasa disebut
antel atau pisau khusus yang diberi tangkai dari bambu yang cukup panjang. Pisau
biasanya digunakan untuk memetik buah kakao yang dapat terjangkau oleh
11
tangan, sedang antel untuk memetik buah yang tidak terjangkau oleh tangan. Oleh
karena itu panjang tangkai bambu pada antel disesuaikan dengan tinggi buah
teratas pada pohon kakao dikebun tersebut (Suprianto, 2012).
Pada pemetikan buah kakao diusahakan agar jangan sampai merusak
tangkai buah atau bantalan bunga pada batang pohon kakao. Kerusakan tersebut
dapat menyebabkan pembentukan bunga pada tahun berikutnya terganggu,
dengan kata lain pembentukan buah pada tahun berikutnya akan terhambat. Hal
tersebut disebabkan karena baik bunga maupun buah keluar dari bantalan bunga
tersebut (Suprianto,2012).
Agar diperoleh buah kakao yang seragam perlu dilakukan pengendalian atau
pengaturan terhadap frekuensi pemetikan atau rotasi pemungutan pada suatu
kebun tertentu, walaupun bagi petani biasanya hal tersebut tidak dilakukan. Di
ghana buah kakao dipetik pada interval yang lebih lama, untuk menghemat biaya
pemetikan. Dengan demikian banyak buah kakao yang lewat masak. Untuk
menghindarkan agar buah yang lewat tidak terlalu banyak pada pemetikan
berikutnya, maka buah yang belum masak juga ikut dipetik. Buah tersebut
dipisahkan dari buah yang sudah masak, diperam beberapa hari agar menjadi
masak (Suprianto, 2012).
Pada setiap pemetikan, buah kakao yang tidak sehat sebaiknya ikut dipetik.
Buah kakao yang diserang penyakit atau hama bila dibiarkan akan merupakan
sumber infeksi bagi buah kakao yang ada disekitarnya. Buah kakao yang sudah
masak bila terlalu lama dibiarkan tidak dipetik, makin besar kemungkinannya
untuk terinfeksi oleh penyakit atau hama. Oleh karena itu rotasi pungutan yang
12
terlalu lama tidak menguntungkan. Buah kakao yang berwarna cokelat mungkin
masih mengandung biji yang sehat, biji tersebut dapat diolah bersama dengan biji
dari buah yang sehat. Apabila kakao sudah terinfeksi berat biji dan pulp biasanya
juga berwarna cokelat dan setelah fermentasi berubah menjadi hitam
(Suprianto,2012).
B. Pembelahan Buah Kakao
Pembelahan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar biji kakao yang
dikeluarkan dari kulit buah dan plasentanya tidak rusak, tidak kotor ataupun
terjadinya perubahan warna menjadi kelabu atau kehitaman. Pembelahan buah
sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau dengan memukulkan buah satu
dengan buah yang lainnya. Setelah buah terbelah, biji kakao diambil dari belahan
buah dan ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan
tangan harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk
pestisida, minyak dan kotoran dapat mengganggu proses fermentasi atau
mencemari produk akhirnya (Suprianto, 2012).
Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran maupun biji cacat,
sekaligus membuang empulur yang melekat di biji, yang selanjutnya ditampung
dalam ember plastik sebelum dimasukkan dalam kotak fermentasi yang trbuat dari
kayu. Proses ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat, karena penundaan proses
pengolahan dapat berpengaruh negatif pada mutu akibat pra-fermentasi secara
tidak terkendali (Suprianto, 2012).
13
C. Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba
sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi
tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim
endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter
(biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa
dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisem sehingga terjadi
fermentasi (Siregar, dkk, 2006).
Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh
sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna
keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji
membentuk cita rasa khas kakao serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada
didalam biji kakao sehingga menghasilkan biji kakao dengan mutu dan aroma
yang khas serta warna kakao cerah dan bersih, untuk melepaskan selaput lendir
serta menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur (Siregar, dkk, 2006).
D. Pengeringan Biji Kakao
Proses pengeringan dengan sinar matahari dilakukan selama 6 hari atau
denga cara buatan sampai benar-benar kering, sebab pengeringan mempunyai
tujuan utama mengurangi kandungan air dalam biji sehingga dapat disimpan
dengan aman, yaitu jika kandungan lengas/kelembaban udara berada pada sekitar
6-7%. Jika lebih dari 8% biji kakao akan menjadi bulukan dan jika kurang dari
5% biji-biji akan mudah pecah, yang sering disebut brittle.
14
Dengan pengeringan biji akan mengalami penurunan berat sampai 37%.
Tujuan pengeringan adalah menurunkan kandungan air biji basah dari sekitar ±
60% menjadi ± 7,5%. Pengeringan bii kakao ada 3 cara yaitu dengan penjemuran
sinar matahari, memakai alat pengeringan dan kombinasi dari keduanya (Saputra,
2013).
E. Sortasi Biji Kakao
Sortasi biji kakao dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan biji
cacat yang berupa: biji pecah, kotoran atau benda asing lainnya seperti batu, kulit
dan dedaunan. Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi
yang memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran (Saputra, 2013).
F. Penyimpanan Biji Kakao
Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap karung goni di isi
60 kg biji kakao kering kemudian karung tersebut disimpan dalam ruangan yang
bersih, kering dan memiliki lubang pergantian udara. Antara lantai dan wadah biji
kakao diberi jarak ± 8 cm dan jarak dari dinding ± 60 cm. Biji kakao dapat
disimpan selama ± 3 bulan (Saputra, 2013).
2.3 Pemasaran
A. Saluran Pemasaran (Marketing Channel)
Banyak rodusen yang mampu menghasilkan suatu produk sendiri namun
tidak banyak dari mereka yang melakukan penjualan langsung kekonsumen akhir,
pertimbangannya biaya biasanya menjadi faktor atau alasan terkuat mengapa para
produsen tidak langsung menjual produknya langsung kekonsumen akhir.
15
Diantara produsen dan konsumen perantara yang menyalurkan produk diantara
mereka. Perantara ini sering disebut saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah
organisasi yang saling tergantung dan tercakup dalam proses membuat produk dan
jasa tersedia untuk dipakai konsumen.
B. Tingkat Saluran
Dalam saluran pemasaran ada 4 tingkat dalam suatu pemasaran:
1. Saluran tingkat Nol yaitu Produsen yang menjual produknya langsung ke
konsumen tanpa perantara.
2. Saluran tingkat Satu yaitu Produsen yang menjual produknya dengan satu
perantara produsen-pengecer-konsumen akhir.
3. Saluran tingkat Dua yaitu Produsen yang menjual produknya melalui dua
perantara produsen-pedagang besar-pengecer-konsumen akhir.
4. Saluran tingkat Tiga yaitu Produsen yang menjual produknya melalui tiga
perantara produsen-pedagang besar-agen-pengecer-konsumen akhir.
2.4 Kerangka Pemikiran
Kegiatan dalam usaha produksi pertanian, misalnya tanaman pangan,
dibedakan dalam dua tahap yaitu tahap pascapanen dan tahap pemasaran. Batas
kedua tahap ditandai dengan kegiatan panen atau pemungutan hasil. Oleh karena
waktu kegiatan yang langsung antara panen dan pascapanen, seringkali kegiatan
panen dimasukkan kedalam kelompok pascapanen. Pascapanen bertujuan untuk
mencegah hilangnya kelembaban, memperlambat perubahan kimiawi yang tidak
diinginkan, dan mencegah kerusakan fisik. Penanganan pascapanen dimulai dari
16
pemetikan, pembelahan buah, fermentasi, perendaman, pengeringan, sortasi, serta
penyimpanan.
Perkebunan kakao merupakan media pembudidayaan kakao yang
didalamnya terdapat perkebunan rakyat yang dapat menghasilkan produksi kakao
yang kemudian akan dipasarkan berdasarkan saluran pemasaran yang dimana para
petani menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul dan adapula yang biasa
langsung menjualnya ke pedagang besar kemudian di olah dan di jual ke
konsumen.
Untuk melengkapi uraian diatas maka penulis meyajikan kerangka pikir
sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir Pascapanen dan Pemasaran Kakao Di Desa SallettoKecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat.
Petani Kakao
Pascapanen:
Pemetikan
Pembelahan Fermentasi
Pengeringan Sortasi penyimpanan
Pemasaran:
Produsen
Pedagangpengumpul
Pedagangbesar
konsumen
Kesejahteraan Petani
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah di Desa Salletto Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dan waktu penelitian adalah Agustus
sampai dengan Oktober 2014. Penelitian ini dilakukan dengan dasar pertimbangan
sebagai berikut:
1. Karena saat ini Desa Salletto merupakan Desa penghasil kakao.
2. Sebagian besar masyarakat tersebut mengusahakan tanaman kakao sebagai
usahataninya.
3.2 Penentuan Sampel
Penelitian ini mengambil populasi di Desa Salletto Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju sebanyak 200 orang. Sampel yang diambil populasi
menggunakan random sampling (pengambilan secara acak) yaitu semua individu
dalam populasi (anggota populasi) diberi kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik penarikan acak sederhana digunakan karena pada
umumnya petani menggunakan teknologi, pola budidaya, panen dan pascapanen
yang cenderung homogen. Karena waktu yang terbatas sehingga penulis
mengambil sampel sebanyak 15% dari 200 petani yang ada. Dengan demikian
pengambilan datanya dilakukan pada 30 responden petani.
18
3.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adlaah
sebagai berikut:
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan
yang bertujuan untuk menjaring perilaku individu yang terjadi dalam kenyataan
sebenarnya. Observasi ini juga untuk mendeskripsikan kehidupan yang
sebenarnya. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi ini adalah mengamati
kondisi dan keadaan informan yang menjadi objek penelitian ini dan mengamati
kegiatan yang dilakukan petani kakao dalam hal kesejahteraan.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara dilakukan pada sampel yang dipilih dan dianggap dapat
memberikan informasi tentang masalah penelitian. Untuk melakukan wawancara
terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara namun pada situasi tertentu,
wawancara dapat dapat dilakukan secara spontan, seperti dalam pembicaraan
sehari-hari tetapi tetap terfokus pada masalah penelitian.
3. Dokumentasi (Documentation)
Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data-data
dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui dokumen-dokumen atau arsip-arsip
dari lembaga yang diteliti yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat, majalah dan sebagainya. Kegiatan
19
dokumentasi melibatkan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, pemilihan
dokumen sesuai dengan kebutuhan dokumentasi peneliti.
3.4 Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian.
3.5 Definisi Operasional
Defenisi operasional atau ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu meliputi pengertian dan berbagai istilah yang digunakan untuk memudahkan
dalam pengambilan data dan informasi serta menyamakan persepsi.
Defenisi operasional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Petani kakao adalah orangaa yang terlibat dalam kegiatan berusahatani kakao
dengan status sebagai petani pemilik kakao.
2. Panen adalah pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tapi
merupakan pekerjaan awal dari pascapanen.
3. Pascapanen adalah tahap penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah
panen.
4. Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang diperlukan oelh petani untuk
memaasarkan hasil dan bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
serta menyejahterakan keluarga petani kakao.
IV. GAMABARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
4.1.1 Keadaan Wilayah
Desa Salletto merupakan salah satu Desa dari 8 (delapan) Desa yang ada
di Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dan
merupakan daerah ketinggian 100-500 Meter di atas permukaan laut.
Adapun batas-batas wilayah desa Salletto adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pati’di
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pati’di
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pangasaan
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Botteng Utara
Cakupan area Desa Salletto cukup luas dengan wilayah mencapai 22
KM² yang terdiri dari tanah perkebunan dan pertanian dalam hamparan yang
cukup luas.
4.1.2 Keadaan Iklim dan Topografi
Keadaan yang ada didaerah penelitian ini beriklim tropis dengan dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi
antara bulan oktober sampai bulan maret. Rata-rata curah hujan bulanan pada
musim hujan berkisar antara 122,7 mm hingga 653,6 mm dengan curah hujan
tertinggi rata-rata harian adalah 27,9 C (Oktober) dan terendah 26,5 C (Januari-
Februari) temperatur udara terendah rata-rata 22,2 hingga 20,4 C pada bulan
21
Februari-Agustus dan tertinggi 30,5 hingga 33,9 C pada bulan September-
Januari.
4.1.3 Luas dan Penggunaan Lahan
Luas wilayah Desa Salletto terdapat lahan kering, dimana terbagi atas
beberapa bagian yang diantaranya adalah: lahan tegalan, lahan pekarangan,
lahan perkebunan, lahan padang rumput, lahan hutan, dan lahan lainnya. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Salletto Kecamatan SimboroKabupaten Mamuju
No Jenis Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
1 Lahan Tegalan 110 9,56
2 Lahan Pekarangan 72,25 6,29
3 Lahan Perkebunan 7222,75 62,85
4 Lahan Padang Rumput 35 3,05
5 Lahan Hutan 150 13,05
6 Lain-lain 60 5,21
7 Jumlah 1.150 100
Sumber: BPS Kab. Mamuju, 2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa luas wilayah penduduk Desa Salletto
diklarifikasikan berdasarkan lahan kering yaitu lahan tegalan sebanyak 110 Ha
(9,56%), lahan pekarangan sebanyak 72,25 Ha (6,29%), lahan perkebunan
sebanyak 7222,75 Ha (62,85%), lahan padang rumput sebanyak 35 Ha
(3,05%), lahan hutan sebanyak 150 Ha (13,05%), dan lain-lain sebanyak 60 Ha
(5,21%).
22
4.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu
spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin ini
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan
juga sangat menentukan dalam kualifikasi pembagian kerja. Penduduk Desa
Salletto terdiri atas 1159 KK dengan total jumlah jiwa 3457 orang. Yang dimana
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.733 jiwa sedangkan jumlah penduduk
wanita sebanyak 1.724. jumlah penduduk antara laki-laki dengan wanita terdapat
perbedaan yang tidak terlalu signifikan yaitu sebanyak 14 jiwa.
4.2.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Desa
Salletto berada pada ketinggian 100-500 mdpl yang sebagian besar wilayahnya
adalah tanah pertanian., umumnya penduduk berprofesi sebagai petani, baik itu
sektor persawahan maupun sektor perkebunan, karena penduduknya adalah
petani dan hanya sebagian kecil penduduk bekerja di sektor lain, misalnya PNS,
petani, peternak, montir, kulih bangunan, sopir/ojek, tukang kayu serta
pedagang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
23
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Salletto Kecamatan SimboroKabupaten Mamuju.
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
1 Petani 1652
2 PNS (Pegawai Negeri Sipil) 29
3 Peternak 4
4 Montir 4
5 Pedagang 5
6 Kulih bangunan 2
7 Sopir/ojek 5
8 Tukang kayu 3
9 jumlah 1.704
Sumber: BPS Kab. Mamuju, 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian terdata memiliki pekerjaan sebagai berikut: petani sebanyak 1652
orang, PNS sebanyak 29 orang, peternak sebanyak 4 orang, montir sebanyak 4
orang, kulih bangunan sebanyak 2 orang, sopir/ojek sebanyak 5 orang, tukang
kayu sebanyak 3 orang, dan pedagang sebanyak 5 orang.
4.3 Keadaan Sarana dan Prasarana
4.3.1 Sarana Pendidikan dan Keagamaan
Sarana pendidikan dan keagamaan mempunyai peranan penting dalam
menunjang pembanguan daerah di segala bidang. Selain itu, sarana pendidikan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui secara rinci
mengenai arana pendidikan di Desa Salletto dapat dilihat pada Tabel 3. Berikut
gambaran arana dan prasarana yang ada di Desa Salletto.
24
Tabel 3. Sarana Pendidikan dan Keadaan di Desa Salletto KecamatanSimboro Kabupaten Mamuju.
Sarana Jumlah (buah)
SD Negeri 4
SMP Negeri 1
MA 1
Masjid 7
Mushollah 2
Gereja -
Pura -
Total 15
Sumber: BPS Kab. Mamuju, 2013.
Tabel 3 menunjukkan bahwa sarana pendidikan yang terdapat di Desa
Salletto masih sangat minimal ini terlihat dari jumlah sekolah yang masih
sangat sedikit. SD berjumlah 4 buah, Untuk SMP N berjumlah 1 buah,
sedangkan untuk SMA sederajat berjumlah 1 buah. Serta sarana keagamaan
yang ada di Desa Salletto cukup memadai dengan fasilitas masjid sebanyak 7
buah dan mushollah sebanyak 2 buah, semua warga Desa Salletto memeluk
Agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa warga sadar akan pentingnya
Agama untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Petani Responden
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang
berhubungan dengan pascapanen dan pemasaran petani kakao, dimana dalam
menentukan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling)
yaitu memilih orang yang berkaitan dengan pascapanen dan pemasaran petani
kakao.
Indentitas responden yang dipilih didasarkan atas beberapa identifikasi
seperti: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, tanggungan keluarga, luas lahan, dan
mengenai pascapanen dan pemasaran kakao di Desa Salletto Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju.
5.1.1 Umur Responden
Tingkat umur petani sangat mempengaruhi fisik dan cara berfikir petani
dalam pengambilan keputusan, pada umumnya petani yang berusia muda
mempunyai fisik yang lebih kuat dan cepat menerima informasi dan inovasi baru,
karena petani yang berumur lebih muda berani menanggung resiko walaupun
petani tersebut masih kurang pengalaman sehingga petani yang lebih muda
bertindak dinamis, sehingga cepat mendapatkan pengalaman baru yang berharga
bagi perkembangan hidupnya pada masa yang akan datang. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat Tabel 4 dibawah ini:
26
Tabel 4. Umur responden di Desa Salletto Kecamatan Simboro KabupatenMamuju.
Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
30-39 5 16,67
40-49 10 33,33
50-59 15 50
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Dolah, 2014
Tabel 4 disebutkan bahwa rata-rata umur responden yang terbanyak adalah
umur 50-59 tahun berjumlah 15 orang (16,67 %), responden yang berusia 30-39
tahun berjumlah 5 orang (33,33%), sedangkan responden yang berusia 40-49
tahun berjumlah 10 orang (50%). Umru tersebut akan sangat mempengaruhi
dalam hal pengalaman tentang penanganan pascapanen dan pemasaran kakao.
5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Umumnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para petani merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan usahataninya. Walaupun seseorang
memiliki kemampuan fisik yang memadai tetapi tidak ditunjang dengan
pengetahuan, maka usaha yang dikelola tidak akan mengalami peningkatan.
Pendidikan dan pengalaman pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir
petani. Pendidikan petani yang relative timggi menyebabkan petani akan lebih
dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Dengan adanya pendidikan yang
relative tinggi yang dimiliki petani akan memudahkan petugas penyuluhan untuk
menyampaikan konsep yang akan dibawakan. Karena petani akan lebih mudah
mengerti dan memahami apa yang disampaikan oelh penyuluh. Tingkat
27
pendidikan pada suatu daerah pasti memiliki tingkat yang berbeda-beda. Berikut
mengenai tingkat pendidikan yang ada di Desa Salletto Kecamatan Simboro
Kabupaten Mamuju menurut data sekunder yang telah diperoleh. Hala ini dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut:
Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
SD 16 53,33
SMP 5 16,67
SMA 9 30
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang didapat dalam
penelitian adalah tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 16 orang
(53,33%), tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak
5 orang (16,67%), sedangkan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
yaitu sebanyak 9 orang (30%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) yang terbanyak karena para petani yang ada di Desa Salleto
tidak mampu melanjutkan Sekolahnya melainkan petani lebih memilih untuk
melanjutkan usaha perkebunan kakao.
5.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah sejumlah orang yang tinggal dalam satu
rumah yang secara langsung menjadi beban atau tanggungan kepala keluarga
ataupun yang tidak serumah namun masih merupakan tanggungan kepala
keluarga. Tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang
28
dapat dikembangkan untuk membantu usaha keluarga. Jmlah tanggungan keluarga
yang besar sebenarnya merupakan aset penting dan sekaligus merupak potensi
yang penting sebagai sumber tenaga kerja dalam pengembangan usaha. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6.Jumlah tanggungan keluarga responden di Desa Salletto KecamatanSimboro Kabupaten Mamuju.
Tanggungan Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)
1-5 18 60
6-10 12 40
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarg yang terbanyak adalah
jumlah tanggungan mulai dari 1-5 orang sebanyak 18 orang (60%), sedangkan
jumlah tanggungan keluarga mulai dari 6-10 sebanyak 12 orang (40%).
5.2 Usahatani Kakao
5.2.1 Luas Lahan
Luas lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
pengelolaan suatu usaha tanaman kakao, karena menentukan besar kecilanya skala
usaha, mempengaruhi jumlah penggunaan faktor produksi yang lain, dan pada
akhirnya akan menentukan tingkat produksi dan pendapatan petani. Luas lahan
dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya jumlah lahan garapan yang
diusahakan petani untuk menanam kakao. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7:
29
Tabel 7. Luas lahan responden petani di Desa Salletto Kecamatan SimboroKabupaten Mamuju.
Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1-1,5 19 63,33
1,6-3 11 36,67
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 7 menunjukkan bahwa luas lahan petani responden terdapat
perbedaan luas lahan diantaranya ada yang 1-1,5 Ha sebanyak 19 orang responden
(63,33%), dan luas lahan 1,6-3 Ha sebanyak 11 orang (36,67%). Perbedaan skala
tersebut akan berimplikasi pada perbedaan produksi dan produktivitas uahatani
kakao yang akan dicapai, oleh karena itu diharapkan agar petani responden
mampu mengusahakan lahannya secara optimal sehingga memperoleh hasil yang
baik.
5.2.2 Umur Tanaman Kakao Responden
Tabel 8.Umur tanaman kakao responden di Desa Salletto KecamatanSimboro Kabupaten Mamuju.
Umur Tanaman Jumlah (Orang) Persentase (%)
5-10 3 10
11-20 19 63,33
21-30 4 13,33
30-35 4 13,33
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan umur tanaman
milik petani responden, umur tanaman petani responden terbagi atas 5-10 tahun
30
berjumlah 3 orang (10%), 11-20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%), 21-30 tahun
sebanyak 4 orang (13,33%), dan umur tanaman kakao 30-35 sebanyak 4 orang
(13,33%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi umur tanaman petani
responden bisa mencapai sampai 35 tahun.
5.2.3 Harga kakao Perkilogram
Harga adalah variabel penting yang digunakan oleh konsumen karena
berbagai alasan, baik itu alasan ekonomis yang menunjukkan bahwa harga yang
rendah atau harga yang tinggi nerupakan salah satu variabel penting untuk
meningkatkan kinerja pemasaran, juga alasan psikologis dimana harga sering
dianggap sebagai indikator kualitas dan oleh karena itu penetapan harga sering
dirncang sebagai salah satu instrumen penjualan. Pengaruh harga memberikan
gambaran baru tentang strategi komunikasi dan pemasaran untuk meningkatkan
kepuasan konsumen. Jika hubungan antara biaya tinggi dan kualitas tinggi
diketahui, konsumen dapat menduga dari harga yang tinggi bahwa produk itu
berkualitas tinggi. Harga kakao yang didapatkan petani dapat dilihat pada Tabel 9
dibawah ini:
Tabel 9. Harga kakao perkilogram petani responden di Desa SallettoKecamatan Simboro Kabupaten Mamuju.
Harga Perkilogram (Rp) Jumlah (Orang) Persentase (%)
15.000 9 30
25.000-30.000 21 70
Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
31
Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga yang diterima oleh petani
setelah melakukan transaksi penjualan ke pedagang pengumpul atau
pengecer.`perbedaan harga sebagai berikut: harga Rp. 15.000 yang diterima petani
sebanyak 9 orang (30%), dan harga Rp. 25.000-Rp. 30.000 yang diterima petani
yaitu sebanyak 21 orang (70%). Hal ini menunjukkan bahwa harga yang
ditawrkan pedagang ke petani itu tergantung dari bagaimana cara penanganan
pascapanen yang baik dan berkualitas.
5.3 Panen
Tanaman kakao mulai memproduksi buah pada berumur 2,5 – 3 tahun
setelah tanam. Produksi buah kakao di tahun pertama cenderung sedikit dan akan
terus meningkat seiring pertambahan umur. Produktivitas optimal dicapai pada
pada umur 7-11 tahun, sekitar 1,8 ton biji kakao kering per hektar per tahun.
Produktivitas tersebut akan terus menurun hingga tanaman tua dan mati. Buah
kakao dihasilkan dari proses penyerbukan bunga jantan dan bunga betina yang
tumbuh menempel pada semua bagian batang tanaman. Bunga-bunga yang
tumbuh pada batang pokok umumnya akan menghasilkan buah kakao yang besar
dan berkualitas baik.
Kriteria Buah Kakao Siap Panen dan Sistem Panen
Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya proses penyerbukan hingga buah
kakao matang dan siap petik dibutuhkan waktu sekitar 5–6 bulan. Kakao matang
yang siap petik adalah buah kakao yang sudah memenuhi kriteria panen. Buah
kakao yang memenuhi kriteria panen adalah buah kakao yang sudah menunjukan
tanda-tanda sebagai berikut:
32
Kulit buah sudah berubah warna secara sempurna, dari yang ketika mentah
berwarna hijau menjadi kuning saat masak, atau dari yang ketika mentah
berwarna merah menjadi jingga tua.
Tangkai buah mulai mengering.
Buah kakao mengeluarkan bunyi jika digoncangkan atau dikocok.
Sistem panen yang digunakan pada perkebunan kakao umumnya adalah
sistem hanca gilir. Setiap pemanen mendapat hanca dengan luas tertentu, pada
waktu yang berbeda dan ada perpindahan blok panen. Dalam satu blok panen
dibagi beberapa hanca. Luas hanca ± 2–3 Ha berlaku pada saat produksi buah
rendah dan ± 1 Ha untuk panen raya. Rotasi panen yaitu 6–7 hari pada saat
produksi rendah dan 3–4 hari pada saat panen raya. Pemanen bekerja secara
berkelompok. Satu kelompok terdiri dari 2 orang pemanen. Pada areal panen
dengan topografi berlereng, kelompok panen terdiri dari 3 orang, 2 orang bertugas
memanen buah dan seorang bertugas mengangkut buah ke tempat pengumpulan
hasil (TPH).
5.4 Pascapanen
Selain perawatan dan pemilihan tanama kakao, pengolahan pascapanen
terhadap tanaman tersebut juga harus sangat diperhatikan. Terbentuknya cita rasa
coklat yang baik ditentukan dari bagaimana cara pengolahan saat panen buah
kakao. Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah
yang telah matang yaitu perubahan ketika mentah berwarna hijau menjadi kuning
saat masak atau dari yang ketika mentah berwarna merah menjadi jingga tua.
33
Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao
memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna
kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji
biasanya berbunyi. Keterlambatan waktu panen akan berakibat pada
berkecambahnya biji di dalam.
Panen terhadap buah kakao harus tepat waktu agar tercapai mutu/kualitas
kakao yang baik. Pengelolaan pascapanen kakao dimulai pada kegiatan pemetik
buah, prossesing buah (pengupasan/pembelahan buah, fermentasi, perendaman
atau pencucian, pengeringan, sortasi biji) dan pemasaran. Dari keiatan tersebut
khususnya pada prossesing buah merupakan kegiatan yang penting karen erat
sekali kaitannya dengan mutu produksi.
1. Pemetikan dan pembelahan buah
Dari hasil data diperoleh dalam penelitian ini adalah semua masyarakat
petani yang ada di Desa Salletto menggunakan pisau untuk memetik dan
membelah buah kakao yang sudah yang sudah dipanen, serta dalam pemtikan
masyarakat yang dilokasi penelitian juga memetik buah yang masak dan teserang
penyakit agar tidak menulari buah kakao yang lain atau belum masak.
Dalam pemetikan buah kakao ini biasanya dilakukan 1-2 minggu sekali.
Pemetikan terhadap tanaman kakao dilakukan apabila kulit buah terjadi perubahan
warna. Pada proses pemetikan juga dilakukan dengan menggunting atau
memangkas buah. Kemudian tangkai buah disisakan 1-1,5 cm dari batang atau
cabang.
34
Buah yang telah dipanen kemudian harus secepatnya dibelah, pada saat
pembelahan buah kakao ini dilakukan pemisahan antara buah yang baik dan buah
yang terserang hama dan penyakit. Selanjutnya petani memisahkan antara kulit
buah dan sisa-sisa yang terkena serangan hama dan penyakit dibenam/dikubur
kedalam tanah. Dalam pembelahan buah kakao yang telah dipanen masyarakat di
Desa Sallletto sangat berhati-hati dalam membelah buah kakao agar tidak merusak
dan melukai biji kakao yang dapat menurunkan kualitas harga kakao serta dapat
melukai tangan ketika membelah buah kakao.
2. Fermentasi
Untuk menghasilkan kakao dengan kualitas yang baik, proses fermentasi
juga harus dilakukan. Proses fermentasi ini bertujuan untuk menghasilkan kakao
dengan cita rasa yang baik. Titik berat dalam pengolahan biji kakao terletak pada
proses fermentasi. Dimana proses ini terjadi pembentukan cita rasa cokelat,
selama proses fermentasi biji kakao terjadi pembentukan senyawa cita rasa biji
kakao.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba
sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi
tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen.
Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang),
karena pulp kakao yang mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga
terjadi fermentasi (Muljana, 2001).
35
Buah kakao yang telah dikeluarkan bijinya, kemudian bijinya ditempatkan
pada sebuah wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya
keranjang yang dilapisi oleh daun (biasanya daun pisang), dan kontainer (kotak)
kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau diatas saluran untuk menampung pulp
yang dihasilkan selama fermentasi. Pada umumnya, dasar kontainer memiliki
lubang kecil untuk drainase. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm
dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk
menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam
kotak dapat dilakukan selama 2-6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan
memindahkannya kekotak lain. Namun para petani yang ada di Desa Salletto
hanya sebagian orang saja melakukan fermentasi ini dikarenakan para petani lebih
memilih langsung dijemur. Harga yang diberikan pedagang itu hampir sama
dengan harga yang terfermentasi dan tidak terfermentasi meskipun berakibat pada
kualitas biji kakao. Berikut adalah Tabel petani yang melakukan fermentasi dan
tidak melakukan fermentasi.
Tabel 10. Petani respoden yang melakukan fermentasi dan tidak melakukanfermentasi di Desa Salletto Kecamatan Simboro KabupatenMamuju.
No Kegiatan Petani Jumlah Responden(Orang)
Persentase (%)
1 Melakukan Fermentasi 21 70
2Tidak Melakukan
Fermentasi9 30
3 Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 10 menunjukkan bahwa petani yang melakukan fermentasi adalah sebanyak
21 orang (70%), sedangkan petani yang tidak melakukan fermentasi adalah
36
sebanyak 9 orang (30%). Hal ini membuktikan bahwa petani di Desa Salletto
sudah memperhatikan kualitas biji kakao sehingga dapat meningkatkan harga
kakao petani.
3. Pengeringan
Tujuan dari pengeringan adalah menurunkan kadar air biji. Pengeringan
sangat berpengaruh terhadap pembentukan calon cita rasa coklat terutama
berkaitan erat dengan tingkat keasaman pada biji kakao. Untuk menghentikan
proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeeringkan. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari yang memakan waktu selama 4 sampai 6 hari.
Pengeringan yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang asam.
Penggunaan panas yang tinggi dalam pengeringan selain dapat menyebabkan
tingkat keasaman yang tinggi juga beresiko menyebabkan terjadinya cacat cita
rasa. Pengeringan yang baik dapat dilakukan dengan memanfaatkan cahaya sinar
matahari. Dengan car biji dihamparkan diatas tempat tertentu seperti tikar atau
lantai kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Selain memanfaatkan sinar
matahari juga dapat dengan menggunakan alat pengering buatan, namun di Desa
Salletto para petani belum memiliki alat pengering buatan, ini dikarenakan para
petani belum mengetahui cara pembuatan alat pengering buatan.
37
4. Sortasi biji kakao
Setelah biji kakao dikeringkan dan mengering selanjutnya para petani
melakukan sortasi kakao atau pemilihan biji yang baik dan kurang bai. Namun
masyarakat yang ada di Desa Salletto tidak semua warga melakukan sortasi
karena menurut mereka pemilihan atau sortasi biji kakao memakan waktu yang
lama sehingga menyita waktu petani untuk melakukan aktivitas yang lain
meskipun pemilihan atau sortasi biji sangat penting dalam penanganan
pascapanen. Serta para petani kakao melakukan sortasi atau pemilihan biji kakao
yang baik dan kurang baik itu menggunakan tangan sebagai alat media sortasi
atau pemilihan biji kakao. Berikut adalah Tabel yang dimana petani melakukan
sortasi dan tidak melakukan sortasi:
Tabel 11. Petani Responden Yang Melakukan Sortasi dan Tidak MelakukanSortasi di Desa Salletto Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju
No Kegiatan Petani Jumlah Responden(Orang)
Persentase (%)
1 Melakukan Sortasi 7 23,33
2 Tidak Melakukan Sortasi 23 76,67
3 Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 7 orang (23,33%) melakukan
sortasi dan sebanyak 23 orang (76,67%) tidak melakukan sortasi. Hal ini
membuktikan bahwa sebagian para petani yang ada di Desa Salletto belum terlalu
paham tentang penanganan pascapanen yang baik dan benar sehingga berdampak
pada harga kakao yang diberikan oleh pedagang pengumpul.
38
5. Penyimpanan
Metode penyimpanan kakao yang baik dan benar akan menjamin kualitas
biji kakao. Kakao yang telah dijemur kemudian dimasukkan kedalam karung goni.
Karung goni tidak boleh diletakkan diatas lantai semen karena biji kakao yang
telah kering dapat menyerap air dalam lantai. Selain itu penempatan biji kakao
juga harus bebas dari air hujan dan hama perusak. Setelah pengarungan atau
penyimpanan, barulah kemudian biji kakao dijual kepada pedagang pengumpul
atau pedagang besar. Para petani yang ada di Desa Salletto terdapat beberapa
orang yang tidak melakukan penyimpanan melainkan langsung menjualnya ke
pedagang pengumpul atau pedagang besar tanpa memperhatikan mutu dan
kualitas kakao. Berikut Tabel petani yang melakukan penyimpanan dan tidak
melakukan penyimpanan:
Tabel 12. Petani Responden Yang Melakukan Penyimpanan dan TidakMelakukan Penyimpanan di Desa Salletto Kecamatan SimboroKabupaten Mamuju
No Kegiatan Petani Jumlah Responden(Orang)
Persentase (%)
1 Melakukan Penyimpanan 19 63,33
2Tidak Melakukan
Penyimpanan11 36,67
3 Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 12 menunjukkan bahwa petani yang melakukan penyimpanan sebanyak 19
orang (63,33%), dan petani yang tidak melakukan penyimpanan sebanyak 11
orang (36,67%). Hal ini membuktikan bahwa sebagian para petani ingin
secepatnya mendapatkan hasil dari penjualan kakao dan menggunakan hasil
tersebut untuk keperluan sehari-hari.
39
5.4 Pemasaran
Walaupaun proses fermentasi dapat meningkatkan mutu dari kakao itu
sendiri dan membuat harga juga naik., sebagian besar petani di Desa Salletto
melakukan fermentasi terhadapa tanaman kakao, sebaliknya masih ada petani
kakao di Desa Salletto yang memilih untuk tidak melakukan fermentasi terhadap
tanaman kakao milik mereka. Mereka lebih memilih untuka langsung diemur
kemudian menyimpannya lalu kemudian dijual kepada pedagang pengumpul. Hal
ini dilakukan karena harga yang ditawarkan oleh para pedagang pengumpul antara
kakao fermentasi dengan yang tidak difermentasi adalah sama.
Gambar 2. Rantai Pemasaran Kakao
Gambar diatas dapat kita ketahui rantai pemasaran biji kakao hasil panen
petani. Diketahui bahwa petani menjualnya langsung kepada pengumpul,
kemudian dari pengumpul tersebut menjualnya kepada pedagang besar, pada
pedagang besar ini terkumpul kakao yang diperoleh dari berbagai pengumpul.
Setelah dari pedagang besar barulah kemudian kemudian di jual kepada
perusahaan untuk diolah menjadi bahan makanan. Selain dijual ke perusahaan,
sebagian juga ada yang di ekspor ke luar negeri. Semakin jauhnya jarak
pemasaran dengan perusahaan membuat petani enggan melakukan fermentasi
Petani Kakao
PedagangPengumpul
Pedagang Besar
Perusahaan
Ekspor
40
terhadap biji kakao mereka. Hal inilah yang diungkapkan salah seorang petani
Bapak Rusdin (51 Tahun):
“itu kalau kita fermentasi juga samaji harganya, fermentasi atau tidakfermentasi tetap sama harganya tapi ada juga pedagang yang membedakanharganya antara fermentasi dengan tidak fermentasi” (wawancara padatanggal 10 Agustus 2014)
Mereka beranggapan jika kakao mereka difermentasi maka keuntungan
hanya diperoleh para pengumpul ketika pengumpul menjualnya keperusahaan
yang mengolah kakao menjadi bahan makanan akan tetapi para petani lebih
memilih fermentasi karena sebagian pedagang pengumpul membedakan harga
antara kakao fermentasi dan tidak fermentasi. Para petani juga belum memiliki
mitra dengan perusahaan besar untuk menjual kakao mereka, sehingga lebih
memilih untuk tidak memfermentasi kakao mereka. Hal inilah yang dikemukakan
oleh salah seorang petani bernama Bapak Ibrahim (49 Tahun)
“disini kita juga belum punya mitra, jadi kita jual buah kakao disini Cumalewat pengepul, seandainya ada kita punya mitra mau jaki fermentasi karenapasti sesuai harganya” (wawancara pada tanggal 16 Agusutus 2014)
Petani kakao dapat menjual hasil produksi kakao melalui para pembeli yang
biasa disebut sebagai pengumpul. Para pengumpul ini datang ke Desa hanya 1
minggu sekali yaitu pada hari sabtu. Selain pengumpul mingguan, ada juga para
pengumpul yang datang membeli biji kakao setiap hari, hanya saja harga beli
yang ditawarkan sedikit murah. Petani kakao biasanya menjual hasil produksinya
setiap 3 kali setiap 1 minggu sekali.
Harga kakao yang difermentasi biasanya dijual dengan harga Rp. 25.000/kg-
Rp. 30.000/kg. Semakin baik kualitas bijinya semakin tinggi harga jualnya.
41
Sebaliknya kakao yang tidak difermentasi biasanya dijual berkisar Rp. 15.000/Kg,
semakin rendah kualitas bijinya maka semakin rendah harga jual yang ditawarkan
pedagang. Berikut Tabel harga dengan kualitas yang difermentasi dan tidak
difermentasi:
Tabel 13. Petani Responden Yang Mendapatkan harga dengan kualitasfermentasi dan tidak fermentasi di Desa Salletto KecamatanSimboro Kabupaten Mamuju
No Kualitas Harga (Rp)Jumlah Responden
(Orang)Persentase
(%)
1 Fermentasi 25.000-30.000 21 70
2 Tidak Fermentasi 15.000 9 30
3 Total 30 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014
Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga yang diberikan oleh
pedagang pengumpul ketika petani melakukan pemasaran dan mendapatkan harga
ketika melakukan pemasaran kakao. Petani yang mendapatkan harga Rp. 25.000-
Rp. 30.000 dengan kualitas yang baik sebanyak 21 orang (70%), dan petani yang
mendapatkan harga Rp. 15.000 dengan kualitas yang tidak fermentasi sebanyak 9
orang (30%).
Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga ke-eratan hubungan
sosial sering memaksa dan menghilangkan rasionalitas petani dalam berbisnis.
Artinya, kebanyakan petani di pedesaan lebih cenderung untuk menomor satukan
hubungan resiprositas sosial dibandungkan dengan keuntungan bisnis semata,
meskipun bisnis kakao tersebut merupakan penyokong kehidupan ekonomi
keluarga. Realitas seperti ini bukan sesuatu yang mustahil adanya, karena sampai
saat ini, dipedesaan masih banyak dijumpai pedagang pengumpul, disamping
42
berperan sebagai pembeli produksi kakao, juga masih mempunyai hubungan
kekerabatan dengan petani-petani kakao lain baik sebagai mertua/famili, atau
pemebri dana bagi kehidupan rumah tangga, dsb. Jadi karena hubungan tersebut
sudah bercampur aduk dengan hubungan sosial kekeluargaan, maka hubungan
resiprositas dan keterikatan sosial tersebut, pada akhirnya dapat menyulitkan
posisi petani dalam adau tawar-menawar dalam proses penentuan harga bagi
produksi kakaonya. Karenanya kebanyakan mereka, suka atau tidak, terpaksa atau
rela, mereka pasrah dan menerima harga yang telah ditentukan (sepihak) oelh
pedagang pengumpul.
Hal lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat pendapatan petani
adalah rantai pemasaran kakao, sebab kenyataan menunjukkan bahwa banyaknya
lapisan pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan rantai pemasaran kakao
disini cukup panjang dan kondisi demikian sudah merupakan sautu fenomena
lama. Petani tidak pernah bisa langsung dalam memasarkan produksi kakaonya
kepada pabrik atau pedagang eksportir karena tidak adanya mitra. Panjangnya
rantai pemasaran itu berakibat kepada rendahnya harga jual ditingkat petani,
karenanya petani hanya bisa menerima harga kakao apa adanya.
Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani
lain atau keluarga yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang
pengumpul lainnya yang bukan menjadi langganannya. Kondisi tersebut tentunya
tidak menguntungkan bagi petani karena para pedagang pada umumnya
meberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya, sebagai suatu
penerapan kekuatan daya beli. Walaupun demikian para petani lebih senang
43
membudidayakan tanaman kakao. Para petani mengakui pola hidup sudah
berubah, baik cara makan, cara berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas sosial.
Dari segi rumah tangga, jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa atau rumbia,
sekarang sudah berubah menjadi atap seng dan genteng, bahkan sudah banyak
yang memiliki rumah permanen yang terbuat dari batu. Perabot rumah tangga
dengan beberapa stel kursi tamu dan beberapa lemari sudah dimiliki. Bahkan
hampir semua rumah sudah memiliki televisi. Pemilikan kendaraan bermotor,
baik roda dua maupun roda empat, sudah tersebar sampai kepelosok-pelosok desa.
Untuk alat komunikasi, orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah memiliki
handphone.
Selain itu tanaman kakao sebagai tanaman berkayu sebagai penggunaan
modal ekologis yang paling efektif untuk meningkatkan keseimbangan sistem
pertanian dataran tinggi. Perubahan ekologis ini membrikan kontribusi positif
untuk mencegah terjadinya erosi dan banjir. Tanaman berkayu salah satu
penyebab pada pembabatan hutan, namun ketika hutan musnah ternyata tanaman
kakao sebagai tanaman berkayu dapat tampil dijadikan alat peremajaan hutan dan
menjadi hutan produksi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa dalam Penanganan Pascapanen di Desa Salletto
tergolong baik dengan melihat cara penanganan pascapanen para petani yang
dimana petani melakukan penanganan pascapanen dengan mengikuti tahap-tahap
sesuai kaidah pascapanen dengan benar, meskipun ada sebagian petani kakao
melakukan penanganan pascapanen dengan kurang tepat.
Kegiatan pemasaran kakao di Desa Salletto belum optimal karena petani
belum mempunyai mitra usaha yang menstabilkan harga jual kakao petani di
pasaran serta mampu menyejahterakan masyarakat petani kakao di Desa Salletto.
6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan dengan berdasarkan pada hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Uahatani kakao di Desa Salletto layak dan menguntungkan untuk
diusahakan. Oleh karena itu diharapkan petani di Desa Salletto terus
mengusahakan dan mengupayakan peningkatan produksi dengan lebih
memperhatikan teknologi pascapanen yang baik.
2. Peningkatan produksi sebaiknya disertai perbaikan kualitas/mutu biji
kakao kering dengan memperhatikan proses fermentasi dan penjemuran
yang optimal. Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar
45
internasional adalah mutu biji kakao. Oleh karena itu perlu adanya
perhatian produsen kakao Indonesia terhadap kualitas biji kakao
diekspor.
3. Perlunya mitra usahatani dalam menjual hasil usahatani tanaman kakao.
Dengan adanya mitra usahatani seperti perusahaan besar dapat
menstabilkan harga jual kakao itu sendiri sehingga petani dapat menjual
langsung hasil tani kepada perusahaan besar.
DAFAR PUSTAKA
Goenadi, Didiek. H, John Bako Baon, Herman, Adreng Purwoto, 2005. Prospekdan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta.http://www.litbangdeptan.go.id 13 April 2014
Haryadi, Tohir A., 1983. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. RinekaCipta, Jakarta.
Kottler Philip. 2008. Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12. Indeks
Kottler Philip. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis, Perencanaan,Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta.
Maya, Deden Indra Teja. 2007. Penggunaan Pestisida Yang Aman.http://www.deptan.go.id di akses 9 April 2014.
Siregar Tumpal H.S, Slamet Riyadi, Laeli Nuraeni, 2006. Budidaya, Pengolahan,dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao: Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia.Jakarta.
Stanton, William J. 2001. Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta.
Suprianto. M. S. 2012. Teknologi Cokelat, Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Swastha, Basu dan Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern, Liberty,Yogyakarta.
Yulianto D. Saputra. 2013. Teknik Budidaya Kakao, Trans Idea Publishing.Jogjakarta.