PEMBUATAN MAGNET PERMANEN Nd2Fe14B
MELALUI METODE MECHANICAL ALLOYING
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains ( S.Si )
Disusun Oleh:
NURUL ANWAR
NIM : 107097003038
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PEMBUATAN MAGNET PERMANEN Nd2Fe14B
MELALUI METODE MECHANICAL ALLOYING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Sains Dan Teknologi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains ( S.Si )
Disusun Oleh:
NURUL ANWAR
NIM : 107097003038
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBUATAN MAGNET PERMANEN Nd2Fe14B MELALUI METODE
MECHANICAL ALLOYING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Sains Dan Teknologi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains ( S.Si )
Disusun Oleh:
NURUL ANWAR
NIM : 107097003038
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
( Arif Tjahjono, M.Si ) (Ir. Muljadi, M.Si )
NIP : 197511072007011015 NIP : 195711161983121002
Mengetahui,
Kepala Prodi Fisika, FST-UIN
(Drs.Sutrisno, M.Si)
NIP : 195202021982031005
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “ Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe14B Melalui Metode
Mechanical Alloying” yang ditulis oleh Nurul Anwar dengan NIM
107097003038 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah
Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 27 juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Jakarta, 27 juni 2011
Tim penguji,
Penguji I Penguji II
Drs.Sutrisno, M.Si Ambran Hartono, M.Si
NIP : 195902021982031005 NIP : 19710408 2002121002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi Kepala Program Studi Fisika
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Drs.Sutrisno, M.Si
NIP : 196801172001121001 NIP : 195902021982031005
LEMBAR PERNYATAAN
SAYA MENYATAKAN BAHWA YANG TERTULIS DIDALAM SKRIPSI
INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, BUKAN
JIPLAKAN DARI KARYA TULIS ORANG LAIN, BAIK SEBAGIAN
MAUPUN SELURUHNYA. PENDAPAT ATAU TEMUAN ORANG LAIN
YANG TERDAPAT DALAM SKRIPSI INI DIKUTIP DAN DIRUJUK
SECARA ILMIAH.
Jakarta, Juni 2011
NURUL ANWAR
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi paduan Nd2Fe14B melalui
metode mechanical alloying dengan bahan baku unsur Nd, Fe dan B. Serbuk Nd,
Fe dan B dicampur dan di milling melalui proses milling basah dengan variasi
waktu milling selama 10, 20, dan 40 jam. Hasil refinement pola difraksi sinar-x
menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan fasa Nd2Fe14B pada milling selama
10, 20, dan 40 jam berturut-turut sebesar 13,53 %; 41,65 dan 69,46 %. Dan hasil
pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope menunjukkan
bahwa pembentukan fasa Nd2Fe14B terdiri dari empat tahapan, yaitu proses
pengecilan serbuk, proses penyatuan serbuk, proses pembentukan fasa baru, dan
pengecilan butiran fasa baru. Telah terbentuk pula magnet permanen dari paduan
Nd2Fe14B setelah dilakukan pencetakan dan magnetisasi.
Kata kunci : magnet permanen, mechanical alloying, pembentukan Nd2Fe14B
ABSTRACT
The synthesis and characterization of Nd2Fe14B compound by using
mechanical alloying technique have been performed with Nd, Fe and B material.
The Nd, Fe and B powders are mixed and milled by wet milling with the variation
of milling time 10, 20, and 40 hours. The measurement result of x-ray diffractions
show that Nd2Fe14B phase already formed after milling of 10, 20, and 40 hours are
13.53 %, 41.65 %, and 69.46 %, respectively. The result of Scanning Electron
Microscope show that the formation of Nd2Fe14B phase consist of four process,
reduce powder size, welding predominance process, formation of new phase, and
reduce powder size of new phase. And also produced the permanent magnet from
Nd2Fe14B after molded and magnetization.
Keywords: permanent magnet, mechanical alloying, Nd2Fe14B formation
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah pencipta semesta alam yang senantiasa memberikan
nikmatNya terutama nikmat Iman dan Islam serta sehat jasmani dan rohani
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat beriring salam semoga selalu tercurah keharibaan baginda Nabi
akhir zaman Muhammad SAW, seorang Ummi yang mampu memperkenalkan
kita kepada ilmu pengetahuan.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa tidak ada satupun
pekerjaan yang dapat diselesaikan sendirian, terselesaikannya skripsi ini tidak
lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis menghaturkan terima kasih kepada :
1. Ibunda tersayang dan Ayahanda tercinta yang selalu mencurahkan kasih
sayang, do’a, dukungan moril dan materil. Dan untuk kakak-kakak dan
adik-adik ku yang selalu memberikan motivasi.
2. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Pembimbing utama yang dengan
kesabaran telah menyempatkan dirinya untuk membimbing penulis
selama tahap penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Ir. Muljadi, M.Si dan Prof. Perdamean Sebayang selaku
pembimbing di PUSPIPTEK LIPI Fisika yang telah banyak membantu
dalam bimbingan selama penelitian.
4. Bapak DR.Syopiansyah Jaya Putra , M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si, selaku Kepala Prodi Fisika, FST-UIN.
6. Seluruh staf pengajar Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.
7. Bapak Deni Mahadi, bapak Lukman Faris, kang Jufri, Fajar dan seluruh
staf peneliti LIPI Fisika Serpong terima kasih atas bimbingan serta
bantuannya selama penelitian
8. Especially for my princess “F.I.W.L” terimakasih atas motivasi nya .
9. Teman-teman seperjuangan Fisika “07 UIN Jakarta, terutama teman-
teman matrial Dayat Sudayat, Ardiansyah dan Ahmad Fauzi Badilah.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bagaimanapun penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih
banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis akan sangat berterima kasih atas
saran dan kritik yang membangun dari pembaca, besar harapan penulis agar karya
tulis ini dapat bermanfaat.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon semoga bagi
mereka dilimpahkan pahala yang berlipat ganda atas segala batuan dan di catat
sebagai pahala di sisi-Nya
Jakarta, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PENGESAHAN ....................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................ iii
ABSTRACT .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah ............................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 4
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................... 6
2.1 Kemagnetan Bahan .......................................................................... 6
2.1.1 Feromagnetik ................................................................................. 6
2.1.2 Paramagnetik ................................................................................. 8
2.1.3 Diamagnetik ................................................................................... 10
2.2 Histerisis Magnet .............................................................................. 11
2.3 Sifat-sifat Magnet .............................................................................. 13
2.4 Unsur Pemadu Pada Nd2Fe14B .......................................................... 14
2.4.1 Neodymium(Nd) ............................................................................ 15
2.4.2 Besi (Fe) ....................................................................................... 16
2.4.3 Boron (B) ....................................................................................... 17
2.5 Mechanical Alloying ......................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 22
3.2 Bahan dan Peralatan penelitian .......................................................... 22
3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................ 24
3.3.1 Preparasi Pembuatan Nd2Fe14B ...................................................... 24
3.3.2 Proses Pembuatan Nd2Fe14B .......................................................... 25
3.3.3 Proses pencetakan magnet dari Nd2Fe14B (non milling) .................. 26
3.3.4 Proses pencetakan magnet dari Nd2Fe14B (milling) ........................ 27
3.3.5 Karakterisasi Hasil ......................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 29
4.1 Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe14B ............................................ 29
4.1.1 NdFeB Hasil Sintesis setelah milling 10 jam ................................... 31
4.1.2 NdFeB Hasil Sintesis setelah milling 20 jam ................................... 33
4.1.3 NdFeB Hasil Sintesis setelah milling 40 jam ................................... 35
4.2 Hasil Pengujian XRD Nd2Fe14B ........................................................ 41
4.2.1 NdFeB yang telah dicetak (non milling dan milling) ....................... 41
4.2.2 Hasil Magnetisasi Nd2Fe14B ........................................................... 43
BAB V PENUTUP ............................................................................... 49
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 50
LAMPIRAN ........................................................................................... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Susunan Elektron dan Tingkat Oksidasi Unsur–unsur Lantanida ....... 15
Tabel 2.2 Mineral-Mineral Bijih Besi Bernilai Ekonomis .................................. 17
Tabel 4.1 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin
(Nd2Fe14B non milling) ..................................................................... 43
Tabel 4.2 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin
(Nd2Fe14B milling) ............................................................................ 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Grafik hubungan antara magnetik terhadap temperatur T pada
bahan feromagnetik ......................................................................... 8
Gambar 2.2.Grafik hubungan antara suseptibilitas magnetik terhadap
temperatur T pada bahan paramagnetik. ........................................... 10
Gambar 2.3 kurva magnetisasi. (a) induksi awal B versus medan magnet H ....... 12
Gambar 2.3 kurva magnetisasi. (b) Loop histerisis (magnet lunak). ................... 12
Gambar 2.3 kurva magnetisasi. (c) Loop histerisis (magnet keras). ................... 12
Gambar 2.4 Struktur Kristal Boron Dengan Sel Satuan Ikosahedral. ................ 18
Gambar 2.5 Struktur Diboron ........................................................................... 19
Gambar 2.6 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B ...................................................... 20
Gambar 2.7 Boron jenis arachno ...................................................................... 21
Gambar 3.1 a). Timbangan digital 4 digit. ......................................................... 24
Gambar 3.1 b). Hydraulic press. ....................................................................... 24
Gambar 3.1 c). Vial + Ball Mill. ........................................................................ 24
Gambar 3.1 d).Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph ................. 24
Gambar 3.1 e). X-Ray Difraktometer. ................................................................ 24
Gambar 3.1 f). Kotak hampa oksigen (Glove Box). .......................................... 24
Gambar 3.1 g). High Energy Milling (HEM). .................................................... 24
Gambar 3.1 h).SEM (Scaning Electron Microscopic) ........................................ 24
Gambar3.2 Diagram Alur Pembuatan Magnet Nd2Fe14B .................................. 28
Gambar 4.1 Pola difraksi sinar-x sampel gabungan ........................................... 29
Gambar 4.2 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel original ..................... 30
Gambar 4.3 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel Original .... 30
Gambar 4.4 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mill 10 jam ............... 32
Gambar 4.5 Refinement difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 10 jam ...... 32
Gambar 4.6 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mil 20 jam ................ 34
Gambar 4.7 Refinement difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 20 jam. ....... 34
Gambar 4.8 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mill 40 jam ................ 36
Gambar 4.9 Refinement difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 40 jam ........ 37
Gambar 4.10 Proses tumbukan bola-bola dalam media milling ........................... 39
Gambar 4.11 Difraktogram Nd2Fe14B non milling ............................................. 41
Gambar 4.12 Difraktogram Nd2Fe14B hasil milling ........................................... 42
Gambar 4.13 (a),(b),(c) Beberapa jenis kurva pada sampel non milling ............ 44
Gambar 4.14 (a),(b),(c) Beberapa jenis kurva pada sampel di milling ............... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sudut 2 theta Nd2Fe14B Non Milling .............................................. 54
Lampiran 2. Sudut 2 theta Nd2Fe14B Milling ..................................................... 56
Lampiran 3. Kurva Histerisis Nd2Fe14B Non Milling ......................................... 58
Lampiran 4. Kurva Histerisis Nd2Fe14B Milling ................................................ 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya teknologi, baik dibidang mekanika,
elektronika, otomotif bahkan sampai kedokteran, maka pengembangan industri
magnet memiliki peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan oleh karena
teknologi tersebut memilki ketergantungan terhadap penggunaan magnet sebagai
salah satu komponen didalamnya. Di Indonesia telah dikembangkan industri
magnet ferrit, magnet yang dihasilkan dari industri tersebut memiliki Br sebesar
4,10479 (kG) dan Hc sebesar 3,32064(kOe).
Mengingat bahan baku seperti besi (Fe) banyak dijumpai di Indonesia,
maka perlu dimanfaatkan secara optimal. Maka disini perlu adanya
pengembangan lebih lanjut dari magnet ferrite kearah magnet yang berbasis
logam tanah jarang karena magnet jenis ini bisa menghasilkan Br sebesar 10 (kG)
dan Hc sebesar 12 (kOe). Diharapkan dengan basis teknologi yang telah dikuasai
seperti dalam proses pembuatan magnet permanen ferrite, maka dapat dilakukan
adopsi teknologi tersebut untuk penguasaan pembuatan magnet yang berbasis
logam tanah jarang (Nd-Fe-B).
Neodymium Iron Boron (Nd2Fe14B) merupakan bahan magnet permanen
yang memiliki medan anisotropi dan energy produk yang sangat tinggi, serta
mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang memiliki medan magnet
yang lebih baik dari pada magnet biasa serta memiliki Br dan Hc yang paling
tinggi. Sehingga dengan keunggulan tersebut memungkinkan munculnya
perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker, dinamo
yang lebih kuat sehingga mampu mengerakkan mobil, serta memungkinkan
munculnya mobil bertenaga listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh.
Untuk menunjang perkembangan teknologi yang semakin pesat dan canggih
tersebut, maka dibuatlah industri magnet permanen berbasis logam tanah jarang
(NdFeB) melalui metode mechanical alloying.
Akan tetapi selain keunggulan-keunggulan yang telah dikemukakan diatas,
magnet ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu suhu Curie nya relative rendah
sekitar 200-300 0C, sehingga sulit untuk diaplikasikan pada suhu tinggi. Bahan ini juga
memilki ketahanan korosi yang relative rendah sehingga dalam aplikasinya diperlukan
surface treatmen melalui coating atau pelapisan[3-5].
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan bahwa
bahan baku unsur (Fe) banyak dijumpai di Indonesia, maka industri magnet
permanen ferrit harus diarahkan ke arah industri magnet permanen logam tanah
jarang. Karena magnet permanen logam tanah jarang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan magnet permanen lainnya, yaitu memiliki Br dan Hc yang
paling tinggi.
Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses pembuatan magnet logam tanah jarang Nd2Fe14B
agar terbentuk suatu paduan yang rigid dan bisa menghasilkan Br dan Hc
yang tinggi.
2. Berapakah kondisi optimum (komposisi resin) agar diperoleh remanensi
maksimal.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Membuat magnet permanen Nd2Fe14B melalui metode (mechanical
alloying) dengan bahan baku serbuk Nd-Fe-B.
2. Menentukan komposisi resin optimum yang dapat menghasilkan nilai Br dan
Hc yg paling tinggi.
.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Nd-Fe-B yang digunakan adalah produk Aldrich.
2. Karakterisasi bahan Nd2Fe14B hasil yang akan dilakukan meliputi:
a. Karakterisasi dengan pengukuran kurva histerisis magnetik untuk
menentukan besaran remanensi (Br), koersifitas (Hc), energi hasil
maksimum (BH)maks
. Besaran ini yang digunakan untuk melihat bahan
magnetik tersebut termasuk soft magnet atau hard magnet.
b. Metode XRD, untuk mengetahui struktur kristal hasil sintesis yang
kemudian dibandingkan dengan produk komersial.
c. Metode SEM, untuk mengetahui morfologi permukaan sebelum dan
sesudah milling pada proses sintesis.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan dibuatnya magnet permanen Nd2Fe14B ini diharapkan akan
memiliki nilai jual yang tinggi karena magnet ini memiliki keunggulan
dibandingkan dengan magnet permanen lainnya, yaitu memiliki Br dan Hc yang
paling tinggi. Produk hasil penelitian ini dapat digunakan untuk bahan dasar
dalam industri elektronik, misalnya generator listrik dll.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibuat sesuai urutan bab serta isinya yang secara
garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. TEORI DASAR
Teori dasar berisi materi-materi pendukung penelitian yang terdiri atas,
kemagnetan bahan, unsur pemadu Nd2Fe14B, histerisis magnet, sifat-sifat magnet,
metode (mechanical alloying).
BAB III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tempat penelitian, alat dan bahan
yang digunakan, serta langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil-hasil penelitian dan pembahasannya.
BAB V. PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan
serta saran-saran yang berkaitan dengan hasil kesimpulan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan pengarang buku, judul buku, edisi buku, tempat penerbit, tahun
penerbitan dari buku-buku yang digunakan sebagai sumber informasi atau literatur
dari alat tersebut serta sumber – sumber lain.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kemagnetan Bahan
Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam medan magnetik luar, bahan
terdiri atas tiga kategori, yaitu feromagnetik, paramagnetik dan diamagnetik.
Sebagian besar mineral di alam bersifat diamagnetik atau paramagnetik. Namun,
ada beberapa mineral yang bersifat feromagnetik. Mineral-mineral ini yang
umumnya tergolong dalam oksida besi-titanium, sulfide besi dan hidrooksida besi
yang disebut sebagai mineral magnetik. Dari segi kuantitas keberadaan mineral-
mineral ini sangat kecil. Meskipun demikian, keberadaan mineral- mineral
tersebut pada tanah atau batuan, fasa, ukuran dan bentuk butiran erat kaitannya
dengan genesa serta perubahan lingkungan yang dialami oleh tanah atau batuan
tersebut.
2.1.1 Feromagnetik
Feromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetik m positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan
magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen
dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan
sekalipun medan pemagnetannnya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol
magnetik atom dari bahan- bahan feromagnetik ini mengerahkan gaya- gaya yang
kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini
disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang
tempat momen dipol magnetik disearahkan ini disebut daerah magnetik. Dalam
daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya
beragam dari daerah ke daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan
mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal[16].
Pada temperatur tertentu bahan feromagnetik akan berubah menjadi bahan
paramagnetik, temperatur transisi ini dinamakan temperatur curie. Diatas
temperatur curie orientasi momen magnetik akan menjadi acak, dan suseptibilitas
magnetiknya diberikan oleh persamaan:
fTT
C
(2.1)
Dimana C adalah tetapan Curie dan Tf adalah temperatur Curie. Persamaan 2.1
merupakan hukum Curie- Weiss, besar tetapan Curie adalah
fTC (2.2)
B
B
k
gNC
2
0 )( (2.3)
Dimana adalah konstanta Weiss yang besarnya
20 B
fB
gN
Tk
(2.4)
Gambar 2.1.Grafik hubungan antara suseptibilitas
magnetik () terhadap temperatur (T) pada bahan
feromagnetik .
2.1.2 Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan- bahan yang memiliki suseptibiitas
magnetik m yang positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan
yang atom- atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu
sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat Medan magnetik luar,
momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan daya medan magnetik luar,
momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini
dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerakan
termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini
bergantung pada kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik
luar yang kuat pada temperatur yang Sangat rendah, hampir seluruh momen akan
disearahkan dengan medannya[16].
0 T
Tf
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki
momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar
dengan arah medan magnet dan harga suseptibilitas magnetiknya berbanding
terbalik dengan suhu T. Variasi dari nilai susceptibilitas magnetik yang
berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum Curie
Tk
JJg
V
N
B
B 1
3
2
(2.5)
Tk
P
V
N
B
B
22
3
(2.6)
T
C (2.7)
Persamaan di atas adalah merupakan persamaan hukum Curie dimana T
adalah suhu pengamatan, B adalah bilangan Bohr Magneton, N adalah jumlah
atom bahan, Bk adalah konstanta Boltzman, C adalah tetapan Curie, P adalah
bilangan Bohr Magneton efektif, dan g adalah faktor Lande.
21
1 JJgP (2.8)
1
11
2
1
2
3
JJ
LLSSg (2.9)
Gambar 2.2. Grafik hubungan antara suseptibilitas
magnetik terhadap temperatur T pada bahan paramagnetik.
Sifat dari bahan dapat diketahui dengan mengetahui kandungan mineral
magnetik pada bahan tersebut. Kandungan mineral magnetik ini dapat diketahui
dengan serangkaian penelitian, salah satunya adalah dengan mengukur temperatur
curie dari bahan tersebut. Batuan merupakan bahan yang komplek, tersusun dari
lebih satu mineral magnetik. Dengan pengukuran temperatur curie, dapat
menentukan mineral magnetik yang terkandung dalam batuan.
2.1.3 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada tahun
1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini
memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen
magnetik pada bismuth pada arah yang berlawanan dengan medan induksi pada
magnet[16].
Suseptibilitas
Suhu T
0
2.2 Histerisis Magnet
Magnet biasanya dibagi atas dua kelompok : magnet lunak dan magnet
keras. Magnet keras dapat menarik bahan lain yang bersifat magnet. Selain itu
sifat kemagnetannya dapat dianggap cukup kekal. Magnet lunak dapat bersifat
magnetic dan dapat menarik magnet lainnya, namun hanya berada dalam medan
magnet. Sifat kemagnetannya tidak kekal.
Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dan magnet lunak
dapat dilakukan dengan menggunakan loop histerisis yang telah dikenal seperti
pada gambar 2.3.
Bila bahan magnet berada dalam medan magnet, H “garis gaya yang
berdekatan” akan tertarik ke dalam bahan tersebut sehingga rapat fluks meningkat.
Dikatakan bahwa, induksi magnet, B meningkat. Dengan sendirinya, jumlah
induksi tergantung pada medan magnet dan jenis bahan. Pada contoh gambar 2.3,
rasio B/H tidak linear, terjadi lompatan induksi mencapai level yang tinggi,
kemudian rasio tersebut hampir konstan dalam medan yang lebih kuat[15].
Br Br Br
Hc Hc Hc Medan magnet,H Medan magnet,H Medan magnet,H
(a) (b) (c)
Gambar 2.3. kurva magnetisasi. (a) Induksi awal B versus medan magnet H, (b)
Loop histerisis (magnet lunak). (c) Loop histerisis (magnet keras). Baik induksi
remanen (rapat fluks) dan medan koersif, B dan – Hc, masing-masing, besar untuk
magnet keras. Hasil perkalian BH merupakan patokan untuk ukuran energi
demagnetisasi[15].
Pada magnet lunak, terjadi penurunan kembali yang hampir sempurna jika
medan magnet ditiadakan. Medan magnet bolak-balik akan menghasilkan kurva
simetris di kuadran ketiga. Kurva histerisis magnet permanen sangat berbeda, bila
medan magnet ditiadakan, induksi tersisa akan menghasilkan induksi remanen,
Br. Medan yang berlawanan yang disebut medan koersif, -Hc, diperlukan sebelum
induksi turun menjadi nol, sama dengan magnet lunak loop tertutup, akan tetapi
magnet permanen memiliki simetri 1800C.
Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan
energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis
adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai
dari nol 0 sampai +H hingga –H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak
dapat diabaikan, akan tetapi magnet permanen memerlukan energi lebih banyak
sehingga pada kondisi ruang demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan
magnetisasi permanen.
Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang
diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah
hasil kali BH. Hasil kali sesaat BH maksimum lebih sering digunakan karena
merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan
pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena
harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu
detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh
(tinggi), medan koersif (rendah), dan permeabilitas maksimum (tinggi).
2.3 Sifat – Sifat Magnet
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft
magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya.
Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya.
Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar.
Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B
sebesar μ0M, dalam magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier
yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan
dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft
magnet.
Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B
menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet
permanen akan menjadi kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh
karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas
menjadi sangat penting.
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen
saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet.
2.4 Unsur Pemadu Pada Nd2Fe14B
Paduan merupakan perpaduan dari beberapa unsur pada skala mikrosopik,
seperti pada penyusunan magnet Nd2Fe14B juga terdiri dari beberapa unsur
pemadu yaitu Nd, Fe dan B.
2.4 .1 Neodymium (Nd)
Neodymium (Nd) adalah unsur kimia yang pada tabel susunan berkala
termasuk kedalam kelompok unsur lantanida dan dikenal sebagai unsur tanah
jarang yang memiliki nomor atom 60 serta konfigurasi elektron terluarnya adalah
[Xe]6S24F
4. Unsur–unsur lantanida atau lanthanons dikenal dengan nama fourteen
elements, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium(Pr),
Neodymium(Nd), Promhetium(Pm), Samarium(Sm), Europium(Eu),
Gadolinium(Gd), Terbium(Tb), Dysprosium(Dy), Holmium(Ho), Erbium(Er),
thulium(Tm), Yterbium(Yb) dan Lutetium (Lu).
Unsur–unsur tersebut ditemukan dialam dalam bentuk mineral yang
merupakan campuran oksida, depositnya banyak ditemukan di Scandinavia, India,
Unisoviet dan Amerika. Banyak jenis mineral yang mengandung unsur – unsur
lantanida seperti La, Ce, Pr, Nd sebesar 90%, diikuti unsur – unsur lainnya seperti
yttrium (Yt) dan logam berat lainnya sebesar 10 %. Monazite dan jenis mineral
lainnya mengandung unsur – unsur lantanida dengan tingkat oksidasi ±3 dan
sedikit unsur europium yang umumnya memiliki tingkat oksidasi ±2.
Pada tabel 2.1 adalah susunan elektron dan tingkat oksidasi unsur–unsur
lantanida. Terlihat bahwa semua unsur – unsur lantanida membentuk ion–ion 3+.
NO Unsur Atom M2+
M3+
M4+
NO Unsur Atom M2+
M3+
M4+
1 La 4d 6S2 - [Xe] - 11 Ho 4f
11 6S
2 - 4f
2 -
2 Ce 4f2 6S
2 - 4f
2 [Xe] 12 Er 4f
12 6S
2 - 4f
2 -
3 Pe 4f3 6S
2 - 4f
2 4f
2 13 Tm 4f
13 6S
2 4f
2 4f
2 -
4 Nd 4f4 6S
2 4f
2 4f
2 4f
2 14 Yb 4f
14 6S
2 4f
2 4f
2 -
5 Lm 4f5 6S
2 - 4f
2 -
6 Pm 4f6 6S
2 4f
2 4f
2 -
7 Pu 4f7 6S
2 4f
2 4f
2 -
8 Gd 4f7 5d 6S
2 - 4f
2 -
9 Tb 4f9 6S
2 - 4f
2 4f
2
10 Dy 4f10
6S2 - 4f
2 4f
2
Untuk beberapa unsur lantanida mempunyai tingkat oksidasi 2+ dan
4+, seperti Nd, Sm, Eu, Tm dan Yb mempunyai tingkat oksidasi 2+
sedangkan Ce, Pr, Nd, Tb dan Dy mempunyai tingkat oksidasi 4+, Lu dan
Gd hanya membentuk tingkat oksidasi 3+, sebab masing – masing unsur
memilki tingkat konfigurasi elektron yang stabil yaitu 4F14
dan 4F7. Khusus
untuk unsur neodymium(Nd), unsur ini mempunyai tingkat oksidasi
4+(Nd4+
) dengan konfigurasi elektron f2 tetapi sangat tidak stabil untuk
mencapai konfigurasi f0, f
7, f
14 yang stabil. Untuk Nd
2+, f
4 memberikan
alasan yang kuat untuk meyakini bahwa walaupun kestabilan f0, f
7, f
14
menjadi salah satu factor thermodinamik dan kinetic yang sama atau sangat
penting untuk menentukan kestabilan tingkat oksidasi.
2.4.2 Besi (Fe)
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini yang
membentuk 5% dari pada kerak bumi. Karakter endapan besi ini berupa endapan
yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral
logam lainya. Kadang besi sebagai kandungan logam tanah (residual), namun
jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kebanyakkan besi ini hadir dalam
pelbagai jenis senyawa oksida, endapan besi yang ekonomis umumnya berupa
Magnetite, Hematite, Limonite, dan Siderite. Dari mineral-mineral bijih besi
magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat
dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang
dibutuhkan dalam industri besi.
Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai
ekonomis
3. Magnetik: Magnetite dan Titaniferous magnetite
4. Metasomatik kontak: magnetite dan specularite
5. Pergantian/replacement: magnetite dan hematite
6. Sendimentasi/placer: hematite, limonite, dan siderite
7. Kosentrasi mekanik dan residual: hematite, magnetite, dan limonite
8. Oksidasi: limonite dan hematite.
Table2.2. Mineral-Mineral Bijih Besi Bernilai Ekonomis
MINERAL SUSUNAN
KIMIA
KANDUNGAN
FE%
KLASIFIKASI KOMERSIL
Magnetite FeO, Fe3O4 72,4 Magnetic atau bijih hitam
Hematite Fe2O3 70 Bijih merah
Limonite Fe2O3.nH2O 59-63 Bijh coklat
Siderite FeCO3 48,2 Spathic, black band, clay ironstone
2.4.3 Boron (B)
Boron yang telah dimurnikan adalah padatan hitam dengan kilap logam.
Sel satuan kristal boron mengandung 12, 50, atau 105 atom boron, dan satuan
struktural ikosahedral B12 terikat satu sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elektron
(2c-2e) dan 3 pusat 2 elektron (3c-2e) (ikatan tuna elektron) antar atom boron
(Gambar 4.1). Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor.
Gambar 2.4 Struktur kristal boron dengan sel satuan ikosahedral
Kimia boron (boron hidrida) dimulai dengan riset oleh A. Stock yang
dilaporkan pada periode 1912-1936. Walaupun boron terletak sebelum karbon
dalam sistem periodik, hidrida boron sangat berbeda dari hidrokarbon. Struktur
boron hidrida khususnya sangat tidak sesuai dengan harapan dan hanya dapat
dijelaskan dengan konsep baru dalam ikatan kimia. Untuk kontribusinya dalam
kimia anorganik boron hidrida, W. N. Lipscomb mendapatkan hadiah Nobel
Kimia tahun 1976. Hadiah Nobel lain (1979) dianugerahkan ke H. C. Brown
untuk penemuan dan pengembangan reaksi dalam sintesis yang disebut
hidroborasi.
Karena berbagai kesukaran sehubungan dengan titik didih boron yang
rendah, dan juga karena aktivitas, toksisitas, dan kesensitifannya pada udara,
Stock mengembangkan metoda eksperimen baru untuk menangani senyawa ini
dalam vakum. Dengan menggunakan teknik ini, ia mempreparasi enam boron
B2H6, B4H10, B5H9, B5H11, B6H10, dan B10H14 dengan reaksi magnesium
borida, MgB2, dengan asam anorganik, dan menentukan komposisinya. Namun,
riset lanjutan ternyata diperlukan untuk menentukan strukturnya. Kini, metoda
sintesis yang awalnya digunakan Stock menggunakan MgB2 sebagai pereaksi
hanya digunakan untuk mempreparasi B6H10. Karena reagen seperti litium
tetrahidroborat, LiBH4, dan natrium tetrahidroborat, NaBH4, kini mudah didapat,
dan diboron, B2H6, yang dipreparasi dengan reaksi 3 LiBH4 + 4 BF3.OEt2 → 2
B2H6 + 3LiBF4 + 4 Et2O, juga mudah didapat, boron yang lebih tinggi disintesis
dengan pirolisis diboron.
Teori baru diusulkan untuk menjelaskan ikatan dalam diboron, B2H6.
Walaupun struktur yang hampir benar, yakni yang mengandung jembatan
hidrogen, telah diusulkan tahun 1912, banyak kimiawan lebih suka struktur mirip
etana, H3B-BH3, dengan mengambil analoginya dengan hidrokarbon. Namun, H.
C. Longuet-Higgins mengusulkan konsep ikatan tuna elektron 3-pusat 2-elektron
3-center 2-bond (ikatan 3c-2e bond) dan bahwa strukturnya memang benar seperti
dibuktikan dengan difraksi elektron tahun 1951 (Gambar 4.2).
Gambar 2.5 Struktur diboron.
Struktur ini juga telah dielusidasi dengan difraksi elektron, analisis
struktur kristal tunggal sinar-X, spektroskopi inframerah, dsb, dan memang boron
terbukti mengandung ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B berikut:
Gambar 2.6 Ikatan 3c-2e B-H-B dan B-B-B.
Selain ikatan kovalen biasa 2c-2e B-H dan B-B. Struktur semacam ini
dapat ditangani dengan sangat memuaskan dengan teori orbital molekul. Boron
diklasifikasikan menjadi closo, nido, arachno, dsb. sesuai dengan struktur
kerangka atom boron.
Closo-boron [BnHn]2- memiliki struktur polihedral tertutup, n atom boron
terikat pada n atom hidrogen, misalnya dalam oktahedral regular [B6H6]2- dan
ikosahedral [B12H12]2-. Boron deret ini tidak mengandung ikatan B-H-B. Boron
BnHn+4, seperti B5H9, membentuk struktur dengan ikatan B-B, B-B-B, dan B-H-
B dan kehilangan sudut polihedral closo boron, dan disebut dengan jenis boron
nido. Boron BnHn+6, seperti B4H10, memiliki struktur yang kehilangan dua
sudut dari tipe closo dan membentuk struktur yang lebih terbuka. Kerangka juga
dibangun oleh ikatan B-B, BB-B, dan B-H-B, dan jenis ini disebut boron jenis
arachno. Sruktur-strukturnya diberikan di Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Ikatan B-B, BB-B, dan B-H-B.
Tidak hanya diboron, boron yang lebih tinggi juga merupakan senyawa
yang tuna elektron yang sukar dijelaskan dengan struktur Lewis yang berbasiskan
ikatan kovalen 2c -2e.
2.5 Mechanical Alloying
Mechanical alloying adalah sebuah metode reaksi padatan (solid state
reaction) dari pencampuran beberapa logam dengan memanfaatkan proses
deformasi untuk membentuk suatu paduan dimana proses pencampuran serbuk
berupa proses penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball mill yang
dihasilkan dari tumbukkan dari bola-bola. Proses sebenarnya dari mechanical
alloying (MA) adalah mencampurkan serbuk dan medium gerinda (biasanya bola
besi/baja). Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan
tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran
elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Bagian-bagian terpenting dari
proses mechanical alloying (MA) adalah bahan baku, tipe milling dan variabel
proses milling.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan (10 November- 10 April) di
beberapa laboratorium, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan
(P2FT) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek Serpong. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan (P2FT) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Bandung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
1. Bahan
a. Neodymium(Nd).
b. Besi (Fe)
c. Boron (B)
d. Toluen (C3H7)
e. Resin Epoksi
2. Peralatan Penelitian
a. Timbangan digital 4 digit
b. Hydraulic press cap 16 ton, Ram Dia 100 mm, dengan kapasitas 16 ton
yang digunakan untuk mengepress bahan-bahan sampai dengan tekanan 3
ton.
c. Vial + Ball Mill (mechanical alloying), digunakan untuk menghaluskan /
meratakan campuran bahan dan membentuk paduan dari unsur yang
dimasukan.
d. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C yang terdapat di
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung,
digunakan sebagai alat karakterisasi intensitas magnetik dari Stronsium
Ferit.
e. X-Ray Difraktometer yang terdapat di Pusat Laboratorium Terpadu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, digunakan sebagai alat karakterisasi struktur
dari Nd2Fe14B.
f. Kotak hampa oksigen(Glove Box).
g. High Energy Milling (HEM).
h. SEM (Scaning Electron Microscopic)
a). b). c).
d). e). f).
g). h.)
Gambar 3.1 a). Timbangan digital 4 digit. b). Hydraulic press. c). Vial + Ball
Mill. d). Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C. e). X-Ray
Difraktometer. f). Kotak hampa oksigen(Glove Box). g). High Energy Milling
(HEM). h). SEM (Scaning Electron Microscopic)
3.3. Tahapan Penelitian
3.3.1. Preparasi Pembuatan Nd2Fe14B
Bahan yang disiapkan berupa serbuk Nd-Fe-B dari produk Aldrich
dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8 %. Untuk proses pembuatan Nd-Fe-B,
tahapan-tahapan yang dilakukan adalah:
a. Penimbangan masing-masing serbuk Neodymium (Nd), serbuk Besi (Fe),
serbuk Boron (B)
b. Pencampuran serbuk Nd-Fe-B dan toluene (C3H7)
c. Penggilingan Nd-Fe-B dengan mechanical alloying.
3.3.2. Proses Pembuatan Nd2Fe14B
Peralatan yang digunakan untuk metode mechanical alloying adalah High
Energy Milling (HEM) Spex 8000 yang terdapat di laboratorium Bidang
Karakterisasi dan Analisis Nuklir (BKAN), Pusat Teknologi Bahan Industri
Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan spesifikasi
normal speed 4500 rpm, run time 90 menit, of time 30 menit, dan on-off cycle 1
kali, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1(g). HEM ini terdiri dari sebuah
wadah (vial) yang di dalamnya terdapat bola-bola (ball mill) yang bergerak secara
spin dan berfungsi untuk menghancurkan bahan tersebut. Vial ini terbuat dari
bahan stainless steel (SS) dengan bentuk seperti tabung dengan panjang 7,6 cm
dan diameter 5,1 cm. Sedangkan ball mill juga terbuat dari bahan stainless steel
(SS) dengan diameter bola sebesar 12 mm. Paduan NdFeB dibuat sebanyak 15
gram yang terdiri dari campuran antara Neodymium (Nd), Besi (Fe) dan Boron
(B). Baik Nd, Fe, dan B digunakan dari produk Aldrich dengan tingkat kemurnian
lebih dari 99,8%, dengan perbandingan stokiometri unsur Nd : Fe : B = 2 : 14 : 1.
Dan berdasarkan teorema mesh ratio sama dengan 8, untuk massa sampel
sebanyak 15 gram diperlukan massa bola-bola sejumlah 120 gram. Serbuk Nd, Fe
dan B ini dicampur di dalam vial dan ditambahkan toluen untuk menghindari
terjadinya oksidasi. Proses ini banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam bahan nanostruktur. Selain untuk menghasilkan butiran yang relatif kecil,
HEM ini juga menyebakan terbentuknya struktur yang metastabil. Pada penelitian
ini, sampel NdFeB di-milling dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20
jam, dan 40 jam di suhu ruang dalam lingkungan Argon.
Pengamatan struktur mikro sampel dilakukan dengan menggunakan SEM
(scanning electron microscope) 515 Philip. Sedangkan pengamatan kualitas dan
kuantitas fasa-fasa yang ada di dalam sampel menggunakan peralatan X – Ray
Diffractometer (XRD) merek Philip, type PW1710. Pengukuran pola difraksi
sampel dilakukan dengan berkas sinar-x dari tube anode Cu dengan panjang
gelombang, = 1,5406 Å, mode: continuous-scan, step size : 0,02, dan time per
step : 0,5 detik. Analisis profil difraktometer sinar-x yang diperoleh dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak program GSAS (Rietveld Analysis) [7].
Karakterisasi SEM dan XRD ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Industri
Nuklir - BATAN.
3.3.3 Proses Pencetakan Magnet dari Nd2Fe14B (non milling)
Seperti hal nya pada proses pembuatan NdFeB, pada proses ini juga dilakukan
penimbangan bahan baku di dalam glovebox untuk menghindari terjadinya
oksidasi yang bisa mengakibatkan korosif pada bahan. Kemudian dilakukan
penimbangan untuk membuat 5 sampel, masing-masing sampel memiliki berat
sama sebesar 15 gram. Pada masing-masing sampel ditambahkan perekat berupa
resin epoksi cair dengan variasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% secara berurutan.
Sampel kemudian dicetak dengan hidrolik press dengan tekanan 100 Pa. Setelah
itu, hasil cetakan didiamkan satu hari dan dimagnetisasi. Kemudian dilakukan
pelapisan berupa penyemprotan cat.
3.3.4 Proses Pencetakan Magnet dari Nd2Fe14B (milling)
Seperti hal nya pada proses pembuatan NdFeB, pada proses ini juga dilakukan
penimbangan bahan baku di dalam glovebox untuk menghindari terjadinya
oksidasi yang bisa mengakibatkan korosif pada bahan. Kemudian dilakukan
penimbangan untuk membuat 5 sampel, masing-masing sampel memiliki berat
sama sebesar 15 gram. Pada masing-masing sampel ditambahkan perekat berupa
resin epoksi cair dengan variasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% secara berurutan.
Sampel kemudian dicetak dengan hidrolik press dengan tekanan 100 Pa. Setelah
itu, hasil cetakan didiamkan satu hari dan dimagnetisasi. Kemudian dilakukan
pelapisan berupa penyemprotan cat.
3.3.5. Karakterisasi Hasil
Bahan dikarakterisasi berdasarkan sifat magnetik yaitu melalui
pengukuran dari data alat permagraph yang ada di Pusat Penelitian Elektronika
dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung, serta analisis struktur secara
mikroskopik dengan metode difraksi sinar-X di PLT (pusat laboratorium terpadu)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode difraksi sinar-X memberikan bukti
tentang adanya struktur kristal[15].
Karakterisasi struktur mikroskopis pada penelitian ini dilakukan setelah
proses pencetakan sampel. Pada karakterisasi ini dilakukan pengukuran pada
masing-masing sampel. Sedangkan untuk mengetahui sifat kemagnetan sampel
yang dihasilkan, dilakukan magnetisasi dengan menggunakan alat Permagraph
yang ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI
Bandung. Data dari alat Permagraph berupa kurva histerisis dengan nilai-nilai
besaran tertentu, yaitu besarnya nilai induksi remanen (Br), nilai koorsivitas (Hc)
dan nilai energi produk maksimum (BH)maks
.
Adapun diagram alur pembuatan Nd2Fe14B lebih rinci dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
Gambar.3.2 Diagram Alur Nd2Fe14B
PELAPISAN
Nd2Fe14B Non Milling
dengan komposisi resin
10%, 20%, 30%, 40%,
50 %
Nd2Fe14B Milling (120
jam) dengan komposisi
resin 10%, 20%, 30%,
40%, 50 %
KARAKTERISASI
XRD
MAGNETISASI
HASIL
XRD DAN SEM
PENCAMPURAN Nd, Fe, B (mechanical alloying)
milling 10, 20, 40 (jam)
KESIMPULAN
KARAKTERISASI
SIFAT KEMAGNETAN
PENCETAKAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Magnet Permanen Nd2Fe14B
Sampel dibuat melalui reaksi padatan dengan mencampurkan logam-
logam penyusun dengan perbandingan stoikiometri unsur Nd : Fe : B = 2 : 14 : 1.
Pada awalnya campuran hanya terdiri dari serbuk Nd, Fe dan B yang masih
berdiri sendiri-sendiri. Kemudian campuran di milling selama 10 jam, 20 jam dan
40 jam. Hasil pengukuran difraksi sinar-x dari campuran Nd-Fe-B masing-masing
keadaan ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut terlihat
kondisi awal (original) campuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri
dari fasa Nd, Fe dan B.
Gambar 4.1 Pola difraksi sinar-x sampel gabungan
Identifikasi fasa sampel original merujuk pada hasil penelitian Spedding
[8], Basinski [9], dan Decker [10] yang berturut-turut untuk fasa Nd, Fe, dan B
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel original
(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample
(b) Morfologi permukaan
(c) Fraksi massa
Gambar 4.3 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel Original
Analisis awal dari dari bahan dasar, yaitu : serbuk Nd, Fe dan B ini
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.3. Pada Gambar 4.3 ditunjukkan hasil
refinement pola difraksi sinar-x sampel original (campuran bahan dasar). Hasil
refinement ini menghasilkan kualitas fitting sangat baik dengan faktor R yang
sangat kecil juga. Faktor R merupakan criteria of fit dan faktor χ2 adalah
goodness of fit yang bernilai sangat kecil, dan menurut Izumi nilai χ2 (chi-
squared) yang diperkenankan maksimum 1,3 [7]. Criteria fitting pada Gambar 4.3
adalah wRp = 23.64, Rp = 16.57 dan χ2 (chi-squared) = 1.068. Pada Gambar 4.3
tampak hasil refinement pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa sampel terdiri
dari tiga fasa, yaitu fasa Nd, Fe, dan B yang berturut-turut memiliki fraksi massa
sebesar 25.25 %, 73.76 %, dan 0.98 % berat. Hasil ini memberikan konfirmasi
bahwa sampel original (campuran awal) memiliki perbandingan stoikiometri yang
sudah sesuai dengan yang diharapkan. Dan berdasarkan hasil pengamatan
morfologi permukaan menggunakan SEM menunjukkan bahwa campuran
memiliki ukuran partikel yang relatif kecil sekitar 1-3 m dan tampak terdistribusi
secara merata di seluruh permukaan sampel sehingga diharapkan campuran ini
secara visual telah homogen.
4.1.1 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 10 Jam
Kemudian setelah milling selama 10 jam, tampak terjadi perubahan fasa
yang diduga telah terbentuk fasa FeB dan Nd2Fe14B, walaupun masih
mengandung fasa dari unsur awal pembentuknya dengan jumlah fraksi diduga
relatif menurun. Identifikasi fasa sampel mill 10 jam merujuk pada hasil
penelitian Hendricks [11], dan Isnard [12] yang berturut-turut untuk fasa FeB, dan
Nd2Fe14B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mill 10 jam
(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample
(b) Morfologi permukaan
(c) Fraksi massa
Gambar 4.5 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 10 jam
Pada Gambar 4.5 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan
foto SEM sampel milling 10 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.8 adalah wRp =
25.73, Rp = 20.29 dan χ2 (chi-squared) = 1.377. Dari pengamatan foto SEM
menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami
penyatuan. Hasil ini didukung dengan analisis profil difraksi sinar-x pada sampel
yang telah di milling selama 10 jam. Tampak bahwa puncak-puncak fasa Nd, Fe
dan B mulai menurun yang ditandai dengan simbol panah ke bawah (). Dan
tampak mulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 32o, 37
o, dan 42
o yang
ditandai dengan simbol panah ke atas (). Puncak-puncak ini merupakan fasa
Nd2Fe14B. Hasil refinement dari pola difraksi sinar-x ini menunjukkan bahwa
terjadi pertumbuhan fasa Nd2Fe14B sebesar 13.53 %. Penurunan puncak terjadi
pada fasa Nd dan Fe yang berturut-turut menjadi 5.03 % dan 50.52 %. Sedangkan
puncak-puncak boron (B) sudah hilang pada mill 10 jam ini. Hal ini diduga
sebagian dari fasa-fasa tersebut sudah mulai bereaksi satu sama lain membentuk
paduan. Namun pertumbuhan fasa Nd2Fe14B ini diikuti dengan pertumbuhan fasa
FeB, sehingga reaksi yang terjadi setelah mill selama 10 jam seperti persamaan
reaksi berikut :
2Nd + 14Fe + B 0.14Nd2Fe14B + 5.02FeB + 0.38Nd + 9.78Fe
4.1.2 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 20 Jam
Selanjutnya setelah dilakukan milling selama 20 jam tampak ada fasa-fasa
yang menurun dan ada fasa yang meningkat seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mil 20 jam
(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample
(b) Morfologi permukaan
(c) Fraksi massa
Gambar 4.7 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 20 jam
Pada Gambar 4.7 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan
foto SEM sampel mill 20 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.7 adalah wRp =
34.40, Rp = 25.08 dan χ2 (chi-squared) = 1.345. Berdasarkan hasil foto SEM
tampak sekali bahwa serbuk mulai lebih menyatu dan sudah hampir tidak tampak
lagi fasa-fasa Nd dan FeB, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fasa
Nd2Fe14B. Dan hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 20 jam
menunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Nd dan FeB berturut-turut menjadi
sebesar 3,56 % dan 4,48 %, sedangkan pertumbuhan Nd2Fe14B menjadi lebih
signifikan menjadi sebesar 41,65 %. Dari gambar pola difraksi sinar-x tersebut
tampak sekali bahwa sebagian puncak-puncak fasa Nd dan FeB telah berkurang
tinggal puncak tertinggi dari Nd dan FeB yang masih muncul disekitar sudut 28o
dan 35o. Sedangkan puncak-puncak fasa Fe masih banyak terlihat walaupun
intensitasnya mulai menurun secara signifikan. Hal ini berarti sebagian serbuk Nd
telah bereaksi dengan FeB membentuk fasa Nd2Fe14B seperti persamaan reaksi
berikut :
0.14Nd2Fe14B + 5.02FeB + 0.38Nd + 9.78Fe 0.42Nd2Fe14B + 0.73FeB + 0.27Nd +
9.74Fe
4.1.3 NdFeB Hasil Sintesis Setelah Dimilling 40 Jam
Dan setelah dilakukan milling selama 40 jam berikutnya telah terbentuk fasa baru
yang diduga adalah fasa Nd2Fe14B seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-x sampel mill 40 jam
Berdasarkan hasil identifikasi awal pada masing-masing keadaan sampel
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel yang dimilling selama 40 jam telah
terbentuk fasa baru yang diduga adalah fasa NdFeB. Namun sejauh ini belum
dapat dijelaskan mekanisme pembentukan fasa dari proses mechanical alloying
ini. Sehingga perlu dianalisis lebih jauh masing-masing keadaan ini berdasarkan
teorema Benyamin dan Volin [6].
(a) Profil obsevasi dan kalkulasi dari pola difraksi sinar-x sample
(b) Morfologi permukaan
(c) Fraksi massa
Gambar 4.9 Refinement pola difraksi sinar-x dan foto SEM sampel mill 40 jam
Pada Gambar 4.9 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x dan
foto SEM sampel mill 40 jam. Criteria fitting pada Gambar 4.9 adalah wRp =
33.63, Rp = 25.31 dan χ2 (chi-squared) = 1.365. Berangkat dari hasil foto SEM
pula tampak bahwa serbuk cenderung mulai menyatu membentuk fasa baru dan
proses milling mulai mengecilkan ukuran serbuk dari fasa baru tersebut. Dari hasil
pengukuran difraksi sinar-x menunjukkan puncak-puncak fasa Nd dan FeB
hampir hilang dan puncak-puncak fasa Fe hanya terlihat pada puncak tertinggi
dari fasa Fe, yaitu disekitar sudut 44o dengan nilai intensitasnya sangat rendah.
Sedangkan fasa Nd2Fe14B tumbuh dengan sangat baik disekitar sudut 42o. Dari
hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 40 jam ini menunjukkan
bahwa terjadi penurunan puncak Nd dan FeB berturut-turut menjadi sebesar 1.11
% dan 2,47 %, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa Nd2Fe14B
sebesar 69,46 %.
Pada tahap ini hampir sebagian besar telah terbentuk fasa Nd2Fe14B
walaupun masih menyisakan fasa Nd, Fe, dan FeB. Hal ini bisa dilihat dari hasil
foto SEM yang menunjukkan serbuk dari fasa baru tersebut semakin mengecil.
Apabila ditinjau dari hasil pengukuran difraksi sinar-x, puncak-puncak fasa Nd
dan FeB sudah hilang. Hilangnya puncak-puncak fasa Nd dan FeB ini bukan
berarti bahwa kandungan fraksi volume dari Nd dan FeB di dalam campuran
berkurang, namun struktur kristal Nd dan FeB sebagian telah rusak dan berubah
menjadi amorf, dan sebagian lagi telah bereaksi membentuk Nd2Fe14B. Dari hasil
refinement pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa kandungan terakhir
campuran ini terdiri dari fasa Nd2Fe14B, Nd, Fe dan FeB sesuai dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
0.42Nd2Fe14B + 0.73FeB + 0.27Nd + 9.74Fe 0.69Nd2Fe14B + 0.4FeB +
0.08Nd + 5.22Fe
Hasil ini menunjukkan bahwa makin lama proses milling fraksi massa fasa
Nd2Fe14B semakin meningkat. Jadi dengan proses milling basah ini sangat efektif
selain melindungi sampel berinteraksi dengan oksigen juga sangat membantu
pembentukan fasa Nd2Fe14B dengan baik.
Selama proses mechanical alloying, serbuk-serbuk Nd, Fe dan B secara
periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan secara plastis
terdeformasi. Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan
perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk
secara elementer seperti yang di illustrasikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Proses tumbukan bola-bola dalam media milling [6].
Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan
dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk,
kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada
empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin
[6]. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk
pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance).
Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah
lembaran (lamellar). Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada
arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan
bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk.
Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu
fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan
dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap
keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state
processing), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen,
kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain
dalam arah berlawanan.
Kemudian setelah Nd2Fe14B terbentuk serbuk, serbuk tadi dibuat menjadi
peletan magnet. Dicetak 10 buah peletan, 5 buah peletan dari Nd2Fe14B yang
kasar (tidak di milling), 5 buah peletan dari Nd2Fe14B yang di milling selama 5
hari (120 jam). Pada proses pencetakan ditambahkan perekat berupa resin epoksi
sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50 % pada kelima sampel tersebut secara
berurutan kemudian ditambahkan pula hardness 2 tetes pada masing-masing
sampel. Setelah dicetak peletan kemudian didiamkan selama 1 hari. Setelah itu
dilakukan proses magnetisasi masing - masing sampel dan coating berupa
penyemprotan cat.
4.2 Hasil Pengujian XRD untuk Nd2Fe14B
4.2.1 Nd2Fe14B yang telah dicetak (non milling )
Gambar 4.10 Difraktogram Nd2Fe14B yang tidak di milling
Pada gambar 4.11 diperlihatkan perbandingan antara difraktogram NdFeB
hasil sintesa (non milling) dengan difraktogram NdFeB database. Terlihat bahwa
difraktogram hasil sintesa sudah bersesuaian dengan difraktogram database
meskipun intensitasnya tidak sama.
4.2.2 Nd2Fe14B yang telah dicetak (milling )
Gambar 4.12 Difraktogram Nd2Fe14B yang di milling
Pada gambar 4.11 diperlihatkan perbandingan antara difraktogram NdFeB
hasil sintesa (milling) dengan difraktogram NdFeB database. Terlihat bahwa
difraktogram hasil sintesa sudah bersesuaian dengan difraktogram database
meskipun intensitasnya tidak sama. Dan tidak terjadi perubahan fasa setelah di
milling.
4.3 Hasil Magnetisasi Nd2Fe14B
Karakterisasi sifat bahan NdFeB diperoleh dari data alat Permagraph yang
ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung.
Hasil pengukuran berupa kurva histerisis diperoleh induksi remanen (Br) dan nilai
koersivitasnya (Hc) cukup besar, nilai – nilai untuk sampel yang tidak di milling
ditunjukkan dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin
(Nd2Fe14B non milling)
NO Resin (%) Density (gr/cm3) Br (KG) Hc (KOe) BHmaks (MGOe)
1 10 6,05 5,29 7,854 5,24
2 20 6,54 5,30 7,863 5,70
3 30 5,97 5,40 8,001 5,96
4 40 6,69 5,95 7,991 7,13
5 50 5,18 5,20 7,799 5,36
Rata – rata 6,086 5,428 7,9016 5,878
a). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Br
b). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Density
c). Kurva pengaruh Density terhadap Br
Gambar 4.12 (a),(b),(c) Beberapa jenis kurva pada sampel yang tidak di milling
Pada pengukuran kedua, untuk sampel yang di milling diperoleh induksi
remanen (Br) dan nilai koersivitasnya (Hc) cukup besar. Nilai – nilai tersebut
ditunjukkan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai density, Br, Hc dan BHmaks berdasarkan variasi komposisi resin
(Nd2Fe14B milling)
NO Resin (%) Density (gr/cm3) Br (KG) Hc (KOe) BHmaks (MGOe)
1 10 6,23 5,23 7,870 5,59
2 20 6,92 5,65 7,905 6,13
3 30 6,18 5,13 8,063 5,44
4 40 5,85 4,98 7,863 5,48
5 50 6,49 5,49 7,890 5,56
Rata- rata 6,33 5,29 7,918 5,64
Data pada tabel tersebut terlihat nilai induksi remanen (Br) rata-rata
kedua sampel sebesar 5,362 kG, dengan nilai induksi remanen (Br) tertinggi 5,95
kG dari sampel yang tidak di milling. Salah satu ciri dari bahan magnet keras
adalah nilai koersivitas Hc lebih dari 200 Oe (0,2 kOe) [14]. Sedangkan nilai Hc
rata-rata kedua sampel sebesar 7,9099 kOe dengan Hc terbesar pada sampel yang
di milling sebesar 8,063 kOe dan terkecil dengan nilai 7,779 kOe untuk sampel
yang tidak di milling, hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel sudah bersifat
magnet keras.
a). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Br
b). Kurva pengaruh komposisi Resin terhadap Density
c). Kurva pengaruh komposisi Density terhadap Br
Gambar 4.13 (a),(b),(c) Beberapa jenis kurva pada sampel yang di milling.
Untuk melihat energi produk maksimum (BH)maks
dari magnet tersebut
dapat diperoleh dari nilai maksimal hasil perkalian antara B dan H pada kuadran
kedua kurva histerisis (daerah demagnetisasi). Semakin tinggi remanensi, maka
gaya koersivitas dan loop histerisis semakin gemuk dan semakin besar pula energi
produk maksimalnya. Energi produk maksimum (BH)maks
rata-rata diperoleh 5,727
MGOe dengan nilai (BH)maks
tertinggi sebesar 7,13 MGOe untuk sampel yang
tidak di milling.
Semakin tinggi nilai remanen (Br) suatu bahan, semakin kuat pula sifat
kemagnetannya. Induksi remanen yang tinggi diperlukan dalam penelitian ini
untuk menghasilkan hard magnet yang baik. Untuk mendapatkan nilai remanen
yang tinggi kerapatan bahan haruslah tinggi. Dalam penelitian ini dihasilkan nilai
induksi remanen (Br) rata-rata sebesar 5,362 kG. Nilai induksi remanen juga
bergantung pada kontribusi magnetik dari setiap elemen pembentuknya (domain).
Makin banyak elemen pembentuknya makin besar pula sisa magnet yang
ditinggalkan.
Nilai kerapatan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku, ukuran
butiran, homogenitas besar butiran, homogenitas campuran bahan baku. Nilai
kerapatan juga dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku. Sebenarnya
kemurnian bahan baku (Nd2Fe14B) baik yaitu 99 %, tetapi Nd2Fe14B yang
dihasilkan dari proses sintesa hanya mencapai tingkat kemurnian 70 %, dan juga
pada saat proses pencampuran dimungkinkan masuknya pengotor dalam bahan.
Karena pengotor dan bahan secara mikro tidak dapat bersatu, sehingga
mengakibatkan terjadinya jarak atom antara bahan dan pengotor, akibatnya
volume bahan menjadi bertambah. Bertambahnya volume mengakibatkan
turunnya nilai kerapatan[13].
Nilai energi magnetik (BH)maks
rata-rata kedua sampel lebih rendah bila
dibandingkan (BH)maks
dari produk komersial, karena remanensi dan gaya
koersivitas dari sampel yang tidak di milling dan yang di milling lebih rendah dari
pada produk komersial. Semakin tinggi remanensi dan koersivitas, sehingga
membentuk loop histerisis gemuk, maka akan semakin tinggi nilai energi produk
maksimum (BH)maks
yang dihasilkan. Nilai energi produk maksimum (BH)maks
rata-rata sampel yang tidak di milling dan sampel yang di milling sebesar 5,727
MGOe.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dan dibahas dimuka, maka dapat
diambil kesimpulan, yaitu :
1. Proses sintesis dalam penelitian ini telah berhasil membuat Nd2Fe14B
sebesar 70% dari campuran Nd, Fe dan B. Sudut-sudut difraksi yang
terdapat pada difraktogram sinar X menunjukan bahwa serbuk Nd2Fe14B
hasil sintesis bersesuaian dengan parameter difraktogram yang ada.
Nd2Fe14B hasil penelitian mempunyai karakter magnetik yang telah dapat
digolongkan sebagai magnet permanen atau magnet keras (hard magnet).
2. Komposisi resin optimum didapat pada nilai 40% dari fraksi massa pada
sampel Nd2Fe14B (non milling) dan 20% dari fraksi massa Nd2Fe14B
(milling).
5.2 SARAN
Disarankan dilakukan kajian dan percobaan dengan berbagai variasi
tekanan, ukuran butiran dan zat aditif yang perlu ditambahkan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] P.J. McGuiness, C. Short, A.F. Wilson, I.R. Harris, J. Alloys Compounds 184
(1992) 243.
[2] Yu.D. Yagodkin, A.S. Lileev, V.P. Menushenkov, Yu.A. Skakov, Metalloved.
term. obrab. met. 8 (2000) 20.
[3] Yu.D. Yagodkin, A.S. Lileev, Yu.V. Liubina, V.A. Glebov, W. Steiner,
Abstracts of the Third National Conference on Using XRD, Synchrotron
Radiation, Neutrons and Electrons for Materials Investigation, Moscow, Russia,
2001, p. 301.
[4] G. Kim, V.A. Glebov, B.V. Safronov, E.N. Shingarev, Abstracts of the XIIth
International Conference on Permanent Magnets, Suzdal, Russia, 1997, p. 94.
[5] P. Thompson, O. Gutfleisch, J.N. Chapman, I.R. Harris, J. Magn. Magn.
Mater. 202 (1999) 53.
[6] HARRIS, J.R., Matemathical Modelling of Mechanical Alloying, Thesis
submitted to The University of Nottingham for the degree of Doctor of
Physlosophy, Sepetember 2002.
[7] F. IZUMI, “A Rietveld-Refinement Program RIETAN-94 for Angle-Dispersive
X-Ray and Neutron Powder Diffraction”, National Institute for Research in
Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305, Japan, Revised on June
22, 1996.
[8] Spedding F. H., Daane A. H., Herrmann K. W., "The crystal structures and
lattice parameters of high-purity scandium, yttrium and the rare earth metals
Locality: synthetic Note: sample 99.8% pure", Acta Crystallographica 9, 559-563
(1956)
[9] Basinski Z. S., Hume-Rothery W, Sutton A. L., "The lattice expansion of iron
Locality: synthetic Sample: at T = 513 K", Proceedings of the Royal Society of
London A 229, 459-467 (1955)
[10] Decker B. F., Kasper J. S., "The crystal structure of a simple rhombohedral
form of boron Locality: synthetic", Acta Crystallographica 12, 503-506 (1959)
[11] Hendricks S. B., Kosting P. R., "The crystal structure of Fe2P, Fe2N, Fe3N
and FeB", Zeitschrift fur Kristallographie 74, 511-533 (1930)
[12] Isnard O, Yelon W B, Miraglia S, Fruchart D, "Neutron-diffraction study of
the insertion scheme of hydrogen in Nd2 Fe14 B", Journal of Applied Physics
78(3), 1892-1898 (1995).
[13]Idayanti, N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Ferit untuk Flow
meter, Jurnal Fisika HFI vol.A5 No.0528. Tangerang: Himpunan Fisika
Indonesia.
[14]Smallman, R.E dan Bishop, R.J.2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material, Penerbit Erlangga:Jakarta.
[15]Van Vlack, Lawrence H.2001.Elemen-Elemen Ilmu Dan Rekayasa Material,
Penerbit Erlangga:Jakarta.
[16] Tipler.(2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Penerbit Erlangga:Jakarta.